PERTOBATAN DAN IMAN (ELEMEN, MAKNA DAN SARANA)

Oleh: Henry Clarence Thiessen.
Apakah urutan-urutan peristiwa dalam pengalaman keselamatan? Tentu saja tidak ada urutan bersifat kronologis semacam itu; pertobatan beriman, pembenaran, dilahirkan kembali, persatuan dengan Kristus, dan pengangkatan menjadi anak, semuanya berlangsung secara bersamaan instan. 
PERTOBATAN DAN IMAN (ELEMEN, MAKNA DAN SARANA
Pengudusan itu sendiri merupakan sebuah pristiwa seketika sekaligus sebuah proses. Namun ada sebuah urutan yang disajikan secara logika, dan kita akan mengikuti urutannya tepat seperti yang telah diindikasikan. Hal ini dilakukan karena Kitab suci meminta manusia untuk berbalik kepada Tuhan (Amsal 1:23; Yesaya 31:6; 59:20; Yehezkiel 14:6; 18:32;33:9-11;Yoel 2:12f; Matius 18:3; Kisah Para Rasul 3:19; Ibrani 6:1). 

Pertobatan beriman adalah berbalik menuju atau mengarahkan diri kepada Tuhan dan peristiwa ini mewakili respon manusia terhadap panggilan Allah. Ini terdiri dari 2 elemen: pertobatan dan iman. Kitab suci tidak pernah meminta manusia untuk membenarkan atau menjustifikasi dirinya sendiri, untuk melahirkan kembali dirinya sendiri, atau untuk mengangkat dirinya sendiri menjadi anak-anak Allah. Allah sendiri yang melakukan hal-hal ini, tetapi manusia melalui pemampuan Allah dapat mengarahkan dirinya menuju Tuhan. 

Gereja Yerusalem telah menegaskan hal ini, “Maka kemudian, Allah telah menganugerahkan kepada orang-orang bukan Yahudi juga pertobatan yang menuntun kepada hidup” (Kisah Para Rasul 11:18; bandingkan dengan 2 Timotius 2:25). Terlihat nyata bahwa pertobatan dan iman menuntun pada pembenaran atau justifikasi; dan pembenaran menuntun pada hidup, dan bukan sebaliknya (Roma 5:17f). Kita, selanjutnya, melihat, pada 2 elemen ini yang terdapat di dalam pertobatan beriman.

1.Elemen Pertobatan

Walaupun pertobatan dan iman terkait erat bersama-sama, kita harus meninjaunya pada masing-masing.

A.Pentingnya Pertobatan

Pentingnya pertobatan tidak selalu diakui sebagaimana seharusnya. Beberapa orang memanggil orang-orang yang belum percaya untuk menerima Kristus dan untuk percaya, tanpa pernah memperlihatkan pada orang berdosa bahwa dia telah tersesat dan membutuhkan seorang Juruselamat. Tetapi Kitab suci meletakan begitu banyak penekanan pada mengkhotbahkan atau memberitakan pertobatan. Pertobatan merupakan berita nabi-nabi Perjanjian Lama (Ulangan 30:10; 2 Raja-Raja 17:13; Yeremia 8:6; Yehezkiel 14:6; 18:30). 

Pertobatan merupakan pokok atau inti khotbah Yohanes Pembaptis (Matius 3:2, Markus 1:5). Pertobatan merupakan pokok atau inti khotbah Yesus Kristus (Matius 4:17; Lukas 13:3-5). Pertobatan merupakan pokok atau inti khotbah 12 Murid (Markus 6:12), dan terutama dalam khotbah Petrus pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:38; bandingkan dengan 3:19). Pertobatan juga fundamental bagi pemberitaan Paulus (Kisah Para Rasul 20:21; 26:20). Perubahan kovenan atau sistem tidak membuat pertobatan tidak diperlukan dalam zaman sekarang ini; pertobatan secara definitif sebuah perintah bagi semua manusia (Kisah Para Rasul 17:30). Inilah yang telah dikatakan Paulus di Atena, tempat terpencil terjauh dari lingkungan orang-orang Yahudi. Pertobatan adalah sesuatu yang menjadi perhatian tertinggi segenap surga (Lukas 15:7,10; 24:46f). Pertobatan adalah fundamental dari segala fundamental (Matius 21:32; Ibrani 6:1), karena pertobatan adalah sebuah kondisi absolut keselamatan (Lukas 13:2-5).

