TAFSIRAN SURAT 1 YOHANES

Pdt.Budi Asali,M.Div.
TAFSIRAN SURAT 1 YOHANES
otomotif, tutorial
I Yohanes 1:1-4

1Yoh 1:1-4 - “(1) Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu. (2) Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. (3) Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan AnakNya, Yesus Kristus. (4) Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna”.

I) Hal-hal yang penting tentang Yesus

1) ‘Firman hidup’ (ay 1b).

1Yohanes 1:1-3 mempunyai kemiripan dengan Yoh 1:1-14, yaitu:

· sama-sama membicarakan kekekalan Yesus.

· penggunaan istilah / kata-kata ‘hidup’, ‘beginning’ (= pada mulanya / sejak semula), dan ‘Firman / LOGOS’.

a) Kata ‘Firman’ di sini merupakan gelar bagi Kristus.

1. Kata ‘Firman’ hanya menunjuk kepada Yesus dalam Yoh 1:1,14 1Yoh 1:1 Wahyu 19:13 (Catatan: ada yang berpendapat bahwa Lukas 1:2 juga termasuk, tetapi saya tidak sependapat dengan ini).

Dalam bagian-bagian Kitab Suci yang lain, kata ‘Firman’ menunjuk pada ‘kata-kata Allah’, dan tidak menunjuk kepada Yesus!

Contoh: Kejadian 1:3 banyak diartikan secara salah dengan mengartikan bahwa ‘firman’ adalah Yesus, tetapi saya berpendapat bahwa sebetulnya kata ‘firman’ di sana hanya menunjuk pada ‘kata-kata Allah’.

2. Mengapa Yesus disebut ‘Firman / Word’?

a. Karena ‘Word / Kata’ berfungsi untuk menyatakan diri kita, pikiran kita, kehendak kita, dan apa yang ada dalam diri kita kepada orang lain. Yesus disebut ‘Word / Kata’, karena Ia menyatakan Allah, pikiran Allah, kehendak Allah kepada kita (bdk. Yoh 1:18 Mat 11:27 Ibrani 1:1).

b. Karena Yesus merupakan subyek utama dalam Kitab Suci, yang merupakan Firman yang tertulis.

3. Bahwa Yesus disebut ‘Firman’, tidak berarti bahwa Kitab Suci bukanlah Firman!

Ada orang-orang Liberal yang mengatakan bahwa Firman yang sesungguhnya adalah Yesus, bukan sebuah buku (Alkitab)!

Hati-hatilah terhadap orang-orang Liberal seperti itu, yang sea­kan-akan meninggikan Yesus, tetapi pada saat yang sama merendah­kan Kitab Suci! Adalah sesuatu yang omong kosong bahwa kita bisa meninggikan Yesus tetapi merendahkan kata-kataNya yang tertulis dalam Kitab Suci!

John Murray memberikan komentar tentang E. J. Young (seorang yang mati-matian membela otoritas Kitab Suci sebagai Firman Tuhan) dengan kata-kata sebagai berikut:

“He knew nothing of an antithesis between devotion to the Lord and devotion to the Bible. He revered the Bible because he revered the Author” (= ia tidak mengenal pertentangan antara kesetiaan / pembaktian diri terhadap Tuhan dan kesetiaan / pembaktian diri terhadap Alkitab. Ia menghormati Alkitab karena ia menghormati Pengarangnya).

b) Kata ‘hidup’ dalam ay 1 ini bukan hanya menunjukkan bahwa Yesus itu hidup, tetapi juga bahwa Ia memberikan hidup kekal kepada semua yang percaya kepadaNya sebagai Juruselamat. Ini ditekankan lagi dalam ay 2 yang menyebut Yesus dengan istilah ‘hidup’ atau ‘hidup kekal’.

Kalau saudara belum pernah percaya / menerima Yesus sebagai Juruselamat saudara, sadarilah bahwa saudara adalah orang berdosa, yang mati dalam dosa. Sadarilah juga bahwa kalau keadaan itu saudara biarkan, itu akan membawa saudara ke dalam kebinasaan kekal di neraka. Tetapi Yesus bisa memberi saudara hidup yang kekal, dan karena itu datanglah kepadaNya, percayalah kepadaNya dan terimalah Dia sebagai Juruselamat pribadi saudara.

2) Kekekalan dan keilahian Yesus.

a) Dalam ay 1 dikatakan bahwa Yesus itu ‘ada sejak semula’ (ay 1).

Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan bahwa kata-kata ‘sejak semula’ di sini tidak menunjuk pada kekekalan, tetapi pada permulaan Injil, atau permulaan pelayanan Yesus. Alasannya: apa yang ada sejak semula itu adalah apa yang didengar dan dipegang oleh rasul Yohanes.

Tetapi saya tidak setuju dengan dia; saya lebih setuju dengan Calvin sendiri yang menganggap bahwa kata-kata ini menunjuk pada kekekalan, dan karenanya menunjukkan keilahian Kristus. Perlu diingat bahwa:

1. Pribadi yang sudah ada sejak semula itu adalah Pribadi yang sama dengan yang didengar, dilihat, disaksikan, dan diraba, oleh rasul Yohanes.

2. Dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang menyebut Kristus dengan sebutan / gelar ilahi, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat manusia.

Contoh:

· Kis 20:28 (NIV) - “... the church of God, which he bought with his own blood” (= ... jemaat / gereja Allah, yang Ia beli dengan darahNya sendiri).

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Allah’), tetapi predikatnya berbicara tentang ‘darah’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

· 1Korintus 2:8.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’), tetapi menggunakan predi­kat ‘menyalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

· 1Yohanes 1:1.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Firman’ / LOGOS), tetapi menggunakan predikat ‘telah kami lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

Sebaliknya dalam Kitab Suci juga ada ayat-ayat yang menyebut Kristus dengan sebutan / gelar manusia, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.

Contoh:

¨ Mat 9:6.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘berkuasa mengam­puni dosa’ yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.

¨ Mat 12:8.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘Tuhan atas hari Sabat’ yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.

¨ Hal yang sama bisa saudara lihat dalam ayat-ayat seper­ti: Matius 13:41 Lukas 19:10 Yoh 3:13-15 Yoh 6:62 1Kor 15:47b.

Mengapa Kitab Suci melakukan hal ini? Calvin menjawab sebagai berikut:

* “And they (Scriptures) so earnestly express this union of the two natures that is in Christ as sometimes to inter­change them” [= dan mereka (Kitab-kitab Suci) begitu sungguh-sungguh mewujudkan kesatuan dari dua hakekat yang ada di dalam Kristus sehingga kadang-kadang menukar / membolak-balik mereka] - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 1.

* “Because the selfsame one was both God and man, for the sake of the union of both natures he gave to the one what belonged to the other” (= karena orang yang sama adalah Allah dan manusia, demi kesatuan dari kedua hakekat, ia memberikan kepada yang satu apa yang termasuk pada yang lain) - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 2.

b) ‘bersama-sama dengan Bapa’ (ay 2).

Kata-kata ini mirip dengan kata-kata ‘bersama-sama dengan Allah’ dalam Yoh 1:1. Kalau dalam Yoh 1:1 digunakan kata-kata Yunani PROS TON THEON, maka di sini digunakan PROS TON PATERA.

‘Bersama-sama dengan Bapa’ secara hurufiah berarti ‘face to face with the Father’ (= berhadapan muka dengan Bapa).

Ini menekankan keilahian Kristus, keintiman hubungan Yesus dengan Bapa, tetapi juga sekaligus perbedaanNya dengan Bapa.

Penegasan tentang kekekalan dan keilahian Kristus ini dimaksudkan untuk menentang ajaran yang disebut Gnosticism, yang percaya bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan.

3) Yesus adalah manusia sungguh-sungguh.

a) Kata-kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ (ay 1,3).

Bahwa Yohanes juga menyatakan Yesus sebagai manusia, terlihat dari kata-kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ dalam ay 1,3 yang jelas mempunyai manusia Yesus sebagai obyek. Memang kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, kalau mau dipaksakan masih mungkin mempunyai Allah / keilahian Yesus sebagai obyek, tetapi kata ‘raba’ tidak bisa tidak mempunyai manusia Yesus sebagai obyek. Yohanes menggunakan kata ‘raba’ (bdk. Luk 24:39) untuk menghadapi Docetism, yang mengatakan bahwa Yesus hanya kelihatannya saja mempunyai tubuh.

b) Tenses dari kata-kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ ini.

‘Dengar’ dan ‘lihat’ menggunakan perfect tense, tetapi ‘saksikan’ dan ‘raba’ menggunakan aorist tense / past tense.

NIV menterjemahkan ke 4 kata kerja itu ke dalam perfect tense, padahal perubahan / perbedaan tenses itu pasti ada maksudnya.

NASB menterjemahkan dengan tenses yang benar: ‘What was from the beginning, what we have heard, what we have seen with our eyes, what we beheld and our hands handled, concerning the Word of life’ (= Apa yang ada sejak semula, apa yang telah kami dengar, apa yang telah kami lihat dengan mata kami, apa yang kami pandang dan pegang dengan tangan kami, mengenai Firman hidup).

Herschel H. Hobbs: “Whereas the perfect tenses expresses an extended seeing and hearing, the aorist tenses denote one special event” (= Sementara perfect tense menyatakan melihat dan mendengar untuk jangka waktu tertentu, aorist tense menunjukkan satu kejadian khusus / tertentu) - hal 21.

Peristiwa / kejadian tertentu yang mana? Jelas peristiwa / kejadian dalam Luk 24:39-40 dimana mereka bukan hanya melihat Yesus yang bangkit tetapi juga diijinkan untuk memegang / merabaNya untuk meyakinkan mereka bahwa Ia bukan hantu / roh, tetapi betul-betul tubuh.

4) Keilahian dan kemanusiaan Yesus.

Rasul Yohanes mempercayai dan mengajarkan kedua hal ini, tetapi dalam Injil Yohanes ia lebih menekankan keilahian Yesus, sedangkan dalam 1Yoh ia lebih menekankan kemanusiaan Yesus.

Herschel H. Hobbs: “It is just as great a heresy to deny His humanity as to deny His deity” (= Menyangkal kemanusiaanNya adalah sama sesatnya dengan menyangkal keilahianNya) - hal 21.

Herschel H. Hobbs mengutip George W. Truett: “He was God as though he were not man. And he was man as though he were not God. He was the God-man. And never did a hyphen mean so much” (= Ia adalah Allah seakan-akan Ia bukanlah manusia. Dan Ia adalah manusia seakan-akan Ia bukanlah Allah. Ia adalah manusia-Allah. Dan sebuah tanda ‘-’ tidak pernah berarti begitu banyak seperti di sini) - hal 21.

Catatan: a hyphen adalah tanda ‘-’ yang muncul dalam istilah ‘the God-man’.

Herschel H. Hobbs mengutip Robert G. Lee: “As in eternity he leaned upon the bosom of his Father without a mother, so in time he leaned upon the bosom of his mother without a father” (= Sebagaimana dalam kekekalan Ia bersandar pada dada BapaNya tanpa seorang ibu, demikian juga dalam waktu Ia bersandar pada dada ibuNya tanpa seorang bapa) - hal 21.

