YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN DAN ALLAH
Pdt.Samuel T. Gunawan, SE,M.Th.
YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN DAN ALLAH.(Filipi 2:9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, (Filipi 2:10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (Filipi 2:11) dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan (κυριος ιησους χριστος-kurios iêsous khristos)," bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:9-11).
PENDAHULUAN:
Frase “Jesus Christ is The Lord (κυριος ιησους χριστος-kurios iêsous khristos)” dalam Filipi 2:11 menjadi tema pembahasan di sesi 10 ini. Sebutan utama dan paling karakteristik bagi Yesus adalah Tuhan (Kyrios), yang bukan hanya ditemukan dalam surat-surat Paulus melainkan secara meluas dalam Kekristenan non Yahudi.[1]
Pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan merupakan hal yang sangat lazim dalam gereja di Perjanjian Baru (Roma 10:9; 1 Korintus 12:2). Itu sebab banyak ungkapan seperti “Tuhan kita Yesus Kristus” (28 kali), “Tuhan Yesus kita” (9 kali), “Yesus Kristus Tuhan kita” (3 kali) dapat ditemukan dalam Perjanjian Baru.[2] Suatu saat berdasarkan kehendak kedaulatanNya, setiap lidah akan mengaku bahwa “Yesus Kristus adalah Tuhan” bagi kemuliaan Allah. (Filipi 2:11).
Saat ini saya akan membahas tentang keilahian Kristus, bahwa Ia adalah Tuhan. Tanpa adanya keyakinan terhadap pra eksistensi dan kekekalan Kristus, maka ajaran-ajaran tentang Kristus yang dibangun sebaik apapun akan merupakan ajaran yang sesat (bidat) yang bertentangan dengan kebenaran Allah dan Alkitab.[3] Dapat dipastikan bahwa penolakan terhadap pra eksistensi dan kekekalan Kristus pada akhirnya akan membawa kepada penolakan terhadap keilahianNya.
Paul Enns mengatakan, “Kekekalan dan keilahian Kristus tidak dapat dipisahkan. Mereka yang menyangkali kekekalanNya juga menyangkali keilahianNya. Apabila keilahian Kristus diakui, maka tidak ada masalah untuk menerima kekekalanNya”.[4] Saya setuju dengan Charles C. Ryrie yang menyatakan bahwa, biasanya ajaran tentang kekekalan dan pra eksistensi Kristus berdiri atau jatuh bersama-sama. [5] Dan kedua ajaran itu (pra eksistensi dan kekekalan Kristus ) tidak dapat dipisahkan dari ajaran tentang KeilahianNya.
Secara historis, dari abad ke abad gereja terus diperhadapkan pada orang-orang yang mengklaim dirinya Kristen tetapi menyangkali atau menyelewengkan ajaran tentang keilahian Kristus.[6] Bidat Ebionisme yang muncul dan berkembang pada abad kedua dan ketiga menolak keilahian Kristus, serta menyatakan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa saja.[7] Namun serangan yang paling hebat terhadap keilahian Kristus datang dari Arius yang berasal dari Alexandria di abad ke empat hingga abad kelima.
Bidat Arianisme memang mengakui pra-eksistensi Kristus, namun menolak kekekalanNya. Bidat Arianisme menyatakan bahwa Yesus hanyalah salah satu subordinasi dari Allah. Mereka mengajarkan bahwa hakikat Kristus tidak sama dengan hakikat Allah Bapa. Mereka mengajarkan Kristus tidak setara dengan Bapa karena Ia bukan pribadi yang kekal.[8] Sementara itu bidat Socinianisme walaupun mengikuti Arianisme, tetapi melampaui Arianisme dalam penyangkalannya tentang pra eksistensi Anak dan menganggap Anak hanya seorang manusia.[9] Dimasa kini, Unitarianisme [10] dan Saksi Yehova [11] adalah bidat-bidat yang menganut pandangan mirip dengan Arianisme dengan tidak mengakui kekekalan dan keilahian Kristus.
Sejak awal, bapa gereja Athanasius melakukan pembelaan iman sesuai dengan ajaran Alkitab secara khusus melawan bidat Arianisme, yang melahirkan beberapa konsili bapa-bapa (patristik) gereja. Antara lain : Konsili Nicea (325 M) menegaskan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang total (utuh), Konsili Konstantinopel (381 M) mengulangi penegasan Konsili Nicea yang meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100% Allah dan 100% manusia, dan Konsili Chalcedon (451 M).
Khusus dalam Konsili Chalcedon hubungan antara keilahian Kristus dan kemanusiaan Kristus dirumuskan dalam tiga pokok pikiran, yaitu :
(1) Mengesahkan kembali keputusan Konsili Nicea yang menetapkan bahwa Yesus memiliki dua sifat, yaitu sifat Allah dan sifat Manusia, namun Ia hanya mempunyai Pribadi tunggal.
(2) Menerima argumentasi kristologi Cyrilus dan Leo yang menyebutkan bahwa Maria adalah “theotokos”, artinya sebagai ibu dari Allah Anak yang berinkarnasi dalam Manusia sejati. Kristus yang memiliki sifat Allah dan sifat manusia adalah Pribadi kedua dari Allah Tritunggal. Ia sehakikat dengan Bapa dan sifat kemanusiaanNya seperti sifat manusia alami, namun Ia tidak berdosa (1 Petrus 2:22).
(3) Merumuskan konsep kristologi yang baku dan Alkitabiah, yakni bahwa kedua sifat Yesus menyatu dalam satu Pribadi Kristus, Kedua sifat itu tidak saling melebur atau bercampur, juga tidak berubah dan tidak saling menghilangkan sifat yang satu dengan yang lainnya, bahkan masing-masing sifat tidak terpisah satu sama lainnya. Dengan demikian Kristus memiliki satu Pribadi dan dua sifat, yaitu sifat ilahi dan sifat manusiawi.[12]
PENTINGNYA DOKTRIN KEILAHIAN YESUS KRISTUS
Kesalah-pahaman nampaknya telah terjadi saat beberapa orang memberikan tuduhan bahwa orang Kristen mempercayai bahwa Yesus adalah manusia yang mengakui dirinya sebagai Allah. Kekristenan dituduh membuat cerita imajinasi dengan mempercayai bahwa Kristus adalah Allah. Bagaimana mungkin Kristus yang dilahirkan sebagai manusia dan Ia adalah Allah pada waktu yang bersamaan. Ini tidak masuk akal, nonsen, dan irasional kata para kritikus tersebut. Sebenarnya, Kekristenan tidak pernah mengajarkan bahwa manusia dapat menjadi Allah.
Kekristenan tidak mengajarkan bahwa Yesus adalah manusia yang menjadi Allah, melainkan mengajarkan dan meyakini bahwa Yesus adalah Allah yang mengambil rupa manusia melalui inkarnasi. Dengan demikian, doktrin keilahian Kristus bertujuan untuk meneguhkan keyakinan bahwa Kristus adalah Allah yang mutlak setara dengan Bapa dalam Pribadi dan karyaNya, sebagaimana diakui dalam Konsili Chalcedon. Kristus adalah Allah yang mengambil rupa manusia (inkarnasi), dalam kemanusiaannya Ia tidak pernah berhenti menjadi Allah atau kehilangan hakNya sebagai Allah atau berkurang sifat-sifatNya sebagai Allah, tetapi kepadaNya ditambahkan sifat kemanusiaan, yang mana Ia dengan rela membatasi diriNya menggunakan atribut keAllahanNya ketika menjadi manusia.
Namun, sepanjang dua abad terakhir ini teologi liberal dengan giat mengekspresikan penyangkalan akan keilahian Kristus.[13] Liberalisme menyatakan bahwa teologi-teologi yang ada merupakan hasil dari rasionalisme dan eksperimetalisme dari para filsuf dan ilmuwan. Liberalisme menempatkan penalaran manusia dan penemuan-penemuan ilmiah pada tempat utama. Segala sesuatu yang tidak sepakat dengan penalaran dan ilmu pengetahuan harus ditolak.[14]
Sebagai akibat dari penekakanan liberalisme pada penalaran dan metode ilmiah, maka doktrin-doktrin historik Kristen ditinggalkan.
(1) Doktrin depravitas total dan dosa asal ditolak. Manusia tidak dilihat sebagai yang jahat tetapi sebagai yang pada dasarnya baik. Manusia dapat diarahkan untuk melakukan yang baik melalui pendidikan.
(2) Keilahian Yesus, inkarnasi Kristus ditolak, kelahiran melalui anak dara, dan kebangkitan Kristus ditolak. Yesus dianggap sebagai guru yang baik dan ideal dan dapat menjadi teladan bagi yang lain.
(3) Mujizat-mujizat dan supranatural disangkali karena semua itu dianggap tidak harmonis dengan penelaran manusia dan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern.[15]
Sementara itu, penganut teologi sejarah berpendapat bahwa Yesus yang ilahi atau keilahian Kristus hanya merupakan pengakuan iman gereja dan hasil informasi Injil, tetapi bukan sebagai fakta tentang Kristus dalam sejarah. Menurut mereka, Yesus sejarah tidak mungkin merupakan pribadi yang ilahi karena sejarah tidak mempunyai tempat bagi keilahian.
