ARTI KUASAILAH DIRIMU DALAM SEGALA HAL (2 TIMOTIUS 4:5A)
EKSEGESE TEOLOGI 2 TIMOTIUS 4:5 A
1. Kata “Kuasailah Dirimu” (2 Timotius 4: 5a)
Kata “Kuasailah” dalam bahasa yunani menggunakan kata nephe (nephe). Kata ini menunjukkan kata kerja imperative aktif artinya bahwa perintah ini harus dilakukan Timotius secara terus-menerus. Dari nephe (nephe), yang artinya be well balanced, self-controlled (keseimbangan, mengontrol diri sendiri). Masih dalam suatu perintah yaitu “kuasailah dirimu” secara harafiah, “jauhkanlah diri dari minum-minuman yang memabukkan tetapi di dalam Perjanjian Baru yang ditekankan bahwa agar berjaga-jaga (berjaga-jaga dalam keadaan sadar).
Jadi “kuasailah” merupakan suatu perintah kepada Timotius agar ia mampu memiliki hidup yang seimbang dengan Firman Tuhan, dan mampu mengontrol dirinya sendiri dan terus waspada terhadap masalah-masalah baru yang akan datang.
Dalam buku Barclay, Hort mengatakan bahwa: “kata penguasaan diriitu melukiskan mental yang bebas dari segala kegelisahan atau ketakutan, seluruh pancaindra dikuasai sepenuhnya dan berani melihat semua fakta, serta mempertimbangkan dengan hati-hati.”Jadi, penguasaan diri adalah suatu perintah yang secara tegas diberikan Paulus kepada anak rohaninya Timotius untuk selalu siuman dalam kesadarannya, memiliki hidup yang tertata dengan rapi dan kehidupan yang seimbang yang sesuai dengan Firman yang disampaikan.
Penguasaan diri selalu menjadi hal yang sulit untuk dilakukan oleh siapa pun, karena penguasaan diri adalah hal yang bertolak belakang dengan apa yang diinginkan oleh setiap hati. Oleh sebab itu penguasaan diri dituntut dalam kehidupan setiap orang percaya terlebih pelayan-pelayan Tuhan, tujuannya agar setiap pelayanan yang diemban dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan buah yang baik.
Seorang pelayan Tuhan harus memiliki hidup yang seimbang dan tertata dengan rapi sesuai dengan rapi sesuai dengan pengajaran Firman yang benar, harus selalu berada dalam kesadaran, terus berjaga-jaga (dalam kondisi yang stabil) dimana dan kapanpun, tidak selalu pasrah dengan keadaan yang ada.
Dalam penguasaan diri paulus tidak hanya mengingatkan agar Timotius tetap siuman atau berada dalam keadaan sadar, tetapi kestabilan dalam hal berpikir dan berprilaku. Perintah agar Timotius tetap menguasai diri, secara harafiah nepho berarti siuman, dan dalam arti majas “bebas dari bentuk kemabukan mental dan spritual”, dan dengan demikian “selalu seimbang dan terkontrol.” Apabila orang yang terbius oleh ajaran-ajaran sesat dan pesona hal-hal yang baru, para pendeta harus tetap “tenang dan waras”
Paulus menasehati Timotius dalam pelayanannya untuk menguasai diri terhadap keadaan disekitarnya. Orang yang setiap saat menantikan kedatangan Tuhan tidak akan main-main dalam menjalani hidupnya. Nephe dalam bentuk kata kerja aorist imperative artinya harus terus dilakukan, jadi menguasai diri bukan sekali dua kali, namun harus aktif selalu dilakukan. Menguasai diri berarti mengontrol diri sendiri terhadap segala hal, menata diri dan harus seimbang dengan ajaran yang benar.
Menurut Rahardi kalimat imperatif adalah “kalimat yang mengandung makna memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan oleh penutur. Kalimat imperatif dapat berupa suruhan yang sangat keras dsan permohonan yang sangat halus dan santun.”
