UPACARA PERNIKAHAN KRISTEN: PINTU MASUK SEBUAH RUMAH TANGGA

Pdt.Samuel T. Gunawan,M.Th.
UPACARA PERNIKAHAN KRISTEN: PINTU MASUK SEBUAH RUMAH TANGGA
UPACARA PERNIKAHAN KRISTEN: PINTU MASUK SEBUAH RUMAH TANGGA . “Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu” (Yohanes 2:1-2).

PROLOG: 

Pernikahan merupakan suatu hal mulia, yang diberikan Tuhan, sejak manusia belum jatuh ke dalam dosa (Kejadian 1:28). Pernikahan melukiskan persekutuan rohani antara Kristus dan gerejaNya (Efesus 5:31-32). Pernikahan juga merupakan suatu peristiwa sukacita, yang mengikat suami dan istri dalam tujuan yang suci untuk membangun rumah tangga yang bahagia, yang penuh kegembiraan, yang menghubungkan seseorang dalam pergaulan yang harmonis di antara keluarga. 

Pernikahan di negeri Kana, di Galilea, yang disucikan oleh Yesus dengan kunjunganNya di sana adalah suatu kemuliaan yang tidak ada cacatnya. Karena itu, pernikahan perlu ditempuh dengan rukun, sehati, setujuan, penuh kasih sayang, percaya seorang akan yang lain, dan bersandar kepada kasih karunia Tuhan. Sebaliknya, pernikahan tidak boleh ditempuh atau dimasuki dengan sembarangan, dirusak oleh karena kurang bijaksana, dinista atau dinajiskan; melainkan hendaklah hal itu dihormati dan dijunjung tinggi dengan takut akan Tuhan serta mengingat maksud Allah dalam pernikahan itu. 

UPACARA PERNIKAHAN DALAM ALKITAB 

Ciri terpenting dari seluruh tata cara pernikahan ialah pengakuan masyarakat umum tentang hubungan suami istri. Karena itu dapat dimaklumi bahwa tidak selalu semua hal berikut dilaksanakan dalam setiap pernikahan.

1. Pakaian Pengantin dan Iringin-Iringan. 

Kadang-kadang pengantin perempuan mengenakan pakaian bersulam berwarna-warni (Mazmur 45:14-15), perhiasan (Yesaya 61:10), ikat pinggang khusus (Yeremia 2:32) dan telekung (Kejadian 24:65). Hiasan pengantin laki-laki adalah perhiasan kepala (Yesaya 61:10). Efesus 5:27; Wahyu 19:8; 21:2 secara kiasan menunjuk kepada jubah putih dari gereja sebagai mempelai perempuan bagi Kristus. 

Mazmur 45:15 bicara tentang anak-anak dara pengiring tunangan raja. Tidak salah menduga bahwa pengantin dari golongan bawah pun punya dara-dara pengiring. Tentu ada juga pengiring pengantin laki-laki (Hakim 14:11), yang dalam Perjanjian Baru disebut “sahabat-sahabat mempelai laki-laki” (Matius 9:15). Salah seorang dari sahabat itu disebut “pengiring” (Hakim-hakim 14:20; 15:2), dan “sahabat mempelai laki-laki” (Yohanes 3:29) Mungkin dia sama dengan 'pemimpin pesta' dalam Yohanes 2:8-9.

Pada malam hari yang ditentukan, pengantin lelaki dengan teman-temannya datang dalam iring-iringan menuju rumah perempuan. Jamuan pernikahan dapat diadakan di sana. Kadang-kadang keadaan memaksakan ini (Kejadian 29:22; Hakim 14), tapi mungkin hal itu adalah biasa, mengingat perumpamaan Sepuluh Gadis dalam Matius 25:1-13 dapat dengan mudah diartikan, bahwa mempelai laki-laki pergi ke rumah mempelai perempuan untuk jamuan malam. 

