DOSA DAN HUKUMAN DOSA
Pdt.Budi Asali, M.Div.
1) Pentingnya kesadaran akan dosa.
Dalam point ini, yang menjadi tujuan saya bukanlah sekedar supaya saudara merasa bahwa diri saudara adalah orang yang berdosa, tetapi supaya saudara sadar bahwa diri saudara adalah orang yang penuh dengan dosa, sangat berdosa. Saya ingin menyadarkan saudara bahwa saudara bukan putih, ataupun abu-abu, ataupun putih dengan bintik-bintik hitam, tetapi hitam legam!
Kesadaran akan dosa seperti itu adalah sesuatu yang sangat penting, karena kalau kita tidak menyadari bahwa kita adalah orang yang berdosa seperti itu, maka kita tidak akan merasa butuh seorang Juruselamat.
Orang yang merasa dirinya baik adalah orang yang paling jauh dari keselamatan / paling tidak bisa diselamatkan.
Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:
· Roma 10:1-3 - “(1) Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. (2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.
· Lukas 16:15 - “Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah”.
· Lukas 18:9-14 - “(9) Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: (10) ‘Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. (11) Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; (12) aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. (13) Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. (14) Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.’”.
Perhatikan beberapa kutipan di bawah ini:
¨ Thomas Carlyle: “The deadliest sins were the consciousness of no sin” (= Dosa-dosa yang paling mematikan adalah kesadaran terhadap tidak adanya dosa) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 605.
¨ Martin Luther: “The recognition of sin is the beginning of salvation” (= Pengenalan akan dosa adalah permulaan dari keselamatan) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 607.
¨ Charles Haddon Spurgeon: “Nothing is more deadly than self-righteousness, or more hopeful than contrition” (= Tidak ada apapun yang lebih mematikan dari pada perasaan bahwa diri sendiri itu benar, atau yang lebih memberikan pengharapan dari pada perasaan berdosa) - ‘Morning and Evening’, September 29, morning.
¨ Anonymous: “There is more hope for a self-convicted sinner than there is for a self-conceited saint” (= Ada lebih banyak harapan untuk orang berdosa yang sadar akan dosanya sendiri dari pada harapan yang ada bagi ‘seorang kudus’ yang menipu dirinya sendiri) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotation’, hal 345.
Alkitab jelas mengatakan tak ada orang yang baik. Roma 3:12 - “Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”.
Tetapi celakanya, ada banyak orang yang merasa dirinya baik. Ini adalah ‘orang kudus’ yang menipu dirinya sendiri. Contohnya adalah ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada jaman Yesus.
Kesadaran akan dosa sendiri itu begitu penting, dan karena itu kalau dalam pelajaran ini saudara sepertinya ‘ditelanjangi’ dosa-dosanya, maka:
a) Jangan menjadi marah.
Yakobus 1:19-22 - “(19) Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; (20) sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. (21) Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. (22) Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri”.
Kontext dari Yakobus 1:19 itu adalah dalam urusan mendengar Firman Tuhan. Jadi ayat itu memperingatkan kita supaya tidak cepat marah pada saat mendengar Firman Tuhan.
Barnes’ Notes (tentang Yak 1:19): “The particular point here is, however, not that we should be slow to wrath as a general habit of mind, which is indeed most true, but in reference particularly to the reception of the truth” (= Tetapi hal yang khusus / terutama di sini adalah, bukan bahwa kita harus lambat untuk marah sebagai suatu kebiasaan umum dari pikiran kita, yang memang merupakan sesuatu yang benar, tetapi berkenaan secara khusus dengan penerimaan kebenaran).
Barnes’ Notes (tentang Yak 1:19): “We should lay aside all anger and wrath, and should come to the investigation of truth with a calm mind, and an imperturbed spirit. A state of wrath or anger is always unfavorable to the investigation of truth. Such an investigation demands a calm spirit, and he whose mind is excited and enraged is not in a condition to see the value of truth, or to weigh the evidence for it” (= Kita harus mengesampingkan semua kemarahan dan kemurkaan, dan harus datang pada penyelidikan kebenaran dengan pikiran yang tenang, dan suatu roh yang tenang / tak terganggu. Suatu keadaan murka atau marah selalu tidak baik / tidak menguntungkan bagi penyelidikan kebenaran. Penyelidikan seperti itu menuntut suatu roh yang tenang, dan ia yang pikirannya dikacaukan / diprovokasi atau dijadikan marah tidaklah dalam suatu keadaan untuk melihat nilai dari kebenaran, atau untuk menimbang bukti dari kebenaran itu).
Calvin (tentang Yak 1:19): “as long as wrath bears rule there is no place for the righteousness of God” (= selama kemarahan memerintah di sana tidak ada tempat untuk kebenaran Allah).
Pada waktu mendengar Firman Tuhan seseorang bisa marah karena bermacam-macam alasan:
1. Waktu pergi ke gereja, hatinya sudah sumpek.
Ini bisa terjadi karena banyak hal. Mungkin karena di rumah bertengkar dengan istri, atau mungkin karena di jalan dipotong oleh becak / bemo, atau karena bermacam-macam hal lain yang terjadi sebelum orang itu datang ke gereja. Karena itu penting sekali kita datang ke gereja agak pagi, sekitar 15 menit sebelum kebaktian mulai, supaya bisa ada waktu untuk menenangkan diri dari kemarahan tersebut.
2. Khotbah itu menegur kehidupan saudara.
Misalnya saudara sering korupsi dan pengkhotbahnya membicarakan hukum ‘jangan mencuri’. Atau saudara sering berzinah, dan pengkhotbah berbicara tentang hukum ‘jangan berzinah’ dan sebagainya. Saudara harus belajar untuk mau dengan senang hati mendengar teguran dari Firman Tuhan yang menyatakan dosa-dosa saudara.
Perhatikan beberapa ayat dari Amsal ini:
· Amsal 10:17 - “Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat”.
· Amsal 12:1 - “Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu”.
· Amsal 15:5 - “Orang bodoh menolak didikan ayahnya, tetapi siapa mengindahkan teguran adalah bijak”.
· Amsal 15:10 - “Didikan yang keras adalah bagi orang yang meninggalkan jalan yang benar, dan siapa benci kepada teguran akan mati”.
· Amsal 15:32 - “Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi”.
Dan juga, saudara harus ingat bahwa kalau pengkhotbah memberitakan suatu teguran yang didasarkan Firman Tuhan, maka sebetulnya teguran itu datang dari Tuhan, dan bukan dari pengkhotbah itu sendiri. Jadi, kalau saudara marah, saudara marah kepada Tuhan, dan bukan kepada pengkhotbah itu saja.
3. Khotbah itu menyerang kepercayaan / doktrin / aliran saudara.
Pada waktu saudara mendengar suatu ajaran yang bertentangan / berbeda dengan apa yang selama ini saudara percayai, jangan cepat-cepat menerima ataupun menolak / marah. Yang harus dilakukan adalah mendengar apa argumentasi / dasar Kitab Suci dari ajaran itu, lalu membandingkannya dengan argumentasi / dasar Kitab Suci dari apa yang selama itu saudara percayai. Kalau ajaran baru itu mempunyai argumentasi / dasar Kitab Suci yang lebih baik / kuat, maka saudara tidak boleh marah, atau bersikap acuh tak acuh, tetapi saudara harus menyesuaikan kepercayaan saudara dengan ajaran tersebut.
4. Saudara merasa pengkhotbah itu cuma bisa berkhotbah tetapi dia sendiri tidak melakukan khotbahnya. Dalam kasus seperti ini, ingat bahwa:
a. Seorang pengkhotbah harus mengkhotbahkan bukan hanya hal-hal yang bisa dia lakukan, tetapi juga hal-hal yang belum bisa ia lakukan. Kalau pengkhotbah hanya boleh mengkhotbahkan apa yang bisa ia lakukan dari Firman Tuhan, maka hanya sedikit yang bisa ia khotbahkan. Hukum terutama dalam Matius 22:37 tak bisa dikhotbahkan oleh siapapun, karena tak ada orang yang bisa melakukan hukum itu dengan sempurna! Seorang pengkhotbah harus mengkhotbahkan seluruh Firman Tuhan, dan tidak ada pengkhotbah yang bisa melakukan semua yang ia khotbahkan, kalau ia betul-betul mengkhotbahkan seluruh Firman Tuhan.
Alexander Whyte: “Only once did God choose a completely sinless preacher” (= Hanya satu kali Allah memilih seorang pengkhotbah yang sama sekali tidak berdosa) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 94.
b. Itu urusan pengkhotbah itu sendiri dengan Tuhan.
Roma 14:12 - “Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah”.
c. Saudara tetap wajib mendengar dan berusaha mentaati ajarannya yang benar itu.
Matius 23:1-3 - “(1) Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-muridNya, kataNya: (2) ‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. (3) Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya”.
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah ‘menduduki kursi Musa’. Artinya ‘telah menjadi pengajar Firman Tuhan’. Dalam Mat 23:3b Yesus mengatakan bahwa mereka hanya ‘mengajarkannya tetapi tidak melakukannya’. Tetapi dalam Mat 23:3a, Yesus tidak menyuruh murid-muridNya supaya tidak mendengar / mentaati mereka, tetapi sebaliknya, tetap menyuruh mereka mentaati ajaran itu (selama ajaran itu benar).
Ilustrasi: kalau saudara bersama-sama teman-teman sekerja saudara sedang bicara dengan keras, bergurau, sehingga menimbulkan kegaduhan dalam tempat kerja saudara, lalu boss saudara merasa terganggu, dan ia lalu menyuruh seorang pegawai lain untuk menyuruh saudara tenang, maka saudara harus menuruti perintah itu, tak peduli pegawai yang disuruh boss itu sendiri membuat keributan! Kalau ia sendiri ribut, itu urusan dia dengan boss, tetapi urusan saudara adalah mentaati boss saudara!
Ada saat dimana seseorang bukan hanya boleh marah, tetapi harus marah, pada saat mendengar suatu khotbah, yaitu pada saat pengkhotbah memberikan ajaran sesat. Tetapi perlu diingat bahwa kalau khotbah / ajaran itu sesat, maka sebetulnya itu bukanlah Firman Tuhan. Sabar pada waktu mendengar ajaran sesat, bukanlah sabar, tetapi bodoh / blo’on.
2 Korintus 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.
Wahyu 2:1-2 - “(1) ‘Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu. (2) Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.
Perhatikan bahwa dalam 2Kor 11:4 ‘kesabaran’ seseorang pada waktu mendengar ajaran sesat justru dikecam, dan dalam Wahyu 2:2 ‘ketidak-sabaran’ seseorang (atau ‘kemarahan’ seseorang) terhadap nabi-nabi palsu justru dipuji.
b) Jangan berhenti mengikuti pelajaran ini dengan alasan saudara merasa tidak damai, tidak sukacita dsb. Teguran dosa memang bisa membuat kita sedih, sumpek, gelisah dan sebagainya. Tetapi itu tetap tidak boleh membuat kita berhenti mendengar.
Bdk. 2Korintus 7:8-10 - “(8) Jadi meskipun aku telah menyedihkan hatimu dengan suratku itu, namun aku tidak menyesalkannya. Memang pernah aku menyesalkannya, karena aku lihat, bahwa surat itu menyedihkan hatimu - kendatipun untuk seketika saja lamanya - (9), namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat. Sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah, sehingga kamu sedikitpun tidak dirugikan oleh karena kami. (10) Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian”.
Bandingkan Yudas Iskariot, yang berdukacita lalu bunuh diri, dengan Petrus, yang berdukacita (setelah menyangkal Yesus 3x) tetapi lalu bertobat.
Sebaliknya bersyukurlah atas kesadaran terhadap dosa itu, dan bertekunlah dalam belajar Firman Tuhan, karena dengan makin menyadari dosa, saudara akan lebih mudah untuk percaya kepada Yesus dan diselamatkan.
Sekarang bagaimana dengan orang-orang yang sudah sungguh-sungguh Kristen? Apakah kesadaran akan dosa juga perlu bagi mereka? Jelas ya! Bagi saudara yang adalah orang yang sudah betul-betul percaya kepada Kristus, kesadaran akan dosa itu tetap merupakan sesuatu yang sangat penting, karena:
1. Kesadaran terhadap dosa itu bisa memberikan kerendahan hati kepada saudara, dan menyebabkan saudara tidak sembarangan dalam menghakimi orang yang berbuat salah.
2. Kesadaran terhadap dosa itu memungkinkan saudara menyesali dosa itu, minta ampun atasnya, bertobat darinya, dan lebih berjuang dalam pengudusan.
2) Kitab Suci / Firman Tuhan adalah standard untuk menentukan dosa atau tidak.
Banyak orang menentukan sesuatu itu dosa atau tidak, dengan menggunakan standard yang salah. Contoh standard yang salah adalah:
a) Apakah yang ia lakukan itu merugikan / menyakiti orang lain atau menyenangkan orang lain.
Tindakan / kata-kata yang merugikan / menyakiti orang lain ia anggap sebagai berdosa, sedangkan tindakan / kata-kata yang tidak merugikan / menyakiti orang lain ia anggap tidak berdosa. Sebaliknya, kalau tindakan / kata-katanya menyenangkan orang lain, maka ia menganggapnya sebagai suatu kebaikan.
Ini jelas merupakan omong kosong, karena orang lain itu, karena ia juga adalah orang berdosa seringkali menjadi sakit hati oleh tindakan / kata-kata kita yang benar, dan sebaliknya, seringkali menjadi senang karena tindakan / kata-kata kita yang salah.
b) Pandangan umum / manusia.
Ini jelas salah, karena seluruh dunia adalah orang berdosa sehingga sering terjadi bahwa suatu dosa dianggap benar oleh masyarakat, dan sebaliknya, sesuatu yang benar justru dicela / dikecam.
Illustrasi: Dalam kalangan orang gila, yang waras itu yang dianggap gila! Dalam gereja yang sudah meninggalkan Alkitab, orang kristen yang Injili / Alkitabiah dianggap sebagai orang extrim, fanatik, dsb.
Penerapan: Jangan melakukan sesuatu hanya karena semua orang menyetujuinya atau juga melakukannya, dan jangan menolak melakukan sesuatu hanya karena banyak orang menentang hal itu. Bisa saja, semua orang banyak itu salah semua! Kebenaran bukan demokrasi! Suara terbanyak belum tentu merupakan sesuatu yang benar! Pada jaman Yesus, hanya sedikit orang yang setuju dengan Dia, tetapi Dia yang benar!
c) Suara hati / hati nurani.
Memang kadang-kadang suara hati masih bisa dijadikan standard, tetapi seringkali tidak bisa.
Mengapa? Karena:
1. Perlu diingat bahwa karena manusianya berdosa, maka suara hatinyapun ikut dikotori oleh dosa.
Titus 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Karena itu suara hati / hati nurani tidak lagi bisa menjadi standard yang benar.
2. Suara hati akan padam kalau tidak dituruti.
Seseorang yang mencuri / menyontek / berzinah untuk pertama kalinya, biasanya mendapatkan bahwa suara hatinya mengecam dirinya, sehingga ia menjadi gelisah, takut, berdebar-debar, dsb. Tetapi kalau ia meneruskan tindakan itu, maka lama-kelamaan suara hatinya akan diam.
3. Suara hati sangat dipengaruhi pandangan sekitar / umum.
Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang suka mencaci maki / mengeluarkan kata-kata kotor, tidak akan ditegur oleh hati nuraninya pada waktu ia mengeluarkan makian / kata-kata kotor. Seseorang yang melakukan dosa yang sudah umum dilakukan orang di sekitarnya, seperti berdusta atau ngaret (terlambat), mungkin sekali suara hatinya tidak akan menegur dia.
Jadi jelaslah bahwa suara hati ini tidak bisa dijadikan standard yang akurat untuk menentukan apakah sesuatu tindakan itu dosa atau tidak.
Penerapan: Karena itu, janganlah saudara berani melakukan sesuatu hal, hanya karena perasaan / hati saudara tetap merasa enak! Sebaliknya, janganlah saudara tidak melakukan sesuatu hal, hanya karena hati / perasaan saudara merasa tidak enak.
Standard yang benar untuk menentukan apakah sesuatu itu dosa atau tidak adalah Kitab Suci / Firman Tuhan!
Ini terlihat dari:
a) 2Timotius 3:16 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”.
Jadi ayat ini mengatakan bahwa salah satu fungsi Firman Tuhan adalah untuk menunjukkan kesalahan / dosa-dosa kita. Jadi Firman Tuhan itu seperti cermin bagi kita yang bisa kita pakai untuk melihat kejelekan-kejelekan kita sendiri.
b) 1Yohanes 3:4 - “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah”.
c) Ro 3:20b - “oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”.
Illustrasi: Dalam setiap negara ada undang-undang. Apakah tindakan kita salah atau benar tidak didasarkan pada apakah tindakan kita menyenangkan orang lain atau menyakiti hati orang, juga tidak pada pandangan umum ataupun pandangan pribadi, tetapi didasarkan pada undang-undang tersebut. Tidak peduli semua orang senang pada tindakan kita itu, atau hati / pikiran kita menganggap tindakan kita itu benar, ataupun seluruh masyarakat menganggap tindakan kita itu benar, tetapi kalau undang-undang menganggap tindakan itu salah, maka kita salah.
Kitab Suci / Firman Tuhan adalah undang-undang yang Allah berikan kepada kita, dan karena itu Kitab Suci / Firman Tuhan ini adalah standard hidup kita.
Jadi, kalau saudara mau melakukan sesuatu, maka jangan pedulikan orang lain menjadi senang atau tidak karena tindakan kita, dan juga jangan pedulikan pandangan umum ataupun hati nurani saudara, tetapi pikirkan lebih dulu bagaimana pandangan / ajaran Kitab Suci tentang hal itu. Kalau Kitab Suci menyetujuinya, maka lakukanlah; sebaliknya kalau Kitab Suci mengecamnya / menganggapnya sebagai dosa, maka janganlah melakukannya.
Satu hal lagi ingin saya tambahkan di sini: yaitu bahwa tindakan kita itu bisa bertentangan dengan Kitab Suci / Firman Tuhan secara explicit maupun secara implicit.
Contoh: perzinahan secara explicit bertentangan dengan hukum ‘jangan berzinah’. Pembunuhan secara explicit bertentangan dengan hukum ‘jangan membunuh’. Tetapi bagaimana dengan tindakan merokok? Tidak ada ayat Kitab Suci yang secara explicit bertentangan dengan tindakan ini. Tetapi ini tidak berarti bahwa orang Kristen boleh merokok. Ada hukum kasih dalam Mat 22:39 yang memerintahkan kita untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Tindakan merokok jelas merusak diri sendiri, maupun orang-orang lain di sekitar si perokok itu, dan karena itu merupakan tindakan yang tidak mengasihi, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang-orang lain. Jadi, sekalipun tindakan merokok tidak bertentangan secara explicit dengan ayat manapun dalam Kitab Suci, tetapi tindakan itu bertentangan secara implicit dengan ayat Kitab Suci. Jadi itu tetap merupakan dosa.
3) Macam-macam dosa.
a) Dosa bisa dilakukan melalui perbuatan, perkataan, ataupun hati / pikiran / motivasi yang salah.
1. Melalui perbuatan (Keluaran 23:24 Imamat 5:18 Imamat 18:17,23 Imamat 19:20,29 Mat 23:3 Lukas 23:41 Yohanes 3:19 Kis 8:11 Kis 14:15 Kis 19:18 Kis 22:20 Roma 13:12). Misalnya berzinah, membunuh, dsb.
2. Melalui perkataan (Amsal 18:8 Amsal 22:12 Pkh 5:1-6 Pkh 10:12-13 Yes 3:8 Yesaya 8:20 Yesaya 32:7 Mat 12:31-37). Misalnya dusta, fitnah, mengeluarkan kata-kata kotor / cabul, memaki-maki, membicarakan kejelekan orang tanpa ada gunanya, dsb.
3. Melalui hati / pikiran / motivasi yang berdosa (Ulangan 15:9 Ayub 21:27 Yesaya 29:24 Matius 15:19 Lukas 5:22 Lukas 6:8 Lukas 9:47 Lukas 11:17). Misalnya iri hati, benci, pergi ke gereja untuk cari pacar, memberi persembahan supaya diberkati oleh Tuhan, dsb.
b) Dosa bisa dilakukan secara aktif atau secara pasif.
1. Secara aktif, dimana kita melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, misalnya kita berzinah, kita membunuh orang, dsb.
2. Secara pasif, dimana kita tidak melakukan apa yang Allah perintahkan.
Yakobus 4:17 - “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa”.
Bandingkan juga dengan ‘kambing-kambing’ dalam Matius 25:31-46 yang dihukum karena tidak melakukan apa yang baik.
Contoh:
· tidak pergi ke gereja pada hari Minggu (kecuali karena sakit).
· tidak mau belajar Firman Tuhan / berdoa / memuji Tuhan / melayani Tuhan.
· tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran, perasaan (Matius 22:37). Saya kira setiap orang senantiasa berbuat dosa karena tidak mentaati hukum ini!
· tidak mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22:39).
· tidak menolong mereka yang membutuhkan pertolongan / layak ditolong, padahal kita bisa melakukannya (Amsal 3:27 Matius 25:42-45).
c) Dosa bisa dilakukan dengan sengaja / disadari atau dengan tidak sengaja / tidak disadari.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
1. Sekalipun dosa yang tidak disengaja lebih ringan dari dosa yang disengaja, tetapi dosa yang tidak disengaja itu tetap adalah dosa! (Kel 21:12-13 Im 4:1,13,22,27 Im 5:2-4,14,17 Bil 35:9-25 Ul 19:4-13 Lukas 12:48).
Keluaran 21:12-14 - “(12) ‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. (13) Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari. (14) Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu daya, maka engkau harus mengambil orang itu dari mezbahKu, supaya ia mati dibunuh”.
Bilangan 35:9-25 - “(9) TUHAN berfirman kepada Musa: (10) ‘Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila kamu menyeberangi sungai Yordan ke tanah Kanaan, (11) maka haruslah kamu memilih beberapa kota yang menjadi kota-kota perlindungan bagimu, supaya orang pembunuh yang telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana. (12) Kota-kota itu akan menjadi tempat perlindungan bagimu terhadap penuntut balas, supaya pembunuh jangan mati, sebelum ia dihadapkan kepada rapat umat untuk diadili. (13) Dan kota-kota yang kamu tentukan itu haruslah enam buah kota perlindungan bagimu. (14) Tiga kota harus kamu tentukan di seberang sungai Yordan sini dan tiga kota harus kamu tentukan di tanah Kanaan; semuanya kota-kota perlindungan. (15) Keenam kota itu haruslah menjadi tempat perlindungan bagi orang Israel dan bagi orang asing dan pendatang di tengah-tengahmu, supaya setiap orang yang telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana. (16) Tetapi jika ia membunuh orang itu dengan benda besi, sehingga orang itu mati, maka ia seorang pembunuh; pastilah pembunuh itu dibunuh. (17) Dan jika ia membunuh orang itu dengan batu di tangan yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu mati, maka ia seorang pembunuh; pastilah pembunuh itu dibunuh. (18) Atau jika ia membunuh orang itu dengan benda kayu di tangan yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu mati, maka ia seorang pembunuh; pastilah pembunuh itu dibunuh. (19) Penuntut darahlah yang harus membunuh pembunuh itu; pada waktu bertemu dengan dia ia harus membunuh dia. (20) Juga jika ia menumbuk orang itu karena benci atau melempar dia dengan sengaja, sehingga orang itu mati, (21) atau jika ia memukul dia dengan tangannya karena perasaan permusuhan, sehingga orang itu mati, maka pastilah si pemukul itu dibunuh; ia seorang pembunuh; penuntut darah harus membunuh pembunuh itu, pada waktu bertemu dengan dia. (22) Tetapi jika ia sekonyong-konyong menumbuk orang itu dengan tidak ada perasaan permusuhan, atau dengan tidak sengaja melemparkan sesuatu benda kepadanya, (23) atau dengan kurang ingat menjatuhkan kepada orang itu sesuatu batu yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu mati, sedangkan dia tidak merasa bermusuh dengan orang itu dan juga tidak mengikhtiarkan celakanya, (24) maka haruslah rapat umat mengadili antara orang yang membunuh itu dan penuntut darah, menurut hukum-hukum ini, (25) dan haruslah rapat umat membebaskan pembunuh dari tangan penuntut darah, dan haruslah rapat umat mengembalikan dia ke kota perlindungan, ke tempat ia telah melarikan diri; di situlah ia harus tinggal sampai matinya imam besar yang telah diurapi dengan minyak yang kudus”.
Ul 19:4-6,11-12 - “(4) Inilah ketentuan mengenai pembunuh yang melarikan diri ke sana dan boleh tinggal hidup: apabila ia membunuh sesamanya manusia dengan tidak sengaja dan dengan tidak membenci dia sebelumnya, (5) misalnya apabila seseorang pergi ke hutan dengan temannya untuk membelah kayu, ketika tangannya mengayunkan kapak untuk menebang pohon kayu, mata kapak terlucut dari gagangnya, lalu mengenai temannya sehingga mati, maka ia boleh melarikan diri ke salah satu kota itu dan tinggal hidup. (6) Maksudnya supaya jangan penuntut tebusan darah sementara hatinya panas dapat mengejar pembunuh itu, karena jauhnya perjalanan, menangkapnya dan membunuhnya, padahal pembunuh itu tidak patut mendapat hukuman mati, karena ia tidak membenci dia sebelumnya. ... (11) Tetapi apabila seseorang membenci sesamanya manusia, dan dengan bersembunyi menantikan dia, lalu bangun menyerang dan memukul dia, sehingga mati, kemudian melarikan diri ke salah satu kota itu, (12) maka haruslah para tua-tua kotanya menyuruh mengambil dia dari sana dan menyerahkan dia kepada penuntut tebusan darah, supaya ia mati dibunuh”.
