MENJALANI HIDUP DENGAN MAKSIMAL BERSAMA KRISTUS

MENJALANI HIDUP DENGAN MAKSIMAL BERSAMA KRISTUS

Bagaimana mengetahui apa rencana Allah dalam hidup kita dan menjalani seturut dengannya merupakan pertanyaan yang paling menghantui hidup manusia. Akan tetapi, sedikit yang menemukan jawabannya. Ketika William D. Greenman melakukan survey tentang isu ini, dia menemukan bahwa hanya 5% dari orang-orang Kristen di Amerika yang mengetahui tujuan hidup mereka dan hanya 10% dari mereka ini, yang benarbenar memiliki strategi yang jelas dalam menjalankannya. 

Demikian pula halnya dengan kita yang hidup dan tinggal di Singapura, baik yang datang bekerja maupun studi di tanah perantauan ini. Sangatlah krusial untuk sedari dini memahami tujuan dan strategi hidup seturut dengan panggilan-Nya. Tanpa pengertian yang benar, ini bisa mengakibatkan kekecewaan dan penyesalan pada kemudian hari. 

Marilah kita bersama tempuh suatu proses pencarian ini. Dan untuk memulainya, harus berawal dari suatu kesadaran akan status kita – pengikut Kristus. 

Status dalam Kristus 

Kita adalah milik Kristus. Karya Kristus yang sempurna di atas kayu salib telah menebus kita dan menjadikan hidup kita sebagai milik-Nya. Ini berarti kita adalah Christianoi – orang-orang kepunyaan Kristus. Kita adalah “bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” (1 Petrus 2:9). 

Kesadaran bahwa hidup kita adalah milik Kristus akan mendorong kita untuk memiliki keinginan hanya untuk menyenangkan sang pemilik hidup. Dalam bukunya, “The Call”, OS Guiness menyatakan bahwa sangat berbeda sekali apabila kita hidup sepertinya di hadapan “Audience of One” dibandingkan dengan hidup untuk menyenangkan banyak orang. 

Zaman sekarang, apa kata orang lain sering menjadi penentu akan bahagia atau tidaknya hidup kita. Yang menjadi masalah bukan hadirnya komentar atau pendapat orang, karena itu akan selalu ada, tetapi lebih kepada pendapat siapa yang lebih diacu. Benar sekali Winston Churchill yang berkata, “Nothing is more dangerous than to live in the temperamental atmosphere of a Gallup Poll.” Kita, sebagai milik Kristus, seharusnya lebih mengacu kepada Christdirection, daripada outer-direction. 

Kita adalah pengikut Kristus. Ini berarti kita menjalani hidup kita secara coram deo (before the heart of God). Nilai dan standar hidup kita harus seturut dengan apa yang Kristus ajarkan. Hal ini merupakan tantangan bagi kita yang hidup pada zaman sekarang yang kerap menjadikan ajaran Kristus sebagai bahan tertawaan. 

Tanpa kesadaran akan status kita, mudah sekali kita akan hanyut dalam arus dunia ini. Seorang teman persekutuan yang jatuh dalam dosa perzinahan, ketika ditanyakan mengapa dia bisa sampai berbuat dosa seperti itu, dia memberikan jawaban yang sungguh mengagetkan. “Saya tidak lagi mengenal siapa diri saya. Seandainya saja saya ingat sebelumnya bahwa saya adalah milik Kristus, tentu saya tidak akan melakukan perbuatan yang menghina pemilik hidup saya.” 

Hidup: Suatu Perjalanan 

Sebelum melangkah lebih jauh, ada dua prinsip dasar yang perlu kita pahami. 

Pertama, kita hanyalah musafir di dunia ini. Hidup ini hanyalah suatu perjalanan sementara - suatu perjalanan yang belum komplit. Akhir hidup kita di dunia ini bukanlah terminal akhir. Di dalam bukunya, “The City of God”, Augustine meyakini, “The true city of the saints is in heaven.” Dunia ini bukanlah rumah kita yang sebenarnya. Kita hanya penghuni sementara. 

