KASIH KARUNIA DAN DAMAI SEJAHTERA (1 KORINTUS 1:1-3)
Pdt.Samuel T Gunawan, M.Th.
KASIH KARUNIA DAN DAMAI SEJAHTERA (1 KORINTUS 1:1-3). -“(1 Korintus 1:1) Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus, dan dari Sostenes, saudara kita, (1:2) kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita. (1:3) Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.” (1 Korintus 1:1-3).
bisnis, gadget, otomotif |
PENGANTAR KEPADA 1 KORINTUS
Korintus, sebuah kota kuno di Yunani, dalam banyak hal merupakan kota metropolitan Yunani yang terkemuka pada zaman Paulus. Seperti halnya banyak kota yang makmur pada masa kini, Korintus menjadi kota yang angkuh secara intelek, kaya secara materi, bejat secara moral, dan belum dewasa secara spiritual. Segala macam dosa merajalela di kota ini yang terkenal karena perbuatan cabul, hawa nafsu dan penyembahan berhala. Bersama dengan Priskila dan Akwila (1 Korintus 16:19) dan rombongan rasulinya sendiri (Kisah Para Rasul 18:5), Paulus mendirikan jemaat Korintus itu selama delapan belas bulan pelayanannya di Korintus pada masa perjalanan misinya yang kedua (Kisah Para Rasul 18:1-17).
Jemaat di Korintus terdiri dari beberapa orang Yahudi tetapi kebanyakan adalah orang bukan Yahudi yang dahulu menyembah berhala. Setelah Paulus meninggalkan Korintus, berbagai macam masalah timbul dalam gereja yang masih muda itu, yang memerlukan wewenang dan pengajaran rasulinya melalui surat-menyurat dan kunjungan pribadi.
Surat 1 Korintus ditulis selama tiga tahun pelayanannya di Efesus (Kisah Para Rasul 20:31) pada waktu perjalanan misinya yang ketiga (Kisah Para Rasul 18:23--21:16). Berita mengenai masalah-masalah jemaat di Korintus terdengar oleh Paulus di Efesus pertama-tama dari orang-orangnya Chloe (1 Korintus 1:11), kemudian dari utusan jemaat Korintus yaitu Stefanus, Fortunatus, dan Akhaikus (1 Korintus 16:17) yang menyampaikan sepucuk surat kepada Paulus berisi permohonan agar Paulus memberikan petunjuknya atas berbagai persoalan di Korintus (1 Korintus 7:1; Bandingkan 1 Korintus 8:1; 12:1; 16:1).
Sebagai tanggapan atas berita dan surat yang diterimanya dari Korintus inilah sebabnya Paulus menulis surat ini. Kelihatannya, Paulus memiliki dua alasan utama dalam ketika ia menulis surat ini, yaitu: (1) Untuk membetulkan masalah yang serius dalam jemaat di Korintus yang telah diberitahukan kepadanya. Hal-hal ini meliputi pelanggaran yang dianggap remeh oleh orang Korintus, tetapi dianggap oleh Paulus sebagai dosa serius; dan (2) Untuk memberikan bimbingan dan instruksi atas berbagai pertanyaan yang telah ditulis oleh orang Korintus. Hal-hal ini meliputi soal doktrin dan juga perilaku dan kemurnian sebagai perorangan dan sebagai jemaat.
PAULUS: RASUL YESUS KRISTUS (1 KORINTUS 1: 1)
Frase “dari Paulus ... dan dari Sostenes” menjelaskan bahwa surat ini berasal dari atau ditulis oleh Paulus dan dibantu oleh Sostenes. Namun keduanya diberi keterangan yang berbeda, Paulus diterangkan sebagai “rasul Kristus Yesus” sedang Sostenes “saudara kita”. Perlu diketahui, bahwa kebanyak orang Yahudi pada zaman Paulus yang hidup diluar Palestina memiliki nama Yahudi dan Romawi (Kisaha Para Rasul 13:9).