II) Memberitakan Yesus dan syaratnya.

Ay 2,3 menunjukkan bahwa Yohanes memberitakan Yesus. Ia memang memenuhi syarat seorang pemberita Firman, yaitu telah mengenal Yesus secara pribadi, dan belajar tentang Yesus. Ini terlihat dari:

1) ‘Dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ (ay 1,3).

Kata-kata ‘dengar’, ‘lihat’, ‘saksikan’, dan ‘raba’ ini tujuannya untuk menguatkan. Maksudnya untuk menunjukkan bahwa ia tidak mengajarkan apapun kecuali yang betul-betul telah dinyatakan kepadanya.

William Barclay: “Here at the beginning of his letter John sets down his right to speak; and it consists in one thing - in personal experience of Christ” (= Di sini pada permulaan suratnya Yohanes menuliskan haknya untuk berbicara; dan itu terdiri dari satu hal - dalam pengalaman pribadi tentang Kristus) - hal 22.

Tetapi selanjutnya kata ‘dengar’ menunjukkan bahwa rasul Yohanes telah belajar dari Gurunya hal-hal yang ia ajarkan.

Calvin: “And, doubtless, no one is a fit teacher in the Church, who has not been the disciple of the Son of God, and rightly instructed in his school” (= Dan, tidak diragukan lagi, tidak seorangpun cocok untuk menjadi guru dalam Gereja, yang tidak pernah menjadi murid dari Anak Allah, dan diajar secara benar di sekolahNya) - hal 158.

2) Perbedaan kata ‘lihat’ dan ‘saksikan’.

William Barclay: “What, then, is the difference between ‘seeing’ Christ and ‘gazing’ upon him? In the Greek the verb for ‘to see’ is horan and it means simply ‘to see with physical sight’. The verb for ‘to gaze’ is theasthai and it means ‘to gaze at someone or something until something has been grasped of the significance of that person or thing’” (= Lalu, apa perbedaan antara ‘melihat’ Kristus dan ‘menyaksikan / memandang / menatap’Nya? Dalam bahasa Yunani kata kerja untuk ‘melihat’ adalah HORAN dan itu berarti sekedar ‘melihat dengan penglihatan jasmani’. Kata kerja untuk ‘menyaksikan / memandang / menatap’ adalah THEASTHAI dan itu berarti ‘menatap pada seseorang atau sesuatu sampai mengerti / menangkap suatu arti dari orang atau hal / benda itu) - hal 23.

Ada banyak orang yang ‘mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti’, atau ‘melihat dan melihat, namun tidak menanggap’ (bdk. Mat 13:14-15). Bandingkan juga dengan 2Tim 3:7 - “yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran”. Tetapi rasul Yohanes tidak demikian. Dia bukan hanya ‘melihat’ Yesus, tetapi juga menyaksikan / memandang / menatap sedemikian rupa sehingga ia mendapatkan pengertian tentang Dia, yang lalu ia percayai dan beritakan. Bagaimana dengan saudara? Apakah saudara seperti orang-orang Yahudi yang dibicarakan oleh Yesus dalam Mat 13:14-15 itu, atau seperti Yohanes?

Semua ini perlu saudara perhatikan kalau saudara mau menjadi pemberita Firman / Injil, baik sebagai penginjil pribadi, guru Sekolah Minggu, guru agama, apalagi pengkhotbah / hamba Tuhan. Saudara harus memenuhi syarat-syarat ini, yaitu mengenal Kristus secara pribadi, dan banyak belajar Firman!

III) Tujuan pemberitaan tentang Yesus.

1) Persekutuan.

Ay 3 menunjukkan bahwa tujuan pemberitaan Injil adalah adanya suatu ‘persekutuan’ (KOINONIA = fellowship). Yohanes lalu menambahkan bahwa persekutuan yang ia maksud adalah persekutuan dengan kami, dan juga dengan Bapa dan AnakNya, Yesus Kristus (ay 3b). Jadi ada persekutuan horizontal (antar orang percaya), maupun vertical (antara manusia dengan Allah / Yesus).

a) Persekutuan vertikal / dengan Allah / Yesus.

Herschel H. Hobbs: “this fellowship is first with God the Father and God the Son. Indeed, Christian fellowship is impossible apart from the saving experience with God in Christ” (= persekutuan ini pertama-tama adalah dengan Allah Bapa dan Allah Anak. Memang persekutuan Kristen tidak mungkin terpisah dari pengalaman penyelamatan dengan Allah dalam Kristus) - hal 25-26.

Persekutuan dengan Allah ini yang menyebabkan bisa terjadinya persekutuan dengan sesama saudara seiman.

Orang yang tidak percaya juga mempunyai ‘persekutuan’, tetapi ini hanya bersifat horizontal, karena mereka bersekutu tanpa Allah. Dalam arti yang sebenarnya ini bukan persekutuan.

Kalau saudara belum pernah percaya kepada Yesus, saudara belum mempunyai persekutuan dengan Allah, dan karena itu juga tidak akan bisa mempunyai persekutuan dengan orang kristen yang lain.

b) Persekutuan horizontal / dengan sesama saudara seiman.

Dalam komentarnya tentang Yohanes 17:21, Calvin berkata: “the ruin of the human race is, that, having been alienated from God, it is also broken and scattered in itself. The restoration of it, therefore, on the contrary, consists in its being properly united in one body” (= kehancuran umat manusia adalah bahwa setelah terpisah / dijauhkan dari Allah, mereka juga terpecah-pecah dalam dirinya sendiri. Karena itu, sebaliknya, pemulihannya haruslah terdiri dari kesatuannya secara benar dalam satu tubuh) - hal 183.

Kalau dalam satu gereja setiap orang cuma bersekutu dengan Allah, tetapi tidak bersekutu satu sama lain, maka ini juga salah.

Karena itu, kalau selama ini saudara datang ke gereja tepat waktu (atau terlambat), dan begitu kebaktian selesai saudara langsung pulang, sehingga tidak ada waktu untuk bersekutu dengan saudara seiman, bertobatlah! Berhentilah memperlakukan gereja sebagai gedung bioskop! Saudara harus memberi waktu untuk bersekutu satu dengan yang lain. Juga kalau ada acara gereja yang berfungsi untuk memajukan persekutuan, seperti piknik, persekutuan rumah tangga, perjamuan kasih, dsb, saudara wajib mendukung dan mengikutinya.

Selanjutnya Herschel H. Hobbs berkata:

“Today we speak of church membership; the New Testament speaks of Christian fellowship. The Greek word means ‘having all things in common’ or ‘sharing,’ which is more than friendship or even the blessed relationship which Christians enjoy together” (= Sekarang ini kita berbicara tentang keanggotaan gereja; Perjanjian Baru berbicara tentang persekutuan Kristen. Kata Yunaninya berarti ‘mempunyai segala sesuatu secara bersama-sama’ atau ‘sharing / membagi’, yang adalah lebih dari persahabatan atau bahkan hubungan yang diberkati yang dinikmati orang kristen bersama-sama) - hal 25.

Jadi, bersekutu bukanlah sekedar bersahabat dengan saudara seiman, tetapi juga melibatkan sharing. Ini bisa berupa sharing / membagi pengalaman (baik berkat maupun kesukaran), tetapi juga berupa sharing / membagi milik kita untuk menolong orang yang kekurangan, seperti yang terjadi dalam Kis 2:44-45 dan Kis 4:32-37.

Sudahkan saudara berusaha melakukan persekutuan dengan saudara seiman?

2) Sukacita.

Ay 4 juga merupakan tujuan pemberitaan tentang Yesus / tujuan penulisan surat ini.

Untuk ay 4 ini, ada manuscript yang mengatakan ‘your (HUMON) joy’ / ‘sukacitamu’ (KJV) dan ada manuscript yang mengatakan ‘our (HEMON) joy’ / ‘sukacita kami’ (RSV,NIV,NASB).

Ay 4 ini mengingatkan akan kata-kata Yesus dalam Yoh 15:11 dimana Yesus berkata: “Semua ini Kukatakan kepadamu, supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh”.

Kesimpulan / penutup.

Kenallah Yesus secara pribadi, teruslah belajar tentang Dia, dan beritakanlah Dia. Ini akan menimbulkan persekutuan dan sukacita. Maukah saudara?

I Yohanes 1:5-10

1Yoh 1:5-10 - “(5) Dan inilah berita, yang telah kami dengar dari Dia, dan yang kami sampaikan kepada kamu: Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. (6) Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran. (7) Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. (8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.

I) Allah adalah terang (ay 5).

Herschel H. Hobbs: “‘Light’ is symbolic of ‘good’; ‘darkness’ depicts ‘evil’” (= ‘Terang’ merupakan simbol dari ‘kebaikan’; ‘kegelapan’ menggambarkan ‘kejahatan’) - hal 30.

William Barclay: “A man’s own character will necessarily be determined by the character of the god whom he worships” (= Karakter / sifat manusia pasti akan ditentukan oleh karakter / sifat dari allah yang ia sembah) - hal 25.

II) ‘Hidup’ dan ‘persekutuan dengan Allah dan manusia’ (ay 6-7).

1) Yohanes membicarakan persekutuan dengan Allah (ay 6: ‘persekutuan dengan Dia’) dan persekutuan dengan manusia (ay 7: ‘persekutuan seorang dengan yang lain’).

William Barclay: “True religion is that by which every day a man comes closer to his fellow-men and closer to God. It produces fellowship with God and fellowship with men - and we can never have the one without the other” (= Agama yang benar adalah agama dengan mana setiap hari seseorang datang lebih dekat kepada sesama manusianya dan lebih dekat kepada Allah. Agama itu menghasilkan persekutuan dengan Allah dan persekutuan dengan manusia - dan kita tidak pernah bisa mendapatkan yang satu tanpa yang lain) - hal 31.

Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi dari kutipan di atas ini. Memang ‘persekutuan dengan Allah’ dan ‘persekutuan dengan sesama’ sangat berhubungan satu dengan yang lain.

a) Dalam ay 7 terlihat bahwa persekutuan dengan Allah mendasari persekutuan dengan manusia.

Herschel H. Hobbs: “Because the nature of Christian fellowship is the result of our relation to God, John places the greater emphasis upon the latter. Without it Christian fellowship is impossible” (= Karena sifat dari persekutuan Kristen merupakan hasil / akibat dari hubungan kita dengan Allah, Yohanes memberikan penekanan yang lebih besar kepada yang terakhir. Tanpa itu persekutuan Kristen adalah mustahil) - hal 29.

b) Tetapi juga harus diingat bahwa kalau kita membenci sesama kita, maka itu berarti juga hidup dalam kegelapan, sehingga tidak memungkinkan persekutuan dengan Allah (ay 6 bdk. Mat 5:23-24).

