EKSPOSISI TRINITARIAN SURAT EFESUS

Dr. Deky Hidnas Yan Nggadas.
EKSPOSISI TRINITARIAN SURAT EFESUS
Pendahuluan.

Dalam memberikan ulasan eksposisi-ringkas terhadap bagian-bagian yang relevan dengan isu yang dibahas dalam studium generale ini, saya akan mengelompokkan teks-teks yang berbicara mengenai pola-pola triadik ke dalam tiga kelompok, yaitu teks-teks yang berkaitan dengan rencana keselamatan, kehidupan iman umat Allah, dan gereja atau jemaat. Selain itu, mengingat cukup banyak teks yang akan dibahas dalam bagian ini, maka penjelasan eksegetisnya lebih merupakan komentar rangkuman ketimbang penjelasan detail terhadap teks-teks tersebut. 

A. Pola Triadik dan Rencana Keselamatan 

Dua perikop yang akan dibahas di bawah topik ini, yaitu Efesus 1:3-14 dan Efesus 2:4-10. Kedua teks ini mengandung lontaran mengenai pola triadik dalam hubungan dengan rencana keselamatan Allah bagi umat-Nya. 

1. Efesus 1:3-14 

Jika kita memperhatikan terjemahan LAI-ITB, LAI-BIS dan juga terjemahan-terjemahan berbahasa Inggris, Efesus 1:3-14 merupakan sebuah perikop yang diterjemahkan dalam sejumlah kalimat yang ditandai dengan tanda titik. Padahal, di dalam bahasa aslinya, Efesus 1:3-14 merupakan satu kalimat utuh tanpa tanda pemisah kalimat (tanda titik). Bagian ini terdiri atas 202 kata dan merupakan kalimat terpanjang kedua setelah Kolose 1:9-20 (218 kata) yang juga merupakan satu kalimat tunggal di dalam teks Yunaninya. 

Mengenai teks ini, Larkin menyatakan bahwa meskipun para sarjana tidak sepakat mengenai bentuk struktural kalimatnya, namun mereka sepakat bahwa teks ini merupakan sebuah deklarasi eulogia (pujian berkat) atas karya Allah dalam rencana keselamatan bagi umat-Nya. 

Sampai di sini, kita bisa mengidentifikasi beberapa pokok yang menghubungkan pola triadik dalam teks ini dengan rencana keselamatan bagi umat Allah. 

1.Pertama, karya Bapa (Efesus 1: 3-6). Dalam Efesus 1: 3, Paulus memuji Bapa karena Ia “telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di sorga”. Ungkapan pujian ini dikemukakan lagi dalam ayat 6 dan itu berarti ayat 3 dan 6 membentuk sebuah inclusio.7 Sekarang kita perlu mencermati gagasan apakah yang terkandung dalam “segala berkat rohani”8 yang telah dikaruniakan Bapa bagi kita. 

a. Bapa “memilih” kita (Efesus 1: 4). Kata Yunani dari “memilih” dalam ayat ini adalah kata evxele,xato (aorist indikatif medium, orang ketiga tunggal dari kata evkle,gw). Di dalam konteksnya, pemilihan ini dilakukan oleh Bapa sebagai sumbernya; objeknya adalah “kita”; fondasi atau sarananya adalah Kristus; alasannya adalah kasih Allah; pemilihan itu terjadi dalam kekekalan; dan tujuannya adalah menjadikan kita milik-Nya yang tidak bercacat. Implikasinya, pemilihan ini dilakukan bukan karena kita sebagai alasannya, melainkan karena kehendak Allah sendiri sebagaimana yang nanti akan dijelaskan lebih lanjut di dalam Efesus 1: 5. 

Catatan: Latar belakang dari bentuk deklarasi berkat pujian ini kelihatannya berakar dalam formula Pujian bagi Allah di sinagoge di mana formula ini digunakan untuk mengucapkan berakah kepada Allah atas karya-Nya dalam penciptaan dan penebusan serta pemujaan terhadap segala kepenuhan Allah yang mengaruniakan kebaikan bagi umat-Nya. Lih. Ralph P. Martin, Ephesians, Colossians, Philemon (Interpretation: A Bible Commentary for Teaching and Preaching; Atlanta: John Knox Press, 1973)

Menurut John P. Heil, pemilihan ini terjadi bukan sebagai sebuah tindakan impersonal yang acak, melainkan terjadi atas suatu kerelaan personal yang agung dari Allah yang Ia lakukan secara bebas atau yang Ia lakukan seturut kerelaan kehendak-Nya sendiri bukan karena ada alasan lain di luar diri-Nya sendiri. Tindakan memilih itu terjadi sebelum penciptaan.

Dengan demikian, pemilihan itu melampaui waktu. Pemilihan itu merupakan suatu keputusan oleh Bapa dan dalam hal ini kita tidak memiliki penjelasan apa pun. Sesuatu dengan kalimat yang sebelumnya, ini merupakan suatu keputusan yang dibuat “di dalam Kristus” – suatu realitas yang eksis bukan sekadar pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang dalam sejarah dunia, atau dalam pengalaman hidup orang-orang tertentu, tetapi pada waktu pemilihan itu sendiri. Di bagian lain dalam PB, Anak mengklaim hak untuk memilih kita (Yohanes 16:15), demikian juga Roh Kudus memilih Saulu dan Barnabas untuk tugas misionaris yang digambarkan dalam Kisah Para Rasul (13:1).

Akan tetapi, Paulus memandang pemilihan terutama sebagai karya Bapa, meskipun tidak terpisah dari Anak, di dalam Siapa Ia telah memilih kita, tidak juga dari Roh Kudus, yang adalah Dia oleh Siapa berkat itu datang (bnd. Ay. 3). Sesungguhnya, karena inilah yang pertama dari semuanya, maka seluruh berkat oleh Roh Kudus mengalir dari sini. Hal ini bisa kita pahami dengan jelas karena fakta bahwa tujuan dari pemilihan adalah agar kita menjadi kudus dan tidak bercacat di hadapan Bapa.

b. Bapa “menetapkan” kita untuk menjadi umat-Nya (Efesus 1:. 5). Kata “menetapkan” di sini dalam bahasa Yunaninya: proori,saj (partisip aorist aktif nominatif tunggal dari kata proori,zw). Bentuk partisip dari kata ini mengindikasikan bahwa kata “menetapkan” di sini merupakan penjelasan lanjutan dari kata “memilih” dalam ayat 4. Heil menyatakan bahwa “menetapkan” di sini mempertegas “memilih” dalam ayat 3. 

Allah “memilih” kita dengan cara “menetapkan” kita sejak kekekalan untuk diangkat (atau diadopsi) menjadi anak-anak-Nya. Pemilihan dengan cara penepatan itu terjadi di dalam Kristus sesuai dengan “kerelaan kehendak-Nya” (kedaulatan Allah sendiri).Bapalah yang menentukan kita dari semula melalui Sang Anak untuk menjadi milik-Nya. Ini terjadi melalui Anak (dia. VIhsou/ Cristou/; ay. 5), karena kita hanya dapat diangkat dalam persatuan dengan Sang anak yang alamiah. 

Kristus adalah Sang Anak dan kita dipilih dalam Dia sebagai anak-anak melalui pengangkatan. Jadi, pemilihan, penentuan dari semula, dan pengangkatan sebagai anak- anak-Nya, dibangun dalam hubungan antara Bapa dan Anak dalam kekekalan, suatu hubungan yang sepenuhnya memperhitungkan Roh Kudus melalui Siapa realitas-realitas ini digenapkan.

Menurut Paulus, rencana keselamatan itu diinisiasi oleh Bapa yang memilih dan menetapkan kita menjadi anak-anak-Nya melalui Kristus supaya kita memuji Dia sebagaimana yang dilakukan Paulus dalam ayat 3 dan Efesus 1: 6. Dalam kaitan dengan Anak, Ia adalah Bapa: “Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus” (ay. 3). Karena ini adalah hubungan-hubungan yang jelas dalam Allah, maka masuk akal untuk berkesimpulan bahwa Mereka adalah kekal. Gagasan ini diperkuat oleh referensi di ayat 4 mengenai pemilihan yang terjadi “sebelum dunia dijadikan.” Bapa telah menggenapkan kovenan- Nya dengan Abraham. 

