4 EKSPOSISI 1 PETRUS 3:18-22

Pdt. Budi Asali, M.Div.
4 EKSPOSISI 1 PETRUS 3:18-22. 1 Petrus 3: 18a: “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah;”.
EKSPOSISI 1 PETRUS 3:18-22
otomotif, gadget, bisnis
1 Petrus 3:18-22(1)

1) Bagian ini berhubungan langsung dengan 1 Petrus 3: 17, dan menunjukkan 2 hal:

a) Ini memberikan penghiburan dalam penderitaan, dan motivasi untuk mau menderita demi kebaikan, karena kalau kita menderita karena berbuat baik, maka kita menderita menurut teladan Kristus, dan karena itu kita diberkati.

Barclay: “Although this passage is one of the most difficult in the New Testament, it begins with something which anyone can understand. The point that Peter is making is that, even if the Christian is compelled to suffer unjustly for his faith, he is only walking the way that his Lord and Saviour has already walked. The suffering Christian must always remember that he has a suffering Lord” (= Sekalipun text ini adalah salah satu text yang paling sukar dalam Perjanjian Baru, text ini dimulai dengan sesuatu yang bisa dimengerti oleh siapapun. Maksud Petrus adalah bahwa jika orang kristen terpaksa menderita secara tidak adil untuk imannya, ia hanya berjalan dalam jalan yang telah dijalani oleh Tuhan dan Juruselamatnya. Orang kristen yang menderita harus selalu mengingat bahwa ia mempunyai Tuhan yang menderita) - hal 233.

Pulpit Commentary: “A great saint has said, ‘They feel not their own wounds who contemplate the wounds of Christ” (= Seorang kudus yang agung berkata: ‘Mereka yang merenungkan luka-luka Kristus tidak merasakan luka-luka mereka sendiri) - hal 144.

Bdk. Ibrani 12:1-4 - “(1) Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. (2) Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. (3) Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. (4) Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah”.

b) Ini menunjukkan bahwa kalau kita menderita karena berbuat jahat, itu bertentangan dengan kepercayaan kita. Kristus menderita dan mati untuk membawa kita kepada Allah, dan ini tentu tidak menunjukkan bahwa kita boleh hidup jahat, tetapi sebaliknya menunjukkan bahwa kita harus hidup dan mati untuk Dia.

Bdk. 2Korintus 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

2) “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita”.

a) ‘mati’.

RSV/NIV/NASB: ‘died’ (= mati).

KJV: ‘suffered’ (= menderita).

KJV berbeda karena menggunakan manuscript yang berbeda.

A. T. Robertson menganggap bahwa manuscript yang mengatakan ‘mati’ adalah manuscript yang terbaik.

Pulpit Commentary: “Two of the oldest manuscripts read ‘died;’ but ‘suffered’ corresponds best with the previous verse. The connexion is - It must be better to suffer for well-doing, because Christ himself, the All-innocent One, thus suffered, and they who so suffer are made most like unto him” (= Dua dari manuscripts yang tertua berbunyi ‘mati’; tetapi ‘menderita’ paling sesuai dengan ayat sebelumnya. Hubungannya adalah - Adalah lebih baik untuk menderita karena perbuatan baik, karena Kristus sendiri, Yang tidak bersalah, menderita seperti itu, dan mereka yang menderita demikian dibuat paling mirip dengan Dia) - hal 132.

Pulpit Commentary: “The central truth of the Bible is not that God loves us because Christ died, but that Christ died because God loves” (= Pusat dari Alkitab bukanlah bahwa Allah mengasihi kita karena Kristus telah mati, tetapi bahwa Kristus telah mati karena Allah mengasihi) - hal 161.

Bdk. Yohanes 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

b) ‘sekali’.

Kata ‘sekali’ bertentangan dengan ‘berulang-ulang’. Kristus memang cukup menderita satu kali saja.

Word Biblical Commentary: “a{pax can mean ‘once’ in contrast to ‘now’ (like pote in v 20; 2:10; 3:5; see Reicke, Spirits, 214), or ‘once’ in contrast to ‘again and again’ (as e.g., in Heb 9:26, 28; cf. ejfavpax in Rom 6:10; Heb 7:27; 9:12; 10:10). Here, by stressing the uniqueness of Christ’s suffering, it limits the analogy just introduced. Although the specific contrast in Hebrews between the sufficiency of Christ’s sacrifice ‘once for all’ and the inadequacy of the repeated animal sacrifices of the OT priestly system is lacking in 1 Peter, a{pax does connote sufficiency and completeness” [= HAPAX bisa berarti ‘sekali’ sebagai kontras dari ‘sekarang’ (seperti POTE dalam ay 20; 2:10; 3:5; lihat Reicke, Spirits, 214), atau ‘sekali’ sebagai kontras dari ‘berulang-ulang’ (seperti misalnya dalam Ibrani 9:26,28; bdk. EPHAPAX dalam Roma 6:10; Ibrani 7:27; 9:12; 10:10). Di sini, dengan menekankan keunikan penderitaan Kristus, itu membatasi analogi yang baru diajukan. Sekalipun kontras yang spesifik dalam Ibrani antara kecukupan korban Kristus ‘sekali untuk selama-lamanya’ dan ketidak-cukupan korban-korban binatang yang berulang-ulang dari sistim imamat PL tidak ada dalam 1Petrus, HAPAX memang mengandung arti kecukupan dan kelengkapan / kesempurnaan].

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

Roma 6:10 - “Sebab kematianNya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupanNya adalah kehidupan bagi Allah”.

Ibrani 7:27 - “yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban”.

Ibrani 9:12 - “dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal”.

Ibrani 9:26-28 - “(26) Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diriNya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korbanNya. (27) Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, (28) demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.

Ibrani 10:10-14 - “(10) Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. (11) Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. (12) Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, (13) dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan kakiNya. (14) Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan”

Alexander Nisbet: “though his sufferings were finite in regard of duration, yet in regard of the worth which the excellency of His person who was God did add to them, they were infinite” (= sekalipun penderitaanNya terbatas berkenaan dengan waktu / lamanya, tetapi berkenaan dengan nilai, yang keunggulan dari pribadiNya yang adalah Allah menambahkan kepadanya, adalah tak terbatas) - hal 143.

c) Kata ‘segala’ seharusnya tidak ada.

Kristus memang mati untuk segala / semua dosa kita, tetapi ayat ini tidak menunjukkan hal itu karena kata ‘segala’ seharusnya tidak ada.

Ayat-ayat yang bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa Kristus mati untuk segala dosa kita adalah:

Yehezkiel 36:25 - “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu”.

Kol 2:13c - “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita”.

1Yohanes 1:7,9 - “(7) Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. ... (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.

Titus 2:14 - “yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.

Sebetulnya hanya Titus 2:14 yang menunjukkan secara jelas / explicit bahwa Kristus mati untuk menebus segala dosa kita. Ayat-ayat yang lain hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni segala dosa kita. Tetapi Allah tidak mungkin bisa mengampuni segala dosa kita kalau Yesus Kristus tidak menebus segala dosa kita.

3) “Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar”.

Ini menunjukkan bahwa Kristus mati sebagai ‘substitute’ (= pengganti).

Matthew Henry: “In the case of our Lord’s suffering, it was the just that suffered for the unjust; he substituted himself in our room and stead, and bore our iniquities. He that knew no sin suffered instead of those that knew no righteousness” (= Dalam kasus dari penderitaan Tuhan kita, itu adalah yang benar yang menderita untuk yang tidak benar; Ia menggantikan / memasukkan diriNya sendiri di tempat kita, dan memikul kejahatan kita. Ia yang tidak mengenal dosa menderita sebagai ganti dari mereka yang tidak mengenal kebenaran).

Dwight L. Moody: “I must die or get somebody to die for me. If the Bible doesn’t teach that, it doesn’t teach anything. And that is where the atonement of Jesus Christ comes in” (= Aku harus mati atau mendapatkan seseorang untuk mati bagiku. Jika Alkitab tidak mengajarkan hal itu, Alkitab tidak mengajarkan apa-apa. Dan di sanalah penebusan Yesus Kristus masuk) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 27.

Dalam penginjilan kita harus menekankan hal ini, karena sekarang banyak orang-orang Liberal, dan mungkin juga Katolik, yang mengatakan bahwa Kristus mati hanya sebagai tindakan solider terhadap manusia yang menderita. Ini adalah ajaran sesat, karena kalau kematian Kristus hanya merupakan tindakan solider, dan Ia tidak menggantikan kita dalam memikul hukuman kita, maka kita tidak bisa bebas dari hukuman Allah untuk dosa-dosa kita.

4) “supaya Ia membawa kita kepada Allah”.

a) Ada problem textual dengan kata ‘kita’.

Ada manuscripts yang menuliskan h[maj / HEMAS (= you / kamu) - ini digunakan oleh NIV; dan ada manuscripts yang menuliskan u[maj / HUMAS (= us / kita) - ini digunakan oleh KJV/RSV/NASB/Kitab Suci Indonesia.

Pulpit Commentary: “The Vatican and other manuscripts read ‘you.’” (= Vatikan dan manuscripts yang lain berbunyi ‘kamu’) - hal 133.

b) Tujuan kematian Kristus adalah untuk membawa kita kepada Allah.

Pulpit Commentary: “St. Peter opens out of the deeper aspects of the death of Christ. The veil that hid the Holiest was then rent in twain, and believers were invited and encouraged to draw near into the immediate presence of God. The verb used here is prosagein; the corresponding substantive (prosagwgh) occurs in Eph. 2:18; 3:12; also in Rom. 5:2. In those places it is rendered ‘access’ - we have access to the Father through our Lord Jesus Christ” (= Santo Petrus membuka aspek yang lebih dalam tentang kematian Kristus. Tirai yang menutup Ruang Maha Suci pada saat itu sobek menjadi dua, dan orang-orang percaya diundang dan didorong untuk mendekat ke dalam kehadiran langsung dari Allah. Kata kerja yang digunakan di sini adalah PROSAGEIN; substantive / kata benda yang sesuai, PROSAGOGE, muncul dalam Efesus 2:18; 3:12; juga dalam Roma 5:12. Di tempat-tempat itu, itu diterjemahkan ‘jalan masuk’ - kita mendapat jalan masuk kepada Bapa melalui Tuhan kita Yesus Kristus) - hal 133.

Roma 5:2 - “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.

Efesus 2:18 - “karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa”.

Efesus 3:12 - “Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadaNya”.

Bdk. Ibrani 10:19-22 - “(19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, (21) dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. (22) Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni”.

Matthew Henry: “The blessed end or design of our Lord’s sufferings was to bring us to God, to reconcile us to God, to give us access to the Father, to render us and our services acceptable, and to bring us to eternal glory, (Eph. 2:13,18; 3:12; Heb. 10:21-22)” (= Tujuan atau rencana yang terpuji dari penderitaan Tuhan kita adalah untuk membawa kita kepada Allah, untuk memperdamaikan kita dengan Allah, untuk memberi kita jalan masuk kepada Bapa, untuk membuat kita dan pelayanan / ibadah kita bisa diterima, dan untuk membawa kita kepada kemuliaan yang kekal, Efesus 2:13,18; 3:12; Ibrani 10:21-22).

Efesus 2:13 - “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus”.

Roma 3:25 - “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya”.

1 Petrus 3: 18b-20: “(1 Petrus 3:18b) Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (1 Petrus 3:19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (1 Petrus 3:20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Tidak usah diragukan lagi, ini merupakan suatu bagian Kitab Suci yang sangat sukar, dan bahkan ini merupakan salah satu bagian yang paling sukar dalam Kitab Suci. Sukarnya text ini dinyatakan oleh beberapa penafsir di bawah ini:

William Barclay: “this passage is one of the most difficult in the New Testament, ... we are here face to face with one of the most difficult passages, not only in Peter’s letter, but in the whole New Testament” (= text ini adalah salah satu text yang paling sukar dalam Perjanjian Baru, ... di sini kita berhadapan dengan salah satu text yang paling sukar, bukan hanya dalam surat Petrus, tetapi dalam seluruh Perjanjian Baru) - hal 233,236.

Pulpit Commentary: “The literature of ver. 19 is a library” (= Literatur tentang 1 Petrus 3: 19 merupakan suatu perpustakaan) - hal 161.

A. T. Robertson: “Luther admits that he does not know what Peter means” (= Luther mengakui bahwa ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Petrus) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 117.

Yang menjadi problem dalam penafsiran text ini adalah:

1. Terjemahannya.

a. 1 Petrus 3:18 - “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh DALAM keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan MENURUT Roh,”.

KJV: ‘being put to death in the flesh, but quickened by the Spirit’ (= dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan oleh Roh).
RSV: ‘being put to death in the flesh but made alive in the spirit’ (= dibunuh dalam daging tetapi dihidupkan dalam roh).

NIV: ‘He was put to death in the body but made alive by the Spirit’ (= Ia dibunuh dalam tubuh tetapi dihidupkan oleh Roh).

NASB: ‘having been put to death in the flesh, but made alive in the spirit’ (= setelah dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh).

b. 1 Petrus 3:19 - “dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara”.

Berbeda dengan dalam 1Pet 4:6 dimana kata ‘Injil’ itu memang ada, maka di sini sebetulnya kata ‘Injil’ itu tidak ada. TB2-LAI tetap mempertahankan terjemahan ‘memberitakan Injil’ ini.

KJV/RSV/NIV: ‘preached’ (= berkhotbah).

NASB: ‘made proclamation’ (= membuat proklamasi).

Ini menyebabkan terjadi pertentangan tentang maksud kata ini. Apakah ini menunjuk kepada suatu pemberitaan Injil, yang memungkinkan pendengarnya bertobat dan diselamatkan, atau hanya menunjuk pada suatu proklamasi / pengumuman, yang tidak memungkinkan pendengarnya bertobat dan diselamatkan?

2. Siapa ‘Roh’ pada akhir 1 Petrus 3: 18 itu? Ia pasti sama dengan ‘Roh’ yang memberitakan Injil pada 1 Petrus 3: 19a, tetapi kata ‘Roh’ ini menunjuk kepada siapa? Ada bermacam-macam anggapan, yaitu:

a. ‘roh manusia Yesus’.

b. ‘Roh ilahi Yesus / Logos’.

c. ‘Roh Kudus’.

Dan pada waktu ‘Roh’ itu memberitakan Injil, apakah Pemberitaan Injil itu dilakukan melalui Nuh atau tidak?

3. Siapa ‘roh-roh yang di dalam penjara’ yang menerima pemberitaan Injil itu?

a. Tentang kata ‘roh-roh’ ini ada bermacam-macam pandangan, yaitu:

· Setan / malaikat yang jatuh.

· manusia. Kalau manusia, manusia yang mana? Lagi-lagi ada macam-macam pandangan:

* Semua orang yang tidak percaya.

* Semua orang yang belum pernah mendengar Injil.

* Semua orang yang tidak percaya pada jaman Perjanjian Lama.

* Semua orang kudus / beriman jaman Perjanjian Lama.

* Orang-orang dalam api pencucian / Limbus Patrum (Katolik).

* Orang-orang yang tidak percaya yang mati karena banjir pada jaman Nuh.

* Orang-orang yang mati karena banjir Nuh, tetapi bertobat sesaat sebelum mereka mati.

* Orang-orang yang masih hidup yang seakan-akan hidup dalam penjara.

* Orang-orang pada jaman Nuh, yang masih hidup pada saat diinjili.

b. Tentang kata ‘penjara’ juga ada bermacam-macam penafsiran:

· tempat tahanan untuk setan.

· Hades / tempat penantian orang mati.

· neraka.

· penderitaan dari orang-orang yang masih hidup, yang menyebabkan mereka hidup seakan-akan dalam penjara.

· api pencucian / Limbus Patrum (Katolik).

4. Apakah pemberitaan (Injil) itu terjadi pada saat orang-orang itu sudah mati atau masih hidup? Dimana dan kapan terjadinya pemberitaan (Injil) kepada roh-roh dalam penjara itu? Lagi-lagi ada macam-macam pandangan:

a. Di dunia pada jaman Nuh; pada saat orang-orang itu masih hidup.

b. Di api pencucian / Limbus Patrum (Katolik).

c. Di Hades / dunia orang mati pada masa antara kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus.

d. Di Hades pada saat Yesus bangkit atau naik ke surga.

e. Di Hades sampai pada saat ini.

Empat yang terakhir ini berarti ada pemberitaan (Injil) terhadap orang-orang yang sudah mati.

Karena kesukaran-kesukaran ini maka muncul bermacam-macam penafsiran, bahkan yang aneh-aneh, tentang bagian ini. Ini akan saya bahas dalam bagian yang akan datang.

1 Petrus 3:18-22(2)

1 Petrus 3: 18b-20: “(1 Petrus 3:18b) Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Macam-macam pandangan / penafsiran tentang text ini:

1) Yang melakukan pemberitaan kepada roh-roh dalam penjara itu adalah Henokh (Inggris: Enoch). Pemberitaan itu ditujukan kepada malaikat-malaikat yang jatuh, dan dilakukan di Hades, yang kelihatannya dianggap sebagai tempat tahanan bagi malaikat-malaikat yang jatuh. Disamping itu pemberitaan itu bukanlah pemberitaan yang bisa mempertobatkan, tetapi hanya merupakan pengumuman tentang hukuman mereka.

William Barclay: “If we look at Moffatt’s translation, we find something quite different. He translates: ‘In the flesh he (Christ) was put to death, but he came to life in the Spirit. It was in the Spirit that Enoch also went and preached to the imprisoned spirits who had disobeyed at the time when God’s patience held out during the construction of the ark in the days of Noah.’ How does Moffatt arrive at this translation? The name of Enoch does not appear in any Greek manuscript. But in the consideration of the text of any Greek author, scholars sometimes use a process called ‘emendation’. They think that there is something wrong with the text as it stands, that some scribe has perhaps copied it wrongly; and they, therefore, suggest that some word should be changed or added. In this passage Rendel Harris suggested that the word ‘Enoch’ was missed out in the copying of Peter’s writing and should be put back in” [= Jika kita melihat pada terjemahan Moffatt, kita mendapatkan sesuatu yang sangat berbeda. Ia menterjemahkan: ‘Dalam daging Ia (Kristus) dibunuh, tetapi Ia hidup dalam Roh. Dalam Roh itu juga Enoch / Henokh pergi dan berkhotbah / memberitakan kepada roh-roh yang dipenjara yang telah tidak taat pada waktu kesabaran Allah bertahan selama pembentukan bahtera pada jaman Nuh’. Bagaimana Moffatt bisa menterjemahkan seperti ini? Nama Enoch / Henokh tidak ada dalam manuscript Yunani manapun. Tetapi dalam mempertimbangkan text dari seadanya pengarang Yunani, para ahli kadang-kadang menggunakan suatu proses yang disebut ‘emendation / koreksi / perubahan / perbaikan’. Mereka beranggapan bahwa ada sesuatu yang salah dengan text yang ada, bahwa penyalin mungkin telah menyalin secara salah; dan karena itu mereka mengusulkan supaya beberapa kata diubah atau ditambahkan. Dalam text ini Rendel Harris mengusulkan suatu pemikiran bahwa kata ‘Enoch / Henokh’ luput / hilang dalam penyalinan dari tulisan Petrus dan harus dikembalikan] - hal 238.

Barclay lalu mengatakan bahwa bagian yang dipersoalkan itu dalam bahasa Yunani adalah sebagai berikut:

                  ENOCH EN    HO    KAI    TOIS    EN    PHULAKE   PNEUMASI(N)   POREUTHEIS    EKERUXEN
 in   which    also    to the    in        prison            spirits             having gone      he preached
dalam mana juga kepada dalam penjara            roh-roh             telah pergi       ia berkhotbah

William Barclay: “It was Rendel Harris’s suggestion that between KAI and TOIS the word ENOCH had dropped out. His explanation was that, since most manuscript copying was done to dictation, scribes were very liable to miss out words which followed each other, if they sounded very similar. In this passage EN HO KAI and ENOCH sound very much alike, and Rendel Harris thought it very likely that ENOCH had for that reason been mistakenly omitted” [= Usul dari Rendel Harris adalah bahwa di antara KAI dan TOIS (lihat anak panah) kata ‘Enoch / Henokh’ telah hilang. Penjelasannya adalah bahwa, karena kebanyakan penyalinan manuscripts dilakukan dengan pendiktean, para penyalin sangat mudah keluputan kata-kata yang berurutan, jika kata-kata itu bunyinya sangat mirip. Dalam text ini EN HO KAI dan ENOCH bunyinya sangat mirip, dan Rendel Harris menganggapnya sangat mungkin bahwa karena alasan itu maka kata ENOCH / Henokh telah terhapus secara salah] - hal 239.

William Barclay: “What reason is there for bringing ENOCH into this passage at all? He has always been a fascinating and mysterious person. ‘And Enoch walked with God; and he was not; for God took him’ (Genesis 5:24). In between the Old and New Testaments many legends sprang up about Enoch and famous and important books were written under his name. One of the legends was that Enoch, though a man, acted as ‘God’s envoy’ to the angels who sinned by coming to earth and lustfully seducing mortal women (Genesis 6:2). In the Book of Enoch it is said that he was sent down from heaven to announce to these angels their final doom (Enoch 12:1) and that he proclaimed that for them, because of their sin, there was neither peace nor forgiveness ever (Enoch 12 and 13). So then, according to Jewish legend, Enoch did go to Hades and preach doom to the fallen angles. And Rendel Harris thought that this passage referred, not to Jesus, but to Enoch, and Moffatt so far agreed with him as to put Enoch into his translation” [= Apa gerangan alasannya untuk membawa Enoch / Henokh ke dalam text ini? Ia selalu merupakan pribadi yang mempesonakan dan misterius. ‘Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah’ (Kej 5:24). Di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru banyak dongeng muncul tentang Enoch / Henokh dan banyak kitab-kitab yang terkenal dan penting ditulis atas namanya. Salah satu dongeng adalah bahwa Enoch / Henokh, sekalipun adalah seorang manusia, bertindak sebagai ‘duta / utusan Allah’ kepada para malaikat yang berdosa dengan datang ke bumi dan dengan penuh nafsu membujuk para perempuan (Kejadian 6:2). Dalam Kitab Enoch / Henokh dikatakan bahwa ia diutus untuk turun dari surga untuk mengumumkan kepada para malaikat ini nasib akhir mereka (Enoch / Henokh 12:1) dan bahwa ia memberitakan untuk mereka bahwa karena dosa mereka tidak ada damai ataupun pengampunan selama-lamanya (Enoch / Henokh 12 dan 13). Kemudian menurut dongeng Yahudi, Enoch / Henokh pergi ke Hades dan memberitakan malapetaka kepada malaikat-malaikat yang jatuh. Dan Rendel Harris beranggapan bahwa text ini menunjuk, bukan kepada Yesus, tetapi kepada Enoch / Henokh, dan Moffatt begitu menyetujuinya sehingga memasukkan Enoch / Henokh ke dalam terjemahannya] - hal 239.

Alasan penolakan terhadap penafsiran ini:

a) Tidak didukung oleh manuscripts manapun.

A. T. Robertson: “There is no manuscript for the conjecture, though it would relieve the difficulty greatly” [= Tidak ada manuscript untuk dugaan ini, sekalipun ini akan sangat mengurangi kesukaran / problem (tentang text ini)] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 117.

Ini juga diakui oleh Barclay sendiri; lihat kutipan pertama di atas, pada bagian yang saya garis bawahi.

b) Sama sekali tidak cocok dengan kontextnya yang membicarakan pekerjaan / penderitaan Kristus.

William Barclay: “That is an extremely interesting and ingenious suggestion but without doubt it must be rejected. There is no evidence for it at all; and it is not natural to bring in Enoch, for the whole picture is of the work of Christ” (= Itu merupakan usul yang sangat menarik dan pintar / penuh akal, tetapi tanpa keraguan itu harus ditolak. Tidak ada bukti sama sekali untuk hal itu; dan tidak wajar untuk memasukkan Enoch / Henokh, karena seluruh gambaran adalah tentang pekerjaan Kristus) - hal 239-240.

Catatan: Barclay memang hanya memberikan penafsiran tentang Henokh ini, tetapi ia sendiri tidak menyetujui penafsiran tersebut.

c) Nama itu sebetulnya bukannya dibaca Enoch, tetapi dalam bahasa Ibrani adalah KHANOK (Kej 5:18-24), dan dalam bahasa Yunani adalah HENOKH (Ibrani 11:5 Yudas 14), sehingga sebetulnya bunyinya berbeda dengan kata Yunani EN HO KAI.

d) Penafsiran ini didasarkan pada kitab Henokh, yang jelas merupakan kitab yang bukan termasuk dalam Kitab Suci, dan memalsukan nama Henokh sebagai pengarangnya. Dan penafsiran kitab ini tentang Kej 6:2 itu jelas salah. Tentang hal ini akan dibahas lebih jauh di bawah nanti.

e) Ajaran yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat yang jatuh / setan-setan ditahan di suatu tempat yang bernama Hades, atau tempat lain manapun, bertentangan dengan fakta Kitab Suci maupun pengalaman sehari-hari yang menunjukkan bahwa setan-setan masih berkeliaran dengan bebas untuk menggoda manusia. Hal ini akan dibahas lebih jauh di bawah.

