PEMBENARAN DAN DILAHIRKAN KEMBALI (HASIL, MAKNA DAN SARANA)
Oleh: Henry Clarence Thiessen.
Pertobatan beriman diikuti oleh pembenaran. Sementara kitab suci memberikan penekanan yang luar biasa pada doktrin pembenaran, namun dalam perjalanan sejarah, doktrin ini secara luar biasa telah dilencengkan dan dalam praktiknya telah diabaikan sama sekali. Pada kejayaan Reformasi Protestan, doktrin ini telah dipulihkan, diletakan kembali pada tempat dimana seharusnya berada.
Kita sedikit banyak kecewa ketika kita mencari doktrin-doktrin dilahirkan kembali dan pengudusan pada para Reformer; doktrin ini tidak mendapatkan penekanan yang memadai hingga pada hari-hari Kebangunan Rohani Wesleyan. Tetapi kita dapat bersuka cita bahwa Reformasi telah benar-benar mengembalikan kepada gereja doktrin terdasar, pembenaran/justifikasi. Beberapa aspek dari doktrin ini harus ditinjau seksama.
A.Definisi Pembenaran atau Justifikasi
Secara natur, manusia tidak hanya seorang anak kejahatan, tetapi juga seorang pelanggar dan seorang kriminal (Roma 3:23; 5:6-10; Efesus 2:1-3; Kolose 1:21; Titus 3:3). Dalam dilahirkan kembali, manusia menerima sebuah hidup baru dan sebuah natur baru; dalam pembenaran/justifikasi, sebuah manusia baru tampil. Pembenaran dapat didefinisikan sebagai tindakan Allah dimana dalam tindakan-Nya itu Dia mendeklarasikan manusia yang percaya kepada Kristus itu benar. Ladd terkait ini berkata, ”Akar gagasan dalam pembenaran adalah deklarasi Tuhan, hakim yang benar, bahwa manusia yang percaya kepada Kristus, walau memang berdosa, dia menjadi benar, dia benar—dipandang sebagai mahluk benar, karena di dalam Kristus, dia telah masuk ke dalam sebuah hubungan benar dengan Allah.
Pembenaran atau justifikasi adalah sebuah tindakan yang bersifat deklarasi. Pembenaran bukan sebuah tindakan apapun yang ditempakan secara langsung pada diri manusia, tetapi sebuah tindakan Allah yang telah mendeklarasikan manusia tersebut. Tindakan justifikasi dengan demikian tidak serta merta meluruskan kebengkokan-kebengkokan yang masih bekerja dalam diri manusia itu, tetapi dalam keadaan yang demikianlah manusia yang percaya kepada Kristus dideklarasikan benar. Beberapa hal yang terlibat dalam pembenaran atau justifikasi:
1.Penghapusan Hukuman.
Hukuman bagi dosa adalah kematian: rohani, jasmani, dan kekal (Kejadian 2:17; Roma 5:12-14;6:23). Jika manusia itu harus diselamatkan, hukuman ini pertama-tama harus disingkirkan. Hukuman mati telah disingkirkan oleh dan dalam kematian Kristus, yang telah menanggung penghukuman atas dosa-dosa kita di dalam tubuhnya sendiri di atas kayu salib (Yesaya 53:5f; 1Petrus 2:24). Karena Kristus telah menanggung hukuman manusia akibat dosa, Allah sekarang membatalkan penghukuman tersebut dalam kasus orang yang percaya kepada Kristus (Kisah Para Rasul 13:38f; Roma 8:1,33f; 2Korintus 5:21). Inilah yang dimaksud dengan pengampunan dosa-dosa itu (Roma 4:7; Efesus 1:7; 4:32; Kolose 2:13).
Kematian Kristus membuat pengampunan mungkin, tetapi bukan dalam makna itu adalah sebuah keharusan atau kewajiban bagi Kristus, karena Kristus telah mati secara sukarela. Allah masih harus menyatakan pada kondisi-kondisi apa orang dapat menerima pengampunan. Ini telah dia lakukan dalam mendeklarasikan bahwa dia mengampuni mereka yang bertobat dan percaya kepada Anak-Nya. Daud berkata,” Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!” (Mazmur 32:1f).
“Doktrin pembenaran bermakna bahwa Allah telah mengumumkan keputusan berkekuatan hukum pada sebuah sidang pengadilan bahwa seseorang yang telah didakwa bersalah sebagai tidak bersalah secara eskatologi (berkaitan dengan pengadilan terakhir) pada manusia yang beriman saat ini juga, mendahului pengadilan terakhir.”