2) Ay 6-7 mengkontraskan orang yang berjalan dalam kegelapan dengan orang yang berjalan dalam terang sama seperti Dia ada dalam terang. Apa maksudnya ‘hidup dalam kegelapan’ dan ‘hidup dalam terang’?

a) Kata ‘hidup’, baik dalam ay 6 maupun ay 7, sebetulnya adalah ‘walk’ (= berjalan), dan ini ada dalam bentuk present, dan menunjukkan bahwa ini merupakan suatu gaya hidup / kehidupan yang terus menerus.

b) Orang kristen yang hidup dalam kegelapan (ay 6).

Herschel H. Hobbs memberikan komentar sebagai berikut: “When the devil loses a person through the regeneration experience, he endeavours to destroy the joy and effectiveness of that Christian life” (= Pada waktu setan kehilangan seseorang melalui pengalaman kelahiran baru, ia berusaha untuk menghancurkan sukacita dan keefektifan dari kehidupan Kristen itu) - hal 32.

Ini setan lakukan dengan terus mendorong / memikat orang itu untuk hidup dalam dosa.

Dan tentang orang yang dikatakan hidup / berjalan dalam kegelapan ini, William Barclay berkata: “He is not thinking of the man who tries his hardest and yet often fails. ‘A man,’ said H. G. Wells, ‘may be a very bad musician, and may yet be passionately in love with music’; and a man may be very conscious of his failures and yet be passionately in love with Christ and the way of Christ” (= Ia tidak berpikir tentang orang yang berusaha sekuat tenaga tetapi sering gagal. ‘Seseorang’, kata H. G. Wells, ‘bisa merupakan seorang musisi yang jelek, tetapi betul-betul cinta kepada musik’; dan seseorang bisa sangat sadar akan kegagalan-kegagalannya tetapi betul-betul mencintai Kristus dan jalan Kristus) - hal 31.

c) Hidup / berjalan dalam terang sama seperti Allah ada dalam terang (ay 7).

William Barclay: “This does not mean that a man must be perfect before he can have fellowship with God; if that were the case, all of us would be shut out. But it does mean that he will spend his whole life in the awareness of his obligations, in the effort to fulfil them and in penitence when he fails. It will mean that he will never think that sin does not matter; it will mean that the nearer he comes to God, the more terrible sin will be to him” (= Ini tidak berarti bahwa seseorang harus sempurna sebelum ia bisa mendapat persekutuan dengan Allah; karena jika demikian maka semua kita akan terhalang untuk masuk. Tetapi itu berarti bahwa ia akan menghabiskan seluruh hidupnya dalam kesadaran akan kewajiban-kewajibannya, dalam usaha untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dan dalam penyesalan pada waktu ia gagal. Itu berarti bahwa ia tidak akan pernah berpikir bahwa dosa itu tidak jadi soal / tidak apa-apa; itu berarti bahwa makin ia dekat kepada Allah, makin buruk / tidak baik dosa itu baginya) - hal 29

Calvin: “he is therefore said to be like God, who aspires to his likeness, however distant from it he may as yet be. ... He walks in darkness who is not ruled by the fear of God, and who does not, with a pure conscience, devote himself wholly to God, and seek to promote his glory. Then, on the other hand, he who in sincerity of heart spends his life, yea, every part of it, in the fear and service of God, and faithfully worships him, walks in the light, for he keeps the right way, though he may in many things offend and sigh under the burden of the flesh. Then, integrity of conscience is alone that which distinguishes light from darkness” (= karena itu ia dikatakan seperti Allah, yang ingin menyerupai Dia, betapapun jauhnya ia dari hal itu. ... Ia berjalan dalam kegelapan yang tidak diperintah oleh rasa takut kepada Allah, dan yang tidak dengan hati nurani yang murni mempersembahkan dirinya sendiri sepenuhnya kepada Allah, dan berusaha memajukan kemuliaanNya. Maka, pada sisi lain, ia yang dengan hati yang tulus / sungguh-sungguh menghabiskan hidupnya, bahkan setiap bagian hidupnya, dalam takut kepada dan pelayanan kepada Allah, dan dengan setia menyembah / beribadah kepadaNya, berjalan dalam terang, karena ia memegang jalan yang benar, sekalipun ia bisa melakukan kesalahan dalam banyak hal dan berkeluh-kesah di bawah beban dari daging. Jadi, hanya kejujuran / ketulusan dari hati nurani sajalah yang membedakan terang dari kegelapan) - hal 164-165.

4) Persekutuan dengan Allah dan dengan sesama manusia, mengharuskan kita berjalan dalam terang (ay 6-7).

Herschel H. Hobbs: “Since all Christian fellowship originates in Him, those who experience it must correspond to His nature” (= Karena semua persekutuan Kristen bersumber padaNya, mereka yang mengalaminya haruslah sesuai dengan sifatNya) - hal 29.

Herschel H. Hobbs: “Since God is light, the fellowship must be in the realm of light. Men can have fellowship with Him only if they partake of God’s holiness” (= Karena Allah adalah terang, persekutuan haruslah ada dalam dunia / alam terang. Manusia bisa mendapatkan persekutuan dengan Dia hanya jika ia mengambil bagian dalam kesucian Allah) - hal 31.

Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:

· Matius 5:8 - “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.

· Ibr 12:14b - “kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan”.

Tentang keharusan untuk hidup / berjalan dalam terang ini William Barclay berkata: “for the Christian truth is never only intellectual; it is always moral. It is not something which exercises only the mind; it is something which exercises the whole personality. ... It is not only thinking; it is also acting. ... It is possible for intellectual eminence and moral failure to go hand in hand. For the Christian the truth is something first to be discovered and then to be obeyed” (= untuk orang Kristen kebenaran tidak pernah hanya bersifat intelektual; itu selalu bersifat moral. Itu bukanlah sesuatu yang hanya meminta perhatian pikiran; itu adalah sesuatu yang meminta perhatian seluruh kepribadian. ... Itu bukan hanya pikiran; itu juga adalah tindakan. ... Adalah mungkin bahwa keunggulan intelektual dan kegagalan moral berjalan bersama-sama. Bagi orang Kristen kebenaran itu mula-mula harus ditemukan dan lalu harus ditaati) - hal 29-30.

III) Kesadaran akan dosa dan pengakuan dosa (ay 8-10).

1) Jika kita katakan bahwa kita tidak berdosa (ay 8).

Herschel H. Hobbs: “‘Sin’ here refers to the principle of sin or an evil nature. It is a denial of personal guilt or of an evil nature” (= ‘Dosa’ di sini menunjuk kepada kwalitet dosa atau sifat alamiah yang jahat. Ini merupakan penyangkalan terhadap kesalahan pribadi atau terhadap sifat alamiah yang jahat) - hal 35.

Kata yang diterjemahkan ‘menipu’ (ay 8) adalah PLANAO, yang berarti ‘to lead astray’ (= menyesatkan). Jadi, ‘menipu diri kita sendiri’ artinya ‘menyesatkan diri kita sendiri’.

2) Jika kita katakan bahwa kita tidak ada berbuat dosa (ay 10).

Herschel H. Hobbs: “‘Have sinned’ is a perfect tense ... It expresses action in the past which is still going on at the time of speaking, with the assumption that it will continue in the future. The perfect tense is the tense of completeness. It reads, ‘If we say that we have not sinned in the past, do not sin now, and will not sin in the future.’ Whereas in verse 8 the reference is to the principle of sin, in verse 10 it involves acts of sin” (= ‘Telah berbuat dosa’ merupakan perfect tense ... Itu menyatakan tindakan di masa lampau yang masih terus berlangsung pada saat berbicara, dengan anggapan bahwa itu akan berlanjut di masa yang akan datang. Perfect tense merupakan tense dari kelengkapan / kesempurnaan. Itu artinya: ‘Jika kita berkata bahwa kita tidak berbuat dosa di masa lampau, tidak berbuat dosa sekarang, dan tidak akan berbuat dosa di masa yang akan datang’. Kalau ay 8 berhubungan dengan kwalitet dosa, maka sebaliknya ay 10 menyangkut tindakan berdosa) - hal 35.

William Barclay: “Any number of people do not really believe that they have sinned and rather resent being called sinners. Their mistake is that they think of sin as the kind of thing which gets into the newspapers” (= Banyak orang tidak sungguh-sungguh percaya bahwa mereka telah berbuat dosa dan tersinggung / marah pada waktu disebut sebagai orang berdosa. Kesalahan mereka adalah bahwa mereka menganggap dosa sebagai hal-hal yang dimasukkan ke surat kabar) - hal 33.

Kata ‘dosa’ dalam ay 8,9,10 adalah HAMARTIA, yang arti hurufiahnya adalah ‘a missing of the target’ (= suatu keluputan dari sasaran). Luputnya sedikit atau banyak, itu tetap namanya dosa. Sasaran seharusnya adalah Kitab Suci. Jadi kalau hidup kita tidak sesuai dengan Kitab Suci, apakah tidak sesuainya sedikit atau banyak, itu tetap adalah dosa.

Illustrasi: Ada cerita tentang seorang pemanah ulung yang sampai ke suatu desa. Di sana ia melihat banyak pohon yang digambari dengan lingkaran-lingkaran untuk sasaran panah, dengan sebatang anak panah yang menancap persis di tengah-tengah lingkaran-lingkaran itu. Ia heran karena semua anak panah itu menancap persis di tengah-tengah, suatu hal yang ia sendiri, sebagai seorang pemanah ulung, tidak bisa melakukannya. Setelah bertanya-tanya, ia akhirnya bertemu dengan orang yang melakukan semua itu. Ia bertanya: bagaimana kamu bisa memanah semua sasaran itu dengan begitu tepat? Jawab orang itu: O itu mudah, aku memanah dulu, baru menggambar lingkaran-lingkaran di sekeliling anak panah itu.

Seharusnya Kitab Suci menjadi sasaran kita, dan begitu hidup kita tidak sesuai dengan Kitab Suci, maka kita menyadari bahwa kita berdosa. Tetapi banyak orang merasa diri tidak berdosa, karena mereka menafsirkan Kitab Suci sedemikian rupa sehingga menjadi sesuai dengan hidup mereka. Jadi bukannya hidupnya yang disesuaikan standardnya, tetapi standardnya yang disesuaikan dengan hidupnya.

Kata-kata yang menyatakan dirinya tidak berbuat dosa ini membuat:

a) Allah menjadi pendusta (ay 10).

Mengapa demikian? Karena Allah mengatakan bahwa semua manusia berdosa. Kalau kita mengatakan kita tidak berdosa, maka itu sama dengan mengatakan bahwa Allah adalah pendusta.

b) Firmannya tidak ada dalam kita (ay 10). Memang hanya orang yang tidak mengerti Kitab Suci yang bisa mengatakan bahwa dirinya tidak berbuat dosa, karena salah satu fungsi Kitab Suci adalah menyadarkan dosa (2Tim 3:16 Ro 3:20b).