Karena itu supaya dapat menemukan Yesus yang sebenarnya sesuai dengan fakta historis, maka doktrin kristologi yang bersumber dari Injil dan iman gereja, bahkan rumusan Konsili Chalcedon mengenai Kristus harus disingkirkan.[16] Dengan demikian, dalam sejarah gereja ada empat abad dimana pengakuan akan keilahian Kristus menjadi isu yang penting dan terus menerus diperdebatkan di dalam gereja, yaitu abad ke empat, kelima, kesembilan belas dan abad kedua puluh.[17] Dan, karena hingga saat ini kita masih hidup di dalam keadaan dimana ajaran-ajaran sesat / salah berkenaan dengan keilahian Kristus menyerang gereja, maka kita harus menjaga pengakuan gereja dan keyakinan kita akan keilahian Kristus tersebut.
Perlu ditegaskan bahwa doktrin Keilahian Kristus merupakan kebenaran yang sempurna berdasarkan data Alkitab dan fakta historis. Millard J. Erickson menyatakan bahawa doktrin ini merupakan inti iman Kristen yang berlandaskan pada kenyataan bahwa Yesus adalah benar-benar Allah yang menjelma menjadi manusia.[18] Menurut Paul Enns, “Sebuah serangan terhadap kelilahian Kristus merupakan suatu serangan pada dasar Kekristenan.
Pada jantung kepercayaan ortodoks ada pengakuan bahwa Kristus mati sebagai substitusi untuk menyediakan keselamatan bagi umat manusia yang sudah terhilang. Dan karena keilahianNya, kematianNya bernilai tidak terbatas, dimana Ia dapat mati bagi seluruh dunia”.[19] Sebagaimana fakta tentang pra eksistensi dan kekekalan Kristus merupakan kebenaran mutlak yang tak terbantahkan, demikian juga fakta tentang keilahianNya merupakan kebenaran mutlak yang tak terbantahkan. Kitab Suci sangat tegas menyatakan klaim pribadi dari Kristus, demikian juga kesaksian dari yang lain tentang keilahianNya.
Seseorang dapat masuk ke dalam persekutuan gereja hanya melalui percaya akan kebangkitan Kristus dan mengakui KetuhananNya. (Roma 10:9-10). Inilah inti dari pemberitaan Injil para rasul “keyakinan dan pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan”. Rasul Petrus mengatakan, kepada orang-orang Yahudi pada khotbah pertamanya di hari Pentakosta demikian, “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus" (Kisah Para Rasul 2:36). Rasul Paulus juga menyatakan, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Roma 10:9). Selanjutnya Paulus mengatakan, “Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorang pun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: ‘Terkutuklah Yesus!’ dan tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus” (1 Korintus 12:3).
Jadi dalam gereja mula-mula kita melihat bahwa :
(1) Seseorang dapat mengakui Ketuhanan Yesus Kristus dengan tulus karena digerakkan oleh Roh Kudus;
(2) Mengakui Yesus sebagai Tuhan merupakan suatu pengalaman pribadi (Yahanes 20:28);
(3) Mengakui Yesus sebagai Tuhan karena telah menerima dengan keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan.[20] Karena itu. bagi kita saat ini, iman kepada Ketuhanan Kristus bukan saja merupakan hal yang penting, melainkan merupakan hal yang esensial. Keyakinan bahwa Kristus adalah Tuhan bukan hanya karena telah diteguhkan dalam pengakuan iman Nicea ataupun Chalcedon, melainkan karena Alkitab menyatakannya dan mengakuinya demikian.
YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN DAN ALLAH
Perjanjian Baru secara khusus mengenakan sebutan Tuhan dan Allah pada Yesus Kristus. Ia disebut Tuhan untuk menunjukkan keilahanNya yang penuh (Lukas 1:76; Yohanes 20:28; 1 Yohanes 5:20; Bandingkan Maleakhi 3:1 dan Amsal 10:13 dengan Yoel 2:32), Ia juga disebut Allah (Yohanes 1:1; 13:13-14; 20:28; Ibrani 1:8).
1. Yesus Kristus adalah Tuhan. Istilah Tuhan merupakan terjemahan dari kata Yunani “Kyrios” artinya “Tuhan atau Tuan”. Di dalam Septuaginta (Perjanjian Lama terjemahan Yunani), lebih dari 6000 kali kata “Kyrios” diterjemahkan dari kata Ibrani “YAHWEH”, yaitu sebagai nama diri Allah.[21] Sedang dalam Perjanjian Baru, kata “Kurios” digunakan sebanyak 717 kali, terbanyak dalam tulisan Lukas (201 kali) dan Paulus (275 kali). Kata ”Kyrios menyatakan otoritas dan supremasi. Bila berkenaan dengan Allah, kata “Kyrios” ini menyatakan “KekhalikanNya, kuasaNya yang dinyatakan dalam sejarah, dan kuasaNya atas alam semesta”. [22]
Menurut Henry C. Thessen, dalam Perjanjian Baru Istilah Yunani untuk Tuhan (Kyrios) dipakai dalam empat cara, yaitu : (1) Untuk menujuk kepada Allah Bapa (Matius 4:7; 11:25; Lukas 2:29; Kisah Para Rasul 17:24; Roma 4:8; 2 Korintus 6:17-18; Wahyu 4:8); (2) Untuk menunjukkan rasa hormat (Matius13:27; 21:29; 27:63; Lukas 13:8; Yohanes 12:21); (3) Sebagai nama untuk seorang majikan atau pemilik (Matius 20:8; Lukas 12:46; Yohanes 15:15; Kolose 4:1); (4) Sebagai sebutan bagi Kristus (Matius 7:22; 8:2; 14:28; Markus 7:28).[23]
Di dalam Perjanjian Baru, gelar Tuhan (Kyrios) yang sering dipakai untuk Yesus merupakan terjemahan dari kata Ibrani “YAHWEH”.[24] Menurut Kevin J. Conner, nama “YAHWEH” adalah kata Ibrani yang merupakan nama pribadi Allah sendiri. Kata Ibrani yang menunjuk pada nama ini sebagai nama Allah yang tidak bisa diucapkan atau dikomunikasikan.[25] Hal ini disebabkan, kata “YAHWEH” dalam bahasa Ibrani aslinya tertulis dalam empat konsonan “YHWH” yang dikenal oleh para ahli teologi sebagai “tetragrammaton, yang kemudian ditambahkan tanda-tanda vokal Adonai. Karena orang Yahudi pada saat itu menganggap nama itu terlalu suci untuk diucapkan, sehingga dalam pembacaan Kitab Suci kepada umum mereka menggantinya dengan “Adonai”.[26]
Bagi orang Yahudi, sesungguhnya “YAHWEH” adalah nama yang tidak terucapkan. Karena itu mereka menolak untuk mengucapkan nama itu tidak lain karena rasa hormat mereka.[27] Jadi, ketika menyebut Kristus (di Perjanjian Baru) sebagai Tuhan (Kyrios) maka yang dimaksud adalah Ia sama dengan YAHWEH dari Perjanjian Lama (Yohanes 12:40-41; Roma 10:9,13; 1 Petrus 3:15; bandingan dengan Yesaya 6:1-2; Yoel 2:23; dan Yesaya 8:13).
Charles C. Ryrie menyatakan, “Bagi orang Kristen mula-mula yang biasa membaca Perjanjian Lama, kata “Tuhan” bila dipakai tentang Yesus akan menyamakan Dia dengan Allah dalam Perjanjian Lama”.[28] George E. Ledd mengatakan, “Sebutan utama dan karakteristik bagi Yesus adalah Tuhan (Kyrios), yang bukan hanya ditemukan dalam surat-surat Paulus, melainkan pula secara meluas dalam Kekristenan non Yahudi”.[29] Karena itu, “Tuhan” merupakan gelar yang diberikan kepada Yesus yang memiliki hak-hak istimewa seperti Yang Ilahi, yang menunjukkan keilahianNya.[30]
2. Yesus Kristus adalah Allah. Selain kata Tuhan (Kyrios) yang dikenakan pada Kristus, maka beberapa kali Perjanjian Baru menyebutkan bahwa Kristus adalah Allah (Theos). Misalnya dalam Yohanes 1:1 menyatakan “Pada mulanya adalah Firman dan Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” merupakan terjemahan dari bahasa Yunani “εν αρχη ην ο λογος και ο λογος ην προς τον θεον και θεος ην ο λογος – en archê ên ho logos kai ho logos ên pros ton theon kai theos ên ho logos” merupakan suatu penekanan yang sangat kuat dalam bahasa Yunani.