Kembali ke Kitab Kejadian, Allah berjanji untuk memberkati Abraham dan seluruh keturunannya – dalam kaitan dengan tanah dan keturunan, dan juga secara umum. Sekaran, “segala berkat rohani” telah diberikan, dalam penggenapan terhadap janji kuno itu. Berkat-berkat ini diberikan oleh Roh Kudus, karena berkat-berkat itu adalah berkat-berkat “rohani”. Istilah “berkat” dalam bentuk tunggal menunjukkan kesatuan dari suatu keseluruhan. Ini bukan berkat-berkat yang begitu berlainan dan tidak saling terkait, tetapi merupakan bagian dari suatu gerakan anugerah Allah yang dimulai dengan Abraham dan sekarang digenapkan “dalam Kristus”. 

Frasa ini (en Christo) menunjukkan bahwa berkat Bapa diberikan oleh Roh Kudus dan di dalam Anak. Tidak heran, Martin menyatakan bahwa presentasi Paulus akan karya Bapa yang memilih dan menetapkan kita harus memimpin kita kepada doksologi (pujian pemujaan) terhadap Allah sebagaimana yang terungkap dalam konteksnya. 

2.Kedua, karya Kristus (Efesus 1:.7-12). Bagian ini berbicara mengenai karya penebusan Kristus yang menggenapkan rencana keselamatan Allah yang telah memilih dan menetapkan kita di dalam Dia. Kristus menunaikan tugas penebusan itu dengan cara mengucurkan “darah-Nya” dan olehnya rahasia keselamatan itu tersingkap bagi kita yaitu bahwa kita Allah karena kasih-Nya berkehendak menebus kita dengan cara mengampuni dosa kita atas dasar pengorbanan Kristus. 

Kita ditetapkan dari sejak kekekalan untuk ditebus oleh Kristus supaya kita disatukan di dalam Kristus sebagai Kepala (Efesus 1:. 7-10). Karya penebusan Kristus adalah dasar pengharapan kita sekaligus dasar bagi kita untuk menaikan doksologi bagi Allah demi kemulian-Nya (Efesus 1: 11-12). Dalam Kristus, Sang Anak, kita menerima penebusan melalui darah-Nya. Oleh kuasa Allah, kita mendapatkan pembebasan dari perbudakan dengan pembayaran harga tertentu (ay. 7). 

Penebusan ini terjadi di salib. Kematian Kristus menjamin pembebasan kita. Sebagai pembayaran, penebusan itu hanya dapat dipersembahkan kepada Bapa, karena Iblis tidak memiliki hak atau otoritas atas umat manusia. Sekali lagi, hubungan antara Bapa dan Anak ada dalam latar belakang, menggemakan komentar Paulus di Roma 8:32, di mana ia merujuk kepada Bapa yang tidak menyayangkan Anak-Nya, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua, dan di Roma 4:25, di mana ia berkata bahwa Yesus “diserahkan” untuk disalibkan karena pelanggaran-pelanggaran kita. 

3.Ketiga, karya Roh Kudus (Efesus 1:. 13-14). Dalam kedua ayat ini, ada dua hal yang dirujuk sebagai karya Roh Kudus bagi kita sebagai umat Allah. 

a. Roh Kudus memateraikan kita (Efesus 1:. 13). Kata Yunani yang digunakan untuk karya Roh Kudus ini adalah kata evsfragi,sqhte (aorist indikatif pasif, orang kedua jamak dari kata sfragi,zw). Menurut ayat ini, pemateraian oleh Roh Kudus itu terjadi ketika orang menjadi percaya kepada Kristus. Dalam konteks jaman itu, biasanya tanda materai itu digunakan untuk ternak- ternak dan para budak sebagai penanda kepemilikan seseorang. 

Jadi, orang-orang percaya dimateraikan oleh Roh Kudus berarti bahwa mereka ditandai dan dipelihara sebagai milik Allah hingga mendapatkan semua yang dijanjikan Allah bagi mereka (Efesus 1:. 14). Tindakan pemateraian ini adalah tindakan yang sama yang disebut juga sebagai baptisan Roh Kudus. 

Roh, seperti yang telah dibahas sebelumnya, menggenapkan berkat yang dijanjikan kepada Abraham, dan dengan demikian aktif secara dinamis dalam semua unsur rencana Bapa yang telah dibahas juga sebelumnya. Tetapi, khususnya dalam aspek-aspek yang terdapat dalam ayat 13-14 ini, Ia tampil lebih menonjol. Kata kerja sphargizein berarti membubuhkan materai pada sesuatu entah untuk keamanan, atau menunjukkan kepemilikan, atau menjamin keautentikan. 

Gagasan-gagasan ini semua terkait erat. Tentu gagasan tentang keamanan begitu menonjol, dank arena itu mungkin dekat dengan maksud Paulus. Tindakan Roh Kudus ini terjadi bersamaan dengan iman – bentuk partisip aorist kemungkinan besar adalah suatu partisip dari keadaan waktu itu. Jika demikian, yang ingin Paulus tekankan bukanlah tindakan tertentu dari Roh Kudus, melainkan pribadi Roh Kudus itu sendiri yang memateraikan orang- orang percaya.

Catatan: Konsep penebusan di sini dari segi sejarah keselamatan berlatar belakang dari kisah kejatuhan dalam PL, kemudian bayangannya adalah penebusan Allah bagi Israel yang membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir yang klimaksnya adalah pembebasan umat-Nya dari dosa melalui pengorbanan Kristus. Lih. Ferguson, Let’s Study Ephesians, 14-15; Martin, Ephesians, Colossians, Philemon, 17. 

Kristus di sini secara metaforik mengasumsikan otoritas Kristus atas umat-Nya yang adalah tubuh-Nya. Sebuah studi yang sangat komprehensif mengenai penggunaan istilah “kepala” dalam PB, dilakukan oleh: Wayne Grudem, “Does kefalh (‘Head’) Means ‘Source” or ‘Authority Over’ in Greek Literature? A Survey of 2,366 Examples,” in Trinity Journal 6.1 (1985): 38-59; Wayne Grudem, “The Meaning of Kefalh (‘Head’): An Evaluation of New Evidence, Real, and Alleged,” in Journal of Evangelical Theological Society 44:1 (March 2001): 25-65. 

Pengharapan di sini berarti “kita memiliki pengharapan sebelum menikmati seluruh penggenapannya” termasuk “kita memiliki pengharapan ketika orang-orang lain tidak memilikinya karena mereka berada di luar Kristus”. 

b. Roh Kudus adalah jaminan kita (Efesus 1:14). Istilah Yunani yang digunakan di sini adalah avrrabw.n (nominatif maskulin tunggal). Kata ini diambil dari konteks dagang atau bisnis pada waktu itu yang merujuk kepada uang muka (down payment) yang dibayarkan sebagai jaminan akan pelunasan yang akan dilakukan di kemudian hari. Di sini, Paulus menggunakannya secara metaforik untuk merujuk kepada karya Allah yang memberikan Roh Kudus sebagai jaminan menuju penggenapa realisasi rencana Allah secara komplit di masa depan (bnd. 2 Korintus 1:22; 5:5).

Gordon D. Fee menyatakan bahwa istilah “jaminan” di sini berarti bahwa Roh Kudus menjadi penentu konsumasi di masa depan terhadap realitas keselamatan yang telah dinikmati pada masa kini. Dengan demikian, uang muka ini sama jenisnya dengan sisa pembayaran nanti. Uang muka ini menjamin bahwa sisanya pasti menyusul. Di sini yang dimaksud dengan warisan yang akan datang. Roh Kudus, yang memateraikan semua orang percaya, meneguhkan bahwa Bapa akan memberi mereka kepemilikan yang penuh atas warisan kekal mereka dalam Kristus. 

Argumen eksegetis di atas dapat diringkas demikian. Semua berkat Allah yang digambarkan dalam Efesus 1:3-14 merupakan karya Allah dalam kategori triadik. Bapa adalah sumber segala berkat yang kita terima dalam Kristus (ay. 3), di mana berkat yang pertama adalah pemilihan (ay. 4) dan predestinasi (ay. 5). Anak adalah Dia di dalam Siapa kita menerima penebusan (ay. 7), dan Dialah yang akan mengepalai segala sesuatu (ay. 10). Sesungguhnya, semua berkat Allah dari permulaan sampai akhir diberikan dalam Kristus, Sang Anak. Setiap unsur dalam seluruh kalimat diberikan “dalam Kristus” atau “dalam Dia”. Roh Kudus adalah Dia yang memateraikan kita ketika kita percaya (ay. 13) dan yang menjamin warisan kita (ay. 14). 

