SAKRAMEN BAPTISAN DAN PERJAMUAN KUDUS

Pdt.Budi Asali, M.Div.

1) Baptisan adalah perintah Tuhan.

Matius 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.

a) Baptisan memang tidak menyelamatkan kita. Ini terlihat dari banyak kasus, misalnya:

1. Yudas Iskariot jelas sudah dibaptis, tetapi ia tidak selamat, karena ia tidak pernah sungguh-sungguh percaya kepada Yesus.

2. Simon tukang sihir juga menyatakan percaya dan dibaptis (Kisah Para Rasul  8:13), tetapi dari kata-kata Petrus kepadanya dalam Kisah Para Rasul 8:20-23 terlihat bahwa ia belum diselamatkan.

Kis 8:13,20-23 - “(13) Simon sendiri juga menjadi percaya, dan sesudah dibaptis, ia senantiasa bersama-sama dengan Filipus, dan takjub ketika ia melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat besar yang terjadi. ... (20) Tetapi Petrus berkata kepadanya: ‘Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. (21) Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. (22) Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; (23) sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan.’”.

b) Sekalipun baptisan tidak menyelamatkan, tetapi orang yang percaya harus dibaptis, karena ini adalah perintah Tuhan, dan karenanya harus ditaati.

Ketaatan kita pada perintah ini sekaligus menunjukkan bahwa kita berani mengakui Kristus di depan orang atau berani mengakui diri kita sebagai pengikut Kristus.

Bdk. Matius 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.

Peristiwa dimana Musa hampir dibunuh oleh Tuhan karena lalai menyunatkan anaknya (Kel 4:24-26), menunjukkan bahwa Allah tidak menganggap ringan dosa dari orang yang melalaikan sakramen.

Keluaran 4:24-26 - “(24) Tetapi di tengah jalan, di suatu tempat bermalam, TUHAN bertemu dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya. (25) Lalu Zipora mengambil pisau batu, dipotongnya kulit khatan anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa sambil berkata: ‘Sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku.’ (26) Lalu TUHAN membiarkan Musa. ‘Pengantin darah,’ kata Zipora waktu itu, karena mengingat sunat itu”.

c) Kalau seseorang percaya kepada Yesus dan tidak sempat dibaptis, maka ia tetap selamat.

Ini terlihat dengan jelas dalam diri penjahat yang bertobat di kayu salib, yang jelas belum dibaptis, tetapi beriman kepada Yesus sehingga dijamin keselamatannya oleh Yesus.

Lukas 23:39-43 - “(39) Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: ‘Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diriMu dan kami!’ (40) Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: ‘Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? (41) Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.’ (42) Lalu ia berkata: ‘Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.’ (43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.

Karena itu, bagi orang yang belum percaya yang sedang sekarat, jauh lebih penting mendengar Injil supaya ia bisa percaya kepada Kristus, dari pada cepat-cepat dibaptis tanpa percaya sungguh-sungguh. Jadi, pada saat saudara menjumpai orang seperti itu, yang terpenting bukan mengusahakan supaya orang itu dibaptis, tetapi supaya orang itu percaya kepada Yesus. Dan ini hanya bisa dilakukan dengan memberitakan Injil kepadanya. 

2) Formula baptisan.

Yang dimaksud dengan ‘formula baptisan’ adalah kata-kata yang diucapkan oleh pendeta pada waktu membaptis.

Dalam Kitab Suci formula baptisan ini hanya ada di satu tempat yaitu Matius 28:19 - ‘dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus’. Karena itu pada waktu pendeta membaptis, ia berkata: ‘Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Amin’.

Tetapi sekarang perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

· Kisah Para Rasul  2:38 - “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”.

· Kisah Para Rasul  8:16 - “Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus”.

· Kisah Para Rasul  10:48 - “Lalu ia menyuruh mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Kemudian mereka meminta Petrus, supaya ia tinggal beberapa hari lagi bersama-sama dengan mereka”.

· Kisah Para Rasul  19:5 - “Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus”.

Ada banyak orang yang berdasarkan kata-kata ‘dibaptis dalam nama Tuhan Yesus / Yesus Kristus’ dalam ayat-ayat tersebut di atas, lalu mengubah / memodifikasi formula baptisan, sehingga pada waktu membaptis mereka mengucapkan kata-kata: ‘Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Amin’.

Ini salah karena:

a) Kis 2:38 Kis 8:16 Kis 10:48 Kis 19:5 itu bukanlah formula baptisan.

Betul-betul tidak masuk akal, kalau Yesus sudah memberikan formula baptisan dalam Mat 28:19, lalu rasul-rasul berani mengubahnya.

Kata-kata ‘dibaptis dalam nama Tuhan Yesus / Yesus Kristus’ mempunyai beberapa kemungkinan penafsiran, yaitu:

1. Sekedar berarti ‘dibaptis dengan baptisan Kristen’.

2. Dibaptis sesuai dengan ajaran Yesus.

3. Dibaptis berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan Yesus.

4. Dibaptis atas otoritas Tuhan Yesus.

5. Supaya pada waktu orang itu dibaptis ia melihat kepada Kristus, dan menyadari bahwa tanpa jasa penebusan Kristus baptisan itu sia-sia.

6. Dibaptis sehingga masuk ke dalam tubuh Kristus (gereja).

Yang jelas, kata-kata itu bukanlah formula baptisan!

b) ‘Bapa, Anak dan Roh Kudus’ tidak sama dengan ‘Tuhan Yesus Kristus’! Jadi, formula baptisan yang baru itu salah secara theologis!

W. G. T. Shedd (tentang Roma 6:3): “Baptism in the name of Christ alone (involving an alteration of the baptismal formula given in Mat. 28:19) is not valid, according to the decision of the Church, in the controversy between Cyprian and Stephen: the latter of whom contended that baptism might be administered in the name of Jesus Christ simply. It would have been equally irregular to baptize in the name of the Father alone, or of the Holy Spirit alone.” [= Baptisan dalam nama Kristus saja (menyangkut suatu perubahan dari formula baptisan yang diberikan dalam Mat 28:19) tidak sah, sesuai dengan keputusan Gereja, dalam kontroversi antara Cyprian dan Stephen: yang belakangan dari dua orang itu berjuang / berdebat bahwa baptisan bisa / boleh dilakukan hanya dalam nama Yesus Kristus. Juga merupakan hal yang secara sama bertentangan dengan hukum untuk membaptis dalam nama dari Bapa saja, atau dari Roh Kudus saja.] - ‘Commentary on Romans’ (Libronix).

3) Arti / makna baptisan.

1) Lambang penyucian dosa.

Kisah Para Rasul  2:38 - “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”.

Kisah Para Rasul  22:16 - “Dan sekarang, mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!”.

Karena itu baptisan dilakukan dengan menggunakan air, yang merupakan alat pembersih.

Tetapi, sekalipun ini adalah arti yang paling populer, ini bukan arti yang paling penting / utama.

2) Lambang persatuan dengan Kristus.

Roma 6:3-6 - “(3) Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya? (4) Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. (5) Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematianNya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitanNya. (6) Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa”.

Kolose 2:11-12 - “(11) Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, (12) karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati”.

4) Cara baptisan.