B.Makna Pertobatan

Pertobatan pada dasarnya sebuah perubahan pikiran, dalam makna yang luas. Namun demikian, perubahan pikiran itu memiliki 3 aspek: sebuah aspek intelektual, sebuah aspek jiwa, dan sebuah keputusan yang dibuat dalam kehendaknya untuk melakukan. Mari kita melihat pada setiap aspek tersebut secara lebih cermat.

1.Elemen intelektual. 

Aspek ini menyiratkan pertobatan yang mengakibatkan sebuah perubahan cara pandang. Itu adalah sebuah perubahan pandangan terkait dosa, Tuhan, dan diri sendiri. Dosa menjadi dikenali sebagai kesalahan pribadi, Ytuhan sebagai dia yang secara adil menuntut kebenaran, dan diri sendiri sebagai yang tercemar dan tak berdaya. Kitab suci berbicara mengenai aspek pertobatan ini sebagai pengetahuan akan dosa (Roma 3:20; bandingkan dengan Ayub 42:5f; Mazmur 51:3; Lukas 15:17f; Roma 1:32). Pertobatan juga melibatkan sebuah perubahan pikiran terkait Kristus. Petrus meminta orang-orang Yahudi untuk memandang Kristus bukan sebagai semata manusia, seorang penipu, atau seorang penghujat, tetapi sebagai Mesias yang telah dijanjikan dan Juruselamat (Kisah Para Rasul 2:14-40).

2.Elemen bersifat emosi/jiwa. 

Aspek pertobatan ini menyiratkan sebuah perubahan perasaan. Berduka bagi dosa dan sebuah penyesalan mendalam dalam pengampunan adalah aspek-aspek pertobatan. Ada sebuah hasrat jiwa yang kuat dalam doa Daud, “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!” (Mazmur 51:1). Paulus menuliskan,” namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat. Sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah, sehingga kamu sedikitpun tidak dirugikan oleh karena kami” (2Korintus 7:9). Ayat-ayat lainya yang memperlihatkan aspek jiwa menjadi bagian pertobatan adalah Matius 21:32;27:3 (bandingkan dengan Mazmur 38:18).

3.Elemen keputusan yang dibuat dalam kehendaknya untuk melakukan. 

Elemen ini menyiratkan sebuah perubahan kehendak (will), pembuatan keputusan atau penentuan sikap, dan tujuan, Ini adalah  berbalik atau memalingkan diri dari dosa pada bagian dalam diri manusia. Atau sebuah perubahan dalam penentuan sikap untuk mencari ampun dan pembersihan. Petrus berkata,”Bertobatlah, dan biarlah setiap darimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosa-dosamu” (Kisah Para Rasul 2:38), dan Paulus menulis, ” Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?” (Roma 2:4). Elemen satu ini pada pertobatan dikandung dalam kedua ayat ini.

Pengakuan dosa (Mazmur 23:5; 51:3f; Lukas 15:21;18:13; 1 Yohanes 1:9) dan perbaikan-perbaikan kesalahan yang telah dilakukan terhadap sesama manusia (Lukas 19:8) adalah buah-buah pertobatan, namun buah-buah tersebut tidak membangun atau bukan komponen pada pertobatan itu sendiri. Kita tidak diselamatkan untuk bertobat tetapi jika kita bertobat. Pertobatan bukan sebuah tindakan yang memuaskan bagi Tuhan, tetapi sebuah kondisi hati yang diperlukan sebelum kita dapat percaya kepada keselamatan. Lebih lanjut, pertobatan sejati tidak pernah ada jika terlepas atau terpisah dari iman. Bahwa, seseorang tidak dapat berbalik atau memalingkan diri dari dosa tanpa pada saat yang sama mengarahkan dirinya kepada Tuhan. Sebaliknya, kita dapat berkata bahwa iman sejati tidak pernah ada tanpa pertobatan. Dua yang tak dapat dipisahkan bertaut bersama.