Jadi seluruh panorama teologis ini menunjukkan gerakan yang berkesinambungan dari anugerah Allah kepada kita: dari Bapa, di dalam atau melalui Anak, dan oleh Roh Kudus. Menurut konglomerasi kalimat yang dahsyat ini, rencana keselamatan yang dijanjikan kepada Abraham, digenapkan oleh Kristus, merupakan janji Bapa, Anak, dan Roh Kudus bersama-sama, di mana Mereka dalam kesatuan yang tidak terpisahkan, sejak sebelum penciptaan dan sepanjang seluruh panorama sejarah manusia, menjami warisan kekal kita dalam Kristus. 

Jadi, Efesus 1:3-14 berbicara tentang karya Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam rencana keselamatan. Karya tersebut dimulai dalam kekekalan, terealisasi dalam kekinian, dan tergenapi di dalam kekekalan di masa depan. Dengan kata lain, keselamatan kita terjadi atas inisiasi Bapa, terjadi atas penebusan Kristus, dan tergenapi atas karya Roh Kudus. Dan inilah yang disebut Paulus sebagai Injil keselamatan yang sejati. Itulah sebabnya, Martin menyatakan bahwa dalam teks ini Paulus mengungkapkan pujian-Nya kepada Allah dalam Trinitarian layout (tata letak Trinitarian). 

2. Efesus 2:4-10 

Agak sedikit berbeda dengan Efesus 1:13-14, teks ini (2:4-10) berbicara tentang rencana keselamatan Allah bagi umat-Nya dalam setting binitarian. 

Catatan:
Dalam studi mengenai teologi PB, para ahli mengidentifikasi bahwa orang-orang Kristen mula-mula menyembah Yesus sama seperti mereka menyembah Bapa. Konsep ini disebut konsep Binitarian yaitu ada dua pribadi yang disembah dalam kesetaraan sebagai Allah. Lih. Larry W. Hurtado, “Worship, NT Christian,” in Katherine Doob Shakenfeld (ed), The New Interpreter’s Dictionary of the Bible (Nashville: Abingdon Press, 2006-2009), 910-923. 

Dalam Efesus 2:1-3, kita mendapati latar belakang dari Efesus 2:4-10 yaitu kondisi manusia yang tidak berdaya serta tanpa pengharapan akibat belenggu dosa. Manusia hidup dalam kejahatan dari waktu ke waktu tanpa kemampuan serta pengharapan untuk melepaskan diri darinya. Martin Kitchen membagi kondisi manusia yang digambarkan di sini ke dalam tujuh karaktersitik: 

a. Mati dalam pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa (Efesus 2:. 1); 

b. Menaati penguasa-penguasa dunia (Efesus 2:. 2); 

c. Mengikuti jalan dunia (2:2); 

d. Hidup dalam hawa nafsu dan kedagingan (Efesus 2:3); 

e. Memenuhi hasrat kedagingan dan pikiran jahat (2:3); 

f. Menjadi orang-orang yang dimurkai Allah (2:3) 

g. Tidak memiliki perbedaan hidup dengan orang lain (2:3).

Jadi latar belakang teks ini adalah kondisi umat manusia yang tidak berpengharapan dan sama sekali tidak berdaya sebagai akibat dosa. Paulus menggambarkan hal ini sebagai suatu kondisi “kematian”, dari mana kita tidak mampu menyelamatkan diri kita sendiri. Hanya pertolongan dari luar yang dapat membantu, hanya pertolongan Allah sendiri. Dengan penuh rahmat, Allah bertindak dalam kuasa dan anugerah. 

Setelah menjelaskan kondisi manusia yang tanpa pengharapan itu, Paulus mengkontraskannya dengan karya keselamatan dari Allah yang “kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya” bagi kita (ay. 4). Dalam teks Efesus 2:4-10, kita mendapati dua gagasan utama yang berkaitan dengan karya Allah bagi keselamatan manusia, yaitu inti/fondasi keselamatan (ay. 4-7) dan penerimaannya oleh anugerah semata (Efesus 2:8-10). 

Pertama, inti atau fondasi keselamatan (Efesus 2: 4-7). Di dalam bagian ini, Paulus mengkontraskan karya Allah yang mahakasih itu dengan kondisi kita yang sudah digambarkan sebelumnya, yaitu bahwa Allah “menghidupkan” kita dari kematian akibat dosa yang sejajar dengan karya-Nya yang “membangkitkan” kita. 

Karya Allah di sini merujuk kepada karya Bapa sebagaimana yang dikemukakan Wolfart Pannenberg bahwa istilah “Allah” (qeo.j) di dalam PB digunakan secara konsisten untuk merujuk kepada Bapa, jika tidak ada keterangan dari konteksnya mengenai rujukannya kepada pribadi yang lain. 

Karya Bapa ini dilakukan bersama dan di dalam Kristus dan akan mencapai kulminasinya (puncaknya) di masa depan (Efesus 2:. 7). Bapa telah menghidupkan kita, di mana sebelumnya kita “mati karena dosa-dosa” (Efesus 2: 10. Pada gilirannya, Ia telah membangkitkan kita bersama dengan Kristus. Ini adalah tindakan yang berdaulat oleh Bapa. 

Selain itu, kita tidak dibangkitkan dalam ketersendirian. Kata kerja dalam ayat 5 dan ayat 6 secara konsisten memiliki awalan syn (yang berarti “dengan”). Kita dibawa kepada kehidupan dalam kaitan dengan yang lain, sebagai bagian dari tubuh korporat. Bahkan lebih lagi, kita diberi hidup dalam hubungan dan persatuan dengan Kristus, yang Bapa bangkitkan dari antara orang mati. Maka kita juga berbagian dalam kebangkitan-Nya. Jika kita mengingat komentar Paulus di Roma 8, Roh Kudus juga secara aktif terlibat dalam kebangkitan Kristus demikian juga dalam partisipasi kita di dalamnya – Bapa menggenapkannya melalui Roh Kudus. 

Bapa mendudukkan kita di atas takhta bersama dengan Kristus di sorga (ay. 6b). Inilah kelanjutan dan konsekuensi dari apa yang telah diulas di atas. Kristus naik ke sorga dan sekarang duduk di sebelah kanan Allah. Dalam persatuan dengan Dia, kita didudukkan bersama-sama dengan Dia (dan dalam Dia) di sorga. Maksudnya sekali lagi adalah bahwa Bapa terus menjadi subjek dari anak kalimat ini. 

Jadi, rencana keselamatan dalam keseluruhannya, demikian juga dalam detail-detailnya, adalah penggenapan kovenan Allah dengan Abraham, disiapkan dari sebelum penciptaan, difokuskan secara korporat dalam Kristus dan – di atas segalanya – adalah suatu janji dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus yang memiliki satu tujuan, satu kehendak, dan satu pengaruh.

Dan kedua, penerimaan keselamatan oleh anugerah semata (Efesus 2:. 8-10). Penekanan akan anugerah atau kasih karunia dalam bagian ini konsisten dengan kondisi manusia sebelum mengalami karya penebusan Kristus. Kondisi kematian akibat dosa tidak mungkin menyisakan kemampuan atau potensi di dalam diri manusia itu sendiri yang memberinya peluang untuk menyelamatkan dirinya sendiri atas potensi dirinya. 

Selain itu, seperti yang sudah diuraikan dalam eskegesis terhadap Efesus 1:3-14 bahwa keselamatan itu diinisiasi, diwujudkan, dan digenapi oleh Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Itu berarti, implikasi yang tidak dapat tidak harus diterima adalah bahwa keselamatan itu hanya dapat dinikmati oleh manusia karena anugerah atau kasih karunia semata dan bukan merupakan buah dari upaya atau usaha dari pihak manusia itu sendiri. 

Lincoln mengomentari ayat-ayat ini demikian: “Tindakan Allah yang beranugerah itu adalah fondasi dari keselamatan manusia yang diterima melalui iman sebagai sarana yang melaluinya tindakan tersebut menjadi efektif dalam kehidupan seseorang.” Sebelumnya, Lincoln sudah memberikan argumentasi bahwa iman itu sendiri tidak bersumber dari dalam diri manusia melainkan harus dilihat juga sebagai pemberian Allah. Maka tidak heran, Ferguson pun menegaskan hal ini dengan berkomentar: 

Kejeniusan rencana keselamatan Allah adalah bahwa Ia telah menciptakan sarana yaitu iman yang melaluinya kita dapat menikmati keselamatan, namun pada saat yang sama iman itu sendiri tidak berkontribusi bagi keselamatan kita. 

