3 KHOTBAH HUKUM 9: JANGAN BERSAKSI DUSTA (KELUARAN 20:16)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
HUKUM 9 (1): JANGAN BERSAKSI DUSTA
3 KHOTBAH HUKUM 9: JANGAN BERSAKSI DUSTA (KELUARAN 20:16)
gadget, bisnis, asuransi
(KELUARAN 20:16)

Keluaran 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.

1) Dusta dilarang baik dalam pengadilan, maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Pulpit Commentary: “False witness is of two kinds, public and private. We may either seek to damage our neighbour by giving false evidence against him in a court of justice, or simply calumniate him to others in our social intercourse with them. The form of the expression here used points especially to false witness of the former kind, but does not exclude the latter, which is expressly forbidden in Ex 23:1. The wrong done to a man by false evidence in a court may be a wrong of the very extremest kind - may be actual murder (1Kings 21:13). More often, however, it results in an injury to his property or his character” [= Saksi palsu / dusta terdiri dari dua jenis, umum dan pribadi. Kita bisa, atau berusaha untuk merusak sesama kita dengan memberikan bukti palsu / dusta terhadap / menentang dia dalam sidang pengadilan, atau sekedar memfitnahnya kepada orang-orang lain dalam hubungan sosial dengan mereka. Bentuk dari ungkapan yang digunakan di sini menunjuk secara khusus kepada saksi palsu / dusta dari jenis yang terdahulu, tetapi tidak membuang / mengeluarkan yang belakangan, yang secara explicit / jelas dilarang dalam Kel 23:1. Kesalahan yang dilakukan kepada seseorang oleh bukti palsu / dusta dalam pengadilan bisa merupakan suatu kesalahan dari jenis yang paling extrim - bisa merupakan pembunuhan yang sungguh-sungguh (1Raja 21:13). Tetapi, lebih sering, itu mengakibatkan / menghasilkan luka / kerugian pada miliknya atau karakternya].

Catatan: saya beranggapan Keluaran 23:1 kurang tepat / jelas. Im 19:11 yang akan saya kutip di bawah lebih jelas.

Amsal 19:9 - “Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan akan binasa”.

a) Dalam pengadilan.

Keluaran 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.

Kata ‘saksi’, sekalipun tidak secara exklusif, tetapi secara implicit, lebih menunjuk pada larangan berdusta bagi saksi dalam pengadilan.

Bdk. Keluaran 23:1-2 - “(1) ‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. (2) Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum”.

Amsal 12:17 - “Siapa mengatakan kebenaran, menyatakan apa yang adil, tetapi saksi dusta menyatakan tipu daya”.

Ayat-ayat ini secara lebih menyolok menunjukkan larangan menjadi saksi palsu dalam pengadilan.

Dalam hal ini, kita juga perlu mengerti apa yang boleh disaksikan oleh seorang saksi. Pertama-tama, seorang saksi adalah orang yang tahu sendiri tentang apa yang ia saksikan / ceritakan itu. Kalau ia mendengarnya dari orang lain, ia bukan saksi / tidak layak menjadi saksi! Kedua, apa yang ia saksikan / ceritakan haruslah hanya apa yang ia lihat atau dengar, bukan perasaannya, pikirannya, atau kesimpulannya tentang apa yang ia dengar / lihat!

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Keluaran 20:16: “We have no right to give our mere inferences from what we know about the conduct and principles of others as though they were facts” (= Kita tidak mempunyai hak untuk memberikan sekedar kesimpulan kita dari apa yang kita ketahui tentang tingkah laku dan prinsip-prinsip dari orang-orang lain seakan-akan hal-hal itu adalah fakta-fakta).

Contoh: saudara melihat seorang laki-laki pergi dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, dan saudara ‘memberi kesaksian’ bahwa mereka berselingkuh! Ini kesimpulan saudara, dan tidak boleh saudara saksikan, karena saudara hanya boleh menyaksikan apa yang betul-betul saudara ketahui. Bahkan kalau saudara melihat kedua orang itu pergi ke suatu hotel, yang boleh saudara saksikan hanyalah bahwa saudara melihat mereka pergi ke hotel. Kalau saudara ‘memberi kesaksian’ bahwa mereka masuk kamar dan melakukan hubungan sex, itu lagi-lagi merupakan kesimpulan saudara, dan itu tidak boleh diceritakan sebagai kesaksian.

Yang berhak menyimpulkan adalah hakim / juri, bukan saksi!

Tuhan sangat membenci saksi palsu sehingga memberikan Firman Tuhan sebagai berikut:

Ulangan 19:16-21 - “(16) Apabila seorang saksi jahat menggugat seseorang untuk menuduh dia mengenai suatu pelanggaran, (17) maka kedua orang yang mempunyai perkara itu haruslah berdiri di hadapan TUHAN, di hadapan imam-imam dan hakim-hakim yang ada pada waktu itu. (18) Maka hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata, bahwa saksi itu seorang saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap saudaranya, (19) maka kamu harus memperlakukannya sebagaimana ia bermaksud memperlakukan saudaranya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (20) Maka orang-orang lain akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu. (21) Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.’”.

b) Dalam kehidupan sehari-hari.

Imamat 19:11 - “Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya”.

Kata-kata yang saya garis-bawahi lebih menunjuk pada larangan berdusta dalam kehidupan sehari-hari.

Kalau kita mengatakan sesuatu yang bukan kebenaran, apalagi bertentangan dengan kebenaran, maka kita sudah melanggar hukum ke 9 ini.

Yesaya 5:20 - “Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit”.

Calvin (tentang Keluaran 20:16):
“Although God seems only to prescribe that no one, for the purpose of injuring the innocent, should go into court, and publicly testify against him, yet it is plain that the faithful are prohibited from all false accusations, and not only such as are circulated in the streets, but those which are stirred in private houses and secret corners” (= Sekalipun Allah kelihatannya hanya menentukan bahwa tak seorangpun, untuk tujuan melukai / merugikan orang-orang yang tak bersalah, boleh pergi ke dalam pengadilan, dan di depan umum bersaksi menentang mereka, tetapi adalah jelas bahwa orang-orang yang setia / beriman dilarang dari semua tuduhan-tuduhan palsu / dusta, dan bukan hanya hal-hal seperti itu yang beredar di jalan-jalan, tetapi hal-hal yang ditimbulkan di rumah-rumah pribadi dan sudut-sudut / pelosok-pelosok rahasia).

Pulpit Commentary:
“False witness in a court is but rarely given. We most of us pass our lives without having once to appear in a court, either as prosecutor, witness, or accused. The false witness against which the generality have especially to be on their guard, is that evil speaking which is continually taking place in society, whereby men’s characters are blackened, their motives misrepresented, their reputations eaten away” (= Kesaksian palsu / dusta dalam pengadilan jarang diberikan. Kebanyakan dari kita melewati hidup kita tanpa pernah sekalipun muncul dalam suatu pengadilan, apakah sebagai penuntut, saksi, atau terdakwa. Saksi palsu / dusta terhadap mana secara umum kita harus berjaga-jaga secara khusus, adalah berbicara buruk / jahat yang terus menerus terjadi dalam masyarakat, dengan mana karakter orang-orang dijadikan hitam / buruk, motivasi-motivasi mereka digambarkan secara salah, reputasi mereka dirusak).

Calvin (tentang Keluaran 20:16): “In whatever way, therefore, we injure our neighbors by unjustly defaming them, we are accounted false witnesses before God. We must now pass on from the prohibitive to the affirmative precept: for it will not be enough for us to restrain our tongues from speaking evil, unless we are also kind and equitable towards our neighbors, and candid interpreters of their acts and words, and do not suffer them, as far as in us lies, to be burdened with false reproaches” (= Karena itu, dengan cara apapun kita melukai / merugikan sesama kita dengan memfitnah / mencemarkan nama baik mereka dengan tidak adil / benar, kita dianggap sebagai saksi-saksi palsu / dusta di hadapan Allah. Sekarang kita harus beralih dari ajaran yang bersifat melarang kepada ajaran yang disetujui: karena tidak cukup bagi kita untuk mengekang lidah kita dari mengatakan yang jahat / buruk, kecuali kita juga adalah baik dan adil terhadap sesama kita, dan adalah penafsir-penafsir yang jujur dari tindakan-tindakan dan kata-kata mereka, dan tidak membiarkan mereka, sejauh itu tergantung kepada kita, dibebani dengan celaan-celaan yang palsu / dusta).

Bdk. Efesus 4:25 - “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota”.

Zakh 8:16-17 - “(16) Inilah hal-hal yang harus kamu lakukan: Berkatalah benar seorang kepada yang lain dan laksanakanlah hukum yang benar, yang mendatangkan damai di pintu-pintu gerbangmu. (17) Janganlah merancang kejahatan dalam hatimu seorang terhadap yang lain dan janganlah mencintai sumpah palsu. Sebab semuanya itu Kubenci, demikianlah firman TUHAN.’”.

