MATIUS 19:1-12 (YESUS MENYEMBUHKAN ORANG-ORANG SAKIT)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Matius 19: 1:
‘Daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan’.
Daerah ini disebut Perea, dan daerah ini dikuasai oleh Herodes Antipas (pembunuh Yohanes Pembaptis).
gadget, keuangan, teknologi |
Dalam ayat ini terlihat bahwa Yesus bergerak menuju Yerusalem untuk menggenapi nubuatNya dalam Matius 16:21.
Matius 19: 2:
1) Yesus menyembuhkan orang-orang sakit.
Ini jelas merupakan tindakan kasih. Tetapi apa yang Yesus dapatkan? Dalam Matius 19:3, Ia justru diserang / dicobai oleh tokoh-tokoh agama.
Penerapan:
Karena itu kalau saudara berbuat baik / mentaati Allah, janganlah terlalu berharap bahwa saudara selalu akan disenangi oleh orang-orang kristen / tokoh-tokoh gereja. Memang bisa saja perbuatan baik kita menyebabkan orang-orang lalu membalas kita dengan perbuatan baik juga (bdk. 1Petrus 3:13). Tetapi sering juga terjadi sebaliknya! (bdk. 1Petrus 2:20 3:14,17 4:14-16). Kalau hal ini terjadi, janganlah saudara bingung / kecewa dan janganlah merasa atau menganggap bahwa saudara salah jalan, dsb. Yesuspun mengalami hal yang sama! Bukankah seorang hamba tidak lebih tinggi dari tuannya, dan bukankah seorang murid tidak lebih tinggi dari gurunya (Matius 10:24)? Kalau tuan / gurunya mengalami hal itu, tidaklah aneh kalau hamba / muridnya juga mengalami hal yang sama!
2) Yang diceritakan oleh Matius hanyalah penyembuhan orang sakit yang dilakukan oleh Yesus. Supaya saudara tidak menganggap bahwa penyembuhan orang sakit adalah pelayanan Yesus yang terutama, bacalah cerita paralelnya dalam Markus 10:1 dimana dikatakan bahwa Ia mengajarkan Firman Tuhan. Kalau saudara melihat Markus 1:38, terlihat jelas bahwa pemberitaan Injil / Firman Tuhanlah yang merupakan pelayanan utama dari Tuhan Yesus!
Matius 19: 3:
1) Pada saat Yesus ada di Galilea, di sana Ia diserang oleh setan dengan menggunakan orang Farisi / ahli Taurat. Sekarang Ia pindah ke Perea, setanpun punya anak buah di sana untuk menyerang Dia.
Ini mengajar kita apa? Adalah sia-sia kalau kita mau lari dari kesukaran dengan pindah rumah, pindah kota, pindah sekolah, pindah pekerjaan dsb. Di tempat yang barupun setan pasti akan menyerang kita. Jadi, janganlah lari! Mendekatlah kepada Tuhan, dan hadapilah setan dengan kekuatan dari Tuhan! Saudara hanya boleh lari dari serangan setan, kalau serangan itu adalah seperti yang dialami oleh Yusuf dalam Kejadian 39:7-13. Bahkan dalam hal ini saudara harus lari, dan bukannya menghadapi pencobaan itu!
2) Matius 19: 3 ini menunjukkan bahwa orang Farisi mencobai Yesus dengan berusaha menarik Yesus masuk ke dalam kontroversi / perdebatan antara Rabi Shammai versus Rabi Hillel. Mereka adalah 2 rabi Yahudi yang bertentangan pendapat tentang syarat perceraian yang mereka tafsirkan dari Ulangan 24:1-4 (bacalah bagian ini!).
a) Rabi Shammai berpendapat bahwa kata-kata ‘yang tidak senonoh’ dalam Ulangan 24:1 menunjuk pada perzinahan. Jadi ia berkata bahwa hanya kalau terjadi perzinahan maka perceraian diijinkan.
b) Rabi Hillel menyoroti kata-kata ‘ia tidak menyukai lagi perempuan itu’ dalam Ul 24:1 dan lalu menafsirkan bahwa segala tindakan istri yang tidak menyenangkan suami boleh dijadikan alasan untuk menceraikan istri (termasuk tindakan yang remeh seperti menggosongkan makanan waktu masak, bicara terlalu keras sehingga terdengar oleh tetangga dsb).