Menekankan hal ini, berikut ini adalah kutipan dari buku OS Guiness, “The Call”: “Certainly we who follow Christ know why we have lost our original home. We know the home to which we are going… But we are still on a journey, and we are truly travelers... We have discovered that He is the way, but we are still on the road.” 

Dengan menyadari prinsip ini, arah pandang dan prioritas kita ditujukan bukan pada hal-hal yang sementara tapi pada kekekalan. Prinsip ini akan merevolusi pikiran kita saat kita memilih studi, karier, aktivitas, atau bagaimana menggunakan waktu dan uang kita. 

Prinsip kedua ialah Tuhan berdaulat untuk intervensi, di mana dan kapan saja. Kita menerima Dia, bukan hanya sebagai Juruselamat saja, tetapi juga sebagai Tuhan kita (our Lord). Ini berarti memberikan Dia hak untuk mengarahkan kita sebagaimana Dia kehendaki. Sekalipun ketika rencana hidup kita sudah kelihatan sangat jelas, selalu ijinkan Dia untuk membuat U-turn jikalau Dia menghendakinya. 

Menemukan Rancangan Tuhan 

Sering kita bertanya jauh apa rancangan Tuhan atas hidup kita, sehingga kita tidak sadar bahwa jawabannya berada dekat sekali. Henry Blackaby mengatakan di dalam bukunya “Experiencing God” bahwa Allah tidak akan meminta siapapun untuk bermimpi tentang apa yang dapat mereka kerjakan untuk Dia. Oleh karena itu, menemukan rancangan Tuhan dalam hidup kita adalah persoalan menemukan petunjuk atau jejak yang telah Tuhan taruh di dalam dan melalui hidup kita. 

Hal ini dapat kita uji dengan melihat ke belakang (apa yang menarik perhatian kita pada masa kecil, yang dulu paling kita sukai atau mampu kita lakukan), melihat sekitar (apa yang dikatakan orang-orang terdekat tentang potensi, bakat atau keahlian kita), melihat ke dalam (ujilah apa saja yang mendorong pertumbuhan kita menyerupai Kristus), dan melihat ke depan (apa yang kita ingin orang lain ingat tentang kita pada akhir hidup kita). 

Rancangan ini seperti suatu petunjuk pendahuluan yang menuntun kita mengenali panggilan hidup yang Tuhan kehendaki. 

Panggilan Hidup 

Sebagai umat pilihan-Nya, pertama-tama Tuhan memanggil kita kepada Diri-Nya. Inilah panggilan pertama dan terutama (primary calling). Kemudian panggilan kedua (secondary calling) ialah setiap orang di mana saja dan dalam segala hal harus berpikir, berbicara, bertindak, dan hidup sepenuhnya untuk Dia. 

Secondary calling merupakan tanggapan pribadi kita terhadap panggilan Tuhan. Panggilan ini mungkin berbeda dari orang ke orang, tetapi parameter dasarnya tetap sama, di antaranya: 

• Berdoalah agar Allah menganugerahkan kita pikiran yang jernih dan hikmat untuk mengerti panggilan-Nya dalam hidup kita 

• Tentukan beberapa panggilan khusus berdasarkan hasil temuan kita saat mengerjakan proses pencarian rancangan Tuhan dalam hidup kita 

• Periksalah panggilan tersebut apakah selaras dengan prioritas Kerajaan Allah 

• Kemudian cocokkan panggilan tersebut dengan talenta, karunia rohani, dan keahlian yang kita miliki 

• Akhirnya, secara bijak putuskan satu atau dua hal yang menjadi panggilan hidup kita 

• Tetap peka dan fleksibel terhadap perubahan sepanjang perjalanan hidup kita. 

Mission Statement 

Suatu hal yang konsisten sejak Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, bahwa panggilan atau pernyataan Allah selalu diminta untuk dituliskan. “Tuliskan penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya,” kata Tuhan kepada Habakuk (2:2). Tuhan tahu bahwa jika sesuatu tertulis, itu akan menajamkan ide dan memampukan kita untuk menjalankannya setiap kali membacanya. 