Herschel H. Hobbs mengutip kata-kata Vaughan:

“Mark the significance of ‘in us’ (vv. 8,10). Truth may be all around us, near us, and acknowledged, but when we claim sinlessness we show that it has not penetrated our souls” [= Perhatikan pentingnya kata-kata ‘di dalam kita’ (ay 8,10). Kebenaran bisa ada di sekitar kita, di dekat kita, dan diakui, tetapi pada waktu kita mengclaim ketidak-berdosaan kita menunjukkan bahwa kebenaran itu belum merasuk / merembes ke dalam jiwa kita] - hal 36.

Catatan: selain pengertian Firman Tuhan, juga dibutuhkan pekerjaan Roh Kudus untuk menginsyafkan manusia akan dosanya (Yohanes 16:8), tetapi ini tidak dibicarakan di sini.

3) Pengakuan dosa dan pengampunan dosa (ay 9).

Bagaimanapun kita berusaha untuk hidup / berjalan dalam terang, kita tetap adalah orang berdosa (ay 8) dan kita tetap banyak melakukan dosa (ay 10). Tidak cukup bagi kita untuk hanya menyadari akan dosa kita, kita juga harus mengakuinya kepada Allah untuk bisa mendapatkan pengampunan (ay 9).

a) Beberapa hal penting tentang pengakuan dosa.

1. Pengakuan dosa itu sangat penting

Herschel H. Hobbs: “Confession is man’s part; forgiving and cleansing are God’s part. Until man has done his part, God cannot do His part” (= Pengakuan adalah bagian manusia; pengampunan dan penyucian adalah bagian Allah. Sampai manusia telah melakukan bagiannya, Allah tidak bisa melakukan bagianNya) - hal 37.

Pentingnya pengakuan dosa bisa terlihat dari Maz 32:1-5, dimana ay 3-4 menunjukkan orang yang tidak mengaku dosa.

Karena itu setiap hari, bahkan sebetulnya setiap sadar akan adanya dosa tertentu, kita harus melakukan pengakuan dosa

2. Tetapi pentingnya pengakuan dosa tidak boleh dimutlakkan.

Yang saya maksud dengan dimutlakkan adalah kalau kita mengatakan bahwa orang kristen yang mendadak mati tanpa sempat mengaku dosa akan masuk ke neraka. Mengapa ini salah? Karena kalau demikian maka ini bukan lagi ‘keselamatan karena iman’, tetapi sudah tercampur dengan ‘perbuatan baik’, yaitu ‘pengakuan dosa’.

3. Pengakuan dosa harus dilakukan dengan tulus, dengan hati yang hancur dan menyesal, dan dengan suatu keputusan untuk bertobat dari dosa itu.

Herschel H. Hobbs: “‘I have sinned’ are the most difficult words for one to speak. However, there is a difference between ‘saying’ this and ‘confessing’ it. You can ‘say’ it as a matter of fact (Matt. 27:4), but to ‘confess’ it calls for a broken and contrite heart (Ps. 51:1-4)” [= ‘Aku telah berdosa’ adalah kata-kata yang paling sukar untuk diucapkan seseorang. Bagaimanapun ada perbedaan antara ‘mengatakan’ hal ini dan ‘mengakui’ hal ini. Kamu dapat ‘mengatakan’ hal ini sebagai suatu fakta (Mat 27:4), tetapi ‘mengakui’ hal ini memerlukan hati yang hancur dan menyesal (Maz 51:3-6)] - hal 37-38.

Calvin: “But this confession, as it is made to God, must be in sincerity; and the heart cannot speak to God without newness of life: it then includes true repentance. God, indeed, forgives freely, but in such a way, that the facility of mercy does not become an enticement to sin” (= Tetapi pengakuan ini, karena itu dilakukan kepada Allah, harus dilakukan dalam kesungguhan / ketulusan; dan hati tidak bisa berbicara kepada Allah tanpa pembaharuan hidup: jadi itu mencakup pertobatan yang sungguh-sungguh. Memang Allah mengampuni dengan bebas, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga fasilitas belah kasihan tidak menjadi daya tarik / bujukan kepada dosa) - hal 168.

b) Pengampunan dosa.

Ay 9: ‘Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan’.

Herschel H. Hobbs: “‘Forgive’ means that God takes away our guilt; ‘Cleanse’ means that He removes the pollution of sin” (= ‘Mengampuni’ berarti bahwa Allah mengangkut kesalahan kita; ‘menyucikan’ berarti bahwa Ia menyingkirkan polusi dari dosa) - hal 37.

Ingat doktrin tentang dosa yang menyatakan bahwa dosa mencakup 2 hal yaitu ‘guilt’ (= kesalahan) dan ‘pollution’ (= polusi).

Perhatikan juga kata-kata ‘segala kejahatan’. Ini mencakup juga dosa yang dilakukan berulang-ulang, dosa yang disengaja, dan dosa yang bagaimanapun besarnya. Asal seseorang betul-betul percaya kepada Kristus dan mengakui dosanya dengan sungguh-sungguh, tidak ada dosa yang tidak diampuni!

c) Dasar / jaminan pengampunan dosa.

Ay 9: ‘Ia adalah setia dan adil’.

NIV: ‘faithful and just’ (= setia dan adil / benar).

NASB: ‘faithful and righteous’ (= setia dan benar).

Mengapa pengampunan dosa ini didasarkan pada keadilan / kebenaran Allah? Karena adanya penebusan Kristus dan janji Tuhan akan pengampunan dalam Kristus.

Calvin’s Editor: “Forgiveness is thus an act of justice, then, not to us, but to Christ, who made an atonement for sins” (= Jadi pengampunan merupakan tindakan keadilan, bukan terhadap kita tetapi terhadap Kristus, yang telah membuat penebusan untuk dosa) - hal 168.

Kalau dosa yang sudah dibayar oleh Kristus itu tidak diampuni, maka Allah tidak adil / benar. Juga kalau Ia tidak mengampuni dosa sesuai dengan apa yang Ia janjikan, Ia tidak benar. Semua ini tak mungkin terjadi pada diri Allah, dan karenanya ini merupakan jaminan pengampunan dosa.

4) Kesimpulan ay 8-10.

Charles Haddon Spurgeon: “Nothing is more deadly than self-righteousness, or more hopeful than contrition” (= Tidak ada yang lebih mematikan dari pada sikap / anggapan yang membenarkan diri sendiri, atau lebih berpengharapan dari pada perasaan sedih karena kesadaran akan dosa) - ‘Morning and Evening’, September 29, morning

Ada seseorang yang berkata:

“There is more hope for a self-convicted sinner than there is for a self-conceited saint” (= Ada lebih banyak harapan untuk orang berdosa yang sadar akan dosanya sendiri dari pada untuk orang kudus / suci yang menipu dirinya sendiri) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotation’, hal 345.

Bandingkan dengan Luk 18:9-14 (perumpamaan Yesus tentang 2 orang yang berdoa di Bait Allah).

Herschel H. Hobbs: “These verses teach that there can be no fellowship with God or with each other, unless we recognize that we are sinners, and we confess our sins” (= Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa tidak bisa ada persekutuan dengan Allah atau satu dengan yang lain, kecuali kita mengakui bahwa kita adalah orang berdosa, dan kita mengakui dosa-dosa kita) - hal 34.

Kesimpulan / penutup.

Apakah saudara sungguh-sungguh berusaha untuk hidup / berjalan dalam terang? Memang kita tidak akan berhasil mencapai kesucian yang sempurna, tetapi darah Kristus selalu tersedia untuk membasuh segala dosa kita. Karena itu selalulah datang dengan rendah hati kepada Tuhan untuk mengaku dosa. melalui semua ini, kita akan mendapat persekutuan dengan Allah dan sesama.

I Yohanes 2:1-6

1Yoh 2:1-6 - “(1) Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. (2) Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia. (3) Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintahNya. (4) Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintahNya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. (5) Tetapi barangsiapa menuruti firmanNya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. (1 Yohanes 2:6) Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup”.

Tentang 1Yohanes 2:1-2 William Barclay berkata: “there are hardly any other two in the New Testament which so succinctly set out the work of Christ” (= hampir tidak ada 2 ayat lain dalam Perjanjian Baru yang secara begitu ringkas mengemukakan pekerjaan Kristus) - hal 35.

I) Yesus adalah pendamaian untuk dosa kita (1 Yohanes 2: 2).

1) Yesus adalah pendamaian untuk dosa kita (ay 2).

Ay 2: ‘pendamaian’.

NIV: ‘the atoning sacrifice’ (= korban yang menebus).

KJV: ‘the propitiation’ (= penebusan).

RSV/NASB: ‘the expiation’ (= penebusan).

Herschel H. Hobbs: “The word for ‘propitiation’ (HILASMOS) is found in the New Testament only here and in 1John 4:10; the verb form is used in Luke 18:13 and Hebrews 2:17. Both the noun and verb forms are used in the Greek translation of the Old Testament to denote a ‘covering’ and ‘to cover’ respectively” [= Kata untuk ‘propitiation / pendamaian’ (HILASMOS) didapatkan dalam Perjanjian Baru hanya di sini dan dalam 1Yoh 4:10; bentuk kata kerjanya digunakan dalam Luk 18:13 dan Ibr 2:17. Bentuk kata benda dan kata kerjanya digunakan dalam terjemahan bahasa Yunani dari Perjanjian Lama untuk menunjuk pada suatu ‘penutupan’ dan ‘menutupi’] - hal 40-41.

Herschel H. Hobbs: “Rather than to see ‘propitiation’ as an appeasing of God’s wrath, which is an idea foreign to the New Testament, we may see it as the grounds upon which a holy, righteous, and loving God may forgive sin” (= Dari pada melihat ‘pendamaian’ sebagai penenangan / peredaan murka Allah, yang merupakan suatu gagasan yang asing dalam Perjanjian Baru, kita bisa melihatnya sebagai dasar di atas mana Allah yang suci, benar, dan kasih, bisa mengampuni dosa) - hal 41.

Saya tidak mengerti mengapa ia menolak propitiation sebagai pereda murka Allah, dan menganggapnya sebagai ajaran yang asing dalam Perjanjian Baru. Bandingkan dengan kata-kata John Murray di bawah ini.

John Murray: “what does propitiation mean? In the Hebrew of the Old Testament it is expressed by a word which means to ‘cover.’ ... Vengeance is the reaction of the holiness of God to sin, and the covering is that which provides for the removal of divine displeasure which the sin evokes. ... Propitiation presupposes the wrath and displeasure of God, and the purpose of propitiation is the removal of this displeasure” (= apa arti propitiation? Dalam Perjanjian Lama berbahasa Ibrani, itu dinyatakan dengan suatu kata yang berarti ‘menutupi’. ... Pembalasan adalah reaksi dari kesucian Allah terhadap dosa, dan ‘penutupan’ adalah hal yang menyediakan penghapusan ketidaksenangan ilahi yang ditimbulkan oleh dosa. ... Propitiation mensyaratkan adanya murka dan ketidaksenangan Allah, dan tujuan dari propitiation adalah penghapusan ketidaksenangan ini) - ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 30.