Jelas bahwa pandangan Hillel lebih banyak diterima, khususnya oleh orang laki-laki, dari pada pandangan Shammai!
Sekarang perhatikan pertanyaan orang Farisi dalam Matius 19:3 dimana mereka bertanya: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?”. Jelas mereka menanyakan apakah Yesus setuju dengan pandangan Hillel yang mengijinkan orang menceraikan istri dengan alasan apa saja.
Pencobaan orang Farisi ini meletakkan Yesus dalam posisi yang sulit:
· kalau Ia pro Hillel, Ia akan dianggap pro perceraian.
· kalau Ia pro Shammai, Ia menentang pandangan mayoritas.
Matius 19: 4-6:
1) Jawaban Yesus terhadap pertanyaan / pencobaan itu:
Mula-mula Yesus mengutip 2 buah ayat dari Kitab Suci / Perjanjian Lama:
· Matius 19: 4 dikutip dari Kejadian 1:27 (atau Kejadian 5:2). Ini untuk mengingatkan mereka tentang penciptaan manusia pertama kalinya. Allah hanya menciptakan 1 laki-laki dan 1 perempuan, sehingga Allah jelas tidak menghendaki polygamy maupun orang yang berganti-ganti pasangan.
· Matius 19: 5 dikutip dari Kejadian 2:24.
Ayat ini sering diartikan bahwa kalau orang laki-laki kawin, ia harus keluar dari rumah orang tuanya, tetapi kalau orang perempuan kawin, ia dan suaminya boleh tetap tinggal bersama orang tuanya. Ini adalah penafsiran yang salah!
Arti ayat ini: seseorang yang menikah (baik ia laki-laki maupun perempuan), harus lebih mengutamakan hubungannya dengan pasangannya dari pada hubungannya dengan orang tuanya.
Dalam Matius 19:5 itu dikatakan ‘bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging’. Kata ‘bersatu’ terjemahan hurufiahnya adalah ‘shall be glued to’ (= dilem kepada).
Jelas bahwa ayat inipun menentang polygamy maupun perceraian.
Setelah mengutip 2 ayat Perjanjian Lama itu, maka Yesus lalu memberikan kesimpulannya dalam ay 6.
2) Adalah sesuatu yang menarik bahwa dalam menjawab pertanyaan orang Farisi yang berkenaan dengan Ul 24:1-4, Yesus sama sekali tidak membahas Ul 24 itu, tetapi Ia menggunakan ayat-ayat lain yang lebih jelas / gamblang.
Kalau saudara berdebat dengan seseorang, dan orang itu menggunakan ayat yang sukar sebagai dasar pandangannya, maka janganlah saudara hanya menyoroti ayat sukar yang dia pakai. Cobalah untuk memikir / mengingat ayat-ayat Kitab Suci yang lain, yang lebih jelas / gamblang, yang mendukung pandangan saudara dan menghancurkan pandangan orang itu.
Contoh: orang Saksi Yehovah sering menggunakan Matius 5:5 dan Wahyu 7:4 untuk mengatakan bahwa nanti cuma 144.000 orang yang masuk surga dan selebihnya tinggal di bumi ini yang telah disempurnakan, dalam arti tidak ada lagi dosa dan penderitaan. Ayat yang jelas / gamblang yang menentang pandangan itu adalah 2Petrus 3:10-13 yang menyatakan bahwa pada saat Yesus datang kembali, bumi ini akan dihancurkan, dan kita akan mendapat tempat yang baru!
Matius 19: 7-8:
1) Matius 19: 7 jelas lagi-lagi menunjuk pada Ulangan 24:1-4.
Jadi, mereka ingin kembali pada Ul 24 itu. Maksud mereka, kalau perceraian dilarang, lalu bagaimana menafsirkan Ul 24 itu?