Paulus adalah nama Romawinya karena ia memiliki kewarganegaraan Romawi (Kisah Para Rasul 16:37; 21:39; 22:25). Sedangkan nama Yahudinya adalah Saulus. Ia seperti raja Israel kuno, berasal dari suku Benyamin (Roma 11:1; Filipi 3:5). Baik Paulus maupun Saulus, kedua nama itu tetap dipakai untuk menunjuk pada orang yang sama. Sementara itu, Sostenes yang disebut Paulus sebagai seorang saudara seiman kelihatannya adalah seorang rekan kerja yang bersama-sama dengan Paulus saat surat 1 Korintus ini ditulis dan kemungkinan besar ia yang membantu Paulus menulis surat 1 Korintus ini.
Kemungkinan besar Sostenes ini adalah mantan kepala rumah ibadah orang Yahudi di Korintus yang menjadi percaya di bawah pelayanan rasul Paulus pada saat pertama kali di Korintus, dan ia menjadi salah seorang pemimpin gereja lokal di Korintus ( Kisah Para Rasul 18:17).
Siapapun Sostenes ini, yang pasti ia dikenali dengan baik oleh jemaat di Korintus sehingga Paulus menyebutnya “ho adelphos (saudara kita)”. Namun perlu ditegaskan, walaupun surat ini ditulis oleh rasul Paulus (yang dibantu oleh Sostenes), tetapi ini bukan berarti bahwa surat 1 Korintus bukan Firman Allah. Paulus yang menulis diilhami oleh Roh Kudus sepenuhnya, sehingga apa yang ditulisnya adalah benar-benar firman Allah (bandingkan 2 Petrus 3:15), yaitu kebenaran yang diberikan oleh Allah ketika berurusan dengan gereja Korintus yang bermasalah pada saat itu.
Selanjutnya, ketika Paulus menuliskan “oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus” dalam kata pembuka surat ini ia hendak menjelaskan keabsahan panggilan kerasulannya. Mengapa? Karena sebagian besar jemaat di Korintus ini mempertanyakan kerasulannya. Mereka tidak percaya bahwa ia dalah seorang rasul sejati. Karena itulah ia menyebut dirinya sebagai “apotolos Christou Iesou (rasul yang diutus oleh Kristus Yesus)” yang menjelaskan bahwa jabatan dan fungsi kerasulannya berasal dari Allah sendiri bukan berdasarkan kehendak orang lain maupun dirinya sendiri.
Hal ini terlihat dari frase “oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul”. Paulus menjelaskan kerasulannya adalah panggilan karena itulah ia mengatakan bahwa dirinya “kletos (dipanggil)” oleh Allah menjadi rasul dengan tugas khusus dari Yesus Kristus untuk memberitakan Injil (Bandingkan Kisah Para Rasul 9:1-18; 1 Korintus 1:17).
Namun yang terpenting dalam penyataan Paulus tersebut ialah bahwa panggilan kerasulannya tersebut adalah “dia thelematos theou (oleh kehendak Allah)”, bukan atas kehendaknya sendiri maupun dorongan orang lain. Dengan demikian jabatan rasul dan tugas kerasulan yang dimilikinya bukanlah untuk mencari atau mendapatkan keuntungan materi dan keuntungan lainnya. Paulus menjelaskan bahwa ia memiliki wewenang sebagai seorang rasul bukan hanya untuk mengajar dan memberitakan Injil tetapi juga memberikan nasihat agar ditaati oleh jemaat terkait dengan berbagai persoalan ada dalam jemaat Korintus saat itu.
JEMAAT ALLAH DI KORINTUS (1 KORINTUS 1: 2)
Setelah menjelaskan identitasnya sebagai penulis surat, selanjutnya rasul Paulus menjelaskan identitas penerima surat tersebut, yaitu “kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus”. Pertama-tama, Paulus menyebut orang-orang percaya di Korintus dengan sebutan “he ekklesia tou Theou (jemaat Allah)” untuk menjelaskan bahwa jemaat di Korintus adalah milik Allah.
