THE LOST YEARS OF JESUS (Lukas 2:51-52)

Pdt.Samuel T. Gunawan,M.Th.
THE LOST YEARS OF JESUS (Lukas 2:51-52
“Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Galatia 4:4-5)

“Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat,

penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya” (Lukas 2:40)

“Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya,dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Lukas 2:51-52)

PENDAHULUAN:

Yesus Kristus merupakan sentralitas dalam Kekristenan sebagaimana yang dinyatakan oleh Michael Eaton, “Kekristenan adalah Kristus! Iman Kristen bukan sebuah buku, Ia bukan sebuah filosofi. Ia bukan sebuah pengalaman. Ia bukan sebuah program tindakan. Iman Kristen terutama dan pertama-tama adalah tentang seorang Pribadi, Tuhan kita Yesus Kristus, Anak Allah”.[1] Karena Kristus termasuk tokoh sejarah yang penting pada zamanNya, maka wajarlah bila banyak orang menduga bahwa Ia mendapat cukup banyak perhatian dari para penulis dan sejarawan yang hidup se zaman denganNya. 

Setidaknya, mereka menduga, pasti ada cukup banyak literatur yang memuat kisah tentang kehidupan Yesus.[2] Kenyataannya, walaupun Ia memiliki banyak pengikut yang mencapai ratusan orang pada saat Ia hidup di Palestina (1 Korintus 15:6), namun jumlah informasi berupa biografi atau literatur mengenai diriNya dapat dikatakan tidak memadai.[3] Jadi, seperti yang dikatakan W.R.F. Browning, “di luar Perjanjian Baru, hanya sedikit terdapat catatan mengenai Yesus dari Nazaret”.[4] 

Bahkan menurut Merril C. Tenney, ahli Alkitab dan Teologi di Weathon Collete, bahwa “Kecuali keempat Injil dan beberapa penyebutan mengenaiNya di dalam surat-surat kepada jemaat, catatan sejarah pada zamanNya hampir tidak menyebutkan apa-apa mengenai diriNya”.[5] Menyadari hal itu Peter Walker mengatakan, “Sedikit sekali sumber yang diperoleh dari orang Kristen di luar Alkitab yang dapat dipergunakan secara meyakinkan sebagai tradisi yang berdiri sendiri berkenaan dengan Yesus dari Nazaret. 

Kita hanya memiliki empat catatan tentang kehidupan Yesus sebagaimana tercantum dalam Alkitab Perjanjian Baru, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Keempat Injil yang dikenal sebagai Injil-Injil Kanonik”.[6]

Walaupun ada sumber-sumber informasi sekuler yang menyebutkan atau memberikan catatan dan penujuk tentang Kristus dan agama Kristen, seperti Josephus dalam karyanya Antiquities, Titicus seorang sejarawan Romawi, dan beberapa orang lainnya, [7] akan tetapi catatan-catatan tersebut tidak memadai sehingga tidak dapat dijadikan acuan dalam membahas tentang kehidupan Yesus. 

Karena catatan-catatan kecil dari para penulis dan sejarawan sekuler tersebut di tulis oleh orang-orang yang kurang mengerti sejarah pergerakan Kristen pada saat itu dan justru membencinya. [8] Namun, demikian, catatan-catatan sekuler tersebut bermanfaat dalam memberikan petunjuk atau bukti bahwa Kristus memang pernah hidup dan tinggal di daerah Palestina, dan bahwa dalam sejarahnya Kekristenan telah tersebar luas pada abad yang kedua. Catatan dari para penulis sekuler tersebut, seperti yang dijelaskan oleh Josh McDowell sangat membantu dalam membuktikan bahwa Kristus adalah benar-benar seorang tokoh sejarah dan bukan sekedar mitos.[9]

Perpedoman pada penjelasan tersebut di atas, maka seharusnya kita merasa cukup puas menerima kisah kehidupan Yesus Kristus seperti yang disampaikan kepada kita oleh para penulis Kitab Injil dan penulis surat-surat lainnya dalam Perjanjian Baru. 

Wayne Grudem mengatakan, “Di dalam Kitab Suci sajalah kita mencari firman Allah bagi kita. Kita perlu merasa puas dengan apa yang kita temukan disana. Kecukupan Kitab Suci seharusnya mendorong kita untuk menyelidiki Alkitab secara menyeluruh, untuk menemukan apa yang Allah kehendaki dalam kita memikirkan suatu masalah tertentu atau apa yang harus kita lakukan dalam situasi tertentu”.[10] 

Memang ada beberapa bagian dalam kehidupan Yesus yang tidak dikisahkan dalam Alkitab, karena memang Alkitab bukanlah buku sejarah, dan kitab-kitab Injil khususnya bukanlah dimaksudkan oleh para penulisnya ditulis sebagai buku biografi yang lengkap tentang Yesus Kristus. Hal ini berlaku juga bagi isu atau situasi tertentu dimana Alkitab tidak memberikan petunjuk atau aturan sesuai dengan yang sering kali kita inginkan. Tetapi karena Kitab Suci saja sudah cukup, kita tidak memiliki hak untuk menambahi perintah, ajaran, atau bagian-bagian tertentu di dalamnya, termasuk bagian-bagian yang hilang (tidak dikisahkan) dalam hidup Yesus.

MEREKONSTRUKSI KRONOLOGI KEHIDUPAN YESUS YANG DITULIS DALAM KITAB INJIL

Kembali ke sumber utama kita tentang kisah hidup Yesus. Perjanjian Baru merupakan kisah tentang Yesus Kristus dan pengikut-pengikutNya yang hidup di abad pertama. Dari 27 kitab Perjanjian Baru, semuanya menyebut Yesus dalam pasal pertama dan 22 darinya menyebut Yesus dalam kalimat pertama![11] 

Kitab-kitab Injil secara khusus menarasikan seluruh kehidupan Yesus, mulai dari kisah kelahiran, pelayanan, kematian, kebangkitan, dan kenaikanNya ke surga. Sedangkan Kisah Para Rasul dan surat-surat lainnya mengisahkan tentang para pengikut Kristus yang meneruskan hidup dan ajaran Yesus. Namun sangat memprihatinkan bahwa banyak orang Kristen tidak memanfaat secara maksimal keempat kitab Injil sebagai suatu sumber informasi yang cukup untuk mengenal pribadi dan kehidupan Yesus Kristus, bahkan sebagian besar sengaja mengabaikannya.

Paling sedikit ada tiga alasan dibalik pengabaian tersebut, yaitu: 

(1) Saat membaca keempat injil maka sulit untuk melihat dengan tepat apa isi seluruh cerita itu, karena masing-masing Injil memiliki gayanya sendiri dan satu cerita yang terpapar di balik keempat Injil tidak terlalu terlihat jelas seketika. Artinya, ada bagian-bagian yang memang harus dipelajari lebih teliti dan mendalam; 

(2) Selain itu, jika seseorang mulai membaca Injil secara berturut-turut dari Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, maka adakalanya mereka akan mendapati kesan bahwa urutan kejadian atau kisah tertentu yang diceritakan dalam keempat Injil tersebut kontradiksi.[12] Misalnya, kisah mengenai Yesus menyembuhkan orang buta di Yerikho dalam ayat-ayat Matius 20:29-34; Markus 10:46-52; Lukas 18:35-43, terlihat adanya penjelasan dan rincian yang berbeda dari pera penulis Injil. Matius menuliskan bahwa Yesus menyembuhkan dua orang buta ketika akan meninggalkan Yerikho, sedang penulis Injil lainnya hanya menyebut satu orang buta, dan penyembuhan itupun dilakukan Yesus ketika memasuki Yesrikho.[13] 

(3) Mungkin, dan ini merupakan alasan yang paling banyak dari pengabaian kisah Yesus, yaitu dimana orang-orang Kristen lebih tertarik terhadap hal-hal yang rohani dan supranatural sehingga mereka tidak berminat terhadap kisah Yesus. Karena itu tidak heran apabila orang Kristen diminta untuk menceritakan satu cerita tentang Yesus seperti yang dikisahkan keempat kitab Injil, mungkin hanya sedikit orang Kristen yang dapat melakukan hal itu. Suatu hal yang ironis dan tragis!

