BUKU SEPUTAR MASALAH BAPTISAN
Pdt.Esra Alfred Soru.
BACA JUGA: SAKRAMEN BAPTISAN DAN PERJAMUAN KUDUS
Cukup banyak sudah hal yang kita pelajari mengenai cara baptisan baik dari segi hubungan antara baptisan air dan baptisan Roh Kudus, arti kata baptis itu sendiri, istilah “turun ke dalam air” dan “keluar dari air”, istilah “dikuburkan dalam baptisan” serta beberapa kasus baptisan yang dicatat dalam Alkitab. Yang menarik dari semuanya adalah bahwa tidak ada satu ayat pun yang begitu tegas dan gamblang menekankan cara baptisan selam, sebaliknya ada cukup argumentasi bagi praktek baptisan percik. Apa yang saya kemukakan bukanlah untuk membuktikan bahwa baptisan selam tidaklah benar melainkan bahwa baptisan percik juga benar dalam artian memiliki dasar dalam Alkitab. Bagaimanapun juga “ditenggelamkan” merupakan salah satu arti dari kata “bapto” dan karenanya mungkin saja terdapat kasus baptisan selam dalam Alkitab di samping baptisan percik
I. APAKAH “BAPTIS” SELALU BERARTI DISELAMKAN?
II. HUBUNGAN BAPTISAN AIR dan BAPTISAN ROH KUDUS
III. MEMAHAMI ISTILAH-ISTILAH
IV. BEBERAPA KASUS BAPTISAN DALAM ALKITAB
V.DENGAN CARA APAKAH YESUS DIBAPTIS : SELAM ATAU PERCIK?
VI.BAPTISAN ANAK, : TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DAN GEREJA
I. APAKAH “BAPTIS” SELALU BERARTI DISELAMKAN?
Persoalan tentang baptisan Kristen (baptisan air) adalah persoalan yang klasik, unik dan kontroversial. Mengapa? Karena masalah ini bukanlah masalah yang baru. Pergumulan-pergumulan tentang baptisan bukanlah hal yang baru di dalam gereja kita di dunia ini. Hal ini telah menimbulkan masalah sejak gereja berada dalam dunia ini. Salah satu contohnya adalah kaum Novatianus (abad 3 AD) yang berkeberatan untuk menerima kembali orang Kristen yang pernah murtad ke dalam gereja. Mereka sangat memelihara kemurnian jemaat dan karena itu barangsiapa yang menggabungkan diri dengan mereka haruslah dibaptiskan kembali karena menganggap bahwa baptisan yang telah mereka peroleh sebelumnya tidak sah. (A.A. Yewangoe, Tentang Baptisan (Artikel-Dokumen 1), hal.1). Dalam masa-masa selanjutnya, perdebatan di sekitar masalah ini semakin sengit di kalangan gereja-gereja maupun teolog-teolog. Robert G. Rayburn berkata bahwa tidak ada doktrin dalam Alkitab yang sedemikian banyak perbedaannya, atau yang sedemikian disalahmengerti di dalam gereja Kristen selain doktrin baptisan air. (Apa itu Baptisan?;1995, hal. 5).
Secara umum titik perdebatannya terletak pada dua hal yakni cara baptisan dan siapa yang layak dibaptiskan. Sebagian orang/gereja meyakini dan melaksanakan baptisan dengan cara percik, sebagian lagi dengan cara diselamkan/ditenggelamkan. Tentang siapa yang layak dibaptiskan, sebagian orang/gereja menolak praktek baptisan anak (Infant Baptism) dan sebagian lagi menerimanya. Manakah yang benar di antara keduanya? Adakah dasar Alkitabiah yang cukup kuat bagi praktek baptisan percik dan baptisan anak yang seringkali menjadi persoalan atau dipersoalkan? Kita akan menelaahnya dan memeriksanya dari Alkitab dalam beberapa hari ini.
Hal pertama yang seringkali menjadi persoalan adalah pendapat yang mengatakan bahwa baptisan yang benar adalah baptisan selam karena kata “baptis” itu dalam bahasa Yunaninya "bapto" atau bentuk kata kerjanya "baptizo" berarti “selam” atau “ditenggelamkan” dan ini adalah satu-satunya arti dari kata tersebut sebagaimana kata Jeremia Rim dalam buku pelajaran “Dasar Kekristenan Yang Kokoh” (Gereja Kristen Perjanjian Baru) hal 16 : “Kita melihat adanya berbagai macam cara pembaptisan. Namun sebenarnya Alkitab hanya mengajarkan satu macam cara pembaptisan, yaitu dengan cara diselamkan ke dalam air. Kata baptis sendiri dalam bahasa Gerika "bapto", artinya ditenggelamkan” demikian juga Derek Prince : “Jika “bapto” berarti mencelupkan sesuatu ke dalam cairan, kemudian mengeluarkannya kembali, maka “baptizo” pasti hanya mempunyai satu arti, yaitu membiarkan sesuatu dicelupkan ke dalam suatu cairan, kemudian mengeluarkannya kembali. Singkatnya, “baptizo” (dari mana berasal kata “baptis” dalam bahasa Indonesia) berarti membiarkan sesuatu dicelupkan”(Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal. 13). Untuk menguatkan dan membuktikan ketunggalan arti dari kata “baptis” itu maka selanjutnya Prince memaparkan penggunaan kata “bapto” atau “baptizo” itu dalam literatur sekuler Yunani dari segala zaman mulai dari abad ke lima atau ke empat sebelum Masehi. Ia mengutip perkataan Plato, Hippocrates, Strabo, Flavius Josephus dan Plutarch, dan akhirnya ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa : “Berdasarkan penyelidikan yang singkat ini, kita melihat jelas bahwa kata Yunani “baptizo” selalu mempunyai arti yang sama, yang tidak pernah berubah sepanjang masa. Mulai dari bahasa Yunani klasik sampai pada bahasa Yunani Perjanjian Baru. Kata itu tidak pernah berubah maknanya, yaitu : “membiarkan sesuatu dicelupkan”, “membenamkan sesuatu di bawah permukaan air atau cairan yang lain”. (Prince, 15).
Tentu menarik apa yang dikatakan dan dikemukakan oleh Prince, namun sayangnya adalah di dalam memberikan pengertian dasar dari kata “bapto” atau “baptizo” ini, Prince banyak mengutip pendapat dan penggunaan kata ini dalam literatur sekuler Yunani namun hanya mengutip beberapa ayat Alkitab dan itu pun dengan penjelasan yang sangat singkat (Prince, 11-12) padahal jika diteliti dengan seksama dalam teks bahasa Yunani, kata tersebut digunakan sangat banyak dalam berbagai bagian Alkitab khususnya PB. Apa yang dikemukakan Prince cukup dapat dipertimbangkan, namun pertanyaan bagi kita adalah cukupkah sampai di situ? Apakah tidak ada arti yang lain lagi dari kata itu? Karena itu bersama dengan Rayburn saya hendak berkata : “Daftar mereka yang panjang tentang contoh-contoh yang dipergunakan dalam literatur sekuler Yunani adalah sangat penting. Kata-kata dari para ahli kamus yang ternama cukup memenuhi syarat, dan butir-butirnya cukup bisa diterima. Tetapi ketika itu sudah diterima, kita harus melanjutkannya dengan bertanya adakah arti yang lebih tepat lagi, dan digunakan pada kata itu selain daripada pengertian tersebut, demikian juga mereka yang sungguh terhormat harus setuju bahwa ada arti yang lain”. (Rayburn, 22). Ada arti yang lain? Benarkah demikian? Jawaban bagi pertanyaan ini haruslah bersumber dari Alkitab sebab Alkitab adalah satu-satunya dasar yang obyektif dari semua pemahaman. Untuk itu baiklah kita meneliti beberapa ayat Alkitab yang berkaitan dengan masalah ini.
Dalam Markus 7 :4 dikatakan : “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan ("baptizontai") dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpanya hal mencuci("baptizmous") cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”. Perhatikan baik-baik, dalam teks Yunani kata “membersihkan” menggunakan kata "baptisontai" sedangkan kata “mencuci” menggunakan kata "baptismous". Kata "baptisontai" adalah bentuk present indikatif pasif dari kata dasar "baptizo"sedangkan kata "baptismous" adalah bentuk akusatif dari kata "baptizmous"yang berasal dari kata dasar "bapto" dari mana kata “baptis” berasal. Jadi rupanya kata “baptis” juga dapat berarti membersihkan atau mencuci. Kalau kita hendak berkata bahwa kata ‘baptis’ hanya berarti menyelamkan/menenggelamkan, maka rasanya aneh sekali kalau setiap kali hendak makan orang Yahudi harus menenggelamkan dirinya maupun cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga ke dalam air. Hal ini lebih tidak masuk akal lagi apabila kita melihat terjemahan KJV : “And when they come from the market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables” (Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti pencucian cawan, belanga/panci, bejana/tempat dari tembaga, dan meja-meja). Jadi rupanya meja-meja juga dibaptis. Seandainya baptis hanya berarti menenggelamkan, maka sebelum makan orang Yahudi harus terlebih dahulu menenggelamkan meja-meja juga. Tentu ini tidak masuk di akal.
Perhatikan juga Lukas 11:38 : “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci ("ebaptizthe") tangan-Nya sebelum makan”. Kata "ebaptizthe" yang dipergunakan di sini adalah bentuk aorist pasif dari kata dasar "baptizo". Dalam bagian ini berarti mencuci. “Mencuci (membaptis) tangan sebelum makan”. Jika kata “baptis” hanya berarti ditenggelamkan, maka seharusnya Yesus menenggelamkan tangan-Nya sebelum makan. Jika saudara-saudara pemegang paham baptisan selam konsisten dengan pengertian mereka tentang kata “baptis” yakni menenggelamkan seluruhnya, maka seharusnya sebelum makan Yesus menenggelamkan seluruh tangannya. Saya kira ini adalah aktifitas yang tidak mungkin. Perlu diketahui juga bahwa tradisi mencuci tangan ini dalam kebudayaan Yahudi berhubungan dengan penyucian dari kemungkinan kenajisan. Dan bagaimanakah tradisi ini dilakukan? Simaklah penjelasan William Barclay : “Menurut hukum itu sebelum makan tangan harus dicuci dengan hukum-hukum yang sangat mendetail. Dengan sengaja disimpan air khusus untuk keperluan tersebut sebab air biasa dikuatirkan tidak bersih. Air yang dipakai paling kurang sebanyak satu perempat dari batang bambu. Pertama-tama air itu harus dituangkan ke atas tangan dimulai dari jari kelingking dan terus sampai ke pergelangan. Kemudian telapak tangan haruslah dibersihkan dengan menggosokkan genggam yang satu kepada yang lainnya. Akhirnya sekali lagi air dituangkan ke atas tangan, kali ini dimulai dari pergelangan dan berakhir pada ujung-ujung jari”. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari (Lukas), hal. 224). Dari tradisi ini kita ketahui bahwa air untuk mencuci (membaptis) tangan ini hanya sedikit saja dan ditaruh di dalam bambu, juga aktifitas pencuciannya selalu dilakukan dengan cara dituangkan. Dengan demikian arti kata “baptis” yang digunakan di sini lebih kepada dituangkan dan bukan ditenggelamkan atau diselamkan. Bagaimana mungkin orang menenggelamkan seluruh tangannya ke dalam sedikit air dalam bambu?
Matius 26:23 : “Ia menjawab: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan ("embapsas") tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku”. Kata “mencelupkan” dalam ayat di atas menggunakan kata bahasa Yunani "embapsas" yakni bentuk nominatif partisif aorist aktif dari kata dasar "embapto" yang berarti mencelupkan ke dalam. Jadi ayat ini seharusnya berbunyi : “Dia yang bersama-sama dengan Aku membaptis tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku”.Perhatikan baik-baik kalimat ini! Di sini dikatakan “membaptis tangan”. Jika arti kata “baptis” hanyalah ditenggelamkan atau diselamkan, itu berarti bahwa harus menenggelamkan seluruh tangan ke dalam pinggan (Bandingkan dengan penjelasan Lukas 1 :38 di atas). Bagaimana mungkin menenggelamkan seluruh tangan ke dalam sebuah pinggan?
Satu ayat lagi yang memaksakan kita menerima kejamakan art dari kata “baptis” itu yakni 1 Korintus 10 :1-2 : “Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis ("ebaptizthesan") dalam awan dan dalam laut”. Kata “dibaptis” dalam ayat ini menggunakan kata Yunani "ebaptizthesan" yakni bentuk aorist indikatif pasif dari kata dasar "baptizo". Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa orang Israel dibaptis dalam awan dan dalam laut. Awan dan laut yang dihubungkan dengan kehidupan orang Israel ini jelas menunjuk kepada dua peristiwa pada masa exodus (keluaran) di mana orang Israel dilindungi oleh Allah dengan tiang awan pada waktu siang hari (Keluaran 13:21-22; 14:19) dan juga pada saat mereka menyeberang laut Teberau (Keluaran 14:21-22). Hal ini dijelaskan dalam ayat 1 dari I Korintus 10. Perhatikan dengan seksama, perlindungan awan dan penyeberangan laut dilihat oleh Paulus sebagai sebuah baptisan. Jika kata “baptis” hanya berarti ditenggelamkan atau diselamkan, maka pertanyaan kita adalah kapankah orang Israel ditenggelamkan atau diselamkan ke dalam laut? Derek Prince membahasakan pengalaman orang Israel dengan berkata bahwa bani Israel masuk ke dalam laut, melintasi laut dan keluar lagi dari dalam laut (Prince, 165) dan ini menunjuk kepada fakta dan cara baptisan air yakni orang yang dibaptis itu masuk ke dalam air, berjalan melintasi air, kemudian keluar lagi dari air.(ibid, 165-166). Hal ini (yang dialami oleh orang Israel) memang benar, namun persoalannya adalah bahwa fakta orang Israel masuk ke dalam laut, melintasi laut dan keluar lagi dari dalam laut tidak membuat mereka sampai tenggelam atau terbenam di dalam laut sehingga basah kuyup. Dengan demikian fakta ini tidak bisa dipakai sebagai acuan terhadap cara baptisan selam yang nyata-nyata membuat orang yang dibaptis itu basah kuyup. Apa yang dikatakan oleh Prince itu senada dengan apa yang dikatakan oleh Lukas Sutrisno : “Istilah Paulus tentang baptis di sini menunjuk atau mengacu kepada kenyataan bahwa bangsa Israel itu betul melewati laut sebagai gambaran ditenggelamkan” (Sebuah jawaban dalam diskusi dengan saya via email tanggal 20 Maret 2002) namun persoalannya adalah apakah hanya untuk menegaskan bahwa bangsa Israel pernah melewati laut Paulus harus menggunakan kata “baptis”? Kalau begitu apakah Paulus yang melewati Siprus dapat dikatakan bahwa ia dibaptis (tenggelam) di Siprus? (Kisah Para Rasul 21:3). Apakah dengan masalah ini maka para pemegang paham baptisan selam hendak menambah pengertian dari kata “baptis” menjadi “melewati”? Jika para pemegang paham baptisan selam konsisten dengan pengertian mereka tentang hanya ada satu arti kata “baptis” maka jawaban yang diberikan di sini sungguh lemah dan terkesan dipaksakan. Mereka justru seharusnya mengakui bahwa kata “baptis” tidak selamanya berarti ditenggelamkan. Orang Israel tidak pernah tenggelam dalam awan. Yang terjadi adalah mereka ditudungi oleh awan. Tentang laut, juga mereka tidak pernah tenggelam di dalam laut. Mereka justru berjalan di tanah yang kering seperti kata Keluaran 14: 21-22 : “…. dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka”. Tentang ini Herlianto berkata : “Dalam kedua gambaran ini tidak tergambar bahwa mereka tenggelam dalam awan (seperti kalau kita naik pesawat dan masuk awan) atau laut (seperti kapal selam). Mereka hanya dinaungi oleh awan dan ketika menyeberangi laut pun mereka tidak basah (kecuali mungkin mengalami percikan embun) melainkan berjalan di tempat kering (Keluaran.14:16,29), tetapi yang basah kuyup dan tenggelam adalah tentara Mesir yang mengejar mereka (Keluaran 14:23-28)”. (Baptisan, Percik atau Selam, hal.3). Pendapat ini senada dengan Rayburn : “paling-paling mereka hanya terkena percikan” air dari “benteng air” yang ada di kanan-kiri mereka. (Rayburn, 24). Albert Barnes dalam Barnes’ Notes hal 745 mengomentari ayat ini dengan berkata : “This passage is a very important one to prove that the word baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear that neither the cloud nor the waters touched them” (Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka). Lepas dari pengertian teologis di balik ungkapan ini, namun Paulus menyebutkan kedua peristiwa itu sebagai baptisan. Yang kita persoalkan bukanlah makna teologisnya tetapi arti katanya.
