PERNIKAHAN SESAMA JENIS BERLAWANAN DENGAN ESENSI DAN TUJUAN PERNIKAHAN YANG DIRANCANG ALLAH

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.

Pernikahan Kristen dapat didefinisikan sebagai hubungan eksklusif antara satu laki-laki dan satu perempuan, di mana keduanya menjadi “satu daging”, di satukan secara fisik, emosional, intelektual, dan spiritual; dijamin melalui sumpah sakral dan ikatan perjanjian serta dimaksudkan untuk seumur hidup. Definisi ini didasarkan pada pernyataan Alkitab dalam Matius 19:5; Markus 10:7; Efesus 5:31; dan Kejadian 1:24.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, ada lima esensi pernikahan Kristen, yaitu : (1) Pernikahan merupakan suatu lembaga yang dibuat dan ditetapkan Allah bagi manusia sesuai kebutuhan; (2) Pernikahan merupakan hubungan yang eksklusif antara seorang pria dan seorang wanita; (3) Pernikahan merupakan pertemuan dan hubungan antar pribadi yang paling intim; (4) Pernikahan bersifat permanen dan merupakan suatu komitmen kesetiaan untuk seumur hidup; (5) Pernikahan merupakan suatu kovenan yang bersifat mengikat. Kelima esensi pernikahan Kristen tersebut merupakan hakikat dan pondasi penting dari pernikahan Kristen.

Sedangkan tujuan pernikahan seperti yang dirancang oleh Allah bagi seorang pria dan seorang wanita adalah kesatuan utuh (terintegrasi). Tentu saja makna kesatuan yang dimaksudkan tersebut tidaklah dapat ditangkap dalam satu atau dua kalimat atau pernyataan. 

Namun makna dasar dari kesatuan tersebut dapat dan harus dipusatkan pada beberapa gagasan yang sangat mendasar, yaitu: (1) Kesatuan dengan menjalin persahabatan; (2) Kesatuan untuk saling mengisi dan melengkapi; (3) Kesatuan untuk menikmati kesenangan; (4) Kesatuan untuk mendapatkan keturunan; dan (5) Kesatuan dalam menampilkan citra Allah. 

Kesatuan yang utuh dari tujuan pertama dalam gagasan tersebut bersifat relasional, tujuan yang kedua bersifat komplementarian, tujuan yang ketiga bersifat rekreasi, tujuan yang keempat bersifat prokreasi, dan tujuan yang kelima menunjukkan pada reflektif ilahi. Kelima gagasan dasar dari kesatuan yang utuh tersebut merupakan pilar-pilar yang kokoh bagi pernikahan Kristen.

Pada kesempatan ini saya hendak menjelaskan bahwa pernikahan sesama jenis berlawanan dengan esensi dan tujuan pernikahan yang dirancang Allah. Satu dari lima esensi pernikahan kristen adalah bahwa pernikahan merupakan hubungan yang eksklusif antara seorang pria dan seorang wanita (Matius 19:5,6) dengan demikian pernikahan Kristen yang Alkitabiah adalah antara seorang pria biologis dengan seorang wanita biologis. 

Karena itu pernikahan dengan sesama jenis (homoseksual) atau pun pernikahan dengan hewan bukanlah pernikahan, melainkan penyimpangan dari ketetapan Tuhan. Demikian juga satu dari lima tujuan pernikahan Kristen adalah kesatuan untuk mendapatkan keturunan (prokreasi). Pernikahan sesama jenis tidak mungkin bisa menghasilkan keturunan. Dan dalam pernikahan sesama jenis yang didapatkan hanya semata-maka kesenangan dalam hawa nafsu yang merusak dan menghancurkan kehidupan.

PERNIKAHAN MERUPAKAN HUBUNGAN YANG EKSKLUSIF ANTARA SEORANG PRIA DAN SEORANG WANITA (MATIUS 19:5,6)

Di dalam rancangan Allah sejak semula, pernikahan adalah antara satu orang pria dengan satu orang wanita yang menjadi satu. Sejak semula Allah hanya menciptakan dua gender manusia, yaitu laki-laki dan perempuan, yang walaupun berbeda dalam identitas (khas seksualitas, psikologis dan fisiologis), tetapi sama dalam status (derajat, harkat dan martabat). 

