EKSPOSISI 1 TIMOTIUS 4:1-16 (PRINSIP PELAYAN KRISTUS)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
EKSPOSISI 1 TIMOTIUS 4:1-16 (PRINSIP PELAYAN KRISTUS)
1Timotius 4:1-16 - “(1 Timotius 4:1) Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan (2) oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka. (3) Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran. (4) Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, (5) sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa. (6) Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini. (7) Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah. (8) Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. (9) Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya. (10) Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya. (11) Beritakanlah dan ajarkanlah semuanya itu. (12) Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. (13) Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. (14) Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua. (15) Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. (1 Timotius 4:16) Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau”.

1 Timotius 4:1-2: “(1) Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan (2) oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka”.

1) “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian”.

KJV: ‘speaketh expressly’ (= mengatakan dengan jelas).

Barnes’ Notes: “‘Speaketh expressly’. In express words, ‎REETOOS‎. It was not by mere hints, and symbols, and shadowy images of the future; it was in an open and plain manner - in so many words” (= ‘Mengatakan dengan jelas’. Dengan kata-kata yang jelas, REETOOS. Itu bukan semata-mata dengan isyarat-isyarat / petunjuk-petunjuk, dan simbol-simbol, dan gambaran-gambaran yang membayangkan tentang masa yang akan datang; tetapi dengan cara yang terbuka dan jelas - dengan kata-kata yang begitu banyak)

Ini menunjukkan bahwa sekalipun dalam Kitab Suci memang ada bagian-bagian yang jelas, tetapi juga ada bagian-bagian yang tidak terlalu jelas, karena dinyatakan menggunakan simbol-simbol, type-type, dsb, dan kalau kita tidak sungguh-sungguh belajar Firman Tuhan, maka kita bukan hanya tidak akan mengerti bagian-bagian ini, tetapi juga akan menyalah-artikannya sehingga menjadi suatu ajaran sesat.

Dalam mempelajari Kitab Suci, kita harus mempelajari bagian-bagian yang jelas lebih dulu, dan lalu menggunakannya sebagai patokan pada waktu kita mempelajari / menafsirkan bagian-bagian yang kurang / tidak jelas. Orang-orang sesat biasanya bertindak sebaliknya. Mereka langsung menggunakan bagian-bagian sukar ini, supaya bisa ditafsirkan semaunya. Dan mereka juga tidak peduli kalau tafsirannya nanti bertentangan dengan bagian-bagian yang jelas dari Kitab Suci.

2) “ada orang yang akan murtad”.

KJV: ‘some shall depart from the faith’ (= beberapa / sebagian akan menyimpang dari iman).

Ini tidak boleh diartikan bahwa orang Kristen yang sejati bisa betul-betul murtad. Dalam menafsirkan ayat ini kita harus membandingkan dengan 1Yohanes 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.

Jadi, yang bisa murtad hanyalah orang kristen KTP, bukan orang kristen yang sejati.

Barnes’ Notes: “‘Some shall depart from the faith.’ The Greek word here - APOSTEESONTAI - is that from which we have derived the word ‘apostatize,’ and would be properly so rendered here. The meaning is, that they would ‘apostatize’ from the belief of the truths of the gospel. It does not mean that, as individuals, they would have been true Christians; but that there would be a departure from the great doctrines which constitute the Christian faith. The WAYS in which they would do this are immediately specified, showing what the apostle meant here by departing from the faith. They would give heed to seducing spirits, to the doctrines of devils, etc. The use of the word ‘some,’ here TINES - does not imply that the number would be small. The meaning is, that ‘certain persons’ would thus depart, or that ‘there would be’ an apostasy of the kind here mentioned, in the last days. From the parallel passage in 2 Thess 2:3, it would seem that this was to be an extensive apostasy” [= ‘Sebagian akan menyimpang dari iman’. Kata Yunani di sini - APOSTEESONTAI - adalah kata dari mana kita mendapatkan kata ‘apostatize’ (= murtad / meninggalkan iman), dan diterjemahkan begitu secara tepat di sini. Artinya adalah, bahwa mereka akan ‘murtad’ dari kepercayaan terhadap kebenaran-kebenaran dari injil. Itu tidak berarti bahwa, sebagai individu-individu, mereka adalah orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh; tetapi bahwa akan ada suatu tindakan meninggalkan dari doktrin-doktrin besar yang membentuk iman Kristen. CARA dengan mana mereka akan melakukan hal ini segera dinyatakan secara explicit, untuk menunjukkan apa yang dimaksudkan oleh sang rasul dengan meninggalkan iman. Mereka akan memberi perhatian pada roh-roh penyesat, pada ajaran-ajaran dari setan-setan, dsb. Penggunaan dari kata ‘sebagian / beberapa’ di sini, yaitu TINES, tidak menunjukkan secara implicit bahwa jumlahnya akan sedikit. Artinya adalah bahwa orang-orang tertentu akan murtad seperti itu, atau bahwa ‘akan ada’ suatu kemurtadan dari jenis yang disebutkan di sini, pada hari-hari terakhir. Dari text-text paralel dalam 2Tesalonika 2:3, kelihatannya bahwa ini merupakan suatu kemurtadan yang luas].

2Tesalonika 2:1-12 - “(1) Tentang kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus dan terhimpunnya kita dengan Dia kami minta kepadamu, saudara-saudara, (2) supaya kamu jangan lekas bingung dan gelisah, baik oleh ilham roh, maupun oleh pemberitaan atau surat yang dikatakan dari kami, seolah-olah hari Tuhan telah tiba. (3) Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa, (4) yaitu lawan yang meninggikan diri di atas segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah. Bahkan ia duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah. (5) Tidakkah kamu ingat, bahwa hal itu telah kerapkali kukatakan kepadamu, ketika aku masih bersama-sama dengan kamu? (6) Dan sekarang kamu tahu apa yang menahan dia, sehingga ia baru akan menyatakan diri pada waktu yang telah ditentukan baginya. (7) Karena secara rahasia kedurhakaan telah mulai bekerja, tetapi sekarang masih ada yang menahan. Kalau yang menahannya itu telah disingkirkan, (8) pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulutNya dan akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali. (9) Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, (10) dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka. (11) Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, (12) supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan”.

Saya berpendapat bahwa 1 Timotius 4: 11-12 dari text di atas ini harus sangat diperhatikan. Orang yang akan sesat adalah orang-orang yang sebetulnya memang tidak mencintai kebenaran, dan bahkan menyukai kejahatan (ini tidak mungkin menunjuk kepada orang kristen yang sejati!). Kalau pada waktu mendengar kebenaran, sebetulnya orang itu tahu bahwa ajaran itu benar, tetapi ia tetap menolaknya, dengan alasan apapun (politik, gengsi, keuangan, ketundukan pada aliran gereja, atau apapun), maka ia bukanlah orang yang mencintai kebenaran. Dan yang seperti ini, sangat banyak terdapat, bukan hanya dalam kalangan jemaat biasa, tetapi juga dalam kalangan hamba Tuhan! Dan terhadap orang-orang seperti inilah Tuhan mendatangkan kesesatan!

Karena itu, merupakan sesuatu yang penting sekali bagi setiap orang Kristen / hamba Tuhan untuk mengintrospeksi dirinya sendiri, seberapa banyak ia mengasihi kebenaran!

Calvin: “we may here remark; how great care God exercises about his Church, when he gives so early warning of dangers. Satan has, indeed, manifold arts for leading us into error, and attacks us by astonishing stratagems; but, on the other hand, fortifies us sufficiently, if we did not of our own accord choose to be deceived. There is therefore no reason to complain that darkness is more powerful than light, or that truth is vanquished by falsehood; but, on the contrary, we suffer the punishment of our carelessness and indolence, when we are led aside from the right way of salvation” [= di sini kita bisa menyatakan betapa besar Allah memperhatikan GerejaNya, pada waktu Ia memberi kita peringatan yang begitu dini tentang bahaya-bahaya. Setan / Iblis memang mempunyai bermacam-macam keahlian / pekerjaan untuk membimbing kita ke dalam kesalahan, dan menyerang kita dengan tipu daya / muslihat yang mengherankan; tetapi di sisi lain, (Allah) membentengi kita secara cukup, jika bukannya atas kemauan kita sendiri kita memilih untuk ditipu. Karena itu, di sana tidak ada alasan untuk mengeluh bahwa kegelapan lebih kuat dari pada terang, atau bahwa kebenaran ditaklukkan oleh kepalsuan; tetapi sebaliknya, kita mengalami hukuman dari kecerobohan dan kemalasan kita, pada waktu kita disimpangkan dari jalan keselamatan yang benar].

Calvin: “‘Some will revolt from the faith.’ It is uncertain whether he speaks of teachers or of hearers; but I am more disposed to refer it to the latter; for he afterwards calls teachers ‘spirits that are impostors.’ And this is (ejmfatikw>teron) more emphatic, that not only will there be those who sow wicked doctrines, and corrupt the purity of faith, but that they can never want disciples whom they can draw into their sect; and when a lie thus gains prevalence, there arises from it greater trouble” (= ‘Beberapa / sebagian akan memberontak dari iman’. Adalah tidak pasti apakah ia berbicara tentang guru-guru / pengajar-pengajar atau pendengar-pendengar; tetapi saya lebih condong untuk menunjuk pada yang terakhir; karena setelah itu ia menyebut guru-guru itu ‘roh-roh yang adalah penipu-penipu.’ Dan ini lebih ditekankan, bahwa di sana bukan hanya akan ada mereka yang menaburkan ajaran-ajaran yang jahat, dan merusakkan kemurnian iman, tetapi bahwa mereka tidak pernah bisa kekurangan murid-murid yang bisa mereka tarik ke dalam sekte mereka; dan pada waktu suatu dusta mendapatkan kemenangan / penerimaan / penyebaran, maka muncullah darinya kesukaran yang lebih besar).

Karena itu, kita tidak usah heran, kalau ajaran sesat yang bagaimanapun anehnya, lucunya, tidak masuk akalnya, dan juga tidak Alkitabiahnya, tetap memperoleh banyak pengikut. Kita juga tidak perlu heran kalau dalam perdebatan kita melawan Unitarian (Frans Donald dan kawan-kawan), sekalipun kita menang mutlak dalam perdebatan itu, tetapi ternyata ada orang-orang yang justru menjadi Unitarian setelah menonton perdebatan itu, seperti Agus Sani (GKRI Exodus, Surabaya) dan A. G. Hadzarmawit Netti (GMIT, Kupang).

Ini bukan hanya merupakan penggenapan terhadap nubuat ini, tetapi juga menunjukkan kebenaran dari doktrin Total Depravity (= Kebejatan Total) dari Calvinisme. Bandingkan dengan kata-kata Calvin di bawah ini.

Calvin: “Man’s disposition voluntarily so inclines to falsehood that he more quickly derives error from one word than truth from a wordy discourse” (= Kecenderungan manusia dengan sukarela begitu condong pada kepalsuan sehingga ia dengan lebih cepat mendapatkan kesalahan dari satu kata dari pada kebenaran dari suatu pelajaran yang panjang) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 7).

3) “lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan”.

KJV: ‘giving heed to seducing spirits, and doctrines of devils’ (= memberi perhatian pada roh-roh penyesat, dan ajaran dari setan-setan).

a) ‘roh-roh penyesat’.

Calvin: “‘To deceiving spirits.’ He means prophets or teachers, to whom he gives this designation, because they boast of the Spirit, and, under this title, insinuate themselves into the favor of the people. This, indeed, is true at all times, that men, whatever they are, speak under the excitement of the spirit. But it is not the same spirit that excites them all; for sometimes Satan is a lying spirit in the mouth of the false prophets, in order to deceive unbelievers, who deserve to be deceived. (1 Kings 22:21-23.)” [= ‘kepada roh-roh penyesat / penipu’. Ia memaksudkan nabi-nabi atau guru-guru, kepada siapa ia memberikan sebutan ini, karena mereka membanggakan tentang Roh, dan di bawah gelar ini, membuat diri mereka sendiri disenangi orang-orang. Ini memang benar di semua jaman, bahwa manusia, apapun mereka adanya, berbicara di bawah gerakan Roh. Tetapi bukan Roh yang sama yang menggerakkan mereka semua; karena kadang-kadang Setan / Iblis adalah roh dusta dalam mulut dari nabi-nabi palsu, supaya menipu orang-orang yang tidak percaya, yang layak untuk ditipu (1Raja 22:21-23)].

1Raja-raja 22:21-23 - “(21) Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa? (22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu.’”.

Calvin: “Now that mode of expression, of which we are now speaking, originated at first from this circumstance, that the servants of God professed to have from the revelation of the Spirit, everything that they uttered in public. This was actually true; and hence they received the name of the Spirit, whose organs they were. But the ministers of Satan, by a false emulation, like apes, began afterwards to make the same boast, and likewise falsely assumed the name. On the same grounds John says, ‘Try the spirits, whether they are of God.’ (1 John 4:1.)” [= Cara pengungkapan itu, tentang mana kita sedang berbicara, mula-mula berasal usul dari keadaan ini, dimana pelayan-pelayan Allah mengaku mendapatkan dari wahyu Roh, segala sesuatu yang mereka ucapkan di depan umum. Tetapi pelayan-pelayan Setan, dengan suatu usaha untuk menyamai, seperti monyet-monyet, belakangan mulai melakukan pembanggaan yang sama, dan juga secara palsu mengambil sebutan itu. Pada dasar yang sama Yohanes berkata, ‘ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah’ (1Yohanes 4:1)].

Yang seperti ini contohnya banyak sekali pada jaman sekarang. Misalnya tumbang dalam Roh, tertawa dalam Roh (Toronto Blessing), dan banyak orang-orang yang berkata bahwa Roh Kudus / Tuhan berbicara kepada mereka, dan juga banyak orang mengatakan bahwa mereka diberi ‘bahasa Roh’ / nubuat oleh Roh Kudus, atau mendapatkan ‘lawatan Roh Kudus’ dsb. Jangan sembarangan percaya kata-kata seperti itu.

Bdk. 2Korintus 11:3-4 - “(3) Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya. (4) Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.

b) ‘ajaran setan-setan’.

Barnes’ Notes: “‘Giving heed to seducing spirits.’ Rather than to the Spirit of God. It would be a part of their system to yield to those spirits that led astray. The spirits here referred to are any that cause to err, and the most obvious and natural construction is to refer it to the agency of fallen spirits. Though it ‘may’ apply to false teachers, yet, if so, it is rather to them as under the influence of evil spirits” (= ‘Memberi perhatian pada roh-roh penyesat’. Dan bukannya kepada Roh Allah. Merupakan suatu bagian dari sistim mereka untuk menyerah kepada roh-roh yang menyesatkan itu. Roh-roh yang ditunjuk di sini adalah roh manapun yang menyebabkan untuk berbuat salah, dan konstruksi yang paling jelas dan wajar adalah menunjukkannya pada pekerjaan dari roh-roh yang jatuh. Sekalipun kata itu bisa diterapkan pada guru-guru palsu, tetapi jika demikian, maka kata itu diterapkan kepada mereka sebagai orang-orang yang ada dibawah pengaruh dari roh-roh jahat).