Hal ini penting karena pada saat itu, jemaat di Korintus seringkali berpikir bahwa mereka adalah milik rasul tertentu (Bandingkan 1 Korintus 1:12), padahal rasul-rasul tersebut hanyalah para pekerja bukan pemiliknya (Bandingkan 1 Korintus 3:5-9). Paulus menjelaskan bahwa jemaat di Korintus bukanlah milik Paulus, Kefas atau Apolos, melainkan milik Kristus. Hal ini sekaligus merupakan pernyataan sikap rasul Paulus yang menentang pengkultusan atas seorang pemimpin yang berakibat pada perpecahan dalam jemaat.
Selanjutnya, Paulus menjelaskan bahwa jemaat di Korintus ini “hegiasmenois en Christou Iesou (dikuduskan dalam Kristus Yesus )”. Disini rasul Paulus sangat menekankan sisi objektif pengudusan bahwa orang-orang di Korintus secara status telah dikuduskan. Frase ini ditulis dalam bentuk perfect passive participle tense untuk menunjukkan aktivitas yang sudah terjadi dimasa lampau tetapi hasilnya masih ada sampai sekarang. Artinya, jelas bahwa jemaat di Korintus telah dikuduskan dan terus dinyatakan kudus di dalam Yesus Kristus atau melalui karya penebusan Kristus.
Dengan demikian melalui frase ini rasul Paulus hendak mengajarkan bahwa pengudusan itu berkaitan dengan status (kedudukan) yang secara seketika dan juga sebuah proses; atau dengan kata lain pengudusan itu bersifat definitif dan progesif. Rasul Paulus perlu menekankan hal ini karena identitas adalah masalah yang sangat penting, khususnya bagi jemaat di Korintus.
Orang percaya yang tidak mengenal identitas dirinya akan berkelakuan tidak sesuai dengan identitasnya dan akan menjalani kehidupan yang memalukan, seperti yang terjadi pada jemaat di Korintus yang angkuh secara intelektuan, bejat secara moral, dan kekanak-kanakan secara spiritual. Dengan demikian disini rasul Paulus mengungkapkan identitas sesungguhnya dari jemaat Korintus dan mendorong mereka untuk hidup sesuai dengan identitas mereka “sebagai orang-orang kudus” tersebut.
Perlu diketahui, bahwa Alkitab menunjukkan dua aspek pengudusan yang dihubungkan dengan waktu pengudusan, yaitu : Pengudusan kedudukan atau disebut juga pengudusan posisi (positional sanctification) dan pengudusan pengalaman, yang disebut juga pengudusan progresif (progressive sanctification). Pengudusan posisi, yang disebut juga pengudusan judikal yang terjadi secara seketika (defenitif) pada saat kelahiran kembali oleh Roh Kudus (1 Korintus 1:2; 6:11; Ibrani 2:11).
Pengudusan ini berhubungan dengan kedudukan. Alkitab mengajarkan bahwa ketika seseorang percaya kepada Kristus, pada saat itu pula ia sudah dikuduskan. Pengudusan ini merupakan pekerjaan objektif Allah, bukan merupakan pengalaman subjektif orang percaya. Dalam hal ini kekudusan Kristus diperhitungkan kepada seseorang pada saat ia percaya. Ia disebut kudus karena telah dipisahkan dengan cara ditempatkan di dalam Kristus. Kedudukannya tersebut adalah kedudukan yang sempurna di hadapan Allah. Kristus telah menjadi pengudusan baginya (1 Korintus 1:30; Ibrani 10:10). Alkitab mengatakan, kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus (Ibrani 10:10).
Sedangkan pengudusan pengalaman, yang disebut juga pengudusan progresif, dan merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus. Sebagai suatu proses, pengudusan berlangsung sepanjang hidup. Pengudusan progresif ini berhubungan dengan tingkah laku karena itu disebut juga aspek subjektif dari pengudusan. Jadi pengudusan dapat dilihat sebagai seketika dan juga sebagai proses. Itulah sebabnya orang percaya, setelah dikuduskan (seketika) harus hidup dalam kehidupan yang kudus setiap hari.