Sekarang perhatikan juga Ibrani 9:10 : “Karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan ("baptizmois"),hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”. Kata “pembasuhan” di sini menggunakan kata bahasa Yunani "baptizmois" yang adalah bentuk datif dari kata "baptismos" yang berarti pembersihan, pembaptisan atau pencucian. Konteks ayat ini berbicara tentang ordinasi penyucian yang bersifat rohani dibandingkan dengan ordinasi penyucian yang bersifat duniawi dalam hal ini menunjuk kepada aktifitas dalam Kemah Suci orang Israel. Sekali lagi di sana dikatakan “pelbagai macam pembaptisan”. Jika kata “baptisan” hanya berarti penenggelaman atau penyelaman, maka biarkanlah kita bertanya : “Adakah upacara penyelaman atau penenggelaman dalam sistem ritualitas orang Israel di dalam Kemah Suci? Jelas tidak ada! Bahkan lebih daripada itu aktifitas penyelaman atau penenggelaman adalah sesuatu yang sangat asing dalam upacara agama orang Israel. Kalau begitu apakah yang dimaksudkan dengan pelbagai macam pembaptisan dalam ayat ini? Marilah kita melihat dalam konteks dekatnya yakni Ibrani 9:13 : “Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah” (band. Bil 19), Ibrani 9:19 : “Sebab sesudah Musa memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop, lalu memerciki kitab itu sendiri dan seluruh umat” , dan Ibrani 9:21 : “Dan juga kemah dan semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian dengan darah”. Ketiga ayat ini menunjuk kepada upacara agama dalam Kemah Suci orang Israel yang oleh penulis Surat Ibrani disebut sebagai “baptisan”. Tiga ayat itu semuanya menggunakan kata “percik”, itu berarti bahwa dalam bagian ini kata “baptis” dapat berarti pemercikkan dan bukan penyelaman atau penenggelaman yang adalah ide yang asing bagi orang Israel.
Memang kalau kita memeriksa atau meneliti kata “percik” dalam ketiga ayat ini tidaklah menggunakan kata "baptizo" melainkan "rantizo". Mungkin inilah yang membuat Lukas Sutrisno dalam websitenya berkata : “Kata Baptis sebenarnya diambil dari kata "baptizo" yang berarti celup atau ditenggelamkan. Sedangkan percik itu bahasa Yunaninya bukan baptizo, tetapi "rantizo" atau dalam bahasa Inggrisnya sprinkle/sprinkling, sedangkan kata Baptis yang ditulis di Alkitab adalah baptizo bukannya rantizo.” (www.come.to/alfa-omega). Untuk memahami hal ini kita perlu mengetahui terlebih dahulu bahwa kata “bapto” atau “baptizo” itu mengandung keunikan makna. Keunikan makna dari kata tersebut nampak dalam dua hal :
(1) Penenggelaman atau penyelaman bukanlah satu-satunya arti dari kata “bapto” atau “baptizo”. Beberapa ayat yang telah diteliti sebelumnya memperlihatkan bahwa kata “bapto” atau “baptizo” bisa berarti membersihkan, membasuh, mencuci, memercik, mengguyur, dll.
(2) Kata “bapto” atau “baptizo” bukanlah satu-satunya kata yang dipakai untuk penenggelaman atau penyelaman. Alkitab membuktikan bahwa ada banyak kata “tenggelam” yang tidak memakai kata “bapto” atau “baptizo” seperti dalam Matius 18:6 yang memakai kata "katapontisthe", Ibrani 11:29 yang memakai kata "kateponthesan".
Dengan melihat dua keunikan arti di atas, maka kita dapat katakan bahwa sebenarnya kata “bapto” atau “baptizo” itu adalah sebuah kata yang umum yang terdiri dari beberapa kata kerja sama seperti dalam dunia persepedamotoran, kita mengenal adanya merk Suzuki namun yang tergolong ke dalam Suzuki itu begitu banyak. Ada Suzuki Smash, Tornado, Shogun, Cristal, Satria, Bravo, dll. Jadi yang terkandung di dalam kata “bapto” atau “baptizo” itu antara lain : "katapontizo atau katapontizomai = tenggelam seperti Mat 18:6; Ibrani 11:9; Matius 14:30, "rantizo" = percik dalam Ibrani 9:13,19,21, "nipto" = mencuci, membasuh dalamYohanes 13:10, "louo", "loutrou" = mandi dalam Efs 5:26; Yohanes 13:10, "gemizo" = celup, mengisi, memenuhi dalam Markus 15:36 dan "duno" = membenamkan dalam Efesus 4:26; Markus 1:37. Dengan demikian kata “rantizo” yang muncul dalam ayat 13, 19 dan 21 dari Ibrani pasal 9 tidaklah cukup untuk menggugurkan kesimpulan yang telah kita ambil dari penelitian konteks yang sangat akurat. Mengapa? Karena kata “percik” ("rantizo") adalah termasuk ke dalam kategori “baptizo”.
Dari beberapa ayat yang telah dibahas di atas baik dari penelitian konteks dekat maupun konteks jauhnya, penggunaan dan analisis kata atau bahasanya serta analisa budaya dan sistem religius orang Yahudi, maka kita seharusnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata “bapto” atau “baptizo” mempunyai makna unik dan jamak. Menyelamkan atau menenggelamkan bukanlah satu-satunyaarti melainkan salah satu arti saja sebagaimana apa yang dikatakan oleh Herlianto : “Dalam bahasa Yunani, kata 'Bapto' artinya bisa 'mencelupkan di dalam atau di bawah' atau bisa juga berarti mencelupkan bahan-bahan untuk memberi warna baru, sedangkan 'Baptizo' bisa berarti 'membenamkan', 'menenggelamkan' atau 'membinasakan.' Tetapi, baptizo juga bisa berarti 'masuk di bawah' atau 'dipengaruhi', dan dalam suasana helenisme juga diartikan sebagai 'mandi' atau 'mencuci.'” (Herlianto, 1).
II. HUBUNGAN BAPTISAN AIR dan BAPTISAN ROH KUDUS
Rencana keselamatan Allah bagi dunia ini bersifat kekal, dan rencana ini sungguh-sungguh melibatkan ketiga oknum Allah tritunggal yakni Bapa, Anak & Roh Kudus. Bapa bertindak sebagai perencana, Anak bertindak sebagai pelaksana dan Roh Kudus bertindak sebagai peneguh. Yang menonjol dalam “proyek” ini adalah karya oknum kedua dan ketiga yakni Anak dan Roh Kudus. Sang Anak dengan sungguh-sungguh menuntaskan karya penebusan-Nya di atas kayu salib dan setelah itu Roh Kudus meneruskan, menerapkan dan meneguhkan karya itu kepada dan di dalam kehidupan orang percaya melalui kesadaran dan pengakuan dosa serta kelahiran baru. Karya kedua oknum ini begitu penting bagi keselamatan manusia.
Oleh sebab itulah di dalam gereja terdapat dua macam sakramen yakni sakramen Perjamuan Kudus dan sakramen Baptisan Kudus. Kedua sakramen ini bertujuan untuk mengingat dan menyimbolkan karya kedua oknum Allah tersebut. Sakramen Perjamuan Kudus dilakukan sebagai peringatan atau simbol dari karya Kristus di mana Ia telah memecahkan tubuh-Nya dan mencurahkan darah-Nya bagi keselamatan manusia, dan sakramen Baptisan Kudus dilakukan untuk mengingat dan menyimbolkan karya Roh Kudus terhadap dan di dalam hidup orang percaya. Jadi dengan ini kita tahu bahwa sebenarnya baptisan air itu melambangkan karya Roh Kudus.
Hubungan antara Baptisan air dan karya Roh Kudus ini nampak dalam Injil Matius 3:11 berkata : “Aku (Yohanes Pembaptis) membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia (Yesus) yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”. Di sini kita melihat bahwa Yohanes Pembaptis menghubungkan baptisannya (baptisan air) dengan baptisan Yesus (baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api). Di dalam membicarakannya, ia menempatkan diri dan kualitas baptisannya di bawah diri dan kualitas baptisan Yesus dengan berkata “…Ia yang datang kemudian lebih berkuasa dari padaku…” Itu berarti bahwa baptisan air bukanlah yang utama, baptisan air bukanlah yang terpenting, dan baptisan air bukanlah baptisan yang sesungguhnya. Lalu apakah kedudukan baptisan air dalam konteks ini? Kedudukannya adalah bahwa baptisan air adalah lambang atau gambaran dari baptisan yang akan datang, baptisan yang sesungguhnya yakni baptisan Roh Kudus sebagaimana telah disinggung di atas.( Selidikilah ayat-ayat ini dengan seksama : Kisah Para Rasul 19:1-6; Titus 3:5; Efesus 4:5 dan I Korintus 12:13).Bosca Da Cunha berkata : “Pembaptisan dalam Roh Kudus adalah pemenuhan tugas Yesus dan berarti pembaptisan Kristen terikat pada kehadiran Roh Kudus….Entah air atau penumpangan tangan, semuanya berkaitan dengan Roh Kudus; air merupakan tanda pengudusan dan penumpangan tangan lebih langsung menandakan pencurahan kurnia Roh Kudus” (Tiga Sakramen Inisiasi; 1991, hal. 5).
Dalam website Gereja Katholik ditulis :“Jadi baptisan adalah karya Allah sendiri yang mencurahkan Roh Kudus-Nya. Baptisan tidak dapat dibedakan/dipisahkan dari Iman kepada Yesus dan dari pencurahan Roh Kudus. Baptisan merupakan perwujudan iman seseorang kepada Yesus dan Iman itu berhubungan dengan pencurahan Roh Kudus lihatlah pada 1 Korintus 12:3 "Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorang pun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: "Terkutuklah Yesus!" dan tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus." (www. gerejakatholik.net) sedangkan seorang teolog modern yang bernama Dietrich Bonhoeffer berkata bahwa karunia di dalam baptisan adalah Roh Kudus.(Mengikut Yesus, 2000, hal.84). Penting juga untuk memperhatikan kata-kata John Stott yang lebih lengkap tentang hubungan kedua baptisan ini : “Baptisan air adalah upacara terbuka bagi awal pemasukan ke dalam Kristus. Upacara itu secara nampak menandai penyucian dosa (Kisah Para Rasul 22:16) dan pemberian Roh Kudus. Lihat Kisah Para Rasul 2:38, di mana kedua aspek keselamatan dihubungkan dengan baptisan. Baptisan adalah lambang, yang kenyataannya terdapat dalam baptisan Roh. Tentu inilah yang menyebabkan reaksi spontan Petrus, ketika Kornelius dibaptis dengan Roh itu, berbunyi, ‘Bolehkah orang mencegah untuk membaptis orang-orang ini dengan air, sedangkan mereka telah menerima Roh Kudus sama seperti kita (Kisah Para Rasul 10:47; 11:16).
Jika mereka telah menerima realitasnya, bagaimana mereka dapat ditolak untuk menerima tandanya? Kejadian ini juga menjelaskan pertanyaan Paulus yang kedua yang diajukan kepada para ‘murid’ di Efesus itu. Ketika mereka menceritakan kepadanya bahwa mereka belum pernah mendengar tentang Roh Kudus, segera ia menanyakan dengan baptisan mana mereka telah dibaptiskan. Kedua rasul itu, Petrus dan Paulus, jelas menghubungkan kedua baptisan itu (baptisan air dan baptisan Roh Kudus)” (Baptisan dan Kepenuhan-Peranan dan Karya Roh Kudus Masa Kini, 1999, hal. 43-44). Jika baptisan air adalah lambang dari baptisan Roh Kudus, maka prinsip-prinsip yang ada di dalam baptisan Roh Kudus haruslah ada di dalam baptisan air. Ingatlah bahwa yang melambangkan tidak boleh bertentangan dengan yang dilambangkan. Itu berarti bahwa apa yang nampak dalam baptisan Roh Kudus harus nampak juga dalam baptisan air. Termasuk cara? Ya! Bagaimana kita menentukan cara dari baptisan air? Jawabannya adalah bahwa caranya haruslah mengikuti cara yang dipakai dalam baptisan Roh Kudus. Bukankah penganut paham baptisan selam selalu mengutamakan cara dan menganggap bahwa cara begitu penting?
Sekarang marilah kita melihat hal ini lebih dalam! Baptisan dengan Roh Kudus yang disebutkan dalam ayat di atas ditulis dalam bentuk future yang berarti bahwa hal itu belum terjadi dan akan terjadi. “Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”. Jadi baptisan dengan Roh Kudus itu bersifat janji atau nubuatan. Pertanyaan bagi kita sekarang adalah “Kapan janji atau nubuatan ini digenapi?” Hampir tidak ada orang yang menolak bahwa janji atau nubuatan tentang baptisan Roh Kudus dalam Matius 3:11 itu digenapi dalam peristiwa Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:1-13). Hal ini dikuatkan jika kita memperhatikan konteks dekatnya di mana sebelum peristiwa Pentakosta, janji yang diungkapkan Yohanes Pembaptis itu kembali dibicarakan. Kisah Rasul 1:5 : “Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus” dan benar bahwa beberapa saat kemudian (Kis 2) Roh Kudus dicurahkan. Itulah baptisan Roh Kudus yang telah digenapi. Kembali pada pokok pembicaraan di atas bahwa baptisan air adalah lambang dari baptisan Roh Kudus, dan oleh karena itu maka cara yang dipakai di dalam baptisan Roh Kudus harus menjadi cara dalam baptisan air maka marilah kita meneliti dengan seksama cara apakah yang terjadi atau dipakai dalam baptisan Roh Kudus. Kisah Para Rasul 2:3 berkata : “Dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti lidah api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing”. Rupanya cara yang nampak adalah bertebaran dan hinggap.
Kata-kata ini tentu sesuai dengan prinsip bahwa Roh Kudus dicurahkan.Mengomentari hal ini Herlianto dalam artikelnya Baptisan, Percik atau Selam? (www.yabina.org) berkata : “Yohanes menyamakan baptisan 'air' yang ia lakukan dengan baptisan 'Roh Kudus' yang dilakukan oleh Yesus, dan menarik untuk diamati bahwa baptisan Roh Kudus tidak berarti bahwa para Rasul tenggelam dalam kobaran api (band. Kel.3:2) tetapi sebagai 'lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran yang hinggap' di atas para Rasul (Kisah Para Rasul 2:3) dan yang penting dalam perlambangan ini adalah para Rasul penuh dengan Roh Kudus (Kis.2:4)” sedangkan Bosca Da Cunha membahasakannya dengan istilah “bermandikan Roh Kudus” (Da Cunha : 4). Jadi jelas di sini bahwa Roh Kudus dicurahkan dari atas dan bertebaran serta hinggap di atas kepala murid-murid. Ini menarik sekali. Perhatikan baik-baik bahwa cara yang dipakai dalam baptisan Roh Kudus adalah Roh Kudus yang dicurahkan ke atas murid-murid dan bukan murid-murid yang ditenggelamkan atau diselamkan ke dalam Roh Kudus. Jika kita sepakat seperti prinsip sebelumnya bahwa cara yang terdapat di dalam baptisan Roh Kudus haruslah merupakan cara yang dipakai di dalam baptisan air, maka cara baptisan air yang sesungguhnya bukanlah orang percaya yang ditenggelamkan di dalam air melainkan air (lambang Roh Kudus itu) yang di curahkan ke atas kepala orang percaya.
Derek Prince mencoba menerangkan hal ini dengan berkata bahwa : “Kiranya perlu diingat, bahwa secara alamiah ada dua cara dengan mana manusia dapat dibenamkan dalam air. Cara yang satu adalah di mana orang yang bersangkutan terbenam di bawah permukaan air, kemudian keluar lagi dari dalam air. Cara yang kedua adalah di mana orang itu berjalan di bawah sebuah air terjun dan membiarkan dirinya dibenamkan dalam air yang tercurah dari atas. Pembenaman yang kedua inilah cara dengan mana baptisan Roh Kudus itu terjadi dalam alam roh” (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta; 1993, hal.67) namun dengan berkata demikian sebenarnya ia membuat kekeliruan besar dalam menganalisa gejala yang terdapat dalam Kis 2. Bukankah murid-murid tidak tenggelam dalam curahan api yang dari atas itu? Gambaran air terjun untuk menjelaskan ide tentang terbenam dengan curahan dari atas sepertinya terlalu dipaksakan. Coba bayangkan tentang seseorang yang berada di bawah (terbenam) di dalam air terjun itu. Apakah orang itu kelihatan? Tentu tidak! Yang kelihatan hanyalah air terjun itu. Tetapi apakah yang terjadi pada peristiwa Pentakosta? Alkitab tidak memberikan indikasi sedikitpun bahwa murid-murid tidak kelihatan karena tenggelam di dalam api melainkan mereka kelihatan dengan jelas di mana orang dapat melihat bahwa ada lidah api bertebaran di atas kepala mereka.