Ada 3 cara, yaitu percik, tuang, dan selam.

Orang yang menggunakan baptisan percik atau tuang, biasanya memilih baptisan percik atau tuang karena segi praktisnya (lebih-lebih kalau dilakukan terhadap bayi atau orang tua), disamping itu cukup alkitabiah.

Orang-orang yang menggunakan baptisan selam biasanya tidak mengakui baptisan percik dan baptisan tuang sebagai baptisan yang sah. 

Alasan-alasan yang biasanya mereka pakai untuk mengharuskan baptisan selam ialah:

a. Kata Yunani BAPTIZO / BAPTO berarti diselam.

b. Yesus dibaptis dengan baptisan selam.

c. Roma 6:3-4 mengajarkan baptisan selam.

Ro 6:3-4 - “(3) Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya? (4) Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru”.

Terhadap ini saya menjawab bahwa:

a) Kata Yunani BAPTIZO / BAPTO tidak harus berarti selam.

J. A. Alexander (tentang Kis 2:38): “Even granting that this Greek verb originally meant ‘to immerse,’ i. e. to dip or plunge - a fact which is still earnestly disputed - it does not follow that this is essential to its meaning as a peculiar Christian term. On the contrary, analogy would lead us to suppose that, like other Greek terms thus adopted, it had undergone some modification of its etymological and primary import. As ‘presbyter’ no longer suggests personal age, nor ‘deacon’ menial service, nor ‘supper’ a nocturnal meal, as necessary parts of their secondary Christian meaning, why should this one word be an exception to the general rule, and signify a mere mode of action as no less essential than the act itself” (= belum diterjemahkan ) - ‘Acts, The Geneva Series of Commentaries’, hal 84.

Catatan: istilah ‘supper’ (untuk makan roti dalam Perjamuan Kudus) muncul dalam Luk 22:20 (KJV/RSV/NIV/ASV/NKJV) dan istilah ‘the Lord’s supper’ (untuk Perjamuan Kudus) muncul dalam 1Kor 11:20 (KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/KNKJV).

Ini terlihat dari:

1. Markus 7:4 - “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci (Yunani: BAPTISMOUS) cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”.

KJV: ‘And when they come from the market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables’ (= Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti pencucian cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan meja-meja).

Kata-kata ‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada dalam terjemahan-terjemahan yang lain, tetapi footnote NIV memberikan keterangan bahwa ada beberapa manuscripts yang kuno yang memberikan kata-kata itu.

Kalau kata-kata itu memang orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa pembaptisan / pencucian dalam ayat ini tidak dilakukan dengan merendam, karena bagaimana mungkin orang merendam meja? Berapa besarnya bak cuci yang dibutuhkan? Jauh lebih masuk akal, bahwa pencucian dilakukan dengan mencurahkan air ke benda yang akan dicuci tersebut. Dan kalaupun kata-kata itu tidak orisinil, tetap aneh bahwa orang mencuci belanga, dsb dengan cara merendam. Biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan mencurahkan air ke benda tersebut.

2. Lukas 11:38 - “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci (Yunani: EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”.

Orang mencuci tangan tidak harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa dengan mencurahkan air pada tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak harus berarti ‘celup / selam’.

Disamping itu perhatikan tradisi mereka dalam mencuci tangan, sebagai yang dikatakan oleh William Barclay di bawah ini.

Barclay (tentang Lukas 11:38): “The Pharisee was surprised that Jesus did not wash his hands before eating. This was not a matter of cleanliness but of the ceremonial law. The law laid it down that the hands must be washed in a certain way before eating and that this hand-washing must be repeated between the courses. As usual every littlest detail was worked out. Large stone vessels of water were specially kept for the purpose because ordinary water might be unclean; the amount of water used must be at least a quarter of a log, that is, enough to fill one and a half eggshells. First the water must be poured over the hands beginning at the tips of the fingers and running right up to the wrist. Then the palm of each hand must be cleansed by rubbing the fist of the other into it. Finally, water must again be poured over the hand, this time beginning at the wrist and running down to the fingertips. To the Pharisee, to omit the slightest detail of this was to sin.” (= ).

Jadi, jelas mereka tidak mencuci tangan dengan merendamnya dalam air!

3. 1Korintus 10:2 - “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis (Yunani: EBAPTISANTO) dalam awan dan dalam laut”.

Perhatikan bahwa ayat ini mengatakan bahwa bangsa Israel ‘telah dibaptis dalam awan dan dalam laut’.

Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu apakah laut dan awan merendam bangsa Israel.

a. Apakah laut merendam bangsa Israel?

Kata-kata dalam 1Kor 10:2 ini pasti menunjuk pada peristiwa dimana bangsa Israel menyeberangi Laut Teberau. Tetapi dalam peristiwa itu bangsa Israel berjalan di tempat kering. Yang terendam air adalah orang Mesir!

Kel 14:22,27-29 - “(22) Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. ... (27) Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, maka menjelang pagi berbaliklah air laut ke tempatnya, sedang orang Mesir lari menuju air itu; demikianlah TUHAN mencampakkan orang Mesir ke tengah-tengah laut. (28) Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka. (29) Tetapi orang Israel berjalan di tempat kering dari tengah-tengah laut, sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka”.

b. Apakah awan merendam bangsa Israel?

Keluaran 14:19-20 - “(19) Kemudian bergeraklah Malaikat Allah, yang tadinya berjalan di depan tentara Israel, lalu berjalan di belakang mereka; dan tiang awan itu bergerak dari depan mereka, lalu berdiri di belakang mereka. (20) Demikianlah tiang itu berdiri di antara tentara orang Mesir dan tentara orang Israel; dan oleh karena awan itu menimbulkan kegelapan, maka malam itu lewat, sehingga yang satu tidak dapat mendekati yang lain, semalam-malaman itu”.

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan awan ini:

· awan tidak berada di atas mereka, tetapi di belakang mereka. Jadi, bagaimana mungkin awan itu merendam mereka?

· Juga awan itu, yang mula-mula digunakan untuk memimpin bangsa Israel, pada saat itu lalu digunakan untuk menimbulkan kegelapan, dengan maksud untuk melindungi bangsa Israel dari kejaran bangsa Mesir. Itu sama sekali bukan awan untuk memberi hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, maka hujan itu lebih cocok dengan baptisan percik, bukan sekarang baptisan selam.

Jadi jelas bahwa orang Israel tidak direndam / diselam dalam laut maupun dalam awan!

Barnes’ Notes: “This passage is a very important one to prove that the word baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear that neither the cloud nor the waters touched them” (= Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan bahwa kata ‘baptisan’ tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka) - hal 745.

4. Ibrani 9:10 - “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan (Yunani: BAPTISMOIS), hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.

Catatan: ada edisi Kitab Suci Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai macam persembahan’. Ini salah cetak, dan dalam edisi yang baru sudah diperbaiki.

Terjemahan Lama: ‘berbagai-bagai basuhan’.

NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan).

NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam pembasuhan yang bersifat upacara keagamaan).

RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan / pencucian)

KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan).

Kata Yunaninya adalah BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah ‘bermacam-macam baptisan’.

