KRISTOLOGI MENURUT INJIL LUKAS DAN KISAH PARA RASUL


KRISTOLOGI MENURUT INJIL LUKAS DAN KISAH PARA RASULKRISTOLOGI MENURUT INJIL LUKAS DAN KISAH PARA RASUL. Kristologi merupakan ilmu pengetahuan tentang Kristus, tetapi lebih tepatnya lagi bahwa Kristologi adalah teologi tentang Kristus. Kristologi dimaksudkan untuk merenungkan, menyelidiki dan mengutarakan keyakinan beriman orang percaya (Kristen) bahwa Yesus dari Nazaret adalah Kristus dan Tuhan.[1] 

Nama “Kristus” bukanlah nama diri dari Yesus melainkan gelar yang menunjukkan fungsi dan peranan Yesus di dalam sejarah penyelamatan. Kristus adalah Yesus yang menyandang gelar sebagai Tuhan, Mesias dan Anak Allah, di mana Dia berperan dalam memberi keselamatan dan pengampunan dosa serta memberdayakan orang percaya setelah apa yang Dia lakukan selama masa hidup-Nya di dunia dalam melaksanakan misi Allah atas dunia. Makalah ini akan membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Yesus mulai dari gelar-gelar Yesus, karya-karya Kristus dan juga pekerjaan Kristus dalam sejarah Penyelamatan. 

I. GELAR-GELAR YESUS 

Yesus Adalah Tuhan (1)

Dalam bahasa Yunani Kurios dipakai untuk menunjuk kepada kata Tuhan. Penggunaan kata Kurios sudah dimulai sejak penerjemahan kitab suci Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta, LXX).[2] Khusus dalam Perjanjian Lama, Kurios dipakai sebagai julukan untuk Allah hanya untuk penerjemahan yang tepat dalam kasus penggunaan kata adon atau adona (Ibrani). Di lain pihak, Kurios digunakan untuk kata Yahweh menunjuk kepada kemahakuasaan Allah yang dahsyat. Seringkali kemahakuasaan Yahweh dinyatakan lewat ciptaan-Nya. Penggunaan ini dapat dilihat dari frase “Lord of the world” dalam Mazmur 97:5; Yosua 3:11,13; Mik. 4:13.[3] 

Dalam Perjanjian Baru kata Tuhan (Kurios) digunakan sebanyak 717 kali. Kurios adalah kata yang umum (Tuhan) untuk menunjuk kepada Allah Bapa, Allah yang Tertinggi (Matius 1:20; 9:38; Kisah Para Rasul. 17:24; Why. 4:11) dan Yesus Kristus ( Lukas. 2:11; Yoh. 20:28; Kisah Para Rasul. 10:36; 1Kor. 2:8; Filipi.2:1).[4] Erickson mengatakan bahwa bagi orang Yahudi khususnya, istilah Kurios ini senantiasa mengusulkan bahwa Kristus setara dengan Bapa, tetapi perlu diadakannya sebuah penelitian khusus terhadap kata Kurios itu sendiri. 

Kata Kurios dipakai juga dalam penggunaan sekular. Dalam Perjanjian Baru, Kurios digunakan untuk menyebut “tuan” dan “pemilik” dari sebuah kebun anggur (Markus 12:9), pemilik keledai (Lukas.19:33), tuan dari seeokor anjing (Matius 15:27), tuan dari pelayan yang bebas (Lukas. 16:3,5,8), tuan yang mempunyai tuaian untuk mengirimkan pekerja-pekerja (Matius 9:38).[5] Sedangkan Yesus juga disebut sebagai Tuhan (Kurios). Ini terdapat dalam eksposisi Paulus, yang menggunakan Kurios dengan jelas yaitu “Yesus Tuhan” (Kurios Iesous) dalam 1 Kor. 12:3; Rom. 10:9. Petrus mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan dan Kristus (Kisah Para Rasul. 2:36). 

Di dalam Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, penyebutan “Yesus Kristus” dengan “Tuhan” juga sering dilakukan. Dalam Lukas. 2:11, Malaikat berkata kepada para gembala mengenai kelahiran Yesus yang adalah “Kristus Tuhan” di kota Daud. Dalam mengisahkan Yesus membangkitkan anak muda di Nain, Lukas juga menyebut Yesus sebagai “Tuhan” (Lukas. 7:13). Panggilan Yesus diganti dengan sebutan “Tuhan” ketika menunjuk tujuh puluh murid untuk pergi berdua-dua ke kota yang akan dikunjungi-Nya (Lukas. 10:1). Lukas juga memakai sebutan “Tuhan” ketika Yesus mengajar mengenai iman kepada para rasul (Lukas. 17:5-6). 

Kemudian Lukas mencatat komentar dari pada Zakheus yang menyebut Yesus sebagai “Tuhan” ketika dia bertobat dan hendak memberikan harta miliknya kepada orang miskin dalam Lukas. 19:7-8. Tidak hanya itu, dalam tulisan Lukas yang lain dalam Kisah Para Rasul. Dalam Kisah Para Rasul. 4:33, dikatakan bahwa para rasul, dengan kuasa yang besar, memberitakan kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus. Doa Stevanus sesaat sebelum kematiannya juga menyebut Yesus sebagai “Tuhan” (Kisah Para Rasul. 7:59). Kesaksian yang diberitakan oleh para rasul juga mengajarkan bahwa Yesus adalah “Tuhan” dari semua orang (Kisah Para Rasul.10:36) 

Pemakaian kata Kurios oleh Lukas tersebut tidaklah terlepas dari alasan dan tujuan kepenulisan injil Lukas dan Kisah Para Rasul. Seperti yang diketahui, Injil Lukas dan Kisah Para Rasul ditulis untuk memberi kesaksian kepada orang-orang non-Yahudi. 