2.Pemulihan keberkenanan dihadapan Tuhan.
Orang berdosa tidak sekedar layak ditimpakan hukuman sebagai akibat perbuatannya, tetapi juga dia kehilangan keberkenanan Tuhan (Yohanes 3:36; Roma 1:18;5:9; Galatia 2:16 dst). Justifikasi lebih dari sekedar seseorang yang didakwa sebagai kriminal dalam pengadilan dinyatakan tak bersalah; penghapusan hukuman adalah satu hal lain, pemulihan keberkenanan terhadap Allah adalah hal lainnya lagi. Orang yang telah dibenarkan menjadi seorang sahabat Allah ( 2 Tawarikh 20:7; Yakobus 2:23). Orang itu dijadikan seorang pewaris yang berkekuatan hukum dan seorang yang juga berhak turut serta mewarisi apa yang dimiliki Kristus (Roma 8:16 dst; Galatia 3:26; Ibrani 2:11).
3.Imputasi Kebenaran.
Karena pembenaran adalah menjadikan seseorang benar tepat dihadapan hukum, orang berdosa itu tak hanya diampuni akan dosa-dosa masa lampaunya tetapi juga telah dipasok dengan sebuah kebenaran positif sebelum dia dapat memiliki persekutuan dengan Allah. Kebutuhan ini dipasok dalam sebuah proses yaitu penempatan kebenaran yang hanya didapatkan dan dimiliki pada diri Kristus secara utuh di dalam diri orang percaya, sehingga itu dimiliki dalam sebuah kesamaan yang mutlak. Ini disebut Imputasi.
Mengimputasikan berarti memperhitungkan kebenaran yang dimiliki Kristus pada diri orang percaya. Paulus meminta Filemon untuk memperhitungkan hutang Onesimus pada dirinya (Filemon18-19). Daud mendeklarasikan bahwa manusia yang diberkati adalah “dia yang kepadanya Tuhan tidak memperhitungkan/mengimputasikan kesalahannya” (Mazmur 32:2). Paulus berdasarkan pernyataan mengemukakan bahwa Daud berkata “berbahagia orang yang dibenarkan Allah bukan berdasarkan perbuatannya” (Roma 4:6). Bagaimana bisa Allah melakukannya?
Dengan mengimputasikan atau memperhitungkan pada diri orang percaya kebenaran yang hanya dimiliki Kristus, sehingga juga kebenaran itu sama adanya dimiliki pada diri orang percaya itu. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Korintus 5:21). Kristus “yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita”(1 Korintus 1:30). Kebenaran dari Allah ini disingkapkan dalam injil, dan ini dari iman menuju iman (Roma 1:17).
Kita harus perhatikan saksama bahwa ini bukan Tuhan sedang menyatakan ada sebuah kebenaran yang muncul dari diri kita yang bersumber dari diri kita sendiri, karena iman kita tidak ada kaitannya sama sekali dengan itu, tetapi dengan kebenaran yang Allah telah sediakan bagi orang yang percaya kepada Kristus. Jadi Allah memulihkan kita untuk berkenan baginya oleh memperhitungkan pada diri kita kebenaran yang dimiliki Kristus. Ini adalah adalah pakaian pernikahan yang siap sedia bagi setiap orang yang menerima undangan jamuan makan (Matius 22:11dst; bandingkan dengan Lukas 15:22-24).
Orang yang telah dibenarkan, karena itu, telah mengalami dosa-dosanya diampuni dan penghukuman atas dosa-dosanya telah dibatalkan sebagai karunia; dia juga telah dipulihkan pada keberkenanan Tuhan oleh imputasi atau memperhitungkan kebenaran Kristus pada dirinya. Dia walau demikian tidaklah benar pada dirinya sendiri, walau kata sifat dikaioskadang digunakan untuk perilaku benar, tetapi orang itu benar dalam makna yang bersifat forensik, dari sudut pandang Legal. Katolik Roma mendefinisikan pembenaran sebagai penghapusan dosa dan pemasukan kebiasaan-kebiasaan baru yang berasal dari kasih karunia.