Dalam Kejadian 1:27 dikatakan “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki (ish) dan perempuan (ishsha) diciptakan-Nya mereka”. Kristus menegaskan kembali hal ini dalam Matius 19:4, dikatakan, “Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia (antrophos) sejak semula (ap’arches) menjadikan mereka laki-laki (aner) dan perempuan (gyne)?” 

Jadi meskipun pria dan wanita diciptakan dengan status yang setara (sama dalam derajat, harkat, dan martabat), tetapi mereka tidaklah sama dalam identitas. Artinya mereka benar-benar berbeda secara seksualitas, psikologis, maupun fisiologis. Kesetaraan (equality) tidak boleh dicampuradukkan dengan jati diri (identity). Setiap orang diciptakan dalam kesetaraan dan juga dengan jati diri masing-masing sebagai seorang pria atau sebagai seorang wanita. 

Jadi Allah telah merancang pernikahan untuk dijalani bersama oleh seorang pria dan seorang wanita. Sehingga dengan demikian yang dimaksud sebagai pernikahan Alkitabiah adalah antara seorang pria biologis dengan seorang wanita biologis. Karena itu pernikahan dengan sesama jenis (homoseksual: gay, lesbi) atau pun pernikahan dengan hewan bukanlah pernikahan, melainkan penyimpangan dari ketetapan Tuhan. Dengan demikian, karakteristik paling mendasar dari pernikahan adalah bahwa pernikahan merupakan satu kesatuan antara seorang pria dan seorang wanita. Kesatuan yang komplemenetar yaitu kesatuan yang saling melengkapi di dalam kesetaraan mereka dan perbedaan satu sama lainnya.

Melalui pernikahan Allah menyatukan dua orang menjadi satu. Perhatikan frase “dipersatukan Allah” dalam kalimat “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Matius 19:6), berasal dari kata Yunani “suzeugnumi” yang berarti “menyatukan”. Kata ini berbeda dari kata Yunani “kolléthésetai” yang artinya “dipersatukan” atau “bersatu” dalam Matius 19:5. 

Kata Yunani “suzeugnumi” atau “dipersatukan” secara harfiah adalah “bersama-sama disatu-kuk-kan”, atau sepenuhnya berarti “bersama dalam kuk yang sama yang telah ciptakan bagi mereka”. Sebuah kuk memampukan dua ekor lembu menarik beban bersama, masing-masing saling berbagi tugas sehingga konsekuensinya adalah meringankan tugas dan keduanya bersama dapat menyelesaikan tugas lebih banyak dari apa yang dapat dicapai kalau mereka hanya sendirian mengerjakannya. 

Jadi dalam nas ini, Yesus menggambarkan pernikahan sebagai sebuah kuk yang Allah buat, di mana seorang laki-laki dengan seorang perempuan dapat memikulnya sehingga mereka bersama dapat meringankan pekerjaan-pekerjaan dan beban-beban kehidupan, dan mencapai hal-hal bersama yang tidak dapat dicapai kalau mereka hanya sendirian saja.

Jadi apa yang Allah buat adalah menempa sebuah kuk, yaitu menciptakan sebuah hubungan yang eksklusif, yang ke dalamnya seorang laki-laki dan seorang perempuan boleh masuk, memiliki hubungan, menerima, dan menikmati manfaat yang ada di dalamnya. Pernikahan pada hakikatnya adalah suatu hubungan yang eksklusif antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Dan semua yang ada di dalam pernikahan itu sendiri berasal langsung dari kebenaran bahwa pernikahan merupakan rancangan Allah dan lembaga yang diciptakan Allah! Konsep tentang “hubungan yang eksklusif” dalam pernikahan ini merupakan pusat dari ajaran Kristus mengenai pernikahan. Inilah yang dimaksud Yesus ketika ia berkata “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:6).

PERNIKAHAN ADALAH KESATUAN UNTUK MENDAPATKAN KETURUNAN (PROKREASI)

Satu dari lima tujuan pernikahan adalah kesatuan seksual antara pria dan wanita untuk menghasilkan keturunan (prokreasi). Karena itu tentu saja bahwa pernikahan sesama jenis tidak mungkin bisa menghasilkan keturunan. Di dalam pernikahan sesama jenis yang didapatkan hanya semata-maka kesenangan dalam hawa nafsu yang merusak dan menghancurkan kehidupan. Perhatikan frase “menjadi satu daging” dalam ayat-ayat Kejadian 1:24; Matius 19:5; Markus 10:7; Efesus 5:31. 