Lukas 12:47-48 - “(47) Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. (48) Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.’”.
2. Kesengajaan memperberat dosa, sehingga biarpun suatu dosa relatif kecil (seperti ngaret / terlambat, iri hati, berdusta, dsb), tetapi kalau terus menerus dilakukan dengan sengaja, ini diperhitungkan cukup berat!
d) Semua tindakan yang bertentangan dengan Firman Tuhan, baik secara explicit maupun secara implicit, adalah dosa.
Sebagai contoh, perzinahan secara explicit bertentangan dengan hukum ‘jangan berzinah’ (Kel 20:14). Pembunuhan secara explicit bertentangan dengan hukum ‘jangan membunuh’ (Kel 20:13). Tetapi bagaimana dengan tindakan merokok? Tidak ada ayat Kitab Suci yang secara explicit bertentangan dengan tindakan ini. Tetapi ini tidak berarti bahwa orang Kristen boleh merokok. Ada hukum kasih dalam Matius 22:39 yang memerintahkan kita untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Tindakan merokok jelas merusak diri sendiri, maupun orang-orang lain di sekitar si perokok itu, dan karena itu merupakan tindakan yang tidak mengasihi, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang-orang lain. Jadi, sekalipun tindakan merokok tidak bertentangan secara explicit dengan ayat manapun dalam Kitab Suci, tetapi tindakan itu bertentangan secara implicit dengan ayat Kitab Suci. Jadi itu tetap merupakan dosa.
4) Hukum Taurat (10 Hukum Tuhan) terdapat dalam Kel 20:3-17 dan Ulangan 5:7-21, dan merupakan bagian Firman Tuhan yang mempunyai fungsi khusus dalam menunjukkan dosa-dosa kita.
Roma 3:20 - “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”.
1Timotius 1:8-11 - “(8) Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat digunakan, (9) yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya, (10) bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat (11) yang berdasarkan Injil dari Allah yang mulia dan maha bahagia, seperti yang telah dipercayakan kepadaku”.
A) Allah itu adil sehingga Ia harus menghukum orang yang berdosa.
1) Dasar Alkitab yang menunjukkan keadilan Allah.
Mazmur 7:12 - “Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat”.
Mazmur 11:7 - “Sebab TUHAN adalah adil dan Ia mengasihi keadilan; orang yang tulus akan memandang wajahNya”.
2) Hal-hal yang seakan-akan menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam Kitab Suci, kita sering melihat hal-hal yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil. Misalnya:
a) Dalam penciptaan.
Dalam penciptaan, Allah menciptakan sebagian makhluk sebagai binatang, sebagian lagi jadi manusia. Yang jadi manusia, sebagian hitam sebagian putih, sebagian ganteng / cantik sebagian jelek, sebagian pandai sebagian bodoh, sebagian dalam keluarga kaya sebagian dalam keluarga melarat, sebagian utuh anggota-anggota tubuhnya sebagian cacat, dsb. Kalau saudara diciptakan ganteng / cantik, dalam keluarga kaya, pandai, utuh anggota-anggota tubuhnya, maka mungkin saudara tidak menganggap Allah tidak adil. Tetapi bagaimana kalau saudara diciptakan sebagai orang yang cacat, melarat, bodoh, buruk mukanya dsb?
Juga sebagai orang Kristen, kita bisa ‘merasakan ketidak-adilan Allah’ karena kita merasa bahwa orang Kristen yang lain mempunyai banyak karunia, sedangkan kita hanya sedikit karunia.
Kalau saudara menganggap Allah itu tidak adil dalam hal seperti ini, maka ada beberapa hal yang harus saudara pikirkan:
1. Kalau Allah menciptakan semua makhluk sama, baik dalam jenis makhluknya, bentuknya, jenis kelaminnya, kemampuannya, kepandaiannya, dsb, bayangkan, bagaimana jadinya dunia / alam semesta ini?
2. Allah berhak memberikan atau tidak memberikan apapun kepada saudara; saudara tidak mempunyai hak apapun untuk menuntut sesuatu dari Dia. Kalau Ia tidak memberikan sesuatu kepada saudara dan Ia memberikannya kepada orang lain, itu tidak menunjukkan bahwa Ia tidak adil.
3. Orang-orang yang menerima banyak, juga dituntut banyak.
Luk 12:48b - “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.’”.
Di sini terletak keadilan Allah dalam hal ini. Yang menerima banyak memikul tanggung jawab yang lebih besar. Yang menerima lebih sedikit, memikul tanggung jawab yang lebih kecil. Dan kalau orang yang menerima sedikit menghasilkan sedikit, ia bisa menerima pujian sama dengan orang yang menerima banyak dan menghasilkan banyak.
Mat 25:15-17,20-23 - “(15) Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. (16) Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. (17) Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. ... (20) Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. (21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (22) Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. (23) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu”.
Catatan: dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia ada sedikit perbedaan antara pujian dalam ay 21 (bagi hamba yang menerima 5 talenta), dengan pujian dalam ay 23 (bagi hamba yang menerima 2 talenta). Tetapi ini salah. Dalam bahasa Inggris maupun bahasa Yunaninya kedua ayat itu bunyinya sama persis!
Matthew Henry mengatakan bahwa Allah menuntut seseorang sesuai dengan apa yang Ia berikan kepada orang itu. Dari orang yang menerima 5 talenta, Ia menuntut 5 talenta. Dan dari orang yang menerima 2 talenta ia menuntut hanya 2 talenta.
Pemberian yang lebih besar / banyak menuntut tanggung jawab yang lebih besar / banyak! Karena itu, jangan malas dalam menggunakan apapun yang ada pada saudara untuk memuliakan Tuhan.
Matthew Henry: “Slothfulness; Thou wicked and slothful servant. Note, Slothful servants are wicked servants, and will be reckoned with as such by their master, for he that is slothful in his work, and neglects the good that God has commanded, is brother to him that is a great waster, by doing the evil that God has forbidden, Prov 18:9. He that is careless in God’s work, is near akin to him that is busy in the devil’s work” (= Kemalasan; ‘Engkau pelayan yang jahat dan malas’. Perhatikan, pelayan-pelayan yang malas adalah pelayan-pelayan yang jahat, dan akan diperhitungkan sebagai pelayan-pelayan yang seperti itu oleh tuan mereka, karena ia yang malas dalam pekerjaannya, dan mengabaikan hal baik yang telah Allah perintahkan, adalah saudara dari dia yang adalah pemboros yang besar, dengan melakukan hal yang jahat yang telah Allah larang, Amsal 18:9. Ia yang ceroboh dalam pekerjaan Allah, adalah keluarga dekat dengan dia yang sibuk dalam pekerjaan Iblis).
Amsal 18:9 - “Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak”.
Dalam cerita / perumpamaan ini hamba yang tidak menggunakan talentanya itu hanya mendapat 1 talenta, tetapi tak diragukan bahwa dalam realitanya ada banyak orang yang mendapat 5 talenta dan tidak menggunakan talentanya untuk Tuhan! Kalau yang mendapat hanya 1 talenta dihukum karena tidak menggunakannya, bagaimana dengan yang mendapat 5 talenta dan tidak mengunakannya? Pasti hukumannya lebih berat! Di sini terletak keadilan Tuhan!
b) Dalam predestinasi.
Efesus 1:4-5,11 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya, ... (11) Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya”.
Roma 9:10-13 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.
Doktrin tentang predestinasi sering ditentang dengan alasan bahwa itu menunjukkan ketidak-adilan Allah. Ada 2 hal yang bisa kita berikan sebagai jawaban terhadap tuduhan ini:
1. Perlu diketahui bahwa ‘adil’ tidak berarti Allah harus memberi secara sama rata.
Matius 20:1-16 - “(1) ‘Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. (2) Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. (3) Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. (4) Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan merekapun pergi. (5) Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. (6) Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? (7) Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. (8) Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. (9) Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. (10) Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi merekapun menerima masing-masing satu dinar juga. (11) Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, (12) katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. (13) Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (14) Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. (15) Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? (16) Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.’”.
Tuan dalam perumpamaan ini jelas tidak berlaku sama rata. Ia lebih murah hati kepada pekerja-pekerja yang datang belakangan. Tetapi toh ia berkata bahwa ia bukannya berlaku tidak adil. Kalau ia berjanji sedinar sehari, dan ia lalu memberi kurang dari itu, maka itu tidak adil. Tetapi ia memberikan sedinar sehari, jadi pekerja kelompok pertama tidak bisa menyalahkan tuan itu. Ia memang berlaku lebih murah hati kepada pekerja-pekerja yang datang belakangan, tetapi ia berhak menggunakan milik / uangnya sesukanya. Ia tidak berlaku tidak adil, sekalipun ia tidak memberi dengan sama rata!
Demikian juga pada waktu Ia mau memberikan keselamatan hanya pada sebagian manusia, sehingga Ia lalu menentukan sebagian untuk selamat dan sebagian binasa. Ini bukannya tidak adil. Karena itu, predestinasi tidak bertentangan dengan keadilan Allah.
Bdk. Roma 9:14-15 - “(14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’”.
Bdk. Roma 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
KJV: ‘honour ... dishonour’ (= yang terhormat ... yang tidak terhormat / yang memalukan).
2. Tidak ada orang yang mendapatkan ketidak-adilan Allah.
Kalau kita mau memikir lebih dalam, maka kita bisa melihat bahwa orang yang dipilih dan diselamatkan, mendapatkan kasih / kemurahan / belas kasihan Allah. Sedangkan orang yang tidak dipilih, mendapatkan keadilan Allah. Tidak ada orang yang mendapatkan ketidak-adilan Allah.
c) Adanya banyak kasus dimana orang saleh justru menderita dan orang jahat hidup enak.
Misalnya:
Ayub 19:6 - “insafilah, bahwa Allah telah berlaku tidak adil terhadap aku, dan menebarkan jalaNya atasku”.
Ayub 21:7-15 - “(7) Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-tambah kuat? (8) Keturunan mereka tetap bersama mereka, dan anak cucu diperhatikan mereka. (9) Rumah-rumah mereka aman, tak ada ketakutan, pentung Allah tidak menimpa mereka. (10) Lembu jantan mereka memacek dan tidak gagal, lembu betina mereka beranak dan tidak keguguran. (11) Kanak-kanak mereka dibiarkan keluar seperti kambing domba, anak-anak mereka melompat-lompat. (12) Mereka bernyanyi-nyanyi dengan iringan rebana dan kecapi, dan bersukaria menurut lagu seruling. (13) Mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam kemujuran, dan dengan tenang mereka turun ke dalam dunia orang mati. (14) Tetapi kata mereka kepada Allah: Pergilah dari kami! Kami tidak suka mengetahui jalan-jalanMu. (15) Yang Mahakuasa itu apa, sehingga kami harus beribadah kepadaNya, dan apa manfaatnya bagi kami, kalau kami memohon kepadaNya?”.
Mazmur 73:1-14 - “(1) Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. (9) Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi. (10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya! (13) Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. (14) Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi”.
Yeremia 12:1-2 - “(1) Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? (2) Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka”.
Untuk menjawab problem ini perlu diketahui bahwa:
1. Kepanjang-sabaran Allah menyebabkan Dia sering menunda hukumanNya terhadap orang berdosa, supaya orang itu bisa bertobat.
Roma 2:1-11 - “(1) Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama. (2) Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian. (3) Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah? (4) Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? (5) Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan. (6) Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, (7) yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, (8) tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman. (9) Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani, (10) tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani. (11) Sebab Allah tidak memandang bulu”.
Ay 4 menunjukkan penundaan hukuman supaya orang berdosa itu bertobat. Tetapi kalau mereka terus tak mau bertobat, ay 5-dst menunjukkan bahwa akhirnya hukuman Allah akan menimpa mereka. Jadi, bukannya orang berdosa itu dibiarkan atau tidak dihukum oleh Allah. Mereka hanya belum dihukum!
2. Keadilan yang sebenarnya memang belum dijalankan pada saat ini, dan baru akan dijalankan pada saat kita mati (bdk. cerita tentang Lazarus dan orang kaya - Lukas 16:19-31) / pada pengadilan akhir jaman.
Kisah Para Rasul 17:31 - “Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukanNya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.’”.
2Korintus 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
Pada pengadilan akhir jaman Allah betul-betul akan memberikan keadilan, dimana Ia akan memberikan pahala / hukuman sesuai dengan kehidupan manusia.
Keadilan Allah ini bukan hanya mengharuskan adanya surga dan neraka, tetapi bahkan mengharuskan adanya tingkatan-tingkatan baik di surga maupun di neraka.
Bahwa surga maupun neraka memang ada tingkatan-tingkatannya terlihat dari ayat-ayat ini:
a. Matius 5:19 - “Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.
b. Mat 20:20,21,23,26-28 - “(20) Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapanNya untuk meminta sesuatu kepadaNya. (21) Kata Yesus: ‘Apa yang kaukehendaki?’ Jawabnya: ‘Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam KerajaanMu, yang seorang di sebelah kananMu dan yang seorang lagi di sebelah kiriMu.’ ... (23) Yesus berkata kepada mereka: ‘CawanKu memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kananKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu telah menyediakannya.’ ... (26b) Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, (27) dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; (28) sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”.
Text ini menunjukkan bahwa Yohanes dan Yakobus minta kepada Yesus supaya mereka mendapat tempat di kiri dan kanan Yesus (tempat yang paling terhormat). Sekalipun Yesus menolak permintaan itu, tetapi Yesus sedikitpun tidak membantah akan adanya tempat yang paling terhormat itu, bahkan secara implicit Ia membenarkan hal itu, dan mengatakan bahwa untuk bisa menduduki tempat tertinggi, kita harus mau menjadi hamba bagi semua (ay 26-28). Semua ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kemuliaan di sorga.
c. Lukas 19:16-19 - “(16) Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. (17) Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. (18) Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. (19) Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota”.
Orang yang dari 1 mina menghasilkan 10 mina diberi kekuasaan atas 10 kota, sedangkan orang yang dari 1 mina menghasilkan 5 mina diberi kekuasaan atas 5 kota. Ini jelas menunjukkan adanya perbedaan pahala di sorga nanti.
d. 1Korintus 3:10-15 - “(10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api”.
Text ini mengatakan tentang orang yang selamat tetapi seperti dari dalam api. Ini jelas berarti bahwa orang itu masuk surga secara pas-pasan, dan ini menunjukkan adanya tingkat di sorga.
e. Matius 6:20 - “Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya”.
Yesus menyuruh kita untuk mengumpulkan harta di sorga. Secara implicit ini menunjukkan ada orang yang mengumpulkan banyak, dan ada yang sedikit.
f. Matius 11:20-24 - “(20) Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizatNya: (21) ‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. (24) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.’”.
Text ini mengatakan bahwa pada akhir jaman tanggungan Tirus, Sidon, Sodom lebih ringan dari tanggungan Khorazim dan Betsaida, karena sekalipun Khorazim dan Betsaida menyaksikan mujijat-mujijat Yesus mereka tetap tidak bertobat. Ini menunjukkan bahwa dosa mereka dianggap lebih hebat dan karenanya hukuman mereka (dalam neraka) akan lebih berat. Hal yang sama ada dalam Mat 10:15.
Bandingkan keadilan Allah ini dengan pandangan Saksi Yehuwa di bawah ini:
· Orang-orang dari sekte Saksi Yehuwa tidak percaya akan adanya neraka. Mereka beranggapan bahwa orang jahat pada akhirnya akan dimusnahkan, sehingga tidak mempunyai keberadaan lagi (cease to exist). Alasan mereka adalah: Allah yang kasih itu tidak akan tega untuk menghukum orang selama-lamanya dalam neraka. Ini adalah ajaran yang terlalu menekankan kasih Allah sehingga mengorbankan keadilanNya!
· Seorang murid saya yang berasal dari sekte Saksi Yehuwa mengatakan bahwa tidak adil kalau orang berbuat dosa cuma sebentar tetapi dihukum secara kekal. Saya jawab: adil tidak berarti bahwa lamanya hukuman harus sama dengan lamanya berbuat dosa. Kalau memang harus demikian, maka orang yang melakukan pemerkosaan (mungkin hanya 15 menit) harus dimasukkan penjara hanya 15 menit, dan orang yang melakukan pembunuhan (mungkin hanya kurang dari 1 menit) harus dimasukkan penjara selama 1 menit. Ini justru tidak adil. Jadi adil atau tidak, tidak tergantung pada samanya waktu untuk berbuat dosa dan waktu hukuman, tetapi tergantung dari fakta apakah hukuman yang diberikan itu sesuai dengan hukum atau tidak. Kalau hukum menyatakan bahwa pemerkosa bisa dihukum maximum 20 tahun, dan ia dihukum 20 tahun maka itu adil. Demikian juga karena hukum Tuhan / Firman Tuhan menyatakan bahwa orang berdosa akan dihukum secara kekal dalam neraka, maka nanti kalau hal itu terjadi, itu berarti bahwa Allah adil.
d) Ada ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah tidak adil.
Mazmur 103:8-13 - “(8) TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. (9) Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. (10) Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, (11) tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang takut akan Dia; (12) sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. (13) Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia”.
Ayat ini bukan hanya kelihatannya menunjukkan ketidak-adilan Allah, tetapi kelihatannya juga bertentangan dengan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, seperti:
1. Yeremia 17:10 - “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.’”.
2. Ibrani 2:2 - “Sebab kalau firman yang dikatakan dengan perantaraan malaikat-malaikat tetap berlaku, dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, ...”.
Mengapa ini bisa terjadi? Karena adanya penebusan oleh Kristus!
Orang-orang yang tidak percaya tidak mempunyai Penebus / pembayar hutang, dan karena itu bagi mereka betul-betul akan diberlakukan keadilan Allah. Dan karena semua mereka adalah orang-orang berdosa, maka semua mereka harus masuk ke neraka selama-lamanya. Bagi orang-orang seperti inilah berlaku ayat-ayat seperti Yer 17:10 dan Ibr 2:2 di atas.
Tetapi bagi orang-orang percaya, hukuman dosanya sudah dipikul oleh Kristus, dan karena itu Allah tidak membalasnya setimpal dengan dosanya. Kalau Allah membalas setimpal dengan dosanya, maka justru menjadi tidak adil, karena satu dosa dihukum 2 x, yaitu 1 x pada diri Kristus, dan ke 2 x nya pada diri orang yang berbuat dosa. Keadilan Allah tidak memungkinkan Ia melakukan hal seperti ini. Ia harus membebaskan orang percaya dari semua hukuman, karena semua dosanya sudah dipikul hukumannya oleh Kristus.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament (tentang Maz 103:8-12): “when Jesus has died for your sins, there is full and free forgiveness available to all who will ask for it. ... The punishment that we deserve was given to Jesus (Isa 53:4-6). ... Were it not for the death of Christ on the cross, there could be no forgiveness of our sins” [= pada waktu Yesus telah mati untuk dosa-dosamu, di sana tersedia pengampunan penuh dan cuma-cuma / gratis bagi semua orang yang mau memintanya. ... Hukuman yang layak kita dapatkan telah diberikan kepada Yesus (Yes 53:4-6). ... Seandainya bukan karena kematian Kristus di salib, tidak bisa ada pengampunan dosa-dosa kita].
Bdk. 1Yohanes 1:9 - “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.
Renungkan, ‘keanehan’ ayat ini! Mengapa untuk tindakan mengampuni, ditekankan ‘keadilan’ Allah? Bukannya lebih cocok kalau ditekankan kasih / kemurahan / belas kasihan Allah? Tidak. Keadilan Allah memang mengharuskan Ia menghukum. Tetapi ini berlaku bagi orang yang tidak percaya. Tetapi bagi orang percaya, keadilan Allah mengharuskan Ia mengampuni. Bandingkan dengan kutipan di bawah ini.
Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with deep sorrow for the sin, but yet with no dread of any penalty to come; for Christ has paid the debt of His people to the last jot and tittle, and received the divine receipt; and unless God can be so unjust as to demand double payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be cast into hell. It seems to be one of the very principles of our enlightened nature to believe that God is just; we feel that it must be so, and this gives us our terror at first; but is it not marvelous that this very same belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our confidence and peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God is just, I, a sinner, standing in Christ, can never be punished” (= Ingatan melihat ke belakang kepada dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut terhadap hukuman yang akan datang; karena Kristus telah membayar hutang umatNya sampai pada hal yang paling kecil / remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali Allah itu bisa begitu tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu hutang, tidak ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke dalam neraka. Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah diterangi, untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa haruslah demikian, dan ini mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi tidakkah merupakan sesuatu yang mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa Allah itu adil / benar, setelah itu lalu menjadi pilar / tonggak dari keyakinan dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi Yesus telah menggantikan saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.
Keadilan Allah itu menakutkan bagi orang yang tidak percaya, tetapi sangat menghibur bagi orang percaya. Karena itu, percayalah kepada Kristus sekarang juga!
3) Perwujudan keadilan Allah: menghukum manusia yang berdosa.
Yosua 24:19 - “Tetapi Yosua berkata kepada bangsa itu: ‘Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada TUHAN, sebab Dialah Allah yang kudus, Dialah Allah yang cemburu. Ia tidak akan mengampuni kesalahan dan dosamu”.
Nahum 1:2-3 - “(2) TUHAN itu Allah yang cemburu dan pembalas, TUHAN itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. TUHAN itu pembalas kepada para lawanNya dan pendendam kepada para musuhNya. (3) TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kakiNya”.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament (tentang Nahum 1:2-8): “a just and holy God cannot see people flouting His law and do nothing about it” (= seorang Allah yang adil dan kudus tidak bisa melihat orang-orang mencemoohkan hukumNya dan tidak melakukan apa-apa tentangnya).
Point ke 3 ini yang saya tekankan dalam pelajaran selanjutnya.
B) Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa (Kej 3), maka dosanya mempunyai akibat yang menimpa seluruh umat manusia, karena ia merupakan wakil dari seluruh umat manusia.
Dasar Kitab Suci:
1. Hukuman dalam Kej 3:16-19 jelas tidak berlaku bagi Adam saja, tetapi juga bagi Hawa dan semua keturunan Adam dan Hawa.
Kejadian 3:16-19 - “(16) FirmanNya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’ (17) Lalu firmanNya kepada manusia itu: ‘Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: (18) semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; (19) dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.’”.
Calvin (tentang Kejadian 3:17): “In the first place, it is to be observed, that punishment was not inflicted upon the first of our race so as to rest on those two alone, but was extended generally to all their posterity, in order that we might know that the human race was cursed in their person” (= Pertama-tama, harus diperhatikan, bahwa hukuman tidak diberikan kepada manusia yang pertama sehingga berhenti pada dua orang itu saja, tetapi diperluas secara umum kepada semua keturunan mereka, supaya kita tahu bahwa umat manusia dikutuk dalam diri mereka).
Calvin (tentang Kej 3:19): “Should any one again object, that no suffering was imposed on men which did not also belong to women: I answer, it was done designedly, to teach us, that from the sin of Adam, the curse flowed in common to both sexes; as Paul testifies, that ‘all are dead in Adam,’ (Romans 5:12.)” [= Kalau ada orang yang keberatan, bahwa tidak ada penderitaan yang dijatuhkan kepada laki-laki yang tidak juga berhubungan dengan / menjadi milik dari perempuan: saya menjawab, itu dilakukan secara terencana, untuk mengajar kita, bahwa dari dosa Adam, kutuk mengalir secara umum kepada kedua jenis kelamin; seperti Paulus menyaksikan, bahwa ‘semua mati di dalam Adam’ (Roma 5:12)].
Catatan: Kalau dilihat kata-kata dari kutipan itu, sebenarnya 1Kor 15:22 lebih cocok dari Ro 5:12. Mungkin Calvin mengutip secara bebas, bukan kata per kata.
Roma 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa”.
1Korintus 15:22 - “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
2. Roma 5:12-19 - “(12) Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. (13) Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat. (14) Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang. (15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
Calvin (tentang Roma 5:12): “‘to sin’ in this case, is to become corrupt and vicious; for the natural depravity which we bring, from our mother’s womb, though it brings not forth immediately its own fruits, is yet sin before God, and deserves his vengeance: and this is that sin which they call original. For as Adam at his creation had received for us as well as for himself the gifts of God’s favor, so by falling away from the Lord, he in himself corrupted, vitiated, depraved, and ruined our nature; for having been divested of God’s likeness, he could not have generated seed but what was like himself” (= ‘berbuat dosa / berdosa’ dalam kasus ini, adalah menjadi rusak / jahat dan buruk; karena kebejatan alamiah yang kita bawa dari kandungan ibu kita, sekalipun itu tidak langsung / segera melahirkan buah-buahnya sendiri, tetap adalah dosa di hadapan Allah, dan layak mendapatkan pembalasanNya: dan ini adalah dosa yang mereka sebut ‘dosa asal’. Karena sebagaimana Adam dalam penciptaannya telah menerima bagi kita maupun bagi dirinya sendiri karunia-karunia dari kebaikan Allah, demikian juga dengan meninggalkan Tuhan, ia dalam dirinya sendiri merusak, melemahkan, membuat bejat, dan menghancurkan sifat dasar kita; karena setelah ditelanjangi dari keserupaan dengan Allah, ia tidak bisa menghasilkan keturunan kecuali apa yang seperti dia sendiri).