Edwards mengatakan bahwa Lukas mempersembahkan kedua bukunya kepada “Teofilus yang mulia”. Ungkapan “yang mulia” sebagai cara penyebutan yang penuh hormat ini biasanya digunakan khusus untuk para pejabat tinggi Romawi pada waktu itu. Dari kedua buku Lukas yang dipersembahkan kepada Teofilus, dapat disimpulkan bahwa Teofilus yang adalah seorang non-Yahudi tetapi tertarik dan sedang mengikuti pengajaran iman Kristen. Selanjutnya, Lukas juga bermaksud untuk menuliskan kedua buku kepada dua kelompok pembaca, yaitu kepada kalangan terpelajar Helenis yang tertarik kepada kekristenan dan kepada orang-orang Kristen yang berbahasa Yunani yang membutuhkan penguatan iman mereka.[6] 

Maksud Lukas dalam menekankan penyebutan Yesus Kristus sebagai Tuhan (Kurios) tidak terlepas dari makna penggunaan kata itu sendiri dalam kehidupan sekular Yunani. Kurios biasa digunakan untuk panggilan secara sopan, menyatakan kepemilikan, sebagai panggilan pada ilah-ilah lain (kurios dengan huruf non-kapital) dan yang terutama untuk menyatakan keilahian dan kemahakuasaan-Nya. Santoso mengatakan[7]: 

Implikasi dari pada “Yesus dipanggil sebagai Tuhan” bagi orang Kristen adalah bahwa kita harus taat, percaya dan berserah sepenuhnya kepada-Nya dan menyerahkan hidup kita dan hari depan kita sepenuhnya kepada-Nya sebagai Tuhan kita…di sinilah kita dapat mengerti satu kali Yesus menegur murid-murid: “Mengapa kamu berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Lukas. 6:46)…di sisi lain, penyebutan Dia sebagai Tuhan berarti menempatkan diri kita sebagai hamba…dan setelah kebangkitan-Nya ke-Tuhan-an-Nya menjadi nyata bahwa Kristus sebagai Juruselamat dunia. Kekristenan dimulai dari kebangkitan Kristus…berita dan nama Tuhan yang berkuasa itu terus diberitakan…bahkan Paulus dan Barnabas bersedia mati demi nama Tuhan (Kisah Para Rasul. 15:26, 21:13). 

Terlihat dengan jelas, bahwa Lukas memang memiliki tujuan dalam penekanan Yesus Kristus adalah Tuhan dalam kedua tulisannya. Pertama, Lukas ingin menekankan bahwa Yesus Kristus adalah “pemilik” atau “tuan” dari semua orang yang percaya kepada-Nya. Setiap orang yang telah menerima Yesus sebagai penyelamatnya menjadi milik dari sang Penyelamat. Selain itu, Yesus adalah penebus manusia yang sempurna melalui kematian-Nya. Setelah Yesus bangkit dari kubur, telah nyata bahwa Yesus telah mengalahkan dosa yang mengikat umat kepunyaan-Nya. Kebangkitan-Nya merupakan inti dari kepercayaan kepada Kristus sebagai penyelamat dunia. Dengan penekakan ini, Lukas bermaksud untuk memperkenalkan Yesus Kristus sebagai “benar-benar Tuhan” dari orang-orang yang percaya kepada-Nya, Juruselamat dunia dan yang berkuasa. 

Yesus Adalah Mesias 

Kata “Mesias” di dalam bahasa Yunani diterjemahkan menjadi Cristo,j. Misalnya dalam Lukas. 2:26, bahwa Simeon tidak akan mati sebelum melihat Mesias, yang diurapi oleh Tuhan (to.n cristo.n kuri,ou). Saat Simeon menantang Yesus, dia bermazmur dan berharap agar dirinya dapat meninggalkan dunia ini, sebab dia telah melihat Mesias yang nyatakan Roh Kudus kepadanya. Hal ini menjadi sebuah pernyataan afirmatif Simeon mengakui Yesus adalah Mesias yang telah dinantikan orang Israel. 

Dalam pemahaman orang Yahudi di dunia Perjanjian Lama[8], Allah akan menjadikan dunia dalam zaman yang baru berdasarkan keadilan dan kebenaran (Yesaya 9:6) yang akan dimulai tepat bersamaan dengan bangkitnya Mesias. Mesias merupakan keturunan yang saleh dari Daud yang lahir di Betlehem. Kehadiran Mesias di bumi menjadi sebuah pengharapan besar Israel, karena Dia ada untuk berperang, mengalahkan musuh-musuh Israel, menaklukkan seluruh dunia serta mengembalikan kedamaian. 

Di zaman itu, Israel mendapatkan pengampunan dan karena Allah beserta-Nya, Dia akan berkuasa atas seluruh dunia. Tetapi, Mesias juga digambarkan sebagai nabi dan guru Hukum Taurat maupun raja. Mesias akan membuat perjanjian yang baru dan nyata bagi perjanjian Allah dengan manusia. Mesias akan memerintah di negeri yang sudah dibersihkan, di mana akan ada kedamaian dan kemakmuran dan seluruh ketidakbenaran akan berhenti karena Mesias memerintah dengan kebenaran. Tetapi, Mesias yang akan melakukan semuanya itu adalah manusia sejati atau seutuhnya. 

Dalam Perjanjian Baru, Mesias atau Kristus selalu ditujukan kepada Yesus sendiri. Salah satu penulis Injil yang sangat menekankan Yesus sebagai Mesias ini adalah Lukas. Lukas seringkali menyebut Yesus sebagai Mesias dan untuk pertama kalinya Yesus disebut sebagai Mesias melalui kesaksian Simeon, seorang yang benar dan saleh yang sedang menanti penghiburan bagi Israel. Kepada Simeon telah dinyatakan oleh Roh Kudus bahwa ia tidak akan mati sebelum dia melihat Mesias. Dan ketika menatang bayi Yesus, dia berkata bahwa dia telah melihat keselamatan daripada Allah (Lukas. 2:25-32). 

Yesus juga melarang dengan keras roh-roh jahat untuk menyatakan diri-Nya adalah Mesias (Lukas. 4:41).[9] Dalam Lukas. 24:46, Yesus sendiri mengatakan bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati. Berita tentang keharusan penderitaan Mesias dan kebangkitan-Nya pada hari ke tiga juga disampaikan oleh Petrus, Paulus, Silas dan para rasul yang lain (Kisah Para Rasul. 3:18; 17:3; 18:28). Bahkan, Lukas seringkali memanggil Yesus dengan sebutan “Yesus Kristus”. 

Pengakuan dari Petrus dalam Lukas. 9:18-21 menjadi tumpuan dalam memahami ke-Mesias-an Yesus. Pengakuan Petrus ini menandai sebuah babak baru dalam pengisahan Lukas tentang Yesus.[10] Pertama , Lukas menggunakan kata o;cloi yang artinya “orang banyak” ketika Yesus bertanya mengenai identitas-Nya dari “anggapan orang”. 