Kita bisa sebut sebagai suatu Mission Statement. Berdasarkan panggilan yang telah kita tentukan sebelumnya, tuliskanlah:

 • Apa yang kita rencanakan atau ingin capai 

• Mengapa kita ingin memenuhi panggilan tersebut 

• Siapa diri kita sehingga kita ingin melakukan hal tersebut 

• Kapan hal itu ditargetkan untuk terjadi 

• Di mana lokasi pencapaian itu 

• Bagaimana kita akan mengerjakan untuk mencapainya 

Menentukan Sasaran 

Setelah Mission Statement tertulis, langkah berikutnya adalah menuangkannya lebih lanjut dalam detil target atau sasaran. 

1. Tentukan target/sasaran (Goal): SMART Sesuatu bisa disebut sebagai target atau sasaran, apabila hal tersebut cukup Specific (khusus, tertentu), Measurable (dapat diukur), Achievable (mampu dikerjakan dan dicapai), Realistic (realistik, tidak berlebihan), dan adanya Time frame (ada batasan waktu). 

2. Buatlah menjadi suatu daftar Satu panduan yang baik dalam membuat daftar sasaran adalah apa yang dinyatakan dalam Lukas 2:52, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Ada empat penggolongan sasaran di sini, yaitu: intellectual goal (bertambah hikmat-nya), physical goal (dalam besarnya atau in stature [NIV]), spiritual goal (dikasihi Allah), dan relational goal (dikasihi manusia). 

Dalam bukunya “Purpose Driven Life”, Rick Warren membagi sasaran aspek hidup menjadi Worship (ibadah atau hubungan pribadi dengan Tuhan), Fellowship (persekutuan dengan sesama umat Tuhan), Christlikeness (karakter dan perilaku), Servanthood (pelayanan dan menolong sesama), dan Mission (menjadi pesan hidup Injil bagi yang terhilang). Dalam kelima hal di atas, kita mesti memiliki sasaran hidup yang jelas dan seimbang. 

Seperti apapun kita mengkategorikan sasaran hidup kita, selalu harus mengacu pada panggilan hidup yang telah dirumuskan sebelumnya. 

3. Bagikan dan minta pendapat dari sesama Menyimpan daftar sasaran tersebut untuk diri kita akan melemahkan pelaksanaannya. Kita butuh untuk membagikannya kepada sahabat-sahabat dekat kita. Dengan membagikannya, kita bisa mendapatkan konfirmasi atau keberatan. Ini akan membuat sasaran hidup kita lebih tajam dan sealur dengan prioritas Kerajaan Allah. 

4. Detilkan menjadi tahun, bulan, dan hari Untuk pencapaiannya, sangatlah penting untuk mendetilkan sasaran-sasaran tersebut dalam kurun waktu. Sasaran jangka panjang hanya dapat tercapai kalau sasaran tahunan tercapai. Sasaran tahunan hanya dapat tercapai kalau sasaran bulanan atau harian tercapai. Sasaran harian dapat tercapai dengan mengerjakan secara disiplin hal-hal yang mungkin tidak nyaman pada awalnya, tetapi perlahan-lahan dapat membentuk kebiasaan atau perilaku. 

Merancang Strategi Hidup 

Sasaran hidup yang jelas akan membuat perancangan strategi pencapaiannya menjadi lebih mudah. Strategi hidup Kristen tidaklah mesti sesuatu yang rumit atau perangkat yang terkesan wah, tetapi lebih berupa disiplin prinsip hidup Kristen yang sederhana dan dipraktekkan secara konsisten. 

