YAKOBUS 1:9-11 (HATI-HATI DENGAN KEKAYAAN)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Ada 2 golongan orang yang dibahas oleh Yakobus dalam bagian ini:
Istilah ini menunjuk kepada orang-orang yang miskin, menderita dan ditindas, yaitu orang-orang Yahudi yang tercerai-berai di luar negeri mereka.
Yakobus menyebut mereka dengan istilah ‘saudara’ (Yakobus 1: 9), yang menunjukkan bahwa mereka ini adalah orang kristen. Jadi jelas terlihat bahwa pada abad pertama ada banyak orang kristen yang menderita, ditindas dan miskin! Ini bertentangan dengan ajaran Theologia Kemakmuran yang mengatakan bahwa orang kristen harus kaya!
Yakobus 1: 9 ini tidak berlaku untuk seadanya orang yang miskin, menderita dan ditindas, tetapi hanya berlaku untuk orang miskin, menderita dan ditindas, yang adalah orang kristen!
Di sini Yakobus memberikan nasihat kepada orang-orang itu tentang apa yang harus mereka lakukan dalam keadaan mereka:
1) Bermegah (Yakobus 1: 9).
a) Ini jelas menunjukkan bahwa dalam keadaan miskin, menderita, dan ditindas itu, mereka tidak boleh bersungut-sungut, menganggap Allah tidak kasih, tidak memperhatikan mereka, tidak adil, tidak bijaksana dsb.
b) Ini juga menunjukkan bahwa mereka tidak boleh merasa malu dengan keadaan mereka (bdk. 1Petrus 4:16).
Memang jaman sekarang ini ada banyak ajaran yang mengatakan bahwa orang kristen yang sakit / miskin itu memalukan Tuhan, tetapi ini jelas merupakan ajaran yang tidak alkitabiah! Tuhan tidak malu kalau kita sebagai anakNya mengalami kemiskinan, penyakit dsb. Sebaliknya Tuhan malah bangga mempunyai anak, yang dalam keadaan miskin dan sakit, bisa tetap mengasihi Dia dan setia kepadaNya. Yang membuatNya malu adalah kalau kita berbuat dosa (bdk. Mat 5:16 yang menunjukkan bahwa kalau kita hidup baik, kita memuliakan Tuhan. Secara implicit ini menunjukkan bahwa kalau kita hidup berdosa, itu memalukan Tuhan).
c) Ini juga menunjukkan bahwa mereka tidak boleh merasa minder / rendah diri.
Di Indonesia, orang tua terbiasa mengkritik anak, tetapi kurang atau bahkan tidak pernah memuji, dan ini menyebabkan anak-anak itu tumbuh menjadi orang yang rendah diri / minder. Kalau saudara adalah orang yang minder, maka ingatlah bahwa:
· Saudara adalah manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Selain Allah dan malaikat, saudara adalah makhluk yang tertinggi, jauh lebih mulia dari binatang yang bagaimanapun indahnya.
· Saudara dikasihi oleh Allah dan berharga dimata Allah. Buktinya adalah bahwa Ia rela turun ke dunia menjadi manusia dan mati untuk menebus dosa saudara dan menyelamatkan saudara! Sedangkan malaikat, pada waktu jatuh ke dalam dosa, tidak ditebus (bdk. Ibrani 2:16)!
· Saudara adalah anak Allah! Bagaimanapun hebatnya, pandainya, gagahnya / cantiknya, kayanya orang kafir, saudara masih jauh di atas mereka, karena saudara adalah anak Allah!
· Saudara adalah unik, dan Allah mempunyai rencana supaya saudara melayani di tempat dan dalam hal yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Ingat bahwa setiap orang kristen adalah anggota-anggota tubuh Kristus, dan setiap anggota mempunyai fungsi yang unik (bdk. 1Korintus 12:7-30).
d) Ini juga menunjukkan bahwa mereka harus bangga dan bersukacita dalam keadaan seperti itu.
