BAPTISAN PERCIK / TUANG ATAU SELAM

Pdt. Budi Asali, M.Div.
BAPTISAN PERCIK / TUANG ATAU SELAM. Ada 3 cara, yaitu percik, tuang, dan selam.
BAPTISAN PERCIK / TUANG ATAU SELAM
otomotif, gadget
Orang yang menggunakan baptisan percik atau tuang, biasanya memilih baptisan percik atau tuang karena segi praktisnya (lebih-lebih kalau dilakukan terhadap bayi atau orang tua), disamping itu cukup alkitabiah.

Orang-orang yang menggunakan baptisan selam biasanya tidak mengakui baptisan percik dan baptisan tuang sebagai baptisan yang sah. Alasan-alasan yang biasanya mereka pakai ialah:
a.         Kata Yunani BAPTIZO / BAPTO berarti diselam.
b.         Yesus dibaptis dengan baptisan selam.
c.         Roma 6:3-4 mengajarkan baptisan selam.

Roma 6:3-4 - “(3) Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya? (4) Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru”.

Terhadap ini saya menjawab bahwa:

a)         Kata Yunani BAPTIZO / BAPTO tidak harus berarti selam.
Ini terlihat dari:

1.   Markus 7:4 - “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci (BAPTISMOUS) cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”.

KJV: And when they come from the market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables’ (= Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti pencucian cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan meja-meja).
Kata-kata ‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada dalam terjemahan-terjemahan yang lain, tetapi footnote NIV memberikan keterangan bahwa ada beberapa manuscripts yang kuno yang memberikan kata-kata itu.

Kalau kata-kata itu memang orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa pembaptisan / pencucian dalam ayat ini tidak dilakukan dengan merendam, karena bagaimana mungkin orang merendam meja? Berapa besarnya bak cuci yang dibutuhkan? Jauh lebih masuk akal, bahwa pencucian dilakukan dengan mencurahkan air ke benda yang akan dicuci tersebut. Dan kalau kata-kata itu tidak orisinil, tetap aneh bahwa orang mencuci belanga, dsb dengan cara merendam. Biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.

2.   Lukas 11:38 - “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci (EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”.

Orang mencuci tangan tidak harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa dengan mencurahkan air pada tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak harus berarti ‘celup / selam’.

3.   1Korintus 10:2 - ‘dibaptis dalam awan dan dalam laut’.
Kata Yunaninya adalah EBAPTISANTO.
Dua hal yang harus diperhatikan:
a.   Orang Israel berjalan di tempat kering (Keluaran 14:22). Yang terendam air adalah orang Mesir!
b.   Awan tidak ada di atas mereka, tetapi di belakang mereka (Keluaran 14:19-20). Juga awan itu tujuannya untuk memimpin / melindungi Israel; itu bukan awan untuk memberi hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, itu lebih cocok dengan baptisan percik, bukan selam.

Jadi jelas bahwa orang Israel tidak direndam / diselam dalam awan dan dalam laut!
Barnes’ Notes: “This passage is a very important one to prove that the word baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear that neither the cloud nor the waters touched them” (= Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka).

4.   Ibrani 9:10 - “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan (BAPTISMOIS), hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.

Catatan: ada edisi Kitab Suci Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai macam persembahan’. Ini salah cetak, dan dalam edisi yang baru sudah diperbaiki.
Terjemahan Lama: ‘berbagai-bagai basuhan’.

NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan).
NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam pemba-suhan yang bersifat upacara keagamaan).

RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan / pen-cucian).
KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan).
Kata Yunaninya adalah BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah ‘bermacam-macam baptisan’.

Kalau kita memperhatikan kontex dari Ibrani 9 itu, maka pasti Ibrani 9:10 ini menunjuk pada ‘pemercikan’ dalam Ibrani 9:13,19,21. Karena itu jelas bahwa di sini kata ‘baptis’ tidak diartikan selam / celup, tetapi percik.

Matius 3:16 mengatakan “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air”. Tetapi kata-kata ‘keluar dari air’ tidak harus berarti bahwa tadinya Yesus diren­dam dalam air lalu keluar dari air. Kata-kata itu bisa berarti bahwa Yesus berdiri di sungai tanpa direndam (air hanya sebatas lutut atau betis), lalu dibaptis dengan tuang / percik, lalu Ia keluar dari air / sungai. Jadi jelas bahwa Mat 3:16 tidak bisa dijadikan dasar bahwa satu-satunya cara membaptis yang benar adalah dengan menggunakan bapti­san selam.