Berdasarkan kebiasaan, pendapat cenderung mengatakan bahwa pengantin laki-lakilah yang membawa istrinya ke rumahnya atau ke rumah ayahnya untuk jamuan malam di sana, namun ayat-ayat dalam Alkitab yang mendasari ini hanyalah Mazmur 45:15 dab; Matius 22:1-14 (pernikahan anak raja), dan mungkin Yohanes 2:9 dan ayat-ayat berikutnya. Iring-iringan itu bisa disertai nyanyian-nyanyian, musik dan tari-tarian (Yeremia 7:34) dan lampu, jika hari sudah malam (Matius 25:7).

2. Berkat dan Perjanjian. 

Pengantin lelaki menutupi pengantin perempuan dengan kainnya. Dua kali dalam Perjanjian Lama (Rut 3:9, “kembangkanlah... sayapmu...”; Yehezkiel 16:8, “menghamparkan kain...”), laki-laki menutupi perempuan dengan kainnya, barangkali sebagai tanda bahwa dia menempatkan perempuan itu dalam lindungannya. Didalam pernikahan Arab hal ini dilakukan oleh salah seorang keluarga laki-laki. Sedangkan pada bangsa Beduin pengantin laki-laki menutupi pengantin perempuan dengan sehelai kain khusus, sambil berkata, “Sejak saat ini tidak seorang pun selain saya akan menutupi kau”. Ayat-ayat Alkitab di atas menggambarkan bahwa kebiasaan kedua yang diikuti. 

Perjanjian dan berkat merupakan hal yang esensi dalam pernikahan Alkitabiah. Satu unsur keagamaan yang lain ialah janji kesetiaan, yang terdapat dalam Amsal 2:17; Yehezkiel 16:8; Maleakhi 2:14. Biasanya menurut tradisi Ibrani ayah perempuan mengambil janji nikah yang tertulis, yang dalam Misyna disebut “ketuva (Hebrew: כְּתוּבָּה – ketuvah atau ketubah)”. Selanjutnya, orangtua dan handai tolan memberkati kedua mempelai dan mengucapkan selamat (Kejadian 24:60; Rut 4:11).

3. Kamar Pengantin, 

Hubungan Seksual, dan Bukti Virginitas. Dalam tradisi Yahudi, kamar pengantin disediakan secara khusus. Nama kamar ini dalam bahasa Ibrani ialah “חֻפָּה - khufah” (Mazmur 19:5; Yoel 2:16), aslinya suatu selubung atau tenda tersendiri, dan kata Yunaninya ialah “νυμφών - numphon” (Markus 2:19). Kata “khufah” masih dipakai oleh orang Yahudi hingga sekarang untuk tudung yg di bawahnya kedua mempelai duduk atau berdiri selama upacara.

Akhirnya kedua pengantin dituntun ke kamar ini, biasanya dilakukan oleh orang tuanya (Kejadian 29:23) atau oleh “sahabat-sahabat mempelai laki-laki” (arti bahasa Yunani “anak-anak kamar pengantin”, Matius 9:15). Sebelum bersetubuh, yang untuk itu dipakai ungkapan Ibrani “יָדַע - yada”, artinya “mengenal”, kedua suami istri berdoa lebih dulu. Pakaian dalam perempuan yang bernoda darah dijadikan bukti, bahwa dia benar-benar anak dara atau masih perawan (Ulangan 22:13-21). Adat ini masih berjalan terus (sampai sekarang) di Asia Barat.

4. Pesta Pernikahan. 

Pesta pernikahan pada umumnya berlangsung satu minggu (Kejadian 29:27, Yakub dan Lea) bahkan ada yg dua minggu. Upacara-upacara ini dicirikan oleh musik (Mazmur 45; 78:63) dan senda gurau dengan teka-teki seperti Simson (Hakim 14:12-18). Ada ahli menafsirkan Kidung Agung dalam terang tradisi petani Aram, yang menyebut kedua pengantin “raja” dan “ratu” selama hari-hari pesta sesudah pernikahan dan memuji-muji mereka dengan nyanyian-nyanyian. 