Karena itulah semua surat Perjanjian Baru memiliki nasihat bagi orang percaya untuk bertumbuh di dalam Kristus dan memiliki kehidupan yang disucikan dan dikhususkan (Roma 6:19,22; 1 Tesalonika 4:7; 5:23; 1 Timotius 2:15; Ibrani 10:14; 12:14; 2 Petrus 3:18). Namun, pengudusan akhir dan lengkap (perfected sanctification), yang merupakan pengudusan penyempurnaan bagi orang percaya akan terjadi pada saat Yesus Kristus datang kembali. Pada saat itu segala ketidaksempurnaan kita dan kehadiran dosa dihapuskan dari hidup orang percaya (1 Tesalonika 3:13; 5:23,24; Ibrani 6:1,2).
Penting untuk memperhatikan bahwa pengudusan bukan berarti harus tanpa dosa. Sama seperti pembenaran bukan berarti orang percaya harus benar dalam semua yang dilakukannya, demikian juga pengudusan bukan berarti orang percaya harus suci dalam semua yang dilakukannya. Paulus menulis surat kepada orang-orang Korintus sebagai orang-orang kudus, namun jika seseorang membaca surat tersebut ia akan terkejut melihat betapa berdosanya orang-orang kudus tersebut.
Kenyataan ini kelihatannya seperti kontradiksi, tetapi sebenarnya tidak demikian apabila kita memperhatikan dua aspek berbeda dari pengudusan seperti yang disebutkan di atas, yaitu pengudusan seketika dan pengudusan sebagai proses yang terjadi terus menerus. Seseorang yang percaya kepada Kristus dikuduskan oleh darah Kristus (Yohanes 1:7) dan firman (Yohanes 17:17) dengan iman (Kisah 26:18), mengakibatkan perubahan pada pikiran yang terlihat dalam sikap dan perbuatan baik.
Jadi, setelah lahir baru, saat dimana orang percaya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi, posisi orang percaya disebut sebagai orang kudus. Itulah sebabnya sekalipun jemaat di Korintus masih jatuh bangun dalam dosa, bahkan banyak melakukan dosa yang parah, Paulus tetap menyebut mereka sebagai orang kudus (1 Korintus 1:1-2).
SEBUAH GRAMATIKA YANG BERMAKNA
Satu ciri penting dari semua surat rasul Paulus adalah ia selalu memulai dengan ajaran yang bersifat doktrinal kemudian beralih ke dalam penerapan praktis dari doktrin tersebut. Dengan menggunakan istilah gramatikal, Paulus selalu memulai dari indikatif vertikal (apa yang telah dilakukan Allah dalam Kristus bagi kita), kemudian segera diikuti dengan imperatif horisontal (bagaimana cara kita harus hidup dalam apa yang telah Allah lakukan bagi kita di dalam Kristus). Urutan (indikatif vertikal - imperatif horisontal) dalam pengajaran rasul Paulus ini sangat penting!
Rasul Paulus benar-benar mengetahui bahwa cara yang benar untuk kita berpikir tentang kehidupan Kristen kita adalah selalu dimulai dengan vertikal, kemudian bergerak ke yang horisontal. Kita harus selalu bergantung terlebih dahulu pada apa yang Allah telah lakukan sebelum kita melakukan sesuatu bagi Dia. Urutan ini sangat penting karena inilah yang membedakan Injil dari legalisme, moralisme dan performanisme dalam pikiran kita dan membantu kita memelihara Injil dari legalisme, moralisme dan performanisme dalam tindakan-tindakan kita.