Jadi dalam hal ini, justifikasi diperlakukan sebagai sebuah pengalaman subyektif dan bukan sebagai hubungan obyektif. Pandangan ini melawan apa yang telah dikemukakan para Reformer. Para Reformer menyatakan bahwa pembenaran adalah sesuatu yang berbeda dari pengudusan, yang pertama adalah sebuah tindakan yang bersifat deklarasi oleh Allah, menjadikan orang-orang berdosa sebagai yang memenuhi tuntutan dalam hubungannya dengan hukum dan keadilan Allah, dan yang kedua (pengudusan) adalah sebuah tindakan yang efisien, mengubah karakter bagian dalam diri orang berdosa. Inilah pandangan yang benar sebagaimana dinyatakan dari banyak nas kitab suci.
B.Metoda Pembenaran
Seperti permulaan pada era Ayub, kita menemukan manusia bertanya,”Bagaimana kemudian seorang manusia dapat menjadi benar di hadapan Allah? Atau bagaimana bisa manusia menjadi suci, dia yang dilahirkan dari perempuan?” (Ayub 25:4). Pemazmur menunjukan sesuatu agar tak main-main dengan Allah dan berkata “Janganlah beperkara dengan hamba-Mu ini, sebab di antara yang hidup tidak seorangpun yang benar di hadapan-Mu” (Mazmur 143:2).Namun untunglah, para pencari Tuhan di era Perjanjian Lama tidak perlu menunggu hingga Paulus dilahirkan untuk menemukan sebuah jawaban untuk pertanyaan mereka.
Paulus mengingatkan kita bahwa Abraham telah dibenarkan oleh Iman 14 tahun sebelum dia disunat (Roma 4:1-5, 9-12; bandingkan dengan Kejadian 15:6; 16:15 dst; 17:23-26) dan bahwa Daud telah bersukacita dalam fakta sebuah kebenaran yang telah diimputasikan atau telah diperhitungkan menjadi ada di dalam dirinya (Roma 4:6-8). Doktrin Perjanjian Baru, pembenaran bukanlah sebuah inovasi; doktrin ini adalah sebuah kebenaran yang memang sudah lebih dahulu dikenal dalam era Perjanjian Lama, dan kebenaran telah didapatkan dalam cara yang sama dalam hari-hari sebagaimana dalam kovenan atau sistem Perjanjian Baru.
Apakah metoda pembenaran?
1.Pembenaran tidak oleh melakukan hukum. Secara negatif, pembenaran atau justifikasi bukan oleh melakukan hukum. Memang benar adanya bahwa Yesus telah merujukan seorang penguasa kaya yang muda pada hukum atau taurat ketika dia telah ditanyakan bagaimana caranya agar dia dapat mewarisi hidup kekal (Markus 10:17-22), tetapi nyata bahwa apa yang telah Yesus lakukan pada dasarnya mendemonstrasikan kepada anak muda tersebut bahwa keselamatan mustahil didapatkan berbasiskan hukum.
Dia yang mau dibenarkan berdasarkan usaha-usaha menggenapi hukum harus melanjutkan dalam segala hal yang tertulis di dalam taurat (Galatia 3:10; Yakobus 2:10). Hal semacam ini tidak ada seorangpun pernah dan telah melakukannya. Paulus mendeklarasikan bahwa oleh perbuatan-perbuatan memenuhi tuntutan hukum semata berperan atau berfungsi untuk menyingkapkan keberadaan dosa itu untuk menjadi semakin nyata atau terlihat kuat (Roma 3:20; 7:7), dan untuk menyebabkan seseorang memiliki hasrat pada jiwa yang berdosa untuk berlari menuju Kristus (Galatia 3:24). Yesus, pada kesempatan lainnya, telah mengajarkan bahwa “pekerjaan Allah” adalah agar menjadi “percaya kepada Dia yang telah Dia utus” (Yohanes 6:29). Orang-orang tidak diselamatkan oleh melakukan upaya terbaik yang dapat dilakukannya, selain dari pekerjaan menjadi percaya pada Tuhan Yesus.
2.Pembenaran oleh kasih karunia Allah. Dua nas kitab suci dapat dikutip: “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus” (Roma 3:24) dan “supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal”(Titus 3:7). Nas-nas ini menunjukan sumber pembenaran atau justifikasi kita. Pembenaran bukan karena mengerjakan kebenaran-kebenaran yang telah kita lakukan, tetapi berdasarkan belas kasihnya sehingga dia telah menyelamatkan kita (Titus 3:5; bandingkan dengan Efesus 2:4dst,8). Pembenaran dengan demikian berasal dari atau mengalir dari hati Allah.