Keselamatan adalah pemberian cuma-cuma di mana iman tidak menambahkan apa pun kepadanya. Keselamatan, seluruhnya dan selalu merupakan anugerah. Itu tidak pernah bersumber dari natur manusia itu sendiri; itu tidak bergantung atas perbuatan manusia. Itu datangnya dari Allah; karena itu tidak ada seorang pun yang dapat membanggakan diri mengenai hal itu! Sesungguhnya ini adalah sebuah kejeniusan ilahi. 

Jadi, Efesus 2:4-10 juga berbicara mengenai rencana keselamatan Allah bagi manusia di mana dasarnya adalah karya Bapa bersama dan di dalam Kristus yang membangkitkan serta menghidupkan kita dari kematian serta ketidakberdayaan akibat dosa. Itulah sebabnya, keselamatan itu ditekankan sebagai sebuah pemberian cuma-cuma; bukan merupakan hasil perbuatan atau jasa dari pihak manusia itu sendiri. Sedikit berbeda dengan Efesus 1:3-14 yang berbicara mengenai peran Bapa, Anak dan Roh Kudus, di dalam teks ini yang dibicarakan adalah peran Bapa dan Kristus bagi keselamatan manusia. 

B. Pola Triadik dan Kehidupan Iman Umat Allah 

Mengenai pola triadik dan kehidupan iman umat Allah, dalam bagian ini saya akan membahas lima teks, yaitu: Efesus 1:17; 2:18; 3:4-17a; 5:18-20; dan 6:10-11. 

1. Efesus 1:17 

Efesus 1:17 berada dalam konteks lontaran Paulus mengenai doanya bagi jemaat untuk memiliki pengertian atau pengenalan akan kemuliaan Kristus (1:15-23). Di dalam 1:17, Paulus menggunakan pola triadik untuk berbicara mengenai sumber atau fondasi dari pengenalan akan Allah. 

Pertama, Paulus berbicara tentang “Bapa kemuliaan” (o` path.r th/j do,xhj). Frasa Yunani ini diterjemahkan dalam dua versi, yaitu “Bapa yang mulia” (the glorious Father – ITB; BIS; NIV; NIB) dan “Bapa kemuliaan” (the Father of glory – KJV; NRS; ESV; GNV; dll.). 

Bila diterjemahkan dengan “Bapa yang mulia,” maka maksudnya merujuk kepada kemuliaan sebagai modus keberadaan Bapa di mana penekannya pada kata sifat dari “kemuliaan”. Namun, bila diterjemahkan dengan “Bapa kemuliaan”, maka penekannya ada pada tindakan Allah di dalam sejarah di mana kemuliaan Allah selalu dihubungkan dengan tindakan-Nya dalam penyingkapan Diri-Nya. Misalnya dalam Keluaran 33:17 – 34:7 di mana Musa meminta agar melihat kemuliaan Allah (bnd. Kisah Para Rasul 7:2). 

Klyne Snodgrass menyatakan bahwa menurut konteksnya, frasa “Bapa kemuliaan” di sini harus dipahami dalam pengertian Bapa yang menyatakan kemuliaan-Nya yakni menyingkapkan diri, karakter, dan rencana- Nya untuk diketahui melalui Kristus. Atau seperti yang dikemukakan Harold Hoehner, bentuk genitif dari kata “kemuliaan” di sini adalah genitif kualitatif di mana Bapa dikarakterisasi oleh kemuliaan-Nya. 

Dia bukan hanya Bapa yang mulia, melainkan juga Bapa yang memiliki segala kemuliaan dan kemuliaan merupakan natur-Nya. Dan jangan lupa bahwa penyebutan mengenai “Bapa kemuliaan” di sini pasti merupakan bentuk ringkas dari karya Bapa yang sudah dibicarakan dalam Efesus 1:3-6 yang menginisasi keselamatan bagi umat-Nya. 

Kedua, Paulus berbicara mengenai Tuhan Yesus Kristus. Menariknya, frasa yang digunakan Paulus untuk berbicara mengenai Kristus adalah o` qeo.j tou/ kuri,ou h`mw/n VIhsou/ Cristou/ yang terjemahan literalnya: “Allah dari Tuhan kita Yesus Kristus”. Istilah o` qeo.j pasti merujuk kepada o` path.r th/j do,xhj (“Bapak kemuliaan”). Artinya bagi Paulus, Bapa adalah Allah dari Tuhan Yesus Kristus, menurut ayat ini. Kelihatannya di sini Paulus membicarakan Kristus dalam posisi yang lebih rendah (subordinan) dari Bapa. 

Meski demikian, Gordon D. Fee memberikan argumentasi eksegetis yang kuat bahwa bukan ini yang dimaksudkan Paulus melalui frasa o` qeo.j tou/ kuri,ou h`mw/n VIhsou/ Cristou. Fee menyatakan bahwa: 

(a) Paulus dalam ayat ini mempresuposisikan Efesus 1:3dst., di mana Kristus dipresentasikan sebagai Pribadi yang pre-eksisten; 

(b) dalam ayat ini, Paulus bukan berbicara mengenai relasi Kristus dengan Bapa, melainkan relasi Bapa dengan Kristus di mana melalui Kristus, Bapa menyingkapkan diri dan kehendak-Nya; dan 

(c) dalam konteks 1:15-23, Paulus berbicara mengenai Allah sebagai Pribadi yang disembah oleh jemaat, namun tidak mungkin frasa o` qeo.j tou/ kuri,ou h`mw/n VIhsou/ Cristou berarti Bapa sebagai Pribadi yang disembah Kristus karena gagasan seperti ini secara total sama sekali tidak pernah muncul dalam teologi Paulus. 

Dan ketiga, Paulus berbicara mengenai Roh Kudus. Dalam bahasa Yunaninya, kata yang digunakan adalah pneu/ma sofi,aj tanpa kata sandang tertentu yang secara literal dapat diterjemahkan dengan “roh hikmat”. Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa yakin bahwa istilah pneu/ma sofi,aj dimaksudkan untuk merujuk kepada Roh Kudus? Ada enam pokok pertimbangan eksegetis yang dikemukakan Hendrikson untuk meyakinkan kita bahwa Roh Kuduslah yang dimaksudkan di sini, yaitu: 

a. Paulus menulis mengenai “pewahyuan” dalam hubungan dengan “roh hikmat”. Kita tidak mungkin berbicara mengenai pewahyuan dalam hubungan dengan roh yang merujuk kepada kualitas diri manusia; 

b. Paulus menggunakan istilah “roh hikmat” di mana menurut Yesaya 11:2 bahwa hikmat merupakan pemberian dari Roh Yahweh; 

c. Dalam bagian-bagian lain, terdapat sejumlah frasa yang mirip dengan “roh hikmat” yang merujuk kepada Roh Kudus, mis. “Roh kebenaran” (Yohanes 15:26) dan “Roh adopsi” (Roma 8:5); 

d. Dalam Efesus 1:3-14, Bapa dan Anak dibicarakan bersama dengan Roh Kudus (pola triadik), maka dalam 1:17, pasti pola yang sama juga yang dimaksudkan Paulus; 

e. Merupakan suatu karakteristik dalam tulisan Paulus untuk menyebut Bapa dan Anak kemudian juga Roh Kudus (mis. Roma 8:15-17; 2Kro. 13:14; Efesus 1:3-14; 3:14-17; 4:4-6; 5:18- 21); dan 

f. Ketika Bapa memberikan mata hati yang terang (ay. 18), bukankah itu terjadi melalui Roh Kudus? (bnd. Yohanes 3:3, 5; Efesus 5:8; 1Yohanes 1:7). 

Pengenalan yang Bapa berikan bukan suatu pengetahuan hipotetis yang spekulatif. Paulus menggunakan epignosis untuk menunjukkan pengetahuan yang nyata, mendalam, pribadi, yang bertolak belakang dengan pengetahuan atau pengenalan sepintas lalu. Persekutuan pribadi dengan Allah menjadi maksud Paulus di sini. Pengenalan akan Allah ini datang dari Bapa, melalui Anak, dan oleh Roh Kudus, dan berkesinambungan serta progresif. Terlebih lagi, pengenalan ini adalah hal yang paling penting dalam agenda Paulus bagi gereja. Ini adalah kategori yang teratas dalam daftar doanya, satu hal yang paling penting yang ia sebutkan. 

Jadi, di sini Paulus menggunakan pola triadik yaitu Bapa, Kristus, dan Roh Kudus di dalam konteks doanya di mana Ketiga Prbiadi tersebut akan memimpin orang-orang percaya ke dalam tiga hal, yaitu: pengenalan akan pengharapan yang ada pada panggilan mereka, pengenalan akan kekayaan dan kemuliaan dari status mereka sebagai orang-orang kudus, dan pengenalan akan kelimpahan yang agung dari Kristus bagi kita yang percaya kepada-Nya. Snodgrass menyatakan bahwa teks ini bersifat Teosentris sekaligus Trinitarian. Dengan kata lain, Bapa, Anak, dan Roh Kudus merupakan sumber sekaligus fondasi pengenalan akan Allah yang benar! 