Calvin (tentang Roma 5:14): “Hence they sinned not after the similitude of Adam’s transgression; for they had not, like him, the will of God made known to them by a certain oracle: for the Lord had forbidden Adam to touch the fruit of the tree of the knowledge of good and evil; but to them he had given no command besides the testimony of conscience” (= Karena itu mereka tidak berbuat dosa seperti pelanggaran Adam; karena mereka tidak, seperti dia, mengetahui kehendak Allah bagi mereka oleh sabda ilahi tertentu: karena Tuhan telah melarang Adam untuk menyentuh buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat; tetapi kepada mereka Ia tidak / belum memberikan hukum / perintah kecuali kesaksian dari hati nurani).
Catatan: saya tidak mengerti mengapa Calvin menggunakan kata ‘to touch’ (= menyentuh). Allah tidak melarang untuk menyentuh tetapi melarang untuk memakan buah itu. Tetapi Hawalah yang dalam menjawab pertanyaan Iblis, mengatakan bahwa Allah melarang untuk memakan ataupun menyentuh / meraba buah itu.
Kejadian 2:16-17 - “(16) Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, (17) tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”.
Kejadian 3:1-3 - “(1) Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’ (2) Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: ‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, (3) tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’”.
3. 1Korintus 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
Calvin: “He proves it from contraries, because death is not from nature, but from man’s sin. As, therefore, Adam did not die for himself alone, but for us all, it follows, that Christ in like manner, who is the antitype, did not rise for himself alone; for he came, that he might restore everything that had been ruined in Adam. ... The cause of death is Adam, and we die in him: hence Christ, Whose office it is to restore to us what we lost in Adam, is the cause of life to us; and his resurrection is the groundwork and pledge of ours. And as the former was the beginning of death, so the latter is of life” (= Ia membuktikan dari kebalikan-kebalikan / hal-hal yang berlawanan, karena kematian bukan dari alam, tetapi dari dosa manusia. Karena itu, sebagaimana Adam tidak mati bagi dirinya sendiri, tetapi bagi kita semua, akibatnya, Kristus yang adalah anti type dari Adam, dengan cara yang sama / serupa, tidak bangkit untuk diriNya sendiri saja; karena Ia datang supaya Ia bisa memulihkan segala sesuatu yang telah dihancurkan dalam Adam. ... Penyebab dari kematian adalah Adam, dan kita mati di dalam dia: karena itu, Kristus, yang tugasNya adalah untuk memulihkan bagi kita apa yang hilang dalam Adam, adalah penyebab dari kehidupan bagi kita; dan kebangkitanNya adalah dasar dan jaminan dari kebangkitan kita. Dan sebagaimana yang terdahulu adalah permulaan / awal dari kematian, demikian juga yang belakangan adalah permulaan / awal dari kehidupan).
C) Akibat dosa Adam.
Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa, maka dosanya mempunyai akibat yang menimpa seluruh umat manusia, karena ia merupakan wakil dari seluruh umat manusia.
1) Penderitaan.
a) Orang perempuan merasa sakit waktu melahirkan.
Kejadian 3:16 - “FirmanNya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘desire’ (= keinginan).
1. Penderitaan berkenaan dengan mengandung dan melahirkan anak.
Seandainya tidak ada dosa, maka perempuan tak akan mengalami penderitaan berkenaan dengan mengandung dan melahirkan anak. Tetapi karena adanya dosa, maka semua itu ada.
Matthew Henry (tentang Kej 3:16): “She is here put into a state of sorrow, one particular of which only is specified, that in bringing forth children” (= Di sini ia diletakkan di dalam keadaan yang menimbulkan penderitaan, hanya salah satu darinya yang ditentukan, yaitu penderitaan dalam melahirkan anak-anak).
2. Berahi kepada suami.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kej 3:16): “Some connect this with the preceding clause, rendering it thus: ‘Although in sorrow thou shalt bring forth children, yet thy desire or longing shall be to thy husband.’ Others translate, ‘Unto thy husband shall be thy obedience;’ meaning that the desires of the woman shall be subjected to the authority and will of her husband” (= Sebagian orang menghubungkan ini dengan anak kalimat yang sebelumnya, dan menterjemahkannya demikian: ‘Sekalipun dalam penderitaan engkau akan melahirkan anak-anakmu, tetapi keinginan atau kerinduanmu akan ada kepada suamimu’. Orang-orang lain menterjemahkan, ‘Kepada suamimu akan ada ketundukanmu’; berarti bahwa keinginan-keinginan dari perempuan akan ditundukkan pada otoritas dari kehendak dari suaminya).
Catatan: Albert Barnes dan Keil & Delitzsch kelihatannya lebih memilih penafsiran yang kedua.
3. Tunduk kepada suami / dikuasai oleh suami.
Adam Clarke (tentang Kej 3:16): “though at their creation both were formed with equal rights, and the woman had probably as much right to rule as the man, but subjection to the will of her husband is one part of her curse” (= sekalipun pada penciptaan mereka keduanya dibentuk dengan hak-hak yang sama, dan perempuan mungkin mempunyai hak memerintah sebanyak laki-laki, tetapi ketundukan pada kehendak suaminya merupakan sebagian dari kutukannya).
Saya tidak setuju dengan kata-kata Clarke, karena dari semula Hawa / perempuan diciptakan sebagai ‘penolong’ laki-laki.
Kejadian 2:18 - “TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’”.
Kalau begitu, lalu dimana letak hukumannya?
Calvin (tentang Kejadian 3:16): “The second punishment which he exacts is subjection. ... She had, indeed, previously been subject to her husband, but that was a liberal and gentle subjection; now, however, she is cast into servitude” (= Hukuman kedua yang Ia tuntut / paksakan adalah ketundukan. ... Memang sebelumnya ia telah tunduk kepada suaminya, tetapi itu adalah ketundukan yang baik / murah hati dan lembut; tetapi sekarang, ia dilemparkan ke dalam perbudakan).
Barnes’ Notes (tentang Kej 3:16): “Under fallen man, woman has been more or less a slave. In fact, under the rule of selfishness, the weaker must serve the stronger” (= Di bawah laki-laki yang telah jatuh ke dalam dosa, perempuan sedikit atau banyak telah menjadi seorang budak. Dalam faktanya, di bawah pemerintahan dari keegoisan, yang lebih lemah harus melayani yang lebih kuat).
b) Pekerjaan menjadi sukar.
Sebetulnya pekerjaan itu sendiri bukanlah hukuman dosa, karena pekerjaan sudah ada sebelum dosa ada.
Kejadian 2:15 - “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu”.
Tetapi sebelum ada dosa, pekerjaan tidak sukar, dan setelah dosa ada, pekerjaan menjadi sukar, dan ini merupakan sebagian hukuman dosa.
Kej 3:17-19a - “(17) Lalu firmanNya kepada manusia itu: ‘Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: (18) semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; (19a) dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah”.
Calvin (tentang Kej 3:17): “God, by adducing the reason why he thus punishes the man, cuts off from him the occasion of murmuring. For no excuse was left to him who had obeyed his wife rather than God; yea, had despised God for the sake of his wife, placing so much confidence in the fallacies of Satan, - whose messenger and servant she was, - that he did not hesitate perfidiously to deny his Maker” (= Allah, dengan mengemukakan alasan mengapa Ia menghukum laki-laki seperti itu, menghapuskan darinya alasan untuk bersungut-sungut. Karena tak ada alasan yang tersisa bagi dia yang telah mentaati istrinya dan bukannya Allah; ya, bahkan telah meremehkan Allah demi istrinya, menempatkan begitu banyak keyakinan dalam tipuan-tipuan dari Iblis, - yang menggunakan Hawa sebagai utusan dan pelayan, - sehingga ia tidak ragu-ragu secara berkhianat menyangkal Penciptanya).
Catatan: yang Calvin maksudkan dengan ‘alasan’ yang Allah kemukakan adalah bagian yang saya garis-bawahi dari Kej 3:17 di atas. Memang dalam kasus ini Adam lebih mendengarkan istrinya dari pada Allah!
c) Rasa gelisah, takut, kuatir, tidak damai.
Kejadian 3:7-10 - “(7) Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. (8) Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (9) Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’ (10) Ia menjawab: ‘Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.’”.
Secara umum, memang dosa dan tidak adanya hubungan dengan Allah, menyebabkan ketakutan, kegelisahan dan sebagainya.
Im 26:14,36-37 - “(14) ‘Tetapi jikalau kamu tidak mendengarkan Daku, dan tidak melakukan segala perintah itu, ... (36) Dan mengenai mereka yang masih tinggal hidup dari antaramu, Aku akan mendatangkan kecemasan ke dalam hati mereka di dalam negeri-negeri musuh mereka, sehingga bunyi daun yang ditiupkan anginpun akan mengejar mereka, dan mereka akan lari seperti orang lari menjauhi pedang, dan mereka akan rebah, sungguhpun tidak ada orang yang mengejar. (37) Dan mereka akan jatuh tersandung seorang kepada seorang seolah-olah hendak menjauhi pedang, sungguhpun yang mengejar tidak ada, dan kamu tidak akan dapat bertahan di hadapan musuh-musuhmu”.
Ul 28:47,65-67 - “(47) ‘Karena engkau tidak mau menjadi hamba kepada TUHAN, Allahmu, dengan sukacita dan gembira hati walaupun kelimpahan akan segala-galanya, ... (65) Engkau tidak akan mendapat ketenteraman di antara bangsa-bangsa itu dan tidak akan ada tempat berjejak bagi telapak kakimu; TUHAN akan memberikan di sana kepadamu hati yang gelisah, mata yang penuh rindu dan jiwa yang merana. (66) Hidupmu akan terkatung-katung, siang dan malam engkau akan terkejut dan kuatir akan hidupmu. (67) Pada waktu pagi engkau akan berkata: Ah, kalau malam sekarang! dan pada waktu malam engkau akan berkata: Ah, kalau pagi sekarang! karena kejut memenuhi hatimu, dan karena apa yang dilihat matamu”.
Mazmur 53:5-6 - “(5) Tidak sadarkah orang-orang yang melakukan kejahatan, yang memakan habis umatKu seperti memakan roti, dan yang tidak berseru kepada Allah? (6) Di sanalah mereka ditimpa kekejutan yang besar, padahal tidak ada yang mengejutkan; sebab Allah menghamburkan tulang-tulang para pengepungmu; mereka akan dipermalukan, sebab Allah telah menolak mereka”.
Amsal 28:1 - “Orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya, tetapi orang benar merasa aman seperti singa muda”.
Yesaya 33:14-16 - “(14) Orang-orang yang berdosa terkejut di Sion orang-orang murtad diliputi kegentaran. Mereka berkata: ‘Siapakah di antara kita yang dapat tinggal dalam api yang menghabiskan ini? Siapakah di antara kita yang dapat tinggal di perapian yang abadi ini?’ (15) Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, (16) dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin”.
Yesaya 48:22 - “‘Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik!’ firman TUHAN”.
Dalam kontex Kitab Suci, yang dimaksud dengan ‘orang fasik’ bukan sekedar penjahat, pembunuh, dsb, tetapi semua orang yang belum percaya kepada Yesus.
Ini terlihat dari banyak ayat-ayat yang mengkontraskan orang percaya dengan orang fasik, seperti Kej 18:25 1Samuel 2:9 Mazmur 1:4-6 Mazmur 32:10 Amsal 3:33 Yesaya 66:4 dsb.
Tuhan sudah merancang manusia sedemikian rupa sehingga ia hanya bisa hidup bahagia, damai, sukacita, kalau ia hidup dalam persekutuan dengan Allah. Kalau ia keluar dari rancangan ini dan tidak mempunyai persekutuan dengan Allah, maka hidupnya pasti tidak akan damai, sukacita, bahagia. Paling-paling ia bisa mempunyai kesenangan duniawi yang bersifat semu dan sementara, tetapi damai dan sukacita sejati tidak akan mungkin ia miliki.
Kesimpulan: Jadi, penderitaan sebagai hukuman dosa ini mencakup baik penderitaan fisik / jasmani, maupun penderitaan batin.
Catatan: Sekalipun dosa dihukum dengan penderitaan, tetapi penderitaan tidak selalu merupakan hukuman dari dosa. Kadang-kadang penderitaan merupakan hukuman dari dosa, seperti misalnya dalam kasus Gehazi (2Raja 5:25-27), tetapi kadang-kadang tidak, seperti dalam kasus Ayub, dan juga dalam kasus orang buta dalam Yoh 9:1-3.
Yohanes 9:1-3 - “(1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-muridNya bertanya kepadaNya: ‘Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?’ (3) Jawab Yesus: ‘Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia”.
Karena itu, pada waktu menghadapi orang yang mengalami penderitaan, jangan sembarangan menghakiminya dengan mengatakan bahwa ia menderita pasti karena dosa.
2) Putus hubungan dengan Allah.
Kejadian 3:23-24 - “(23) Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. (24) Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkanNyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan”.
Yesaya 59:2 - “tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”.
Karena Allah itu suci, Ia tidak bisa bersatu dengan manusia yang berdosa.
3) Kematian.
Kejadian 3:19 - “dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.’”.
Kejadian 2:17 - “tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”.
a) Mengapa Kej 3:19 tak cocok dengan Kej 2:17?
Adam Clarke menafsirkan sebagai berikut: sejak saat mereka makan buah itu mereka mati secara rohani, dan juga mereka menjadi ‘mortal’ (= bisa mati), dan bahkan juga ada di bawah pengaruh segala sesuatu yang tidak menyenangkan, sampai mereka mati.
Calvin memberikan penafsiran yang kurang lebih sama.
b) Sebagaimana hukuman yang lain, hukuman berupa kematian ini bukan hanya menimpa Adam saja, tetapi juga semua keturunannya.
Ayub 30:23 - “Ya, aku tahu: Engkau membawa aku kepada maut, ke tempat segala yang hidup dihimpunkan”.
Mazmur 49:10 - “Sungguh, akan dilihatnya: orang-orang yang mempunyai hikmat mati, orang-orang bodoh dan dungupun binasa bersama-sama dan meninggalkan harta benda mereka untuk orang lain”.
Mazmur 89:49 - “Siapakah orang yang hidup dan yang tidak mengalami kematian, yang dapat meluputkan nyawanya dari kuasa dunia orang mati? Sela”.
Pkh 8:8a - “Tiada seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian”.
Pkh 3:19-21 - “(19) Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia. (20) Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu. (21) Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi”.
Pkh 3:21 (KJV/RSV/NIV/NASB): ‘the spirit of the animal’ (= roh binatang).
Catatan: di sini Kitab Suci Indonesia secara salah menterjemahkan ‘nafas’. Sebetulnya kata yang diterjemahkan ‘nafas’ dalam Pkh 3:19 juga adalah RUAKH, tetapi di sini KJV/RSV/NIV/NASB menterjemahkan: ‘breath’ (= nafas), sekalipun footnote NIV memberikan terjemahan alternatif, yaitu ‘spirit’ (= roh).
Roma 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa”.
Ro 6:21,23a - “(21) Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian. ... (23a) Sebab upah dosa ialah maut”.
Ibrani 9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”.
Kematian ini bisa datang setiap saat, dan tidak akan bisa dihindari.
Illustrasi: ada dongeng kuno tentang seorang pedagang di Bagdad. Suatu hari ia suruh pelayannya pergi ke pasar. Pelayan itu kembali dengan muka pucat ketakutan. Tuannya bertanya: ‘Ada apa?’. Pelayan itu menjawab: ‘Tuan, aku bertemu dengan maut. Maut itu melihat aku, lalu menggerak-gerakkan tangannya secara menakutkan. Tuan, aku takut sekali, tolong pinjami aku kuda, supaya aku bisa lari’. Tuan itu bertanya: ‘Kamu mau lari kemana?’. ‘Aku mau lari ke kota Samarra’. Tuan itu kasihan dan lalu meminjamkan kudanya dan pelayan itu lari ke kota Samarra. Tuan itu lalu merasa penasaran, dan ia lalu pergi ke kota untuk mencari maut itu. Waktu bertemu dengan maut, ia lalu bertanya: ‘Hai maut, mengapa kamu menakut-nakuti pelayanku?’. Maut menjawab: ‘Aku tidak menakut-nakuti dia. Aku hanya heran melihat dia di pasar di kota Bagdad ini, karena aku mempunyai perjanjian untuk bertemu dengan dia malam ini di kota Samarra’.
Kalau kematian datang pada saudara malam ini, siapkah saudara?
4) Semua manusia lahir dengan dosa asal (kecuali Kristus).
Ro 5:12,18-19 - “(12) Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. ... (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
Jelas bahwa ‘satu orang’ dalam ay 12 adalah Adam, dan jelas juga bahwa yang dimaksud dengan ‘satu pelanggaran’ dan ‘ketidaktaatan satu orang’ adalah dosa pertama Adam. Jadi, ayat-ayat ini mengatakan bahwa gara-gara dosa pertama Adam, maka dosa masuk ke dalam dunia dan semua manusia menjadi orang berdosa di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena Adam, yang adalah manusia pertama, dianggap sebagai wakil dari seluruh umat manusia oleh Allah.
Illustrasi: Kalau Indonesia mengirimkan team sepak bola ke luar negeri untuk suatu pertandingan, maka pada waktu team itu kalah, orang berkata ‘Indonesia kalah’. Kita tidak ikut main sepak bola, tetapi tetap dianggap kalah, karena wakil kita kalah.
Roma 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia (KOSMOS) oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa”.
Charles Hodge (tentang Ro 5:12): “These words clearly declare a causal relation between the one man, Adam, and the entrance of sin into the world. … ‘Sin entered into the world.’ It is hardly necessary to remark, that κόσμος does not here mean ‘the universe’. ... It can only mean ‘the world of mankind.’ Sin entered the world; it invaded the face. ... It means that the world, κόσμος, mankind became sinners; because this clause is explained by saying, ‘all sinned.’” [= Kata-kata ini dengan jelas menyatakan suatu hubungan sebab-akibat antara satu orang itu, Adam, dan masuknya dosa ke dalam dunia. ... ‘Dosa telah masuk ke dalam dunia’. Hampir tak perlu dikatakan bahwa κόσμος (KOSMOS) di sini tidak berarti ‘alam semesta’. ... Itu hanya bisa berarti ‘dunia umat manusia’. Dosa telah masuk ke dalam dunia; itu menyerbu permukaannya / wajahnya. ... Itu berarti bahwa dunia, κόσμος (KOSMOS), umat manusia, telah menjadi orang-orang berdosa; karena anak kalimat ini dijelaskan dengan mengatakan ‘semua orang telah berdosa / berbuat dosa’].
Tentang kata-kata ‘semua orang telah berbuat dosa’ pada akhir Ro 5:12, perhatikan komentar Charles Hodge dan Calvin di bawah ini.
Charles Hodge: “The fourth class of interpreters, including commentators of every grade of orthodoxy, agree in saying that what is meant is, that all sinned in Adam as their head and representative. Such was the relation, natural and federal, between him and his posterity, that his act was putatively their act. That is, it was the judicial ground or reason why death passed on all men. In other words, they were regarded and treated as sinners on account of his sin” (= Golongan keempat dari para penterjemah, termasuk para penafsir dari setiap kelas dari ke-ortodox-an, setuju dalam mengatakan bahwa apa yang dimaksud adalah, bahwa semua berdosa / berbuat dosa dalam Adam sebagai kepala dan wakil mereka. Demikianlah hubungannya, alamiah dan bersifat perjanjian, antara dia dan keturunannya, sehingga tindakannya dianggap sebagai tindakan mereka. Artinya, itu merupakan dasar atau alasan yang berhubungan dengan pengadilan mengapa maut telah menjalar kepada semua orang. Dengan kata-kata lain, mereka dianggap dan diperlakukan sebagai orang-orang berdosa karena dosanya).
Calvin: “But ‘to sin’ in this case, is to become corrupt and vicious; for the natural depravity which we bring, from our mother’s womb, though it brings not forth immediately its own fruits, is yet sin before God, and deserves his vengeance: and this is that sin which they call original” (= Tetapi ‘berbuat dosa’ dalam kasus ini, artinya menjadi rusak dan jahat / keji; karena kebejatan alamiah yang kita bawa dari kandungan ibu kita, sekalipun itu tidak segera melahirkan / menimbulkan buah-buahnya sendiri, tetap adalah dosa di hadapan Allah, dan layak mendapatkan pembalasanNya: dan ini adalah dosa yang mereka sebut dosa asal).
Roma 5:18-19 - “(18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
Charles Hodge (tentang Ro 5:18-19): “In ver. 18, it is our being TREATED as sinners for the sin of Adam, and our being TREATED as righteous for the righteousness of Christ, that is most prominently presented. In ver. 19, on the contrary, it is our being REGARDED as sinners for the disobedience of Adam, and our being REGARDED as righteous for the obedience of Christ, that are rendered most conspicuous. … Though the one idea seems thus to be the more prominent in ver. 18, and the other in ver. 19, yet it is only a greater degree of prominency to the one, and not the exclusion of the other, that is in either case intended” (= Dalam ay 18, adalah DIPERLAKUKANNYA kita sebagai orang berdosa karena dosa Adam, dan DIPERLAKUKANNYA kita sebagai orang benar karena kebenaran Kristus, yang secara paling menyolok diajukan / disampaikan. Dalam ay 19, sebaliknya, adalah DIANGGAPNYA kita sebagai orang berdosa karena ketidak-taatan Adam, dan DIANGGAPNYA kita sebagai orang benar karena ketaatan Kristus, yang dibuat paling menyolok. ... Sekalipun gagasan yang satu kelihatan lebih menonjol dalam ay 18, dan gagasan yang lain dalam ay 19, tetapi itu hanya suatu tingkatan yang lebih besar dari ke-menonjol-an bagi yang satu, dan bukan pengeluaran dari yang lain, yang dimaksudkan dalam kasus yang manapun).
Ada agama lain yang percaya bahwa pada waktu lahir, manusia itu suci. Tetapi kekristenan tidak mempercayai hal seperti itu. Kekristenan mengatakan bahwa sejak lahir, bahkan pada waktu masih dalam kandungan, manusia sudah adalah orang berdosa. Inilah yang disebut dosa asal / original sin.
Ayat-ayat lain yang menjadi dasar dosa asal ini adalah:
a) Ayub 14:4 - “Siapa dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seorangpun tidak!”.
Barnes’ Notes: “This passage is of great value as showing the early opinion of the world in regard to the native character of man. The sentiment was undoubtedly common - so common as to have passed into a proverb - that man was a sinner; and that it could not be expected that anyone of the race should be pure and holy. ... As a historical record, this passage proves that the doctrine of original sin was early held in the world. Still it is true that the same great law prevails, that the off-spring of woman is a sinner - no matter where he may be born, or in what circumstances he may be placed. No art, no philosophy, no system of religion can prevent the operation of this great law under which we live, and by which we die” (= Text ini sangat berharga karena menunjukkan pandangan awal dari dunia berkenaan dengan karakter asli / alamiah dari manusia. Perasaan itu tak diragukan adalah sesuatu yang umum - begitu umum sehingga menjadi suatu pepatah - bahwa manusia adalah orang berdosa; dan bahwa tidak bisa diharapkan bahwa siapapun dari umat manusia adalah murni dan suci. ... Sebagai suatu catatan sejarah, text ini membuktikan bahwa doktrin dosa asal dipercaya / dipegang sejak awal dalam dunia. Juga adalah benar bahwa hukum besar yang sama berlaku, bahwa keturunan dari perempuan adalah orang berdosa - tak peduli dimana ia dilahirkan, atau dalam keadaan apa ia ditempatkan. Tak ada seni, tak ada filsafat, tak ada sistim agama, bisa mencegah bekerjanya hukum yang besar ini di bawah mana kita kidup, dan oleh apa kita mati).
b) Ayub 15:14 - “Masakan manusia bersih, masakan benar yang lahir dari perempuan?”.
c) Ayub 25:4 - “Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih?”.
d) Mazmur 51:7 - “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”.
Calvin: “The expression intimates that we are cherished in sin from the first moment that we are in the womb. ... The passage affords a striking testimony in proof of original sin entailed by Adam upon the whole human family” (= Ungkapan ini menunjukkan bahwa kita memegang dosa erat-erat sejak saat pertama kita ada dalam kandungan. ... Text ini memberikan suatu kesaksian yang menyolok untuk bukti dari dosa asal yang dilibatkan oleh Adam kepada seluruh keluarga umat manusia).
Spurgeon: “He is thunderstruck at the discovery of his inbred sin, and proceeds to set it forth. This was not intended to justify himself, but it rather meant to complete the confession. It is as if he said, not only have I sinned this once, but I am in my very nature a sinner. The fountain of my life is polluted as well as its streams. ... He goes back to the earliest moment of his being, not to traduce his mother, but to acknowledge the deep tap-roots of his sin. It is a wicked wresting of Scripture to deny that original sin and natural depravity are here taught” (= Ia seperti disambar petir pada penemuan dari dosa bawaannya, dan meneruskan untuk menyatakannya. Ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan dirinya sendiri, tetapi sebaliknya dimaksudkan untuk melengkapi pengakuan dosanya. Seakan-akan ia mengatakan, bukan hanya aku telah berdosa kali ini, tetapi aku, dalam hakekatku / sifat dasarku, adalah seorang berdosa. Sumber dari kehidupanku maupun alirannya dikotori / terpolusi. ... Ia pergi ke belakang pada saat yang paling awal dari keberadaannya, bukan untuk mempermalukan ibunya, tetapi untuk mengakui akar utama yang dalam dari dosanya. Merupakan suatu pemuntiran yang jahat dari Kitab Suci untuk menyangkal bahwa dosa asal dan kebejatan alamiah diajarkan di sini).