Selanjutnya tentang kata-kata ‘ajaran setan-setan’, Albert Barnes mengatakan bahwa kata-kata Yunaninya bisa diartikan ‘ajaran tentang setan-setan’ atau ‘ajaran oleh / dari setan-setan’, dan ia mengatakan bahwa yang mana yang benar tak bisa dipastikan. Tetapi kelihatannya lebih condong pada yang pertama. Sepintas lalu, bagi saya ini merupakan sesuatu yang aneh. Tetapi ia lalu melanjutkan bahwa istilah Yunani DAIMONIA, yang diterjemahkan ‘setan-setan’, di antara orang-orang Yunani, bisa menunjuk pada bermacam-macam hal, yaitu:

1. Dewa / dewi kafir, seperti dalam Kisah Para Rasul 17:18 - “Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: ‘Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?’ Tetapi yang lain berkata: ‘Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.’ Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya”.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘dewa-dewa’ adalah DAIMONION.

2. Suatu makhluk ilahi, agen atau pencipta dari nasib baik atau buruk, kematian dsb.

3. Jiwa-jiwa manusia dari ‘jaman emas’, yang tinggal di bumi, dan memperhatikan tindakan-tindakan manusia, dan menjadi penjaga-penjaga dari manusia.

Dari hal-hal ini, Barnes (dan banyak penafsir lain) menganggap bahwa nubuat ini digenapi dalam Gereja Roma Katolik, dengan penyembahan terhadap Maria, dan kepercayaan terhadap orang-orang suci yang bisa menjadi pelindung orang Katolik, dan sebagainya. Juga kalau pembacaan 1Timotius 4:1-2 ini dilanjutkan, maka dalam ay 3 dikatakan bahwa ‘mereka melarang orang kawin’, dan ‘melarang orang makan’. Ini juga dianggap cocok dengan ajaran Gereja Roma Katolik (karena adanya larangan kawin bagi hamba-hamba Tuhan dalam kalangan mereka, dan juga larangan makan makanan tertentu / pantang pada hari-hari tertentu).

Tetapi ia juga menambahkan bahwa dalam Perjanjian Baru, istilah ini menunjuk kepada setan-setan / roh-roh jahat. Dan kalau ini arti yang diambil, menurut saya arti yang lebih masuk akal adalah ‘ajaran dari / oleh setan-setan’.

4) “oleh tipu daya pendusta-pendusta”.

KJV: ‘Speaking lies in hypocrisy’ (= Mengatakan dusta dalam kemunafikan).

Calvin: “The word ‘hypocrisy’ must therefore lie explained agreeably to the passage in which it now occurs; for, first, it must relate to doctrine, and, next, it denotes that kind of doctrine which adulterates the spiritual worship of God by exchanging its genuine purity for bodily exercises; and thus it includes all methods contrived by men for appeasing God or obtaining his favor” (= Kata ‘kemunafikan’ harus adalah dusta yang dijelaskan sesuai dengan text dalam mana kata itu sekarang muncul; karena, pertama, itu harus berhubungan dengan ajaran, dan selanjutnya, itu menunjuk pada jenis ajaran yang mencampuri penyembahan / ibadah rohani kepada Allah dengan mengganti kemurniannya yang asli dengan latihan jasmani; dan dengan demikian itu mencakup semua cara / metode yang dibuat oleh manusia untuk menenangkan kemarahan Allah atau untuk mendapatkan perkenanNya).

Catatan: yang Calvin maksudkan dengan kata-kata ‘latihan jasmani’ mungkin adalah kata-kata ‘latihan badani’ dalam ay 8. Perhatikan tafsirannya tentang kata itu dalam ay 8 di bawah.

5) “yang hati nuraninya memakai cap mereka”.

KJV: ‘having their conscience seared with a hot iron’ (= yang hati nuraninya dibakar / dihanguskan dengan besi panas).

Barnes’ Notes: “‘Having their conscience seared with a hot iron.’ The allusion here is doubtless to the effect of applying a hot iron to the skin. The cauterized part becomes rigid and hard, and is dead to sensibility. So with the conscience of those referred to” (= ‘Yang hati nuraninya dibakar dengan besi panas’. Tak diragukan bahwa kiasan ini menunjuk pada akibat / hasil dari penempelan suatu besi panas pada kulit. Bagian yang terbakar menjadi kaku dan keras, dan mati terhadap kepekaan / mati rasa. Demikian juga dengan hati nurani dari mereka yang ditunjuk / dibicarakan).

Vincent: “The metaphor is from the practice of branding slaves or criminals, the latter on the brow. These deceivers are not acting under delusion, but deliberately, and against their conscience. They wear the form of godliness, and contradict their profession by their crooked conduct (2 Tim. 3:5). The brand is not on their brow, but on their conscience. Compare Tit. 1:15; 3:11” [= Kiasan ini berasal dari praktek mencap budak-budak atau kriminil-kriminil, yang terakhir ini pada dahi mereka. Penipu-penipu ini tidak bertindak karena mereka ditipu, tetapi dengan sengaja, dan terhadap / bertentangan dengan hati nurani mereka. Mereka mengenakan bentuk kesalehan, dan menentang pengakuan mereka dengan tingkah laku mereka yang bengkok (2Tim 3:5). Cap itu bukan pada dahi mereka, tetapi pada hati nurani mereka. Bandingkan dengan Titus 1:15; 3:11].

2Timotius 3:5 - “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”.

Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatu pun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

Titus 3:10-11 - “(10) Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi. (11) Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya menghukum dirinya sendiri”.

Ini menunjukkan bahwa:

a) Memang ada penyesat yang tulus, yaitu yang betul-betul mengira ajaran / pandangannya memang benar.

Bandingkan dengan:

· Amsal 14:12 - “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut”. Bdk. Amsal 16:25.

· Roma 10:1-3 - “(1) Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. (2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.

· Yohanes 16:1-3 - “(1) ‘Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. (2) Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku”.

b) Tetapi banyak juga penyesat yang tidak tulus, tetapi menyesatkan dengan sengaja / mengeraskan hati. Untuk apa mereka melakukan seperti itu? Ada macam-macam kemungkinan, seperti, demi uang (Theologia Kemakmuran), karena gengsi, karena fanatisme golongan / aliran, dan sebagainya.

Saya menganggap bahwa orang-orang seperti Frans Donald dan kawan-kawan, A. G. Hadzarmawit Netti (dari Kupang), dan juga orang-orang dari Yahwehisme yang sudah berdebat dengan saya, dan banyak lagi yang lain, termasuk dalam kelompok ‘penyesat yang sengaja’. Mengapa saya berani mengatakan bahwa mereka menyesatkan secara sengaja, dan bukan karena mereka tertipu? Karena dalam perdebatan, mereka jelas sudah kalah dan tak bisa menjawab, tetapi anehnya / kurang ajarnya, argumentasi mereka yang sudah dihancurkan itu tetap dipakai terhadap orang-orang lain! Dan tentang A. G. Hadzarmawit Netti, yang jelas-jelas berdusta / menipu dalam berargumentasi, ini sudah tak perlu diragukan.

1 Timotius 4: 3-5: “(3) Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran. (4) Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, (5) sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa”.

1) “Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah”.

Calvin (tentang ay 1): “now he shews the necessity, because it is proper to provide against the danger which the Holy Spirit forewarns to be fast approaching, namely, that false teachers will come, who shall hold out trifles as the doctrine of faith, and who, placing all holiness in outward exercises, shall throw into the shade the spiritual worship of God, which alone is lawful” (= sekarang ia menunjukkan kepentingannya, karena adalah benar untuk menyiapkan terhadap bahaya yang Roh Kudus peringatkan sedang mendatang dengan cepat, yaitu guru-guru palsu akan datang, yang akan menawarkan hal-hal yang remeh sebagai ajaran dari / tentang iman, dan yang menempatkan seluruh kekudusan dalam latihan-latihan badani, akan melemparkan ke dalam bayangan penyembahan / ibadah rohani kepada Allah, yang merupakan satu-satunya hal yang sah).

Calvin (tentang ay 1): “Besides, it is no slight vice which he describes, but a very heinous crime - apostasy from the faith; although, at first sight, in the doctrine which he briefly notices there does not appear to be so much evil. What is the case? Is faith completely overturned on account of the prohibition of marriage, or of certain kinds of food? But we must take into view a higher reason, that men pervert and invent at their pleasure the worship of God, that they assume dominion over the consciences, and that they dare to forbid that use of good things which the Lord has permitted. As soon as the purity of the worship of God is impaired, there no longer remains anything perfect or sound, and faith itself is utterly ruined” (= Disamping itu, bukanlah kejahatan kecil yang ia gambarkan, tetapi suatu kejahatan yang sangat mengerikan - kemurtadan dari iman; sekalipun, pada pandangan pertama, dalam ajaran yang ia peringatkan secara singkat, tidak terlihat begitu jahat. Apa kasusnya? Apakah iman seluruhnya dijungkir-balikkan karena larangan menikah, atau larangan jenis makanan tertentu? Tetapi kita harus memperhatikan alasan yang lebih tinggi, bahwa manusia menyimpangkan, dan menemukan sesuai kesenangan mereka sendiri, ibadah / penyembahan terhadap Allah, bahwa mereka mengambil kekuasaan atas hati nurani, dan bahwa mereka berani melarang penggunaan hal-hal yang baik, yang Tuhan telah ijinkan. Segera setelah kemurnian ibadah / penyembahan terhadap Allah dirusak, maka tidak ada lagi apapun yang tetap sempurna atau sehat, dan iman itu sendiri dihancurkan sama sekali).

Ini hebatnya setan dalam menyerang, karena serangannya mula-mula kelihatannya tidak terlalu membahayakan, tetapi pada akhirnya mengancurkan iman. Karena itu, jangan menoleransi kesalahan ajaran yang kecil, karena ini akan menyeret ke dalam kesalahan ajaran yang besar.

Albert Barnes mengatakan bahwa ini tidak harus berarti bahwa mereka melarang kawin sama sekali, tetapi bahwa mereka melarang untuk golongan tertentu, dan menganjurkan untuk tidak kawin, dan mengatakan bahwa ‘tidak kawin’ lebih kudus / suci dari pada ‘kawin’. Barnes mengatakan bahwa ini semua cocok dengan Gereja Roma Katolik.

Barnes’ Notes: “‘Forbidding to marry.’ ... The tenth article of the decree of the Council of Trent, in relation to marriage, will show the general view of the papacy on that subject. ‘Whosoever shall say that the married state is to be preferred to a state of virginity, or celibacy, and that it is not better and more blessed to remain in virginity, or celibacy, than to be joined in marriage; let him be accursed!’” (= ‘Melarang orang kawin’. ... Artikel ke 10 dari ketetapan dari Sidang Gereja Trent dalam hubungan dengan pernikahan, akan menunjukkan pandangan umum dari kepausan tentang pokok itu. ‘Barangsiapa berkata bahwa keadaan menikah harus lebih dipilih dari keadaan perawan, atau keadaan celibat, dan bukannya lebih baik dan lebih diberkati untuk tetap tinggal dalam keperawanan, atau keadaan celibat, dari pada bersatu dalam pernikahan; terkutuklah dia!’).

Dalam persoalan larangan makan, Barnes juga menerapkan pada Gereja Roma Katolik yang pada hari-hari tertentu juga melarang orang untuk makan daging tertentu.

Calvin: “‘Forbidding to marry.’ Having described the class, he next mentions two instances, namely, the prohibition of marriage and of some kinds of food. They arise from that hypocrisy which, having forsaken true holiness, seeks something else for the purpose of concealment and disguise; for they who do not keep from ambition, covetousness, hatred, cruelty, and such like, endeavor to obtain a righteousness by abstaining from those things which God has left at large. Why are consciences burdened by those laws, but because perfection is sought in something different from the law of God? This is not done but by hypocrites, who, in order that they may with impunity transgress that righteousness of the heart which the law requires, endeavor to conceal their inward wickedness by those outward observances as veils with which they cover themselves” (= ‘Melarang orang kawin’. Setelah menggambarkan golongan ini, selanjutnya ia menyebutkan 2 contoh, yaitu, larangan pernikahan dan beberapa jenis makanan. Ini muncul dari kemunafikan yang setelah meninggalkan kekudusan yang sesungguhnya, mencari sesuatu yang lain untuk tujuan penyembunyian dan penyamaran; karena mereka yang tidak menjaga diri dari ambisi, ketamakan, kebencian, kekejaman, dan hal-hal lain seperti itu, berusaha untuk mendapatkan kebenaran dengan menjauhi hal-hal dalam mana Allah memberi kebebasan. Mengapa hati nurani harus dibebani oleh hukum-hukum itu, kecuali karena kesempurnaan dicari dalam sesuatu yang berbeda dengan hukum Allah? Ini tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang munafik, yang, supaya bisa dengan bebas melanggar kebenaran dari hati yang dituntut oleh hukum, berusaha untuk menyembunyikan kejahatan batin oleh ketaatan lahiriah itu sebagai selubung dengan mana mereka menutupi diri mereka sendiri).

Calvin: “Such is the disposition of the world, always dreaming that God ought to be worshipped in a carnal manner, as if God were carnal. Matters becoming gradually worse, this tyranny was established, that it should not be lawful for priests or monks to enter into the married state, and that no person should dare to taste flesh on certain days. Not unjustly, therefore, do we maintain that this prediction was uttered against the Papists, since celibacy and abstinence from certain kinds of food are enjoined by them more strictly than any commandment of God” (= Begitulah kecondongan dari dunia ini, selalu bermimpi / berkhayal bahwa Allah harus disembah dengan cara kedagingan, seakan-akan Allah itu bersifat daging. Hal-hal menjadi makin buruk, tirani ini ditegakkan, bahwa tidak sah bagi imam / pastor atau biarawan untuk masuk ke dalam keadaan menikah, dan bahwa tidak ada orang boleh berani mencicipi daging pada hari-hari tertentu. Karena itu benarlah kalau kami menganggap bahwa ramalan ini diucapkan terhadap para pengikut Paus, karena keadaan celibat dan tarak dari jenis makanan tertentu diperintahkan oleh mereka dengan lebih ketat dari pada perintah manapun dari Allah).

Catatan: saya tidak tahu apakah dalam Gereja Roma Katolik sekarang, larangan makan daging / makanan tertentu pada hari-hari tertentu ini masih diberlakukan sekeras itu.

2) “supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran”.

Calvin: “‘And by those that know the truth.’ In this clause he defines who they are whom he calls ‘believers,’ namely, those that have a knowledge of sound doctrine; for there is no faith but from the word of God” (= ‘dan yang telah mengenal kebenaran’. Dalam anak kalimat ini ia mendefinisikan mereka yang ia sebut ‘orang percaya’, yaitu, mereka yang mempunyai suatu pengetahuan tentang ajaran yang sehat; karena tidak ada iman kecuali dari firman Allah).

Bdk. Roma 10:13-17 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? (15) Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!’ (16) Tetapi tidak semua orang telah menerima kabar baik itu. Yesaya sendiri berkata: ‘Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?’ (17) Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus”.

3) “Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram”.

KJV: ‘For every creature of God is good, and nothing to be refused’ (= Karena setiap makhluk ciptaan Allah itu baik, dan tidak ada yang harus ditolak).

Barnes mengatakan bahwa ini jelas tidak mungkin diartikan bahwa kita juga tidak boleh menolak racun dalam makanan kita, atau makanan yang memang membahayakan kita. Artinya adalah bahwa apa yang memang diciptakan oleh Allah sebagai makanan, tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang jahat, dan tidak boleh dilarang untuk dimakan.