Dengan demikian cara yang dipakai dalam baptisan Roh Kudus seperti dijelaskan di atas (bahwa Roh Kudus yang dicurahkan ke atas murid-murid) tidak dapat dibantah. Kalau ini caranya maka demikian pulalah seharusnya cara yang dipakai dalam baptisan air di mana bukan orang percaya yang ditenggelamkan ke dalam air melainkan air yang dicurahkan ke atas orang percaya. Ini tentu dikuatkan dengan ide tentang air sebagai lambang Roh Kudus (Yohanes 7:38-39).
III. MEMAHAMI ISTILAH-ISTILAH
Persoalan lain yang mengakibatkan perdebatan tentang cara baptisan adalah masalah istilah-istilah dalam Alkitab yang biasanya ditafsirkan sebagai indikasi ke arah cara baptisan tertentu. Kita akan mempelajari 2 istilah yang sangat populer.
“Masuk atau turun ke dalam air” & “keluar dari air”.
Istilah ini dengan jelas terdapat dalam 2 ayat yakni Matius 3:16 : “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya” dan Kisah Para Rasul 8:38-39 : “Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalananya dengan sukacita” Terhadap 2 istilah ini, saudara-saudara kita para penganut paham baptis selam selalu melihatnya sebagai penjelasan tentang cara baptisan. Fu Xie dalam website Gereja Kristen Perjanjian Baru “Masa Depan Cerah” (www.geocities.com) : berkata : “Ada cukup banyak petunjuk yang jelas tentang cara baptisan dalam Alkitab. Pada waktu Yesus dibaptis, dikatakan dalam Alkitab: "Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air (Matius 3:16)." Kalau dikatakan "Yesus keluar dari air," berarti pada saat dibaptis Dia masuk ke dalam air. Kalau hanya dipercik atau diguyur saja, tentunya tidak perlu seorang harus masuk ke dalam air. Sewaktu Filipus membaptis sida-sida dari Etiopia Alkitab mengatakan: "dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, ......" (Kisah Para Rasul 8:38-39). Sebelum dibaptis, keduanya perlu turun ke dalam air. Kalau hanya dipercik atau diguyur saja, maka tidak perlu keduanya turun ke dalam air, cukup Filipus saja yang mencedok air. Karena keduanya harus turun ke dalam air, berarti Filipus melakukan baptisan ini dengan cara diselamkan”. Tidak ketinggalan juga Derek Prince yang berkata : “Sesudah dibaptis Yesus segera keluar dari air… Berdasarkan logika sederhana, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ketika Ia dibaptiskan, Yesus terlebih dahulu turun ke dalam air, kemudian keluar lagi dari air itu. Apabila kita mengingat arti harafiah dari kata kerja “baptis” maka kita tidak sedikitpun meragukan bahwa Yesus membiarkan diri-Nya dibenamkan seluruhnya dalam air sungai Yordan”. (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal. 30)
Jika demikian pemahamannya, berarti menurut mereka baik Yesus maupun sida-sida dari Etiopia dibaptis dengan cara selam.(lihat juga Henry C.Thiessen; Teologi Sistematika, hal.501) Jika Yesus dan sida-sida dari Etiopia dibaptis dengan cara selam, seharusnya kita pun dibaptis dengan cara yang sama. Dalam mengomentari ayat Matius 3:15 Derek Prince berkata : “Mari kita perhatikan kata “demikianlah”, atau “dengan cara itu”. Melalui teladan yang diberikan-Nya itu Yesus menetapkan cara atau metode baptisan yang harus ditempuh”.(Prince, 29). Demikianlah pendapat mereka yang memegang paham baptisan selam. Semboyan mereka adalah “mengikut Tuhan dalam baptisan” (To follow Jesus in the baptism), sebagaimana apa yang dikatakan oleh P.C. Nelson : “Ketaatan kepada Kristus menuntut bahwa kita melakukan dengan tepat apa yang diajarkan oleh Firman-Nya dan bahwa kita tidak menggantikannya dengan suatu “cara” lain. Dalam kesetiaan kepada Tuhan kita harus menurut sakramen-sakramen itu sebagaimana disampaikan kepada kita oleh para Rasul.” (Doktrin-Doktrin Alkitab, hal. 54).
Untuk memahami dan sekaligus menguji pandangan para pemegang paham baptisan selam ini, baiklah kita menyelidiki istilah dan ayat ini dengan seksama dan mendalam dengan menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan biblika (analisis kata dan bahasa) serta pendekatan logika(filosofis). Namun sebelumnya biarlah saya katakan bahwa seandainya benar Yesus dibaptis dengan cara selam, kita tidak harus mengikuti-Nya. Kata “demikianlah” dalam Matius 3:15 tidak menunjuk kepada teladan dari cara baptisan seperti yang dikatakan Prince melainkan kepada baptisan itu sendiri atau lebih tepat alasan atau motiv dari baptisan itu. Mengapa kita tidak perlu atau tidak harus mengikuti cara Yesus dibaptis? Jawabannya adalah karena memang pada hakikatnya baptisan kita dan baptisan Yesus berbeda. Prince sendiri berkata bahwa baptisan Yesus itu berbeda “kelas”nya dengan baptisan yang dialami oleh semua orang lain yang dibaptis oleh Yohanes waktu itu. (Prince, 27). Baptisan-Nya adalah untuk menggenapi seluruh kehendak Allah (Matius 3:15), sedangkan baptisan kita adalah tanda dan materai dari pembasuhan dosa oleh Roh Kudus. (Robert G. Rayburn; Apa Itu Baptisan, hal.28). Lebih jauh dari itu Rayburn berkata : “Jika memang dapat dipastikan bahwa bahwa Yohanes membaptis dengan baptis selam, ini tidak memberikan banyak bukti berkenaan dengan pokok bahasan kita, karena baptisan-Nya tidak memanifestasikan baptisan Kristen. Mereka yang telah mendapatkan baptisan Yohanes ternyata dibaptiskan kembali ketika mereka menjadi Kristen, sehingga cara-Nya tidak menjadi sedemikian penting dan berotoritas dalam baptisan Kristen. (ibid). Dengan demikian ada cukup argumentasi untuk tidak mengikuti cara Yesus dibaptis. Sekalipun demikian, marilah kita mencoba memahami kembali istilah dan ayat yang membicarakan hal tersebut.
Pendekatan Biblika
Kata “keluar dari air” dalam Matius 3:16 dalam bahasa Yunaninya adalah "apo tou hudatos". Jadi kata “keluar dari” adalah "apo" yang secara umum diartikan “dari”. Kata ini dipakai juga dalam Mat 3:7. Dari 109 kali penggunaan kata depan ini dalam Injil Matius, 65 kali diterjemahkan sebagai “dari” dan hanya 10 kali diterjemahkan sebagai “keluar dari” Ada banyak bagian dalam Perjanjian Baru yang tidak dapat diterjemahkan sebagai "keluar dari” (Rayburn, 31) apalagi “keluar dari” dalam pengertian sebelumnya tenggelam. Coba perhatikan Lukas 2:4 : “Demikian juga Yusuf pergi dari (apo) kota Nazaret di Galilea….” Apakah itu berarti bahwa Yusuf ‘nongol” dari dalam tanah Nazaret? Kata “apo” di sini lebih berarti “meninggalkan”. Lihat juga Yohanes 11:55 : “… banyak orang dari negeri itu berangkat ke (apo) Yerusalem…”. Jelas ayat ini tidak bermaksud bahwa orang banyak itu keluar dari dalam tanah. Kata "apo" di sini sama pengertiannya dengan Lukas 2:4 yakni “meninggalkan”.Kenyataan bahwa kata yang dipakai dalam Lukas 2:4 maupun Yohanes 11:55 sama dengan yang dipergunakan dalam Matius 3:16, maka kalimat “Yesus segera keluar dari air” tidak berarti Yesus “nongol” atau muncul dari dalam air (sebelumnya tenggelam). Ayat itu hanya mau berkata bahwa setelah dibaptis Yesus segera meninggalkan air.
Sebagai tambahan, kita perlu mengerti juga bahwa secara hermeneutika, cerita tentang baptisan terhadap Tuhan Yesus ini merupakan bagian yang bersifat descriptive (menggambarkan). Dalam Alkitab ada 2 bagian yang berbeda : (1) Bagian Kitab Suci yang bersifat Descriptive (bersifat menggambarkan). Bagian yang bersifat descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang terjadi sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus atau hukum atau norma. Sebagai ilustrasi, dalam hal membaca dan menafsirkan Alkitab mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau anda membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena serangan jantung pada waktu menonton TV, maka hal ini tentu bukan norma/hukum di mana semua orang yang menonton TV akan terkena serangan jantung. Baiklah kita perhatikan contoh di bawah ini : Kel 14 yang menceritakan peristiwa di mana Allah membelah laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat descriptive (menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus atau norma atau hukum, jadi kita tidak perlu meniru-niru cara ini. Kisah Para Rasul 5:18-19 dan Kisah Para Rasul 12:3-11 menceritakan bahwa pada waktu rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan membebaskannya dengan menggunakan mujizat. Ini merupakan bagian yang bersifat descriptive, dan tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang Kristen yang ditangkap atau dipenjarakan pasti dibebaskan secara mujizat.
Kenyataannya Yohanes Pembaptis dipenjarakan lalu dipenggal (Matius 14:3-12); Yesus sendiri ditangkap lalu disalibkan sampai mati, dan rasul Yakobus ditangkap lalu dipenggal (Kisah Para Rasul 12:2). Demikian juga dengan Yoh 11 menceritakan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian yang bersifat descriptive, sehingga tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang Kristen yang mati akan bangkit pada hari ke-4. Ada banyak bagian yang bersifat descriptive dalam Alkitab tentang hal-hal yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang bukan merupakan norma atau hukum, dan karenanya tidak harus kita lakukan. Misalnya : Yesus tidak pernah menikah/pacaran. Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang Kristen tidak boleh pacaran atau menikah. Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Matius 4:1-11 Lukas 4:1-13). Ini tidak berarti bahwa semua orang Kristen harus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun. Yesus dan Petrus berjalan di atas air (Matius 14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang Kristen harus bisa melakukan hal itu. Jadi jika hendak pergi ke Sabu janganlah berusaha berjalan di atas air tapi naiklah perahu atau kapal. (2) Bagian Kitab Suci yang bersifat Didactic (bersifat pengajaran). Bagian yang bersifat didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yun : didakhe), dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini adalah rumus atau hukum atau norma bagi kita. Perhatikan contoh-contoh di bawah ini : Kisah Para Rasul 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat”adalah bagian yang bersifat didactic. Karena itu, ini merupakan hukum atau norma; artinya, setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat. Filipi 4:4 yang berbunyi “Bersukacitalah senantiasa” adalah bagian yang bersifat didactic. Ini adalah hukum atau norma bagi kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa. 10 Hukum Tuhan dalam Keluaran 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat didactic, sehingga merupakan hukum atau norma bagi kita semua.
Setelah mengerti tentang prinsip hermeneutika tentang bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive dan didactic, mari kita kembali pada peristiwa baptisan terhadap Tuhan Yesus dalam Matius 3:16. Mat 3:16 ini jelas merupakan bagian yang bersifat descriptive (hanya menggambarkan apa yang terjadi), dan karena itu bukan merupakan suatu hukum atau norma. Jadi, seandainya Yesus memang dibaptis dengan baptisan selam, tetap bagian ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa kita juga harus dibaptis dengan baptisan selam.
Selanjutnya tentang Kisah Para Rasul 8:38-39 : “Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalananya dengan sukacita”. Untuk memahami istilah “turun ke dalam air” dan “keluar dari air” dalam ayat ini,pertama-tama baiklah kita mengikuti arti sebagaimana yang dimaksud dalam Matius 3:16 yakni bahwa kedua kata itu hanya bermaksud bahwa Filipus dan sida-sida itu masuk ke air dan meninggalkan air. Namun biasanya pemegang paham baptisan selam tidak dapat menerima pengertian semacam ini. Untuk itu marilah kita meneliti ayat ini dengan hati-hati. Ada dua kalimat penting yang patut kita soroti yakni “keduanya turun ke dalam air” dan “merekakeluar dari air” (perhatikan kata bergaris bawah). Itu berarti bahwa baik Filipus maupun sida-sida itu turun ke dalam air dan keluar dari air. Aktivitas itu dilakukan oleh keduanya secara bersama-sama. Jika istilah “turun ke dalam air” berarti menyelam atau tenggelam seperti pandangan kaum pemegang paham baptisan selam maka itu berarti bahwa keduanya harus menyelam atau tenggelam bersama-sama. Lalu siapakah yang membaptis dan siapakah yang dibaptis? Apakah baptisan itu terjadi di mana yang membaptis dan yang dibaptis sama-sama tenggelam? Tentu ini tidak bisa diterima. Sebenarnya istilah ini cukup sederhana untuk dimengerti yakni bahwa Filipus dan sida-sida itu menuju ke air dan setelah baptisan selesai dilaksanakan, keduanya meninggalkan air. Jadi sebenarnya ayat ini tidak memberi penjelasan apa-apa tentang cara baptisan. Louis Berkhof berkata : “Suatu telaah yang cermat terhadap pemakaian kata depan “eis” menunjukkan bahwa Lukas memakai kata depan bukan sekedar dalam pengertian : “masuk ke dalam” tetapi juga dalam pengertian “ke”, sehingga sangat mungkin kita mengartikan ayat 38 itu menjadi “dan mereka berdua pergi ke air itu, baik Filipus maupun sida-sida tersebut dan Filipus membaptiskannya. Dan kendatipun kata itu dimaksudkan untuk menunjukkan arti bahwa mereka masuk ke dalam air, tetaplah belum bisa membuktikan tentang baptisan selam sebab menurut gambar-gambar yang ditemukan dari abad-abad mula-mula, mereka yang dibaptis dengan cara percik juga berdiri di air”. (Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, hal. 150).
Dengan demikian jelaslah sudah bahwa istilah “turun ke dalam air” maupun “keluar dari air”, baik yang terdapat dalam Matius 3:16 maupun Kisah Para Rasul 8:38-39 tidak menunjukkan apa-apa tentang cara baptisan selam. Istilah ini hanya bermaksud memberi penjelasan pada fakta bahwa mereka pergi mendapatkan air atau menuju ke air dan selanjutnya pergi meninggalkan air itu.
Pendekatan Logika
Setelah melihat istilah “turun ke dalam air” dan “keluar dari air” dari segi biblika, sekarang kita perlu juga menelitinya dari segi logika. Dalam hal ini pemegang paham baptisan selam perlu menyadari bahwa jika sesuatu dikatakan “keluar dari air” maka itu berarti bahwa sebelumnya ia berada dalam air (sejauh ini mereka benar), namun jika sesuatu berada dalam air belum tentu ia tenggelam atau ditutupi oleh air. Coba anda masuk ke dalam sebuah bak mandi setinggi lutut anda. Dapatkah sekarang dikatakan bahwa anda berada dalam bak atau air? Ya! Tetapi apakah anda tenggelam di dalam bak atau air itu? Tidak! Inilah logikanya. Berada di dalam sesuatu belum tentu tenggelam di dalam atau di bawah sesuatu itu. Jadi sebenarnya istilah itu hanya ingin menjelaskan bahwa sesuatu itu “berada pada”. Jika dikatakan bahwa Yesus “keluar dari air” atau sida-sida itu “turun ke dalam air” tidak berarti mereka tenggelam dalam air melainkan hanya ingin menjelaskan bahwa mereka meninggalkan air atau menuju ke air yang kebetulan secara geografis letaknya sedikit lebih ke bawah dari tempat mereka sebelumnya. Inilah logikanya. Masuk akalkan?
“Dikuburkan Dalam Baptisan”
Istilah ini tentunya diambil dari dua bagian Alkitab yakni Roma 6:3-4 : “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” dan Kolose 2:12 : “karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.”
