MASALAH KEJAHATAN MENURUT KITAB AYUB

Pdt. Tumpal H. Hutahaean, M. Th.
MASALAH KEJAHATAN MENURUT KITAB AYUB
Pendahuluan:

MASALAH KEJAHATAN MENURUT KITAB AYUB. Zaman ini akan semakin jahat (2 Timotius 3:1-5, bandingkan Efesus 5:16) dan terus berkembang jenis kejahatannya. Di dalam bagian ini kita mengerti bahwa kita tidak perlu kaget ketika melihat kejahatan. Alkitab sudah menyatakan tentang hal ini dari sejak lama. Dunia akan semakin jahat. 2 Timotius 3:1-5 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.

Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!

Dalam ayat ke-5 dikatakan bahwa ada orang-orang yang kelihatannya beribadah namun hatinya tidak demikian. Ada orang-orang yang bisa tampak pergi ke gereja namun tidak benar-benar bertobat. Orang yang seperti ini bisa menjadi lebih jahat daripada orang-orang non-Kristen. Kita ini sedang hidup dalam dunia yang dipenuhi dengan orang-orang berdosa yang bisa mencobai kita. Paulus mengkritik mereka yang beribadah secara lahiriah namun sudah tidak lagi memiliki hati nurani.

Ada orang-orang yang tetap terlihat beribadah namun tidak lagi memiliki rasa malu dalam hal kurangnya integritas hidupnya. Mereka juga beribadah tanpa rasa takut kepada Tuhan. Ini adalah catatan yang mengerikan. Orang-orang seperti ini ada pada zaman akhir. Kita sekarang sedang berada dalam zaman itu. Kapan ini semua berakhir? Kita harus menyerahkannya kepada kedaulatan Tuhan.

Efesus 5:16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Kejahatan itu ada di setiap waktu di dalam dunia ini. Walaupun kita sudah ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus dan kuasa dosa sudah dihancurkan, dosa masih hadir di sekitar kita. Ketika Allah hadir, dosa itu menyingkir, namun pengaruh dan daya tarik dosa itu serta Iblis dikatakan seperti singa yang mengaum-aum (1 Petrus 5:8).

Kita setuju bahwa dunia akan semakin jahat karena Tuhan menetapkan demikian, namun kita akan bersedih jika kejahatan itu juga dilakukan oleh orang-orang yang dulu kita kenal. Mereka mungkin dulu adalah orang Kristen namun tidak sungguh-sungguh di dalam hatinya. Dosa itu akan terus berkembang dan bahkan pada hari ini kejahatan terus berkembang melalui media sosial. Ada banyak hal yang tampak baik dan menyenangkan namun sebenarnya menyimpan bahaya yang sangat besar. Mengapa ini terjadi? Karena dunia dimiliki dan dikuasai oleh Setan (1 Yohanes 5:19).

Kita tidak perlu kaget akan hal ini karena Setan memang memiliki otoritas untuk menguasai dunia. Apakah kejahatan yang semakin merajarela menunjukkan bahwa Allah tidak berkuasa lagi atas dunia dan umat-Nya? Pasti tidak demikian. Mengapa kejahatan dibiarkan Allah berkuasa atas kebaikan manusia? Ada orang baik yang menjadi korban kejahatan ketika berbuat kebaikan dan ada orang jahat yang dianggap baik ketika memberikan sedekah.

Di dalam sejarah kita sering mendengar bahwa kejahatan itu jarang sekali diadili. Koruptor yang seharusnya dihukum secara berat tidak mendapatkan hukuman yang berat. Jika orang-orang di atas di dalam suatu bangsa sudah kotor, maka orang-orang di bawah pun akan kotor juga, begitu pula sebaliknya. Ada begitu banyak orang yang sering mempermainkan hukum untuk keuntungan dirinya atau kelompoknya.

Jika Allah itu baik, mengapa Allah mengizinkan adanya kejahatan terjadi pada anak-anak-Nya? Kita mungkin pernah menjadi korban kejahatan. Mungkin kita juga pernah bertanya kepada Tuhan mengapa kejahatan itu terjadi pada diri kita. Ayub tidak melihat dirinya sebagai korban dan ini adalah hal yang menarik. Itulah mengapa ia tidak bertanya dan tidak protes. Jika kita kecewa kepada Tuhan karena kita menjadi korban kejahatan, maka sebenarnya kita belum mengerti. Kita bukanlah korban tetapi kita ini anak-anak yang dikasihi Tuhan.