Ayat dalam Yohanes 1:1 ini perlu bahas lebih mendalam karena seringkali dipakai oleh bidat-bidang yang menolak kekekalan dan keilahian Kristus dengan menujukkan bahwa ayat tersebut tidak memaksudkan Kristus (Logos) sebagai Allah, melainkan sebagai “suatu Allah” atau “bersifat Allah”.[31] Sesungguhnya, berdasarkan suatu eksegesis dan analisis teologis yang cermat, maka ayat ini benar-benar dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Logos adalah Kristus yang adalah Allah.
Perhatikan eksegesis dan analisis berikut ini.
(1) Kata “archê” dalam konteks ayat ini berarti “awal atau permulaan” yang besifat supranatural, yaitu menyatakan gagasan kualitas kekekalan bukan menunjuk pada waktu (era, zaman, masa) secara normal atau alami. Atau dengan kata lain, “archê” disini menunjuk kepada periode ilahi sebelum masa penciptaan. Sedangkan kata kerja imperfek “en” yang artinya “telah berlangsung ada” di depan “arche” memperkuat gagasan yang menjelaskan keberlangsungan eksistensi tanpa limit dalam kekekalan.[32] Dengan demikian, kata Yunani “en archê” dalam frase “en archê en ho logos” berarti “pada mulanya”, menunjuk kepada kekekalan yang lampau dimana tidak seorangpun dapat memasukinya, kecuali Kristus karena Ia adalah Pribadi yang kekal.[33]
(2) Kata “pros” dalam frase “kai ho logos ên pros ton theon” artinya “bersama-sama, searah, atau “sehakikat melakat”.[34] Dengan demikian maksud dari penggunaan kata “pros” dalam ayat ini bertujuan untuk menekankan keberadaan Logos, yaitu Kristus yang aktif senantiasa bersama-sama atau tidak terpisah dengan Bapa sejak kekekalan. Atau dengan kata lain Logos, yaitu Kristus sehakikat dengan Bapa, sebagai Allah yang Esa.
Selanjutnya, (3) Istilah “Logos” yang digunakan dalam Yohanes 1:1,14 [35] oleh rasul Yohanes adalah “Logos” yang berbeda dari logos dalam pemikiran dan ide Helenistik, Sofistik, dan Stoik.[36] Logos yang dimaksud dalam Yohanes pasal 1 tersebut adalah Logos yang dipakai untuk menekankan keilahian Kristus (Bandingkan Yohanes 1:1,14 dengan Wahyu 19:13). [37] Logos yang dimaksud Yohanes ini terdapat atau berasal dari kitab Kejadian, yaitu Logos sebagai Pencipta bumi dan segala isinya (Kejadian 1:1). Logos itu berasal dari kekekalan masa lampau bersama-sama Allah, dan Logos itu adalah Allah.
(4) Ketiadaan kata sandang dalam frase “kai theos ên ho logos” dalam Yohanes 1:1 sebelum istilah “Theos” menunjukan bahwa Allah dalam kalimat ini berfungsi sebagai predikat.
Donald Guthrie menjelaskan demikian, “Bentuk kalimat itu memperlihatkan bahwa Yohanes bermaksud bahwa Allah adalah Firman, dengan penekanan pada kata Allah, dan tidak hanya menyatakan bahwa Firman itu bersifat ilahi. Tidak adanya kata sandang memperlihatkan bahwa ‘Theos’ pasti merupakan predikat (sebutan) dan bukan kata sifat”.[38] Dengan demikian, yang dipertanyakan dalam ayat itu bukanlah siapa Allah melainkan siapa “Logos”.[39]
Disini Yohanes tidak menyatakan bahwa Logos adalah suatu Allah seperti yang ditafsirkan oleh bidat Saksi Yehova; Logos itu juga bukannya bersifat ilahi seperti yang ditafsirkan oleh Unitarianisme, karena dalam bahasa asli Logos disebut “Theos (Allah)” bukannya “Theios (bersifat Allah)”. Jadi disini Yohanes hendak menujukan bahwa Logos itu adalah Allah.
BACA JUGA: 20 BUKTI YESUS ADALAH ALLAH
Ringkasnya, pernyataan Yohanes dalam Yohanes 1:1, bahwa “Logos (Firman) adalah Allah” bertujuan untuk menyatakan bahwa Kristus adalah Pribadi kekal, karena Logos adalah Allah yang kekal. Logos berinkarnasi untuk memperkenalkan Allah sepenuhnya (Yohanes 1:14,18).
BUKTI-BUKTI KEILAHIAN YESUS KRISTUS MENURUT PENGAKUANNYA SENDIRI
Ketika mempelajari bukti yang disajikan Alkitab tentang keilahian Kristus, kita dapat mengawalinya dengan keyakinan akan kesadaran diri Yesus sendiri tentang jadi diriNya. Hal ini penting karena ada orang-orang yang berpendapat bahwa Yesus tidak pernah menganggap diriNya sendiri sebagai Allah.[40] Yesus memang tidak pernah secara langsung mengatakan “Aku adalah Allah”, namun pernyataan-pernyataanNya dan tindakan-tindakanNya secara tidak langsung menunjukkan kesadaran diriNya bahwa Ia adalah Allah.[41] Charles C. Ryrie menunjukkan bukti-bukti pengakuan Kristus sendiri dan tindakan-tindakanNya yang menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.[42]
Bukti-bukti dari Charles C. Ryrie tersebut saya adopsi berikut ini, yang saya lengkapi dengan penjelasan para teolog seperti Norman L. Geisler, Wayne Grudem, dan Paul Enns, Henry C. Thiessen, dan lainnya.[43]
1. Yesus Kristus Mengakui DiriNya sebagai Allah. Mungkin peristiwa yang paling kuat dan jelas tentang pengakuan ini, terjadi pada waktu hari raya penahbisan Bait Allah di Yerusalem, ketika Ia berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30). Kata penghubung Yunani “kai” yang diterjemahkan dengan “dan” dalam ayat ini menekankan ide perbedaan kepribadian antara Anak (Kristus) dan Bapa. Maksud jelas bahwa Anak (Kristus) tidak sama dengan Bapa, dan Bapa bukan Anak.
Sedangkan kata "satu" di sini adalah terjemahan dari kata Yunani “hen” merupkan kata sifat jenis tunggal netral.[44] Karena itu, kata “satu” disini bukan berarti Yesus dan Bapa merupakan satu Pribadi, melainkan bahwa mereka merupakan kesatuan dalam sifat dan kegiatannya, menyatakan keesaan dan kesetaraan antara Yesus dan Bapa sebagai Allah. Ini merupakan suatu fakta yang benar, hanya jika Ia (Yesus) sama keillahanNya dengan Bapa. Jadi disini kita melihat bahwa ketika Yesus menyatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu, jelaslah secara tidak langsung Yesus mengakui bahwa diriNya adalah Allah. Orang-orang Yahudi yang mendengar pengakuan ini mehaminya demikian karena itu mereka segera berupaya merajamNya dengan alasan penghujatan karena Ia menyatakan diriNya sebagai Allah.
2. Yesus Kristus Menyatakan Mempunyai Penghormatan Yang Sama Dengan Allah. Dalam Yohanes 5:23 berkata, "Supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia". Dalam ayat ini, Yesus menyatakan dengan jelas bahwa manusia akan menghormati Dia sebagaimana mereka menghormati Bapa. Dalam Yohanes 5:16, kita menemukan bahwa orang-orang Yahudi mau membunuh Yesus karena mereka menganggap bahwa Yesus menganggap diriNya sama dengan Allah (Yohanes 5:18).
Jika Yesus tidak menjadi sama dengan Allah, Dia sudah tentu akan membenarkan mereka. Dia akan membuat itu jelas bagi mereka bahwa Ia tidak sama dengan Allah. Apakah Dia melakukan ini? Tidak. Malahan Yesus memberitahukan kepada mereka bahwa "Semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa." Perhatikan dalam Filipi 2:6, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan" Ayat ini menjelaskan bahwa Yesus telah menjadi Allah sebelum Ia datang di dunia. Yesus tidak pernah berpikir bahwa Dia merampas hak Allah dengan menjadi sejajar dengan Allah, melainkan Ia sedang menyatakan sejajar dengan Allah karena Ia adalah Allah itu sendiri.
J. Knox Camblin menyatakan, “Sebelum menjadi manusia, Kristus berada ‘dalam rupa Allah’ (Filipi 2:6a), yaitu ‘serupa dengan Allah’ (Filipi 2:6b). Kedua istilah ini menyatakan perbedaan Kristus dari Allah (Theos) sekaligus menegaskan keilahianNya. Ekspresi ayat 6a ‘melukiskan pra eksistensi Kristus dalam jubah kemuliaan dan kemegahan ilahi”.[45]
3. Yesus Kristus Memiliki Dan Menunjukkan Sifat-Sifat KeilahianNya. Kristus berdasarkan pengakuanNya sendiri Kristus memiliki sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah, yaitu: (1) Kekekalan: Ia mengaku sudah ada sejak kekal (Yohanes 8:58; 17:5); (2) Mahahadir: Ia mengaku hadir di mana-mana (Matius 18:20; 28:20); (3) Mahatahu: Ia memperlihatkan pengetahuan tentang hal-hal yang hanya dapat diketahui jika Ia mahatahu (Matius16:21; Lukas 6:8; 11:7; Yohanes 4:29); (4) Mahakuasa: Ia memperagakan dan menyatakan kekuasaan satu Pribadi yang Mahakuasa (Matius 28:20; Markus 5:11-15;Yohanes 11:38-44). Sifat-sifat Keilahan yang lain dinyatakan bagi diri-Nya oleh orang lain (misal "tak berubah", Ibrani 13:5), tetapi apa yang dikutip di atas tadi adalah apa yang diakui oleh-Nya bagi diri-Nya sendiri.
