5 KHOTBAH KETELADANAN ABRAHAM

Pdt. Agus Marjanto, M.Th.
Ibrani 11:8; Kejadian 12:1-9.

Selain Yesus Kristus sangat mungkin Abraham adalah figur yang terpenting di dalam Alkitab. Yesus Kristus adalah Allah oknum kedua Tritunggal yang hadir di dunia. Yesus Kristus-lah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub. Di dalam Alkitab selain figur Yesus Kristus, ada satu manusia yang pertamanya begitu sederhana tetapi Tuhan memakai dia menjadi Bapa kaum beriman. Kisah Abraham dan seluruh anak-anaknya mendominasi bagian dari Kitab Kejadian dan kitab-kitab setelah itu dan juga Perjanjian Baru. Kalau saudara melihat Musa, Musa adalah orang yang hebat sekali. Di tangannya, Tuhan menurunkan 10 hukum yang menjadi standar kesucian Tuhan yang dimengerti oleh orang-orang di dunia sampai dengan saat ini. Apapun saja bangsanya, siapapun orangnya, isi hatinya akan selalu mencerminkan dari sepuluh hukum itu. Bahkan orang-orang atheis yang tidak mempercayai Allah, ketika mereka membuat hukum di negaranya mereka mau tidak mau harus mengakui bahwa tertulis sepuluh hukum Allah di dalam hatinya.

Musa adalah orang yang besar. Tetapi ketika dia berdoa, dia harus mengakui Abraham, “Oh, Allah Yehova yang disembah Abraham, Ishak dan Yakub.” Yosua adalah panglima perang. Dia adalah seorang muda yang sangat energik, penuh dengan kepandaian dan strategi perang. Membawa orang-orang Israel yang sebagian besar anak-anak kecil dan ibu-ibu keluar dari padang gurun dan masuk ke dalam Tanah Kanaan. Yosua adalah orang gagah perkasa, tetapi ketika dia berdoa dia harus mengucapkan kata Abraham, “Oh, Yehova Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub.” Daud adalah orang Raja yang berkemenangan, dia membangun segala kemegahan Israel dan seluruh raja-raja di bawah dia. Tetapi ketika Daud berdoa dia harus mengucapkan, “Oh, Yehova Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub.” Elia adalah nabi yang besar, dan Elia mengundang api turun dari langit. Pada masanya seluruh Israel berada dari korupsi yang besar dan penyesatan ada di mana-mana. Dia satu orang melawan 400 nabi baal. Dan kemudian dia berdoa pada Allah di surga. Ketika dia berdoa maka Elia harus menyebut, “Yehova Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub.” Daniel adalah nabi besar yang diurapi oleh Tuhan. Dia adalah seorang negarawan, dia mengerti bahasa internasional dan hubungan internasional. Di dalam Alkitab maka dia menuliskan minimal dalam dua bahasa, baik itu di dalam bahasa Yahudi dan bahasa Aram, yang internasional pada waktu itu. Dan semua orang melihat iman dari Daniel, dia adalah orang besar sekali, dan ketika dia berdoa dia mengatakan, “Oh, Yehova Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub.” Semua orang-orang yang saya katakan tadi adalah raksasa-raksasa rohani. Dan mereka sendiri bukan saja raksasa secara rohani, mereka juga raksasa di dalam sejarah. Tetapi setiap kali mereka berdoa, mereka menyebut nama Abraham, mereka mengakui bahwa Abraham adalah bapa iman bagi mereka. Mereka menyatakan bahwa iman pada mereka bukan iman dari mereka sendiri. Ini adalah iman yang Allah ciptakan pertama-tama kepada Abraham. Alkitab menyatakan Abraham adalah bapa yang memberkati seluruh bangsa baik secara fisik dan secara rohani. Melalui Ismael maka bangsa Arab yang besar itu sampai sekarang ada. Melalui dari Ishak maka Israel yang begitu sangat disayangi Tuhan itu ada. Tetapi Alkitab juga mengatakan bahwa dia adalah bapa dari orang-orang beriman, kita semua, gereja Tuhan.

Hari ini kita akan melihat keteladanan hidup dari Abraham. Dan secara sederhana karena ini adalah kehidupan yang sangat kompleks dan begitu banyak hal teologia yang penting di dalamnya. Maka secara sederhana kita akan melihat apa yang dimaksud sebagai orang yang beriman. Abraham adalah bapa kaum beriman. Orang-orang yang percaya kepada Allah. Apa yang dimaksud sebagai iman di dalam diri Abraham?

(1) Abraham beriman kepada Allah artinya Abraham mendapat anugerah Allah. Abraham mendapatkan Firman dari Allah. Abraham mendapatkan perhatian, kunjungan, intervensi Allah di dalam hidupnya. Saudara-saudara perhatikan kalimat ini. Kalimat yang tadi saya sebutkan adalah kalimat yang sangat-sangat sederhana. Tetapi ini akan membedakan semuanya. Apa yang saudara pikirkan pertama kali berkenaan dengan Abraham? Oh, dia kuat ya imannya, saya lemah. Oh, dia memiliki komitmen yang hebat, saya tidak. Kalau saudara melihat seorang berhasil di dalam imannya, setia sampai mati dan bahkan hidupnya berbuah begitu banyak untuk Allah, Kerajaan Allah. Hal apa yang pertama kali muncul dari pikiran kita? Orang itu punya komitmen yang kuat sama Tuhan. Orang itu berjuang hebat untuk Tuhan. Semua itu benar karena ada elemen itu. Tetapi titik beratnya salah. Perhatikan, ketika kita berbicara Abraham adalah orang yang beriman maka hal pertama yang penting kita ingat adalah Abraham mendapatkan anugerah dari Allah. Allah mengunjungi Abraham. Allah berinisiatif. Allahlah yang proaktif berintervensi dalam hidupnya Abraham. Allahlah yang berinisiatif membukakan diri-Nya dan rencana-Nya kepada Abraham. Allahlah yang berinisiatif mencari dan mengasihani Abraham. Allahlah yang berinisiatif untuk memperhatikan Abraham. Kalau saudara-saudara melihat Kejadian 11-12 saudara akan melihat Abraham itu orang biasa, dikatakan tidak ada satupun indikasi bahwa dia itu mencari Allah. Dia sama seperti bapanya menyembah ilah-ilah lain yang dia tidak kenal. Saudara-saudara, salah satu tipuan dari setan adalah aku tidak dikasihani Tuhan karena aku bukan orang baik, dia dikasihani Tuhan karena dia orang baik. Alkitab menyatakan bahwa Allah tiba-tiba bicara pada Abraham. Tidak ada satu elemen apapun di dalam diri Abraham yang membuat Allah bergerak, berbicara kepada dia. Ketika saudara dan saya berbicara berkenaan dengan iman, saudara-saudara tidak pernah boleh lupa hal pertama titik berat iman adalah anugerah.

Kalau saudara-saudara melihat dari teologia Paulus, di dalam Kitab Roma misalnya. Maka satu kalimat yang menjadi semboyan reformasi. Saudara-saudara tahu bahwa reformasi itu sebenarnya boleh dikatakan satu penemuan kembali dari teologia Paulus yaitu justification by grace through faith alone (dibenarkan oleh anugerah yang diterima melalui iman semata). Mari kita lihat sekarang misalnya Roma 3:9-11. Saya bertanya kepada saudara-saudara, saudara percaya kalimat Paulus? Saudara akan mengatakan ya. Saya lihat ada orang jahat, tetapi Abraham tidak, tetapi Daud tidak, tetapi Nuh tidak. Mereka adalah orang yang benar pada dirinya sendiri. Apakah saudara mau mengatakan mereka mencari Allah sebelum Allah mencari mereka? Ketika saudara dan saya berpikir mengenai orang-orang sucinya Allah, kita berpikir mereka adalah orang yang secara natur alamiah mereka jauh lebih baik daripada kita, orang yang spiritual sejak lahir. Alkitab dengan jelas menyatakan tidak. Apakah kita mempercayai Roma 3 ini? Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Ayat Alkitab ini benar pada kita, dan ayat Alkitab ini benar pada orang-orang yang Tuhan pilih sepanjang masa. Abraham bukan orang benar. Abraham tidak berakal budi. Abraham tidak mencari Allah. Saudara-saudara, lihatlah bagaimana Paulus meneruskan argumentasi ini. Lihatlah Roma 4:1. Saudara-saudara bisa melihat logika Paulus. Dia mau menyatakan bahwa engkau lihat Abraham, tidak ada apapun saja di dalam dirinya yang mengundang Allah itu berintervensi dalam hidupnya. Abraham itu bapa orang beriman tetapi ketika saudara dan saya berpikir berkenaan dengan Abraham orang yang beriman atau orang-orang yang hebat, orang-orang puritan, orang-orang reformed, selalu dalam pikiran kita bicara dengan kekuatan manusia untuk memegang sesuatu. Selalu dalam pikiran kita pikiran yang sifatnya, center-nya itu man, oh dia berkomitmen, dia orang yang sungguh hati. Tetapi tidak berpikir oh dia adalah orang yang mendapatkan anugerah besar dari Tuhan. Pada pagi hari ini saya mau mengatakan kepada saudara sekali lagi, ketika saudara berpikir berkenaan dengan Abraham, bapa orang beriman, dia memiliki iman. Hal yang pertama, yang menjadi titik berat dari iman adalah anugerah.

Prinsip ini ada dalam Kejadian 6, dan sekarang kita akan berbicara tentang Nuh. Saudara-saudara kalau berpikir Nuh, “Oh, ini orang benar. Yang lain tidak bergaul dengan Allah, dia bergaul dengan Allah.” Mari kita lihat sekarang di atasnya, Kejadian 6:5-8. Saudara perhatikan ayat 8 mendahului dari ayat 9. Bukan karena Nuh itu benar lalu kemudian mendapat kasih karunia di mata Tuhan. Tetapi karena seseorang itu mendapatkan kasih karunia di mata Tuhan maka orang tersebut bisa berlaku sebagai orang benar. Jadi ketika saudara-saudara melihat seorang manusia berhasil dalam imannya saudara jangan pernah memuji komitmennya yang kuat. Tetapi pujilah Allah yang memberikan kasih karunia kepada dia. Kasih karunia adalah elemen mutlak yang harus ada untuk seseorang memiliki iman yang sejati. Di tempat yang lain Alkitab mengatakan iman muncul dari pendengaran akan Firman. Firman adalah sarana Allah mengungkapkan diri-Nya, mengungkapkan anugerah-Nya, mengungkapkan isi hati-Nya. Tanpa itu maka tidak ada seorangpun yang beriman. Biarlah kita mengingat setiap kali kita menyatakan, “Oh, orang itu adalah orang beriman.” Itu artinya adalah anugerah Allah itu sampai kepada dia, Firman Allah itu dinyatakan kepada dia. Alkitab menyatakan dengan jelas kita adalah orang-orang yang diberi anugerah di dalam Yesus Kristus. Sehingga akhirnya dari hidup orang tersebut adalah Soli Deo Gloria, bukan dari kehebatanku, komitmenku. Sehingga seluruh Alkitab itu kalau direntang mendapatkan benang merahnya tidak akan memuji Abraham, Ishak, dan Yakub, tetapi memuji Allah karena perbuatan-Nya yang mencintai mereka.

Sebelum masuk kedua banyak orang tanya, “Mama papa saya belum terima Tuhan Yesus, teman saya belum terima Tuhan, apa yang harus saya lakukan?” Saudara ingat bahwa iman kalau mau melihat iman muncul di dalam diri mereka mau tidak mau Allah harus memberikan anugerah kepada mereka. Maka hal pertama yang kita bisa lakukan adalah kita berdoa minta anugerah itu. Saudara mau khotbah, saudara mau menghadirkan Stephen Tong, saudara mau menghadirkan siapa aja, tidak akan bertobat. Kalau Tuhan tidak membukakan dirinya, bagaimana mungkin orang itu bisa beriman? Saudara-saudara mesti minta anugerah Tuhan, bukan bergantung kepada kefasihan pendeta, atau dari traktat-traktat yang hebat sekalipun, tetapi bergantung sepenuhnya kepada kasih karunia Allah. Hal yang kedua adalah berikan Firman kepada mereka, karena kasih karunia Allah diberikan di dunia ini sarananya adalah Firman. Entah melalui rekaman, entah melalui video, entah melalui traktat, entah melalui apa saja, Firman yang sejati harus sampai kepada mereka. Dengan berbagai macam cara saudara berikan Firman itu dan uniknya maka Firman itu akan masuk dan mengubah hidup mereka. Saya masih ingat ketika mama mertua saya, mama dari Ibu Sari, ketika belum terima Tuhan Yesus tetapi dibawa oleh Ibu Sari untuk pergi ke gereja. Dia belum terima Tuhan Yesus lalu kemudian dikenalkan dengan Pak Tong. Dan kemudian saya masih ingat saya mendengar kalimat dari Pak Tong adalah, “Ibu, engkau dengar terus Firman di tempat ini.” Saudara-saudara ini adalah suatu prinsip daripada Alkitab. Pak Tong pada waktu itu tidak mendesak orang untuk menerima Yesus Kristus. Tetapi di dalam anugerah Tuhan, itu artinya adalah bahwa kalau engkau dengar terus maka mau tidak mau Firman itu sampai ke dalam hatimu dan suatu hari akan berbuah. Kalau saudara-saudara pergi membawa teman saudara beriman kepada Kristus, saudara bawa ke gereja yang memberitakan Firman. Maka teman itu cepat atau lambat akan mendengar. Firman itu akan masuk dan bekerja di dalamnya. Tentu Roh Kudus yang bekerja melalui Firman. Tanpa Firman, tanpa anugerah, tanpa intervensi Allah, tidak mungkin ada iman.

(2) Abraham disebut orang yang beriman, bapa orang beriman, dia menjadi teladan bagaimana hidup meninggalkan kehidupan lama. Orang yang beriman, maka orang itu akan dibawa kepada kehidupan yang baru. Anugerah Allah itu datang kepada Abraham. Panggilan Allah datang kepada Abraham. Abraham tidak memiliki rencana apapun saja untuk dealing dengan Allah. Dia tidak mencari Allah. Hatinya adalah hati orang yang berdosa. Abraham ada di tanah Ur-Kasdim. Dan kemudian Tuhan memanggil secara mendadak kepada Abraham. Tuhan berbicara kepada Abraham. Tuhan berurusan dengan Abraham tanpa Abraham memiliki rencana sebelumnya. Dan anugerah Allah kemudian direspon oleh Abraham. Dan respon dari anugerah Allah itu meliputi pemisahan diri dari masa lalu. Meskipun Abraham tidak mencari Allah, meskipun tidak ada yang baik dari diri Abraham, tetapi itu tidak berarti ketika Allah berinisiatif membuat relasi dengan Abraham, Abraham tidak bertindak apa pun. Ketika anugerah itu tiba, Abraham bertindak. Dan anugerah Allah yang tiba itu adalah anugerah Allah yang ingin berelasi dengan Abraham. Sekali lagi saudara-saudara perhatikan, iman dimulai darianugerah Allah, inisiatif Allah, yang isi hati-Nya ingin berelasi dengan manusia yang berdosa ini. Allah berkata kepada Abraham dan Abraham kemudian bertindak. Allah berfiman, “Pergilah dari negerimu, dari sanak saudaramu, dari rumah bapamu. Beriman adalah berjalan bersama dengan Tuhan, beriman adalah panggilan berjalan bersama dengan Tuhan. Dan ini menuntut sesuatu pemisahan, dan pemisahan ini akhirnya membuat suatu eksklusifitas antara Allah dengan kita. Kita sepenuhnya dimiliki oleh Allah.