Selanjutnya Suryono mengungkapkan bentuk ungkapan imperatif merupakan bagian dari tindak tutur atau tindak berbahasa. Tindak tutur adalah tindak komunikasi dengan tujuan khusus, cara khusus, aturan khusus sesuai dengan kebutuhan sehingga memenuhi derajat kesopanan, baik dilakukan dengan tulus maupun basa-basi. Dengan demikian kalimat imperatif merupakan kata perintah yang harus dilakukan oleh penerima berita, yaitu Timotius.
Paulus dalam 2 Petrus 1:6 menggunakan kata egkrateia (egkrateia) untuk penguasaan diri. Secara literial, memiliki arti penguasaan, pembatasan, pertarakkan, perpantangan yang ditunjukkan kepada diri sendiri. Dalam bahasa yunani sehari-hari, dipakai untuk mengungkapkan sikap seorang kaisar yang tidak pernah membiarkan kepentingan pribadinya mempengaruhi jalannya pemerintahan atas rakyatnya.
Sikap seperti itulah yangmembuat orang mampu mengendalikan diri sendiri, sehingga ia pantas untuk menjadi pelayan sesamanya. Sehingga secara konseptual berarti memiliki kuasa atau otoritas untuk mengarahkan, memerintah atau melarang diri sendiri terutama terhadap nafsu, keinginan besar, kegemaran, amarah, hasrat, mampu dalam sikap dan perbuatan.
Pada awalnya penguasaan atau pengendalian diri tampak tidak menyenangkan dan perlu dilakukan dengan terpaksa karena menghindarkan kita dari hal-hal yang enak, aman dan menyenangkan. Namun sesungguhnya pengendalian diri adalah kebajikan yang memampukan kita untuk mengatasi banyak tantangan, mengalahkan kebiasaan buruk, untuk memaksimalkan keefektifan kita sebagai ank-ank Allah yang gemar melayani pekerjaanya.
Atau dalam defenisi inggris dikatakan self- control the virtue of one who master his desires and passios (mampu menjadi tuan atas keinginan dan nafsunya). “penguasaan diri adalah menahan diri dari apa yang kita ketahui salah.” jadi, jika seorang yang dikatakan sudah menguasai diri, yaitu memang benar-benar mampu mengontrol diri ataupun menjadi tuan atas nafsu dan keinginannya, sehingga ia tidak terbawa oleh kuatnya keinginan yang ada dalam diri seseorang tersebut.
Prinsip yang terpenting ini patut dipegang karna Yesus telah memperingatkan bahwa akan tiba saatnya dimana orang akan tidak punya penguasaan diri sehingga mereka ditemukan tidak siap ketika hari Tuhan tiba (Lukas 21:34-35). Zoschak menambahkan bahwa “kita orang-orang beriman, hidup di dunia, tetapi kita tidak berasal dari dunia. Buah roh penguasaan diri membuat kita mampu mengembangkan pengendalian diri yang diperlukan untuk hidup dalam dunia ini, namun tidak serupa dengan dunia.”
Salomo berbicara tentang penguasaan diri dikatakan “orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota. (Amsal 16:32). Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti tembok yang roboh tembonya” Amsal 25:28. Perkatan salomo memberi gambaran tentang penting seseorang menguasai diri, sehingga diibaratkan seperti kota yang temboknya roboh.
Artinya kota yang tidak memiliki tembok sebagai perbatasan dengan dengan kota lain akan mudah dihancurkan oleh musuh. Sebab tembok bagi suatu kota itu paling penting untuk menahan serangan musuh dan juga untuk menghindari kekacauan yang datang dari orang asing. Demikian juga dengan orang yang tidak mampu menguasai diri, akan mudah hancur dan tidak memiliki nilai hidup. Sebab seseorang tidak mampu mengendalikan diri akibatnya adalah menjadi budak dunia, sama dengan dia telah menyerahkan diri kepada hawa nafsu duniawi.
Sementara Paulus dalam 1 Korintus 9:25 berbicara tentang penguasaan diri dalam berjuang, dikatakan “tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal.” Mereka membuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh mahkota yang abadi. Artinya bahwa penguasaan diri tidak dihasilkan secara instan, penguasaan diri diperoleh ketika seseorang berjuang, bekerja keras dan berlatih secara konsisten. Sebab seseorang tidak dilahirkan dengan kemampuan untuk menguasai diri, itulah sebabnya perlu pengusaan diri.”