Kalau kita memperhatikan kontex dari Ibr 9 itu, maka pasti Ibr 9:10 ini menunjuk pada ‘pemercikan’ dalam Ibr 9:13,19,21. Karena itu jelas bahwa di sini kata ‘baptis’ tidak diartikan selam / celup, tetapi percik.

Ibrani 9:10-21 - “(10) karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan. (11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, - (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal. (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup. (15) Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama. (16) Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu. (17) Karena suatu wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati, sebab ia tidak berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup. (18) Itulah sebabnya, maka perjanjian yang pertama tidak disahkan tanpa darah. (19) Sebab sesudah Musa memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop, lalu memerciki kitab itu sendiri dan seluruh umat, (20) sambil berkata: ‘Inilah darah perjanjian yang ditetapkan Allah bagi kamu.’ (21) Dan juga kemah dan semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian dengan darah”.

b) Yesus belum tentu dibaptis dengan baptisan selam.

Matius 3:16 - “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya”.

Kata-kata ‘keluar dari air’ sering dianggap sebagai bukti bahwa Yesus dibaptis dengan baptisan selam, dan karena itu kita juga harus menggunakan baptisan selam.

Tetapi ada 2 jawaban yang perlu diberikan terhadap argumentasi ini:

1. Kata-kata ‘keluar dari air’ mempunyai 2 kemungkinan arti:

a. Tadinya seluruh diri (tubuh dan kepala) Yesus diren­dam dalam air, dan lalu Yesus keluar dari air. Kalau diambil arti ini, maka memang Yesus dibaptis dengan baptisan selam.

b. Tadinya Yesus berdiri di sungai tanpa direndam (air hanya sebatas lutut atau betis), lalu Ia dibaptis dengan tuang / percik, lalu Ia keluar dari air / sungai. Ini jelas juga disebut ‘keluar dari air’!! Dan kalau ini arti yang benar, maka ini tidak menunjuk pada baptisan selam.

Jadi jelas bahwa Mat 3:16 tidak bisa dijadikan dasar bahwa satu-satunya cara membaptis yang benar adalah dengan menggunakan bapti­san selam.

2. Seandainya Yesus memang dibaptis dengan baptisan selam, apakah kita harus dibaptis dengan baptisan selam?

Untuk menjawab pertanyaan ini saya harus menjelaskan satu prinsip dalam hermeneutics / ilmu penafsiran Kitab Suci.

Dalam Kitab Suci ada bagian-bagian yang bersifat descriptive, dan ada bagian-bagian yang bersifat didactic.

a. Bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive (= bersifat menggambarkan).

Bagian yang bersifat descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang sungguh-sungguh terjadi dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus / hukum / norma!

Illustrasi: Dalam hal ini, membaca dan menafsirkan Kitab Suci mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau saudara membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena serangan jantung pada waktu nonton TV, maka hal ini tentu bukan norma / hukum. Cerita ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang nonton TV pasti terkena serangan jantung. Juga kalau di surat kabar diceritakan adanya satu keluarga yang piknik ke Tretes dan lalu mengalami kecelakaan, sehingga mati semua. Ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang piknik sekeluarga akan mengalami kecelakaan dan mati semua.

Contoh:

· Kel 14, yang menceritakan peristiwa dimana Allah membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat descriptive (menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus / norma / hukum, artinya, kita tidak diperintahkan untuk menyeberangi laut dengan cara seperti itu!

· Keluaran 16:13-16 yang menceritakan pemberian manna kepada bangsa Israel di padang gurun, jelas juga merupakan bagian yang bersifat descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai rumus / norma dalam kehidupan orang kristen di padang gurun.

· Kisah Para Rasul  5:18-19 dan Kisah Para Rasul  12:3-11 menceritakan bahwa pada waktu rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan membebaskannya dengan menggunakan mujijat. Ini lagi-lagi merupakan bagian yang bersifat descriptive, dan tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang ditangkap / dipenjarakan pasti dibebaskan secara mujijat. Kenyataannya Yohanes Pembaptis dipenjarakan lalu dipenggal (Mat 14:3-12); Yesus sendiri ditangkap lalu disalibkan sampai mati, dan rasul Yakobus ditangkap lalu dipenggal (Kis 12:2).

· Yoh 11 menceritakan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian yang bersifat descriptive, sehingga tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang mati akan bangkit pada hari ke 4.

· Ada banyak bagian yang bersifat descriptive dalam Kitab Suci tentang hal-hal yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang bukan merupakan norma / hukum, dan karenanya tidak harus kita lakukan. Misalnya:

¨ Yesus tidak pernah menikah / pacaran. Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang kristen tidak boleh pacaran / menikah.

¨ Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Matius 4:1-11 Lukas 4:1-13). Ini tidak berarti bahwa semua orang kristen harus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun.

¨ Yesus dan Petrus berjalan di atas air (Matius 14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang kristen harus bisa melakukan hal itu.

¨ Yesus hanya mempunyai 12 murid (Matius 10:1-4). Ini tidak boleh diartikan seakan-akan Sekolah Theologia / gereja hanya boleh mempunyai 12 murid / jemaat.

b. Bagian Kitab Suci yang bersifat didactic (= bersifat pengajaran).

Bagian yang bersifat didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yunani: DIDAKHE), dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini adalah rumus / hukum / norma bagi kita.

Contoh:

· Kisah Para Rasul  16:31 yang berbunyi ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat’ adalah bagian yang bersifat didactic. Karena itu, ini merupakan hukum / norma, artinya setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat.

· Filipi 4:4 yang berbunyi ‘Bersukacitalah senantiasa’ adalah bagian yang bersifat didactic. Ini adalah hukum / norma bagi kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa.

· 10 Hukum Tuhan dalam Keluaran 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat didactic, sehingga merupakan hukum / norma bagi kita semua.

Jaman sekarang, karena kurangnya / tidak adanya pengertian tentang Hermeneutics, banyak orang tidak membedakan antara bagian yang bersifat descriptive dan bagian yang bersifat didactic, sehingga muncul banyak pengajaran salah yang ditimbulkan karena mereka menggunakan bagian yang bersifat descriptive sebagai rumus / hukum / norma, seolah-olah itu adalah bagian yang bersifat didactic.

Contoh:

· Mat 12:15b dan Matius 15:30 memang menggambarkan bahwa pada saat itu Yesus menyembuhkan semua orang sakit. Tetapi ini adalah bagian yang bersifat descriptive, sehingga sebetulnya tidak boleh dijadikan hukum / norma. Tetapi banyak orang menggunakan bagian yang bersifat descriptive ini sebagai hukum / norma, sehingga mereka berkata bahwa Yesus selalu menyembuhkan semua orang sakit. Ini menyebabkan mereka lalu mengajarkan bahwa setiap orang kristen harus sehat / sembuh dari penyakit, dan kalau tidak sembuh maka pasti orangnya kurang beriman atau berdosa.

Bahwa ini merupakan ajaran yang salah bisa terlihat dari ayat-ayat seperti 2Kor 12:7-10 Fil 2:26-27 1Timotius 5:23 2Timotius 4:20 yang jelas menunjukkan bahwa orang kristen, yang beriman dan saleh sekalipun, bisa sakit dan bahkan tidak disembuhkan dari penyakit itu.