John Murray: “Propitiation places in the focus of attention the wrath of God and the divine provision for the removal of that wrath” (= Propitiation memusatkan perhatian pada murka Allah dan penyediaan ilahi untuk penghapusan murka itu) - ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 33.

Tetapi perlu diwaspadai untuk tidak beranggapan bahwa propitiation itu menyebabkan Allah berubah dari murka menjadi kasih. Allah dari dahulu sudah kasih, kalau tidak Ia tidak akan menyediakan propitiation itu!

John Murray: “It is false to suppose that the doctrine of propitiation regards propitiation as that which causes or constrains the divine love. ... propitiation is not a turning of the wrath of God into love. The propitiation of the divine wrath, effected in the expiatory work of Christ, is the provision of God’s eternal and unchangeable love, so that through the propitiation of his own wrath that love may realize its purpose in a way that is consonant with and to the glory of the dictates of his holiness. It one thing to say that the wrathful God is made loving. That would be entirely false. It is another thing to say the wrathful God is loving. That is profoundly true” (= Adalah salah untuk beranggapan bahwa doktrin propitiation menganggap propitiation sebagai hal yang menyebabkan atau memaksa / mendesak kasih ilahi. ... Propitiation bukanlah suatu pembalikan murka Allah menjadi kasih. Propitiation dari murka ilahi, dijalankan dalam pekerjaan penebusan Kristus, adalah penyediaan dari kasih Allah yang kekal dan tak berubah, sehingga melalui propitiation dari murkaNya sendiri sehingga kasih bisa mewujudkan tujuannya dengan cara yang sesuai dengan dan bagi kemuliaan dari ketentuan kesucianNya. Mengatakan bahwa Allah yang murka dibuat menjadi kasih adalah salah. Ini berbeda dengan mengatakan bahwa Allah yang murka itu mengasihi, yang adalah sesuatu yang benar) - hal 31.

Kesucian Allah membuatNya murka terhadap manusia berdosa, dan keadilanNya membuat Ia harus menghukum manusia yang berdosa itu. Tetapi Ia tetap mengasihi manusia yang berdosa itu. Jadi Ia kasih dan murka sekaligus. KasihNya itu menyebabkan Ia menjadi manusia dalam diri Tuhan Yesus Kristus, dan mati di salib sebagai ‘propitiation / pendamaian’ untuk dosa kita, supaya melalui semua itu murkaNya bisa diredakan.

Jangan menganggap aneh bahwa Allah bisa murka tetapi pada saat yang sama tetap mengasihi. Ini juga bisa terjadi pada diri saudara, misalnya pada waktu menghadapi anak saudara yang nakal. Saudara marah kepada anak itu, tetapi saudara tetap mengasihinya. Lalu mengapa ini tidak bisa terjadi pada diri Allah?

Ada seorang yang berkata: “The holiness of God excuses no sin, but the love of God forgives all sin through Christ” (= Kesucian Allah tidak memaafkan dosa, tetapi kasih Allah mengampuni semua dosa melalui Kristus) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 409.

Andaikata Allah itu hanya suci tetapi tidak kasih, maka Ia akan membuang semua orang ke dalam neraka. Tidak ada penebusan ataupun pengampunan. Sebaliknya, andaikata Allah itu hanya kasih tetapi tidak suci, Ia akan mengampuni semua orang berdosa dan memasukkan mereka begitu saja ke surga, tanpa penebusan. Tetapi karena dalam faktanya Allah itu suci dan kasih, maka Ia memberikan penebusan, dan hanya mengampuni berdasarkan penebusan itu. Karena itu hanya orang yang percaya kepada Yesus saja yang diampuni dan dimasukkan ke surga, sedangkan lainnya dihukum selama-lamanya dalam neraka.

Charles Haddon Spurgeon: “Our eternal hopes are built on the justice and the faithfulness of God, which are clear and cloudless as the sapphire. We are not saved by a compromise, by mercy defeating justice, or law suspending its operations; no, we defy the eagle’s eye to detect a flaw in the groundwork of our confidence - our foundation is of sapphire and will endure the fire” (= Harapan kekal kita dibangun pada keadilan dan kesetiaan Allah, yang bersih dan tak berawan seperti safir / batu nilam. Kita tidak diselamatkan oleh suatu kompromi, oleh belas kasihan yang mengalahkan keadilan, atau hukum yang dicabut / disingkirkan pemberlakuannya; tidak, kita menantang / tahan menghadapi mata rajawali untuk mendeteksi suatu cacat dalam dasar dari keyakinan kita - fondasi kita adalah dari safir / batu nilam dan akan bertahan terhadap api) - ‘Morning and Evening’, December 15, evening.

Catatan: ini ia katakan untuk mengomentari Yes 54:11 - ‘dasar-dasarmu dari batu nilam’.

2) Karena adanya penebusan / pendamaian Yesus Kristus ini maka:

a) Keselamatan itu cuma-cuma.

Ro 3:23-24 - “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.

Apa artinya ‘dengan cuma-cuma’? Artinya kita mendapatkan keselamatan / pembenaran itu bukan dengan usaha kita berbuat baik / mentaati Tuhan / membuang dosa, tetapi hanya dengan iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini.

· Roma 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia mela-kukan hukum Taurat”.

· Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.

· Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

· Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Untuk saudara yang belum percaya kepada Kristus, cepatlah datang dan percaya kepada Kristus. Untuk saudara yang sudah percaya, jangan takut memberitakan bahwa keselamatan itu cuma-cuma dan didapatkan hanya dengan iman kepada Yesus.

Calvin: “He then joins together two parts of the gospel, which unreasonable men separate, and thus lacerate and mutilate. Besides, the doctrine of grace has always been calumniated by the ungodly. When the expiation of sins by Christ is set forth, they boastingly say that a license is given to sin. ... He is not, however, silent as to the gratuitous remission of sins; for though heaven should fall and all things be confounded, yet this part of truth ought never to be omitted; but, on the contrary, what Christ is ought to be preached clearly and distinctly. ... whenever it happens that men wantonly abuse the mercy of God, there are many snarlish men who load us with calumny, as though we gave loose reins to vices. We ought still boldly to go and proclaim the grace of Christ, in which consists the whole salvation of men. These barkings of the ungodly ought, I repeat it, to be wholly disregarded; for we see that the apostles were also by these barkings assailed” (= Ia lalu menggabungkan 2 bagian dari injil, yang oleh orang-orang yang tidak rasional dipisahkan, dan dengan demikian mengkoyak dan merusaknya. Disamping itu, doktrin tentang kasih karunia selalu difitnah oleh orang-orang jahat. Pada waktu penebusan dosa oleh Kristus dinyatakan, mereka dengan bangga berkata bahwa diberikan ijin untuk berbuat dosa. ... Tetapi ia tidak diam berkenaan dengan pengampunan dosa yang bersifat cuma-cuma; karena sekalipun surga runtuh dan segala sesuatu menjadi kacau, tetapi bagian injil ini tidak pernah boleh dihapuskan; tetapi sebaliknya, apa adanya Kristus harus dikhotbahkan dengan jelas. ... kapanpun terjadi bahwa orang-orang secara tak beralasan / ceroboh menyalahgunakan belas kasihan Allah, ada banyak orang yang kacau pikirannya yang membebani kami dengan fitnah, seakan-akan kami memberi kebebasan untuk berbuat jahat. Kita harus tetap dengan berani pergi dan memberitakan kasih karunia Kristus, di dalam mana terdapat seluruh keselamatan manusia. Gonggongan dari orang-orang jahat ini harus, saya ulangi, diabaikan sepenuhnya; karena kita melihat bahwa rasul-rasul juga diserang oleh gonggongan-gonggongan ini) - hal 170.

b) Setiap kali kita jatuh ke dalam dosa, selalu ada pengampunan (ay 1).

1. Kita memang tidak boleh berbuat dosa (ay 1a), dan ketaatan merupakan bukti iman (ay 3-6 bdk. Yak 2:17,26).

Calvin: “But we are not hence to conclude that faith recumbs on works; for though every one receives a testimony to his faith from his works, yet it does not follow that it is founded on them, since they are added as an evidence” (= Tetapi kami tidak menyimpulkan bahwa iman bersandar pada perbuatan baik; karena sekalipun setiap orang mendapatkan kesaksian bagi imannya dari perbuatan baiknya, tetapi itu tidak berarti bahwa iman didirikan di atas perbuatan baik, karena perbuatan baik itu ditambahkan sebagai bukti) - hal 175.

Illustrasi:

Sakit ® obat ® sembuh ® kerja / olah raga.

Dosa ® iman ® selamat ® berbuat baik / taat.

Beberapa komentar tentang keharusan taat dalam ay 3-6:

William Barclay: “union with Christ necessarily involves imitation of Christ” (= kesatuan dengan Kristus harus / pasti melibatkan peniruan / peneladanan terhadap Kristus) - hal 35.

William Barclay: “The God who revealed himself was a holy God and his holiness brought the obligation to his worshipper to be holy” (= Allah yang menyatakan diriNya sendiri adalah Allah yang suci dan kesucianNya membawa kewajiban kepada penyembahNya untuk menjadi suci) - hal 43.

William Barclay kutip C. H. Dodd: “To know God is to experience his love in Christ, and to return that love in obedience” (= Mengenal Allah adalah mengalami kasihNya dalam Kristus, dan membalas kasih itu dengan ketaatan) - hal 43.

William Barclay: “Christianity is the religion which offers the greatest privilege and brings with it the greatest obligation. Intellectual effort and emotional experience are not neglected - far from it - but they must combine to issue in moral action” (= Kekristenan adalah agama yang menawarkan / memberikan hak terbesar dan membawa dengan itu kewajiban terbesar. Usaha intelektual dan pengalaman emosional tidak diabaikan - jauh dari itu - tetapi mereka harus bergabung untuk mengeluarkan tindakan moral) - hal 43.

Tentang ay 5 Calvin berkata: “If any one objects and says, that no one has ever been found who loved God thus perfectly; to this I reply, that it is sufficient, provided every one aspired to this perfection according to the measure of grace given unto him” (= Jika ada orang yang keberatan dan berkata bahwa tidak pernah ditemukan adanya orang yang mengasihi Allah dengan begitu sempurna; terhadap hal ini saya menjawab bahwa adalah cukup asalkan setiap orang menginginkan kesempurnaan ini sesuai dengan ukuran kasih karunia yang diberikan kepadanya) - hal 176.

2. Tetapi bagaimanapun tidak ada orang bisa taat secara sempurna (1Yoh 1:8,10). Kita pasti akan jatuh berulangkali ke dalam dosa. Dalam hal ini kita tinggal minta ampun, dan kita (yang percaya kepada Kristus) pasti diampuni karena:

a. Pekerjaan pendamaian / penebusan Kristus (ay 2).

b. Yesus Kristus adalah ‘pengantara’ kita pada Bapa (ay 1b).

NIV: ‘one who speak to the Father in our defense’ (= seorang yang berbicara kepada Bapa untuk membela kita).