4. Yesus Kristus Melakukan Tindakan-Tindakan Yang Hanya Dilakukan Oleh Allah. Perhatikanlah perkerjaan dan tindakan yang dilakukan oleh Kristus berikut ini: (1) Pengampunan: Ia mengampuni dosa selama-lamanya. Manusia mungkin dapat melakukannya untuk sementara,namun Kristus memberikan pengampunan kekal (Markus 2:1-12); (2) Kehidupan: Ia memberikan kehidupan rohani kepada barang siapa yang dihendaki-Nya (Yohanes 5:21); (3) Kebangkitan: Ia akan membangkitkan orang mati (Yohanes 11:43); (4) Penghakiman: Ia akan menghakimi semua orang (Yohanes 5:22, 27). Lagi-lagi, semua contoh di atas adalah hal-hal yang Ia lakukan atau pengakuan yang diucapkan-Nya sendiri, bukan orang lain.
5. Yesus Kristus Memakai Gelar Anak Allah Bagi DiriNya Sendiri. Kristus memakai gelar “Anak Allah” bagi diri-Nya (meskipun hanya kadang-kadang, Yohanes 10:36; Bandingan Yohanes 5:18), dan Ia mengakui kebenarannya ketika dipergunakan oleh orang lain untuk menunjuk kepadaNya (Matius 26:63- 64).
Henry C. Thiessen menjelaskan, “Pernyataan Yesus bahwa Ia adalah Anak Allah jelas dimaksudkan untuk menunjuk kepada keilahianNya”[46] Hal ini juga tersirat dari pernyataan Yohanes bahwa Yesus adalah “Anak tunggal” Allah (Bandingan Yohanes 3:16,18).[47] Apakah artinya? Meskipun frase "anak dari" dapat berarti "keturunan dari", hal ini juga mengandung arti "dari kaum".
Jadi, dalam Perjanjian Lama "anak- anak para nabi" berarti dari kaum nabi (1 Raja-raja 20:35), dan “anak- anak penyanyi” berarti kaum penyanyi (Nehemia 12:28). Petunjuk "Anak Allah" apabila dipergunakan untuk Tuhan kita, berarti dari “kaum Allah dan merupakan suatu klaim yang kuat dan jelas untuk Keallahan yang penuh”. Dalam penggunaan di antara orang Yahudi, perkataan "Anak (dari)..." umumnya tidak berarti suatu pembawahan, tetapi lebih kepada persamaan dan jati diri hakikat. Contoh, nama “anak penghiburan” (Kisah Para Rasul 4:36) tak pelak lagi berarti, “si penghibur”. "Anak-anak guruh” (Markus 3:17) mungkin sekali berarti “penggeledek”. “Anak Manusia”, terutama sebagaimana berlaku untuk Kristus dalam Daniel 7:13 dan selalu dalam Perjanjian Baru, hakikatnya berarti "Orang yang Mewakili". Jadi, bagi Kristus untuk mengatakan, “Akulah Anak Allah” (Yohanes 10:36) dianggap oleh orang-orang pada masa-Nya sebagai memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah, sejajar dengan Bapa, yang menurut mereka tidak layak.
BUKTI-BUKTI KEILAHIAN YESUS KRISTUS LAINNYA
1. Keilahian Yesus Kristus berdasarkan kesatuannya dalam Trinitas. Di Dalam Matius 28:19 dikatakan, “baptizontes autous eis to onoma tou patros kai tou uiou kai tou agiou pneumatos” yang diterjemahkan menjadi “baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”, dimana hal yang menarik adalah bahwa sekalipun di sini disebutkan tiga buah nama yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus, tetapi kata Yunani “eis to onomo” yang diterjemahkan “dalam nama” adalah nominatif singular (bentuk tunggal, bukan bentuk jamak)! Bentuk jamak dari kata Yunani “onomo (nama)” adalah “onomata”. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name (bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak). Karena itu ayat ini bukan hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara, tetapi juga menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa.[1] Dengan demikian menunjukkan bahwa Kristus adalah Allah yang sehakikat dengan Bapa dan Roh Kudus.
2. Keilahian Kristus dinyatakan melalui karyaNya sebagai Pencipta dan Pemelihara.Alkitab menyatakan bahwa Yesus terlibat dalam penciptaan segala sesuatu (Yohanes 1:3; Kolose 1:15-17; Ibrani 1:2). Hal ini menyatakan keilahianNya dimana dengan kuasaNya Ia mampu menciptakan segala sesuatu.Dan kini, Ia juga memelihara ciptaanNya, karena segala sesuatu ada di dalam Dia. [2]
Beberapa frase penting Yunani dalam Kolose 1:16 menyatakan Kristus sebagai pencipta adalah : (1) Frase “(en autô)” artinya “di dalam Dia”. Frase ini menekankan bahwa seluruh alam semesta yang tercipta berpusat dan berada di dalam kendali serta pemeliharaan Kristus; (2) Frase “di’ autou” artinya “oleh Dia”. Frase tersebut mengungkapkan bhawa Kristus adalah perancang, pelaksana dan penyebab terjadinya segala ciptaan; (3) Frase “eis auton” artinya “untuk Dia”. Frase ini menjelaskan bahwa kemuliaan segala ciptaan layak dipersembahkan untuk kemuliaan Allah Tritunggal di dalam Kristus. Sebab tanpa Kristus tidak ada satupun yang akan tercipta secara sempurna (Roma 11:36; 1 Korintus 8:6). Ketika frase tersebut di atas menjelaskan bahwa Kristus bukan hanya Seorang yang olehNya segala sesuatu dicipta, tetapi juga Seorang yang didalamNya segala sesuatu terpelihara dan dikuasai (Yohanes 1:3; Ibrani 1:2) Wahyu 3:14).[3]
3. Keilahian Kristus Diakui oleh Murid-muridNya. Norman L. Geisler mengatakan, “Kita harus memperhatikan apa yang dipercaya murid-murid tentang Dia... Kita menemukan bahwa para pengikut Yesus sangat percaya terhadap KeallahanNya”.[4]
Berikut ini beberapa contoh dari pengakuan para murid terhadap Keilahian Kristus (1) Rasul Tomas Didimus yang melihat Yesus setelah kebangkitanNya mengatakan, “Ya Tuhanku dan Allahku” (Yohanes 20:28). Tomas yang sebelumnya bersikap sangat skeptis dan tak percaya terhadap kebangkitan Kristus, namun setelah melihat sendiri Yesus yang telah bangkit, tanpa keraguan lagi ia mengerti dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan (Kurios) dan Allah. (2) Kepada orang-orang Yahudi rasul Petrus dalam khotbah perdananya setelah kenaikan Kristus ke surga dengan tegas menyakinkan mereka ketika mengatakan, “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kisah Para Rasul 2:36).
Rasul Yohanes mengidentifikasi Kristus sebagai Allah saat menuliskan, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yohanes 1:1). Paulus menyebut Yesus sebagai satu Pribadi dimana “berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan Keallahan” (Kolose 2:9), dan menyebut Yesus sebagai “Allah Yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus (Titus 2:13), serta mengatakan “segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:11). Penulis Kitab Ibrani mengidentifikasikan keilahian Kristus saat mengatakan, “Tetapi tentang Anak Ia berkata: “Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran” (Ibrani 1:8).
4. Keilahian Kristus Dibuktikan oleh Mujizat-mujizat Yang DilakukanNya. Begitu banyak mujizat yang dicatat yang dilakukan Kristus dalam catatan 4 kitab Injil. Jelas sekali bahwa Tuhan Yesus melakukan mujizat bukan untuk memamerkan kehebatanNya dan untuk meninggikan diriNya. Jika kita memperhatikan dalam Matius 4:2-7; Lukas 4:3,4, ketika Yesus dicobai Iblis, dia menolak melakukan mujizat, karena tujuan mujizatNya bukan untuk dipamerkan atau dipertontonkan.