Rupanya, banyak orang mengenal Yesus sebagai Yohanes Pembaptis, Elia dan atau seorang dari nabi-nabi dahulu yang bangkit. Anggapan ini tidaklah benar karena Yesus bukan Yohanes pembaptis yang bangkit kembali, bukan juga nabi Elia ataupun kebangkitan dari salah satu nabi-nabi dahulu, melainkan kehadiran Yesus adalah eksistensi ilahi yang menjadi manusia atau yang sering dikenal dengan Inkarnasi. 

Kemudian Yesus menghendaki jawaban yang lebih bersifat personal. Lukas menggunakan kata le,gete yang artinya “kamu sekalian sedang mengatakan”. Yesus menanyakan pendapat pribadi dari masing-masing murid mengenai siapa diri Yesus. Lalu Petrus menjawab bahwa Yesus adalah Mesias dari Allah. Jawaban ini menggambarkan pribadi Yesus yang ditangkap oleh murid-murid menurut pelayanan-Nya dan pengajaran-Nya selama ini. 

Pengakuan ini jelas sekali bermuatan Kristologis. Lukas menempatkan pengenalan identitas Yesus di sini sebagai Mesias. Apa yang sudah mulai diberitakan tentang identitas Yesus pada masa kanak-kanak sekarang sudah menjadi sebuah pengakuan.[11] Pewartaan Gabriel kepada Maria bahwa dia akan mengandung Mesias dari keturunan Daud kini sudah menjadi pengakuan murid-murid yang menguatkan identitas Mesianik Yesus. 

Yesus Adalah Anak Allah 

Istilah “Anak Allah” bukan pertama kalinya muncul hanya pada zaman Perjanjian Baru. Istilah ini telah muncul dalam zaman Perjanjian Lama. Penyebutan “anak Allah” dalam Perjanjian Lama secara langsung ditujukan kepada Israel. Status Israel sebagai umat kepunyaan dan pilihan Allah menjadikan mereka sebagai “anak Allah”.[12] Juga Mazmur 2:7 merujuk kepada Israel yang dilahirkan oleh Allah sendiri. Dalam 2 Sam. 7:14 dikatakan bahwa Allah menjadi Bapa dan orang Israel menjadi anak-Nya. Orang Israel harus berjalan menurut ketetapan Bapa-nya, dan jika melanggar perintah-Nya maka Ia akan menghukum , sebagaimana bapa yang mendisiplin anaknya. 

Dalam Perjanjian Lama “anak Allah” juga dipakai untuk berbagai macam tujuan, di antaranya penyebutan bagi para pemimpin Israel, terutama para raja dibawah keturunan Daud (Mazmur 89:27), para Malaikat (Ayb. 1:6; 2:1; Mazmur 29:1) dan bagi orang-orang yang setia dan taat secara umum (Kejadian 6:2; Amsal 14:26). 

Dalam Perjanjian Baru, penyebutan “Anak Allah” diterapkan untuk menunjuk kepada orang-orang percaya (Lukas. 6:35; Yohanes 1:12; Galatia 3:26). Selain itu penyebutan Anak Allah (penulisan dengan huruf kapital) secara langsung ditujukan kepada Yesus[13]. Pernyataan yang paling terkenal mengenai ke-AnakAllah-an Yesus ada pada pernyataan Allah peristiwa pembabtisan Yesus (Mat. 3:13-17; Markus 1:9-11; Lukas. 3:21-22). 

Lukas adalah salah satu penulis yang juga menyebut Yesus sebagai Anak Allah. Pertama kali pernyataan ke-AnakAllah-an Yesus diungkapkan ketika Gabriel menyampaikan berita kelahiran Yesus kepada Maria (Lukas. 1:31-32, 35). Berikutnya, dalam peristiwa pencobaan di padang gurun, Iblis mencobai ke-AnakAllah-an Yesus untuk untuk menyimpang dari jalan ketaatan kepada Bapa-Nya[14]. Roh-roh jahat yang diusir oleh Tuhan Yesus juga memanggil Dia sebagai Anak Allah Yang Maha Tinggi. 

Penggunaan gelar “Anak Allah” kepada Yesus dalam Lukas. 1:35, memakai kata ui`o.j qeou/ yang menunjukkan bahwa proses kelahiran Yesus merupakan campur tangan ilahi. Secara langsung menunjukkan bahwa Yesus yang akan dilahirkan itu tidak tercemar oleh dosa karena Dia dijadikan oleh Allah sendiri. Yesus yang dikandung daripada Roh Kudus adalah manusia yang kudus. 

Kuasa Roh Kudus yang bekerja itu menjadi sebuah dasar dari terbangunnya sebuah relasi yang intim antara Yesus dengan Allah. Dalam Lukas. 2:49, merupakan peristiwa ketika Yesus yang berumur dua belas tahun tinggal dalam Bait Allah, sementara kedua orang tua-Nya mencari-Nya. Yesus mengeluarkan pernyataan, “…Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” 

Dalam bahasa aslinya lebih jelas lagi, “ouvk h;|deite o[ti evn toi/j tou/ patro,j mou dei/ ei=nai, meÈ ” yang dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Tidak tahukah kamu bahwa Aku harus berada di dalam Bapa-Ku?” Ini menunjukkan adanya suatu relasi yang sangat erat antara Allah dan Yesus sendiri. Yesus remaja tinggal tetap dalam Bait Allah selama tiga hari (ay. 46) dan asyik bersoal jawab dengan para alim ulama menunjukkan bahwa Yesus merasakan adanya passion dalam diri-Nya untuk bersama-sama dengan Allah. Implikasi dari keintiman Yesus dengan Allah ini berkaitan dengan kuasa yang diterima-Nya dari Bapa-Nya atas dunia ini. Lukas. 4:41; 8:28 menceritakan tentang roh-roh jahat yang keluar dari orang yang kerasukan karena kuasa Anak Allah dalam diri Yesus. Dengan kuasa yang dimiliki-Nya, Yesus mengusir roh-roh jahat dari dalam diri orang yang kerasukan. 

catatan: Pdt.Budi Asali,M.Div.

Pengakuan Yesus sebagai 'Anak Allah' menunjukkan bahwa Ia mengclaim diriNya sebagai Allah.

Yesus menyebut diriNya sendiri ‘Anak Allah’.