C.Sarana-Sarana untuk Bertobat

Sepatah kata harus juga disampaikan terkait sarana-sarana pertobatan. Pada sisi ilahi, pertobatan adalah karunia Allah. Paulus menulis,” sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran,” (2 Timotius 2:25); bandingkan dengan Kisah Para Rasul 5:31;11:18). Pada sisi manusia, sarananya dapat berbagai hal. Yesus mengajar bahwa mujizat-mujizat (Matius 11:20f), bahkan yang terjadi pada orang mati (Lukas 16:30f), adalah tidak memadai untuk menghasilkan pertobatan. Tetapi Firman Tuhan (Lukas 16:30f), memberitakan injil (Matius 12:41; Lukas 24:47; Kisah Para Rasul 2:37f; 2 Timotius 2:25). Kebaikan Allah terhadap ciptaan-ciptaannya (Roma 2:4; 2Petrus 3:9), teguran atau hukuman dari Tuhan (Ibrani 12:10f; Wahyu 3:19), percaya akan kebenaran (Yunus 3:5-10), dan sebuah penglihatan baru (Ayub 42:5f) merupakan sarana-sarana definitif yang Allah gunakan untuk menghasilkan pertobatan.

II.Elemen Iman

Seperti dalam kasus pertobatan, maka demikian juga dalam kasus iman, doktrin ini tidak mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya. Kehidupan seorang manusia diperintah oleh apa yang dia percayai dan dalam apa yang diimaninya, dan dalam agamanya pada siapa dia percaya. Evans menyatakan,”Perempuan Kanaan (Matius 15) memiliki ketekunan yang pantang menyerah; perwira (Matius 8), memiliki kerendahan hati; orang buta (Markus 10), memiliki ketulusan hati. Tetapi apa yang telah dilihat Kristus dalam setiap kasus tersebut adalah IMAN.”(1). Ini benar, menyudutkan kita untuk mempertimbangkan tempat bagi iman dalam hidup. Mari kita meninjaunya sebagai sebuah elemen pertobatan beriman.

A. Pentingnya Iman

Kitab suci mendeklarasikan bahwa kita diselamatkan oleh iman (Kisah Para Rasul 16:31; Roma 5:1; 9:30-32; Efesus 2:8). Diperkaya dengan Roh oleh iman (Galatia 3:5,14), dikuduskan oleh iman (Kisah Para Rasul 15:9;26:18), dijaga oleh iman (Roma 11:20; 2 Korintus 1:24; 1 Petrus 1:5; 1Yohanes 5:4), dibangun oleh iman (Yesaya 7:9), dan disembuhkan oleh iman (Kisah Para Rasul 14:9; Yakobus 5:15). Kita berjalan oleh iman (2Korintus 5:7) dan mengatasi kesukaran-kesukaran oleh iman (Markus 9:23; Roma 4:18-21; Ibrani 11:32-40). Allah mendeklarasikan bahwa iman diperlukan untuk menyenangkannya (Ibrani 11:6) dan menilai tidak percaya sebagai sebuah dosa besar (Yohanes 16:9; Roma 14:23) dan sebagai pembuat batasan terkait manifestasi-manifestasi kuasanya (Markus 6:5f). Iman menjadikan kita sebagai sebuah berkat yang langgeng bagi orang-orang lain (Kisah Para Rasul 27:24f)/ Tentu saja, manfaat-manfaat ini menyingkapkan pentingnya iman.

B.Makna Iman

Mari kita pertama-tama membedakan antara sejumlah istilah yang kadang kala mengacaukan, istilah-istilah semacam “yakin,” “harapan atau berharap”, ”iman,” dan “percaya.” Kata yakin “belief” kerap digunakan dalam makna seperti kata percaya “faith” tetapi pada banyak kesempatan berperan untuk menunjukan hanya pada satu elemen iman, yaitu intelektual. Kita harus waspada terhadap sebuah penggunaan istilah ini secara longgar. Berharap “hope” berhubungan dengan masa depan secara eksklusif, sementara percaya “faith” berhubungan dengan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Harapan atau berharap telah didefinisikan sebagai sebuah hasrat dan pengharapan, tetapi berharap dalam Kitab suci di dalamnya juga memiliki elemen-elemen pengetahuan dan jaminan. Berharap dilandaskan pada sebuah kebenaran yang telah disingkapkan dalam Kitab suci. Oleh “iman the faith”,  kita memaknakannya sebagai keseluruhan total doktrin Kristen seperti yang telah dikandung atau disimpan dalam Kitab suci (Lukas 18:8; Kisah Para Rasul 6:7; 1Timotius 4:1; 6:10; Yudas 3).