2) Dalam Matius 19: 7 itu mereka menggunakan istilah ‘memerintahkan’. Sekalipun memang mereka berkata bahwa ‘Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai’, tetapi orang bisa menerima secara salah, seolah-olah Musa memerintahkan perceraian. Karena itu, pada waktu Yesus menjawab dalam Matius 19: 8, Ia tidak mau menggunakan istilah ‘memerintahkan’, tetapi Ia menggunakan istilah ‘mengijinkan’. Itupun tidak berarti bahwa Musa menghalalkan perceraian itu atau menganggapnya tidak dosa. Karena itu Yesus berkata ‘karena ketegaran hatimu maka Musa mengijinkan hal itu’. Jadi, supaya tidak terjadi hal yang lebih buruk seperti istri dipukuli, tidak diberi makan dsb, maka Musa akhirnya mengijinkan perceraian.
3) Sebetulnya, dalam arti yang ketat, Ulangan 24:1-4 sama sekali tidak memberi ijin cerai / memberi syarat perceraian. Hati-hati kalau saudara menggunakan terjemahan KJV yang salah terjemahan! Terjemahan itu menjadikan Musa betul-betul mengijinkan cerai dan bahkan mengijinkan kawin lagi! Tetapi terjemahan Kitab Suci Indonesia dan juga Kitab Suci bahasa Inggris yang lain, tidak seperti itu. Bacalah sekali lagi Ul 24:1-4 itu, maka saudara akan melihat bahwa tujuan ayat-ayat itu hanyalah memperingatkan seseorang, bahwa kalau ia menceraikan istrinya dan istrinya lalu kawin lagi dengan orang lain, maka sesudah orang lain itu menceraikan perempuan itu, atau bahkan setelah orang lain itu mati sekalipun, laki-laki pertama tidak boleh mengambil kembali istrinya. Secara implicit, bagian ini justru memperingatkan orang untuk tidak gampang-gampang bercerai, karena kalau suatu hari ia menyesal dan ingin rujuk, ia tidak bisa rujuk (kalau istri yang dicerai itu belum kawin lagi, maka rujuk diijinkan, tetapi kalau sudah kawin lagi, rujuk tidak lagi dimungkinkan).
Lalu, kalau Ul 24:1-4 memang tidak mengijinkan perceraian, mengapa dalam Matius 19: 8 Yesus mengatakan bahwa Musa mengijinkan perceraian? Ada 2 kemungkinan jawaban:
a) Karena Musa tidak melarang perceraian secara tegas, maka itu dianggap mengijinkan.
b) Waktu Yesus berkata ‘Musa mengijinkan’, Ia tidak memaksudkan Ul 24, tetapi dalam praktek / kenyataannya, dimana Musa memang mengijinkan perceraian.
4) Yesus berani secara terang-terangan mengecam perceraian, padahal Ia berada di Perea yang termasuk wilayah kekuasaan Herodes Antipas. Ia tahu bahwa Yohanes Pembaptis dibunuh gara-gara menegur Herodes tentang kawin-cerai. Tetapi Yesus tidak takut untuk menyatakan kebenaran! Bagaimana dengan saudara?
5) Yesus secara terang-terangan menentang Hillel, padahal pandangan Hillel adalah pandangan mayoritas orang Yahudi pada saat itu! Yesus tidak berusaha untuk jadi ‘netral’! Yesus juga tidak takut menentang pandangan mayoritas! Ia bukan ‘bunglon’! Bagaimana dengan saudara? Khususnya kalau saudara adalah hamba Tuhan, tirulah Yesus, dan jangan menjadi ‘bunglon’!
Matius 19: 9:
1) Dari Markus 10:10-12 terlihat bahwa Matius 19: 9 itu diucapkan hanya kepada murid-murid (ketika mereka sudah tiba di rumah).
2) Matius 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah”.
Ayat ini berarti bahwa kalau terjadi perzinahan (ini satu-satunya alasan!), maka diijinkan untuk bercerai bahkan untuk kawin lagi. Banyak orang hanya menyoroti Matius 19: 6 lalu berkata bahwa bagi orang kristen perceraian dilarang secara mutlak dalam keadaan apapun. Ini salah, karena Matius 19: 9 secara jelas berkata bahwa kalau terjadi perzinahan, maka perceraian diijinkan!