Jika semua ini diizinkan Allah, sampai sejauh mana Allah dapat mengontrol dan menguasai kejahatan itu? anak-anak Allah diizinkan mengalami penderitaan, bahkan Ayub menderita dengan sangat, namun Allah tetap memberikan pemeliharaan yang terbesar yaitu pemeliharaan iman. Mungkinkah kejahatan dapat mengalahkan iman orang Kristen? Jemaat Smirna diperintahkan Tuhan untuk setia sampai mati (Wahyu 2:10). Tuhan mengetahui penderitaan mereka namun Tuhan memuji kekayaan iman mereka (Wahyu 2:8-9).

Iman yang sejati tidak dapat dikalahkan penderitaan dan kematian. Di Tiongkok, pemerintah pernah menelanjangi orang-orang Kristen agar menyangkal Yesus. Pada akhirnya mereka tidak menyangkal Yesus namun membunuh diri sendiri. Mereka mungkin saja memohon ampun kepada Tuhan sebelum mereka menggantung diri. Ini memang merupakan situasi yang sangat sulit. Polikarpus menyerahkan dirinya untuk dibakar hidup-hidup karena percaya kepada Yesus.

Ketika ia dibakar, dari mulutnya tidak muncul satupun kata-kata yang melawan atau menista Tuhan. sebaliknya, ia bernyanyi dan berdoa. Iman yang sejati akan kuat menghadapi seluruh kejahatan manusia. Contoh yang terbesar adalah ketika Yesus dipaku di atas kayu salib. Iman kita diuji melalui kesulitan. Jadi di dalam kesulitan itulah kita akan mengetahui seberapa kuat iman kita.

Ada orang yang berstatus Kristen, namun setelah mendapatkan penderitaan karena perbuatan jahat seseorang, imannya menjadi mundur dan hidupnya menjadi rusak. Apakah hal ini juga terjadi dengan izin Tuhan? Mungkin kita pernah melihat orang-orang seperti ini di sekitar kita. Tuhan selalu memberikan ujian iman bagi anak-anak-Nya agar naik kelas secara iman. Tidak semuanya bisa naik kelas iman dengan cepat.

Pencobaan dari Setan adalah untuk menghasilkan kegagalan iman dan kegagalan hidup. Jadi ketika Tuhan menguji Ayub, maka Ia juga akan memberikan topangan iman. Orang yang tidak beriman pasti akan jatuh ketika dicobai Setan dan mungkin sebelum itu ia sudah mencobai dirinya sendiri. Kita harus menginjili ulang orang-orang seperti ini. Tuhan tidak memberikan program kehancuran iman bagi anak-anak-Nya. Ada orang yang baru bertobat karena penyakit yang dideritanya. Di sini kita bisa mengucap syukur.

Namun bisakah kita mengucap syukur jika orang tua kita menjadi sakit karena kesalahan orang lain, namun penyakit itu membuat mereka bertobat? Kita mengucap syukur bukan dengan kasih yang murahan. Kita bersyukur kepada Tuhan dan bukan kepada manusia. Kita boleh mengadili orang yang bersalah secara hukum namun kita harus mengampuni orang itu. Kita tidak perlu membawa dendam karena Tuhan bisa membawa orang yang kita sayangi menjadi percaya kepada Tuhan Yesus.

Ini memang tidak mudah, namun kita tidak boleh menggunakan emosi yang tidak suci dalam menghadapi kejahatan. Ketika kita berdosa, kita bisa tidak mendapatkan berkat Tuhan. Kita akan membahas tentang masalah kejahatan dari sudut pandang kitab Ayub. Mengapa dari sudut pandang kitab Ayub? Karena masalah kejahatan itu luas dan kita mau lebih fokus melalui pembahasan kitab Ayub.

Pembahasan:

Apa itu Kejahatan?