Kita tidak boleh membalik urutan indikatif-imperatif (vertikal-horisontal) ini menjadi imperatif-indikatif (horisontal-vertikal)! karena di dalam Alkitab selalu indikatif mendahului imperatif. Disinilah keunikan dan perbedaan agama Kristen dari agama-agama lainya. Berbeda dari agama-agama lain mengajarkan keselamatan sebagai usaha manusia, maka Kekristenan mengajarkan bahwa keselamatan adalah karunia Allah tanpa syarat.
Kita tidak diperintahkan untuk menyucikan diri kita supaya selamat dan diterima oleh Allah, melainkan sebaliknya, Allahlah yang telah menerima dan menyucikan kita. Karena Ia telah menerima dan menyucikan kita (indikatif), maka kita dipanggil supaya hidup dalam kesucian sebagai anak-anak Allah yang dikasihiNya (imperatif).
BACA JUGA: PENGERTIAN ANUGERAH ALLAH
Inilah yang rasul Paulus maksudkan ketika ia berkata kepada semua orang percaya di Korintus bahwa “mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus”. Kegagalan memahami relasi indikatif-imperatif inilah yang telah menyebabkan banyak orang Kristen jatuh ke dalam legalisme, moralisme dan performanisme yang ditegur dengan keras oleh rasul Paulus ketika ia berkata “kamu memulai dengan Roh tetapi mengakhirinyan di dalam daging” (Galatia 3:3).
BACA JUGA: PENGERTIAN ANUGERAH ALLAH
Inilah yang rasul Paulus maksudkan ketika ia berkata kepada semua orang percaya di Korintus bahwa “mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus”. Kegagalan memahami relasi indikatif-imperatif inilah yang telah menyebabkan banyak orang Kristen jatuh ke dalam legalisme, moralisme dan performanisme yang ditegur dengan keras oleh rasul Paulus ketika ia berkata “kamu memulai dengan Roh tetapi mengakhirinyan di dalam daging” (Galatia 3:3).
Hal ini terjadi ketika kecukupan Injil bagi keselamatan kita diganti dengan jasa, usaha dan perbuatan kita. Ketiganya, (legalisme, moralisme dan performanisme) walau berbeda dalam istilah tetapi merujuk pada hal yang satu, akan muncul ketika kewajiban-kewajiban perilaku terpisah dari deklarasi Injil (kasih karunia), ketika keharusan (imperatif) terputus dari indikasi Injil (indikatif), ketika apa yang perlu kita lakukan (imperatif) menjadi tujuan akhir, bukan apa yang Yesus telah lakukan (indikatif) bagi kita.
Sebagian orang Kristen yang belum memahami ajaran relasi indikatif-imperatif ini mengira bahwa mereka berharga dihadapan Allah karena apa yang mereka telah capai dan hasilkan melalui perbuatan. Mereka mengira bahwa kasih Allah akan semakin dicurahkan kepada mereka tergantung kepada berapa banyak pencapaian yang telah mereka dapat. Pandangan ini membawa pada legalisme, moralisme dan performanisme. Pandangan ini salah karena berbeda dari pandangan Perjanjian Baru yang mengajarkan bahwa kita berharga karena apa yang telah Allah karuniakan bagi kita, yaitu status baru sebagai anak-anakNya karena Yesus telah mati bagi kita.
Kasih Allah tidak tergantung pada perbuatan kita, karena Allah telah memberikan Yesus yang telah mati di kayu salib bagi kita ketika kita masih berdosa dan memusuhi Allah. Jadi perbuatan kita tidak menambah atau mengurangi kasih Allah pada kita. Injil adalah kabar baikkarena hubungan kita dengan Allah tidak tergantung pada semangat, upaya, dan kebaikan kita, tetapi tergantung pada semangat, upaya, dan kebaikan Kristus. Itulah yang membuat Injil menjadi kabar baik.
Dan injil bukan hanya kabar baik tentang bagaimana kita bisa diselamat pada awalnya; Injil adalah kabar baik yang kita kembali kepadanya setiap hari. Injil menjaga kita untuk terus mengarahkan mata kita kepada Yesus, pemulai dan penyempurna iman kita (Ibrani 12:2). Jadi Injil tidak hanya membenarkan kita di awal keselamatan kita, tetapi kebenaran Injil itu juga menguduskan, membangun, dan mendewasakan, dan menyempurnakan kita karena Kristus sendirilah pusat dari Injil itu.