Pertanyaannya, “haruskah orang Kristen mempercayai Yesus tanpa mengetahui seluk beluk tentang hidup dan pelayananNya?”. Menurut saya, seharusnya tidak demikian. Tim Stafford mengatakan keprihatinannya demikian, “Jika anda meminta orang Kristen memberitahu apa yang mereka ketahui tentang Yesus, kebanyakan akan memberikan ringkasan pendek... Biasanya bunyinya demikian: Yesus adalah Allah, dan Ia datang ke bumi sebagai seorang bayi. 

Ia menjalani kehidupan tanpa dosa dan menyerahan diriNya mati di kayu salib demi dosa-dosa kita. Lalu bangkit kembali dan hidup di surga... Kita mengetahui awal dan akhirnya, tetapi tidak banyak mengetahui seputar apa yang terjadi ditengah-tengahnya. Kita tahu bahwa Yesus tidak berdosa, tetapi apa yang Ia lakukan justru nyaris tidak bisa kita jelaskan. 

Kita tidak mengatakan apapun seputar ajaran, penyembuhan, dan tindakanNya yang memanggil para muridNya”.[14] Seharusnya, karena Yesus adalah inti dan pusat dari iman Kristen, maka seharusnya orang Kristen tidak hanya percaya kepada Yesus Kristus, tetapi juga mengenal Dia, mengenai pribadi, pelayanan, ajaran, dan karya-karyaNya seperti yang ditulis di dalam Perjanjian Baru, khususnya kitab-kitab Injil. Walaupun pada kenyataannya masing-masing penulis kitab Injil tidak berusaha menguraikan kisah historis kehidupan Yesus secara kronologis, namun bukan berarti bahwa keempat injil tersebut tidak terintegrasi satu dengan yang lainnya. 

Menurut saya, keempat kitab Injil berisi kisah Yesus yang komplemeter (saling melengkapi) dan dapat diintegrasikan dalam suatu kisah yang sistematis dan kronologis bila dikolaborasikan. Berikut ini secara ringkas saya berikan empat contoh dari upaya yang baik untuk mengkolaborasi kisah kehidupan Yesus menurut keempat Injil dalam suatu kronologis.

1. J.N. Geldenhuys, dalam artikel yang berjudul Riwayat Hidup Yesus Kristus menyusun riwayat hidup Yesus dengan menujukkan masa-masa paling penting dalam hidupNya, yaitu : (a) KelahiranNya yang supra alami; (b) Masa bayi, kanak-kanak, dan berjenjang dewasa; (c) Baptisan dan pencobaanNya; (d) awal pelayananNya terhadap masyarakat umum; (e) pelayanan dan ajaran berpusat di Galilea; (f) Dua belas orang rasul dilatih; (g) Permusuhan yang memuncak; (h) Minggu terakhir di Yerusalem; (i) Penguburan, kebangkitan dan kenaikanNya.[15]

2. Merrill C. Tenney, dalam buku Survei Perjanjian Baru menyusun suatu ikhtisar riwayat hidup Yesus sesuai dengan pendapat umum para ahli teologi dan Alkitab sebagai berikut : (a) Kelahiran dan masa kanak-kanak Yesus; (b) Masa persiapan; (c) Pelayanan yang pertama di Galilea; (d) Pelayanan yang pertama di Yudea (Paskah); (e) Kembali ke Galilea; (f) Perjalanan keliling yang ketiga: puncak pelayanan; (g) Menyingkir ke utara; (h) Pelayanan yang terakhir di Galilea; (i) Pelayanan selanjutnya di Yudea; (j) Pelayanan di Perea; (k) Perjalanan terakhir ke Yerusalem; (l) Masa kesangsaraan; dan (m) Kebangkitan.[16]

3. Michael Eaton dalam buku Jesus of The Gospels dengan yakin mengatakan bahwa secara keseluruhan tampak bahwa Injil-Injil secara eksplisit kronologis. Menurutnya, melalui riset yang lebih teliti ketidakjelasan urutan hanya berlaku dalam bagian seperti Matius 4-16; Lukas 4:16-30, dan sedikit kelonggaran di tempat lain. Secara kronologis riwayat Yesus menurut Michael Eaton adalah sebagai berikut : (a) Kelahiran dan masa keil Yesus; (b) Tiga syarat pelayanan; (c) Di Yudea dan Samaria; (d) Masa-masa awal di Galilea dan Berita; (e) Fase pelayanan kedua; (f) Perjalanan ketiga di Galilea; (g) Setelah Perjalanan ketiga;(h) Titik balik dalam pelayanan; (i) Sebelum dan sesudah Kaisarea Filipi; (j) Akhir pelayanan Yesus di bumi; (k) Perayaan di Yerusalem; (l) Minggu Sengsara; dan (m) Minggu kebangkitan.[17]

4. Adina Chapman, dalam buku Pengantar Perjanjian Baru menyusun suatu garis besar iwayat hidup Yesus menurut perbandingan keempat kitab Injil sebagai berikut : (a) Perihal penjelmaan Yesus; (b) Kelahiran dan masa kanak-kanakNya; (c) Pembaptisan Yesus; (d) PencobaanNya; (e) MujizatNya yang pertama; (f) PelayananNya yang pertama di Yudea kira-kira 8 bulan; (g) KunjunganNya ke Samaria; (h) PelayananNya di Galilea kira-kira 2 tahun; (i) KunjunganNya ke Yerusalem; (j) PelayananNya di Perea dan Yudea; (k) Peristiwa-peristiwa pada minggu terakhir; (l) PelayananNya sesudah kebangkitanNya.[18]

Saat ini, telah semakin disadari perlunya mendapatkan kisah Yesus secara utuh berdasarkan Kitab-kitab Injil. Hal ini terlihat dari semakin banyak, buku-buku yang ditulis oleh para teolog, ahli Alkitab, dan pemimpin-pemimpin gereja yang mengulas kembali kisah tentang Yesus. Dari beberapa buku yang pernah saya baca, ada satu buku yang saya rekomendasi untuk dibaca, dimana buku tersebut secara utuh menceritakan kembali Yesus Kristus dan menggambarkannnya dalam bentuk naratif berdasarkan Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. 

Buku tersebut ditulis oleh Leith Anderson, pendeta senior Wooddale Church di Minnesota. Beliau merupakan lulusan dari beberapa universitas dan teologi ternama seperti Moody Bible Institute, Bradley University, Denver Seminary, dan Fuller Theological Seminary. Buku tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh penerbit Gloria Graffa Yogyakarta dengan judul “Yesus: Biografi Lengkap Tentang PribadiNya, NegaraNya, dan BangsaNya.[19]

THE LOST YEARS OF JESUS : SATU PERIODE ATAUKAH DUA PERIODE ?

Di atas telah dijelaskan bahwa keempat kitab Injil memang saling melengkapi dan terintegrasi dalam menceritakan kisah kehidupan Yesus. Namun sekali lagi, harus diakui bahwa kisah-kisah kehidupan Kristus itu kurang lengkap. Hal ini terlihat dalam kenyataan bahwa tidak satupun penulis kitab Injil mendeskripsikan keadaan atau menggambarkan bentuk fisik jasmiah Yesus dan sebagian besar masa 30 tahun dalam hidupnya berlalu tanpa catatan.[20] Tidak tercatatnya sebagian besar kehidupan Yesus ini disebut dengan istilah atau “the silent period (masa senyap)” atau dikenali juga dengan istilah “the lost years of Jesus (tahun-tahun kehilangan Yesus)”.

Beberapa dari penulis buku dan artikel yang pernah saya baca menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “the lost years of Jesus” adalah kisah hidup Yesus yang tidak tercatat dalam Injil pada saat Yesus berusia 12 sampai dengan 30 tahun. Namun, dalam penelitian saya, ada dua periode dimana kisah hidup Yesus menjadi sebuah misteri karena tidak dicatat dalam Alkitab, yaitu : 

Periode ketika Yesus berusia 9 hari sampai dengan usia 12 tahun sebelum kemunculanNya di Bait Allah dan periode usia 12 tahun setelah kemunculan di Bait Allah sampai dengan usia 30 tahun saat memulai pelayananNya. Jadi dalam pemahaman saya, yang dimaksud dengan “the lost years of Jesus” itu mencakup kedua periode tersebut di atas. Karena memang data Alkitab tidak mencatat kisah Yesus di tahun-tahun dalam kedua periode tersebut. 