Rupanya ide tentang penguburan yang dibicarakan dalam kedua ayat ini ditafsirkan sebagai sebuah cara baptisan dalam hal ini adalah baptisan selam. Dalam Society for world internet Malay ditulis : “Kolose 2:12 mengatakan, "Sebab apabila kamu dibaptiskan, kamu dikuburkan bersama Kristus sebab iman kamu kepada kuasa Tuhan yang giat, yang membangkitakan Kristus dari kematian. "Baptisan selam ialah untuk tujuan ini. Untuk menyaksikan kepada umum bahwa orang itu telah mati, dia diselamkan ke dalam air. Dan ketika dia diangkat semula dari permukaan air itu, ini membuktikan bahwa orang itu sekarang telah dibangkitan juga bersama dengan Kristus.” (www.mission.swim.org). dan juga Derek Prince berkata bahwa peraturan yang kita laksanakan untuk penguburan tersebut adalah baptisan Kristen. Baptisan air orang Kristen merupakan suatu penguburan di mana air itu menggambarkan kuburannya.(Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal.56-57). Pastilah karena konsep seperti ini Lukas Sutrisno hendak membenarkan praktek baptisan selam dan menolak praktek baptisan percik. Ia berkata : “Cobalah perhatikan kata “dikuburkan”, Adakah orang mati dikubur dengan cuma ditaburi tanah sekedarnya? Tentu akan ditenggelamkan di dalam tanah sampai tidak kelihatan”. (www.come.to/alfa-omega).
Bagaimana tanggapan kita terhadap pandangan ini? Argumentasi sederhana yang perlu kita ajukan pertama kali adalah bahwa prinsip yang terdapat dalam cara baptisan selam berbeda dengan prinsip cara penguburan dari Yesus dan juga bahwa cara penguburan Yesus berbeda dengan cara penguburan zaman sekarang. Yesus tidak dikubur seperti penguburan zaman sekarang di mana orang yang mati ditimbun dengan tanah. Kuburan orang Yahudi itu hanya berupa gua yang ditutup dengan batu dan Yesus hanya diletakkan di dalam gua itu di atas sebuah kain seperti seseorang dimasukkan ke dalam sebuah ruangan. Jadi tubuh Yesus sama sekali tidak bersentuhan dengan tanah apalagi tenggelam di dalam tanah? Dengan demikian apa yang dikatakan oleh Lukas Sutrisno itu adalah sebuah kekeliruan.. Hal ini sebenarnya sudah cukup untuk membantah pandangan para pemegang paham baptisan selam bahwa baptisan selamlah yang dimaksudkan dalam ayat-ayat ini.
Lebih jauh dari itu kita juga perlu memperhatikan apa sesungguhnya yang menjadi pokok pembicaraan dari ayat-ayat ini. Jika kita teliti dengan seksama, maka ayat-ayat ini sebenarnya sementara berbicara tentang masalah kelahiran kembali di mana ketika kita menjadi percaya kepada Kristus, kita telah mati terhadap dosa dan bangkit kembali dalam hidup yang baru. Ketika kita mati terhadap dosa, kita dibaptiskan dalam (Yun : = eis) kematian-Nya atau kita dikuburkan dalam (Yun : = eis) baptisan. Kata depan (eis) secara sangat tepat diartikan bagi kematian Kristus. Maka kita dibaptis bagi kematian Kristus seperti kita memakai seragam atau memakai tanda pengenal (band.Galatia 3:27) yang untuknya menjadi lambang yang terlihat secara luas sebagai sesuatu yang kelihatan. Pemikiran ini berkait dengan pengajaran bahwa baptisan adalah materai.(Roberth G. Rayburn; Apa Itu Baptisan, hal. 51). Dengan demikian baptisan yang dibicarakan di sini adalah sebagai gambaran dari kelahiran kembali dan kelahiran kembali hanya mungkin dilakukan oleh Roh Kudus saja (Roma 8:9b; I Korintus 12:13). Jadi sesungguhnya baptisan dalam ayat-ayat ini lebih menunjuk kepada baptisan rohaniah (baptisan Roh Kudus) daripada baptisan air. Louis Berkhof berkata : “Kedua ayat ini (Roma 6:3-4 dan Kolose 2:12) tidak secara langsung membicarakan baptisan dengan air. Yang dibicarakan dalam kedua ayat ini adalah baptisan rohaniah. Ayat ini membicarakan kelahiran kembali dengan penggambaran tentang mati dan bangkit kembali. Jelas bahwa ayat-ayat ini tidak bermaksud menggambarkan bahwa baptisan adalah lambang dari kematian dan kebangkitan Kristus. Jika seandainya baptisan ini dianggap sebagai lambang, maka baptisan itu akan melambangkan kematian dan kebangkitan dari orang percaya. Tetapi karena hal ini hanyalah sebuah kiasan mengenai kelahiran kembali orang tersebut, maka perkataan ini menjadikan baptisan sebagai gambaran dari sebuah gambaran.” (Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, hal.145).
Dengan demikian istilah “dibaptiskan dalam kematian-Nya” atau “dikuburkan dalam baptisan” tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan baptisan air apalagi menyangkut cara baptisan selam. Dalam ayat-ayat ini Paulus hanya ingin menunjukkan bahwa seorang yang percaya telah dibaptis oleh Roh Kudus ke dalam tubuh Yesus Kristus.
IV. BEBERAPA KASUS BAPTISAN DALAM ALKITAB
Melengkapi pemahaman kita, perlu juga untuk meneliti beberapa kasus baptisan dalam Perjanjian Baru untuk lebih mempermantap pandangan dan pemahaman kita tentang cara baptisan air yang sesungguhnya.
Baptisan gereja mula-mula (Kisah Para Rasul 2:37-38,41)
Baptisan gereja mula-mula ini terjadi pada hari Pentakosta. Ketika murid-murid menerima baptisan Roh Kudus dan menjadi penuh dengan Roh Kudus, maka Petrus bangkit dan mulai menyampaikan sebuah khotbah yang cukup panjang yang mengarah kepada diri dan karya Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2:14-36). Akibat dari khotbah ini maka semua orang yang mendengar menjadi sangat terharu dan bertanya kepada Petrus dan kawan-kawan “Apakah yang harus kami perbuat saudara-saudara?” Maka Petrus menjawab : “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus….” (Kisah Para Rasul 2:37-38). Jadi kita dapat melihat bahwa pertobatan dan baptisan yang akan diterima oleh mereka adalah sebagai respon terhadap berita Firman Allah yang disampaikan. Ayat 41 dari Kis 2 berkata : “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa”.
Dari ayat ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan (yang digarisbawahi) yakni :(1) Mereka memberi diri dibaptis (2) Jumlah mereka kira-kira 3000 orang (3) Semuanya terjadi dalam satu hari saja. Jadi murid-murid harus membaptis 3000 orang hanya dalam waktu satu hari. Dengan jumlah orang sebanyak ini dan tenaga pembaptis yang sangat minim (12 Rasul termasuk Matias) sangat sulit dipikirkan tentang kemungkinan mereka dibaptis dengan cara selam. Kalau ada 3000 orang calon baptisan, maka masing-masing murid mendapat jatah membaptis 250 orang. Alkitab berkata bahwa peristiwa pencurahan Roh Kudus terjadi kira-kira pukul sembilan pagi (Kisah Para Rasul 2:15). Jika khotbah Petrus berlangsung kira-kira satu jam, maka kita dapat memperkirakan bahwa upacara baptisan itu paling cepat baru dimulai kira-kira pukul sepuluh pagi. Itu berarti bahwa masih tersisa 14 jam dari hari itu. Kalau seorang Rasul harus membaptis 250 orang dalam 14 jam, maka dalam setiap jam ia harus membaptis 17 hingga 18 orang dan itu berarti pula bahwa setiap orang menghabiskan waktu 2-3 menit.
Perhitungan semacam ini didasarkan pada perhitungan waktu sebagaimana yang kita pakai saat ini, namun jika kita memakai perhitungan waktu sebagaimana yang dipahami oleh orang Yahudi, maka hal ini lebih menunjukkan ketidakmungkinan pelaksanaan baptisan selam. Perhitungan hari orang Yahudi dimulai dari jam enam sore dan berakhir pada jam enam sore berikutnya. Dengan perhitungan semacam ini, maka sesungguhnya peristiwa pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta (pada pukul sembilan pagi) terjadi pada jam ke lima belas dari hari itu. Kalau Petrus berkhotbah satu jam (sampai jam sepuluh pagi) maka hari itu telah sampai pada jam ke enam belas, dan dengan demikian hanya tersisa delapan jam dari hari itu sampai pada jam enam sore. Jika kedua belas Rasul membaptis 3000 orang pada hari itu juga, maka setiap Rasul akan membaptis 250 orang dalam delapan jam yang tersisa itu. Itu berarti bahwa setiap Rasul akan membaptis kira-kira 32 orang setiap jam, dan dengan demikian akan membaptis satu orang setiap kira-kira satu menit setengah selama delapan jam tanpa istrahat sama sekali apalagi untuk makan dan minum.
Pertanyaan kita sekarang adalah mungkinkah dengan waktu yang sangat minim ini para Rasul menjalankan baptisan selam? Selain masalah waktu, apakah para Rasul memperoleh cukup banyak air di Yerusalem dan apakah mereka cukup mendapatkan fasilitas yang mereka perlukan untuk membaptiskan 3000 orang dalam satu hari dengan baptisan selam? (Louis Berkhof; Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, hal. 149). Mungkinkah para Rasul berdiri berjam-jam dalam air untuk melakukan aktivitas pembaptisan selam tanpa istrahat dan tanpa makan minum? Perhatikan juga sebuah perhitungan yang dilakukan oleh Ben Aldridge seorang pendeta Perguruan Tinggi : “Bagaimanakah dengan 3000 orang yang dibaptis di Yerusalem pada hari Pentakosta? Tak ada sungai di Yerusalem yang cukup untuk itu. Kalau hanya 2 menit dipakai bagi setiap orang yang dibaptis, dalam tempo 6 jam harus memakai sepuluh kolam air dan sepuluh pendeta. Lihat 3000 orang x 2 menit = 6000 menit. 6000 menit = 100 jam. 100 jam, perlu 10 kolam dan 10 pendeta yang membaptis terus menerus selama 6 jam. Kebaktian luar biasa itu. Cara percik lebih gamblang dalam situasi itu.” (Baptisan (Artikel-Dokumen 4), hal. 6). Dengan semua perhitungan di atas, rasanya cukup sulit untuk berkesimpulan bahwa para rasul telah melakukan baptisan selam.
Baptisan sida-sida dari Etiopia (Kisah Para Rasul 8:26-40)
Sebenarnya tentang sida-sida dari Etiopia telah dibahas dalam bagian ketiga, tetapi kita perlu melihat beberapa tambahan untuk itu. Kesediaan sida-sida untuk dibaptis oleh Filipus di tandai dengan kalimat “lihat, di situ ada air, apa halangannya jika aku dibaptis” (Kisah Para Rasul 8:36) dan juga “aku percaya bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah” (Kisah Para Rasul 8:37). Pertama-tama perlu diperhatikan bahwa kata “ada air” di dalam ayat ini menggunakan kata bahasa Yunani (ti hudor) dan bahasa Inggris “a certain water/some water” yang lebih berarti “sedikit air” sehingga tidak memungkinkan untuk baptisan selam.
Apakah yang membuat sida-sida itu mau percaya kepada Yesus dan mau dibaptis? Jika dilihat dari ayat 36 dan 36, pastilah karena dia tahu kebenaran tentang Yesus dan kebenaran tentang baptisan. Dari mana dia tahu? Pastilah Filipus yang telah memberitahukan kepadanya. Jadi rupanya Filipus memberitakan dua hal kepada sida-sida itu yakni tentang Yesus dan tentang baptisan. Tentang hal yang kedua ini Ds.H.v.d. Brink berkata : “Pastilah dalam pengajarannya itu Filipus telah berbicara juga tentang baptisan. Karena itulah timbul reaksi yang mendadak dari pihak sida-sida itu, ketika di pinggir jalan ia melihat sebuah kolam atau sungai kecil.” (Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul; 1989, hal. 137). Yang dibaca oleh sida-sida itu ketika Filipus menemuinya adalah gulungan kitab Yesaya. Ingatlah bahwa waktu itu kitab-kitab berada dalam bentuk gulungan dan adalah sebuah kesatuan tanpa pasal, ayat dan perikop seperti Alkitab kita sekarang.
Jadi semuanya berhubungan satu sama lainnya. Sebuah ayat perlu dilihat dalam hubungan dengan ayat-ayat sebelum maupun sesudahnya. Ayat dari gulungan kitab Yesaya yang dijelaskan oleh Filipus sehingga sida-sida itu menjadi percaya adalah dari pasal 53:7-8. Lalu kalau begitu dari mana kebenaran tentang baptisan dijelaskan? Filipus pastilah mengacu pada perintah Yesus dalam Amanat Agung untuk membaptis orang yang percaya, namun secara konteks pembahasan tentunya hal ini tidak boleh lepas dari kitab Yesaya. Sekarang marilah kita melihat indikasi tentang baptisan di dalam kitab Yesaya yang tentunya berhubungan dan dekat dengan Yesaya 53:7-8. Coba perhatikan Yesaya 52:15 :“Demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami”. Ayat ini berkata bahwa “ia” (nubuatan tentang Yesus) akan membuat tercengang banyak bangsa. Sebenarnya terjemahan bahasa Indonesia membuat kabur makna ayat ini yang sesungguhnya. Terjemahan Yunani untuk PL (Septuaginta atau LXX) untuk kata “membuat tercengang”adalah “memercik”. Jadi sesungguhnya ayat ini berkata “Demikianlah ia akan memercik banyak bangsa…”. Tidak dapat disangkal bahwa justru bertolak dari ayat inilah Filipus memberi penjelasan tentang baptisan kepada sida-sida itu. Kata “memercik” ini berhubungan dengan baptisan. Jadi dari kitab Yesaya Filipus memberi penjelasan tentang Yesus Kristus maupun baptisan (memercik). Itulah sebabnya sida-sida itu berkata “lihat, disitu ada air, apa halangannya jika aku dibaptis” (Kisah Para Rasul 8:36) dan juga “aku percaya bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah” (Kisah Para Rasul 8:37). Jika kebenaran tentang baptisan dijelaskan dari Yesaya 52:15 yang sebenarnya menggunakan kata “memercik” maka rasanya aneh dan ganjil jika Filipus justru membaptis sida-sida itu dengan cara selam. Hal ini pastilah membingungkan sida-sida itu.
Baptisan Paulus (Kisah Para Rasul 9:17-19 ; 22:16)
Sangat singkat informasi yang kita dapatkan tentang baptisan yang dialami oleh Paulus. Alkitab hanya memberitahukan atau menginformasikan bahwa saat itu Paulus masih dalam keadaan buta akibat penglihatannya di Damsyik dan oleh karena itu atas perintah Tuhan Yesus Ananias pergi menjumpai dan mendoakannya (Kisah Para Rasul 9:17) dan selanjutnya adalah membaptisnya. Kis 9:18-19 berkata : “Dan seketika itu juga seolah-olah selaput gugur dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis. Dan setelah ia makan, pulihlah kekuatannya”.
Jika kita melihat kronologi yang terjadi dalam ayat-ayat ini, maka yang terjadi pada Paulus adalah : (1) Ia buta (2) Ia didoakan dan dapat melihat (3) Ia bangun (4) Lalu dibaptis (5) Ia makan (6) Pulihlah kekuatannya. Bagaimana kesan anda ketika melihat urutan kronologi di atas? Kesan yang nampak di atas adalah bahwa semua hal itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat di suatu tempat (di dalam rumahnya). Pada mulanya ia buta, lalu ia didoakan dan sembuh, lalu ia bangun, lalu dibaptis, lalu makan dan pulihlah kekuatannya. Kalau semuanya ini terjadi dalam waktu yang singkat di dalam sebuah rumah, maka rasanya agak sulit melihat kemungkinan Paulus dibaptis dengan cara selam. Tidak ada kesan sama sekali bahwa Paulus perlu dituntun, dibawa atau diajak ke suatu tempat untuk prosesi baptisan selam. Justru kemungkinannya lebih besar di mana air yang dibawa kepadanya dan dengan air itu ia dibaptiskan (baptisan percik). Rayburn berkata : “Ini adalah satu-satunya kasus dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan persiapan fisik yang mendahului baptisan, dan persiapan itu tidak lain adalah bangun. Tidak ada satu petunjuk bahwa Paulus mengganti baju atau ia keluar dari suatu mata air atau yang sejenisnya.(Apa Itu Baptisan?, hal. 36-37).