4) “jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa”.

Dalam menafsirkan bagian ini, Calvin menekankan keharusan berdoa / bersyukur sebelum makan. Dan ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa kalau untuk makanan biasa saja kita harus berdoa sebelum makan, apalagi untuk Perjamuan Kudus. Ini perlu dicamkan oleh gereja-gereja yang kalau mengadakan Perjamuan Kudus sama sekali tidak menggunakan upacara apa-apa, dalam arti tanpa doa, pembacaan bagian Firman Tuhan yang berhubungan dengan Perjamuan Kudus, dan sebagainya.

Tentang ‘dikuduskan oleh Firman Allah’, Adam Clarke maupun Albert Barnes mengartikan bahwa ini menunjuk pada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah mengijinkan kita memakan makanan tersebut.

Barnes’ Notes: “‘For it is sanctified by the word of God.’ By the authority or permission of God. It would be profane or unholy if he had forbidden it; it is made holy or proper for our use by his permission, and no command of ‘man’ can make it unholy or improper; compare Gen 1:29; 9:3” (= ‘sebab semua itu dikuduskan oleh firman Allah’. Oleh otoritas dan ijin dari Allah. Sesuatu menjadi kotor atau najis seandainya Ia melarangnya; itu menjadi kudus dan benar untuk digunakan oleh ijinNya, dan tidak ada perintah dari manusia bisa membuatnya najis atau tidak benar; bdk. Kejadian 1:29; 9:3).

Kej 1:29 - “Berfirmanlah Allah: ‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu”.

Kejadian 9:3 - “Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau”.

1 Timotius 4: 6: “Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini”.

1) “Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita”.

Ini menunjukkan bahwa Paulus menyuruh Timotius untuk mengajarkan hal ini berulang-ulang. Memang karena manusia mudah lupa, maka pendeta / pengkhotbah harus mengajarkan hal-hal yang penting secara berulang-ulang. Tetapi ini harus dibedakan dari pendeta / pengkhotbah yang terus mengajar hal yang sama, karena kemalasan mereka dalam belajar menyebabkan mereka tidak mempunyai sesuatu yang baru untuk diajarkan kepada jemaat.

2) “engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik”.

a) Calvin menganggap bahwa ini menunjukkan bahwa kita harus berusaha untuk mendapatkan restu dari Kristus.

Calvin: “Men frequently aim at something else than to approve themselves to Christ; and consequently many are desirous of being applauded for genius, eloquence, and profound knowledge. And that is the very reason why they pay less attention to necessary things, which do not tend to procure the admiration of the common people” (= Manusia sering mempunyai sesuatu yang lain sebagai tujuan dan bukannya untuk mendapatkan restu dari Kristus; dan karena itu banyak yang mempunyai keinginan untuk dipuji sebagai orang jenius, fasih bicara, dan mempunyai pengetahuan yang mendalam. Dan itulah alasannya mengapa mereka memberi perhatian lebih sedikit pada hal-hal yang perlu, yang tidak cenderung untuk mendapatkan pujian dari orang biasa / umum).

Bdk. Galatia 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus”.

b) Dengan menyerang ajaran / pengajar sesat, maka Paulus beranggapan bahwa Timotius bisa menjadi seorang pelayan Kristus yang baik.

Kalau kita melihat bagian-bagian sebelum potongan kalimat ini, terlihat bahwa Paulus memang membicarakan ajaran-ajaran sesat, dan ia lalu mengatakan bahwa Timotius harus berulang-ulang mengajarkan persoalan ini, dan sekarang ia mengatakan bahwa hal itu menjadikan Timotius seorang pelayan Kristus yang baik.

Jadi, seorang pelayan Kristus yang baik HARUS mendidik jemaatnya berkenaan dengan ajaran-ajaran sesat.

Vincent: “Rendering Christ himself a service by setting himself against ascetic errors” (= Memberikan Kristus sendiri suatu pelayanan dengan memusuhi / mengadu dirinya dengan kesalahan-kesalahan ascetic).

Catatan: ‘ascetic’ = pertapa. Larangan kawin dan makan dianggap oleh Vincent sebagai membuat orang menjadi pertapa.

Calvin (tentang ay 1): “And, indeed, the servants of God have always had to contend against such persons as Paul here describes” (= Dan memang, pelayan-pelayan Allah harus selalu melawan orang-orang seperti yang digambarkan ooleh Paulus di sini).

Jadi jelas bahwa melawan / menyerang ajaran / pengajar sesat merupakan sesuatu yang baik, yang seharusnya dilakukan oleh setiap pelayan Kristus yang baik! Anehnya, pada saat saya melakukan hal seperti itu, banyak orang yang mencela / menentang / menyalahkan saya. Kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa saya sebaiknya mengajar ajaran yang positif saja, tak perlu ajaran yang negatif (yang menyerang orang-orang sesat dsb). Tetapi saya sama sekali tidak melihat bahwa Kitab Suci mengajar seperti itu. Dalam Kitab Suci ada banyak ajaran positif maupun negatif!

3) “terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini”.

KJV: ‘nourished up in the words of faith and of good doctrine, whereunto thou hast attained’ [= diberi makan (makanan yang bergizi) dalam kata-kata / firman dari iman dan dari ajaran yang baik, kemana engkau telah mencapai].

Vincent: “‘Nourished up.’ (ENTREFOMENOS). Better, ‘nourishing thyself.’ ... The participle indicates the means by which Timothy may become a good minister” [= ‘Diberi makan (makanan yang bergizi)’. ENTREFOMENOS. Lebih baik diterjemahkan ‘memberi makan dirimu sendiri’. ... Bentuk participle menunjukkan cara dengan mana Timotius bisa menjadi pelayan yang baik].

Catatan: ‘participle’ adalah kata kerja + ing, seperti working, preaching, dan sebagainya.

Jadi, Vincent berpendapat bahwa Timotius bisa menjadi pelayan Tuhan yang baik dengan cara memberi dirinya sendiri makanan yang bergizi / Firman Tuhan yang baik. Ini perlu dicamkan oleh hamba-hamba Tuhan yang terus melayani tetapi jarang, atau bahkan tidak pernah, belajar Firman Tuhan.

Calvin: “‘In the words of faith and of good doctrine.’ ‘Faith’ is here taken for the sum of Christian doctrine; and what he immediately adds, about ‘good doctrine,’ is for the sake of explanation; for he means, that all other doctrines, how plausible so ever they may be, are not at all profitable” (= ‘Dalam kata-kata / firman dari iman dan dari ajaran yang baik’. ‘Iman’ di sini dianggap sebagai seluruh ajaran Kristen; dan apa yang ia segera tambahkan, tentang ‘ajaran yang baik’, adalah dengan tujuan menjelaskan; karena ia memaksudkan, bahwa semua ajaran-ajaran yang lain, bagaimanapun masuk akalnya ajaran-ajaran itu, sama sekali tidak berguna).

Bandingkan kata-kata Calvin ini dengan ajaran Pdt. Stephen Tong dalam VCD ‘falsafah Asia’ yang menyuruh orang-orang Kristen, tua-tua, majelis, hamba-hamba Tuhan untuk belajar ajaran Khong Hu Cu, supaya bisa menjadi orang Kristen yang lebih bertanggung jawab!

1 Timotius 4: 7-8: “(7) Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah. (8) Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”.

1) “Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua”.

KJV: ‘But refuse profane and old wives’ fables’ (= Tetapi tolaklah dongeng-dongeng duniawi dan perempuan-perempuan tua).

RSV: ‘Have nothing to do with godless and silly myths’ (= Jangan berurusan dengan dongeng-dongeng yang jahat dan tolol).

NIV: ‘Have nothing to do with godless myths and old wives’ tales’ (= Jangan berurusan dengan dongeng-dongeng jahat dan cerita-cerita perempuan tua).

NASB: ‘But have nothing to do with worldly fables fit only for old women’ (= Tetapi jangan berurusan dengan dongeng-dongeng duniawi yang cocok hanya untuk perempuan-perempuan tua).

Menurut saya, KJV dan NIV memberikan terjemahan yang paling baik.

Jadi, bagian ini merupakan suatu larangan dari Paulus kepada Timotius untuk berurusan dengan dongeng-dongeng yang kotor / duniawi dan dongeng-dongeng dari perempuan tua.

Barnes’ Notes: “‘Profane.’ The word here used does not mean that the fables here referred to were blasphemous or impious in their character, but that they had not the character of true religion” (= ‘Duniawi / kotor’. Kata yang digunakan di sini tidak berarti bahwa dongeng-dongeng yang ditunjuk di sini bersifat menghujat atau jahat, tetapi bahwa dongeng-dongeng itu tidak mempunyai sifat dari agama yang benar).

Barnes’ Notes: “‘And old wives.’ Old women’s stories; or such as old women held to be important. The word is used here, as it is often with us, in the sense of silly. ‘Fables’. Fictions, or stories that were not founded on fact” (= ‘Dan dari perempuan-perempuan tua’. Cerita-cerita perempuan tua; atau cerita-cerita yang dianggap penting oleh perempuan-perempuan tua. Kata itu digunakan di sini, seperti yang sering kita gunakan, dalam arti ‘tolol’. ‘Dongeng-dongeng’. Fiksi, atau cerita-cerita yang tidak didasarkan pada kebenaran).

Albert Barnes mengatakan bahwa ini ditujukan pada agama-agama kafir maupun agama Yahudi yang dipenuhi dengan dongeng-dongeng seperti itu. Adam Clarke menambahkan Gereja Roma Katolik sebagai contoh.

Penerapan: saya beranggapan bahwa jaman sekarang, dunia Kristen juga dipenuhi dengan dongeng-dongeng seperti ini, seperti dongeng tentang orang mati yang bangkit lagi, orang-orang yang jalan-jalan ke surga dan neraka, dan sebagainya. Sekalipun hal-hal seperti ini memungkinkan untuk terjadi, tetapi saya beranggapan 99 % adalah palsu atau diberikan oleh setan.

2) “Latihlah dirimu beribadah”. Ini salah terjemahan.

KJV: ‘and exercise thyself rather unto godliness’ (= dan lebih baik latihlah dirimu pada kesalehan).

RSV: ‘Train yourself in godliness’ (= Latihlah dirimu dalam kesalehan).

NIV: ‘rather, train yourself to be godly’ (= lebih baik, latihlah dirimu untuk menjadi saleh).

NASB: ‘On the other hand, discipline yourself for the purpose of godliness’ (= Di sisi yang lain, disiplinkan dirimu untuk tujuan kesalehan).

Jadi, dalam seluruh ay 7 ini diberikan ajaran negatif / suatu larangan, dan juga ajaran positif / suatu perintah.

Matthew Henry: “we must not only cease to do evil, but we must learn to do well (Isa. 1:16-17)” [= kita tidak boleh hanya berhenti melakukan yang jahat, tetapi kita harus belajar untuk melakukan yang baik (Yes 1:16-17)].

Yesaya 1:16-17 - “(16) Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mataKu. Berhentilah berbuat jahat, (17) belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!”.

Ay 16nya memerintahkan untuk berhenti berbuat jahat, dan ay 17nya menyuruh untuk mengusahakan perbuatan baik.

3) “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang” (ay 8).

a) Kata ‘ibadah’ salah terjemahan seperti dalam ay 7 di atas.

KJV/RSV/NIV/NASB semuanya menterjemahkan ‘godliness’ (= kesalehan).

b) Kata-kata ‘terbatas gunanya’.

KJV: ‘profiteth little’ (= berguna sedikit).

RSV/NIV: ‘is of some value’ (= mempunyai nilai sedikit).

NASB: ‘is only of little profit’ (= hanya sedikit gunanya).

A. T. Robertson mengatakan bahwa mungkin kata ‘sedikit’ (PROS OLIGON) ini dikontraskan dengan kata-kata ‘dalam segala hal’ (PROS PANTA) yang merupakan kegunaan dari kesalehan. Tetapi dalam Yak 4:14 kata-kata itu diterjemahkan ‘untuk sementara waktu’ / ‘sebentar saja’.

Yakobus 4:14 - “sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap”.

Menurut saya, arti kedua ini juga memungkinkan karena dikontraskan dengan kata-kata ‘untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang’, yang menunjukkan lamanya kegunaan dari kesalehan.

Jadi, ada 2 kemungkinan pengkontrasan:

1. Latihan badani berguna sedikit (dalam hal-hal tertentu saja); sedangkan kesalehan berguna dalam segala hal.

2. Latihan badani berguna untuk waktu yang singkat (dalam hidup ini saja); sedangkan kesalehan berguna untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.

c) ‘Latihan badani’.

Kebanyakan penafsir, termasuk Calvin, menafsirkan bahwa kata-kata ini tidak menunjuk pada latihan fisik / olah raga, tetapi menunjuk pada tindakan-tindakan lahiriah / luar yang dilakukan demi agama (Calvin). Calvin memberi contoh hal-hal seperti puasa, tidak tidur, berbaring di tanah, dan menjadi biarawan / hidup sebagai pertapa. Matthew Henry memberi contoh tarak dalam hal makanan, dan tidak kawin. Albert Barnes menggunakan kekerasan yang dilakukan pada tubuh untuk menundukkan nafsu sebagai contoh. Jamieson, Fausset & Brown juga memberi contoh tarak dalam hal sex, puasa, dan menjadi pertapa. Ia bahkan mengatakan bahwa rupanya Timotius melakukan ini (puasa) yang menyebabkan pencernaannya terganggu dan tubuhnya sering lemah.

1Timotius 5:23 - “Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah”.

Untuk menunjukkan bahwa hal-hal seperti itu bisa memberi manfaat, Jamieson, Fausset & Brown memberikan ayat-ayat ini sebagai contoh:

· Kis 13:3 - “Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi”.

· 1Korintus 7:5 - “Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak”.

· 1Korintus 9:26-27 - “(26) Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. (27) Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak”.

Tetapi ada juga penafsir-penafsir yang menafsirkan bahwa ini menunjuk pada olah raga, seperti Adam Clarke dan Vincent. Saya lebih condong pada pandangan bahwa ini menunjuk pada olah raga / latihan fisik. Alasan saya:

1. Dalam ay 1-5 Paulus baru mengecam larangan menikah, makan makanan tertentu sebagai ajaran dari setan dsb; masakan sekarang ia mengatakan bahwa hal-hal itu ada gunanya, biarpun sedikit / untuk sementara waktu?

Bdk. Kol 2:20-23 - “(20) Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: (21) jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; (22) semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. (23) Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi”.

2. Olah raga / latihan fisik memang berguna untuk hidup sekarang ini.

Karena itu saya berpendapat bahwa orang Kristen dan hamba Tuhan seharusnya berolah raga secara rutin. Para pendeta / hamba-hamba Tuhan jarang sekali yang rajin olah raga. Alasan klasik adalah tidak ada waktu / terlalu sibuk! Orang Kristen tak ada waktu karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, hamba-hamba Tuhan tak ada waktu karena terlalu sibuk dengan pelayanan. Tetapi kalau sekarang kita terus sibuk dengan pekerjaan atau pelayanan, belajar Firman Tuhan, doa, dsb, dan suatu kali karena kurangnya aktivitas fisik, kita lalu mengalami penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes dan sebagainya, lalu bagaimana kita bisa terus bekerja / melayani Tuhan? Juga dengan olah raga, kesehatan menjadi makin baik, dan dengan itu kita bisa bekerja / melayani Tuhan dengan lebih baik.