· Kisah Para Rasul  2:1-11 menceritakan apa yang terjadi pada hari Pentakosta dimana rasul-rasul kepenuhan Roh Kudus lalu berbahasa Roh. Ini adalah bagian yang bersifat descriptive, tetapi banyak orang yang lalu menjadikan hal ini sebagai rumus / hukum / norma dan mereka mengajar bahwa orang yang menerima / dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa Roh. Menghadapi ajaran seperti ini ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:

¨ Kis 2:1-11 bersifat descriptive, jadi tidak boleh dijadikan rumus / hukum / norma!

¨ Ajaran tersebut tidak konsekwen karena mereka mengharuskan bahasa Rohnya saja, tetapi tidak mengharuskan adanya tiupan angin yang keras dan lidah-lidah api, yang jelas juga ada dalam bacaan itu (Kisah Para Rasul  2:2-3). Memang bahasa Rohnya gampang dipalsukan, tetapi tiupan angin dan lidah api sukar / tidak dapat dipalsukan!

¨ 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic dan mengajarkan bahwa hanya sebagian orang kristen yang menerima karunia bahasa Roh. Karena 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic maka bagian inilah yang harus dianggap sebagai norma / hukum / rumus!

· Cerita tentang tokoh-tokoh yang kaya dalam Perjanjian Lama, seperti Abraham, Daud, Ayub, dsb merupakan bagian yang bersifat descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan norma. Tetapi para penganut Theologia Kemakmuran menggunakan bagian-bagian ini sebagai norma, sehingga mereka lalu mengatakan bahwa orang kristen harus kaya.

Sekarang kita kembali pada apa yang sedang kita persoalkan. Andaikata Yesus dibaptis dengan baptisan selam, apakah kita juga harus menggunakan baptisan selam? Peristiwa baptisan terhadap Yesus dalam Matius 3:13-17 itu jelas merupakan bagian yang bersifat descriptive, dan karena itu tidak boleh dijadikan hukum / norma / rumus! Jadi, andaikata Yesus dibaptis dengan baptisan selam, itu tetap tidak mengharuskan kita untuk menggunakan baptisan selam juga!

c) Tentang Ro 6:3-4.

Roma 6:3-4 - “(3) Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya? (4) Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru”.

Merupakan suatu penafsiran yang dipaksakan kalau ada orang yang menganggap ayat ini sebagai ayat yang mendukung baptisan selam. Ayat ini hanya memaksudkan bahwa baptisan (tentu saja harus didahului dengan iman yang sejati kepada Kristus) mempersatukan kita dengan Kristus, sehingga kita mati dengan Dia, dikubur dengan Dia, dan bangkit dengan Dia.

Charles Hodge: “The reference is not to the mode of baptism, but to its effect. Our baptism unites us to Christ, so that we died with him, and rose with him” (= Ini tidak menunjuk pada cara baptisan, tetapi akibat / hasilnya. Baptisan kita mempersatukan kita dengan Kristus, sehingga kita mati dengan Dia, dan bangkit dengan Dia) - ‘Romans’, hal 300.

d) Ada banyak kasus baptisan dalam Kitab Suci dimana rasanya tidak mungkin digunakan baptisan selam.

Saya masih ingin menambahkan argumentasi lain untuk menentang keharusan baptisan selam, yaitu: ada banyak kasus dimana rasanya tidak mungkin dilakukan baptisan selam. Dan ingat satu hal ini: keharusan menggunakan baptisan selam akan gugur begitu ada satu contoh dalam Kitab Suci dimana digunakan baptisan yang bukan selam!

Dalam Kitab Suci ada banyak contoh dimana baptisan tidak dilakukan di sungai. Juga tidak diceritakan adanya kolam yang memungkinkan baptisan selam (Kisah Para Rasul  2:41 Kisah Para Rasul  9:18 Kisah Para Rasul  10:47-48 Kisah Para Rasul  16:33).

Kis 16:33 adalah contoh yang paling kuat untuk menunjukkan bahwa baptisan tidak dilakukan dengan penyela­man karena hal itu terjadi di dalam penjara! Apakah penjara mempunyai kolam renang untuk melakukan baptisan selam?

Kisah Para Rasul 16:27-34 - “(27) Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat pintu-pintu penjara terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena ia menyangka, bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28) Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!’ (29) Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas. (30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ (31) Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’ (32) Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya. (33) Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis. (34) Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah”.

Kis 2:41 - “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa”.

Charles Hodge, seorang ahli theologia Reformed dan pendukung baptisan percik, berkata:

“In Acts 2:41, three thousand persons are said to have been baptized at Jerusalem apparently in one day at the season of Pentecost in June; and in Acts 4:4, the same rite is necessarily implied in respect to five thousand more. ... There is in summer no running stream in the vicinity of Jerusalem, except the mere rill of Siloam of a few rods in length; and the city is and was supplied with water from its cistern and public reservoirs. From neither of these sources could a supply have been well obtained for the immersion of eight thousand persons. The same scarcity of water forbade the use of private baths as a general custom” [= Dalam Kis 2:41, dikatakan bahwa 3000 orang dibaptiskan di Yerusalem, dan itu jelas terjadi dalam satu hari pada musim Pentakosta di bulan Juni; dan dalam Kis 4:4, secara tidak langsung bisa dipastikan bahwa upacara yang sama dilakukan terhadap 5000 orang lebih. ... Pada musim panas, tidak ada sungai mengalir di Yerusalem dan sekitarnya, kecuali sungai kecil dari Siloam yang panjangnya beberapa rod (Catatan: 1 rod = 5 meter); dan kota itu, baik sekarang maupun dulu, disuplai dengan air dari bak / tangki air dan waduk / kolam air milik / untuk umum. Tidak ada dari sumber-sumber ini yang bisa menyuplai air untuk menyelam 8000 orang. Kelangkaan air yang sama melarang penggunaan bak mandi pribadi sebagai suatu kebiasaan umum] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.

Catatan: Kis 4:4 seharusnya ‘menjadi 5000 orang’, bukan ‘bertambah dengan 5000 orang’.

Charles Hodge lalu menambahkan sebagai berikut:

“The baptismal fonts still found among the ruins of the most ancient Greek churches in Palestine, as at Tekoa and Gophna, and going back apparently to very early times, are not large enough to admit of baptism of adult persons by immersion, and were obviously never intended for that use” (= Bak-bak untuk membaptis yang ditemukan di antara reruntuhan dari gereja-gereja Yunani kuno di Palestina, seperti di Tekoa dan Gophna, dan jelas berasal dari waktu yang sangat awal, tidak cukup besar untuk baptisan orang dewasa dengan cara penyelaman, dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk penggunaan seperti itu) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 534.

Sekarang mari kita melihat baptisan sida-sida dalam Kisah Para Rasul 8:35-40 - “(35) Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya. (36) Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-sida itu: ‘Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?’ (37) [Sahut Filipus: ‘Jika tuan percaya dengan segenap hati, boleh." Jawabnya: ‘Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah.’] (38) Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. (39) Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita. (40) Tetapi ternyata Filipus ada di Asdod. Ia berjalan melalui daerah itu dan memberitakan Injil di semua kota sampai ia tiba di Kaisarea”.