2. Efesus 2:18 

Konteks dari Efesus 2:18 adalah penjelasan Paulus bahwa sekat-sekat etnis yang memisahkan orang- orang Yahudi dan non Yahudi kini telah ditiadakan di dalam Kristus. Karya Kristus meniadakan sekat-sekat tersebut dan membuka akses yang sama baik bagi orang-orang Yahudi maupun non Yahudi untuk beroleh jalan kepada Bapa (Efesus 2:11-17). Latar belakang dari konteks ini adalah sistem penyembahan di Bait Suci sebagaimana yang diatur dalam PL. Menurut PL, ada jarak antara Allah dan umat-Nya. 

Hal ini terlihat dalam aturan mengenai Ruang Mahakudus yang tidak bisa diakses oleh semua orang. Terlebih lagi, orang-orang non Yahudi tidak diperkenankan untuk memasuki Bait Allah dan pelanggaran terhadap aturan ini akan menuai ganjaran hukuman mati. Melalui teks ini, Paulus secara implisit menyatakan bahwa baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang non Yahudi sama tidak berdayanya di hadapan Allah. Keselamatan mereka sama-sama bergantung atas karya penebusan Kristus. 

Pertama, di bagian awal ayat 18, Paulus menyatakan “oleh Dia” (diV auvtou/). Siapakah yang dimaksudkan “Dia” di sini? Jelas bahwa berdasarkan ayat 11-17, “Dia” yang dimaksudkan dalam awal ayat 18 adalah Kristus. 

Kedua, Paulus menyatakan “dalam satu Roh” (evn e`ni. pneu,mati) kita beroleh akses kepada Bapa. Paulus menggunakan istilah “kita berdua” (oi` avmfo,teroi) yang merujuk kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi. 

Dalam ayat ini Paulus menekankan bahwa Kristus telah menjamin akses kepada Allah melalui Salib. Dalam Perjanjian Lama, ada satu jarak antara Allah dan umat-Nya. Keimaman dan sistem persembahan korban ada di antara Allah dan umat-Nya. Ruang Mahakudus tidak bisa diakses oleh semua orang. Terlebih lagi, orang-orang bukan Yahudi tidak diijinkan memasuki Bait Allah, dan pelanggaran terhadap hal ini diganjar hukuman mati. Akan tetapi, sekarang karena Kristus telah datang, kita memiliki akses yang terbuka kepada Allah. Kita didamaikan melalui salib. Pendamaian ini juga memiliki pengaruh antara orang Yahudi dan bukan Yahudi.

Martin menyatakan bahwa Kristus telah membatalkan hukum Taurat dan dengan demikian menghancurkan apa yang membedakan Israel dan memisahkan orang Yahudi dan bukan Yahudi. 

Ini adalah latar belakang bagi kalimat kunci dalam ayat 18. Baik orang-orang Yahudi maupun orang- orang bukan Yahudi sekarang memiliki akses kepada Bapa. Rahmat bapa yang kaya telah membebaskan kita dari dosa, membangkitkan kita dengan Kristus, dan mendamaikan kita melalui kematian Kristus. Karena itu keselamatan dapat dilihat sebagai akses kepada, dan, secara konsekuensi, persekutuan dengan Bapa. Akses ini terjadi “melalui Dia”, melalui Kristus. Dialah yang mendamaikan dan yang adalah damai sejahtera (ay. 14). Akses itu digenapkan evn e`ni. pneu,mati (“oleh 

Roh Allah yang satu”), yang tidak lain merujuk kepada Roh Kudus. Akibatnya, meskipun rencana keselmatan diadakan dari Bapa melalui Anak oleh Roh Kudus, dari pihak kita sendiri, kita mengalami gerakan yang terbalik yaitu oleh Roh Kudus melalui Anak kepada Bapa. Roh memberi iman (bnd. 2:8-9) dan adalah sumber dari semua cara kita merespons anugerah Allah. Ia memampukan kita untuk mempercayai Kristus, dan melalui Dia dan perantaraan-Nya kita memiliki persekutuan dengan Bapa. Karena itu, pengalaman Kristen adalah benar-benar Trinitarian.

Lincoln mengakui hal ini ketika ia berkomentar tentang surat Efesus, “Betapa wajarnya pemikirannya diungkapkan dalam pola Trinitarian ‘melalui Kristus dalam Roh kepada Bapa’.” Sesungguhnya itu adalah natur dari kalimat ini yang muncul tanpa disengaja yang menekankan bahwa pola ini adalah bagian integral dari pemikiran Paulus. Sayangnya, Herman Ridderbos tidak satu kalipun menyinggung mengenai hal ini dalam bukunya yang terkenal mengenai teologi Paulus.

Jadi, melalui karya Roh Kudus, baik orang Yahudi maupun orang-orang non Yahudi memperoleh akses yang sama kepada Bapa. Jadi, bagi Paulus Roh Kudus mengefektifkan karya Kristus bagi orang-orang non Yahudi dan orang-orang Yahudi untuk menikmati jalan atau akses menuju kepada Bapa. Tanpa karya Kristus dan karya Roh Kudus, akses kepada Bapa sama sekali tertutup. Penerimaan Bapa dan pengenalan akan Dia, hanya dapat terjadi karena pengorbanan Kristus dan pengefektifan karya-Nya oleh Roh Kudus bagi setiap orang yang percaya. Implikasinya, mereka harus mengetahui bahwa kesatuan iman yang terjadi dalam relasi Yahudi-non Yahudi merupakan karya Bapa, Anak, dan Roh Kudus. 

3. Efesus 3:4-17a 

Sama seperti dua teks di atas, dalam Efesus 3:4-17, Paulus juga berbicara mengenai pengetahuan akan Kristus. Namun dalam teks ini, Paulus lebih condong untuk berbicara mengenai pengetahuannya akan rahasia Kristus. Martin menyatakan bahwa teks ini merupakan autobiografi bagi apostolisitas (kerasulan) Paulus sendiri. Dan rahasia Kristus itu adalah bahwa orang-orang bukan Yahudi boleh berbagian sebagai ahli-hali waris dan anggota-anggota tubuh Kristus. 

Pengetahuan akan rahasia Kristus ini, menurut Paulus, “dinyatakan di dalam Roh”. Jadi, kembali lagi Paulus membicarakan tentang karya Kristus yang dinyatakan atau yang disingkapkan oleh Roh Kudus. Roh Kudus adalah Penyingkap rahasia Allah. Atau dengan kata lain, Roh Kudus adalah pemberi iluminasi bagi Paulus untuk memahami rahasia Kristus yang sebenarnya sudah dicanangkan sejak masa para nabi (ay. 5). 

Pertanyaannya adalah mengapa Paulus berbicara mengenai posisi orang-orang non Yahudi sebagai sebuah rahasia yang kini telah disingkapkan? 

Pertama, Paulus memberikan penekanan yang sangat kuat dalam teks ini bahwa baik orang Yahudi maupun orang-orang non Yahudi di dalam Kristus merupakan satu umat. Fee menjelaskan bahwa terjemahan bahasa Inggris (dan juga Indonesia?) kurang dapat mengekspresikan penekanan yang kuat ini sebagaimana yang dapat dirasakan saat membaca kalimat-kalimat Yunaninya. 

Kedua, maka Paulus menempatkan tugas kerasulannya dalam konteks rekonsiliasi antara Allah dengan orang-orang non Yahudi dan rekonsiliasi antara orang-orang non Yahudi dan orang-orang Yahudi. Konteksnya dengan jelas memperlihatkan bahwa Allah adalah Bapa bagi umat-Nya dan umat-Nya yang dimaksudkan di sini adalah semua orang dari segala suku bangsa. 

Ketiga, pelayanannya sebagai rasul bagi orang-orang non Yahudi merupakan mandat Allah sendiri (bnd. Galatia 1:11-12). Dan keempat, ia mendapatkan pengetahuan seperti ini berdasarkan penyingkapan dari Roh Kudus.

Menarik untuk dicatat bahwa dalam Efesus 1:9, Paulus berbicara mengenai karya pengorbanan Kristus sebagai penyingkapan rahasia Allah (Bapa) dan dalam bagian ini, ia membicarakan topik yang sama dalam kaitan dengan rekonsiliasi Yahudi-non Yahudi sebagai “rahasia Kristus”. Bagi Paulus, istilah “rahasia Allah” dan “rahasia Kristus” digunakan secara bergantian untuk berbicara mengenai karya penebusan Kristus sebagai puncak atau klimaks dari pewahyuan Allah di dalam PL.