Menyadari bukan hanya ketakcukupan atau tak memadainya kebenaran kita, tetapi juga ketakmampuan kita untuk menuntaskanya hingga pada kesudahannya, dia dalam kemurahannya telah menentukan untuk menyediakan sebuah kebenaran bagi kita. Itu adalah kasih karunianya sehingga membawa dia untuk menyediakannya; dia tidak dibawah kewajiban atau keharusan apapun untuk melakukannya. Dalam anugerahnya dia telah mempertimbangkannya terhadap kesalahan kita, dan dalam belas kasihnya, terhadap kemalangan kita.
3.Pembenaran oleh darah Kristus. Tidak hanya orang percaya itu dibenarkan oleh anugerahnya, tetapi juga oleh darah Kristus. Paulus telah menuliskan, “karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah” (Roma 5:9). Alkitab lebih lanjut berkata “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibrani 9:22).
Ini meletakan dasar bagi pembenaran kita. Karena Kristus telah menjadi penanggung hukuman atas dosa-dosa kita di dalam tubuhnya sendiri, dosa-dosa tidak untuk dimakluminamun telah dihukum dalam pribadi Kristus, sang substitusi/pengganti. Kebangkitan Kristus adalah salah satu bukti bahwa kematiannya di atas Salib telah memuaskan klaim-klaim Tuhan terhadap diri kita (Roma 4:25; 1 Yohanes 2:2). Karunia Roh Kudus adalah hal lain lagi. “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah” (Roma 8:16; bandingkan dengan Galatia 4:5 dst).
4.Pembenaran oleh Iman. Alkitab berkata, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1), dan “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”(Roma 10:10). Alkitab lebih lanjut menyatakan bahwa “Seorang manusia tidak dibenarkan oleh mengerjakan Hukum tetapi melalui iman dalam Kristus Yesus” (Galatia 2:16; bandingkan dengan Kisah Para Rasul 13:38 dst; Roma 3:28; Galatia 3:8,24).
Inilah ketentuan bagi pembenaran kita, bukan berdasarkan pada pencapaian kebaikan moralitas atau kelayakan yang dihasilkan oleh diri seorang manusia.. Sang rasul secara konstan menentang sebuah pembenaran atau justifikasi oleh usaha-usaha manusia (Roma 3:27 dst; Galatia 2:16). Itu bukan karena iman sehingga kita dibenarkan, tetapi oleh iman. Iman bukanlah harga justifikasi atau pembenaran, tetapi sarana untuk layak menerimanya. Itu nyata pada orang-orang kudus Perjanjian Lama yang telah dibenarkan sebagaimana juga orang-orang percaya Perjanjian Baru (Kisah Para Rasul 13:38f; Roma 4:5-12; Galatia 3:8).
C.Hasil-Hasil Pembenaran/Justifikasi
Hasil-hasilnya dapat dirangkumkan secara ringkas:
(1)Ada penghapusan hukuman (Roma 4:7 dst; 2 Korintus 5:19). Penghukuman lenyap (Roma 8:1, 33 dst), dan ada damai dengan Allah (Roma 5:1; Efesus 2:14-17).
(2)Ada pemulihan terhadap keberkenanan Tuhan (Roma 4:6; 1 Korintus 1:30; 2 Korintus 5:21).
(3)Ada pengimputasian atau diperhitungkannya kebenaran milik Kristus ke dalam diri orang percaya (Roma 4:5). Orang percaya kini dibaluti dalam sebuah kebenaran yang bukan miliknya sendiri, tetapi telah disediakan baginya oleh Kristus, dan karena itu telah diterima dalam persekutuan dengan Tuhan.
(4)Ada keahliwarisan. Paulus berkata,” sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita” (Titus 3:7).
(5)Ada juga sebuah hasil langsung dalam kehidupan praktis. Pembenaran menuntun pada hidup benar. Kitab suci berkata “penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah” (Filipi 1:11). Yohanes menulis “Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar” (1 Yohanes 3:7). Hal inilah yang Yakobus tekankan; dia memiliki fokus bahwa seorang yang memiliki iman sedemikian akan memberikan hasil dalam perbuatan-perbuatan, yang disebut, sebuah iman yang hidup (Yakobus 2:14-26).