Seks menurut Alkitab merupakan anugerah dari Tuhan kepada manusia. Tim Clinton dan Mark Laaser dalam bukunya Sex and Relationship menyatakan, “Seks adalah anugerah Allah. Dia menciptakan kita sebagai makhluk seksual, dan Dia menciptakan seks untuk suami istri”. Alkitab mencatat dalam Kejadian 1:28, bahwa Allah memberkati manusia (Adam dan Hawa) sebelum mereka diperintahkan “beranak cucu dan bertambah banyak”. 

Dengan demikian, peneguhan dan pemberkatan nikah haruslah mendahului penyatuan seksual, bukan sebaliknya. Untuk memenuhi mandat beranak cucu dan bertambah banyak tersebut manusia (suami istri) melakukannya dengan cara ber-senggama (bersetubuh atau berhubungan kelamin). 

Allah Sang Pencipta, telah mendesain dan membuat alat reproduksi yang cocok bagi manusia sehingga mampu bereproduksi (menghasilkan keturunan), yaitu: (1) Bagi pria, sperma yang diproduksi seumur hidupnya; dan (2) Bagi wanita sel telur yang siap dibuahi dengan siklus kematangan 1 sel telur setiap bulan.

Sepasang suami istri yang melakukan hubungan seks menggunakan kesempatan untuk menikmati hak istimewa yang merupakan karunia Allah, yakni menciptakan suatu kehidupan baru, seorang manusia lain. Perlu diketahui bahwa di dalam tubuh seorang pria ada triliunan sperma yang diproduksi sepanjang hidupnya. Karena itu seorang pria dewasa yang sehat dapat mengeluarkan / melepaskan sekitar 400 juta sel sperma dalam 1 kali ejakulasi. Sedangkan seorang wanita yang telah melewati pubertas telah dilengkapi dengan sekitar 450 ribu bakal sel telur yang akan mengalami kematangan (siap dibuahi) rata-rata 1 sel telur setiap bulannya. 

Pertemuan antara sperma dan sel telur, atau sel telur yang dibuahi inilah yang akan menjadi cikal bakal embrio seorang manusia. Agar sperma dapat bertemu dengan sel telur maka cara yang dirancang oleh Pencipta adalah melalui hubungan seksual. Allah telah membuat organ reproduksi dan kelengkapannya bagi manusia, penis untuk pria dan vagina untuk wanita, sehingga dapat melakukan persetubuhan atau bersenggama (dalam konteks pernikahan) untuk mendapatkan keturunan (prokreasi). Alkitab menggambarkan persetubuhan suami istri ini dengan frase “menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). 

Jadi dalam pernikahan seorang laki-laki tidak hanya “meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya” melainkan juga “menjadi satu daging” melalui hubungan dan penyatuan seksual.

Jadi di dalam pernikahan pasangan suami istri Kristen atas perkenan Tuhan mendapatkan keturunan ilahi. Nabi Maleakhi mengatakan “Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap istri dari masa mudanya” (Maleakhi 2:15). 

Keturunan ilahi artinya, adalah anak-anak yang memiliki karakter Allah. Keturunan ilahi bukan sekedar hasil dari suatu hubungan seks pasangan suami istri, melainkan juga keturunan yang dihasilkan oleh didikan, bimbingan, dan keteladanan dari orang tua. Untuk menghasilkan anak hanya diperlukan waktu 9 bulan 10 hari, tetapi untuk menghasilkan keturunan diperlukan waktu seumur hidup kita. Tetapi yang perlu diingat, meskipun pernikahan merupakan kesatuan seksual antara suami dan istri untuk menghasilkan keturunan, namun itu bukanlah merupakan satu-satunya tujuan. 

Pernikahan adalah suatu kesatuan relasional persahabatan dan juga kesatuan yang komplementer. Dan hubungan seks lebih dari sekedar perkembangbiakan (prokreasi) saja, tetapi juga untuk dinikmati dalam kesenangan (kreasi).PERNIKAHAN SESAMA JENIS BERLAWANAN DENGAN ESENSI DAN TUJUAN PERNIKAHAN YANG DIRANCANG ALLAH
https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post