2) Roma Katolik menganggap 1Petrus 3:18-20 ini sebagai dasar dari doktrin mereka tentang:

a) Api pencucian.

Barnes’ Notes: “this is the only passage in the New Testament on which the Romish doctrine of purgatory is supposed to rest” [= ini merupakan satu-satunya text dalam Perjanjian Baru di atas mana dianggap doktrin Roma (Katolik) tentang api pencucian bersandar] - hal 1423.

Catatan: Saya tidak tahu apakah ini hanya merupakan dugaan dari Albert Barnes saja, ataukah ia memang tahu bahwa Roma Katolik memang menggunakan text ini sebagai dasar dari doktrin tentang api pencucian. Tetapi dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992, saya tidak menemukan hal ini.

Kalau memang text ini dipakai sebagai dasar dari api pencucian, maka ini jelas merupakan dasar yang sangat tidak kuat, karena tidak ada dasar untuk mengatakan bahwa kata ‘penjara’ menunjuk pada ‘api pencucian’. Juga dalam doktrin Roma Katolik sendiri tidak pernah diajarkan adanya pemberitaan (Injil) dalam api pencucian, baik itu dilakukan oleh Yesus atau oleh siapapun juga.

Disamping itu seluruh doktrin tentang api pencucian jelas harus ditolak karena bertentangan dengan penebusan yang sempurna yang dilakukan oleh Kristus, yang dibuktikan dengan:

1. Kata-kata ‘sudah selesai’ (Yohanes 19:30).

2. Kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Seandainya ada satu dosa saja yang belum beres, maka Ia tidak akan bisa bangkit, karena upah dosa adalah maut (Roma 6:23).

3. Kenaikan Kristus ke surga dan duduknya Ia di sebelah kanan Allah. Kalau misiNya untuk menebus dosa manusia belum beres, maka Ia pasti disuruh kembali untuk menyelesaikannya.

Penebusan sempurna ini menyebabkan orang yang percaya kepada Kristus diampuni semua dosa-dosanya, dan tidak mungkin dihukum, baik dalam hidup yang sekarang ini maupun dalam hidup yang akan datang.

Roma 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.

Penjahat yang bertobat di kayu salib itu, bukan masuk neraka ataupun api pencucian, tetapi masuk ke Firdaus / surga (Lukas 23:43). Padahal ia bukan orang percaya yang sempurna, bahkan bisa dikatakan bahwa orang ini tidak pernah berbuat baik, kecuali menegur penjahat satunya yang mengolok-olok Yesus (Lukas 23:39-41). Ia bahkan belum sempat dibaptis ataupun pergi ke gereja. Menurut ajaran Roma Katolik, orang seperti ini bukan masuk api pencucian, tetapi langsung masuk neraka. Tetapi Yesus berkata kepada penjahat ini bahwa hari itu juga ia akan bersama Yesus di Firdaus / surga (Luk 23:43).

Cerita ini secara jelas menunjukkan betapa sempurna dan hebatnya kuasa dari penebusan dosa yang Yesus lakukan bagi kita! Bagaimanapun hebatnya dan banyaknya dosa saudara, hanya dengan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, saudara akan diampuni, dan dijamin pasti masuk surga!

Dan jelas bahwa cerita ini juga menunjukkan secara meyakinkan bahwa doktrin Katolik tentang keselamatan, api pencucian dsb, adalah ajaran yang bertentangan dengan Kitab Suci / ajaran Yesus sendiri!

b) Limbus Patrum, atau tempat penantian bagi orang-orang suci / percaya jaman Perjanjian Lama, yang dibebaskan oleh Kristus setelah kematianNya untuk menebus dosa manusia.

Matthew Poole (hal 911) mengatakan bahwa text ini tidak mungkin dipakai bisa mendukung ajaran Roma Katolik tentang Limbus Patrum ini karena:

1. Roh-roh dalam penjara ini dikatakan ‘tidak taat’ (1 Petrus 3:20), dan karena itu tidak mungkin menunjuk kepada orang-orang suci / percaya pada jaman Perjanjian Lama.

Matthew Poole: “The spirits here mentioned were disobedient, which cannot be said of the fathers of the Old Testament, who were true believers” (= Roh-roh yang disebutkan di sini tidak taat, dan hal ini tidak bisa dikatakan tentang bapa-bapa dari Perjanjian Lama, yang adalah orang-orang percaya yang sejati) - hal 911.

2. Text ini tidak mengatakan bahwa roh-roh yang di dalam penjara itu dibebaskan oleh Kristus.

3. Menurut ajaran Roma Katolik, Nuh dan keluarganya pasti juga ada di Limbus Patrum itu, karena mereka termasuk orang-orang suci / percaya jaman Perjanjian Lama. Tetapi text ini justru mempertentangkan / mengkontraskan Nuh dan keluarganya dengan roh-roh yang ada di dalam penjara itu.

1 Petrus 3: 20 - “yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Adam Clarke: “there is no ground to believe that the text speaks of Christ’s going ... to some reigned place where the souls of the patriarchs were detained, to whom he preached, and whom he delivered from that place and took with him to paradise, which the Romish church holds as an article of faith” (= tidak ada dasar untuk percaya bahwa text ini berbicara tentang kepergian Kristus ... ke suatu tempat yang dikuasai dimana jiwa dari tokoh-tokoh Perjanjian Lama ditahan, kepada siapa Ia berkhotbah, dan yang Ia bebaskan dari tempat itu dan Ia bawa besertaNya ke surga, yang dipegang / dipercayai oleh Gereja Roma sebagai bagian dari iman / pernyataan iman).

c) Satu hal yang perlu ditambahkan adalah: Gereja Roma Katolik percaya bahwa kata ‘penjara’ ini menunjuk pada ‘api pencucian’ atau ‘Limbus Patrum’? Bagaimana mungkin mereka mengambil kedua arti itu?

3) Ini menunjuk pada pemberitaan yang dilakukan oleh roh dari manusia Yesus kepada roh-roh jahat (ini bukan roh manusia tetapi setan) di Hades. Pemberitaan ini bukanlah suatu penginjilan yang memungkinkan mereka bertobat, tetapi hanya merupakan suatu proklamasi kemenangan atau pernyataan hukuman.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “Though He suffered the extreme penalty of sin for the unrighteous, and was personally put to death in the flesh, He was nevertheless quickened in the spirit. So He was at once able Himself to go and proclaim His triumph to the rebellious and imprisoned evil spirits, who had involved men in sin and judgment” (= Sekalipun Ia menderita hukuman yang sangat hebat dari dosa untuk orang yang tidak benar, dan Ia sendiri dibunuh dalam daging, tetapi Ia dihidupkan dalam roh. Jadi Ia segera bisa pergi sendiri dan memberitakan / memproklamirkan kemenanganNya kepada roh-roh jahat yang memberontak dan dipenjara, yang telah melibatkan manusia dalam dosa dan penghakiman) - hal 139.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “In the phrase ‘quickened by the Spirit’ there is probably no reference to the Holy Spirit. ‘Flesh’ and ‘spirit’ are each without an article in the Greek and are best understood as references, in strong contrast, to two constituent parts or successive conditions of our Lord’s human nature ... we are told, not the His human spirit went to Hades, there to await final judgment and the second death, but that His human spirit enjoyed the benefit of being quickened, i.e. it entered into fuller life ... In His quickened human spirit, before His body was raised from the tomb, He was able to go where evil spirits are in prison, awaiting the judgment of the great day (2Pet. 2:4,5; Jude 6), and to announce to them His victory over death, and over the consequences to men of their evil-doing. He thus made them aware that their own judgment was finally sealed (cf. Col. 2:14,15).” [= Ungkapan ‘dihidupkan oleh Roh’ mungkin tidak menunjuk kepada Roh Kudus. Baik ‘daging’ maupun ‘roh’ tidak mempunyai kata sandang dalam bahasa Yunani dan paling baik dimengerti sebagai petunjuk, dalam kontras yang menyolok, kepada 2 bagian pokok atau kondisi yang berurutan dari hakekat manusia Tuhan kita (maksudnya menunjuk pada ‘tubuh’ dan ‘jiwa / roh’ dari manusia Yesus) ... kita diberitahu, bukan bahwa roh manusiaNya pergi ke Hades, dan lalu menunggu penghakiman terakhir dan kematian kedua di sana, tetapi bahwa roh manusiaNya menikmati manfaat dari dihidupkannya roh itu, yaitu masuk ke dalam kehidupan yang lebih penuh ... Dalam roh manusiaNya yang dihidupkan, sebelum tubuhNya dibangkitkan dari kubur, Ia bisa pergi ke tempat dimana roh-roh jahat ada di penjara, menunggu penghakiman pada hari yang besar (2Petrus 2:4-5; Yudas 6), dan mengumumkan kepada mereka kemenanganNya atas kematian, dan tentang konsekwensi dari tindakan jahat mereka terhadap manusia. Dengan demikian ia membuat mereka sadar bahwa penghakiman mereka sendiri akhirnya dipastikan (bdk. Kolose 2:14-15)] - hal 141-142.

2Pet 2:4-5 - “Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman; dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

Yudas 6 - “Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar”.

Kolose 2:14-15 - “dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakanNya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka”.

Allan M. Stibbs mendukung pandangannya ini dengan mengatakan bahwa di sini digunakan kata ‘memberitakan’ / ‘memproklamirkan’, bukan ‘memberitakan Injil’ seperti dalam 1Pet 4:6. Jadi, ia berpendapat bahwa ini bukanlah suatu pemberitaan Injil yang memungkinkan pertobatan dari orang-orang yang diinjili itu, tetapi hanya merupakan suatu pengumuman saja.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “The verb KERUSSEIN, ‘to herald’ or ‘proclaim’ (see Rev. 5:2), here translated ‘preached’ is to be distinguished from EUANGELIZEIN, to proclaim good tidings (see especially 4:6). Peter is not saying that Christ preached the gospel. Rather He announced His triumph over evil, which was for the evil spirits bad news” [= Kata kerja KERUSSEIN, ‘mengumumkan’ atau ‘memproklamirkan’ (lihat Wah 5:2), yang di sini diterjemahkan ‘berkhotbah / memberitakan’, harus dibedakan dari EUANGELIZEIN, ‘memberitakan kabar baik’ (lihat khususnya 4:6). Petrus tidak berkata bahwa Kristus memberitakan injil. Tetapi Ia mengumumkan kemenanganNya atas kejahatan, yang bagi roh-roh jahat itu merupakan kabar buruk] - hal 142.

Allan M. Stibbs (Tyndale): “Many have wished to interpret the phrase ‘the spirits in prison’ as a reference to departed human spirits; but it fits in with the linguistic usage of Scripture, and with the reference to the days of Noah, to understand it as a reference to fallen angels. The word PNEUMATA, ‘spirits’, alone and without qualification, is not thus used anywhere else in the Bible to describe departed human spirits. Note, for example, ‘the spirits of just men’ (Heb. 12:23). But the word is thus used of supernatural beings, both good and bad (see Heb. 1:14; Lk. 10:20)” (= Banyak yang ingin menafsirkan ungkapan ‘roh-roh dalam penjara’ sebagai menunjuk pada roh-roh manusia yang telah mati; tetapi adalah cocok dengan penggunaan bahasa dari Kitab Suci, dan dengan petunjuk pada jaman Nuh, untuk mengerti ini sebagai petunjuk kepada malaikat-malaikat yang jatuh. Kata PNEUMATA, ‘roh-roh’, sendirian dan tanpa pembatasan (maksudnya tak dikatakan roh siapa), tidak digunakan seperti itu dimanapun dalam Alkitab untuk menggambarkan roh-roh manusia yang sudah mati. Perhatikan, sebagai contoh, ‘roh-roh orang-orang benar’ (Ibrani 12:23). Tetapi kata itu digunakan seperti itu tentang makhluk-makhluk supranatural, yang baik maupun yang jahat (lihat Ibr 1:14; Lukas 10:20)] - hal 142-143.

Ada juga yang beranggapan (Dr. Knox Chamblin) bahwa roh-roh jahat yang dimaksud adalah para malaikat yang jatuh dalam perzinahan dengan manusia dalam Kejadian 6:2,4 dimana istilah ‘anak-anak Allah’ ditafsirkan sebagai ‘malaikat-malaikat’.

Alasan pandangan ini:

· malaikat sering disebut ‘anak Allah’ (Ayub 1:6 2:1 38:7 Daniel 3:25,28).

· 2Petrus 2:4 dan Yudas 6 dianggap menunjuk pada saat ini. Tetapi saya menganggap bahwa ayat-ayat ini menunjuk pada kejatuhan pertama dari malaikat.

· Dari perkawinan ini lahir ‘raksasa’ (Kej 6:4a).

Keberatan terhadap penafsiran golongan ke 3 ini:

a) Apakah benar yang pergi ke ‘penjara’ dalam 1Petrus 3:19 itu adalah ‘roh dari manusia Yesus’? Ini sangat meragukan, tetapi ini tidak akan saya bahas di sini. Nanti kita akan melihat lebih banyak tentang perdebatan dalam hal ini.

b) Ia berpendapat bahwa roh-roh jahat itu betul-betul dipenjara, dalam arti dikurung dan tidak bisa pergi ke mana-mana. Apakah itu memang merupakan arti dari Yudas 6 2Pet 2:4-5 dan Kol 2:14-15? Mari kita pelajari ketiga text ini:

Text pertama: Yudas 6 - “Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar”.

1. Kata-kata ‘Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat ... dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman’ tidak berarti bahwa setan betul-betul dikurung / dipenjara di suatu tempat. Mengapa? Karena Kitab Suci secara jelas menunjukkan bahwa setan masih bebas berkeliaran menggoda manusia (bdk. Lukas 22:3,31 1Petrus 5:8 Yakobus 4:7).

a. Calvin: “We are not to imagine a certain place in which the devils are shut up, for the Apostle simply intended to teach us how miserable their condition is, since the time they apostized and lost their dignity” (= Kita tidak boleh membayangkan suatu tempat tertentu di dalam mana setan-setan itu dikurung, karena sang rasul hanya bermaksud untuk mengajar kita betapa buruknya kondisi mereka sejak saat mereka memberontak / murtad dan kehilangan martabat mereka).

Saya setuju dengan kata-kata Calvin pada bagian awal kutipan di atas (yang saya garis bawahi), tetapi tidak dengan bagian akhir kutipan itu. Kata-kata ‘ditahan’ dan ‘belenggu’ dan ‘dunia kekelaman’ tidak menunjukkan betapa buruknya kondisi setan-setan itu. Saya lebih setuju dengan pandangan Hoekema di bawah ini.

b. Anthony Hoekema menghubungkan hal ini dengan Wahyu 20:1-3 - “(1) Lalu aku melihat seorang malaikat turun dari sorga memegang anak kunci jurang maut dan suatu rantai besar di tangannya; (2) ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya, (3) lalu melemparkannya ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan memeteraikannya di atasnya, supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa, sebelum berakhir masa seribu tahun itu; kemudian dari pada itu ia akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya”.

Dan Hoekema lalu mengatakan bahwa:

· Sejak kedatangan Yesus Kristus yang pertama setan memang dibelenggu / diikat. Dasarnya:

* Matius 12:28-29 - “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Atau bagaimanakah orang dapat memasuki rumah seorang yang kuat dan merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu? Sesudah diikatnya barulah dapat ia merampok rumah itu”.

Kata ‘diikat’ di sini dalam bahasa Yunaninya menggunakan kata yang sama seperti yang digunakan dalam Wah 20:2.

* Lukas 10:17-18 - “Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: ‘Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi namaMu.’ Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit’.”.

* Yohanes 12:31 - “Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar”.

Kata ‘dilemparkan’ di sini menggunakan kata dasar Yunani yang sama dengan kata ‘melemparkan’ dalam Wahyu 20:3.

· Tetapi apa artinya setan ‘diikat / dibelenggu’? Ini tidak berarti bahwa setan dikurung dalam suatu tempat sehingga tidak bisa menggoda manusia, tetapi hanya bahwa setan dibatasi kekuasaan / aktivitasnya. Jadi setan tidak lagi sebebas dulu, tetapi ia masih mempunyai kebebasan tertentu untuk menggoda dan menyerang manusia. Dan nanti menjelang kedatangan Yesus yang kedua kalinya ia bahkan akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya (Wah 20:3b). Pada saat itu ia akan menyerang manusia, khususnya orang-orang kristen, habis-habisan. Karena itu kita harus bersiap sedia, dengan banyak belajar Firman Tuhan, berdoa, menguduskan diri, mendekatkan diri kepada Allah, dsb, supaya kalau saat itu tiba, kita bisa bertahan.

2. ‘Sampai penghakiman pada hari besar’.

Ini menunjuk pada penghakiman akhir jaman, dimana setan akan dilemparkan ke neraka (Wah 20:10), sehingga tidak lagi bisa menggoda / menyerang manusia selama-lamanya.

Text kedua: 2 Petrus 2:4 - “Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman”.

Kata ‘gua’ dalam KJV adalah ‘chains’ (= rantai / belenggu), karena KJV menggunakan manuscript yang berbeda.

William Barclay: “The Greek manuscripts of Second Peter vary between SEIROI, pits, and SEIRAI, chains” (= Manuscripts Yunani dari Surat Petrus yang kedua bervariasi di antara SEIROI, lubang-lubang / gua-gua, dan SEIRAI, rantai-rantai / belenggu-belenggu) - hal 321.

Ayat ini seolah-olah menunjukkan bahwa Allah sudah memasukkan setan ke dalam neraka. Untuk ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Bagian ini tidak boleh ditafsirkan seakan-akan setan sudah masuk neraka, karena:

a. Penafsiran ini akan bertentangan dengan Matius 8:29 Matius 25:41 Wah 20:10 yang menunjukkan secara jelas bahwa saat ini setan belum waktunya masuk neraka. Setan baru dimasukkan ke neraka pada kedatangan Yesus yang keduakalinya.

b. Penafsiran bahwa setan sudah masuk ke neraka, bertentangan dengan 2Pet 2:4 itu sendiri, yang pada bagian akhirnya berbunyi: ‘dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman’.

Pulpit Commentary: “Apparently, St. Peter regards Tartarus not as equivalent to Gehenna, for the sinful angels are ‘reserved unto judgment,’ but as a place of preliminary detention” [= Jelas bahwa Santo Petrus tidak menganggap Tartarus sama dengan Gehenna (= neraka), karena malaikat-malaikat yang berdosa ‘disimpan sampai hari penghakiman’, tetapi menganggapnya sebagai suatu tempat penahanan pendahuluan] - hal 44.

c. 2Petrus 2:4 ini kelihatannya paralel dengan Yudas 6 yang sudah kita bahas di atas (sebetulnya seluruh 2Pet 2 sangat mirip dengan surat Yudas), dan Yudas 6 jelas tidak menyatakan bahwa setan-setan itu sudah dibuang ke neraka.

2. Kata ‘neraka’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani TARTARUS / TARTAROSAS yang hanya dipergunakan satu kali ini saja dalam Kitab Suci. Karena itu sukar diketahui artinya secara pasti.

William Barclay: “Tartarus was not a Hebrew conception but Greek. In Greek mythology Tartarus was the lowest hell; it was as far beneath Hades as the heaven is high above the earth. In particular it was the place into which there had been cast the Titans who had rebelled against Zeus, the Father of gods and men” [= Tartarus bukan konsep Ibrani tetapi Yunani. Dalam dongeng Yunani Tartarus adalah neraka yang paling rendah; itu jauh di bawah Hades seperti langit / surga jauh di atas bumi. Khususnya itu adalah tempat ke dalam mana telah dilemparkan Titans (nama dewa) yang telah memberontak terhadap Zeus, Bapa dari allah-allah dan manusia] - hal 321.

A. T. Robertson: “TARTAROS occurs in Enoch 20:2 as the place of punishment of the fallen angels” (= TARTAROS muncul dalam kitab Henokh 20:2 sebagai tempat penghukuman dari malaikat-malaikat yang telah jatuh) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 162.

Catatan: kitab Henokh tidak termasuk dalam Kitab Suci.

Mungkin Tartarus ini harus diartikan sebagai keterpisahan setan-setan itu dengan Allah, atau menunjukkan bahwa murka Allah selalu ada bersama dengan mereka, seperti yang dikatakan oleh penafsir-penafsir di bawah ini.

Adam Clarke: “thus TARTAROOSAS will import that God cast the apostate angels out of his presence into that ZOPHOS, blackness of darkness (2 Pet. 2:17; Jude 1:13), where they will be forever banished from the light of his countenance, and from the beatifying influence of the ever blessed Three” [= Maka TARTAROOSAS berarti bahwa Allah membuang malaikat-malaikat yang murtad dari hadiratNya ke dalam ZOPHOS, kepekatan dan kegelapan (2Pet 2:17; Yudas 1:13), dimana mereka akan selama-lamanya dibuang dari terang wajahNya, dan dari pengaruh yang membahagiakan dari Tiga yang selalu terpuji].

Alexander Nisbet: “secluding them from all possibility or hopes of recovery for ever. ... The fallen angels, who are the devils, are under such a powerful restraint of divine providence that they cannot move or act anything but in so far as the Lord’s holy justice and wisdom permits and orders them, for the punishment of the wicked or the exercise of the godly; ... God’s irresistible power and terrible justice over-ruling, tormenting and restraining them. ... their hell is always with them, they live in the constant feeling of the wrath of the Almighty, ... and in the dreadful expectation of a more high measure of wrath which they shall get at the day of judgment when they together with all that serve them and follow their counsel shall have nothing else to do but endure torment, and shall torment one another for ever” (= menjauhkan mereka selama-lamanya dari semua kemungkinan atau pengharapan untuk dipulihkan. ... Malaikat-malaikat yang jatuh, yaitu setan-setan, berada di bawah suatu kekang yang kuat dari providensia ilahi sehingga mereka tidak bisa bergerak atau bertindak apapun kecuali sejauh keadilan yang kudus dan hikmat dari Tuhan mengijinkan dan mengatur mereka, untuk penghukuman dari orang-orang jahat atau melatih orang-orang saleh; ... kuasa Allah yang tidak bisa ditahan dan keadilanNya yang mengerikan, menguasai, menyiksa dan mengekang mereka. ... neraka mereka selalu bersama mereka, mereka hidup sambil terus merasakan murka dari Yang Mahakuasa, ... dan dalam suatu pengharapan yang mengerikan tentang suatu murka yang lebih besar lagi yang akan mereka dapatkan pada hari penghakiman, ketika mereka, bersama-sama dengan semua yang melayani mereka dan mengikuti nasehat mereka, akan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menahan siksaan, dan akan saling menyiksa satu dengan yang lain untuk selama-lamanya) - hal 249-250.

Catatan: bagian terakhir, yang saya garis bawahi itu, saya tidak yakin akan kebenarannya, dan sepanjang pengetahuan saya, tidak ada dasar Kitab Suci yang mendukungnya.

Text ketiga: Kol 2:14-15 - “(14) dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakanNya dengan memakukannya pada kayu salib: (15) Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka”.

Saya berpendapat bahwa text ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan roh jahat di dalam penjara, karena text ini hanya menunjukkan bahwa penghapusan surat hutang melalui kematian Kristus, menyebabkan setan menjadi seperti orang yang telah dilucuti senjatanya.

c) Pernyataan Allan M. Stibbs di atas, bahwa kata ‘roh’ tanpa penjelasan apapun, tidak pernah digunakan dalam Alkitab untuk menunjuk kepada roh orang mati, menurut saya adalah pernyataan yang tidak benar. Bandingkan dengan:

· Pkh 12:7 - “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”.

· Kis 7:59 - “Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’”.

· Yakobus 2:26 - “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.

d) Kalau ‘roh-roh yang di dalam penjara’ menunjuk kepada setan-setan, lalu mengapa dalam 1Pet 3:20a dibicarakan tentang mereka yang tidak taat pada jaman Nuh? Dan mengapa sebagai kontras dari ‘roh-roh yang di dalam penjara’ itu, disebutkan 8 orang yang selamat (1Pet 3:20b)?

e) Penafsiran yang mengatakan bahwa roh-roh jahat itu adalah malaikat-malaikat yang jatuh dalam perzinahan dalam Kej 6:2, saya anggap sangat tidak masuk akal, karena:

1. Malaikat tidak kawin.

Matius 22:30 - “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga”.

2. Kej 6:2 itu mengatakan ‘mengambil istri’, bukan sekedar melakukan hubungan sex. Ini lebih-lebih tidak mungkin dilakukan oleh malaikat.

Kej 6:2-4 - “(2) maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. (3) Berfirmanlah TUHAN: ‘RohKu tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.’ (4) Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan”.

Jadi saya menganggap bahwa istilah ‘anak Allah’ tidak menunjuk kepada ‘malaikat-malaikat’, tetapi menunjuk kepada ‘orang yang percaya’, sedangkan ‘anak manusia’menunjuk kepada ‘orang yang tidak percaya’.

Sedangkan penafsiran Kejadian 6:4 adalah sebagai berikut:

Kalau saudara membaca dengan teliti maka saudara akan melihat bahwa tidak dikatakan bahwa ‘raksasa’ itu lahir karena perkawinan tersebut. Yang dilahirkan dari perkawinan itu adalah ‘orang-orang gagah perkasa’ dan ‘orang-orang kenamaan’ (Kej 6:4b). Lalu apa sebetulnya arti dari kata ‘raksasa’ dalam Kej 6:4a?