Rahasia ini menjadi tersingkap melalui karya Roh Kudus. Jadi, teks ini bisa dilihat sebagai sebuah doa lain bagi para pembaca yang didasarkan pada isi bagian sebelumnya. Paulus memohon kepada Bapa untuk menguatkan para pembacanya melalui Roh-Nya (ay. 15-16). Pada gilirannya ia menggambarkan hal ini sebagai Kristus yang berdiam di dalam hati umat-Nya melalui iman (ay. 17). Bapa, menurut Paulus adalah “kaya dalam kemuliaan”. 

Penekanannya ada pada kebesaran Bapa sebagai sumber berkat ini. Ia adalah Pencipta dan Tuhan dari semua turunan. Turunan-turunan itu berasal dari Dia. Memberi nama memperlihatkan gagasan kedaulatan dalam dunia purba, maka yang dimaksudkan di sini adalah otoritas yang berdaulat dari Bapa atas semua orang. Roh Kudus sudah digambarkan sebagai materai dari keselamatan kita (1:13) dan Dia yang mendiami gereja (2:22). 

Di sini kuasa Roh Kudus yang menguatkan sejajar dengan berdiamnya Kristus dalam hati orang beriman. Hasilnya adalah mereka akan berakar dalam kasih dengan akibat lebih lanjut yang Paulus uraikan dalam kalimat-kalimat selanjutnya. Iman, penguatan, dan kasih – semua ciri kehidupan orang-orang percaya Kristen – dilihat oleh Paulus sebagai buah janji bersama dari ketiga Pribadi. 

4. Efesus 5:18-21 

Pola triadik yang berikutnya terungkap dalam tulisan Paulus mengenai “dipenuhi oleh Roh” (5:18- 20). Latar belakang gagasan teologis83 dari teks ini dapat dilihat dalam PL di mana berulang kali dicatat bahwa Roh Allah memenuhi orang-orang tertentu, mis. untuk misi profetis (Yeh. 2:2; 3:4) dan menyampaikan nubuat tertentu (1Samuel 10:6, 10; 19:23; Mi. 3:8). 

Roh, dalam PL, juga dinyatakan memenuhi orang-orang tertentu dengan memberikan keahlian-keahlian khusus bagi mereka untuk menyelesaikan sejumlah tugas dari Allah (Keluaran 28:3; 31:3-5; 35:31; Ulangan 34:9; Hak. 3:10; 6:34; 11:29; 14:19; 1Samuel 16:13; 2Taw. 15:1; 20:14).84 Andreas J. Kostenberger memperlihatkan bahwa dalam PL, istilah “dipenuh” oleh Roh merujuk kepada beberapa konsep, yaitu: 

a. Berasosiasi dengan terminologi Tabernakel/Bait Suci di mana beberapa kali dinyatakan bahwa Roh Allah memenuhi Tabernakel atau Bait Suci dengan kemuliaan Allah (Keluaran 40:34– 35; 1Raj. 8:10–11; 2Taw. 5:13–14; 7:1–2; Hag. 2:7; Yehezkiel 10:4; 43:5; 44:4; Imamat 14:21; Mzm. 72:19; Yes. 6:3; 11:9; Hab. 2:14); 

b. Memiliki dimensi eskatologis (Mzm. 72:19; Yesaya 6:3; Yehezkiel 36:26-27); 

c. Memiliki dimensi koorporat (Yehezkiel 36:6, 14; Yesaya 63:10-11); dan 

d. Memiliki dimensi individual (lih. referensi yang sudah dicantumkan sebelumnya). 

Dalam Efesus 5:18-20, hanya ada satu kata kerja utama dalam kaitan dengan Roh Kudus, yaitu kata plhrou/sqe (present imperatif pasif, orang kedua jamak dari kata plhro,w). Kata kerja utama ini kemudian diikuti dengan lima kata partisip, yaitu: 

a. Berkata-kata dengan Mazmur, kidung pujian, dan nyanyian rohani (ay. 19); 

b. Bernyanyi dan bersorak bagi Tuhan (ay. 19); 

c. Mengucap syukur senantiasa (ay. 20); 

d. Dan merendahkan diri seorang terhadap yang lain (ay. 21). 

Karena kelima kata di atas ditulis dalam bentuk partisip, maka fungsinya dalam Efesus 5:18-20 adalah sebagai penjelasan bagi apa yang dimaksud dengan “dipenuhi dengan Roh kudus”. Dengan kata lain, dipenuhi dengan Roh kudus terlihat dalam kelima karakterstik yang terungkap di atas. 

Ada beberapa pokok penting yang perlu dicatat di sini berkait dengan perintah untuk dipenuhi dengan Roh Kudus. 

Pertama, bentuk tense dari kata “dipenuhi” adalah present tense, sehingga banyak penafsir yang menganggapnya mengindikasikan suatu tindakan yang terus-menerus. Tafsiran ini didukung oleh konteksnya di mana kelima karakteristik dari dipenuhi oleh Roh Kudus di atas merupakan hal-hal yang harus terus menerus dilakukan oleh umat Tuhan. Artinya, dipenuhi dengan Roh Kudus berbeda dengan dimateraikan atau dibaptis dengan Roh Kudus yang dibicarakan dalam Efesus 1:14. 

Dipenuhi dengan Roh Kudus adalah sesuatu yang terus-menerus, sedangkan dimateraikan atau dibaptis dengan Roh Kudus adalah tindakan Allah yang satu kali untuk selamanya. Paulus memberikan perintah untuk dipenuhi dengan Roh Kudus, namun ia tidak pernah memberikan perintah untuk dibaptis atau dimateraikan dengan Roh Kudus.

Kedua, ada suatu paradoks di sini, yaitu bahwa Paulus menggunakan kata perintah, namun kata perintah itu digunakan dalam modus pasif. Menurut Kostenberger, bentuk pasif ini mengindikasikan apa yang disebut dengan bentuk “pasif ilahi” (divine passive), yaitu suatu cara pengungkapan khas Yahudi di mana tindakan Allah dibicarakan dengan menggunakan bentuk pasif tanpa penyebutan nama Allah di sina. Artinya, dipenuhi oleh Roh Kudus bukan hanya melibatkan aktivitas manusia, melainkan juga karya Allah. 

Ketiga, teks ini ditulis dalam konteks komunitas, bukan semata-mata individual. Jadi, dipenuhi dengan Roh Kudus di sini terkarakterisasi dalam cara hidup komunitas iman, yaitu jemaat Kristus. Artinya, penekanan akan dipenuhi dengan Roh Kudus di sini dilakukan Paulus dalam konteks jemaat, bukan sekadar pengalaman individual dari orang-orang percaya. 

Keempat, Roh Kudus memenuhi umat percaya dalam nama Tuhan Yesus supaya orang-orang percaya memuliakan Bapa (ay. 20). 

Dan kelima, dalam ayat-ayat sebelumnya “mabuk oleh anggur” diparalelkan dengan “kebodohan”, sedangkan “dipenuhi dengan Roh Kudus” diparalelkan dengan “hidup yang berhikmat”. Maka, sekali lagi dipenuhi dengan Roh Kudus di sini menegaskan peran Roh Kudus sebagai Roh Hikmat yang sudah dibicarakan dalam 1:17. Artinya, Roh Kudus memenuhi orang percaya dengan memberikan mereka iluminasi, hikmat, dan pengetahuan untuk mengekspresikan pemujaan terhadap Allah di dalam iman kepada Kristus dengan berbagai macam cara seperti yang sudah disebutkan di atas.

Jadi, melalui teks ini kita kembali mendapati gagasan bahwa spiritualitas Kristen yang dipenuhi oleh Roh Kudus pun dikemas dalam kerangka atau pola triadik. Di sini menjadi sangat penting untuk diperhatikan bahwa permintaan Paulus kepada gereja untuk dipenuhi dengan Roh Kudus (ay. 18) mengantisipasi respons yang tidak terpisahkan berupa nyanyian Mazmur kepada Tuhan (ay. 19), kyrios adalah istilah yang Paulus gunakan secara konsisten untuk Kristus pasca-kebangkitan. 