1 Timotius 4: 9: “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya”.

Ini sudah ada dalam 1Tim 1:15, dan sudah dibahas di sana, dan karena itu tidak diulang di sini.

1 Timotius 4: 10: “Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya”.

1) “Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup”.

KJV: ‘For therefore we both labour and suffer reproach’ (= Karena itu kami berjerih payah dan mendapat celaan).

RSV/NIV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi kalau dilihat dari Bible Works 7 maka kelihatannya terjemahan KJV yang benar.

Matthew Henry: “Godly people must labour and expect reproach; they must do well, and yet expect at the same time to suffer ill: toil and trouble are to be expected by us in this world, not only as men, but as saints” (= Orang-orang yang saleh harus berjerih payah dan mengharapkan celaan; mereka harus melakukan dengan baik, tetapi pada saat yang sama mengharapkan untuk mendapat yang buruk: kerja keras dan kesukaran / kesusahan harus diharapkan oleh kita dalam dunia ini, bukan hanya sebagai manusia, tetapi sebagai orang-orang kudus).

Penerapan: kalau saudara sudah melakukan pelayanan dengan sebaik-baiknya, maka biasanya saudara mengharapkan pujian, atau setidaknya pengakuan, dari manusia. Tetapi yang terjadi memang sering kali bertentangan dengan pengharapan kita tersebut. Yang terjadi sering kali adalah: sekalipun kita melayani dengan sekuat tenaga dan dengan baik, kita tetap dicela dan difitnah! Pada saat seperti itu, ingat kata-kata Yesus dalam Matius 10:24-25 - “(24) Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. (25) Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya”.

2) “Allah yang hidup, Juru selamat semua manusia, terutama mereka yang percaya”.

a) Penafsiran Arminian.

Adam Clarke: “‘Who is the Saviour of all men.’ Who has provided salvation for the whole human race, and has freely offered it to them in his word and by his Spirit. ‘Specially of those that believe.’ What God intends for ALL, he actually gives to them that believe in Christ, who died for the sins of the world, and tasted death for every man. As all have been purchased by his blood so all may believe; and consequently all may be saved. Those that perish, perish through their own fault” (= ‘Yang adalah Juruselamat dari semua manusia’. Yang telah menyediakan keselamatan untuk seluruh umat manusia, dan telah menawarkannya dengan cuma-cuma kepada mereka dalam firman-Nya dan oleh RohNya. ‘Khususnya / terutama dari mereka yang percaya’. Apa yang Allah maksudkan bagi SEMUA, Ia sungguh-sungguh berikan kepada mereka yang percaya kepada Kristus, yang telah mati bagi dosa-dosa dunia, dan merasakan kematian bagi setiap orang. Karena semua orang telah dibeli oleh darah-Nya maka semua orang bisa percaya, dan karena itu semua orang bisa diselamatkan. Mereka yang binasa, binasa melalui kesalahan mereka sendiri).

Adam Clarke masih melanjutkan dalam penafsirannya tentang ay 11, dengan berkata sebagai berikut: “‘These things command and teach.’ Let it be the sum and substance of thy preaching, that true religion is profitable for both worlds; that vice destroys both body and soul; that Christ tasted death for every man; and that he saves to the uttermost all them that believe in his name” (= ‘Beritakanlah dan ajarkanlah semuanya itu’. Hendaklah itu menjadi inti sari dari pemberitaan / khotbahmu, bahwa agama yang benar berguna bagi kedua dunia; bahwa kejahatan menghancurkan baik tubuh maupun jiwa; bahwa Kristus merasakan kematian bagi setiap orang; dan bahwa Ia menyelamatkan sama sekali semua mereka yang percaya dalam / kepada namaNya).

Jadi, bagian ini dijadikan dasar oleh orang Arminian untuk menekankan ajaran ‘Universal Atonement’ (= Penebusan Universal), yang mengajarkan bahwa Kristus betul-betul mati menebus semua orang di dunia ini.

b) Pandangan Albert Barnes.

Saya memberikan penafsiran Albert Barnes di sini, karena sekalipun sebetulnya ia menolak doktrin ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas), dan berpegang pada doktrin ‘Universal Atonement’ (= Penebusan Universal), tetapi ia tetap berpendapat bahwa 1Timotius 4:10 ini tidak bisa dijadikan dasar dari doktrin ‘Universal Atonement’ (= Penebusan Universal) itu.

Barnes’ Notes: “‘Who is the Saviour of all men.’ This must be understood as denoting that he is the Saviour of all people in some sense which differs from what is immediately affirmed - ‘especially of those that believe.’ There is something pertaining to ‘them’ in regard to salvation which does not pertain to ‘all men.’ It cannot mean that he brings all people to heaven, ‘especially’ those who believe - for this would be nonsense. And if he brings all people actually to heaven, how can it be ‘especially’ true that he does this in regard to those who believe? Does it mean that he saves others ‘without’ believing? But this would be contrary to the uniform doctrine of the Scriptures; see Mark 16:16. When, therefore, it is said that he ‘is the Saviour of all people, especially of those who believe,’ it must mean that there is a sense in which it is true that he may be called the Saviour of all people, while, at the same time, it is ‘actually’ true that those only are saved who believe. This may be true in two respects: (1) As he is the ‘Preserver’ of people (Job 7:20), for in this sense he may be said to ‘save’ them from famine, and war, and peril - keeping them from day to day; compare Ps. 107:28; (2) as he has ‘provided’ salvation for all people. He is thus their Saviour - and may be called the common Saviour of all; that is, he has confined the offer of salvation to no one class of people; he has not limited the atonement to one division of the human race; and he actually saves all who are willing to be saved by him. (See supplementary note 2 Cor. 5:24. This passage however is not regarded a proof text now on the extent of the atonement, as the fair rendering of SOOTEER is ‘Preserver.’ Dr. Wardlaw has accordingly excluded it in his recent work.) ‘Specially of those that believe.’ This is evidently designed to limit the previous remark. If it had been left there, it might have been inferred that he would ‘actually save’ all people. But the apostle held no such doctrine, and he here teaches that salvation is ‘actually’ limited to those who believe. This is the speciality or the uniqueness in the salvation of those who actually reach heaven, that they are ‘believers;’ see the notes on Mark 16:16. All people, therefore, do not enter heaven, unless all people have faith. But is this so? What evidence is there that the great mass of mankind die believing on the Son of God?” [= ‘Yang adalah Juruselamat dari semua manusia’. Ini harus dimengerti sebagai menunjukkan bahwa Ia adalah Juruselamat dari semua orang dalam suatu arti yang berbeda dengan apa yang segera ditegaskan - ‘terutama / khususnya dari mereka yang percaya’. Ada sesuatu yang berkenaan dengan ‘mereka’ berkenaan dengan keselamatan yang tidak berkenaan dengan ‘semua orang’. Itu tidak bisa berarti bahwa Ia membawa semua orang ke surga, ‘terutama / khususnya’ mereka yang percaya - karena ini merupakan suatu omong kosong. Dan jika Ia sungguh-sungguh membawa semua orang ke surga, bagaimana hal itu bisa ‘terutama / khususnya’ benar bahwa Ia melakukan hal ini berkenaan dengan mereka yang percaya? Apakah itu berarti bahwa Ia menyelamatkan orang-orang lain ‘tanpa’ percaya? Tetapi ini akan bertentangan dengan ajaran yang seragam dari Kitab Suci; lihat Mark 16:16. Karena itu, pada saat dikatakan bahwa Ia ‘adalah Juruselamat dari semua orang, terutama / khususnya mereka yang percaya’, itu harus berarti bahwa di sana ada suatu arti dalam mana adalah benar bahwa Ia bisa disebut sebagai Juruselamat dari semua orang, sementara, pada saat yang sama, itu ‘sungguh-sungguh’ benar bahwa hanya mereka yang percaya yang diselamatkan. Ini bisa benar dalam 2 hal: (1) Karena Ia adalah ‘Pemelihara’ dari manusia (Ayub 7:20), karena dalam arti ini Ia bisa dikatakan ‘menyelamatkan’ mereka dari kelaparan, dan perang, dan bahaya - menjaga mereka dari hari ke hari; bandingkan dengan Maz 107:28; (2) karena Ia telah ‘menyediakan’ keselamatan bagi semua orang. Dengan demikian Ia adalah Juruselamat mereka - dan bisa disebut sebagai Juruselamat umum / bersama dari semua orang; artinya, Ia tidak membatasi tawaran keselamatan kepada suatu golongan manusia; Ia tidak membatasi penebusan pada satu bagian dari umat manusia; dan Ia sungguh-sungguh menyelamatkan mereka yang mau diselamatkan olehNya. (Lihat catatan tambahan dari 2 Kor 5:24. Tetapi sekarang text ini tidak dianggap sebagai suatu text bukti tentang luas dari penebusan, karena terjemahan yang wajar / adil dari SOTER adalah ‘Pemelihara’. Karena itu Dr. Wardlaw telah mengeluarkan / meniadakan ini dalam pekerjaannya baru-baru ini.) ‘Terutama / khususnya mereka yang percaya’. Ini jelas dirancang untuk membatasi kata-kata sebelumnya. Seandainya kalimat itu berhenti di sana, maka bisa disimpulkan bahwa Ia akan ‘betul-betul menyelamatkan’ semua orang. Tetapi sang rasul tidak memegang / mempercayai ajaran seperti itu, dan di sini ia mengajar bahwa keselamatan ‘betul-betul’ dibatasi bagi mereka yang percaya. Ini merupakan kekhususan atau keunikan dalam keselamatan dari mereka yang sungguh-sungguh mencapai surga, bahwa mereka adalah ‘orang-orang percaya’; lihat catatan tentang Markus 16:16. Karena itu, tidak semua orang masuk ke surga, kecuali semua orang mempunyai iman. Tetapi apakah demikian halnya? Apa bukti yang ada bahwa jumlah yang besar dari umat manusia itu mati dengan percaya kepada Anak Allah?].

Catatan:

· Ayub 7:20 - “Kalau aku berbuat dosa, apakah yang telah kulakukan terhadap Engkau, ya Penjaga manusia? Mengapa Engkau menjadikan aku sasaran-Mu, sehingga aku menjadi beban bagi diriku?”.

KJV: ‘preserver of men’ (= pemelihara manusia).

· Mazmur 107:28 - “Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dikeluarkanNya mereka dari kecemasan mereka”.

· Mark 16:16 - “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum”.

Ayat ini terletak dalam suatu text panjang (Markus 16:9-20) yang diragukan / diperdebatkan keasliannya.

· 2Kor 5:24 itu tidak ada, dan pasti salah cetak. Mungkin yang dimaksud adalah 2Kor 5:14 - “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati”. Dalam komentarnya tentang 2Kor 5:14, Albert Barnes menunjukkan secara jelas bahwa ia mempercayai ‘Universal Atonement’ (= Penebusan Universal), bukan ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas).

c) Penafsiran Calvin / Reformed.

Bertentangan dengan Arminian, ajaran Calvinisme mempercayai dan mengajarkan ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas), yang mengajarkan bahwa sekalipun kuasa penebusan Kristus cukup untuk semua orang dalam dunia ini tetapi tujuan / design dari kematian Kristus hanyalah untuk menebus orang-orang pilihan saja.

Tetapi bagaimana ajaran ini bisa diharmoniskan dengan bagian ayat ini yang mengatakan “Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya”? Untuk ini saya akan memberikan penafsiran Calvin, John Owen, dan William Hendriksen.

Calvin: “the word SOTER is here a general term, and denotes one who defends and preserves. He means that the kindness of God extends to all men” [= Kata SOTER (= Juruselamat) di sini merupakan suatu istilah yang umum, dan menunjuk kepada seseorang yang membela / mempertahankan dan memelihara. Ia memaksudkan bahwa kebaikan Allah diperluas kepada semua orang].

Calvin: “The word ‘Saviour’ is not here taken in what we call its proper and strict meaning, in regard to the eternal salvation which God promises to his elect, but it is taken for one who delivers and protects. ... In this sense he is called ‘the Saviour of all men;’ not in regard to the spiritual salvation of their souls, but because he supports all his creatures. In this way, therefore, our Lord is the Saviour of all men; that is, his goodness extends to the most wicked, who are estranged from him” (= Kata ‘Juruselamat’ di sini tidak diambil dalam arti sebenarnya dan ketat, berkenaan dengan keselamatan kekal yang dijanjikan Allah kepada orang-orang pilihanNya, tetapi menunjuk kepada seseorang yang membebaskan dan melindungi. ... Dalam arti ini Ia disebut ‘Juruselamat semua manusia’; bukan berkenaan dengan keselamatan rohani dari jiwa-jiwa mereka, tetapi karena Ia menyokong semua makhluk ciptaanNya. Dengan cara ini Tuhan kita adalah Juruselamat semua manusia; yaitu, kebaikanNya menjangkau orang-orang yang paling jahat, yang jauh dari Dia) - hal 111-112 (footnote).

John Owen: “That God the Father is often called Saviour I showed before, and that he is here intended, as is agreed upon by all sound interpreters, so also it is clear from the matter in hand, which is the protecting providence of God, general towards all, special and peculiar towards his church” (= Bahwa Allah Bapa sering disebut Juruselamat telah saya tunjukkan sebelumnya, dan bahwa di sini Ialah yang dimaksudkan, seperti yang disetujui oleh semua penafsir yang sehat; dan juga merupakan sesuatu yang jelas dari persoalan yang sedang kita tangani, yang merupakan providensia Allah yang melindungi, secara umum bagi semua orang, secara khusus dan khas bagi gereja-Nya) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, ‘The Death of Christ’, hal 190.

Owen melanjutkan: “For the subject, ‘He,’ it is God the Father, and not Christ the mediator; and for the predicate, it is a providential preservation, and not a purchased salvation that is intimated; - that is, the providence of God protecting and governing all, but watching in an especial manner for the good of them that are his” (= Untuk subyeknya, ‘Ia’ adalah Allah Bapa, dan bukan Kristus sang Pengantara; dan untuk predikatnya, itu adalah pemeliharaan yang bersifat providensial, dan bukan menyatakan suatu keselamatan yang dibeli; - yaitu, providensia Allah yang melindungi dan memerintah semua, tetapi menjaga dengan cara yang khusus demi kebaikan mereka yang adalah milikNya) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, ‘The Death of Christ’, hal 191.

William Hendriksen mengatakan bahwa untuk mengerti ayat ini kita harus mempelajari arti dari kata ‘Juruselamat’, dan untuk itu ia lalu menunjukkan sederetan ayat-ayat Perjanjian Lama yang dalam LXX / Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani) menggunakan kata SOTER (= Juruselamat), yaitu:

¨ Hak 3:9 - “Lalu berserulah orang Israel kepada TUHAN, maka TUHAN membangkitkan seorang penyelamat bagi orang Israel, yakni Otniel, anak Kenas adik Kaleb”.

¨ Nehemia 9:27 - “Lalu Engkau menyerahkan mereka ke tangan lawan-lawan mereka, yang menyesakkan mereka. Dan pada waktu kesusahan mereka berteriak kepadaMu, lalu Engkau mendengar dari langit dan karena kasih sayangMu yang besar Kauberikan kepada mereka orang-orang yang menyelamatkan mereka dari tangan lawan mereka”.