Percaya bergantung total pada “trust” adalah sebuah karakteristik kata Perjanjian Lama untuk “percaya –believe” pada Perjanjian Baru atau “percaya – faith.”

Apakah kemudian percaya-faith itu? Tidak mudah untuk memformulasikannya sebagai sebuah definisi sederhana dan memadai. Dalam pertobatan percaya, percaya-faith adalah berbaliknya jiwa kepada Allah, sementara pertobatan adalah berbaliknya jiwa meninggalkan dosa. Tetapi kita perlu melakukan studi yang lebih dekat pada berbaliknya jiwa kepada Allah. Kita dapat berkata bahwa Kitab suci menggambarkan iman sebagai sebuah tindakan dari hati. Karena itu melibatkan sebuah aspek intelektual, sebuah aspek jiwa/bersifat emosi, dan sebuah perubah sikap dari diri orang tersebut. Orang-orang percaya dengan hati diselamatkan (Roma 10:9f). 

Kitab suci menekankan aspek intelektual percaya-faith dalam rujukan-rujukan seperti Mazmur 9:10; Yohanes 2:23f; dan Roma 10:14. Nikodemus memiliki iman dalam pemahaman semacam ini ketika dia datang kepada Kristus (Yohanes 3:2), dan setan-setan, kita telah diberitahu, percaya, karena mereka tahu akan fakta-fakta mengenai Allah (Yakobus 2:19). Tidak diragukan, dalam makna ini jugalah si Simon Penyihir telah percaya (Kisah Para Rasul 8:13), karena tidak ada indikasi-indikasi bahwa dia telah bertobat dan telah menerima Kristus sebagaimana mestinya. Kita menyimpulkan, karena itu, bahwa percaya-faith harus lebih daripada kesetujuan intelektual. Mari kita melihat pada 3 aspek yang perlu bagi percaya-faith.

1.Elemen intelektual. 

Elemen ini mencakup keyakinan dalam pewahyuan Tuhan dalam natur, dalam fakta-fakta historis kitab suci, dan dalam doktrin-doktrin yang telah diajarkan dalam soal-soal keberdosaan manusia, penebusan yang telah disediakan dalam Kristus, kondisi-kondisi untuk keselamatan dan kepada semua berkat-berkat yang telah dijanjikan kepada anak-anak Allah.

Sementara elemen ini begitu diremehkan dalam era kita kini, tetapi ini sangat mendasar bagi pembentuk-pembentuk iman lainnya. Paulus berkata,” Jadi iman datang dari mendengarkan, dan mendengarkan firman Kristus” (Roma 10:17). Kita tahu bahwa ada Allah, karena itu, kita percaya pada eksistensinya (Roma 1:9f). Kita harus tahu injil agar percaya pada Kristus (Roma 10:14). Percaya-faith yang biblikal karena itu, bukan penerimaan sebuah hipotesis yang bekerja di dalam agama, percaya-faith adalah keyakinan berdasarkan pada bukti terbaik. Pemazmur telah menuliskan,”Mereka yang mengetahui nama-Nya akan meletakan percayanya yang total kepada Dia; karena Engkau, O Tuhan, tidak meninggalkan mereka yang mencari-Mu” (Mazmur 9:10).

2.Elemen Jiwa/bersifat emosi. 