Walaupun mujizat yang dilakukan Yesus dapat memimpin kepada iman yang sejati (Yohanes 12:37), dan menguatkan iman mereka yang sudah percaya kepadaNya (Matius 8:27). Namun itu bukanlah tujuan utamanya. Mujizat-mujizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus tentu saja dilakukanNya dengan tujuan untuk menyatakan keilahianNya yang memancarkan kemuliaan Allah, dan agar murid-muridNya percaya kepadaNya (Yoahanes 2:11). Mujizat Tuhan Yesus adalah bukti keilahianNya dan kuasaNya yang melampaui segala kuasa yang ada (Matius 28:18). Mujizat Tuhan Yesus ialah tanda bahwa Dia Juruselamat yang sejati (Mesias), dan supaya manusia berdosa dapat beroleh hidup dalam namaNya (Yohanes 20:30,31).
Dari keempat kitab Injil kita bisa menemukan ada sekitar 40 catatan tentang mujizat Tuhan Yesus Kristus. Dari keseluruh catatan itu, dapat kita bagi dalam berbagai golongan atau jenis mujizat yang dilakukanNya : (1) Mujizat yang berhubungan dengan alam semesta : angin ribut diredakan (Matius 8:26,27) dan Yesus berjalan di atas air (Yohanes 6:16); (2) Mujizat yang berhubungan dengan pengusiran roh jahat (Matius 8:28-32; 9:32,33; 15:22-28; 17:14-18; Markus 1:23-27; 5:12,13); (3) Mujizat yang berhubungan dengan sakit penyakit : lumpuh (Matius 8:13; 9:6; Yohanes 5:9), tangan mati sebelah (Matius 12:13), bungkuk (Lukas 13:12), sakit pendarahan (Matius 9:22), busung air (Lukas 14:2), sakit panas atau demam (Matius 8:15), bisu (Matius 9:33), buta (Yohanes 9:1-33), tuli (Matius 11:5), kusta (Matius 8:3; Lukas 17:19), dan lain-lainnya; (4) Mujizat yang berhubungan dengan kematian : Lazarus (Yohanes 11:43,44), anak perempuan Yairus (Matius 9:18-26), anak janda di Nain (Lukas 17:12-15); (5) Mujizat lainnya : air jadi anggur (Yohanes 2:1-11), 5 roti dan 2 ikan untuk 5000 orang dewasa (Yohanes 6:1-14), memberi makan 4000 orang (Matius 15:32-39), pohon ara yang kering (Matius 21:18-22), uang logam di mulut ikan (matius 17:27), perahu yang penuh ikan (Lukas 5:1-11; Yohanes 21:6); (6) Mujizat yang berhubungan dengan kebangkitanNya (Matius 28:6-7; Roma 1:4; 1 Korintus 15:4).
5. Keilahian Kristus Dibuktikan Dengan KebangkitanNya dari Kematian. Kebangkitan Tuhan Yesus terjadi sesudah tiga hari di dalam kubur. Kejadian kebangkitan Kristus terdokumentasi dengan baik dalam Perjanjian Baru dengan saksi-saksi yang jujur dan dapat dipercaya. Perlu dicatat juga bahwa dunia terakhir kali melihat Yesus di kayu salib, yaitu pada saat kematianNya. Hanya saksi-saksi pilihan yang melihat Dia hidup, yaitu dalam hidup kebangkitanNya. Sesungguhnya banyak bukti yang tidak bisa salah mengenai Tuhan kita Yesus Kristus yang bangkit (Kisah Para Rasul 1:3; 10:39-41; 1 Korintus 15:1-4; Wahyu 1:17-18).
Kesaksian Para murid tentang Kristus yang dibangkitkan adalah lengkap. Sangat mustahil untuk mengatakan ratusan saksi ini pendusta yang membuat cerita kebangkitan dengan risiko ancaman (mati) atas hidup mereka sendiri. Demi kesaksian dan bukti-bukti kebangkitan mereka semua rela mati dan tetap teguh pada pendirian mereka.
Pentingnya kebangkitan Kristus didasarkan pada alasan : (1) Untuk menggenapi nubuat-nubuat Perjanjian Lama mengenai kebangkitanNya. KebangkitanNya, demikian juga kelahiran, kehidupan, pelayanan dan kematianNya telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. (Kejadian 3:15; Marmur 2:7; 16:8-11; 21:4; 89:71; 110:1; Yeasaya 53:10-12); (2) Sifat Kristus sendiri mengaharuskan kebangkitanNya. Kristus adalah Allah-manusia dalam satu pribadi yang kudus dan tidak berdosa, maut tidak berkuasa atas Dia. Juruselamat haruslah seorang manusia supaya Ia bisa mati untuk membayar dosa-dosa dan harus Allah supaya bisa bangkit dari kematian sebagai tanda korbanNya diterima. (Kisah Para Rasul 2:24; Mazmur 16:10); (3) Perlu bagi Kristus untuk bangkit dari kematian untuk meneguhkan kebenaran pernyataan-pernyataanNya sendiri mengenai kebangkitanNya (Matius 12:39-40; 16:21; 17:22-23; 27:62-64; Markus 8:31; 10:45; Yohanes 2:18-22). (4) Kebangkitan Kristus sungguh-sungguh perlu untuk melengkapi pekerjaan penebusan, karena jika Kristus tidak dibangkitkan dari kematian, maka kita semua masih berada dalam dosa (1 Korintus 15:16-20). Hanya kematian dan kebangkitanNya yang menyelamatkan manusia (Roma 5:8-10). Bukti bahwa Kristus telah menaklukkan dosa, setan, penyakit dan maut (kematian) adalah dengan kebangkitanNya dari kematian. Dan kebangkitanNya dari kematian membuktikan bahwa Ia adalah Allah (Ibrani 2:9-14; Wahyu 1:18).
Norman L. Geisler menyatakan bahwa kebangkitan Kristus merupakan bukti yang mendukung pernyataan Yesus sebagai Allah adalah yang teragung dan terbesar dari semua bukti-bukti lainnya. Dia mengatakan, “Tidak ada yang seperti ini yang pernah dinyatakan oleh agama lainnya, dan tidak ada mujizat yang memiliki bukti historis yang lebih banyak untuk meneguhkan hal ini”. [5] Dan secara teologis, “kebangkitan Yesus membuktikan kebenaran keilahianNya”.[6]
EKSEGESIS DAN ANALISIS TEOLOGIS TERHADAP AYAT-AYAT YANG DIPERMASALAHKAN
Ada beberapa ayat atau bagian tertentu dalam Alkitab yang membicarakan tentang Kristus telah digunakan oleh bidat-bidat (Arianisme, Unitarianisme, dan Saksi Yehova) untuk menolak kekekalan maupun keilahian Kristus. Pada bagian ini secara khusus saya akan menganalisis (1) Kolose 1:15 dalam mencari arti sebenarnya dari frase “Yang Sulung”; (2) Titus 2:13;2 Petrus 1:1 untuk menunjukkan bahwa ayat tersebut ditujukan kepada Kristus sebagai Allah; (3) Filipi 2:6-7 untuk menjelaskan makna dari frase “menjadi sama dengan manusia”. Sedangkan (4) Untuk Yohanes 1:1 karena telah saya analisis sebelumnya dibagian awal tulisan di atas maka tidak perlu diulang lagi.
1. Kolose 1:15. Frase “yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan” dalam Kolose 1:15 telah menjadi masalah menurut para bidat. Mereka menyatakan bahwa istilah “yang sulung” mengandung arti bahwa Kristus menciptakan segala sesuatu yang lain setelah Ia sendiri diciptakan.
Eksegesis dan Analisis Teologis : Menyatakan bahwa Yesus adalah ciptaan berdasarkan frase di atas merupakan pandangan (tafsiran) yang sesat, yang sangat bertentangan dengan kebenaran Alkitab. Mengapa? Karena Alkitab mengajaran bahwa istilah “yang sulung” dalam konteks ini bukan berarti Kristus sebagai ciptaan yang pertama dari segala sesuatu yang telah diciptakan, tetapi istilah itu sesungguhnya menyatakan prioritas dan superioritas Yesus atas seluruh ciptaanNya, baik yang disurga maupun dibumi.
Kata Yunani yang digunakan dalam ayat ini adalah “prôtotokos” artinya “yang sulung”. Istilah tersebut sangat berbeda dengan kata “prôtoktisis” yang artinya “yang pertama diciptakan”. Gagasan istilah “protoktisis” terlihat dalam hubungan dengan penciptaan langit dan bumi serta segala isinya secara ex-nihilo, yaitu penciptaan dari yang tidak ada menjadi ada.[7] Karena itu, kalau Yesus memang benar-benar diciptakan sebagai ciptaan yang pertama, maka kata Yunani yang digunakan dalam kolose 1:15 seharusnya adalah “protoktisis” bukannya ““prôtotokos”.
Dengan demikian jelas bahwa Paulus menggunakan kata “prôtotokos” dalam ayat tersebut hendak menyatakan fakta kekekalan dan keilahian Kristus sebagai Sang Pencipta, bukan sebagai ciptaan yang pertama. Hal ini juga diteguhkan dalam ayat berikutnya (Kolose 1:16) yang menjelaskan bahwa seluruh hukum dan tujuan penciptaan alam semesta dan dikendalikan oleh Yesus, sebab segala sesuatu ada di dalam Dia (en autô).