Baptisan Kornelius (Kisah Para Rasul 10:44-48)
Peristiwa pembaptisan keluarga Kornelius didahului oleh pengajaran yang dilakukan oleh Petrus tentang Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 10:34-43), namun sesungguhnya inisiatif itu dimulai ketika Petrus melihat bahwa orang-orang yang sementara mendengarkan khotbahnya mengalami baptisan Roh Kudus. Melihat kenyataan itu Petrus berkata : “Bolehkah orang mencegah untuk membaptis orang-orang ini dengan air, sedangkan mereka telah menerima Roh Kudus sama seperti kita” (Kisah Para Rasul 10:47) sehingga akhirnya mereka semua dibaptis (Kisah Para Rasul 10:48). Ayat-ayat ini tidak memberi keterangan secara jelas tentang cara baptisan yang dilakukan terhadap keluarga Kornelius. Namun satu hal yang seharusnya menjadi perhatian kita adalah adanya hubungan antara baptisan Roh Kudus dan baptisan air. Petrus membaptis orang-orang itu dengan air karena melihat bahwa mereka telah dibaptis dengan Roh Kudus. Jika kita mengingat bahwa fenomena yang nampak dalam baptisan Roh Kudus itu bukanlah mereka yang tenggelam di dalam Roh Kudus tetapi Roh Kudus yang turun ke atas mereka, maka kemungkinan besar demikianlah cara yang dipakai dalam baptisan air untuk keluarga Kornelius yakni bukan mereka yang ditenggelamkan ke dalam air melainkan air yang dicurahkan atau dipercikkan ke atas mereka. Rayburn kembali berkata : “Kata-kata yang digunakan dan catatan yang jelas menunjuk kepada cara baptisan Roh Kudus yang justru lebih menunjuk kepada baptisan percik. “Bolehkah orang mencegah untuk membaptis dengan air…?” Akan terasa janggal jika calon baptisan itu harus pergi keluar rumah, menuju mata air atau kolam untuk dibaptiskan. Kalimat demikian menunjukkan bahwa tentunya tidak seorangpun yang keberatan untuk membawa sedikit air dalam sebuah bejana sehingga orang-orang percaya tersebut dapat dibaptiskan”. (Rayburn, 37).
Baptisan Kepala Penjara Filipi (Kisah Para Rasul 16:30-34)
Ketika kepala Penjara Filipi hendak membunuh dirinya karena merasa bahwa para tahanan terutama Paulus dan Silas telah melarikan diri dari penjara ketika terjadi gempa bumi, maka Paulus mencegahnya (Kisah Para Rasul 16:24-28). Akibat dari tindakan ini kepala penjara itu berlari dan tersungkur di hadapan Paulus dan Silas dan selanjutnya ia mengajukan suatu pertanyaan yang penting : “apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?” (Kisah Para Rasul 16:30). Terhadap pertanyaan ini Paulus menjawab “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu” (Kisah Para Rasul 16:31). Selanjutnya Paulus dan Silas memberitakan Firman Tuhan kepada mereka sekeluarga dan akhirnya membaptis mereka (Kisah Para Rasul 16:33).
Hal penting yang perlu dicatat dalam kisah pembaptisan keluarga kepala penjara di Filipi adalah bahwa semua peristiwa itu terjadi dalam satu malam di dalam penjara atau lebih tepatnya adalah dalam kompleks penjara. Kenyataan ini sungguh-sungguh meniadakan kemungkinan praktek baptisan selam sebab tidak mungkin tersedia air yang cukup di dalam penjara untuk melakukan baptisan dengan cara selam. Para penganut paham baptisan selam biasanya mengajukan dua hal sebagai argumentasi mereka yakni pertama : kemungkinan adanya kolam di dalam penjara itu, dan kedua : bisa jadi Paulus dan Silas membawa keluarga kepala penjara Filipi ke sebuah kolam atau danau atau sungai di luar penjara dan membaptiskan mereka di sana.
Sekarang marilah kita telaah kedua argumentasi ini. Pertama : tentang kemungkinan adanya kolam di dalam penjara. Ini kan hanya kemungkinan dan karenanya tidak bisa dijadikan bukti yang akurat. Kedua : tentang kemungkinan Paulus dan Silas membawa mereka keluar penjara untuk membaptiskan mereka di sana. Jika ini yang terjadi, maka betapa munafiknya Paulus dan Silas. Mengapa? Kalau kita lihat dalam Kisah Para Rasul 16:36-37 diceritakan bahwa para pembesar kota ini mengijinkan Paulus dan Silas untuk keluar atau meninggalkan penjara namun hal itu ditolak mentah-mentah oleh keduanya. Perhatikan hal ini. Paulus dan Silas menolak dikeluarkan dari penjara padahal pada malam sebelumnya secara diam-diam mereka meninggalkan penjara untuk mencari kolam atau sungai guna membaptis kepala penjara dan keluarganya. Bukankah ini sebuah kemunafikan? Apakah Paulus dan Silas mau melakukan sebuah kemunafikan hanya untuk mempertahankan sebuah cara baptisan? Saya kira kita semua yakin bahwa Paulus dan Silas bukanlah orang-orang munafik. Dengan demikian kita juga harus sepakat bahwa baptisan keluarga kepala penjara Filipi terjadi dalam penjara dengan demikian rasanya agak sulit menerima kemungkinan diadakannya baptisan selam.
Baptisan Lidia, Krispus, Stefanus dan keluarganya (Kisah Para Rasul 16:15; 18:8; I Kor 1:16)
Ini adalah kasus baptisan yang diceritakan dengan sangat singkat oleh Lukas maupun Paulus. Dalam ketiga kasus baptisan ini sedikitpun tidak diberitahukan tentang cara baptisan yang dipergunakan. Yang dikatakan Alkitab hanyalah bahwa mereka dibaptis.
BACA JUGA: SAKRAMEN BAPTISAN DAN PERJAMUAN KUDUS
Cukup banyak sudah hal yang kita pelajari mengenai cara baptisan baik dari segi hubungan antara baptisan air dan baptisan Roh Kudus, arti kata baptis itu sendiri, istilah “turun ke dalam air” dan “keluar dari air”, istilah “dikuburkan dalam baptisan” serta beberapa kasus baptisan yang dicatat dalam Alkitab. Yang menarik dari semuanya adalah bahwa tidak ada satu ayat pun yang begitu tegas dan gamblang menekankan cara baptisan selam, sebaliknya ada cukup argumentasi bagi praktek baptisan percik. Apa yang saya kemukakan bukanlah untuk membuktikan bahwa baptisan selam tidaklah benar melainkan bahwa baptisan percik juga benar dalam artian memiliki dasar dalam Alkitab. Bagaimanapun juga “ditenggelamkan” merupakan salah satu arti dari kata “bapto” dan karenanya mungkin saja terdapat kasus baptisan selam dalam Alkitab di samping baptisan percik
V.DENGAN CARA APAKAH YESUS DIBAPTIS : SELAM ATAU PERCIK?
Matius 3:13-17 – (13) Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. (14) Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: "Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepadaku?" (15) Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Dan Yohanes pun menuruti-Nya. (16) Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, (17) lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."
Teks kita tidak menceritakan prosesi pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis melainkan hanya memberikan informasi setelah ia dibaptis. Itu pun dengan sangat singkat. Ayat 16 berkata : Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air…”. Ini menimbulkan pertanyaan bagi kita dengan cara apakah atau cara bagaimanakah Yesus dibaptis? Kita akan mempelajari pandangan-pandangan seputar cara Yesus dibaptis ini.
I. YESUS DIBAPTIS SELAM.
Ini adalah pandangan dari orang-orang Pentakosta / Kharismatik atau pemegang paham baptisan selam. Berdasarkan informasi yang singkat dalam ayat ini, mereka mengatakan dengan yakin bahwa Yesus dibaptis dengan cara selam. Lalu bagian manakah dari teks kita yang mereka tafsirkan sebagai baptisan selam?
a. Ada istilah “keluar dari air”.
Matius 3:16 - Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air…”
Adanya kata-kata “keluar dari air” ini mereka artikan sebagai sebelumnya Yesus ditenggelamkan dalam air dan dengan demikian Ia dibaptis dengan cara selam. Perhatikan kutipan-kutipan berikut :
Derek Prince - Sesudah dibaptis Yesus segera keluar dari air… Berdasarkan logika sederhana, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ketika Ia dibaptiskan, Yesus terlebih dahulu turun ke dalam air, kemudian keluar lagi dari air itu. (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal.30).
Discover Online (Pelajaran 19) - Kristus dibenamkan saat pembaptisan-Nya; Ia tidak hanya dipercikkan dengan air. Yohanes membaptis Dia di Sungai Yordan "sebab di situ banyak air" (Yoh. 3:23). Ketika Yesus dibaptis, Ia turun ke dalam air, dan "sesudah dibaptis (dibenamkan, Yunani), Yesus segera “keluar dari air" (Matius 3:16). (Memasuki Kehidupan Kristen : http://languages.bibleschools.com).
Fu Xie - Ada cukup banyak petunjuk yang jelas tentang cara baptisan dalam Alkitab. Pada waktu Yesus dibaptis, dikatakan dalam Alkitab : "Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air(Matius 3:16)." Kalau dikatakan "Yesus keluar dari air," berarti pada saat dibaptis Dia masuk ke dalam air. Kalau hanya dipercik atau diguyur saja, tentunya tidak perlu seorang harus masuk ke dalam air. (Baptisan Air : www.betha.or.id).
Jadi Yesus pasti dibaptis oleh Yohanes Pembaptis dengan cara diselamkan.
b. Arti dari kata “baptis” itu sendiri.
Menurut orang-orang Pentakosta-Kharismatik atau pemegang paham baptisan selam, kata “baptis” itu sendiri hanya mempunyai satu arti yakni diselam / ditenggelamkan / dibenamkan. Perhatikan juga kutipan-kutipan berikut :
Jeremia Rim & Team - Kita melihat adanya berbagai macam cara pembaptisan. Namun sebenarnya Alkitab hanya mengajarkan satumacam cara pembaptisan, yaitu dengan cara diselamkan ke dalam air. Kata baptis sendiri dalam bahasa Gerika baptw = bapto, artinya ditenggelamkan. (Pelajaran Alkitab : Dasar Kekristenan yang Kokoh, hal.16).
John Wesley Brill - Kebanyakan para ahli bahasa Yunani berpendapat bahwa “baptizo” hanya berarti baptisan selam. Demikian pula banyak ahli dan guru-guru besar mengakui bahwa baptisan yang sah yaitu baptisan selam. (Dasar Yang Teguh, hal. 278).
Derek Prince – Kata Yunani “baptizo” selalu mempunyai arti yang sama, yang tidak pernah berubah sepanjang masa. Mulai dari bahasa Yunani klasik sampai pada bahasa Yunani Perjanjian Baru. Kata itu tidak pernah berubah maknanya, yaitu : “membiarkan sesuatu dicelupkan”, “membenamkan sesuatu di bawah permukaan air atau cairan yang lain”. (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal.15).
Karena arti kata “baptis” berarti diselamkan maka Fu Xie mengatakan demikian :
Fu Xie - Kata "Baptis" berasal dari kata Yunani yaitu "Bapto". Kata "Bapto" ini berarti: "ditenggelamkan" atau "diselamkan." Jadi, sewaktu Tuhan Yesus memberikan Amanat Agung yang dicatat dalam Matius 28:19, ayat tersebut dalam pengertian orang-orang saat itu berbunyi: "jadikanlah semua bangsa muridKu dan selamkanlah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus". (Baptisan Air : www.betha.or.id).
Karena itu kalau dikatakan bahwa Yesus dibaptis seperti teks Matius 3:16 :
Matius 3:16 - Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air…”
Sudah tentu artinya adalah Yesus diselamkan / ditenggelamkan di bawah air.
Derek Prince – Apabila kita mengingat arti harafiah dari kata kerja “baptis” maka kita tidak sedikitpun meragukan bahwa Yesus membiarkan diri-Nya dibenamkan seluruhnya dalam air sungai Yordan. (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal.30).
Itulah 2 dasar dari orang-orang Pentakosta-Kharismatik dan pemegang paham baptisan selam untuk mengatakan bahwa Yesus dibaptis dengan cara selam. Karena Yesus dibaptis dengan cara selam maka bagi mereka, orang Kristen juga seharusnya dibaptis dengan cara yang sama dengan cara baptisan Yesus yakni diselam.
Derek Prince - Mari kita perhatikan kata “demikianlah”, atau “dengan cara itu”. Melalui teladan yang diberikan-Nya itu Yesus menetapkan cara atau metode baptisan yang harus ditempuh. (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal.29).
Orang Kristen yang tidak dibaptis dengan cara Yesus dibaptis ini pada hakikatnya belum dibaptis dan karena itu perlu dibaptis dengan cara selam.
Catatan : Bagi kita itu adalah baptisan ulang tetapi mereka itu bukan baptisan ulang karena mereka tidak pernah mengakui percik sebagai baptisan.
II. TANGGAPAN UNTUK PANDANGAN BAHWA YESUS DIBAPTIS SELAM.
Apakah benar bahwa Yesus dibaptis selam? Apakah 2 argumentasi yang mereka kemukakan di atas benar? Kita akan mengujinya satu per satu.
a. Persoalan istilah “keluar dari air”.
Untuk ini saya mempunyai 3 jawaban :
1. Istilah ini secara logis tidak serta merta menunjukkan bahwa seseorang diselamkan / ditenggelamkan di dalam / di bawah air.
Apakah benar kalau dikatakan bahwa Yesus “keluar dari air” berarti sebelumnya Ia ada di dalam air? Benar! Pasti! Tetapi apakah benar “berada di dalam air” berarti tenggelam di dalam / di bawah air? Belum tentu! Karena seseorang bisa berada di dalam air tanpa tenggelam di dalam air itu.
Apakah bayi tersebut dapat dikatakan “berada di dalam air”? Ya! Tetapi apakah bayi ini “tenggelam di dalam / di bawah air”? Tidak! Itu berarti seseorang bisa berada di dalam air tanpa tenggelam di dalam / di bawah air. Dan ini bisa terjadi pada Yesus di mana Ia masuk ke dalam air sungai Yordan dan berdiri di sana dengan air sedalam lutut / pinggang dan dia dibaptis dengan cara percik dan pada waktu dia meninggalkan sungai Yordan itu dikatakan Dia “keluar dari air”.
Budi Asali - Kata-kata ‘keluar dari air’ tidak harus berarti bahwa Yesus direndam dalam air lalu keluar dari air. Kata-kata itu bisa berarti bahwa Yesus berdiri di sungai (hanya kaki-Nya yang terendam), lalu keluar dari air / sungai. (Exposisi Injil Matius : Jilid 1, hal.56).
2. Perbandingan istilah ini dengan penggunaannya di dalam ayat yang lain.
Kalau benar bahwa istilah “keluar dari air” diartikan bahwa sebelumnya pihak yang dibaptis berada di dalam air dalam arti diselamkan / ditenggelamkan di dalam / di bawah air, maka perhatikan ayat berikut :
Kis 8:36, 38-39 – (36) Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-sida itu: "Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?" (38) Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. (39) Dan setelah mereka keluar dari air,…”
Catatan : Ayat ini bercerita tentang Filipus membaptis Sida-Sida dari Ethiopia.
Perhatikan bahwa dalam ayat 38 ada istilah “turun ke dalam air” dan ayat 39 ada istilah “keluar dari air”, persis seperti istilah yang digunakan dalam Mat 3:16. Siapa yang “turun ke dalam air” dan “keluar dari air”?
Kisah Para Rasul 8:38-39 - (38) Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. (39) Dan setelah mereka keluar dari air,…”
BACA JUGA: BAPTISAN PERCIK / TUANG ATAU SELAM
Berarti yang “turun ke dalam air” adalah Filipus dan Sida-Sida itu. Dan yang “keluar dari air” juga adalah Filipus dan Sida-Sida itu. Nah, mengikuti logika kaum baptis bahwa “keluar dari air” artinya orangnya diselamkan / ditenggelamkan berarti baik Filipus dan Sida-Sida karena keduanya “turun ke dalam air” dan “keluar dari air” berarti keduanya diselamkan / ditenggelamkan di dalam / di bawah air. Kalau keduanya diselamkan / ditenggelamkan di dalam / di bawah air, lalu siapa yang membaptis siapa? Ini jelas lelucon yang tidak masuk akal! Sebenarnya sederhana bahwa ketika dikatakan keduanya “turun ke dalam air” berarti keduanya menuju ke air / masuk ke air tanpa tenggelam. Dan kalau dikatakan mereka “keluar dari air” artinya keduanya meninggalkan air itu. Itu saja! Karena itu kalau dikatakan setelah dibaptis Yesus segera “keluar dari air” itu tidak bisa secara otomatis diartikan bahwa Yesus dibaptis selam.
3. Analisa kata Yunani yang dipakai dalam teks ini.
Kata Yunani yang diterjemahkan “keluar dari” dalam Matius 3:16 adalah “apo”.