Elemen ini ditekankan dalam nas-nas semacam Mazmur 106:12f,”Maka Ketika itu percayalah mereka kepada segala firman-Nya, mereka menyanyikan puji-pujian kepada-Nya. Tetapi segera mereka melupakan perbuatan-perbuatan-Nya, dan tidak menantikan nasihat-Nya;”; Matius 13:20f “Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.”; dan Yohanes 8:30f., dimana penulis membedakan antara banyak yang telah percaya padanya dan mereka yang semata telah percaya padanya. Bandingkan juga dengan penerimaan ahli-ahli Taurat terhadap perkataan Yesus terkait dengan apakah perintah yang terutama tanpa menerima dia sebagai Juruselamat (Markus 12:32-34); dan Yohanes 5:35 “Ia adalah pelita yang menyala dan yang bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu.” Semua ayat-ayat ini menunjuk pada sebuah intimasi yang semu atau tak utuh dan penerimaan sesaat pada kebenaran Tuhan, seperti yang telah dibedakan dari sebuah penerimaan segenap yang utuh atau lengkap terhadap berita-beritanya dan Kristusnya.

Kita bisa mendefinisikan elemen jiwa/bersifat emosi pada iman sebagai kebangunan jiwa terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi dan terhadap apa yang dapat diaplikasikan pada diri sendiri dari penebusan yang telah disediakan dalam Kristus, bersamaan dengan penerimaan segera terhadap kebenaran-kebenaran ini. Tetapi itu tidak boleh stop di sini, karena meski elemen emosi secara pasti diakui sebagai pembentuk iman, itu tidak boleh diperlakukan seolah itulah karakteristik terutama percaya-iman/faith.

3.Elemen tindakan karena kemauan. 

Elemen iman ini adalah pertumbuhan bersifat logika pada aspek intelektual dan emosional atau jiwa. Jika seseorang menerima pewahyuan Tuhan dan keselamatanya sebagai benar dan membuatnya menerimanya sebagai dapat diberlakukan bagi dirinya sendiri secara personal, dia harus secara logika melanjutkan pada menyelaraskannya pada dirinya sendiri. Setiap tahap yang mendahuluinya, membawa secara logika pada kelanjutannya; seseorang tidak akan diselamatkan kecuali imannya telah memiliki semua 3 elemen ini di dalam iman atau percayanya. Namun demikian, pada elemen tindakan karena kemauan sangatlah komprehensif bahwa elemen ini membutuhkan kehadiran 2 elemen lainya. Tentu saja, tak seorangpun dapat diselamatkan bila tidak pada tindakan karena kemauan menerima sepenuhnya Kristus, dan tak seorangpun mendapatkan jawaban doa bila tidak sepenuh hati menerima janji-janji Allah.

Elemen tindakan karena kemauan mencakup penyerahan hati kepada Tuhan dan penerimaan segenap Kristus sebagai Juruselamat. Yang pertama diungkapkan Kitab suci sebagai “Hai anakku, berikanlah hatimu kepadaku, biarlah matamu senang dengan jalan-jalanku” (Amsal 23:26); “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”(Matius 1128f); dan “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Lukas 14:26). 

Istilah dalam bahasa Yunani pisteuo (percaya atau percaya bergantung total) digunakan dalam mkana berserah dan berkomitmen terlihat dalam pernyataan-pernyataan berikut ini “Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua”(Yohanes 2:24); “Banyak sekali, dan di dalam segala hal. Pertama-tama: sebab kepada merekalah dipercayakan firman Allah”(Roma 3:2); dan” kepadaku telah dipercayakan pemberitaan Injil”(Galatia 2:7). 

Kita suci sering menekankan bahwa manusia harus menghitung ongkos sebelum memutuskan untuk mengikut Kristus (Matius 8:19-22; Lukas 14:26-33). Pemikiran berserah juga disiratkan dalam seruan untuk menerima Yesus sebagai Tuhan. Perintahnya adalah ”Percayalah kepada Tuhan Yesus”(Kisah Para Rasul 16:31), dan kita harus mengaku “Yesus adalah Tuhan” (Roma 10:9) untuk diselamatkan. Percaya kepadanya sebagai Tuhan adalah mengakui dia sebagai Tuhan, dan kita tidak dapat mengakui, dan kita tidak dapat mengakui dia sebagai Tuhan hingga kita sendiri berserah total kepadanya segenap diri segenap waktu yang senantiasa. Catatan penting ini dalam iman kerap diabaikan atau bahkan berserah total ini baru kemudian dilakukan nanti pada saat beribadah atau hal-hal semacam ini, tetapi nas-nas kitab suci mengaitkan hal ini dengan pengalaman pertama keselamatan.