Calvin (tentang Keluaran 20:16): “God does not only forbid us to invent accusations against the innocent, but also to give currency to reproaches and sinister reports in malevolence or hatred. Such a person may perhaps deserve his ill-name, and we may truly lay such or such an accusation to his charge; but if the reproach be the ebullition of our anger, or the accusation proceed from ill-will, it will be vain for us to allege in excuse that we have advanced nothing but, what is true. For when Solomon says that ‘love covereth many sins;’ whereas ‘hatred brings reproaches to light,’ (Proverbs 10:12;) he signifies, as a faithful expositor of this precept, that we are only free from falsehood when the reputation of our neighbors suffers no damage from us; for, if the indulgence of evil-speaking violates charity, it is opposed to the Law of God” [= Allah bukan hanya melarang kita untuk menemukan / menciptakan tuduhan-tuduhan terhadap orang-orang yang tidak bersalah, tetapi juga untuk menyebarkan celaan-celaan dan laporan-laporan yang jahat dalam kedengkian atau kebencian. Orang seperti itu mungkin layak mendapatkan nama buruk, dan kita bisa dengan benar memberikan tuduhan ini atau itu terhadap dia; tetapi jika celaan itu merupakan ledakan dari kemarahan kita, atau tuduhan yang keluar dari maksud yang buruk, adalah sia-sia bagi kita untuk mengatakan sebagai dalih bahwa kita tidak mengajukan apapun kecuali apa yang benar. Karena pada waktu Salomo mengatakan bahwa ‘kasih menutupi banyak dosa’; sedangkan ‘kebencian membawa celaan-celaan pada terang’ (Amsal 10:12); ia memberitahukan sebagai seorang yang menjelaskan ajaran ini dengan setia, bahwa kita hanya bebas dari kepalsuan / dusta pada waktu reputasi dari sesama kita tidak mengalami kerusakan dari kita; karena jika penurutan dari pembicaraan buruk / jahat melanggar kasih, maka itu bertentangan dengan dengan Hukum Allah].

Amsal 10:12 - “Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran”.

Catatan:

1. Tentang Amsal 10:12a-nya, Calvin menterjemahkan secara berbeda dengan Alkitab Indonesia maupun dengan semua terjemahan bahasa Inggris. Saya tidak tahu dari mana ia menterjemahkan seperti itu.

2. Menurut saya, apa yang Calvin bicarakan di sini, sekalipun jelas merupakan dosa, tetapi lebih cocok untuk dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 (jangan membunuh) dari pada terhadap hukum ke 9 (jangan bersaksi dusta).

3. Tidak selalu kita harus menutupi pelanggaran orang, dan tidak selalu kita dilarang membukakan kejahatan / keburukan orang. Kadang-kadang kita justru harus memberitakannya, demi melindungi orang lain dari kejahatan orang itu. Misalnya:

a. Ada orang yang berhutang kepada saya dan tidak membayar. Lalu saya melihat ia mendekati si A, dan mau berhutang kepada si A. Haruskah saya berdiam diri? Kalau saya berdiam diri, saya tidak mengasihi si A, dan membiarkannya menjadi korban! Saya harus memberitahunya!

b. Memberitakan kesesatan ajaran dari seorang pendeta. Apa alasannya untuk mengijinkan hal ini?

· Ini bahkan dilakukan oleh Yesus (Matius 23:1-36 Lukas 13:31-32), Paulus (Galatia 1:6-9 Fil 3:2), dsb, dalam mengecam secara terang-terangan dan dengan keras ajaran-ajaran sesat yang ada, beserta pengajarnya. Bahkan sering kali ini dilakukan dengan menyebut nama orang itu (1Tim 1:20 2Tim 2:17 2Timotius 4:14 3Yoh 9). Jadi, ini bukan hanya boleh dilakukan, tetapi harus dilakukan, tetapi motivasinya harus benar. Bukan karena kebencian terhadap orang itu, tetapi karena mengasihi orang-orang lain, dan ingin menghindarkan orang lain dari pada kesesatan. Anehnya, orang Kristen pada umumnya menyalahkan hal ini! Mereka seharusnya juga menyalahkan Yesus dan Paulus!

· Dalam hal jasmani / sekuler kita boleh mengajarkan kepada anak-anak kita tentang kejahatan dari orang-orang tertentu, supaya jangan anak-anak kita terseret dalam kejahatan mereka. Misalnya kita mengajar anak-anak kita untuk tentang keburukan dari pengguna / pengedar narkoba, pelacuran dsb. Kalau ini boleh dilakukan dalam dunia sekuler, mengapa tidak boleh dalam dunia rohani?

2) Dusta bisa dilakukan dengan bermacam-macam cara.

a) Dengan lidah.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Keluaran 20:16: “A gentleman once sent his servant to market with the direction to bring home the best thing he could find. He carried home a tongue. He was sent again with the direction to bring home the worst thing he could find. Again he brought home a tongue. This was right; for the tongue is the best thing in the world when properly used, or the worst when not so used” (= Suatu kali seseorang mengutus pelayannya ke pasar dengan petunjuk untuk membawa pulang hal terbaik yang bisa ia dapatkan. Ia membawa pulang sebuah lidah. Ia diutus lagi dengan petunjuk untuk membawa pulang hal terburuk yang bisa ia dapatkan. Lagi-lagi ia membawa pulang sebuah lidah. Ini merupakan sesuatu yang benar; karena lidah adalah hal terbaik dalam dunia pada waktu digunakan dengan benar, atau hal terburuk pada waktu tidak digunakan demikian).

Ada banyak hal buruk yang bisa kita lakukan dengan lidah kita, dan salah satunya adalah dusta!

Contoh:

1. Dalam bisnis / dagang.

Bdk. Amsal 20:14 - “‘Tidak baik! Tidak baik!’, kata si pembeli, tetapi begitu ia pergi, ia memuji dirinya”.

Perhatikan bahwa ini merupakan sesuatu yang sangat umum dalam dunia perdagangan. Dunia perdagangan dipenuhi dengan dusta, dan saking umumnya hal itu, orang tidak lagi merasa bahwa itu merupakan dusta dan itu adalah dosa!

Bukan hanya pembeli, tetapi penjualnya juga sangat sering, atau bahkan lebih sering, berdusta, supaya bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak, atau supaya barangnya laku. Misalnya: pada waktu barangnya ditawar, ia mengatakan ‘Wah tidak bisa, kulaknya saja tidak boleh segitu’. Anehnya, akhirnya barangnya diberikan dengan harga itu. Jelas bahwa kata-katanya dusta!

Atau, dengan memuji-muji mutu barangnya yang ternyata jelek. Atau, dengan mengatakan kalau di luar ada yang lebih murah, silahkan kembalikan. Tetapi pada waktu betul-betul mau dikembalikan, ia menolak!

2. Fitnah / meneruskan kabar angin yang belum tentu benar.

Merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal bahwa manusia pada umumnya terlalu cepat percaya pada kabar angin / kabar buruk tentang seseorang. Ini sebetulnya sudah salah, tetapi menjadi suatu dusta / fitnah, kalau hal itu lalu kita ceritakan kepada orang-orang lain.

3. Dusta tentang usia anak, supaya dapat discount.

Dalam banyak tempat hiburan di luar kota, kadang-kadang diberi perbedaan tarif untuk anak dan orang dewasa. Dan dituliskan, untuk anak di bawah 5 tahun, tarifnya 50 %. Kalau anak kita sudah di atas 5 tahun, tetapi anaknya kelihatan kecil, kita berdusta tentang usia anak itu hanya untuk mendapatkan discount tersebut. Ini jelas dosa! Kita menjual kebenaran, hanya demi discount yang tidak seberapa itu!

b) Dengan tangan / tulisan (bdk. Neh 6:5-8).

Contoh:

1. Memalsu tanda tangan.

2. Mengubah umur / tahun kelahiran pada waktu mengambil SIM.

3. Menaikkan bon / kwitansi. Baik pembeli yang meminta bon dinaikkan, maupun penjual yang mau menaikkan bon, telah berdusta dengan tulisan (dan sekaligus mencuri / membantu pencurian).

4. Mahasiswa yang mau dititipi absensi oleh teman yang bolos kuliah.

5. Mengisi formulir pendaftaran secara tidak jujur; biasanya dalam persoalan gaji orang tua, gajinya direndahkan.

6. Menandatangani pernyataan yang tidak benar.

7. Memberi surat sakit, padahal tidak sakit.

8. Iklan yang tidak cocok dengan kenyataannya.

9. Perusahaan yang membuat ‘double book’ (= pembukuan ganda).

c) Dengan sikap / kepura-puraan.

Contoh:

1. Pura-pura sakit / sedih.

Bdk. 1Sam 21:10-15 - “(10) Kemudian bersiaplah Daud dan larilah ia pada hari itu juga dari Saul; sampailah ia kepada Akhis, raja kota Gat. (11) Pegawai-pegawai Akhis berkata kepada tuannya: ‘Bukankah ini Daud raja negeri itu? Bukankah tentang dia orang-orang menyanyi berbalas-balasan sambil menari-nari, demikian: Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa?’ (12) Daud memperhatikan perkataan itu, dan dia menjadi takut sekali kepada Akhis, raja kota Gat itu. (13) Sebab itu ia berlaku seperti orang yang sakit ingatan di depan mata mereka dan berbuat pura-pura gila di dekat mereka; ia menggores-gores pintu gerbang dan membiarkan ludahnya meleleh ke janggutnya. (14) Lalu berkatalah Akhis kepada para pegawainya: ‘Tidakkah kamu lihat, bahwa orang itu gila? Mengapa kamu membawa dia kepadaku? (15) Kekurangan orang gilakah aku, maka kamu bawa orang ini kepadaku supaya ia menunjukkan gilanya dekat aku? Patutkah orang yang demikian masuk ke rumahku?’”.

Catatan: boleh dikatakan semua penafsir menyalahkan kepura-puraan Daud ini dan menganggapnya sebagai tindakan tak beriman yang memalukan.