Spurgeon: “Infants are no innocents, being born with original sin, ... They are said to sin as they were in the loins of Adam, just as Levi is said to pay tithes to Melchizedek, even in the loins of his forefather Abraham (Hebrews 7:9-10); otherwise infants would not die, for death is the wages of sin (Romans 6:23)” [= Bayi-bayi tidaklah tak berdosa, karena dilahirkan dengan dosa asal, ... Mereka dikatakan berdosa / berbuat dosa pada waktu mereka ada dalam pinggang / tubuh dari Adam, sama seperti Lewi dikatakan membayar persembahan persepuluhan kepada Melkisedek, bahkan dalam pinggang / tubuh dari nenek moyangnya Abraham (Ibr 7:9,10); kalau tidak bayi-bayi tidak akan mati, karena maut adalah upah dari dosa (Roma 6:23)].
Ibrani 7:9-10 - “(9) Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan perantaraan Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang berhak menerima persepuluhan, (10) sebab ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika Melkisedek menyongsong bapa leluhurnya itu”.
e) Mazmur 58:4 - “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.
Calvin: “David accuses his enemies of being leavened with wickedness from the womb, alleging that their treachery and cruelty were born with them. We all come into the world stained with sin, possessed, as Adam’s posterity, of a nature essentially depraved, and incapable, in ourselves, of aiming at anything which is good; but there is a secret restraint upon most men which prevents them from proceeding all lengths in iniquity. The stain of original sin cleaves to the whole humanity without exception; but experience proves that some are characterised by modesty and decency of outward deportment; that others are wicked, yet, at the same time, within bounds of moderation; while a third class are so depraved in disposition as to be intolerable members of society. Now, it is this excessive wickedness - too marked to escape detestation even amidst the general corruption of mankind - which David ascribes to his enemies. He stigmatises them as monsters of iniquity” (= Daud menuduh musuh-musuhnya sebagai dipengaruhi dengan kejahatan sejak dari kandungan, dengan menyatakan bahwa pengkhianatan dan kekejaman mereka dilahirkan bersama mereka. Kita semua datang ke dalam dunia dengan dikotori / dinodai oleh dosa, dan memiliki, sebagai keturunan Adam, suatu sifat dasar / alamiah yang rusak / bejat secara hakiki, dan tidak mampu, dalam diri kita sendiri, mengarahkan pada apapun yang baik; tetapi di sana ada suatu pengekangan rahasia terhadap kebanyakan orang yang mencegah mereka dari maju / meneruskan sampai sejauh mungkin dalam kejahatan. Noda dari dosa asal memegang erat-erat seluruh umat manusia tanpa kecuali; tetapi pengalaman membuktikan bahwa sebagian / beberapa orang diberi ciri dengan kesederhanaan / kerendahan hati dan kesopanan dari tingkah laku lahiriah; bahwa orang-orang lain adalah jahat, tetapi pada saat yang sama, ada di dalam batasan-batasan dari sikap yang tidak berlebih-lebihan; sementara golongan yang ketiga begitu rusak / bejat dalam kecenderungan sehingga menjadi anggota-anggota masyarakat yang tidak bisa ditoleransi. Kejahatan yang berlebih-lebihan inilah - yang terlalu terlihat jelas untuk bisa lolos dari kebencian / kejijikan bahkan di antara kejahatan / kerusakan umum dari umat manusia - yang Daud perhitungkan kepada musuh-musuhnya. Ia menandai mereka sebagai monster-monster dari kejahatan).
5) Semua manusia berbuat dosa, condong kepada dosa, dan tidak bisa berbuat baik.
Karena semua manusia dilahirkan dengan dosa asal, maka semua manusia lahir sebagai orang berdosa. Dan ini menyebabkan mereka hidupnya juga terus berdosa.
Ilustrasi: kalau suatu makhluk lahir sebagai monyet, maka secara alamiah ia akan melakukan apapun yang biasanya dilakukan oleh monyet. Demikian juga kalau kita dilahirkan sebagai orang berdosa, maka secara alamiah kita akan melakukan apapun yang biasanya dilakukan oleh orang berdosa.
a) Kitab Suci menunjukkan bahwa semua manusia berdosa / berbuat dosa.
1. 1Raja 8:46 - “Apabila mereka berdosa kepadaMu - karena tidak ada manusia yang tidak berdosa - dan Engkau murka kepada mereka dan menyerahkan mereka kepada musuh, sehingga mereka diangkut tertawan ke negeri musuh yang jauh atau yang dekat”.
2. Amsal 20:9 - “Siapakah dapat berkata: ‘Aku telah membersihkan hatiku, aku tahir dari pada dosaku?’”.
3. Pkh 7:20 - “Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!”.
4. Yesaya 53:6 - “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.
Calvin: “‘We all, like sheep, have gone astray.’ In order to impress more deeply on our hearts the benefit of the death of Christ, he shows how necessary is that healing which he formerly mentioned. If we do not perceive our wretchedness and poverty, we shall never know how desirable is that remedy which Christ has brought to us, or approach him with due ardor of affection. As soon as we know that we are ruined, then, aware of our wretchedness, we eagerly run to avail ourselves of the remedy, which otherwise would be held by us in no estimation. In order, therefore, that Christ may be appreciated by us, let every one consider and examine himself, so as to acknowledge that he is ruined till he is redeemed by Christ. We see that here none are excepted, for the Prophet includes ‘all.’ The whole human race would have perished, if Christ had not brought relief. He does not even except the Jews, whose hearts were puffed up with a false opinion of their own superiority, but condemns them indiscriminately, along with others, to destruction” (= ‘Kita semua, seperti domba, telah sesat’. Untuk menanamkan kesan dengan lebih dalam pada hati kita manfaat dari kematian Kristus, ia menunjukkan betapa pentingnya penyembuhan yang ia sebutkan sebelumnya. Jika kita tidak mengerti keburukan dan kemiskinan kita, kita tidak akan pernah tahu betapa sangat diperlukannya obat yang telah Kristus bawa bagi kita, atau mendekati Dia dengan perasaan yang bersemangat / sangat ingin yang seharusnya. Begitu kita tahu bahwa kita hancur / rusak, maka sadar akan keburukan kita, kita dengan sungguh-sungguh / bersemangat berlari untuk mengambil manfaat dari obatnya, yang kalau tidak, akan tidak kita hargai sama sekali. Karena itu, supaya Kristus bisa kita hargai, hendaklah setiap orang dari kita mempertimbangkan / merenungkan dan memeriksa dirinya sendiri, sehingga mengakui bahwa ia rusak / hancur sampai ia ditebus oleh Kristus. Kita melihat bahwa di sini tak ada yang dikecualikan, karena sang Nabi mencakup ‘semua’. Seluruh umat manusia akan binasa seandainya Kristus tidak membawa pertolongan / pembebasan. Ia bahkan tidak mengecualikan orang-orang Yahudi, yang hatinya menggelembung / sombong dengan suatu pandangan yang salah tentang kesuperioran mereka, tetapi mengecam mereka tanpa membedakan, bersama-sama dengan orang-orang lain, kepada kehancuran).
Calvin: “By comparing them to sheep, he intends not to extenuate their guilt, as if little blame attached to them, but to state plainly that it belongs to Christ to gather from their wanderings those who resembled brute beasts” (= Dengan membandingkan mereka dengan domba, ia tidak bermaksud untuk meringankan kesalahan mereka, seakan-akan melekatkan kesalahan yang kecil kepada mereka, tetapi menyatakan dengan jelas / terang-terangan bahwa Kristuslah yang cocok untuk mengumpulkan dari pengembaraan mereka, mereka yang mirip dengan binatang yang bodoh).
Calvin: “‘Every one hath turned to his own way.’ By adding the term ‘every one,’ he descends from a universal statement, in which he included all, to a special statement, that every individual may consider in his own mind if it be so; for a general statement produces less effect upon us than to know that it belongs to each of us in particular. Let ‘every one,’ therefore, arouse his conscience, and present himself before the judgment-seat of God, that he may confess his wretchedness. Moreover, what is the nature of this ‘going astray’ the Prophet states more plainly. It is, that every one hath followed the way which he had chosen for himself, that is, hath determined to live according to his own fancy; by which he means that there is only one way of living uprightly, and if any one ‘turn aside’ from it, he can experience nothing but ‘going astray.’ He does not speak of works only, but of nature itself, which always leads us astray; for, if we could by natural instinct or by our own wisdom, bring ourselves back into the path, or guard ourselves against going astray, Christ would not be needed by us. Thus, in ourselves we all are undone unless Christ (John 8:36) sets us free; and the more we rely on our wisdom or industry, the more dreadfully and the more speedily do we draw down destruction on ourselves” [= ‘Masing-masing kita mengambil jalannya sendiri’. Dengan menambahkan istilah ‘masing-masing / setiap orang’, ia turun dari suatu pernyataan umum / universal, dalam mana ia mencakup semua orang, pada suatu pernyataan khusus, bahwa setiap individu bisa mempertimbangkan dalam pikirannya sendiri jika itu memang demikian; karena suatu pernyataan yang umum menghasilkan efek / hasil yang lebih kecil / rendah kepada kita dari pada mengetahui bahwa itu merupakan milik dari masing-masing kita secara khusus. Karena itu, hendaklah ‘masing-masing / setiap orang’, membangunkan hati nuraninya, dan menghadirkan dirinya sendiri di hadapan kursi penghakiman Allah, supaya ia bisa mengakui keburukannya. Selanjutnya, bagaimana sifat dari ‘kesesatan’ ini dinyatakan oleh sang Nabi dengan lebih jelas. Yaitu bahwa masing-masing / setiap orang telah mengikuti jalan yang telah ia pilih bagi dirinya sendiri, yaitu, telah tentukan untuk hidup sesuai dengan kesukaannya sendiri; dengan mana ia memaksudkan bahwa di sana hanya satu jalan untuk hidup secara benar / lurus, dan jika siapapun ‘menyimpang’ darinya, ia tidak bisa mengalami apapun kecuali ‘tersesat’. Ia tidak berbicara hanya tentang pekerjaan / perbuatan, tetapi tentang alam / sifat dasar sendiri, yang selalu membimbing kita untuk sesat; karena, jika kita oleh naluri alamiah atau hikmat kita sendiri bisa membawa diri kita sendiri kembali pada jalan yang benar, atau menjaga diri kita sendiri supaya tidak sesat, maka Kristus tidak akan kita butuhkan. Demikianlah, dalam diri kita sendiri kita semua berjalan menuju kehancuran kecuali Kristus (Yoh 8:36) membebaskan kita; dan makin kita bersandar pada hikmat atau usaha / kerajinan kita, makin menakutkan dan dengan makin cepat kita mendatangkan kehancuran kepada diri kita sendiri].
Yohanes 8:36 - “Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.’”.
5. Yesaya 64:6 - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin”.
Calvin (tentang Yes 64:6): “Some commentators torture this passage, by alleging that the Prophet, when he speaks of the pollutions of sins, describes all Jews without exception, though there still remained some of them who were sincere worshippers of God. But there are no good grounds for this; for the Prophet does not speak of individuals, but of the whole body, which, being trodden under foot by all men, and subjected to the utmost indignity, he compares to a filthy garment” (= Beberapa penafsir membengkokkan text ini, dengan mengatakan bahwa sang Nabi, pada waktu ia berbicara tentang polusi dari dosa, menggambarkan semua orang Yahudi tanpa kecuali, sekalipun di sana tetap tersisa beberapa / sebagian dari mereka yang adalah penyembah-penyembah yang tulus dari Allah. Tetapi di sana tak ada dasar untuk hal ini; karena sang Nabi tidak berbicara tentang individu-individu, tetapi tentang seluruh tubuh, yang karena diinjak-injak oleh kaki semua orang, dan ditundukkan pada penghinaan / kehinaan yang sepenuhnya, ia bandingkan dengan pakaian yang kotor).
E. J. Young: “After the expression of confidence just made, the people state their true nature. The speaker is not the entire nation, for the unbelieving portion of Israel would have no true knowledge of itself. Beginning with a verb in the past, the confession concludes with one in the future, for the purpose is to show what the true nature of the people has been and what will happen to them if there is no divine intervention. As in chapter fifty-three, emphasis here falls upon KULLANU (all of us), i.e. all who make this confession. The term ‘unclean’ (TAME’) is the technical word to indicate a legal impurity (cf. Lev. 5:2; 7:19, etc.), and the people are acknowledging that they were like those whom the law required to cry out, ‘Unclean!’ so that other men might not be contaminated by them. The second comparison, lit., ‘like a garment of times,’ refers to the menstrual periods of a woman. Both these comparisons are intended to stress the character of sin as pollution and to point out its disgusting nature. The righteous works that the people could present before God were even in their own eyes as disgusting and filthy as the menstrual cloths of women” [= Setelah pernyataan keyakinan baru dilakukan, orang-orang / bangsa itu menyatakan keadaan mereka yang sebenarnya. Si pembicara bukanlah seluruh bangsa, karena bagian yang tidak percaya dari Israel tidak akan mempunyai pengenalan yang benar tentang diri mereka sendiri. Dimulai dengan suatu kata kerja dalam bentuk lampau, pengakuan itu diakhiri dengan satu kata kerja dalam bentuk akan datang (future), karena tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana keadaan sebenarnya dari bangsa itu sampai pada saat itu, dan apa yang akan terjadi dengan mereka jika di sana tidak ada campur tangan ilahi. Seperti dalam pasal lima puluh tiga, penekanan di sini jatuh pada KULLANU (‘semua kita’ / ‘kami sekalian’), artinya ‘semua yang membuat pengakuan ini’. Istilah ‘najis’ (TAME’) adalah suatu kata tehnis untuk menunjukkan suatu kenajisan hukum (bdk. Yes 5:2; 7:19, dsb), dan bangsa itu sedang mengakui bahwa mereka adalah seperti mereka yang disuruh oleh hukum Taurat untuk berteriak, ‘Najis!’ supaya orang-orang lain tidak terkontaminasi oleh mereka. Perbandingan yang kedua, secara hurufiah, ‘seperti pakaian dari masa-masa / saat-saat’, menunjuk pada masa datang bulan dari seorang perempuan. Kedua perbandingan ini dimaksudkan untuk menekankan karakter dari dosa sebagai polusi dan untuk menunjukkan sifat yang menjijikkan dari dosa. Pekerjaan-pekerjaan kebenaran yang bangsa itu bisa bawa ke hadapan Allah, bahkan dalam pandangan mereka sendiri, adalah sama menjijikkan dan kotornya seperti kain untuk datang bulan dari perempuan-perempuan] - Libronix.
Matthew Henry (tentang Yesaya 64:6): “There was a general corruption of manners among them (v. 6): ‘We are all as an unclean thing,’ or as an unclean person, as one overspread with a leprosy, who was to be shut out of the camp. The body of the people were like one under a ceremonial pollution, who was not admitted into the courts of the tabernacle, or like one labouring under some loathsome disease, from the crown of the head to the sole of the foot ‘nothing but wounds and bruises,’ ch. 1:6. We have all by sin become not only obnoxious to God’s justice, but odious to his holiness; for sin is that ‘abominable thing which the Lord hates,’ and cannot endure to look upon” [= Di sana ada suatu kerusakan / kejahatan kelakuan yang umum di antara mereka (ay 6): ‘Kami sekalian / kami semua seperti hal yang najis’, atau seperti seorang najis, seperti seseorang yang diliputi / dipenuhi seluruhnya dengan kusta, yang harus dikurung di luar perkemahan / dijaga supaya tidak masuk ke dalam perkemahan. Tubuh dari bangsa itu seperti seseorang yang ada di bawah polusi yang bersifat upacara, yang tidak diijinkan untuk masuk ke dalam halaman dari Kemah Suci, atau seperti seseorang yang bekerja di bawah suatu penyakit yang menjijikkan, dari bagian teratas dari kepala sampai telapak kaki ‘tak ada lain kecuali luka-luka dan bengkak-bengkak’, pasal 1:6. Kita semua, oleh dosa, telah menjadi bukan hanya menjijikkan bagi keadilan Allah, tetapi menjijikkan bagi kekudusanNya; karena dosa adalah ‘hal menjijikkan yang dibenci oleh Tuhan’, dan Ia tidak bisa tahan melihatnya].
Yesaya 1:6 - “Dari telapak kaki sampai kepala tidak ada yang sehat: bengkak dan bilur dan luka baru, tidak dipijit dan tidak dibalut dan tidak ditaruh minyak”.
Yesaya 30:22 - “Engkau akan menganggap najis patung-patungmu yang disalut dengan perak atau yang dilapis dengan emas; engkau akan membuangnya seperti kain cemar sambil berkata kepadanya: ‘Keluar!’”.
KJV: ‘a menstruous cloth’ (= kain menstruasi).
NIV: ‘a menstrual cloth’ (= kain menstruasi).
6. Ro 3:9-12,23 - “(9) Jadi bagaimana? Adakah kita mempunyai kelebihan dari pada orang lain? Sama sekali tidak. Sebab di atas telah kita tuduh baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa, (10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ... (23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”. Bdk. Mazmur 14:1-3 / Mazmur 53:2-4.
Charles Hodge: “However men may differ among themselves as to individual character, as to outward circumstances, religious or social, when they appear at the bar of God, all appear on the same level. All are sinners, and being sinners, are exposed to condemnation, ver. 9” (= Bagaimanapun manusia bisa berbeda di antara mereka sendiri berkenaan dengan karakter individu, berkenaan dengan keadaan luar / lahiriah, agamawi atau sosial, pada waktu mereka tampil pada pengadilan Allah, semua terlihat di tingkat yang sama. Semua adalah orang-orang berdosa, dan sebagai orang-orang berdosa, mereka terbuka terhadap hukuman / kutukan, ay 9) - Libronix.
Kata-kata ini sangat perlu diperhatikan kalau kita menilai orang-orang yang dianggap saleh, khususnya mereka dari kalangan non Kristen, seperti Khong Hu Cu, Socrates, dan sebagainya. Di hadapan manusia mereka bisa dianggap baik, tetapi di hadapan Allah, semua adalah orang berdosa.
Jadi, pandangan Pdt. Stephen Tong bahwa Khong Hu Cu itu baik, ataupun pandangan Zwingli bahwa Socrates itu baik, bertentangan dengan ayat-ayat ini.
7. 1Yohanes 1:8,10 - “(8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. ... (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.
Ay 10 (KJV): ‘If we say that we have not sinned, we make him a liar, and his word is not in us’.
Herschel H. Hobbs: “‘Have sinned’ is a perfect tense ... It expresses action in the past which is still going on at the time of speaking, with the assumption that it will continue in the future. The perfect tense is the tense of completeness. It reads, ‘If we say that we have not sinned in the past, do not sin now, and will not sin in the future.’ Whereas in verse 8 the reference is to the principle of sin, in verse 10 it involves acts of sin” (= ‘Telah berbuat dosa’ merupakan perfect tense ... Itu menyatakan tindakan di masa lampau yang masih terus berlangsung pada saat berbicara, dengan anggapan bahwa itu akan berlanjut di masa yang akan datang. Perfect tense merupakan tense dari kelengkapan / kesempurnaan. Itu artinya: ‘Jika kita berkata bahwa kita tidak berbuat dosa di masa lampau, tidak berbuat dosa sekarang, dan tidak akan berbuat dosa di masa yang akan datang’. Kalau ay 8 berhubungan dengan kwalitet dosa, maka sebaliknya ay 10 menyangkut tindakan berdosa) - hal 35.
William Barclay: “Any number of people do not really believe that they have sinned and rather resent being called sinners. Their mistake is that they think of sin as the kind of thing which gets into the newspapers” (= Banyak orang tidak sungguh-sungguh percaya bahwa mereka telah berbuat dosa dan tersinggung / marah pada waktu disebut sebagai orang berdosa. Kesalahan mereka adalah bahwa mereka menganggap dosa sebagai hal-hal yang dimasukkan ke surat kabar) - hal 33.
Kata ‘dosa’ dalam ay 8,10 adalah HAMARTIA, yang arti hurufiahnya adalah ‘a missing of the target’ (= suatu keluputan dari sasaran). Ini menggambarkan orang yang memanah suatu sasaran, luputnya sedikit atau banyak, itu tetap namanya dosa. Sasaran seharusnya adalah Kitab Suci. Jadi kalau hidup kita tidak sesuai dengan Kitab Suci, apakah tidak sesuainya sedikit atau banyak, itu tetap adalah dosa.
b) Kitab Suci juga menunjukkan bahwa semua manusia condong / lebih senang pada dosa, dan bahkan sama sekali tidak bisa berbuat baik.
1. Condong kepada dosa.
Calvin: “Man’s disposition voluntarily so inclines to falsehood that he more quickly derives error from one word than truth from a wordy discourse” (= Kecenderungan manusia dengan sukarela begitu condong pada kepalsuan sehingga ia dengan lebih cepat mendapatkan kesalahan dari satu kata dari pada kebenaran dari suatu pelajaran yang panjang) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 7.
Contoh kecenderungan kepada dosa:
a. Kalau ada guru tidak masuk karena sakit, murid-muridnya malah senang.
b. Kalau dipukul, kita cenderung membalas daripada mengampuni.
c. Kalau mendengar Firman Tuhan selama 1 jam sudah merasa capai, tetapi kalau nonton film 3 jam tidak apa-apa.
d. Kalau membaca Kitab Suci merasa mengantuk, tetapi kalau membaca novel, buku silat, majalah dsb, tahan berjam-jam.
e. Anak kecil diajar mengasihi, hidup disiplin, dsb, sukar sekali. Tetapi kalau diajar untuk mencaci-maki orang, gampang sekali.
2. Sebetulnya, manusia berdosa itu bukan hanya cenderung kepada dosa, tetapi bahkan sama sekali tidak bisa berbuat baik, dan selalu berbuat dosa saja.
Ini bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
a. Kejadian 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.
KJV: ‘And GOD saw that the wickedness of man was great in the earth, and that every imagination of the thoughts of his heart was only evil continually’ (= Dan ALLAH melihat bahwa kejahatan manusia besar di bumi, dan bahwa setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dari hatinya hanyalah kejahatan terus menerus).
Terjemahan ‘continually’ (= terus menerus) sama dengan terjemahan dari RSV/NASB/ASV/NKJV. Tetapi NIV menterjemahkan: ‘all the time’ (= setiap waktu / saat).
Calvin: “‘Every imagination of the thoughts of his heart.’ Moses has traced the cause of the deluge to external acts of iniquity, he now ascends higher, and declares that men were not only perverse by habit, and by the custom of evil living; but that wickedness was too deeply seated in their hearts, to leave any hope of repentance. He certainly could not have more forcibly asserted that the depravity was such as no moderate remedy might cure. It may indeed happen, that men will sometimes plunge themselves into sin, while yet something of a sound mind will remain; but Moses teaches us, that the mind of those, concerning whom he speaks, was so thoroughly imbued with iniquity, that the whole presented nothing but what was to be condemned. For the language he employs is very emphatical: it seemed enough to have said, that their heart was corrupt: but not content with this word, he expressly asserts, ‘every imagination of the thoughts of the heart’; and adds the word ‘only’, as if he would deny that there was a drop of good mixed with it.” [= ‘Setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dari hatinya’. Musa telah melacak penyebab dari air bah pada tindakan-tindakan kejahatan luar, sekarang ia naik lebih tinggi, dan menyatakan bahwa manusia bukan hanya jahat oleh kebiasaan, dan oleh kebiasaan hidup jahat; tetapi bahwa kejahatan duduk dengan terlalu dalam di dalam hati mereka, untuk meninggalkan pengharapan apapun tentang pertobatan. Pastilah ia tidak bisa dengan lebih kuat menyatakan / menegaskan bahwa kebejatan adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada obat yang layak / lunak bisa menyembuhkannya. Memang bisa terjadi, bahwa manusia kadang-kadang akan menceburkan diri mereka sendiri ke dalam dosa, sementara sesuatu dari pikiran yang sehat tetap ada / tersisa; tetapi Musa mengajar kita, bahwa pikiran dari mereka, tentang siapa ia berbicara, adalah begitu menyeluruhnya dipenuhi dengan kejahatan, sehingga seluruhnya tidak memberikan apapun kecuali apa yang harus dihukum / dikutuk. Karena bahasa / kata-kata yang ia gunakan adalah sangat bersifat menekankan: kelihatannya adalah cukup untuk berkata, bahwa hati mereka jahat: tetapi tidak puas dengan kata ini, ia secara jelas / explicit menyatakan, ‘setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dari hati’; dan menambahkan kata ‘hanya’, seakan-akan ia menyangkal bahwa di sana ada satu tetespun kebaikan dicampurkan dengannya.].