Saya akan jelaskan ini dengan apa yang Tuhan katakan dalam Kejadian 12 tadi. “Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Ku-tunjukkan kepadamu.” Pergi dari Ur-Kasdim. Ini adalah bukan masalah sederhana. Ur-Kasdim adalah tempat yang sangat mewah pada waktu itu. Salah satu tempat termewah di seluruh belahan dunia yang ada. Tanahnya sangat subur. Tempatnya sangat indah. Dan tempat itu sendiri dialiri oleh Sungai Tigris dan Sungai Efrat yang terkenal itu. Dan Ur-Kasdim adalah tempat pusat perdagangan dan ekonomi yang sangat makmur. Data menyebutkan hasil pertaniannya berlimpah sekali. Apel, anggur, delima, jagung ada di sana, berlimpah-limpah dihasilkan dari tanah ini. Orang-orang yang kaya raya ada di sana. Mereka memiliki rumah-rumah yang sangat-sangat besar. Kalau hari ini Ur-Kasdim itu ada, saudara-saudara akan pergi ke sana dan tidak mau kembali. Ketika Allah menyatakan kepada Abraham, “Engkau keluar dari Ur-Kasdim.” Maka itu artinya kepastian hidup dan masa depan dari tanah ini akan dicabut. Dan ke mana? Tuhan mengatakan, “Ke tempat yang akan Ku-tunjukkan kepadamu.” Jadi kalau saudara-saudara tanya kepada Abraham, “Kemana kau pergi?” Maka Abraham mengatakan, “Saya tidak tahu.” Isterinya bertanya, “Kemana, suamiku?” “Aku juga tidak tahu.”

Saudara-saudara bisa bayangkan tidak ada kepastian masa depan. Tetapi itu bukan perintah semuanya. Ada perintah yang kedua. Pergi dari sanak saudaramu. Ini adalah sesuatu yang sulit karena tercabut dari akar hidup kita dari budaya tempat kita berada. Saya berikan sesuatu ilustrasi. Ketika saudara-saudara mencabut satu tumbuhan yang kecil dicabut semua seakar-akarnya. Saudara pindahkan ke tempat yang lain itu sangat berisiko. Saudara harus menemukan tanah dengan sifat yang sama. Jikalau itu berbeda, tumbuhan itu akan segera mati. Bahkan beradaptasi di negeri yang lebih nyaman dari Indonesia pun sulit bukan? Dan nanti kenyataannya kalau sudah tua nanti saya matinya ingin di Indonesia. Sebaliknya kalau anak saudara itu lahir di sini, dan saudara adalah migran di sini, pasti nanti di dalam beberapa puluh tahun setelah anak saudara mulai dewasa, ada pertentangan di dalam rumah tangga saudara karena saudara ingin kembali ke Indonesia tetapi anak saudara tidak familiar dengan Indonesia. Semua itu mau menyatakan adalah di mana dia ditempatkan, akarnya ada di sana. Begitu dicabut, sulit sekali baik bagi saudara maupun bagi anak saudara. Kita tidak mungkin lepas dari kebiasaan budaya tempat kita berada. Apalagi budaya Ur-Kasdim, ini adalah salah satu budaya yang tertinggi di dunia pada waktu itu. Itu sepertinya misalnya pergi dari Australia kemudian menjadi orang di pedalaman Papua atau Afrika, bukankah itu adalah sesuatu yang sangat sulit sekali? Ini menyangkut daripada penerimaan, security. Dan Tuhan mengatakan pergi dari sini. Tetapi bukan itu saja, perintah yang ketiga adalah engkau pergi dari rumah bapamu. Ini artinya adalah meninggalkan relasi-relasi terdekat masa lalu. Adalah tidak terlalu sulit, meskipun sulit, tetapi masih lumayan seandainya Abraham disuruh pergi bersama dengan keluarga besarnya, masih akan ada support, perlindungan, ada penerimaan. Tetapi ini tidak. Dia harus pergi meninggalkan bapa, ibu, saudaranya laki-laki, perempuan, pamannya, sepupunya, keponakannya. Intinya satu, yaitu meninggalkan semua yang dikasihi. Saudara perhatikan tiga hal ini: Pergi dari tanahmu, pergi dari sanak saudaramu, pergi dari rumah bapamu. Saudara-saudara, lihatlah yang disebut sebagai iman. Iman itu bukan sesuatu yang statis. Iman itu adalah sesuatu progress berjalan bersama dengan Allah. Dan perjalanan iman adalah perjalanan yang makin lama dibuat makin sendiri bersama dengan Allah saja. Ini adalah kalimat yang penting saudara-saudara. Ini adalah prinsip daripada Alkitab. Ketika kita bicara berkenaan dengan beriman, itu adalah perjalanan yang makin dibuat sendiri berjalan bersama dengan Allah saja. Ini bukan saudara dan saya dibuat anti sosial. Anti sosial adalah, “Oh, saya tidak cocok dengan karakter orang itu.” Tetapi ini adalah bicara berkenaan dengan berjalan bersama dengan Allah, menaati Allah. Dan Allah itu akan membawa kita makin lama makin dibuat sendiri.

Ini adalah suatu prinsip kehidupan rohani kalau saudara dan saya berkata bahwa kita beriman kepada Yesus Kristus. Ini adalah yang Tuhan sedang perbuat atau Tuhan sudah perbuat atau Tuhan akan perbuat bagi kita. Membuat kita alone bersama dengan Dia saja. Saudara-saudara, lihatlah bagaimana Yakub itu dibuat alone, lihatlah bagaimana Yusuf itu dibuat sendirian. Lihatlah di dalam Alkitab, saudara akan menemukan siapa pun saja, anak-anak Allah, secara rohani akan dibuat sendirian. Entah konteks hidupnya apa, mungkin dia harus lari karena kesalahan diri sendiri. Tetapi Allah menggunakan itu untuk mendatangkan kebaikan bagi dia. Dia salah lalu harus lari kemudian dia harus alone. Ataukah dia harus difitnah sehingga akhirnya dia sendirian. Ataukah dia tiba-tiba dikunjungi oleh Allah seperti Abraham dan kemudian ditarik keluar dari rumah bapanya. Kalau saudara-saudara bicara mengenai beriman adalah saudara-saudara dan saya berjalan bersama dengan Allah. Iman itu bukan sesuatu yang cuma ditempelkan kepada kita. Oh saya beriman kepada Yesus Kristus. Lalu kemudian saudara-saudara mengatakan, “Buktinya apa?” “Saya aktif pergi ke gereja.” Saya pergi untuk mendengarkan Firman Tuhan setiap minggu. Tidak! Lebih daripada itu. Iman adalah sesuatu yang organik. Iman adalah berjalan bersama dengan Allah. Perjalanan iman adalah perjalanan yang dibuat kita lepas dari apa pun saja dan alone with God agar Tuhan dapat menjalin suatu relasi yang paling intim dengan anak-anak-Nya. Anak-anak-Nya yang dipilih untuk dipredestinasikan, untuk dikasihi Dia sejak dari kekekalan. Ketika saudara menggunakan kata predestinasi, itu adalah ketetapan Allah untuk mengasihi seseorang dari dalam kekekalan. Bukan karena orang ini mencari Allah seperti Abraham. Abraham tidak pernah mencari Allah. Allah mencari Abraham. Allah berfirman kepada Abraham. Predestinasi membuat Allah itu memiliki Abraham. Dan kemudian sekarang Abraham akan dipisahkan perlahan demi perlahan untuk Allah saja. Ketika orang-orang reformed mengatakan dipredestinasikan, adalah untuk dikasihi oleh Dia yang sudah memilih kita sejak dari kekekalan. Ini prinsip yang nyata. Dalam Lukas 9:24, Yesus mengatakan, “Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, dia akan kehilangan nyawanya. Tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.” Perhatikan ayat 25, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?” Apa artinya? Engkau tidak bisa memegang dunia. Lepaskan dunia! Berjalanlah bersama dengan Aku. Tetapi saudara-saudara bukan itu saja, di dalam Lukas 14:25-26 dikatakan, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Saudara-saudara perhatikan dua bagian ini, satu adalah Lukas 9 dan satu lagi Lukas 14. Saudara lihat progress-nya. Lukas 9 adalah berbicara lepaskan dari dunia. Dan Lukas 14 berbicara lepaskan dirimu dari orang-orang yang kau kasihi.

Saudara-saudara, minggu depan saya akan jelaskan kepada saudara-saudara, ini bukan sesuatu hal yang membuat saudara akan menjadi ketakutan. Tetapi ini adalah panggilan mengasihi Allah, berjalan bersama dengan Dia saja. Dan saudara nanti lihat di dalam progress dari perjalanan Abraham dengan Allah. Dia harus menyerahkan anaknya. Sekali lagi alone. Ini tidak mudah bagi kita. Ini menyakitkan bagi kita. Tetapi ini adalah sesuatu tindakan Tuhan yang mengambil kita untuk menjadi milik-Nya sepenuhnya dan kita memiliki Dia sepenuhnya. Itu adalah proses pengudusan. Abraham pergilah engkau dari tanahmu, dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu. Minggu depan kita akan masuk lebih dalam lagi.

TELADAN ABRAHAM (2)
Kejadian 12:1-2

Seorang beriman kepada Allah yang sejati itu apa maksudnya? Kalau Alkitab mengatakan dia adalah orang yang beriman, kalau buku kesaksian mengatakan bahwa dia itu adalah seorang yang beriman kuat, apa yang ada dalam pikiran kita pertama kali? Kita selalu berpikir bahwa orang itu adalah orang yang berkomitmen, orang itu adalah orang yang berani untuk membayar apapun saja untuk Tuhan. Tetapi Alkitab mengatakan titik beratnya bukan itu.

Hal pertama, hal utama yang menjadi titik berat ketika kita berbicara mengenai iman adalah adanya anugerah Allah. Dikatakan orang yang beriman maka orang itu mendapatkan anugerah Allah, mendapatkan Firman Allah, mendapatkan belas kasihan Allah. Ketika kita mendengar bahwa orang itu adalah orang yang beriman, saudara-saudara jangan berpikir mengenai betapa komitmennya orang itu, betapa setianya orang itu, betapa kuatnya orang itu, tetapi sebaliknya, kita harus berpikir betapa besar komitmen Allah kepada orang itu. Betapa besar kasih setia Allah kepada orang itu. Betapa kuat Allah memegang orang itu. Sehingga ketika saudara-saudara melihat perempuan Siro-Fenisia yang mengejar Yesus Kristus untuk meminta pertolongan Yesus Kristus dan orang itu tidak mau pindah, tidak mau keluar, sampai Kristus memberikan berkat dan setelah Kristus memberikan berkat kepada perempuan itu maka Kristus kemudian berbicara kepada para murid-murid-Nya betapa besar imanmu ini lebih besar daripada seluruh orang Israel. Betapa besar imanmu. Perempuan ini tahu bahwa hidup atau matinya tergantung dari kasih karunia Yesus Kristus. Betapa besar komitmen Allah kepada perempuan ini. Betapa besar komitmen Allah kepada Abraham. Abraham adalah orang berdosa. Alkitab mengatakan dia adalah penyembah berhala, tidak ada yang benar dalam hidupnya. Tetapi di dalam anugerah Allah, Allah memilih orang ini. Allah menyukai, menyenangi, mencintai orang ini dan Allah kemudian memproteksi dia.

Ketika berbicara berkenaan dengan beriman kepada Tuhan itu artinya Tuhanlah yang memberikan perlindungan kepada orang tersebut. Itu berarti orang yang beriman ini membuang segala sesuatu yang melindungi dia, tidak mempercayakan dirinya kepada segala sesuatu di dalam dan di luar dirinya selain kepada Kristus Yesus. Saya akan ulangi lagi kalimat ini. Beriman kepada Tuhan artinya dia memberikan dirinya untuk dilindungi oleh Allah semata. Dia tidak memperdulikan, dia membuang segala sesuatu yang melindungi dia, tidak mempercayakan dirinya pada segala sesuatu di dalam dan di luar dirinya selain kepada Kristus Yesus. Bahkan dia tidak mempercayakan dirinya pada kejujurannya. Dia tidak mempercayakan dirinya kepada hati nuraninya yang bersih. Saudara-saudara, power of justification is always free and by faith. Saya akan berikan contoh sederhana. Sering sekali ketika saya berdoa maka saya datang di hadapan Tuhan dan kemudian saya tidak memiliki confident karena saya rasa ada sesuatu hal yang tidak beres dalam hati saya. Atau saya sudah melakukan dosa dan saya tidak memiliki confident. Sebaliknya saya sering sekali datang kepada Tuhan dan kemudian saya memiliki confident dan saya bahkan memiliki confident bahwa Dia mendengarkan doa saya karena saya tidak berbuat dosa satu minggu itu. Dan saya memelihara hati nurani yang murni. Saya bersih. Kelihatannya ini adalah sesuatu yang rohani tetapi itu adalah sesuatu yang menipu. Hati nurani yang murni memang Alkitab itu katakan kita perlu untuk menjaganya. Kesucian itu memang sesuatu yang perlu untuk kita mengejarnya. Tetapi kita datang kepada Allah diterima atau tidak diterima adalah berdasarkan hanya kepada pekerjaan Kristus Yesus yang sudah hidup, yang sudah mati dan yang sudah bangkit. Tidak pernah saya diterima oleh Allah, doa saya dikabulkan oleh Allah berdasarkan tindakan saya. Yang melindungi saya dari kemarahan Allah bukan kalau saya menjadi anak yang baik, tetapi yang melindungi saya dari kemarahan Allah adalah karena Kristus Yesus sudah mati bagi saya. Itu tidak berarti kemudian kita bisa bermain-main dengan dosa. Itu tidak berarti bahwa kita bisa take it for granted untuk segala sesuatu yang sudah Tuhan kerjakan. Itu tidak berarti bahwa kemudian saya bisa membuka video porno dan menonton sesukanya. Dan kemudian saya datang kepada Tuhan dan kemudian saya mengatakan dengan enteng bahwa Anak-Mu sudah mati bagiku, tidak seperti itu. Itu adalah penghinaan kepada anugerah Allah. Tetapi itu berarti bahwa saya datang kepada Allah, saya membuang segala sesuatu yang bisa melindungi saya seakan-akan, hati nurani saya. Saya tidak bisa bicara kepada Tuhan, Tuhan Engkau jangan marah kepadaku, Engkau lihat hati nuraniku bersih. Oh Engkau jangan marah kepadaku Tuhan karena Engkau lihat satu minggu ini saya tidak melakukan dosa, segala sesuatu itu melindungi saya dari mata Allah yang suci? Dari segala sesuatu itu saya berikan kepada Allah sebagai jasa saya? Power of justification is free. Itu adalah sesuatu anugerah yang kita terima di dalam iman. Maka ketika kita mengerti ini kita membuang segala sesuatu yang melindungi kita, tidak mempercayakan diri pada segala sesuatu di luar dan di dalam hati kita, selain kepada Pribadi Yesus Kristus.