Dan seandainya Yesus memang dibaptis dengan baptisan selam, maka tetap perlu diingat bahwa apa yang dilakukan oleh Yesus belum tentu harus kita teladani. Misalnya: Ia disunat, Ia tidak menikah, Ia berpuasa 40 hari dan sebagainya. Semua ini tentu tidak merupakan rumus / hukum bagi kita. Demikian juga dengan baptisan yang Ia alami.

c)   Tentang Roma 6:3-4.
Roma 6:3-4 - “(3) Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya? (4) Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru”.

Merupakan suatu penafsiran yang dipaksakan kalau ada orang yang menganggap ayat ini sebagai ayat yang mendukung baptisan selam. Ayat ini hanya memaksudkan bahwa baptisan (tentu saja harus didahului dengan iman yang sejati kepada Kristus) mempersatukan kita dengan Kristus, sehingga kita mati dengan Dia, dikubur dengan Dia, dan bangkit dengan Dia.

Charles Hodge: The reference is not to the mode of baptism, but to its effect. Our baptism unites us to Christ, so that we died with him, and rose with him” (= Ini tidak menunjuk pada cara baptisan, tetapi akibat / hasilnya. Baptisan kita mempersatukan kita dengan Kristus, sehingga kita mati dengan Dia, dan bangkit dengan Dia) - ‘Romans’, hal 300.

d)   Ada banyak kasus dimana rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam.
Dalam Kitab Suci ada banyak contoh dimana baptisan tidak dilakukan di sungai. Juga tidak diceritakan adanya kolam yang memungkinkan baptisan selam (Kisah Para Rasul 2:41  Kisah Para Rasul 9:18  Kisah Para Rasul 10:47-48  Kisah Para Rasul 16:33). Kisah Para Rasul 16:33 adalah contoh yang paling kuat untuk menunjukkan bahwa baptisan tidak dilakukan dengan penyela­man karena hal itu terjadi di dalam penjara!

Charles Hodge, seorang ahli theologia Reformed dan pendukung baptisan percik, berkata:
“In Acts 2:41, three thousand persons are said to have been baptized at Jerusalem apparently in one day at the season of Pentecost in June; and in Acts 4:4, the same rite is necessarily implied in respect to five thousand more. ... There is in summer no running stream in the vicinity of Jerusalem, except the mere rill of Siloam of a few rods in length; and the city is and was supplied with water from its cistern and public reservoirs. From neither of these sources could a supply have been well obtained for the immersion of eight thousand persons. The same scarcity of water forbade the use of private baths as a general custom” [= Dalam Kis 2:41, dikatakan bahwa 3000 orang dibaptiskan di Yerusalem, dan itu jelas terjadi dalam satu hari pada musim Pentakosta di bulan Juni; dan dalam Kisah Para Rasul 4:4, secara tidak langsung bisa dipastikan bahwa upacara yang sama dilakukan terhadap 5000 orang lebih. ... Pada musim panas, tidak ada sungai mengalir di Yerusalem dan sekitarnya, kecuali sungai kecil dari Siloam yang panjangnya beberapa rod (NB: 1 rod = 5 meter); dan kota itu, baik sekarang maupun dulu, disuplai dengan air dari bak / tangki air dan waduk / kolam air milik / untuk umum. Tidak ada dari sumber-sumber ini yang bisa menyuplai air untuk menyelam 8000 orang. Kelangkaan air yang sama melarang penggunaan bak mandi pribadi sebagai suatu kebiasaan umum] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.

Catatan: Kisah Para Rasul 4:4 seharusnya ‘menjadi 5000 orang’, bukan ‘bertambah dengan 5000 orang’.

Charles Hodge lalu menambahkan sebagai berikut:
“The baptismal fonts still found among the ruins of the most ancient Greek churches in Palestine, as at Tekoa and Gophna, and going back apparently to very early times, are not large enough to admit of baptism of adult persons by immersion, and were obviously never intended for that use” (= Bak-bak untuk membaptis yang ditemukan di antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa dan Gophna, dan jelas berasal dari waktu yang sangat awal, tidak cukup besar untuk baptisan orang dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk penggunaan seperti itu) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.

Sekarang mari kita melihat baptisan sida-sida dalam Kisah Para Rasul 8:26-40. Apakah ini adalah baptisan selam? Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian ini:
1.   Kisah Para Rasul 8:36 - ‘ada air’.