KASIH KARUNIA DAN DAMAI SEJAHTERA (1 KORINTUS 1: 3)
Sebagimana surat kuno pada umumnya, Paulus dalam pembuka suratnya kepada jemat di Korintus ini menyampaikan salam. Salam yang pada umum digunakan pada masa itu adalah kata Yunani “chairein” yang berarti “salam” (Bandingkan Kisah Para Rasul 15:23; 23:26; Yakobus 1:1). Tetapi disini rasul Paulus mengubah salam yang lazim itu dengan salam khusus yang menjadi ciri khasnya, yaitu “kharis kai eirene (kasih karuni dan damai sejahtera)”.
Bukanlah merupakan hal yang kebetulan dua kata ini selalu rasul Paulus gunakan secara bersama-sama dalam pembukaan setiap suratnya (Roma 1:7; 2 Korintus 1:2; Galatia 1:3; Efesus 1:2; Filipi 1:2; Kolose 1:2; 1 Tesalonika 1:1; 2 Tesalonika 1:2; 1 Timotius 1:2; 2 Timotius 2:2; Titus 1:4; Filemon 1:3). Kedua kata ini tentunya digandengkan secara sengaja oleh rasul Paulus karena ia mengerti betul makna dari kedua kata itu dalam Injil yang ia beritakan. Rasul Paulus adalah seorang yang “kecanduan” Injil dan hidupnya sangat dipenuhi oleh Injil. Ia berkata, “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Korintus 9:16b), selanjutnya, “Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil” (1 Korintus 9:23a).
Pernahkah kita memikirkan mengapa Paulus dalam semua suratnya selalu menggandeng kedua kata tersebut? Meskipun kata “kasih karunia” dan “damai sejahtera” mungkin terlihat sekilas tak lebih dari sekedar salam pembuka, namun rasul Paulus memilih kedua kata tersebut dengan teliti dan sengaja karena memang ia hendak menyampaikan sesuatu yang spesifik melalui kedua kata tersebut. Kasih karunia adalah akar dari Injil, sedangkan damai sejahtera adalah buah dari Injil. Injil berakar dalam kasih karunia dan berbuah dalam damai sejahtera. Inti dari yang dibawa Injil kepada kita dapat diringkas dalam kata Yunani “χαρις (kharis)” dan “ειρηνη (eirênê)” atau “kasih karunia” dan “damai sejahtera”.
Pada akar Injil, kasih karunia Allah yang tak terukur bagi kita di dalam Kristus jelas sekali ditekankan dalam Alkitab bersama dengan kuasanya yang luar biasa. Melimpah-limpah adalah sifat dasar dasar kasih karunia, baik dalam kuantitas dan juga dalam efeknya bagi kita. Yohanes mengatakan demikian, “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yohanes 1:16).
Rasul Paulus mengingatkan, “jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus” (Roma 5:15). Selanjutnya ia juga mengatakan, “Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Korintus 9:8), dan “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Korintus 12:9).
Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus menyatakan, “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian” (Efesus 1:7-8). Rasul Paulus juga menyatakan bahwa dalam kasihNya Allah telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya. Ini sesuai dengan sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya (Efesus 1:5).
Maksudnya menurut rasul Paulus adalah “ supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya” (Efesus 1;6). Begitu hebatnya kasih karunia Allah dalam Kristus bagi kita sehingga tidak ada kuasa di dunia ini seperti kuasa kasih karunia itu. Dan kasih karunia datang kepada kita melalui Kristus (Yohanes 1:17).