Pesta pernikahan ini pada umumnya diadakan di rumah pengantin lelaki (Matius 22:1-10; Yohanes 2:9) dan biasanya di waktu malam hari (Matius 22:13; 25:6). Banyak sanak saudara dan kerabat keluarga hadir; justru masuk akal kalau anggur habis (Yohanes 2:3). Seorang ditugaskan sebagai pengatur atau sahabat memimpin pesta itu (Yohanes 2:9-10). 

Menolak undangan pesta pernikahan dianggap penghinaan (Matius 22:7). Para undangan diharapkan mengenakan pakaian pesta ketika menghadiri pesta pernikahan (Matius 22:11-12). Dalam suasana khusus pesta boleh dilaksanakan di rumah pengantin perempuan (Kejadian 29:22). Suatu saat nanti pesta meriah kemenangan Kristus dengan orang-orang kudusNya di sorga digambarkan sebagai “perjamuan kawin Anak Domba” (Wahyu 19:9).

KATEKISASI : BIMBINGAN PRA PERNIKAHAN KRISTEN 

Katekisasi pernikahan adalah bimbingan pra pernikahan berupa pengajaran dan konseling yang diberikan oleh pimpinan gereja (gembala sidang atau pendeta) kepada calon pasangan yang akan melaksanakan peneguhan dan pemberkatan nikah. Melalui katekisasi pemimpin gereja akan meyampaikan materi pengajaran yang sangat penting dan mendasar tentang pernikahan dan rumah tangga Kristen menurut firman Tuhan. Juga disampaikan hal-hal yang relevan seperti : kesiapan pernikahan dan pelaksanaan upacara pernikahan.

Secara prinsip jika dilihat dari tujuannya, maka katekisasi pernikahan sangat perlu dilaksanakan. Karena itulah sebagian besar denominasi gereja mengharuskan dilaksanakannya katekisasi pernikahan. Bahkan ada organisasi gereja-gereja tertentu yang tidak mau melakukan peneguhan dan pemberkatan nikah jika calon pasangan yang akan menikah belum mengikuti katekisasi pernikahan. Walapun hal ini tidak ada kaitannya dengan dosa atau tidak berdosa, tetapi tujuannya jelas untuk membekali calon pasangan yang akan menikah supaya siap secara mental dan spiritual ketika masuk dan pernikahan dan rumah tangga.

Adapun tujuan dari katekisasi pernikahan adalah : 

(1) untuk memberikan pemahaman kepada kedua calon pasangan yang akan menikah tentang prinsip-prinsip pernikahan Kristen dan bagaimana hidup berumah tangga menurut firman Tuhan; 

(2) untuk turut membantu persiapan mental dan spiritual kedua calon pasangan yang akan menikah dalam menjalani kehidupan baru, yaitu kehidupan dalam pernikahan. Hal ini penting mengingat bahwa kehidupan dalam pernikahan sangat berbeda dengan kehidupan saat masih lajang. Perbedaan tersebut begitu jauh sehingga seringkali pasangan yang baru menikah terkejut dan tidak siap untuk menerima konsekuensi-konsekuensinya, dan akhirnya berujung pada perceraian. Karena itu gereja perlu membekali mereka agar disaat tantangan datang dalam rumah tangga, mereka sudah siap untuk menghadapi dan menyelesaikannya.

Selain itu, melalui katekisasi tersebut kedua calon pasangan yang akan dinikahkan akan dikonseling dan ditanya mengenai kesiapan masing-masing memasuki pernikahan. Biasanya, juga ditanyakan apakah kedua calon pasangan sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah. Pertanyaan ini penting karena berhubungan dengan pembekatan nikah yang kudus. 

Harus diingat bahwa seks sebelum pernikahan adalah dosa percabulan, dan juga tetap disebut dosa ketika dilakukan pada masa-masa pertunangan. Karena seks pranikah itu dosa, maka dosa itu harus diakui dihadapan Tuhan dalam pertobatan (1 Yohanes 1:9). 

Namun kadang ada calon pasangan yang tidak mau dengan jujur mengakui telah melakukan seks pranikah. Padahal ketika calon pasangan diberkati pernikahannya dalam keadaan tanpa mengakui dosa percabulan dan tidak ada pertobatan atas dosa tersebut, maka yang turun bukanlah berkat melainkan kutuk. Dan kutuk percabulan akan turun atas rumah tangga itu hingga mereka mengakui kepada Tuhan dan bertobat. 