Tetapi strategi dalam perang, yang juga bisa dikatakan sebagai tindakan pura-pura, diijinkan.

Yosua 8:3-22 - “(3) Lalu bersiaplah Yosua beserta seluruh tentara untuk pergi ke Ai. Yosua memilih tiga puluh ribu orang, pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, mereka disuruhnya pergi pada waktu malam (4) dan kepada mereka diperintahkannya, katanya: ‘Ketahuilah, kamu harus bersembunyi di belakang kota itu untuk menyerangnya, janganlah terlalu jauh dari kota itu, dan bersiap-siaplah kamu sekalian. (5) Aku dan semua orang yang bersama-sama dengan aku akan mendekati kota itu; apabila mereka keluar menyerbu kami, seperti yang pertama kali, maka kami akan melarikan diri dari hadapan mereka. (6) Jadi mereka akan keluar menyusul kami, sehingga kami memancing mereka jauh dari kota itu, sebab mereka akan berkata: orang-orang itu melarikan diri dari hadapan kita seperti yang pertama kali. Jika kami melarikan diri dari hadapan mereka, (7) maka kamu harus bangun dari tempat persembunyianmu itu untuk menduduki kota itu, dan TUHAN, Allahmu, akan menyerahkannya ke dalam tanganmu. (8) Segera setelah kamu merebut kota itu, haruslah kamu membakarnya; sesuai dengan firman TUHAN kamu harus melakukan semuanya itu; ingatlah, itulah perintahku kepadamu.’ (9) Demikianlah Yosua menyuruh mereka pergi, lalu berjalanlah mereka ke tempat persembunyian dan tinggal di antara Betel dan Ai, di sebelah barat Ai. Tetapi Yosua bermalam di tengah-tengah rakyat pada malam itu. (10) Keesokan harinya Yosua bangun pagi-pagi, lalu diperiksanyalah barisan bangsa itu dan berjalanlah ia maju beserta para tua-tua orang Israel di depan bangsa itu ke Ai. (11) Juga seluruh tentara yang bersama-sama dengan dia berjalan maju; mereka maju mendekat, lalu sampai ke tentangan kota itu, kemudian berkemahlah mereka di sebelah utara Ai, sehingga lembah itu ada di antara mereka dan Ai. (12) Yosua telah mengambil kira-kira lima ribu orang, lalu disuruhnya mereka bersembunyi di antara Betel dan Ai, di sebelah barat kota itu. (13) Beginilah rakyat itu diatur: seluruh tentara itu di sebelah utara kota dengan barisan belakang di sebelah barat kota. Pada malam itu berjalanlah Yosua melalui lembah itu. (14) Pagi-pagi, ketika raja negeri Ai melihat hal itu, maka ia dan seluruh rakyatnya, orang-orang kota itu, segera keluar berperang, menyerbu orang Israel, ke lereng di seberang dataran itu; raja itu tidak tahu, bahwa ada orang bersembunyi di belakang kota. (15) Yosua dan seluruh orang Israel itu berlaku seolah-olah dipukul mundur oleh mereka, lalu melarikan diri ke arah padang gurun. (16) Sebab itu semua orang yang ada di kota dikerahkan untuk mengejar orang Israel. Maka mereka mengejar Yosua, sehingga makin jauhlah mereka terpancing dari kota. (17) Seorangpun tidak tertinggal lagi di Ai dan Betel yang tidak keluar memburu orang Israel. Mereka meninggalkan kota itu terbuka, karena mereka mengejar orang Israel. (18) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: ‘Acungkanlah lembing yang ada di tanganmu ke arah Ai, sebab Aku menyerahkan kota itu ke dalam tanganmu.’ Maka Yosua mengacungkan lembing yang di tangannya ke arah kota itu. (19) Ketika diacungkannya tangannya, maka segeralah bangun orang-orang yang bersembunyi itu dari tempatnya, mereka berlari memasuki kota, merebutnya, lalu segera membakar kota itu. (20) Ketika orang Ai berpaling menoleh ke belakang, tampaklah asap kota itu naik membubung ke langit; mereka tidak sempat melarikan diri ke manapun juga, sebab rakyat yang tadinya lari ke padang gurun, berbalik melawan pengejar-pengejarnya. (21) Ketika Yosua dan seluruh Israel melihat, bahwa orang-orang yang bersembunyi itu telah merebut kota dan bahwa asap kota itu naik membubung, berbaliklah mereka, lalu menewaskan orang-orang Ai. (22) Sementara itu juga keluar orang-orang Israel yang lain dari dalam kota menyerbu orang-orang Ai, sehingga terjepit di tengah-tengah orang Israel itu, yang ini dari sini dan yang itu dari sana; orang-orang Ai ditewaskan, sehingga seorangpun dari mereka tidak ada yang dibiarkan terlepas atau luput”.

Catatan: ay 18 menunjukkan bahwa Tuhan sendiri terlibat dalam pelaksanaan strategi itu, dan ini merupakan alasan untuk mengatakan bahwa ini bukan sesuatu yang salah.

John Murray: “In this instance it would surely be futile to try to categorize this action on Joshua’s part as wrong. The Lord himself was party to the stratagem (cf. verse 18), and it would be sophistry indeed to attempt to abstract this element of the strategy from that which the Lord himself authorized. ... There was indeed retreat when, in ordinary sense, there was no need for retreat. In other words, it was a strategic retreat. ... Israel was under no obligation to inform the people of Ai what the meaning or intent of this retreat was. ... The men of Ai were deceived as to the meaning of the retreat of Israel, but that deception arose from their failure to discover its real purpose. ... we are at a loss to find untruth” [= Dalam contoh / hal ini adalah sia-sia untuk mencoba untuk menggolongkan tindakan ini pada / dari pihak Yosua sebagai salah. Tuhan sendiri ikut ambil bagian dalam trik / muslihat itu (bdk ay 18), dan memang akan merupakan suatu cara berpikir yang sesat / tak masuk akal untuk berusaha untuk menyingkirkan elemen dari strategi ini dari apa yang Tuhan sendiri sahkan / benarkan. ... Memang ada penarikan mundur pada saat, dari arti yang biasa, tidak ada kebutuhan untuk mundur. Dengan kata lain, itu merupakan suatu penarikan mundur yang bersifat strategi. ... Israel tidak wajib untuk memberi informasi kepada orang-orang Ai apa arti atau maksud dari penarikan mundur ini. ... Orang-orang Ai tertipu berkenaan dengan arti dari penarikan mundur dari Israel, tetapi fakta bahwa mereka tertipu itu muncul / timbul dari kegagalan mereka untuk menyingkapkan tujuan yang sebenarnya. ... kita tidak bisa menemukan ketidak-benaran] - ‘Principles of Conduct’, hal 144,145.

John Murray: “The allegation that Joshua acted an untruth or a lie rests upon the fallacious assumption that to be truthful we must under all circumstances speak or act in terms of the data which come within the purview of others who may be concerned with or affected by our speaking or acting. This is not the criterion of truthfulness. It would oftentimes be incompatible with justice, rights, and truth to apply this criterion. When we speak or act we do so in terms of all the relevant facts and considerations which come within our purview, and if we are misunderstood or misrepresented we are not to be charged with falsehood” (= Pernyataan tanpa bukti bahwa Yosua melakukan suatu ketidak-benaran atau suatu dusta, didasarkan pada suatu anggapan yang salah bahwa untuk menjadi benar kita harus, dalam segala keadaan, berbicara atau bertindak berkenaan dengan data yang datang di dalam batasan pengertian dari orang-orang lain, yang bisa berkenaan dengan atau dipengaruhi oleh kata-kata atau tindakan kita. Ini bukan kriteria dari kebenaran. Bahkan akan sering tidak cocok dengan keadilan, hak-hak, dan kebenaran, untuk menerapkan kriteria ini. Pada waktu kita berbicara atau bertindak, kita melakukannya berkenaan dengan semua fakta dan pertimbangan yang relevan yang datang ke dalam batasan pengertian kita, dan jika kita disalah-mengerti atau disalah-gambarkan, kita tidak boleh dituduh dengan kepalsuan / dusta) - ‘Principles of Conduct’, hal 145.

2. Bersikap munafik.

Sesuatu yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa bertindak / bersikap munafik sangat berbeda dengan menguasai diri. Kalau ada seseorang yang tidak menyenangkan kita, dan kita menahan diri untuk tidak marah / memaki / memukul dia, maka itu merupakan penguasaan diri, dan merupakan sesuatu yang benar. Tetapi kalau kita bersikap / berbicara kepada dia seolah-olah kita menyukai dia, maka itu merupakan kata-kata / sikap yang munafik, dan ini merupakan dusta.

Kata ‘orang munafik’ berasal dari kata Yunani HUPOKRITES, yang arti sebenarnya / awalnya adalah seorang pemain sandiwara.

d) Dengan gerakan-gerakan tertentu dari anggota-anggota tubuh tertentu.

Amsal 6:12-14 - “(12) Tak bergunalah dan jahatlah orang yang hidup dengan mulut serong, (13) yang mengedipkan matanya, yang bermain kaki dan menunjuk-nunjuk dengan jari, (14) yang hatinya mengandung tipu muslihat, yang senantiasa merencanakan kejahatan, dan yang menimbulkan pertengkaran”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Amsal 6:13): “He makes secret signs with all these members; the mark of a deceitful and malignant man” (= Ia membuat isyarat-isyarat rahasia dengan semua anggota-anggota ini; tanda dari seorang yang penuh tipu daya dan sangat jahat).

e) Dengan berdiam diri.