Saksi-Saksi Yehuwa maupun para Unitarian berpendapat bahwa karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia bukan Allah. Mereka juga berulangkali mengatakan bahwa Yesus tidak pernah mengclaim diriNya sebagai Allah, tetapi selalu sebagai Anak Allah.

Jawaban:

a) Yesus memang tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’; Ia selalu menyatakan diri sebagai ‘Anak Allah’. Tetapi perlu dipertanyakan pertanyaan ini: apakah kita harus membentuk pemikiran / kepercayaan / ajaran tentang Yesus hanya berdasarkan kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga dari bagian-bagian Kitab Suci yang lain? Yang dianggap sebagai Firman Tuhan itu hanya kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga bagian-bagian lain dari Kitab Suci? Sekalipun Yesus sendiri tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’, tetapi banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan demikian, tetapi ini akan saya bahas belakangan.

b) Ingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan pengertian penulisnya / orang jaman itu tentang istilah tersebut, bukan dengan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut.

Tentang istilah ‘Anak Allah’ yang digunakan oleh Yesus terhadap diriNya sendiri ini, banyak orang menyalah-artikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan bahwa dulu hanya ada Allah saja, yang lalu beranak, dsb. Karena itu jelas bahwa Yesus tidak setua / sekekal BapaNya. Tetapi ini adalah penafsiran yang menggunakan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah ‘Anak Allah’ itu. Padahal istilah itu digunakan sekitar 2000 tahun yang lalu di Palestina, dan karena itu harus diartikan menurut pengertian orang-orang di sana pada jaman itu.

Kalau begitu apa artinya? Tentang istilah / gelar ‘Anak Allah’ bagi Yesus, W. E. Vine memberikan komentar sebagai berikut: “absolute Godhead, not Godhead in a secondary or derived sense, is intended in the title” (= keAllahan yang mutlak, bukan keAllahan dalam arti sekunder atau yang didapatkan, yang dimaksudkan dalam gelar tersebut) - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 1061.

Tetapi, apa dasarnya pandangan seperti ini?

1. Kita bisa mendapat jawabannya dengan membandingkan istilah ‘Anak Allah’ dengan istilah ‘Anak Manusia’, yang sama-sama merupakan gelar / sebutan yang sangat sering digunakan oleh Yesus untuk diriNya sendiri. Kalau istilah ‘Anak Manusia’ diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul manusia’, maka istilah ‘Anak Allah’ harus diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul Allah’.

Mazmur 8:5 - “apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?”.

Dalam ayat ini jelas ada dua kalimat paralel, yang artinya sama, tetapi menggunakan kata-kata yang berbeda. Jadi, ‘anak manusia’ sama dengan ‘manusia’!

2. Bandingkan dengan Matius 14:33 - “Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: ‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah.’”.

Pikirkan ayat ini! Mereka menganggap Yesus betul-betul adalah Anak Allah, dan karena itu mereka lalu menyembah Dia. Kalau mereka menganggap bahwa ‘Anak Allah’ itu ‘bukan Allah’, atau ‘lebih rendah dari Allah’, maka mungkinkah mereka, yang adalah orang-orang Yahudi (bangsa monotheist, yang hanya menyembah Allah saja), lalu menyembah Dia? Dari ayat ini jelas bahwa mereka menganggap istilah ‘Anak Allah’ berarti ‘Allah sendiri’.

3. Bandingkan dengan Yohanes 5:17-18 - “(17) Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ (18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah.”.
NIV/NASB: ‘making himself equal with God’ (= membuat diriNya sendiri setara dengan Allah).

Di sini terli¬hat dengan jelas bahwa pada waktu Yesus menyebut diriNya sebagai ‘Anak Allah’, orang-orang Yahudi pada saat itu mengerti bahwa kata-kata itu berarti bahwa Yesus menganggap diri sehakekat dengan Allah, atau menyamakan diri dengan Allah, atau menganggap diri setara dengan Allah. Ini mereka anggap sebagai penghujatan terhadap Allah, dan karena itu mereka mau merajam Yesus.

Saksi-Saksi Yehuwa maupun para Unitarian menganggap bahwa penyetaraan Yesus dengan Allah itu hanya merupakan anggapan / penafsiran yang salah dari orang-orang Yahudi tentang pengakuan Yesus sebagai Anak Allah.

Jawaban:

Kalau itu memang merupakan pemikiran yang salah dari orang-orang Yahudi tentang kata-kata Yesus itu, mengapa Yesus tidak mengoreksi pemikiran yang salah itu?

4. Yohanes 19:7 - “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah.’”.
Catatan: terjemahan sebenarnya dari kata-kata ‘Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah’ adalah ‘Ia membuat diriNya sendiri Anak Allah’.

Bdk. Markus 14:61-64 - “(61) Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepadaNya sekali lagi, katanya: ‘Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?’ (62) Jawab Yesus: ‘Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.’ (63) Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Untuk apa kita perlu saksi lagi? (64) Kamu sudah mendengar hujatNya terhadap Allah. Bagaimana pendapat kamu?’ Lalu dengan suara bulat mereka memutuskan, bahwa Dia harus dihukum mati.”.

Pengakuan Yesus bahwa diriNya adalah Anak Allah membuat orang-orang Yahudi itu menganggapNya menghujat Allah, sehingga mereka menganggap bahwa Ia harus dihukum mati. Dan lagi-lagi, tidak ada bantahan / pengkoreksian dari Yesus terhadap tuduhan tersebut.

II. MISI ALLAH: KARYA-KARYA KRISTUS 

Yesus Kristus yang adalah Tuhan, Mesias dan Anak Allah bukanlah sekadar gelar. Di balik gelar-gelar tersebut tersimpan sebuah rahasi mengenai misi Allah/ tujuan Allah mengutus Yesus ke dunia. Dalam bagian selanjutnya pembahasan akan lebih memfokuskan kepada karya-karya Yesus yang adalah tujuan kehadiran-Nya di dunia. 