Kejahatan adalah buah dari dosa (Galatia 5:19-21, bandingkan 1 Korintus 3:3, Efesus 5:3, Kolose 3:5, Yakobus 3:14-15, Matius 15:18-20, dan 1 Korintus 11:19, 6:9). Jadi kejahatan itu tidak berdiri sendiri. Kejahatan adalah ekspresi orang berdosa. Dalam Galatia 5:19-21 ada perbandingan antara buah Roh dan buah dosa. Apakah orang Kristen yang sudah ditebus masih bisa mengekspresikan buah dosa yang kekal atau tidak terlepas dari dirinya? Orang Syeba dan orang Kasdim adalah kompetitor Ayub. Ayub adalah seorang yang sangat kaya (Ayub 1:3).

Para pesaing Ayub mengetahui kekayaan dan kesalehan Ayub, namun mereka menyerang Ayub dan senang karena hal itu. pasal 1 dan 2 kitab Ayub menceritakan tentang diri Ayub dan bagaimana ia menderita. Pasal 3 sampai 31 menceritakan tentang perdebatan Ayub dengan teman-temannya. Pasal 32 sampai 37 memuat pembicaraan Elihu tentang kesabaran dan mengerti kehendak Tuhan. pasal 38 sampai 41 memuat jawaban Tuhan kepada Ayub.

Pada pasal ke-42 Ayub bertobat dan dipulihkan. Di dalam perdebatan itu ada yang berdosa yaitu Ayub sendiri. Ia merasa lebih benar daripada Tuhan dan ia bersalah di dalam perdebatan itu. Elifas, Bildad, dan Zofar juga bersalah dan mereka bertobat setelah ditegur oleh Tuhan. Jadi orang Kristen tidak bisa lagi terikat dengan buah dosa. Ini karena ada kuasa Kristus di dalam diri kita. Yohanes 1:12 menyatakan bahwa kita diberi kuasa sebagai anak-anak Allah.

Kita memiliki kuasa sebagai terang dan garam serta kita memiliki kuasa untuk berjalan dalam kebenaran, kesucian, dan terang Tuhan. Kuasa Yesus Kristus itu lebih besar dari kuasa manapun. Tidak ada satu kuasapun yang bisa merebut kita dari tangan Yesus. Ini berarti kita penting di mata Tuhan dan kita pasti mendapatkan pemeliharaan-Nya.

Kejahatan adalah kehendak manusia yang tidak singkron dengan kehendak Allah. Sebagai contoh: bersikap yang tidak baik (Kejadian 4:7, bandingkan Pengkhotbah 8:12, Yesaya 3:10-11, Roma 2:6-11, 3:16). Standar kebaikan manusia adalah baik secara normatif, namun ada standar yang kedua yaitu baik menurut Tuhan. Mereka yang baik sampai mencapai standar Tuhan adalah orang benar. Karakter yang saleh itu memuat kebaikan dalam standar Tuhan dan kebenaran di dalam Tuhan.

Apakah Ayub bisa disebut memiliki karakter yang saleh? Bisa. Ia jujur, takut akan Tuhan, dan saleh (Ayub 1:1). Ia jujur dan ia rajin mempersembahkan korban karena ia takut anak-anaknya telah berbuat dosa. Ia tidak mendidik anak-anaknya secara benar dan ia terlalu memanjakan anak-anaknya. Saleh berarti terus menjalankan sikap ibadah di dalam kesehariannya. Tuhan sendiri menyatakan bahwa Ayub adalah orang saleh (Ayub 1:8). Pengakuan Tuhan tidak mungkin salah.

Orang yang paling sering menilai kita secara terbuka dan jujur adalah pasangan dan sahabat kita. Di antara semua teman Ayub, Elihu-lah yang menilai secara jujur. Ia menilai dari kacamata Tuhan. Kita harus mencapai standar baik dan benar dari kacamata Tuhan. Contoh berikutnya adalah berpikir yang najis, cabul, zinah, dan lainnya (Markus 7:21, bandingkan Roma 3:11, 2 Petrus 2:15, 2 Korintus 3:14). 

Markus 7:21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, pikirannya selalu memikirkan hal-hal yang jahat. Maka dari itu dikatakan bahwa tidak ada yang berakal budi (Roma 3:11). Contoh lainnya adalah berbuat kebohongan, dusta, dan lainnya (Roma 3:12-18, bandingkan Mazmur 109:2, Yohanes 8:44).

Dari mana Sumber Kejahatan itu?