Calvin: “‘Continually.’ Some expound this particle to mean, from commencing infancy; as if he would say, the depravity of men is very great from the time of their birth. But the more correct interpretation is, that the world had then become so hardened in its wickedness, and was so far from any amendment, or from entertaining any feeling of penitence, that it grew worse and worse as time advanced; and further, that it was not the folly of a few days, but the inveterate depravity which the children, having received, as by hereditary right, transmitted from their parents to their descendants” [= ‘Terus menerus’. Sebagian orang menjelaskan bagian ini sebagai berarti, sejak dari bayi; seakan-akan ia menyatakan, kebejatan manusia adalah sangat besar sejak saat kelahiran mereka. Tetapi penafsiran yang lebih benar adalah, bahwa dunia saat itu telah menjadi begitu dikeraskan dalam kejahatannya, dan ada begitu jauh dari perbaikan apapun, atau dari tindakan mempertimbangkan perasaan apapun tentang penyesalan, bahwa itu bertumbuh makin lama makin buruk dengan berjalannya waktu; dan lebih jauh, bahwa itu bukanlah kebodohan dari beberapa hari, tetapi kebejatan yang mendarah daging yang telah diterima anak-anak, seperti oleh hak warisan, diteruskan dari orang tua mereka kepada keturunan mereka].
Saya tak setuju dengan penafsiran Calvin tentang kata ‘continually’ (= terus menerus) ini. Saya justru setuju dengan pandangan yang ia tentang. Mengapa? Karena kata bahasa Ibrani yang diterjemahkan ‘continually’ (= terus menerus) ini adalah KOL HAYOM. Kata KOL artinya ‘semua / seluruh’; HA adalah ‘definite article’ (= kata sandang tertentu); kata YOM bisa diartikan ‘hari’ atau ‘waktu / saat’.
Jadi KOL HAYOM arti hurufiahnya adalah ‘the whole day / time’ (= seluruh hari / saat). Jadi, NIV yang menterjemahkan ‘all the time’ (= semua / setiap saat) menurut saya adalah terjemahan yang paling tepat / hurufiah, dan dengan demikian penafsiran yang Calvin berikan, yang kelihatannya mengarahkan pada dosa yang menurun / diwariskan, rasanya menjadi tidak masuk akal.
Keil & Delitzsch: “Now when the wickedness of man became great, and ‘every imagination of the thoughts of his heart was only evil the whole day,’ i.e., continually and altogether evil” (= Pada waktu kejahatan manusia menjadi besar, dan ‘setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dari hatinya hanyalah kejahatan seluruh hari’, yaitu, terus menerus dan sama sekali jahat).
Calvin: “Nevertheless, though Moses here speaks of the wickedness which at that time prevailed in the world, the general doctrine is properly and consistently hence elicited. Nor do they rashly distort the passage who extend it to the whole human race. So when David says, ‘That all have revolted, that they are become unprofitable, that is, none who does good, no not one; their throat is an open sepulcher; there is no fear of God before their eyes,’ (Psalm 5:10 14:3;) he deplores, truly, the impiety of his own age; yet Paul (Romans 3:12) does not scruple to extend it to all men of every age: and with justice; for it is not a mere complaint concerning a few men, but a description of the human mind when left to itself, destitute of the Spirit of God” [= Sekalipun Musa di sini berbicara tentang kejahatan yang pada saat itu berlaku di dunia, namun doktrin yang umum didapatkan dari sini secara benar dan konsisten. Juga mereka bukannya secara terburu-buru / gegabah menyimpangkan text ini, yang memperluasnya kepada seluruh umat manusia. Jadi pada waktu Daud berkata: ‘Bahwa mereka semua telah memberontak, bahwa mereka telah menjadi tak berguna, artinya, tak ada yang berbuat baik, tidak, seorangpun tidak; kerongkongan / tenggorokan mereka adalah kuburan yang terbuka; di sana tidak ada rasa takut akan Allah di depan mata mereka’, (Maz 5:10; 14:3); ia menyesalkan, secara benar, kejahatan dari jamannya sendiri; tetapi Paulus (Ro 3:12) tidak segan-segan untuk memperluasnya kepada semua manusia dari setiap jaman: dan dengan kebenaran / keadilan; karena ini bukanlah semata-mata suatu keluhan tentang beberapa orang, tetapi suatu penggambaran tentang pikiran manusia pada waktu dibiarkan / ditingalkan pada dirinya sendiri, miskin / tidak mempunyai Roh Allah].
Mazmur 5:10 - “Sebab perkataan mereka tidak ada yang jujur, batin mereka penuh kebusukan, kerongkongan mereka seperti kubur ternganga, lidah mereka merayu-rayu”.
Mazmur 14:3 - “Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”.
Roma 3:12 - “Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”.
b. Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.
KJV: ‘for the imagination of man’s heart is evil from his youth’ (= karena imajinasi dari hati manusia adalah jahat dari masa mudanya).
Perhatikan kemiripan Kejadian 6:5 dan Kejadian 8:21, khususnya dalam terjemahan KJV. Kej 6:5 terjadi sebelum air bah, Kej 8:21 terjadi sesudah air bah. Jadi, air bah itu tak mengubah manusia. Manusia tetap terus menerus berbuat dosa.
Calvin (tentang Kej 8:21): “Nor does the sentence refer only to corrupt morals; but their iniquity is said to be an innate iniquity, from which nothing but evils can spring forth. I wonder, however, whence that false version of this passage has crept in, that the thought is prone to evil; except, as is probable, that the place was thus corrupted, by those who dispute too philosophically concerning the corruption of human nature. It seemed to them hard, that man should be subjected, as a slave of the devil to sin. Therefore, by way of mitigation, they have said that he had a propensity to vices. But when the celestial Judge thunders from heaven, that his thoughts themselves are evil, what avails it to soften down that which, nevertheless, remains unalterable? Let men therefore acknowledge, that inasmuch as they are born of Adam, they are depraved creatures, and therefore can conceive only sinful thoughts, until they become the new workmanship of Christ, and are formed by his Spirit to a new life. And it is not to be doubted, that the Lord declares the very mind of man to be depraved, and altogether infected with sin; so that all the thoughts which proceed thence are evil” (= Kalimat ini tidak hanya menunjuk pada moral yang jahat; tetapi kejahatan mereka dikatakan sebagai suatu kejahatan bawaan, dari mana tidak ada apapun kecuali kejahatan bisa muncul. Tetapi saya bertanya-tanya, dari mana versi palsu tentang text ini telah merangkak masuk, bahwa pikiran condong pada kejahatan; kecuali, seperti memang memungkinkan, bahwa tempat ini telah dirusak seperti itu, oleh mereka yang memperdebatkan secara terlalu filosofis berkenaan dengan kerusakan dari manusia. Kelihatannya terlalu keras bagi mereka, bahwa manusia tunduk sebagai seorang budak dari Iblis kepada dosa. Karena itu, dengan cara memperingan, mereka telah mengatakan bahwa ia mempunyai suatu kecondongan kepada kejahatan. Tetapi ketika Hakim surgawi mengguntur dari surga, bahwa pikiran-pikiran mereka sendiri adalah jahat, apa gunanya melembutkan hal itu, yang bagaimanapun juga, tetap tak berubah? Karena itu hendaklah manusia mengakui, bahwa karena mereka dilahirkan dari Adam, mereka adalah makhluk-makhluk bejat, dan karena itu hanya bisa membayangkan pikiran-pikiran yang berdosa, sampai mereka menjadi hasil karya yang baru dari Kristus, dan dibentuk oleh RohNya pada suatu kehidupan yang baru. Dan tidak boleh diragukan, bahwa Tuhan menyatakan bahwa pikiran manusia sebagai bejat, dan secara menyeluruh dipengaruhi oleh dosa; sehingga semua pikiran-pikiran yang keluar dari sana adalah jahat).
c. Roma 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran”.
Calvin (tentang Ro 6:20): “He calls those ‘free from righteousness’ who are held by no bridle to obey righteousness. This is the liberty of the flesh, which so frees us from obedience to God, that it makes us slaves to the devil. Wretched then and accursed is this liberty, which with unbridled or rather mad frenzy, leads us exultingly to our destruction” (= Ia menyebut mereka ‘bebas dari kebenaran’ yang tidak ditahan oleh kekang untuk mentaati kebenaran. Ini adalah kebebasan dari daging, yang begitu membebaskan kita dari ketaatan kepada Allah, sehingga itu membuat kita budak-budak bagi Iblis. Maka sangat buruk dan terkutuklah kebebasan ini, yang dengan tanpa kekang, atau lebih tepat, kegilaan, membimbing kita dengan sangat senang kepada penghancuran kita).
d. Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Catatan: semua kata ‘suci’ dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘pure’ (= murni) dalam Kitab Suci bahasa Inggris.
Matthew Henry (tentang Titus 1:15): “To good Christians that are sound in the faith and thereby purified ‘all things are pure.’ Meats and drinks, and such things as were forbidden under the law (the observances of which some still maintain), in these there is now no such distinction, all are pure (lawful and free in their use), but to those that are defiled and unbelieving nothing is pure; things lawful and good they abuse and turn to sin; they suck poison out of that from which others draw sweetness; their mind and conscience, those leading faculties, being defiled, a taint is communicated to all they do” [= Bagi orang-orang Kristen yang baik / saleh yang sehat dalam iman dan dengan demikian dimurnikan, ‘semua hal adalah murni’. Makanan dan minuman, dan hal-hal yang dilarang di bawah hukum Taurat (yang masih dipelihara oleh sebagian orang), dalam hal-hal ini sekarang tidak ada pembedaan seperti itu, semua adalah murni (sah dan bebas dalam penggunaan mereka), tetapi bagi mereka yang cemar / najis dan tidak percaya tidak ada apapun yang murni; hal-hal yang sah dan baik mereka salah-gunakan dan belokkan kepada dosa; mereka menghisap racun dari itu dari mana orang-orang lain mendapat kemanisan; pikiran dan hati nurani mereka, hal-hal yang membimbing pikiran, telah dicemarkan / dinajiskan, dan karenanya suatu noda disampaikan pada semua yang mereka lakukan].
Matthew Henry (tentang Pkh 7:20): “We sin even in our doing good; there is something defective, nay, something offensive, in our best performances” (= Kita berdosa bahkan pada waktu kita berbuat baik; di sana ada sesuatu yang cacat, bahkan sesuatu yang menyakitkan hati / menjijikkan, dalam perbuatan-perbuatan terbaik kita).
Calvin (tentang Yes 64:6): “There are some who frequently quote this passage, in order to prove that so far are our works from having any merit in them, that they are rotten and loathsome in the sight of God. But this appears to me to be at variance with the Prophet’s meaning, who does not speak of the whole human race, but describes the complaint of those who, having been led into captivity, experienced the wrath of the Lord against them, and therefore, acknowledged that they and their righteousnesses were like a filthy garment. And first, he exhorts them to a confession of their sin, that they may acknowledge their guilt; and next, that they should nevertheless ask pardon from God, the manner of obtaining which is, that, while we complain that we are wretched and distressed, we at the same time acknowledge that we are justly punished for our sins” (= Ada beberapa / sebagian orang yang sering mengutip text ini, untuk membuktikan bahwa begitu jauh pekerjaan-pekerjaan kita dari mempunyai kebagusan / kelayakan untuk mendapat pahala dalam diri mereka, sehingga mereka busuk dan menjijikkan dalam pandangan Allah. Tetapi bagi saya ini kelihatannya berbeda dengan arti dari sang Nabi, yang tidak berbicara tentang seluruh umat manusia, tetapi menggambarkan keluhan dari mereka, yang setelah dibimbing ke dalam pembuangan, mengalami murka dari Tuhan terhadap mereka, dan karena itu, mengakui bahwa mereka dan kebenaran-kebenaran mereka adalah seperti pakaian kotor. Dan pertama, ia mendesak mereka pada suatu pengakuan dari dosa mereka, supaya mereka bisa mengakui kesalahan mereka; dan selanjutnya, supaya bagaimanapun mereka harus meminta ampun dari Allah, dan cara mendapatkan pengampunan itu adalah, sementara kita mengeluh bahwa kita berada dalam keadaan buruk dan susah, pada saat yang sama kita mengakui bahwa kita dihukum secara adil untuk dosa-dosa kita).
Catatan: saya heran mengapa Calvin menafsir seperti ini. Adalah aneh bahwa dalam penafsirannya tentang Kej 6:5 di atas, sekalipun ia mengatakan bahwa dalam ayat itu Musa berbicara tentang orang-orang pada jaman itu, tetapi ia tetap berpendapat bahwa ayat itu bisa diberlakukan secara umum bagi seluruh umat manusia, tetapi dalam Yes 64:6 ini ia mengatakan bahwa Yesaya hanya berbicara tentang orang-orang yang pulang dari pembuangan saja. Saya tidak setuju dengan dia dalam hal ini. Saya lebih setuju dengan tafsiran dari E. J. Young dan Matthew Henry, yang memberlakukan ayat itu secara umum kepada seluruh umat manusia.
E. J. Young (tentang Yes 64:6): “Calvin objects to the use of this verse to support the doctrine of total depravity, inasmuch as he believes that it is primarily the utterance not of all the Jews but only of those who, having experienced God’s wrath, acknowledge the true nature of their own righteousness. This is true, and yet the comparison is an apt description of the true nature of all our works of righteousness” [= Calvin keberatan terhadap penggunaan ayat ini untuk mendukung doktrin tentang Total Depravity (= Kebejatan Total), karena ia percaya bahwa itu terutama bukanlah ucapan tentang semua orang-orang Yahudi tetapi hanya dari mereka yang, setelah mengalami murka Allah, mengakui keadaan sebenarnya dari kebenaran mereka. Ini benar, tetapi perbandingan itu merupakan suatu penggambaran yang tepat / cocok tentang keadaan / sifat yang benar dari semua pekerjaan kebenaran kita] - Libronix.
Matthew Henry (tentang Yes 64:6): “‘Even all our righteousnesses are as filthy rags.’ (1.) ‘The best of our persons are so; we are all so corrupt and polluted that even those among us who pass for righteous men, in comparison with what our fathers were who rejoiced and wrought righteousness (v. 5), are but as filthy rags, fit to be case (cast?) to the dunghill. The best of them is as a brier.’ (2.) ‘The best of our performances are so. There is not only a general corruption of manners, but a general defection in the exercises of devotion too; those which pass for the sacrifices of righteousness, when they come to be enquired into, are the torn, and the lame, and the sick, and therefore are provoking to God, as nauseous as filthy rags.’ Our performances, though they be ever so plausible, if we depend upon them as our righteousness and think to merit by them at God’s hand, are as filthy rags - rags, and will not cover us - filthy rags, and will but defile us. True penitents cast away their idols as filthy rags (ch. 30:22), odious in their sight; here they acknowledge even their righteousness to be so in God’s sight if he should deal with them in strict justice. Our best duties are so defective, and so far short of the rule, that they are as rags, and so full of sin and corruption cleaving to them that they are as filthy rags. When we would do good evil is present with us; and the iniquity of our holy things would be our ruin if we were under the law” [= ‘Bahkan semua kebenaran-kebenaran kita seperti kain kotor’. (1.) ‘Yang terbaik dari orang-orang kita adalah seperti itu; kita semua adalah begitu rusak / jahat dan terpolusi sehingga bahkan mereka di antara kita yang dipandang sebagai orang benar, dalam perbandingan dengan bagaimana keadaan dari nenek moyang kami yang bersukacita dan melakukan kebenaran (ay 5 ??), hanyalah seperti kain kotor, cocok untuk dibuang ke tumpukan kotoran / tai. Yang terbaik dari mereka adalah seperti suatu tanaman yang berduri’. (2.) ‘Yang terbaik dari perbuatan-perbuatan kami / kita adalah demikian. Di sana bukan hanya ada suatu kerusakan / kejahatan tingkah laku yang umum, tetapi suatu cacat umum dalam pelaksanaan-pelaksanaan dari pembaktian juga; mereka yang dipandang sebagai korban-korban kebenaran, pada waktu mereka diselidiki, adalah korban-korban yang dicabik-cabik, dan pincang, dan sakit, dan karena itu memprovokasi Allah, sama memuakkannya seperti kain kotor’. Perbuatan-perbuatan kita, sekalipun mereka kelihatannya benar, jika kita bersandar kepada mereka sebagai kebenaran kita dan berpikir untuk layak mendapatkan pahala oleh mereka dari tangan Allah, adalah seperti kain kotor - kain compang camping, dan tidak akan menutupi kita - kain kotor, dan hanya akan mengotori / menajiskan kita. Petobat-petobat yang sejati membuang berhala-berhala mereka seperti kain kotor (pasal 30:22), menjijikkan dalam pandangan mereka; di sini mereka mengakui bahkan kebenaran mereka adalah seperti itu dalam pandangan Allah, jika Ia menghadapi mereka dengan keadilan yang ketat. Kewajiban-kewajiban / ketaatan-ketaatan terbaik kita adalah begitu bercacat, dan begitu jauh dari peraturannya, sehingga mereka adalah seperti kain compang camping, dan begitu penuh dengan dosa dan kerusakan / kejahatan yang melekat pada mereka sehingga mereka adalah seperti kain compang camping yang kotor. Pada waktu kita mau melakukan yang baik, kejahatan hadir bersama kita; dan kejahatan dari hal-hal kudus kita akan merupakan kehancuran kita seandainya kita berada di bawah hukum Taurat].
Yesaya 30:22 - “Engkau akan menganggap najis patung-patungmu yang disalut dengan perak atau yang dilapis dengan emas; engkau akan membuangnya seperti kain cemar sambil berkata kepadanya: ‘Keluar!’”.
KJV: ‘a menstruous cloth’ (= kain menstruasi).
NIV: ‘a menstrual cloth’ (= kain menstruasi).
Kalau saudara sudah bisa mempunyai kerinduan untuk melakukan hal-hal yang baik, seperti pergi ke gereja, mendengar Firman Tuhan, dsb, maka itu bisa terjadi karena Roh Kudus sudah bekerja dalam diri saudara (melahir-barukan dan mengubahkan saudara). Tanpa pekerjaan Roh Kudus, saudara tidak akan senang / rindu pada apa yang baik.
Calvin (tentang Kej 3:6): “A question is mooted by some, concerning the time of this fall, or rather ruin. The opinion has been pretty generally received, that they fell on the day they were created; and, therefore Augustine writes, that they stood only for six hours. The conjecture of others, that the temptation was delayed by Satan till the Sabbath, in order to profane that sacred day, is but weak. And certainly, by instances like these, all pious persons are admonished sparingly to indulge themselves in doubtful speculations. As for myself, since I have nothing to assert positively respecting the time, so I think it may be gathered from the narration of Moses, that they did not long retain the dignity they had received; for as soon as he has said they were created, he passes, without the mention of any other thing, to their fall. If Adam had lived but a moderate space of time with his wife, the blessing of God would not have been unfruitful in the production of offspring; but Moses intimates that they were deprived of God’s benefits before they had become accustomed to use them. I therefore readily subscribe to the exclamation of Augustine, ‘O wretched freewill, which, while yet entire, had so little stability!’ And, to say no more respecting the shortness of the time, the admonition of Bernard is worthy of remembrance: ‘Since we read that a fall so dreadful took place in Paradise, what shall we do on the dunghill?’” (= Suatu pertanyaan diperdebatkan oleh beberapa / sebagian orang, berkenaan dengan saat kejatuhan ini, atau lebih tepat, kehancuran ini. Pandangan yang secara umum telah diterima, adalah bahwa mereka jatuh pada hari mereka diciptakan; dan karena itu, Agustinus menulis, bahwa mereka bertahan hanya selama enam jam. Tebakan dari orang-orang lain, bahwa pencobaan itu ditunda oleh Iblis sampai hari Sabat, untuk menajiskan / mencemarkan hari keramat itu, hanyalah tebakan yang lemah. Dan pasti, oleh contoh-contoh seperti ini, semua orang-orang yang saleh dinasehati untuk membatasi diri mereka sendiri dalam menuruti hati mereka dalam spekulasi-spekulasi yang meragukan. Untuk diri saya sendiri, karena saya tidak mempunyai apapun untuk menegaskan secara positif berkenaan dengan waktu / saat, maka saya berpikir bahwa itu bisa didapatkan dari cerita Musa, bahwa mereka tidak lama mempertahankan martabat yang telah mereka terima; karena begitu ia telah mengatakan bahwa mereka diciptakan, ia beralih, tanpa menyebutkan hal lain apapun, pada kejatuhan mereka. Seandainya Adam hidup untuk suatu jangka waktu yang moderat dengan istrinya, berkat Allah akan telah berbuah dalam produksi keturunan; tetapi Musa mengisyaratkan bahwa mereka dicabut dari kebaikan-kebaikan Allah sebelum mereka menjadi terbiasa untuk menggunakannya. Karena itu, saya dengan cepat / rela menganut seruan dari Agustinus, ‘O kehendak bebas yang sangat buruk, yang pada saat masih utuh, mempunyai begitu kecil kestabilan!’ Dan, tanpa mengatakan lebih banyak lagi berkenaan dengan pendeknya waktu, nasehat dari Bernard layak untuk diingat: ‘Karena kita membaca bahwa suatu kejatuhan yang begitu menakutkan terjadi di Firdaus, apa yang akan kita lakukan pada tumpukan kotoran / tai?’).
6) Semua manusia ada di bawah murka Allah.
Yohanes 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya”.
Kata ‘tetap ada’ di sini menunjukkan bahwa dari semula (sejak orang itu lahir), murka Allah itu sudah ada di atasnya. Kalau ia percaya kepada Yesus, maka murka itu dicabut, tetapi kalau ia tidak percaya / tidak taat, maka murka Allah itu tetap ada di atasnya.
Kata ‘tetap ada’ ini dalam KJV diterjemahkan ‘abideth’ (= tinggal / tetap ada).
Calvin: “But to express more clearly that no hope remains for us, unless we are delivered by Christ, he says that the wrath of God ‘abideth’ on unbelievers. Though I am not dissatisfied with the view given by Augustine, that John the Baptist used the word ‘abideth,’ in order to inform us that, from the womb we were appointed to death, because we are all born the children of wrath, (Ephesians 2:3.) At least, I willingly admit an allusion of this sort, provided we hold the true and simple meaning to be what I have stated, that death hangs over all unbelievers, and keeps them oppressed and overwhelmed in such a manner that they can never escape. And, indeed, though already the reprobate are naturally condemned, yet by their unbelief they draw down on themselves a new death” [= Tetapi untuk menyatakan dengan lebih jelas bahwa tidak ada pengharapan tersisa bagi kita, kecuali kita dibebaskan oleh Kristus, ia mengatakan bahwa murka Allah ‘tinggal / tetap ada’ pada orang-orang yang tidak percaya. Bagaimanapun saya bukannya tidak puas dengan pandangan yang diberikan oleh Agustinus, bahwa Yohanes Pembaptis menggunakan kata ‘tinggal / tetap ada’, untuk memberi kita informasi bahwa sejak dari kandungan kita ditetapkan pada kematian, karena kita semua dilahirkan sebagai anak-anak kemurkaan (Ef 2:3). Setidaknya, saya dengan sukarela mengakui suatu kiasan dari jenis ini, asal kita memegang arti yang benar dan sederhana yang adalah apa yang telah saya nyatakan, bahwa kematian menggantung / tergantung di atas semua orang-orang yang tidak percaya, dan menjaga mereka ditindas dan dikalahkan dengan suatu cara sehingga mereka tidak pernah bisa lolos. Dan memang, sekalipun orang-orang jahat secara alamiah sudah dihukum, tetapi oleh ketidak percayaan mereka, mereka menurunkan kepada diri mereka sendiri suatu kematian yang baru].
Efesus 2:1-3 - “(1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain”.
Bagian yang saya garisbawahi itu, terjemahan hurufiahnya adalah seperti yang diberikan oleh NASB: ‘and were by nature children of wrath, even as the rest’ (= dan secara alamiah adalah anak-anak kemurkaan, sama seperti orang-orang yang lain).
Calvin (tentang Ef 2:3b): “‘And were by nature children of wrath.’ All men without exception, whether Jews or Gentiles, (Galatians 2:15,16,) are here pronounced to be guilty, until they are redeemed by Christ; so that out of Christ there is no righteousness, no salvation, and, in short, no excellence. ‘Children of wrath’ are those who are lost, and who deserve eternal death. ‘Wrath’ means the judgment of God; so that ‘the children of wrath’ are those who are condemned before God. Such, the apostle tells us, had been the Jews, - such had been all the excellent men that were now in the Church; and they were so ‘by nature,’ that is, from their very commencement, and from their mother’s womb” [= ‘Dan secara alamiah adalah anak-anak kemurkaan’. Semua orang tanpa kecuali, apakah Yahudi atau non Yahudi, (Gal 2:15,16), di sini dinyatakan sebagai bersalah, sampai mereka ditebus oleh Kristus; sehingga di luar Kristus tidak ada kebenaran, tak ada keselamatan, dan singkatnya, tak ada hal yang baik. ‘Anak-anak kemurkaan’ adalah mereka yang terhilang, dan yang layak mendapatkan kematian kekal. ‘Kemurkaan’ berarti penghakiman Allah; sehingga ‘anak-anak kemurkaan’ adalah mereka yang dikecam / dihukum di hadapan Allah. Demikianlah keadaan orang-orang Yahudi dulu, - demikianlah keadaan semua orang-orang yang baik sekali yang sekarang ada di dalam Gereja; dan mereka adalah demikian ‘secara alamiah’, artinya, dari pertama-tama keberadaan mereka, dan dari kandungan ibu mereka].