Hal yang kedua, minggu yang lalu kita sudah bicara berkenaan dengan Abraham adalah bapak orang beriman. Abraham adalah orang beriman. Apa artinya atau apa elemen dasar dari iman yang kedua? Orang yang mendapatkan belas kasihan itu yang pertama tadi. Dan orang yang mendapatkan belas kasihan Allah itu akan dipanggil keluar oleh Allah. Dipanggil keluar oleh Allah untuk berjalan bersama dengan Allah. Dan di dalam perjalanannya orang ini akan disendirikan. Orang ini akan dibuat sendiri. Firman Tuhan yang membuat Abraham itu beriman adalah pergi, pergi dari negerimu, dari sanak saudaramu dan juga dari seisi rumah tanggamu. Firman Allah kepada Abraham bukan seperti ini: Aku mengasihi engkau, Abraham. Kamu tinggal di sini saja. Aku akan mengunjungi engkau setiap hari. Tidak. Sama sekali tidak. Firman-Nya adalah: pergi Abraham. Pergi itu artinya adalah pemisahan, itu adalah calling, panggilan untuk memisahkan diri. Panggilan yang saudara-saudara akan tahu sepanjang hidup Abraham nanti adalah panggilan yang makin hari makin dibuat sendiri. Bukan menjadi sebatang kara lalu kemudian tidak lagi punya istri, tidak lagi punya suami atau tidak ada anak-anak, bukan seperti itu. Tetapi itu adalah panggilan dibuat jiwanya yang paling dasar memiliki Allah dan dimiliki oleh Allah semata.

BACA JUGA: KEJADIAN 12:6-20 (TINDAKAN ABRAHAM DALAM KESUKARAN)

Hal yang terintim di dalam isi hatinya terdalam adalah Kristus Yesus saja. Alkitab dengan jelas menyatakan Allah membuat sendiri anak-anak yang dipilih untuk beriman. Tuhan akan memakai apapun saja, Dia akan memakai kesalahan-kesalahan orang itu. Musa dibuat sendiri karena kesalahannya mematikan seorang Mesir. Yakub dibuat sendiri karena dia adalah seorang penipu. Tuhan akan memakai apa saja, kesalahan orang itu, atau orang jahat yang membuatnya sendiri, Yusuf itu dijahati oleh saudara-saudaranya dan akhirnya sendiri. Daniel; Nebukadnezar menyerang kotanya akhirnya ditarik sendiri. Tuhan juga memanggil dengan panggilan seperti ini, panggilan kepada Abraham dan akhirnya sendiri. Panggilan kepada Yehezkiel akhirnya sendiri. Panggilan kepada Yeremia dan Yeremia akhirnya sendiri. Kadang di dalam kasus yang sangat jarang terjadi seperti Ayub, literally dibuat sendiri. Seluruh anaknya, mantunya, siapapun saja mati. Dan kemudian istrinya itu membuang dia. Saudara-saudara, Tuhan akan memakai, Tuhan bisa memakai apapun saja. Kalau saudara mengatakan aku beriman dan iman itu adalah iman yang hidup di dalam Kristus Yesus, maka itu adalah sesuatu iman yang bukan statis tetapi iman yang berjalan bersama dengan Allah. Dan ketika Dia berjalan maka Tuhan akan memisahkan kita.

Lukas 9, Yesus Kristus mengatakan apa gunanya memperoleh seisi dunia tetapi engkau membinasakan dirimu? Itu adalah panggilan Kristus, kita keluar meninggalkan dunia. Saudara-saudara ada di dalam dunia tetapi hati kita tidak ada di dalam dunia itu. Tetapi ketika saudara-saudara melihat Lukas 9 lalu kemudian Lukas 14 maka Yesus lebih dalam lagi mengatakan jika seorang datang kepadaku tidak membenci ayahnya, ibunya, suaminya, istrinya, anaknya laki-laki perempuan, dia tidak layak untuk menjadi pengikut-Ku. Ini adalah panggilan menyendiri. Bukan berarti saudara keluar dari rumah tangga saudara. Tidak berarti saudara juga membenci semua orang. Makin bertengkar rumah tangganya itu berarti makin menjadi pengikut Kristus, tidak seperti itu. Tetapi ini berbicara berkenaan dengan saudara dan saya memiliki satu hati yang makin lama makin intim dengan Yesus Kristus dan keintimannya melebihi daripada orang yang kita sayang sekalipun. C.S.Lewis sekali lagi menyatakan, kalau saudara dan saya makin mengasihi Kristus, maka saudara dan saya akan mengasihi orang-orang yang kita kasihi lebih daripada sebelumnya. Oh C.S.Lewis brilian sekali. Itu satu kunci yang luar biasa bagaimana membuat anak saudara makin mengasihi saudara. Ini bukan sesuatu permintaan yang egois. Kita pasti ingin dicintai bukan? Kita juga ingin mencintai. Masa ada papa atau mama yang mengatakan bagaimana caranya supaya anak saya benci saya? Tidak ada. Bagaimana caranya supaya anak kita makin mencintai kita? Alkitab memberikan jalannya, maka buatlah dia makin mencintai Kristus. Kalau dia makin mencintai Kristus, dia akan mencintai engkau lebih daripada sebelumnya. Tetapi kalau saudara-saudara pakai cara dunia, saudara menguasai dominan kepada anak saudara, saudara menggunakan cara-cara dunia ini untuk memikat hati anak saudara untuk mencintai saudara, saudara akan tahu itu tidak akan terjadi. Itu tidak akan terjadi anak itu makin mencintai saudara, anak itu makin kurang ajar sama kita iya. Yesus Kristus melepaskan segala sesuatu yang ada dalam diri murid-murid-Nya, pertama-tamanya Lukas 9 adalah dunia, dan Lukas 14 adalah seisi rumah tangganya. Dan di dalam case Abraham, pemisahan terhadap tanahnya, negerinya dan seisi rumahnya, suatu hari dia akan berjalan lagi dan dia akan terpisah dari istri dan anaknya. Ketika Tuhan mengatakan berikan anakmu yang tunggal itu, Ishak, dan persembahkan kepada-Ku di gunung Moria itu, maka saudara-saudara bisa tahu kira-kira apa yang ada pada diri Abraham? Dia biasanya bicara sama Sara. Apa saja isi hatinya dia bicara sama Sara. Saudara pikir ini dia berani bicara sama Sara? Hei Sara, besok aku mau bawa Ishak mau saya sembelih ke sana. Menurut saudara Abraham berani bicara sama Sara? Sebelum itu terjadi, Sara yang akan tusuk Abraham dulu. Sara akan bilang, enak aja lu, siapa yang melahirkan? Maka tidak mungkin itu. Dia harus diam. Saudara-saudara, bapak orang beriman ini sulitnya luar biasa. Orang-orang yang beriman, salah satu tandanya adalah di dalam hal-hal penting, dia diam, hal-hal yang sulit untuk dimengerti, dia diam. Maria, ketika Yesus mengatakan Aku harus ada di rumah Bapa-Ku, kenapa engkau harus mencari Aku? Alkitab mengatakan Maria diam dan dia menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya. Dia mempercayakan semuanya kepada Tuhan, Dia akan menjelaskan segala sesuatunya pada waktunya. Abraham persembahkan anakmu yang tunggal itu, Ishak, maka dia harus terpisah dari istrinya. Dia pergi sendiri sama Ishak suatu saat nanti dia harus terpisah dengan Ishak. Saya tidak akan mengekposisi sekarang, kalau Tuhan pimpin dalam dua minggu lagi saya akan bicara akan hal ini. Tetapi sekali lagi ini adalah ciri perjalanan iman, disendirikan untuk apa? Tuhan senang kalau kita sendirian? Oh ini bukan panggilan untuk mengasihani diri saudara, dia disendirikan secara spiritual untuk dia boleh mengasihi Allah saja di dalam dasar hati terdalamnya. Sehingga dia bisa mengatakan You are my portion Lord, You are my cup. Engkau adalah bagian yang diundikan kepadaku. Itu adalah kalimat yang diucapkan oleh Daud. Daud memiliki istri, anak, ketenaran, tanah yang luas, sahabat-sahabat, militer-militer yang sangat setia kepada dia. Dia memiliki segala sesuatu tetapi di dalam isi hati yang terdalamnya, dia memiliki Allah saja dan dia menyukai keintiman bersama Allah itu. Satu hati yang memiliki Allah dan dimiliki oleh Allah saja dan itu adalah pembentukan hati Allah kepada para hamba-hamba-Nya.

Kalau saudara-saudara melihat buku-buku biografi, apa artinya orang itu beriman? Ya dia punya keluarga, punya anak-anak, anak-anaknya itu takut akan Tuhan, tetapi di dalam isi hati yang terdalam dari orang tersebut adalah seorang yang menghormati Allah saja. Isi hatinya yang paling terdalam itu adalah Allah saja sehingga anak-anak-nya itu menghormati dia bukan karena dia punya uang, bukan karena dia pandai tetapi karena anak-anaknya tahu papaku itu orang yang takut akan Allah, papaku adalah orang yang berlindung kepada Allah. Hari ini adalah hari papa, saya tantang pada saudara-saudara mari kita berlutut bersama-sama. Semua laki-laki, kita harus menetapkan hati kita untuk takut kepada Tuhan, kita menetapkan hati untuk Tuhan. Kenapa kita tidak memiliki hati hanya untuk Tuhan? Kenapa ketika bicara untuk mencintai Tuhan, pekerjaan-Nya, gereja, selalu yang bicara perempuan? Kenapa ketika bicara mengenai iman itu bukan laki-laki? Kenapa imam di dalam keluarga bukan laki-laki lagi? Kenapa yang lebih rohani itu adalah istri kita dan bukan kita? Alkitab mengatakan Allah memanggil orang-orang itu menjadi pemimpin-pemimpin di dalam iman dan sebagian besar, almost all, adalah laki-laki.

Hal yang kedua, ketika proses pemisahan itu terjadi memang itu sesuatu yang menyakitkan, tetapi di dalam cinta Tuhan untuk dimiliki oleh Dia sepenuhnya dan sering sejalan dengan hal itu, Dia membebaskan kita dari seluruh ilah yang ada di dalam hati kita. Kita seringkali dipisahkan dan ketika kita dipisahkan ternyata ketika kita berjalan menjauhi daripada apa yang dipisahkan itu, kita mulai menyadari bahwa sebenarnya itu adalah ilah kita. Ada pernah seorang menerjemahkan ayat di Alkitab bahwa sebenarnya platform atau cara kerja Allah di dalam sejarah adalah Dia selalu akan membuat setiap pribadi itu menggenapi perintah pertama jangan ada padaku Allah lain. Manusia itu sudah jatuh di dalam dosa dan John Calvin menyatakan bahwa hati kita itu adalah pabrik dari ilah. Saya akan jelaskan saudara-saudara. Alkitab mengatakan hati kita licik, apa saja bisa jadi ilah. Tadinya belum punya pacar lalu kemudian sudah punya pacar, lalu kemudian pacarnya itu bisa jadi ilah. Dia tiba-tiba bisa taat pada pacarnya itu tidak perlu pergi ke gereja, tidak usah pergi ke sana, kita pergi aja ke beach aja. Tadinya miskin lalu kemudian berhasil lalu kemudian kesuksesan itu, uang itu, jadi ilah. Saudara-saudara pasti punya pengalaman seperti ini, kita itu unik saudara-saudara. Kalau kita di Indonesia gaji satu juta bisa hidup, sepuluh juta belum tentu bisa hidup aneh ya saudara-saudara. Wah saya masih ingat, dulu gaji saya sangat rendah tahun berapa itu, 500 ribu bisa hidup, bahagia loh, senang, menikmati, makan tempe aja senang, rasanya berkat dari Tuhan, tidak pernah kelaparan. Lalu kemudian naik-naik jutaan sampai pajaknya itu bisa membayari orang, tetapi sering rasa kurang ya. Tadinya miskin, eh berhasil lalu uang jadi ilah. Tadinya jelas dipanggil Tuhan ke Aussie misalnya, lalu kemudian bertahun-tahun tinggal di sini enak ya, dipanggil Tuhan pulang apa mau? Wah ini bisa jadi ilah, tidak mudah bukan? Saudara, doakan untuk kami, untuk semua, kalau Tuhan panggil untuk kami pulang ke Indonesia atau ke manapun saja, ke Afrika, biar kami taat. Maka jagailah hatiku dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan. Tadinya belum punya anak dikasih anak jadi ilah, anaknya pusing sedikit tidak ke gereja. Kenapa kok tidak ke gereja? Kemarin anakku gatal-gatal. Saudara, mana ada sih tidak ada bakteri di dunia ini? Saudara pakai alasan apapun saja untuk tidak menghormat hari Sabat, ilahmu itu apa? Ketergantungan, proteksi, rasa aman, kesukaan, harapan, makna, kepuasan yang kita dapatkan di dunia ini tetapi selain daripada Yesus Kristus itu ilah sehingga kita bisa tidak mau lepas dari dia, kita mempercayai ilah kita, kita menaati ilah kita, kita mengasihi ilah kita. Sehingga jika Tuhan kemudian dealing dengan kita akan hal-hal seperti ini, kita langsung marah. Saya baru sadar beberapa tahun yang lalu ketika saya punya anak. Orang menghina saya, orang menyinggung saya, saya tidak tersinggung, tetapi kalau orang menyinggung anak saya, wah saya sakit hati, kenapa ya? Kita makan nasi sama garam masih kuat, saudara lihat anak saudara makan nasi sama garam, saudara nangis. Tadinya tidak punya anak, lalu dikasih sama Tuhan anak, tadinya tidak punya uang, lalu kemudian dapat uang dari Tuhan, tadinya tempatnya itu kumuh, sekarang tempatnya itu nyaman, lalu semuanya bisa menjadi sesuatu yang kita pertahankan sampai mati dan jikalau ada yang mau untuk yang merebutnya mengganggunya kita akan fight.