Kata “apo” ini bisa diartikan “keluar dari” tetapi bisa juga diartikan “dari”. Mayoritas diartikan “dari” daripada “keluar dari”.Dan perlu diketahui bahwa kata “apo” ini tidak selamanya berarti “keluar dari” dalam pengertian sebelumnya sementara berada di bawah sesuatu darimana ia keluar. Contohnya dalam Luk 2:4 :
Lukas 2:4 - Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem
Jika “apo” berarti sebelumnya diselam / tenggelam maka kalau dikatakan Yusuf pergi “apo” kota Nazaret berarti Yusufnya mula-mula nongol dari dalam tanah kota Nazaret (karena sebelumnya tenggelam di sana) dan meninggalkan kota itu. Jelas ini tidak masuk akal! Di sini kata “apo” yang dikaitkan dengan kata sebelumnya hanya berarti bahwa Yusuf pergi meninggalkan kota Nazaret.
Dengan demikian jika dikatakan Yesus “apo tou hudatos” (keluar dari air), itu tidak harus berarti sebelumnya Yesus diselam / ditenggelamkan di bawah air. Itu bisa berarti Yesus pergi meninggalkan air itu. Itu saja! Dengan demikian gugurlah argumentasi pertama dari kaum baptis selam ini.
b. Persoalan arti kata “baptis”.
Tadi kita sudah melihat sejumlah kutipan dari kaum baptis selam bahwa arti kata “baptis” yang dalam bahasa Yunaninya “bapto” (kata kerjanya “baptizo” berarti menyelamkan / menenggelamkan). Dan itu adalah satu-satunya arti dari kata itu. Benarkah demikian? Jawabannya harus datang dari Kitab Suci sendiri! Suatu studi yang cermat terhadap kata Yunani “bapto” dan “baptizo” ini menunjukkan arti yang beragam / bervariasi. Contoh :
· Markus 7:4 - dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga.
Perhatikan bahwa di dalam ayat ini kata “membersihkan” diterjemahkan dari kata Yunani “baptizo” sedangkan kata “mencuci” diterjemahkan dari “baptismous” yang keduanya berasal dari kata dasar yang sama yakni “bapto”. Dengan demikian kata “baptis” itu bisa berarti membersihkan / mencuci.
Mungkin penganut baptisan selam masih bisa berkata bahwa mencuci di sana dilakukan dengan menenggelamkan obyek yang dicuci. Itu mungkin bisa saja untuk cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga dalam ayat 7b tetapi tidak mungkin untuk diri di dalam ayat 7a. Kalau itu dipaksakan maka ayat itu menjadi tidak masuk di akal :
Markus 7:4 - dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan (menyelamkan) dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci (menyelamkan) cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga.
· Lukas 11:38 - Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan.
Kata “mencuci” dalam ayat ini menggunakan kata Yunani “baptizo”. Berarti kata “baptis” dalam ayat ini berarti mencuci. Tetapi ini terjemahan yang kurang tepat. Kita harus mengetahui bagaimana tradisi orang Yahudi dalam mencuci tangan sebelum makan. Ini bukanlah mencuci tangan untuk kesehatan melainkan untuk penyucian.
William Barclay - Menurut hukum itu sebelum makan tangan harus dicuci dengan hukum-hukum yang sangat mendetail. Dengan sengaja disimpan air khusus untuk keperluan tersebut sebab air biasa dikuatirkan tidak bersih. Air yang dipakai paling kurang sebanyak satu perempat dari batang bambu. Pertama-tama air itu harus dituangkan ke atas tangan dimulai dari jari kelingking dan terus sampai ke pergelangan. Kemudian telapak tangan haruslah dibersihkan dengan menggosokkan genggam yang satu kepada yang lainnya. Akhirnya sekali lagi air dituangkan ke atas tangan, kali ini dimulai dari pergelangan dan berakhir pada ujung-ujung jari” (Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Injil Lukas, hal. 224).
Dari cara mencuci tangan seperti ini maka lebih tepat dikatakan bahwa kata “baptis” di sini berarti tuang atau menuangkan.
· Matius 26:23 - Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku.
Di sini kata “mencelupkan” diterjemahkan dari bata “embapto” yang kata dasarnya adalah “bapto”. Berarti kata “baptis” bisa berarti celup / mencelupkan. Apakah ini berarti bahwa pencelupan seluruhnya seperti ditenggelamkan? Jelas tidak! Karena yang dicelupkan adalah tangan. Bagaimana bisa seluruh tangan dicelupkan dalam arti ditenggelamkan di dalam sebuah pinggan?
Matius 26:23 - Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku
Ingat bahwa kata-kata Yesus ini diucapkan tentang Yudas saat terjadi perjamuan malam di mana Yesus dan murid-murid-Nya makan roti dan minum anggur perjamuan. Karena itu pencelupan yang dimaksudkan di sini adalah pencelupan roti yang dipegang oleh tangan.
BIS - Yesus menjawab, "Orang yang mencelup roti ke dalam mangkuk bersama-sama-Ku, dialah yang akan mengkhianati Aku.
Tetapi pikirkan, apakah roti yang dicelupkan itu ditenggelamkan seluruhnya sehingga berada di bawah anggur? Jelas tidak! Tentu ada sebagian kecil dari roti itu yang tidak tercelup pada anggur yakni bagian yang dipegang oleh tangan si pencelup. Dengan demikian arti kata “baptis” di sini adalah mencelup tetapi tidak seluruhnya dalam arti ditenggelamkan / dibenamkan.
· Ibrani 9:10 – karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan.
Kata “pembasuhan” dalam ayat ini diterjemahkan dari kata Yunani “baptismous” yang kata dasarnya adalah “bapto”. Karena itu ada terjemahan Alkitab yang menggunakan kata “baptis” dalam ayat ini.
YLT - only in victuals, and drinks, and different baptisms, and fleshly ordinances--till the time of reformation imposed upon them.
Maka di sini dapat dikatakan bahwa kata “baptis” bisa berarti basuh / membasuh. Konteks ayat ini menunjuk pada pelbagai macam pembasuhan / pembaptisan dalam hukum Taurat. Nah, pembasuhan / pembaptisan macam apakah yang dibicarakan dalam ayat ini? Ini terlihat dalam ayat-ayat selanjutnya yakni ayat 13,19 dan 21.
Ibrani 9:13,19,21 – (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (19) Sebab sesudah Musa memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop, lalu memercikikitab itu sendiri dan seluruh umat, (21) Dan juga kemah dan semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian dengan darah.
Perhatikan bahwa 3 ayat ini semuanya berbicara tentang pemercikan dan bukan penyelaman / penenggelaman. Tetapi itu disebut sebagai baptisan dalam ayat 10.
Perlu diketahui bahwa ide tentang penyelaman / penenggelaman adalah ide yang asing dalam penyucian / pembasuhan menurut hukum Taurat. Sebaliknya, ide yang nampak adalah pemercikan. Jadi percikan darah, air dan abu dalam ayat-ayat ini yang dimaksudkan dengan pembasuhan / pembaptisan dalam ayat 10 maka dapat dikatakan bahwa kata “baptis” dalam ayat-ayat itu berarti percik / memerciki.
· 1 Korintus 10:1-2 – (1) Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. (2) Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut.
Dalam ayat 1 dikatakan bahwa nenek moyang Israel berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Ini jelas menunjuk pada 2 peristiwa dalam kitab Keluaran yakni tiang awan dan penyeberangan laut Teberau. Menariknya dalam ayat 2 dikatakan bahwa mereka dibaptis dalam awan dan dalam laut. Jikalau kata “baptis” berarti diselamkan / ditenggelamkan, lalu kapan orang Israel diselamkan / ditenggelamkan dalam awan dan laut? Awan bahkan tidak menyentuh mereka sama sekali. Mereka juga tidak tenggelam di dalam laut. Mereka berjalan di tanah kering.
Keluaran 14:21-22 – (21) “….semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. (22) Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.
Catatan : Yang diselamkan justru tentara Mesir yang mengejar mereka.
Dengan demikian kata “baptis” di sini tidak bisa diartikan diselamkan / ditenggelamkan.
Albert Barnes – Teks ini adalah teks yang sangat penting untuk membuktikan bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka.
Lalu apa arti kata baptis di dalam ayat ini? Tidak perlu dibahas di sini karena itu masalah lain. Yang pasti tidak mungkin berarti diselamkan / ditenggelamkan.
Dari contoh-contoh yang saya berikan jelas bahwa kata Yunani “bapto” dengan kata kerjanya “baptizo” mempunyai pengertian yang jamak atau bervariasi. Kata itu bisa berarti diselam (seperti pandangan kaum baptis), tetapi juga bisa berarti membersihkan / mencuci, menuang, mencelup, membasuh, memercik.
Dengan demikian pandangan kaum baptis selam bahwa kata “bapto” atau “baptizo” hanya berarti menyelamkan / menenggelamkan adalah keliru. Menyelamkan / menenggelamkan hanyalah salah satu arti dari kata “baptis”, bukan satu-satunya arti. Karena itu jangan terlalu silau kalau kaum baptis berbicara dengan anda memakai bahasa Yunani segala. Biasanya mereka tidak mendalami itu dan hanya mengikuti kata para pemimpin mereka saja yang juga kurang belajar. Ini sama juga dengan penganut Saksi-Saksi Yehuwa yang sering berargumentasi dengan menggunakan bahasa Yunani / Ibrani padahal mereka sendiri mungkin tidak tahu abjad Yunani – Ibrani.
Semua yang sudah saya jelaskan ini membuktikan bahwa Yesus belum tentu dibaptis selam. Tetapi kalau Yesus belum tentu dibaptis selam berada masih ada kemungkinan Yesus memang dibaptis selam. Betul sekali! Bisa saja Yesus dibaptis selam mengingat salah satu arti kata “baptis” adalah menyelam / menenggelamkan. Tetapi kita tidak bisa memastikan itu mengingat argumentasi-argumentasi yang saya berikan.
III. YESUS DIBAPTIS PERCIK.
Setelah menanggapi argumentasi-argumentasi dari kaum baptis, sekarang saya akan mengemukakakan argumentasi-argumentasi saya yang menguatkan kemungkinan bahwa Yesus dibaptis dengan cara percik. Saya akan berikan 2 argumentasi :
Cara dari baptisan Yohanes Pembaptis.
Yang mau dibicarakan di sini adalah sewaktu Yohanes Pembaptis melayani dan membaptis banyak orang, dengan cara baptisan apakah ia membaptis orang banyak itu?
· Mari perhatikan Mat 3:11 :
Matius 3:11 - Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.
KJV - I indeed baptize you with water unto repentance. but he that cometh after me is mightier than I, whose shoes I am not worthy to bear: he shall baptize you with the Holy Ghost, and with fire:
Coba pikirkan, dari ayat di atas, kira-kira Yohanes membaptis orang banyak dengan cara apa? Kalau Yohanes membaptis orang-orang dengan cara selam, kalimatnya akan berbunyi: “Aku menyelamkan kamu dengan air”. Apakah ini cocok? Jelas tidak! Kalau Yohanes membaptis dengan cara selam seharusnya ayat itu berbunyi “Aku menyelamkan kamu dalam air (in water)” bukan “dengan air”. Tapi kalau Yohanes membaptis dengan cara percik / tuang maka kata-katanya menjadi cocok. “Aku memercik kamu dengan air”. Kata Yunani yang diterjemahkan “dengan” dalam ayat itu adalah “en” yang memang bisa diterjemahkan “dengan” tetapi bisa juga diterjemahkan “dalam”. Tetapi bagian paralelnya dalam Lukas 3:16 menggunakan kata “hudati” yang berarti “dengan air” dan bukan “dalam air”. Dengan demikian Mat 3:11 lebih tepat diterjemahkan “dengan air” daripada “dalam air”. Jadi dari kata-kata yang digunakan kelihatannya Yohanes membaptis dengan cara percik dan bukan selam.
· Perhatikan juga bahwa Yohanes membaptis dengan air. Mengapa baptisan harus menggunakan air? Karena air berfungsi untuk membersihkan. Sehingga sebenarnya baptisan dengan air itu melambangkan pembersihan / penyucian dosa karena pertobatan. Bahwa baptisan dengan air ini berkaitan dengan penyucian terlihat dari ayat berikut ini :
Yohanes 3:23,25 – (23) Akan tetapi Yohanes pun membaptis juga di Ainon, dekat Salim, sebab di situ banyak air, dan orang-orang datang ke situ untuk dibaptis, (25) Maka timbullah perselisihan di antara murid-murid Yohanes dengan seorang Yahudi tentang penyucian.
Tentu saja penyucian yang dimaksudkan di sini adalah penyucian orang Yahudi menurut hukum Taurat. Lalu bagaimana sebenarnya upacara penyucian menurut hukum Taurat? Menarik sekali bahwa berbagai upacara penyucian itu tidak pernah dikaitkan dengan cara penyelaman / penenggelaman melainkan dengan pemercikan.
Imamat 14:6-7 – (6) “…bersama-sama dengan burung itu semuanya harus dicelupkannya ke dalam darah burung yang sudah disembelih di atas air mengalir itu. (7) Kemudian ia harus memercik tujuh kali kepada orang yang akan ditahirkan dari kusta itu…”
Bilangan 8:7 – Beginilah harus kaulakukan kepada mereka untuk mentahirkan mereka: percikkanlah kepada mereka air penghapus dosa, kemudian haruslah mereka mencukur seluruh tubuhnya dan mencuci pakaiannya dan dengan demikian mentahirkan dirinya.
Bilangan 19:18 – Kemudian seorang yang tahir haruslah mengambil hisop, mencelupkannya ke dalam air itu dan memercikkannya ke atas kemah dan ke atas segala bejana dan ke atas orang-orang yang ada di sana, dan ke atas orang yang telah kena kepada tulang-tulang,…”.
Dengan demikian kalau baptisan Yohanes berkaitan dengan upacara penyucian menurut aturan Yahudi (hukum Taurat), maka itu pasti dilakukan dengan cara percik dan bukan selam.
· Hal lain lagi adalah baptisan Yohanes dengan air ini dikaitkan dengan baptisan Yesus dengan Roh Kudus di akhir ayat itu.
Matius 3:11 - Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.
Dan baptisan Roh Kudus itu terjadi pada hari Pentakosta (Kis 2). Pada hari Pentakosta, Roh Kudus dicurahkan ke atas murid-murid dan bukan murid-murid diselamkan / ditenggelamkan dalam Roh Kudus. Itu disebut baptisan Roh Kudus.
Kisah Para Rasul 2:3 - dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.
Jikalau baptisan dengan Roh Kudus bukanlah murid-murid diselamkan / ditenggelamkan di dalam Roh Kudus melainkan Roh Kudus yang dicurahkan ke atas murid-murid, maka baptisan Yohanes juga seharusnya bukan orang-orang yang diselamkan / ditenggelamkan ke dalam air melainkan air yang dicurahkan ke atas orang-orang.
Esra Alfred Soru - Perhatikan baik-baik bahwa cara yang dipakai dalam baptisan Roh Kudus adalah Roh Kudus yang dicurahkan ke atas murid-murid dan bukan murid-murid yang ditenggelamkan atau diselamkan ke dalam Roh Kudus. Jika kita sepakat seperti prinsip sebelumnya bahwa cara yang terdapat di dalam baptisan Roh Kudus haruslah merupakan cara yang dipakai di dalam baptisan air, maka cara baptisan air yang sesungguhnya bukanlah orang percaya yang ditenggelamkan di dalam air melainkan air (lambang Roh Kudus itu) yang di curahkan ke atas kepala orang percaya.(Kontroversi Seputar Masalah Baptisan Air, hal. 6)
Dengan demikian boleh dipastikan bahwa Yohanes membaptis orang-orang pada saat itu dengan cara dituang / dipercik dan bukan diselam.
· Alkitab juga berkata :
Matius 3:5-6 – (5) Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan. (6) Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan
Dari ayat ini terlihat bahwa dalam kurun waktu 6 bulan itu Yohanes telah membaptis banyak orang. Robert G. Rayburn memperkirakan ada sekitar 2 juta orang yang dibaptis oleh Yohanes dalam waktu 6 bulan itu. Kalau ini benar maka sekurang-kurangnya Yohanes harus membaptis lebih dari 300 ribu orang per bulan. Dan itu berarti per hari ia membaptis 1000 orang per hari. Sekarang pikirkan, apakah jumlah itu memungkinkan untuk membaptis secara selam? Jelas tidak! Yang paling mungkin adalah baptisan percik.
Nah sekarang pikirkan ini, jikalau setiap hari Yohanes membaptis orang dengan cara percik, dan pada salah satu dari hari-hari itu muncullah Yesus meminta dibaptis, kira-kira Yohanes membaptis Yesus dengan cara apa? Saya yakin ia membaptis Yesus dengan cara percik juga! Atau sekurang-kurangnya jauh lebih besar kemungkinan ia membaptis dengan baptisan percik daripada dengan baptisan selam.
Kesesuaian dengan cara pentahbisan imam dalam hukum Taurat.
Perlu diketahui bahwa pembaptisan Yesus sebenarnya adalah penyamaan diri-Nya dengan upacara pentahbisan imam di dalam Perjanjian Lama.