¨ Obaja 21 - “Penyelamat-penyelamat akan naik ke atas gunung Sion untuk menghukumkan pegunungan Esau; maka Tuhanlah yang akan empunya kerajaan itu”.

¨ Ulangan 32:15 - “Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, - bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun - dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya [Lit: ‘the rock of his Saviour’ (= batu karang Juruselamatnya)]”.

Catatan: perhatikan bahwa dalam ayat-ayat di atas kata SOTER (= Juruselamat) tidak digunakan dalam hubungannya dengan keselamatan rohani / hidup yang kekal, tetapi dalam hubungannya dengan keselamatan jasmani / duniawi / sementara.

Ayat-ayat lain yang bisa diperhatikan dalam persoalan ini adalah: Yesaya 43:3,11 Yes 45:15,21 Yes 49:26 Yes 60:16 Yeremia 14:8 Hos 13:4.

Hendriksen juga mengatakan bahwa Allah sering disebut sebagai Juruselamat, karena Ia telah menyelamatkan Israel dari Mesir, seperti dalam:

* Mazmur 25:5 - “Bawalah aku berjalan dalam kebenaranMu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku [NIV: ‘you are God my Saviour’ (= Engkau adalah Allah Juru selamatku)], Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari”.

* Mazmur 106:21 - “Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir”.

Tetapi Ia ‘tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka’ (1Kor 10:5).

1Korintus 10:5 - “Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun”.

William Hendriksen lalu mengatakan: “In a sense, therefore, he was the Saviour or Soter of all, but especially of those who believed. With the latter, with them alone, he was ‘well pleased.’” (= Karena itu, dalam arti tertentu Ia adalah Juruselamat atau SOTER dari semua, tetapi terutama dari mereka yang percaya. Hanya kepada yang terakhir inilah Ia berkenan) - hal 155.

Hendriksen juga menyoroti Yes 63:8-10 - “(8) Bukankah Ia berfirman: ‘Sungguh, merekalah umatKu, anak-anak yang tidak akan berlaku curang,’ maka Ia menjadi Juruselamat mereka (9) dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasihNya dan belas kasihanNya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala. (10) Tetapi mereka memberontak dan mendukakan Roh KudusNya; maka Ia berubah menjadi musuh mereka, dan Ia sendiri berperang melawan mereka”.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa sekalipun orang-orang yang dibicarakan itu mempunyai Allah sebagai Juruselamat mereka (dalam persoalan jasmani), tetapi mereka tidak diselamatkan (secara rohani).

Hendriksen lalu menyimpulkan: “According to the Old Testament, then, God is Soter not only of those who enter his everlasting kingdom but in a sense also of others, indeed, of all those whom he delivers from temporary disaster” [= Jadi, menurut Perjanjian Lama Allah adalah SOTER (Juruselamat) bukan hanya dari mereka yang memasuki kerajaanNya yang kekal, tetapi dalam arti tertentu juga dari orang-orang lain, dari semua mereka yang Ia bebaskan dari bencana sementara] - hal 155.

Ia menambahkan lagi bahwa baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru kebaikan Allah ditunjukkan kepada semua orang dan bahkan kepada binatang dan tanaman (Maz 36:7 Maz 104:25-28 Maz 145:9,16,17 Yun 4:10-11 Mat 5:45 Luk 6:35 Kis 17:25,28).

William Hendriksen: “In the New Testament this teaching is continued, ... He preserves, delivers, and in that sense ‘saves,’ and that ‘saving’ activity is by no means confined to the elect! On the Voyage Dangerous (to Rome) God ‘saved’ not only Paul but all those who were with him (Acts 27:22,31,44)” [= Dalam Perjanjian Baru ajaran ini dilanjutkan, ... Ia memelihara, membebaskan, dan dalam arti itu ‘menyelamatkan’, dan aktivitas ‘penyelamatan’ itu sama sekali tidak terbatas pada orang-orang pilihan! Dalam pelayaran yang berbahaya ke Roma, Allah ‘menyelamatkan’ bukan hanya Paulus tetapi semua mereka yang ada bersama dengan dia (Kis 27:22,31,44)] - hal 155.

Kis 27:22,31,44 - “Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. ... Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: ‘Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.’ ... dan supaya orang-orang lain menyusul dengan mempergunakan papan atau pecahan-pecahan kapal. Demikianlah mereka semua selamat naik ke darat”.

William Hendriksen: “This is really all that is needed in clarification of our present passage, 1Tim 4:10. What the apostle teaches amounts, accordingly, to this, ‘We have our hope set on the living God, and in this hope we shall not be disappointed, for not only is he a kind God, hence the Soter (Perserver, Deliverer) of all men, showering blessings upon them, but he is in a very special sense the Soter (Savior) of those who by faith embrace him and his promise, for to them he imparts salvation, everlasting life in all its fulness’” [= Inilah yang dibutuhkan dalam penjelasan tentang text kita saat ini, 1Tim 4:10. Apa yang diajarkan oleh sang rasul adalah ini: ‘Kami meletakkan pengharapan kami pada Allah yang hidup, dan dalam pengharapan ini kami tidak akan dikecewakan, karena Ia bukan hanya merupakan Allah yang baik, yang merupakan SOTER (Pemelihara, Pembebas) dari semua orang, yang mencurahkan berkatNya kepada mereka, tetapi dalam arti yang sangat khusus Ia adalah SOTER (Juruselamat) dari mereka yang dengan iman memeluk Dia dan janjiNya, karena kepada mereka Ia memberikan keselamatan, hidup yang kekal dalam seluruh kepenuhannya’] - hal 156.

Kesimpulan: kata SOTER bisa menunjuk pada Juruselamat dalam keselamatan jasmani, bisa juga menunjuk pada Juruselamat dalam keselamatan rohani. Dalam arti pertama, Allah adalah SOTER dari semua orang. Dalam arti kedua Allah hanyalah SOTER dari orang-orang pilihan. Karena itulah maka ada kata-kata ‘terutama mereka yang percaya’.

Dengan demikian jelaslah bahwa ayat ini tidak mendukung Universal Atonement (= Penebusan Universal) ataupun menentang Limited Atonement (= Penebusan terbatas).

1 Timotius 4: 11: “Beritakanlah dan ajarkanlah semuanya itu”.

KJV: ‘These things command and teach’ (= Perintahkanlah dan ajarkanlah hal-hal ini).

RSV: ‘Command and teach these things’ (= Perintahkanlah dan ajarkanlah hal-hal ini).

Barnes’ Notes: “a minister of the gospel is solemnly bound to teach that there is a sense in which God is the Saviour of all people. He is just as much bound to teach this, as he is that only those will be saved who believe” (= seorang pelayan dari injil diharuskan secara sungguh-sungguh untuk mengajar bahwa dalam arti tertentu Allah adalah Juruselamat dari semua orang. Ia secara sama diharuskan mengajarkan dengan sungguh-sungguh bahwa hanya mereka yang percaya yang diselamatkan).

William Hendriksen mengatakan bahwa kedua kata kerja ada dalam bentuk present imperative (kata perintah bentuk present), yang menunjukkan bahwa perintah itu harus dilakukan terus menerus. Karena itu William Hendriksen menterjemahkan ‘keep on commanding’ (= perintahlah terus menerus), dan ‘keep on teaching’ (= ajarlah terus menerus).

Juga William Hendriksen menafsirkan bahwa kata-kata dalam ay 11 ini, bukan hanya berlaku untuk ay 10 saja, tetapi berlaku untuk seluruh text mulai 1Tim 4:1. Saya lebih setuju dengan pandangan William Hendriksen ini, dari pada pandangan Albert Barnes di atas, yang membatasi pemberlakukan ay 11 hanya pada ay 10 saja.

1 Timotius 4: 12: “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaa nmu dan dalam kesucianmu”.

1) “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda”.

Timotius memang masih relatif muda; Vincent memperkirakan usia Timotius adalah sekitar 38-40 tahun.

Dan Calvin mengatakan bahwa Paulus tak menghendaki kalau usia muda dari Timotius menyebabkan ia tidak dihormati, asalkan dalam hal-hal lain ia bertingkah laku sesuai dengan tingkah laku seorang pelayan Tuhan.

Penerapan: jangan memandang rendah seorang hamba Tuhan hanya karena ia muda, dan jangan menghormati seorang hamba Tuhan hanya karena ia tua. Yang menjadi kriteria untuk menghormati dia atau tidak, adalah ajarannya dan tingkah lakunya.

2) “Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”.

a) Persoalan terjemahan KJV.

Dalam KJV ada tambahan ‘in spirit’ (= dalam roh).

KJV: ‘but be thou an example of the believers, in word, in conversation, in charity, in spirit, in faith, in purity’ (= tetapi jadilah kamu teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataan, dalam tingkah laku, dalam kasih, dalam roh, dalam iman, dalam kemurnian).

Catatan:

1. Kata ‘conversation’ dalam bahasa Inggris kuno artinya bukan ‘pembicaraan’ seperti dalam bahasa Inggris modern, tetapi ‘tingkah laku’.

2. Saya tak tahu dari mana KJV mendapatkan kata-kata ‘in spirit’ (= dalam roh). Mungkin dari manuscript-manuscript lain. Dalam RSV/NIV/NASB itu tidak ada.

Wycliffe: “‘In spirit’ is not in the better texts” (= Kata-kata ‘dalam roh’ tak ada dalam manuscript-manuscript yang lebih baik).

b) Ini adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh Timotius supaya, sekalipun masih muda, ia tidak dianggap rendah.

c) Menjadi teladan dalam perkataan, misalnya: tidak mengeluarkan kata-kata kotor, tidak menyebut nama Allah dengan sia-sia, tidak berdusta, memfitnah, menyebar gosip, dan sebagainya.

d) Menjadi teladan dalam tingkah laku dan dalam kasih, saya kira cukup jelas dan tak perlu dibahas mendetail.

e) Kata-kata ‘dalam kesetiaanmu’ terjemahan hurufiahnya adalah seperti dalam KJV/RSV/NIV/NASB, yaitu ‘in faith’ (= dalam iman). Tetapi dalam banyak kasus dalam Kitab Suci, kata ini bisa juga diartikan ‘kesetiaan’ seperti dalam Kitab Suci Indonesia.

Adam Clarke: “‘In faith.’ EN PISTEI. This word PISTIS is probably taken here for fidelity, a sense which it often bears in the New Testament” (= ‘Dalam iman’. EN PISTEI. Kata PISTIS di sini ini mungkin diartikan sebagai ‘kesetiaan’, suatu arti yang sering dikandung oleh kata ini dalam Perjanjian Baru).

Kalau diambil arti ‘dalam iman’ maka artinya Timotius harus menjadi teladan dalam iman. Jadi, misalnya ada keadaan buruk yang mendatang, Timotius harus bisa tetap beriman, tenang, tidak bingung, gelisah dan sebagainya (bdk. Mat 8:23-27). Juga pada waktu mengalami hal yang tidak enak, ia harus bisa beriman pada janji Tuhan, misalnya Ro 8:28.

Sedangkan kalau diambil arti ‘kesetiaan’, ini menunjukkan bahwa Timotius harus setia dalam segala hal, seperti setia kepada Allah, setia terhadap Firman Tuhan, setia dalam penggunaan karunia-karunia yang ada padanya, setia dalam hal uang, dan sebagainya.

f) Menjadi teladan ‘dalam kemurnian’.

Barnes menekankan ini dalam persoalan sex. Ia juga mengatakan bahwa secara sangat tidak benar Gereja Roma Katolik mengartikan ini sebagai sesuatu yang mendukung kehidupan celibat / tidak menikah.

Tetapi Vincent mengatakan bahwa sekalipun kata ini selalu diterapkan berhubungan dengan moral, tetapi tidak dibatasi dalam dosa-dosa kedagingan, tetapi bisa mencakup kemurnian motivasi (bdk. Fil 1:17) maupun tindakan. Bisa juga digunakan dalam arti kemurnian / kesucian hati / jiwa (Yak 4:8 1Pet 1:22 1Yoh 3:3).

1 Timotius 4: 13: “Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar”.

1) ‘Sementara itu, sampai aku datang’.

A. T. Robertson mengatakan bahwa arti sebenarnya bukan ‘sampai aku datang’ tetapi ‘sementara aku sedang mendatang’. Kalau ini benar, maka rupanya Paulus sedang dalam perjalanan ke tempat dimana Timotius berada.

Calvin: “‘Till I come.’ This reference to the time gives additional weight to the exhortation; for, while Paul hoped that he would come soon, yet he was unwilling, meanwhile, that Timothy should remain unemployed even for a short time; how much more ought we to look forward diligently to our whole life!” [= ‘Sampai aku datang’. Keterangan yang berhubungan dengan waktu ini memberi beban tambahan pada desakan / nasehat ini; karena sementara Paulus berharap untuk segera datang, tetapi ia tidak mau bahwa sementara itu Timotius tetap menganggur / bermalas-malasan bahkan untuk suatu waktu yang singkat; alangkah lebihnya kita harus memandang ke depan (?) dengan rajin dalam seluruh kehidupan kita!].

2) ‘Bertekunlah’.

KJV: ‘give attendance’ (= berilah perhatian).

RSV: ‘attend’ (= perhatikanlah).

NIV: ‘devote yourself’ (= baktikanlah dirimu).

NASB: ‘give attention’ (= berilah perhatian).

Calvin: “He knew Timothy’s diligence, and yet he recommends to him diligent reading of the Scriptures. How shall pastors teach others if they be not eager to learn? And if so great a man is advised to study to make progress from day to day, how much more do we need such an advice? Woe then to the slothfulness of those who do not peruse the oracles of the Holy Spirit by day and night, in order to learn from them how to discharge their office!” (= Ia tahu kerajinan Timotius, tetapi ia menganjurkan dia pembacaan Kitab Suci dengan rajin. Bagaimana pendeta-pendeta mengajar orang-orang lain jika mereka sendiri tidak sangat ingin belajar? Dan jika seseorang yang begitu besar / agung dinasehati untuk belajar untuk mendapat kemajuan dari hari ke hari, alangkah lebihnya kita membutuhkan nasehat seperti itu? Maka celakalah kemalasan mereka yang tidak membaca dengan teliti sabda Roh Kudus siang dan malam, untuk mempelajari darinya bagaimana melaksanakan tugas mereka!).

3) ‘dalam membaca Kitab-kitab Suci’.

KJV/Lit: ‘to reading’ (= pada pembacaan).

Jadi, sebetulnya kata-kata ‘Kitab-kitab Suci’ tidak ada. Tetapi pasti ini yang dimaksudkan.

a) Tak ada hamba Tuhan yang tidak perlu / tidak harus menggunakan Kitab Suci.

Matthew Henry: “Though Timothy had extraordinary gifts, yet he must use ordinary means” (= Sekalipun Timotius mempunyai karunia-karunia yang luar biasa, tetapi ia harus menggunakan cara / jalan yang biasa).

Ini merupakan sesuatu yang harus diperhatikan oleh gereja-gereja / hamba-hamba Tuhan, yang karena mempunyai karunia-karunia yang bersifat mujijat, seperti bahasa Roh dan bernubuat, lalu mengabaikan Kitab Suci sendiri! Apalagi perlu dipertimbangkan juga bahwa belum tentu karunia-karunia yang mereka miliki itu asli!

b) A. T. Robertson mengatakan bahwa yang ditekankan adalah pembacaan Kitab Suci di depan umum.