Matthew Henry: “‘We are by nature the children of wrath, even as others.’ The Jews were so, as well as the Gentiles; and one man is as much so as another by nature, not only by custom and imitation, but from the time when we began to exist, and by reason of our natural inclinations and appetites. All men, being naturally children of disobedience, are also by nature children of wrath: God is angry with the wicked every day. Our state and course are such as deserve wrath, and would end in eternal wrath, if divine grace did not interpose” (= ‘Kita secara alamiah adalah anak-anak kemurkaan, sama seperti orang-orang lain’. Orang-orang Yahudi adalah demikian, dan demikian juga orang-orang non Yahudi; dan satu orang adalah seperti itu sama seperti orang yang lain secara alamiah, bukan hanya karena tradisi / kebiasaan dan peniruan, tetapi sejak waktu dimana kita mulai ada, dan karena kecenderungan dan keinginan / nafsu alamiah kita. Semua manusia, karena secara alamiah adalah anak-anak ketidak-taatan, secara alamiah juga adalah anak-anak kemurkaan: Allah murka kepada orang-orang jahat setiap hari. Keadaan dan jalan kita adalah sedemikian rupa sehingga layak mendapatkan kemurkaan, dan akan berakhir dalam kematian kekal, jika kasih karunia ilahi tidak ikut campur).
Maz 7:12 - “Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat”.
Jadi, ini menunjukkan bahwa manusia itu secara alamiah, maksudnya sejak lahir, adalah orang yang dimurkai oleh Allah.
Kita lahir sebagai manusia berdosa, dan karena itu sejak kita lahir, kita sudah ada di bawah murka Allah. Kita tidak lahir di daerah netral! Kita lahir di bawah murka Allah! Karena itu, kalau saudara tidak mau datang dan percaya kepada Yesus untuk mendapatkan pengampunan dosa dan perdamaian dengan Allah, maka secara otomatis saudara akan menuju ke neraka dimana saudara akan mengalami / merasakan murka Allah secara penuh.
Kita lahir sebagai manusia berdosa, dan karena itu sejak kita lahir, kita sudah ada di bawah murka Allah. Kita tidak lahir di daerah netral! Kita lahir di bawah murka Allah! Karena itu, kalau saudara tidak mau datang dan percaya kepada Yesus untuk mendapatkan pengampunan dosa dan perdamaian dengan Allah, maka secara otomatis saudara akan menuju ke neraka dimana saudara akan mengalami / merasakan murka Allah secara penuh.
7) Neraka (Roma 6:23 Wahyu 21:8).
Yang ini bukan hanya merupakan akibat / hukuman terhadap dosa Adam saja, tetapi dosa setiap orang, karena Ro 6:23a berbunyi: “Sebab upah dosa ialah maut”. ‘Maut’ dalam Ro 6:23 ini tidak hanya menunjuk pada kematian biasa, tetapi menunjuk pada kematian kedua / penghukuman kekal di neraka.
Wahyu 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
Hal-hal yang perlu diketahui tentang neraka.
a) Neraka diajarkan paling banyak / sering oleh Yesus Kristus sendiri!
William G. T. Shedd: “Jesus Christ is the Person who is responsible for the doctrine of Eternal Perdition” (= Yesus Kristus adalah Pribadi yang bertanggung jawab untuk doktrin tentang Hukuman kekal) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 681.
Alan Cole (Tyndale) tentang Mark 9:43,45,47: “No man ever spoke stronger words about hell than the loving Son of God” (= Tidak ada orang yang pernah berbicara tentang neraka dengan kata-kata yang lebih kuat / keras dari pada Anak Allah yang penuh kasih) - hal 153.
Pulpit Commentary (tentang Markus 9:43-48): “The passage from which these few words are chosen is stern and severe; yet it was uttered by the gentle Teacher who would not break the bruised reed” (= Text dari mana kata-kata ini dipilih merupakan text yang keras; tetapi itu diucapkan oleh Guru yang lembut yang tidak akan mematahkan buluh yang terkulai) - hal 30.
Kalau kita membaca ayat-ayat tentang neraka dalam Alkitab, maka memang mayoritas dari ayat-ayat itu diucapkan langsung oleh Yesus sendiri!
Saya berikan beberapa contoh:
· Matius 8:12 - “sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.’”.
· Matius 11:23 - “Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini”.
Catatan: kata-kata ‘dunia orang mati’ dikontraskan dengan langit / surga, dan karena itu di sini kata itu harus diartikan sebagai ‘neraka’. Orang yang pergi ke surga sering dinyatakan sebagai ‘naik’ / ‘diangkat’ (seperti Elia, Yesus, dan juga Paulus dalam 2Kor 12:2,4, dsb), dan sebaliknya orang yang masuk neraka sering dinyatakan dengan kata ‘turun / diturunkan’ seperti dalam Mat 11:23 ini.
· Matius 13:42 - “Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; disanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
· Matius 13:50 - “lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
· Mat 22:13b - “... dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
· Matius 25:41 - “Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
· Matius 25:46 - “Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, ...”.
· Markus 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, (48) dimana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
· Luk 16:22-26 - “(22) Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. (23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. (24) Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. (25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.
Catatan: kata-kata ‘alam maut’ dalam ay 23 diterjemahkan dari kata Yunani HADES, dan di sini jelas harus diartikan sebagai ‘neraka’.
· Wahyu 14:11 - “Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.’”.
· Wah 19:20b - “Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang”.
· Wahyu 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
· Wahyu 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
Catatan: kitab Wahyu merupakan firman dari Yesus kepada Yohanes, jadi tetap merupakan ajaran langsung dari Yesus sendiri.
Kalau Yesus paling banyak / sering mengajar tentang neraka, maka jangan pernah mengatakan bahwa mengajarkan / berkhotbah tentang neraka merupakan suatu tindakan yang tidak kasih!
b) Sejarah / asal usul kata ‘neraka’.
Dalam Perjanjian Lama tidak ada kata yang secara khusus berarti ‘neraka’. Biasanya digunakan kata Ibrani SHEOL. Kata ini bisa berarti ‘keadaan kematian’, ‘kuburan’, atau ‘neraka’, dan kontext harus menentukan arti mana yang dipilih. Dalam Perjanjian Baru padan katanya adalah HADES, yang juga bisa berarti seperti itu.
Tetapi dalam Perjanjian Baru ada kata khusus untuk ‘neraka’, yaitu GEHENNA. Dalam Mark 9:43-48 kata ini muncul 3 x, yaitu dalam ay 43,45,47. Hendriksen (hal 365) mengatakan bahwa kata GEHENNA diturunkan dari kata bahasa Ibrani GE-HINNOM (Yos 15:8 18:16).
Yos 15:8 - “Kemudian batas itu naik ke lembah Ben-Hinom, di sebelah selatan sepanjang lereng gunung Yebus, itulah Yerusalem; kemudian batas itu naik ke puncak gunung yang di seberang lembah Hinom, di sebelah barat, di ujung utara lembah orang Refaim”.
Yos 18:6 - “Selanjutnya batas itu turun ke ujung pegunungan yang di tentangan lebak Ben-Hinom, di sebelah utara lembah orang Refaim; kemudian turun ke lebak Hinom, sepanjang lereng gunung Yebus, ke selatan, kemudian turun ke En-Rogel”.
Kata GE-HINNOM ini merupakan singkatan dari GE BEN-HINNOM, yang berarti ‘the valley of the son of Hinnom’ (= lembah dari anak Hinnom).
Ini merupakan suatu tempat di sebelah selatan Yerusalem, dan di tempat itu Ahas (ayah dari Hizkia) dan Manasye (anak dari Hizkia) mempersembahkan anak-anak mereka sebagai korban kepada dewa Molokh (2Raja 16:3 21:6 2Taw 28:3 33:6).
Raja Yosia yang saleh (cucu dari Manasye) menyatakan tempat itu sebagai tempat yang najis (2Raja 23:10), dan Yeremia juga memberikan kutukan terhadap tempat itu, dan menjadikannya sebagai kuburan (Yer 7:32 19:6).
2Raja 23:10 - “Ia menajiskan juga Tofet yang ada di lembah Ben-Hinom, supaya jangan orang mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban dalam api untuk dewa Molokh”.
Yer 7:32 - “Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa orang tidak akan mengatakan lagi ‘Tofet’ dan ‘Lembah Ben-Hinom’, melainkan ‘Lembah Pembunuhan’; orang akan menguburkan mayat di Tofet karena kekurangan tempat”.
Yer 19:6 - “Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa tempat ini tidak akan disebut lagi: Tofet dan Lembah Ben-Hinom, melainkan Lembah Pembunuhan”.
Tentang kata GEHENNA, William Barclay berkata: “It is a word with a history. It is a form of the word HINNOM. The valley of Hinnom was a ravine outside Jerusalem. It had an evil past. It was the valley in which Ahaz, in the old days, had instituted fire worship and the sacrifice of little children in the fire. ‘He burned incense in the valley of the son of Hinnom, and burned his sons as an offering.’ (2Chronicles 28:3). That terrible heathen worship was also followed by Manasseh (2Chronicles 33:6). The valley of Hinnom, Gehenna, therefore, was the scene of one of Israel’s most terrible lapses into heathen customs. In his reformations Josiah declared it an unclean place. ‘He defiled Topheth, which is in the valley of the sons of Hinnom, that no one might burn his son or his daughter as an offering to Molech.’ (2Kings 23:10). When the valley had been so declared unclean and had been so desecrated it was set apart as the place where the refuse of Jerusalem was burned. The consequence was that it was a foul, unclean place, where loathsome worms bred on the refuse, and which smoked and smouldered at all times like some vast incinerator. ... Because of all this Gehenna had become a kind of type or symbol of Hell, the place where the souls of the wicked would be tortured and destroyed. It is so used in the Talmud. ‘The sinner who desists from the words of the Law will in the end inherit Gehenna.’ So then Gehenna stands as the place of punishment, and the word roused in the mind of every Israelite the grimmest and most terrible pictures” [= Ini merupakan sebuah kata yang mempunyai sejarah. Ini merupakan suatu bentuk dari kata HINNOM. Lembah HINNOM merupakan suatu jurang di luar kota Yerusalem. Tempat ini mempunyai masa lalu yang jahat. Ini adalah lembah di mana Ahas pada masa yang lalu mendirikan penyembahan api dan pengorbanan anak-anak kecil dalam api. ‘Ia membakar juga korban di Lebak Ben-Hinom dan membakar anak-anaknya sebagai korban dalam api’ (2Taw 28:3). Ibadah kafir yang mengerikan itu juga diikuti oleh Manasye (2Taw 33:6). Karena itu, lembah HINNOM, GEHENNA, merupakan adegan dari salah satu kejatuhan yang mengerikan dari Israel ke dalam kebiasaan-kebiasaan kafir. Dalam reformasinya Yosia menyatakannya sebagai tempat yang najis. ‘Ia menajiskan juga Tofet yang ada di lembah Ben-Hinom, supaya jangan orang mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban dalam api untuk dewa Molokh.’ (2Raja 23:10). Pada waktu lembah itu telah dinyatakan sebagai najis dan telah diperlakukan sebagai najis, maka tempat itu dikhususkan sebagai tempat di mana sampah dari kota Yerusalem dibakar. Sebagai akibatnya adalah bahwa tempat itu menjadi tempat yang kotor dan berbau busuk dimana ulat yang menjijikkan berkembang biak pada sampah itu, dan yang berasap dan membara / menyala pada setiap saat seperti tempat pembakaran sampah yang luas. ... Karena semua ini, GEHENNA menjadi suatu jenis dari type atau simbol tentang neraka, tempat di mana jiwa-jiwa orang jahat akan disiksa dan dihancurkan. Itu digunakan seperti itu dalam Talmud. ‘Orang berdosa yang berhenti dari kata-kata hukum Taurat pada akhirnya akan mewarisi GEHENNA.’ Demikianlah maka GEHENNA menjadi tempat penghukuman, dan dalam pikiran setiap orang Israel kata itu menimbulkan gambaran yang paling menyeramkan dan mengerikan] - hal 231-232.
c) Neraka itu merupakan suatu tempat yang nyata dan betul-betul ada.
1. Bahwa neraka itu memang betul-betul merupakan suatu tempat (bukan sekedar merupakan suatu kondisi tetapi juga suatu lokasi) terlihat dari banyak hal, seperti:
a. Surga juga merupakan tempat.
Yoh 14:2-5 - “(2) Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. (3) Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. (4) Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.’ (5) Kata Tomas kepadaNya: ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’”.
Pulpit Commentary: “Heaven is a definite locality. Jesus is there in his glorified body” (= Surga adalah suatu tempat tertentu. Yesus ada di sana dalam tubuhNya yang telah dimuliakan) - hal 232.
Tentang ‘ascension’ / ‘kenaikan Kristus ke surga’, Charles Hodge berkata sebagai berikut: “It was a local transfer of his person from one place to another; from earth to heaven. Heaven is therefore a place” (= Itu merupakan perpindahan tempat dari pribadiNya dari satu tempat ke tempat lain; dari bumi ke surga. Karena itu, surga adalah suatu tempat) - ‘Systematic Theology’, Vol II, hal 630.
Herman Hoeksema: “Heaven is a definite place, and not merely a condition” (= Surga adalah tempat yang tertentu, dan bukan semata-mata merupakan suatu kondisi / keadaan) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 422.
Kalau surga adalah suatu tempat, tidak mungkin neraka bukan merupakan suatu tempat.
b. Banyak ayat tentang neraka yang jelas menunjukkan bahwa neraka merupakan suatu tempat, seperti:
· Ulangan 32:22 - “Sebab api telah dinyalakan oleh murkaKu, dan bernyala-nyala sampai ke bagian dunia orang mati yang paling bawah; api itu memakan bumi dengan hasilnya, dan menghanguskan dasar gunung-gunung”.
Catatan: ayat ini mengandung ancaman, berbicara tentang murka Allah yang bernyala-nyala dsb, dan karena itu saya berpendapat ini harus diartikan sebagai ‘neraka’. Dan adanya kata-kata ‘sampai’ dan ‘ke bagian dunia orang mati yang paling bawah’ menunjukkan bahwa itu merupakan suatu tempat.
· Mazmur 9:18 - “Orang-orang fasik akan kembali (berbelok) ke dunia orang mati, ya, segala bangsa yang melupakan Allah”.
Catatan:
* kata ‘kembali’ diterjemahkan dari kata Ibrani SHUB, yang bisa berarti ‘turn’ (= berbelok) atau ‘return’ (= kembali). Kalau dipilih ‘return’ (= kembali) maka secara implicit itu menunjukkan bahwa orang-orang itu asalnya dari sana. Karena itu saya lebih memilih terjemahan ‘turn’ (= berbelok), seperti dalam KJV dan ASV.
* ayat-ayat ini merupakan ancaman bagi orang-orang fasik, dan karena itu kata-kata ‘dunia orang mati’ (SHEOL) harus diartikan sebagai ‘neraka’.
· Matius 8:12 - “... akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, disanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
· Matius 11:23 - “Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini”.
· Matius 13:42 - “Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; disanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
· Matius 13:50 - “lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
· Mat 22:13b - “... dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
· Matius 25:41 - “Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
· Matius 25:46 - “Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, ...”.
· Markus 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, (48) dimana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
· Luk 16:22,23,26,28 - “(22) Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. (23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. ... (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. ... (28) sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini”.
· 2Tesalonika 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
· Wah 19:20b - “Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang”.
· Wahyu 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
· Wahyu 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
2. Ada ajaran / orang yang tidak percaya adanya neraka, seperti:
a. Ajaran Saksi Yehuwa, yang begitu menekankan kasih Allah sehingga mengatakan bahwa Allah yang kasih itu tidak mungkin menghukum manusia selama-lamanya di dalam neraka. Mereka percaya bahwa Allah akan memusnahkan manusia berdosa tetapi tidak menghukum mereka dalam neraka.
Untuk ini perlu diingat bahwa sekalipun Allah itu kasih, Ia juga adalah suci dan adil sehingga Ia membenci dosa dan harus menghukum orang berdosa. Ini sesuai dengan Nahum 1:3 yang berbunyi: “TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah” (bdk. Kel 34:6-7).
b. Pandangan yang berkata bahwa neraka adalah penderitaan yang kita alami di dunia ini.
Dalam suatu buku Saat Teduh ada cerita sebagai berikut:
“An evangelist once encountered a skeptic who, when asked to receive Christ, said, ‘I’m not afraid of Hell - all the Hell we get is here on earth! The preacher’s reply was quick and devastating, ‘I’ll give you three reasons why this cannot be Hell! First, I am a Christian, and there are no Christians in Hell! Secondly, there is a place just around the corner where you can slake your thirst, but there is no water in Hell! Thirdly, I have been preaching Christ to you, and there is no Gospel in Hell!’” (= Suatu kali seorang penginjil bertemu dengan seorang skeptik yang, pada waktu diminta untuk menerima Kristus, berkata: ‘Aku tidak takut pada neraka - Neraka yang kita dapatkan adalah di sini di dunia ini!’. Jawaban pengkhotbah itu cepat dan bersifat menghancurkan: ‘Aku akan memberimu 3 alasan mengapa ini tidak mungkin adalah neraka! Pertama, aku adalah seorang Kristen, dan tidak ada orang Kristen dalam neraka! Kedua, ada tempat di dekat sudut itu dimana kamu bisa memuaskan kehausanmu, tetapi tidak ada air dalam neraka! Ketiga, aku telah memberitakan Kristus kepadamu, dan tidak ada Injil dalam neraka!’) - ‘Bread For Each Day’, September 14.
Perlu diketahui bahwa penderitaan dalam dunia, yang bagaimanapun hebatnya, hanyalah semacam cicipan dari hukuman / siksaan yang luar biasa hebatnya dalam neraka.
Karena itu kalau saudara mau bunuh diri untuk lari dari penderitaan dunia ini, maka ingatlah bahwa itu akan menyebabkan saudara justru akan masuk ke dalam neraka selama-lamanya, dimana saudara akan mengalami penderitaan yang jauh lebih hebat dari penderitaan saudara dalam dunia ini!
Perlu saudara ingat bahwa kalau neraka itu tidak ada, maka:
a. Semua ayat-ayat Kitab Suci yang berbicara tentang neraka adalah salah dan harus dibuang dari Kitab Suci! Dan ayat-ayat ini cukup banyak jumlahnya!
b.Allah juga tidak ada. Mengapa bisa demikian? Semua orang harus mengakui bahwa dalam dunia ini ada banyak ketidakadilan, misalnya: orang saleh justru miskin, orang jahat justru jaya, orang kaya dan berkedudukan menindas orang miskin yang rendah, dsb. Juga ada banyak dosa yang tidak dihukum, mungkin karena dosa itu tidak diketahui orang lain, atau karena pintarnya orangnya mempermainkan hukum. Andaikata neraka tidak ada, maka semua ketidakadilan dan dosa ini tidak dibereskan! Dengan demikian Allah itu tidak adil, dan kalau Allah itu tidak adil, Ia bukanlah Allah. Jadi kalau saudara tidak mempercayai adanya neraka, saudara harus menjadi orang yang atheis!
Kalau saudara tidak percaya adanya neraka, saya justru yakin bahwa saudara akan masuk ke neraka. Pada saat itu saudara akan percaya akan adanya neraka, tetapi sudah terlambat!
Kesaksian: saya berdebat dari seorang Saksi Yehuwa tentang neraka. Dan saya mengatakan bahwa Charles Taze Russell dulunya tidak percaya adanya neraka, tetapi pada tahun 1917 ia bertobat dari kepercayaan sesat itu, dan ia lalu percaya adanya neraka. Saksi Yehuwa itu bertanya: ‘Dari mana kamu tahu Charles Taze Russell bertobat dalam hal itu?’. Saya jawab: ‘Kamu itu memang goblok! Charles Taze Russell itu mati pada tahun 1916. Jadi tahun 1917 ia sudah ada di neraka, dan karena itu ia pasti percaya neraka itu ada, karena itu sedang merasakan sakitnya neraka. Dan kamu juga akan menyusul pendirimu, kalau kalau tidak bertobat dari kepercayaan sesat itu!’. Orang itu tidak menjawab.
d) Orang-orang yang bakal / seharusnya masuk neraka.
Wah 21:8 memberikan daftar orang yang akan masuk neraka.
Wahyu 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
1. Orang-orang penakut.
Ini tentu tidak menunjuk pada orang yang takut dalam berkelahi, takut pada kegelapan, takut pada anjing dsb. Ini menunjuk pada orang yang karena takut lalu tidak ikut Kristus atau mundur dari Kristus (bdk. Ibr 10:38-39 Mat 13:21). Ini adalah orang yang termasuk rangking 1 yang akan masuk neraka!
Kalau saudara mendengar Injil, dan sebetulnya hati saudara percaya kepada Yesus, tetapi rasa takut terhadap orang sekitar saudara / keluarga saudara yang anti kristen membuat saudara tidak mau mengikut Yesus, maka saudara adalah orang yang termasuk dalam rangking I untuk masuk ne neraka!
Perhatikan peringatan / nasehat Tuhan Yesus dalam Mat 10:28 yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.
2. Orang-orang yang tidak percaya.
Yang dimaksud dengan ‘tidak percaya’ di sini, tentu adalah ‘tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan’. Bagaimanapun saudara berusaha berbuat baik, dan apapun agama / kepercayaan yang saudara anut (termasuk agama kristen), tetapi kalau saudara tidak percaya kepada Yesus Kristus, yang adalah satu-satunya Penebus dan Juruselamat dunia, saudara tetap akan masuk ke neraka untuk membayar sendiri hutang dosa saudara!
Perlu saudara ketahui bahwa:
a. ‘Sudah dibaptis’ tidak menjamin bahwa saudara sudah percaya.
b. ‘Sudah rajin ke gereja’ tidak menjamin bahwa saudara sudah percaya.
c. ‘Sudah melayani Tuhan’, bahkan ‘menjadi hamba Tuhan’, tidak menjamin bahwa saudara sudah percaya!
d. ‘Sudah berbahasa Roh’ tidak menjamin bahwa saudara sudah percaya. Memang kalau bahasa Rohnya asli, maka itu pasti menunjukkan orangnya betul-betul percaya. Tetapi begitu sukar untuk menguji / memeriksa asli tidaknya bahasa Roh. Ada yang buatan manusia, dan dalam hal ini tentu orangnya tahu akan hal itu. Ada yang dari setan, dan ini sukar diketahui karena betul-betul merupakan mujijat.
Bukti bahwa saudara adalah orang percaya adalah hidup yang berubah ke arah yang positif. Kalau saudara betul-betul percaya kepada Yesus, saudara pasti menerima / mempunyai Roh Kudus (Ef 1:13), dan Roh Kudus ini akan mengeluarkan buah Roh Kudus (Gal 5:22-23), sehingga hidup saudara akan disucikan tahap demi tahap.
Kalau saudara mengaku sebagai orang kristen tetapi hidup saudara sama sekali tidak bertambah baik, maka itu membuktikan saudara tidak betul-betul percaya kepada Yesus. Yakobus berkata bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:17,26).
Karena itu coba introspeksi diri saudara, apakah saudara betul-betul sudah percaya kepada Yesus atau tidak! Kalau saudara tidak percaya, saudara termasuk rangking ke 2 yang akan masuk neraka.
3. Orang-orang keji.
NASB / KJV: abominable (= orang yang menjijikkan / sangat buruk).
NIV: the vile (= orang busuk / keji).
RSV: the polluted (= orang kotor / cemar).
Ini rangking ke 3 yang akan masuk neraka!
4. Orang-orang pembunuh.
Ingat bahwa kalau saudara marah (yang dilandasi kebencian) atau mencaci maki, atau benci kepada seseorang, saudara sudah merupakan seorang pembunuh (Mat 5:21-22 1Yoh 3:15).
5. Orang-orang sundal.
Jangan mengartikan ini hanya sebagai pelacur! NIV menterjemahkan ‘the sexually immoral’ (= orang yang tidak bermoral dalam hal sex).
Jadi, setiap orang yang melakukan pelanggaran sexual, seperti:
a. Berzinah.
b. Memandang seorang perempuan dan menginginkannya (Mat 5:28).
c. Mempercakapkan hal-hal yang cabul (Ef 5:3-5).
d. Kawin cerai seenaknya (Mat 19:9 Luk 16:18).
e. Menjadi polygamist / polyandrist (= mempunyai istri / suami lebih dari satu).
f. Mempunyai PIL (Pria Idaman Lain) / WIL (Wanita Idaman Lain).
termasuk dalam golongan ini
Mungkin sekali berzinah itu enak, tetapi kenikmatan yang sebentar itu, yang mungkin hanya 15-30 menit, harus saudara tebus dengan mengalami penderitaan yang luar biasa hebatnya untuk selama-lamanya di neraka! Ingatlah ini setiap kali saudara mau melakukan perzinahan!
6. Tukang-tukang sihir.
Ini tidak menunjuk hanya pada dukun santet dsb. NIV menterjemahkan ‘those who practice magic arts’ (= mereka yang mempraktekkan seni / keahlian magic). Ini mencakup banyak hal seperti:
a. Main tenaga dalam, baik ikut latihan maupun disembuhkan dengan tenaga dalam.
b. Yoga, Waitangkung, Tai Chi, dsb.
c. Main ramalan (semua ramalan kecuali ramalan Kitab Suci / nubuat dan ramalan ilmu pengetahuan).
d. Permainan cucing / jailangkung, telepati, main dukun, santet, guna-guna, dsb.
e. Hipnotis.
Hati-hati dengan ‘counsellor kristen’ yang menggunakan hipnotis terhadap diri saudara. Ini termasuk occultisme, dan tidak seharusnya ada dalam suatu counselling kristen!