Ada 4 momentum khusus tentang pencatatan usia Yesus Kristus yang disebutkan dalam kitab-kitab Injil yang dapat kita temukan, yaitu : (1) Saat kelahiranNya di Betlehem (Matius 2:1; Lukas 2:7); (2) Ketika Ia disunat dan diserahkan di Bait Allah pada usia 8 hari (Lukas 2:21-40); (3) Ketika Ia beserta orang tuaNya pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah di sana dan berdialog dengan orang-orang Yahudi di Bait Allah pada usia 12 tahun (Lukas 2:42-46); dan (4) Ketika Ia tampil di depan umum dalam pelayanan pada usia 30 tahun hingga saat kenaikkanNya ke surga (Lukas 3:23; Kisah Para Rasul 1:11).

Pertanyaan menarik yang sering kali mencul sehubungan dengan hal tersebut di atas adalah : “Dimanakah Yesus Kristus berada pada masa kanak-kanak (periode usia antara bayi hingga 12 tahun), dan pada masa remaja dan dewasa (12 tahun sampai 30 tahun)? Apakah semua perkataan yang diucapkanNya selama periode misteri tersebut juga merupakan Firman Allah?”[21] 

Sementara kebanyakan orang memilih sikap bungkam ketika ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka yang lainnya justru “kebablasan” dengan berusaha mencari jawaban dari sumber-sumber lain yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara historis. Menurut saya, tidak ada salahnya mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, tetapi akan menjadi salah jika memaksakan jawaban diluar Alkitab yang tidak dapat dijamin kebenarannya secara historis. 

Karena itu saya berpendapat, selain kedua pertanyaan di atas, ada pertanyaan lainnya yang lebih penting untuk di jawab terlebih dulu yaitu : (1) Mengapa kisah kehidupan Yesus dalam kedua periode tersebut tidak dicatat oleh para penulis Kitab Injil? (2) Bagaimana menjelaskan “the Lost Years of Jesus tersebut dengan menggunakan ayat-ayat petunjuk yang ada (Galatia 4:4-5; Lukas 2:40,51,52)? Jawaban untuk pertanyaan pertama berhubungan dengan latar belakang penulisan Kitab-Kitab Injil dan kebudayaan Yahudi pada zaman Yesus, sedangkan jawaban pertanyaan kedua berhubungan dengan eksegesis dan interpretasi teologis. Disini, kedua hal tersebut saya jadikan pedoman untuk menjelaskan “the lost years of Jesus”.

THE LOST YEARS OF JESUS : KISAH-KISAH JANGGAL

Sebagai akibat dari tidak tercatatnya sebagian besar kehidupan Yesus, maka selama berabad-abad setelah Kristus dan rasul-rasulNya, telah munculnya berbagai kisah dan teori yang berusaha mengisi kekosongan tersebut, melalui tulisan-tulisan yang kita kenal sebagai tulisan apokrifa dan pseudografa. Kitab apokrifa adalah kitab yang narasinya mengandung campuran antara legenda dan sejarah, serta fakta dan kayalan yang janggal, karena itu kebenarannya diragukan. Selain itu, kitab apokrifa juga tidak diketahui asal usulnya. 

Istilah Apokrifa berasal dari bahasa yunani “apokrupson” yang berarti “terselubung”. Bentuk kata bendanya adalah “apocrypha” yang berarti “gulungan kitab yang tersembunyi”. Kitab apokrifa seringkali disebut juga dengan sebutan “pseudografa” yang dalam bahasa Yunani berarti “literatur dengan nama samaran”, yaitu tulisan yang memalsukan nama penulis dan atau hasil karya aslinya.[22] George Sandison mengatakan, banyak tulisan tradisional tentang pokok itu, kurang lebihnya adalah tulisan yang direkam dalam kitab-kitab apokrifa, namun, cerita-cerita ini kurang memiliki arti penting”.[23]

Di antara kitab-kitab itu yang mengisahkan masa kanak-kanak Yesus dengan kisah yang janggal adalah : 
(1) Gospel of James yang ditulis sekitar tahun 150 M dan mengisahkan masa kanak-kanak mulai dari kelahiranNya yang unik dari Maria dan saat Yesus diserahkan ke Bait Allah sampai dijaga oleh Yusuf. 

(2) Gospel of Thomas yang ditulis sekitar pertangahan sampai akhir abad 2. Beberapa kisah janggal tentang Yesus dalam tulisan ini adalah Yesus membuat burung hidup dari tanah liat, membuat teman yang memukuliNya mati dan ketika orang tua mengadu mata mereka dibutakan, membawa air dalam wadah yang terbuat dari kain, dan lain sebagainya. 

(3) History of Joseph The Carpenter yang diperkirakan ditulis pada abad ke 4, merupakan usaha yang menekankan peran Yusuf dari sumber Gospel of James.[24] (4) Pseudeo Gospel of Matthew yang ditulis sekitar abad ke 5 mengisahkan kisah janggal pohon kurma yang membungkuk menuruti perintah Yesus untuk mengeluarkan buahnya dan air segar yang memancar dari bawah pohon itu 

(4) Arabic Gospel of Infancy yang ditulis pada abad e 7 mengisahkan bahwa Yesus dapat berbicara pada waktu bayi ketika sedang digendong Maria ibunya.[25] Menanggapi kisah-kisah tersebut, Leith Anderson mengatakan, “Sisa masa kanak-kanak Yesus tidak banyak diketahui. Legenda-legenda yang tak pasti menceritakan mujizat-mujizat masa kanak-kanak dan kekuatan-kekuatan adikodratiNya, tetapi kisah-kisah ini muncul jauh setelah kematian Yesus dan tidak terbukti secara historis”.

Selain kisah janggal tentang Yesus dari apokrifa dan pseudografa tersebut di atas, ada juga kisah lainnya yang bersumber dari India mengisahkan bahwa Yesus pernah pergi ke India pada umur 12-30 tahun. Disana Ia belajar agama Budha dan kemudian kembali ke Palestina. Kisah tersebut dituturkan oleh Anand Krishna di dalam bukunya yang berjudul “Isa, Hidup dan Ajaran Sang Masiha”. [26] 

Menurut Bambang Noersena, tulisan Anand Krishna tersebut hanya dalil yang dicari-cari dan ia tidak tidak bisa membuktikan kebenaran sumber tulisannya itu.[27] Ada juga kisah dari penulis yang bernama Andreas Faber Kaiser dalam bukunya yang berjudul “Jesus Died in Kashmir. Ia mengatakan bahwa pada masa itu Yesus pergi ke Tibet untuk mempelajari pengertian ilahi dan mempelajari hukum-hukum Budha.[28] 

Kisah-kisah tersebut tidak lebih dari sekedar kisah fiksi yang spekulatif, yaitu suatu usaha untuk mencari tahu kehidupan Yesus saat berumur 13 sampai dengan 29 tahun. Karena itu kita menolak kisah-kisah spekulasi tersebut bukan saja karena kisah-kisah tersebut tidak dapat dipertanggunjawabkan kebenaran sumbernya, tetapi juga karena Alkitab memang tidak membenarkan kisah-kisah tersebut. [29]

THE LOST YEARS OF JESUS : ALASAN PARA PENULIS KITAB INJIL TIDAK MENGISAHKAN

Alpanya para penulis Injil mengisahkan sebagian besar riwayat Yesus ini nampaknya dapat dimengerti karena memang kitab-kitab Injil yang ditulis bukanlah sebuah buku teks akademis yang lengkap tentang sejarah dan biografi Yesus. Tujuan utama kitab-kitab Injil ditulis sebagaimana direpresentasikan dalam penjelasan Lukas di awal Injil yang ditulisnya adalah “supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar” (Lukas 1:3).[30] 

Kepada Theofilus, Lukas kembali menjelaskan fokus dari Injil yang ditulisnya adalah segala sesuatu yang dikerjaan dan diajarkan Yesus demikian, “Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus, sampai pada hari Ia terangkat...” (Kisah Para Rasul 1:1-2a). 

Selain itu, Yohanes dalam Injilnya juga menjelaskan bahwa tidak semua hal tentang Yesus harus dituliskannya ketika ia mengatakan, “memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini” (Yohanes 20:30), dan “masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu” (Yohanes 21:25). 