Dari mulanya Allah tidak menghendaki adanya dosa atau kejahatan (Kejadian 2:16-17, bandingkan Yakobus 1:17-18). Kita juga tidak bisa terlalu cepat menyalahkan Setan ketika melihat ada kejahatan yang terjadi. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan dengan akal budi manusia dapat mengerti kebenaran Allah dan mengakui anugerah Allah. Di dalam ibadah kita mengasihi Allah dengan segenap hati dan segenap akal budi. Dengan pikiran kita, kita mengakui Tuhan sebagai Penguasa kita dan mengakui bahwa diri kita ini rendah dan terbatas.

Jadi di dalam ibadah, akal budi yang tidak terlepas dari pengakuan harus selalu ada. Ajaran yang mengatakan bahwa kita harus mengosongkan pikiran dan harus melepaskan akal budi kita dalam ibadah adalah ajaran yang salah. Alkitab menyatakan bahwa kita harus menyembah dalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:23). Kita harus mengasihi Tuhan juga dengan akal budi kita. Akal budi mula-mula diciptakan untuk mengerti kebenaran dan menyembah Tuhan.

Di dalam akal budi ada pengakuan. Jadi mereka yang beribadah tanpa pikiran itu salah, namun mereka yang beribadah hanya dengan pikiran dan tanpa emosi itu juga bersalah. Jika terlalu banyak memakai emosi maka akan cenderung mistis, namun jika terlalu banyak memakai pikiran maka akan cenderung kaku. Kita memiliki pikiran dan emosi dan keduanya harus dipakai dalam penyembahan kepada Tuhan. Seluruh kekuatan kita dipakai untuk memuliakan Tuhan. Tuhan menghendaki totalitas. Setelah kejatuhan dalam dosa, semua dosa dimulai dari berpikir.

Maka berpikir menjadi titik kelemahan sekaligus titik kekuatan manusia. Setan menggoda Hawa dengan mengubah pikirannya. Salah satu anugerah Allah untuk manusia adalah kebebasan. Mengapa Allah memberikan kebebasan kepada manusia? Yaitu supaya manusia dapat berespons terhadap cinta kasih Allah dan menyatakan ketaatannya kepada Allah dengan rela. Manusia diberikan kebebasan yang terbatas dan di dalam kebebasan itu seharusnya manusia menyatakan ketaatannya kepada Allah dengan rela.

Dalam kebebasan kehendak manusia inilah, akhirnya manusia jatuh dalam dosa (Kejadian 3) dan Setan-lah sebagai sumber masalahnya (bandingkan Yakobus 1:13-14). Di sini kita tidak diajarkan untuk cepat-cepat menyalahkan Setan untuk segala kejahatan yang terjadi. Ada gereja yang percaya bahwa semua kejahatan bersumber dari Setan dan ini adalah ajaran yang tidak benar.

Mengapa Manusia Bisa menjadi Semakin Jahat?

Agustinus adalah teolog dan filsuf Kristen pertama yang membahas masalah kejahatan. Ia menulis buku The City of God dan di sana ia membahas tentang problem of evil / masalah kejahatan. Sebelumnya dari kacamata filsafat ada yang pernah membahas tema ini yaitu Epikuros. 

Pembahasannya dikembangkan oleh banyak orang dan melalui perkembangan yang ada, banyak orang menjadi ateis. Ini karena mereka hanya melihat dari sisi filsafat. Mereka menyebutkan beberapa kemungkinan, misalnya yang pertama Allah mau menghapus kejahatan manusia di dunia ini, tetapi Allah tidak mampu.

Di sini Allah dianggap tidak maha kuasa. Kedua, Allah mampu menghapus kejahatan manusia tetapi Allah tidak mau. Jadi di sini Allah dianggap kejam. Allah dianggap sudah pergi jauh dan tidak peduli lagi dengan manusia. Ketiga, Allah tidak mau menghapus kejahatan manusia karena Allah tidak mampu. Keempat, Allah mau menghapus kejahatan manusia dan Allah mampu. Di dalam kemungkinan ini, mereka tidak melihat hasilnya di dalam realitas.

Immanuel Kant menyatakan bahwa kejahatan hanya bersifat eksistensialis. Kejahatan itu nyata dan berakibat pada setiap manusia. Maka dari itu menurutnya kita juga harus menghadapi kejahatan secara eksistensialis. Ini berarti kita tidak boleh dipengaruhi kejahatan dan tidak boleh berbuat kejahatan.