Keselamatan dan Pengampunan Dosa 

Menyelamatkan manusia dari kutuk Dosa merupakan tujuan utama Allah mengutus Yesus Kristus datang ke dunia. Sejak semula dosa telah ada di dunia sebagai ulah ketidaktaatan Adam dan Hawa. Akibatnya, manusia kehilangan hubungan yang erat dengan Allah dan setara dengan tidak memiliki keselamatan atau mati. Dosa telah memisahkan manusia dengan Allah yang kekudusan-Nya tidak terbatas. Perjanjian Allah dengan manusia di dalam Perjanjian Lama menunjukkan jalan keluar sementara demi memperbaharui hubungan antara manusia dengan Allah melalui korban. Korban tersebut bukanlah korban sesungguhnya yang sempurna(karena hewan yang dikorbankan) untuk dapat mendamaikan kesalahan moral dan menyingkirkan kecemaran moral. Korban itu hanyalah merupakan bayang-bayang dari kenyataan yang akan datang dalam pengorbanan Yesus di kayu salib. Korban Yesus Kristus di salib adalah korban yang cukup dan sempurna untuk menyelamatkan manusia dari dosa.[15] 

Dalam Lukas. 5:24 Yesus berterus terang bahwa diri-Nya memiliki kuasa untuk mengampuni dosa. Lukas menggunakan kata evxousi,an yang berarti “memiliki otoritas, kekuatan untuk bertindak” dan avfie,nai a`marti,aj untuk “mengampuni, membuang jauh dosa”. Di sini nampak dengan jelas kekuasaan Yesus atas dosa sehingga Dia mampu untuk meniadakan dosa yang ada dalam diri manusia yang percaya kepada-Nya. 

Lukas. 19:10 sudah menjadi ringkasan dari rencana penyelamatan Mesias kepada manusia[16]. Setelah Zakheus bertobat dari kehidupannya yang lama, Yesus menunjuk keapda pertobatan Zakheus untuk menjelaskan keselamatan-Nya yakni “mencari yang hilang”. Lukas menggunakan kata “yang hilang” atau avpolwlo,j yang berarti destroy, perish yang artinya hancur, binasa dan hilang. Secara tersirat, Zakheus dengan kehidupan lamanya masuk dalam golongan “yang hilang”. Yesus datang ke dunia menyelamatkan yang hilang, yang hancur dan yang binasa, artinya Yesus Kristus datang untuk mencari dan mengembalikan manusia ke tempatnya yang semula dari tempat yang salah yang dapat membinasakan mereka.[17] Dosa telah membuat manusia binasa dan kehilangan hubungan dengan Allah; Yesus mengembalikan manusia kepada hubungan dengan Allah. Pertobatan Zakheus telah membawa dia ke dalam keselamatan oleh Yesus Kristus (ay. 9). 

Setelah Yesus bangkit dari kematian, Dia menyatakan kepada para murid-Nya tentang penggenapan akan penderitaan dan kematian Mesias serta kebangkitan-Nya dalam kitab Taurat, tulisan nabi-nabi dan dalam Mazmur sebagai jalan untuk menyediakan keselamatan bagi manusia. “…berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa…” (Lukas. 24:44-47). 

Mesias yang telah ditentukan untuk menjadi korban sempurna untuk menghapus dosa manusia menjadi jalan keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Korban Yesus Kristus menghapuskan korban-korban Perjanjian Lama yang terbatas. Mesias haruslah manusia agar dapat mati dan menanggung hukuman atas manusia, tetapi Dia juga harus Allah agar kematian-Nya dapat efektif dan sempurna untuk menyelamatkan seluruh manusia yang percaya kepada-Nya.[18] Kebangkitan Kristus merupakan bagian penting dalam penerapan keselamatan yang telah dipersiapkan oleh kematian Kristus. Lukas mencatatkan perkataan Petrus dengan rasul-rasul yang lain bahwa Yesus Kristus yang telah mati, sudah ditinggikan oleh tangan kanan Allah menjadi Pemimpin dan Juruselamat, untuk memberikan pertobatan dan pengampunan dosa (Kisah Para Rasul. 5:31).[19] 

Memang Yesus Kristus telah naik ke surga, tetapi keselamatan dan pengampunan dosa tetap berlaku karena tidak terpengaruh dengan kehadiran fisik Yesus saja. Keselamatan dan pengampunan dosa dapat diterima melalui kepercayaan kepada Yesus Kristus yang adalah Penyelamat itu. Itu sebabnya, dalam Kisah Para Rasul menceritakan bagaimana para Rasul memberitakan kabar keselamatan melalui kepercayaan kepada Yesus Kristus. Kisah Para Rasul. 10:34-43 berbicara tentang bagaimana Petrus memberitakan bahwa keselamatan tersedia bagi orang yang percaya kepada Yesus Kristus meskipun Dia telah naik ke surga. Dalam Kisah Para Rasul. 16:31, Paulus dan Silas mengatakan bahwa ada keselamatan di dalam Yesus Kristus. Kepercayaan kepada Kristus mendatangkan keselamatan dan pengampunan dosa. Sekarang, para Rasul melanjutkan tugas untuk memberitakan kabar keselamatan dalam kepercayaan kepada-Nya karena keselamatan dan pengampunan dosa dianugerhakan kepada orang yang menerima Yesus sebagai jalan yang diberikan Allah yang dengannya Allah mau berdamai dengan dunia yang berdosa.[20] 

Pemberdayaan Orang Percaya 

Tujuan kehadiran Yesus Krsitus tidak hanya sampai kepada menyediakan keselamatan dan pengampunan dosa melainkan juga untuk memberdayakan orang percaya. Yesus berkata “…dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem” (Lukas. 24:47). Yesus akan naik ke surga, tetapi berita keselamatan akan tetap dilanjutkan oleh murid-murid kepada orang yang belum percaya. 

Meskipun Yesus akan meninggalkan murid-murid di dunia, namun Dia akan mengaruniakan kuasa kepada mereka sehingga mereka dapat menjadi saksi tentang Kristus “Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi” (Lukas. 24:49). Lukas menggunakan kata evndu,shsqe yang memiliki arti “dinaungi, diselubungi, dikenakan (clothed) yang memiliki arti pasif. Ini mengisyaratkan bahwa kuasa dari tempat tinggi adalah sebuah pemberian dariAllah kepada orang percaya. Frase “kekuasaan dari tempat tinggi” dalam bahasa aslinya du,namin evx u[youj yang memiliki makna “kuasa yang bukan dari dunia” sebab dunia ini telah cemar. Kuasa tersebut berasal dari Allah Bapa karena dijanjikan oleh Dia yang terkait dengan perintah untuk menjadi saksi Kristus. Graig menjelaskan bahwa tugas yang para murid terima ini merupakan pelayanan aktif dalam menjangkau bangsa-bangsa. “This active ministry, however, can only be accomplished through the power from on high with which, Jesus instruct His disciples, they will be clothed.”[21] Untuk melakukan tugas pemberitaan ini para murid harus diperlengkapi (seperti mengenakan pakaian) kuasa dari Allah Bapa. 