KJV: ‘giants’ (= raksasa).

RSV/NIV/NASB: ‘the Nephilim’ [ini bukan terjemahan tetapi transliteration (menuliskan kata Ibraninya dengan huruf Latin)].

Terjemahan ‘giants’ / ‘raksasa’ ini timbul karena:

· diambil dari Septuaginta / LXX (Perjanjian Lama yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani) yang menterjemahkan GIGANTES (Catatan: rupanya dari kata ini diturunkan kata bahasa Inggris ‘giant’ (= raksasa).

· dihubungkan dengan Bil 13:33 yang dalam versi NIV menterjemahkan sebagai berikut: “We saw the Nephilim there (the descendants of Anak come from the Nephilim). We seemed like grasshoppers in our own eyes, and we looked the same to them” [= Kami melihat orang-orang Nephilim di sana (keturunan Anak datang / muncul dari orang Nephilim). Kami kelihatan seperti belalang dalam mata kami sendiri, dan kami kelihatan sama bagi mereka].

Terjemahan ini memang menunjukkan bahwa orang Nephilim itu pasti sangat besar / raksasa.

Tetapi ada kemungkinan penafsiran yang lain: Kata bahasa Ibrani NEPHILIM berasal dari akar kata NAPHAL yang bisa berarti:

¨ ‘to fall’ (= jatuh).

Mungkin semua orang yang bertemu mereka jatuh tersungkur karena takut kepada mereka.

¨ ‘to fall upon / to attack’ (= menyerang).

Jadi, NEPHILIM berarti penyerang, bandit, perampok.

Kedua arti ini bisa digabungkan. Jadi, kata NEPHILIM menunjuk kepada perampok-perampok yang ditakuti orang. Penafsiran ini lebih cocok dengan kontexnya dibandingkan dengan penafsiran di atas yang mengatakan bahwa NEPHILIM adalah raksasa. Kontext Kej 6 ini berbicara soal dosa manusia secara moral. Kalau tahu-tahu Kej 6:4a ini berbicara tentang ukuran tubuh, itu tidak sesuai dengan kontext atau tidak berhubungan dengan kontext. Tetapi kalau NEPHILIM diartikan perampok, yang menunjuk kepada orang-orang yang jahat secara moral, itu sesuai dengan kontext.

Selanjutnya Kej 6:4b menyebutkan tentang ‘orang-orang gagah perkasa’ dan ‘orang-orang kenamaan’. Istilah pertama menunjukkan orang-orang yang mempunyai kekuatan fisik atau kepandaian berkelahi yang hebat, sedangkan istilah kedua menunjukkan bahwa mereka terkenal karena jahatnya.

Jadi, arti Kej 6:4 seluruhnya ialah: pada waktu itu sudah ada perampok-perampok (‘raksasa’), tetapi lalu dengan adanya perkawinan campuran antara orang percaya dan orang tidak percaya, lalu lahir orang-orang yang sejenis dengan perampok-perampok itu. Jadi, perkawinan campuran itu menyebabkan orang berdosa makin banyak, dan ini akhirnya menyebabkan terjadinya banjir Nuh!

Dan satu hal lain lagi yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam 1Petrus 3:20 dikatakan bahwa ketidak-taatan itu terjadi pada saat Nuh sedang mempersiapkan bahteranya; sedangkan Kej 6:2,4 terjadi sebelum Tuhan memberitahu Nuh akan terjadinya air bah.

Jadi dari exposisi Kej 6:2,4 dan penjelasan ini terlihat bahwa Kej 6:2,4 ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan 1Petrus 3:19.

4) Yesus berkhotbah, melalui rasul-rasul, kepada orang-orang yang ada dalam ‘penjara tubuh’ atau ‘penjara dosa’.

Pulpit Commentary: “Some commentators, as Socinus and Grotius, refer St. Peter’s words to the preaching of Christ through the apostles. These writers understand julakh of the prison of the body, or the prison of sin; and explain St. Peter as meaning that Christ preached through the apostles to the Jews who were under the yoke of the Law, and to the Gentiles who lay under the power of the devil; and they regard the disobedient in the time of Noah as a sample of sinners in any age” [= Beberapa penafsir, seperti Socinus dan Grotius menghubungkan kata-kata Petrus dengan pemberitaan Yesus melalui rasul-rasul. Penulis-penulis ini menganggap bahwa julakh (PHULAKE = penjara) adalah ‘penjara tubuh’, atau ‘penjara dosa’, dan bahwa Petrus memaksudkan bahwa Kristus berkhotbah melalui rasul-rasul kepada orang-orang Yahudi yang ada di bawah kuk hukum Taurat, dan kepada orang-orang non Yahudi yang ada di bawah kuasa setan; dan mereka menganggap ketidak-taatan pada jaman Nuh sebagai contoh dari orang-orang berdosa dalam seadanya jaman] - hal 136.

Pulpit Commentary: “There is no necessity to refer the words, ‘spirits in prison,’ to those who have passed into the unseen world; for in Scripture the ungodly are constantly spoken of as in a state of imprisonment, bondage, captivity. ‘Spirits in prison’ may then be said to be a frequent designation of the unredeemed on earth; indeed, the very word ‘redemption’ carries this idea. Some may object that the context seems to imply that the spirits refer to are the spirits of the dead. Not necessarily so. If we refer the expression not to certain individuals, but to the whole lost race, the difficulty vanishes. Christ did not preach to the same persons that were disobedient before the Flood, but to the same race, the same spiritual condition. But did Christ thus preach? Certainly, through his servants. It has been said that the more correct title of the Acts of the Apostles would be the Acts of the Risen Lord” (= Tidak ada keharusan untuk menghubungkan kata-kata ‘roh-roh yang di dalam penjara’ dengan mereka yang telah mati; karena dalam Kitab Suci orang yang jahat / tidak percaya selalu digambarkan dalam keadaan terpenjara, terbelenggu, dan ada dalam pembuangan. Maka, ‘roh-roh yang di dalam penjara’ bisa dikatakan menunjuk kepada orang-orang yang tidak ditebus di bumi; dan memang kata ‘penebusan’ membawa gagasan ini. Beberapa orang mengajukan keberatan karena kontexnya kelihatannya menunjukkan bahwa roh-roh yang dimaksudkan adalah roh-roh orang mati. Tidak harus demikian. Jika kita mengarahkan ungkapan itu bukan kepada individu-individu tertentu tetapi kepada seluruh umat manusia yang terhilang, maka kesukarannya hilang. Kristus tidak memberitakan / berkhotbah kepada orang yang sama yang tidak taat sebelum Air Bah, tetapi kepada ras yang sama, kondisi rohani yang sama. Tetapi apakah Kristus berkhotbah / memberitakan seperti itu? Tentu, melalui pelayan-pelayanNya. Ada yang mengatakan bahwa judul yang lebih benar dari Kisah Para Rasul adalah Kisah Tuhan yang Bangkit) - hal 158-159.

Bdk. Yesaya 61:1-2 - “(1) Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, (2) untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”.

Tetapi, kalau ini memang merupakan pemberitaan Injil oleh Yesus melalui rasul-rasulNya, mengapa ayat ini menghubungkannya dengan jaman Nuh?

Pulpit Commentary: “But why this reference to the days of Noah? If you look through Peter’s Epistles, you will see that he seems to have regarded the Flood as a dividing line between two worlds, which afford points of contrast. We have this contrast here. The power of God over ‘spirits in prison’ was straitened formerly, - after all the years through which his long-suffering waited, only ‘few, that is eight souls, were saved;’ but since Christ suffered for sins, this is the record, ‘The same day there were added to the Church about three thousand souls;’ and the record ends with the great multitude which no man can number, standing before the throne, and before the Lamb” [= Tetapi mengapa ini dihubungkan dengan jaman Nuh? Jika engkau melihat sepanjang surat-surat Petrus, engkau akan melihat bahwa ia kelihatannya menganggap Air Bah itu sebagai garis pemisah antara dua dunia, yang menghasilkan suatu kontras. Kita mempunyai kontras itu di sini. Kuasa Allah atas ‘roh-roh dalam penjara’ dahulu sangat kurang / sedikit, - setelah kepanjang-sabaranNya menunggu selama waktu yang begitu lama, hanya ‘sedikit, yaitu 8 jiwa / orang yang diselamatkan’; tetapi sejak Kristus menderita untuk dosa-dosa, inilah catatannya: ‘pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa’ (Kis 2:31); dan catatan itu berakhir dengan suatu kumpulan besar yang tidak dapat dihitung banyaknya, berdiri di hadapan takhta, dan di hadapan Anak Domba (Wah 7:9)] - hal 159.

Catatan: Dalam kedua suratnya, Petrus membicarakan tentang Nuh atau air bah jaman Nuh pada ayat-ayat di bawah ini:

· 1Petrus 3:20 yang sedang kita bahas ini.

· 2Petrus 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

· 2Petrus 3:6 - “dan bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, dimusnahkan oleh air bah”.

Keberatan terhadap pandangan ke 4 ini:

a) Kalau Yesus memang melakukan pemberitaan Injil itu melalui rasul-rasul, mengapa kata ‘rasul-rasul’ sama sekali tidak muncul dalam text tersebut?

b) Mengapa sebagai contoh harus dipakai orang-orang jaman Nuh itu? Komentar terakhir dari Pulpit Commentary itu, yang mengatakan bahwa air bah merupakan pemisah dari 2 dunia, dsb, rasanya tidak terlalu masuk akal.

5) Yesus, melalui Roh Kudus, melakukan pemberitaan kepada roh-roh yang dalam penjara setelah kebangkitanNya, atau pada waktu kenaikanNya ke surga.

Herman Bavinck: “He (Peter) says that Christ after having been quickened by the spirit went up into heaven (for the words ‘went’ and ‘is gone’ of 1Peter 3:19 and 22 the Greek has the same word, so that the addition in verse 22 of ‘into heaven’ simply designates where He went), and that at His ascension He preached to the spirits in prison His victory, and took His place at the right hand of God, angels and authorities and powers being made subject to Him” [= Ia (Petrus) berkata bahwa Kristus, setelah dihidupkan oleh Roh, naik ke surga (untuk kata-kata ‘pergi’ dan ‘naik’ dari 1Petrus 3:19 dan 1Petrus 3:22 bahasa Yunaninya menggunakan kata yang sama, sehingga penambahan kata-kata ‘ke sorga’ dalam 1 Petrus 3: 22 hanya menunjukkan kemana Ia pergi), dan bahwa pada kenaikanNya Ia memberitakan kemenanganNya kepada roh-roh dalam penjara, dan mengambil tempatNya di sebelah kanan Allah, dan malaikat-malaikat dan pemerintah-pemerintah dan kuasa-kuasa dibuat tunduk kepadaNya] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 373.

Catatan: ini bukan merupakan satu-satunya pandangan Bavinck. Dalam bagian lain ia memberikan kemungkinan penafsiran yang lain, yang serupa dengan pandangan Louis Berkhof, yang saya berikan dalam point no 8, a, 1.

Penafsiran Bavinck di sini kelihatannya sama / sangat mirip dengan penafsiran Herman Hoeksema yang berkata sebagai berikut: “the apostle is not speaking here at all of a personal descent of Christ into prison after His crucifixion and before His resurrection, but of a going to preach to the spirits that were in prison after His resurrection and through the Spirit. ... ‘spirits in prison’ ... this so very clearly refers to the ungodly in Noah’s day, ... the apostle does not speak with one word, nor even suggest in any way, that these spirits in prison were delivered and taken to heaven by Christ. The text simply informs us that He ‘preached’ to them. And the word used here for ‘preached’ does not mean at all that He preached the gospel unto them, but simply that He proclaimed, announced, something as a herald” (= sang rasul di sini sama sekali tidak sedang berbicara tentang turunnya Kristus secara pribadi ke dalam penjara setelah penyaliban dan sebelum kebangkitanNya, tetapi tentang kepergian untuk memberitakan kepada roh-roh yang ada dalam penjara setelah kebangkitanNya dan melalui Roh. ... ‘roh-roh dalam penjara’ ... ini begitu jelas menunjuk kepada orang-orang jahat pada jaman Nuh, ... sang rasul tidak berbicara dengan satu katapun, atau bahkan mengusulkan dengan cara apapun, bahwa roh-roh dalam penjara ini dibebaskan dan dibawa ke surga oleh Kristus. Text ini hanya memberi informasi kepada kita bahwa Ia ‘memberitakan / berkhotbah’ kepada mereka. Dan kata yang digunakan di sini untuk ‘memberitakan / berkhotbah’ sama sekali tidak berarti bahwa Ia memberitakan Injil kepada mereka, tetapi hanya bahwa Ia memberitakan atau mengumumkan sesuatu sebagai seorang utusan / pejabat yang bertugas untuk mengumumkan) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 410.

Jadi kalau Bavinck mengatakan bahwa pemberitaan tersebut terjadi pada saat ‘kenaikan’, maka Hoeksema mengatakan ‘setelah kebangkitan’. Dan dalam buku yang sama, hal 411, Hoeksema mengatakan “after His resurrection and exaltation” (= setelah kebangkitan dan pemuliaanNya). Tidak jelas apa yang ia maksud dengan ‘exaltation’ (= pemuliaan), karena dalam Kristologi ini bisa menunjuk pada:

· kebangkitan Yesus (rasanya bukan ini yang dimaksudkan oleh Heoksema, karena kalau demikian, maka ‘resurrection’ dan ‘exaltation’ akan overlap / bertumpukan).

· kenaikan Yesus ke surga.

· duduknya Yesus di sebelah kanan Allah.

· kedatangan Yesus yang keduakalinya sebagai Hakim (yang terakhir ini tidak mungkin merupakan maksud dari Hoeksema).

Keberatan terhadap pandangan ini:

a) Apa gunanya / tujuannya pemberitaan seperti itu?

b) Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya ‘tempat penantian’. Kata SHEOL/ HADES hanya bisa menunjuk kepada kuburan / keadaan kematian atau kepada neraka, dan tidak pernah menunjuk pada tempat penantian. Demikian juga dengan kata ‘Firdaus’ selalu menunjuk kepada surga dan tidak pernah menunjuk pada tempat penantian. Dan orang mati, akan langsung ke surga atau ke neraka, tergantung apakah mereka beriman atau tidak.

6) Roh dari manusia Yesus memberitakan Injil di Hades kepada orang-orang yang mati dalam ketidakpercayaan pada jaman Nuh.

a) Yang memberitakan Injil adalah roh dari manusia Yesus.

Pulpit Commentary: “It should read, ‘in the spirit,’ not ‘by the Spirit.’ There is no reference here to the work of God the Spirit, to whom elsewhere the resurrection of Christ is attributed; it is here simply a contrast between Christ’s flesh and his spirit. His spirit did not die; it was raised by the death of the flesh into new energy, and he became able to do what before was impossible. He had often thought of this: ‘I, if I be lifted up from the earth, will draw all men unto me.’” [= Itu harus ditafsirkan / dimengerti sebagai ‘dalam roh’, bukan ‘oleh Roh’. Ini tidak berhubungan dengan pekerjaan Allah Roh (Kudus), yang di tempat lain dikatakan membangkitkan Kristus; di sini ini hanya menunjukkan kontras antara daging Kristus dan rohNya. RohNya tidak mati; rohNya diangkat oleh kematian daging ke dalam kekuatan / tenaga yang baru, dan Ia menjadi bisa melakukan apa yang sebelumnya mustahil. Ia telah sering memikirkan ini: ‘Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepadaKu’] - hal 157.

Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary (hal 133-135) juga mengatakan bahwa 1Pet 3:18 berbicara bukan tentang Roh Kudus, tetapi tentang roh dari manusia Yesus.

Pulpit Commentary: “Thus the literal translation is, ‘Being put to death in flesh, but quickened in spirit.’ ... by pneuma in this verse we are to understand, not God the Holy Ghost, but the holy human spirit of Christ. In the flesh he was put to death, but in his spirit he was quickened” [= Karena itu terjemahan hurufiahnya adalah: ‘Dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh’. ... kita harus menafsirkan kata pneuma (PNEUMA = roh) dalam ayat ini tidak menunjuk kepada Allah Roh Kudus, tetapi kepada roh yang suci dari manusia Yesus. Dalam daging Ia dibunuh, tetapi dalam roh Ia dihidupkan] - hal 133.

Pulpit Commentary juga mengatakan bahwa pada saat Yesus mati “that spirit passed into a new life ... was quickened in his holy human spirit - quickened to new energies, new and blessed activities” (= roh itu pindah / beralih ke dalam hidup yang baru ... dihidupkan dalam roh manusiaNya yang suci - dihidupkan pada tenaga yang baru, aktivitas-aktivitas yang baru dan diberkati) - hal 133.

Pulpit juga berkata bahwa pemberitaan dalam 1Petrus 3:19 itu tidak mungkin menunjuk pada pemberitaan Kristus melalui Nuh ataupun rasul-rasul, tetapi betul-betul menunjuk pada pemberitaan yang dilakukan oleh Kristus sendiri. Sebagai argumentasi, ia menekankan kata-kata ‘Ia pergi’, dan menghubungkannya dengan kata ‘naik’ dalam 1Petrus 3:22 yang menggunakan kata Yunani yang sama.

1Petrus 3:19-22 - “(19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu. (21) Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan--maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah - oleh kebangkitan Yesus Kristus, (22) yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepadaNya”.

Pulpit Commentary: “He went. The Greek word (poreuqeiV) occurs again in ver. 22, ‘who is gone into heaven.’ It must have the same meaning in both places; in ver. 22 it asserts a change of locality; it must do the like here. ... it can scarcely mean here that, without any such change of place, Christ preached, not in his own Person, but through Noah or the apostles. ... himself in the spirit, he preached to spirits” [= ‘Ia pergi’. Kata Yunaninya (poreuqeiV / POREUTHEIS) muncul lagi pada ay 22, ‘naik ke sorga’. Kata itu harus mempunyai arti yang sama di kedua tempat itu; dalam ay 22 itu menyatakan suatu perpindahan tempat, maka kata itu juga harus berarti seperti itu di sini. ... di sini kata itu tidak mungkin berarti bahwa tanpa perpindahan tempat Kristus berkhotbah / memberitakan, bukan dalam Pribadi / DiriNya sendiri, tetapi melalui Nuh atau rasul-rasul. ... dalam keberadaanNya sendiri dalam roh, Ia berkhotbah / memberitakan kepada roh-roh] - hal 133-134.

Pulpit Commentary: “The hypothesis that Christ preached through the instrumentality of Noah does not adequately represent the participle poreuqeiV” (= Dugaan bahwa Kristus berkhotbah melalui Nuh sebagai alat tidak secara cukup mewakili participle poreuqeiV / POREUTHEIS) - hal 136.

Catatan: saya berpendapat argumentasi / serangan ini sama sekali tidak kuat. Jangan lupa bahwa Kristus memang satu dengan orang percaya yang adalah tubuhNya sehingga Ia sering mengidentikkan diriNya dengan mereka. Bandingkan dengan:

· Lukas 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.’”.

· Kis 9:4 - “Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: ‘Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?’”.

b) Ini betul-betul merupakan suatu penginjilan yang memungkinkan pertobatan.

Pulpit Commentary menambahkan (hal 135) bahwa pemberitaan Yesus ini bukan hanya sekedar suatu proklamasi / pemberitaan hukuman yang tidak memberi kesempatan / kemungkinan bertobat, tetapi betul-betul suatu penginjilan yang memungkinkan pertobatan. Ia berkata bahwa berdasarkan 1Pet 4:6 maka memang pertobatan mereka itulah yang menjadi tujuan Yesus.

Pulpit Commentary: “There had been a preacher among them then - Noah, ‘a preacher of righteousness;’ but they heeded him not. ... The ‘prison’ must be the end of unbelief and disobedience; the word suggests fearful thoughts and dark unsatisfied questions. The Lord preached even there; he brought, we may be sure, the glad tidings of salvation: may we not venture to trust, in humble hope, that some who had not listened to Noah, the preacher of righteousness, listened then to Christ, the Preacher of salvation?” (= Sudah ada seorang pengkhotbah di antara mereka pada saat itu - Nuh, ‘si pemberita kebenaran’; tetapi mereka tidak mempedulikannya. ... ‘Penjara’ pastilah merupakan tujuan dari ketidakpercayaan dan ketidaktaatan; kata itu menunjukkan pemikiran-pemikiran yang menakutkan dan pertanyaan-pertanyaan yang gelap dan tak terpuaskan. Tuhan berkhotbah bahkan di sana; kita boleh yakin bahwa Ia membawa kabar baik tentang keselamatan: tidakkah kita boleh berspekulasi / memberanikan diri untuk percaya, dalam pengharapan yang rendah hati, bahwa sebagian yang tidak mendengarkan Nuh, si pemberita kebenaran, mendengarkan kepada Kristus, si Pemberita Keselamatan?) - hal 145.

A. T. Robertson: “Bigg has no doubt that the event recorded took place between Christ’s death and his resurrection and holds that Peter is alluding to Christ’s Descensus ad Inferos ... Bigg argues strongly that Christ during the time between his death and resurrection preached to those who once heard Noah (but are now in prison) and offered them another chance and not mere condemnation” [= Bigg tidak meragukan bahwa peristiwa yang dicatat (dalam 1Pet 3:19 ini) terjadi di antara kematian dan kebangkitan Kristus, dan percaya bahwa Petrus sedang menyinggung tentang turunnya Kristus ke neraka ... Bigg berargumentasi dengan kuat bahwa Kristus berkhotbah di antara kematian dan kebangkitanNya kepada mereka yang pernah mendengar Nuh (tetapi yang sekarang ada dalam penjara) dan menawarkan kepada mereka kesempatan sekali lagi, dan bukan semata-mata memberikan pengecaman / penghukuman] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6, hal 117.

c) Siapa yang diinjili?

1. Yang diinjili adalah roh-roh dari orang-orang yang sudah mati pada jaman Nuh.

Pulpit Commentary mengatakan bahwa 1Pet 3:20 memberikan pembatasan tentang siapa yang diinjili ini. Jadi bukannya seadanya roh di Hades diinjili, tetapi hanya roh-roh orang yang mati karena banjir pada jaman Nuh. Mengapa hanya kepada mereka? Ia mengatakan bahwa ini pasti dinyatakan kepada rasul-rasul, tetapi tidak kepada kita, sehingga merupakan suatu misteri bagi kita. Ia menduga bahwa pada saat banjir itu terjadi, memang ada orang-orang yang betul-betul mengeraskan hati, tetapi tidak semua demikian. Ada yang bersikap ragu-ragu tetapi diam. Juga mungkin ada banyak remaja dan anak kecil, dan mungkin ada yang bertobat pada saat mau mati.

Pulpit Commentary: “The preaching and the condition of the hearers are mentioned together; they were spirits when they heard the preaching. It seems impossible to understand these words of preaching through Noah or the apostles to men who passed afterwards into the state of disembodied spirits. And he preached in the spirit. The word seem to limit the preaching to the time when the Lord’s soul was left in Hades (Acts 2:27)” [= Pemberitaan dan kondisi dari para pendengar disebutkan bersama-sama; mereka adalah roh-roh pada waktu mereka mendengar pemberitaan itu. Kelihatannya tidak mungkin untuk menafsirkan kata-kata ini sebagai pemberitaan melalui Nuh atau rasul-rasul kepada orang-orang yang setelah itu mati dan menjadi roh-roh yang tidak mempunyai tubuh. Dan Ia berkhotbah / memberitakan dalam roh. Kata ini kelihatannya membatasi pemberitaan pada saat dimana jiwa Tuhan ditinggalkan di Hades (Kis 2:27)] - hal 134.

Catatan: saya berpendapat bahwa dalam Kis 2:27,31 kata HADES (diterjemahkan ‘dunia orang mati’) harus diartikan sebagai ‘kuburan’, karena kontextnya berhubungan dengan kebangkitan Kristus.

Pulpit Commentary: “It cannot mean the whole realm of the dead, but only that part of Hades in which the souls of the ungodly are reserved unto the day of judgment. ... The verse now before us (verse 20) limits the area of the Lord’s preaching: without it we might have supposed that he preached to the whole multitude of the dead, or at least to all ungodly dead whose spirits were in prison. Why does St. Peter specify the generation that was swept away by the Flood? Did they need the preaching of the Christ more than other sinful souls? or was there any special reason why that grace should be vouchsafed to them rather than to others? The fact must have been revealed to the apostle; but evidently we are in the presence of a mystery into which we can see only a little way” [= Itu tidak bisa diartikan seluruh alam / dunia orang mati, tetapi hanya bagian dari Hades dalam mana jiwa-jiwa dari orang jahat disimpan sampai hari penghakiman. ... Ayat yang ada di hadapan kita sekarang (ay 20) membatasi daerah pemberitaan Tuhan kita: tanpa itu kita bisa menganggap bahwa Ia berkhotbah kepada semua orang mati, atau setidaknya kepada semua orang mati yang jahat yang rohnya ada dalam penjara. Mengapa Petrus mengkhususkan generasi yang dihancurkan oleh Air Bah? Apakah mereka membutuhkan pemberitaan Kristus lebih dari jiwa-jiwa berdosa yang lain? atau apakah ada alasan khusus mengapa kasih karunia itu harus diberikan kepada mereka dan bukannya kepada yang lain? Fakta itu pasti telah dinyatakan kepada sang rasul; tetapi jelas bahwa kita ada di hadapan sebuah misteri ke dalam mana kita hanya bisa melihat sedikit] - hal 134.