Akibat lainnya, adalah mereka juga melakukan dosa kebohongan kepada pendeta yang akan meneguhkan dan memberkati pernikahan mereka. Dan ini juga pada akhirnya meruakan tindakan mendustai Allah. Karena itu melalui katekisasi tersebut kedua calon pasangan perlu bersikap jujur dan terbuka kepada pendeta yang melakukan bimbingan melalui proses pengajaran dan konseling tersebut.

UPACARA PERNIKAHAN KRISTEN 

Telah disebutkan sebelumnya bahwa pernikahan Kristen dapat didefinisikan sebagai hubungan eksklusif antara satu laki-laki dan satu perempuan, dimana keduanya menjadi “satu daging”, disatukan secara fisik, emosional, intelektual, dan spiritual; dijamin melalui sumpah sakral dan ikatan perjanjian serta dimaksudkan untuk seumur hidup”. Definisi tersebut didasarkan pada pernyataan Alkitab dalam Matius 19:5; Markus 10:7; Efesus 5:31; dan Kejadian 1:24. 

Berdasarkan definisi tersebut, berikut ini lima esensi pernikahan Kristen, yaitu : 

(1) Pernikahan merupakan suatu lembaga yang dibuat dan ditetapkan Allah bagi manusia sesuai kebutuhan (Matius 19:4,8); 

(2) Pernikahan merupakan hubungan yang eksklusif antara seorang pria dan seorang wanita (Matius 19:5,6); 

(3) Pernikahan merupakan pertemuan dan hubungan ntar pribadi yang paling intim (Matius 19:5,6); 

(4) Pernikahan bersifat permanen dan merupakan suatu komitmen kesetiaan untuk seumur hidup (Matius 19:6); dan 

(5) Pernikahan merupakan suatu kovenan yang bersifat mengikat (Matius 19:5).

Perhatikanlah bahwa salah satu esensi dari pernikahan itu adalah suatu ikat janji (covenant). Sebuah perjanjian menurut Alkitab, adalah sebuah hubungan yang sakral antara dua pihak, disaksikan oleh Allah, sangat mengikat, dan tidak dapat dibatalkan. Kata Ibrani yang digunakan untuk “perjanjian” adalah “berith” dan kata Yunaninya adalah “diathêkê”. (Kedua istilah ini telah saya jelaskan dalam pasal 2 buku ini). Kata “berith” dan kata “diathêkê” inilah diterjemahkan sebagai “perjanjian”, yang juga digunakan untuk melukiskan sifat hubungan pernikahan. 

Kata “perjanjian” ini di dalam bahasa Inggris adalah “covenant” menunjuk kepada sikap saling pengertian di antara dua pihak atau lebih, masing-masing pihak mengikat dirinya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang ditentukan. Dengan kata lain “covenant” tersebut adalah semacam suatu kontrak hukum, suatu ikatan persetujuan, atau suatu persetujuan tertulis. Di dalam Alkitab, jelas bahwa pernikahan merupakan suatu kesatuan yang dilahirkan dari satu perjanjian berdasarkan suatu janji-janji yang timbal balik. 

Kovenan pernikahan ini dinyatakan dengan gamblang oleh nabi Maleakhi ketika ia menulis “TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu” (Maleakhi 2:14). Kitab Amsal juga berbicara tentang penikahan sebagai suatu “kovenan” atau “perjanjian” satu sama lain. Kitab ini mengutuk seorang yang berzinah “yang meninggalkan teman hidup masa mudanya dan melupakan perjanjian Allahnya” (Amsal 2:17). 

Penting untuk memahami arti dari janji setia yang diikrarkan dalam upacara pernikahan. Salah satu definisi janji setia yang diterjemahkan dari kamus Webster adalah “sebuah janji atau ikrar serius yang mengikat seseorang untuk bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu”. Kewajiban, janji, atau ikrar terkandung dalam janji setia pernikahan. Pernikahan menurut firman Tuhan adalah persetujuan untuk membina hubungan persahabatan dan persekutuan. 