Penguasaan diri itu tentu didasari oleh kesadaran sehingga mengambil keputusan untuk hidup dalam ketekunan dan pengendalian diri, kemudian mengahasilkan ketaatan, hadiahnya adalah mahkota abadi yang melampaui orang yang merebut kota. Megalami kemenangan dalam medan peperangan, dan hidup di dunia adalah medan peperangan dan surga adalah tempat menikmati jerih lelah dengan mengenakan mahkota yang disediakan Tuhan apabila tampil menjadi umat pemenang dalam Tuhan karena menguasai diri dalam segala hal.
Teks di atas memberitahukan kita dan membimbing agar kita sadar dan menyadari bahwa penguasaan diri perlu pengetahuan yang menyadarkan kita dalam pengendalian diri. Pengetahuan pengendalian diri antara lain (praise revival).
Pertama, sadarilah kelemahan dan kekurangan kita.
Kedua, bangun secara sadar dan sengaja untuk berubah.
Ketiga minta Roh Kudus beri kekuatan supaya kita disanggupkan sadar dan berubah. Keempat sadar siapa kita di dalam Tuhan, yaitu sebagai hamba Tuhan, umat kepunyaannya yang telah dipanggil dari gelap kepada terang-Nya yang ajaib.”
Setelah kita menyadari bahwa mengendalikan diri adalah hal penting maka perlu adanya ketekunan dalam mengendalikan diri, dimana menurut jawaban. Com adalah set a goal (1 korintus 9:26), harus punya target untuk mempunyai sesuatu. Practice self control (1 Korintus 9:24-25), karena kita tidak dilahirkan dengan kemampuan untuk menguasai diri, maka kita harus berlatih. Discipline (1 Korintus 9:26-27), kedisplinan sangat dibutuhkan dalam latihan penguasaan diri get acoach, cari orang yang bisa melatih, menuntun dan memperhatikan kita bisa sampai pada tujuan yang kita inginkan.
Pengendalian diri bukanlah dibangun dalam waktu yang singkat, melainkan mungkin seumur hidup senantiasa berjuang hidup dalam penguasaan diri agar layak menjadi mitra Allah di bumi, yang mendatangkan kesembuhan kepada dunia yang sakit karena mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang (juga tahta, dan teks).
Penguasaan diri adalah salah satu topik penting dalam pemberitaan injil. Tetapi ketika paulus berbicara tentang kebenaran penguasaan diridan penghakiman yang akan datang, Feliks menjadi takut dan berkata: “cukuplah dahulu dan pergilah sekarang; apabila ada kesempatan baik, aku akan menyuruh memanggil engkau.” Kisah para rasul 24:25.
Penguasaan diri senantiasa terkait soal pengetahuan dan kesadaran akan kebenaran yang merupakan nilai yang kita pegang tapi sulit dilakukan dan jika kita lakukan maka kita akan merasakan tidak sanggup. Hanya roh kudus yang dapat menolong kita untuk menjadi mampu.
Seorang yang telah mengambil keputusan untuk menjadi pelayan Tuhan harus mampu menguasai diri, agar melaluisetiap pengajaran yang telah diperoleh tidak sia-sia. pelayan-pelayan Tuhan menjadi sorotan bagi setiap mata yang melihat, baik dalam sikap karakter, perkataan semua yang ada dalam diri seseorang pelayan Tuhan, itu sebabnya penguasaan diri diperlukan dalam kehidupan setiap pribadi pelayan Tuhan.
2. Dalam Segala Hal
Kata “pengusaan diri dalam segala hal”, atau dalam defenisi inggris dikatakan but watch thou in alll things (tetapi mengamati engkau dalam berbagai hal).” Kata “harus menguasai dirir dalam segala hal,” dalam bahasa yunani nephein berarti „sederhana‟ dan „mandiri‟, seperti “seorang atlet yang keinginan, selera makan dan keberaniannya terkendali dengan baik.” timotius tidak haya dingatkan agar bisa menguasai diri dalam hal-hal tertentu saja, tetapi dia dituntut untuk bisa menguasai diri dalam segalasesuatu yang ada dalam irnya tanpa ada yangharus mengingatnya tapi berdasarkan kesadaran Timotius sendiri, tidak selalu bergantung pada paulus.