2. Semua orang yang dalam hidupnya tidak pernah mendengar Injil.

William Barclay: “this most probably means that in time between his death and his resurrection Jesus actually preached the gospel in the abode of the dead; that is to say, to those who in their lifetime had never had the opportunity to hear it” (= ini paling mungkin berarti bahwa pada saat di antara kematian dan kebangkitanNya Yesus sungguh-sungguh memberitakan Injil di tempat orang mati; artinya, kepada mereka yang dalam hidupnya tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mendengarnya) - hal 235.

William Barclay: “This passage has lodged in the creed in the phrase: ‘He descended into hell.’ We must first note that this phrase is very misleading. The idea of the New Testament is not that Jesus descended into hell but that he descended into Hades. Acts 2:27, as all newer translations correctly show, should be translated not: ‘Thou wilt not leave my soul in hell,’ but, ‘Thou wilt not abandon my soul to Hades.’ The difference is this. Hell is the place of the punishment of the wicked; Hades was the place where all the dead went” (= Text ini telah ditempatkan dalam pengakuan iman dalam ungkapan: ‘turun ke dalam neraka’. Pertama-tama kita harus memperhatikan bahwa ungkapan ini sangat menyesatkan. Gagasan dari Perjanjian Baru bukanlah bahwa Yesus turun ke dalam neraka tetapi bahwa Ia turun ke dalam Hades. Kis 2:27, seperti yang ditunjukkan oleh semua terjemahan yang lebih baru, seharusnya tidak diterjemahkan: ‘Engkau tidak akan meninggalkan jiwaKu dalam neraka’ tetapi ‘Engkau tidak akan meninggalkan jiwaKu di Hades’. Inilah perbedaannya. Neraka adalah tempat penghukuman orang jahat; Hades adalah tempat kemana semua orang mati pergi) - hal 236.

Catatan: saya berpendapat bahwa:

· kata-kata ‘turun ke neraka’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli tidak menyesatkan selama kita menafsirkannya secara benar. Calvin tidak menganggap bahwa Yesus betul-betul turun kemanapun. ‘Turun ke neraka’ itu terjadi pada saat Yesus ada di kayu salib dan berteriak: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’.

· Hades bukanlah tempat netral kemana semua orang akan pergi. Dalam banyak ayat Kitab Suci, kata ‘Hades’ menunjuk pada ‘neraka’. Dalam Kis 2:27 kata ‘Hades’menunjuk pada ‘kuburan’.

William Barclay: “The Jews had a very shadowy conception of life beyond the grave. They did not think in terms of heaven and of hell but of a shadowy world, where the spirits of men moved like grey ghosts in an everlasting twilight and where there was neither strength nor joy. Such was Hades, into which the spirits of all men went after death” (= Orang-orang Yahudi mempunyai konsep yang sangat kabur tentang kehidupan di balik kubur. Mereka tidak berpikir tentang surga dan neraka, tetapi tentang dunia yang kabur, dimana roh-roh manusia bergerak seperti hantu-hantu kelabu dalam cahaya remang-remang yang kekal, dan dimana tidak ada kekuatan ataupun sukacita. Demikianlah keadaan Hades, ke dalam mana roh-roh dari semua manusia pergi setelah kematian) - hal 236-237.

Barclay lalu memberikan ayat-ayat di bawah ini sebagai dasar:

¨ Yesaya 38:18 - “Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu”.

¨ Mazmur 6:6 - “Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepadaMu; siapakah yang akan bersyukur kepadaMu di dalam dunia orang mati?”.

¨ Mazmur 30:10 - “Apakah untungnya kalau darahku tertumpah, kalau aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepadaMu dan memberitakan kesetiaanMu?”.

¨ Mazmur 88:11-13 - “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela. (12) Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.

¨ Mazmur 115:17 - “Bukan orang-orang mati akan memuji-muji TUHAN, dan bukan semua orang yang turun ke tempat sunyi,”.

¨ Pkh 9:10 - “Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi”.

Catatan: Sebetulnya arti dari ayat-ayat ini tidaklah seperti yang dikatakan oleh Barclay. Bandingkan dengan kata-kata Louis Berkhof di bawah ini.

Louis Berkhof: “The passages which seem to teach that the dead are unconscious are clearly intended to stress the fact that in the state of death man can no more take part in the activities of this present world” (= Text-text yang kelihatannya mengajarkan bahwa orang-orang mati tidak mempunyai kesadaran secara jelas dimaksudkan untuk menekankan fakta bahwa dalam keadaan kematian, manusia tidak lagi bisa ambil bagian dalam aktivitas-aktivitas dari dunia sekarang ini) - ‘Systematic Theology’, hal 689.

William Barclay: “If Christ descended into Hades and preached there, there is no corner of the universe into which the message of grace has not come. There is in this passage the solution of one of the most haunting questions raised by the Christian faith - what is to happen to those who lived before Jesus Christ and to those to whom the gospel never came? There can be no salvation without repentance but how can repentance come to those who have never been confronted with the love and holiness of God? If there is no other name by which men may be saved, what is to happen to those who never heard it? This is the point that Justin Martyr fastened on long ago: ‘The Lord, the Holy God of Israel, remembered his dead, those sleeping in the earth, and came down to them to tell them the good news of salvation.’ The doctrine of the descent into Hades conserves the precious truth that no man who ever lived is left without a sight of Christ and without the offer of the salvation of God” (= Jika Kristus turun ke Hades dan berkhotbah di sana, tidak ada sudut di seluruh alam semesta yang tidak dicapai oleh berita kasih karunia. Dalam text ini ada pemecahan dari salah satu dari pertanyaan-pertanyaan yang paling sering dipertanyakan oleh iman Kristen - apa yang akan terjadi dengan mereka yang hidup sebelum Yesus Kristus dan mereka yang tidak pernah mendengar Injil? Tidak bisa ada keselamatan tanpa pertobatan, tetapi bagaimana pertobatan bisa datang kepada mereka yang tidak pernah dihadapkan dengan kasih dan kesucian Allah? Jika tidak ada nama lain dengan mana manusia bisa diselamatkan, apa yang akan terjadi dengan mereka yang tidak pernah mendengarnya? Inilah yang dipegang oleh Justin Martyr pada jaman dulu: ‘Tuhan, Allah yang Kudus dari Israel, mengingat orang-orang matiNya, mereka yang tidur dalam bumi, dan turun kepada mereka untuk memberitahu mereka kabar baik dari keselamatan’. Doktrin tentang turun ke Hades ini mengawetkan kebenaran yang berharga bahwa tidak seorangpun yang pernah hidup yang dibiarkan tanpa melihat Kristus dan tanpa penawaran keselamatan dari Allah) - hal 242.

Keberatan:

a) Benarkah Yesus sendiri (roh manusiaNya) yang memberitakan Injil?

1. Penafsir Pulpit Commentary di atas menafsirkan bahwa kata-kata ‘yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh’[RSV: ‘being put to death in the flesh, but made alive in the spirit’ (= dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh)] menunjukkan suatu kontras antara daging / tubuh Kristus dan roh dari manusia Yesus. Dengan kata lain, ia berkata bahwa kata ‘dibunuh’ ditujukan kepada ‘daging / tubuh Kristus’, sedangkan kata ‘dihidupkan’ ditujukan kepada ‘roh manusia Yesus’. Tetapi perlu diingat bahwa kematian Kristus tidak bisa ditujukan terhadap tubuhNya saja, tetapi kepada seluruh kemanusiaanNya, yang berarti mencakup roh manusiaNya.

2. Tentang teori yang mengatakan bahwa Yesus sendiri betul-betul turun ke Hades untuk memberitakan Injil, seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary menentangnya dan mengatakan bahwa berdasarkan Lukas 23:43,46 maka harus disimpulkan bahwa antara kematian dan kebangkitan, roh dari manusia Yesus itu ada di surga.

Pulpit Commentary: “It is thought by some that after our Lord’s death (possibly in the interval between his death and resurrection) his disembodied spirit passed into the unseen world, and preached the gospel to the disobedient dead. Now, if that be the proper meaning of the words, if they cannot mean anything else, we must accept it. That the words taken by themselves will bear that meaning cannot probably be denied: then why should we hesitate to adopt it? I might remind you that as far as those three days are concerned, we seem to be told that they were spent in Paradise with the Father and the redeemed. ‘This day,’ he said to the penitent thief, ‘thou shalt be with me in Paradise;’ ‘Father,’ he said, ‘into thy hands I commend my spirit: and having said thus, he gave up the spirit.’” [= Beberapa orang beranggapan bahwa setelah kematian Tuhan kita (mungkin di antara kematian dan kebangkitanNya) rohNya yang tanpa tubuh berpindah ke dunia yang tak terlihat, dan memberitakan Injil kepada orang-orang mati yang tidak taat. Jika itu adalah arti yang benar dari kata-kata ini, jika kata-kata itu tidak bisa mempunyai arti yang lain, maka kita harus menerimanya. Mungkin tidak bisa disangkal bahwa kata-kata itu, ditinjau dari sudut kata-kata itu sendiri, bisa memberikan arti seperti itu. Jadi mengapa kita harus ragu-ragu untuk menerimanya? Saya bisa mengingatkan engkau bahwa tentang 3 hari yang dipersoalkan, kelihatannya kita diberitahu bahwa hari-hari itu dihabiskan dalam Firdaus dengan Bapa dan orang-orang yang sudah ditebus. Ia berkata kepada penjahat yang bertobat: ‘hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus’; dan Ia berkata: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu / rohKu’. Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya / rohNya] - hal 158.

Catatan: dari perbandingan 2Korintus 12:2 dan 2Korintus 12:4 harus disimpulkan bahwa ‘Firdaus’ adalah ‘surga’.

b) Sekarang tentang orang-orang yang diinjili.

1. Kalau dikatakan bahwa orang-orang yang diinjili hanya orang-orang yang mati pada jaman Nuh, maka mengapa hanya orang-orang ini yang diberi kesempatan kedua ini?

A. T. Robertson: “If so, why did Jesus confine his preaching to this one group?” (= Jika demikian, mengapa Yesus membatasi pemberitaanNya kepada satu grup ini?).

Pulpit Commentary: “Then, if this passage does mean that Christ preached to the dead, it only speaks of the dead in the days of Noah; it seems incredible that these comparative few should be singled out from the great mass of mankind for so great a blessing” (= Lalu, jika text ini memang berarti bahwa Kristus berkhotbah kepada orang-orang mati, text ini hanya berbicara tentang orang-orang mati pada jaman Nuh; kelihatannya tidak masuk akal bahwa orang-orang yang relatif sedikit ini harus dikhususkan dari kelompok besar umat manusia untuk berkat yang sebesar itu) - hal 158.

2. Kalau dikatakan bahwa orang-orang yang diinjili adalah orang-orang yang dalam hidupnya tidak pernah mendengar Injil, maka itu bertentangan dengan ajaran Kitab Suci yang menunjukkan secara jelas bahwa orang-orang yang mati tanpa pernah mendengar Injil, akan binasa / masuk neraka.

a. Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.

Yeh 3:18 ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mendengar peringatan itu tetap akan mati dalam kesalahannya.

b. Roma 2:12 - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat”.

Kalau orang yang tidak mempunyai hukum Taurat dikatakan ‘akan binasa tanpa hukum Taurat’ (artinya ia tidak akan dihakimi berdasarkan hukum Taurat, tetapi dihakimi berdasarkan suara hati / hati nurani mereka - bdk. Ro 2:14-15. Tetapi mereka tetap akan binasa), maka bisalah dianalogikan bahwa orang yang tidak mempunyai Injil atau tidak pernah mendengar Injil akan binasa tanpa Injil (artinya mereka tidak akan dihakimi berdasarkan Injil, tetapi mereka tetap akan binasa).

c. Roma 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.

Text ini memberikan suatu rangkaian: orang yang berseru kepada Tuhan akan selamat, tetapi bagaimana bisa berseru kalau tidak percaya, dan bagaimana percaya kalau tidak pernah mendengar, dan bagaimana mendengar kalau tidak ada yang memberitakan? Kalau rangkaian ini dibalik, maka akan didapatkan: kalau tidak ada yang memberitakan, maka orangnya tidak bisa mendengar. Kalau tidak mendengar, ia tidak bisa percaya. Kalau ia tidak percaya, ia tidak bisa berseru. Dan kalau ia tidak bisa berseru maka ia tidak bisa selamat. Jadi kalau tidak ada yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa selamat!

Jadi, semua ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan mati dalam dosanya.

Juga dari fakta bahwa Kitab Suci menunjukkan betapa urgent / mendesaknya pertobatan dan penginjilan, harus disimpulkan bahwa ajaran tentang ‘second chance’ / ‘kesempatan kedua’ merupakan suatu omong kosong sesat yang sangat tidak alkitabiah.

7) Ini menunjuk pada pemberitaan (Injil) di dunia orang mati. Pemberitaan Injil ini dilakukan oleh Yesus (tanpa mempersoalkan apakah itu adalah roh ilahiNya atau roh manusiaNya). Juga penginjilan ini diberikan bukan hanya bagi orang-orang yang mati pada jaman Nuh. Ada yang berkata semua orang akan diinjili lagi; ada yang mengatakan hanya orang-orang yang dalam hidupnya tidak pernah mendengar Injil yang akan diinjili oleh Yesus.

Pulpit Commentary: “I know the tenacity with which we cling to the hope that those who have never heard the gospel shall hear it, if not here, hereafter; and that many have cherished this hope, partly on the strength of these words. My hope of that is not less because I do not see it encouraged here. I know God well enough, and I know this book well enough, to know that no man will be condemned because of Adam’s sin; through Christ every man stands on a fair footing; the condemning sin is rejection. Then the Saviour must be presented to each hereafter, if not here. I cling to the hope that the preaching of the Saviour on the other side of the grave will bring multitude to heaven who died without a gospel. But for you who have the gospel now, this is your day of grace; with you, salvation is now or never” [= Saya tahu tentang kegigihan / ketekunan dengan mana kita berpegang pada pengharapan bahwa mereka yang tidak pernah mendengar Injil akan mendengarnya, jika tidak di sini, di alam baka; dan bahwa banyak orang berharap-harap, sebagian pada kekuatan dari kata-kata ini. Harapanku tentang hal itu tidak berkurang sekalipun aku tidak melihatnya dikuatkan di sini (dalam 1Petrus 3:18-20). Saya mengenal Allah dengan cukup baik, dan saya mengenal Kitab ini dengan cukup baik, untuk tahu bahwa tidak ada manusia yang akan dihukum karena dosa Adam; melalui Kristus setiap manusia berdiri pada tempat berpijak yang adil / sama; dosa yang menyebabkan penghukuman adalah penolakan (terhadap Kristus). Jadi Kristus harus disampaikan kepada setiap orang, jika tidak di sini, di alam baka. Saya berpegang pada pengharapan bahwa khotbah dari sang Juruselamat di balik kubur akan membawa banyak orang, yang mati tanpa Injil, ke surga. Tetapi untuk engkau yang mempunyai Injil itu sekarang, inilah hari kasih karuniamu; bagi engkau keselamatan itu sekarang atau tidak sama sekali] - hal 158.

Catatan: bedanya penafsir ini dengan yang lain dalam grup ini adalah:

· ia sebetulnya beranggapan bahwa 1Petrus 3:18-20 ini tidak mendukung pandangannya ini (perhatikan bagian yang saya garisbawahi), tetapi lucunya ia tetap mempercayai pandangan tersebut, tanpa memberikan dasar Kitab Sucinya.

· ia berpendapat bahwa yang nanti akan diinjili oleh Yesus Kristus hanyalah orang-orang yang pada masa hidupnya tidak pernah mendengar Injil. Sedangkan untuk orang yang di dunia ini sudah mendengar Injil, kesempatannya hanyalah di dunia ini saja, tidak akan ada ‘second chance’ (= kesempatan yang kedua).

Kesalahan dari penafsir ini:

a) Ia berkata bahwa tak ada orang dihukum karena dosa Adam.

Bandingkan dengan Roma 5:18-19 - “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.

b) Melalui Kristus setiap orang mendapatkan kedudukan yang sama / adil.

R. C. Sproul: “The hue and cry the Calvinist usually hears at this point is ‘That’s not fair!’ But what is meant by fairness here? If by fair we mean equal, then of course the protest is accurate. God does not treat all men equally. Nothing could be clearer from the Bible than that. God appeared to Moses in a way that he did not appear to Hammurabi. God gave blessings to Israel that he did not give to Persia. Christ appeared to Paul on the road to Damascus in a way he did not manifest himself to Pilate” (= Teriakan-teriakan yang biasanya didengar oleh orang Calvinist pada titik ini adalah ‘Itu tidak adil!’ Tetapi apa yang dimaksud dengan keadilan di sini? Kalau yang dimaksud dengan ‘adil’ adalah ‘sama’, maka tentu protes itu benar. Allah tidak memperlakukan semua orang secara sama. Tidak ada hal yang bisa lebih jelas dari Alkitab dari pada hal itu. Allah menampakkan diri kepada Musa dalam suatu cara yang tidak Ia lakukan kepada Hammurabi. Allah memberi berkat kepada Israel yang tidak Ia berikan kepada Persia. Kristus menampakkan diri kepada Paulus di jalan ke Damaskus dalam suatu cara yang Ia tidak nyatakan kepada Pilatus) - ‘Chosen By God’, hal 155.

Tetapi siapa yang mengatakan bahwa kata ‘adil’ harus berarti ‘memperlakukan semua dengan sama rata’?

Bdk. Matius 20:1-15 - “(1) ‘Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. (2) Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. (3) Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. (4) Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan merekapun pergi. (5) Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. (6) Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? (7) Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. (8) Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. (9) Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. (10) Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi merekapun menerima masing-masing satu dinar juga. (11) Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, (12) katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. (13) Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, AKU TIDAK BERLAKU TIDAK ADIL TERHADAP ENGKAU. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (14) Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. (15) Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”.

Dari perumpamaan dalam Mat 20:1-15 terlihat dengan jelas bahwa ‘adil’ tidak harus berarti ‘memperlakukan semua secara sama rata’. Perumpamaan dalam Mat 20:1-15 itu jelas menunjukkan bahwa tuan itu tidak memperlakukan para pekerja itu secara sama rata, karena ia lebih bermurah hati kepada pekerja yang masuk belakangan. Tetapi pada waktu pekerja golongan pertama memprotesnya, ia berkata: “aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau” (Mat 20:13).

KJV: ‘I do thee no wrong’ (= Aku tidak berbuat salah kepadamu).

RSV: ‘I am doing you no wrong’ (= Aku tidak berbuat salah kepadamu).

NASB: ‘I am doing you no wrong’ (= Aku tidak berbuat salah kepadamu).

NIV: ‘I am not being unfair to you’ (= Aku tidak sedang tidak adil kepadamu).

Matthew Henry: “if God gives that grace to others, which he denies to us, it is kindness to them, but no injustice to us; and bounty to another, while it is no injustice to us, we ought not to find fault with. Because it is free grace, that is given to those that have it, boasting is for ever excluded; and because it is free grace, that is withheld from those that have it not, murmuring is for ever excluded” (= jika Allah memberikan kasih karunia itu kepada orang-orang lain, yang tidak Ia berikan kepada kita, itu merupakan kebaikan bagi mereka, tetapi bukan ketidak-adilan bagi kita; dan hadiah / karunia bagi yang lain, sementara itu bukan ketidak-adilan bagi kita, dan kita tidak boleh menyalahkannya. Karena itu adalah kasih karunia yang cuma-cuma, yang diberikan kepada mereka yang mempunyainya, pembanggaan harus dibuang selama-lamanya; dan karena itu adalah kasih karunia yang cuma-cuma, yang ditahan dari mereka yang tidak mempunyainya, sungut-sungut harus dibuang selama-lamanya).

Pekerja-pekerja kelompok pertama mendapatkan keadilan, tetapi pekerja-pekerja kelompok terakhir mendapatkan kemurahan. Tidak ada yang mendapatkan ketidak-adilan.

c) Dosa yang menyebabkan penghukuman hanyalah penolakan secara sadar terhadap Kristus. Bandingkan juga dengan kata-kata Louis Berkhof di bawah (keberatan point 4, kutipan ke 5).

Andereas Samudera, dengan Penginjilan terhadap orang matinya, termasuk dalam golongan yang mempercayai adanya Pemberitaan Injil oleh Yesus kepada orang-orang yang sudah mati, dan adanya kemungkinan bertobat bagi orang-orang itu. Tetapi selain itu, ia juga percaya bahwa:

Kita harus meneladani Tuhan Yesus dan memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah mati.

Ia percaya bahwa roh orang mati bisa gentayangan di dunia ini dan merasuk orang hidup, dan roh orang mati ini bisa diinjili.

Pandangan seperti ini tidak pernah saya jumpai dalam buku tafsiran manapun.

Keberatan terhadap pandangan ke 7 ini:

1. Hal sepenting itu tidak mungkin diajarkan dengan cara yang begitu sedikit dan kabur.

Kalau memang Yesus melakukan penginjilan kepada orang-orang mati, apalagi kalau kita juga diwajibkan untuk melakukan hal itu, maka itu jelas merupakan sesuatu yang amat sangat penting dalam theologia Kristen, sehingga tidak mungkin diberitakan begitu sedikit dan dengan cara yang sangat kabur karena sukarnya ayat ini.

A. T. Robertson: “One can only say that it is a slim hope for those who neglect or reject Christ in this life to gamble with a possible second chance after death which rests on very precarious exegesis of a most difficult passage in Peter’s Epistle” (= Seseorang hanya bisa mengatakan bahwa itu merupakan suatu pengharapan yang tipis untuk mereka yang mengabaikan atau menolak Kristus dalam hidup ini untuk berspekulasi dengan suatu kesempatan kedua yang memungkinkan setelah kematian, yang bersandar pada exegesis yang sangat sulit dari text yang paling sukar dalam Surat Petrus).

Pulpit Commentary: “I might remind you, too, that if these words mean that the impenitent dead have a second chance, they stand alone in Scripture, at least as far as I am aware. But weightier than all is the fact that the plain teaching of this book is to the contrary” [= Saya bisa mengingatkanmu juga, bahwa jika kata-kata ini berarti bahwa orang mati yang tidak bertobat mempunyai kesempatan yang kedua, maka kata-kata ini berdiri sendirian dalam Kitab Suci, setidaknya sejauh yang saya ketahui. Tetapi lebih berat dari semua adalah fakta bahwa ajaran yang jelas dari kitab ini (Kitab Suci) bertentangan dengannya] - hal 158.

2. Kitab Suci jelas mengajarkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan binasa / masuk neraka. Ini sudah dibahas pada waktu membahas pandangan no 6 di atas.

3. Pertobatan hanya bisa terjadi kalau orang-orang itu didoakan. Kalau demikian, apakah kita juga harus mendoakan orang-orang mati?

Bandingkan dengan 1Yohanes 5:16 - “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.

Ayat ini mengatakan bahwa kalau ada seorang yang melakukan dosa yang membawa maut (mungkin yang dimaksud adalah dosa menghujat Roh Kudus yang tidak bisa diampuni - bdk. Mat 12:31-32), maka kita tidak perlu berdoa untuk orang itu. Kalau orang yang melakukan dosa yang membawa maut saja tidak boleh didoakan, bagaimana mungkin sekarang kita harus berdoa untuk orang yang sudah ada di dalam maut?

4. Perhatikan serentetan kutipan dari Louis Berkhof di bawah ini.

Louis Berkhof: “During the nineteenth century several theologians, especially in England, Switzerland, and Germany, embraced the idea that the intermediate state is a state of further probation for those who have not accepted Christ in this life. This view is maintained by some up to the present time and is a favourite tenet of the Universalists” [= Dalam abad ke 19 beberapa ahli theologia, khususnya di Inggris, Swiss, dan Jerman, mempercayai gagasan bahwa intermediate state (masa / keadaan antara kematian dan kebangkitan) merupakan suatu masa percobaan lebih lanjut untuk mereka yang belum menerima Kristus dalam hidup ini. Pandangan ini dipertahankan oleh sebagian orang sampai saat ini dan merupakan suatu ajaran / pendapat favorit dari para penganut Universalisme] - ‘Systematic Theology’, hal 681.