Namun kejahatan itu sungguh kuat dan jikalau kita bersikap pasif maka kita pasti akan dihancurkan kejahatan itu. jadi bagi John Hick, agama harus memiliki kekuatan untuk mengalahkan kejahatan dan kita tidak bisa bersikap pasif. Jadi baginya kita harus menyuarakan disiplin dan penegakkan hukum terhadap kejahatan. Di dalam pandangan ini gereja bisa berkecimpung dalam politik praktis untuk memengaruhi penegakkan hukum dalam negara.

Agustinus menyatakan bahwa kejahatan adalah keindahan. Dari kejahatan kita melihat warna kehidupan dan keindahannya. Kejahatan yang parah di luar sana membuat diri kita terlihat lebih indah daripada yang kita pikirkan. Agustinus menjelaskan bahwa di dalam satu lukisan, warna yang gelap itu diperlukan untuk memunculkan warna-warna terang.

Lukisan yang semuanya berwarna putih pasti tidak indah. Lukisan hidup kita akan lebih indah ketika ada beragam warna. Jadi kita tidak perlu marah terhadap kejahatan. Kita tidak berdoa agar kejahatan itu hilang. Di dalam doa Bapa kami, kita berdoa ‘lepaskanlah kami dari pada yang jahat’ (Matius 6:13). Kita tidak meminta agar Tuhan mencabut kejahatan dari dunia ini. Inilah ayat yang dikutip Agustinus. Tugas kita, menurut Agustinus, adalah bukan sekadar meredam kejahatan tetapi mematikan kejahatan dengan perbuatan baik dan kasih.

Agustinus mengutip ayat-ayat pengampunan untuk mendukung ajaran ini. Jadi kita melihat ada 3 pendekatan yaitu pendekatan Kant yang pasif, Hick yang aktif dalam politik, dan Agustinus yang aktif melalui perbuatan baik dan kasih. Dari kacamata Alkitab, Allah membiarkan adanya kejahatan sebagai pembeda dari karakter anak-anak Tuhan (Wahyu 22:11). Ini diambil dari konsep Agustinus. Kejahatan itu menunjukkan karakter kita yang berbeda.

Jati diri kita menjadi lebih tampak karena kejahatan. Namun kejahatan yang dibungkus kebaikan itu membuat kita kesulitan. Di dalam hal itu karakter kita harus menonjol. Kebahagian orang Kristen yang sejati yaitu teruji kualitas imannya (Matius 5:11) melalui adanya penderitaan dan kejahatan. Matius 5:11 menyatakan bahwa kita yang dianiaya harus tetap berbahagia. Kejahatan juga menandakan akhir zaman akan tiba (2 Timotius 3:1-9). Ini merupakan pemikiran Agustinus.

Masalah Kejahatan dari Sudut Pandang Kitab Ayub.

Apakah Ayub korban kejahatan (Ayub 1:13-15) atau korban hukum alam yang normal (Ayub 1:16-19)? Orang Syeba dan Kasdim yang membenci Ayub menyerang bersama-sama dan menghabiskan banyak harta Ayub. Apakah Ayub merupakan korban kejahatan? Dari sudut pandang sosiologi, ia merupakan korban kejahatan, namun dari kacamata teologi, Ayub bukanlah korban. Allah sendiri yang mengizinkan penderitaan Ayub (Ayub 1:12) untuk pertumbuhan imannya. Ayub sudah menjadi milik Tuhan sehingga tidak ada yang bisa membuat Ayub menjadi korban.

Semua peristiwa itu ada di dalam kendali Tuhan. Tuhan mengizinkan Setan memberikan penyakit pada tubuhnya namun Tuhan menjaga jiwanya (Ayub 2:6). Dikatakan bahwa Ayub juga mendapatkan bencana alam yaitu api dan angin (Ayub 1:16, 19) namun ia bukanlah korban dari alam. Iblis yang melakukan hal ini namun di dalam izin Tuhan. kacamata yang salah itu dimulai dari Setan. Kita mengingat bahwa Iblis ingin Yesus menyembahnya (Matius 4:9).