Selanjutnya Yohanes menjelaskan bahwa Injil ditulis sebagai bukti dalam “memberi kesaksian tentang semuanya ini dan ... kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar” (Yohanes 21:24), dan “semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yohanes 20:31). 

Ini artinya jelaslah bahwa para penulis Kitab Injil memang tidak bermaksud menyajikan secara detail setiap tahap dari rentetan peristiwa dalam kehidupan Yesus, namun apa yang ditulis merupakan hal-hal yang dianggap penting yang berhubungan dengan penyelamatan.

Selain adanya klarifikasi dari penulis Kitab Injil mengenai peristiwa yang tidak didokumentasi oleh mereka, kita juga dapat menemukan setidaknya 3 bagian ayat Alkitab dapat menjadi petunjuk dalam menjelaskan “the lost years of Jesus” ini, yaitu : 

(1) Galatia 4:4-5 merupakan petunjuk yang menjelaskan kehidupan Yesus dalam ketaatan pada hukum Taurat dan budaya Yahudi; 

(2) Lukas 2:40, merupakan ayat yang meringkas kisah kehidupan Yesus selama periode 8 hari hingga kemunculanNya di Bait Allah diusia 12 tahun; (3) Lukas 2:51-52, merupakan ayat yang meringkas periode keidupan Yesus dari usia 12 tahun hingga kemunculanNya diusia 30 tahun ketika memulai masa pelayananNya.

Penjelasan penting mengenai “the lost years of Jesus” tidak dilepaskan dari kebudayaan Yahudi pada saat itu yang merupakan latar belakang kehidupan Yesus. Sherwood Lingenfelter & Marvin K. Mayers mengatakan, “Mari kita alihkan pikiran satu langkah lebih jauh: Yesus bukan hanya manusia umum, Ia juga 100 persen orang Yahudi”. [31] 

Merril C. Tenney mengatakan, “Umat Kristen mula-mula dikenal dengan ‘sekte orang Nasrani’ (kisah Para Rasul 24:5,14), yang dianggap sebagai suatu cabang dari kepercayaan indul Yudaisme. Yesus sendiri adalah orng Yahudi yang lahir dalam sebuah keluarga Yahudi (Matius 1:16), dan disunat sama seperti bocah-bocah Yahudi lainnya (Lukas 2:21). Sebagai seorang anak, Ia dibawa ke Yerusalem untuk mengikuti upacara perayaan Paskah (lukas 2:41), dan sepanjang hidupNya Ia menjalankan adat kebiasaan bangsa Yahudi serta hidup ditengah-tengah masyarakatnya”.[32] 

Donald Guthrie menjelaskan, “Semua kitab Injil Sinoptik menggambarkan Yesus dengan latar belakang kehidupan orang-orang Yahudi, bersama dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang farisi, orang-orang Saduki dan pengikut-pengikut Herodes. Masa hidupNya termasuk dalam kehidupan pada abad Palestina”.[33] 

Sementara itu W.R.F. Browning juga menjelaskan bahwa “dikalangan sarjana-sarjana modern banyak yang menekankan bahwa Yesus harus dimengerti dalam kerangka Yudaisme sezamanNya”.[34] Hal ini sesuai dengan penegasan Alkitab tentang Yesus yang menyatakan demikian, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Galatia 4:4-5). 

The Learning Bible Contemporary English Version menjelaskan ayat ini demikian, “Yesus adalah putra seorang perempuan Yahudi yang bernama Maria (Matius 1:18-25; Lukas 1:25-56; 2:1:20), dan sebagai seorang Yahudi Ia menaati hukum Taurat”.[35]

Jadi, ketika membicarakan tentang Yesus, maka mengetahui latar belakang budaya Yahudi dan Palestina di masa Yesus hidup sangat penting. Kebudayaan adalah istilah yang digunakan oleh para antropolog untuk menujuk pada keseluruhan ciri khas hidup suatu masyarakat. Greg Scharf menyebutkan budaya sebagai “jumlah total dari cara hidup yang dibangun oleh komunitas manusia dan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya”.[36] 

Sherwood Lingenfelter & Marvin K. Mayers mengatakan, “Kebudayaan adalah rancangan konseptual, pengertian yang dipakai manusia untuk mengatur kehidupan, mengartikan pengalaman mereka, dan mengevaluasi perilaku orang lain”.[37] Semua perilaku manusia terjadi dalam kebudayaan-kebudayaan tertentu, dan dalam konteks-konteks yang ditentukan secara sosial. Karena itu, dengan memahami kebudayaan Yahudi yang menjadi latar belakang kehidupan Yesus, maka kita akan mendapatkan sekilas informasi mengenai kehidupan Yesus dan apa yang Ia lakukan selama 30 tahun sebelum pelayananNya. 

Peter Walker mengatakan, “Untuk mengerti siapa Yesus yang sesungguhnya, kita harus melakukan sebuah perjalanan. Yesus hidup di dunia yang sangat berbeda dengan dunia kita. Jika kita ingin memahami diriNya, kita harus berpikir dengan menelusuri kembali duniaNya”.[38] 

Lebih lanjut Peter Walker mengatakan, “untuk melakukan suatu perjalanan, menemukan Yesus yang otentik. Itu berarti harus menapak tilas ke duniaNya, atau barangkali kita seharusnya mengatakan masuk ke dunia-duniaNya sebab Yesus tidak hanya hidup di Timur Dekat, di dunia pada zaman dahulu, tetapi Ia juga hidup di bagian yang sangat khusus dari dunia itu, yaitu dunia Yudaisme (aliran kepercayaan orang Yahudi yang religius)”.[39]

Alkitab menunjukkan bahwa Yesus lahir di dalam keluarga Yahudi taat pada hukum Taurat. Hal ini dibuktikan dengan bahwa orang tua Yesus berusaha menaati dan menjalankan hukum Taurat, 

(1) Pada usia 8 hari mereka membawa Yesus untuk disunat dan diserahan kepada Allah (Lukas 2:21-22; bandingkan Keluaran 13:2,12; Imamat 13:3; 

(2) Dengan setia setiap tahunnya mereka mengajak Yesus ke Yerusalem untuk merayakan Paskah (Lukas 2:41-42; Bandingkan Keluaran 12:1-27; Ulangan 16:1-8). 

(3) Bahkan Maria harus mempersembahkan korban pentahiran sesudah melahirkan anak (Bandingkan Imamat 8:1-8). Jadi sebagai orang Yahudi, orang tua Yesus benar-benar melaksanakan perintah hukum Taurat bagi Yesus, dan tentu saja mengajarkan hukum Taurat bagiNya.

Ketaatan Kristus kepada hukum Taurat bukan hanya ditunjukkanNya melalui rasa hormat dan tunduk terhadap orang tua. Namun Yesus sangat disiplin dan tekun dalam mempelajari ilmu pengetahuan, khususnya menyelidiki hukum Taurat dengan sistem belajar yang teratur dan maksimal. Lukas menjelaskan bahwa secara alami atau sebagai manusia, Yesus makin bertambah besar dan berkembang hikmatNya (Lukas 2:52). 

Kesungguhan Kristus dalam aktifitas belajar dinyatakan melalui frasa “proekopten en te sofhia” artinya “bertumbuh di dalam hikmat pengetahuan formal”. Pertumbuhan tersebut meliputi perkembangan secara fisik, rohani, interaksi sosial dan peningkatan intelektual secara insani. 

Bengel menyetujui pernyataan tersebut dan mengatakan, bahwa Yesus telah menerima perkembangan dan pertumbuhan jasmani, rohani dan hikmat secara alami sebagai Manusia sejati. Karena itu Kristus telah mencapai strata kehidupan sosial yang tinggi, sehingga Ia makin dikasihi oleh Allah dan manusia. 

Demikian juga Walter L. Liefield mengemukan bahwa pertumbuhan Yesus yang dicatat oleh Lukas terjadi secara normal. Namun perkembangan hikmat dan pengetahuanNya secara bertahap sebagai Anak Allah, tidak mempengaruhi atau menyempurnakan hikmat pengetahuanNya sebagai manusia.[40] Dengan berpedoman pada kenyataan bahwa orang tua Yesus sangat berpegang teguh pada hukum Taurat dan kebudayaan Yahudi maka ini dapat dijadikan petujuk bagi kita untuk mendapatkan penjelasan dimana Yesus pada periode 1 -11 tahun dan periode 13 – 29 tahun tersebut.