Pulpit Commentary: “False witness may be borne by silence. In discussing a man’s character, silence, with or without significant looks, is eloquent. ‘He could have spoken,’ it is argued, ‘had he been able to say anything favourable.’ Silent acquiescence in the charges made is quite sufficient confirmation of their truth! ... It is easy enough to injure a man’s good name by thoughtless speech or cowardly silence. We cannot rid ourselves of the responsibility which attaches to our carelessness or cowardice. By speech or silence we give our testimony, whether the testimony be true or false” (= Saksi dusta / palsu bisa dihasilkan oleh tindakan berdiam diri. Dalam mendiskusikan karakter dari seseorang, tindakan berdiam diri, dengan atau tanpa pandangan / wajah yang berarti, merupakan sesuatu yang fasih. ‘Ia bisa mengatakan’ demikian diargumentasikan, ‘seandainya ia mampu untuk mengatakan apapun yang baik / menyenangkan’. Sikap menyetujui dengan berdiam diri dalam tuduhan-tuduhan yang dibuat, merupakan peneguhan yang cukup dari kebenaran tuduhan-tuduhan itu! ... Adalah cukup mudah untuk melukai / merugikan nama baik seseorang oleh ucapan yang tak dipikir atau sikap berdiam diri yang bersifat pengecut. Kita tidak bisa membersihkan diri kita sendiri dari tanggung jawab yang dilekatkan pada kecerobohan atau ke-pengecut-an kita. Oleh / dengan ucapan atau sikap berdiam diri, kita memberikan kesaksian kita, apakah kesaksian itu benar atau salah).

Adam Clarke (tentang Keluaran 20:16): “Suppressing the truth when known, by which a person may be defrauded of his property or his good name, or lie under injuries or disabilities which a discovery of the truth would have prevented, is also a crime against this law” (= Menekan kebenaran pada waktu kebenaran itu diketahui, dengan mana seseorang bisa diambil miliknya atau nama baiknya, atau berdusta pada waktu pembukaan kebenaran bisa mencegah luka / kerugian atau cacat, juga merupakan suatu kejahatan terhadap hukum ini).

Penerapan: orang yang mengetahui kebenaran, apakah ini merupakan kebenaran dalam urusan Firman Tuhan atau kebenaran dalam urusan sehari-hari / biasa, harus belajar untuk menjadi orang yang vokal, dan berani menyatakan kebenaran itu!

HUKUM 9 (2): JANGAN BERSAKSI DUSTA

(KELUARAN 20:16)

Keluaran 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.

3) Hal-hal yang perlu ditekankan tentang dusta.

a) Dusta tetap dilarang, baik hal itu merugikan orang lain atau tidak.

Contoh: saudara berkata kepada pengemis: ‘Tidak punya uang’, padahal saudara punya uang. Sekalipun ini tidak merugikan siapa-siapa, ini tetap merupakan dosa.

b) Dusta tetap dilarang, sekalipun hal itu diperintahkan oleh orang tua / boss!

Memang yang memerintahkan salah, tetapi yang melaksanakan juga salah.

c) Dusta tetap dilarang, sekalipun hal itu dilakukan untuk tujuan yang baik.

Jangan percaya pada apa yang disebut ‘white lie’ (= dusta putih), yang diartikan sebagai ‘dusta dengan tujuan yang baik’. Ingat bahwa Kristen bukan pragmatisme, yang menghalalkan seadanya cara asal tujuannya baik. Dalam Kristen bukan hanya tujuannya yang harus baik, tetapi cara mencapai tujuan yang baik itu juga harus benar. Tujuan yang baik tidak menghalalkan cara yang tidak benar!

Ironside: “Men are in the habit of distinguishing between different types of lies. Some lies are called ‘white lies,’ and some are called ‘black lies.’. But my Bible tells me, ‘All liars shall have their part in the lake which burneth with fire and brimstone’ (Rev. 21:8). It does not make any distinction between white, black, and gray lies” [= Manusia biasa membedakan antara jenis-jenis dusta yang berbeda. Sebagian dusta disebut ‘dusta putih’, dan sebagian disebut ‘dusta hitam’. Tetapi Alkitab saya memberi tahu saya: ‘... semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; ...’ (Wah 21:8). Alkitab tidak membuat pembedaan apapun antara dusta-dusta putih, hitam dan abu-abu] - ‘Timothy, Titus, & Philemon’, hal 26.

Wahyu 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.

John Murray: “many interpreters have taken the position that the Scripture recognizes the legitimacy of the lie of utility, exigency, necessity ... It has not been difficult to show how unwarranted such an inference is in some of the instances which might appear to lend it support. ... But the upshot of our examination has been that no instance demonstrates the propriety of untruthfulness under any exigency” (= banyak penafsir telah mengambil posisi bahwa Kitab Suci mengakui pengabsahan dari dusta tentang keperluan / kegunaan, keadaan darurat, kebutuhan ... Tidak sukar untuk menunjukkan betapa tak berdasarnya kesimpulan seperti itu dalam beberapa contoh / kejadian yang kelihatannya mendukung hal ini. ... Tetapi hasil dari penyelidikan kami adalah bahwa tidak ada kejadian yang menunjukkan kebenaran dari ketidak-benaran dalam keadaan darurat apapun) - ‘Principles of Conduct’, hal 146.

Contoh:

1. Kasus dusta Rahab dalam Yosua 2:1-7. Rahab berdusta untuk tujuan yang baik, tetapi ini tetap dipersalahkan oleh semua penafsir. Rahab memang dipuji dalam Ibrani 11:31 dan Yakobus 2:25. Tetapi mari kita perhatikan dengan seksama, karena apa ia dipuji.

Ibrani 11:31 - “Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik”.

Yakobus 2:25 - “Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain?”.

Jelas bahwa ia dipuji karena imannya, dan karena ia telah menyambut para pengintai Israel dengan baik, menyembunyikan mereka dan menolong mereka, tetapi bukan karena dustanya.

Kalau Petrus dipersalahkan pada waktu ia menyangkal Yesus 3 x demi melindungi nyawanya sendiri, bagaimana mungkin kita bisa dibenarkan pada waktu kita berdusta untuk melindungi nyawa orang lain?

Adalah baik kalau saudara berusaha maximal untuk melindungi nyawa seseorang, tetapi saudara tidak boleh melindunginya dengan cara melanggar Firman Tuhan. Ingat bahwa nyawa orang itu tidak tergantung dusta saudara ataupun tergantung pada orang-orang yang mau membunuhnya, tetapi tergantung kepada Tuhan sendiri! Kemaha-kuasaanNya membuat Dia bisa menolong melalui 1001 cara yang lain. Dia tidak membutuhkan bantuan dusta saudara!

2. Baik dusta Abraham (Kejadian 12:10-20 Kejadian 20:1-18) maupun dusta Ishak (Kejadian 26:7-11), jelas dipersalahkan oleh semua penafsir yang nggenah!

Penerapan:

a. Pada saat menghadapi orang yang sakit berat, kita sering berdusta supaya orang yang sakit itu tidak tahu kalau sakitnya berat, dan dengan demikian ia tidak terlalu stres. Atau pada waktu ada seseorang yang sakit berat atau mengalami kecelakaan, kita berdusta kepada orang tua / kakek / nenek dari orang itu supaya mereka tidak mati karena kaget. Ini semua tetap merupakan dusta dan juga merupakan dosa!

b. Penggunaan dusta untuk mendamaikan dua pihak yang bertengkar.

Ada extrim kiri dimana orang memberitakan yang salah atau yang tidak perlu diberitakan sehingga membuat orang gegeran atau membuat gegerannya makin hebat, tetapi juga ada extrim kanan dimana orang memberitakan yang salah untuk mendamaikan orang yang gegeran! Kedua-duanya sama-sama salah! Kadang-kadang kita boleh menahan kebenaran, tetapi kita tidak pernah boleh menyatakan ketidak-benaran!

Tetapi dalam suatu sidang pengadilan, kita tidak boleh menahan kebenaran yang berhubungan dengan persoalan itu. Kalau kita melihat film-film yang berkenaan dengan pengadilan, maka kita bisa melihat bahwa baik terdakwa, maupun orang-orang yang memberikan kesaksian, disumpah untuk mengatakan ‘the truth, the whole truth, and nothing but the truth’ (= kebenaran, seluruh kebenaran, dan tidak ada yang lain kecuali kebenaran).

d) Dusta tetap dilarang, sekalipun itu dilakukan terhadap orang yang brengsek.

Jangan berpikir bahwa mendustai pendeta itu dosa, tetapi mendustai seorang korak / penjahat tidak apa-apa!

Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right to expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 425.

e) Dusta tetap dilarang, sekalipun mengatakan kebenaran menyebabkan kita rugi, dan bahkan kehilangan nyawa.

Maz 15:1-5 - “(1) [Mazmur Daud.] TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus? (2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, (3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; (4) yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; (5) yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya”.

Ay 2-5 jelas menggambarkan orang saleh, yang hidupnya memperkenan Tuhan. Dan salah satu cirinya adalah ‘berpegang pada sumpah, walaupun rugi’!

Jelas ada banyak kasus dimana mengatakan kebenaran bisa menyebabkan kita rugi. Misalnya seorang sekretaris yang tidak mau disuruh berdusta oleh bossnya, bisa saja dipecat. Ini harus dianggap sebagai salib yang harus ia pikul.