Tetapi sekali lagi perlu diingat bahwa hanya orang miskin, menderita dan ditindas, yang adalah orang kristen, yang disuruh untuk bangga dan bersukacita! Orang miskin, menderita dan ditindas, yang bukan orang kristen, tidak mempunyai sesuatu apapun untuk dibanggakan atau sesuatu apapun atas mana mereka harus bersukacita! Mengapa? Karena tanpa Kristus mereka tidak akan selamat, dan mereka ada di bawah murka Allah, dan bahkan akan menghadapi hukuman kekal di neraka. Kondisi ini menyebabkan mereka harus menangis, bukannya bangga atau bersukacita! Karena itu, kalau saudara belum percaya kepada Yesus, percayalah secepatnya kepadaNya, supaya saudara diselamatkan dan saudarapun bisa bangga dan bersukacita dalam segala keadaan.
2) Mereka harus melihat keadaan mereka secara rohani.
Yakobus 1: 9 mengatakan: ‘Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi’!
Kalimat ini bukanlah suatu kontradiksi, karena ‘keadaan yang rendah’ menunjuk pada keadaan mereka secara jasmani / lahiriah / duniawi, sedangkan ‘kedudukannya yang tinggi’ menunjuk pada keadaan mereka secara rohani. Secara jasmani / duniawi / lahiriah, mereka memang rendah, karena mereka miskin, menderita dan ditindas. Tetapi secara rohani, mereka mempunyai kedudukan yang tinggi karena sebagai orang yang percaya kepada Yesus, mereka adalah anak-anak Allah (bdk. Yohanes 1:12).
Mengapa kita seringkali tidak bisa bermegah dan bersukacita dalam penderitaan / kemiskinan? Karena mata kita diarahkan pada segala sesuatu yang bersifat jasmani / lahiriah! Kita melihat rumah kita yang kecil, yang bahkan adalah rumah kontrakan, kita melihat pada wajah / bentuk badan kita yang jelek, kita melihat pada otak kita yang tidak terlalu cerdas, kita melihat pada kesehatan kita yang tidak terlalu baik, kita melihat pada dompet kita yang kosong, dsb. Akibatnya kita menjadi sedih, kecewa, malu dsb. Tetapi kalau saja mata kita bisa memandang keadaan kita secara rohani, yaitu bahwa kita adalah anak Allah, pencipta dan penguasa seluruh alam semesta ini, maka kita akan bisa bermegah dan bersukacita di tengah-tengah penderitaan / kemiskinan tersebut! (bdk. 2Korintus 4:16-18).
II) Orang kaya (Yakobus 1: 10-11).
Ada beberapa hal yang bisa dipelajari tentang orang kaya di sini:
1) Mereka adalah orang non kristen.
Alasannya:
a) Berbeda dengan Yakobus 1: 9 dimana Yakobus menyebut orang miskin itu dengan sebutan ‘saudara’, maka dalam Yakobus 1: 10 tidak ada sebutan ‘saudara’ untuk orang kaya itu.
Penerapan:
Sering ada orang kristen atau bahkan hamba Tuhan yang menggunakan istilah ‘saudara-saudara kita yang beragama lain’. Kalau kita menggunakan istilah ‘saudara’ terhadap orang yang bukan Kristen, ini hanya bisa dibenarkan kalau kontex pembicaraannya tidak bersifat rohani. Dalam hal ini orang-orang non kristen itu kita sebut ‘saudara’ karena mereka sebangsa dengan kita. Tetapi kalau kontex pembicaraannya bersifat rohani, maka sebutan seperti itu jelas salah! Yakobus hanya menggunakan istilah ‘saudara’ untuk sesama orang Kristen!
b) Yakobus 1: 10-11 mengatakan bahwa orang kaya itu:
· mempunyai kedudukan yang rendah (secara rohani), dan ini menunjukkan mereka bukan anak Allah / orang kristen.
· akan lenyap.
Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa mereka bukan anak Allah / orang Kristen.
c) Dalam suratnya, setiap kali Yakobus berbicara tentang orang kaya, ia memaksudkan orang kaya yang kafir (Yakobus 2:6b-7 5:1-6).
Baca Juga: Tipu Daya Kekayaan (Matius 13:7,22)
Ini menimbulkan kesimpulan bahwa saat itu hampir semua orang kristen miskin! Yang kaya hanyalah orang kafir! Ini merupakan sesuatu yang harus dipikirkan oleh orang-orang / gereja-gereja yang menganut / mengajarkan Theologia Kemakmuran!