Keluaran 29:4-9 – (4) Lalu kausuruhlah Harun dan anak-anaknya datang ke pintu Kemah Pertemuan dan haruslah engkau membasuh mereka dengan air. (5) Kemudian kauambillah pakaian itu, lalu kaukenakanlah kepada Harun kemeja,…. (7) Sesudah itu kauambillah minyak urapan dan kautuang ke atas kepalanya, dan kauurapilah dia….(9) … maka merekalah yang akan memegang jabatan imam; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya. Demikianlah engkau harus mentahbiskan Harun dan anak-anaknya.
Jikalau dalam pentahbisan imam itu Musa membasuh Harun dan anak-anaknya dengan air, dan itu disejajarkan Yohanes membaptis Yesus dengan air, rasanya aneh kalau Yesus diselamkan / ditenggelamkan di dalam air. Penyelaman / penenggelaman Yesus di dalam air justru menciptakan perbedaan yang menyolok dengan pembasuhan para imam dengan air. Karena itu menurut saya baptisan Yesus harus dilakukan dengan cara yang mirip dengan pembasuhan imam dengan air. Dan cara yang mirip dengan itu adalah penuangan / pemercikan.
Demikianlah 2 argumentasi yang mendukung pandangan bahwa Yesus dibaptis dengan cara percik.
*********
Setelah kita mempelajari semua argumentasi ini secara mendalam, terlihat bahwa posisi baptisan percik dalam kaitan dengan cara baptisan Yesus tidak dapat diremehkan kalau tidak mau dikatakan sebagai yang paling benar. Dan apabila mengikuti cara berpikir kaum baptis bahwa cara baptisan Yesus harus menjadi cara baptisan kita maka seharusnya cara baptisan kita adalah percik dan bukan selam! Meskipun demikian saya tidak mau mengambil sikap ekstrim semacam ini. Bagaimanapun juga diselam / ditenggelamkan adalah salah satu arti dari kata “bapto” dan karena itu penyelaman / penenggelaman juga harus dianggap sebagai baptisan yang sah. Bahkan saya beranggapan bahwa cara baptisan Yesus tidak harus menjadi cara baptisan kita. Artinya adalah seandainya Yesus dibaptis selam, itu bukan keharusan bagi kita untuk dibaptis selam. Sebaliknya seandainya Yesus dibaptis percik, itu bukan keharusan bagi kita untuk dibaptis percik. Ingat bahwa tidak semua hal yang dilakukan / dialami oleh Yesus harus kita teladani. Yesus puasa 40 hari, apakah kita harus meneladani-Nya? Yesus tidak pacaran / kawin, apakah kita harus mengikuti-Nya? Yesus tidak pernah naik mobil, sebaliknya naik keledai waktu masuk ke Yerusalem. Apakah kita harus meneladani-Nya? Yesus hanya mempunyai murid 12 orang, apakah gereja / sekolah teologia harus meneladani-Nya? Yesus pernah berjalan di atas air. Apakah kita harus meneladani-Nya? Yesus mati di kayu salib, apakah kita harus mengikuti-Nya? Waktu Yesus mati, mayat-Nya tidak dimasukkan di peti mati. Apakah kita harus meneladani-Nya? Tentu tidak! Kita harus membandingkan semua itu dengan Kitab Suci barulah kita memutuskan apakah tindakan Yesus atau apa yang dialami-Nya itu dapat diteladani atau tidak. Hal-hal yang saya sebutkan di atas, sekalipun dilakukan ./ dialami oleh Yesus tetapi tidak ada perintah Kitab Suci untuk melakukan / mengalami hal yang sama.
Dan karena itu dalam hal-hal itu Yesus tidak perlu diteladani. Tapi dalam hal-hal yang lain di mana Kitab Suci memerintahkan itu, maka Yesus harus diteladani. Misalnya, Yesus memberitakan Injil. Dan Kitab Suci memerintahkan kita memberitakan Injil. Berarti dalam pemberitaan Injil, Yesus harus menjadi teladan kita. Yesus mengampuni orang yang bersalah kepada-Nya. Dan Kitab Suci mengajarkan kita untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Karena itu Yesus harus menjadi teladan bagi kita dalam hal mengampuni. Yesus peduli dan memperhatikan orang-orang yang susah dan sengsara. Dan Kitab Suci memang memerintahkan kita untuk melakukan hal itu. Karena itu dalam hal itu Yesus harus menjadi teladan kita. Yesus berani menegor orang yang ahli-ahli Taurat yang bersalah. Dan Kitab Suci memerintahkan kita untuk menegur mereka yang bersalah. Dalam hal ini Yesus menjadi teladan kita. Jadi apa yang dilakukan / dialami oleh Yesus harus dibandingkan dengan seluruh Kitab Suci barulah kita memutuskan apakah dalam hal itu Yesus perlu diteladani atau tidak. Demikian juga dengan baptisan. Apakah Kitab Suci pernah menyuruh kita dibaptis dengan cara Yesus dibaptis? Tidak! Karena itu bagi saya tidak peduli Yesus dibaptis dengan cara apa pun, itu tidak harus kita ikuti / teladani sepanjang apa yang kita lakukan masih merupakan baptisan yang sah menurut Kitab Suci. Tapi seandainya kaum baptis selam tidak setuju dan mau mengharuskan kita meneladani Yesus dalam cara baptisan-Nya, maka sudah saya buktikan bahwa posisi baptisan percik justru jauh lebih kuat daripada baptisan selam. Juga kalau tetap bersikeras bahwa Yesus dibaptis selam dan kita harus mengikuti-Nya, maka jangan ikuti sebagian saja. Ikutilah semuanya termasuk dibaptisnya harus di sungai Yordan dan harus Yohanes Pembaptis yang melaksanakannya. Bisa?
Apa yang saya kemukakan ini bukan untuk menyalahkan praktek baptisan selam tetapi untuk membuktikan bahwa baptisan percik juga adalah benar / sah dan memiliki dasar Alkitab yang kuat. Kalau memang Yesus sangat mungkin dibaptis dengan cara percik, dan juga baptisan percik adalah baptisan yang sah, maka kita seharusnya yakin dengan baptisan percik yang sudah kita terima dan tidak perlu terpengaruh dengan propaganda-propaganda murahan yang menyuruh kita dibaptis ulang lagi dengan cara selam. Apalagi kalau itu dikaitkan dengan keselamatan dengan berkata “Jikalau tidak dibaptis selam maka tidak akan selamat” yang adalah kata-kata / ajaran yang sesat!
Budi Asali – Baptisan selam bukan satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu kalau saudara sudah dibaptis dengan baptisan percik atau tuang, jangan percaya kepada orang-orang bodoh yang mengharuskan saudara dibaptis ulang dengan baptisan selam. Ingat bahwa pada waktu saudara dibaptis ulang, saudara menghina baptisan yang pertama! (Baptisan Selam atau Non Selam?, hal.49).
Dan ini adalah dosa! Apabila saudara sudah terlanjur baptisan ulang maka saudara perlu memohon pengampunan dari Tuhan atas dosa itu. Tidak boleh dibaptis ulang ini tidak hanya berlaku dari baptisan percik ke baptisan selam, tetapi sebaliknya dari baptisan selam ke baptisan percik juga. Seorang yang sudah dibaptis percik jangan lagi mau dibaptis selam. Dan seorang yang sudah dibaptis selam, jangan lagi mau dibaptis percik dengan alasan apa pun sepanjang baptisan yang pertama itu sah. Mungkin hanya ada 3 kasus di mana baptisan harus diulang yakni apabila baptisan itu tidak dilakukan dalam nama Tritunggal, baptisan itu dilakukan oleh gereja yang secara doktrinal tidak percaya doktrin Tritunggal (misalnya Saksi-Saksi Yehuwa) dan baptisan itu tidak menggunakan air (misalnya menggunakan bendera seperti gereja Bala Keselamatan). Selain itu, semua cara baptisan sebagaimana kandungan arti dari kata “bapto” atau “baptizo” harus dianggap sah.
Jikalau gereja kita melaksanakan baptisan percik, itu bukan karena kita menganggap percik adalah cara yang paling benar di mana cara yang lain adalah salah. Kita percaya cara percik adalah Alkitabiah sebagaimana juga cara selam dan cara yang lainnya tetapi alasan praktis membuat kita lebih memilih praktek baptisan percik. Ingat bahwa baptisan hanyalah tanda / simbol penyucian dosa dan ini sama sekali tidak menyelamatkan. Hanya iman yang menyelamatkan seseorang. Dibaptis dengan cara apapun dan berapa banyak kali pun, sepanjang orangnya tidak sungguh-sungguh beriman, dia tetap tidak akan selamat / masuk neraka. Kiranya pelajaran ini dapat memperkuat pemahaman kita seputar cara baptisan dan tidak mudah dipengaruhi oleh pandangan-pandangan yang ekstrim bahkan sesat terkait dengan baptisan ini.
VI.BAPTISAN ANAK, : TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DAN GEREJA
Dalam kebaktian pagi ini akan diadakan juga baptisan bagi seorang anak dan karena itu maka ini adalah kesempatan untuk belajar Firman Tuhan tentang baptisan anak-anak. Hal ini penting mengingat bahwa ada kontroversi di kalangan Kristen tentang masalah baptisan anak-anak ini. Gereja-gereja Protestan dan juga gereja Katholik menerima praktek baptisan anak sedangkan gereja-gereja Pentakosta-Kharismatik menolak praktek baptisan anak ini (bahkan GKIN sendiri tidak menerima praktek baptisan anak) dengan argumentasi bahwa tidak ada dasar di dalam Alkitab tentang baptisan anak-anak. Ini akhirnya bermuara pada upaya-upaya untuk melakukan baptisan ulang dengan cara selam. Mereka yang menolak praktek baptisan anak biasanya melakukan upacara penyerahan anak. Dasar yang mereka pakai adalah Mat 19:13-15.
Matius 19:13-15 – (13) Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. (14) Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." (15) Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ.
Menurut saya ini adalah dasar yang salah. Ayat ini bersifat deskriptif bukan didaktis. Ayat ini hanya menceritakan Yesus memberkati anak-anak saat itu dan tidak menyuruh gereja untuk membuat hal itu menjadi sebuah upacara khusus. Saya menerima praktek baptisan anak dan percaya bahwa praktek tersebut mempunyai landasan Alkitab yang dapat dipertanggungjawabkan. Saya tahu ada banyak orang menerima praktek baptisan anak tetapi sayangnya dasar yang mereka pakai adalah salah. Ada yang mendasarkan baptisan anak pada Mat 19:13-15. Apa urusannya itu dengan baptisan? Gereja Katolik mengajarkan bahwa anak-anak dari keluarga Kristen harus dibaptis karena kalau sampai mereka mati pada masa anak-anak dan tidak sempat dibaptis maka mereka akan masuk neraka. Katolik memang mengajarkan bahwa anak-anak yang tidak sempat dibaptis (baik anak-anak dari orang Kristen maupun orang kafir) akan masuk ke neraka. Itulah sebabnya dalam sejarah Katolik, pernah diadakan baptisan bagi seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya. Itu berarti baptisan menentukan selamat/tidak dan ini ajaran sesat “Salvation by works” (selamat karena berbuat baik). Ingat bahwa masalah baptisan tidak ada sangkut pautnya dengan selamat atau tidak. Setiap ajaran yang menjadikan baptisan menjadi syarat selamat adalah ajaran sesat. Karena itu kita akan mempelajari tentang masalah baptisan anak ini. Ada 3 hal yang akan kita pelajari :
I. LANDASAN TEOLOGIS BAPTISAN ANAK.
Landasan teologis bagi baptisan anak tidaklah didasarkan pada adanya ayat yang secara eksplisit memerintahkan baptisan anak. Orang-orang anti baptisan anak selalu bertanya : “Mana ada perintah di Alkitab untuk membaptis anak?” Saya menjawab : “Mana ada larangan di Alkitab untuk membaptis anak?” Jadi memang yang menjadi dasar baptisan anak itu bukannya ada perintah eksplisit melainkan pada sebuah teologia yang namanya “Covenant Theology” atau Teologia Perjanjian. Apa itu Teologia Perjanjian? Marilah perhatikan Gal 3:13-14.
Galatia 3:13-14 - “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis : “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu”
Pertanyaan pertama yang patut kita ajukan setelah membaca ayat ini adalah “apa itu berkat Abraham?” Atau “apa isi berkat Abraham itu?” Hal ini penting karena demi sampainya berkat itu kepada bangsa-bangsa lain (kita) Yesus Kristus bersedia menjadi kutuk di atas kayu salib. Yesus Kristus rela mati demi berkat itu. Mari perhatikan lagi Galatia 3:26 dan 29 :
Galatia 3 :26, 29 – (26) “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. (29) Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.
Di sini kita bisa melihat bahwa ketika kita percaya pada Yesus Kristus, secara rohani kita juga adalah keturunan Abraham dan dengan demikian kita berhak untuk menerima janji Allah itu. Janji apa itu? Itulah janji yang ada di dalam berkat Abraham. Sekarang marilah kita melihat isi dari janji itu dan dengan demikian kita harus kembali kepada kitab Kejadian pasal 17 di mana Allah mengadakan perjanjian dengan Abraham.
Kejadian 17 :7 - “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu”.
Jadi rupanya berkat Abraham yang juga diterima oleh kita yang percaya kepada Kristus Yesus yang olehnya Yesus rela menjadi kutuk di atas salib adalah sebuah berkat rohani yaitu agar Allah menjadi Allah Abraham dan Allah keturunannya. Yesus rela menjadi kutuk di atas kayu salib agar Allah dapat menjadi Allah bagi Abraham dan keturunannya termasuk kita yang adalah keturunan Abraham secara rohani.
Selanjutnya untuk meneguhkan janji itu Allah memberikan suatu ordinasi yang harus dilakukan oleh Abraham dan keturunannya yakni ordinasi sunat.
Kejadian 17:10 - “Inilah perjanjian-Ku yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat.”
Sunat di sini adalah lambang dari perjanjian rohani itu serta materai kebenaran berdasarkan iman.
Roma 4:11 - “Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai materai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat…”
Jika sunat ini adalah materai kebenaran berdasarkan iman, maka setiap orang yang disunat dimasukkan atau terhisap ke dalam perjanjian kekal ini atas dasar iman. Lalu kapankah seorang keturunan Abraham disunat ?
Kejadian 17:12 - Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.
Tadi dalam Rom 4 :11 dikatakan bahwa sunat itu diterima sebagai ‘ materai kebenaran berdasarkan iman’. Nah, kalau seorang anak disunat saat berumur 8 hari, maka iman siapa yang dipakai di dalam praktek sunat itu ? Iman anak itu sendirikah atau iman orang tuanya (Abraham) ? Sudah pasti iman orang tuanya (Abraham). Jadi yang disunat ini adalah bayi yang belum mengerti apa-apa tentang masalah iman dan belum bisa beriman dari dirinya sendiri. Kalau begitu mengapa ia perlu disunat? Sebab itu adalah perintah Allah ! Menolak menyunatkan seorang anak hanya karena ia belum bisa beriman adalah melawan perintah Allah.Ingatlah bahwa Musa pernah mau dibunuh oleh Tuhan karena lalai menyunatkan anaknya.
Keluaran 4:24-26 – (24) Tetapi di tengah jalan, di suatu tempat bermalam, TUHAN bertemu dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya. (25) Lalu Zipora mengambil pisau batu, dipotongnya kulit khatan anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa sambil berkata: "Sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku." (26) Lalu TUHAN membiarkan Musa. "Pengantin darah," kata Zipora waktu itu, karena mengingat sunat itu.
Jadi sunat itu adalah tanda perjanjian berdasarkan iman yang dilakukan pada keturunan Abraham secara jasmani pada saat mereka masih berumur 8 hari (belum bisa beriman dari diri sendiri).
Satu hal yang harus ditambahkan adalah bahwa Perjanjian yang ditandai dengan sunat ini bersifat kekal.
Kejadian 17:13 - Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal.
Anehnya adalah di dalam PB ada begitu banyak ayat Alkitab yang menganggap sunat tidak lagi penting dan mempunyai arti bagi seorang Kristen.
1 Korintus 7:19 - Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.
Galatia 5:2,6,15 – (2) Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. (6) - Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih. (15) - Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.
Mengapa demikian ? Karena tanda sunat tersebut telah diganti (atau adalah type) dengan baptisan. Ini berlaku setelah Yesus mati dan bangkit.
Kolose 2:11-12 – (11) Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, (12) karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.
Galatia 3:27, 29 – (27) Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. (29) Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.