Kesaksian: pulang dari USA, saya bawa kamera Nikon yang baru dibeli, dan karena jujur harus membayar ‘pajak’ Rp 250.000,-!

Kerugian harta / uang belum apa-apa, dibandingkan dengan kerugian nyawa yang bisa saja terjadi pada waktu kita mengucapkan kebenaran. Seandainya kita boleh berdusta demi melindungi nyawa kita dari bahaya / kematian, maka tentu Petrus tidak salah pada waktu menyangkal Yesus 3 x. Tetapi jelas bahwa ia salah. Jadi, kita juga tidak boleh berdusta demi melindungi nyawa kita. Yesus sudah rela mengorbankan nyawa bagi kita, maka kita juga harus rela mengorbankan nyawa bagi Dia.

f) Dusta tetap dilarang sekalipun kalau kita mengatakan kebenaran, itu menyakiti orang lain.

Memang kalau tidak ada perlunya, kebenaran yang kita tahu bisa menyakiti hati orang lain, sebaiknya kita tahan / tidak kita nyatakan. Dan kalau memungkinkan, kita harus menyatakannya sedemikian rupa sehingga sesedikit mungkin menyakiti hatinya. Tetapi bagaimanapun, kita tidak boleh menyatakan ketidak-benaran. Misalnya:

1. Seorang cewek yang gemuk bertanya kepada saudara apakah dia gemuk. Bagaimana menjawabnya? Kalau saudara mengatakan ‘Oh, tidak gemuk kok, malah langsing sekali!’, maka saudara jelas menyatakan ketidak-benaran, dan itu adalah dusta. Tetapi kalau kita mengatakan ‘Wah kamu gembrot seperti babi’, maka kita menyakiti dia. Maka mungkin lebih baik kalau kita mengatakan ‘Yah, kamu nggak terlalu langsing’.

2. Kalau saudara diundang makan, dan ternyata makanannya tidak enak, dan saudara ditanya bagaimana pendapat saudara tentang makanan itu, bagaimana saudara menjawabnya? Mengatakan ‘tidak enak’ akan menyakiti hati orang yang memasak makanan itu; tetapi mengatakan ‘enak’ jelas merupakan dusta, dan ini menyakiti hati Tuhan! Apakah saudara lebih baik menyakiti Tuhan yang sudah menderita dan mati bagi saudara, atau menyakiti hati sesama saudara? Saudara tetap harus mengatakan kebenaran, tetapi dalam hal ini usahakanlah membuat kata-kata itu sehalus mungkin. Misalnya jangan mengatakan: ‘Wah sangat tidak enak, sampai saya mau muntah’. Saudara bisa mengatakan: ‘Makanan ini tidak terlalu cocok untuk saya’.

Kesimpulan: berbeda dengan larangan membunuh yang mempunyai perkecualian, maka dalam larangan berdusta ini tidak ada perkecualian. Dalam sikon apapun, kita dilarang berdusta / mengucapkan sesuatu yang kita tahu tidak benar!

4) Contoh-contoh dusta / pelanggaran hukum 9.

a) Dusta yang umum dalam gereja.

1. Gereja yang merencanakan bahwa suatu acara akan dimulai pk. 19.00, tetapi mengumumkannya kepada jemaat bahwa acara dimulai pk. 18.30, karena memperkirakan bahwa jemaat bakal terlambat. Ini merupakan tindakan yang umum tetapi salah, bukan hanya karena ini merupakan suatu dusta, tetapi juga karena hal seperti ini justru mendidik jemaat untuk datang terlambat.

2. Tidak menepati nazar / janji kepada Tuhan.

Banyak orang Kristen dengan mudahnya berjanji / bernazar, biasanya dalam acara camp, retreat, KKR dan sebagainya. Mereka menjanjikan banyak hal, seperti akan rajin ikut Pemahaman Alkitab, atau akan rajin ikut Persekutuan Doa, atau akan rajin melayani, atau memberikan janji iman untuk suatu persembahan bagi gereja dsb, tetapi semua janji itu akhirnya dilupakan begitu saja.

Bdk. Pkh 5:3-4 - “(3) Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. (4) Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.

Awas, ayat ini tidak berarti bahwa Yefta dan Herodes benar pada waktu menepati sumpah / nazarnya. Sumpah / nazar, yang penggenapannya merupakan suatu dosa, tidak boleh ditepati! Tetapi sumpah / nazar / janji, yang penggenapannya bukan merupakan suatu dosa, harus ditepati.

3. Dusta dari mimbar.

Ada banyak contoh tentang dusta dari mimbar, baik oleh chairman / pemimpin liturgi, orang-orang yang memberi kesaksian, maupun oleh pengkhotbah / pendeta dalam menyampaikan Firman Tuhan, seperti:

a. Membual, menambah-nambahi cerita, khususnya dalam khotbah / pemberitaan Firman Tuhan! Banyak pengkhotbah berbuat dosa dengan cara ini! Mungkin karena mereka beranggapan cerita yang mereka berikan kurang menarik, sehingga mereka lalu menambah-nambahinya sehingga ‘lebih indah dari warna aslinya’. Kalau itu memang betul-betul suatu cerita yang tidak sungguh-sungguh terjadi, tentu tidak apa-apa. Tetapi kalau saudara menceritakan suatu fakta yang betul-betul terjadi, ceritakanlah apa adanya, jangan menambahi apapun hanya untuk membuatnya lebih menarik. Dusta tidak akan membuat khotbah / pemberitaan Firman Tuhan saudara diberkati oleh Tuhan, bahkan sebaliknya!

b. Banyak orang kristen, dalam acara sharing, sekalipun maksudnya baik, tetapi dalam bersaksi menceritakan dusta.

c. Banyak juga orang-orang / pengkhotbah-pengkhotbah / pendeta-pendeta yang betul-betul mengarang cerita pada waktu memberikan kesaksian, dengan tujuan mempopulerkan diri sendiri, seperti mengatakan bahwa ia bicara dengan Tuhan, diajak jalan-jalan kesurga / neraka oleh Tuhan, dan sebagainya.

d. Pengkhotbah-pengkhotbah yang menjadi bunglon, dimana mereka selalu menyesuaikan apa yang mereka beritakan dengan para pendengarnya. Contoh: Bambang Noorsena!

e. Pengkhotbah yang tahu tentang kebenaran, tetapi karena menganggapnya tidak menguntungkan kalau kebenaran itu diberitakan, lalu membengkokkan kebenaran itu.

Ini tidak berbeda dengan nabi palsu yang memberitakan ketidak-benaran!

f. Pengkhotbah / penulis (buku maupun internet / face book dsb), yang menyerang ajaran-ajaran lawan secara tidak fair, dengan melebih-lebihkan / bersifat memfitnah. Contoh: Pdt. Jusuf B. S., Guy Duty, dan juga Suhento Liauw dan Steven Liauw, dalam menyerang Calvinisme. Mereka memfitnahnya lebih dulu, baru menyerang ajaran Calvinisme yang sudah mereka bengkokkan itu!

g. Pengkhotbah / penulis yang, untuk tujuan menipu, menafsirkan dengan menggunakan bahasa asli dari Alkitab secara salah.

h. Nubuat-nubuat yang dibuat sendiri.

Neh 6:12 - “Karena kuketahui benar, bahwa Allah tidak mengutus dia. Ia mengucapkan nubuat itu terhadap aku, karena disuap Tobia dan Sanbalat”.

Yeremia 5:31 - “Para nabi bernubuat palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang, dan umatKu menyukai yang demikian! Tetapi apakah yang akan kamu perbuat, apabila datang kesudahannya?”.

Yer 14:14-15 - “(14) Jawab TUHAN kepadaku: ‘Para nabi itu bernubuat palsu demi namaKu! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri. (15) Sebab itu beginilah firman TUHAN mengenai para nabi yang bernubuat demi namaKu, padahal Aku tidak mengutus mereka, dan yang berkata: Perang dan kelaparan tidak akan menimpa negeri ini - :Para nabi itu sendiri akan habis mati oleh perang dan kelaparan!”.

Yer 23:21,25-27 - “(21) ‘Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat. ... (25) Aku telah mendengar apa yang dikatakan oleh para nabi, yang bernubuat palsu demi namaKu dengan mengatakan: Aku telah bermimpi, aku telah bermimpi! (26) Sampai bilamana hal itu ada dalam hati para nabi yang bernubuat palsu dan yang menubuatkan tipu rekaan hatinya sendiri, (27) yang merancang membuat umatKu melupakan namaKu dengan mimpi-mimpinya yang mereka ceritakan seorang kepada seorang, sama seperti nenek moyang mereka melupakan namaKu oleh karena Baal?”.

Yeremia 23:32 - “Sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan mereka yang menubuatkan mimpi-mimpi dusta, demikianlah firman TUHAN, dan yang menceritakannya serta menyesatkan umatKu dengan dustanya dan dengan bualnya. Aku ini tidak pernah mengutus mereka dan tidak pernah memerintahkan mereka. Mereka sama sekali tiada berguna untuk bangsa ini, demikianlah firman TUHAN”.