KJV/RSV/NASB: ‘an advocate’ (= advokat / pengacara).

· Kata ‘pengantara’ dalam bahasa Yunani adalah PARAKLETOS, dan kata ini muncul 5 x dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Yoh 14:16,26 Yoh 15:26 Yoh 16:7 dan 1Yoh 2:1. Dalam keempat ayat yang pertama, kata ini digunakan oleh Yesus, sedangkan dalam ayat yang terakhir kata ini digunakan oleh Yohanes.

· Herschel H. Hobbs: “Note that Jesus’ use of the word refers to the Holy Spirit, while John’s use refers to Jesus Christ. The two uses complement each other. Vaughan (p. 37) says, ‘Here on earth we have the Holy Spirit as our Advocate; in heaven we have Christ as our Advocate’” [= Perhatikan bahwa penggunaan kata itu oleh Yesus menunjuk kepada Roh Kudus, sementara penggunaan oleh Yohanes menunjuk kepada Yesus Kristus. Kedua penggunaan itu saling melengkapi. Vaughan (hal 37) berkata: ‘Di sini di bumi kita mempunyai Roh Kudus sebagai Pengacara kita; di surga kita mempunyai Kristus sebagai Pengacara kita] - hal 39.

· Herschel H. Hobbs: “‘advocate’ carries a legal meaning” (= ‘advokat’ membawa arti hukum) - hal 40.

Jadi, pada waktu kita berbuat dosa, Ia berfungsi sebagai Pengacara yang membela kita di hadapan Bapa (bdk. Ro 8:34 Ibr 7:25).

· Herschel H. Hobbs: “He also does not plead our innocence. Instead, His redemption work is always before the Father on behalf of all believers in Jesus Christ as Savior” (= Ia juga tidak menyatakan ketidakbersalahan kita. Sebaliknya, pekerjaan penebusanNya selalu ada di depan Bapa demi kepentingan semua orang percaya dalam Yesus Kristus sebagai Juruselamat) - hal 40.

· ‘seorang pengantara / advokat pada Bapa’ (ay 1 akhir).

Kata-kata ‘pada Bapa’ dalam bahasa Yunaninya kembali menggunakan PROS TON PATERA, seperti dalam 1:2 (diterjemahkan ‘bersama-sama dengan Bapa’), dan Hobbs mengatakan ini sebagai ‘a phrase which denotes equality’ (= ungkapan yang menunjukkan kesetaraan) - hal 40.

c. Keadilan Tuhan (akhir ay 2 bdk. 1Yoh 1:9).

NIV: ‘the Righteous One’ (= Orang benar).

KJV/RSV/NASB: ‘the righteous’ (= Orang benar).

Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with deep sorrow for the sin, but yet with no dread of any penalty to come; for Christ has paid the debt of His people to the last jot and tittle, and received the divine receipt; and unless God can be so unjust as to demand double payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be cast into hell. It seems to be one of the very principles of our enlightened nature to believe that God is just; we feel that it must be so, and this gives us our terror at first; but is it not marvelous that this very same belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our confidence and peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God is just, I, a sinner, standing in Christ, can never be punished” (= Ingatan melihat ke belakang kepada dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut terhadap hukuman yang akan datang; karena Kristus telah membayar hutang umatNya sampai pada hal yang paling kecil / remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali Allah itu bisa begitu tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu hutang, tidak ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke dalam neraka. Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah diterangi untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa haruslah demikian, dan ini mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi tidakkah merupakan sesuatu yang mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa Allah itu adil / benar, setelah itu lalu menjadi pilar / tonggak dari keyakinan dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi Yesus telah menggantikan saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.

II) Yesus adalah pendamaian untuk dosa ‘seluruh dunia’ (ay 2).

Ay 2: “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”.

Ayat ini menjadi ‘medan pertempuran’ antara golongan Arminian dan Calvinist / Reformed.

A) Orang Arminian menafsirkan bahwa:

· ‘kita’ berarti ‘orang percaya’.

· ‘dunia’ berarti ‘semua orang’.

William Barclay: “As John sees it, this work of Jesus was carried out not only for us but for the whole world. There is in the New Testament a strong line of thought in which the universality of the salvation of God is stressed. God so loved the world that he sent his son (John 3:16). Jesus is confident that, if he is lifted up, he will draw all men to him (John 12:32). God will have all men to be saved (1Timothy 2:4). He would be a bold man who would set limits to the grace and love of God or to the effectiveness of the work and sacrifice of Jesus Christ” [= Sebagaimana Yohanes melihatnya, pekerjaan Yesus ini diselesaikan bukan hanya untuk kita tetapi untuk seluruh dunia. Dalam Perjanjian Baru ada garis pemikiran yang kuat dalam mana keuniversalan dari keselamatan dari Allah ditekankan. Allah begitu mengasihi dunia sehingga Ia mengirimkan AnakNya (Yoh 3:16). Yesus yakin bahwa jika Ia ditinggikan, Ia akan menarik semua orang kepadaNya (Yoh 12:32). Allah menginginkan supaya semua orang diselamatkan (1Tim 2:4). Ia adalah seorang yang berani yang memberikan batasan terhadap kasih karunia dan kasih Allah atau terhadap keefektifan dari pekerjaan dan pengorbanan Yesus Kristus] - hal 40.

Ini bukan sekedar Arminianisme, tetapi Universalisme!

B) Tetapi orang Calvinist / Reformed menafsirkan bahwa:

· ‘kita’ berarti ‘orang percaya tertentu / lokal / Yahudi’.

· ‘dunia’ berarti ‘orang percaya di seluruh dunia / orang pilihan’.

Bdk. Yoh 11:51-52 - “(51) Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, (52) dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai”.

Calvin: “Here a question may be raised, how have the sins of the whole world been expiated? I pass by the dotages of the fanatics, who under this pretence extend salvation to all the reprobate, and therefore to Satan himself. Such a monstrous thing deserves no refutation. They who seek to avoid this absurdity, have said that Christ suffered sufficiently for the whole world, but efficiently only for the elect. This solution has commonly prevailed in the schools. Though then I allow that what has been said is true, yet I deny that it is suitable to this passage; for the design of John was no other than to make this benefit common to the whole Church. Then under the word ‘all’ or whole, he does not include the reprobate, but designates those who should believe as well as those who were then scattered through various parts of the world” (= Di sini bisa ditanyakan, bagaimana dosa dari seluruh dunia telah ditebus? Saya mengabaikan kebodohan dari orang-orang fanatik, yang dengan alasan ini meluaskan keselamatan kepada semua orang reprobate / orang yang ditentukan untuk binasa, dan karena itu kepada Setan sendiri. Hal yang mengerikan seperti itu tidak layak mendapatkan bantahan. Mereka yang berusaha untuk menghindari hal yang menggelikan ini, telah berkata bahwa Kristus menderita secara cukup untuk seluruh dunia, tetapi secara efisien hanya untuk orang pilihan. Penyelesaian / solusi ini telah berlaku secara umum di sekolah-sekolah / aliran-aliran. Sekalipun saya mengakui bahwa apa yang telah dikatakan itu adalah benar, tetapi saya menyangkal bahwa itu cocok untuk text ini; karena tujuan Yohanes tidak lain dari membuat keuntungan / manfaat ini berlaku untuk seluruh Gereja. Jadi dalam kata ‘semua’ atau ‘seluruh’, ia tidak memasukkan orang-orang reprobate / orang yang ditentukan untuk binasa, tetapi menunjuk mereka yang percaya dan mereka yang pada saat itu tersebar di berbagai bagian dunia) - hal 173.

Apa dasarnya untuk mempercayai pandangan Calvinisme / Reformed dan bukannya pandangan Arminian?

1) Dari 1Yohanes 2:2 ini.

a) Surat Yohanes ditujukan kepada Yahudi Kristen.

Ini terlihat dari:

· Gal 2:9 - Yohanes adalah rasul untuk orang Yahudi.

· 1Yoh 2:7 - kata-kata ‘perintah lama’ tidak memungkinkan surat ini untuk non Yahudi, karena orang-orang non Yahudi tak mempunyai ‘perintah lama’.

Karena itu kata ‘kita’ dalam 1Yoh 2:2 ini jelas menunjuk pada orang kristen tertentu, yaitu orang kristen Yahudi.

b) Tujuan Yohanes dalam bagian ini: menghibur orang percaya pada saat mereka jatuh ke dalam dosa (1Yoh 2:1).

Jadi adalah aneh kalau ia tahu-tahu mengatakan bahwa Kristus mati untuk menebus seluruh dunia (termasuk orang non kristen / bukan pilihan). Jauh lebih cocok kalau ia berkata bahwa Kristus mati untuk semua orang pilihan / percaya.

c) Sekarang kita membahas kata ‘pendamaian’ dalam 1Yoh 2:2.

NASB/KJV: ‘Propitiation’ (= Penebusan).

NIV: ‘Atoning sacrifice’ (= Korban yang menebus).

RSV: ‘Expiation’ (= Penebusan).

Kata Yunaninya adalah HILASMOS (1Yoh 2:2 1Yoh 4:10).

HILASKOMAI, yaitu kata kerjanya muncul dalam Ibr 2:17 dan Luk 18:13.

Akar katanya yaitu HILAO berarti ‘to appease’ (= menenangkan / memenuhi tuntutan), ‘to pacify’ (= menenangkan), ‘to reconcile / to conciliate’ (= mendamaikan).

Jadi, dalam kata HILASMOS tercakup:

1. Dosa ditebus / ditutup.

2. Hukum dipenuhi tuntutannya.

3. Orang berdosa diampuni.

4. Allah dipenuhi tuntutanNya, ditenangkan / diredakan murkaNya, dan diperdamaikan dengan orang berdosa itu.

Kalau hal-hal di atas ini ditujukan kepada ‘setiap orang di dunia’ maka akan menimbulkan Universalisme (ajaran yang mengatakan bahwa akhirnya semua orang akan masuk surga), yang jelas ditolak oleh semua orang kristen yang alkitabiah dan injili.

2) Dari hal-hal lain / ayat-ayat lain.

a) Ayat-ayat Kitab Suci seperti:

1. Mat 1:21 - ‘untuk umatNya’.

2. Mat 20:28 - ‘banyak orang’.

3. Yoh 10:11,15 - ‘untuk domba-dombaNya’.

Yesus berkata: ‘Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu’ (Yoh 10:15b). Tetapi juga berkata kepada orang Farisi: ‘kamu bukanlah dombaKu’ (Yoh 10:26). Jadi jelas Yesus tidak mati untuk orang Farisi itu.

4. Yoh 15:13 - ‘menyerahkan nyawaNya untuk sahabat-sahabatNya’.

5. Yoh 17:9,20 - Yesus hanya berdoa untuk orang yang percaya atau yang akan percaya, yang jelas menunjuk kepada orang-orang pilihan.