Apakah ini adalah baptisan selam? Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian ini:

1. Dalam ay 36 ada kata-kata ‘ada air’.

Dalam bahasa Yunani: TI HUDOR [a certain water / some water (= air tertentu / sedikit air)]. Jadi ini menunjuk pada sedikit air, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.

Charles Hodge: “He was travelling through a desert part of the country towards Gaza, when Philip joined him, ‘And as they went on their way they came unto a certain water (EPI TI HUDOR, to some water)’. There is no known stream in that region of sufficient depth to allow of the immersion of a man” [= Ia sedang bepergian melalui bagian padang pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika Filipus bergabung dengannya, ‘Dan ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka sampai pada air tertentu (EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu tidak diketahui adanya sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan penyelaman seorang manusia] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 535.

2. Dalam ay 38-39 dikatakan ‘turun ke dalam air ... keluar dari air’.

Apakah ini menunjuk pada baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus, istilah ini bisa diartikan 2 macam, yaitu:

a. Sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air.

b. Sida-sida itu turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata kakinya, lalu keluar dari air.

Untuk mengetahui yang mana yang benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah Kis 8:38-39 itu sekali lagi. Perhatikan bahwa di situ dikatakan: “dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, ...”.

Kalau istilah ‘turun ke dalam air’ dan ‘keluar dari air’ diartikan sebagai baptisan selam, itu menunjukkan bahwa Filipus, sebagai orang yang membaptis, juga ikut diselam! Ini jelas tidak mungkin. Jadi dari 2 kemungkinan di atas, yang benar adalah kemungkinan kedua. Ini juga cocok dengan point pertama di atas yang menunjukkan bahwa air di situ cuma sedikit, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.

e) Hal-hal lain yang mendukung baptisan percik:

1. Penekanan arti baptisan adalah sebagai simbol penyucian / purification. Padahal dalam Kitab Suci penyucian / purification selalu disimbolkan dengan percikan:

· Keluaran 24:8 - “Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: ‘Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini.’”.

Kitab Suci Indonesia salah terjemahan; kata ‘menyiramkannya’ seharusnya adalah ‘memercikkannya’. NIV: ‘sprinkled’ (= memercikkan).

· Kel 29:16,21 - “(16) Haruslah kausembelih domba jantan itu dan kauambillah darahnya dan kausiramkan pada mezbah sekelilingnya. ... (21) Haruslah kauambil sedikit dari darah yang ada di atas mezbah dan dari minyak urapan itu dan kaupercikkanlah kepada Harun dan kepada pakaiannya, dan juga kepada anak-anaknya dan pada pakaian anak-anaknya; maka ia akan kudus, ia dan pakaiannya, dan juga anak-anaknya dan pakaian anak-anaknya”.

Kitab Suci Indonesia salah terjemahan; kata ‘kausiramkan’ dalam Keluaran 29:16 seharusnya adalah ‘percikkanlah’ [NIV: ‘sprinkle’ (= percikkanlah)].

· Imamat 7:14 - “Dan dari padanya, yakni dari setiap bagian persembahan itu haruslah dipersembahkannya satu roti sebagai persembahan khusus bagi TUHAN. Persembahan itu adalah bagian imam yang menyiramkan darah korban keselamatan”.

Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena kata ‘menyiramkan’ seharusnya adalah ‘memercikkan’ [NIV: ‘sprinkles’ (= memercikkan)].

· Im 14:7,51 - “(7) Kemudian ia harus memercik tujuh kali kepada orang yang akan ditahirkan dari kusta itu dan dengan demikian mentahirkan dia, lalu burung yang hidup itu haruslah dilepaskannya ke padang. ... (51) Lalu ia harus mengambil kayu aras dan hisop, kain kirmizi dan burung yang masih hidup itu, dan mencelupkan semuanya ke dalam darah burung yang sudah disembelih dan ke dalam air mengalir itu, kemudian ia harus memercik kepada rumah itu tujuh kali”.

· Imamat 16:14 - “Lalu ia harus mengambil sedikit dari darah lembu jantan itu dan memercikkannya dengan jarinya ke atas tutup pendamaian di bagian muka, dan ke depan tutup pendamaian itu ia harus memercikkan sedikit dari darah itu dengan jarinya tujuh kali”.

· Bilangan 8:7 - “Beginilah harus kaulakukan kepada mereka untuk mentahirkan mereka: percikkanlah kepada mereka air penghapus dosa, kemudian haruslah mereka mencukur seluruh tubuhnya dan mencuci pakaiannya dan dengan demikian mentahirkan dirinya”.

· Bilangan 19:18 - “Kemudian seorang yang tahir haruslah mengambil hisop, mencelupkannya ke dalam air itu dan memercikkannya ke atas kemah dan ke atas segala bejana dan ke atas orang-orang yang ada di sana, dan ke atas orang yang telah kena kepada tulang-tulang, atau kepada orang yang mati terbunuh, atau kepada mayat, atau kepada kubur itu”.

· Yesaya 52:15 - “demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami”.

RSV: ‘so shall he startle many nations’ (= demikianlah ia akan mengejutkan banyak bangsa).

KJV: ‘so shall he sprinkle many nations’ (= demikianlah ia akan memerciki banyak bangsa).

NIV: ‘so will he sprinkle many nations’ (= demikianlah ia akan memerciki banyak bangsa).

NASB: ‘Thus He will sprinkle many nations’ (= Demikianlah ia akan memerciki banyak bangsa).

¨ Terjemahan Kitab Suci Indonesia (juga RSV) diambil dari Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani). Adam Clarke (hal 202) mengatakan bahwa ada seorang penafsir yang mengatakan bahwa Septuaginta bisa menterjemahkan ‘astonish’ / ‘tercengang’, karena orang yang diperciki air (secara tiba-tiba, dan pada mukanya) akan kaget / tercengang. Tetapi Clarke sendiri tidak setuju dengan teori ini, dan memang teori ini rasanya terlalu dibuat-buat. Jadi tidak jelas bagaimana Septuaginta bisa menterjemahkan seperti itu.

¨ Barnes’ Notes (hal 257) mengatakan terjemahan ‘sprinkle’ (= memerciki) memang sesuai dengan arti kata Ibraninya, dan menambahkan bahwa dimanapun kata ini muncul dalam Kitab Suci (Kel 29:21 Imamat 5:9 Im 6:6-17,27 Im 8:11,30 Im 14:7,16,27,51 Im 16:14,15,19 Bilangan 8:7 Bil 19:4,18,19,21 2Raja 9:33 Yesaya 63:3) selalu diterjemahkan ‘sprinkle’ (= memerciki).

· Ibr 9:13,19,21 - “(13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, ... (19) Sebab sesudah Musa memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop, lalu memerciki kitab itu sendiri dan seluruh umat, ... (21) Dan juga kemah dan semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian dengan darah”.

· Ibrani 10:22 - “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni”.

Kitab Suci Indonesia salah terjemahan; kata-kata ‘telah dibersihkan’ seharusnya adalah ‘telah diperciki’ [NIV: ‘sprinkled to cleanse’ (= diperciki untuk membersihkan)].

· Ibrani 12:24 - “dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”.