YESUS PADA USIA SETELAH 8 HARI-12 TAHUN MENURUT TRADISI YAHUDI

Menurut hukum Yahudi usia seorang anak di golongkan dalam 8 fase, yaitu : Yaled (usia bayi), Yonek (usia menyusu), Olel (lebih tua dari usia menyusu), Gemul (usia disapih), Taph (usia mulai berjalan), Ulem (usia anak-anak), Na’ar (usia menjelang remaja), dan Bahar (usia remaja). 

Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil, kita hanya membaca 3 fase usia saja yang ditulis, yaitu bayi (yeled), usia menyusu (Yonek), yaitu ketika Ia diserahkan di Bait Allah di hadapan Simeon dan Hanna, dan remaja (bahar) saat berusia 12 tahun ketika diajak Yusuf dan Maria ke Yerusalem. Mengapa demikian? Penjelasan yang paling memuaskan karena 3 fase (yaled, Yonek, dan Bahar) itu memang dianggap oleh Para penulis Injil sebagai hal yang paling penting sehubungan dengan ketaatan pada hukum Taurat dan kebudayaan Yahudi saat itu. 

Dalam pemahaman saya, 

(1) Fase Yaled (kelahiran) penting dicatat oleh penulis Injil karena hal ini berhubungan dengan eksistensi Kristus sebagai manusia yang lahir dari perawan dengan cara yang unik. 

(2) Fase Yonek (sunat dan penyerahan) penting dicatat penulis Injil karena fase ini berhubungan dengan covenan (perjanjian) kekal Allah dengan Abraham nenek moyang Israel (Kejadian 17:10-14). 

(3) Fase Bahar (usia 12 tahun) [41] penting dicatat karena pada usia itu seorang anak laki-laki Yahudi diteguhkan dalam suatu upacara yang disebut “Mitzvah”.[42] Upacara ini secara literal menunjukkan bahwa seorang anak remaja mulai bertanggung jawab secara penuh atas segala perbuatannya di hadapan Tuhan. 

Dalam rangkaian ritual Yahudi itu, Yesus harus melakukan “aliyah (naik)” dan “Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat)”. Upacara ini dilakukan pada hari Sabat, karena itu disebut juga “thepilin Shabat”.[43] Pada usia 12 tahun ini adalah masa persiapan Yesus untuk menjadi anggota penuh Asosiasi Sinagog Yahudi.[44] Anggota penuh Asosiasi Sinagog Yahudi harus berusia 13 tahun.[45] 

Catatan pinggir The Learning Bible Contemporary English Version menjelaskan Lukas 2:42 tersebut demikian, “Pada umur 12 tahun, anak laki-laki Yahudi mulai dipersiapkan untuk berperan penuh dalam jemaat (maksudnya sinagog) pada umur 13 tahun nanti”.[46]

Selain aturan yudisial di atas, di dalam kebudayaan Yahudi pendidikan pada masa kanak-kanak itu penting. Ada beberapa tahap pendidikan yang dilaksanakan dalam kebudayaan Yahudi, yaitu : 

(1) Mikra, yaitu tahap dimana seorang anak diajar membaca Taurat, mulai usia 5 tahun; 

(2) Misnah, yang mulai usia 10 tahun. Misnah berasal dari bahasa Ibrani Shana yang artinya mengulang. Jadi pada tahap ini seorang anak diajar mampu mengulangi apa yang sudah dipelajari; 

(3) Talmud, yang dimulai pada usia 13 tahun, namun pada zaman zaman Yesus Talmud dimulai pada usia 12 tahun.[47] Talmut berasal dari kata Ibrani Lamat yang berarti belajar, yaitu tafsir Perjanjian Lama dalam bahasa Yahudi yang menekankan tradisi-tradisi lisan disekitar soal hukum.

Sebagai seorang anak, Yesus pastilah menempuh semua proses pendidikan Yahudi tersebut. Ia menempuh pendidikan seperti halnya anak-anak Yahudi lainnya. Kesimpulan ini juga diteguhkan oleh French L. Arrington yang mengatakan, “Aspek terpenting dalam pendidikan Yesus adalah belajar Perjanjian Lama. Sebagaimana kebiasaan seluruh anak Yahudi, pendidikanNya tentang Alkitab dimulai pada usia lima tahun di sinagoge. Pada setiap ibadah di sinagoge Ia mendengarkan hukum Taurat dan Kitab Para Nabi”.[48]

Hal ini sesuai dengan perintah yang tertulis dalam hukum Taurat (Perjanjian Lama) bahwa orang tua Yahudi wajib mengajarkan hukum Taurat kepada anak-anak mereka (Ulangan 6:6-9). Dalam ayat-ayat di atas kita mendapatkan informasi bahwa orang tua Yahudi diperintahkan mengajarkan hukum Taurat kepada anak-anak mereka dengan cara lisan (perhatikan kata “membicarakannya”) maupun tulisan (perhatikan kata “menuliskannya”). 

Perintah untuk mengajarkan hukum Taurat ini diulangi kembali dalam Ulangan 11:19-20. Alasan orang tua Yahudi diwajibkan untuk mengajar anak-anak mereka ini jelas sekali, karena menyangkut kelangsungan hidup mereka. Perhatikanlah pernyataan berikut, “supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka, selama ada langit di atas bumi” (Ulangan 11:21). 

Jadi perintah dan janji Tuhan inilah yang mendorong mereka mengajar anak-anak mereka baik lisan maupun tertulis, sehingga dapat dipastikan dikalangan orang Yahudi sangat jarang ditemukan anak-anak yang tidak bisa membaca dan menulis.

Penulis yang tidak dikenal pada abad pertama menuliskan “Ajarkanlah huruf-huruf kepada anak-anakmu juga, supaya mereka memiliki pemahaman sepanjang hidup mereka pada saat mereka membaca Taurat Allah tanpa henti” (Perjanjian Imamat 13:12). 

Flavious Josephus, seorang ahli sejarah Yahudi abad pertama mengatakan “diatas semuanya kami membanggakan diri kami sendiri dalam bidang pendidikan kepada anak-anak kami dan memandang pengamalan hukum Taurat dan paktik kesalehan yang dibangun darinya, yang kami warisi, sebagai tugas penting dalam kehidupan” (Against Apion 1:60). 

Selanjutnya Yosephus juga mengatakan “(Hukum Taurat) memerintahkan agar (anak-anak) diajar membaca supaya dapat belajar hukum Taurat maupun perbuatan nenek moyang mereka” (Against Apion 2:204). [49] Dengan demikian, tepat seperti yang dikatakan S. Wismoady Wahono, bahwa “Agama Yahudi memberikan nilai yang tinggi pada pendidikan, isi kurikulum dan status guru. Anak-anak banyak belajar di rumah dari mereka serta dari pengalaman ikut serta dalam perayaan-perayaan agama... Anak-anak yan berumur 5-6 tahun mulai masuk sekolah di Synagoge atau di sekolah yang tersedia”.[50]

Dari catatan sejarah di atas, kita dapat melihat tingginya nilai yang diletakkan orang Yahudi terhadap Kitab Suci, khususnya hukum Taurat yang diajarkan oleh Musa. Hukum Taurat inilah yang diajarkan oleh orang-orang tua Yahudi (termasuk orang tua Yesus) kepada anak-anak mereka baik dengan cara lisan maupun tulisan. Lalu kita diingatkan bahwa pada umur 12 tahun Yesus sudah berdebat dengan ahli Taurat di Bait Allah. 

Artinya sejak bayi hingga umur 12 tahun Yesus belajar Taurat dan Kitab para Nabi, bukan ajaran agama lain, sesuai dengan tahap-tahap usia pendidikan dalam Tradisi Yahudi. Dengan demikian jelaslah bahwa dimasa 1-12 tahun tersebut Yesus berada dalam asuhan orang tuanya, dilingkungan keluargaNya di Nazaret (bandingkan Matius 2:23), dan selama masa-masa itu Yesus belajar sesuai tahap pendidikan dalam kebudayaan Yahudi. 