Bdk. Kis 13:15 - “Setelah selesai pembacaan dari hukum Taurat dan kitab nabi-nabi, pejabat-pejabat rumah ibadat menyuruh bertanya kepada mereka: ‘Saudara-saudara, jikalau saudara-saudara ada pesan untuk membangun dan menghibur umat ini, silakanlah!’”.

Mungkin RSV/NIV/NASB mempunyai pengertian yang sama sehingga menterjemahkan seperti di bawah ini.

RSV/NIV/NASB: ‘to the public reading of scripture’ (= pada pembacaan umum Kitab Suci).

c) Tetapi A. T. Robertson menambahkan bahwa arti ‘pembacaan Kitab Suci secara pribadi’, yaitu pembacaan Kitab Suci oleh Timotius sendiri, tidak dibuang.

4) ‘membaca ... membangun ... mengajar’.

KJV: ‘reading ... exhortation ... doctrine’ (= pembacaan ... nasehat / desakan ... doktrin / ajaran).

RSV/NIV: ‘reading ... preaching ... teaching’ (= pembacaan ... khotbah / pemberitaan ... pengajaran).

NASB: ‘reading ... exhortation ... teaching’ (= pembacaan ... nasehat / desakan ... pengajaran).

A. T. Robertson: “‘To exhortation.’ (TEE PARAKLEESEI), ‘to teaching’ (TEE DIDASKALIA). Two other public functions of the minister. Probably Paul does not mean for the exhortation to precede the instruction, but the reverse in actual public work. Exhortation needs teaching to rest it upon, a hint for preachers today” [= ‘Nasehat / desakan’ (TEE PARAKLEESEI), ‘pengajaran’ (TEE DIDASKALIA). Dua fungsi umum yang lain dari seorang pelayan / pendeta. Mungkin Paulus tidak memaksudkan bahwa nasehat / desakan harus mendahului instruksi / pengajaran, tetapi kebalikannya dalam pekerjaan umum yang sesungguhnya. Nasehat / desakan membutuhkan pengajaran sebagai dasar, dan ini merupakan suatu petunjuk / isyarat bagi pengkhotbah-pengkhotbah jaman sekarang].

William Hendriksen: “if there be no pulpit-reading, exhorting, and teaching, divine worship is a misnomer. In the early church, when very few individuals owned private copies of the sacred writings, and all such material had to be copied by hand, one can imagine how important was the public reading of Scripture. But even today the careful selection, and clear and interpretative reading of an appropriate portion of Holy Writ is ‘the most important part of public worship.’ And even today if the choir takes so much time that little is left for exhorting and teaching, something is wrong” (= jika di sana tidak ada pembacaan mimbar, desakan / nasehat / peringatan, dan pengajaran, maka ibadah ilahi merupakan suatu istilah yang tidak cocok. Dalam gereja mula-mula, pada saat sangat sedikit orang mempunyai copy / salinan pribadi dari tulisan kudus, dan semua materi seperti itu harus disalin dengan tangan, bisa dibayangkan betapa pentingnya pembacaan Kitab Suci secara umum. Tetapi bahkan sekarang ini, seleksi yang hati-hati, dan pembacaan yang jelas dan bersifat menafsirkan dari suatu bagian yang cocok dari Tulisan Kudus merupakan ‘bagian yang paling penting dari ibadah umum’. Dan bahkan sekarang, jika paduan suara / acara puji-pujian mengambil begitu banyak waktu sehingga hanya sedikit yang tersisa untuk menasehati dan mengajar, maka ada sesuatu yang salah) - hal 159.

William Hendriksen: “Is there not another hint here that has value for today as well as for the times of Paul and Timothy, namely, that a minister should strive to effect a proper balance between the reading of Scripture, exhorting, and teaching? Some never exhort. Others never teach. And the reading of Scripture is prone to be regarded merely as a necessary preface to what the preacher himself is going to say” (= Apakah ini bukan merupakan suatu petunjuk / isyarat yang mempunyai nilai untuk jaman sekarang maupun untuk jaman Paulus dan Timotius, yaitu bahwa seorang pelayan / pendeta harus berjuang untuk menghasilkan suatu keseimbangan yang tepat antara pembacaan Kitab Suci, pemberian desakan / nasehat, dan pengajaran? Sebagian pendeta tidak pernah mendesak / menasehati. Yang lain tidak pernah mengajar. Dan pembacaan Kitab Suci cenderung dianggap semata-mata sebagai suatu pendahuluan yang perlu bagi apa yang akan dikatakan oleh sang pengkhotbah) - hal 159.

Calvin: “‘To exhortation, to doctrine.’ Lest it should be thought that careless reading was enough, he, at the same time, shews that it must be explained with a view to usefulness when he enjoins him to give earnest attention ‘to doctrine and exhortation;’ as if he enjoined him to learn in order to communicate to others. It is proper, also, to attend to this order, that he places ‘reading’ before ‘doctrine’ and ‘exhortation;’ for, undoubtedly, the Scripture is the fountain of all wisdom, from which pastors must draw all that they place before their flock” (= ‘Desakan / nasehat, doktrin / ajaran’. Supaya jangan dianggap bahwa pembacaan yang sembrono sudah cukup, pada saat yang sama ia menunjukkan bahwa itu harus dijelaskan dengan maksud untuk kebergunaan pada waktu ia memerintahkannya untuk memberi perhatian yang sungguh-sungguh pada ‘doktrin / ajaran dan nasehat / desakan’; seakan-akan ia memerintahnya untuk belajar supaya bisa mengkomunikasikannya kepada orang-orang lain. Merupakan sesuatu yang benar juga untuk memperhatikan urut-urutan ini, bahwa ia menempatkan ‘pembacaan’ di depan ‘doktrin / ajaran’ dan ‘desakan / nasehat’; karena tak diragukan bahwa Kitab Suci adalah sumber dari semua hikmat, dari mana pendeta-pendeta harus mendapatkan semua yang mereka tempatkan di depan kawanan domba mereka).

1 Timotius 4: 14: “Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua”.

1) “Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu”.

Calvin: “To neglect a gift is carelessly to keep it unemployed through slothfulness, so that, having contracted rust it is worn away without yielding any profit. Let each of us, therefore, consider what gift he possesses, that he may diligently apply it to use” (= Melalaikan / menyia-nyiakan suatu karunia berarti dengan ceroboh / sembrono membiarkan karunia itu tidak digunakan melalui kemalasan, sehingga karena berkarat karunia itu usang tanpa menghasilkan keuntungan apapun. Karena itu, hendaklah setiap kita mempertimbangkan karunia apa yang ia miliki, supaya ia bisa dengan rajin menggunakannya).

Saya berpendapat bahwa kata-kata ini tidak bisa diterapkan dalam karunia-karunia yang bersifat mujijat, seperti karunia bahasa Roh dan bernubuat, karena karunia-karunia ini hanya bisa digunakan pada saat Tuhan sendiri menghendakinya. Jadi, dari bagian ini kita tidak bisa / tidak boleh mengajar seseorang yang mempunyai karunia bahasa Roh untuk rajin menggunakannya. Tetapi dalam hal karunia-karunia yang bukan bersifat mujijat, seperti karunia-karunia berkhotbah, mengajar, menyanyi, berorganisasi, musik, dsb, maka kita harus dengan rajin menggunakannya. Camkan bahwa suatu alat yang tidak pernah dipakai justru akan cepat rusak. Misalnya: semprotan baygon yang lama tidak digunakan akan buntu.

2) “karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua”.

Ini tidak boleh diartikan bahwa Timotius menerima karunia oleh nubuat dan penumpangan tangan.

A. T. Robertson: “‘By prophecy.’ (DIA PROFEETEIAS). Accompanied by prophecy (1 Tim. 1:18), not bestowed by prophecy” [= ‘oleh nubuat’. (DIA PROFEETEIAS). Disertai oleh nubuat (1Tim 1:18), bukan diberikan oleh nubuat].

1Tim 1:18 - “Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni”.

Vincent: “‘By prophecy,’ (DIA PROFEETEIAS). ... The meaning is ‘by the medium of prophecy.’ The reference is to prophetic intimation given to Paul concerning the selection of Timothy for the ministerial office. These prophecies were given by the Holy Spirit who bestowed the ‘gift’; so that the gift itself and the prophecy concurred in attesting the candidate for ordination” [= ‘Oleh nubuat’, (DIA PROFEETEIAS). ... Artinya adalah ‘oleh / dengan perantaraan nubuat’. Ini menunjuk pada pemberitahuan yang bersifat nubuat yang diberikan kepada Paulus berkenaan dengan pemilihan Timotius untuk tugas / jabatan pendeta. Nubuat-nubuat ini diberikan oleh Roh Kudus yang memberikan ‘karunia’ itu; sehingga karunia itu sendiri dan nubuatnya setuju dalam menyokong sang calon untuk pentahbisan].

Catatan: kata kerja ‘to concur’ bisa berarti ‘setuju’, tetapi bisa juga berarti ‘terjadi pada saat yang sama’ (Webster’s New World Dictionary).

A. T. Robertson: “‘With the laying on of the hands of the presbytery.’ (META EPITHESEOOS TON CHEIROON TOU PRESBUTERIOU). In Acts 13:2f, when Barnabas and Saul were formally set apart to the mission campaign (not then ordained as ministers, for they were already that), there was the call of the Spirit and the laying on of hands with prayer. Here again META does not express instrument or means, but merely accompaniment. In 2 Tim. 1:6 Paul speaks only of his own laying on of hands, but the rest of the presbytery no doubt did so at the same time and the reference is to this incident” [= ‘Dengan penumpangan tangan sidang penatua’. (META EPITHESEOOS TON CHEIROON TOU PRESBUTERIOU). Dalam Kis 13:2-dst, pada waktu Barnabas dan Saulus secara formil dipisahkan untuk kampanye missi (bukan ditahbiskan sebagai pendeta / pelayan pada saat itu, karena mereka sudah adalah pendeta / pelayan), di sana ada panggilan dari Roh dan penumpangan tangan dengan doa. Di sini lagi-lagi kata Yunani META tidak menyatakan alat atau cara / jalan, tetapi semata-mata penyertaan. Dalam 2Tim 1:6 Paulus berbicara hanya tentang penumpangan tangannya, tetapi sisa dari penatua tak diragukan juga melakukannya pada saat yang sama dan bagian ini menunjuk pada peristiwa ini].

2Tim 1:6 - “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu”.

Jadi, jelas A. T. Robertson mengatakan bahwa penumpangan tangan itu bukan alat / cara / jalan yang menyebabkan Timotius menerima karunia. Tetapi penumpangan tangan itu hanya menyertai pemberian karunia kepada Timotius. Pemberi karunia itu sendiri pasti adalah Roh Kudus / Tuhan sendiri.

Bdk. 1Kor 12:11 - “Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya”.

Karena itu, jangan menggunakan ayat ini sebagai dasar ajaran / praktek bahwa dengan menumpangkan tangan, seorang pendeta / hamba Tuhan bisa memberikan karunia tertentu kepada seseorang (biasanya karunia bahasa Roh). Ini omong kosong. Kalau itu tetap terjadi, perlu dipertanyakan:

a) Karunianya asli atau palsu?

b) Siapa yang memberi karunia itu, Tuhan, setan, atau orang itu sendiri?

1 Timotius 4: 15: “Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang”.

1) “Perhatikanlah semuanya itu”.

KJV: ‘Meditate upon these things’ (= Renungkanlah hal-hal ini).

RSV: ‘Practice these duties’ (= Praktekkanlah kewajiban-kewajiban ini.).

NIV: ‘Be diligent in these matters’ (= Rajinlah dalam hal-hal ini).

NASB: ‘Take pains with these things’ (= Berusahalah sekeras-kerasnya dengan hal-hal ini).

Pulpit Commentary: “Be diligent, etc. (AUTA MELETA). Give all your attention and care and study to these things. It is just the contrary to ME AMELEI in ver. 14” [= Rajinlah, dan sebagainya. (AUTA MELETA). Berikanlah semua perhatian dan penyelidikan pada hal-hal ini. Ini persis berlawanan dengan ME AMELEI dalam ay 14].

1 Timotius 4: 14: “Jangan lalai (ME AMELEI) dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua”.

Bible Knowledge Commentary: “Here is the positive side of Paul’s negative (‘do not neglect...’) exhortation of verse 14. The command be diligent (‎MELETA‎, from ‎MELETAO‎, ‘give careful thought to’) is the converse of the command in the previous verse (‎AMELEI‎, from ‎AMELEO‎, ‘give no thought to’). Timothy was to give his careful attention to Paul’s instructions” [= Di sini ada sisi positif dari nasehat negatif Paulus dalam ay 14 (‘jangan lalai ...’). Perintah untuk rajin (MELETA, dari MELETAO, ‘berikanlah pemikiran yang hati-hati pada’) adalah lawan dari perintah dalam ayat sebelumnya (AMELEI, dari AMELEO, ‘jangan berikan pemikiran pada’). Timotius harus memberikan perhatiannya yang teliti pada instruksi-instruksi Paulus].

Vincent: “‘Meditate.’ (MELETA). Only here and Acts 4:25 (citation). Often in Greek and Roman Classical authors and the Septuagint. Most translators reject the the King James Version’s ‘meditate,’ and substitute ‘be diligent in, or practice, or take care for.’ ‘Meditate,’ however, is legitimate, although found in Greek and Roman Classical authors. The word commonly appears in one of the other senses. The connection between the different meanings is apparent. ‘Exercise or practice’ applied to the mind becomes ‘thinking or meditation.’” [= ‘Renungkanlah’ (MELETA). Hanya di sini dan Kis 4:25 (kutipan). Sering dalam pengarang-pengarang Yunani dan Romawi klasik, dan dalam Septuaginta. Kebanyakan penterjemah menolak kata ‘renungkanlah’ dalam KJV, dan menggantikannya dengan ‘rajinlah dalam’, atau ‘praktekkanlah’, atau ‘berawas-awaslah untuk’. Tetapi kata ‘renungkanlah’ merupakan terjemahan yang sah, sekalipun ditemukan dalam pengarang-pengarang Yunani dan Romawi klasik. Kata itu pada umumnya muncul dalam salah satu dari arti-arti yang lain. Hubungan antara arti-arti yang berbeda itu jelas. ‘Penggunaan atau praktek’ yang diterapkan pada pikiran menjadi ‘pemikiran atau perenungan’].

Kis 4:25-26 - “(25) Dan oleh Roh Kudus dengan perantaraan hambaMu Daud, bapa kami, Engkau telah berfirman: Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka (Yunani: EMELETESAN) perkara yang sia-sia? (26) Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar berkumpul untuk melawan Tuhan dan Yang DiurapiNya”. (bdk. Maz 2:1-2).

Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang anti Kristen ini memikirkan dan mengusahakan mati-matian untuk melawan kekristenan / Allah sendiri / Yesus. Karena itu, kalau kita tidak mati-matian dalam memikirkan dan berusaha mati-matian dalam mempertahankan / membela dan memajukan kekristenan, apa yang kira-kira akan terjadi?