1Raja 22:4-14 - “(4) Lalu katanya kepada Yosafat: ‘Maukah engkau pergi bersama-sama aku untuk memerangi Ramot-Gilead?’ Jawab Yosafat kepada raja Israel: ‘Kita sama-sama, aku dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu.’ (5) Tetapi Yosafat berkata kepada raja Israel: ‘Baiklah tanyakan dahulu firman TUHAN.’ (6) Lalu raja Israel mengumpulkan para nabi, kira-kira empat ratus orang banyaknya, kemudian bertanyalah ia kepada mereka: ‘Apakah aku boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau aku membatalkannya?’ Jawab mereka: ‘Majulah! Tuhan akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (7) Tetapi Yosafat bertanya: ‘Tidak adakah lagi di sini seorang nabi TUHAN, supaya dengan perantaraannya kita dapat meminta petunjuk?’ (8) Jawab raja Israel kepada Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’ (9) Kemudian raja Israel memanggil seorang pegawai istana, katanya: ‘Jemputlah Mikha bin Yimla dengan segera!’ (10) Sementara raja Israel dan Yosafat, raja Yehuda, duduk masing-masing di atas takhtanya dengan pakaian kebesaran, di suatu tempat pengirikan di depan pintu gerbang Samaria, sedang semua nabi itu bernubuat di depan mereka, (11) maka Zedekia bin Kenaana membuat tanduk-tanduk besi, lalu berkata: ‘Beginilah firman TUHAN: Dengan ini engkau akan menanduk Aram sampai engkau menghabiskan mereka.’ (12) Juga semua nabi itu bernubuat demikian, katanya: ‘Majulah ke Ramot-Gilead, dan engkau akan beruntung; TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (13) Suruhan yang pergi memanggil Mikha itu, berkata kepadanya: ‘Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.’ (14) Tetapi Mikha menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan.’”.

4. Sinterklaas / Santa Claus.

Penggabungan Sinterklaas / Santa Claus dengan Natal merupakan hal yang menyedihkan dan salah, bukan hanya karena sebetulnya kedua hal itu sama sekali tidak ada hubungannya, tetapi terutama mengingat bahwa Sinterklas / Santa Claus adalah dongeng / takhyul yang bersifat dusta dan Natal adalah peristiwa historis / fakta dalam Kitab Suci. Tetapi celakanya banyak gereja dan orang kristen yang menggabungkan kedua hal ini.

Catatan: Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa Santa Claus dilatar-belakangi oleh seseorang yang bernama Santo Nikolas, yang dikatakan hidup pada abad ke 4. Tetapi lalu menambahkan bahwa keberadaannya tidak pernah dibuktikan oleh dokumen sejarah manapun. Sedangkan Sinterklaas, yang merupakan versi Belanda, jelas-jelas merupakan dusta.

Orang Kristen bukan hanya tidak boleh menggabungkan Santa Claus dengan perayaan Natal, tetapi juga harus membuangnya dari seluruh kehidupannya!

b) Tidak menepati janji kepada sesama manusia.

Mazmur 15:4 - “yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi”.

Tetapi kenyataannya, banyak orang yang sekalipun tidak rugi, tetap melanggar janji.

Misalnya:

1. Janji pacaran / pernikahan. Ini mungkin yang paling banyak / sering dilanggar!

2. Janji untuk bertemu atau untuk hal yang remeh sekalipun.

3. Janji untuk menelpon kembali. Saya sering ditelpon orang (pada saat itu belum jamannya handphone), dan pada waktu pembantu memberitahu orang itu bahwa saya tidak ada, maka orang itu berkata bahwa nanti jam sekian ia akan menelpon kembali. Dalam pengalaman saya, kemungkinannya 90 % atau lebih, orang itu tidak menelpon pada jam yang telah ia janjikan.

c) Menekan / menyembunyikan kebenaran, pada saat itu seharusnya diberitakan / dinyatakan.

Karena itu, jangan terlalu cepat untuk berjanji untuk tidak menceritakan sesuatu! Seringkali ada orang yang berkata: ‘Aku mau beritahu kamu sesuatu, tetapi janji dulu untuk tidak memberitahukannya kepada orang lain’. Jangan mau berjanji seperti itu! Mengapa?

1. Itu merupakan cara gosip / fitnah yang ‘aman’, yang memang sering digunakan oleh banyak pemfitnah / penggosip! Pemfitnah / penggosipnya tidak bisa ditemukan, karena saksi yang mengetahui dia sebagai pemfitnah / penggosip sudah diikat oleh janji itu.

2. Kalau saudara mau berjanji, dan ternyata berita itu merupakan sesuatu yang memang harus diberitakan, maka saudara terikat oleh janji itu, dan tidak bisa menyatakan kebenaran!

Catatan: Jujur tidak berarti bahwa kita harus membuka semua rahasia! Dalam banyak hal kita boleh merahasiakan, tetapi tidak boleh berdusta. Misalnya pada waktu kita ditanyai penghasilan kita, atau pada waktu seorang perempuan ditanyai umurnya, kita / ia bisa berkata: ‘Kamu tak perlu tahu’, atau ‘Itu bukan urusanmu’. Tetapi kita tidak boleh menyatakan ketidak-benaran!

d) Menjilat orang untuk menyenangkan hatinya.

Tidak salah kalau kita memuji seseorang dengan tulus dan pujian itu memang benar. Tetapi kalau maksud dari pujian itu hanya untuk menyenangkan orang itu, dan pujian itu sebetulnya tidak benar, maka ‘jilatan’ seperti ini jelas merupakan dusta dan salah. Menurut saya, kita bukan hanya tidak boleh menjilat, tetapi juga tidak boleh menyukai jilatan! Para boss dan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi harus memperhatikan hal yang terakhir ini.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Keluaran 20:16: “The third sin against this Commandment is BASE FLATTERY and SOOTHING; which is a quite opposite extreme to the other, as both are opposite to truth. Now this is, either self-flattery, or the flattering of others. 1. There is a self-flattery. Learn, therefore, O Christian, to take the just measure of thyself. 2. There is a sinful flattering of others: and that, either by an immoderate extolling of their virtues; or, what is worse, by a wicked commendation even of their very vices. This is a sin most odious unto God, who hath threatened to cut off all flattering lips (Ps 12:3)” [= Dosa ketiga terhadap hukum ini adalah umpakan / jilatan yang hina; yang merupakan extrim yang berlawanan dengan yang lain, karena keduanya bertentangan dengan kebenaran. Ini adalah, atau mengumpak diri sendiri, atau mengumpak orang-orang lain. 1. Ada pengumpakan terhadap diri sendiri. Karena itu, orang Kristen, belajarlah untuk mengambil ukuran yang benar tentang dirimu sendiri. 2. Ada pengumpakan yang berdosa tentang orang-orang lain; dan itu, atau oleh suatu peninggian yang kelewat batas tentang kebaikan-kebaikan mereka; atau, lebih buruk lagi, oleh suatu pujian yang jahat bahkan tentang kejahatan-kejahatan mereka. Ini adalah suatu dosa yang paling menjijikkan bagi Allah, yang mengancam untuk memotong semua bibir yang menjilat (Mazmur 12:4)].

Catatan: sebelum membicarakan hal ini penafsir ini membicarakan tentang fitnah. Itulah yang ia maksudkan dengan kata-kata ‘the other’ (= yang lain) yang saya garis-bawahi itu. Kalau memfitnah itu menjelekkan seseorang, maka dalam mengumpak / menjilat, kita memuji seseorang, tetapi dengan pujian yang tidak jujur. Ini juga merupakan dusta.

Mazmur 12:3-5 - “(3) Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. (4) Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar, (5) dari mereka yang berkata: ‘Dengan lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?’”.

Kata-kata ‘bibir yang manis’ dalam terjemahan KJV/RSV/NIV/NASB diterjemahkan: ‘flattering lips’ (= bibir yang menjilat / mengumpak).

Nabi-nabi palsu sering bermulut manis, karena mereka memang ingin menyenangkan hati pendengar mereka. Tetapi nabi asli / hamba Tuhan yang sejati tidak demikian!

Roma 16:18 - “Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manismereka menipu orang-orang yang tulus hatinya”.

Sekarang, bandingkan dengan Paulusnya sendiri.

1Tesalonika 2:3-5 - “(3) Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. (4) Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. (5) Karena kami tidak pernah bermulut manis - hal itu kamu ketahui - dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi - Allah adalah saksi -”.

Bdk. Galatia 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus”.

Tetapi celakanya, banyak ‘orang Kristen’ senang kepada ‘hamba Tuhan’ yang pemberitaannya menyenangkan telinga mereka, dan sebaliknya, membenci hamba Tuhan yang sejati yang memberitakan kebenaran yang ‘menyakitkan hati’ mereka.

2Timotius 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng”.

Bdk. 1Raja-Raja 22:8 - “Jawab raja Israel kepada Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’”.

Jangan pernah menyenangi para penjilat, khususnya kalau mereka adalah ‘hamba Tuhan’. Kalau saudara menyenangi ‘hamba Tuhan’ yang adalah seorang penjilat, besar kemungkinannya saudara akan mendapatkan seorang nabi palsu!

HUKUM 9 (3):JANGAN BERSAKSI DUSTA

(KELUARAN 20:16)

e) Memfitnah / menyebarkan gossip.

1. Ada banyak ayat yang mengecam / melarang fitnah / penyebaran gossip.

Imamat 19:16 - “Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN”.

Mazmur 15:1-5 - “(1) Mazmur Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus? (2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, (3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; (4) yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; (5) yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya”.

Titus 2:3 - “Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik”.

Titus 3:2 - “Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang”.

Keluaran 23:1-2 - “(1) ‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. (2) Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum”.