2. Titus 2:13 dan 2 Petrus 1:1. Frase “Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus” dalam Titus 2:13, dan frase “Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” dalam 2 Petrus 1:1, menurut tafsiran para bidat tidak menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah. Mereka berpendapat frase-frase tersebut tidak menujuk pada satu pribadi yang sama melainkan Pribadi yang berbeda, yaitu Pribadi Allah dan Pribadi Juruselamat (Yesus Kristus), yang dipisahkan oleh kata penghubungan “dan” Dengan demikian mereka mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat tetapi bukan Allah yang kekal, karena pribadi Allah dan pribadi Juruselamat dalam ayat-ayat tersebut dibedakan.
BACA JUGA: YESUS KRISTUS MENURUT INJIL SINOPTIK
Eksegesis dan Analisis Teologis : Menyatakan bahwa Yesus bukanlah Allah berdasarkan frase di atas merupakan pandangan (tafsiran) yang keliru.
Menurut kaidah bahasa Yunani Granville Sharp,[10] apabila dua kata benda dihubungkan oleh konjungsi ‘kai’ maka akan mengasilkan beberapa ketentuan sebagai berikut : (1) jika hanya terdapat satu kata benda yang berartikel, maka nomina berartikel tersebut dianggap menjadi subjek kalimat itu, sedangkan yang bersifat anatrous (tanpa artikel) bertindak sebagai predikatnya. (2) Jika kedua kata benda itu memiliki artikel, maka kedua kata itu menujuk kepada dua orang atau benda yang berbeda. (3) Jika kata benda pertama saja dari keduanya yang berartikel dan yang kedua tanpa artikel, maka kedua kata benda itu menunjuk kepada satu pribadi yang sama.[11]
Jadi berdasarkan kaidah Granville Sharp maka frase “Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus” dalam Titus 2:13, dan frase “Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” dalam 2 Petrus 1:1, jelas menujukkan kepada satu Pribadi karena hanya memiliki satu artikel untuk dua kata benda.
Paul Enns mengatakan, “Hukum tata bahasa Granville Sharp menyatakan bahwa pada saat dua kata benda dihubungkan dengan ‘kai (dan)’ dan kata benda yang pertama memiliki artikel dan yang kedua tidak memilikinya, maka kedua kata benda tersebut menunjuk pada hal yang sama. Jadi ‘Allah mahabesar besar’ dan ‘Juruselamat’ keduanya menunjuk kepada “Yesus Kristus”.[12]
Donald Gutrie membarikan kometar, Titus 2:13 juga menghubungkan Allah dengan Yesus, tetapi sekali lagi, ada kemungkinan pengertian yang berbeda. Pengertian yang paling mungkin ialah ‘Yesus Kristus Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita’ tetapi kata-kata itu mungkin dapat diterjemahkan ‘dari Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus’.
Sekali lagi, keterangan tata bahasa lebih mendukung terjemahan yang mengatakan Yesus sebagai Allah, karena seandainya Paulus ingin membedakan antara ‘Allah’ dan ‘Yesus’, maka Ia akan memakai kata sandang di depan kata ‘Theos’ dan di depan kata ‘Yesus’... Tidak ada alasan-alasan yang cukup untuk menyangkal bahwa dalam konteks ini Yesus Kristus digambarkan sebagai Allah”.[13]
Karena itu maksud kedua frase dalam Titus 2:13 dan 2 Petrus 1:1 tersebut jelas menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan Juruselamat.
3. Filipi 2:6-11. Eric Chang, seorang Unitarian dalam bukunya The Only True God, ketika menjelaskan Filipi 2:6-11, menyatakan bahwa ayat tersebut tidak menekankan kesetaraan Yesus dengan Allah, melainkan menekankan bahwa Yesus adalah manusia sempurna yang karena kataatanNya dianugerahi gelar “Tuhan”. [14] Dengan demikian Yesus bukanlah Allah karena itu Ia tidak layak untuk menerima penyembahan. Pertanyaannya: Benarkah maksud dari teks tersebut demikian?
Eksegesis dan Analisis Teologis : Filipi 2:6-11 jika dieksegesis dan dianalisis dengan cermat jelaslah menunjukkan bahwa Yesus Kristus itu sehakikat (setara) dengan Allah Bapa. Dan karena Ia (Kristus) adalah Allah maka Ia juga layak disembah seperti Allah Bapa yang dipuji dan disembah. Filipi 2:6-11, merupakan hakikat inkarnasi yang diberikan kepada kita oleh rasul Paulus. Pasal ini dikenal sebagai istilah “kenosis” atau “pengosongan diri Kristus”.[15] Perhatikan teks Yunani (TR) dari Filipi 2:6-8 berikut ini : “(Filipi 2: 6) ος εν μορφη θεου υπαρχων ουχ αρπαγμον ηγησατο το ειναι ισα θεω (ayat 7) αλλ εαυτον εκενωσεν μορφην δουλου λαβων εν ομοιωματι ανθρωπων γενομενος (ayat 8) και σχηματι ευρεθεις ως ανθρωπος εταπεινωσεν εαυτον γενομενος υπηκοος μεχρι θανατου θανατου δε σταυρου”[16]
Ada enam frase penting dari kenosis yang dimaksud Paulus dalam Filipi 2:6-8 tersebut diatas, yaitu :
(1) Frase “yang walaupun dalam rupa (morphe) Allah”. Kata “morphe” selalu merujuk pada suatu bentuk atau rupa yang yang betul-betul mengekspresikan keberadaan yang melandasinya.[17] Dalam Konteks ini, kata “morphe” berarti “rupa atau bentuk”, yaitu suatu bentuk atau rupa menyatakan keilahian Kristus sejak kekekalan bersama dengan Bapa, karena Ia adalah Allah.[18]
(2) Frase “tidak menganggap kesetaraan dengan Allah (to einai isa theô) sebagai milik yang harus dipertahankan (harpagmos)”. Frase “to einai isa Theô” secara harafiah berarti “setara dengan Allah”. Fungsi kata sandang “to” disini merujuk hal yang disebutkan sebelumnya, yaitu kesetaraan dengan Allah yang baru saja Paulus rujuk dalam frase serupa “dalam bentuk Allah”[19]. Sedangkan kata kata “harpagmos” disini berarti “merampas”, menekankan pada kerelaan Kristus untuk tidak mempertahankan kesetaraanNya dengan Allah pada saat inkarnasinya, walaupun Ia tetap Allah ketika berinkarnasi.[20]
(3) Frase “melainkan telah mengosongkan diriNya (heauton ekenôsen)”. Kata “heauton ekenôsen” secara harafiah berarti “mengosongkan diriNya sendiri”,[21] yang menekankan suatu tindakan sukarela dari dalam diri sendiri, dan bukan paksaan dengan paksan dari luar dirinya.
(4) Frase “dan mengambil rupa seorang hamba (morphên doulou labôn)”. Kata “morphên” “rupa”, yang dalam konteks ini berarti “bahwa Kristus benar-benar mengambil rupa seorang hamba”, yang berarti bahwa Dia mengambil sesuatu yang sebelumnya tidak Dia miliki, yakni kemanusiaanNya.[22]
(5) Frase “dan menjadi sama dengan manusia (labôn hen homoiômati anthrôpôn genomenos)” Secara harafiah berarti “mengambil rupa atau menjadi sama dengan manusia“.
(6) “Dan dalam keadaan sebagai manusia (kai skhêmati euretheis hôs anthrôpos), ia telah merendahkan diriNya”. Kata “skhêmati” secara harafiah berarti “wujud yang terlihat”, yang menekankan pada wujud jasmaniah (hakikat kemanusiaan) Kristus yang memiliki keterbatasan.[23]
BACA JUGA: KEUTAMAAN KRISTUS: KOLOSE 1:15-20
Enam frase pengosongan diri Kristus tersebut di atas dapat diringkas dalam dua pokok teologi utama, yaitu :
(1) KeilahianNya (lihat frase 1 dan 2);
(2) KemanusiaanNya (lihat frase 3,4,5, dan 6). Jadi, ketika Paulus menyatakan bahwa Kristus, yang dalam “rupa Allah”, telah “mengosongkan diriNya sendiri”, dan mengambil bagi diriNya “rupa manusia”, maka yang dimaksud ialah bahwa “Ia mengambil hakikat manusia tanpa berhenti menjadi Allah”.[24]
J. Knox Camblin menyatakan, “Sebelum menjadi manusia, Kristus berada ‘dalam rupa Allah’ (Filipi 2:6a), yaitu ‘serupa dengan Allah’ (Filipi 2:6b). Kedua istilah ini menyatakan perbedaan Kristus dari Allah (Theos) sekaligus menegaskan keilahianNya. Ekspresi ayat 6a ‘melukiskan pra eksistensi Kristus dalam jubah kemuliaan dan kemegahan ilahi”.[25] Alkitab mengajarkan bahwa Kristus, ketika menjadi manusia tidak berhenti menjadi Allah, juga tidak menyerahkan kepemilikan atau penggunaan sifat-sifat Ilahi, baik dasar maupun moral.