A. T. Robertson menambahkan bahwa kata ini merupakan ‘present imperative’ (= kata perintah bentuk present), yang menunjukkan bahwa ini merupakan perintah yang harus dilakukan terus menerus.

2) “hiduplah di dalamnya”.

KJV: ‘give thyself wholly to them’ (= berikan dirimu sendiri sepenuhnya pada hal-hal itu).

RSV: ‘devote yourself to them’ (= baktikanlah dirimu sendiri pada hal-hal itu).

NIV: ‘give yourself wholly to them’ (= berikan dirimu sendiri sepenuhnya pada hal-hal itu).

NASB: ‘be absorbed in them’ (= hendaklah engkau diserap / asyik dalam hal-hal itu).

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “‘Meditate’ carried the idea of ‘be in them, give yourself totally to them.’ Timothy’s spiritual life and ministry were to be the absorbing, controlling things in his life, not merely sidelines that he occasionally practiced. There can be no real pioneer advance in one’s ministry without total dedication to the task. ‘No man can serve two masters’ (Matt 6:24)” [= Kata ‘renungkanlah’ membawa gagasan ‘beradalah dalam hal-hal itu, berikanlah / serahkanlah dirimu sendiri secara total pada hal-hal itu’. Kehidupan rohani dan pelayanan Timotius harus menjadi hal-hal yang menyerap / mengasyikkan, dan mengontrol / menguasai dalam kehidupannya, bukan semata-mata sambilan yang ia kadang-kadang praktekkan. Tidak bisa ada kemajuan perintisan yang sungguh-sungguh dalam pelayanan seseorang tanpa dedikasi total pada tugas itu. ‘Tak seorangpun bisa mengabdi kepada dua tuan’ (Mat 6:24)].

Pulpit Commentary: “Give thyself wholly to them (EN ‎‎TOUTOIS ‎‎ISTHI); literally, ‘be in these things;’ i.e. be wholly and always occupied with them” [= Berikanlah / serahkanlah dirimu sepenuhnya pada hal-hal itu (EN TOUTOIS ISTHI); secara hurufiah, ‘beradalah dalam hal-hal itu’; yaitu sepenuhnya dan selalu disibukkan dengan hal-hal itu].

Catatan: jangan extrimkan ini sehingga menyalahkan seorang pendeta kalau ia mengambil waktu untuk beristirahat atau santai.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “While I do not want to sound critical, I must confess that I am disturbed by the fact that too many pastors and Christian workers divide their time and interest between the church and some sideline. It may be real estate, trips to the Holy Land, politics, civic duties, even denominational service. Their own spiritual lives suffer, and their churches suffer, because these men are not devoting themselves wholly to their ministry” (= Sementara saya tidak ingin kedengaran kritis, saya harus mengakui bahwa saya terganggu oleh fakta bahwa terlalu banyak pendeta-pendeta dan pekerja-pekerja Kristen membagi waktu dan perhatian mereka antara gereja dan sambilan yang lain. Itu bisa merupakan real estate, perjalanan ke Tanah Suci, politik, kewajiban-kewajiban umum / warga negara, dan bahkan pelayanan denominasi. Kehidupan rohani mereka sendiri menderita, dan gereja-gereja mereka menderita, karena orang-orang ini tidak membaktikan diri mereka sepenuhnya pada pelayanan mereka).

Penjelasan:

a) Kata ‘real estate’ bisa menunjuk pada tanah atau kekayaan.

b) Saya tak yakin bahwa ia menyalahkan pendeta yang pergi ke Israel. Mungkin yang ia maksudkan kalau pendeta itu terus-menerus melakukan hal itu, atau memang bekerja mengurus hal itu.

c) Politik. Bandingkan dengan adanya ‘hamba-hamba Tuhan’ yang jadi caleg.

Bandingkan juga dengan kata-kata seseorang: “If God calls you to be a preacher, do not stoop down to be a king” (= Jika Allah memanggilmu untuk menjadi seorang pengkhotbah, jangan merendahkan diri dengan menjadi seorang raja).

d) Kewajiban umum / warga negara, misalnya urusan RT / RW, baik arisan, rapat, pertemuan, perayaan apapun. Mungkin bukan berarti sama sekali tak boleh ambil bagian dalam hal-hal itu, tetapi jelas bahwa ia tidak boleh disibukkan oleh hal-hal itu sehingga mengganggu pelayanannya.

e) Pelayanan denominasi. Mungkin yang dimaksudkan adalah terlalu banyak berurusan dengan organisasi gereja, seperti urusan sinode, dan sebagainya. Pada satu sisi, jelas harus ada pendeta yang mau mengurusi hal-hal ini, tetapi pada sisi yang lain, kalau seorang pendeta menggunakan terlalu banyak waktu, tenaga dan pikirannya untuk hal-hal ini, maka itu akan mengganggu pelayanannya dan gerejanya.

Barnes’ Notes: “‘Give thyself wholly to them.’ Greek ‘Be in them’ ... The meaning is plain. He was to devote his life wholly to this work. He was to have no other grand aim of living. His time, attention, talents, were to be absorbed in the proper duties of the work. He was not to make that subordinate and tributary to any other purpose, nor was he to allow any other object to interfere with the appropriate duties of that office. He was not to live for money, fame, or pleasure; not to devote his time to the pursuits of literature or science for their own sakes; not to seek the reputation of an elegant or profound scholar; not to aim to be distinguished merely as an accomplished gentleman, or as a skillful farmer, teacher, or author. ... It may be remarked here that no man will ever make much of himself, or accomplish much in any profession, who does not make this the rule of his life. He who has one great purpose of life to which he patiently and steadily devotes himself, and to which he makes everything else bend, will uniformly rise to high respectability, if not to eminence. He who does not do this can expect to accomplish nothing” (= ‘Berikanlah / serahkanlah dirimu sepenuhnya pada hal-hal itu’. Yunani: ‘Beradalah dalam hal-hal itu’. ... Artinya jelas. Ia harus membaktikan hidupnya sepenuhnya pada pekerjaan ini. Ia tidak boleh mempunyai tujuan hidup yang besar yang lain. Waktunya, perhatiannya, talentanya, harus diserap / diasyikkan dalam kewajiban-kewajiban yang benar dari pekerjaannya. Ia tidak boleh membuat pekerjaannya itu sebagai lebih rendah dan tunduk pada tujuan lain apapun, dan juga ia tak boleh mengijinkan obyek lain apapun mencampuri kewajiban-kewajiban yang tepat dari jabatan itu. Ia tak boleh hidup untuk uang, kemashyuran, atau kesenangan; tidak boleh membaktikan waktunya untuk mengejar literatur atau ilmu pengetahuan demi hal-hal itu sendiri; tidak boleh mengusahakan reputasi dari seorang terpelajar yang bagus dan mendalam; tidak boleh bertujuan untuk menjadi terkenal / terkemuka semata-mata sebagai seorang laki-laki yang sukses, atau sebagai seorang petani, guru / pengajar, atau pengarang yang ahli. ... Perlu diperhatikan di sini bahwa tidak ada orang yang akan membuat dirinya menonjol, atau mencapai banyak dalam pekerjaan apapun, jika ia tidak menjadikan hal ini peraturan hidupnya. Ia yang mempunyai satu tujuan hidup yang besar, pada mana ia dengan sabar dan teguh / tetap membaktikan dirinya, dan kemana ia membengkokkan segala sesuatu yang lain, akan sama-sama makin dihormati, dan bahkan termashyur. Ia yang tidak melakukan hal ini tidak bisa mengharapkan untuk mencapai apapun).

Perhatikan bahwa kalau seseorang membaktikan diri seperti itu, itu bisa membuat dia terkenal / menonjol / mempunyai reputasi. Tetapi ini tidak boleh menjadi tujuannya dalam membaktikan diri! Orang yang bertujuan untuk membuat dirinya menjadi terkenal adalah orang yang ambisius, dan ia bukan ingin memulikana Kristus tetapi dirinya sendiri!

Adam Clarke: “‘Give thyself wholly to them.’ EN TOUTOIS ISTHI. Be thou in these things. Horace has a similar expression: OMNIS IN HOC SUM. ‘I am absorbed in this.’ Occupy thyself wholly with them; make them not only thy chief but thy sole concern. Thou art called to save thy own soul, and the souls of them that hear thee; and God has given thee the divine gifts for this and no other purpose. To this let all thy reading and study be directed; this is thy great business, and thou must perform it as the servant and steward of the Lord. Bengel has a good saying on this verse, which I will quote: ... ‘He who is wholly in these things will be little in worldly company, in foreign studies, in collecting books, shells, and coins, in which many ministers consume a principal part of their life.’ Such persons are worthy of the deepest reprehension, unless all these studies, collections, etc., be formed with the express view of illustrating the sacred records; and to such awful drudgery few Christian ministers are called. Many, when they have made such collections, seem to know nothing of their use; they only see them and show them, but can never bring them to their assistance in the work of the ministry. These should be prayed for and pitied” (= ‘Berikanlah / serahkanlah dirimu sepenuhnya pada hal-hal ini’. EN TOUTOIS ISTHI. ‘Hendaklah kamu ada dalam hal-hal ini’. Horace mempunyai pernyataan yang serupa: OMNIS IN HOC SUM. ‘Aku diserap / asyik dalam hal ini’. Isilah / sibukkanlah dirimu sepenuhnya dengan hal-hal ini; buatlah hal-hal ini bukan hanya perhatian / urusanmu yang terutama tetapi satu-satunya perhatian / urusanmu. Kamu dipanggil untuk menyelamatkan jiwamu sendiri, dan jiwa-jiwa dari mereka yang mendengarmu; dan Allah telah memberimu karunia-karunia ilahi untuk ini dan bukan untuk tujuan yang lain. Hendaklah semua pembacaanmu dan studymu diarahkan pada hal ini; ini adalah kesibukan agungmu, dan kamu harus melaksanakannya sebagai pelayan dan pengurus dari Tuhan. Bengel mempunyai kata-kata yang bagus tentang ayat ini, yang akan saya kutip: ... ‘Ia yang berada sepenuhnya dalam hal-hal ini, akan sedikit dalam teman-teman duniawi, dalam pelajaran asing, dalam pengumpulan buku-buku, kerang, dan mata uang, dalam mana banyak pendeta menggunakan bagian utama dari kehidupan mereka’. Orang-orang seperti itu layak mendapat celaan yang terdalam, kecuali semua pelajaran-pelajaran, pengumpulan-pengumpulan dsb ini dibentuk dengan pandangan yang jelas untuk menjelaskan catatan kudus; dan sedikit pelayan / pendeta Kristen dipanggil pada pekerjaan yang sangat membosankan seperti itu. Banyak, pada waktu mereka telah membuat koleksi-koleksi seperti itu, kelihatannya tidak tahu apapun tentang penggunaan hal-hal itu; mereka hanya melihat dan memamerkan hal-hal itu, tetapi tidak pernah bisa membawa hal-hal itu untuk membantu mereka dalam pekerjaan pelayanan mereka. Orang-orang seperti ini harus didoakan dan dikasihani).

Calvin mengatakan bahwa makin besar kesukaran dalam melaksanakan pelayanan Gereja dengan setia, makin seorang pendeta harus menggunakan dirinya sendiri dengan sungguh-sungguh, dan dengan seluruh kekuatannya, dan dengan ketekunan.

A. T. Robertson menambahkan bahwa perintah ini ada dalam bentuk ‘present imperative’ (= kata perintah bentuk present), yang menunjukkan bahwa perintah ini harus dilakukan terus menerus.

3) “supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang”.

Kata ‘kemajuan’ oleh KJV diterjemahkan ‘profiting’ (= keuntungan / manfaat); tetapi oleh RSV/NIV/NASB diterjemahkan ‘progress’ (= kemajuan), seperti dalam Kitab Suci Indonesia.

Calvin mengatakan bahwa ada penafsir-penafsir yang menerapkan kata ‘kemajuan’ ini kepada diri Timotius sendiri, tetapi ia sendiri menerapkannya pada pelayanan Timotius. Sebaliknya, penafsir di bawah ini menerapkannya kepada diri Timotius.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “The Word profiting (‘Progress,’ NIV) is a Greek military term; it means ‘pioneer advance.’ It describes the soldiers who go ahead of the troops, clear away the obstacles, and make it possible for others to follow. As a godly pastor, Timothy was to grow spiritually so that the whole church could see his spiritual progress and imitate it. No pastor can lead his people where he has not been himself. ... The pastor (or church member) who is not growing is actually going backward, for it is impossible to stand still in the Christian life. In his living, teaching, preaching, and leading, the minister must give evidence of spiritual growth. But what are factors that make spiritual progress possible? Emphasize God’s Word (v. 13). ... A growing minister (or church member) must be a student of the Word” [= Kata ‘profiting’ / keuntungan / manfaat (NIV: ‘progress’ / kemajuan) dalam bahasa Yunani merupakan istilah militer; itu berarti ‘kemajuan pelopor’. Itu menggambarkan tentara-tentara yang maju di depan kelompoknya, membersihkan halangan-halangan, dan membuat mungkin bagi yang lain untuk mengikuti. Sebagai seorang pendeta yang saleh, Timotius harus bertumbuh secara rohani sehingga seluruh gereja bisa melihat kemajuan rohaninya dan menirunya. Tak ada pendeta bisa membimbing umatnya ke tempat dimana ia sendiri tak pernah ada. ... Pendeta (atau anggota gereja) yang tidak bertumbuh sesungguhnya sedang mundur, karena tidak mungkin untuk berdiri diam dalam kehidupan Kristen. Dalam kehidupannya, pengajarannya, dan pembimbingannya, pendeta harus memberi bukti dari pertumbuhan rohaninya. Tetapi apa faktor-faktor yang membuat mungkin terjadinya pertumbuhan rohani? Tekankanlah Firman Allah (ay 13). ... Seorang pendeta (atau anggota gereja) yang bertumbuh harus merupakan seorang pelajar dari Firman].

1 Timotius 4: 16: “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau”.

1) “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu”.

A. T. Robertson: “‘Take heed to thyself.’ ..‎. Present active imperative of an old verb ‎EPECHOO‎, ... ‘Keep on paying attention to thyself.’ Some young preachers are careless about their health and habits. Some are too finical” (= ‘Perhatikanlah dirimu sendiri’. ... Kata perintah bentuk present dan aktif dari suatu kata kerja kuno EPECHOO, ... ‘Teruslah memberi perhatian kepada dirimu sendiri’. Sebagian pengkhotbah-pengkhotbah muda ceroboh tentang kesehatan dan kebiasaan mereka. Sebagian lagi terlalu cerewet / rewel / suka pilih-pilih).

Catatan: sekalipun saya setuju bahwa seorang pendeta, dan bahkan semua orang Kristen, harus memperhatikan kesehatannya, tetapi menurut saya kata-kata ‘awasilah dirimu sendiri’ di sini mengarah pada hal rohani, bukan jasmani.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “Examine your own heart in the light of the Word of God. Note that Paul put ‘thyself’ ahead of ‘the doctrine.’ Paul had given this same warning to the Ephesian elders in his farewell message: ‘Take heed therefore unto yourselves’ (Acts 20:28). A servant of God can be so busy helping others that he neglects himself and his own spiritual walk” [= Periksalah hatimu sendiri dalam terang dari Firman Allah. Perhatikan bahwa Paulus meletakkan ‘dirimu sendiri’ di depan ‘ajaran’. Paulus telah memberikan peringatan yang sama seperti ini kepada tua-tua Efesus dalam pesan perpisahannya: ‘Karena itu jagalah dirimu’ (Kis 20:28). Seorang pelayan Allah bisa begitu sibuk menolong orang-orang lain sehingga ia mengabaikan dirinya sendiri dan perjalanan rohaninya sendiri].