Memang dengan saudara menggunakan kuasa gelap, saudara bisa memperoleh keuntungan tertentu (kesehatan, uang, jabatan, cewek / cowok, sex, dsb) tetapi semua itu harus saudara tebus dengan masuk ke dalam neraka selama-lamanya!
7. Penyembah-penyembah berhala.
Masihkan saudara pergi ke Gunung Kawi untuk sembahyang di sana? Masihkah saudara menyimpan jimat-jimat tertentu, atau keris pusaka, atau patung-patung berhala tertentu, atau patung Maria / Yesus / salib untuk disembah? Masihkah saudara percaya pada Hu, PatKwa, dsb? Ini semua akan membawa saudara ke neraka!
8. Semua pendusta.
Tidak ada orang (kecuali Yesus) yang tidak pernah berdusta! Kalau saudara berkata bahwa dalam sepanjang hidup saudara, saudara tidak pernah berdusta, saya percaya bahwa kata-kata itu sudah merupakan dusta!
Apakah dusta itu merugikan orang atau tidak, dan apapun alasan saudara untuk berdusta, itu tetap adalah dusta dan itu akan membawa saudara ke neraka!
Sebetulnya tidak ada orang bisa lolos dari daftar ini! Saudarapun tidak terkecuali! Apa yang akan dialami oleh orang-orang yang masuk neraka dijelaskan dalam point e) - g) di bawah ini.
e) Neraka adalah tempat dimana orang terpisah dari Allah selama-lamanya, tanpa bisa dipulihkan kembali.
2Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
Perhatikan bahwa istilah ‘kebinasaan’ dalam ayat tersebut di atas tidaklah berarti bahwa orangnya dimusnahkan. Bagian terakhir dari ayat itu menjelaskan apa arti dari kata ‘kebinasaan’ itu, yaitu ‘dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya’. Dan ini berlangsung selama-lamanya!
Penjauhan ini juga terlihat dari Mat 25:41 - “Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
Pulpit Commentary: “Those who refused to accept the invitation to ‘come’, will have to obey the order to ‘go’” (= Mereka yang menolak untuk menerima undangan untuk ‘datang’, akan harus mentaati perintah untuk ‘pergi / enyah’) - hal 507.
Karena itu, kalau sampai saat ini saudara belum pernah betul‑betul datang kepada Yesus, cepatlah datang kepadaNya! Kalau tidak, akan datang waktunya bahwa saudara tidak lagi diundang untuk datang kepadaNya, tetapi diperintahkan untuk pergi dari hadapanNya (dan masuk ke neraka!) dan saat itu saudara harus menurut!
William Hendriksen (tentang Mat 25:41): “Although God is indeed everywhere, that presence is not everywhere a presence of love. It is from this presence of love, patience, and warning that the wicked are finally banished forever” (= Sekalipun Allah memang ada dimana-mana, kehadiran itu tidaklah dimana-mana berupa suatu kehadiran dari kasih. Adalah dari kehadiran dari kasih, kesabaran dan peringatan inilah orang-orang jahat akhirnya dibuang / dijauhkan untuk selama-lamanya).
Mungkin dalam pandangan orang kafir, terpisah dari Allah itu bukanlah suatu penderitaan. Tetapi perlu diingat bahwa terpisahnya manusia dengan Allah adalah sumber dari segala penderitaan. Pada waktu Adam dan Hawa masih suci, mereka hidup dekat dengan Allah, dan mereka mempunyai persekutuan yang indah dengan Allah, dan karena itu mereka hidup bahagia. Tetapi pada waktu mereka berdosa, hubungan mereka dengan Allah putus, sehingga mulai muncul segala macam penderitaan.
Juga bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:
1. Mazmur 16:11 - “... di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat senantiasa”.
NIV: ‘You will fill me with joy in your presence, with eternal pleasures at your right hand’ (= Engkau akan mengisi aku dengan sukacita di dalam kehadiranMu, dengan kesenangan yang kekal di tangan kananMu).
Calvin: “David, therefore, testifies that true and solid joy in which the minds of men may rest will never be found any where else but in God; and that, therefore, none but the faithful, who are contented with his grace alone, can be truly and perfectly happy” (= Karena itu, Daud menyaksikan bahwa sukacita yang benar / sejati dan mendalam / sempurna dalam mana pikiran dari manusia bisa beristirahat / tenang tidak pernah akan ditemukan di tempat lain kecuali dalam Allah; dan bahwa, karena itu, tak seorangpun kecuali orang-orang yang percaya / setia, yang puas dengan kasih karuniaNya saja, bisa bahagia dengan sungguh-sungguh dan dengan sempurna).
2. Mazmur 62:2 - “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari padaNyalah keselamatanku”.
NIV: ‘My soul finds rest in God alone’ (= Jiwaku menemukan istirahat / ketenangan dalam Allah saja).
Catatan: ayat ini diterjemahkan secara berbeda-beda.
Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa kalau seseorang dekat dengan Tuhan, maka ada sukacita, kebahagiaan, dan ketenangan / damai. Secara implicit ayat ini menunjukkan bahwa kalau seseorang terpisah dari Allah, ia tidak akan mempunyai sukacita, kebahagiaan, ataupun ketenangan / damai. Ia memang bisa mendapatkan sukacita / kebahagiaan duniawi yang bersifat semu dan sementara. Tetapi sukacita, kebahagiaan dan damai yang sejati, tidak akan pernah ia miliki.
Karena itu, pada waktu seseorang masuk neraka, dan ia dijauhkan dari hadirat Allah selama-lamanya, itu jelas menunjukkan akan adanya penderitaan yang juga bersifat kekal!
f) Neraka adalah tempat penyiksaan / penderitaan yang luar biasa hebatnya.
Ini ditunjukkan oleh:
1. Kata ‘siksaan’ / ‘menyiksa’ / ‘disiksa’.
Matius 25:46 - “Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.’”.
Yudas 7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang”.
Wahyu 14:11 - “Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.’”.
Wahyu 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
2. Dalam cerita Lazarus dan orang kaya, setelah orang kaya itu mati dan masuk ke alam maut / neraka, maka dikatakan bahwa ia ‘menderita sengsara’, ‘sangat kesakitan’, dan ‘sangat menderita’.
Lukas 16:23-25 - “(23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. (24) Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. (25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita”.
Lalu dalam Lukas 16:27-28 orang kaya itu menyebut neraka itu sebagai ‘tempat penderitaan’, dan ia tidak ingin saudara-saudaranya masuk ke sana.
Lukas 16:27-28 - “(27) Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, (28) sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini”.
3. Kata-kata ‘ratap / ratapan dan kertak gigi’.
Matius 8:12 - “sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.’”.
Mat 13:42,50 - “(42) Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. ... (50) lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
Matius 22:13 - “Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
Tentang kata ‘ratap’ / ‘ratapan’ tidak ada persoalan. Orang yang kesakitan pasti akan meratap. Tetapi apa sebabnya mereka mengertakkan gigi? Ada yang beranggapan bahwa ‘kertak gigi’ itu dilakukan karena mereka marah kepada Allah yang menyiksa mereka dengan begitu hebat. Tetapi saya beranggapan bahwa kertak gigi itu dilakukan untuk menahan sakit yang begitu hebat yang mereka derita. Yang manapun arti yang benar, tetap menunjukkan bahwa orang-orang ini mengalami penderitaan yang luar biasa.
4. Simbol-simbol tentang neraka, yaitu:
a. Api.
Matius 3:12 - “Alat penampi sudah ditanganNya. Ia akan membersihkan tempat pengirikanNya dan mengumpulkan gandumNya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakarNya dalam api yang tidak terpadamkan.’”.
Mat 13:42,50 - “(42) Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. ... (50) lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
Matius 25:41 - “Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
Markus 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, (48) di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
Luk 16:24 - “Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini”.
Yudas 7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang”.
Wahyu 14:11 - “Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.’”.
Wahyu 19:20 - “Maka tertangkaplah binatang itu dan bersama-sama dengan dia nabi palsu, yang telah mengadakan tanda-tanda di depan matanya, dan dengan demikian ia menyesatkan mereka yang telah menerima tanda dari binatang itu dan yang telah menyembah patungnya. Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang”.
Wahyu 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
Wahyu 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
Api merupakan simbol yang paling umum, dan penggunaan simbol api ini jelas menunjukkan suatu siksaan yang sangat menyakitkan. Kalau saudara terkena api sekitar 1-2 detik, itu sudah sangat menyakitkan. Kalau 15-30 detik, itu sudah merupakan luka bakar yang sangat parah dan menyakitkan. Bisakah saudara bayangkan bagaimana rasanya kalau saudara dibakar secara kekal?
b. Ulat-ulat bangkai.
Mark 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, (48) di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
Catatan: ay 44 dan ay 46 diletakkan oleh LAI di dalam tanda kurung tegak, untuk menunjukkan bahwa ayat-ayat itu diperdebatkan keasliannya. Tetapi ay 48, yang hampir persis bunyinya dengan ay 44 dan ay 46 tidak diletakkan dalam tanda kurung tegak. Jadi, ayat itu asli, dan pasti betul-betul Firman Tuhan!
Pernah terjadi ada orang yang mengalami kecelakaan mobil, sehingga lumpuh total karena syarafnya terjepit pada tulang belakangnya. Di rumah sakit ia terus terbaring pada punggungnya (tidak dibolak balik, karena takut syarafnya yang terjepit itu akan bertambah parah dan membunuh dia), dan akhirnya punggung itu membusuk dan ada zet / ulat bangkainya. Dalam keadaan hidup orang itu merasakan penderitaan yang begitu hebat karena zet itu menggerogoti tubuhnya! Akhirnya dia mati dan terbebas dari siksaan ulat bangkai duniawi itu. Tetapi kalau seseorang masuk ke neraka, hal seperti ini akan berlangsung selama-lamanya!
c. Kegelapan yang paling gelap.
Matius 8:12 - “sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.’”.
Matius 22:13 - “Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
Ini menggambarkan keadaan dalam penjara Romawi yang ada di bawah tanah di mana sama sekali tidak ada cahaya. Ini menyebabkan seseorang merasa stress, tidak ada harapan, depresi dsb, sehingga bisa gila, bunuh diri, dsb. Dan ini merupakan tempat penderitaan yang luar biasa hebatnya. Kalau tidak demikian, tentu orang Romawi tidak akan menciptakan tempat hukuman semacam itu.
Barnes’ Notes (tentang Mat 8:12): “This is an image of future punishment. It is not improbable that the image was taken from Roman dungeons or prisons. They were commonly constructed under ground. They were shut out from the light of the sun. They were, of course, damp, dark, and unhealthy, and probably most filthy. Masters were in the habit of constructing such prisons for their slaves, where the unhappy prisoner, without light, or company, or comfort, spent his days and nights in weeping from grief, and in vainly gnashing his teeth from indignation. The image expresses the fact that the wicked who are lost will be shut out from the light of heaven, and from peace, and joy, and hope; will weep in hopeless grief, and will gnash their teeth in indignation against God, and complain against his justice. What a striking image of future woe! Go to a damp, dark, solitary, and squalid dungeon; see a miserable and enraged victim; add to his sufferings the idea of eternity, and then remember that this, after all, is but an image, a faint image, of hell!” (= Ini adalah gambaran dari hukuman yang akan datang. Bukannya tidak mungkin bahwa gambar itu diambil dari penjara di bawah tanah Romawi. Mereka biasanya dibangun di bawah tanah. Mereka ditutup dari terang matahari. Tentu saja mereka lembab, gelap, dan tidak sehat, dan mungkin sangat kotor. Tuan-tuan mempunyai kebiasaan membangun penjara-penjara seperti itu untuk budak-budak mereka, dimana orang-orang tahanan yang sial / tak bahagia, tanpa terang, atau teman, atau penghiburan, menghabiskan hari-hari dan malam-malamnya dalam tangisan dari kesedihan, dan dalam kesia-siaan mengertakkan giginya dari kemarahan. Gambaran ini menyatakan fakta bahwa orang-orang jahat yang terhilang akan ditutup dari terang surga, dan dari damai, dan sukacita, dan pengharapan; akan menangis dalam kesedihan yang tanpa pengharapan, dan akan mengertakkan gigi mereka dalam kemarahan terhadap Allah, dan keluhan terhadap keadilanNya. Betul-betul suatu gambaran yang menyolok tentang kesengsaraan yang akan datang! Pergilah ke suatu kamar bawah tanah yang lembab, gelap, terpencil / menyendiri, dan jorok; lihatlah seorang korban yang menyedihkan dan sangat marah; tambahkan pada penderitaannya gagasan tentang kekekalan, dan lalu ingatlah bahwa ini, bagaimanapun juga, hanyalah merupakan suatu gambaran, gambaran yang redup, dari neraka!).
Sekarang, apakah api, ulat bangkai, dan kegelapan ini adalah sesuatu yang bersifat hurufiah atau simbol?
· Ada penafsir yang menganggap bahwa api adalah sesuatu yang hurufiah / bukan simbol. Argumentasinya: “Fire is evidently the only word in human language which can suggest the anguish of perdition. It is the only word in the parable of the wheat and the tares which our Lord did not interpret (Matt. 13:36-43). He said: ‘The field is the world,’ ‘the enemy ... is the devil,’ ‘the harvest is the end of the world,’ ‘the reapers are the angels.’ But we look in vain for such a statement as, ‘the fire is ...’ The only reasonable explanation is that fire is not a symbol. It perfectly describes the reality of the eternal burnings” [= Api jelas merupakan satu-satunya kata dalam bahasa manusia yang bisa menunjukkan penderitaan dari penghukuman akhir / neraka. Itu adalah satu-satunya kata dalam perumpamaan gandum dan lalang yang tidak ditafsirkan oleh Tuhan kita (Mat 13:36-43). Ia berkata: ‘ladang ialah dunia’, ‘musuh ... ialah Iblis’, ‘waktu menuai ialah akhir zaman’, ‘para penuai ialah malaikat’. Tetapi kita mencari dengan sia-sia pernyataan seperti ini, ‘api ialah ...’. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah bahwa api bukanlah simbol. Itu secara sempurna menggambarkan kenyataan dari pembakaran kekal] - S. Maxwell Coder, ‘Jude: The Acts of The Apostates’, hal 82.
Saya berpendapat bahwa argumentasi ini tidak kuat dan bisa dijawab dengan mudah. Api tak diberi arti karena apapun yang ada di neraka (juga di surga) tak ada di dunia / alam semesta ini. Jadi, mau disamakan dengan apa?
· Kebanyakan penafsir beranggapan bahwa semua ini (api, ulat bangkai, kegelapan) adalah simbol!
Pulpit Commentary: “They are the symbols of certain dreadful realities; too dreadful for human language to describe or human thought to conceive” (= Itu adalah simbol-simbol dari kenyataan-kenyataan menakutkan tertentu / yang pasti; terlalu menakutkan untuk digambarkan oleh bahasa manusia ataupun untuk dimengerti / dibayangkan oleh pikiran manusia) - hal 9.
Barnes’ Notes (tentang Markus 9:44-46): “It is not to be supposed that there will be any ‘real’ worm in hell - perhaps no material fire; nor can it be told what was particularly intended by the undying worm. There is no authority for applying it, as is often done, to remorse of conscience, anymore than to any other of the pains and reflections of hell. It is a mere image of loathsome, dreadful, and ‘eternal’ suffering. In what that suffering will consist it is probably beyond the power of any living mortal to imagine” (= Tidak boleh dianggap / diduga bahwa di sana akan ada ulat ‘sungguh-sungguh’ dalam dunia - mungkin juga tidak ada api secara materi; juga tak bisa diberitahukan apa yang dimaksudkan secara khusus dengan ulat yang tidak mati. Di sana tidak ada otoritas untuk menerapkannya, seperti yang sering dilakukan, pada penyesalan dari hati nurani, ataupun pada rasa sakit atau perenungan lain manapun dari neraka. Itu adalah semata-mata suatu gambaran yang menjijikkan, menakutkan, dan penderitaan ‘kekal’. Dalam hal penderitaan itu terdiri dari apa, mungkin itu ada di luar kuasa dari manusia fana yang masih hidup untuk membayangkan).
Apa alasannya menganggap hal-hal ini sebagai simbol? Alasannya adalah:
* ‘api’ dan ‘kegelapan’ tidak mungkin bisa bersatu.
William Hendriksen (tentang Luk 16:23-24): “But if hell is a place of fire, how can it also be a place of darkness? Are not these two concepts mutually exclusive? Well, not always necessarily. For example, by means of a certain form of radiation people have been seriously burned even though when it happened they were in a dark room. Nevertheless, it is advisable not to speculate. ... It should be sufficient to conclude from all this that such terms as fire and darkness should not be taken too literally. Each in its own way indicates the terrors of the lost in the place from which there is no return” (= Tetapi jika neraka adalah suatu tempat dari api, bagaimana itu juga bisa merupakan suatu tempat kegelapan? Bukankah dua konsep ini saling bertentangan? Tidak selalu harus bertentangan. Sebagai contoh, dengan cara dari suatu bentuk radiasi tertentu orang-orang telah dibakar secara serius sekalipun pada saat itu terjadi mereka berada di kamar yang gelap. Tetapi, sebaiknya kita tidak berspekulasi. ... Cukuplah untuk menyimpulkan dari semua ini bahwa istilah-istilah seperti api dan kegelapan itu tidak boleh diterima secara terlalu hurufiah. Masing-masing dengan caranya sendiri menunjukkan kengerian dari orang-orang yang terhilang di tempat dari mana tidak ada jalan untuk kembali).
Catatan: saya menganggap kata-kata William Hendriksen tentang radiasi itu terlalu mengada-ada.
* pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga digunakan simbol.
Wah 21:11-21 - “(11) Kota itu penuh dengan kemuliaan Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal. (12) Dan temboknya besar lagi tinggi dan pintu gerbangnya dua belas buah; dan di atas pintu-pintu gerbang itu ada dua belas malaikat dan di atasnya tertulis nama kedua belas suku Israel. (13) Di sebelah timur terdapat tiga pintu gerbang dan di sebelah utara tiga pintu gerbang dan di sebelah selatan tiga pintu gerbang dan di sebelah barat tiga pintu gerbang. (14) Dan tembok kota itu mempunyai dua belas batu dasar dan di atasnya tertulis kedua belas nama kedua belas rasul Anak Domba itu. (15) Dan ia, yang berkata-kata dengan aku, mempunyai suatu tongkat pengukur dari emas untuk mengukur kota itu serta pintu-pintu gerbangnya dan temboknya. (16) Kota itu bentuknya empat persegi, panjangnya sama dengan lebarnya. Dan ia mengukur kota itu dengan tongkat itu: dua belas ribu stadia; panjangnya dan lebarnya dan tingginya sama. (17) Lalu ia mengukur temboknya: seratus empat puluh empat hasta, menurut ukuran manusia, yang adalah juga ukuran malaikat. (18) Tembok itu terbuat dari permata yaspis; dan kota itu sendiri dari emas tulen, bagaikan kaca murni. (19) Dan dasar-dasar tembok kota itu dihiasi dengan segala jenis permata. Dasar yang pertama batu yaspis, dasar yang kedua batu nilam, dasar yang ketiga batu mirah, dasar yang keempat batu zamrud, (20) dasar yang kelima batu unam, dasar yang keenam batu sardis, dasar yang ketujuh batu ratna cempaka, yang kedelapan batu beril, yang kesembilan batu krisolit, yang kesepuluh batu krisopras, yang kesebelas batu lazuardi dan yang kedua belas batu kecubung. (21) Dan kedua belas pintu gerbang itu adalah dua belas mutiara: setiap pintu gerbang terdiri dari satu mutiara dan jalan-jalan kota itu dari emas murni bagaikan kaca bening”.
Mengapa? Karena bahan-bahan di surga itu jelas tidak ada di dunia. Kalau sorga digambarkan dengan simbol, saya juga percaya bahwa neraka juga digambarkan dengan simbol.
Calvin memberi komentar tentang kata-kata ‘dapur api’ dalam Mat 13:42 dengan kata-kata sebagai berikut: “This is a metaphorical expression; for, as the infinite glory which is laid up for the sons of God so far exceeds all our senses, that we cannot find words to express it, so the punishment which awaits the reprobate is incomprehensible, and is therefore shadowed out according to the measure of our capacity” (= Ini merupakan suatu ungkapan yang bersifat kiasan; karena, sebagaimana kemuliaan tak terbatas yang disimpan untuk anak-anak Allah begitu jauh melampaui pengertian / pikiran kita, sehingga kita tidak bisa menemukan kata-kata untuk menyatakannya, demikian juga hukuman yang menantikan orang-orang yang ditentukan untuk binasa tidak bisa dimengerti, dan karena itu dibayangkan / digambarkan sesuai dengan ukuran kapasitas kita).
Tetapi satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ialah: jangan sekali-kali hal ini membuat saudara menganggap bahwa kalau demikian neraka tidaklah terlalu menakutkan. Pemikiran ‘Toh semua itu hanya simbol, jadi tidak perlu terlalu kita takuti’ adalah pemikiran yang sangat bodoh dan keliru. Perlu saudara ingat bahwa pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga dengan simbol, Kitab Suci menggambarkannya dengan simbol yang indah. Kalau simbolnya indah / mulia, maka aslinya tentu lebih indah / lebih mulia lagi. Sebaliknya pada waktu Kitab Suci menggambarkan tentang neraka, maka Kitab Suci menggunakan simbol-simbol yang mengerikan. Kalau simbolnya mengerikan, maka aslinya tentu lebih mengerikan lagi!
C. H. Spurgeon: “Seek the true Saviour and be not content till thou hast him, for if lost thy ruin will be terrible. Oh, that lake! Have you ever read the words, ‘Shall be cast into the lake of fire, which is the second death’? The lake of fire! and souls cast into it! The imagery is dreadful. ‘Ah,’ says one, ‘that is a metaphor.’ Yes, I know it is, and a metaphor is but a shadow of the reality. Then, if the shadow be a lake of fire, what must the reality be? If we can hardly bear to think of a ‘worm that never dieth,’ and a ‘fire that never shall be quenched,’ and of a lake whose seething waves of fire that dash o’er undying and hopeless souls, what must hell be in very deed? The descriptions of Scriptures are, after all, but condescensions to our ignorance, partial revealings of fathomless mysteries; but if these are so dreadful, what must the full reality be? Provoke it not, my hearers, tempt not your God, neglect not the great salvation, for if you do, you shall not escape” (= Carilah Juruselamat yang sejati dan janganlah puas sampai engkau memiliki Dia, karena jika engkau terhilang kehancuranmu akan mengerikan. O, lautan itu! Pernahkah engkau membaca kata-kata ‘Akan dilemparkan ke dalam lautan api, yang adalah kematian yang kedua’? Lautan api! dan jiwa-jiwa dilemparkan ke dalamnya! Gambaran ini mengerikan! ‘Ah’, kata seseorang, ‘itu merupakan suatu gambaran / kiasan’. Ya, aku tahu itu, dan suatu kiasan hanyalah merupakan bayangan dari kenyataannya. Jadi, jika bayangannya adalah lautan api, bagaimana kenyataannya? Jika kita hampir tidak tahan untuk memikirkan ‘ulat yang tidak pernah mati’, dan ‘api yang tidak terpadamkan’, dan tentang lautan dengan gelombang apinya yang mendidih yang menghantam jiwa-jiwa yang tidak bisa mati dan tanpa harapan, bagaimana kira-kiranya kenyataan dari neraka? Penggambaran Kitab Suci merupakan suatu penurunan / perendahan pada kebodohan kita, pernyataan sebagian dari misteri yang tidak bisa diukur; tetapi jika ini begitu mengerikan, bagaimana kenyataannya? Para pendengarku, janganlah menggusarkan dan mencobai Allahmu, janganlah mengabaikan keselamatan yang besar, karena jika engkau melakukannya, engkau tidak akan lolos) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol 3, hal 622.
g) Neraka adalah tempat penyiksaan / penderitaan yang bersifat kekal / selama-lamanya, tanpa ada akhir, pengurangan (ingat bahwa hukuman di neraka bukanlah hukuman yang bersifat memperbaiki, tetapi betul-betul hukuman, dan karenanya tidak ada pengurangan) ataupun istirahat dari hukuman tersebut.
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh mengajarkan bahwa neraka itu ada, tetapi begitu orang masuk ke neraka, ia langsung musnah.
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh: “Iblis dan para pembantunya juga akan mengalami nasib yang sama (Wahyu 20:10). Konteks seluruh Alkitab menjadi jelas bahwa ‘kematian yang kedua’ ini (Why 21:8) mengartikan bahwa derita yang dialami orang jahat itu adalah penghancuran secara menyeluruh, tuntas. Lalu, apa gerangan yang dimaksud dengan konsep adanya naraka yang menyala-nyala selama-lamanya? Pengamatan yang saksama menunjukkan bahwa Alkitab tidak mengajarkan naraka atau api yang abadi seperti itu” - ‘Apa Yang Anda Perlu Ketahui Tentang 27 Uraian Doktrin Dasar Alkitabiah’, hal 426.
Catatan: dalam buku-buku mereka memang ditulis ‘naraka’, bukan ‘neraka’, dan saya tidak tahu mengapa.
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh: “Bagaimana sifat api naraka itu? Apakah orang akan dibakar di sana selama-lamanya? ... Kitab Suci mengajarkan bahwa orang jahat akan ‘dilenyapkan’ (Mzm 37:9,34); bahwa mereka akan binasa (Mzm 37:20; 68:2). Mereka tidak hidup dalam keadaan sadar selama-lamanya, melainkan akan dihanguskan (Mal 4:1; Mat 13:30,40; 2Ptr 3:10). Mereka akan dibinasakan (Mzm 145:20; 2Tes 1:9; Ibr 2:14) dilenyapkan (Mzm 104:35).” - ‘Apa Yang Anda Perlu Ketahui Tentang 27 Uraian Doktrin Dasar Alkitabiah’, hal 426-427.