Informasi mengenai janji pemberian kuasa seperti ini juga ditemukan dalam Kisah Para Rasul. 1:8. Dengan maksud yang sama, pemberian kuasa ini berhubungan dengan tugas pelayanan para murid. Di sini, kuasa tersebut menjadi semakin jelas dengan identitas yang absolut (dan bukan abstrak lagi) yaitu “Roh Kudus”. Para murid akan menerima kuasa jika Roh Kudus turun ke atas mereka. Lukas menggunakan kata lh,myesqe dari asal kata lamba,nw yang berarti “akan menerima” sedangkan untuk kata “turun ke atas” Lukas menggunakan kata evpelqo,ntoj dari kata evpe,rcomai yang berarti “datang, datang ke atas dan menimpa. Ini mengisyaratkan bahwa murid-murid akan menerima kuasa ketika Roh Kudus datang ke atas mereka. Dari kedua ayat tersebut (Lukas. 24:49 dan Kisah Para Rasul. 1:8) terlihat bagaimana menjanjikan kuasa kepada murid-murid-Nya demi menjalankan tugas pelayanan. Mereka akan diperlengkapi dengan kuasa, yang adalah pemberian Allah kepada orang percaya ketika Roh Kudus datang ke atas mereka. 

Yesus tidak hanya memberikan keselamatan kepada orang percaya tetapi juga memberikan tugas pemberdayaan untuk memberitakan kabar keselamatan dan pengampunan dosa kepada seluruh dunia.[22] Kuasa dari tempat tinggi menjadi kekuatan penggerak bagi orang percaya yang telah menerima keselamatan untuk menunaikan tugas bersaksi hingga ke ujung dunia. Kuasa tersebut memampukan orang percaya menjadi saksi yang merupakan suatu pelaksanaan rancangan Allah.[23] Jadi tujuan Yesus hadir dalam dunia adalah juga untuk memberdayakan orang percaya menjadi saksi tentang berita keselamatan dan pengampunan dosa. 

III. KRISTUS YANG MENJALANKAN MISI ALLAH 

Karya Kristus dalam Kehinaan-Nya 

Dalam menjalankan misi yang diberikan oleh Allah, Yesus melaksanakan karya-karya-Nya dalam hakekat kehinaan-Nya. Yang dimaksud dengan kehinaan-Nya adalah kehidupan Yesus Kristus (secara jamani manusiawi) selama ada di bumi mulai dari kelahiran-Nya, pelayanan-Nya hingga kematian-Nya. Kehidupan Yesus dalam dunia adalah untuk melakukan pelayanan-Nya demi keselamatan manusia dari dosa. 

KelahiranNya 

Lukas sangat jelas menyatakan bahwa Yesus akan dilahirkan melalui Maria yang masih perawan dengan cara yang ilahi (Lukas 1:35). Roh Kudus akan turun ke atas Maria dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi Maria sehingga dia mengandung Anak secara supranatural, dan Anak tersebut adalah kudus – Anak Allah. Lukas mencoba untuk melukiskan bagaimana manifestasi kuasa Allah yang menjadi penyebab kelahiran Yesus. Lukas menggunakan kata evpiskia,sei dari kata evpiskia,zw yang berarti melingkupi atau menaungi. Kuasa Allah yang dinyatakan melalui turunnya Roh Kudus ke atas Maria melingkupi seperti membungkus Maria sehingga dia mengandung individu (manusiawi) baru secara ajaib. Ini menekankan bahwa kelahiran Yesus sebagai pelaku misi Allah bukanlah kehendak manusia – tidak terjadi karena persekutuan antara laki-laki dan perempuan – melainkan atas kekuatan Allah. Yesus yang semula dalam rupa Allah menjadi manusia karena Dia menerima tugas untuk menyelamatkan manusia.[24] Ini menyatakan kesungguhan Allah dalam menyatakan rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia. Allah menyediakan penyelamat – yang menjadi korban menggantikan manusia – demi mengembalikan hubungan antara Allah dengan manusia. 

Penderitaan-Nya: Kehidupan hingga Kematian Kristus 

Penderitaan Yesus yang dimaksud bukanlah penderitaan ketika Yesus menjalankan hukuman hingga mati di kayu salib; konsep pernderitaan Yesus Kristus yang sempit. Salib memang merupakan penggenapan dari seluruh penderitaan-Nya, tetapi penderitaan Yesus sudah dimulai sejak menjadi manusia hingga pada kematian-Nya (akan dibahas dalam pembahasan berikutnya). Louis Berkhof mengatakan[25]: 

…keseluruhan hidup-Nya adalah penderitaan…Ia yang tidak berdosa setiap hari harus berhubungan dengan dosa…Ia menderita karena gangguan iblis serta ketidakpercayaan umat-Nya, dan dari perlawanan musuh-musuh-Nya…Penderitaan-Nya adalah penderitaan yang disadari, makin lama makin berat, semakin Ia mendekati akhirnya…kemudian murka Allah atas dosa segera menghambur ke arah-Nya. 

Pada akhirnya, Yesus sendiri mengatakan tujuan kehadiran-Nya di dunia lewat perjamuan terakhir “Inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu” (Lukas. 22:19). Kata sw/ma, menunjuk kepada tubuh Yesus yang berarti penyerahan diri Yesus sebagai korban atas manusia yang membawa keselamatan.[26] Jelas sekali bahwa “tubuh yang diserahkan” (dido,menon) menunjukkan nuansa korban. Marshall mengatakan bahwa “The phrase can be used with reference to sacrifice…to sacrificial offering for guilt or sin”.[27] Demikian juga dengan cawan yang dikatakan oleh Yesus “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” (Lukas. 22:20) menyatakan bahwa melalui darah-Nya perjanjian yang baru telah terbuka antara Allah dan juga manusia (hubungan Allah-Manusia telah pulih). Dalam perjanjian baru frase itu merujuk kepada penebusan atau penyelamatan. Yesus sendiri bukan menderita dan mati di kayu salib karena kesalahan-kesalahanNya, melainkan sebagai Mesias, Ia harus menjalankan penderitaan-Nya seperti yang dinubuatkan oleh para nabi untuk menyediakan pengampunan dosa dan keselamatan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Penderitaan dan kematian Kristus merupakan korban Allah kepada manusia yang menyelamatkan manusia secara sempurna. 