Craig Evan mengatakan, “Menurut berbagai penulis Yahudi, orang tua Yahudi memang mendidik anak-anak mereka dalam hukum Taurat”. [51] Merill C. Tenney mengatakan, “Sebelum seorang anak masuk sekolah ia sudah belajar di rumah tentang Shema, atau pengakuan iman Yahudi (Ulangan4:6), yang disinggung oleh Yesus ketika Ia ditanyai mengenai hukum yang terutama (Matius 22:35-38). Ia juga sudah menghafal beberapa ayat dari kitab Taurat, beberapa amsal yang sederhana, dan beberapa ayat pilihan dari kitab Mazmur”.[52] 

Sementara Henry C. Thessen mengatakan, “Perkembangan mental Yesus bukanlah semata-mata hasil pelajaran disekolah-sekolah pada zaman itu (Yohanes 7:15), tetapi harus dianggap sebagai hasil pendidikanNya dalam keluarga yang saleh...”[53]

YESUS PADA USIA 13-29 TAHUN MENURUT TRADISI YAHUDI

Menurut tradisi Yahudi, seseorang dianggap dewasa, matang, cukup umur untuk mengajar adalah saat berusia 30 tahun. Inilah usia dimana seseorang mulai dapat “diakui” sebagai guru (rabbi) oleh lingkungan masyarakat Yahudi. Yesus yang lahir dan besar dalam budaya tersebut mengetahui hal itu dengan pasti. Itulah mengapa, ia mulai muncul dan mengajar ketika berusia 30 tahun (Lukas 3:23). 

Dan ini nampaknya merupakan alasan mengapa para penulis kitab Injil tidak mengganggap perlu untuk menulis kisah hidup Yesus sebelum usia 30, karena memang demikianlah umumnya kehidupan dalam budaya Yahudi saat itu.[54] Jadi para penulis Injil memilih untuk menulis kisah, ajaran maupun segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan utama kedatangan Yesus ke dalam dunia, yaitu untuk menjadi Juru Selamat yang menebus dosa manusia (Kisah Para Rasul 1:1-2).

Sedikit tambahan tentang pendidikan, anak laki-laki Yahudi yang berusia 13 tahun wajib menjadi anggota penuh Asosiasi Sinagog, dan pada usia 20 tahun seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi (Beyt Midrash) untuk melakukan studi Midrash, yaitu penelitian, penyelidikan, dan penafsiran teks atau dokumen tertentu, yaitu menunjuk pada sistem eksegesis rabbinik terhadap teks literatur Yahudi. [55] 

Pada usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan umum dan khalayak ramai. Lalu bagaimana dengan Yesus sendiri? Sekali lagi, sebagai seorang anak, ia menempuh semua proses pendidikan Yahudi tersebut. Ia menempuh pendidikan seperti halnya anak-anak Yahudi lainnya. Menjadi anggota penuh Asosiasi Sinaoge Yahudi pada usia 13 tahun, dan mulai belajar Midrash pada usia 20 tahun hingga 30 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada usia 13 – 30 tahun Yesus tetap berada di Nazaret dalam asuhan orang tuaNya dan belajar sesuai tahap pendidikan Yahudi.

Sementara itu, diluar waktu pendidikanNya, tentu saja Ia membantu orang tuaNya untuk membuat perkakas dari kayu. Alkitab mencatat: “Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibuNya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?” (Matius 13:54-55). 

Disini jelaslah bahwa orang-orang mengenali Yesus dan keluargaNya. Jika Yesus diusia 12-30 tahun telah pergi meninggalkan orang tua, keluarga dan kampung halamannya untuk mengembara, maka pastilah orang-orang akan sulit mengenali Dia, tetapi beberapa kali orang-orang dengan mudah mengenali Yesus sebagai Anak Yusuf Si Tukang Kayu itu. Jadi nampaknya memang Yesus sudah dikenali di sekitar Israel dan Yudea.

Karena Alkitab tidak menyinggung tentang Yusuf pada periode usia Yesus 13 – 30 tahun, maka tampaknya Yusuf meninggal lebih dahulu daripada Maria. Dan sesuai dengan tradisi Yahudi, Yesus sebagai anak sulung, secara sosial ekonomi Yesus harus mengambil alih tanggung jawab menjadi tulang punggung kehidupan keluarga untuk membantu ibuNya, Maria. Merril C. Tenney mengatakan, “Hampir semua orang Yahudi bekerja dengan menggunakan tangannya yang akan digunakan untuk menunjang hidupnya kelak. 

Menurut kitab Injil, Tuhan Yesus adalah seorang tukan kayu (Markus 6:3), atau mungki seorang tukang batu, karena kata Yahudi yang diterjemahkan menjadi tukang kayu dapat pula berarti tukang bangunan atau tukang batu... Kecenderungan yang sehat dalam pendidikan keterampilan ini membuat pria Yahudi menjadi mandiri”.[56] 

Bisa dipastikan bahwa hari-hari kehidupan Yesus di usia 13-30 tahun itu diisi dengan belajar dan bekerja membantu ekonomi keluargaNya.[57] Dengan demikian tidak ada alasan untuk menerima pendapat bahwa Yesus pada usia 13-30 tahun pergi meninggalkan orang tua dan keluargaNya di Nazaret ke India, Tibet, dan lain sebagainya. Yesus adalah orang yang taat hukum Taurat dan patuh pada orang tuaNya. 

Donald Guthrie menyatakan, “Tetapi komentar Lukas bahwa Yesus patuh pada orang tuaNya, merupakan kesimpulan mengenai kehidupan Yesus dalam seluruh masa pertumbuhanNya (bandingkan Lukas 2:51)”.[58] J.N. Geldenhuys menjelaskan sebagai berikut,“Lukas 2:40,52 melaporkan dengan jelas perkembangan hidup Yesus dari masa kanak-kanak sampai berjenjang dewasa berjalan seperti biasa tapi sempurna. Setiap segi kehidupan manusia ideal sempurna seperti yang dikehendaki Allah terwujud nyata dalam hidup Yesus... 

Dari Lukas 2:46-47 jelas pula bahwa sejak usia kanak-kanak Ia sudah mempelajari kitab-kitab Perjanjian Lama secara mendalam. Dan kendati mungkin Yusuf meninggal pada usia yang masih segar, sehingga Yesus harus bekerja keras sebagai tukang kayu untuk memenuhi kebutuhan keluargaNya (Matius 13:55-56), Ia menyediakan cukup waktu kitab Suci dan berdoa. [59]

ANALISIS GRAMATIKAL LUKAS 2:51-52

Sekalipun Kristus adalah Anak Allah, namun selama InkarnasiNya, Kristus, menurut Penulis kitab Ibrani, “telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya” (Ibrani 5:8). Ketaatan ini tidak hanya ditujukan kepada Allah Bapa, namun juga kepada kedua orang tuaNya selama inkarnasiNya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa Alkitab telah mengajarkan bahwa sebagai Anak, Yesus senantiasa taat mengikuti bimbingan dan asuhan kedua orangtuaNya selama periode usia antara satu sampai tiga puluh tahun. 

Sebaliknya dalam periode tersebut, Ia tetap hidup atau tinggal bersama-sama dengan mereka di Kota yang bernama Nazaret. Perhatikan cara Lukas menuturkannya, “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya” (Lukas 2:51; Bandingkan Matius 2:23; 21:11; Kisah Para Rasul 2:22; 10:38). Karena sebagai Anak yang paling sempurna dalam mengamalkan seluruh peraturan Hukum Taurat, tentunya Yesus selalu tunduk dan menghormati Maria dan Yusuf sebagai kedua orangtuaNya. 

Welly Pandensolang menjelaskan demikian, “Selama hidupNya, Yesus senantiasa taat kepada bimbingan dan asuhan kedua orangtuaNya sampai pada Ia berpisah dengan mereka melalui peristiwa penyaliban, hingga pada akhirnya mereka tidak bertemu lagi sejak kenaikkanNya ke surga (Kisah Para Rasul 1:11)”.[60]

Keyakinan tersebut makin dipertegas melalui frasa bahasa Yunani “en hypotassomenos autois” seperti yang tertulis dalam Lukas 2:51. Analisis dari frasa ini terjadi demikian, “en” adalah kata kerja kopula imperfek artinya telah berlangsung ada, dan “autois” adalah kata ganti datif lokatif jamak artinya di dalam mereka, sedangkan “hypotassomenos” merupakan bentuk partisip kini medial nominatif dari kata kerja “hypotasso” artinya menyerahkan atau tunduk. 