Maz 37:9,20,34 - “(9) Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri. ... (20) Sesungguhnya, orang-orang fasik akan binasa; musuh TUHAN seperti keindahan padang rumput: mereka habis lenyap, habis lenyap bagaikan asap. ... (34) Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalanNya, maka Ia akan mengangkat engkau untuk mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-orang fasik dilenyapkan”.
Mazmur 68:3 - “Seperti asap hilang tertiup, seperti lilin meleleh di depan api, demikianlah orang-orang fasik binasa di hadapan Allah”.
Mazmur 104:35 - “Biarlah habis orang-orang berdosa dari bumi, dan biarlah orang-orang fasik tidak ada lagi! Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Haleluya!”.
Mazmur 145:20 - “TUHAN menjaga semua orang yang mengasihiNya, tetapi semua orang fasik akan dibinasakanNya”.
Mal 4:1 - “Bahwa sesungguhnya hari itu datang, menyala seperti perapian, maka semua orang gegabah dan setiap orang yang berbuat fasik menjadi seperti jerami dan akan terbakar oleh hari yang datang itu, firman TUHAN semesta alam, sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka”.
Mat 13:30,40 - “(30) Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.’ ... (40) Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman”.
2Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
2 Petrus 3:10 - “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap”.
Tanggapan saya:
(1) Orang jahat ‘dilenyapkan’ kalau dilihat kontext (Maz 37:9,34 Mazmur 104:35) tidak menunjuk pada akhir jaman, tetapi dalam hidup ini. Jadi artinya mereka dilenyapkan dari dunia ini, atau mereka akan mati.
(2) Kata ‘binasa’ dalam Kitab Suci kalau menunjuk kepada manusia, atau berarti mati, atau menunjukkan bahwa mereka terpisah selama-lamanya dari Allah, yang adalah hidup / sumber kehidupan. Tidak pernah kata ‘binasa’ itu diartikan musnah!
(3) 2 Tesalonika 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
Ayat ini menunjukkan arti dari kata ‘kebinasaan’, yaitu dijauhkan dari Allah, yang adalah hidup / sumber kehidupan. Kalau binasanya kekal, maka juga berarti mereka dijauhkan dari Allah selama-lamanya.
William Hendriksen: “One hears the objection, ‘But does not the Scripture teach of the destruction of the wicked’? Yes, indeed, but this destruction is not an instantaneous annihilation, so that there would be nothing left of the wicked; so that, in other words, they would cease to exist. The destruction of which the Scripture speaks is an ‘everlasting destruction’ (2Thess. 1:9). Their hopes, their joys, their opportunities, their riches, etc., have perished, and they themselves are tormented by this, and that forevermore” [= Seorang mendengar keberatan: ‘Tetapi bukankah Kitab Suci mengajar kebinasaan / penghancuran orang jahat?’ Ya, memang, tetapi kebinasaan / penghancuran ini bukan merupakan pemusnahan seketika, sehingga tidak ada apapun yang tersisa dari orang jahat itu. Kebinasaan / penghancuran yang dibicarakan oleh Kitab Suci merupakan suatu ‘kebinasaan / penghancuran kekal’ (2Tes 1:9). Harapan mereka, sukacita mereka, kesempatan mereka, kekayaan mereka, dsb. telah binasa, dan mereka sendiri disiksa oleh hal ini, dan itu berlangsung selama-lamanya] - hal 367.
Ajaran Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh ini sangat bertentangan dengan begitu banyak ayat Alkitab yang mengatakan bahwa hukuman di neraka itu bersifat kekal, dan ini merupakan kesesatan dari ajaran Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh!
Kekalnya hukuman di neraka, digambarkan oleh Alkitab dengan:
1. Tidak bisanya orang kaya menyeberang ke surga karena adanya jurang yang tidak terseberangi.
Lukas 16:26 - “Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.
Charles Haddon Spurgeon: “Human ingenuity has done very much to bridge great gulfs. Scarcely has the world afforded a river so wide that its floods could not be overleaped; or a torrent so furious that it could not be made to pass under the yoke. High above the foam of Columbia’s glorious cataract, man has hung aloft his slender but substantial road of iron, and the shriek of the locomotive is heard above the roar of Niagara. This very week I saw the first chains which span the deep rift through which the Bristol Avon finds its way at Clifton; man has thrown his suspension bridge across the chasm, and men will soon travel where only that which hath wings could a little while ago have found a way. There is, however, one gulf which no human skill or engineering ever shall be able to bridge; there is one chasm which no wing shall ever be able to cross; it is the gulf which divide the world of joy in which the righteous triumph, from that land of sorrow in which the wicked feel the smart of Jehovah’s sword. ... there is a great gulf fixed, so that there can be no passage from the one world to the other” (= Kepandaian manusia telah menjembatani banyak jurang besar. Hampir tidak ada sungai yang begitu lebar yang tidak bisa diseberangi; atau aliran air yang deras yang tidak bisa dilalui. Di atas air terjun Kolumbia, manusia telah menggantung jalan dari besi, dan bunyi lokomotif terdengar di atas gemuruh Niagara. Minggu yang baru lalu ini saya melihat rantai pertama membentang antara Bristol Avon dan Clifton; manusia telah membuat jembatan menyeberangi jurang itu, sehingga manusia segera bisa menyeberangi jurang yang dulunya hanya bisa diseberangi oleh burung yang bersayap. Tetapi ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh kepandaian dan teknologi manusia; ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh sayap manapun; itu adalah jurang yang memisahkan dunia sukacita dalam mana orang-orang benar menang; dari tanah kesedihan dalam mana orang-orang jahat merasakan tajamnya pedang Yehovah. ... disana terbentang suatu jurang yang besar sehingga tidak bisa ada jalan dari satu dunia ke dunia yang lain) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 414.
Charles Haddon Spurgeon: “heaven’s blessings cannot cross from the celestial regions to the infernal prison-house. No, it is sorrow without relief, misery without hope, and here is the pang of it - it is death without end” (= berkat-berkat surgawi tidak bisa menyeberang dari daerah surgawi ke rumah penjara neraka. Tidak, itu adalah kesedihan tanpa keringanan, kesengsaraan tanpa pengharapan, dan inilah kepedihannya - itu adalah kematian tanpa akhir) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.
Charles Haddon Spurgeon: “There is only one thing that I know of in which heaven is like hell - it is eternal. ‘The wrath to come, the wrath to come, the wrath to come,’ for ever and for ever spending itself, and yet never being spent” (= Hanya ada satu hal yang saya ketahui dimana surga itu seperti neraka, yaitu bahwa itu bersifat kekal. ‘Murka yang akan datang, murka yang akan datang, murka yang akan datang’ untuk selama-lamanya dan selama-lamanya menghabiskan dirinya sendiri, tetapi tidak pernah habis) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.
2. Bermacam-macam kata-kata di bawah ini:
a. Kata-kata ‘api yang tidak terpadamkan’ (Mat 3:12b Mark 9:43b,48).
b. Kata-kata ‘api yang kekal’ (Matius 25:41 Yudas 7).
c. Kata-kata ‘siksaan yang kekal’ (Matius 25:46).
d. Kata-kata ‘siang malam tidak henti-hentinya’ (Wahyu 14:11).
e. Kata-kata ‘siang malam sampai selama-lamanya’ (Wahyu 20:10).
f. Kata-kata ‘ulat-ulatnya tidak akan mati’ (Mark 9:44,46,48).
‘Api yang tidak bisa padam’ dan ‘ulat yang tidak bisa mati’ diambil dari Yesaya 66:24 - “Mereka akan keluar dan akan memandangi bangkai orang-orang yang telah memberontak kepadaKu. Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam, maka semuanya akan menjadi kengerian bagi segala yang hidup”.
E. J. Young (vol 3, hal 537) mengatakan bahwa ini jelas menunjuk pada lembah anak HINNOM atau GEHENNA.
Wycliffe Bible Commentary (tentang Markus 9:48): “‘The worm that dieth not’ is a figure of speech drawn from the actual valley of Hinnom, where worms were continually at work. It is a picture of the unending torture and destruction of hell” (= ‘Ulat yang tidak mati’ merupakan suatu kiasan yang diambil dari lembah Hinnom yang sesungguhnya, dimana ulat-ulat terus menerus bekerja. Itu adalah suatu gambaran tentang siksaan dan penghancuran yang tanpa akhir dari neraka).
William G. T. Shedd: “Had Christ intended to teach that future punishment is remedial and temporary, he would have compared it to a dying worm, and not to an undying worm; to a fire that is quenched, and not to an unquenchable fire” (= Andaikata Kristus bermaksud untuk mengajar bahwa hukuman yang akan datang itu bersifat memperbaiki dan sementara, Ia akan membandingkannya dengan ulat yang bisa mati, dan bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati; dengan api yang bisa padam, dan bukannya dengan api yang tidak dapat dipadamkan) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 681.
3. Tidak ada pengurangan ataupun istirahat dari hukuman / penderitaan di neraka, dan ini terlihat dari:
a. Tidak bisanya Lazarus memberi air kepada orang kaya.
Lukas 16:24-26 - “(24) Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. (25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.
Andaikata Lazarus bisa memberikan air itu, itu menunjukkan adanya istirahat dari penderitaan atau pengurangan penderitaan di dalam neraka. Tetapi ternyata hal itu tidak bisa dilakukan.
Charles Haddon Spurgeon: “As nothing can come from hell to heaven, so nothing heavenly can ever come to hell. ... Nay, Lazarus is not permitted to dip the tip of his finger in water to administer the cooling drop to the fire-tormented tongue. Not a drop of heavenly water can ever cross that chasm. See then, sinner, heaven is rest, perfect rest - but there is no rest in hell; it is labour in the fire, but no ease, no peace, no sleep, no calm, no quiet; everlasting storm; eternal hurricane; unceasing tempest. In the worst disease, there are some respites: spasms of agony, but then pauses of repose. There is no pause in hell’s torments” (= Sebagaimana tidak ada apapun yang bisa datang dari neraka ke surga, demikian juga tidak ada apapun yang bisa datang dari surga ke neraka. ... Tidak, Lazarus tidak diijinkan untuk mencelupkan ujung jarinya dalam air untuk memberikan tetesan penyejuk kepada lidah yang disiksa oleh api. Tidak setetes air surgawipun bisa menyeberangi jurang itu. Maka, lihatlah orang berdosa, surga adalah istirahat, istirahat yang sempurna - tetapi tidak ada istirahat di neraka; itu merupakan pekerjaan berat dalam api, tetapi tidak ada kesenangan, tidak ada damai, tidak ada tidur, tidak ada ketenangan; yang ada adalah angin topan selama-lamanya, badai yang kekal, angin ribut yang tidak henti-hentinya. Dalam penyakit yang terburuk, ada istirahat, kekejangan dari penderitaan, tetapi lalu istirahat yang tenang. Tetapi tidak ada istirahat dalam siksaan neraka) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 421.
b. Wahyu 14:11 - “Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka TIDAK HENTI-HENTINYA disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.’”.
Kata-kata ‘tidak henti-hentinya’ ini oleh KJV/RSV/NIV/NASB diterjemahkan ‘no rest’ (= tidak ada istirahat).
Barnes’ Notes: “‘Day and night’ include all time; and hence, the phrase is used to denote perpetuity - ‘always.’ The meaning here is, that they never have any rest - any interval of pain. This is stated as a circumstance strongly expressive of the severity of their torment. Here, rest comes to the sufferer. The prisoner in his cell lies down on his bed, though hard, and sleeps; the overworked slave has also intervals of sleep; the eyes of the mourner are locked in repose, and for moments, if not hours, he forgets his sorrows; no pain that we endure on earth can be so certain and prolonged that nature will not, sooner or later, find the luxury of sleep, or will find rest in the grave. But it will be one of the bitterest ingredients in the cup of woe, in the world of despair, that this luxury will be denied forever, and that they who enter that gloomy prison sleep no more, never know the respite of a moment, never even lose the consciousness of their heavy doom. Oh how different from the condition of sufferers here! And oh how sad and strange that any of our race will persevere in sin, and go down to those unmitigated and unending sorrows!” (= ‘Siang dan malam’ mencakup semua waktu; dan karena itu, ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan kekekalan - ‘selalu’. Artinya di sini adalah, bahwa mereka tidak pernah mempunyai istirahat apapun - waktu istirahat apapun dari rasa sakit. Ini dinyatakan sebagai suatu keadaan yang menyatakan dengan kuat kekerasan dari siksaan mereka. Di sini, istirahat datang kepada si penderita. Orang-orang yang ada di penjara berbaring di ranjangnya, sekalipun keras, dan tidur; budak yang bekerja kelewat batas juga mempunyai waktu tidur; mata dari orang yang berkabung dikunci dalam tidur, dan untuk suatu waktu, mungkin berjam-jam, ia melupakan penderitaannya; tak ada rasa sakit yang kita tahan di bumi bisa begitu pasti dan diperpanjang sehingga alam tidak, cepat atau lambat, mendapatkan kemewahan dari tidur, atau akan mendapatkan istirahat dalam kuburan. Tetapi akan merupakan salah satu dari unsur-unsur yang paling pahit dalam cawan kesengsaraan, dalam dunia keputus-asaan, bahwa kemewahan ini tidak akan didapatkan selama-lamanya, dan bahwa mereka yang memasuki penjara yang suram tidak akan tidur lagi, tidak pernah mengenal istirahat sejenakpun, bahkan tidak pernah kehilangan kesadaran dari nasib / hukuman mereka yang berat. O alangkah berbedanya dari keadaan dari penderita-penderita di sini! Dan betapa menyedihkan dan aneh bahwa ada siapapun dari bangsa kita akan bertekun dalam dosa, dan turun pada kesedihan / penderitaan yang tak berkurang dan tak ada akhirnya!).
Illustrasi: Seorang wanita yang mau melahirkan anak, juga mengalami kesakitan yang hebat, tetapi rasa sakit itu tidak datang terus menerus. Ada ‘istirahat’ dari rasa sakit itu, dan ini tentu menyebabkan penderitaan itu jauh berkurang dibandingkan kalau sama sekali tidak ada istirahat.
William Hendriksen: “... it will never end. This teaching of Jesus should not be weakened by the philosophical notion that in the universe on the other side of death or of the final judgment there will be no time. Nowhere, not in Isa. 66:24, nor in Rev. 10:6, correctly translated, is there any ground for this assumption” (= ... itu tidak akan pernah berakhir. Ajaran Yesus ini tidak boleh dilemahkan oleh gagasan / pikiran yang bersifat filsafat bahwa dalam dunia setelah kematian atau penghakiman akhir, tidak ada lagi waktu. Tidak ada tempat manapun, baik dalam Yes 66:24, ataupun Wah 10:6, yang diterjemahkan secara benar, ada dasar apapun untuk anggapan ini) - hal 367.
Yesaya 66:24 - “Mereka akan keluar dan akan memandangi bangkai orang-orang yang telah memberontak kepadaKu. Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam, maka semuanya akan menjadi kengerian bagi segala yang hidup”.
Wahyu 10:6 - “dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya, katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.
KJV: ‘that there should be time no longer:’ (= bahwa di sana tidak ada waktu lagi).
RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV: ‘delay’ (= penundaan).
A. T. Robertson: “this does not mean that CHRONOS (time), ... will cease to exist, but only that there will be no more delay in the fulfillment of the seventh trumpet (Rev 10:7), in answer to the question, ‘How long?’ (Rev 6:10)” [= Ini tidak berarti bahwa KHRONOS (waktu), ... akan berhenti ada, tetapi hanya bahwa disana tidak lagi akan ada penundaan dalam penggenapan dari sangkakala ketujuh (Wah 10:7), sebagai jawaban terhadap pertanyaan ‘Berapa lamakah lagi?’ (Wah 6:10)].
Jonathan Edwards, dalam khotbahnya yang berjudul ‘Sinners in the Hands of an Angry God’ (= Orang-orang berdosa dalam tangan Allah yang murka), berkata:
· “It is everlasting wrath. It would be dreadful to suffer this fierceness and wrath of Almighty God one moment; but you must suffer it to all eternity” (= Ini adalah murka yang kekal. Adalah sesuatu yang menakutkan / mengerikan untuk menderita kehebatan dan murka Allah yang mahakuasa ini untuk satu saat saja; tetapi kamu harus menderitanya sampai kekal).
· “... you will absolutely despair of ever having any deliverance, any end, any mitigation, any rest at all” (= ... kamu akan benar-benar putus asa untuk bisa mendapatkan pembebasan, akhir, pengurangan / peringanan hukuman, istirahat).
· “You will know certainly that you must wear out long ages, millions of millions of ages, in wrestling and conflicting with this almighty merciless vengeance; and then when you have so done, when so many ages have actually been spent by you in this manner, you will know that all is but a point to what remains. So that your punishment will indeed be infinite” (= Kamu pasti akan tahu bahwa kamu akan menjalani zaman-zaman yang panjang, berjuta-juta zaman, dalam pergumulan dan pertentangan dengan pembalasan hebat tanpa belas kasihan ini; dan bila kamu telah menjalaninya, bila begitu banyak zaman telah kamu lalui dengan cara ini, maka kamu akan tahu bahwa semua itu hanyalah satu titik dibandingkan dengan waktu yang tersisa. Dengan demikian hukumanmu itu betul-betul tidak terbatas).
2 hal terakhir di atas ini, yaitu bahwa penderitaan di neraka itu luar biasa hebatnya dan bersifat kekal / selama-lamanya, membuat neraka itu luar biasa mengerikan. Andaikata penderitaannya hebat tetapi bersifat sementara, atau penderitaannya kekal tetapi tidak terlalu hebat, maka mungkin neraka tidaklah terlalu mengerikan. Tetapi kombinasi / gabungan dari 2 hal itu betul-betul menyebabkan neraka itu sangat mengerikan.
Satu hal lagi yang saudara perlu ingat adalah: kalau kita sedang senang / mengalami sesuatu yang enak, maka waktu terasa berlalu dengan cepat. Sebaliknya, kalau kita sedang menderita / sakit, maka waktu terasa begitu lama. Jadi sebetulnya, kalaupun hukuman di neraka itu berlangsung ‘hanya’ 100 tahun saja, maka karena penderitaan yang luar biasa hebatnya itu, waktu yang 100 tahun itu akan terasa seperti selama-lamanya / kekal. Apalagi kalau hukuman di neraka itu memang bersifat kekal; jadi berapa lama rasanya?
Karena itu tidak heran kalau Yesus berkata tentang Yudas (yang pasti akan masuk neraka) sebagai berikut: “... celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan” (Matius 26:24).
Sekarang, selagi saudara masih hidup, masih ada waktu untuk bertobat / percaya kepada Yesus. Tetapi kalau saudara sudah mati dan masuk ke neraka, tidak ada kesempatan untuk bertobat / percaya kepada Yesus. Ajaran yang mengatakan bahwa seseorang yang mati tanpa percaya Yesus akan diberi ‘kesempatan yang kedua’ (second chance) karena mereka akan diinjili oleh Yesus sendiri, adalah ajaran sesat, yang bertentangan dengan:
1. Lukas 16:19-31 yang menunjukkan bahwa orang kaya yang telah masuk ke neraka itu menyesal, tetapi tidak ada gunanya.
Lukas 16:23-31 - “(23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. (24) Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. (25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. (27) Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, (28) sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. (29) Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. (30) Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. (31) Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.’”.
2.Mazmur 88:11-13 - “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela (12) Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.
Kalau saudara membaca Mazmur 88:11-13 ini, saudara bisa melihat bahwa rentetan pertanyaan dalam ayat-ayat tersebut semuanya harus dijawab dengan ‘tidak’. Jadi, ay 12nya juga harus dijawab ‘tidak’, dan dengan demikian jelaslah bahwa tidak mungkin Injil diberitakan kepada orang-orang mati.
3.Penekanan Kitab Suci bahwa orang harus bertobat dan percaya Yesus secepatnya.
2Kor 6:2 - “Sebab Allah berfirman: ‘Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau.’ Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu”.
Calvin (tentang 2Korintus 6:2): “As God specifies a particular time for the exhibition of his grace, it follows that all times are not suitable for that. As a particular day of salvation is named, it follows that a free offer of salvation is not made every day. ... we must keep in view what Paul designs to teach - that there is need of prompt expedition, that we may not allow the opportunity to pass unimproved, inasmuch as it displeases God, that the grace that he offers to us should be received by us with coolness and indifference. ... Unless, however, we embrace the opportunity, we must fear the threatening that Paul brings forward - that, in a short time, the door will be shut against all that have not entered in, while opportunity was afforded” (= Karena Allah menentukan suatu waktu yang khusus untuk pertunjukan kasih karuniaNya, akibatnya adalah bahwa tidak semua waktu cocok untuk itu. Karena suatu hari keselamatan yang khusus disebutkan, akibatnya adalah bahwa suatu penawaran yang cuma-cuma dari keselamatan tidaklah dibuat setiap hari. ... kita harus terus memperhatikan apa yang Paulus maksudkan untuk ajarkan - bahwa disana ada kebutuhan tentang perjalanan / kecepatan yang mendesak, bahwa kita tidak boleh mengijinkan kesempatan untuk lewat tanpa dimanfaatkan, karena merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan Allah, bahwa kasih karunia yang Ia tawarkan kepada kita, kita terima dengan sikap dingin dan acuh tak acuh. ... Tetapi kecuali kita memeluk kesempatan itu, kita harus takut terhadap ancaman yang Paulus ajukan - bahwa, dalam waktu yang singkat, pintu akan ditutup terhadap semua orang yang belum masuk, sementara kesempatan diberikan).
Bdk. Yesaya 55:6-7 - “(6) Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat! (7) Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya”.
Calvin (tentang Yesaya 55:6): “‘The time of finding’ ... as the time when God offers himself to us, as in other passages he has limited a fixed day for his good-pleasure and our salvation. (Isaiah 49:8) ... we ought chiefly to remember that God is sought at a seasonable time, when of his own accord he advances to meet us; for in vain shall indolent and sluggish persons lament that they had been deprived of that grace which they rejected. The Lord sometimes endures our sluggishness, and bears with us; but if ultimately he do not succeed, he will withdraw, and will bestow his grace on others” [= ‘Waktu penemuan’ ... sebagai waktu pada saat Allah menawarkan diriNya sendiri kepada kita, seperti dalam text-text lain Ia telah membatasi suatu hari yang tertentu untuk perkenanNya yang baik dan keselamatan kita (Yesaya 49:8). ... kita terutama harus ingat bahwa Allah dicari pada waktu yang sesuai, pada waktu dengan persetujuanNya sendiri Ia maju untuk menemui kita; karena dengan sia-sia orang-orang yang lamban dan malas meratap bahwa mereka telah kehilangan kasih karunia itu yang telah mereka tolak. Tuhan kadang-kadang bertahan terhadap kemalasan kita, dan sabar terhadap kita; tetapi jika akhirnya Ia tidak berhasil, Ia akan menarik, dan akan memberikan, kasih karuniaNya, kepada orang-orang lain].
Catatan: kata-kata Calvin ini tidak berarti bahwa ia tidak mempercayai doktrin ‘Irresistible Grace’ (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak). Saya yakin bahwa di sini ia berbicara dari sudut pandang manusia.
4.Penekanan pemberitaan Injil kepada orang yang belum percaya.
Matius 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.
BACA JUGA: AJARAN TENTANG DOSA DAN KESELAMATAN
Kalau memang nanti akan ada ‘kesempatan yang kedua’, kita tidak perlu memberitakan Injil pada saat ini. Toh orang yang mati tanpa Kristus akan diinjili oleh Yesus. Tetapi kenyataannya, Yesus memerintahkan kita untuk memberitakan Injil, dan ini menunjukkan bahwa tidak akan ada kesempatan kedua dalam kehidupan yang akan datang. Juga kalau kita melihat kitab Kisah Para Rasul, maka terlihat dengan jelas bahwa rasul-rasul dan orang-orang Kristen melakukan penginjilan mati-matian, sekalipun mereka harus disiksa dan bahkan dibunuh. Untuk apa semua ini, kalau nanti ada ‘kesempatan yang kedua’?
¨ 2Korintus 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
KJV: ‘in his body’ (= dalam tubuhnya).
RSV/NIV/NASB: ‘in the body’ (= dalam tubuh).
Jadi, penghakiman akhir jaman hanya didasarkan pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pada waktu masih hidup / pada waktu jiwa / rohnya masih ada dalam tubuhnya. Apapun yang terjadi apapun yang dia lakukan setelah mati / setelah jiwa / rohnya keluar / terpisah dari tubuhnya, tidak mempengaruhi penghakiman yang dilakukan terhadap dia. Jadi, seandainya ada penginjilan setelah kematian, dan seandainya orang mati itu bisa bertobat dan percaya Kristus, itu tetap tak punya nilai atau manfaat apapun dalam penghakiman akhir jaman.
Jadi, jangan berharap untuk mendapatkan kesempatan bertobat / percaya kepada Yesus setelah saudara mati dan pergi ke neraka. Bertobatlah dan percayalah kepada Yesus sekarang, selagi masih ada kesempatan!.
DOSA DAN HUKUMAN DOSA.-AMIN=