Penerimaan Kristus sebagai Juruselamat sangat berlimpah diajarkan dalam kitab suci: “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yohanes 1:12); “tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal" (Yohanes 4:14); “Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu”(Yohanes 6:53f);dan “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku” (Wahyu 3:20).

C.Sumber Iman

Seperti pada pertobatan, ada sebuah sisi ilahi dan sebuah sisi manusia pada iman.

1.Sisi ilahi. 

Penulis Ibrani berkata mengenai Yesus sebagai dia “sang penulis dan penyempurna iman”(Ibrani 12:2). Jelas Iman adalah sebuah karunia atau pemberian Allah (Roma 12:3; 2 Petrus 1:1), secara berdaulat telah memberikan Roh Allah (1Korintus 12:9; bandingkan dengan Galatia 5:22). Paulus berkata tentang segenap aspek keselamatan sebagai keberadaannya merupakan sebuah karunia dari Tuhan (Efesus 2:8), dan pastinya mencakup iman.

2.Sisi manusia. 

Baik firman yang dikatakan dan yang tertulis menghasilkan iman. Alkitab berkata, “ Jadi iman datang dari mendengar, dan mendengar akan firman Kristus” (Roma 10:17), dan “Banyak dari mereka yang telah mendengarkan pemberitaan menjadi percaya” (Kisah Para Rasul 4:4). Tidak hanya firman Tuhan merupakan sebuah sarana iman, demikian juga doa (Markus 9:24; Lukas 22:32). Para murid telah meminta pada Tuhan Yesus, “Tingkatkanlah iman kami” (Lukas 17:5). Selanjutnya, menerapkan iman yang kita miliki akan menjadi sebuah sarana yang melaluinya iman kita akan bertumbuh (Matius 25:29; bandingkan dengan Hakim Hakim 6:14).

D.Hasil-Hasil Iman ada beberapa hal.

1.Keselamatan. 

Segenap keselamatan kita bergantung pada iman. Sejak permulaan hingga kesudahan kita diselamatkan oleh iman, iman dasar pembenaran (Roma 5:1), pengangkatan menjadi anak (Galatia 3:5,14; 4:5f), atau pengudusan (Kisah Para Rasul 26:18). Peter mengatakan pada kita bahwa kita “dilindungi oleh kuasa Tuhan melalui iman” (1 Petrus 1:5).

2.Jaminan. 

Benar adanya bahwa jaminan datang dari kesaskian Roh Kudus (Roma 8:16; 1 Yohanes 3:24; 4:13),tetapi, walau demikian, Allah merujukan jiwa pada janji-janji dalam Firman Tuhan, dan jaminan datang ketika kita percaya pada janji-janji itu. Terkait ketat dengan jaminan adalah damai (Yesaya 26:3; Roma 5:1) dan tempat perhentian (Ibrani 4:3), dengan hasil suka cita (1Petrus 1:8).

3.Pekerjaan-Pekerjaan atau Usaha-Usaha Tuhan. 

Iman pada dasarnya pasti memimpin pada perbuatan-perbuatan baik. Kita telah diselamatkan tanpa sama sekali usaha-usaha (Roma 3:20; Efesus 2:9), tetapi juga “untuk pekerjaan-pekerjaan baik (Efesus 2:10). Yesus telah berkata, “Biarlah terangmu bersinar dihadapan orang-orang sedemikian rupa sehingga mereka dapat melihat pekerjaan-pekerjaan baikmu, dan memuliakan Bapamu yang ada di dalam surga” (Matius 5:16). 


Yakobus menekankan manifestasi iman dalam “perbuatan-perbuatan” (Yakobus 2:17-26). Paulus menekankan ketakcukupan perbuatan-perbuatan hukum/taurat (Galatia 2:16; 3:10); namun juga menekankan bahwa “perbuatan-perbuatan baik” bertumbuh keluar dari iman (Titus 1:16;2:14; 3:8). Perbuatan-perbuatan atau pekerjaan-pekerjaan baik ini adalah buah Roh (Galatia 5:22f; Efesus 5:9).

Ikuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya :


Next Post Previous Post