Pada gilirannya, mereka bersyukur untuk segala sesuatu yang mereka terima “dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa Kita” (ay. 20). Sekali lagi, Paulus melihat bahwa pengalaman Kristen seluruhnya bersifat Trinitarian. Peramuannya tidak mulus, tetapi ciri ini menunjukkan cara yang wajar dalam mengakui realitas itu dan juga menunjukkan bahwa penulisannya terjadi pada awal perkembangan gereja.

5. Efesus 6:10-11 

Bila digabungkan dengan ayat-ayat setelahnya, Efesus 6:10-24 merupakan bagian penutup dari surat Efesus. Menurut Larkin, bagian ini tampaknya tidak dimaksudkan sebagai kesimpulan dari paraenesis (nasihat-nasihat praktis) dalm bagian sebelumnya, melainkan harus dilihat sebagai kesimpulan dari keseluruhan surat ini. Ayat 10-11 merupakan perintah yang pertama dalam rangkaian perintah untuk mempersenjatai diri dengan perlengkapan-perlengkapan rohani. 

Dalam perintah yang pertama dan juga perintah-perintah lainnya hingga ayat 16, Paulus menggunakan pengungkapan-pengungkapan dengan latar belakang militer. Snodgrass menjelaskan bahwa latar belakang bernada militer ini sangat umum dalam PL di mana Yahweh digambarkan sebagai Pahlawan perang yang berperang melawan musuh-musuh-Nya. Metafora perang ini terdapat paling banyak di dalam kitab Yesaya dan juga beberapa kita pseudopigrafa PL. 

Gambaran seperti ini juga sangat kentara di dalam tulisan-tulisan masyarakat Qumran yang dikenal dengan istilah War Scrolls (Gulungan-gulungan Perang). Memang tidak dapat dibuktikan bahwa Paulus bergantung atas tulisan-tulisan Qumran tersebut, namun dapat disimpulkan bahwa metafora seperti ini memang sangat umum dalam konteks Yudaisme. Perbedaannya adalah, dalam tulisan-tulisan Qumran, para imam memberikan dorongan semangat untuk terlibat dalam peperangan yang nyata, sedangkan Paulus memberikan dorongan agar orang- orang percaya terlibat dalam peperangan rohani.

Di dalam teks ini (Efesus 2:10-11), Paulus secara tersirat berbicara mengenai keterlibatan tiga Pribadi (pola triadik). Paulus menyebutkan mengenai “hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan”. Kata Yunani yang digunakan di sini adalah ku,rioj yang merupakan ungkapan khas Paulus untuk menyebut mengenai Yesus. Paulus juga menulis mengenai evn tw/| kra,tei th/j ivscu,oj auvtou/ (“di dalam kuat kuasa-Nya”). 

Dan akhirnya, Paulus menggunakan istilah th.n panopli,an tou/ qeou/ (“perlengkapan senjata Allah”) di mana istilah “Allah” di sini dalam tulisan-tulisan Paulus digunakan untuk Bapa seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Menariknya, dari semua “perlengkapan senjata Allah” yang dibicarakan Paulus dalam konteks ini, satu-satunya senjata yang memiliki fungsi menyerang adalah “pedang Roh”, yaitu firman Allah (ay. 17). 

Jadi, Bapa melindungi umat-Nya supaya tetap teguh dalam iman kepada Kristus, dengan memberikan berbagai perlengkapan pertahanan maupun perlengkapan untuk mengalahkan iblis, yakni firman Allah yang merupakan karya Roh Kudus.Singkatnya, teks ini berbicara mengenai keterlibatan rangkap tiga, yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam menjaga iman umat-Nya. Umat-Nya diperintahkan untuk aktif, namun mereka tidak dibiarkan sendiri berjuang. Allah beserta dan menyertai bahkan menyediakan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan umat- Nya untuk tetap bertahan bahkan mengalahkan serangan si jahat. 

Sebagai ringkasannya, Paulus berbicara mengenai respons terhadap anugerah Allah, yang direncanakan dan dilaksanakan dalam pola rangkap tiga yang telah digambarkan di atas. Orang-orang percaya diangkat, diliputi, dan diberi kuasa oleh pola rangkap tiga yang sama – dalam teks ini: oleh Roh Kudus melalui Anak kepada Bapa. Hal ini bisa diperhatiakn dalam ayat 10: “Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan”. Untuk melakukan hal ini, para pembacanya harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah (ay. 11). Satu-satunya perlengkapan untuk menyerang adalah “pedang Roh [Kudus], yang adalah firman Allah” (ay. 17). Dengan kata lain, kehidupan mereka dalam status sebagai umat Allah merupakan karya Trinitarian. 

C. Pola Triadik dan Gereja/Jemaat 

Dalam bagian ini ada dua teks yang akan dibahas, yaitu Efesus 2:20-22 dan 4:4-6. Kedua teks ini berbicara mengenai pola triadik dan natur dari gereja/jemaat Tuhan. 

1. Efesus 2:20-22 

Di dalam konteksnya, Paulus berbicara mengenai rekonsiliasi antara orang-orang non Yahudi dan Yahudi dengan Allah karena karya salib Kristus. Kedua kelompok ini sama-sama mendapat kesempatan dan hak yang sama untuk beroleh akses kepada Bapa karena karya Kristus melalui pengefektifan yang dilakukan oleh Roh Kudus. Hasilnya, mereka tidak lagi dianggap sebagai “orang- orang asing” tetapi sebagai “kawan sewarga dan orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah” (Efesus 2:11-19). 

Selanjutnya, Paulus kembali mempresentasikan pola triadik, yaitu bahwa dasar peletakkan atau fondasi pembentukkan umat Allah adalah pengajaran para rasul dan nabi di mana Kristus Yesus sebagai “batu penjuru” (ay. 20). Ferguson berkomentar bahwa penyebutan “para rasul dan para nabi” di sini tidak berarti bahwa mereka berkontribusi sebagai dasar pembangunan tubuh Kristus sebagaimana halnya Kristus. Sebaliknya, mereka adalah sarana-sarana yang digunakan Allah untuk menjadi duta Kristus guna meneruskan karya Kristus sehingga jemaat itu terbentuk dalam iman yang solid kepada Kristus. 

Perjanjian Baru secara konsisten mengajarkan bahwa hanya Kristuslah satu-satunya fondasi atau dasar bagi gereja (1Korintus 3:11) dan para pelayan-Nya adalah berperan sebagai duta atau agen. Tuhan memang memberikan para rasul peran kunci dalam pembangunan tubuh Kristus, namun mereka tidak memberikan kontribusi penebusan sebagaimana karya Kristus bagi jemaat-Nya (Matius 28:18-20; Yohanes 20:21-23). Jemaat yang didirikan atas dasar Kristus ini bertumbuh dalam suatu harmonisasi spiritual menjadi “Bait Allah” dan “kediaman Allah” melalui karya Roh Kudus (ay. 21-22). 

Artinya dalam Efesus 2:20-22, Paulus berbicara mengenai gambaran tentang gereja sebagai Bait Suci, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Ada beberapa perdebatan mengenai apakah Paulus memandang Kristus sebagai batu penjuru, yang diletakkan sebelum semua bagian lain dari bangunan didirikan, atau sebaliknya apakah Ia memaksudkan batu puncak di mana Kristus akan menjadi bagian akhir dari bangunan itu, memasangnya dan menyelesaikannya. 

Gambaran itu tampaknya lebih mendukung sebelumnya, karena struktur bertumbuh ke atas setelah dasar rasuli diletakkan pada tempatnya dan dengan demikian setelah Kristus mendirikannya. Jika Kristus adalah suatu puncak yang terakhir, itu berarti bangunan yang berkembang tersebut tidak memiliki Kristus untuk keseluruhan bangunannya, yang mana mungkin merupakan sebuah keganjilan yang jelas.

Gambaran ini adalah mengenai pertumbuhan dan perkembangan yang selaras. Bangunan ini adalah bangunan yang hidup, terdiri atas orang banyak, bukan batu. Bangunan ini bertumbuh secara organis. Implikasinya adalah bahwa perkembangannya, seperti Bait Suci yang di Yerusalem – atau, kita mungkin bisa tambahkan, seperti pembangunan dari banyak katedral kuno – memerlukan proses yang lama. 

Itu adalah pertumbuhan kekudusan – tujuannya adalah menjadi bait yang kudus (au;xei eivj nao.n a[gion), bagunan milik Allah. Terlebih lagi, bait yang kudus ini adalah bait “dalam Tuhan” (evn kuri,w|). Identitas gereja ada dalam Kristus dan bukan identitas di luar Kristus bahkan dalam sekejap pun. Bait ini merupakan tempat kediaman Bapa oleh Roh Kudus (eivj katoikhth,rion tou/ qeou/ evn pneu,mati). Artinya, Paulus membawa ketiga Pribadi ke dalam kaitan langsung dengan gereja. 