2. Lukas 3:16 - “Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: ‘Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasutNyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”.

Perhatikan kata-kata ‘Aku membaptis kamu dengan air’ (I baptize you with water).

Kata-kata ‘with water’ / ‘dengan air’ (Yunani: HUDATI) ini tidak cocok diartikan menunjuk pada baptisan selam, karena kita tidak berkata ‘aku menyelam kamu dengan air’ tetapi kita berkata ‘aku menyelam kamu di dalam air’. Tetapi kalau baptisan itu adalah percik / tuang, maka kata-kata ‘dengan air’ itu cocok.

Matius 3:11, yang merupakan ayat paralel dari Lukas 3:16, memang menggunakan kata Yunani EN, tetapi kata Yunani EN bukan hanya bisa diartikan sebagai in (= di dalam), tetapi juga sebagai with (= dengan). KJV/RSV/NIV/NASB: ‘with water’ (= dengan air).

Kesimpulan: baptisan selam bukan satu-satunya baptisan yang sah. Karena itu kalau saudara sudah dibaptis dengan baptisan percik atau tuang, jangan percaya kepada orang yang mengharuskan saudara dibaptis ulang dengan baptisan selam. Ingat bahwa pada waktu saudara dibaptis ulang, saudara menghina baptisan yang pertama! 

5) Orang yang dibaptis.

a) Orang dewasa.

Syarat: orangnya percaya kepada Kristus (Kisah Para Rasul  2:41 Kisah Para Rasul  8:37  Kisah Para Rasul  16:14-15 Kisah Para Rasul  16:31-34).

Pendeta tidak bisa mengetahui apakah seseorang betul-betul percaya kepada Kristus atau tidak, dan karena itu pendeta membaptis berdasarkan pengakuan orang itu, bahwa ia percaya kepada Yesus. Perkecualian hanya pada kasus dimana terlihat dengan jelas bahwa orangnya belum sungguh-sungguh percaya, misalnya kalau ia masih menggunakan kuasa gelap. Dalam hal ini pendeta bisa menolak untuk membaptis, sekalipun orang itu mengaku percaya kepada Yesus dan mau dibaptis.

b) Bayi / anak kecil.

Dasar dari baptisan bayi / anak kecil:

1. Dalam Perjanjian Lama, sunat dilakukan terhadap bayi berusia 8 hari (Kejadian 17:9-14). Lalu dalam Perjanjian Baru, sunat dihapus (Kisah Para Rasul  15:1-2 Kisah Para Rasul 21:21 Galatia 2:3-5 Galatia 5:2-6 Galatia 6:12-15) dan diganti dengan baptisan (Kolose 2:11-12). Karena itu, kalau sunat dilakukan terhadap bayi, mengapa baptisan tidak?

2. Ada 3 peristiwa dalam Kitab Suci dimana dilakukan baptisan sekeluarga / seisi rumah, yaitu Kis 16:15 Kisah Para Rasul  16:33 1Korintus 1:16. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari peristiwa-peristiwa ini:

a. Mungkin sekali dalam peristiwa-peristiwa ini ada bayi / anak yang juga dibaptis.

b. 3 peristiwa itu menunjukkan bahwa baptisan sekeluarga / seisi rumah adalah sesuatu yang umum. Dan kalau dalam keluarga ada bayi, maka pasti ikut dibaptis.

3. Syarat baptisan dimana orangnya harus percaya adalah syarat bagi orang dewasa, bukan bagi bayi.

6) Pengulangan baptisan.

Setiap baptisan yang dilakukan gereja yang secara teoritis mengakui Allah Tritunggal (termasuk Gereja Roma Katolik), adalah sah dan tidak perlu diulang. Bahkan sekalipun pada waktu dibaptis orangnya belum sungguh-sungguh percaya, dan lalu suatu hari ia bertobat dengan sungguh-sungguh, ia tidak perlu dibaptis ulang.

Baptisan ulang hanya perlu / harus dilakukan kalau:

a) Baptisan itu dilakukan oleh gereja sesat yang secara teoritis tidak mengakui Allah Tritunggal, seperti Saksi Yehuwa.

Karena itu hati-hatilah dalam memilih gereja, karena sekarang juga ada gereja-gereja Liberal, yang secara teoritis tidak lagi mengakui Allah Tritunggal. 

b) Baptisan itu dilakukan bukan dengan menggunakan air, seperti baptisan menggunakan bendera dari gereja Bala Keselamatan (Salvation Army). Pembaptisan dengan bendera sama sekali tidak Alkitabiah, karena tidak ada dasar Kitab Sucinya sama sekali. Ini bukan baptisan, dan karena itu jelas harus diulang (sebetulnya bukan ‘diulang’ karena baptisan yang pertama itu sebetulnya bukan baptisan).

II) Perjamuan Kudus.

1) Ini juga diperintahkan oleh Tuhan (Matius 26:26-28 1 Korintus 11:23-26).

Sama seperti baptisan, sekalipun Perjamuan Kudus tidak bisa mengampuni dosa ataupun menyelamatkan kita, tetapi karena ini diperintahkan oleh Tuhan, harus kita taati.

Berbeda dengan baptisan yang dilakukan hanya 1 x, maka Perjamuan Kudus harus dilakukan berulang-ulang (1Kor 11:25b - ‘setiap kali kamu meminumnya’).

Dalam memerintahkan Perjamuan Kudus, Tuhan tidak menentukan berapa sering kita harus melakukan Perjamuan Kudus. Jadi, itu tergantung kebijaksanaan gereja.

2) Simbol yang kelihatan dalam Perjamuan Kudus.

Simbol-simbol yang kelihatan dalam Perjamuan Kudus ialah:

a) Roti dan anggur yang menggambarkan tubuh dan darah Kristus.

b) Pemecahan roti dan penuangan anggur, yang menggambarkan penghancuran tubuh Kristus dan pencurahan darah Kristus.

3) Arti Perjamuan Kudus.

Ada 4 pandangan tentang arti Perjamuan Kudus:

a) Pandangan Gereja Roma Katolik.

1. Pada waktu pastor / imam berkata: ‘HOC EST CORPUS MEUM’ (= ‘This is My body’ / ‘Inilah tubuhKu’), maka roti betul-betul berubah menjadi tubuh Kristus, dan anggur betul-betul berubah menjadi darah Kristus.

2. Doktrin ini disebut TRANSUBSTANTIATION (= a change of substance / perubahan zat).

3. Thomas Aquinas (1225-1274):

“The substance of bread and wine are changed into the body and blood of Christ during communion while the accidents (appear­ence, taste, smell) remain the same” [= Zat dari roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus pada saat komuni, sementara accidentsnya (penampilannya / kelihatannya, rasanya, baunya) tetap sama].

4. Dengan demikian Perjamuan Kudus dalam Roma Katolik dianggap sebagai pengulangan pengorbanan Kristus.

Keberatan terhadap pandangan ini:

a. Tubuh Kristus bukan Allah, sehingga tidak maha ada. Sekarang tubuh Kristus ada di surga, dan karenanya Yesus tidak bisa hadir secara jasmani dalam Perjamuan Kudus!

b. Kitab Suci menyatakan bahwa Yesus dikorbankan hanya satu kali saja. Bdk. Ibrani 9:28 - “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.

b) Martin Luther / Gereja Lutheran.