Louis Berkhof: “The theory of the so-called ‘second probation’ found considerable favour in the theological world of the nineteenth century. ... This theory is to the effect that salvation through Christ is still possible in the intermediate state for certain classes or, perhaps, for all; and that this is offered on substantially the same terms as at present, namely, faith in Christ as Saviour. Christ is made known to all who still need Him unto salvation, and acceptance of Him is urged on all. No one is condemned to hell without being subjected to this test, and only they are condemned who resist this offer of grace. The eternal state of man will not be irrevocably fixed until the day of judgment. The decision made between death and the resurrection will decide, whether one will be saved or not. The fundamental principle on which this theory rests, is that no man will perish without having been offered a favorable opportunity to know and accept Jesus. Man is condemned only for the obstinate refusal to accept the salvation that is offered in Christ Jesus. Opinions differ, however, as to the persons to whom the gracious opportunity to accept Christ will be offered in the intermediate state. The general opinion is that it will certainly be extended to all children who die in infancy, and to the adult heathen who in this life have not heard of Christ. The majority hold that it will even be granted to those who lived in Christian lands, but in this present life never properly considered the claims of Christ. Again, there is great diversity of opinion as to the agency and the methods by which this saving work will be carried on in the future. Moreover, while some entertain the largest hope as to the outcome of the work, others are less sanguine in their expectations ” [= Teori yang disebut ‘masa percobaan yang kedua’ ini mendapatkan banyak dukungan dalam dunia theologia abad ke 19. ... Teori ini kira-kira mengatakan bahwa keselamatan melalui Kristus tetap dimungkinkan dalam intermediate state (masa / keadaan antara kematian dan kebangkitan) untuk golongan-golongan tertentu atau mungkin untuk semua orang; dan pada pokoknya ini ditawarkan dengan syarat-syarat yang sama seperti pada saat ini, yaitu iman kepada Kristus sebagai Juruselamat. Kristus diberitahukan kepada semua yang tetap membutuhkanNya untuk keselamatan, dan semua orang didesak untuk menerima Dia. Tak seorangpun dihukum dalam neraka tanpa mengalami test ini, dan hanya mereka yang menolak penawaran kasih karunia ini yang akan dihukum. Keadaan kekal manusia tidak akan menjadi pasti / tertentu dan tak bisa berubah sampai hari penghakiman. Keputusan yang dibuat di antara kematian dan kebangkitan akan menentukan, apakah seseorang akan diselamatkan atau tidak] - ‘Systematic Theology’, hal 692.

Louis Berkhof: “This theory is founded in part on general considerations of what might expected of the love and justice of God, and on an easily understood desire to make the gracious work of Christ as inclusive as possible, rather than on any solid Scriptural foundation. The main Scriptural basis for it is found in 1Pet. 3:19 and 4:6, which are understood to teach that Christ in the period between His death and resurrection preached to the spirits in hades. But these passage furnish but a precarious foundation, since they are capable of quite a different interpretation” (= Teori ini didasarkan sebagian pada pertimbangan umum tentang apa yang bisa diharapkan dari kasih dan keadilan Allah, dan pada suatu keinginan yang bisa dimengerti untuk membuat pekerjaan kasih karunia Kristus mencakup sebanyak mungkin orang, tetapi tidak didasarkan pada dasar Kitab Suci yang kokoh / kuat. Dasar Kitab Suci utama untuk ini didapatkan dalam 1Pet 3:19 dan 4:6, yang dimengerti sebagai mengajarkan bahwa Kristus pada masa di antara kematian dan kebangkitanNya berkhotbah kepada roh-roh di Hades. Tetapi text-text ini hanya memberi dasar yang tidak pasti / tidak bisa dibenarkan, karena text-text ini memungkinkan suatu penafsiran yang sangat berbeda) - ‘Systematic Theology’, hal 692-693.

Louis Berkhof: “And even if this passage did teach that Christ actually went into the underworld to preach, His offer of salvation would extend only to those who died before His crucifixion” (= Dan bahkan jika text-text ini memang mengajarkan bahwa Kristus betul-betul pergi ke dunia orang mati untuk berkhotbah, penawaran keselamatanNya hanya akan diberikan kepada mereka yang mati sebelum penyalibanNya) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Catatan: tetapi Andereas Samudera percaya bahwa jaman inipun Kristus bisa pergi ke sana lagi untuk memberitakan Injil (buku ‘Dunia Orang Mati’ hal 57-59).

Louis Berkhof: “They also refer to passages which, in their estimation, represent unbelief as the only ground of condemnation, such as John 3:18,36; Mark 16:15,16; Rom. 10:9-12; Eph. 4:18; 2Pet. 2:3,4; 1John 4:3. But these passages only prove that faith in Christ is the way of salvation, which is by no means the same as proving that a conscious rejection of Christ is the only ground of condemnation” (= Mereka juga menunjuk pada text-text yang dalam penilaian mereka, menunjukkan ketidak-percayaan sebagai satu-satunya dasar penghukuman, seperti Yoh 3:18,36; Markus 16:15,16; Roma 10:9-12; Efesus 4:18; 2Pet 2:3,4; 1Yohanes 4:3. Tetapi ayat-ayat ini hanya membuktikan / menetapkan bahwa iman kepada Kristus merupakan jalan keselamatan, yang sama sekali tidak sama dengan mengatakan bahwa penolakan secara sadar terhadap Kristus merupakan satu-satunya dasar penghukuman) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Ini sesuatu yang harus sangat ditekankan. Ayat-ayat yang mengatakan bahwa orang yang tidak percaya kepada Kristus akan dihukum, tidak berarti bahwa ketidak-percayaan kepada Kristus merupakan satu-satunya dasar penghukuman, tetapi berarti bahwa iman kepada Kristus merupakan satu-satunya jalan melalui mana kita bisa diselamatkan. Jadi, merupakan sesuatu yang salah untuk mengatakan bahwa ketidak-percayaan secara sadar atau penolakan secara sadar terhadap Kristus merupakan satu-satunya dasar penghukuman. Setiap dosa, bahkan dosa asal, merupakan alasan yang cukup bagi Allah untuk menghukum orang tersebut.

Louis Berkhof: “The fundamental principle of this theory, that only the conscious rejection of Christ and His gospel, causes men to perish, is un-Scriptural. Man is lost by nature, and even original sin, as well as actual sins, makes him worthy of condemnation” (= Prinsip dasar dari teori ini, bahwa hanya penolakan secara sadar terhadap Kristus dan InjilNya, yang menyebabkan manusia binasa, merupakan sesuatu yang tidak Alkitabiah. Manusia pada dasarnya terhilang, dan bahkan dosa asal, maupun dosa-dosa yang dilakukan seseorang, membuatnya layak mendapatkan penghukuman) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Louis Berkhof: “Scripture represents the state of the unbelievers after death as a fixed state. The most important passage that comes into consideration here is Luke 16:19-31.”(= Kitab Suci menunjukkan keadaan dari orang-orang yang tidak percaya setelah kematian sebagai keadaan yang tetap. Text yang paling penting yang dipertimbangkan di sini adalah Lukas 16:19-31) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Catatan: khususnya perhatikan Lukas 16:25-26 - “(25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.

Seluruh cerita tentang Lazarus dan orang kaya ini jelas bertentangan dengan ajaran yang mengatakan adanya kemungkinan pertobatan setelah kematian. Orang kaya itu tidak pernah diinjili di Hades, dan sekalipun ia jelas sekali menyesal, tetapi tidak ada pengampunan baginya.

Louis Berkhof: “It (Scripture) also invariably represents the coming final judgment as determined by the things that were done in the flesh, and never speaks of this as dependent in any way on what occurred in the intermediate state” [= Itu (Kitab Suci) juga selalu menunjukkan / menggambarkan bahwa penghakiman akhir yang mendatang itu ditentukan oleh hal-hal yang dilakukan dalam daging, dan tidak pernah berbicara tentang hal ini sebagai tergantung dengan cara apapun pada apa yang terjadi dalam intermediate state (keadaan antara kematian dan kebangkitan)] - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Untuk mendukung pandangannya ini, Louis Berkhof memberikan banyak ayat Kitab Suci tetapi saya menganggap bahwa hanya satu yang betul-betul cukup kuat, yaitu 2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannyadalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.

Ayat ini menunjukkan bahwa penghakiman Kristus nanti tergantung hanya pada apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya, bukan pada apa yang dilakukannya setelah ia mati. Dan kata-kata ‘dalam hidupnya’ seharusnya adalah ‘dalam tubuh’. Jadi, apapun yang dilakukan jiwa / roh pada saat ia sudah terpisah dari tubuh (orangnya sudah mati) tidak diperhitungkan pada penghakiman akhir jaman.

Calvin: “it is an indubitable doctrine of Scripture, that we obtain not salvation in Christ except by faith; then there is no hope left for those who continue to death unbelieving”(= merupakan suatu doktrin / ajaran yang sudah pasti dari Kitab Suci, bahwa kita tidak mendapat keselamatan dalam Kristus kecuali oleh iman; maka tidak ada pengharapan yang tersisa untuk mereka yang terus tidak percaya sampai mati) - hal 113.

Barnes’ Notes: “it follows that there is no hope or prospect that the gospel will be preached to those who are lost. This is the only passage in the Bible that could be supposed to teach any such doctrine; and if the interpretation above proposed be correct, this furnishes no ground of belief that if a man dies impenitent he will ever be favored with another offer of mercy. This interpretation also accords with all the other representations in the Bible. ... All the representations in the Bible lead us to suppose that the eternal destiny of the soul after death is fixed” [= sebagai akibatnya maka tidak ada harapan atau kemungkinan bahwa injil akan diberitakan kepada mereka yang terhilang. Ini adalah satu-satunya text dalam Alkitab yang bisa dianggap mengajarkan doktrin seperti itu; dan jika penafsiran yang diusulkan / dikemukakan di atas itu benar (penafsiran dari Barnes sendiri, lihat point no 8, a, 1 di bawah), ini tidak memberikan dasar untuk percaya bahwa jika seseorang mati tanpa bertobat ia akan diberi kebaikan dengan penawaran belas kasihan yang lain. Penafsiran ini (penafsiran Barnes) juga sesuai dengan semua gambaran / pernyataan dalam Alkitab. ... Semua pernyataan dalam Alkitab membimbing kita untuk menganggap bahwa nasib kekal dari jiwa setelah kematian adalah tetap].

Barnes’ Notes: “people should embrace the gospel at once. Now it is offered to them; in the future world it will not be. But even if it could be proved that the gospel would be offered to them in the future world, it would be better to embrace it now. Why should people go down to that world to suffer long before they become reconciled to God? Why choose to taste the sorrows of hell before they embrace the offers of mercy? Why go to that world of woe at all? Are people so in love with suffering and danger that they esteem it wise to go down to that dark prison-house, with the intention or the hope that the gospel may be offered to them there, and that when there they may be disposed to embrace it? Even if it could be shown, therefore, that they might again hear the voice of mercy and salvation, how much wiser would it be to hearken to the voice now, and become reconciled to God here, and never experience in any way the pangs of the second death! But of any such offer of mercy in the world of despair, the Bible contains no intimation; and he who goes to the eternal world unreconciled to God, perishes for ever. The moment when he crosses the line between time and eternity, he goes forever beyond the boundaries of hope” (= manusia harus percaya kepada injil dengan segera. Sekarang injil itu ditawarkan kepada mereka; dalam dunia yang akan datang itu tidak akan ditawarkan. Tetapi bahkan seandainya jika bisa dibuktikan bahwa injil akan ditawarkan kepada mereka dalam dunia yang akan datang, akan lebih baik untuk mempercayainya sekarang. Mengapa manusia harus turun ke dunia itu untuk menderita lama sebelum mereka menerima tawaran belas kasihan? Mengapa harus pergi ke dunia itu? Apakah manusia begitu mencintai penderitaan dan bahaya sehingga mereka menilai sebagai bijaksana untuk turun kepada rumah penjara yang gelap, dengan maksud atau pengharapan bahwa injil ditawarkan kepada mereka di sana, dan bahwa pada waktu ada di sana mereka akan cenderung untuk mempercayainya? Karena itu, bahkan seandainya bisa ditunjukkan bahwa mereka bisa mendengar lagi suara dari belas kasihan dan keselamatan, alangkah lebih bijaksananya untuk mendengarkan suara itu sekarang, dan diperdamaikan dengan Allah di sini, dan tidak pernah mengalami dengan cara apapun rasa sakit dari kematian yang kedua! Tetapi tentang penawaran belas kasihan seperti itu dalam dunia keputus-asaan, Alkitab tidak mempunyai berita seperti itu; dan ia yang pergi ke dunia yang kekal tanpa diperdamaikan dengan Allah, binasa selama-lamanya. Pada saat dimana ia melewati garis antara waktu dan kekekalan, ia pergi selama-lamanya di luar batasan pengharapan).

Kesimpulan: pandangan ke 7 ini jelas merupakan pandangan sesat yang berbahaya. Pandangan ini menyebabkan orang beranggapan bahwa pertobatan maupun penginjilan bukanlah sesuatu yang bersifat urgent / mendesak. Kitab Suci jelas mengajarkan bahwa setelah kematian tidak ada kesempatan untuk mendengar Injil ataupun bertobat. Karena itu kalau saudara belum sungguh-sungguh percaya / diselamatkan, cepatlah percaya kepada Yesus Kristus sebelum terlambat. Dan kalau saudara mau memberitakan Injil kepada seseorang lakukanlah secepatnya sebelum terlambat.

8) Pemberitaan ini terjadi melalui Nuh, pada saat orang-orang itu masih hidup.

a) Siapa yang memberitakan Injil?

Golongan ke 8 ini terbagi menjadi 2 bagian, yang pertama mengatakan bahwa yang memberitakan adalah Roh Kudus melalui Nuh, yang kedua mengatakan yang memberitakan adalah Roh ilahi Yesus melalui Nuh.

Adanya 2 golongan ini sudah terlihat dari adanya 2 macam penterjemahan dalam 1Petrus 3:18.

1 Petrus 3:18 - “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,”.

KJV: ‘being put to death in the flesh, but quickened by the Spirit’ (= dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan oleh Roh).

NIV: ‘He was put to death in the body but made alive by the Spirit’ (= Ia dibunuh dalam tubuh tetapi dihidupkan oleh Roh).

RSV: ‘being put to death in the flesh but made alive in the spirit’ (= dibunuh dalam daging tetapi dihidupkan dalam roh).

NASB: ‘having been put to death in the flesh, but made alive in the spirit’ (= setelah dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh).

Jadi dari keempat terjemahan bahasa Inggris ini ada 2 penterjemahan, yaitu ‘by the Spirit’ (= oleh Roh), dan ‘in the spirit’ (= dalam roh).

Kalau dipilih terjemahan ‘by the Spirit’ (= oleh Roh), maka ini menunjuk kepada Roh Kudus, sedangkan kalau dipilih terjemahan ‘in the spirit’ (= dalam roh), maka ini menunjuk kepada Roh ilahi Yesus.

Sekarang mari kita perhatikan kedua golongan ini:

1. Yang memberitakan adalah Roh Kudus, melalui Nuh.

Louis Berkhof: “This passage is supposed to refer to the descent into hades and to state the purpose of it. The Spirit referred to is then understood to be the soul of Christ, and the preaching mentioned must have taken place between His death and resurrection. But the one is just as impossible as the other. The Spirit mentioned is not the soul of Christ but the quickening Spirit, and it was by that same life-giving Spirit that Christ preached. The common Protestant interpretation of this passage is that in the Spirit Christ preached through Noah to the disobedient that lived before the flood, who were spirits in prison when Peter wrote, and could therefore be designated as such” (= Text ini dianggap menunjuk kepada penurunan ke Hades dan menyatakan tujuan penurunan itu. ‘Roh’ yang dipersoalkan dianggap sebagai jiwa dari Kristus, dan pemberitaan yang disebutkan pasti terjadi antara kematianNya dan kebangkitanNya. Tetapi keduanya sama tidak mungkinnya. ‘Roh’ yang disebutkan bukanlah jiwa dari Kristus tetapi Roh yang menghidupkan, dan oleh Roh pemberi hidup yang samalah Kristus berkhotbah / memberitakan. Penafsiran Protestan yang umum tentang text ini adalah bahwa dalam Roh, Kristus memberitakan melalui Nuh kepada orang-orang yang tidak taat yang hidup sebelum air bah, yang adalah roh-roh dalam penjara pada saat Petrus menulis, dan karena itu bisa disebut / dinamakan seperti itu) - ‘Systematic Theology’, hal 341.

Catatan: agak tidak jelas yang ia maksudkan dengan ‘Roh yang menghidupkan’ dan ‘Roh pemberi hidup’ itu Roh Kudus atau Roh ilahi Yesus.

Jay E. Adams: “Peter now supports his contentions about suffering by referring to Christ’s sufferings, but almost immediately moves to a discussion of the death of Christ in relationship to those who are disobedient to the gospel, citing (as an example) the pre-flood population that failed to heed Noah’s preaching and (as a consequence) ended up in God’s prison” [= Sekarang Petrus mendukung pendiriannya tentang penderitaan dengan menghubungkannya dengan penderitaan Kristus, tetapi ia lalu berpindah pada suatu diskusi tentang kematian Kristus dalam hubungannya dengan mereka yang tidak taat pada Injil, menyebutkan (sebagai contoh) penduduk sebelum air bah yang gagal untuk memperhatikan khotbah / pemberitaan Nuh dan (sebagai konsekwensinya) berakhir dalam penjara Allah] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 113.

Jay E. Adams: “‘Christ was put to death in the flesh.’ That is to say, His death was a truly physical one; He was genuinely human. That means He had a human body in which He dies. But He was ‘made alive by the Spirit’ (not in the spirit). That the Holy Spirit (not Christ’s human spirit) in view is clear from the next verse. It was ‘by this Spirit’ (rather than in the flesh) that, long ago in Noah’s time, He went and preached to those who are now disembodied spirits (cf. usage in Heb. 12:23) locked up in prison (not merely kept in detention) as punishment. ... It was by the same Holy Spirit that He went and preached (cf. 4:6). Just as Paul can say in Ephesians 2:17 that Christ preached (after His resurrection and ascension) through the apostles, so too can Peter say that He preached to the antediluvian world by the Spirit through Noah” [= ‘Kristus dibunuh dalam daging’. Maksudnya, kematianNya betul-betul merupakan suatu kematian fisik; Ia adalah manusia yang sejati. Itu berarti Ia mempunyai tubuh manusia dalam mana Ia mati. Tetapi Ia ‘dihidupkan oleh Roh’ (bukan ‘dalam roh’). Bahwa yang dimaksud adalah Roh Kudus (bukan roh manusia Yesus) adalah jelas dari ayat selanjutnya. Adalah ‘oleh Roh ini’ (bukannya dalam daging), lama berselang pada jaman Nuh, Ia pergi dan berkhotbah / memberitakan kepada mereka yang sekarangadalah roh-roh yang tidak mempunyai tubuh (bdk. penggunaannya dalam Ibrani 12:23) ditahan / dikunci dalam penjara (bukan semata-mata ditawan) sebagai hukuman. ... Adalah dengan Roh yang sama Ia pergi dan berkhotbah / memberitakan (bdk. 4:6). Sama seperti Paulus bisa berkata dalam Ef 2:17 bahwa Kristus memberitakan (setelah kebangkitan dan kenaikanNya) melalui rasul-rasul, demikian juga Petrus bisa berkata bahwa Ia berkhotbah / memberitakan kepada dunia sebelum air bah, oleh Roh, melalui Nuh] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 114.

Efesus 2:17 - “Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ‘jauh’ dan damai sejahtera kepada mereka yang ‘dekat’”.

Ia juga menambahkan bahwa Nuh disebut sebagai pemberita kebenaran dalam 2Petrus 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

Jay E. Adams: “In verse 20, Peter tells us why these disembodied spirits are now being punished by imprisonment: it is because they disobeyed God’s word at that time when God’s patience was waiting in the days of Noah, while he was building an ark. During the 120 years prior to the flood, God’s Spirit was at work with men (Gen 6:3) presumably through Noah’s preaching. God’s patience is great; He waited 120 years, during which Noah also was building the ark” [= Dalam ayat 20, Petrus memberitahu kita mengapa roh-roh yang sudah terpisah dari tubuhnya ini sekarang dihukum dalam penjara: yaitu karena mereka tidak mentaati Firman Allah pada saat itu dimana kesabaran Allah sedang menunggu pada jaman Nuh, sementara ia sedang membangun sebuah bahtera. Selama 120 tahun sebelum air bah, Roh Allah bekerja dengan manusia (Kejadian 6:3) jelas melalui khotbah dari Nuh. Kesabaran Allah besar; Ia menunggu 120 tahun, dan selama waktu itu Nuh juga membangun bahtera] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 115.

2. Yang memberitakan adalah Logos, melalui Nuh.

Barnes’ Notes: “‘Being put to death in the flesh’. As a man; in his human nature. Comp. Notes, Rom. 1:3,4. There is evidently a contrast here between ‘the flesh’ in which it is said he was ‘put to death,’ and ‘the spirit’ by which it is said he was ‘quickened.’ ... The use of this phrase would suggest the thought at once, that though, in regard to that which was properly expressed by the phrase, ‘the flesh,’ they died, yet that there was something else in respect to which they did not die. ... The only proper inquiry, then, in this place is, What is fairly implied in the phrase, ‘the flesh’? Does it mean simply ‘his body,’ as distinguished from his human soul? or does it refer to him as a man, as distinguished from some higher nature, over which death had no power? Now, that the latter is the meaning seems to me to be apparent, for these reasons: (1.) It is the usual way of denoting the human nature of the Lord Jesus, or of saying that he became incarnate, or was a man, to speak of his being in the flesh. See Rom. 1:3: ‘Made of the seed of David according to the flesh.’ John 1:14: ‘And the Word was made flesh.’ 1Tim. 3:16: ‘God was manifest in the flesh.’ 1John 4:2: ‘Every spirit that confesseth that Jesus Christ is come in the flesh, is of God.’ 2John 7: ‘Who confess not that Jesus Christ is come in the flesh.’ (2.) So far as appears, the effect of death on the human soul of the Redeemer was the same as in the case of the soul of any other person; in other words, the effect of death in his case was not confined to the mere body or the flesh. Death, with him, was what death is in any other case - the separation of the soul and body, with all the attendant pain of such dissolution. It is not true that his ‘flesh,’ as such, died without the ordinary accompaniments of death on the soul, so that it could be said that the one died, and the other was kept alive” [= ‘Dibunuh dalam daging’. Sebagai manusia; dalam hakekat manusiaNya. Bdk. Catatan, Ro 1:3,4. Jelas ada kontras di sini antara ‘daging’ dalam mana Ia dikatakan dibunuh, dan ‘roh’ oleh mana Ia dikatakan ‘dihidupkan’. ... Penggunaan ungkapan ini segera menimbulkan pemikiran bahwa sekalipun berkenaan dengan apa yang dinyatakan oleh ungkapan ‘daging’ mereka mati, tetapi ada sesuatu yang lain berkenaan dengan mana mereka tidak mati. ... Pertanyaan yang tepat di tempat ini adalah: Apa yang dimaksud dengan ungkapan ‘daging’? Apakah ini sekedar berarti ‘tubuhNya’, yang dibedakan dengan jiwa manusiaNya? atau itu menunjuk pada Dia sebagai manusia, yang dibedakan dari hakekat yang lebih tinggi, atas mana kematian tidak mempunyai kuasa? Bagi saya jelas bahwa yang terakhir ini yang merupakan arti yang benar, dengan alasan: (1.) Mengatakan Ia ada dalam daging merupakan cara yang lazim untuk menunjuk kepada hakekat manusia dari Tuhan Yesus, atau untuk mengatakan bahwa Ia berinkarnasi, atau bahwa Ia adalah manusia. Lihat Ro 1:3: ‘yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud’. Yoh 1:14: ‘Dan Firman itu telah menjadi daging’. 1Timotius 3:16: ‘Allah dinyatakan dalam daging’. 1Yoh 4:2: ‘Setiap roh yang mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging, adalah dari Allah’. 2Yoh 7: ‘yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging’. (2.) Sejauh yang terlihat, akibat dari kematian pada jiwa manusia dari sang Penebus adalah sama seperti dalam kasus dari jiwa orang lain; dengan kata lain, akibat kematian dalam kasusNya tidak dibatasi hanya pada tubuh atau daging. Kematian bagiNya adalah sama seperti kematian bagi orang lain - pemisahan jiwa dengan tubuh, dengan semua rasa sakit yang menyertai pemisahan itu. Tidak benar bahwa ‘daging’Nya mati tanpa disertai kematian pada jiwaNya, sehingga dikatakan bahwa yang satu mati tetapi yang lain tidak] - hal 1422.

Catatan: Yohanes 1:14 1Tim 3:16 1Yoh 4:2 dan 2Yoh 7 saya terjemahkan dari KJV yang memang memberikan terjemahan hurufiah. Dalam menterjemankan ayat-ayat ini Kitab Suci Indonesia mengubah ‘daging’ menjadi ‘manusia’.

Roma 1:3-4 - “(3) tentang AnakNya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, (4) dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”.

Tentang Ro 1:3,4 ini Barnes memberikan komentar sebagai berikut:

a. “He was a descendant of David in his human nature, or as a man. This implies, of course, that he had another nature besides his human; or that, while he was a man, he was also something else; that there was a nature in which he was not descended from David. ... The apostle expressly makes a contrast between his condition according to the flesh, and that according to the spirit of holiness” (= Ia adalah keturunan dari Daud dalam hakekat manusiaNya, atau sebagai seorang manusia. Tentu saja secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa Ia mempunyai suatu hakekat yang lain disamping hakekat manusiaNya; atau bahwa sementara Ia adalah seorang manusia, Ia juga adalah sesuatu yang lain; bahwa di sana ada suatu hakekat dalam mana Ia tidak diturunkan dari Daud. ... Sang rasul dengan jelas membuat suatu kontras antara keadaanNya menurut daging dan keadaanNya menurut roh kekudusan) - hal 544.

b. “‘According to the spirit of holiness.’ ... It stands in contrast with ‘the flesh,’ ver. 3, ... As the former refers doubtless to his human nature, so this must refer to the nature designated by the title Son of God, that is, to his superior or Divine nature” (= ‘Menurut roh kekudusan’. ... Ini kontras dengan ‘daging’ dalam ay 3, ... Karena yang pertama tak diragukan menunjuk kepada hakekat manusiaNya, maka yang ini pasti menunjuk kepada hakekat yang ditunjuk oleh gelar Anak Allah, yaitu kepada hakekatNya yang lebih tinggi atau hakekat ilahiNya) - hal 545.