Dalam hubungan menguasai diri dalam segala hal dikatakan daam Yakobus 3:2 “sebab kita semua bersalah dalam banyak hal barang siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia dalah orang sempurna, yanga dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.” Dalam kontekyat ini paulus berbicara tentang pengusaan bagian tubuh aitu lidah. Dalam pengertian bahwa menguasai diri alam sgala hal menyangkut lidah, dimana lidah bisa digunakan untuk mengungkapkan hal yang menjadi berkat, tetapi jika tidak bisa menguaai diri, maka lidah digunakan untuk mengutuk oran lain. Pengendalian lidah meupakan pokok standar dalam nasehat moral.
Dalam penguaaan diri, sesorang harus bisa mengendalikan diri dalam prerataannya sehingga setiap Firman ataupun nasehat yang disampaikan melalui kata-kata dapat memberkati orang yang mendengar ataupun yang sedang dilayani. Dalam 2 Timotius 2:3, pengendalian diri dalam segala hal (sikap, perkataan, tindakan atau pergaulan) adalah sesuatu yang diperlakukaan dan tekun dilakukan agar tumbuh bukan sekedar dalam pengetahuan melainkan juga tumbuh kepada pribadi yang benar-benar hidup takut akan Tuhan.
BACA JUGA: EKSPOSISI 1 TIMOTIUS 4:1-16 (PRINSIP PELAYAN KRISTUS)
Seorang yang pelayan dalam penguasaan diri diibaratkaan seorang atletyang mampu mengendalikan diri dalam mengikuti peraturan pertandingan dengan baik sekalipun pelatih tidak lagi bersama-sama dean mereka, tapi bagaimana mereka harus bisa bertanding dengan baik sesuai dengan pengajaran yang mereka peroleh ang ada akhirnya membawa ada kemenangan mengakhiri pertandingan dengan baik. yaitu mereka harus berdiri sendiri, tidak selalu berada dibawah pelatih, tetapi mereka harus bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan berdasarkan kesadaran sendiri.
Jadi, “penguasaan diri dalam segala hal.” Hal yang sangat ditekankan bagi Timotius dalam teks ini bagaimana ia mampu berpikir, berkata, dan bertindak, yang benar tanpa harus di pimpin oleh bapak rohaninya yaitu Paulus. Begitu juga kepada calon pemimipin bagi jemaat Tuhan dalam pelayanan harus mampu membedakan apa yang harus dilakukan, agar dalam kepemimpinan mampu memperoleh hidup yang tertata rapi dan seimbang dengan Firman yang disampaikan.
PENUTUP
Seorang hamba Tuhan yang telah berhasil, bukan berarti tidak pernah melewati proses atau kesulitan dimasa hidupnya. Tetapi setiap orang yang sukses pernah mengalami hal yang tersulit dalam hidupnya. Penguasaan diri adalah kemampuan seseorang untuk menolak hal-hal yang merugikan dirinya sendiri dan tetap berdiri pada garis yang sudah ditentukan. Yesus adalah satu-satunya manusia yang mampu memiliki penguasaan diri yang sempurna dalam menjalankan tugas yang diemban-Nya. Dari segi penguasaan diri Yesus adalah manusia sempurna tanpa dosa.
Jadi, “penguasaan diri dalam segala hal.” Hal yang sangat ditekankan bagi Timotius dalam teks ini bagaimana ia mampu berpikir, berkata, dan bertindak, yang benar tanpa harus di pimpin oleh bapak rohaninya yaitu Paulus. Begitu juga kepada calon pemimipin bagi jemaat Tuhan dalam pelayanan harus mampu membedakan apa yang harus dilakukan, agar dalam kepemimpinan mampu memperoleh hidup yang tertata rapi dan seimbang dengan Firman yang disampaikan.https://teologiareformed.blogspot.com/