1. Roti dan anggur tetap tidak berubah tetapi Kristus hadir secara jasmani baik di dalam, dengan / bersama, di bawah (in, with and under) roti dan anggur.

2. Doktrin ini disebut CONSUBSTANTIATION.

Keberatan terhadap pandangan ini:

Sama seperti terhadap pandangan Roma Katolik, pandangan Luther / Lutheran tetap menunjukkan bahwa tubuh Kristus harus maha ada (karena tubuh Kristus itu harus hadir di setiap tempat yang mengadakan Perjamuan Kudus, dan sekaligus juga di surga). Ini tidak benar. Tubuh Kristus bukan Allah sehingga tidak maha ada.

c) Zwingli / Gereja Baptis.

Perjamuan Kudus hanyalah peringatan pengorbanan Kristus.

d) Pandangan Calvin / Reformed.

1. Kristus bukan hadir secara jasmani, tetapi secara rohani. Jadi Perjamuan Kudus adalah suatu persekutuan dengan Kristus. Bdk. 1Kor 10:16 - “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?”.

2. Perjamuan Kudus bukan sekedar merupakan peringatan. Kalau memang sekedar peringatan, mengapa ada ayat-ayat seperti 1Kor 11:26-30?

1Korintus 11:26-30 - “(26) Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. (27) Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. (28) Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. (29) Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. (30) Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal”.

Kalau Perjamuan Kudus itu hanya merupakan peringatan, mengapa bisa ada hukuman Tuhan atas orang-orang yang mengikuti Perjamuan Kudus dengan cara yang tidak layak?

3. Roti menguatkan kita dan anggur memberikan sukacita. Bahwa dalam Perjamuan Kudus digunakan roti dan anggur menunjukkan bahwa Perjamuan Kudus bisa menguatkan iman kita dan memberikan sukacita. Tetapi tentu saja syarat dalam 1Korintus 11:27-32 harus ditaati.

4. Perjamuan Kudus juga menggambarkan persekutuan orang percaya, karena makan dan minum dari roti dan anggur yang satu / sama. Bdk. 1Korintus 10:17 - “Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu”.

Catatan: sebetulnya kata ‘satu’ dalam 1Kor 10:17 ini tidak cocok dengan penggunaan hosti dalam Perjamuan Kudus, karena dalam penggunaan hosti ‘satu roti’ itu tidak terlihat.

Charles Hodge (tentang 1Korintus 10:16): “The custom, therefore, of using a wafer placed unbroken in the mouth of the communicant, leaves out an important significant element in this sacrament.” [= Karena itu, kebiasaan / tradisi menggunakan hosti, yang diletakkan secara utuh di dalam mulut dari peserta Perjamuan Kudus, menghapuskan suatu elemen berarti yang penting dalam sakramen ini.] - ‘I & II Corinthians’, hal 189-190.

4) Siapa yang boleh mengikuti Perjamuan Kudus?

1Kor 11:27-32 - “(27) Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. (28) Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. (29) Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. (30) Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal. (31) Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita. (32) Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia”.

1Korintus 11:27-32 ini jelas menunjukkan bahwa tidak sembarang orang boleh mengikuti Perjamuan Kudus. Orang yang boleh ikut hanyalah orang yang memenuhi semua syarat di bawah ini.

a) Sudah sungguh-sungguh percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan.

b) Sudah dibaptis.

Dalam Perjanjian Lama, orang yang belum disunat tidak boleh mengikuti Perjamuan Paskah.

Kel 12:44,48 - “(44) Seorang budak belian barulah boleh memakannya, setelah engkau menyunat dia. ... (48) Tetapi apabila seorang asing telah menetap padamu dan mau merayakan Paskah bagi TUHAN, maka setiap laki-laki yang bersama-sama dengan dia, wajiblah disunat; barulah ia boleh mendekat untuk merayakannya; ia akan dianggap sebagai orang asli. Tetapi tidak seorangpun yang tidak bersunat boleh memakannya”.

Karena itu, dalam Perjanjian Baru, orang yang belum dibaptis juga tidak boleh mengikuti Perjamuan Kudus. Ini sebetulnya logis, karena orang yang belum mengikuti sakramen pertama tentu tidak boleh mengikuti sakramen yang kedua.

c) Tidak hidup dalam dosa / memegangi dosa dengan sikap tegar tengkuk.

III) Penyalah-gunaan sakramen.

Jaman sekarang ini ada banyak penyalah-gunaan sakramen, baik Baptisan maupun Perjamuan Kudus, khususnya yang dilakukan oleh Yesaya Pariadji (GBI Tiberias), dimana sakramen dilakukan untuk melakukan, mujijat, menyembuhkan orang sakit, dan sebagainya.

Penyalah-gunaan yang dilakukan oleh Pdt. Yesaya Pariadji (GBI Tiberias) dalam hal-hal ini:

a) Penyalah-gunaan baptisan.

1. Baptisan untuk menyembuhkan.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Ir. Chen Ying dari Beijing, bertobat dan dibaptis. Sejak lahir tuli sebelah. Cukup dalam Nama Tuhan Yesus dan dibaptis langsung disembuhkan, langsung mendengar. Dia mencari Boksu di Tiberias untuk di baptis, sebelum kembali ke Beijing” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 2.

Tanggapan saya:

Dalam pelajaran di atas telah saya ajarkan ajaran Kitab Suci tentang makna dari baptisan. Dalam Kitab Suci tidak pernah ada praktek / ajaran yang menunjukkan bahwa baptisan bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit!

2. Baptisan untuk membakar setan.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Satu contoh suasana Neraka Saudara bisa lihat dalam Baptisan. ... banyak pelepasan setan-setan seperti dibakar. Ini bukti bahwa saya diajar Tuhan untuk membaptis yang benar, maka bila orang yang dibaptis berisi setan, setannya berteriak kepanasan seperti dibakar, ada juga yang lari seperti foto pada buletin setannya lompat ke atap, ada yang lari masuk pohon, dan lain sebagainya. Itulah orang yang masih diikat oleh setan, waktu dibaptis setannya berteriak karena dibakar oleh Api Roh Kudus.” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 15-16.

Tanggapan saya:

a. Jadi dalam Kitab Suci tidak ada baptisan yang benar, karena tidak pernah ada terjadi seperti itu?

b. Dalam Kitab Suci, tidak pernah ada ajaran / praktek dimana baptisan digunakan untuk membakar setan. Bahkan membakar setan tak pernah ada, baik dilakukan dengan baptisan atau cara lain manapun juga. Pada akhir jaman setan akan dibuang ke neraka dan dibakar (Wah 20:10), tetapi itu tidak akan terjadi sebelumnya!

Wahyu 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.

c) Penyalah-gunaan Perjamuan Kudus.

1. Perjamuan Kudus dianggap penuh kuasa / mujijat untuk membuktikan kuasa darah Yesus.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “saya diberikan pelajaran tentang Perjamuan Kudus dengan ciri-ciri penuh kuasa dan penuh mujijat untuk membuktikan kuasa ‘Darah Yesus’” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi III / Tahun I, hal 10.