Selain Ro 1:3-4, ayat lain yang mirip adalah 1Tim 3:16 - “Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diriNya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’”.

Sekarang mari kita kembali pada 1Petrus 3:18.

Barnes’ Notes: “The conclusion, then, to which we have come is, that the passage means, that as a man, a human being, he was put to death; in respect to a higher nature, or by a higher nature, here denominated ‘Spirit’, (Pneuma,) he was restored to life” [= Maka kesimpulan yang kita dapatkan adalah bahwa text ini berarti bahwa sebagai seorang manusia, Ia dibunuh; berkenaan dengan hakekat yang lebih tinggi, atau oleh hakekat yang lebih tinggi, di sini disebut ‘Roh’, (Pneuma,) Ia dihidupkan kembali] - hal 1423.

Catatan: yang kurang bisa saya terima dari tafsiran Barnes adalah perubahan dari ‘in respect to’ (= berkenaan dengan) menjadi ‘by’ (= oleh).

Barnes’ Notes: “‘He went.’ To wit, in the days of Noah. No particular stress should be laid here on the phrase ‘he went.’ ... The idea, however, would be conveyed by this language that he did this personally, or by himself, and not merely by employing the agency of another. It would then be implied here that though the instrumentality of Noah was employed, yet that it was done not by the Holy Spirit, but by him who afterwards became incarnate. On the supposition, therefore, that this whole passage refers to his preaching to the antediluvians in the time of Noah, and not to the ‘spirits’ after they were confined in prison, this is language which the apostle would have properly and probably used. If that supposition meets the full force of the language, then no argument can be based on it in proof that he went to preach to them after their death, and while his body was lying in the grave. ... No argument, therefore, can be derived from this language to prove that Christ went and personally preached to those who were confined in hades or in prison” (= ‘Ia pergi’. Yaitu pada jaman Nuh. Tidak ada penekanan khusus yang harus diberikan di sini pada ungkapan ‘Ia pergi’. ... Tetapi gagasan yang disampaikan oleh istilah ini adalah bahwa Ia melakukan sendiri hal ini, atau oleh diriNya sendiri, dan bukan semata-mata dengan menggunakan orang lain. Jadi dinyatakan secara tak langsung di sini bahwa sekalipun Nuh digunakan sebagai alat, tetapi itu bukan dilakukan oleh Roh Kudus, tetapi olehNya yang belakangan berinkarnasi. Karena itu, berdasarkan anggapan bahwa seluruh text ini menunjuk pada pemberitaanNya kepada orang-orang pada jaman sebelum air bah pada jaman Nuh, dan bukan kepada ‘roh-roh’ setelah mereka dikurung dalam penjara, ini adalah bahasa / istilah yang secara tepat dan memungkinkan digunakan oleh sang rasul. Jika anggapan ini memenuhi arti sepenuhnya dari bahasa / istilah itu, maka tidak ada argumentasi bisa didasarkan pada ayat ini untuk membuktikan bahwa Ia pergi untuk memberitakan kepada mereka setelah kematian mereka, dan sementara tubuhNya sedang berbaring dalam kuburan. ... Karena itu tidak ada argumentasi yang bisa didapatkan dari kata-kata ini untuk membuktikan bahwa Kristus pergi dan secara pribadi memberitakan / berkhotbah kepada mereka yang dikurung dalam Hades atau dalam penjara) - hal 1423.

Sukar untuk menentukan sikap tentang 2 pandangan di atas. Kalau kita menerima terjemahan ‘by the spirit’ (= oleh Roh), maka ada 2 problem, yaitu:

· dari sudut bahasa Yunani kelihatannya ini tidak benar.

· kata ‘roh’ tidak mempunyai kata sandang, dan karena itu tidak mungkin menunjuk kepada Roh Kudus.

Tetapi Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan: “There are two previous instances of the word ‘spirit,’ when denoting the Holy Spirit, being without the article, that is in chap. 1:2 and 22” (= Ada dua contoh / kejadian sebelum ini dimana kata ‘roh’ menunjuk kepada Roh Kudus, sekalipun tidak mempunyai kata sandang, yaitu dalam pasal 1:2 dan 22) - hal 127.

Catatan: mungkin yang ia maksudkan adalah 1Pet 1:2 dan 1Petrus 1:12 (bukan 1Pet 1:22), karena dalam 1Petrus 1:22 tidak ada kata ‘roh’.

Dari sudut bahasa Yunani kelihatannya yang benar adalah terjemahan ‘in the spirit’ (= dalam roh), dan kata-kata itu menunjuk kepada LOGOS / roh ilahi Yesus, tetapi problem dengan terjemahan ini adalah bagaimana kata ‘dihidupkan’ bisa diterapkan kepada Logos itu? Menurut saya ada 2 kemungkinan jawaban:

¨ kata ‘dihidupkan’ sekedar diartikan ‘tidak mati’. Petrus menggunakan kata ‘dihidupkan’, bukannya ‘tidak mati’, untuk mengkontraskan kata itu dengan kata ‘dibunuh’.

Pulpit Commentary: “His being put to death was ‘in the flesh’; i.e. on the side of his nature by which he was connected with earth and had a mortal existence. His being quickened is contrasted in being not in the flesh, but ‘in the spirit’; i.e. on the side of his nature by which he was above earth and had an immortal existence” (= Dibunuhnya Ia adalah ‘dalam daging’; yaitu pada bagian hakekatNya dengan mana Ia berhubungan dengan bumi dan mempunyai keberadaan yang bisa mati. Dihidupkannya Ia dikontraskan dengan itu karena terjadi bukan dalam daging tetapi ‘dalam ‘roh’; yaitu pada bagian hakekatNya dengan mana Ia ada di atas bumi dan mempunyai keberadaan yang tidak bisa mati) - hal 168.

¨ di sini digunakan ‘sebutan ilahi’ untuk Kristus, tetapi menggunakan ‘predikat manusia’, seperti dalam ayat-ayat di bawah ini:

* Kis 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri”.

NIV: “... the church of God, which he bought with his own blood” (= ... jemaat / gereja Allah, yang Ia beli dengan darahNya sendiri).

Catatan: dalam ayat ini TB1 - LAI salah terjemahan karena menterjemahkan ‘darah AnakNya’. Ini dibetulkan dalam TB2 - LAI yang menterjemahkan ‘darahNya’(menghapus kata ‘Anak’ yang memang sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya).


Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Allah’, tetapi predikatnya berbicara tentang ‘darah’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

* 1Korintus 2:8 - “Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’, tetapi menggunakan predi­kat ‘menyalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

* 1Yohanes 1:1 - “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami rabadengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Firman’ (LOGOS), tetapi menggunakan predikat ‘telah kami lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

Dan dalam Kitab Suci juga ada ayat-ayat yang berkebalikan dengan 3 contoh di atas, dimana Kristus diberi ‘sebutan manusia’ tetapi digunakan ‘predikat ilahi’, seperti dalam Mat 9:6 (‘Anak Manusia’ & ‘berkuasa mengampuni dosa’), Matius 12:8 (‘Anak Manusia’ & ‘Tuhan atas hari Sabat’), dan sebagainya.

Calvin menjelaskan mengapa hal itu dilakukan dalam Kitab Suci dengan berkata sebagai berikut:

Þ “And they (Scriptures) so earnestly express this union of the two natures that is in Christ as sometimes to inter­change them” [= Dan mereka (Kitab-kitab Suci) begitu sungguh-sungguh mewujudkan kesatuan dari dua hakekat yang ada di dalam Kristus sehingga kadang-kadang menukar / membolak-balik mereka] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIV, 1.

Þ “Because the selfsame one was both God and man, for the sake of the union of both natures he gave to the one what belonged to the other” (= Karena orang yang sama adalah Allah dan manusia, demi kesatuan dari kedua hakekat, ia memberikan kepada yang satu apa yang termasuk pada yang lain) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIV, 2.

Dua pandangan ini, sekalipun berbeda dalam penafsiran, tetapi sebetulnya tidak terlalu berbeda dalam substansi, karena sekalipun Allah Anak dan Roh Kudus adalah 2 Pribadi yang berbeda, tetapi Mereka tetap adalah satu (karena adanya kesatuan hakekat).

b) Siapa yang diinjili? Dengan kata lain, siapa ‘roh-roh dalam penjara’ itu?

Barnes’ Notes: “Who are referred to by ‘spirits’? The specification in the next verse determines this. They were those ‘who were sometimes disobedient, when once the long-suffering of God waited in the days of Noah.’ No others are specified; and if it should be maintained that this means that he went down to hell, or to sheol, and preached to those who are confined there, it could be inferred from this passage only that he preached to that portion of the lost spirits confined there which belonged to the particular generation in which Noah lived. Why he should do this; or how there should be such a separation made in hades that it could be done; or what was the nature of the message which he delivered to that portion, are questions which it is impossible for any man who holds the opinion that Christ went down to hell after his death to preach, to answer” (= Siapa yang dimaksud dengan ‘roh-roh’? Penggambaran terperinci dalam ayat selanjutnya menentukan hal ini. Mereka adalah orang-orang yang ‘dahulu tidak taat, pada waktu kesabaran Allah menunggu pada jaman Nuh’. Tidak ada orang-orang lain yang disebutkan; dan seandainya harus dipertahankan bahwa Ia turun ke neraka, atau ke SHEOL, dan berkhotbah kepada mereka yang terkurung di sana, maka bisa disimpulkan dari text ini, hanya bahwa Ia berkhotbah kepada bagian dari roh-roh yang terkurung di sana, yang termasuk dalam generasi tertentu dalam mana Nuh hidup. Mengapa Ia melakukan hal ini; atau bagaimana bisa dibuat pemisahan seperti itu di Hades sehingga hal ini bisa dilakukan; atau apa sifat dari berita yang Ia sampaikan kepada bagian itu, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak mungkin dijawab oleh orang yang memegang pandangan bahwa setelah kematianNya Kristus turun ke neraka untuk berkhotbah) - hal 1423.

Barnes’ Notes: “the question will be asked why are they called ‘spirits?’ Were they spirits then, or were they men like others? To this the answer is easy. Peter speaks of them as they were when he wrote; not as they had been, or were at the time when the message was preached to them” (= akan ditanyakan mengapa mereka disebut ‘roh-roh’? Apakah pada saat itu mereka adalah roh-roh, atau apakah mereka adalah orang-orang seperti yang lain? Pertanyaan ini jawabannya mudah. Petrus berbicara tentang mereka sebagaimana mereka ada pada saat ia menulis; bukan sebagaimana mereka ada dahulu pada saat berita itu diberitakan kepada mereka) - hal 1423.

Jadi, sekalipun orang-orang ini masih hidup pada waktu Roh Kudus / Roh ilahi Yesus memberitakan Injil kepada mereka, tetapi mereka disebut sebagai ‘roh-roh yang di dalam penjara’, karena pada waktu Petrus menuliskan suratnya, mereka memang sudah mati dan ada dalam penjara / neraka.

Menceritakan suatu peristiwa pada masa lalu, dengan menggunakan istilah yang berlaku pada jaman si penulis menuliskan peristiwa itu, merupakan sesuatu yang sering terjadi dalam Kitab Suci, misalnya:

· Dalam Matius 10:4 Yudas Iskariot disebutkan sebagai ‘yang mengkhianati Dia’.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘mengkhianati’ adalah paradouV (PARADOUS), yang merupakan sebuah ‘aorist participle’ (= participle bentuk lampau). Mengapa digunakan bentuk lampau padahal pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus? Memang pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus, tetapi pada waktu Matius menuliskan bagian ini, ia sudah mengkhianati Yesus, dan karena itu dituliskan demikian.

· Nama ‘Betel’ sudah digunakan dalam Kejadian 12:8 dan Kejadian 13:3, padahal penamaan Betel baru terjadi dalam Kej 28:19 - “Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus”. Kalau memang tempat itu baru dinamai Betel dalam Kejadian 28:19 mengapa dalam Kej 12:8 dan Kej 13:3 sudah disebut Betel? Karena pada waktu penulis kitab Kejadian (Musa) menuliskan cerita tentang Abraham dalam Kej 12 dan Kej 13 ini, tempat itu sudah dinamakan Betel.

Kalau saudara ingin tahu tentang arti kata ‘penjara’ maka perhatikan kata-kata Alexander Nisbet di bawah ini.

Alexander Nisbet: “Hell is a place of safe custody, as the name of it here imports, ... out of which there is no possibility of escaping, for by this prison can be meant nothing else but Hell” (= Neraka merupakan suatu tempat tahanan yang aman, seperti yang ditunjukkan secara tak langsung oleh namanya di sini, ... dari mana tidak ada kemungkinan untuk lolos, karena yang dimaksud dengan ‘penjara’ ini tidak lain adalah ‘Neraka’) - hal 146.

Barnes’ Notes: “then no argument can be based on it in proof that he went to preach to them after their death, and while his body was lying in the grave. ... No argument, therefore, can be derived from this language to prove that Christ went and personally preached to those who were confined in hades or in prison” (= maka tidak ada argumentasi bisa didasarkan pada ayat ini untuk membuktikan bahwa Ia pergi untuk memberitakan kepada mereka setelah kematian mereka, dan sementara tubuhNya sedang berbaring dalam kuburan. ... Karena itu tidak ada argumentasi yang bisa didapatkan dari kata-kata ini untuk membuktikan bahwa Kristus pergi dan secara pribadi memberitakan / berkhotbah kepada mereka yang dikurung dalam Hades atau dalam penjara) - hal 1423.

Keberatan terhadap penafsiran ke 8 ini:

Penafsiran yang dianggap tidak sesuai dengan kontext / arah pemikiran dari kontext, karena mengapa tahu-tahu berbicara tentang apa yang dilakukan oleh Roh Kudus / Allah Anak pada 3000 tahun yang lalu (Pulpit Commentary, hal 158).

Jawaban terhadap keberatan ini:

Penafsiran ini bukannya tidak sesuai dengan kontext. Penekanan dari pasal ini (1Pet 3) adalah supaya orang Kristen tetap taat kepada Injil sekalipun ada penderitaan yang berat. Orang-orang pada jaman Nuh itu mendengar pemberitaan dari Roh Kudus / Yesus melalui Nuh, tetapi mereka tidak mentaatinya, sehingga sekarang mereka ada dalam penjara / neraka. Tetapi Nuh dan keluarganya tetap taat sekalipun menderita, sehingga mereka selamat dari air bah. Ini memberikan motivasi / dorongan bagi pembaca surat Petrus ini untuk mau taat kepada Injil sekalipun mereka harus menderita karenanya pada saat ini (Alexander Nisbet, hal 145).

Barnes’ Notes: “this interpretation accords with the design of the apostle in inculcating the duty of patience and forbearance in trials; in encouraging those whom he addressed to be patient in their persecutions. ... With this object in view, there was entire propriety in directing them to the long-suffering and forbearance evinced by the Saviour, through Noah. He was opposed, reviled, disbelieved, and, we may suppose, persecuted. It was to the purpose to direct them to the fact that he was saved as the result of his steadfastness to Him who had commanded him to preach to that ungodly generation. But what pertinency would there have been in saying that Christ went down to hell, and delivered some sort of a message there, we know not what, to those who are confined there?” (= penafsiran ini sesuai dengan tujuan / maksud dari sang rasul dalam menanamkan kewajiban kesabaran dalam ujian / pencobaan; dalam memberi semangat kepada mereka kepada siapa ia menuliskan suratnya untuk sabar dalam penganiayaan mereka. ... Dengan memperhatikan tujuan ini, ada kesesuaian sepenuhnya dalam mengarahkan mereka kepada kesabaran yang ditunjukkan dengan jelas oleh sang Juruselamat, melalui Nuh. Ia ditentang, diejek / dicaci maki, tidak dipercayai, dan kita bisa menganggap, dianiaya. Adalah untuk tujuan mengarahkan mereka pada fakta bahwa ia diselamatkan sebagai hasil dari kesetiaan / ketabahannya kepada Dia yang telah memerintahkannya untuk berkhotbah kepada generasi yang jahat itu. Tetapi kecocokan / hubungan apa yang ada kalau dikatakan bahwa Kristus turun ke neraka, dan memberikan sejenis berita di sana, yang kita tidak tahu apa, kepada mereka yang ditahan di sana?).

Kesimpulan.

Adanya 8 penafsiran, dan tidak ada di antaranya yang tidak mempunyai problem, menunjukkan betapa sukarnya ayat ini. Karena itu adalah sesuatu yang sangat bodoh kalau kita mendasarkan suatu doktrin yang begitu penting tentang penginjilan terhadap orang mati hanya pada ayat seperti ini.

Saya paling condong pada pandangan ke 8, golongan ke 2 (Roh ilahi Yesus yang memberitakan Injil). Dengan demikian, ini merupakan penginjilan terhadap orang hidup, maka secara theologis ini bukanlah sesuatu yang sangat besar. Dan ini mempunyai dukungan banyak ayat Kitab Suci lain.

1 Petrus 3:18-22(3)

1 Petrus 3: 18b-20: “(18b) Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Hal-hal lain yang bisa didapatkan dari 1 Petrus 3: 18b-20 ini:

1) “dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil”.

Barnes’ Notes: “if Christ preached to the pagan world in the time of Noah, for the same reason it may be regarded as true that all the messages which are brought to people, calling them to repentance, in any age or country, are through him. Thus, it was Christ who spake by the prophets and by the apostles; and thus he speaks now by his ministers” (= Jika Kristus berkhotbah kepada dunia kafir pada jaman Nuh, dengan alasan yang sama bisa dianggap sebagai benar bahwa semua berita-berita yang dibawa kepada orang-orang, untuk memanggil mereka kepada pertobatan, di setiap jaman atau negara, adalah melalui Dia. Karena itu, Kristuslah yang berbicara oleh nabi-nabi dan oleh rasul-rasul; dan karena itu Ia berbicara sekarang oleh pelayan-pelayanNya).

Jadi, sampai jaman sekarangpun Yesus berbicara melalui pelayan-pelayanNya, pada waktu pelayan-pelayanNya memberitakan Injil / Firman Tuhan:

a) Ini membuat kita harus mempunyai keberanian dan wibawa dalam memberitakan Injil / Firman Tuhan.

Yeremia 1:4-10 - “(4) Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: (5) ‘Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’ (6) Maka aku menjawab: ‘Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.’ (7) Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: ‘Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. (8) Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.’ (9) Lalu TUHAN mengulurkan tanganNya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: ‘Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataanKu ke dalam mulutmu. (10) Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.’”.

Keluaran 4:10-16 - “(10) Lalu kata Musa kepada TUHAN: ‘Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hambaMupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.’ (11) Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: ‘Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? (12) Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan.’ (13) Tetapi Musa berkata: ‘Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus.’ (14) Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Musa dan Ia berfirman: ‘Bukankah di situ Harun, orang Lewi itu, kakakmu? Aku tahu, bahwa ia pandai bicara; lagipula ia telah berangkat menjumpai engkau, dan apabila ia melihat engkau, ia akan bersukacita dalam hatinya. (15) Maka engkau harus berbicara kepadanya dan menaruh perkataan itu ke dalam mulutnya; Aku akan menyertai lidahmu dan lidahnya dan mengajarkan kepada kamu apa yang harus kamu lakukan. (16) Ia harus berbicara bagimu kepada bangsa itu, dengan demikian ia akan menjadi penyambung lidahmu dan engkau akan menjadi seperti Allah baginya”.

b) Ini membuat kita tidak boleh bersikap sembarangan pada waktu mendengar Firman Tuhan yang disampaikan seorang pengkhotbah / pengajar.

Penolakan / sikap yang negatif terhadap Firman Tuhan yang ia sampaikan merupakan penolakan / sikap yang negatif terhadap Kristus sendiri.

Bdk. Lukas 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.’”.

2) “kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah”.

Barnes’ Notes: “The meaning here is, that they did not obey the command of God when he called them to repentance by the preaching of Noah. Compare 2 Pet. 2:5, where Noah is called ‘a preacher of righteousness.’” (= Artinya di sini adalah, bahwa mereka tidak mentaati perintah Allah pada waktu Ia memanggil mereka kepada pertobatan oleh khotbah dari Nuh. Bandingkan dengan 2Pet 2:5, dimana Nuh disebut ‘pemberita kebenaran’).

2Petrus 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

Ketidak-taatan orang-orang pada jaman Nuh terlihat dari:
Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata”.

Lukas 17:26-27 - “(26) Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: (27) mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua”.
juga dari 2Petrus 2:5 di atas hal ini terlihat dari istilah ‘dunia orang-orang fasik’.

Alexander Nisbet mengatakan (hal 146) bahwa sekalipun orang-orang jaman Nuh itu sangat berdosa, tetapi yang ditekankan di sini (ay 20) sebagai penyebab utama masuknya mereka ke dalam penjara / neraka adalah ketidak-taatan mereka kepada Injil, yang diberitakan oleh Nuh kepada mereka.

3) “ketika Allah tetap menanti dengan sabar”.

a) Kesabaran Allah menyebabkan Ia menanti selama 120 tahun sebelum Ia menghukum dunia dengan air bah.

Jay E. Adams: “In verse 20, Peter tells us why these disembodied spirits are now being punished by imprisonment: it is because they disobeyed God’s word at that time when God’s patience was waiting in the days of Noah, while he was building an ark. During the 120 years prior to the flood, God’s Spirit was at work with men (Gen 6:3) presumably through Noah’s preaching. God’s patience is great; He waited 120 years, during which Noah also was building the ark” [= Dalam ayat 20, Petrus memberitahu kita mengapa roh-roh yang sudah terpisah dari tubuhnya ini sekarang dihukum dalam penjara: yaitu karena mereka tidak mentaati Firman Allah pada saat itu dimana kesabaran Allah sedang menunggu pada jaman Nuh, sementara ia sedang membangun sebuah bahtera. Selama 120 tahun sebelum air bah, Roh Allah bekerja dengan manusia (Kej 6:3) jelas melalui khotbah dari Nuh. Kesabaran Allah besar; Ia menunggu 120 tahun, dan selama waktu itu Nuh juga membangun bahtera] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 115.

Kej 6:3 memang menunjukkan bahwa Allah memberi waktu 120 tahun untuk bertobat.

Kejadian 6:3 - “Berfirmanlah TUHAN: ‘RohKu tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.’”.

1. ‘tinggal’.

RSV: ‘abide’ (= tinggal).

NIV: ‘contend with’ (= berjuang, menghadapi).

KJV/NASB: ‘strive with’ (= berjuang, berusaha keras).

Jadi arti bagian ini adalah: Roh Kudus tidak akan bekerja dalam diri manusia (menegur, mengekang dari dosa, dsb) untuk selama-lamanya.

2. ‘karena manusia adalah daging’.

‘Roh’ dikontraskan dengan ‘daging’. Karena manusia berdosa, Roh Kudus tidak akan selama-lamanya bekerja dalam diri manusia.

3. ‘umurnya akan 120 tahun saja’.

Ada dua penafsiran tentang bagian ini:

a. Usia manusia yang tadinya ratusan tahun (Kej 5) dipotong sehingga hanya tinggal 120 tahun.

Keberatan: Teori ini tidak mungkin karena dalam Kej 11:10-26; 25:7; 47:9,28 usia manusia masih diatas 120 tahun. Juga penafsiran ini tidak sesuai dengan arah ayat itu.

b. Tuhan memberi waktu 120 tahun sebelum menjatuhkan hukuman.

Problem dengan teori ini: jangka waktu dari Kej 5:32 (Nuh berumur 500 tahun) sampai Kej 7:11 (Nuh berumur 600 tahun) hanya 100 tahun.

Ada beberapa kemungkinan untuk membereskan problem ini:

· waktu yang 120 tahun itu dipotong lagi 20 tahun karena dosa makin banyak.

· Bilangan 500 dalam Kej 5:32 adalah pembulatan (seharusnya 480). Kita tidak bisa mengatakan bahwa bilangan 600 dalam Kejadian 7:11 itu yang merupakan pembulatan (seharusnya 620), karena Kejadian 9:28-29 - “Nuh masih hidup tiga ratus lima puluh tahun sesudah air bah. Jadi Nuh mencapai umur sembilan ratus lima puluh tahun, lalu ia mati”.

· Kejadian 6:3 terjadi 20 tahun sebelum Kejadian 5:32; jadi penceritaannya tidak khronologis.

Saya memilih pandangan kedua ini.

b) Adanya kesabaran Allah ini di satu sisi memang menguntungkan, karena memberi kesempatan bagi manusia untuk bertobat, tetapi pada sisi yang lain, ini menyebabkan kejahatan / ketidak-taatan / penolakan orang-orang yang tak mau bertobat ini menjadi makin tidak bisa dimaafkan / makin berat hukumannya.

c) Allah memang sabar, tetapi ada saat dimana kesabaranNya berakhir, dan keadilanNya dijalankan.