Terjemahan secara literal dari frasa ini adalah “Selagi menyerahkan diri (tunduk), Ia telah ada berlangsung di dalam mereka (kedua orangtua-Nya)”. Dan terjemahan yang ideal adalah “Ia telah (berlangsung) menyerahkan diriNya atau tunduk di dalam bimbingan dan asuhan mereka (kedua orangtuaNya)”. Gagasan yang dapat dilihat dalam teks tersebut, yakni hendak memperlihatkan tindakan atau sikap taat dan ketundukan Yesus secara konsisten (tetap) terhadap kedua orangtuaNya.[61]

Secara sintaktikal, bentuk partisip kini biasanya menekankan tindakan yang tetap dan terus terjadi secara berkesinambungan. Dengan demikian tindakan Yesus untuk tunduk dan taat pada bimbingan serta asuhan orangtuaNya sudah sedang terjadi atau berlangsung sebelumnya, bukan hanya dalam rencana semata. 

Sifat taat dan hormat demikian akan tetap diperlihatkan oleh Yesus semasa hidupNya. Berdasarkan fakta tersebut, maka disimpulkan bahwa sifat dan karakter hormat, patuh serta tunduk terhadap kedua orangtuaNya sudah dipraktekkan oleh Yesus sejak masa kecil sampai pada masa dewasaNya.[62] Karena itu tidak terdapat fakta bahwa Yesus pernah meninggalkan keluargaNya atau mengembara ke tempat yang jauh karena ketidaktaatan terhadap orangtuaNya.

BACA JUGA: YUSUF, JURU MINUMAN DAN JURU ROTI: Kejadian 40:1-23

Demikian pula dalam periode usia antara satu sampai dua belas tahun dan usia dua belas tahun hingga usia tiga puluh tahun, Ia tetap bersama-sama dengan keluargaNya untuk melakukan segala sesuatu yang menyukakan hati kedua orang tua dan saudara-saudaraNya, serta menyenangkan orang-orang lain, bahkan memuliakan Allah (Lukas 2:52). 

Disini jelas disebutkan bahwa secara alami atau sebagai manusia, Yesus makin bertambah besar dan berkembang hikmatNya. Kesungguhan Kristus dalam aktifitas belajar dinyatakan melalui frasa “proekopten en te sofhia” artinya “bertumbuh di dalam hikmat pengetahuan formal”. 

Pertumbuhan tersebut meliputi perkembangan secara fisik, rohani, interaksi sosial dan peningkatan intelektual secara insani. Disini juga terlihat bahwa Yesus telah menerima perkembangan dan pertumbuhan jasmani, rohani dan hikmat secara alami sebagai Manusia sejati. Karena itu Kristus telah mencapai strata kehidupan sosial yang tinggi, sehingga Ia makin dikasihi oleh Allah dan manusia. [63]

Ketika mengomentari Lukas 2:52 ini, Elmer L. Towns mengatakan bahwa Yesus bekembang dalam empat tahap, yaitu : (1) Yesus berkembang hikmatNya: Itu berarti Ia harus belajar banyak perkataan, menyatukan pikiran, dan menumbuhkan pengertian; (2) Ia bertambah besarNya: Ia harus makan supaya tetap sehat, supaya otot-ototnya bertumbuh, dan stamina fisiknya berkembang; (3) Yesus semakin dikasihi oleh Allah: Ini merupakan perkembangan spiritual (rohani); (4) Yesus makin dikasih oleh manusia: Ini merupakan perkembangan sosial di dalam kemasyarakatan.[64]

PENUTUP:

Saya akan menutup pasal ini dengan mengutip penjelasan dari Sherwood Lingenfelter & Marvin K. Mayers, demikian, “Fakta pertama yang penting tentang inkarnasi adalah Yesus datang sebagai bayi yang tidak berdaya. Dalam lukas 2:7 kita membaca Ia dilahirkan sebagai anak Maria, terbungkus kain lampin, dan terbaring di dalam palungan. Sungguh menarik bahwa Allah tidak datang sebagai manusia dewasa. Ia tidak datang sebagai ahli, sebagai penguasa atau sebagai anggota keluarga yang terpandang ataupun dari budaya yang dominan. 

Ia adalah bayi, lahir dalam keluarga sederhana di tanah jajahan. Fakta kedua yang penting adalah Yesus belajar bahasa dan budaya. Ia belajar dan bermain-main bersama teman-teman sebayaNya. Ia belajar tentang keterampilan dan belajar firman Allah dan beribadah bersama pemuda sebayaNya pada zaman itu. Lukas 2:46 mencatat bahwa Yusuf dan Maria menemukan Yesus di Bait Suci, sedang bertanya jawab dengan ahli-ahli hukum Taurat. Ini luar biasa: Anak Allah duduk di Bait Allah, mendengar dan bertanya jawab.”[65]

Lebih lanjut Sherwood Lingenfelter & Marvin K. Mayers menjelaskan, “Implikasi perihal status Yesus sebagai seorang yang belajar jarang dibahas, apalagi dimengerti atau diterapkan. Anak Allah belajar bahasa, budaya, dan cara hidup masyarakatNya sendiri selama tiga puluh tahun, sebelum Ia memulai pelayananNya. 

Ia mengetahui segala sesuatu tentang kehidupan berkeluarga dan masalah-masalah yang mereka hadapi. Ia belajar membaca dan mempelajari kitab Suci Allah di sinagoge setempat dan mendapat pengakuan sampai Ia dipanggil Rabi. Ia beribadah bersama mereka dalam sinagoge mereka, mengikuti perayaan Paskah setiap tahunnya dan perayaan-perayaan lainnya dalam Bait Suci di Yerusalem. Ia mengindetifikasi diriNya secara total dengan mereka, kepada siapa Ia diutus dan menyebut diriNya sebagai Anak Manusia.” [66]

REFERENSI: THE LOST YEARS OF JESUS (Lukas 2:51-52

Anderson, Leith. A., 2009. Yesus : Biografi Lengkap Tentang PribadiNya, NegaraNya, dan BangsaNya. Terjemahan, Penerbit Gloria Graffa : Yogyakarta.

Arrington, French L., 2004. Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta. Terjemahan, diterbitkan oleh Departmen Media BPS Gereja Bethel Indonesia : Jakarta.

Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.

Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Browning, W.R.F, 2007. A Dictionary of The Bible. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.

Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribad. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Chapman, Adina., 2014. Pengantar Perjanjian Baru. Penerbit Kalam Hidup: Bandung

Conner J. Kevin., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Apologetika. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado.

Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Eaton, Michael 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.

Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1 & 2 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.

Evan, Craig. A., 2008. Merekayasa Yesus. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.

Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta.

Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 1988. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, diterjemahkan (2008), Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.

Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.

Grudem, Wayne., 2009. Kebenaran Yang Memerdekakan. Terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta.

Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.

Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.

Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.

Howard Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta.

Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.

Letham, Robert.,2011. Allah Trinitas: Dalam Alkitab, Sejarah, Teologi, dan Penyembahan. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Lingenfelter, Sherwood & Marvin K. Mayers., 2008. Menggeluti Misi LintaS Budaya. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.

Pandensolang, Welly., 2010. Gramatika dan Sintaksis Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Penerbit YAI Press: Jakarta.

Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.

Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.

McDowell, Josh., 2007. Apologetika: Bukti Yang Meneguhkan Kebenaran Alkitab. Jilid 1, terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.

Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Scharf, Greg., 2013. Khotbah Yang Transformatif. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Situmorang, Jonar, 2013., Bibliologi: Menyngkapkan Sejarah Perjalanan Alkitab Dari Masa Ke Masa. Penerbit Andi : Yogyakarta.

Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Stafford, Tim., 2010. Surprised by Jesus. Terjemahan, Penerbit PT. BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Stott, John., 2010. Kristus Yang Tiada Tara. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.

Tenney, Merril C., 1985. Survei Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Towns, Elmer L., 2011. Inti Kekristenan: Apa Sebenarnya Kekristenan itu. Terjemahan, Penerbit Nafiri Gabriel : Jakarta.

Yancey, Philip, 1997. Bukan Yesus Yang Saya Kenal. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.

Wahono, S. Wismoady., 2011. Disini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.

Walker, Peter., 2015. Jesus and His World. Terjemahan, Penerbit Kalam Hidup : Bandung.

Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Google dengan mengklik nama Samuel T. Gunawan;

(2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).