6. Kis 20:28 - ‘untuk gereja / jemaat’.

7. Ro 8:32-35 - ‘untuk orang-orang pilihan’.

8. Ef 5:25-27 - ‘untuk gereja / jemaat’.

b) Adanya Predestinasi tidak memungkinkan Allah melakukan penebusan terhadap semua orang, karena memang bukan kehendak / RencanaNya untuk menyelamatkan semua orang.

c) Kalau Kristus mati untuk semua orang, maka hanya ada 2 kemungkinan:

1. Allah gagal mencapai tujuan / RencanaNya, karena dalam faktanya nanti akan ada banyak orang yang masuk ke neraka.

2. Allah berhasil mencapai tujuanNya, dan ini menghasilkan Universalisme (ajaran yang mengatakan bahwa akhirnya semua orang akan masuk surga).

Tidak ada orang kristen yang alkitabiah / injili yang mau menerima yang manapun dari 2 kemungkinan tersebut di atas, karena yang pertama merupakan penghinaan terhadap Allah seakan-akan Ia tidak mahakuasa, dan yang kedua jelas bertentangan dengan Kitab Suci (Ayub 42:2)!

Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal”.

d) Kalau Kristus mati untuk semua orang, maka orang yang tak percaya yang akhirnya masuk ke neraka, dosanya dihukum 2 x. Ini tidak adil!

e) Sebelum Kristus mati menebus dosa, sudah ada orang yang binasa dalam dosa mereka, dan jelas masuk ke neraka. Jadi jelas bahwa Kristus tak mati untuk menebus dosa mereka.

Penutup / kesimpulan.

Kristus mati untuk semua orang pilihan. Tetapi di antara orang pilihan itu ada banyak yang belum percaya. Kita mempunyai kewajiban untuk memberitakan Injil kepada orang-orang itu, supaya mereka bisa diselamatkan. Maukah saudara memberitakan Injil?

I YOHANES 2:7-11


1Yoh 2:7-11 - “(7) Saudara-saudara yang kekasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar. (8) Namun perintah baru juga yang kutuliskan kepada kamu, telah ternyata benar di dalam Dia dan di dalam kamu; sebab kegelapan sedang lenyap dan terang yang benar telah bercahaya. (9) Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. (10) Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. (11) Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya”.

Dalam 2:1,3-6 rasul Yohanes sudah menekankan keharusan mentaati Firman Tuhan. Sekarang dalam bagian ini ia menyoroti satu perintah tertentu, yaitu perintah untuk mengasihi.

I) Perintah untuk mengasihi.

1) Ia memulai dengan menyebut pembacanya sebagai ‘saudara-saudara yang kekasih’.

KJV: ‘Brethren’ (= Saudara-saudara).

RSV/NASB: ‘Beloved’ (= Yang kekasih).

NIV: ‘Dear friends’ (= Teman-teman yang kekasih).

Lit: ‘beloved’ (= Yang kekasih).

Adam Clarke berkata bahwa ada manuscripts yang menggunakan kata ADELPHOI [= brethren (= saudara-saudara)], dan ada manuscripts yang menggunakan AGAPETOI [= beloved (= yang kekasih)]. Ia berpendapat yang benar adalah AGAPETOI.

Herschel H. Hobbs mengutip kata-kata David Smith yang berkata: “About to enjoin love, he begins by loving” (= Mau memerintahkan kasih, ia mulai dengan mengasihi) - hal 47.

William Barclay: “There is something very lovely here. So much of this letter is a warning; and parts of it are rebuke. When we are warning people or rebuking them, it is so easy to become coldly critical; it is so easy to scold; it is even possible to take a cruel pleasure in seeing people wince under our verbal lash. But, even when he has to say hard things, the accent of John’s voice is love. He had learned the lesson which every parent, every teacher, every leader must learn; he had learned to speak the truth in love” (= Ada sesuatu yang sangat bagus di sini. Banyak bagian dari surat ini merupakan peringatan; dan bagian-bagian tertentu merupakan teguran. Pada saat kita memperingatkan atau menegur / memarahi seseorang, adalah begitu mudah untuk mempunyai sikap kritis yang dingin; adalah begitu mudah untuk menghardik / mencaci; bahkan adalah sesuatu yang memungkinkan untuk mempunyai perasaan senang yang kejam pada saat melihat orang-orang mengkeret di bawah cambukan kata-kata kita. Tetapi, bahkan pada saat ia harus mengatakan hal-hal yang keras, nada dari suara Yohanes adalah kasih. Ia telah mempelajari pelajaran yang harus dipelajari oleh setiap orang tua, guru, dan pemimpin; ia telah belajar untuk mengatakan kebenaran dalam kasih) - hal 44.

Catatan: saya berpendapat bahwa sekalipun kita bisa belajar sesuatu dari kata-kata Barclay ini, tetapi kata-kata ini tidak sepenuhnya benar. Bagaimana ia bisa tahu tentang nada suara Yohanes, padahal ia tidak mendengar suara Yohanes, tetapi membaca surat / tulisannya? Juga kalau di suatu bagian ia mengatakan ‘saudara-saudara yang kekasih’ dengan lembut, tidak berarti bahwa di bagian lain ia tidak bisa memberikan teguran dengan nada yang keras, kalau itu memang dibutuhkan. Saya tidak bisa membayangkan bahwa Yesus mengucapkan Mat 23:13-36, atau bahwa Yohanes Pembaptis mengucapkan Mat 3:7-12, dengan nada lembut. Sekalipun sukar, tetapi adalah mungkin untuk mengatakan sesuatu dengan nada keras, tetapi dengan hati yang kasih!

2) Perintah lama (ay 7).

a) ‘Dari mulanya’ (ay 7).

KJV: ‘Brethren, I write no new commandment unto you, but an old commandment which ye had from the beginning. The old commandment is the word which ye have heard from the beginning’ (= Saudara-saudara, aku tidak menuliskan perintah baru kepadamu, tetapi perintah lama yang engkau miliki dari semula. Perintah lama itu adalah firman yang telah engkau dengar dari semula).

Jadi, dalam KJV ada 2 x kata-kata ‘from the beginning’ (= dari semula). Pada ay 7a kata-kata ini orisinil, tetapi pada ay 7b dianggap sebagai penambahan, sehingga versi-versi lain membuang bagian ini.

Dalam kontex ini mungkin kata-kata ‘dari semula / mulanya’ ini artinya adalah: sejak kamu menjadi Kristen, dan lalu menerima ajaran bagaimana kamu harus hidup (Hobbs, hal 49).

b) Ia menyebutnya sebagai ‘perintah lama’ (ay 7).

Calvin (hal 178) mengatakan bahwa bagian ini menunjukkan bahwa sekalipun perintah itu lama / kuno, tetapi karena itu adalah Firman Allah yang kekal, maka itu tetap berlaku sampai sekarang dan sampai selama-lamanya. Karena itu, janganlah mengabaikan Kitab Suci dengan alasan Kitab Suci sudah ketinggalan jaman!

Saya berpendapat bahwa ini juga berlaku untuk buku-buku kuno / yang ditulis oleh penafsir-penafsir kuno. Memang harus diakui bahwa kadang-kadang buku-buku kuno itu salah / mempunyai kekurangan, karena adanya hal-hal yang pada saat itu belum diketahui, tetapi hal-hal yang seperti ini hanya sangat sedikit. Menurut saya, secara umum, buku-buku kuno justru jauh lebih bagus dari buku-buku yang baru. Yang jelas, meremehkan buku-buku kuno, merupakan suatu sikap yang bodoh. Ini saya tekankan karena Ev. Yakub Tri Handoko, Th. M. dari GKRI EXODUS berulangkali mengatakan bahwa buku-buku kuno itu jelek, ketinggalan jaman dan sebagainya. Rupanya dia tidak menyadari kekalnya Firman Tuhan.

Calvin juga beranggapan bahwa tetap berlakunya Firman Allah yang kekal itu menyebabkan itu juga disebut perintah yang baru.

Calvin: “It was, however, necessary that this should be added, for as men are more curious than what they ought to be, there are many who always seek something new. Hence there is a weariness as to simple doctrine, which produces innumerable prodigies of errors, when every one gapes continually for new mysteries” (= Tetapi adalah perlu bahwa hal ini ditambahkan, karena manusia lebih ingin tahu dari yang seharusnya, sehingga ada banyak orang yang selalu mencari sesuatu yang baru. Karena itu ada kebosanan berkenaan dengan doktrin / ajaran yang sederhana, yang menghasilkan banyak kesalahan yang tak terhitung, pada waktu setiap orang terus menerus terbuka terhadap misteri-misteri yang baru) - hal 178.

Saya merasa di banyak gereja / persekutuan ada orang-orang yang bosan dengan Firman Tuhan, dan entah apa yang diinginkan! Sebaiknya setiap orang seperti itu bertanya kepada diri sendiri: ‘Apa yang aku cari?’.

3) Perintah baru (ay 8).

a) Bandingkan ini dengan kata-kata Yesus dalam Yoh 13:34-35 - “(34) Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. (35) Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi”.

b) Lama tetapi baru?

Ay 7-8 bisa diartikan sebagai berikut: dalam arti tertentu itu bukan perintah baru, tetapi dalam arti yang lain (atau pada saat yang sama) itu adalah perintah baru [John Stott (Tyndale), hal 92].

Dan sekalipun ay 7-8 ini tidak mengatakan secara explicit apa perintah itu, tetapi dari ay 9-11 terlihat dengan jelas bahwa perintah yang dimaksudkan adalah perintah untuk mengasihi sesama.

Bdk. 2Yoh 5 - “Dan sekarang aku minta kepadamu, Ibu - bukan seolah-olah aku menuliskan perintah baru bagimu, tetapi menurut perintah yang sudah ada pada kita dari mulanya - supaya kita saling mengasihi”.

Stott juga mengatakan (hal 93) bahwa secara umum kasih kepada sesama merupakan perintah lama (karena sudah ada dalam Im 19:18), tetapi Yesus Kristus memberikan arti yang lebih kaya dan lebih dalam. Itu baru dalam:

1. Hal penekanan, karena Ia menggabungkan Ul 6:5 dan Im 19:18 dan menyatakan bahwa seluruh pengajaran hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung pada kedua hukum ini (Mat 22:37-40).

2. Hal kwalitet, karena kita bukan hanya harus mengasihi sesama seperti diri sendiri (Mat 22:37) tetapi juga seperti Kristus telah mengasihi kita (Ef 4:32).