Gereja sendiri menyatakan Trinitas, karena gereja ada dalam Kristus dan Bapa mendiami gereja melalui Roh Kudus. Jadi, eksistensi gereja dalam dunia merupakan terbentuk atas dasar karya Kristus, dipelihara dalam karya Roh Kudus, supaya menjadi umat hidup sebagaimana yang dikehendaki oleh Bapa. 

2. Efesus 4:4-6 

Teks ini berbicara mengenai kesatuan jemaat. Dan perhatikan bahwa Paulus pada titik ini telah berpindah dari gereja sebagai bait yang bertumbuh, didiami oleh Roh Kudus, kepada kesatuannya. Kesatuan yang ditandai dengan sikap hidup yang baik, sebagaimana yang digambarkan dalam Efesus 4:1-3. Paulus menyebut kehidupan dalam kesatuan itu dengan sebutan “kesatuan Roh” (ay. 3). 

Artinya, Paulus sedang berbicara mengenai kehidupan gereja sebagai umat Allah yang bertumbuh dimana pertumbuhan itu harus ditandai dengan adanya kesatuan di antara mereka. Bisa jadi bahwa nasihat- nasihat praktis yang agak rinci dalam ayat 1-3 mengindikasikan adanya gejala ketidaksatuan dalam jemaat yang sedang ditangani oleh Paulus. 

Selanjutnya, Paulus memberikan alasan mengapa jemaat harus memelihara kesatuannya, yaitu karena jemaat itu memiliki “satu Roh”, “satu Tuhan”, dan “satu Allah dan Bapa”. Sebutan-sebutan ini tidak dapat tidak merujuk kepada Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagaimana yang tersebar di seluruh surat ini. Artinya, peran Trinitarian ini menjadi fondasi dari paraenesis Paulus bagi jemaat agar memelihara kesatuan di dalam hubungan dengan sesama orang percaya. 

Bukan hanya itu, di dalam pengungkapannya pun, Paulus menggunakan struktur triadik untuk menasihati jemaat: (a) tubuh, Roh, pengharapan; (b) Tuhan, iman, baptisan; dan (c) satu Allah dan Bapa, yang di atas semuanya, oleh semuanya, dan di dalam semuanya. Itulah sebabnya, Snodgrass dengan tegas menyatakan, “Sekali lagi kita menemukan material yang berfokus Trinitarian dan Theo-logi [Theosentris]”.

Harus dicatat bahwa bagian ini memiliki bentuk himne atau kredo yang kuat. Ada “tujuh pujian bagi ke-satu-an [oneness]”, seperti yang Lincoln nyatakan. Ketujuh pujian itu terbagi menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri atas tiga pujian, bersama dengan pernyataan penutup yang tersusun dalam bentuk rangkap tiga. Poin utama dari pengamatan ini memperlihatkan akan kebutuhan untuk memelihara kesatuan (unity) di Efesus. Ini adalah satu-satunya jalur yang konsisten dengan kesatuan-kesatuan dasar – kesatuan gereja, kesatuan iman Kristen, dan kesatuan Allah sendiri. Gagasan ini akan diberi penjelasan detail berikut ini. 

Dalam ayat 4, Paulus menyebut mengenai “satu tubuh” yang agaknya merupakan suatu referensi kepada Gereja, tubuh Kristus. Ini akan merupakan tema inti dari paragraph berikutnya dan tentu saja, adalah suatu poin yang diuraikan dengan panjang lebar oleh Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus. “Satu Roh” jelas berarti Roh Kudus. 

“Satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu” melihat kembali kepada Efesus 1:18, di mana Paulus berdoa agar jemaat di Efesus mengetahui apa pengharapan dari panggilan mereka itu dan di mana harapan tersebut menunjuk pada penggenapan akhir yang eskatologis dari rencana keselamatan Allah yakni kesatuan kosmis yang akan digenapi di dalam Kristus. 

Hal ini memiliki signifikansi tambahan jika, seperti yang terlihat dalam Efesus 2 bahwa terdapat percampuran antara orang Kristen Yahudi dan orang Kristen bukan Yahudi dalam gereja itu, karena keadaan ini akan menggarisbawahi bahwa apa pun perbedaan etnik yang ada, kesatuan yang Kristus dirikan dalam gereja-Nya pasti melampaui semua perbedaan itu.

Dalam ayat 5, Paulus melontarkan mengenai “satu Tuhan” yaitu Yesus Kristus, Sang Anak yang adalah batu penjur dari gereja (2:20). “Satu iman” pada gilirannya menunjuk kepada kesatuan dari isi Injil Kristen, mungkin, seperti argument yang dikemukakan beberapa ahli, iman yang diakui oleh calon baptisan mengenai pertobatan mereka dari kekafiran. “Satu baptisan”: hanya satu, karena di dalam baptisan kita disatukan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, dan sebagaimana hanya satu Kristus, dan hanya satu salib dan kebangkitan, baptisan dapat terjadi hanya sekali. 

Dalam ayat 6, Paulus menyatakan mengenai “Satu Allah dan Bapa dari semua.” Allah Bapalah yang dimaksudkan di sini, dan Ia “di atas semua”, melampaui seluruh ciptaan-Nya, imanensi-Nya. 

Gambaran rangkap tiga akan Bapa ini dalam kaitan dengan segala sesuatunya memang tidak dapat diambil begitu saja sebagai suatu rujukan kepada Trinitas itu sendiri. Meskipun demikian, aspek rangkap tiga ini hampir pasti merefleksikan pemahaman Paulus yang konsisten akan Allah dalam arti rangkap tiga.


Jadi, dalam perikop ini, Paulus menekankan mengenai kesatuan Allah dengan mengambil pola rangkap tiga. Lebih dari itu, karena Tuhan dan Roh berbagian dengan Bapa dalam kualitas-kualitas Allah, Mereka sama-sama merupakan Pribadi. 

Pola rangkap tiga Paulus adalah pola yang menyatakan Pribadi yang pasti, meskipun ia tentu saja tidak menggunakan kata-kata itu, yang baru muncul kemudian seiring berjalannya waktu. Roh Kudus terlihat dalam ayat 4, Anak terlihat dalam ayat 5, dan Bapa terlihat dalam ayat 6. Dari hal ini mengalir kesatuan iman dan kesatuan gereja. Kita seharusnya memperhatikan bahwa ini adalah suatu kesatuan dalam keragaman. 

Mungkin pluralitas adalah kata yang lebih baik. Ketika ia melanjutkan untuk menjelaskannya, Paulus melihat kesatuan gereja terdiri dari keragaman orang-orang dengan beragam karunia (ay. 7-16). Ini sangat serasi dengan pandangannya tentang Allah, yang bukan monad yang tersendiri, melainkan yang kesatuannya menunjukkan pola rangkap tiga dari aktivitas Pribadi. 

Kesimpulan Eksposisi 

Di dalam teks-teks yang sudah dicermati serta diulas secara eksposisi di atas, kita mendapati bahwa semua aspek dari pembentukan spiritualitas jemaat: rencana Allah di dalam kekekalan, keselamatan di dalam Kristus, jaminan keselamatan di dalam Roh Kudus, pengenalan dan pengetahuan akan Allah, kehidupan iman yang bertumbuh yang dipenuhi Roh Kudus dan ditandai dengan kesatuan iman, serta daya tahan dan perlawanan terhadap serangan si jahat, semuanya dibahasakan Paulus dalam pengungkapan-pengungkapan Trinitarian yaitu dengan menggunakan pola-pola triadik: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. 

Fokus Paulus adalah memperlihatkan kepada jemaat bahwa dari kekekalan, masa kini, dan masa mendatang di dalam kekekalan, kehidupan spiritual mereka merupakan hasil dari inisitatif, karya, perlindungan, penyertaan, dan pertolongan Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yang dapat dinikmati sebagai sebuah anugerah semata melalui iman yang juga merupakan pemberian Allah. 

Meski demikian, di dalam presentasi-presentasi Trinitarian dalam surat Efesus, kita mendapat peran yang berbeda dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus bagi pembentukan spritualitas umat-Nya. Dan ketiganya dibahasakan dengan ungkapan-ungkapan devosional (penyembahan) walau tidak disinggung mengenai status kesetaraan hakikat ketiga Pribadi tersebut sebagaimana yang di kemudian hari dirumuskan dalam konsili-konsili gerejawi. EKSPOSISI TRINITARIAN SURAT EFESUS 
Next Post Previous Post