Hal ini harus ditekankan kepada orang-orang yang tidak percaya atau orang-orang yang jahat, karena mereka biasanya malah makin berani berbuat dosa kalau Allah menunda penghukumanNya.

Roma 2:4-5 - “(4) Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? (5) Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan”.

d) Nisbet juga mengatakan bahwa kalau dulu Allah sabar selama 120 tahun, maka sekarang, pada waktu Petrus menuliskan bagian ini, setelah peristiwa jaman Nuh itu berlalu ribuan tahun, Ia tetap mengingat dosa / ketidak-taatan / penolakan mereka.

Tuhan memang tidak mengingat-ingat dosa dari orang-orang tertentu (Yesaya 43:25 Mazmur 103:9-12), tetapi itu bisa terjadi karena jasa penebusan Kristus diberlakukan terhadap orang-orang tersebut, karena mereka adalah orang-orang yang beriman. Untuk orang-orang yang tidak beriman / menolak Injil, Tuhan mengingat dosa-dosa mereka selama-lamanya.

4) “waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya”.

Nuh mempersiapkan bahtera selama 120 tahun, dan selama itu orang-orang pada saat itu pasti mengejeknya habis-habisan. Ini semua menunjukkan hebatnya iman dan ketekunan Nuh.

5) “di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

a) Saya tidak mengerti bagaimana dengan adanya kalimat ini, Adam Clarke bisa yakin bahwa pada saat hujan mulai turun, banyak dari orang-orang di luar bahtera yang bertobat dan sekalipun mereka tetap mati secara jasmani, tetapi mereka diselamatkan secara rohani. Perhatikan apa yang ia katakan di bawah ini:

Adam Clarke: “only Noah’s family believed; these amounted to eight persons; and these only were saved from the deluge ... all the rest perished in the water; though many of them, while the rains descended, and the waters daily increased, did undoubtedly humble themselves before God, call for mercy, and receive it; but as they had not repented at the preaching of NOAH, and the ark was now closed, and the fountains of the great deep broken up, they lost their lives, though God might have extended mercy to their souls”(= hanya keluarga Nuh yang percaya; ini berjumlah 8 orang; dan hanya ini yang diselamatkan dari aih bah ... semua sisanya binasa dalam air; sekalipun banyak dari mereka, sementara hujan turun, dan air naik setiap hari, secara tak diragukan merendahkan diri mereka sendiri di hadapan Allah, meminta belas kasihan, dan menerimanya; tetapi karena mereka tidak bertobat pada saat Nuh berkhotbah, dan bahtera sekarang tertutup, dan sumber / mata air terbelah, mereka kehilangan nyawa mereka, sekalipun Allah bisa memperluas belas kasihan kepada jiwa-jiwa mereka).

Pandangan Clarke ini sedikitpun tidak punya dasar Kitab Suci, dan bahkan bertentangan dengan:

1. 1Petrus 3:19-20 - “(19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

· Roh-roh itu dikatakan dalam penjara, yang jelas berarti neraka.

· Roh-roh itu jelas dikontraskan dengan Nuh dan keluarganya, yang diselamatkan.

· kesabaran Allah digambarkan ada hanya selama Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, tidak setelah bahtera selesai dan hujan mulai turun. Karena itu kita bisa menyimpulkan bahwa pada saat bahtera ditutup, dan hujan mulai turun, kesabaran Allah sudah habis, sehingga tidak mungkin Ia lalu masih bekerja dalam diri mereka untuk mempertobatkan mereka, dan memberikan belas kasihan kepada mereka.

2. Lukas 17:26-30 - “(26) Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: (27) mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. (28) Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. (29) Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. (30) Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diriNya”.

Text ini membandingkan / menyamakan 3 peristiwa, yaitu penghancuran dunia pada jaman Nuh, penghancuran Sodom dan Gomora pada jaman Lot, dan penghancuran dunia pada kedatangan Yesus yang keduakalinya. Pada saat Yesus datang keduakalinya, kita tidak bisa mengatakan bahwa pada saat itu ada orang-orang yang lalu bertobat, karena itu akan bertentangan dengan Wahyu 6:12-17 - “(12) Maka aku melihat, ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keenam, sesungguhnya terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan matahari menjadi hitam bagaikan karung rambut dan bulan menjadi merah seluruhnya bagaikan darah. (13) Dan bintang-bintang di langit berjatuhan ke atas bumi bagaikan pohon ara menggugurkan buah-buahnya yang mentah, apabila ia digoncang angin yang kencang. (14) Maka menyusutlah langit bagaikan gulungan kitab yang digulung dan tergeserlah gunung-gunung dan pulau-pulau dari tempatnya. (15) Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’ (17) Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?”.

Demikian pula pada penghancuran Sodom dan Gomora tidak ada pertobatan. Karena itu jelas bahwa pada penghancuran dunia pada jaman Nuh, juga sama halnya.

3. 2Petrus 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.

Ayat ini mengatakan bahwa yang selamat hanya 8 orang itu, dan ayat ini menyebut sisanya sebagai ‘dunia orang-orang yang fasik’.

4. Ibrani 11:7 - “Karena iman, maka Nuh - dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan - dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya”.

Kata-kata ‘menyelamatkan keluarganya’ kelihatannya dikontraskan dengan ‘menghukum dunia’.

Dari ayat-ayat ini harus disimpulkan bahwa memang hanya Nuh dan keluarga (total 8 orang) yang selamat, sedangkan semua yang lain bukan hanya mati karena air bah, tetapi juga tidak diselamatkan (secara rohani).

b) Bahwa hanya ada 8 orang yang selamat pada jaman Nuh, menunjukkan bahwa Tuhan tidak peduli pada demokrasi. Maksudnya, yang sedikit tetapi beriman, diselamatkan; sedangkan yang banyak / mayoritas, tetapi tidak beriman, dibinasakan / dihukum.

Matthew Henry: “the way of the most is neither the best, the wisest, nor the safest way to follow: better to follow the eight in the ark than the eight millions drowned by the flood and damned to hell” (= jalan dari kebanyakan orang bukanlah yang terbaik, yang paling bijaksana, ataupun yang paling aman untuk diikuti: lebih baik mengikuti 8 orang yang di dalam bahtera dari pada 8 juta yang ditenggelamkan oleh air bah dan dihukum di neraka).

Calvin: “we ought not to fear though we be few in number” (= kita tidak boleh takut sekalipun kita sedikit dalam jumlah) - hal 118.

Bandingkan dengan ajaran Katolik yang diberikan oleh Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang), dalam buku ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 34-38, yang saya kutipkan di bawah ini:

“P: Sering kali orang mempersoalkan nasib orang yang beragama lain atau yang tidak dibaptis. Bagaimana ajaran resmi Gereja Katolik dalam hal ini?

J: Saya kira cara yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan Anda adalah mengutip langsung apa yang diajarkan Konsili Vatikan II. Dalam konstitusi dogmatis Lumen Gentium nomer 16 Konsili Vatikan II mengajarkan, ‘Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.’

P: Tetapi bukankah Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia seperti ada tertulis dalam 1Timotius 2:5?

J: Ya, tepat sekali. Tetapi ajaran Konsili Vatikan II tidak bertentangan dengan 1Tim 2:5, sebab kita percaya bahwa Yesus Kristus tetap satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Hanya saja mereka yang tidak (bisa) mengenal Dia, tetapi yang berusaha mengabdi Allah menurut keyakinan atau menurut agama mereka sendiri, dapat selamat berkat jasa Yesus Kristus yang telah mendamaikan seluruh umat manusia dengan Allah. Meskipun mereka tidak mengenal-Nya, Yesus Kristus telah wafat demi menebus dosa mereka juga. Menurut keyakinan katolik sampainya seorang yang beragama lain ke surga adalah berkat rahmat Yesus Kristus. Kami kira ajaran ini penting. Sebab kalau orang selamat hanya karena percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis, konsekuensinya besar sekali. Berapa banyak orang yang tidak mengenal Yesus Kristus atau yang sudah beragama sebelum mengenal agama kristen? Tak terhitung jumlahnya, bukan? Mereka begitu yakin bahwa agama merekalah yang benar, dan mereka justeru takut masuk neraka kalau pindah ke agama kristen. Maka mereka dengan hati nurani yang tulus mengabdi Allah sesuai dengan keyakinannya itu. Nah, apakah Tuhan Allah yang maha-rahim pasti memasukkan mereka ke dalam neraka? Sulit menerima Allah yang demikian kejam, bukan? Kita harus berhati-hati supaya jangan bersikap seperti banyak orang yang hidup sejaman dengan Yesus. Banyak di antara mereka mengira pasti masuk surga karena mereka itu keturunan Abraham, karena mereka itu bersunat atau karena mereka itu beragama Yahudi. Mereka mengira, bangsa bukan Yahudi pasti masuk neraka. Bukankah Yesus mengecam orang-orang Yahudi semacam itu dengan mengatakan bahwa orang-orang bukan-Yahudi (yang dianggap kafir itu) bahkan bisa ikut mengadili mereka. ‘Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama-sama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus’ (Matius 12:41).

P: Kalau begitu, semua agama itu sama saja. Bukankah orang yang beragama apa pun bisa selamat tanpa percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis?

J: Tidak! Semua agama itu tidak sama saja. Itu indifferentisme agama namanya, artinya paham bahwa tidak ada perbedaan penting antara agama yang satu dengan yang lain. Dengan menganut indifferentisme agama orang bisa pindah agama seenaknya tanpa pikir panjang. Kita tidak bisa menerima paham itu. Agama yang satu berbeda dengan agama yang lain. Setiap pemeluk suatu agama seharusnya merasa yakin bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar dan baik. Kita pun sebagai orang kristen percaya bahwa agama kristenlah agama yang paling benar dan sempurna. Jadi ajaran Konsili Vatikan II (tentang kemungkinan orang untuk selamat tanpa menjadi orang kristen) tidak mengurangi sama sekali tugas Gereja untuk memperkenalkan Injil kepada segala bangsa. Kita tetap wajib memperkenalkan Yesus Kristus, sebab Dia tidak hanya menunjukkan jalan menuju keselamatan, tetapi Dia sendiri adalah Jalan menuju keselamatan. Kita tetap wajib mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama kristen, karena kita yakin bahwa agama kristen memberi jalan yang paling singkat dan pasti menuju keselamatan. Agama kristen adalah jalan yang paling singkat dan pasti untuk mempersatukan manusia dengan Allah secara paling erat-mesra. Agama kristen memungkinkan manusia menerima secara melimpah-ruah kehidupan ilahi yang dibawa oleh Yesus (Yoh 10:10), suatu rahmat yang - menurut keyakinan kita - tidak dapat diberikan oleh agama lain. Akhirnya, baiklah kami kutipkan ajaran Paus Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dalam Ensiklik Redemptoris Missio (Tugas Perutusan Penebus) nomer 55 dikatakan, ‘Kenyataan bahwa para pemeluk agama-agama lain dapat menerima rahmat Allah dan dapat diselamatkan oleh Kristus terlepas dari sarana-sarana yang biasa yang telah Dia bangun sendiri, tidaklah demikian saja membatalkan panggilan menuju iman dan pembaptisan yang diinginkan Allah bagi semua orang ... Gereja adalah sarana yang biasa dari keselamatan dan Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana keselamatan itu.’ Nah, menjadi jelas bahwa semua agama itu tidak sama saja.

P: Bagaimana menerangkan ayat-ayat Injil yang menyatakan bahwa yang bisa sampai kepada Bapa atau bisa selamat hanyalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus yang (dan?) dibaptis? Coba baca Mrk 16:15, ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.’ Baca juga Yohanes 3:18, ‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.’ (bdk. Yohanes 8:24; 11:26).

J: Harus kami akui, masalah ini sulit dijawab. Apa yang akan kami katakan di sini hanyalah pendapat pribadi yang bisa salah. Begini jawaban kami. Ajaran Konsili Vatikan II di atas mengandung keyakinan Gereja Katolik bahwa ayat-ayat yang baru saja Anda sebut, yakni Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 tidak perlu ditafsirkan secara hurufiah dan dalam arti mutlak seperti adanya. Dan banyak ayat lain yang serupa itu. Ayat-ayat di atas hanya mau menekankan betapa pentingnya iman kepada Yesus Kristus dan pentingnya pembaptisan. Jadi ayat-ayat tersebut tidak bermaksud mengajarkan bahwa semua orang (tanpa kecuali) yang tidak sempat percaya dan dibaptis pasti binasa. Memang jawaban ini tidak memuaskan. Tapi kita yakin bahwa paus dalam persatuan dengan para uskup se dunia dibimbing oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat menafsir Injil dengan benar. Lebih sulit menerima kenyataan bahwa semua orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus (tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu) pasti masuk neraka daripada menerima kenyataan bahwa Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 merupakan semacam cara untuk menekankan pentingnya iman dan pembaptisan dan bukan dogma mengenai nasib orang yang tidak percaya.”

Perhatikan bahwa dari kata-kata dalam tanya jawab ini, kelihatannya yang menyebabkan adanya pandangan seperti itu adalah bahwa jumlah orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus itu begitu banyak. Kalau Allah menghukum mereka semua, Allah itu kejam. Ini hanya logika manusia yang bodoh dan tidak Alkitabiah.

Bandingkan dengan kata-kata Yesus sendiri dalam Matius 7:13-14 - “(13) Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; (14) karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.’”.

Dan mereka lalu membuat penafsiran yang mereka tahu bertentangan dengan ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa iman kepada Kristus adalah satu-satunya cara melalui mana manusia bisa diselamatkan, seperti Markus 16:15 dan Yohanes 3:18. Saya tidak membahas Mark 16:15, karena itu termasuk dalam bagian yang diragukan keasliannya. Tetapi mari kita memperhatikan Yoh 3:18 - “Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.

Perhatikan bahwa ayat ini tidak hanya berbicara secara positif, dengan mengatakan bahwa yang percaya tidak akan dihukum, tetapi juga secara negatif, dengan mengatakan bahwa yang tidak percaya telah ada di bawah hukuman.

Dan masih ada banyak ayat-ayat lain dari Kitab Suci yang mengatakan bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus akan dihukum, seperti:

· Yohanes 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.

· Wahyu 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.

· 2Tesalonika 1:6-9 - “(6) Sebab memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan kepada mereka yang menindas kamu (7) dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas, dan juga kepada kami, pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diriNya bersama-sama dengan malaikat-malaikatNya, dalam kuasaNya, di dalam api yang bernyala-nyala, (8) dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. (9) Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.

· Yohanes 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

Ayat-ayat seperti ini tidak mungkin dimaksudkan hanya untuk menekankan pentingnya iman kepada Kristus, tetapi betul-betul menunjukkan bahwa tanpa iman kepada Kristus, manusia harus dihukum di dalam neraka.

Bandingkan juga dengan Roma 3:23-28 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian KARENA IMAN, DALAM DARAHNYA. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus. (27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.

Catatan: bagian yang saya cetak dengan huruf besar itu, dalam terjemahan NIV / Literal: ‘through faith in his blood’ (= melalui iman dalam / kepada darahNya).

Jelas bahwa sekalipun jalan keselamatan adalah Yesus, tetapi itu hanya bisa diperoleh kalau kita beriman kepada darahNya, artinya percaya tentang penebusan yang Ia lakukan bagi kita.

c) Kata ‘oleh’ salah terjemahan dan membuat kalimatnya jadi aneh.

Perhatikan kata-kata ini: “di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.

Dalam bahasa Yunani digunakan kata Yunani DIA, yang arti seharusnya adalah ‘through’ (= melalui).

KJV: ‘by’ (= oleh). Ini sama salahnya dengan Kitab Suci Indonesia.

RSV/NIV/NASB: ‘through’ (= melalui).

1 Petrus 3:18-22(4)

1 Petrus 3: 21: “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan - maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah - oleh kebangkitan Yesus Kristus”.

1) “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan”.

a) ‘kamu’.

Untuk kata ‘kamu’ (RSV/NIV/NASB) ada yang menuliskan ‘kita’ (KJV), karena ada perbedaan manuscripts di sini.

Pulpit Commentary: “The oldest manuscripts also read ‘you’ instead of ‘us.’” (= Manuscript-manuscript yang tertua juga berbunyi ‘kamu’ dan bukannya ‘kita’) - hal 136.

b) ‘diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan’.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘kiasan’ adalah ANTITUPON.

Bdk. Roma 5:14 - “Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang”.

Kata ‘gambaran’ diterjemahkan dari kata Yunani TUPOS, dan dalam NASB diterjemahkan ‘a type’ (= suatu TYPE), dan pada catatan kaki dari NASB diberikan terjemahan alternatif, yaitu ‘foreshadowing’ (= pembayangan lebih dulu).

Jadi kata ANTITUPON dalam 1 Petrus 3: 21 ini bisa diartikan anti-type.

Dengan demikian penyelamatan Nuh dan keluarganya melalui air itu dianggap sebagai TYPE dari baptisan kristen, atau sebaliknya, baptisan Kristen adalah anti-TYPE dari penyelamatan Nuh dan keluarganya melalui air itu.

Jamieson, Fausset & Brown: “Water saved Noah, not of itself, but by sustaining the ark built in faith on God’s word: it was to him the sign and mean of a regeneration of the earth. ... The antitypical water, namely, baptism, saves you also, not of itself, but the spiritual thing conjoined with it, repentance and faith, of which it is the seal, as Peter explains. Compare the union of the sign and thing signified, John 3:5; Eph. 5:26; Titus 3:5: cf. 1 John 5:6” (= Air menyelamatkan Nuh, bukan dari dirinya sendiri, tetapi dengan menopang bahtera yang dibangun dalam iman pada kata-kata Allah: bagi dia itu merupakan tanda dan cara dari suatu kelahiran baru dari bumi. ... Anti-Type dari air, yaitu baptisan, menyelamatkan engkau juga, bukan dari dirinya sendiri, tetapi hal rohani yang digabungkan / disatukan dengannya, pertobatan dan iman, dari apa baptisan itu merupakan tanda, seperti dijelaskan oleh Petrus. Bandingkan persatuan dari tanda dan hal yang ditandakan / digambarkan, Yohanes 3:5; Efesus 5:26; Titus 3:5: bdk. 1Yohanes 5:6).

Pulpit Commentary: “the water which is saving you is the antitype of the water of the Flood. That water was made the means of saving a few; it bore up the ark in which they were. It saved them, perhaps, from the malice of the ungodly; it saved them from that corruption which was almost universal; it was the means of saving the race of men as by a new birth through death into a new life, a new beginning; it washed away the evil, those who suffered for evil-doing, and so saved those who had doubtless been suffering for well-doing. Thus it is the figure (tupoj) of the antitype (a]ntitupon) baptism” [= air yang menyelamatkan kamu adalah anti-type dari air dari air bah. Air itu dibuat sebagai jalan / cara penyelamatan sedikit orang; air itu menahan bahtera dalam mana mereka berada. Air itu menyelamatkan mereka, mungkin dari kebencian / niat jahat dari orang-orang jahat; air itu menyelamatkan mereka dari kejahatan yang hampir universal; air itu merupakan cara menyelamatkan umat manusia seperti oleh suatu kelahiran baru melalui kematian ke dalam suatu kehidupan yang baru, suatu permulaan yang baru; air itu menghanyutkan orang jahat, mereka yang menderita karena perbuatan jahat, dan dengan demikian menyelamatkan mereka yang jelas menderita untuk perbuatan baik. Demikianlah itu adalah gambaran (tupoj) dari anti-type (a]ntitupon) baptisan] - hal 137.

Jay E. Adams: “It is altogether important to note that it was the water by which (not ‘from which’) they were saved. The same water that destroyed others lifted the eight persons who were in the ark above the destruction” [= Adalah sangat penting untuk memperhatikan bahwa adalah air itu ‘oleh mana’ (bukan ‘dari mana’) mereka diselamatkan. Air yang sama yang menghancurkan orang-orang lain, mengangkat 8 orang yang ada dalam bahtera di atas penghancuran] - hal 115.

Penafsiran-penafsiran di atas ini kelihatannya aneh, karena:

1. Sebetulnya Nuh dan keluarganya diselamatkan bukan oleh air, tetapi dari air, dan bahteralah yang menyelamatkan mereka.

Ibrani 11:7 - “Karena iman, maka Nuh - dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan - dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya”.

2. Kata-kata ‘oleh air’ pada akhir 1 Petrus 3: 20 itu seharusnya adalah ‘melalui air’.

Tetapi perhatikan apa yang dikatakan oleh ‘Word Biblical Commentary’ di bawah ini.

Word Biblical Commentary: “‘were saved through water.’ The preposition dia could be local or instrumental, and the meaning of the verb would differ accordingly: i.e., either ‘brought safely through the water’ (in which water is the threat; ...), or ‘saved through water’ (in which water is the means of salvation; ...). Taken by themselves in the natural situation of a life-threatening flood, these words are more plausibly understood in the first of these senses ..., but v 21a seems to settle the matter in favor of the second: water (i.e., baptism) is that which saves ... The likely meaning is that Noah and his family were brought safely through the flood by means of the flood waters themselves .... If it is objected that they escaped only because Noah built an ark that would float, the appropriate (and only possible) answer is that Peter is interested in ‘water’ in the story, not in ‘wood’ ..., because there is something he wants to say about Christian baptism. If the question is asked, ‘From what were Noah and his family saved?’ the answer is that they were saved from death - not merely from sinners or from a hostile environment .... As they were ‘saved through water’ from physical death, baptism saves from eternal death” [= ‘diselamatkan melalui air’. Kata depan dia (DIA) bisa bersifat lokal atau bersifat sebagai alat, dan arti dari kata kerjanya akan berbeda sesuai dengannya: yaitu, atau ‘dibawa dengan aman melalui air’ (dimana air adalah ancamannya; ...), atau ‘diselamatkan melalui air’ (dimana air adalah jalan / cara keselamatan; ...). Diambil sendirian dalam situasi yang wajar dari suatu banjir yang mengancam kehidupan, kata-kata ini lebih masuk akal untuk dimengerti dalam arti yang pertama ..., tetapi ay 21a kelihatannya menyelesaikan persoalan dengan mendukung arti kedua: air (yaitu baptisan) adalah apa yang menyelamatkan ... Arti yang paling memungkinkan adalah bahwa Nuh dan keluarganya dibawa dengan aman melalui air bah dengan memakai air bah itu sendiri .... Jika ada keberatan bahwa mereka lolos hanya karena Nuh membangun suatu bahtera yang mengapung, maka jawaban yang cocok dan satu-satunya yang memungkinkan adalah bahwa Petrus berminat terhadap ‘air’ dalam cerita itu, bukan terhadap ‘kayu’ ..., karena ada sesuatu yang ingin ia katakan tentang baptisan Kristen. Jika ditanyakan pertanyaan: ‘Nuh dan keluarganya diselamatkan dari apa?’, maka jawabannya adalah bahwa mereka diselamatkan dari kematian - bukan semata-mata dari orang-orang berdosa atau dari lingkungan yang bermusuhan .... Sebagaimana mereka ‘diselamatkan melalui air’ dari kematian fisik, baptisan menyelamatkan dari kematian kekal].

c) Dari bagian ini rupanya ada yang menafsirkan bahwa baptisan harus baptisan selam, dan terhadap penafsiran ini Adam Clarke berkata sebagai berikut:

“The ark was not immersed in the water; had it been so they must all have perished; but it was borne up on the water, and sprinkled with the rain that fell from heaven. This text, as far as I can see, says nothing in behalf of immersion in baptism; but is rather, from the circumstance mentioned above, in favor of sprinkling” (= Bahtera tidak direndam dalam air; seandainya demikian mereka semua pasti sudah binasa; tetapi itu ditunjang oleh air, dan diperciki dengan hujan yang jatuh dari langit. Text ini, sejauh yang bisa saya lihat, tidak berbicara apapun untuk baptisan selam; tetapi sebaliknya, dari keadaan yang disebutkan di atas, lebih menyetujui pemercikan / baptisan percik).

Sekalipun saya tidak mempercayai keharusan baptisan selam, dan saya mengakui dan menggunakan baptisan percik, tetapi saya berpendapat bahwa text ini tidak membicarakan cara baptisan, dan dengan demikian tidak mendukung baptisan selam ataupun percik.

2) “maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah”.

a) ‘maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani’.

Kata ‘maksudnya’ seharusnya tidak ada.

KJV: ‘not the putting away of the filth of the flesh’ (= bukan penyisihan kotoran dari daging).

RSV: ‘not as a removal of dirt from the body’ (= bukan seperti suatu pembersihan kotoran dari tubuh).

NIV: ‘not the removal of dirt from the body’ (= bukan pembersihan kotoran dari tubuh).

NASB: ‘not the removal of dirt from the flesh’ (= bukan pembersihan kotoran dari daging).

b) ‘melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah’.

KJV: ‘but the answer of a good conscience toward God’ (= tetapi jawaban / tanggapan suatu hati nurani yang baik kepada Allah).

RSV: ‘but as an appeal to God for a clear conscience’ (= tetapi sebagai suatu permohonan kepada Allah untuk suatu hati nurani yang bersih).