2. Ini adalah bentuk dusta yang paling kejam, dan mengakibatkan banyak hal buruk seperti:

a. Merusak nama baik seseorang.

Adam Clarke (tentang Keluaran 20:15):

Nama baik dalam diri seorang laki-laki atau perempuan

Adalah permata / perhiasan yang dekat dari jiwa mereka.

Siapa yang mencuri dompetku mencuri sampah / barang rosokan, -

Tetapi ia yang mencuri dariku nama baikku,

Merampok aku dari apa yang tidak memperkaya dia

Dan betul-betul membuat aku miskin.

Pulpit Commentary: Karakter dari sesama kita, apapun kedudukan atau posisinya, apakah sesama itu adalah Perdana Menteri atau hanya pelayan rumah, harus sama berharganya bagi kita seperti karakter kita sendiri.

b. Mengadu domba / menimbulkan pertengkaran bahkan di antara dua orang yang bersahabat karib.

Amsal 16:28 - “Orang yang curang menimbulkan pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat yang karib”.

Amsal 6:16-19 - “(16) Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hatiNya: (17) mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, (18) hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, (19) seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang MENIMBULKAN PERTENGKARAN SAUDARA”.

2Samuel 16:1-4 - “(1) Ketika Daud baru saja melewati puncak, datanglah Ziba, hamba Mefiboset, mendapatkan dia membawa sepasang keledai yang berpelana, dengan muatan dua ratus ketul roti, seratus buah kue kismis, seratus buah-buahan musim panas dan sebuyung anggur. (2) Lalu bertanyalah raja kepada Ziba: ‘Apakah maksudmu dengan semuanya ini?’ Jawab Ziba: ‘Keledai-keledai ini bagi keluarga raja untuk ditunggangi; roti dan buah-buahan ini bagi orang-orangmu untuk dimakan; dan anggur ini untuk diminum di padang gurun oleh orang-orang yang sudah lelah.’ (3) Kemudian bertanyalah raja: ‘Di manakah anak tuanmu?’ Jawab Ziba kepada raja: ‘Ia ada di Yerusalem, sebab katanya: Pada hari ini kaum Israel akan mengembalikan kepadaku kerajaan ayahku.’ (4) Lalu berkatalah raja kepada Ziba: ‘Kalau begitu, kepunyaanmulah segala kepunyaan Mefiboset.’ Kata Ziba: ‘Aku tunduk! Biarlah kiranya aku tetap mendapat kasih di matamu, ya tuanku raja.’”.

2Samuel 19:24-30 - “(24) Juga Mefiboset bin Saul menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kakinya dan tidak memelihara janggutnya dan pakaiannya tidak dicucinya sejak raja pergi sampai hari ia pulang dengan selamat. (25) Ketika ia dari Yerusalem menyongsong raja, bertanyalah raja kepadanya: ‘Mengapa engkau tidak pergi bersama-sama dengan aku, Mefiboset?’ (26) Jawabnya: ‘Ya tuanku raja, aku ditipu hambaku. Sebab hambamu ini berkata kepadanya: Pelanailah keledai bagiku, supaya aku menungganginya dan pergi bersama-sama dengan raja! - sebab hambamu ini timpang. (27) Ia telah memfitnahkan hambamu ini kepada tuanku raja. Tetapi tuanku raja adalah seperti malaikat Allah; sebab itu perbuatlah apa yang tuanku pandang baik. (28) Walaupun seluruh kaum keluargaku tidak lain dari orang-orang yang patut dihukum mati oleh tuanku raja, tuanku telah mengangkat hambamu ini di antara orang-orang yang menerima rezeki dari istanamu. Apakah hakku lagi dan untuk apa aku mengadakan tuntutan lagi kepada raja?’ (29) Tetapi raja berkata kepadanya: ‘Apa gunanya engkau berkata-kata lagi tentang halmu? Aku telah memutuskan: Engkau dan Ziba harus berbagi ladang itu.’ (30) Lalu berkatalah Mefiboset kepada raja: ‘Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah pulang dengan selamat.’”.

c. Betul-betul membunuh seseorang!

Calvin (tentang Keluaran 20:12): hampir tidak akan didapati satu dari seratus yang akan sama baiknya dalam melindungi / menjaga karakter dari orang-orang lain, seperti ia sendiri menginginkan untuk diampuni untuk kejahatan-kejahatan yang jelas.

3. Memfitnah bisa dilakukan oleh seseorang yang terlalu cepat membuat kesimpulan, dan lalu memberitakan kesimpulannya yang ia anggap benar itu.

The Biblical Illustrator: Satu cara lain dengan mana api sering dikobarkan / dinyalakan bagi kerusakan nama baik seseorang, adalah KEBIASAAN UNTUK MELONCAT PADA SUATU KESIMPULAN TANPA BUKTI YANG CUKUP UNTUK MENOPANGNYA.

4. Bukan hanya yang menyebarkan fitnah / gossip yang dianggap bersalah, tetapi juga yang menerima / mempercayai fitnah / gossip itu.

Keluaran 23:1 - “‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar”.

Calvin: Kita harus menutup telinga kita terhadap pembicaraan dusta dan jahat; karena ia yang sangat ingin mendengar pada laporan-laporan yang jahat tentang saudaranya sama merugikan / berbahayanya bagi saudaranya seperti ia yang menggunakan lidahnya dalam memfitnahnya.

Calvin: suatu dusta dengan segera hilang dari kekosongannya sendiri, dan jatuh ke tanah, jika dusta itu tidak diambil dan ditopang oleh persetujuan yang tidak benar dari orang-orang lain. Karena itu, Allah, mengingatkan umatNya dari persekongkolan jahat ini, supaya jangan oleh bantuan mereka mereka menyebarkan dengan luas tuduhan-tuduhan palsu / dusta; dan menyebut mereka yang memfitnah sesama mereka dengan meminjamkan tangan mereka kepada orang-orang jahat sebagai saksi-saksi palsu / dusta: karena hanya ada sedikit perbedaan antara membangkitkan suatu fitnahan dan memeliharanya / meneruskannya.

The Biblical Illustrator: III. TUJUAN-TUJUAN YANG KEJAM DARI FITNAHAN JUGA BISA DICAPAI OLEH USUL-USUL YANG SECARA DIAM2 MENENTANG SESEORANG DAN PERTANYAAN2 YANG LICIK YANG DIPERHITUNGKAN UNTUK MEMBANGKITKAN KECURIGAAN-KECURIGAAN YANG SERIUS DAN MERUSAK. Pada waktu siapapun berbicara jahat tentang orang lain di hadapan Petrus yang Agung, ia akan dengan segera menghentikannya dan berkata, ‘Ya, tetapi apakah ia tidak mempunyai sisi yang terang? Ayo, ceritakan kepadaku hal baik apa yang engkau tahu tentang dia. Adalah mudah untuk memercikkan lumpur; tetapi aku lebih senang menolong seseorang untuk menjaga jasnya bersih! IV. FITNAHAN DIANJURKAN / DIDORONG / DISEMANGATI OLEH MEREKA YANG MENDENGARNYA DENGAN SABAR, dan yang mendorong orang yang kejam itu untuk menyemburkan bisanya pada orang yang tidak bersalah.

Pulpit Commentary: Hasilkanlah kesaksian palsu / dusta terhadap seorang asing dan akan lebih mudah untuk menghasilkan kesaksian palsu / dusta terhadap seorang teman; penggunaan bahasa / kata-kata yang berlebihan dalam satu kasus akan membimbing pada bahasa / kata-kata yang lebih berlebihan dalam kasus yang lain. Dalam faktanya ini adalah kasusnya. Orang-orang yang menyatakan diri mereka sendiri dengan begitu kuat pada waktu berbicara tentang oposisi politik, adalah justru orang-orang yang di belakangmu akan berbicara tentangmu dengan ketidak-baikan yang tidak akurat.

5. Pada saat ada suatu tuduhan terhadap seseorang, kita hanya boleh mempercayai kalau ada bukti, atau sedikitnya ada 2-3 saksi!

Ulangan 19:15 - “‘Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apapun atau dosa apapun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan”.

1Timotius 5:19 - “Janganlah engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga orang saksi”.

6. Dusta / fitnah bisa dilakukan dengan:

a. Menceritakan setengah kebenaran (half truth).

· Memang tidak setiap kali kita menceritakan sesuatu, kita harus menceri­takan seluruh kebenaran.

1Samuel 16:1-5 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: ‘Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah Kutolak sebagai raja atas Israel? Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagiKu.’ (2) Tetapi Samuel berkata: ‘Bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya, ia akan membunuh aku.’ Firman TUHAN: ‘Bawalah seekor lembu muda dan katakan: Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. (3) Kemudian undanglah Isai ke upacara pengorbanan itu, lalu Aku akan memberitahukan kepadamu apa yang harus kauperbuat. Urapilah bagiKu orang yang akan Kusebut kepadamu.’ (4) Samuel berbuat seperti yang difirmankan TUHAN dan tibalah ia di kota Betlehem. Para tua-tua di kota itu datang mendapatkannya dengan gemetar dan berkata: ‘Adakah kedatanganmu ini membawa selamat?’ (5) Jawabnya: ‘Ya, benar! Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. Kuduskanlah dirimu, dan datanglah dengan daku ke upacara pengorbanan ini.’ Kemudian ia menguduskan Isai dan anak-anaknya yang laki-laki dan mengundang mereka ke upacara pengorbanan itu”.