(6)Orang yang telah dibenarkan dijamin bahwa dia akan diselamatkan dari murka Allah yang akan datang (Roma 5:9; 1 Tesalonika 1:10). Dan
(7)Orang yang dibenarkan juga dijamin pada pemuliaan (Matius 13:43; Roma 8:30; Galatia 5:5).
Semua hasil-hasil di atas berhubungan secara langsung dengan pembenaran.
II.Doktrin Dilahirkan Kembali
A.Makna Dilahirkan Kembali
Justifikasi atau pembenaran dilakukan dengan sebuah tujuan agar hidup memerintah, dan karenanya dikatakan sebagai “pembenaran hidup” (Roma 5:18). Dari sisi ilahi, perubahan hati disebut dilahirkan kembali, lahir baru; dari sisi manusia, ini disebut pertobatan beriman, ini adalah dilahirkan kembali aktif, dapat didefinisikan sebagai komunikasi hidup ilahi kepada jiwa (Yohanes 3:5; 10:10,28; 1Yohanes 5:11dst), sebagai impartasi sebuah hakikat baru (2 Petrus 1:4) atau hati baru (Yeremia 24:7; Yehezkiel 11:19-36:26), dan dihasilkannya sebuah ciptaan baru (2Korintus 5:17;Efesus 2:10;4:24). Hidup rohani baru ini memberi dampak pada intelektual orang percaya (1 Korintus 2:14;Efesus 1:18; Kolose 3:10), kehendak orang percaya (Filipi 2:13; 2 Tesalonika 3:15; Ibrani 13:21), dan emosi-emosi orang percaya (Matius 5:4; 1Petrus 1:8).
B.Perlunya Dilahirkan Kembali
Kitab suci berulang kali mendeklarasikan bahwa seorang manusia harus dilahirkan kembali sebelum dia dapat melihat Allah. Klaim-klaim Firman Tuhan ini didukung oleh pikiran dan hati nurani.
Kekudusan adalah kondisi yang mutlak diperlukan bagi penerimaan masuk ke dalam persekutuan dengan Allah. Kitab suci memerintahkan, “kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan” (Ibrani 12:14). Tetapi semua kemanusiaan secara hakikat rusak, dan ketika menyentuh kesadaran moral, menjadi bersalah atas pelanggaran-pelanggaran aktual. Dalam kondisi alami manusia yang sedemikian, karena itu, umat manusia tidak dapat memiliki persekutuan dengan Alah. Sekarang, moral ini berubah di dalam diri manusia, hanya dapat berlangsung oleh sebuah tindakan Roh Kudus.
BACA JUGA: BAGAIMANA PENGERTIAN PEMBENARAN ?
Dia melahirkan kembali hati dan mengkomunikasikan kepada hati, hidup dan natur Allah. Kitab suci menggambarkan pengalaman ini sebagai sebuah peristiwa dilahirkan kembali, dimana dalam hal tersebut seorang manusia menjadi seorang anak Allah. Yesus telah berkata,” Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah" (Yohanes 3:3; bandingkan dengan 1:12; 1 Yohanes 3:1). Oleh hakikatnya semua manusia adalah “anak-anak pemberontak” (Efesus 2:2), “anak-anak murka” (Efesus 2:3), “anak-anak zaman/dunia ini” (Lukas 16:8), “anak-anak iblis” (1 Yohanes 3:10; bandingkan dengan Matius 13:38; 23:15; Kisah Para Rasul 13:10). Sebutan yang terakhir ini secara khusus digunakan bagi para penolak Kristus dalam Yohanes 8:44. Hanya yang dilahirkan kembali dapat menghasilkan hakikat kudus itu di dalam diri orang-orang berdosa yang membuat persekutuan dengan Allah menjadi mungkin.
C.Sarana-Sarana Dilahirkan Kembali
Kitab suci menggambarkan dilahirkan kembali sebagai kerja atau usaha Allah. Tetapi ada sejumlah sarana dan agensi dilibatkan dalam pengalaman ini:
1.Kehendak Allah. Kita dilahirkan dari kehendak Allah (Yohanes 1:13). Yakobus menulis, “Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran” (Yakobus 1:8).
2.Kematian dan kebangkitan Kristus. Kelahiran kembali dikondisikan pada iman dalam Kristus yang telah disalibkan (Yohanes 3:14-16), dan kebangkitan Kristus sama terlibatnya dalam kelahiran kembali kita ( 1 Petrus 1:3).