Louis Berkhof – Pada zaman PB, baptisan oleh otoritas ilahi menggantikan sunat sebagai lambang dan meterai pentahbisan dari perjanjian anugerah. Alkitab dengan tegas menekankan bahwa sunat sudah tidak bisa lagi berfungsi sebagai lambang dan meterai pentahbisan….Jika baptisan tidak menggantikan kedudukan sunat, maka PB tidak memiliki ritual pentahbisan. Tetapi jelas bahwa Kristus menggantikan sunat itu dengan baptisan, Matius 28:19-20; Markus 16:15-16. Baptisan sesuai dengan sunat dalam pengertian spiritual. (Teologi Sistematika 5, hal. 155-156).
Sekalipun tanda sunat itu telah digantikan dengan baptisan, namun perlu diingat bahwa perjanjian yang ditandai itu bersifat kekal. Dengan demikian kita dapat melihat kedudukan baptisan anak-anak dalam kerangka perjanjian Allah itu. Jika dalam sunat seorang bayi berumur delapan hari yang belum bisa beriman dari dirinya sendiri boleh dan bahkan harus disunat, maka seorang anak yang belum bisa beriman dari dirinya sendiri boleh bahkan harus dibaptiskan? Jika dalam sunat seorang anak yang belum bisa beriman dari dirinya sendiri dapat disunat dan masuk ke dalam perjanjian kekal itu atas dasar kepercayaan Abraham, maka dalam baptisan seorang anak yang belum bisa beriman dari dirinya sendiri dimasukkan dalam keluarga Allah atas dasar kepercayaan orang tuanya. Ini adalah landasan teologis bagi baptisan anak-anak.
II. MENJAWAB KEBERATAN-KEBERATAN
Kita telah melihat dasar yang kuat tentang praktek baptisan anak-anak dari sudut pandang perjanjian anugerah yang bersifat kekal, namun demikian kita perlu melihat juga beberapa keberatan dari pihak Kharismatik-Pentakosta yang menolak baptisan anak-anak. Secara umum ada 2 keberatan yang mereka pegang yakni :
a. Tidak ada perintah untuk membaptiskan anak-anak dan juga tidak ada bukti atau contoh dalam Alkitab di mana anak-anak dibaptiskan.
Memang Alkitab tidak pernah memerintahkan kita secara eksplisit untuk membaptiskan anak-anak. Tetapi di dalam Alkitab juga tidak ada satu kata pun yang dapat ditafsirkan sebagai larangan untuk membaptis anak-anak. Oleh karena itu maka ketiadaan perintah untuk membaptis anak-anak itu tidak dapat merupakan bukti bahwa baptisan anak-anak adalah sesuatu yang tidak sah bahkan merupakan sebuah kejahatan. Ingat bahwa kalau sesuatu tidak dicatat bukan berarti bahwa sesuatu itu dilarang. Contoh, pada perjamuan terakhir antara Yesus dan murid-murid-Nya tidak ada satu orang perempuan pun di yang mengikuti acara itu. Apakah itu berarti bahwa kaum perempuan dilarang mengikuti Perjamuan Kudus? Sering penganut paham baptisan selam menuntut bukti eksplisit atau perintah langsung untuk baptisan anak-anak. Menurut mereka jika tidak ada perintah semacam itu maka baptisan anak-anak adalah sesuatu yang “ilegal”. Saya kira mereka lupa bahwa tidak pernah ada perintah langsung dari Alkitab untuk merubah hari sabat menjadi hari minggu di mana umat Kristiani berbakti. Kalau memang mereka konsisten dengan pandangan mereka, seharusnya mereka juga menolak beribadah pada hari minggu. Tetapi pada kenyataannya hal itu tidak dipersoalkan sama sekali.
b. Alkitab selalu menekankan pertobatan dan iman atau kepercayaan sebagai syarat baptisan.
Perhatikan kutipan-kutipan berikut :
John Wesley Brill : “Dalam Perjanjian Baru perkataan bertobat selalu mendahului perkataan baptisan (Matius 3:2,36; Kis 2:37-41; 8:12; 18:8; 19:4). Hal itu menyatakan bahwa kanak-kanak tidak layak untuk dibaptiskan sebab mereka belum percaya.” (Dasar Yang Teguh, hal. 278).
Fu Xie : “Untuk dibaptis, seorang harus bertobat, percaya kepada Yesus dan atas kehendak sendiri memberikan dirinya untuk dibaptis. Seorang bayi tentunya belum bisa bertobat, ataupun percaya kepada Yesus, apalagi memberikan dirinya untuk dibaptis.”
Memang benar bahwa di dalam Alkitab kepercayaan dan pertobatan selalu mendahului baptisan. Tapi yang harus dipikirkan adalah ketika Alkitab membicarakan hal itu kepada siapakah perintah atau syarat itu ditujukan? Yang terpenting bukan hanya ada syarat tetapi juga syarat untuk siapa? Kalau kita teliti maka seluruh bagian Alkitab yang membicarakan hal ini ternyata diberikan kepada orang-orang dewasa yang sama sekali belum percaya kepada Kristus baik mereka maupun orang tua mereka. Dalam Kisah Para Rasul 2:38 Petrus memberikan syarat itu kepada orang-orang Yahudi yang belum percaya kepada Yesus yang menurut Petrus merekalah yang telah membunuh Yesus (Kisah Para Rasul 2:23). Rasul Paulus perlu beriman dan percaya kepada Yesus sebelum dibaptis sebab ia bukan hanya tidak percaya pada Yesus sebelumnya tetapi juga sangat membenci dan menganiaya Yesus (Kis 8:1-3;9:5).
Sida-sida dari Etiopia perlu beriman dan percaya sebelum dibaptis sebab ia tidak tahu apa-apa tentang Yesus. Kornelius perlu percaya kepada Yesus sebelum dibaptis karena ia justru bukan orang Israel. Kepala penjara Filipi perlu percaya sebelum dibaptis karena ia tidak memiliki pengenalan sama sekali tentang Yesus sebelumnya, dll. Jadi kita dapat melihat bahwa syarat itu diberikan kepada orang dewasa (yang sudah bisa beriman dan percaya dari dirinya sendiri) dan orang-orang yang tidak memiliki latar belakang kepercayaan kepada Kristus baik secara pribadi maupun orang tua mereka. Jadi seharusnya syarat ini tidak diterapkan kepada seorang anak. Bagaimana mungkin sebuah syarat yang bukan untuk anak-anak diterapkan pada anak-anak dan ketika anak-anak tidak memenuhi syarat tersebut lalu kita berkesimpulan bahwa mereka tidak boleh dibaptis.
Mengapa Alkitab tidak mempunyai contoh yang eksplisit tentang baptisan terhadap anak-anak orang percaya? Sebab yang dicatat Alkitab adalah periode pertama dari kekristenan. Pada saat itu belum ada orang yang telah percaya (orang Kristen) sehingga anak-anak mereka dibaptiskan. Seandainya ada pastilah ada anak-anak mereka yang dibaptis. Apa yang diceritakan Alkitab adalah periode pertama dari kekristenan. Dan selanjutnya yang terjadi dalam periode-periode berikutnya tidak lagi diceritakan oleh Alkitab. Dengan demikian kita tidak bisa memakai catatan sebuah periode sebagai standar dan patokan bagi periode-periode berikutnya.
William Barclay - “Baptisan saat itu adalah untuk orang dewasa. Tidak dikatakan, bahwa Perjanjian Baru menentang baptisan anak-anak, tetapi baptisan anak-anak ada karena adanya keluarga Kristen, dan sering terjadi bahwa di kebanyakan tempat pekerjaan Paulus belum ada keluarga Kristen. Seorang datang kepada Kristus secara individual pada jemaat yang mula-mula, bahkan ia meninggalkan keluarganya”. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari – Roma, hal. 128)
Scheunemann - “Kalau dalam abad pertama titik berat baptisan adalah sebagai baptisan pertobatan dalam konteks misi, maka dengan timbulnya generasi kedua dan ketiga dalam jemaat Kristen, baptisan kanak-kanak dari keluarga Kristen makin mendapat tempat dan berjalan sejajar dengan baptisan pertobatan di daerah dan dalam situasi-kondisi misi”. (Apa Kata Alkitab Tentang Baptisan, hal. 20)
III. TANGGUNG JAWAB ORANG TUA & GEREJA
Kita sudah melihat landasan Alkitab bagi baptisan anak. Jelas bahwa seorang anak dibaptis atas dasar iman dari orang tuanya. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dosa anak-anak ditanggung orang tua sampai ia ditahbis sidi. Ini juga tidak berarti bahwa anak-anak itu pasti selamat. Prinsip secara umum tetap berlaku yakni yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi yang bisa masuk ke surga. Kalau tidak maka akan pergi ke neraka.
Yohanes 3:16 - Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Itu berarti bahwa anak-anak yang telah dibaptis itu masih ada kemungkinan masuk neraka kalau mereka tidak percaya kepada Yesus. Untuk itu maka tanggung jawab orang tua dan gereja adalah menuntun anak-anak yang telah dibaptis itu sampai kepada iman yang sejati kepada Kristus.
Niftrik dan Boland : “Bila kita membaptiskan kanak-kanak, haruslah kita saling menginsafkan bahwa orang tua dan jemaat seluruhnya benar-benar bertanggungjawab atas janjinya untuk mendidik anak-anak yang dibaptiskan itu sesuai dengan kehendak Tuhan, dengan mengantar anak-anak mereka kepada Tuhan Yesus yang mau menyertai dan memberkati anak-anak itu.” (Hal. 453)
Ini sesuai dengan Firman Tuhan dalam Ulangan 6:6-9 :
Ul 6:6-9 – (6) Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, (7) haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (8) Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, (9) dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
Tanpa itu maka jangan heran bahwa kalau anda adalah orang percaya tapi anak-anakmu hidup dalam kejahatan. Misalnya keluarga Eli (Hofni dan Pinehas). Untuk itu kita bisa melakukannya dengan beberapa cara :
a. Mendoakan anak-anak
Hal pertama yang dapat kita lakukan adalah dengan mendoakan anak-anak kita. Kita memohon kepada Tuhan agar kiranya Tuhan mau mengaruniakan anugerah-Nya kepada anak-anak dengan membuat mereka menjadi percaya kepada Kristus. Orang tua yang baik yang terbeban untuk keselamatan anak-anaknya adalah orang tua yang mau mendoakan anak-anaknya. Contohnya Agustinus. Mungkin anda tidak kenal siapa itu Agustinus. Ia adalah seorang bapa gereja yang sangat terkenal (lahir tahun 354).
Dr. Albert H. Freundt, Jr.: Mungkin Agustinus adalah orang yang paling berpengaruh dalam gereja mula-mula, nomor dua hanya di bawah rasul Paulus. Sekalipun pengaruhnya di Timur adalah sangat kecil, tetapi ia menjadi Bapa Gereja Barat yang terbesar - ‘History of Early Christianity’, hal 55.
Philip Schaff : Agustinus, ... adalah seorang genius dalam filsafat dan theologia ... suatu hati yang penuh dengan kasih kristen dan kerendahan hati -‘History of the Christian Church’, vol III, hal 997.
Ayahnya seorang kafir tetapi ibunya adalah seorang Kristen yang taat. Ibunya sangat merindukan agar Agustinus menjadi seorang Kristen. Ia tak henti-hentinya menasihati Agustinus dan menyuruhnya membaca Alkitab tapi semuanya tak digubris. Malah Agustinus terlibat dalam berbagai kejahatan seperti mencuri, dll. Di usia 18 tahun ia meninggalkan kekristenan dan menganut aliran sesat Manichaeism. Di kemudian hari ia menganut Platonism, juga pernah menjadi seorang skeptik. Sejak kecil Agustinus punya masalah dengan keinginan seksnya yang tidak terkendali. Ia mempunyai seorang selir (hidup bersama selama 12 tahun) yang melahirkan seorang anak laki-laki baginya (bernama Deodatus), padahal saat itu Agustinus belum berusia 18 tahun. Ia lalu meninggalkan selirnya itu dan bertunangan dengan seorang gadis muda tetapi sambil menjalin hubungan gelap dengan perempuan lain lagi. Ia sama sekali tidak bisa mengendalikan nafsu seksnya. Ia pindah ke Milan dan pada waktu sendirian di dalam taman, ia mendengar suara, mungkin dari anak tetangga, yang berkata: “TOLLE, LEGE” (= take up, read / ambillah, bacalah). Ia lalu mengambil Kitab Suci dan ia mengambilnya dan membukanya pada Roma 13:13-14, yang berbunyi sebagai berikut: “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya”. Ini menyebabkan ia bertobat pada tahun 385 / 386 M, dan akhirnya ia dan anaknya lalu dibaptis oleh Ambrose pada Minggu Paskah tahun 387 M.
Perjalanan Agustinus sungguh panjang dan berliku tapi sebenarnya ada seorang perempuan yang setiap hari berdoa selama 20 tahun untuk pertobatannya. Perempuan itu adalah Monika ibunya.
Contoh lain adalah John Wesley dan Charles Wesley. John terkenal sebagai seorang pemimpin / pendiri gereja Methodist dan juga seorang teolog sedangkan Charles adalah seorang musikus gereja yang sangat handal yang menciptakan ribuan lagu gereja (lebih dari 6000) yang masih kita nyanyikan sampai sekarang seperti “Angin Ribut Menyerang” (KJ 30), “Mungkinkah Akupun Serta” (KJ 31), “Kau Yang Lama Dinantikan” (KJ 76), “Gita Sorga Bergema” (KJ 99), “Beribu Lidah Patutlah” (KJ 294), “Kristus Bangkit Soraklah” (KJ 188), dll. Di balik kesuksesan 2 orang ini, ada seorang ibu yang begitu setia mendoakan mereka. Ia adalah Susanna Wesley. Susanna selalu mendoakan anak-anaknya satu per satu setiap malam sebelum anak-anaknya tidur.
Pengalaman telah membuktikan bahwa ada begitu banyak anak menjadi percaya dan berguna bagi Tuhan karena doa yang setia dari orang tuanya terutama ibunya. Setialah berdoa untuk anak-anak saudara dan suatu saat nanti ketika saudara mungkin sudah di surga, anak-anakmu akan menyanyi : “Di doaku namaku disebut….di doa ibuku dengar ada namaku disebut”. Guru-guru Sekolah Minggu pun harus bisa mendoakan anak-anak Sekolah Minggunya agar mereka bisa percaya kepada Kristus.
b. Memberitakan Injil pada mereka
Selain doa, maka orang tua dan gereja juga harus berusaha memberitakan Injil pada anak-anak. Tentu berita Injil di sini harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak. Orang tua dapat saja memberikan cerita-cerita Alkitab setiap malam kepada anak sebagai persiapan baginya untuk mendengar Injil. Demikian juga guru Sekolah Minggu harus mempunyai program penginjilan untuk anak. Ingat bahwa apa yang ditanamkan pada anak usia dini sangat sukar untuk dihilangkan dari memorinya sampai masa tuanya.
c. Memberi teladan hidup Kristiani yang positif.
Selain 2 hal di atas, orang tua dan juga guru Sekolah Minggu harus dapat menunjukkan teladan hidup yang positif bagi anak. Ini akan menolong anak untuk mudah percaya kepada Injil. Saya semasa kecil tergolong anak yang suka pergi ke Sekolah Minggu tetapi pada satu saat saya benar-benar berhenti pergi ke sana. Mengapa? Karena pada satu kesempatan saya menyaksikan sendiri bagaimana seorang guru Sekolah Minggu yang sementara mengajar kami tentang Alkitab, karena dikejutkan oleh seorang rekannya langsung berteriak dan memaki temannya itu dengan kata ”Anjing!” Sejak itu saya sama sekali tidak tertarik lagi untuk pergi ke Sekolah Minggu dengan pemikiran bahwa guru Sekolah Minggu itu mengjari kami untuk tidak memaki tetapi dia sendiri ternyata memaki. Ini menunjukkan bahwa keteladanan begitu penting diperlukan bagi seorang anak. Adalah percuma bagi seorang anak jika ia diajarkan Injil oleh orang tuanya tetapi ia tidak melihat teladan hidup dari orang tuanya. Atau sebaliknya ia melihat hal-hal yang negatif dalam kehidupan keluarga seperti pertengkaran orang tua, kata-kata kotor, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dll. Ingat bahwa apa yang dilihat anak pada masa kecil akan sukar dilupakannya hingga ia dewasa. Karena itu hai para orang tua, jadilah teladan bagi anak-anakmu di dalam rumah tanggamu. Jikalau kita sudah melakukan semuanya itu dengan setia maka biarkan urusan selanjutnya ada di dalam tangan Tuhan. Yang terpenting adalah kita dengan maksimal telah melakukan tanggung jawab kita sebagai orang tua Kristen.
Ikuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya :
BUKU SEPUTAR MASALAH BAPTISAN
- AMIN -