Karya Kristus dalam Kemuliaan-Nya 

Yesus sudah mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Dia harus menderita bahkan mati di atas kayu salib, tetapi akan bangkit dari antara orang mati pada hari ke tiga untuk menerima kemuliaan-Nya. Menurut Berkhof[28], keadaan kemuliaan Yesus Kristus adalah ketika Yesus telah melewati keadaan di bawah hukum federal dan kutukan di bawah hukum, menggantikan hukuman bagi orang benar dan menyediakan berkat keselamatan bagi orang berdosa serta keadaan kehinaan-Nya telah diangkat. Dengan kata lain, Yesus menerima keadaan kemuliaan-Nya lagi (sebagai Allah). Kenaikan Yesus menjadi proklamasi bahwa Mesias telah dimuliakan dan mendapat kedudukan yang tinggi di sebelah kanan Allah (Kisah Para Rasul. 7:56). 

Kebangkitan-Nya 

Yesus yang telah bangkit mengajar (kembali) mengenai kepentingan-Nya untuk datang ke dunia kepada murid-murid-Nya. Baik kepada dua orang murid di jalan menuju ke Emaus maupun murid-murid yang sedang berkumpul, Yesus menjelaskan sekali lagi mengenai keharusan Mesias untuk menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ke tiga. Kemudian Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk menjadi saksi kematian dan kebangkitan Kristus (Lukas. 24:26; 46-49; Kisah Para Rasul. 1:8). 

Tujuan Lukas dalam penekanannya mengenai kisah kebangkitan Yesus adalah untuk menyatakan bahwa Yesus yang tiga hari lalu mati dan dikuburkan, kini hidup kembali. Lukas menjelaskan kebangkitan Kristus dengan menampilkan fakta-fakta medis seperti Yesus menunjukkan bekas luka paku pada tangan dan kaki-Nya. Yesus mengatakan “Aku sendirilah ini”. Lukas menggunakan frase evgw, eivmi auvto,j. Kata evgw merupakan kata ganti orang pertama nominatif tunggal (aku), kemudian kata eivmi adalah present indikatif orang pertama tunggal (aku adalah) dan kata auvto,j menyatakan “sama” dan “sendiri”. Pengulangan penggunaan kata ganti orang pertama “aku” menyatakan penegasan yang merupakan penekanan Lukas mengenai kebangkitan Yesus, dan bahwa Yesus benar-benar hidup. Ditambah lagi, perkataan Yesus ini merupakan “direct speech”. Norval menambahkan[29] bahwa Yesus menyatakan bahwa diri-Nya bukan saja dalam bentuk Roh tetapi benar-benar diri-Nya sendiri yang memiliki tubuh dan roh. Tentunya, tubuh-Nya berbeda dengan tubuh biasa yakni tubuh sorgawi. Yesus juga membuktikan bahwa Dia benar-benar hidup dengan memakan sepotong ikan goreng di depan mata (evnw,pion artinya “di penglihatan atau kehadiran) para murid (Lukas. 24:39-43). Bahkan Lukas mengatakan bahwa selama empat puluh hari Yesus menampakkan diri-Nya kepada para rasul dengan banyak tanda (Kisah Para Rasul. 1:3). 

Thiessen menyatakan bahwa kebangkitan Kristus merupakan bagian penting dalam penerapan keselamatan.[30] Melalui kematian-Nya, Allah telah menyediakan keselamatan kepada orang berdosa. Kebangkitan Kristus merupakan rencana Allah untuk menjadikan Kristus sebagai Pemimpin dan Juruselamat untuk memberikan pertobatan dan pengampunan dosa kepada manusia (Kisah Para Rasul 5:31). Iman terhadap kebangkitan bahwa Yesus Kristus hidup menjadi dasar keyakinan orang percaya. Kebangkitan Yesus Kristus juga menjadi dasar pewartaan para rasul bahwa dengan mengaku bahwa Yesus memberikan keselamatan melalui kematian dan kebangkitan-Nya (Kisah Para Rasul. 2:36, 38; 4:10, 12; 25:13-27). 

Kenaikan-Nya 

Tepat sebelum Dia terangkat ke surga Yesus mengutus para murid untuk menjadi saksi tentang kematian dan kebangkitan-Nya agar berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa disampaikan kepada seluruh bangsa. Tetapi, Yesus menyatakan bahwa mereka akan dapat melakukan-Nya ketika mereka sudah menerima Roh Kudus yang adalah kuasa dari tempat tinggi. 

Setelah mengutus para murid, Yesus naik ke surga dan meninggalkan mereka. Di satu sisi kenaikan-Nya menunjukkan bahwa Dia hidup dan kembali ke dalam kemuliaan-Nya bersama dengan Allah. Tetapi di sisi lain berarti berpisah (sementara) dengan murid-murid-Nya. Itu sebabnya Ia akan mengirimkan Roh Kudus untuk memperlengkapi orang percaya untuk melakukan tugas penginjilan. Tugas penginjilan hanya dapat dilakukan dengan adanya pengurapan khusus dari Roh Kudus dalam diri orang percaya. Pengurapan tersebut baru dapat dimiliki (dikenakan) ketika Roh Kudus dicurahkan setelah Yesus Kristus naik ke surga. Bagi orang percaya, arti kenaikan Yesus ke surga menyatakan bahwa Roh Kudus adalah suatu kebutuhan untuk menjadi saksi Kristus.[31] 

Stronstad mengatakan bahwa karunia Roh Kudus merupakan pemberian perlengkapan, pemberdayaan dan pencurahan Roh untuk melanjutkan pelayanan yang telah dimulai oleh Yesus.[32] Sebagaimana Yesus dimampukan oleh Roh untuk melaksanakan pelayanan-Nya di dunia ini, orang percaya juga di mampukan lewat pengurapan yang sama, yakni pengurapan Roh Kudus. Jadi kenaikan Yesus ke surga berperan penting dalam peng-karunia-an Roh Kudus kepada para murid untuk melanjutkan misi Allah menjadi saksi Yesus Kristus di dunia. 