Abraham keluar engkau dari tempatmu, Abraham keluar engkau dari sanak saudaramu, Abraham keluar engkau dari seluruh keluargamu, oh tempat yang enak seluruh family-nya sangat hangat semuanya mencintai dia, dia sekarang mesti keluar, kemana Tuhan? Aku sudah enak di sini, ke mana Tuhan? Ke tempat yang Aku tunjukkan kepadamu, Tuhan tidak bicara sama sekali. Tuhan melepaskan seluruhnya membuatnya dia benar-benar sendiri dan dia jalan dan saudara-saudara perhatikan orang yang beriman akan makin lama diproses oleh Tuhan dan prinsip prosesnya adalah makin lama dia akan berjalan bersama dengan Tuhan saja. Dia tidak memiliki apapun saja selain memiliki Tuhan yang ada di depan hanya memiliki Tuhan yang ada di depan. Suatu hari suami istri dengan satu anak yang masih kecil, dia pergi dari kotanya untuk mengunjungi neneknya dengan mobil yang ribuan kilometer jauhnya sehingga akan membutuhkan empat atau lima hari perjalanan. Kemudian ketika hari masih gelap, anak itu bersama papa mamanya berangkat. Mamanya itu menoleh ke belakang, kamu tidur saja, masih pagi. Lalu kemudian dia tidur sebentar tetapi dia kemudian bangun. Mamanya melihat dari kaca, kenapa bangun? Muka anaknya itu sangat kuatir lalu kemudian dia mengatakan nanti kita makan di mana? Kemudian papanya bilang nanti kita kalau sampai waktunya jam makan kita cari tempat makannya di mana, lalu kemudian mamanya bilang, ayo tidur. Anak itu mulai tidur sebentar terus kemudian dia bangun lagi mukanya sangat worry lalu kemudian dia katakan, nanti kalau kita di tengah-tengah gurun, masa ada tempat makan? Lalu kemudian papanya bilang ya kita akan perkirakan nanti sebelum masuk ke gurun kita makan dulu, lalu kemudian dia kemudian tidur lagi. Lalu kemudian bangun lagi dengan muka yang sangat kuatir nanti kalau bensinnya habis bagaimana? Oh nanti kita akan isi bensin dan papa akan perkirakan semua ini supaya kita tidak kehabisan bensin, lalu kemudian anak itu mulai tidur sebentar. Lalu kemudian bangun lagi dengan muka yang sangat kuatir lalu kemudian mamanya tanya kenapa? Kalau nanti bannya kempes bagaimana? Siapa yang tolong kita lalu kemudian papanya menjelaskan dia punya ban cadangan dan sebagainya. Lalu kemudian mamanya bilang, sudah kamu tidur, lalu kemudian anak itu pikir sebentar, lalu tiba-tiba dia senyum dan kemudian dia tidur. Ketika bangun tidur lalu kemudian mamanya tanya kamu kemarin sangat kuatir, kuatir tentang begitu banyak hal tetapi terakhir mama lihat engkau tersenyum sebelum tidur, engkau tidak lagi kuatir kenapa? Dia senyum, aku kuatir tadinya tetapi aku jadi tidak kuatir karena aku baru sadar aku pergi sama papa mama, aku baru sadar bahwa aku pergi bersama papa mama.

Perjalanan hidup ini menguatirkan dan kita berjalan itu apa yang kita hadapi di depan kita tidak tahu tetapi Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa keamanan yang terdalam di dalam hati kita bukan karena seluruh hidup ini itu sudah ada jaminannya tetapi hal teraman di dalam hidup kita adalah satu, bahwa kita itu pergi bersama dengan Allah, berjalan, dan sejauh Dia berjalan bersama dengan kita, maka Dia akan take care seluruh hidup kita, itu iman, iman itu berjalan bersama dengan Allah.

Kiranya Tuhan boleh dipermuliakan, kiranya gereja ini makin lama makin bergantung kepada Dia. Buang seluruh proteksi, perlindungan apapun saja di dalam, di luar diri dan letakkan seluruh pengharapan kita hanya kepada Yesus Kristus saja, kiranya Tuhan boleh dipermuliakan.

TELADAN ABRAHAM (3).
Kejadian 22:14
Kita akan meneruskan tokoh Abraham. Dalam beberapa minggu ini saya akan mengkhotbahkan elemen-elemen dasar dari iman khususnya dari tokoh Abraham. Ketika kita mengatakan beriman kepada Allah, apakah sungguh-sungguh itu adalah iman yang sejati? Biarlah kita tidak menipu diri sendiri dan tidak tertipu oleh pikiran kita yang berdosa. Kita merasa beriman, belum tentu kita beriman sejati. Kita mengatakan beriman kepada Yesus Kristus, belum tentu adalah sesuatu yang benar di hadapan Allah.

Selain Yesus Kristus maka Abraham adalah orang yang paling penting di dalam Alkitab. Semua nabi ketika berdoa kepada Allah, mengatakan, “Oh Tuhan, Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub.” Paulus pun secara panjang lebar di dalam suratnya berbicara mengenai iman dan mengambil Abraham menjadi contoh yang paling panjang. Alkitab dengan jelas menyatakan, iman seperti Abraham sajalah yang mendapatkan keselamatan atau karya Allah di dalam diri seseorang yang seperti Abraham sajalah yang merupakan karya keselamatan. Saya sudah berbicara berkenaan dua hal dari elemen-elemen iman, dan nanti saya akan lanjutkan.

Elemen pertama, yaitu intervensi anugerah Allah di dalam diri seseorang. Tanpa Allah membukakan diri-Nya, orang mengatakan, “Aku beriman,” imannya pasti palsu. Seluruh manusia di dunia mengatakan, “Aku beriman.” Tetapi Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa kita semua sudah jatuh di dalam dosa. Kita tidak mungkin menentukan bagi diri kita sendiri Allah yang sejati itu yang mana. Kalau kita bisa mengatakan, “Itu adalah Yesus Kristus,” sangat mungkin adalah karena ikut-ikutan orang tua atau teman. Kecuali Tuhan membukakan diri-Nya kepada orang tersebut, maka dia memiliki pengenalan pribadi dengan Allah yang hidup, yang sejati, dan memiliki iman yang benar. Tidak ada dar kita, manusia yang berdosa ini, bisa beriman dengan tepat kepada Allah yang tepat. Demikian juga Abraham. Apakah Abraham sebelumnya mengenal Allah yang sejati? Tidak. Apakah Abraham dulu mencari Allah? Tidak. Allah terlebih dahulu bertindak mendekati Abraham dan menyatakan diri-Nya kepada Abraham. Elemen pertama dari iman yang sejati adalah Allah yang sejati membukakan diri-Nya di dalam anugerah kepada orang itu. Itulah sebabnya tidak mungkin kita bisa diselamatkan tanpa anugerah. Jikalau kita menerima keselamatan yang sejati, dalam hati nurani yang terdalam saudara tahu bahwa itu adalah anugerah yang besar.

Elemen kedua, iman adalah suatu perjalanan. Iman bukan sesuatu yang statis, tetapi suatu perjalanan bersama dengan Allah. Ini adalah perjalanan untuk dipisahkan. Makin lama makin sendiri secara rohani. Abraham, keluar dari negerimu, keluar dari sanak saudaramu, keluar daripada rumah bapamu. Ini bukan dikucilkan, dibuat sebatang kara. Tetapi disendirikan. Di dalam hatinya hanya mengasihi Tuhan semata. Perjalanan iman adalah perjalanan secara eksklusif makin lama hatinya makin dimiliki oleh Allah saja. Iman adalah suatu perjalanan mengasihi Allah lebih dalam lagi. Melihat Allah segala-galanya, seperti kalimat Daud. Daud memiliki segalanya, kekuatan, kemenangan, nama besar, keluarga, kerajaan, uang, ketenaran, tetapi dia bisa mengatakan, “God, You are my portion, You are my cup. Engkau adalah bagian dan warisanku. Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.” Saudara-saudara lihat bagaimana hatinya itu disendirikan, untuk melihat Allah itu segala-galanya. Apakah engkau mengatakan dirimu orang yang beriman? Mudah mengatakan, “Aku beriman kepada Yesus Kristus, kepada Allah Tritunggal.” Kita harus menguji hati. Apakah iman kita adalah iman yang sejati? Iman yang sejati adalah iman yang hidup, iman yang berjalan. Berjalan menuju ke mana? Suatu perjalanan hidup di mana hati kita sepenuhnya makin lama makin mengasihi Allah. Banyak orang-orang di dalam kekristenan mengatakan, “Aku percaya kepada Yesus Kristus.” Tetapi hatinya bertahun-tahun tidak pernah ada perjalanan makin mengasihi Allah. Imannya statis, mati. Orang-orang seperti itu bukan memiliki iman seperti Abraham. Ujilah diri kita. Berapa tahun saudara berada di dalam gereja, menjadi Kristen? Apakah iman kita seperti Abraham, Ishak dan Yakub? Iman yang bergerak, bertumbuh? Apakah makin hari makin sadar bahwa kita hanya memiliki Allah saja, satu-satunya yang bisa kita harapkan dan inginkan? Iman adalah suatu perjalanan di dalam hidup untuk memiliki Allah dan dimiliki oleh Allah seutuhnya.

Elemen ketiga adalah iman yang mengalami pengenalan akan Allah yang sejati. Iman yang sejati itu objek imannya harus tepat, presisi, precise, yaitu Allah yang sejati bukan Allah yang palsu. Semua orang dapat mengatakan, “Saya mempercayai Allah. Saya beriman kepada Yesus Kristus.” Tetapi apakah Allah yang kita percayai adalah Allah yang benar? Apakah Yesus yang kita imani adalah Yesus yang sejati? Dari mana kita tahu bahwa Allah yang kita imani adalah Allah yang sejati atau Yesus yang sejati? Adalah tergantung daripada kita mengimani Allah, mengimani Yesus seperti yang Alkitab katakan.

Di dalam Alkitab ada dua peristiwa terkenal di mana orang berpikir bahwa dia beriman kepada Allah yang sejati padahal tidak. Yang pertama Kisah Para Rasul 9:1-5, “Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem. Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: “Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?” Jawab Saulus: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Kata-Nya: “Akulah Yesus yang kauaniaya itu.”

Bukankah ini sesuatu yang ironis? Paulus (Saulus pada waktu itu), adalah orang yang murni sekali melayani Tuhan. Orang yang berani bertindak membela nama Tuhan. Seluruh yang dia lakukan bukan berdasarkan sesuatu yang evil pada dirinya, tetapi dia berpikir bahwa dia sedang membela dan melayani Tuhan sungguh-sungguh. Tetapi ketika sedang menuju ke Damsyik dengan kemarahan yang besar mau menghabisi umat Tuhan, tiba-tiba cahaya terang lebih terang daripada cahaya matahari sampai di depan dia. Kemudian dia terpelanting ke belakang, jatuh dari kuda. Kemudian ada suara, “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” Baru dia sadar, ini adalah Ilahi, ini adalah Tuhan. Lalu dia mengucapkan satu kalimat yang seharusnya dia pertanyakan sebelum dia belajar agama. Siapakah Engkau Tuhan? Dia telah belajar agama bertahun-tahun di bawah pemimpin Gamaliel. Dia mempelajari kitab suci, sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan, berpuasa, mengekang dirinya untuk boleh hidup saleh di hadapan Allah. Dia beriman kepada Tuhan, bukan? Tetapi ayat Alkitab ini meruntuhkan semuanya. Dia tidak beriman kepada Allah yang sejati, meskipun dia berjuang, melayani sungguh-sungguh, hatinya murni. Kemurnian hati, kesalehan, berjuang bagi Allah, penting tapi tidak cukup. Itu semua adalah hasil, bukan awal. Awalnya adalah harus mengenal Allah yang benar. Tetapi kita tidak mungkin mengenal Allah yang benar sampai Dia berkasih karunia menyatakan diri-Nya kepada kita. Kalau begitu, sejak dari pertama Paulus mendedikasikan hidupnya untuk siapa? Apakah dia dipakai oleh Allah? Tidak. Dia dipakai oleh setan untuk melawan Allah. Banyak orang berpikir seperti ini. Berpikir bahwa Allah yang dia sembah, layani adalah Allah yang sejati. Padahal tidak. Itu adalah Allah yang palsu, Allah hasil proyeksi pikirannya sendiri. Sekali lagi, tanpa anugerah tidak mungkin orang mengenal Allah yang sejati.

Case kedua adalah Yohanes 8:37-44, “Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena Firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu. Jawab mereka kepada-Nya: “Bapa kami ialah Abraham.” Kata Yesus kepada mereka: “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.” Jawab mereka: “Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah. Kata Yesus kepada mereka: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku. Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku. Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” Ini adalah satu kalimat Yesus Kristus yang sangat tajam kepada orang-orang Yahudi, salah satu kalimat di mana Yesus harus mati. Kalimat ini membukakan mata kita begitu sangat jelas. Orang Yahudi seluruhnya sungguh-sungguh menyembah Allah. Mereka memiliki ritual-ritualnya sendiri. Tetapi Yesus mengatakan, “Engkau tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Abraham.” Itu artinya engkau tidak memiliki iman persis seperti iman Abraham. “Bapa kami satu, Abraham. Kami menyembah Allah.” Yesus mengatakan, “Tidak. Engkau menyembah setan. Bapamu adalah setan.” Jadi setiap kali mereka menyembah, menyembah setan. Dalam pikirannya menyembah Allah. Ini sulitnya luar biasa. Tetapi ayat-ayat seperti ini menjelaskan kepada kita, iman yang sejati adalah iman yang mengalami pengenalan akan Allah yang benar. Objek imannya harus tepat, harus precise yaitu Allah yang sesungguhnya.

Di luar Allah yang disembah Abraham, Ishak dan Yakub, di dalam Yesus Kristus, tidak ada Allah yang sejati. Di luar Allah Tritunggal tidak ada keselamatan. Maka di sini jelas ada orang yang berpikir aku beriman kepada Allah tetapi iman itu bukan kepada Allah yang sejati. Iman itu adalah iman setan yang “mengaku Allah”. Ini adalah perikop-perikop yang sulit, tetapi realita. Bagaimana orang bisa tahu kalau dia salah? Bagaimana orang Yahudi bisa tahu kalau dia itu beriman kepada satu pribadi yang salah yang dia kira Allah padahal setan? Bagaimana Paulus bisa tahu bahwa imannya selama ini adalah iman yang salah? Titik referensinya adalah Yesus Kristus sendiri. Jikalau tidak mempercayai Yesus Kristus, bahkan menganiaya Yesus Kristus. Melawan kalimat-kalimat Yesus Kristus, bahkan tidak mengerti bahasa daripada Yesus Kristus. Tidak dapat menangkap Firman-Nya, demikian kata Alkitab, maka dia adalah beriman kepada Allah yang palsu. Dalam aplikasinya, satu hal yang penting secara rohani adalah kita harus bertumbuh di dalam mengenal Firman, mengenal Alkitab. Jikalau kita tidak bertumbuh mengenal Alkitab dan membaca Firman, kita dengan mudah sekali memakai kata Allah atau nama Yesus dan berkata bahwa kita beriman kepada Yesus tetapi sebenarnya adalah Yesus yang lain yang tidak dinyatakan dalam Alkitab. Pikiran kita mudah sekali melantur. Kita mudah sekali bergeser dari pada Allah yang sejati. Ketika saudara mengatakan sudah menjadi orang Kristen, sudah lahir baru tetapi tidak terus menerus Firman, maka kita sangat mungkin menciptakan Allah sendiri, membuat Yesus Kristus karya pikiran kita sendiri. Itulah sebabnya perlu untuk membaca Firman, karena kita akan menyadari ada satu pribadi yang sebenarnya kita tidak pernah kenal sebelumnya. Cara Dia memutuskan, cara pikiran-Nya, asing dari hidup kita.

Ketika kita menyatakan bahwa Dia memberkati kita, sungguh-sungguh bacalah Alkitab, saudara akan menemukan bahwa Dia memang sungguh-sungguh memberkati kita tetapi pengertian berkat-Nya itu berbeda. Karismatik sudah masuk ke dalam jebakan seperti ini dan kalau saudara tidak membaca dan mentaati Alkitab, saudara juga akan masuk ke dalam jebakan seperti ini. Kalau saudara hanya suka permukaan luar Alkitab saja, saudara akan menciptakan Allah sendiri, menciptakan Yesus sendiri dan mengatakan saya sedang melayani Yesus, Yesus hasil ciptaan pikiran kita sendiri. Iman yang sejati objek imannya itu harus tepat, benar, precise yaitu Allah yang sesungguhnya, Yesus yang sejati yang dinyatakan, disaksikan di dalam Alkitab.