Ada juga yang sekalipun melihat Matius 19: 9 ini tetapi tetap menafsirkan bahwa orang kristen secara mutlak tidak boleh berzinah, bahkan kalau terjadi perzinahan sekalipun. Alasan mereka kontex dari Matius 19 ini (mulai Matius 19: 3-9) jelas menentang perceraian. Terhadap ajaran / penafsiran seperti ini saya jawab sebagai berikut:
a) Kalau memang orang tidak boleh bercerai sekalipun terjadi perzinahan, lalu mengapa dalam Matius 19: 9 itu ada kata-kata ‘kecuali karena zinah’? Bukankah sebaiknya dibuang saja supaya tidak membingungkan?
b) Penafsiran yang mengijinkan cerai pada saat terjadi perzinahan tidak bertentangan / dengan kontex. Coba perhatikan: dalam Matius 19: 3 orang-orang itu bertanya: Bolehkah menceraikan istri dengan alasan apa saja? Dalam Matius 19: 4-6 Yesus memberikan peraturan umum, yaitu orang tidak boleh bercerai. Lalu dalam Matius 19: 7 mereka bertanya: Mengapa Musa menyuruh memberi surat cerai? Dan dalam Matius 19: 8 Yesus menjawab: karena ketegaran hatimu. Lalu dalam Matius 19: 9 Ia menekankan lagi bahwa orang tidak boleh bercerai, tetapi sekarang ini ia memberikan perkecualian, yaitu kalau terjadi zinah. Ini untuk menjawab pertanyaan mereka dalam Matius 19: 3. Dengan demikian kesimpulan seluruhnya adalah sebagai berikut: Terhadap pertanyaan: apakah boleh seseorang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja? Yesus menjawab: Tidak, orang hanya boleh cerai kalau terjadi perzinahan!
c) Apa yang diajarkan Yesus dalam Matius 19:9 itu sebetulnya sudah ada dalam Matius 5:32. Supaya saudara melihat kontex ayat itu, saya menuliskan di sini Mat 5:31-32 yang berbunyi sebagai berikut: “Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan istrinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
Dalam Matius 19 itu orang masih bisa berkelit dengan mengandalkan kontex, tetapi bagaimana dengan Matius 5:31-32?
d) Yeremia 3:8 berbunyi: “Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal”.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mempraktekkan prinsip yang Yesus ajarkan dalam Matius 5:32 dan Matius 19:9 itu. Pada waktu Israel bersundal / berzinah / tidak setia kepada Allah, maka Allah menceraikan Israel dan memberikan surat cerai kepadanya! Memang perzinahan yang dilakukan oleh Israel, adalah perzinahan rohani, dimana mereka tidak setia kepada Allah dan lalu menyembah berhala / allah lain, tetapi prinsipnya sama yaitu: jikalau terjadi perzinahan maka perceraian diijinkan!
e) Macam-macam komentar dari para penafsir:
Catatan: ayat dalam Markus adalah Markus 10:11-12; sedangkan ayat dalam Lukas adalah Lukas 16:18.
· Mark 10:11-12 - “Lalu kataNya kepada mereka: ‘Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.’”.
· Lukas 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
BACA JUGA: DOSA DAN HUKUMAN DOSA
Tentang Matius 19:9 Pulpit Commentary mengatakan bahwa karena yang digunakan adalah kata Yunani PORNEIA, maka ada penafsir yang beranggapan bahwa ini hanya berkenaan dengan percabulan yang dilakukan oleh seseorang sebelum menikah. Tetapi ia menolak pandangan ini dan berkata:
Kata PORNEIA dan MOICHEIA kelihatannya digunakan secara interchangeable dalam Wahyu 2:20-22, karena Wah 2:20,21 menggunakan PORNEIA, sedangkan Wahyu 2:22 menggunakan MOICHEIA, padahal semua membicarakan satu hal yang sama.
Wahyu 2:20-22 - “(20) Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala. (21) Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya. (22) Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu”.
Apakah itu berarti tidak ada pengampunan? Diampuni, tetapi tidak diterima kembali sebagai pasangan hidupnya!