John Murray: Tak perlu dipertanyakan bahwa di sini ada pemberian ijin ilahi untuk penyembunyian dengan memberikan suatu pernyataan yang lain dari pada apa yang akan menyingkapkan tujuan utama dari kunjungan Samuel kepada Isai. ... Ia tidak berbicara apa yang bertentangan dengan fakta. Tidak ada ketidak-benaran dalam apa yang Tuhan ijinkan. ... Peristiwa ini membuat jelas bahwa adalah benar di bawah kondisi-kondisi tertentu untuk menyembunyikan atau menahan sebagian dari kebenaran. Saul tidak mempunyai hak untuk mengetahui seluruh tujuan dari misi Samuel kepada Isai, juga Samuel tidak wajib untuk menyatakannya. Penyembunyian bukanlah dusta. ... Adalah perlu untuk menjaga dengan hati-hati / penuh kewaspadaan perbedaan antara ‘sebagian kebenaran’ dan ‘ketidak-benaran’.

· Tetapi seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya tetapi hanya sebagian saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain.

· Dusta dengan menceritakan setengah kebenaran ini juga bisa dilakukan oleh orang kristen yang dalam bersaksi.

· Sharing / contoh: di Kupang ada seorang pengkhotbah memberitakan melalui radio bahwa saya adalah orang sesat karena mengijinkan makan daging orang!

· Contoh lain: pengutipan sebagian yang dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.

Dalam buku ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 393, Saksi Yehuwa memberikan kutipan dari Encyclopedia Britannica: “Kata Tritunggal, maupun doktrin Tritunggal yang jelas, tidak terdapat dalam Perjanjian Baru. Yesus dan pengikut-pengikutnya juga tidak bermaksud menentang Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!’ (Ul. 6:4). ... Doktrin ini berkembang secara bertahap selama beberapa abad dan melalui banyak perdebatan. ... Menjelang akhir abad ke-4 ... doktrin Tritunggal pada dasarnya mengambil bentuk yang sampai sekarang dipertahankan.”.

Encyclopedia Britannica 2000:

“Dalam doktrin Kristen, kesatuan dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi dalam satu keAllahan. Baik kata Tritunggal maupun doktrinnya yang EXPLICIT tidak muncul / tampak dalam Perjanjian Baru, juga Yesus maupun para pengikutNya tidak bermaksud untuk menentang Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah hai orang Israel, TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa’ (Ulangan 6:4). Tetapi orang-orang Kristen mula-mula harus menghadapi pengertian tentang datangnya Yesus Kristus dan tentang anggapan tentang kehadiran dan kuasa dari Allah di antara mereka, yaitu Roh Kudus, yang kedatanganNya dihubungkan dengan perayaan dari Pentakosta. Bapa, Anak, dan Roh Kudus digabungkan / disatukan dalam text-text Perjanjian Baru seperti Amanat Agung: ‘Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus’ (Matius 28:19); dan dalam pemberian berkat rasuli: ‘Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian’ (2Kor 13:13). Dengan cara ini / Karena itu, Perjanjian Baru menegakkan / memperlihatkan / membuktikan dasar untuk doktrin dari Tritunggal. Doktrin ini berkembang secara perlahan-lahan selama berabad-abad dan melalui banyak kontroversi / perdebatan. Pada awalnya, tuntutan monotheisme dari Perjanjian Lama maupun adanya kebutuhan untuk menafsirkan ajaran alkitabiah kepada agama-agama Yunani-Romawi kelihatannya menuntut bahwa keilahian dalam Kristus sebagai Firman, atau LOGOS, ditafsirkan sebagai lebih rendah dari pada Allah. Pemecahan alternatif adalah dengan menafsirkan Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga mode / cara penyingkapan diri sendiri dari Allah yang esa, tetapi tidak berbeda dalam diri Allah sendiri. Kecenderungan yang pertama mengakui perbedaan di antara ketiganya, tetapi dengan mengorbankan kesetaraan dan karena itu juga kesatuan mereka (subordinationisme); yang kedua sesuai dengan kesatuan mereka, tetapi dengan mengorbankan perbedaan mereka sebagai ‘pribadi-pribadi’ (modalisme). Baru pada abad ke 4lah perbedaan dari ketiganya dan kesatuan mereka dipersatukan dalam suatu doktrin orthodox tunggal tentang satu hakekat dan tiga pribadi. Sidang Gereja Nicea pada tahun 325 menyatakan formula yang sangat penting untuk doktrin itu dalam pengakuannya bahwa Anak adalah ‘dari zat yang sama (HOMOOUSIOS) dengan Bapa’, sekalipun pengakuan itu berkata-kata sangat sedikit tentang Roh Kudus. Selama setengah abad selanjutnya, Athanasius mempertahankan dan menghaluskan / membersihkan formula Nicea itu, dan pada akhir dari abad keempat, dibawah pimpinan dari Basil dari Kaisarea, Gregory dari Nyssa, dan Gregory dari Nazianzus, (Bapa-bapa Kappadokia), doktrin Tritunggal mendapat bentuk secara kokoh yang dipertahankannya sejak saat itu. Hak cipta © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.”.

b. Mengubah nada bicara / mimik wajah pada waktu menceritakan sesuatu!

Pulpit Commentary:
Saksi dusta mewujudkan diri dalam ucapan yang akurat. Kita bisa menggunakan kata-kata yang benar tetapi menciptakan suatu kesan yang salah / dusta; misalnya, suatu ucapan / kata-kata dibuat dan diulangi kata demi kata. Tetapi, cara dalam mana kata-kata itu diulangi, tindakan khusus, intonasi / nada yang khas; hal-hal ini memberinya suatu arti yang sangat berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara aslinya. Kata-katanya akurat, kesaksiannya palsu / dusta (musik yang baru mengubah karakter dari suatu lagu).

7. Hebatnya dosa memfitnah / menyebar gossip.

Bdk. Keluaran 23:7 - “Haruslah kaujauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang benar tidak boleh kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah”.

Calvin: Karena ia kelihatannya berbicara tentang sumpah palsu, yang menyebabkan kematian dari orang yang tak bersalah, beberapa orang mungkin lebih memilih bahwa text ini dihubungkan dengan Hukum ke 6; tetapi ini bisa dengan mudah dibereskan; karena Musa sedang mengecam secara explicit saksi palsu / dusta, dan pada saat yang sama memberi contoh satu kasus tentangnya, dengan mana bisa kelihatan betapa menjijikkannya kejahatan ini, yaitu pembunuhan seorang saudara oleh fitnahan, karena si saksi palsu / dusta lebih membunuhnya dengan lidahnya dari pada sang algojo dengan pedangnya.

8. Pemfitnah pasti sangat menyenangkan / melayani setan melalui fitnahnya!

9. Ini termasuk salah satu dosa untuk mana orang yang melakukannya seharusnya dikucilkan (dilakukan siasat gerejani terhadapnya).

BACA JUGA: SEPULUH HUKUM TAURAT

1Korintus 5:9-13 - “(9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir (seharusnya ‘tamak’) dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir(seharusnya ‘tamak’), penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.

10.Bagaimana caranya supaya kita tidak memfitnah?

The Biblical Illustrator: Jika engkau tidak mau bersalah dalam hal memfitnah, janganlah sibuk dengan urusan orang-orang lain. ... Jika engkau tidak mau bersalah dalam hal memfitnah, janganlah mendengarkan mereka yang adalah pemfitnah-pemfitnah ... Jika engkau tidak mau menjadi pemfitnah-pemfitnah dari orang-orang lain, jangan menjadi pecinta diri sendiri. Karena cinta kepada diri sendiri selalu menyebabkan iri hati; dan iri hati selalu menyebabkan peremehan / penghinaan.

5) Apa yang menyebabkan seseorang berdusta?

a) Tamak / ingin mendapatkan keuntungan.

b) Pelit / tak mau keluar uang.

c) Malu atau gengsi.

d) Sungkan atau takut.

e) Ingin dipuji / dihormati / disukai orang. Contoh: Ananias dan Safira (Kis 5:1-11).

f) Benci / marah.

g) Kasih. Karena takut menyakiti orang yang kita kasihi, maka kita mendustai dia.

Bdk. 1Yohanes 3:18 - “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran”.

h) Cemburu / iri hati.

i) Menutupi dosa / kesalahan.

j) Kebiasaan. Ini membuat mulutnya otomatis berdusta, bahkan pada saat tidak perlu dan tidak ada gunanya berdusta.

k) Tidak meninggikan / menghormati kebenaran / menganggap remeh kebenaran!

l) Pekerjaan setan.

Kis 5:3 - “Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?”.

BACA JUGA: 5 WUJUD PELANGGARAN HUKUM KESEMBILAN (KELUARAN 20:16)

Yohanes 8:44 - “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”.

6) Apa akibat negatif dari dusta?

a) Rasa malu pada saat dusta itu terbongkar.

b) Membuat orang tidak percaya lagi kata-kata saudara, bahkan pada waktu saudara mengatakan kebenaran!

c) Sangat memungkinkan membuat anak saudara mengikuti teladan saudara.

d) Menambahi ‘tabungan’ dosa kita.

Wahyu 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.

Wahyu 22:14-15 - “(14) Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu. (15) Tetapi anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar”.
3 KHOTBAH HUKUM 9: JANGAN BERSAKSI DUSTA (KELUARAN 20:16)
-AMIN-
Next Post Previous Post