Perlu diperhatikan bahwa Allah tidak diubah menjadi seorang manusia, tetapi Ia mengambil hakikat manusia tanpa berhenti menjadi Allah. Jadi pengosongan diri Kristus itu berarti bahwa Kristus menyerahkan penggunaan bebas sifat-sifat Ilahi. Dia mengesampingkan hak istimewaNya sebagai Allah untuk bertindak sebagai Allah, dan menjadi bergantung pada kehendak Bapa untuk pemakaianNya, bekerjanya atau perwujudan sifat-sifat ini.
Ringkasnya, dalam inkarnasi dan pengosongan diriNya, Kristus selalu menjadi Allah. Sebelum inkarnasiNya, Kristus ada dalam rupa Allah (Filipi 2:6-8). Ketika menjadi manusia, Kristus tidak berhenti menjadi Allah; Kristus selalu memiliki sifat-sifat Ilahi. Ketika menjadi manusia, Kristus tidak mengosongkan diriNya dari segala sifat-sifatNya sebagai Allah. Yesus adalah Allah dulu dan sekarang, yang memiliki baik sifat-sifat Allah.
Dia memiliki sifat-sifat Allah karena Ia adalah Allah. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam Filipi 2:6-8, rasul Paulus hendak menunjukkan bahwa Yesus Kristus itu sehakikat (setara) dengan Allah Bapa. Dan karena Ia (Kristus) adalah Allah maka Ia juga layak disembah seperti Allah Bapa yang dipuji dan disembah. Donald Guthrie mengatakan, “Kita dapat mencatat bahwa dalam perikop ini Yesus diperlakukan sebagai Allah, dan karena ini Filipi 2:1-6 menjadi bagian dari dasar ajaran mengenai ketitunggalan itu.
Penghormatan kepada Kristus disebut bagi kemuliaan Allah, Bapa”.[26] T.F. Torance menambahkan, “Kita berdoa kepada Yesus sebagai Tuhan, menyembah Dia dan menyanyikan puji-pujian kepadaNya sebagai Allah”.[27]
PENUTUP:
Di atas, bukti-bukti Alkitab beserta argumentasinya telah disajikan untuk menunjukkan fakta keilahian yang dimiliki Kristus. Alkitab dengan jelas menyingkapkan bahwa Kristus adalah Tuhan dan Allah. Kristus dinyatakan yang bukan saja sudah ada sebelum penciptaan, tetapi juga keberadaan yang kekal. Kristus dikatakan sebagai keberadaan yang pada mulanya bersama Allah dan Dia adalah Allah.
Bagi kita, iman kepada Keilahian Kristus bukan saja merupakan hal yang penting, melainkan merupakan hal yang esensial. Karena itu, dengan penuh keyakinan kita mengakui keilahian Kristus, dan menyatakan bahwa Dia memiliki substansi atau esensi yang sama dengan Bapa dan Dia bukan keberadaan yang diciptakan, bahwa Ia benar-benar Allah. Keyakinan bahwa Kristus adalah Allah bukan hanya karena telah diteguhkan dalam pengakuan iman Nicea ataupun Chalcedon, melainkan karena Alkitab menyatakannya dan mengakuinya demikian.
T.F. Torrance mengatakan, “Kepercayaan kita akan keilahian Kristus bukan disandarkan pada beragam peristiwa yang dicatat dalam Injil atau pada teks-teks tertentu dalam Alkitab, tetapi ada seluruh struktur Injil yang koheren dari pernyataan ilahi yang historis yang diberikan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Ketika kita berdiam di dalamnya, merenungkannya, menyesuaikan diri kita dengannya, menembus kedalamnya, dan menyerapnya ke dalam hati kita, dan mendapai dasar-dasar hidup dan pemikiran kita berubah dibawah pengaruh kreatif dan menyelamatkan dari Kristus, dan diselamatkan oleh Kristus dan secara pribadi diperdamaikan dengan Allah dalam Kristus, maka kita percaya kepadaNya sebagai Tuhan dan Allah. [28]
Akhirnya, dengan penuh keyakinan kita dapat memuji memuliakanNya bersama rasul Paulus dengan berkata “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga” (Efesus 1:3). Demikian juga bersama rasul Petrus kitapun berkata, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir” (1 Petrus 1:3-5).
DAFTAR PUSTAKA: Yesus Kristus adalah Tuhan dan Allah - Samuel T. Gunawan, SE,M.Th
[1] Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung, hal. 156.
[2] Ibid
[3] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal. 43.
[4] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263.
[5] Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal. 323.
[6] Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal. 103.
[7] Kelompok ini dikenal juga dengan paham Adopsianisme yang lahir pada abad kedua. Penganut ajaran Adopsianisme atau ebionisme seperti Cerinthus dan Carprocrates berpendapat bahwa Yesus hanya sebagai anak Yusuf, sebab itu ia tidak lebih dari manusia yang lain.
[8] Arius menolak konsep teologi Alexandria tentang “homoousios” yang mengakui bahwa Bapa dan Anak sehakikat atau setara. (“homo” artinya satu dan “ouisa” artinya hakikat). Sebaliknya ia berpendapat bahwa hanya Bapa sebagai Allah yang sejati, sedangan Anak, yaitu Yesus atau Logos dilahirkan dan diciptakan oleh Bapa. Menurut Arius, Kristus adalah manusia yang dapat berdosa dan ynag tidak sempurna.
[9] Pandangan Socianisme ini mempengaruhi Unitarianisme Inggris dan Deisme Inggris. Kebanyakan penganut Unitarianisme bukan penganut Deisme, tetapi semua penganut Deisme mempunyai konsep Unitarian tentang Allah. Garis bidatnya adalah Arianisme ke Socianisme ke Unitarianisme ke Deisme. Unitarianisme Amerika adalah turunan langsung dari Unitarianisme Inggris” (Ryrie, Teologi Dasar, Jilid 1, hal. 78).
[10] Unitarianisme terkini menyatakan bahwa Yesus adalah seorang yang baik, mungkin seorang guru moral yang baik, tetapi bukan Tuhan (Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Apologetika. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 322).
[11] Saksi Yehova ini berpandangan bahwa Yesus diciptakan oleh Allah dan sebab itu Ia sendiri bukan lah Allah (Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Apologetika. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 303).
[12] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 176.
[13] Ibid, hal. 275.
[14] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 2, terjemahan, Penerbit SAAT: Malang, hal. 195.
[15] Ibid, hal 201.
[16] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 176.
[17] Sproul, R.C., Essential Truths of the Christian Faith, hal. 103.
[18] Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 318.
[19] Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, terjemahan, Penerbit SAAT: Malang, hal. 275.
[20] Ladd, Geoge Eldon., Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, hal. 156.
[21] Grudem, Wayne., 2009. Kebenaran Yang Memerdekakan. Terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta, hal. 94; Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 176.
[22] Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 66.
[23] Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 145-146.
[24] Ibid, hal 146.
[25] Conner J. Kevin., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 161.
[26] Hal ini kontras dengan pendapat beberapa ajaran “penganggungan nama Allah” saat ini yang banyak beredar. Dimana orang Kristen dianjurkan untuk kembali memanggil nama Allah dengan “YHWH”. Suatu hal yang naif dan interprtasi teologis yang dangkal.
[27] McDowell, Josh., 2007. Apologetika: Bukti-Bukti Yang Meneguhkan Kebenaran Alkitab , Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 164.
[28] Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 66.
[29] Ladd, Geoge Eldon, Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, hal. 156
[30] Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 29.
[31] Ibid, hal. 324.
[32] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 181.
[33] Ibid. .
[34] Bandingkan: Ibid
[35] Di dalam kekekalan, Kristus “bersama-sama dengan Allah” dan sesungguhnya “Ia adalah Allah”. Ia dinamakan Firman atau Logos (Yohanes 1:1,14; Wahyu 19:13). Bahwa disini Yohanes memandang Logos sebagai kepribadian (bukan dalam arti sebagai berita atau kata) jelas nampak dari susunan kalimatnya. Yohanes mengatakan “kai theos en ho logos” yang artinya bahwa “dan logos adalah Allah”. Selanjutnya, seandainya Yohanes mengatakan “kai ho theos en ho logos” maka ia menjadikan istilah Allah dan Logos dapat dipertukartempatkan satu sama lain sehingga dengan demikian ia mengajarkan Sabelianisme yang yang menyatakan bahwa Allah hanya memiliki satu pribadi yang mewujudkan diri dengan tiga cara (manisfestasi).
[36] Logos adalah istilah umum yang dipakai oleh kaum Helenistik dalam pengertian percakapan, berita atau kata. Kaum sofistik menganggap logos sebagai suatu sebuah metode dalam berargumentasi dan berdialog, khususnya dalam mempertahankan keyakinan pribadi atau kelompok. Sementara itu kaum Stoik menganggap logos sebagai kekuatan yang setara dengan Allah, yang mengatur kehidupan dunia.