Mengapa Allah mengizinkan Iblis mencobai Ayub melalui kejahatan dan penderitaan? Jawabannya ada di dalam Ayub 42. Mengapa Allah yang suci memakai kejahatan dan penderitaan dalam menguji iman Ayub? Allah memakai kejahatan dan penderitaan yang dimunculkan oleh Iblis. Jadi problemnya apa? Ada yang berpikir bahwa Allah itu kejam dalam menghukum Ayub dan anak-anaknya. Ada yang melihat bahwa Allah kejam di dalam bagian ini dan kita bisa melihat bahwa Ayub merasakan kesedihan yang bertubi-tubi.

Dia kehilangan semua yang dimiliknya dan tubuhnya menderita sakit penyakit. Istrinya pun tidak mendukungnya. Dapatkah Allah mencegah usulan Iblis untuk Ayub? Allah bisa mencegah, namun mengapa Ia tidak mencegah? 1 Korintus 10:13 menyatakan bahwa Allah akan memberikan solusi bagi setiap pencobaan yang umat-Nya alami. Allah itu maha tahu dan Ia tahu bagaimana Ayub dan teman-temannya akan menanggapi pergumulan ini.

Tuhan bisa saja mencegah Iblis, namun seandainya Ia mencegah Iblis, apa yang kira-kira akan dikatakan Iblis? Iblis sebelumnya berkata bahwa Ayub itu takut akan Tuhan karena telah diberikan harta yang begitu banyak (Ayub 1:9). Setelah Iblis menjamahnya, Allah kelihatan berdiam namun sebenarnya Ia aktif menjaga jiwa Ayub. 

Ketika Yesus ditangkap dan dipermalukan Ia berdiam. Mengapa Allah berdiam diri dan membiarkan kejahatan itu terjadi? Karena ada misi. Di balik Tuhan yang berdiam ada kekuatan penguasaan diri. Ketika Allah tampak berdiam dalam pergumulan Ayub, sebenarnya Allah tidak berdiam. Allah tetap terus menopang dan terus mengontrol.

Apakah layak jika Ayub yang hidupnya takut Allah, jujur, dan saleh mendapatkan kejahatan dan penderitaan seperti itu? Layak. Kita semua adalah orang-orang yang berdosa yang layak dihukum. Kita tidak bisa mengatakan bahwa penderitaan seseorang itu selalu disebabkan oleh dosanya secara pribadi. Tuhan selalu memiliki program untuk anak-anak-Nya. Apakah tindakan Allah ini tidak berlebihan? Menurut kita mungkin berlebihan, namun tidak demikian bagi Tuhan. di saat itu Tuhan sedang menunjukkan kualitas iman Ayub yang benar dalam menghadapi segala upaya dan cara Setan.

Benarkah Allah mengasihi Ayub? Benar. Dapatkan iman Ayub diuji tanpa melalui penderitaan karena Allah sangat mengasihi Ayub? Kita yang mengasihi anak dan cucu kita pasti tidak mau mereka mengalami penderitaan. Ini adalah pemikiran manusia secara umum. Jika dimasukkan ke dalam teologi, maka teologi itu menjadi teologi yang antroposentris. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan memakai penderitaan untuk menguji dan menguatkan iman kita.

Kita sebagai orang tua tidak boleh terlalu cepat menolong anak yang sedang menderita agar mereka tidak menjadi manja. Di dalam kasih Allah ada ujian iman. Di dalam penderitaan yang Tuhan izinkan itu ada nilai kemuliaan. Bagaimana jika Ayub gagal dalam melewati penderitaan ini atau akibat penderitaan ini berdampak negatif terus menerus untuk Ayub, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya? Ia memiliki banyak pegawai dan saudara sehingga ketika ia mengalami penderitaan ini, banyak orang merasakan dampaknya.

Seandainya jika Ayub gagal melewati penderitaan ini, apa yang kira-kira Tuhan akan lakukan? Kierkegaard pernah berbicara mengenai lompatan iman (leap of faith), namun ini konsep yang terlalu eksistensialis. Tuhan memakai proses untuk membentuk iman, jadi kita harus menghargai proses. Di dalam proses, Tuhan tidak membuat kita secara tiba-tiba memiliki iman yang luar biasa. Paulus berpesan agar orang yang baru bertobat tidak boleh langsung dipercayakan jabatan dalam gereja (1 Timotius 3:6).

Tuhan tidak mungkin membiarkan Ayub gagal karena Ia adalah Tuhan dalam proses itu. Ibrani 13:5b Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. Roma 8:28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Tuhan menjadi Tuan di dalam proses pergumulan kita ketika kita terus menuhankan Tuhan di dalam proses itu. Iman dan mental kita harus terus dilatih dan diuji agar kuat.