Strategi untuk sukses 

Mencapai sukses, yaitu terwujudnya panggilan dan sasaran hidup kita, oleh Ed Rowell dalam “Go The Distance” dimodelkan dalam suatu rumusan matematis: 

God-Honouring Goals + Simple Discipline + Consistent Effort = Tangible Results (Sasaran yang memuliakan Tuhan + Disiplin Hidup + Usaha yang Konsisten = Hasil Nyata) 

Membentuk kebiasaan dan perilaku hidup yang efektif Beberapa contoh disiplin hidup yang bisa dikemukakan di sini: 

• Pembentukan karakter tidak pernah berakhir Pembentukan karakter dan mengejar keserupaan dengan Kristus, lebih terutama daripada penampilan luar. Karakter, seperti halnya otot dalam tubuh, akan cepat lunglai bila tidak sering dilatih. Penemuan terakhir tentang penyebab karamnya kapal Titanic, adalah beberapa sekrup kapal yang tidak dikencangkan. Sekrup-sekrup ini kecil dan mungkin tidak terlihat, tapi sangat krusial. Demikian pula halnya dengan karakter – tak terlihat tetapi sering menjadi penyebab kehidupan yang kacau. 

Pembentukan karakter harus dikerjakan setiap hari melalui Firman Tuhan, komunikasi dengan Tuhan melalui doa, dan menyediakan hati untuk belajar dan diajar. 

• Berfokus ke depan, jangan ke belakang Setiap orang pasti memiliki luka, kegagalan masa lalu, ataupun keberhasilan. Tetapi, terus menerus melihat ke belakang bisa menjadi sebab utama dari stagnasi spiritual. Bukan berarti kita mengabaikan masa lalu, tetapi kita harus mampu melepaskannya (let go), dengan segala keberhasilan dan kegagalannya, untuk menjadi bagian dari masa lalu. Mari mengarahkan diri pada masa depan yang Tuhan sediakan. Rasul Paulus menekankan hal ini dalam Filipi 3:13b: “melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku”. 

• Mengelola hidup, bukan hanya waktu Manajemen waktu sebenarnya suatu terminologi yang membingungkan, karena kita tidak mungkin mengelola – seperti menunda, menghentikan, menyimpan, atau menghilangkan – waktu. Yang kita bisa lakukan adalah mengelola diri kita agar dengan waktu yang diberikan, kita mampu menjalani apa yang seharusnya. Ini berarti kita mengisi hidup dengan aktivitas di dalamnya yang diselaraskan dengan panggilan hidup kita. Dengan demikian, kita akan terbebas dari tirani desakan waktu. 

MENJALANI HIDUP DENGAN PENUH MAKSIMAL

• Jangan hidup supaya disukai orang Sebagai orang Asia, sering kita diajar bahwa menyenangkan orang lain merupakan suatu perbuatan baik dan kita akan diperlakukan sama pula. Oleh karena itu, kita sering melakukan sesuatu untuk membuat orang lain senang sama kita. Akan tetapi, menjadi people-pleaser sangat berbahaya, karena dapat mempengaruhi hubungan kita dengan Tuhan, mengurangi kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik, dan cepat atau lambat ini akan melelahkan kita sendiri. 

BACA JUGA: FILIPI 3:14 (BERLARI SAMPAI TUJUAN)

Ada banyak lagi strategi lainnya. Penting untuk diingat bahwa memiliki strategi yang baik saja tidak cukup, tetapi juga harus menyelaraskan strategi hidup kita kembali pada panggilan dan sasaran hidup kita. Kalau tidak, strategi yang terbaik pun tidak akan menghasilkan apa-apa 

Catatan Penutup 

Dalam perjalanan hidup, kita pasti akan mengalami tantangan dan godaan yang berusaha mendistorsi hidup kita untuk menuju pola dunia ini. Seberapa hebatnya panggilan dan sasaran hidup kita, tantangan ini tetap akan ada. Untuk bertahan, satu hal penting harus dipegang: biarlah Tuhan menjadi Tuhan dalam hidup kita (let God be God). 

Biarlah kita, yang mengikut Kristus, lebih takut akan Tuhan daripada segara kuasa dan kesenangan dunia beserta segala godaannya. Hingga, ketika kita menutup episode hidup kita di dunia ini, kita boleh mendengar Tuan kita berkata kepada kita, “Baik sekali pekerjaanmu, hamba-Ku yang baik dan setiawan.” .MENJALANI HIDUP DENGAN MAKSIMAL BERSAMA KRISTUS.   https://teologiareformed.blogspot.com/ -Lisman Komaladi

Next Post Previous Post