Jika kasih karunia adalah akar dari Injil, maka damai sejahtera adalah buah Injil. Rasul Paulus mengatakan demikian, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1). Secara gamblang ayat ini menjelaskan bahwa damai sejahtera (Yunani eirênên) atau perdamaian kita dengan Allah merupakan akibat dari pembenaran (Yunani dikaioo) yang diterima melalui iman (Yunani pesteo). Inilah damai sejahtera yang sejati, dan ini dibangun di atas perubahan nyata dalam status kita dihadapan Allah, dari orang yang bersalah dihadapan Allah, kita menjadi benar dihadapan Allah Bapa kita.
tutorial |
Ini adalah damai sejahtera yang dibangun di atas fakta bahwa kita telah “diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya,” Yesus Kristus (Roma 5:10), dibenarkan dihadapan Allah sekali untuk selamanya melalui iman di dalam pekerjan Kristus yang sudah selesai. Fakta ini pasti akan menghasilkan perasaan nyata dan tindakan yang kuat. Namun perlu ditegaskan bahwa damai sejahtera dengan Allah yang rasul Paulus jelaskan ini didasarkan atas pekerjaan Kristus bagi kita, bukan hasil dari pekerjaan kita. Karena itu disatu pihak, semakin kita melihat ke dalam hati kita untuk damai sejahtera, maka semakin kita kurang merasakannya.
Di lain pihak, semakin kita melihat kepada Kristus dan janji-janjiNya untuk damai sejahtera semakin kita merasakan kuatnya damai sejahtera itu. Damai sejahtera itu berpusat pada Yesus Kristus, bukan pada kita! Perlu diketahui, kata damai sejahtera yang Paulus gunakan dalam Roma 5:1 tersebut lebih daripada sekedar ketiadaan konflik, tetapi juga berarti “kepenuhan, keutuhan, dan kesempurnaan.” Hal itulah yang membawa kita pada perasaan puas.
Damai sejahtera yang Alkitab maksudkan adalah ketentraman, ketenangan, dan kedamaian yang berasal dari kasih karunia Allah yang menyelamatkan. Tidak ada apapun dan siapapun di dunia ini yang dapat menyediakan perasaan tenang yang begitu dalam ini kecuali damai sejahtera Allah yang diberikan kepada kita melalui Injil. Seperti yang nabi Yesaya katakan, “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya” (Yesaya 32:17).
BACA JUGA: PENYALAH-GUNAAN MINYAK URAPAN
Keyakinan tentang ketenangan seperti ini didasarkan atas pengetahuan yang tenang, suatu perasaan utuh, sempurna, dan tenang yang dalam. Terlepas dari apa yang sedang terjadi di dalam hidup dan dunia kita, terlepas dari tragedi yang mungkin kita hadapi, ada damai sejahtera Allah yang melampaui segala pengertian, masuk kedalam keberadaan kita yang terdalam (Bandingkan Filipi 4:7).
Itu adalah buah, yang mana Yesus datang untuk mencapainya bagi orang-orang berdosa seperti anda dan saya. Ketika Allah telah berdamai dengan kita, ketika segalanya antara kita dengan Allah telah diselesaikan karena pekerjaan Kristus, kita mengalami jaminan teguh tentang hidup kita yang sebelumnya mustahil untuk diketahui. Alkisah, suatu ketika seorang raja mengadakan sayembara melukis di istananya yang mengharuskan melukiskan sesuatu yang dapat menjelaskan apa arti dari “kedamaian”.
Singkat cerita, dari seluruh hasil lukisan yang telah dilihat oleh raja, akhirnya ia memilih dua lukisan yang ia sukai yang dianggapnya telah menggambarkan arti kedamaian. Lukisan pertama menggambarkan sebuah danau yang sangat luas, tenang dan air sangat jernih sehingga mampu memantulkan bayangan pegunungan yang subur yang berjejer di atasnya. Didalam lukisan itu langait terlihat begitu cerahnya dengan sedikit awan putih. Lukisan yang benar-benar sempurna untuk menggambarkan kedamaian.