Yunani: TI HUDOR [a certain water / some water (= air tertentu / sedikit air)]. Jadi ini menunjuk pada sedikit air, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.

Charles Hodge: “He was travelling through a desert part of the country towards Gaza, when Philip joined him, ‘And as they went on their way they came unto a certain water (EPI TI HUDOR, to some water)’.There is no known stream in that region of sufficient depth to allow of the immersion of a man” [= Ia sedang bepergian melalui bagian padang pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika Filipus bergabung dengannya, ‘Dan ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka sampai pada air tertentu (EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu tidak diketahui adanya sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan penyelaman seorang manusia] ‘Systematic Theology’, vol III, hal 535.

2.   Kisah Para Rasul 8:38-39 berkata ‘turun ke dalam air ... keluar dari air’.
Apakah ini menunjuk pada baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus, istilah ini bisa diartikan 2 macam, yaitu:
a.   Sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air.
b.   Sida-sida itu turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata kakinya, lalu keluar dari air.

Untuk mengetahui yang mana yang benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah Kisah Para Rasul 8:38-39 itu sekali lagi. Perhatikan bahwa di situ dikatakan: “dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, ...”.

BACA JUGA: BUKU SEPUTAR MASALAH BAPTISAN

Kalau istilah ‘turun ke dalam air’ dan ‘keluar dari air’ diartikan sebagai baptisan selam, itu menunjukkan bahwa Filipus, sebagai orang yang membaptis, juga ikut diselam! Ini jelas tidak mungkin. Jadi dari 2 kemungkinan di atas, yang benar adalah kemungkinan kedua. Ini juga cocok dengan point pertama di atas yang menunjukkan bahwa air di situ cuma sedikit, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.


1.   Penekanan arti baptisan adalah sebagai simbol penyucian / purifi-cation. Padahal dalam Kitab Suci purification selalu disimbolkan dengan percikan:
a.   Keluaran 24:8 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata  ‘menyiramkannya’ seharusnya adalah ‘memercikkannya’. NIV: ‘sprinkled’ (= memercikkan).
b.   Keluaran 29:16,21 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘kausiramkan’ seharusnya adalah ‘percikkanlah’ [NIV: ‘sprinkle’ (= percikkanlah)].
c.   Imamat 7:14 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘menyiramkan’ seharusnya adalah ‘memercikkan’ [NIV: ‘sprin-kles’ (= memercikkan)].
d.   Im 14:7,51 - ‘memercik’.
e.   Imamat 16:14 - ‘memercikannya’.
f.    Bilangan 8:7 - ‘percikkanlah’.
g.   Bilangan 19:18 - ‘memercikkannya’.
h.   Yesaya 52:15 (NIV) - ‘He will sprinkle many nations’ (= Ia akan memerciki banyak bangsa).
i.    Ibrani 9:13 - ‘percikan’.
j.    Ibrani 9:19,21 - ‘memerciki’ dan ‘dipercikinya’. 
k.   Ibrani 10:22 - Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘telah dibersihkan’ seharusnya adalah ‘telah diperciki’ [NIV: ‘sprinkled to cleanse’ (= diperciki untuk membersihkan)].

l.    Ibrani 12:24 - ‘darah pemercikan’.

2. Lukas 3:16 - ‘Aku membaptis kamu dengan air’ (I baptize you with water).

Kata ‘with water’ / ‘dengan air’ (Yunani: HUDATI) ini tidak cocok diartikan sebagai selam, karena kita tidak berkata ‘aku menyelam kamu dengan air’ tetapi kita berkata ‘aku menyelam kamu di dalam air’. Tetapi kalau baptisan itu adalah percik / tuang, maka kata-kata ‘dengan air’ itu cocok.

Matius 3:11 memang menggunakan kata Yunani EN, tetapi kata EN bukan hanya bisa diartikan sebagai in (= di dalam), tetapi juga sebagai with (= dengan).

Kesimpulan: 

Baptisan selam bukan satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu kalau saudara sudah dibaptis dengan baptisan percik atau tuang, jangan percaya kepada orang yang mengharuskan saudara dibaptis ulang dengan baptisan selam. Ingat bahwa pada waktu saudara dibaptis ulang, saudara menghina baptisan yang pertama!
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
AMIN_
Next Post Previous Post