[1] Eaton, Michael., 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal. 9.

[2] Tenney, Merril C., 1985. Survei Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 249.

[3] Ibid.
[4] Browning, W.R.F., 2007. A Dictionary of The Bible. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta, hal. 491.

[5] Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 249.

[6] Walker, Peter., 2015. Jesus and His World. Terjemahan, Penerbit Kalam Hidup : Bandung, hal. 58.

[7] Browning, W.R.F., A Dictionary of The Bible, hal. 491.

[8] Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 251.

[9] McDowell, Josh., 2007. Apologetika: Bukti Yang Meneguhkan Kebenaran Alkitab. Jilid 1, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 137-147.

[10] Grudem, Wayne., 2009. Kebenaran Yang Memerdekakan. Terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta, hal. 10.

[11] Eaton, Michael., Jesus Of The Gospel, hal. 9.

[12] Apa yang dianggap sebagai kontradiksi sebenarnya adalah kesulitan, misteri dan paradoksi. Kontradiksi itu tidak dapat dijelaskan dan melanggar hukum logika, tetapi kesulitan, misteri dan paradoksi itu tidak melanggar hukum logika. Kesulitan bisa dicari solusinya. Misteri adalah hal-hal yang belum ditemukan jawabannya tetapi suatu saat pada masa yang akan datang akan disingkapkan dan ditemukan jawabannya. Sedang paradoksi bukanlah kontradiksi. Kontradiksi tidak dapat dijelaskan, sedangkan paradoksi dapat dijelaskan. Paradoksi sepertinya bertentangan tetapi bila dicermati maka akan ditemukan penjelasannya.

[13] Penjelasan dan penyelesaian mengenai kisah penyembuhan orang lumpuh ini dapat dilihat dalam : Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal. 132-133.

[14] Stafford, Tim., 2010. Surprised by Jesus. Terjemahan, Penerbit PT. BPK Gunung Mulia : Jakarta, hal. 4.

[15] Selengkapnya dapat baca dalam : Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta, hal. 598-603.

[16] Selengkapnya dapat baca dalam : Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 251-257.

[17] Selengkapnya dapat baca dalam : Eaton, Michael., Jesus Of The Gospel, hal. 85-193.

[18] Chapman, Adina., 2014. Pengantar Perjanjian Baru. Penerbit Kalam Hidup: Bandung, hal. 10.

[19] Dua buku lainnya yang saya rekomendasi untuk dibaca mengenai Yesus adalah :Jesus and His World yang ditulis Peter Walker (penerbit Kalam Hidup Bandung), dan buku Surprised by Jesus ditulis Tim Stafford (penerbit PT. BPK Gunung Mulia).

[20] Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 251, 257.

[21] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal. 155.

[22] Situmorang, Jonar, 2013., Bibliologi: Menyingkapkan Sejarah Perjalanan Alkitab Dari Masa Ke Masa. Penerbit Andi : Yogyakarta, hal 144-147.

[23] Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 553.

[24] Situmorang, Jonar, 2013., Kristologi: Menggali Fakta-fakta tentang Pribadi dan Karya Kristus. Penerbit Andi : Yogyakarta, hal. 151-153.

[25] Sumber : http://www.bukudansaksi.com) diakses tanggal 31 Maret 2014.

[26] Situmorang, Jonar, Kristologi: Menggali Fakta-fakta tentang Pribadi dan Karya Kristus, hal. 153.

[27] Ibid, hal 156.

[28] Bobby, Dimanakah Yesus Saat Berusia 12-30 Tahun? (sumber diakses tanggal 31 Maret 2014 dari : https://psbobby.wordpress.com/2010/05/14/dimanakah-yesus-saat-berusia-12-30-tahun/)

[29] Anderson, Leith. A., 2009. Yesus : Biografi Lengkap Tentang PribadiNya, NegaraNya, dan BangsaNya. Terjemahan, Penerbit Gloria Graffa : Yogyakarta, hal. 27.

[30] Conner, Kevin., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 17.

[31] Lingenfelter, Sherwood & Marvin K. Mayers., 2008. Menggeluti Misi Lintas Budaya. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta, hal. 15.
[32] Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 202.

[33] Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta, hal. 247.

[34] Browning, W.R.F., A Dictionary of The Bible, hal. 492.

[35] Howard, Clark, hal. 1911.

[36] Scharf, Greg., 2013. Khotbah Yang Transformatif. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta, hal. 225.

[37] Lingenfelter, Sherwood & Marvin K. Mayers., Menggeluti Misi Lintas Budaya, hal. 16.

[38] Walker, Peter., Jesus and His World. hal. 11.

[39] Ibid, hal. 16.

[40] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal 156.

[41] Usia 12 bagi tradisi Yahudi zaman Yesus begitu penting. Menurut legenda Yahudi, pada usia 12 tahun Nabi Musa meninggalkan rumah putri Firaun, Samuel menerima suara yang berisi visi Ilahi, Salomo mulai menerima Hikmat Allah dan Raja Yosia menerima visi reformasi agung di Yerusalem.

[42] Pada usia 12 tahun seorang anak laki-laki Yahudi harus melakukan upacara yang disebut “Bar Mitzvah (anak Hukum Taurat)”. Sementara bagi anak perempuan upacaranya disebut “Bat Mitzvah”.

[43] Situmorang, Jonar, Kristologi: Menggali Fakta-fakta tentang Pribadi dan Karya Kristus, hal. 157-158.

[44] Pada zaman Yesus, sinagog mempunyai peranan besar dalam pertumbuhan dan kelestarian Yudaisme.Sinagong berfungsi sebagai balai sosial dimana penduduk Yahudi di kota yang bersangkutan berkumpul setiap minggu. Sinagong adalah tempat pendidikan untuk mendidik masyarakat dalah hukum agama dan memperkenalkan anak-anak mereka pada kepercayaan nenek moyang. Sinagong menggantikan kebaktian di Bait Allah yang tidak mungkin dilakukan karena jarak yang jauh atau ketiadaan biaya. Dalam sinagong penyelidikan hukum menggantikan upacara kurban, rabi menggantikan imam, dan kepercayaan kelompok diterapkan pada kehidupan perorangan. (Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 113-114).

[45] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal 158.

[46] Howard Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta, hal. 1666.

[47] Situmorang, Jonar, hal. 158-159.

[48] Arrington, French L., 2004. Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta. Terjemahan, diterbitkan oleh Departmen Media BPS Gereja Bethel Indonesia : Jakarta, hal 20.

[49] Evan, Craig. A., 2008. Merekayasa Yesus. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta, hal. 25.

[50] Wahono, S. Wismoady., 2011. Disini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta, hal. 308-309.

[51] Ibid.

[52] Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 121.

[53] Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal.335.

[54] Situmorang, Jonar, Kristologi: Menggali Fakta-fakta tentang Pribadi dan Karya Kristus, hal. 159.

[55] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal 158.

[56] Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 122.

[57] Bobby, Dimanakah Yesus Saat Berusia 12-30 Tahun? (sumber diakses tanggal 31 Maret 2014 dari : https://psbobby.wordpress.com/2010/05/14/dimanakah-yesus-saat-berusia-12-30-tahun/).

[58] Guthrie, Donald., Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Jakarta, hal. 246.

[59] Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta, hal. 601.

[60] Bandingkan dengan versi Alkitab berbahasa Inggris “He was obedient to them” (NIV). Sedangkan Alkitab berbahasa Indonesia menerjemahkan “Ia tetap hidup dalam asuhan mereka” (LAI). Ketiga versi terjemahan tersebut memiliki gagasan yang sama, yakni memperlihatkan tindakan atau sikap taat dan ketundukan Yesus secara konsisten (tetap) terhadap kedua orangtua-Nya (Pandensolang, Welly., hal 158

[61] Ibid, hal. 155-156.

[62] Ibid.

[63] Ibid.

[64] Towns, Elmer L., 2011. Inti Kekristenan: Apa Sebenarnya Kekristenan itu. Terjemahan, Penerbit Nafiri Gabriel : Jakarta, hal. 12.

[65] Lingenfelter, Sherwood & Marvin K. Mayers., Menggeluti Misi Lintas Budaya, hal. 14.

[66] Ibid, hal. 14-15.
THE LOST YEARS OF JESUS (Lukas 2:51-52.
Next Post Previous Post