Tanggapan saya:

Ini sama sekali menyimpang dari tujuan Perjamuan Kudus, karena 1Kor 11:23-26 berkata sebagai berikut: “(23) Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti (24) dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’ (25) Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!’ (26) Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang”.

Jelas bahwa Perjamuan Kudus bertujuan untuk memperingati dan memberitakan kematian Tuhan Yesus bagi kita, bukan untuk menunjukkan kuasa darah Yesus dalam melakukan mujijat!

Juga sepanjang yang saya ketahui dari Kitab Suci, darah Yesus memang mempunyai kuasa dalam mengampuni dosa kita, tetapi tidak pernah dikatakan mempunyai kuasa dalam melakukan mujijat.

2. Perjamuan Kudus diberikan / dilakukan untuk melakukan kesembuhan.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jadi kenapa orang sakit bisa sembuh dengan menerima Perjamuan Kudus? Karena darahku telah diurapi dengan darah Yesus yaitu otomatis darah Yesus yang mengalir dalam tubuh kita, itulah yang menyembuhkan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.

Tanggapan saya:

a. Anggur dalam Perjamuan Kudus bukan betul-betul darah Kristus, tetapi hanya merupakan simbol dari darah Kristus. Bagaimana mungkin dengan orang minum anggur itu lalu darah Yesus betul-betul mengalir dalam tubuhnya?

b. Setelah kenaikan Yesus ke surga, manusia Yesus (tubuh, tulang, darah) ada di surga (Kis 3:21), tidak di dunia! Sebagai Allah, Yesus memang maha ada, tetapi sebagai manusia, Ia tidak maha ada.

Kis 3:21 - “Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabiNya yang kudus di zaman dahulu”.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Vicky, dinubuatkan Pdt. Pariadji dibebaskan daripada kutuk pisau operasi pada perutnya, dengan diberikan Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 2.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “di waktu ibadah Natal yang diadakan di Stadion Utama Senayan lebih dari 20 orang kami tampilkan untuk bersaksi. Ada dua orang yang bersaksi bangkit dari maut, ada yang dilepaskan dari sakit alergi, sakit kanker tumor, sakit leukemia yaitu seorang ibu yang saya perintahkan minggu ini 3-4 kali ikut perjamuan pasti tidak akan sakit lagi dan terbukti” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Ada seorang ibu yang anaknya menderita alergi hanya dengan Darah Yesus, dengan menerima Perjamuan Kudus anak itu disembuhkan. Ada orang yang sudah 60 tahun sakit pernafasan, tidak bisa niup padam api lilin, namanya pak Mathias. Saya katakan saat ini Anda bisa meniup ratusan lilin. Jadi setelah mengikuti perjamuan, saya perintahkan satu pekerja untuk menyediakan sepuluh buah lilin untuk siap ditiup, dan kesepuluh lilin itu padam ditiupnya. Jadi kelihatannya sangat sederhana sekali hanya dengan mengikuti sekali Perjamuan Kudus orang sudah bisa disembuhkan dari sakit alergi, sakit bengek atau sesak nafas” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jelas bahwa akal manusia tidak bisa menjangkau kuasa Allah karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh ilmu manusia dengan hanya mengikuti sekali Perjamuan Kudus bisa sembuh” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Lukas, dibebaskan daripada sakit Leukemia, setelah Penyerahan Anak dan Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi II / Tahun I, hal 2.

Tanggapan saya:

Penggunaan Perjamuan Kudus untuk memberikan kesembuhan ini sama sekali menyimpang dari tujuan Perjamuan Kudus, karena 1Kor 11:23-26 berkata sebagai berikut: “(23) Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti (24) dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’ (25) Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!’ (26) Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang”.

Jelas bahwa Perjamuan Kudus bertujuan untuk memperingati dan memberitakan kematian Tuhan Yesus bagi kita, bukan untuk menyembuhkan penyakit!

3. Perjamuan Kudus menyebabkan seseorang bisa mendapatkan jabatan di atas tingkatan manager, yaitu tingkatan direktur ke atas.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Sesudah itu barulah Perjamuan Kudus dilaksanakan. Hamba-Nya Pdt. Yesaya Pariadji menantang peserta retret untuk maju ke depan untuk didoakan. Doa itu meliputi penyempurnaan kehidupan masa depan. Hamba-Nya menjelaskan melalui Perjamuan Kudus ada kuasa yang tiada taranya. Dengan kuasa-Nya Tuhan mampu menyiapkan anak-anak-Nya bukan hanya dalam tingkatan manager tetapi lebih dari itu yaitu tingkatan direktur keatas. Sebab kalau Allah sudah membuka tidak ada seorangpun yang bisa menutupnya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 42.

Tanggapan saya:

a. Lagi-lagi ini merupakan ajaran / praktek yang sama sekali tdak mempunyai dasar Kitab Suci. Perjamuan Kudus tak pernah dimaksudkan untuk hal konyol seperti itu!

b. Aneh juga bahwa rasul-rasul yang mengikuti Perjamuan Kudus yang dipimpin Yesus sendiri ternyata tidak menjadi manager ataupun direktur. Demikian juga dengan orang-orang kristen abad pertama yang mengikuti Perjamuan Kudus yang dipimpin oleh rasul-rasul sendiri. Mereka tidak menjadi manager / direktur, bahkan mayoritas orang-orang kristen abad pertama miskin. Kelihatannya Pdt. Yesaya Pariadji lebih sakti dari pada Yesus dan rasul-rasul sendiri! Atau, Perjamuan Kudus yang dia lakukan lebih benar dari pada Perjamuan Kudus yang dilakukan oleh Yesus maupun rasul-rasul.

c. Apakah jemaat Pdt. Yesaya Pariadji, yang pasti telah mengikuti ‘Perjamuan Kudus yang benar’ dari Pdt. Yesaya Pariadji, semuanya adalah manager dan direktur?

4. Perjamuan Kudus menyebabkan orang yang bodoh menjadi pandai.

Pdp. Dolf Mailangkay (team redaksi dari majalah ‘Tiberias’): “ada seorang anak yang boleh dikatakan ‘bodoh’ tetapi setelah dilayani dengan perjamuan kudus yang benar anak tersebut menjadi pandai. Dan akhirnya anak tersebut menjadi dosen di Amerika. ... otak yang pas-pasan bisa menjadi cemerlang oleh karena kuasa Perjamuan Kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 39.

Tanggapan saya:

a. Lagi-lagi suatu ajaran / praktek yang sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci. Dalam Kitab Suci Perjamuan Kudus tak pernah dilakukan untuk membuat seseorang jadi pandai.

b. Penulis dari kutipan di atas (Pdp. Dolf Mailangkay), jelas adalah orang dari GBI Tiberias. Jadi, ia pasti mengikuti ‘Perjamuan Kudus yang benar’. Tetapi tulisannya tidak menunjukkan dia sebagai orang pandai, sebaliknya menunjukkan kebodohan rohani yang luar biasa! Tidak mengherankan, karena buah jatuh tak jauh dari pohonnya! Kalau guru kencing berdiri, pasti muridnya kencing berlari!.SAKRAMEN BAPTISAN DAN PERJAMUAN KUDUS
Next Post Previous Post