Perjanjian adalah kontrak paling mengikat dalam Alkitab sebagaimana di sebutkan dalam Bilangan 30:2 demikian, “Apabila seorang laki-laki bernazar atau bersumpah kepada TUHAN, sehingga ia mengikat dirinya kepada suatu janji, maka janganlah ia melanggar perkataannya itu; haruslah ia berbuat tepat seperti yang diucapkannya”. 

Karena pernikahan adalah suatu perjanjian (covenant) yang sangat mengikat pada suatu peristiwa dimana Allah menjadi saksinya, maka “apa yang telah disatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia” (Markus 10:19). Allahlah yang mengadakan pernikahan dan Dialah yang menyaksikan janji-janji tersebut benar-benar dibuat “dihadapan Allah”. Kristus menegaskan bahwa Allahlah yang benar-benar menyatukan seorang pria dan seorang wanita bersama-sama di dalam pernikahan (Markus 10:19).

Melalui upacara pernikahanlah seorang pria dan seorang wanita saling mengikat janji dihadapan Tuhan untuk hidup bersama baik dalam suka maupun duka hingga kematian menjemput. Dalam agama Kristenan, ikat janji pernikahan tersebut diteguhkan oleh seorang pendeta atau pemimpin jemaat dalam suatu upacara pemberkatan di gereja yang disaksikan oleh jemaat Tuhan dan keluarga pengantin. Melalui peneguhan tersebut, pendeta menyatakan bahwa pasangan pengantin telah resmi menjadi suami istri untuk selamanya. 

Dengan demikian ciri terpenting dari pelaksanaan upacara pernikahan ialah : (1) Ikat janji setia kedua mempelai melalui suatu pengakuan yang diucapkan dihadapan Tuhan dan seluruh jemaat yang hadir; (2) Peneguhan dan pengesahan ikat janji setia kedua mempelai oleh pendeta; (3) Pengakuan jemaat dan masyarakat umum tentang resminya hubungan suami istri tersebut. 

Pada umumnya dalam Kekristenan bahwa pasangan Kristen yang telah sepakat untuk menikah, maka pernikahannya diteguhkan melalui pemberkatan dihadapan jemaat Tuhan dengan penumpangan tangan oleh seorang pendeta melalui upacara pemberkatan dan peneguhan nikah. Biasanya upacara pemberkatan dan peneguhan nikah itu dilaksanakan oleh gereja bukan pada hari kebaktian biasa (hari Minggu), melainkan pada hari lain dalam pertengahan minggu. 

Melalui upacara upacara pemberkatan dan peneguhan nikah tersebut jemaat dapat bersukacita bersama dengan kedua pasangan pengantin dan keluarganya. Selain itu dengan melaksanakan upacara peneguhan pernikahan, maka itu artinya pasangan pengantin tersebut mengutamakan dan memuliakan Tuhan, sebagai sumber berkat dan kebahagiaan bagi rumah tangga mereka. 

Selanjutnya mengenai tata ibadah atau liturgi untuk upacara pemberkatan dan peneguhan nikah sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan peraturan gereja dimana kedua mempelai akan diberkati dan diteguhkan nikahnya. Namun maksud yang utama dilaksanakan upacara pernikahan itu adalah bahwa pernikahan tersebut dikuduskan dan disahkan dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, di hadapan jemaat yang hadir berdasarkan ikat janji yang telah diucapkan oleh kedua mempelai. (Catatan: Untuk contoh Tata Ibadah Pemberkatan dan Peneguhan Nikah silahkan dilihat pada Suplement 6).


Ringkasnya, sebuah upacara pernikahan hendaknya menjadi kesaksian tentang iman anda kepada orang lain bagi kemuliaan Tuhan. Karena itu upacara pernikahan perlu direncanakan dengan baik. Buatlah suatu upacara sederhana sesuai dengan kemampuan ekonomi dan keuangan yang dimiliki. Terkadang ada orang tua maupun calon pasangan pengantin telah merancang suatu upacara pernikahan yang besar dan meriah yang melebih kemampuan finansial mereka dengan tujuan agar orang lain kagum dan memuji. 