Iman Abraham adalah iman yang berjalan di dalam pengenalan Allah yang sejati dan benar. Kejadian 22:2, “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria, persembahkan dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Dikatakan dengan jelas bahwa Allah meminta Abraham mempersembahkan anaknya yang tunggal, Ishak, sebagai korban bakaran. Ketika bicara mengenai persembahan maka tiga hal ini harus tepat: korbannya harus tepat, waktunya harus tepat, dan tempatnya harus tepat. Banyak orang ingin melayani Tuhan tetapi sebenarnya bukan yang Tuhan minta. Kita musti hati-hati jangan menipu diri kita sendiri. Tuhan dengan jelas menyatakan apa yang Dia minta dan itulah artinya persembahan, korbannya harus tepat yaitu Ishak, anakmu yang tunggal itu. Kedua, waktunya harus tepat, esok harinya dia pergi. Ketiga, tempatnya harus tepat di atas gunung Moria.

Ini adalah sesuatu yang sulit. Abraham pasti sangat ngeri melakukannya, pasti dengan air mata, tetapi Alkitab mengatakan dia menaati tanpa bantahan dari mulutnya. Kenapa? Timothy Keller menjelaskan, mengambil dari buku Jon Levenson, seorang ahli Yahudi yang menyelidiki hal-hal pada waktu ancient near east. Dia menyatakan budaya ancient near east tidak sama dengan budaya barat. Budaya barat bersifat individualistis tetapi budaya kuno bersifat perwakilan dan kekeluargaan. Setiap orang di dalam keluarga mereka bertindak untuk mengusahakan kesejahteraan dan nama seluruh keluarga itu. Budaya barat sangat individualistis, seorang anak berumur 18 tahun ke atas, sudah memiliki relasi yang sangat kecil dengan orangtuanya. Tetapi dalam budaya kuno ini tidak terjadi. Setiap orang di dalam keluarga bertindak untuk mengusahakan kesejahteraan seluruh keluarga. Seluruh harapan dan mimpi dari keluarga terletak pada anak laki-laki yang sulung khususnya. Sehingga ketika anak yang laki-laki sulung itu berhasil atau gagal, akan membuat satu keluarga itu berhasil atau gagal. Jon Levenson menyatakan panggilan untuk menyerahkan anak laki-laki sulung sama seperti meminta seorang ahli bedah menyerahkan kedua tangannya atau seorang pelukis menyerahkan kedua matanya, langsung collapse. Segala sesuatu yang sifatnya masa depan ada pada anak sulung itu dan apa yang terjadi kepada anak sulung akan terjadi kepada seluruh keluarga. Anak sulung adalah representative seluruh keluarga, itulah sebabnya ketika Allah memberikan tulah kepada Mesir, tulah yang tertinggi adalah anak sulungnya mati dan itu membuat langsung Firaun collapse. Ketika melihat Alkitab saudara akan menemukan teori anak sulung ini. Alkitab menyatakan berkali-kali bahwa Israel harus mempersembahkan anak sulungnya dan jikalau mau untuk hal itu tidak terjadi, anak sulung tersebut harus ditebus.

Berkenaan dengan anak sulung ada sisi positifnya dan sisi negatifnya. Persembahkan anak sulungmu kepada Tuhan, secara positif Allah akan memakai anak itu atau keluarga tersebut, tetapi sisi negatifnya adalah anak sulung ini harus dimatikan karena dia adalah representative wakil seluruh keluarganya dan seluruh keluarganya sudah berdosa. Keluaran 22:29, “Janganlah lalai mempersembahkan hasil gandummu dan hasil anggurmu. Yang sulung dari anak-anakmu laki-laki haruslah kau persembahkan kepada-Ku.” Keluaran 34:20, “Tetapi anak yang lahir terdahulu dari keledai haruslah kautebus dengan seekor domba; jika tidak kautebus, haruslah kau patahkan batang lehernya. Setiap yang sulung dari antara anak-anakmu haruslah kau tebus, dan janganlah orang menghadap ke hadirat-Ku dengan tangan hampa.” Ada satu aspek negatif, anak sulung harus dipersembahkan kepada Allah bukan karena untuk dipakai oleh Allah, tetapi dipersembahkan karena itu adalah tanda seluruh keluarganya sudah berdosa kepada Allah sehingga anak sulung harus dimatikan. Supaya anak sulung tidak dimatikan maka harus ditebus. Bilangan 3:40-42, “Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Catatlah semua anak sulung laki-laki Israel yang berumur satu bulan ke atas, lalu hitunglah jumlah mereka, dan ambillah orang-orang Lewi bagi-Ku. Akulah TUHAN sebagai ganti semua anak sulung yang ada pada orang Israel, juga hewan orang Lewi ganti semua anak sulung di antara hewan orang Israel. Maka Musa mencatat semua anak sulung yang ada pada orang Israel, seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya.”

Kembali kepada Kejadian 22, anak sulung menjadi wakil keluarga untuk dimatikan dan semua upacara ini point-nya adalah satu, Tuhan mau mengingatkan bahwa setiap keluarga berhutang dan berdosa kepada Tuhan. Abraham mengerti Ishak diminta oleh Allah, itulah sebabnya dia tidak berbantah dengan mulutnya. Ketika Abraham mempersembahkan Ishak, dia pasti takut dan berair mata. Abraham tidak berbantah, tidak mempertanyakan hal ini karena prinsip ini jelas di dalam Alkitab, Ishak menjadi wakil keluarganya yang berdosa. Abraham menyadari bahwa Allah itu kudus dan dosa kami mengakibatkan Ishak diambil. Dia membawa Ishak, membawa menaiki gunung Moria, dengan hati yang hancur, air mata, langkah enggan, tetapi Abraham melakukannya bukan dengan blind faith. Dia mengenal Allah yang kudus dan dosa membuat Ishak diambil. Yang menjadi masalah adalah Abraham tetap tidak mengerti bagaimana Allah yang kudus itu tetap dapat menjalankan kasih karunia kepadanya sesuai dengan janji keselamatan-Nya. Allah di masa lalu sudah berjanji kepada Abraham. Allah itu kudus, aku harus membayar hutang kepada Allah. Ishak akan diambil aku tidak bertanya karena kesucian-Nya menuntut korban. Apa yang mendorong Abraham menaiki gunung itu pasti ada ketaatan, tetapi pasti ada pengharapan karena dia bersandar kepada janji Allah yang sudah Allah nyatakan kepada dia tentang keselamatan. Ada satu kalimat yang mengindikasikan pengharapan Abraham, Kejadian 22:5, “Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: “Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.” Perhatikan, dia tidak mengatakan “aku akan kembali” tetapi “kami akan kembali.” Abraham tidak tahu bagaimana Dia melakukannya, bagaimana Allah akan menggabungkan kekudusan dan cinta-Nya, bagaimana Dia menggabungkan keadilan-Nya dan kasih karunia-Nya. Menggabungkan keduanya pada titik yang sama di saat yang sama dia tidak tahu, dia tidak bisa menjelaskan. Sampai kemudian Abraham ada di sana dan Allah menyediakan Kalvari. Yesus Kristus, anak domba itu, harus dimatikan tetapi Allah memberikan kasih karunia pada tempat yang tepat, pada tempat yang sama dan waktu yang sama. Abraham tidak menunjukkan iman yang buta. Iman jikalau itu sejati adalah pengenalan akan Allah yang hidup, yang sejati. Jika Abraham tidak mempercayai Allah itu kudus, maka dia tidak akan membawa dirinya yang berdosa dan membawa Ishak ke gunung itu. Dia akan melawan Allah. Dia akan menyangkal dirinya. Juga jikalau Abraham tidak mempercayai adanya kasih karunia dari Allah, bahwa Allah adalah sumber segala anugerah bagi dia maka Abraham akan terlalu putus asa dan dia akan mati mungkin sebelum sampai di atas gunung itu. Perhatikan! Hanya karena Abraham mengetahui bahwa Allah itu kudus dan Allah itu berkasih karunia, maka Abraham memiliki kekuatan di dalam kegentarannya yang dahsyat untuk melangkahkan kakinya ke atas gunung itu. Pada saat Abraham mau membunuh Ishak terdengarlah suara: “Abraham, Abraham jangan bunuh anak itu.” Kemudian Abraham menoleh ke belakang, dia melihat ada satu domba jantan di sana dan Abraham membawa domba jantan itu dan menyembelihnya. Imannya langsung menuju kepada ribuan tahun di depan. Allah Jehovah Jireh, Allah yang akan menyediakan bagi umat-Nya.

Dan ribuan tahun sesudahnya, Tuhan sungguh-sungguh menyembelih seorang anak sulung, anak sulung-Nya sendiri yaitu Yesus Kristus di atas kayu salib sebagai ganti anak sulung Abraham, Daud dan seluruh Rasul dan seluruh umat pilihan-Nya termasuk anak sulung saudara dan saya. Itulah iman. Iman itu adalah mengenal Allah yang sejati dan Allah yang sejati adalah Allah di dalam Yesus Kristus.

Elemen keempat adalah melihat kemuliaan dan signifikansi Kristus yang tidak tergantikan. Anak sulung Bapa di surga yang dipersembahkan di atas Kalvari untuk engkau dan saya. Itu adalah iman yang sejati. Karena itu, anak sulung dari orang-orang Israel tidak perlu mati. Maka sekarang Allah mengatakan kepada orang-orang Israel, berikan anak sulungmu melayani Aku.

Saya akan akhiri. Apakah engkau anak sulung? Allah sudah menebus hidupmu, engkau tidak perlu mati. Sekarang engkau yang sudah ditebus, engkau hidup untuk siapa? Jikalau engkau adalah anak sulung atau bukan sulung tetapi engkau tahu seluruh keluargamu adalah keluarga yang berdosa dan kesulunganmu itu didapat karena iman di dalam Yesus Kristus, pada pagi hari ini di dalam iman saya encourage engkau, saya dorong engkau untuk bangkit mewakili seluruh keluargamu, katakan kepada Tuhan, Tuhan seharusnya keluargaku itu mati tetapi aku berdiri di sini di dalam Yesus Kristus, terimalah persembahan yaitu diriku dalam Yesus Kristus. Pakailah aku menjadi milik-Mu. Lihat aku di sini. Aku mewakili, aku representative keluargaku. Aku melihat seluruh papa mama dan seluruh keluarga besarku adalah orang-orang berdosa. Tetapi Engkau ya Tuhan, Engkau sudah menyelamatkan aku. Aku berdiri di sini menjadi wakil mereka, pakailah aku. Kiranya hati-Nya boleh disukakan. Kiranya persembahan anak sulung itu menjadi kemuliaan bagi keluarga kita.

TELADAN ABRAHAM (4)

Kejadian 22:1-14
Kita akan masuk ke dalam elemen keempat dari iman yang sejati. Semua orang di dunia ini mengatakan aku beriman kepada Allah, semua orang Kristen menyatakan aku beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tetapi apakah iman kita adalah iman yang sejati dan percaya akan objek yang sejati? Dan kepercayaan yang kita miliki adalah yang benar sejati dilihat oleh Allah yang sejati? Abraham adalah bapak orang beriman, menyatakan bahwa apa yang terjadi kepada Abraham, apa yang Allah bentuk kepada Abraham itu adalah satu tanda kesejatian. Melihat dia, melihat apa yang Allah kerjakan, dan membandingkannya dengan hidup kita akan menyadarkan apakah iman kita adalah iman yang sejati. Dan ketika kita melihat Abraham, apa itu imannya yang sejati, sehingga dia boleh dikatakan bapak orang beriman?

Yang pertama, iman yang sejati adalah anugerah Allah kepada manusia, bukan manusia kepada Allah (dari atas ke bawah bukan dari bawah ke atas). Motivasi, kejujuran, dan ketulusan manusia menyembah Allah, jika arahnya dari bawah ke atas, tidak peduli perkataan orang kepada dia; imannya bukan sejati, tetapi palsu. Tidak mungkin manusia dapat beriman kepada Allah kalau Allah tidak bekerja dalam dirinya, memfokuskan imannya kepada Allah yang benar kalau Allah tidak membukakan diri-Nya terlebih dahulu kepada manusia. Kita tidak memiliki kemampuan memiliki iman yang sejati. Alkitab mengatakan kita mati secara rohani, buta secara rohani; artinya kita tidak peduli akan hal-hal yang rohani, dan yang bersangkut paut dengan Allah yang sejati. Tidak mungkin seseorang bisa memfokuskan kepercayaannya kepada Allah yang sejati berdasarkan dirinya sendiri. Memilih barang pun sering salah bukan?. Kita memilih baju, pikir baju ini cocok. Sampai di rumah, kita pakai akhirnya kita rasa, aku tidak suka baju ini. Memilih barang saja bisa salah, mana mungkin memilih Allah yang tidak kelihatan dan tepat. Memilih sesuatu yang kelihatan saja kita sering salah. Memfokuskan arah kepada Allah yang tidak kelihatan bagaimana kita mengatakan itu pasti tepat? Kita tidak mungkin memiliki iman kepada Allah yang sejati, kalau Dia tidak lebih dahulu memberikan belas kasihan, membukakan Diri-Nya kepada kita.

Bagian Alkitab yang sulit saya terima sampai saya mengerti prinsipnya, lalu saya mengatakan “Ya, Tuhan.” Allah mengatakan,”Tidak ada seorangpun yang berakal budi dan yang mencari Aku.” Mana bisa tidak ada orang yang mencari Engkau, miliaran orang mencari Tuhan bukan? Tetapi Allah menyatakan tidak! Orang yang bisa mengatakan hal ini adalah Paulus. Paulus orang yang dilatih dalam agama Yahudi yang ketat, dia mengejar, mencari, memfokuskan hidupnya kepada Allah dan melayani Allah. Tetapi Allah mengatakan “Tidak ada manusia berakal budi, tidak ada yang mencari Aku.” Kalau Tuhan mengatakan sama kita, kita pasti terima. Begitu hujan sedikit saja, malas pergi ke gereja. Bahkan setiap hari saudara dan saya sulit untuk membaca Alkitab. Tetapi Paulus akan tersinggung dengan kalimat Tuhan. Allah mengatakan, “Tidak, engkau tidak mencari Aku!” Lho aku mencari Engkau! Di perjalanan di Damsyik itu, lalu kemudian Yesus datang kepada dia, “Mengapa engkau menganiaya Aku?” Lalu kemudian Paulus mengatakan, “Siapa Engkau, Tuhan?” baru dia sadar selama ini tidak mendekat kepada Allah yang sejati. Dia mengetuk pintu yang salah, pintu allah lain. Tanpa anugerah tidak ada satu manusia yang memiliki iman sejati kepada Allah yang sejati. Abraham sama, apakah Abraham mencari Allah? Jawabannya tidak. Kisah Abraham dimulai dengan Allah tiba-tiba datang bicara kepada dia. “Tinggalkan negerimu, sanak saudaramu, rumah bapamu dan sekarang pergi ke tempat yang Aku tunjuk.” Abraham adalah bapak orang beriman dan yang diselamatkan adalah orang-orang yang memiliki iman yang sama dengan Abraham. Maka hal pertama yang harus kita mengerti adalah sola gratia, hanya karena anugerah.