3.Firman Allah. Yakobus mengajarkan bahwa kita dijadikan “oleh firman kebenaran” (1:18; bandingkan dengan 1 Petrus 1:23). Paulus berbicara mengenai “ pemandian air dengan firman” (Efesus 5:26; bandingkan dengan Titus 3:5). Beberapa memandang pembaptisan sebagai sebuah syarat yang diperlukan untuk dilahirkan kembali, tetapi ini membuat keselamatan bergantung pada usaha-usaha manusia. Jelas, Kornelius telah dilahirkan kembali sebelum dia telah menerima baptisan (Kisah Para Rasul 10:47). Kisah Para Rasul 2:38 harus dipahami dalam makna mengalami baptisan karena pengampunan dosa-dosa, ketimbang agar mereka dapat diampuni; tepat seperti halnya Yohanes Pembaptis karena pertobatan, ketimbang agar mereka yang telah dibaptiskan itu mau bertobat (Matius 3:11).
4.Pelayan-Pelayan Firman. Allah menggunakan orang dalam proses penebusan. Akan tetapi, kontribusi mereka hanyalah terdiri dari proklamasi atau pernyataan kebenaran dan ajakan pada keputusan bagi Kristus ( Roma 10:14 dst; 1Korintus 4:15; Filemon 10; bandingkan dengan Galatia 4:19).
5.Sang Roh Kudus. Agen efisien sesungguhnya dalam dilahirkan kembali adalah Roh Kudus (Yohanes 3:5 dst; Titus 3:5; bandingkan dengan Kisah Para Rasul 16:14; Roma 9:16; Filipi 2:13). Kebenaran didalam dilahirkan kembali itu sendiri adalah: tidak mengekang kehendak; disamping itu, hati para manusia yang belum dilahirkan kembali membenci kebenaran hingga dilahirkan kembali dikerjakan oleh Roh Kudus.
D.Hasil-Hasil Dilahirkan Kembali
Kitab suci mendeklarasikan bahwa ada sejumlah hasil definitif yang mengikuti seseorang yang dilahirkan kembali. Hasil-hasil definitif itu adalah sesuatu yang pada dasarnya berperan sebagai serangkaian tes yang menyingkapkan apakah seseorang itu telah dilahirkan kembali.
(1)Dia yang lahir dari Allah mengatasi godaan (1 Yohanes 3:9; 5:4,18). Kata-kata kerja dalam bentuk “present” atau “saat ini” menggambarkan sebuah hidup kemenangan sebagai hal yang menjadi keseharian dalam hidup. Konsekuensinya, orang yang telah dilahirkan kembali sungguh-sungguh atau aktual, hidup dalam kebenaran. Namun dalam hal ini, tidak hendak menyatakan orang yang telah dilahirkan kembali itu, sudah hidup dalam sebuah kesempurnaan tanpa dosa.
(2)Sikap orang yang telah dilahirkan kembali berbeda. Dia di dalam keseharian hidupnya mengasihi saudara-saudaranya (1Yohanes 5:1), mengasihi Tuhan (1Yohanes 4:19; 5:2), mengasihi firman Tuhan (Mazmur 119:97; 1Petrus 2:2), mengasihi musuh-musuhnya (Matius 5:44), dan mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang ( 2Korintus 5:14).
(3)Orang yang telah dilahirkan kembali juga menikmati keistimewaan-keistimewaan yang pasti, seperti penyediaan kebutuhan-kebutuhannya (Matius 7:11; bandingkan dengan Lukas 11:13), sebuah penyingkapan kehendak Bapa (1Korintus 2:10-12; Efesus 1:9), dan mengalami penjagaan (1 Yohanes 5:18).
(4)Orang yang lahir dari Allah juga adalah seorang ahli waris Allah dan seorang yang turut serta menerima waris bersama Yesus Kristus (Roma 8:17). Sekalipun memang kepemilikan yang aktual dari warisan itu pada hampir sebagian besar masih pada masa mendatang, anak Allah bahkan saat ini juga sudah memiliki semacam surat berharga atas warisan tersebut dalam karunia Roh Kudus (Efesus 1:13f). Hal-hal di atas tersebut, tentu saja, tidak terlihat secara langsung bagi dunia, tetapi, sekalipun demikian, sangat nyata bagi orang yang telah dilahirkan kembali, masuk ke dalam keluarga ilahi.PEMBENARAN DAN DILAHIRKAN KEMBALI (HASIL, MAKNA DAN SARANA).AMIN.