2) Nasib orang kaya yang non kristen ini: mereka akan lenyap seperti rumput / bunga rumput (Yakobus 1: 10-11).
Latar belakang perumpamaan ini: di Palestina, kalau hujan, maka rumput tumbuh dengan cepat dan bahkan mengeluarkan bunga rumput. Tetapi ini tidak bertahan lama, karena kalau siang, matahari begitu terik, dan angin tenggara dari padang pasir begitu panas sehingga membunuh mereka dalam 1 hari! Inilah gambaran nasib orang kaya yang tidak kristen! Sekarang mereka jaya dan kelihatan hebat, tetapi itu tidak akan berlangsung lama! Mereka akan lenyap! Kalau saudara masih saja iri hati dengan orang kafir yang kaya, bacalah Mazmur 73!
Kalau Kitab Suci berkata bahwa orang yang tidak percaya kepada Kristus akan binasa, lenyap dsb, itu tentu tidak berarti bahwa mereka akan musnah tanpa mengalami hukuman Tuhan (seperti ajaran Saksi Yehovah!). Kita tidak boleh menafsirkan seperti itu, karena Kitab Suci dengan jelas menunjukkan adanya hukuman kekal di neraka bagi orang yang tidak percaya (bdk. Wahyu 21:8). Karena itu, kalau saudara belum percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara, cepatlah percaya dan bertobat!
Kalau memang mereka akan lenyap / dihukum, lalu mengapa Yakobus 1: 9-10 menunjukkan bahwa Yakobus menyuruh orang kaya itu bermegah atas kedudukannya yang rendah? Ini tentu tidak boleh diartikan secara hurufiah, karena bagian ini merupakan irony (= sindiran / ejekan)!
Mengingat semua ini, sikap apa yang harus ada pada kita terhadap kekayaan?
1) Hati-hatilah dengan kekayaan.
Allah / Kitab Suci memang tidak anti kekayaan, tetapi Allah / Kitab Suci memberikan peringatan yang keras tentang bahaya kekayaan (Matius 6:24 Matius 19:23-24 Lukas 12:20-21 1Timotius 6:10 dsb). Mengapa? Karena:
a) Kekayaan memberikan lebih banyak kesempatan / kemungkinan untuk berbuat dosa. Misalnya dalam hal berzinah, punya istri kedua dsb, piknik pada hari Minggu sehingga tidak pergi ke gereja, dsb.
b) Kekayaan menyebabkan hati kita tidak tertuju kepada Tuhan.
Dalam Matius 6:21 Tuhan Yesus berkata: “dimana hartamu berada disitu juga hatimu berada”! Kalau saudara menimbun harta di surga, maka hati saudara akan tertuju kepada Tuhan. Sebaliknya, kalau saudara menimbun harta di dunia, maka hati saudara akan tertuju pada harta duniawi tersebut! Makin banyak harta duniawi saudara, makin besar kemungkinannya hati saudara dikuasainya!
2) Jangan mempercayakan diri pada kekayaan.
Bagaimanapun bergunanya kekayaan, itu tidak berguna untuk kekekalan, karena kalau saudara mati, saudara tidak bisa membawa satu senpun! Bandingkan dengan perumpamaan orang kaya yang bodoh (Lukas 12:16-21). Bandingkan juga dengan Amsal 11:4 yang berbunyi: “Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”.
3) Pikirkanlah kesementaraan / kefanaan dari kekayaan (Yakobus 1: 10-11 bdk. Yohanes 6:26-27).
Kalau saudara kaya, maka memang kekayaan itu bisa memberikan banyak kesenangan (lahiriah / semu) dan kemudahan-kemudahan tertentu kepada saudara. Tetapi itu hanya bisa terjadi selama saudara hidup, dan itu tidaklah terlalu lama (bdk. Yakobus 4:14b Maz 39:5-6). Setelah itu saudara masuk dalam kekekalan (hidup kekal atau hukuman kekal). Bukankah kekekalan ini yang seharusnya lebih kita pikirkan? Karena itu, dari pada terus berjuang untuk menjadi kaya, bingung mencari jodoh / menantu yang kaya dsb, lebih baik saudara berjuang untuk mendekat kepada Tuhan, dan memperdalam / memperkaya kerohanian saudara!
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America