[37] Sekalipun istilah Logos ini nampaknya pertama kali dipakai oleh Heraklitus dengan arti akal manusia, dan kemudian diambil alih oleh Plato dan kaum Stoa, serta akhirnya diterima dalam teologi Yahudi oleh Philo, jelaslah bahwa Yohanes sama sekali tidak mengacu ke sumber-sumber itu ketika ia memakai istilah Logos tersebut. Pasti ia mengambilnya dari Perjanjian Lama (dari personifikasi kebijaksanaan, hikmat, kuasa, dan hubungan dengan Allah. Istilah Logos dalam bahasa Ibrani “davar” yang dalam bahasa Aramik disebut “memra”) lalu mengisinya dengan konsep yang baru tentang keilahian Kristus.
[38] Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta, hal. 383.
[39] Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, hal 147.
[40] Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 318.
[41] Erickson J. Millard., Teologi Kristen, Jilid 2, hal. 318.
[42] Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 335-337.
[43] Lihat juga : Geisler, Norman & Ron Brooks., Ketika Alkitab Dipertanyakan. hal. 120-127; Grudem, Wayne., Kebenaran Yang Memerdekakan, hal. 94-96; Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 275-278; Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, hal 142-148.
[44] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 177.
[45] Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 62.
[46] Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, hal 146.
[47] Istilah “anak tunggal” berasal dari kata Yunani “monogenes” (lihat: Yohanes 1:14, 18; 3:16,18; 1 Yohanes 4:9) tidak berarti titik awal dalam waktu tetapi bahwa Yesus adalah Anak Tunggal Allah yang “unik”, “hanya satu-satunya dan tidak ada yang lain sejenis Dia”, “satu-satunya contoh dari kategorinya”. Anak tunggal “digunakan untuk menandai keunikan Yesus di atas semua keberadaan di dunia dan di surga”. Dengan istilah ini, rasul Yohanes hendak menjabarkan kemuliaan yang terpancar dalam keunikan Putra Allah, dan bahwa tidak ada siapapun yang memancarkan kemuliaan Allah (Yohanes 1:14) lebih dari itu. Jadi yang dimaksud Anak Tunggal tidak berarti menjadi berada, tetapi mengekspresikan keunikan dari pribadi itu. Kristus adalah unik sebagai Putra Allah, yang diutus oleh Bapa dari Surga. (Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 249.
“(2:9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, (2:10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (2:11) dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan (κυριος ιησους χριστος-kurios iêsous khristos)," bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:9-11).
Anderson, Leith. A., 2009. Yesus : Biografi Lengkap Tentang PribadiNya, NegaraNya, dan BangsaNya. Terjemahan, Penerbit Gloria Graffa : Yogyakarta.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Chang, Erich, 2011., The Only True God. Terjemahan, Penerbit Borobudur Publising : Semarang.
Conner J. Kevin., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Apologetika. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Eaton, Michael 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1 & 2 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Evan, Craig. A., 2008. Merekayasa Yesus. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 1988. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, diterjemahkan (2008), Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Kebenaran Yang Memerdekakan. Terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung
Letham, Robert.,2011. Allah Trinitas: Dalam Alkitab, Sejarah, Teologi, dan Penyembahan. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.
Pandensolang, Welly., 2010. Gramatika dan Sintaksis Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Penerbit YAI Press: Jakarta.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stott, John., 2010. Kristus Yang Tiada Tara. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tong, Stephen., 2004. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Penerbit Momentum: Jakarta.
Yancey, Philip, 1997. Bukan Yesus Yang Saya Kenal. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Yesus Kristus adalah Tuhan dan Allah
[1] Kata “esa” yang digunakan dalam Ulangan 6:4 dalam bahasa Ibraninya adalah “Ekhad” yang menunjuk kepada “satu kesatuan yang mengandung makna kejamakan; dan bukan satu yang mutlak”. Jika yang dimaksud “satu-satunya; atau satu yang mutlak” maka dalam bahasa Ibrani yang digunakan adalah “yakhid”. (lihat : Conner J. Kevin., A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 134).
[2] Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 1, hal. 324.
[3] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 232.
[4] Geisler, Norman & Ron Brooks., Ketika Alkitab Dipertanyakan. hal. 127.
[5] Geisler, Norman & Ron Brooks., Ketika Alkitab Dipertanyakan. hal. 136.
[6] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 179.
[7] Ibid. Hal. 232-233.
[8] Guthrie, Donald., Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, hal. 404.
[9] Paul Enns menjalaskan bahwa Mereka yang menyangkal keilahian Kristus seringkali melakukannya dengan menunjuk pada istilah “Anak Sulung”, mengartikan bahwa apabila istilah itu berkaitan dengan Kristus maka harus berimplikasi Ia memiliki permulaan dalam waktu. Namun demikian, baik studi leksikal dari kata itu demikian juga studi kontekstual dari penggunaan kata itu memberikan solusi yang berbeda akan arti anak sulung. Dalam budaya Perjanjian Lama penekanan utama adalah pada status anak tertua. Ia menikmati dua bagian dari warisan (Ulangan 21:17), hak-hak yang lebih dari anggota keluarga lain (Kejadian 27:1-4, 35-37), perlakuan khusus (Kejadian 43:33), dan penghormatan dari yang lain (Kejadian 37:22). Secara figuratif, kata itu menunjuk pada prioritas atau supremasi (Keluaran 4:22; Yeremia 31:9) dan digunakan untuk Kristus. Di Kolose 1:18 di mana Kristus disebut sebagai anak sulung memberikan arti yang jelas: sebagai yang sulung, Kristus adalah kepala dari Gereja dan paling tinggi dari segalanya. Di Ibrani 1:6 supremasi Kristus sebagai yang sulung tampak dalam hal malaikat-malaikat menyembah Dia. Hanya Allah yang disembah. Mazmur 89:28 mungkin satu dari penjelasan yang paling jelas dari istilah yang “sulung”. Ini adalah sebuah contoh dari puisi sintetik dalam bahasa Ibrani dimana baris kedua menjelaskan yang pertama. Dalam Mazmur Mesianik ini Allah meneguhkan bahwa Mesias akan menjadi yang sulung, yaitu raja yang tertinggi di bumi ini. Yang sulung dijelaskan memerintah atas para raja di seluruh dunia. Baik dari studi bahasa dan eksegis adalah jelas bahwa yang sulung berfokus pada keutamaan status dari Yesus sebagai Mesias. (Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, terjemahan, Penerbit SAAT: Malang, hal. 248-249).
[10] Prinsip kaidah Granville Sharp ini telah dipublikasikan secara luas pada tahun 1798. Keunggulan dari kaidah Granville Sharp ini mampu membuktikan tentang keilahian Yesus Kristus dan gagasan teologi hanya dengan melalui sebuah konstruksi artikel.
[11] Pandensolang, Welly., 2010. Gramatika dan Sintaksis Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Penerbit YAI Press: Jakarta, hal. 117.
[12] Bandingkan : Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal. 276.
[13] Guthrie, Donald., Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, hal. 385.
[14] Lihat : Chang, Erich, 2011., The Only True God. Terjemahan, Penerbit Borobudur Publising : Semarang, hal. 237-270.
[15] Lihat: Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal 353.
[16] Translit Interlinear TR Filipi 2:6-8 sebagai berikut : (ayat 6) hos {yang} en {dalam} morphê {rupa/sifat} theou {Allah} huparchôn {walaupun adalah} oukh {tidak} harpagmon {suatu rampasan/ sesuatu yang dipertahankan} êgêsato {menganggap} to {hal} einai {menjadi} hisa {yang setara} theô {dengan Allah} (ayat 7) all {melainkan} heauton {diriNya sendiri} ekenôsen {telah mengosongkan} morphên {rupa} doulou {seorang hamba} labôn {mengambil} hen {dalam} homoiômati {kesamaan} anthrôpôn {(dengan) manusia} genomenos {menjadi} (ayat 8) kai {dan} skhêmati {dalam wujud} euretheis {ditemui} hôs {sebagai} anthrôpos {manusia} etapeinôsen {ia telah merendahkan} eauton {diriNya} genomenos {menjadi} hupêkoos {taat} mekhri {sampai} thanatou {kematian} thanatou {kematian} de {yaitu} staurou {(di) kayu salib}.
[17] Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad.Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 62.
[18] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 227.
[19] Chamblin, J. Knox., Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. hal. 62.
[20] Ibid, hal 227-228.
[21] Ibid.
[22] Zuck, Roy B, editor., A Biblical of Theology The New Testament. hal. 369.
[23] Pandensolang, Welly., Kristologi Kristen, hal. 227
[24] Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 379.
[25] Chamblin, J. Knox., Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi. hal. 62.
[26] Guthrie, Donald., Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, hal. 399.
[27] Letham, Robert.,2011. Allah Trinitas: Dalam Alkitab, Sejarah, Teologi, dan Penyembahan. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 52.
[28] Ibid.
Yesus Kristus adalah Tuhan dan Allah - Samuel T. Gunawan, SE,M.Th.