Untuk mewujudkan upacara pernikahan yag meriah tersebut mereka denga terpaksa berutang. Akibatnya, pasangan yang baru menikah tersebut terjebak dalam hutang yang harus dibayarnya hanya biaya pernikahan yang mahal. Karena itu perlu untuk mengingat kembali tujuan dari upacara pernikahan Kristen seperti yang telah disebutkan di atas agar. 

PERTANYAAN : BAGAIMANA DENGAN PASANGAN COHABITING (KUMPUL KEBO) ?

Kumpul kebo terjadi ketika seorang pria dan wanita hidup bersama di dalam satu rumah layaknya suami istri tetapi tanpa ikatan pernikahan dengan cara membuat suatu perjanjian melalui suatu upacara pernikahan. 

R. Paul Stevens dalam artikelnya Cohabating menjelaskan bahwa “Riset menyatakan bahwa pasangan-pasangan yang telah hidup bersama sebelum menikah, apabila dibandingkan dengan pasangan-apasangan yang belum pernah hidup bersama, menunjukkan tingkat ketidakpastian dan keagresifan yang lebih tinggi. 

Mereka juga menunjukkan tingkat upaya yang lebih rendah untuk menjauhkan diri konflik, mengusahakan pernikahan yang memuaskan, dan saling berbagi dengan pasangan. Selain itu, pasangan yang hidup bersama sebelum menikah, biasanya merasa sudah siap untuk menikah. 

Karena itu mereka menolak bimbingan pranikah (katekisasi) di gereja. Padahal sebaliknya, mereka sangat membutuhkan bimbingan pranikah sebagaimana pasangan lain yang menjalin hubungan melalui proses berpacaran (persahabatan) dan proses bertunangan. Apalagi terbukti mereka telah melakukan hal yang salah dengan hidup bersama sebelum menikah. Ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar membutuhkan bimbingan dan konseling pernikahan. 


Menurut Alkitab hidup bersama layaknya suami istri sebelum pernikahan jelas dilarang, karena hubungan seksual pria dan wanita hanya boleh dilakukan dalam lembaga pernikahan. Sebab, hubungan seksual sebelum pernikahan disebut percabulan (Kisah Para Rasul 15:20; 1 Korintus 6:18), dan hubungan seksual diluar pernikahan disebut perzinahan (Keluaran 20:14; Matius 19:9). 

Percabulan maupun perzinahan adalah dosa, dan sangat dilarang di dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, dibawah Hukum Taurat, mereka yang melakukan persetubuhan (hubungan seks) sebelum menikah diwajibkan untuk menikah (Ulangan 22:28-29). Hal ini penting, sebab seks dikuduskan oleh Allah hanya untuk pernikahan bukan sebelum pernikahan. (1 Korintus 7:2; Ibrani 13:4). 

Ringkasnya, hidup bersama sebelum menikah bukanlah cara yang baik untuk mencoba pernikahan, sebab pernikahan bukan merupakan tempat bereksperimen. Hidup bersama sebelum pernikahan juga bukanlah persiapan yang baik menuju pernikahan. 

Dengan demikian saat ini gereja seharusnya lebih giat secara profetik menyuarakan kebenaran bahwa seks adalah aktivitas yang hanya diperbolehkan oleh pasangan suami istri yang telah diteguhkan dan diberkati pernikahannya, Namun disisi lain, gereja juga perlu merangkul orang-orang Kristen yang telah menjalani kehidupan bersama sebelum pernikahan, melalui bimbingan pastoral dan konseling, dengan membawa mereka untuk bertobat dan hidup dalam anugerah serta kembali kepada kehendak Allah bagi pernikahan. 

DAFATR PUSTAKA:UPACARA PERNIKAHAN KRISTEN: PINTU MASUK SEBUAH RUMAH TANGGA 
Banks, Robert & R. Paul Stevens., 2012. The Complete Book of Everyday Christianity. Terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.