Kis 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri”.

Catatan: kata ‘Anak’ yang saya coret itu seharusnya tidak ada.

The Biblical Illustrator (New Testament): “In counselling his friend and follower as to the best method of doing good in the sphere of duty allotted to him, the apostle seems here to lay the chief stress, not on doctrine or teaching, but on life or conduct. ‘Take heed,’ is his admonition, not first to what you teach, and then to what you are; not primarily to your verbal instructions, and then to the spirit of your own character and life, but first ‘to thyself’ and then ‘to the doctrine.’ For it is nothing less than the broad principle that, in order to do good, the first and great effort must be to be good, - that extent and accuracy of religious knowledge, however important, are secondary, as a means of influence, to the moral discipline and culture of our own heart and life. ... The experience of mankind in all ages has shown how possible it is for a man to draw fine fancy-pictures of the beauty of virtue amidst a life that is sadly unfamiliar with her presence, to utter pathetic harangues on charity with a heart of utter selfishness, and to declaim on purity and self-denial, whilst living in sloth and luxurious self-indulgence. The truth of God may thus be studied as a mere intellectual exercise, and preached as a feat of rhetorical address, whilst yet the premises of the preacher’s high argument are utterly foreign to his own godless experience. Like a sick physician, the preacher may prescribe, perhaps successfully, to others for the disease of which himself is dying. We fall back with not less confidence on the assertion, that an experimental acquaintance with Divine truth - deep religious earnestness, is the first and grand qualification in the teacher, incomparably the most powerful means of usefulness, and the surest pledge of success. To be duly effective, truth must not merely fall from the lip, but breathe forth from the life; ... In one word - and this is the principle which I wish now to illustrate - the first qualification of the religious instructor is, not knowledge, but piety” (= Dalam menasehati teman-teman dan pengikut-pengikutnya berkenaan dengan metode yang terbaik untuk melakukan yang baik dalam ruang lingkup kewajiban yang dibagikan kepadanya, sang rasul di sini kelihatannya meletakkan penekanan utama, bukan pada doktrin atau pengajaran, tetapi pada kehidupan atau tingkah laku. ‘Perhatikanlah / awasilah’ adalah nasehatnya, pertama-tama bukan pada apa yang kamu ajarkan, dan lalu pada apa adanya dirimu; bukan terutama pada ajaran lisanmu, dan lalu pada roh / semangat dari karakter dan kehidupanmu sendiri, tetapi pertama-tama ‘dirimu’ dan lalu ‘ajaranmu’. Karena merupakan suatu prinsip yang besar bahwa, supaya bisa melakukan yang baik, usaha yang pertama dan besar haruslah untuk menjadi baik, - tingkat dan ketepatan dari pengetahuan agamawi itu, bagaimanapun pentingnya, merupakan hal yang sekunder, sebagai cara / jalan untuk mempengaruhi, dibandingkan dengan disiplin moral dan pemeliharaan dari hati dan kehidupanmu sendiri. ... Pengalaman umat manusia dalam semua jaman telah menunjukkan bahwa adalah mungkin bagi seseorang untuk menggambar gambaran khayalan yang indah dari keindahan dari sifat baik di tengah-tengah suatu kehidupan yang secara menyedihkan tidak akrab dengan kehadiran dari sifat baik itu, untuk mengucapkan pidato yang menyedihkan tentang kasih dengan suatu hati yang egois sepenuhnya, dan untuk mendeklamasikan tentang kemurnian dan penyangkalan diri, sementara ia hidup dalam kemalasan dan pemuasan nafsu / keinginan yang mewah. Maka kebenaran Allah bisa dipelajari semata-mata sebagai latihan intelektual, dan dikhotbahkan sebagai suatu prestasi dari suatu pidato yang menggunakan kata-kata yang efektif, tetapi sementara itu dasar pemikiran / alasan dari argumentasi yang tinggi dari sang pengkhotbah sama sekali asing bagi pengalaman dirinya sendiri yang jahat / tidak saleh. Seperti seorang dokter yang sakit, sang pengkhotbah bisa menuliskan resep, mungkin secara sukses, kepada orang-orang lain bagi penyakit terhadap mana ia sendiri sedang sekarat. Kita kembali dengan keyakinan yang tidak lebih sedikit pada penegasan, bahwa perkenalan yang bersifat pengalaman dengan kebenaran ilahi - kesungguhan agamawi yang dalam, adalah persyaratan pertama dan besar dalam sang pengajar, secara tak terbandingkan merupakan cara / jalan yang paling kuat dari kebergunaan, dan merupakan jaminan yang paling pasti dari kesuksesan. Untuk menjadi efektif seperti seharusnya, kebenaran tidak boleh semata-mata jatuh dari bibir, tetapi dihembuskan keluar dari kehidupan; ... Dalam satu kata - dan ini merupakan prinsip yang saya ingin jelaskan sekarang - persyaratan pertama dari seorang pengajar agamawi bukanlah pengetahuan, tetapi kesalehan).

Calvin memberikan kata-kata yang harus dicamkan bersama-sama dengan kutipan di atas, sebagai penyeimbang kutipan di atas.

Calvin: “There are two things of which a good pastor should be careful; to be diligent in teaching, and to keep himself pure. It is not enough if he frame his life to all that is good and commendable, and guard against giving a bad example, if he do not likewise add to a holy life continual diligence in teaching; and, on the other hand, doctrine will be of little avail, if there be not a corresponding goodness and holiness of life” (= Ada dua hal tentang mana seorang pendeta yang baik harus berhati-hati; untuk rajin dalam mengajar, dan untuk menjaga dirinya sendiri murni / suci. Tidak cukup jika ia membentuk kehidupannya pada semua yang baik dan terpuji, dan menjaga untuk tidak memberikan teladan buruk, jika ia tidak menambahkan juga pada kehidupan kudus itu kerajinan yang terus menerus dalam pengajaran; dan, pada sisi yang lain, doktrin akan sedikit gunanya, jika tidak ada kebaikan dan kekudusan kehidupan yang sesuai dengannya).

Catatan: perhatikan bagian yang saya garis-bawahi itu. Calvin justru membalik urut-urutan dari ayat tersebut di atas. Jadi, jelas ia tidak menganggap bahwa urut-urutan itu sebagai sesuatu yang mutlak!

Dengan menggabungkan kedua kutipan di atas, saya memberikan hal-hal sebagai berikut sebagai penyeimbang:

a) Kita tak boleh beranggapan bahwa pengajar yang hidupnya saleh, tetapi ajarannya sesat, bisa diterima sebagai pengajar. Ingat, tidak mungkin ada kesalehan yang sejati dalam diri orang sesat. Kalau ia kelihatan saleh, itu pasti hanyalah kemunafikan.

b) Kita juga tidak boleh menganggap bahwa seorang pengajar yang saleh, tetapi pengetahuannya sedikit sekali atau tidak ada, atau yang tidak mempunyai karunia mengajar / memberitakan Firman Tuhan, boleh dijadikan pengajar.

c) Paling-paling kita bisa beranggapan seperti ini: kalau si A nilainya 6 untuk pengetahuan dan kemampuan mengajar, tetapi 8 untuk kesalehan; sedangkan si B sebaliknya, maka mungkin sekali si A akan lebih berguna dari si B dalam mengajar dalam gereja.

d) Bagaimana kalau si A nilainya 3 untuk pengetahuan dan kemampuan mengajar, tetapi 8 untuk kesalehan, sedangkan si B sebaliknya. Yang mana yang lebih pantas menjadi pengajar? Menurut saya, kedua-duanya tidak!

e) Intinya, saya menganggap bahwa sekalipun memungkinkan bahwa kesalehan lebih penting dari ajaran / pengetahuan, tetapi ke-lebih-penting-annya tidak berbeda banyak. Bahwa seseorang tetap bisa mendapat manfaat dari orang-orang yang ajarannya benar tetapi hidupnya tidak benar, terlihat dari Mat 23:1-3 - “(1) Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-muridNya, kataNya: (2) ‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. (3) Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya”.

Catatan: ahli-ahli Taurat itu harus didengarkan hanya kalau ajarannya benar, tidak sesat.

2) “Bertekunlah dalam semuanya itu”.

Pulpit Commentary: “‘Continue in these things’ ... The things which he was to ‘take heed to’ were his own conduct and example ... and the doctrine which he preached; and in a steady continuance in these things - faithful living and faithful teaching - he would save both himself and his hearers” (= ‘Teruslah dalam hal-hal ini’ ... Hal-hal yang harus ia perhatikan adalah tingkah lakunya sendiri dan teladannya ... dan ajaran yang ia khotbahkan; dan secara terus menerus dalam hal-hal ini - kehidupan yang setia dan pengajaran yang setia - ia akan menyelamatkan baik dirinya sendiri maupun kehidupan para pendengarnya).

3) “karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau”.

Barnes’ Notes: “‘For in doing this thou shalt both save thyself.’ By holding of the truth, and by the faithful performance of your duties, you will secure the salvation of the soul. We are not to suppose that the apostle meant to teach that this would be the meritorious cause of his salvation, but that these faithful labors would be regarded as an evidence of piety, and would be accepted as such. It is equivalent to saying, that an unfaithful minister of the gospel cannot be saved; one who faithfully performs all the duties of that office with a right spirit, will be” (= ‘Karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu’. Dengan memegang / mempercayai kebenaran, dan dengan pelaksanaan yang setia dari kewajiban-kewajibanmu, engkau akan memastikan keselamatan jiwa. Kita tidak boleh menganggap bahwa sang rasul bermaksud untuk mengajar bahwa ini akan menjadi penyebab yang berjasa dari keselamatannya, tetapi bahwa jerih payah yang setia ini akan dianggap sebagai bukti kesalehan, dan akan diterima seperti itu. Itu sama dengan mengatakan bahwa seorang pelayan injil yang tidak setia tidak bisa diselamatkan; orang yang melakukan dengan setia semua kewajiban-kewajiban dari jabatan itu, akan diselamatkan).

William Hendriksen: “To be sure, a man is saved by grace, through faith; not by works (Titus 3:3; cf. Eph. 2:6-8); yet, since holy living and sound teaching are a fruit of faith, Paul is able to say that ‘by doing this’ Timothy will save himself and his hearers” [= Jelas, seseorang diselamatkan oleh kasih karunia, melalui iman, bukan oleh perbuatan baik (Tit 3:3; bdk. Ef 2:8-9); tetapi, karena kehidupan kudus dan pengajaran yang sehat merupakan buah dari iman, Paulus bisa mengatakan bahwa ‘dengan melakukan ini’ Timotius akan menyelamatkan dirinya sendiri dan para pendengarnya] - hal 160.

Catatan: saya kira Tit 3:3 itu salah cetak; mungkin seharusnya Tit 3:5,7.

Bible Knowledge Commentary: “Ultimately only God can save, of course; yet in a secondary sense the New Testament speaks of a person ‘saving’ himself (Phil 2:12) and others (James 5:19-20; Jude 23). Paul’s words are a pointed reminder of the awesome burden of responsibility that congregational leaders carry” [= Pada ujung terakhir tentu saja hanya Allah yang bisa menyelamatkan; tetapi dalam arti sekunder Perjanjian Baru berbicara tentang seseorang yang menyelamatkan dirinya sendiri (Fil 2:12) dan orang-orang lain (Yak 5:19-20; Yudas 23). Kata-kata Paulus merupakan suatu pengingat yang tajam dari beban tanggung jawab yang menakutkan yang dibawa oleh pemimpin-pemimpin jemaat].

Filipi 2:12 - “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir”.

Yak 5:19-20 - “(19) Saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang menyimpang dari kebenaran dan ada seorang yang membuat dia berbalik, (20) ketahuilah, bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa”.

Yudas 23a - “selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api”.

Calvin: “Nor ought they to think it strange that Paul ascribes to Timothy the work of saving the Church; for, certainly, all that is gained to God is saved, and it is by the preaching of the gospel that we are gathered to Christ. And as the unfaithfulness or carelessness of the pastor is ruinous to the Church, so the cause of salvation is justly ascribed to his faithfulness and diligence” (= Juga kita tidak boleh menganggap aneh bahwa Paulus menganggap pekerjaan penyelamatan Gereja berasal dari Timotius; karena jelas bahwa semua yang diperoleh bagi Allah diselamatkan, dan oleh pemberitaan Injillah kita dikumpulkan kepada Kristus. Dan sebagaimana ketidak-setiaan atau kecerobohan dari pendeta menghancurkan Gereja, demikian juga penyebab keselamatan secara benar dianggap berasal dari kesetiaan dan kerajinannya).

Baca Juga: Kualifikasi Pelayan Kristus Yang Baik ( 1 Timotius 4:1-16)

Calvin: “Our salvation is, therefore, the gift of God alone, because from him alone it proceeds, and by his power alone it is performed; and therefore, to him alone, as the author, it must be ascribed. But the ministry of men is not on that account excluded, ... Moreover, this is altogether the work of God, because it is he who forms good pastors, and guides them by his Spirit, and blesses their labor, that it may not be ineffectual” (= Karena itu, keselamatan kita hanyalah merupakan anugerah Allah saja, karena dari Dia sajalah keselamatan itu keluar, dan oleh kuasaNya saja itu dilakukan; dan karena itu, keselamatan itu harus dianggap berasal dari Dia saja, sebagai penciptanya. Tetapi hal itu tidak menyebabkan pelayanan manusia dikeluarkan / ditiadakan, ... Lebih lagi, ini seluruhnya merupakan pekerjaan Allah, karena Dialah yang membentuk pendeta-pendeta yang baik / bagus, dan membimbing mereka oleh RohNya, dan memberkati jerih payah mereka, sehingga jerih payah mereka berhasil).

Calvin: “If thus a good pastor is the salvation of his hearers, let bad and careless men know that their destruction must be ascribed to those who have the charge of them; for, as the salvation of the flock is the crown of the pastor, so from careless pastors all that perishes will be required” (= Jadi, jika seorang pendeta yang baik / bagus adalah keselamatan dari para pendengarnya, hendaklah orang-orang jahat dan ceroboh mengetahui bahwa kehancuran mereka harus dianggap berasal dari mereka yang memerintah / bertanggung jawab atas mereka; karena sebagaimana keselamatan dari kawanan domba adalah mahkota dari pendeta, demikian juga dari pendeta-pendeta yang ceroboh semua yang binasa akan dituntut).

Bdk. Yehezkiel 33:8 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Hai orang jahat, engkau pasti mati! - dan engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.

Karena itu, seorang kristen tidak boleh pergi ke seadanya gereja dan tidak boleh menyerahkan dirinya untuk dibimbing dan diajar oleh seadanya pendeta / pengkhotbah! Bagus / baik atau buruknya pendeta / gereja itu menentukan keselamatannya!. EKSPOSISI 1 TIMOTIUS 4:1-16 (PRINSIP PELAYAN KRISTUS)
Next Post Previous Post