KESIMPULAN 

Kristologi merupakan ilmu pengetahuan dalam cakupan teologi yang membahas tentang Kristus, dengan maksud untuk merenungkan, menyelidiki serta menyatakan iman orang percaya (Kristen) bahwa Yesus dari Nazaret adalah Krstus dan Tuhan. Cakupan Kristologi adalah pembahasan mengenai gelar yang diberikan kepada Yesus Kristus dalam kaitannya dengan tugas dan karya-Nya di dunia untuk manusia. Yesus Kristus adalah Tuhan, Mesias dan Anak Allah yang melaksanakan misi Allah untuk menyediakan keselamatan dan pengampunan dosa kepada manusia serta memberdayakan orang-orang percaya dengan Roh Kudus untuk melanjutkan pekerjaan pemberitaan Injil Yesus sebelumnya. Kristologi juga mencakup pembahasan mengenai karya-karya Yesus dalam setiap rencana Allah yang dijalankanNya melalui kelahiran-Nya, penderitaan-Nya, kebangkitan-Nya hingga kenaikan-Nya. 

REFERENSI: KRISTOLOGI MENURUT INJIL LUKAS DAN KISAH PARA RASUL

Berkhof, Louis. Teologi Sistematika vol. 3: Doktrin Kristus. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996. 
Boland, B.J. dan P.S. Naipospos. Tafsiran Alkitab: Lukas. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978. 
Brink, H. v.d. Tafsiran Alkitab: Kisah Para Rasul. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989. 
Dister, Nico Syukur. Kristologi: Sebuah Sketsa. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987. 
Edwards Jr., O.C. Injil Lukas Sebagai Cerita. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002. 
Erickson, Millard J. Teologi Kristen Volume 2. Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003. 
Evans, Graig A. New International Biblical Commentary. Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, Inc., 1990. 
Geldenhuys, Norval. The New International Commentary on the New Testament. Michigan: Berdmans Publishing, 1979. 
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003. 
Marantika, Chris. Yesus Kristus: Allah, Manusia Sejati. Surabaya: Yakin, 1983. 
Marshall, I. Howard. The New International Greek Testament Commentary: The Gospel of Luke. Michigan: The Paternoster Press, 1978. 
Riyadi, Eko Pr. Lukas: “Sungguh, Orang ini adalah Orang Benar!”. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011. 
Riyadi, Eko. Yesus Kristus Tuhan Kita: Mengenal Yesus dalam Warta Perjanjian Baru. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011. 
Santoso, David Iman. Theologi Lukas: Intisari dan Aplikasinya. Malang: Literatur Saat, 2010. 
Stronstad, Roger. Theology Karismatik: Santo Lukas. Jakarta: Penerbit Karismata, 1999. 
Sugianto, Ishak. The Transforming Power of The Holy Spirit. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009. 
Tenney, Merril C. The Wycliffe Bible Commentary. Malang: Penerbit Gandum Mas, 2001. 
Thiessen, Henry C. Teologi Sitematika. Malang: Penerbit Gandum Mas, 1992. 
[1] Nico Syukur Dister, Ofm, Kristologi: Sebuah Sketsa (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987), 21-23. 
[2] Theological Dictionary of The New Testament vol 3, s.v. “Kurios” oleh Quell. 
[3] Ibid 
[4] Millard J. Erickson, Teologi Kristen Volume 2 (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003), 328. 
[5] Theological Dictionary of The New Testament vol 3, s.v. “Kurios” oleh Quell. 
[6] O.C. Edwards Jr., Injil Lukas Sebagai Cerita (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 1-2. 
[7] David Iman Santoso, Theologi Lukas: Intisari dan Aplikasinya (Malang: Literatur Saat, 2010), 76-79. 
[8] Theological Dictionary of The New Testament vol 9, s.v. “Kristos” oleh van der Woude. 
[9] Santoso mengutip kata-kata R.E. Nixon: “It is better that men should make the discovery for thmselves.” Yesus tidak mengininkan roh-roh jahat tersebut sebagai juru bicara-Nya yang memberi kesaksian bahwa Yesus adalah Mesias (David Iman Santoso, Theologi Lukas: Intisari dan Aplikasinya (Malang: Literatur Saat, 2012), 72. 
[10] Eko Riyadi, Pr, Lukas: “Sungguh, Orang ini adalah Orang Benar!” (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011), 145. 
[11] Riyadi, 144. 
[12] Theological Dictionary of The New Testament vol 8, s.v. “huios” oleh Lohse. 
[13] Louis Berkhof, Teologi Sistematika vol. 3: Doktrin Kristus (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996), 29. 
[14] Eko Riyadi, Yesus Kristus Tuhan Kita: Mengenal Yesus dalam Warta Perjanjian Baru ( Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011), 145. 
[15] Berkhof mengatakan bahwa korban tersebut jika dilihat dari sudut pandang spiritual merupakan tipikal penderitaan Kristus yang menggantikan orang berdosa, sampai pada kematian-Nya, dan dengan demikian memberi pengampunan kepada mereka yang sempurna dari Allah. (Louis Berkhof, Teologi Sistematika vol. 3: Doktrin Kristus (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996), 142-143.). 
[16] Merril C. Tenney, The Wycliffe Bible Commentary (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2001), 275. 
[17] B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab: Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), 182-183. 
[18] Chris Marantika, Yesus Kristus: Allah, Manusia Sejati (Surabaya: Yakin, 1983), 66. 
[19] Henry C. Thiessen, Teologi Sitematika (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1992), 370. 
[20] H. v.d. Brink, Tafsiran Alkitab: Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 172. 
[21] Graig A. Evans, New International Biblical Commentary (Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, Inc., 1990), 360. 
[22] Riyadi (Lukas), 284. 
[23] Brink, 17. 
[24] Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 328-330. 
[25] Berkhof, 79. 
[26] Riyadi, 252-254. 
[27] I. Howard Marshall, The New International Greek Testament Commentary: The Gospel of Luke (Michigan: The Paternoster Press, 1978), 802. 
[28] Berkhof, 96. 
[29] Norval Geldenhuys, The New International Commentary on the New Testament (Michigan: Berdmans Publishing, 1979), 640. 
[30] Thiessen, 370. 
[31] Ishak Sugianto, The Transforming Power of The Holy Spirit (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009), 11-13. 
[32] Roger Stronstad, Theology Karismatik: Santo Lukas (Jakarta: Penerbit Karismata, 1999), 87-93.KRISTOLOGI MENURUT INJIL LUKAS DAN KISAH PARA RASUL.
Next Post Previous Post