Jika Ayub terus gagal sampai kematiannya, apakah ia bisa tetap masuk surga? Tuhanlah yang menjaga hidup Ayub dan menjaga keselamatan Ayub. Dapatkah Ayub hidup bahagia tanpa ada penderitaan? Tidak bisa. Kita menyadari bahwa kita adalah orang-orang yang lemah dan kita bisa berdoa sesuai doa Bapa kami, namun ketika penderitaan itu datang kita harus siap. Tidak ada orang yang berbahagia di dalam Tuhan jika tidak mengalami penderitaan. Matius 5:11 menyebutkan tentang kebahagiaan karena penganiayaan.

Jika Allah maha kuasa, mengapa Allah mengizinkan kejahatan dan penderitaan untuk membuat Ayub dan keluarganya lebih baik lagi? Allah bisa saja membuat 10 anaknya bertobat namun Tuhan tidak melakukan itu. Mengapa Allah membiarkankan orang-orang jahat itu (Syeba, Kasdim, dan lainnya) berbahagia di balik penderitaan Ayub? Dunia ini dikuasai oleh Setan, jadi jiwa orang-orang yang belum bertobat itu dimiliki Setan. Mereka masih bisa mati di dalam dosa. Tuhan tidak bersalah dalam hal ini karena Setan-lah yang mengambil.

Orang yang berbuat jahat tidak tahu bahwa yang diperbuatnya adalah jahat di dalam hati nuraninya. Ia hanya tahu tentang kejahatan di dalam pikirannya. Orang yang belum tersentuh hati nuraninya akan terus berbuat jahat. Mereka berbahagia karena penderitaan Ayub karena mereka adalah orang jahat. Bisakah Allah tidak memakai kejahatan manusia atau penderitaan untuk membuat hidup kita lebih baik lagi atau lebih berbahagia atau tanpa perlu ada yang dikorbankan?

Bisa, namun dari surat Petrus dan surat kepada Timotius kita harus mengucap syukur bila pernah menjadi korban kejahatan. Penderitaan itu melatih iman kita. Roma 8:28 menyatakan bahwa Allah selalu bekerja dan mendatangkan kebaikan. 1 Korintus 10:13 menyatakan bahwa kita akan selalu dipimpin oleh Tuhan dalam melalui pencobaan. Mazmur 22 menyatakan tentang penderitaan Daud yang sudah hidup begitu saleh di hadapan Tuhan.

Mazmur 37mengajarkan tentang sikap yang harus kita bawa ketika menghadapi penderitaan. Ayat 1-2: Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Tugas kita adalah menjadi berkat bagi orang lain dan membuktikan bahwa kita ini benar di mata Tuhan.

Penutup:

Ayub 42:1-17. Penderitaan itu melatih kita agar semakin mengenal Tuhan. Di dalam setiap pergumulan kita, kita harus mencoba untuk mengenal Tuhan terlebih dahulu dan bukan mengenal masalah itu. Kita harus mengenal Tuhan yang mengizinkan masalah itu terjadi terlebih dahulu, setelah itu baru kita mengenal masalah itu. Ini agar kita menjadi penyelesai masalah dari kacamata Tuhan. Kita harus bergumul dulu dengan Tuhan.

Jika kita langsung berpikir tentang masalah itu, maka pendekatan kita ini bersifat antroposentris. Elihu menasihati Ayub agar ia bergumul dengan Tuhan dan berfokus pada Tuhan terlebih dahulu. Ayub 42:5 Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Inilah kunci sebelum Ayub merasakan pemulihan. Pada akhirnya Ayub mendapatkan 10 anak lagi tetapi tetap bersama dengan istri yang sama.

Matius 5:11 mengingatkan kita bahwa penganiayaan itu mendatangkan kebahagiaan untuk kita. 

Roma 12:21mengingatkan bahwa kitalah yang akan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dan cinta kasih. Ini ayat yang dikutip Agustinus. Keaktifan kita bukanlah keaktifan yang frontal dalam menghadapi kejahatan tetapi keaktifan yang anggun dalam sikap rohani. MASALAH KEJAHATAN MENURUT KITAB AYUB. AMIN.
Next Post Previous Post