Perzinahan itu haruslah perzinahan fisik. Bukan seperti dalam Matius 5:28. Mengapa?
karena kalau cerai diijinkan pada saat terjadi perzinahan pikiran, semua perempuan boleh menceraikan suaminya. Mana ada orang laki-laki yang tidak pernah melanggar Mat 5:28?
Matius 19:9 dan Matius 5:31-32 mengatakan ‘perzinahan’ bukan ‘perzinahan dalam hati’ seperti yang dikatakan Matius 5:28.
perzinahan dalam hati tidak bisa dibuktikan.
Ajaran Yesus ini bertentangan dengan hukum Yahudi pada saat itu yang berbunyi: Perceraian diharuskan kalau:
a) Ada perzinahan.
b) Tidak bisa punya anak.
Bahwa Yesus berani mengajar bertentangan dengan hukum Yahudi, lagi-lagi menunjukkan bahwa Yesus tidak takut pada tradisi.
Matius 19: 10:
1) Pernyataan murid-murid ini menunjukkan bahwa bagi mereka, ajaran Yesus itu begitu berat sehingga lebih baik tidak kawin dari pada harus terikat oleh ajaran yang begitu berat. Jelas bahwa murid-murid itupun tadinya pro Hillel.
2) Kata-kata ‘lebih baik jangan kawin’ adalah sesuatu yang tidak Alkitabiah. Ini bertentangan dengan Kejadian 2:18.
Matius 19:11:
1) ‘Akan tetapi’ (Matius 19: 11). Kata ‘tetapi’ selalu mengkontraskan bagian yang di depannya dengan bagian yang di belakangnya. Jadi, dari kata ‘tetapi’ ini sudah jelas bahwa Yesus tidak setuju dengan kata-kata murid-murid dalam Matius 19: 10.
2) ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu’.
Kata ‘mengerti’ itu salah terjemahan (idem Matius 19: 12b).
NIV/NASB: accept (= menerima).
KJV/RSV: receive (= menerima).
Jadi terjemahan seharusnya adalah ‘menerima’.
Arti: tidak semua orang bisa tidak kawin.
3) ‘Hanya mereka yang dikaruniai saja’.
Arti: hanya mereka yang diberi karunia untuk tidak kawin bisa / boleh hidup membujang (celibat). Bandingkan dengan 1Korintus 7:7.
Matius 19:12:
1) ‘Orang yang tidak dapat kawin’.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘eunuchs’ (= sida-sida).
2) Ada 3 golongan orang seperti ini:
a) Orang yang memang tidak bisa kawin dari lahir.
Ini adalah orang-orang yang lahir dalam keadaan tidak normal pada alat kelamin mereka sehingga mereka memang tidak bisa kawin.
b) Orang yang dijadikan demikian oleh orang lain.
Ini menunjuk pada orang-orang semacam sida-sida / penjaga harem raja yang dikebiri oleh raja (bdk. 2Raja-raja 20:18 Ester 2:14-15).
c) Orang yang membuat dirinya sendiri demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga.
NASB: ‘who made themselves eunuchs for the sake of the kingdom of heaven’ (= yang membuat diri mereka sendiri sida-sida demi kerajaan sorga).
Origen, seorang bapa gereja, menghurufiahkan ayat ini lalu mengebiri dirinya sendiri dengan menggunakan tangannya sendiri. Tapi tindakan ini dikecam oleh gereja dan akhirnya Origen sadar bahwa tindakannya itu salah.
Jadi, bagian ini menunjuk pada orang yang secara sengaja tidak mau kawin (sekalipun ia bisa kawin) demi Tuhan / gereja. Tapi ayat ini sama sekali tidak berarti bahwa orang itu betul-betul membuat dirinya tidak bisa kawin dengan jalan mengebiri dirinya sendiri!
Bandingkan ayat ini dengan 1Korintus 7:32-35!
Tapi, bagaimanapun juga gol ke 3 ini tetap harus memperhatikan Matius 19:11! Jadi, tidak semua orang boleh tidak kawin demi Tuhan / gereja. Mereka hanya boleh tidak kawin demi Tuhan / gereja, kalau mereka punya karunia untuk tidak kawin!
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-