Hal yang kedua. Iman yang sejati bukan statis tetapi sesuatu yang bergerak, sesuatu yang dinamis. Orang-orang yang hidup di dalam iman dengan Allah yang sejati maka orang tersebut memiliki vitalitas yang tinggi. Perjalanan bersama dengan Allah yang makin lama disendirikan secara rohani, hati kita makin lama makin dimiliki oleh Allah saja. Ini adalah perjalanan mengasihi Allah lebih dalam lagi. Abraham dipisahkan dari orang-orang yang dekat dengan dia. Apa yang secara real dimiliki oleh Abraham sesungguhnya? Yaitu Allah sendiri. Kemudian Allah meminta anaknya Ishak, sebelumya Abraham tidak memiliki anak, tiba-tiba Allah datang berjanji bahwa akan memberikan anak Tuhan. Kemudian meminta anak itu dipersembahkan kepada Dia. Ini suatu yang sulit kita pikirkan? Setan bisa mengocok kita dan memberikan kita self-pity, berpikir lebih baik tidak usah janji kepadaku Tuhan dan tidak usah memberikan anak. Saya menginginkannya tetapi tidak ngotot (ingin sekali), Engkau dalam kasih karunia-Mu memberikan kepadaku. Sekarang Engkau mau mengambil anak itu, kenapa Tuhan? Lebih baik tidak usah dikasih anak, ini sesuatu yang lebih menyakitkan. Kalau patah cinta saudara akan mengatakan hal yang kurang lebih sama, yang menyakitkan bukan sekarang kita itu putus cinta, tetapi mengapa aku bertemu engkau.

Sulit mengerti apa yang Allah maksud, dan kita berpikir Allah itu kejam. Dia mau mengajarkan kita bahwa Allahlah yang utama, satu-satunya centre dalam hidup kita. Manusia harus menyadari di luar Dia tidak ada kebahagiaan dan kehidupan yang sejati. Allah akan mengajar kita yang hidupnya tadinya dipenuhi oleh hal-hal yang mencintai dunia ini, meskipun bukan dosa sekalipun kita akan lepaskan secara rohani di dalam hati kita. Yesus mengatakan: jikalau seorang tidak membenci bapanya, ibunya, suaminya, istrinya, anaknya laki-laki, perempuan, saudaranya maka dia tidak layak menjadi murid-Ku. Mencintai orang-orang sekeliling kita itu bukan dosa, bahkan Yesus mengatakan mencintai musuh. Mengapa Yesus mengatakan hal-hal seperti itu? Akitab menyatakan Allah tidak memiliki problem apapun saja dengan apa yang kita miliki, tetapi jikalau kita memiliki iman yang sejati kita akan mengalami hal-hal yang dialami oleh hamba-hamba Tuhan di dalam Alkitab. Secara rohani dipisahkan, dijadikan sendiri untuk dimiliki dan memiliki Allah. Kita akan mengerti bahwa itu adalah kebahagiaan yang sejati, kehidupan yang sejati; menempatkan Allah di centre hati kita.

Hal yang ketiga, objek iman itu harus tepat, harus precise, kita harus memiliki satu pengenalan kepada pribadi-Nya yang sejati, mengerti dan bergaul di dalam sifat-sifat-Nya setiap hari. Kita bisa mengatakan oh nama-Nya Yesus; saya bahkan mempercayai di luar Yesus tidak ada keselamatan. Tetapi pertanyaannya adalah : apakah Yesus yang kita percayai adalah Yesus yang ada di dalam Alkitab, atau Yesus yang pikir sendiri? Orang-orang dunia mengatakan, “Aku menyembah Allah.” Tetapi apakah Allah yang ada di dalam Alkitab? Orang Yahudi datang kepada Yesus Kristus kemudian mengatakan, “Kami menyembah Allahnya Abraham.” Tetapi Yesus mengatakan, “Tidak! Engkau menyembah setan.” Engkau bukan menyembah Allahnya Abraham, Bapamu itu adalah setan! Sama dengan Paulus, “Aku melayani Engkau, Allah.” Kemudian Yesus mengatakan, “Mengapa engkau menganiaya Aku?” Saya tidak tanya apakah engkau pergi ke gereja, tetapi apakah engkau setiap hari membaca Firman? Kalau engkau tidak membaca Firman pasti tidak memiliki pengenalan akan Kristus Yesus di dalam Alkitab. Bagaimana kita bisa berkata kita beriman kepada Yesus Kristus. Kalau orang-orang di gereja manapun saja tidak melihat Alkitab, tidak mendalami Alkitab, mengatakan mempercayai Dia di dalam Alkitab? Saudara hanya mempercayai simbol-simbol agama, salib, nama-Nya Yesus, berdoa, hari Minggu pergi ke gereja; tetapi tidak bergaul, mengenal pribadi-Nya, dan tidak mengerti sifat-Nya.

Satu ayat Alkitab di Yohanes 17:3, apa itu hidup yang kekal? Mengenal Allah dan mengenal Yesus Kristus, bukan bicara berkenaan dengan menyebut nama-Nya. Pada zaman akhir banyak orang mengatakan, “Tuhan..Tuhan aku bernubuat demi nama-Mu.” Tetapi Yesus mengatakan, “Aku tidak mengenal engkau.” Ketika bicara keselamatan adalah mengenai pengenalan. Iman Abraham bukanlah iman yang buta. Dia mengenal Allah yang sejati, dia mengenal Allah yang murka pada dosa, untuk itulah Ishak harus dikorbankan sebagai anak sulung. Tetapi dia menyadari bahwa Tuhan itu menjanjikan berkat kepada Dia dan mempercayai berkat itu; maka Abraham dinyatakan sebagai orang benar. Dia tidak bisa merelasikan dua hal ini, anaknya harus mati karena dosanya, tetapi anaknya adalah janji berkat keselamatan bagi dia dan seluruh bangsa. Iman kita memiliki pengenalan akan Allah meskipun tidak mungkin secara keseluruhan, komprehensif. Tetapi mengenal Allah yang sejati. Abraham tidak tahu bagaimana Allah menggabungkan keduanya; antara kutuk kematian murka dan juga berkat keselamatan dan kasih karunia sampai Allah menahan Abraham membunuh Ishak dan menyediakan domba. Prinsip ini di dalam berbagai macam kisah. Iman yang sungguh-sungguh sejati maka akan mengenal pribadi Allah. Apakah kita mengenal Allah, bergaul dengan Allah yang sejati dalam Alkitab? Ataukan hanya bermain dalam simbol-simbol agama Kristen? Atau menyembah Allah yang merupakan proyeksi pikiran kita yang berdosa seperti Paulus atau seperti orang Yahudi itu?

Dalam doa syafaat Abraham untuk Sodom dan Gomorah, pertama-tama Abraham begitu eager untuk begging, kalau 50 bagaimana Tuhan? Aku tidak akan memusnahkan. Kalau 45 bagaimana Tuhan? Aku tidak memusnahkan. Kalau 40 bagaimana Tuhan? Aku tidak akan memusnahkan. Kalau 30 orang benar ada di dalam kota Sodom Gomorah bagaimana? Apakah Engkau akan memusnahkan, hai Engkau Hakim yang adil? Dan Tuhan mengatakan Aku tidak akan memusnahkan. Minta ampun Tuhan, hamba-Mu memberanikan diri di hadapan-Mu. Dia takut sama Tuhan, dia tahu Allah itu adalah Allah yang adil, dia tahu Allah itu Allah yang murka terhadap dosa. Ampuni aku Tuhan, hamba-Mu dengan lancang bicara sekali lagi, 20 Tuhan, apakah engkau akan memusnahkan? Oh belas kasihan Abraham besar sekali untuk Sodom Gomorah karena ada Lot. Ini bukan tawar-tawaran harga di pasar baru ‘saban (tiga puluh ribu rupiah) boleh tidak?’ Bukan! Dengan air mata, dengan gentar dia menghadap tahta pengadilan Allah. Terakhir dia mengatakan, 10 bagaimana Tuhan? Maka Tuhan mengatakan Aku tidak akan memusnahkan. Kemudian Abraham berhenti, mengapa dia berhenti? Ini pelajaran berharga. Karena Abraham menyadari bahwa Allah memiliki kasih karunia, hati yang lembut lebih daripada dia. Allah yang adil, Allah yang murka terhadap dosa, tetapi hati-Nya hati yang lembut. Hati-Nya penuh dengan kasih karunia. Dia akan menjalankan apa yang benar dan tidak mungkin Dia bersalah. Sekalipun Dia akan menghasilkan, menghadirkan murka, maka tindakan-Nya itu adalah tindakan yang benar adanya. Tidak mungkin Dia salah. Dia adalah Allah yang memiliki cinta lebih daripada Abraham. Abraham mengerti, dia mengenal Allah, sehingga dia berhenti di titik itu. Dia mengerti cinta kasih Allah itu begitu dalam. Dan kalau Tuhan itu melemparkan murka karena memang seharusnya murka itu diberikan kepada orang yang tidak tahu diri. Mengenal pribadi Allah, apakah kita bertumbuh mengenal pribadi Allah. Apakah sungguh-sungguh? kiranya kotbah ini boleh menjadi self–examination untuk kita semua.

Hal yang keempat, iman yang sejati akan melihat kemuliaan, signifikasi dan keindahan Yesus Kristus. Seluruh iman para nabi di dalam Perjanjian Lama, centre-nya adalah Yesus Kristus. Seperti benang-benang yang diikat menjadi satu dan kemudian ada centernya, simpulnya. Jikalau dipotong simpul itu, maka seluruh benang itu akan terserak. Sama seperti batu penjuru yang menggabungkan seluruh batu-batu yang lain. Kubah pada zaman kuno tidak memiliki semen untuk merekatkannya maka mereka menyusun batu, kemudian ada satu batu yang tersembunyi sampai sekarang. Tetapi jika bisa menemukan batu itu, dicopot batu itu dari tempatnya, seluruh kubah itu akan hancur berkeping-keping ke bawah.

Seluruh orang dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, titik simpul (center) hidupnya adalah Yesus Kristus. Jikalau itu diambil dari hidupnya, seluruh cerita hidupnya akan jatuh berkeping-keping. Apa titik simpul hidup Abraham? Di dalam Kejadian 11 -25, seluruh cerita hidupnya menjadi tidak berarti kalau saudara ambil sebagian dari cerita itu. Seluruh hidupnya tidak menjadi satu continue yang indah. Kalau saudara ambil satu potongan bagian saja, seluruh hidupnya akan terpenggal-penggal dan jatuh berantakan. Apa centrenya? Dari pasal 11-25 centre-nya adalah domba jantan itu. Bagaimana Allah akan memberikan bangsa yang besar, Allah memilih Abraham untuk dia memiliki keturunan dan keturunannya akan menjadi bangsa yang besar. Ini yang menjadikan Abraham lain dengan kita atau dengan orang yang lain. Kalau Allah tidak memilih dia, dia akan sama dengan semua manusia yang hidup dan mati, tidak ada hebatnya dia, tidak ada signifikasi hidupnya dia. Tetapi mengapa hidupnya menjadi signifikan dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa? Karena Allah memilih dia menjadi bapa orang beriman bagi Israel dan gereja secara rohani. Dari Abraham, berkat Allah sampai ke seluruh bangsa dan bagaimana dari Abraham berkat Allah bisa sampai kepada seluruh bangsa? Melalui keturunannya, Ishak pertama kemudian keturunan Ishak yang lain. Jikalau Ishak kemudian mati, maka seluruh cerita dari Abraham dan bangsa Israel itu tidak ada. Kita harus mengerti saat-saat yang penting di mana Tuhan nyatakan di dalam Alkitab.

Misalnya dalam Kejadian 3, kita akan menemukan manusia jatuh di dalam dosa. Satu atau dua lembar pertama, manusia hidup tanpa dosa. Tetapi dalam Kejadian 3, manusia jatuh di dalam dosa dan isi setelah itu dari seluruh Alkitab menjelaskan akibat dosa dan bagaimana Allah membereskan dosa di dalam Kejadian 3. Ini cerita yang penting sekali, kalau ini tidak terjadi, bagian-bagian yang lain itu tidak akan ada akibatnya. Dalam scope yang lebih kecil, dalam kehidupan Abraham, jikalau Ishak itu mati, apa yang terjadi? Nothing! Abraham menjadi nothing. Dia tidak perlu kita pelajari dan kita kenal; bangsa Israel tidak ada, mungkin melalui jalur yang lain, berkat Tuhan tidak sampai ke seluruh bumi. Mesias yang seharunya ada di dalam hidup Israel, tidak ada mungkin. Dalam Israel harus ada Kerajaan Allah, ada Mesias; supaya seluruh kehendak Allah jadi. Bahkan kita gereja Tuhan, kita sekarang ini dimulai dari gereja di Israel. Roh Kudus pertama kali datang di Israel baru ke seluruh bangsa. Yang membuat cerita Abraham dengan seluruh pekerjaan Tuhan di Israel itu tetap bisa berlanjut yaitu domba pengganti Ishak. Signifikansi domba yang disediakan Allah daripada Ishak, tanpa itu murka Allah tetap berlangsung, janji berkat kepada Abraham tidak dapat dilaksanakan. Tanpa domba itu, yaitu Yesus Kristus; maka sifat Allah yang murka dan berbelas kasihan tidak bisa direkonsiliasikan.

Abraham adalah orang beriman, bapa orang beriman. Semua orang yang beriman akan memiliki iman yang sama dengan Abraham. Iman yang sama dengan Abraham yaitu iman yang menyadari bahwa centre, inti kehidupannya adalah Yesus Kristus. Kalau itu diambil, seluruh hidup kita nothing. Dalam Yesus Kristus, semua sifat Allah yang berkontradiksi seakan-akan itu disatukan. Dalam Yesus Kristus, sejarah hidup Abraham bisa dilanjutkan. Dalam Yesus Kristus, seluruh kehendak Allah bagi muka bumi, berkat terhadap Abraham dan keturunannya bisa tetap terlaksana. Apakah saudara mulai menyadari sekarang? Tanpa domba itu maka kita tidak mungkin bisa merekonsiliasikan sifat Allah yang suci dan maha kasih; kehidupan Abraham berhenti sampai di situ, maka rencana Allah untuk memberkati bangsa-bangsa melalui keturunan Abraham tidak akan berlanjut. Dan apakah saudara bisa melihat sekarang ada signifikansi daripada Yesus Kristus?