Sementara itu, lukisan kedua memiliki latar yang sama dengan lukisan pertama, yaitu terdapat danau, gunung, dan langit. Tetapi lukisan ini memiliki perbedaan dari lukisan pertama. Di dalam lukisan kedua ini gunungnya terlihat tandus dan gersang dengan bebatuan kasar dan terjal di atasnya. Di atas gunung yang tandus tersebut terlihat langit gelap, disertai hujan deras dan kilat yang menyambar. Pelukis kedua juga menggambarkan air terjun yang bergerak dengan deras berada disalah satu sisi pegunungan itu.
Lukisan ini sama sekali terlihat tidak menggambarkan suasana kedamaian. Namun, dalam tersebut terlihat sebuah ranting yang cukup besar tumbuh menjalar keluar dari bebatuan disekitar air terjun itu. Di atas ranting tersebut terdapat sebuah sarang burung, dimana seekor induk burung berdiam dengan tenang bersama anak-anaknya, ditengah-tengah keributan air terjun, hujan, petir dan cuaca mendung tersebut. Setelah melihat kedua lukisan tersebut dengan seksama akhirnya raja memutuskan memilih lukisan kedua sebagai pemenang sayembara.
Semua orang bingung dengan kepusan raja ini, karena mereka berpendapat lukisan pertamalah yang menggambarkan kedamaian, bukan lukisan kedua. Raja dengan bijaknya menjelaskan dasar dari keputusannya memilih lukisan kedua sebagai pemenang. Ia mengatakan, “Ketenagan bukan berarti berada di tempat yang tidak ada kekacauan, kesulitan dan masalah. Kedamaian berarti berada diantar semua hal tersebut tetapi tetap merasa tenang di dalam hati, itulah kedamaian yang sesungguhnya”. Itulah yang Yesus dan Injil telah lakukan bagi kita. Perkataan dari Mazmur 116:7 dapat berfungsi sebagai ringkasan dari damai sejahtera yang kita undang sebagi hasil (buah) dari Injil Kristus, “Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu”.
Jadi, kasih karunia sebagai akar dari Injil dan damai sejahtera sebagai buahnya, mengungkapkan keadaan baru yang didalamnya orang percaya berada, baik sebagai pribadi maupun sebagai persekutuan, sejak mereka mendengar berita Injil dan percaya. Keadaan ini tidak tergantung keadaan dunia. Apapun juga yang jemaat alami dalam hidupnya di dunia ini, (entah bahaya, permusuhan, penderitaan, dan lain sebagainya), kasih karunia dan damai sejahtera tetap ada dan tetapi menyertai.
DAFTAR PUSTAKA: KASIH KARUNIA DAN DAMAI SEJAHTERA (1 KORINTUS 1:1-3)
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Carson, Donald A, dkk., 2017. Tafsiran Alkitab Abad ke 21. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan. Terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.
Guthrie, Donald., 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Jilid 2, terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Horton, Michael S.. 2011. The Gospel Driven Life. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Howard Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta.
Kristanto, Billy., 2011. Ajarlah Kami Bertumbuh: Refleksi Atas Surat 1 Korintus. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Marxsen, Willi., 2012. Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kristis Terhadap Masalah-Masalahnya. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 2008. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Peter, George W., 2006. A Biblical Theology of Missions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Scahnabal, Echhard J., 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Stategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Terjemqhan, Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tenney, Merril C., 1985. New Testament Survey. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Tchividjian, Tullian., 2013. Yesus Ditambah Nihil Sama Dengan Segalanya. Terjemahan, penerbit Light Publising: Jakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Utley, Bob., 2011. Surat-Surat Paulus Kepada Kepada Sebuah Gereja Yang Bermasalah: I dan II Korintus. Terjemahan, diterbitkan Bible Lesson International: Marshall, Texas.
Wiersbe, Warren W., 1993. Hikmat Di Dalam Kristus: Tafsiran 1 Korintus. Terjemahan, Penerbit Kalam Hidup: Bandung.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang. KASIH KARUNIA DAN DAMAI SEJAHTERA (1 KORINTUS 1:1-3).