NIV: ‘but the pledge of a good conscience toward God’ (= tetapi janji / ikrar dari suatu hati nurani yang baik kepada Allah).

NASB: ‘but an appeal to God for a good conscience’ (= tetapi suatu permohonan kepada Allah untuk suatu hati nurani yang baik).

Kata Yunani yang digunakan adalah EPEROTEMA, yang artinya sebetulnya adalah ‘answer’ (= jawaban / tanggapan).

c) Kata-kata ini kelihatannya ruwet dan membingungkan, tetapi semua penafsir menganggap bahwa tambahan kalimat ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa hanya sekedar baptisan lahiriah tidak ada gunanya dan tidak akan menyelamatkan siapapun juga.

Pulpit Commentary: “Baptism doth save us, but not the mere outward ceremony; ... The outward and visible sign doth not save if separated from the inward and spiritual grace. The first is necessary, for it is an outward sign appointed by Christ; but it will not save without the second” (= Baptisan memang menyelamatkan kita, tetapi bukan semata-mata upacara lahiriahnya; ... Tanda yang bersifat lahiriah dan bisa dilihat ini tidak menyelamatkan kita jika dipisahkan dari kasih karunia yang di dalam dan bersifat rohani. Yang pertama itu perlu, karena itu adalah tanda lahiriah yang ditetapkan oleh Kristus; tetapi itu tidak akan menyelamatkan tanpa yang kedua) - hal 137.

Adam Clarke: “Baptism implies a consecration and dedication of the soul and body to God, the Father, Son, and Holy Spirit. He who is faithful to his baptismal covenant, taking God through Christ, by the eternal Spirit, for his portion, is saved here from his sins; and through the resurrection of Christ from the dead, has the well-grounded hope of eternal glory. ... the water of baptism, typifying the regenerating influence of the Holy Spirit, is the means of salvation to all those who receive this Holy Spirit in its quickening, cleansing efficacy. Now as the waters of the flood could not have saved Noah and his family, had they not made use of the ark; so the water of baptism saves no man ... it is not the sprinkling, washing, or cleansing the body, that can be of any avail to the salvation of the soul, but the answer of a good conscience towards God ... We are therefore strongly cautioned here, not to rest in the letter, but to look for the substance” (= Baptisan secara tak langsung menunjukkan suatu pengabdian dan penyerahan / pembaktian dari jiwa dan tubuh kepada Allah, Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ia yang setia kepada perjanjian baptisan, mengambil Allah untuk bagiannya, melalui Kristus, oleh Roh yang kekal, diselamatkan di sini dari dosa-dosanya; dan melalui kebangkitan Kristus dari orang mati, mempunyai pengharapan yang mempunyai dasar yang baik tentang kemuliaan yang kekal. ... air baptisan, yang merupakan gambaran / bayangan dari pengaruh yang melahir-barukan dari Roh Kudus, adalah jalan / cara keselamatan dari semua mereka yang menerima Roh Kudus ini dalam kemujarabannya yang menghidupkan dan membersihkan. Sekarang sama seperti air dari air bah tidak bisa menyelamatkan Nuh dan keluarganya, seandainya mereka tidak menggunakan bahtera; demikian juga air baptisan tidak menyelamatkan seorangpun ... bukan pemercikan, pencucian, atau pembersihan tubuh, yang bisa bermanfaat bagi keselamatan dari jiwa, tetapi tanggapan dari suatu hati nurani yang baik kepada Allah ... Karena itu kita diperingati secara kuat di sini, untuk tidak bersandar pada simbol, tetapi mencari realitanya).

Barnes’ Notes: “Not the mere application of water, for that idea the apostle expressly disclaims, when he says that it involves not ‘putting away the filth of the flesh, but the answer of a good conscience toward God.’ The sense is, that baptism, including all that is properly meant by baptism as a religious rite - that is, baptism administered in connection with true repentance, and true faith in the Lord Jesus, and when it is properly a symbol of the putting away of sin, and of the renewing influences of the Holy Spirit, and an act of unreserved dedication to God - now saves us” (= Bukan semata-mata penggunaan / pemberian air, karena gagasan itu secara jelas disangkal oleh sang rasul, pada waktu ia berkata bahwa itu tidak mencakup ‘pembuangan kotoran dari daging, tetapi tanggapan dari hati nurani yang baik kepada Allah’. Artinya adalah bahwa baptisan, termasuk semua yang secara benar dimaksudkan oleh baptisan sebagai suatu upacara agama - yaitu, baptisan diberikan / dilaksanakan berhubungan dengan pertobatan yang sejati, dan iman yang benar kepada Tuhan Yesus, dan pada waktu baptisan itu secara benar adalah suatu simbol dari penyingkiran dosa, dan dari pengaruh-pengaruh yang memperbaharui dari Roh Kudus, dan suatu tindakan pembaktian sepenuhnya kepada Allah - sekarang menyelamatkan kita).

Calvin: “Now Peter briefly defines the efficacy and use of baptism, when he calls attention to conscience, and expressly requires that confidence which can sustain the sight of God and can stand before his tribunal. For in these words he teaches us that baptism in its main part is spiritual, and then that it includes the remission of sins and renovation of the old man; for how can there be a good and pure conscience until our old man is reformed, and we be renewed in the righteousness of God?” (= Sekarang Petrus dengan singkat mendefinisikan kemujaraban dan penggunaan baptisan, pada waktu ia meminta perhatian pada hati nurani, dan secara jelas menghendaki / mewajibkan keyakinan itu yang bisa menyokong pandangan Allah dan bisa bertahan di hadapan pengadilanNya. Karena dalam kata-kata ini ia mengajar kita bahwa baptisan terutama bersifat rohani, dan lalu bahwa itu mencakup pengampunan dosa dan pembaharuan dari manusia lama; karena bagaimana di sana bisa ada hati nurani yang baik dan murni sampai manusia lama kita direformasi, dan kita diperbaharui dalam kebenaran Allah?) - hal 119.

Calvin: “the external symbol is not sufficient, except baptism be received really and effectually: and the reality of it will be found only in a few. ... when we speak of sacraments, two things are to be considered, the sign and the thing itself. In baptism the sign is water, but the thing is the washing of the soul by the blood of Christ and the mortifying of the flesh. ... Let us learn not to tear away the thing signified from the sign” (= simbol lahiriah tidak cukup, kecuali baptisan diterima secara sungguh-sungguh dan sepenuhnya: dan realitanya akan ditemukan hanya dalam sedikit orang. ... pada waktu kita berbicara tentang sakramen, 2 hal harus dipertimbangkan, tandanya dan hal itu sendiri. Dalam baptisantandanya adalah air, tetapi halnya adalah pencucian jiwa oleh darah Kristus dan pematian daging. ... Hendaklah kita belajar untuk tidak menyobek hal yang digambarkan, dari tandanya) - hal 118.

Calvin: “We must at the same time beware of another evil, such as prevails among the Papists; for as they distinguish not as they ought between the thing and the sign, they stop at the outward element, and on that fix their hope of salvation. Therefore the sight of the water takes away their thoughts from the blood of Christ and the power of the Spirit. They do not regard Christ as the only author of all blessings therein offered to us; they transfer the glory of his death to the water, they tie the secret power of the Spirit to the visible sign” (= Pada saat yang sama kita harus hati-hati terhadap suatu kejahatan yang lain, seperti yang tersebar luas di antara para pengikut Paus; karena seperti mereka tidak membedakan seperti yang seharusnya mereka lakukan antara hal dan tanda, mereka berhenti pada elemen lahiriah, dan memancangkan padanya pengharapan mereka tentang keselamatan. Karena itu pemandangan terhadap air mengambil pemikiran mereka dari darah Kristus dan kuasa dari Roh. Mereka tidak menganggap Kristus sebagai satu-satunya sumber dari semua berkat-berkat yang ditawarkan kepada kita; mereka memindahkan kemuliaan dari kematianNya kepada air, mereka mengikat kuasa rahasia dari Roh kepada tanda yang bisa terlihat) - hal 118.

Bahwa Katolik memang mempercayai keselamatan karena baptisan, terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini yang saya ambil dari ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992:

1213: Holy Baptism is the basis of the whole Christian life, the gateway to life in the Spirit (vitae spiritualis ianua),[4] and the door which gives access to the other sacraments. Through Baptism we are freed from sin and reborn as sons of God; we become members of Christ, are incorporated into the Church and made sharers in her mission: ‘Baptism is the sacrament of regeneration through water in the word.’[5]

Terjemahan: Baptisan Kudus adalah dasar dari seluruh kehidupan Kristen, jalan masuk kepada kehidupan dalam Roh, dan pintu yang memberikan jalan masuk kepada sakramen-sakramen yang lain. Melalui Baptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali / lagi sebagai anak-anak Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus, digabungkan / dimasukkan ke dalam Gereja dan dibuat menjadi pengambil bagian dalam misinya. ‘Baptisan adalah sakramen kelahiran baru melalui air dalam firman.’

1215: This sacrament is also called ‘the washing of regeneration and renewal by the Holy Spirit,’ for it signifies and actually brings about the birth of water and the Spirit without which no one ‘can enter the kingdom of God.’[7]

Terjemahan: Sakramen ini juga disebut ‘pembasuhan kelahiran baru dan pembaharuan oleh Roh Kudus,’ karena itu berarti / menandakan dan sungguh-sungguh menghasilkan kelahiran air dan Roh tanpa mana tak seorangpun ‘bisa masuk kerajaan Allah.’

1238: The baptismal water is consecrated by a prayer of epiclesis (either at this moment or at the Easter Vigil). The Church asks God that through his Son the power of the Holy Spirit may be sent upon the water, so that those who will be baptized in it may be ‘born of water and the Spirit.’[40]

Terjemahan: Baptisan air dikuduskan oleh suatu doa dari epiclesis (atau pada saat ini atau pada Malam Paskah). Gereja meminta Allah supaya melalui AnakNya kuasa dari Roh Kudus dikirimkan ke atas / kepada air, sehingga mereka yang akan dibaptiskan di dalamnya bisa ‘dilahirkan dari air dan Roh.’

Catatan: saya tidak tahu arti dari kata ‘epiclesis’.

1239: The essential rite of the sacrament follows: Baptism properly speaking. It signifies and actually brings about death to sin and entry into the life of the Most Holy Trinitythrough configuration to the Paschal mystery of Christ. Baptism is performed in the most expressive way by triple immersion in the baptismal water. However, from ancient times it has also been able to be conferred by pouring the water three times over the candidate's head.

Terjemahan: Upacara sakramen yang sangat perlu menyusul: sebenarnya Baptisan. Itu berarti / menandakan dan betul-betul menghasilkan kematian terhadap dosa dan jalan masuk ke dalam kehidupan dari Tritunggal yang Paling Kudus melalui bentuk misteri Paschal dari Kristus. Baptisan dilakukan dalam cara yang paling berarti dengan 3 x penyelaman dalam air baptisan. Tetapi, dari jaman kuno itu juga bisa diberikan dengan pencurahan air 3 x ke atas kepala calon.

Catatan: dalam kamus Webster dikatakan bahwa kata ‘Paschal’ bisa berhubungan dengan Paskah Perjanjian Lama (hari keluarnya Israel dari Mesir), atau Paskah Perjanjian Baru (hari kebangkitan Kristus). Saya tidak mengerti apa yang mereka maksud dengan istilah ‘misteri Paschal dari Kristus’,

1243: The white garment symbolizes that the person baptized has ‘put on Christ,’[42] has risen with Christ. The candle, lit from the Easter candle, signifies that Christ has enlightened the neophyte. In him the baptized are ‘the light of the world.’[43]

The newly baptized is now, in the only Son, a child of God entitled to say the prayer of the children of God: ‘Our Father.’

Terjemahan: Jubah putih menyimbolkan bahwa orang yang dibaptis telah ‘mengenakan Kristus,’ telah bangkit bersama Kristus. Lilin, dinyalakan dari lilin Paskah, menandakan bahwa Kristus telah menerangi orang baru itu. Dalam Dia orang yang dibaptis itu adalah ‘terang dunia.’

Orang yang baru dibaptis itu sekarang, dalam satu-satunya Anak, adalah seorang anak Allah yang berhak untuk mengucapkan doa dari anak-anak Allah: ‘Bapa kami.’

1254: For all the baptized, children or adults, faith must grow after Baptism. For this reason the Church celebrates each year at the Easter Vigil the renewal of baptismal promises. Preparation for Baptism leads only to the threshold of new life. Baptism is the source of that new life in Christ from which the entire Christian life springs forth.

Terjemahan: Untuk semua orang yang dibaptis, anak-anak atau orang-orang dewasa, iman harus bertumbuh setelah Baptisan. Untuk alasan ini Gereja merayakan setiap tahun pada malam Paskah pembaharuan dari janji-janji baptisan. Persiapan untuk Baptisan membimbing hanya kepada ambang pintu dari kehidupan yang baru. Baptisan adalah sumber dari kehidupan baru dalam Kristus itu dari mana seluruh kehidupan Kristen keluar.

1257: The Lord himself affirms that Baptism is necessary for salvation.[59] He also commands his disciples to proclaim the Gospel to all nations and to baptize them.[60]Baptism is necessary for salvation for those to whom the Gospel has been proclaimed and who have had the possibility of asking for this sacrament.[61] The Church does not know of any means other than Baptism that assures entry into eternal beatitude; this is why she takes care not to neglect the mission she has received from the Lord to see that all who can be baptized are ‘reborn of water and the Spirit.’ God has bound salvation to the sacrament of Baptism, but he himself is not bound by his sacraments.

Terjemahan: Tuhan sendiri menegaskan bahwa Baptisan itu perlu untuk keselamatan. Ia juga memerintahkan murid-muridNya untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa dan untuk membaptis mereka. Baptisan adalah perlu untuk keselamatan dari mereka kepada siapa Injil telah diberitakan dan yang mempunyai kemungkinan meminta sakramen ini. Gereja tidak mengetahui cara lain selain Baptisan yang memastikan jalan masuk ke dalam kebahagiaan kekal; ini sebabnya mengapa ia berhati-hati untuk tidak mengabaikan misi yang telah ia terima dari Tuhan untuk melihat / mengusahakan bahwa semua yang bisa dibaptis ‘dilahirkan kembali dari air dan Roh.’ Allah telah mengikat keselamatan kepada sakramen baptisan, tetapi Ia sendiri tidak diikat oleh sakramen-sakramenNya.

1259: For catechumens who die before their Baptism, their explicit desire to receive it, together with repentance for their sins, and charity, assures them the salvation that they were not able to receive through the sacrament.

Terjemahan: Untuk pengikut katekisasi yang mati sebelum Baptisan, keinginan mereka yang explicit untuk menerimanya, bersama dengan pertobatan dari dosa-dosa mereka, dan amal / kasih, memastikan keselamatan mereka yang tidak bisa mereka terima melalui sakramen.

1260: ‘Since Christ died for all, and since all men are in fact called to one and the same destiny, which is divine, we must hold that the Holy Spirit offers to all the possibility of being made partakers, in a way known to God, of the Paschal mystery.’[62] Every man who is ignorant of the Gospel of Christ and of his Church, but seeks the truth and does the will of God in accordance with his understanding of it, can be saved. It may be supposed that such persons would have desired Baptism explicitly if they had known its necessity.

Terjemahan: ‘Karena Kristus mati untuk semua, dan karena semua orang dalam faktanya dipanggil ke tujuan yang satu dan yang sama, yang bersifat ilahi, kita harus percaya bahwa Roh Kudus menawarkan kepada semua kemungkinan untuk menjadi pengambil-pengambil bagian, dalam suatu cara yang diketahui Allah, tentang misteri Paschal.’ Setiap orang yang tidak mengetahui Injil Kristus dan GerejaNya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pengertiannya tentang hal itu, bisa diselamatkan. Bisa dianggap bahwa orang-orang seperti itu akan menginginkan Baptisan secara explicit seandainya mereka mengetahui perlunya hal itu.

1263: By Baptism all sins are forgiven, original sin and all personal sins, as well as all punishment for sin.[65] In those who have been reborn nothing remains that would impede their entry into the Kingdom of God, neither Adam's sin, nor personal sin, nor the consequences of sin, the gravest of which is separation from God.

Terjemahan: Oleh Baptisan semua dosa-dosa diampuni, dosa asal dan semua dosa-dosa pribadi, maupun semua hukuman untuk dosa. Dalam mereka yang telah dilahirkan kembali tidak ada apapun yang tertinggal yang akan menghalangi masuknya mereka ke dalam Kerajaan Allah, tidak dosa Adam, ataupun dosa pribadi, atau konsekwensi dari dosa, dimana yang paling berat darinya adalah perpisahan dari Allah.

1265: Baptism not only purifies from all sins, but also makes the neophyte ‘a new creature,’ an adopted son of God, who has become a ‘partaker of the divine nature,’[68] member of Christ and co-heir with him,[69] and a temple of the Holy Spirit.[70]

Terjemahan: Baptisan bukan hanya memurnikan dari semua dosa-dosa, tetapi juga membuat orang baru itu ‘suatu ciptaan baru,’ seorang anak adopsi dari Allah, yang telah menjadi seorang ‘pengambil bagian dari hakekat ilahi,’ anggota dari Kristus dan rekan ahli waris dengan Dia, dan suatu bait dari Roh Kudus.

1266: The Most Holy Trinity gives the baptized sanctifying grace, the grace of justification:

· enabling them to believe in God, to hope in him, and to love him through the theological virtues;

· giving them the power to live and act under the prompting of the Holy Spirit through the gifts of the Holy Spirit;

· allowing them to grow in goodness through the moral virtues.

Thus the whole organism of the Christian’s supernatural life has its roots in Baptism.

Terjemahan: Tritunggal yang Paling Kudus memberikan kepada orang yang dibaptis kasih karunia yang menguduskan, kasih karunia pembenaran:

· memampukan mereka untuk percaya kepada Allah, berharap kepadaNya, dan mengasihi Dia melalui kebaikan-kebaikan teologis;

· memberi mereka kuasa untuk hidup dan bertindak di bawah dorongan Roh Kudus melalui karunia-karunia Roh Kudus;

· mengijinkan mereka untuk bertumbuh dalam kebaikan melalui kebaikan-kebaikan moral.

Maka / karena itu seluruh organisme dari kehidupan supranatural Kristen mempunyai akarnya dalam Baptisan.

3) “oleh kebangkitan Yesus Kristus”.

Calvin: “By these words he teaches us that we are not to cleave to the element of water, and that what is thereby typified flows from Christ alone, and is to be sought from him. ... the resurrection was victory over death and the completion of our salvation. We hence learn that the death of Christ is not excluded, but is included in his resurrection. We then cannot otherwise derive benefit from baptism, than by having all our thoughts fixed on the death and the resurrection of Christ” (= Oleh kata-kata ini ia mengajar kita bahwa kita tidak boleh berpegang erat-erat / menggantungkan diri pada eleman air, dan bahwa apa yang digambarkan olehnya mengalir dari Kristus saja, dan harus dicari dari Dia. ... kebangkitan adalah kemenangan atas kematian dan penyempurnaan / penyelesaian dari keselamatan kita. Karena itu kita belajar bahwa kematian Kristus tidak dibuang, tetapi tercakup dalam kebangkitanNya. Maka kita tidak bisa mendapatkan manfaat dari baptisan dengan cara lain dari pada dengan memancangkan seluruh pemikiran kita pada kematian dan kebangkitan Kristus) - hal 119.

Calvin memang menganggap bahwa kalau dalam Kitab Suci disebutkan tentang kematian Kristus saja, maka kita juga harus mengingat akan kebangkitanNya. Dan juga sebaliknya, kalau hanya disebutkan tentang kebangkitan Kristus saja, maka kita juga harus mengingat akan kematianNya.

Calvin: “So then, let us remember that whenever mention is made of His death alone, we are to understand at the same time what belongs to His resurrection. Also, the same synecdoche applies to the word ‘resurrection’: whenever it is mentioned separately from death, we are to understand it as including what has to do especially with His death” (= Jadi, marilah kita mengingat bahwa kalau hanya disebutkan tentang kematian­Nya, kita harus mengartikan pada saat yang sama, apa yang termasuk dalam kebangkitanNya. Juga ‘synecdoche’ yang sama berlaku terhadap kata ‘kebangkitan’: kalau kata itu disebut­kan terpisah dari kematian, kita harus menafsirkan kata itu beserta apa yang termasuk dalam kematianNya) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XVI, No 13.

1 Petrus 3: 22: “yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepadaNya”.

1) “yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga”.

Bagian ini ditambahkan untuk menunjukkan bahwa Kristus, setelah menderita dan dibunuh, lalu dibangkitkan dan ditinggikan / dimuliakan secara luar biasa. Ini berfungsi untuk memberi semangat kepada orang-orang percaya yang mengalami penganiayaan / penderitaan dalam mengikut Kristus. Kalau mereka bertekun, maka mereka juga akan dimuliakan pada akhirnya.

Matthew Henry: “The apostle, having mentioned the death and resurrection of Christ, proceeds to speak of his ascension, and sitting at the right hand of the Father, as a subject fit to be considered by these believers for their comfort in their suffering condition, v. 22. If the advancement of Christ was so glorious after his deep humiliation, let not his followers despair, but expect that after these short distresses they shall be advanced to transcendent joy and glory” (= Sang rasul, setelah menyebutkan kematian dan kebangkitan Kristus, melanjutkan dengan berbicara tentang kenaikanNya ke surga dan duduknya Kristus di sebelah kanan Bapa, sebagai suatu pokok pembicaraan yang cocok untuk dipertimbangkan oleh orang-orang percaya ini untuk penghiburan mereka dalam kondisi menderita mereka, 1 Petrus 3: 22. Jika kemajuan Kristus begitu mulia setelah perendahanNya yang dalam, hendaklah pengikut-pengikutNya tidak putus asa, tetapi berharap bahwa setelah kesukaran-kesukaran / kesusahan-kesusahan yang singkat ini mereka akan dimajukan kepada sukacita dan kemuliaan yang luar biasa / melampaui segala-galanya).

Barnes’ Notes: “The reason why the apostle here adverts to the fact that the Lord Jesus is raised up to the right hand of God, and is so honored in heaven, seems to have been to encourage those to whom he wrote to persevere in the service of God, though they were persecuted. The Lord Jesus was in like manner persecuted. He was reviled, and rejected, and put to death. Yet he ultimately triumphed. He was raised from the dead, and was exalted to the highest place of honor in the universe. Even so they, if they did not faint, might hope to come off in the end triumphant. As Noah, who had been faithful and steadfast when surrounded by a scoffing world, was at last preserve by his faith from ruin, and as the Redeemer, though persecuted and put to death, was at last exalted to the right hand of God, so would it be with them if they bore their trials patiently, and did not faint or fail in the persecutions which they endured” (= Alasan mengapa sang rasul di sini meminta perhatian pada fakta bahwa Tuhan Yesus diangkat ke sebelah kanan Allah, dan begitu dihormati di surga, kelihatannya adalah untuk memberi semangat kepada mereka kepada siapa ia menulis untuk bertekun dalam pelayanan Allah, sekalipun mereka dianiaya. Tuhan Yesus juga dianiaya dengan cara yang sama. Ia dicerca, dan ditolak, dan dibunuh. Tetapi akhirnya Ia menang. Ia dibangkitkan dari antara orang mati, dan ditinggikan ke tempat kehormatan yang tertinggi di alam semesta. Begitu juga mereka, jika mereka tidak menjadi lemah, bisa berharap untuk keluar pada akhirnya sebagai pemenang. Seperti Nuh, yang telah setia dan tabah pada waktu dikelilingi oleh dunia yang mengejek, pada akhirnya dipelihara oleh imannya dari kehancuran, dan seperti sang Penebus, sekalipun dianiaya dan dibunuh, pada akhirnya ditinggikan di sebelah kanan Allah, demikian juga akan terjadi dengan mereka jika mereka menanggung pencobaan / ujian dengan sabar, dan tidak menjadi lemah atau gagal dalam penganiayaan-penganiayaan yang mereka pikul).

Bandingkan dengan:
Roma 8:18 - “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita”.

2Korintus 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami”.

Galatia 6:9 - “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah”.

1Korintus 15:58 - “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”.

2) “sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepadaNya”.

Pulpit Commentary: “All the angels of God in the various grades of the heavenly hierarchy, are made subject to Christ. The words seem to include, especially when read in comparison with Col. 2:15, the evil angels also; they are made subject against their will to Christ; He can restrain their malice and save his people from their power” (= Semua malaikat Allah dalam tingkat-tingkat yang bermacam-macam dari hirarkhi surgawi, dibuat tunduk kepada Kristus. Kata-kata itu, khususnya pada waktu dibaca dalam perbandingan dengan Kolose 2:15, kelihatannya mencakup malaikat-malaikat yang jahat juga; mereka dibuat tunduk kepada Kristus bertentangan dengan kehendak mereka; Ia bisa mengekang kebencian mereka dan menyelamatkan umatNya dari kuasa mereka) - hal 138.

Petrus mengatakan bahwa semua malaikat ditaklukkan kepada Kristus. Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus bukan malaikat Mikhael seperti yang diajarkan oleh Saksi Yehuwa.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post