Tuhan membukakan kepada saya Yohanes 15:1-8 dan itu berbicara tentang pokok anggur yang benar. Yesus Kristus adalah pokok anggur yang benar. Saya sangat terkesima dengan kalimat yang saya tidak tahu artinya: Apart from Me, you can do nothing (di luar Aku, engkau tidak bisa berbuat apa pun saja). Dalam anugerah Tuhan yang besar, maka kemudian saya melihat satu per satu di dalam bagian dari Alkitab dalam bagian Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dan boleh saya katakan adalah apart from Me, you can do nothing adalah kacamata melihat seluruh bagian Alkitab kita, melihat segala kisah yang ada di dalam Alkitab. Setiap bagian Alkitab, siapapun itu tokohnya, jikalau dia beriman sejati, Allah akan mengajarkan satu hal, bahwa kita itu harus bergantung sepenuhnya kepada Kristus Yesus, di luar Dia kita tidak bisa berbuat apapun saja. Dalam Perjanjian Baru dikatakan, kita dipilih, dibenarkan, dikuduskan, disempurnakan, dimuliakan di dalam Kristus. Kalau Kristus itu dicabut dari hidup kita, maka tidak ada pilihan datang kepada kita, tidak ada panggilan yang bisa kita dengar, tidak bisa dibenarkan, dikuduskan, dimuliakan. Kita tidak mungkin memilih diri kita sendiri diterima oleh Allah. Kita tidak mungkin membenarkan diri sendiri di hadapan Allah. Kita tidak mungkin menguduskan diri kita sendiri dan menyempurnakan diri kita sendiri, seluruhnya itu terjadi pada kita karena Kristus. Setiap kali orang itu dipilih oleh Allah untuk mendekat kepada Dia; memiliki iman yang sejati, siapapun saja, dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, Allah akan membawa orang itu untuk mengakui bahwa Yesus itu segala-segalanya dan penolong satu-satunya. Orang itu akan berlulut dan mengatakan, “Ya benar Kristus, di luar Engkau aku tidak bisa melakukan apapun saja”.

Ketika Musa dan bangsa Israel keluar dari Mesir dan sampai ke tanah Rafidim dan berjumpa dengan Amalek, maka orang Amalek itu menyerang Musa dan bangsanya. Dua setengah juta itu sebagian besar adalah perempuan, anak-anak dan orang-orang laki yang tidak sanggup untuk bertempur, mental mereka hanya satu yaitu budak. Dengan kekuatan tidak seberapa itu, Musa kemudian berbicara kepada Yosua, “Engkau perang di depan, ambil semua yang bisa untuk melawan Amalek.” Tetapi Musa tahu bahwa, apart from Me you can do nothing. Maka dia pergi ke bukit, Yosua berperang di bawah dan kemudian dia semalam-malam bergantung minta tolong kepada Tuhan, God of Covenant. Kemuliaan, signifikasi dan keindahan dari Kristus Yesus. Suatu hari, ketika peperangan demi peperangan itu sudah diselesaikan, dan kemudian sebentar lagi Musa masuk ke tanah perjanjian tetapi Tuhan itu marah, kemudian mengatakan Aku tidak akan beserta dengan engkau, tetapi engkau masuk, Aku akan memberikan berkatmu, tetapi Musa menyatakan, “Kalau Engkau TUHAN, God of Covenant, Yesus Kristus tidak menyertai kami, aku tidak mau melangkahkan kakiku satu langkah dari tempat ini.” Daud, ketika dia berzinah dengan Batsyeba, dia tahu akan dimatikan karena Allah itu murka kepada Dia. Tetapi kemudian dia berlutut mengatakan, “Kasih Karunia-Mu, lihatlah aku meminta kasih setia-Mu, TUHAN, God of Covenant, Yesus Kristus.” Apa didikan Allah kepada Ayub? Kita tidak tahu berapa lama Ayub dalam penderitaannya, tetapi seluruh didikan Allah kepada Ayub adalah untuk Ayub bisa mengatakan satu kalimat ini, I know my redeemer lives, Kristus yang mati dan bangkit itu, melihat sekarang dengan mata iman, the excellency of Christ, kemuliaan Kristus. Yakub memegang kaki Kristus dan tidak mau melepaskan sampai Kristus memberikan dia berkat. Apakah sungguh-sungguh iman kita adalah iman yang sejati? Saya tidak peduli berapa lama engkau lama engkau sudah pergi ke gereja, berapa aktif engkau di gereja, mengenal hamba Tuhan siapapun saja; saya tidak peduli! Saya mau peduli apakah imanmu adalah iman yang sejati atau tidak. Elemen yang keempat dari iman yang sejati adalah, Allah di surga, membuat manusia yang dipilih-Nya untuk beriman kepada Dia dan iman yang sejati itu melihat kemuliaan, signifikasi dan keindahan Yesus Kristus. Sehingga saudara bisa mengatakan setiap hari, ‘apart from Me, you can do nothing’. Engkau sudah mengatakan itu kepada kami Tuhan, saya menyadari, saya tahu, saya sungguh-sungguh mengalami, kalau Engkau tinggalkan aku, Engkau mengambil diri-Mu dari padaku, seluruh hidupku akan jatuh berantakan. Saya tanya sungguh-sungguh kepadamu, apakah engkau sungguh-sungguh menyadari, mengalami Kristus itu segala-galanya? Kristus itu segala-galanya, bahwa hidup yang hanya satu kali itu adalah hidup yang bergantung kepada kebaikan dan kemurahan dan hikmat Kristus. Dan itu adalah iman yang sejati, melihat Kristus dengan kemuliaan-Nya dan signifikansi-Nya dan keindahan-Nya. Kiranya Tuhan boleh membentuk itu di dalam hati kita semua.

TELADAN ABRAHAM (5)

Kejadian 22:1-3
Alkitab mengatakan Abraham adalah bapak orang beriman, berarti Tuhan sendiri menyatakan kepada kita bahwa iman yang sejati itu didefinisikan memiliki iman yang sama dengan Abraham. Apakah imanku sejati? Setiap orang Kristen harus berani mengevaluasi diri. Calvin sendiri menyatakan self-evaluation, self-examination adalah tanda anak-anak Tuhan yang sejati. Sebaliknya, orang-orang yang beriman palsu tidak akan berani untuk menguji, mengevaluasi dirinya sendiri. Ini adalah pertanyaan bagi kita semua. Apakah imanku iman sejati? Apakah aku menyembah Allah yang sejati? Prinsip Alkitab sekali lagi menyatakan Abraham adalah bapak orang beriman. Abraham sejati menyembah Allah dan Abraham menyembah Allah yang sejati. Itu artinya, jikalau di dalam diri seseorang, kita memiliki iman yang sama dengan iman Abraham maka iman itu saja yang sejati. Iman yang sejati adalah iman yang real, deep dan acceptable by God. Kenapa kata yang saya ulang-ulang di dalam beberapa kalimat tadi adalah “sejati”? Karena banyak yang palsu. Karena pekerjaan setan itu memalsukan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Firman Tuhan itu seperti kaca untuk kita bisa bercermin. Tetapi kiranya setelah kita bercermin kita bukan melupakan apa yang kita lihat dan kita melihat diri kita sesungguhnya dan minta Tuhan memberikan anugerah yang besar dalam hidup kita yaitu mengubah hidup kita. Apa elemen-elemen iman sejati yang dimiliki Abraham? Kita sudah membicarakan empat elemen dan hari ini masuk poin kelima. Saya mau mengulang sedikit berkenaan dengan elemen itu.

Pertama, elemen yang sejati adalah mulai dari anugerah Allah. Sumber pertama iman tidak mungkin dari manusia. Untuk seseorang memiliki iman yang sejati maka Allah yang sejati haruslah terlebih dahulu menyatakan diri-Nya. Alkitab dengan jelas menyatakan Allah membukakan diri-Nya terlebih dahulu kepada Abraham.

Kedua, iman yang sejati adalah hidup yang berjalan bersama Allah. Apakah ada pergaulan-pergaulan intim bersama dengan Allah? Makin lama kita makin di-‘sendiri’-kan untuk hati kita dilepaskan dari apapun saja dan akhirnya hanya memiliki Allah, pribadi Allah satu-satunya di dalam center hidup kita. “Abraham keluar engkau dari negerimu dari sanak saudaramu, dari rumah bapakmu, ke negeri yang akan Aku tunjukkan kepadamu.” “Kemana Tuhan?” Tuhan diam, Tuhan tidak berbicara kepada Abraham. Maka bagian Alkitab itu menyatakan bahwa Abraham tidak memiliki apapun saja yang bisa dia pegang, Abraham tidak jelas tentang apapun saja kecuali satu, dan satu itu adalah Tuhan yang menyertai. Abraham bahkan tidak jelas mau pergi ke mana, tetapi dia jelas bahwa Tuhan memanggil, Tuhan menyertai dia. Apalagi yang dia miliki? Tidak ada, kecuali pimpinan Tuhan, pribadi Allah beserta dia didepan.

Ketiga, elemen iman yang sejati objeknya harus tepat (precise). Iman yang sejati adalah pengenalan akan Allah yang sejati. Ketika berbicara berkenaan dengan Allah yang sejati bukan sekedar nama-Nya tetapi sungguh-sungguh pribadi-Nya dan sifat-Nya. Orang Yahudi adalah orang yang menyembah Allah. Tetapi Yesus Kristus katakan: Tidak, engkau menyembah setan. Saulus melayani Allah, tetapi Yesus Kristus sendiri hadir dan mengatakan: engkau menganiayai Aku. Maka ini bukan sekedar sebutan, “Oh, Allah, aku beriman kepada Allah.” Kemudian imanku sejati. Tetapi apakah sungguh-sungguh saudara memiliki satu pengenalan akan Allah yang ada di dalam Alkitab? Apakah kita sungguh-sungguh mengenal pribadi, sifat, bergaul intim dengan Dia setiap hari? Apakah kita bergaul dengan Yesus Kristus yang hidup yang dikatakan di dalam Alkitab? Jikalau hanya mengambil nama Yesus Kristus dalam pikiran kita dan sama sekali saudara tidak memperdulikan Alkitab, saudara bergaul dengan dan menyembah siapa? Saudara menyembah Yesus Kristus yang merupakan produk pikiran kita.

John Calvin menyatakan hati manusia adalah pabrik ilah (idol). Jadi kalau kita biarkan hati kita dan tidak menjagainya di dalam Firman, sehebat apapun dan selama apapun kita berada dalam sebuah gereja, kita akan menciptakan ilah sendiri kemudian kita menamakan dia: Yesus Kristus. Yesus Kristus ciptaan kita itu ternyata berbeda dengan apa yang ada di dalam Alkitab. Dan itulah yang terjadi di dalam gereja-gereja. Kita harus membaca Alkitab dan membaca buku-buku yang baik yang menghantar kepada satu pribadi yang tepat, yang Alkitab itu nyatakan. Tadi pagi ketika saat teduh, Tuhan menyatakan dalam Firman-Nya, zaman dulu ada nabi-nabi palsu, tetapi zaman sekarang itu adalah guru-guru palsu. Mereka itu membuat gambaran Kristus Yesus yang lain yang tidak ada di dalam Alkitab. Bahkan Yesus Kristus sendiri mengatakan pada zaman terakhir akan banyak orang mengatakan kepada Yesus Kristus, “Aku bernubuat atas nama-Mu, aku mengusir setan demi nama-Mu, aku melakukan mujizat demi nama-Mu.” Tetapi Yesus mengatakan: “Sesungguhnya, Aku katakan kepadamu, Aku tidak mengenal engkau, hai, engkau pembuat kejahatan!” Orang ini mengatakan Yesus itu Tuhan dan bermain dan beraktivitas di dalam Kekristenan. Tetapi jelas imannya bukan seperti iman Abraham. Dia menciptakan idol diberikan nama Yesus Kristus karena dia adalah orang Kristen. Apakah saudara berani menguji diri tentang hal ini?

Keempat, iman Abraham adalah iman yang bertumbuh melihat signifikansi kemuliaan dan keindahan Yesus Kristus. Kalau sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, dan tidak melihat signifikansi Yesus Kristus maka saya mempertanyakan dengan tanda tanya besar apakah imanmu itu adalah iman yang sejati? Apakah kita bisa melihat berkenaan dengan pribadi Kristus yang mulia yang tidak ada bandingnya? Abraham hidupnya itu melihat kemuliaan Kristus, signifikansi dan keindahan Kristus. Lihatlah kehidupan Abraham sebagai bapak orang beriman. Banyak yang diajarkan Allah kepadanya. Tetapi center-nya adalah korban domba pengganti Ishak. Ambillah korban domba itu dari cerita ini, maka Ishak tidak ada lagi. Janji Allah menjadikan dia bangsa yang besar dan menjadi berkat bagi semua bangsa menjadi tidak ada. Dan kehidupan Abraham tanpa ada domba akan menjadi kehidupan yang penuh dengan tragedi pada akhirnya. Tetapi domba itu, yang merupakan bayang-bayang Yesus Kristus, yang menyelamatkan hidup Abraham dan keturunannya. Di dalam domba itu, di dalam diri Yesus Kristus maka semua sifat Allah itu direkonsiliasikan dalam satu tempat, satu waktu. Keadilan dan kemurahan. Murka dan kasih. Dan di dalam Yesus Kristus, sejarah hidup Abraham itu lanjut terus. Dan kehendak Allah di bumi melalui Abraham dan keturunannya terlaksana. Apakah kita berani menguji diri dengan point ini? Kehidupan iman itu bukan kehidupan yang mudah dan bukan kehidupan yang bergerak naik terus dengan garis lurus. Kehidupan iman itu pasti ada naik turun, ada saat-saat bersemangat dan ada saat tidak bersemangat. Ada saat-saat iman kita kuat, ada saat-saat iman kita lemah. Tetapi uniknya anak-anak Allah yang sejati di tengah-tengah apapun saja, ada sesuatu kepastian dia akan melihat ketergantungan mutlaknya kepada Yesus Kristus tidak mungkin tergantikan. Kita makin lama makin melihat signifikansi Kristus di dalam kehidupan kita, keluarga kita. Kita makin lama makin melihat kemuliaan Yesus Kristus jauh melampaui pribadi manusia yang terhebat sekalipun dan melihat isi hati Kristus dengan seluruh keindahannya hadir di dalam hidup kita, bagaimanapun saja di dalam seluruh kehidupan iman yang naik turun itu.

Kelima, iman yang menghasilkan hidup yang rela untuk taat kepada Allah.Ketaatan – obedience adalah hati yang mengutamakan Allah lebih daripada apapun saja. Dalam Alkitab ataupun dalam sistematik Teologi, maka aspek di dalam iman pasti ada knowledge. Maka saya mengatakan iman itu memiliki sesuatu ketepatan. Iman juga ada unsur pergaulan. Ada suatu trust yang terbangun. Tetapi ketika berbicara tentang point ini maka karya Tuhan di dalam iman yang sejati itu adalah mengubah hati. Di situ afeksi itu muncul. Perasaan itu ada dan mendorong kita untuk rela taat kepada Allah. Iman yang sejati adalah pengubahan hati. Sekali lagi hati. Alkitab mengatakan, iman sejati, iman Abraham bukan mengenai boleh atau tidak boleh atau aturan-aturan, legalism seperti orang farisi. Yang kalau kita menabrak aturan itu maka kita menjadi takut. Iman yang sejati berbicara berkenaan dengan hati yang percaya dan mengasihi Allah. Ketika saya mempersiapkan khotbah ini sampai pada point ini saya menyadari saya tidak mampu, tidak layak. Di dalam takut akan Tuhan maka saya melanjutkan khotbah ini. Karena itu siapa yang dapat mengatakan aku mengasihi-Mu Tuhan, kita tidak boleh cepat-cepat mengatakan hal itu. Kita mengasihi apapun saja tetapi mungkin kita tidak mengasihi pribadi-Nya. Tetapi Alkitab jelas mengatakan iman yang sejati berkenaan dengan hati yang mengasihi Allah dan dari hati yang mengasihi Allah itu muncullah ketaatan. Dan itu semua dikerjakan oleh Roh Kudus yang ada di dalam diri kita. Biarlah kita mengingat bahwa iman yang sejati itu adalah anugerah dari Allah Bapa yang membawa mata hati kita melihat kemuliaan Kristus. Dia memberikan Roh Kudus di dalam hidup kita untuk menguduskan, makin disendirikan, untuk dimiliki, untuk dikasihi dan mengasihi Allah semata.