Burke, Dale., 2007. Dua Perbedaan dalam Satu Tujuan. Terjemahan, Penerbit Metanoia Publising : Jakarta.

Campolo, Tony., 2005. Mengikut Yesus Tanpa memalukan Allah. Terjemahan Penerbit Gospel Press : Batam. 

Chalke, Steve., 2007. Orang Tua, Anak dan Seks. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta. 

Clinton, Tim & Mark Laaser., 2012. Sex and Relationship. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.

Dobson, James., 2004. Panduan Lengkap Pernikahan dan Keluarga. Terjemahan Penerbit Gospel Press : Batam. 

Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 1 & 2, Tejemahan, Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Evans, Tony., 2001. Cara Hidup Yang Luar Biasa. Jili 1 & 2, terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam.

Geisler, Norman L., 2000. Etika Kristen: Pilihan dan Isu. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Jakarta. 

Gutrie, Donald., ed, 1981. Tafsiran Alkitab Masa Kini, Jilid 1, 2, & 3. Terjemahan, Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Gutrie, Donald., 1991. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, 2, & 3, Terjemahan, BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Johnson, Greg & Susuie Shellenberger., 2002. Love, Sex and Dating. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.

King, Clayton & Charie King., 2012. 12 Pertanyaan yang Harus Diajukan Sebelum Menikah. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta. 

Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung

Mack, Wayne., 1985. Bagaimana Mengembangkan Kesatuan Yang kukuh Dalam Hubungan Perkawinan. Terjemahan, Penerbit Yakin : Surabaya.

McDowell, Josh., 1997. Right From Wrong. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.

Pfeiffer, Charles F & Eferett F. Herrison., ed, 2004. Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Baru. Volume 1, 2, & 3, diterjemahkan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Piper, John & Justin Taylor, ed., 2011. Seks dan Supremasi Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. 

Powers, B. Ward., 2011. Perceraian dan Perkawinan Kembali : Pendekatan Hukum dan Anugerah Allah dalam Alkitab. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Prince, Derek., 2003. Pernikahan Ikatan Yang Kudus. Penerbit Derek Prince Ministries Indonesia : Jakarta. 

Prince, Derek., 2004. Suami dan Ayah. Penerbit Derek Prince Ministries Indonesia : Jakarta.

Prokopchak, Stave and Mary., 2011. Called Together. Penerbit ANDI : Yogyakarta. 

Rosberg, Gery & Barbara., 2010. Pernikahan Anti Cerai. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta. 

Rosen, Margary., ed, 2004. 7 Secrets of a Happy Marriage. Terjemahan Penerbit Karisma Publising Group : Batam. 

Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. 

Stinnett, Nick & Nancy Stinnett., 2004. Fantastic Families. Terjemahan Penerbit Interaksara : Batam. 

Stoop, Davit & Jan Stoop., 2008. A To Z Pranikah. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.

Stott, John., 2005. Isu-Isu Global: Penilaian Atas Masalah Sosial dan Moral Kontemporer Menurut Perspektif Kristen. Edisi revisi, terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Suyadi, Markus., 2010. Pernak-Pernik Pernikahan. Penerbit ANDI : Yogyakarta.

Tong. Stephen., 1991. Keluarga Bahagia. Cetakan kesebelas (2010), Penerbit Momentum: Jakarta. 

Trisna, Jonathan A., 2013. Two Become One. Penerbit ANDI : Yogyakarta. 

Wijaya, Andik., 2014. Equipping Leaders to Figth for Sexual Holiness. Diterbikan oleh Kenza Publising House : Surabaya.

Warren, Rick., 2013. The Purpose Driven Life : What On Earth Am I Here For ?. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta. 

Young, Ed., 2003. The 10 Commandments of Marriage. Penerbit Lembaga Literatur Baptis : Bandung. 

Zuck, Roy B, editor., 2010. A Biblical of Theology The Old Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

_____________, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang. UPACARA PERNIKAHAN KRISTEN: PINTU MASUK SEBUAH RUMAH TANGGA . AMIN_
Next Post Previous Post