Abraham diminta Allah untuk mempersembahkan Ishak. Ini adalah sesuatu yang sangat-sangat sulit di dalam hidup Abraham. Saya sudah berbicara berkenaan prinsip Abraham mempersembahkan Ishak dari sisi dia yang telah mengenal Allah. Dari sisi yang lain, saudara bisa melihat kerelaannya untuk taat. Rela mengutamakan Allah daripada cintanya kepada Ishak. Ketika Allah memberikan perintah-Nya kepada manusia begitu jelas – apa itu jenis korbannya, kapan harus dikorbankan, dan di mana korban itu harus dibawa. Ini adalah prinsip Alkitab dalam hidup kita. Dalam Alkitab, Tuhan menyatakan ketaatan itu lebih penting daripada korban. Apa yang menjadi masalah dari orang-orang Israel dan dari Saul? Yaitu dia mengorbankan sesuatu, tetapi Nabi Samuel datang kepadanya, ”Apakah engkau pikir Allah itu memerlukan korbanmu? Ketaatan itu lebih penting daripada korban. Engkau tidak melakukan apa yang Allah katakan kepadamu.” Banyak orang Kristen menipu diri seperti ini. Tuhan menghendaki engkau taat dalam hal ini tetapi kita mengorbankan hal-hal yang lain. Kita menipu secara rohani terhadap Allah. Korban yang kita lakukan sebenarnya untuk menghindarkan diri kita dari ketaatan. Terlalu banyak hal yang bisa kita pelajari dari kehidupan Abraham. Dia rela taat dan mengutamakan Allah daripada cintanya kepada Ishak. Dia tidak membiarkan Ishak menjadi ilahnya. Dia menjadi contoh bagi kita semua tentang apa itu ibadah, penyembahan dan ketaatan. Hatinya bulat, utuh tidak ada ilah yang lain. Allah bukan saja di-center hatinya, Allah di seluruh hatinya. Dan kita sangat terpesona dengan Kejadian 22 ini. Tetapi saya mau tarik ke dalam prinsip apa yang Alkitab katakan. Biarlah kita ingat ketaatan bukanlah product alami natur manusia yang berdosa tetapi product Roh Kudus yang mengubah hati seseorang mengasihi Bapa lebih daripada apapun saja. Iman yang sejati merupakan anugerah dari Bapa kepada kita. Mengandung 2 hal ini. Pertama adalah anugerah pengampunan. Tetapi kedua adalah kuasa pengubahan hati. Hati itu diubah oleh Allah, dari tidak peduli akan Allah, menjadi hidup yang dikonsekrasikan bagi Allah saja. Dari hati yang melawan, dari musuh Allah, menjadi hati yang mengasihi dan menaati Allah. Dan itu dikerjakan oleh Roh-Nya dalam diri kita sehingga kita boleh memanggil Dia, “Ya Bapa, Ya Abba”. Roh Kudus akan bekerja pada diri seseorang yang dipilih Allah yang memiliki iman yang sejati, mengubah hatinya makin lama makin mengenal pribadi Allah, makin melihat kemulian-Nya dan melihat keindahan-Nya dan membuat sesuatu product di hati manusia yang tadinya berdosa menjadi satu hati yang rela taat bagi-Nya.


Saya sangat terkejut ketika membaca satu perikop dalam Kitab Yohanes. Ketika Yesus Kristus berbicara berkenaan dengan perintah dan taat, sebenarnya pada saat yang sama Dia berbicara mengenai cinta. Dia tidak pernah memisahkan antara ketaatan dengan cinta, perintah dengan cinta. Lebih utama daripada itu, Dia mengutarakan itu di dalam konteks pemberian Roh Kudus. Mari kita melihat Yoh 14:15, Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. (21): Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Kudan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya. (23-24): Jawab Yesus: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti Firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti Firman-Ku; dan Firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku. (31): Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku (Itu berarti Yesus taat). Bangunlah, marilah kita pergi dari sini. Dalam ayat-ayat ini tidak pernah ada bicara berkenaan dengan ketaatan yang dilepaskan dari kasih. Yesus mengatakan orang-orang yang palsu yang berkata aku mengasihi Engkau, Tuhan, tetapi dia itu tidak melakukan perintah Allah, orang seperti itu bukan mengasihi Allah. Orang yang mengasihi Allah adalah orang yang melakukan perintah Allah. Tetapi kalimat ini juga benar bahwa kita tidak mungkin menaati Allah jikalau kita tidak mengasihi Dia. Saudara lakukan apapun saja, tidak mungkin kita menaati Allah jikalau kita tidak ada kasih kepada Dia. Tidak pernah ada Alkitab bicara tentang ketaatan di luar hati kita, diluar cinta kita kepada Tuhan. Itu anak-anak kegelapan, taat karena takut, karena dipaksa. Taat seperti Firaun yang terpaksa taat untuk melepas Israel karena kutuk itu didatangkan.

Di tempat yang lain Yesus pernah mengatakan, jikalau hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli Taurat dan orang Farisi, kamu tidak dapat masuk surga. Kata yang dipakai untuk “kebenaran-mu…” berbicara mengenai Righteous. Ini bicara mengenai hidup di luar yang taat. Farisi bukankah taat sekali? Kalau membandingkan, bagaimana mungkin kita bisa menandingi ketaatan Farisi? Tetapi kalau saudara mengerti apa itu iman yang sejati, maka itu adalah iman yang dealing dengan hati yang diubah. Hati yang perlahan-lahan bertumbuh mengasihi Allah dan dari situ ketaatan terjadi. Ini berbeda sekali dengan ketaatan orang-orang Farisi dan Firaun yang melepaskan Israel karena takut. Itu adalah ketaatan seperti budak, bukan taat kepada Allah tetapi adalah takut. Bukan takut kepada Allah tetapi takut diserang. Ini berkenaan dengan serville fear – takut dilukai. Takut yang terjadi karena punishment Allah kepada kita, kalau kita tidak melakukan perintah-Nya atau kalau kita melakukan kesalahan. Jikalau dalam diri kita tidak ada kasih kepada Allah, kita akan melakukan ketaatan basisnya adalah Farisi, kita takut dilukai oleh Allah. Seorang Puritan mengatakan takut seperti ini adalah takut seperti budak kepada tuannya yang membenci dia dan budak ini memandang tuannya adalah tuan yang kejam. Maka ketika budak ini taat, taatnya adalah karena dipaksa oleh tuannya dan tuannya memberikan batasan-batasan kepada dia. Ketaatan seperti ini sifatnya self-centred, self-love. Bentuk luarnya orang seperti ini akan taat melayani, taat melakukan hukum, tidak melakukan dosa adalah karena mereka takut diserang, dilukai, dihajar, dan supaya menghindarkan diri dari luka-luka seperti itu mereka mengerjakan bagiannya, pelayanannya, ketaatannya. Ini adalah suatu usaha untuk mencari approval supaya tidak diserang. Iman yang seperti itu adalah iman yang palsu. Ketika Allah bekerja di dalam diri kita, diri seseorang, akan menghasilkan iman yang sejati dan hatinya akan diubah oleh Allah. Sekali lagi iman adalah masalah hati, masalah cinta, masalah ketaatan yang lahir dari cinta. Iman adalah masalah kesucian yang lahir karena hatinya sepenuhnya dimiliki oleh cinta Kristus dan mengasihi Kristus. Biarlah kita boleh menguji hati kita apakah hal ini terjadi dalam hidupmu? Apakah ada Roh Kudus yang mendorong kita untuk menaati Allah? Roh Kudus membentuk hati seseorang itu untuk makin mengenal Kristus, makin melihat keindahan-Nya, makin mengasihi Dia, dan dari sana muncul ketaatan. Dan bentukan itu merupakan gabungan antara kegentaran, sukacita, kagum, kesukaan dan semua itu muncul karena Roh Kudus menyadarkan kita, Allah yang mengasihi kita.

Saya suka sekali dengan definisi John Calvin mengenai Fear of the Lord, mengenai kesalehan. John Calvin mengatakan kesalehan sejati adalah hati yang memiliki perasaan yang tulus mengasihi Bapa yang sama besarnya dengan takut dan hormatnya sebagai Tuhan merangkul kebenaran-Nya dan takut menyakiti hati-Nya lebih daripada takut kepada kematian. Luar biasa sekali tepat dalam sasaran. Kesalehan, apa itu? Dalam poin ini Calvin menekankan iman adalah berkenaan dengan afeksi terdalam hati kita. Ya betul iman adalah aspek dari knowledge, trust dan pengenalan, tetapi masuk lebih dalam, iman adalah bicara mengenai afeksi di dalam hati mengubah seluruh keinginan-keinginan kita sebelumnya. Mengubah hidup, mengubah hati, makin lama makin dimiliki oleh Allah, makin lama makin dikasihi, makin menyadari, mengasihi Allah. Makin lama hatinya yang memusuhi Allah sekarang hatinya didedikasikan bagi Allah. J.I. Packer berdoa seperti ini: Tuhan bukanlah urusanku apakah aku hidup atau mati tetapi mengasihi dan melayani-Mu itulah bagianku dan kasih karunia-Mu pastilah memberikan hal ini jikalau hidupku panjang aku akan senang supaya aku bisa menaati-Mu dalam waktu yang lama. Tetapi jikalau hidupku pendek mengapa aku harus susah? Karena aku akan terbang tinggi ke hari yang tidak pernah berakhir. Jim Elliott adalah satu dari lima orang yang menjadi misionari di suku Auca dan dia mati muda di sana. Dia berdoa seperti ini: “Allah, aku berdoa kepada-Mu nyalakan lilin yang mati di dalam hidupku sehingga aku dapat bernyala untuk-Mu. Habiskan hidupku karena ini adalah milik-Mu, aku tidak mencari panjang umur tetapi hidup yang utuh seperti-Mu Tuhan Yesus.” Lihatlah orang-orang ini, nabi-nabi, rasul-rasul dan bapak-bapak gereja pendahulu-pendahulu kita yang sejati. Saudara akan menemukan satu kesamaan hatinya sepenuhnya dimiliki oleh Kristus seluruh hidupnya. Hatinya dimiliki didedikasikan bagi Kristus tidak ada iman yang setengah. Saudara beriman yang sejati atau tidak? Ini adalah iman yang sejati: pemberian dari Allah melalui Yesus Kristus membentuk hati yang mengasihi Allah untuk taat kepada Dia. Seseorang yang memiliki iman yang sejati pasti memiliki Roh Kudus di dalam hatinya dan Roh Kudus itulah yang menjadi satu pribadi pendorong kesucian.

Saya akhiri dengan satu cerita yang sungguh terjadi. Ada seorang yang ingin sekali menjadi pemain rugby. Hatinya, cita-citanya, tujuan hidupnya, pengorbanannya semuanya adalah untuk menjadi pemain rugby nomor satu di negerinya. Dia beli baju, bola dan perlengkapan-perlengkapan rugby, menghias kamarnya dengan poster dan bendera klub-klub rugby. Dia melakukan apapun saja, latihan-latihan. Tetapi masalahnya satu, dia tidak bisa menjadi pemain profesional karena tubuhnya pendek. Jadi sepanjang hidupnya, dia hanya menjadi supporter saja. Ada satu pelatih rugby melihat dia yang sangat ingin untuk menjadi pemain rugby profesional maka memperbolehkan dia untuk masuk ke dalam tim nya menjadi pemain rugby profesional tetapi sebagai pemain cadangan saja. Setiap kali timnya main, dia akan berteriak-teriak dan mengibar-ngibarkan bendera dari bangku cadangan itu. Passion dan energy-nya itu sangat besar untuk memenangkan pertandingan itu. Suatu hari ketika bertanding tim itu mulai ketinggalan angka dan makin lama makin besar, maka timnya makin tidak bersemangat dan semua pemain itu menjadi lesu. Kekalahan sudah ada di depan mata. Tetapi pemain yang kecil ini, passion-nya yang besar itu terus meloncat-loncat dan mengatakan kepada semua tim, “Engkau maju, engkau pasti bisa mengalahkan. Maju!” Dan pelatih itu melihat orang ini yang tidak habis-habisnya menyemangati tim yang sudah kelihatan kalah itu mengatakan, “Aku berharap Tuhan memberikan spirit yang ada padamu ke dalam tubuh seluruh pemainku.” Dan apa yang terjadi pada kita orang Kristen? Tuhan memberikan kepada kita Spirit of God, Spirit of Christ di dalam tubuh kita. Apakah engkau mendengarkan-Nya? Ketika kita jatuh, berada di dalam kegelapan, di dalam dosa, kita hampir menyerah. Dia mengatakan, “Bangkit, engkau bisa, bangkit, Aku beserta dengan engkau, engkau tidak akan kalah engkau sudah ditebus oleh Kristus Yesus. Engkau bisa mematikan dosa, engkau bisa hidup bagi Tuhan di dalam kesucian.” Di dalam ketaatan, apakah kita mendengarkan suara-Nya? Roh Kudus diberikan di dalam isi hati kita. Dia tidak akan membiarkan kita untuk kalah dan menjadi loser, pecundang. Setiap kali kita kalah, kita diminta untuk bangkit, untuk berdiri teguh berjalan lagi hidup menyenangkan hati Allah, tidak terhitung berapa kali tidak perduli, berapa kali kita jatuh Dia akan membangkitkan untuk kita taat.

Cara perkenanan iman yang sejati adalah bicara dengan ketaatan. Ketaatan adalah berkenaan dengan hati yang diubah, hati yang mengasihi Allah. Dan hati yang mengasihi Allah tidak akan pernah mungkin dari diri kita sendiri dan itu adalah pekerjaan Roh Kudus dalam hidup kita. Sehingga di dalam pemberian Roh Kudus, Tuhan Yesus mengatakan, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Kita tidak mungkin bisa menuruti perintah Allah jikalau kita tidak mengasihi Dia dan kita tidak mungkin mengasihi Dia tanpa Roh Kudus bekerja di dalam hidup kita dan itulah yang kita terima dari Bapa di surga. Itulah yang terjadi kepada Abraham ketika dia mempersembahkan anaknya yang tunggal. Di dalam hatinya dia menghormati Allah, takut menyakiti hati Allah melebihi daripada takut akan kematian. Dia adalah orang yang mengasihi Allah dan itu adalah pekerjaan Roh Kudus di dalam iman yang sejati. Saya sudah menyelesaikan lima seri ini saya akan simpulkan: iman yang sejati adalah anugerah dari Allah Bapa, iman yang sejati berjalan bersama dengan Allah Tritunggal, iman yang sejati mengenal pribadi Allah, iman yang sejati melihat kemuliaan Kristus, iman yang sejati berbuah ketaatan karena pekerjaan Roh Kudus di dalam hati kita. Terpujilah Allah Tritunggal yang bekerja di dalam hidup yang hina seperti ini sehingga membuat kita bisa berdiri teguh di tengah dunia yang kotor ini di dalam kesucian-Nya.5 KHOTBAH KETELADANAN ABRAHAM
Next Post Previous Post