3. Jangkauannya.

William Barclay: “It became new in the extent to which it reached. In Jesus love reached out to the sinner. To the orthodox Jewish Rabbi the sinner was a person whom God wished to destroy. ‘There is joy in heaven,’ they said, ‘when one sinner is obliterated from the earth.’ But Jesus was the friend of outcast men and women and of sinners, and he was sure that there was joy in heaven when one sinner came home. In Jesus love reached out to the Gentile. As the Rabbi saw it: ‘The Gentiles were created by God to be fuel for the fires of Hell.’ But in Jesus God so loved the world that he gave his Son. Love became new in Jesus because he widened its boundaries until there were none outside its embrace” (= Itu menjadi baru dalam jangkauannya. Dalam Yesus kasih menjangkau orang berdosa. Bagi seorang Rabi Yahudi yang orthodox, orang berdosa adalah orang yang Allah ingin hancurkan. ‘Ada sukacita di surga’, kata mereka, ‘pada saat seorang berdosa dihapuskan / dilenyapkan dari bumi’. Tetapi Yesus adalah sahabat dari orang-orang buangan dan orang-orang berdosa, dan Ia yakin bahwa ada sukacita di surga pada saat seorang berdosa pulang / bertobat. Dalam Yesus kasih menjangkau orang-orang non Yahudi. Sebagaimana seorang Rabi melihatnya ‘Orang-orang non Yahudi diciptakan oleh Allah untuk menjadi bahan bakar bagi api neraka’. Tetapi dalam Yesus Allah begitu mengasihi dunia ini sehingga Ia memberikan AnakNya. Kasih menjadi baru dalam Yesus karena Ia memperlebar batasannya sampai tidak seorangpun yang berada di luar jangkauannya) - hal 45.

Saya sendiri tidak terlalu setuju dengan point yang terakhir ini, karena Perjanjian Lama juga mengajarkan untuk:

· menyadarkan orang berdosa (Yeh 3:18).

· menolong orang non Yahudi (Kel 22:21 Im 19:10 Im 23:22 Ul 10:19).

· mengasihi musuh (Kel 23:4,5 Amsal 24:17 Amsal 25:21).

Yang mengajar seperti yang dikatakan oleh Barclay di atas bukanlah Perjanjian Lama, tetapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

II) Kasih dan terang, benci dan kegelapan.

Stott (Tyndale): “Light and love, darkness and hatred belong together” (= Terang cocok dengan kasih, kegelapan cocok dengan kebencian) - hal 94.

1) Kegelapan yang digantikan terang.

Ay 8b: ‘sebab kegelapan sedang lenyap dan terang yang benar telah bercahaya’.

Hobbs mengatakan bahwa tenses yang digunakan untuk kata kerja di sini adalah present. Hobbs juga mengatakan bahwa sekalipun kegelapan merupakan simbol dari kejahatan, tetapi juga bisa menunjuk pada masa sebelum ada kekristenan. Jadi, dengan kata-kata ini Yohanes memaksudkan suatu proses. Jaman kegelapan belum sepenuhnya disingkirkan, tetapi jaman Terang telah muncul, dan secara perlahan-lahan menghapuskan kegelapan. Tetapi ini baru akan tercapai sepenuhnya pada kedatangan Yesus yang keduakalinya.

Clarke mengatakan bahwa dunia kafir itu gelap total, dan jaman Taurat (Perjanjian Lama) juga gelap dibandingkan dengan jaman Kristen (Perjanjian Baru).

Calvin: “the knowledge of Christ alone is sufficient to dissipate darkness. Hence, daily progress is necessary and the faith of every one has its dawn before it reaches the noon-day” (= pengenalan terhadap Kristus saja yang cukup untuk menghapuskan kegelapan. Karena itu, kemajuan setiap hari merupakan sesuatu yang perlu dan iman dari setiap orang mempunyai ‘saat terbit’ sebelum itu mencapai ‘tengah hari’) - hal 179.

Pertanyaan: apakah ayat ini benar? Mengingat bahwa makin dekat akhir jaman dikatakan kejahatan makin merajalela, orang makin tidak mau mendengar kebenaran, ajaran sesat semakin banyak, dsb? Atau, apakah ayat ini hanya ditujukan kepada gereja? Kelihatannya John Stott mengambil pandangan ini.

John Stott (Tyndale): “Christians have been delivered out of this present evil age (Gal. 1:4) and have already begun to taste the powers of the age to come (Heb. 6:5; cf. 1Cor. 10:11)” [= Orang-orang Kristen telah dibebaskan dari jaman yang jahat sekarang ini (Gal 1:4) dan telah mulai merasakan kuasa dari jaman yang akan datang (Ibr 6:5; bdk. 1Kor 10:11)] - hal 93.

2) Pengakuan dan kenyataan / fakta.

Ay 9-10: “(9) Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. (10) Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan”.

a) Kata ‘membenci’ dalam ay 9 ada dalam bentuk present, dan menunjukkan keadaan terus menerus (hidup dalam kebencian).

Jadi, kalau seseorang kristen jatuh dalam kebencian untuk sementara waktu saja, maka itu tidak menunjukkan bahwa ia bukan orang kristen yang sejati, tetapi bagaimanapun itu adalah dosa.

Herschel H. Hobbs: “It is a sin to hate or despise any person. Even if you do not like his ways, you should love him as a person” (= Merupakan suatu dosa untuk membenci atau meremehkan siapapun. Bahkan jika engkau tidak menyenangi caranya, engkau harus mengasihinya sebagai pribadi) - hal 51.

Karena itu kita harus berusaha untuk saling mengasihi.

Herschel H. Hobbs: “Christians may cease to agree, but they should never cease to love” (= Orang-orang Kristen boleh berhenti untuk setuju, tetapi mereka tidak pernah boleh berhenti untuk mengasihi) - hal 51.

Sebetulnya bukan hanya ‘membenci’ yang merupakan dosa, tetapi juga ‘egoisme’, ‘tidak kasih’ atau ‘tidak peduli perasaan orang lain’.

Ada cerita tentang 3 orang yang perahunya terkena badai sehingga hancur, dan mereka terdampar di suatu pulau yang kosong. Setelah sekitar 1 minggu di sana, orang pertama, seorang pemilik peternakan merasa sedih karena ia kangen dengan peternakannya. Demikian juga orang kedua, yang adalah seorang sopir taxi, ingin sekali pulang. Tetapi orang ketiga, yang adalah seorang yang santai, menikmati keberadaan mereka di pulau itu, dan ia merasa tenang di sana. Suatu hari pada saat mereka sedang berjalan-jalan di pulau itu, mereka menemukan sebuah lampu kuno, dan ketika seorang dari mereka menggosok lampu itu, seorang jin keluar dari lampu itu, dan berkata: ‘Karena kalian telah melepaskan aku dari penjaraku, aku akan mengabulkan masing-masing kalian satu permintaan’. Orang pertama dan kedua senang sekali, dan orang pertama lalu berkata: ‘Aku kangen dengan peternakanku, aku ingin engkau mengembalikan aku ke sana’. Jin menjawab: ‘OK’, dan ‘puff’, orang pertama hilang dan kembali ke peternakannya. Orang kedua lalu berkata: ‘Aku juga kangen dengan taxiku, dan aku minta engkau mengembalikan aku ke taxiku’. Jin menjawab: ‘OK’, dan ‘puff’, orang kedua juga hilang dan kembali ke taxinya. Jin lalu bertanya kepada orang ketiga: ‘Dan apa yang engkau inginkan?’. Orang ketiga menjawab: ‘Ah, aku merasa agak kesepian dengan perginya teman-temanku. Aku ingin mereka kembali ke sini bersama aku’. ‘Puff, puff’.

Ini contoh orang yang egois, dan sama sekali tidak peduli perasaan orang lain.

b) Pengakuan yang bertentangan dengan kenyataan / fakta.

Pulpit Commentary: “Let a man talk as largely and as loudly as he may, if he loves not, he is in the dark” (= Biarlah seseorang berbicara sebanyak dan sekeras yang ia bisa lakukan, jika ia tidak mengasihi, ia ada dalam kegelapan) - hal 34.

Pulpit Commentary: “The only possible proof that we can give that we love Jesus is by loving those for whom he died and in whom he lives, for his sake - by loving them as he loved us” (= Satu-satunya bukti yang memungkinkan yang bisa kita berikan bahwa kita mengasihi Yesus adalah dengan mengasihi mereka, untuk siapa Ia mati dan dalam siapa Ia tinggal, demi Dia - dengan mengasihi mereka seperti Ia mengasihi kita) - hal 34.

Herschel H. Hobbs: “Outward attitudes reveal inner conditions in our lives, and love for others or love’s opposite, hate, reveals whether we live in light or darkness. To put it another way, whether or not one is a Christian” (= Sikap lahiriah menyatakan kondisi di dalam dalam kehidupan kita, dan kasih kepada orang-orang lain atau lawan dari kasih, benci, menyatakan apakah kita hidup dalam terang atau kegelapan. Dengan kata lain, apakah seseorang Kristen atau bukan) - hal 50.

Herschel H. Hobbs: “Mere outward profession is not enough, but the attitude of one’s heart and the outward deeds of his life must confirm such a profession. Sadly the condition John describes in churches of the first century still exists, which is evidenced by strife within churches today. John’s words should cause us to examine our hearts with respect to those of the church fellowship. At times even Christians permit darkness to reign in their relationship with their brethren. We should both believe in Christ and permit him to be Lord in our lives” (= Semata-mata pengakuan lahiriah tidaklah cukup, tetapi sikap dari hati seseorang dan tindakan lahiriah dari kehidupannya harus meneguhkan pengakuan tersebut. Sungguh menyedihkan bahwa keadaan yang digambarkan oleh Yohanes dalam gereja-gereja abad pertama tetap ada, yang dibuktikan oleh percekcokan dalam gereja-gereja jaman ini. Kadang-kadang bahkan orang-orang Kristen mengijinkan kegelapan berkuasa dalam hubungan mereka dengan saudara-saudara mereka. Kita harus percaya kepada Kristus, dan juga mengijinkan Ia untuk menjadi Tuhan dalam kehidupan kita) - hal 51.

3) Akibat adanya kebencian / tidak adanya kasih.

Ay 10: “Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan”.

NASB: ‘and there is no cause for stumbling in him’ (= dan di sana tidak ada penyebab untuk tersandung dalam dia).

Ada beberapa penafsiran tentang bagian ini:

a) Kalau seorang kristen hidup dalam kasih maka ia tidak akan membuat orang lain tersandung.

b) Kalau seorang kristen hidup dalam kasih maka tidak ada apapun yang menyebabkan ia tersandung (Barclay, Calvin).

Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan bahwa:

· terjemahan hurufiahnya adalah: ‘and to him there is not a stumblingblock’ (= dan baginya tidak ada batu sandungan). Ia tidak akan seperti orang yang dibicarakan dalam ay 11.

Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘to’ (= bagi) adalah EN, yang bisa berarti ‘in’ (= dalam), tetapi kadang-kadang juga bisa berarti ‘to’ (= bagi), seperti dalam Kol 1:23 dan 1Tes 4:7 (lihat KJV untuk kedua ayat ini).

· ini mungkin diambil dari Maz 119:165 - “Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai TauratMu, tidak ada batu sandungan bagi mereka”.

c) Hobbs dan Clarke menggabungkan kedua pandangan ini.

Yang mana yang benar? Kita harus menafsirkannya berdasarkan kontextnya. Karena itu, perhatikan ay 11nya yang berbunyi: “Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya”.

Karena ay 11 berbicara tentang kebutaan orang yang mempunyai kebencian, maka kelihatannya pandangan kedualah yang benar.

Pulpit Commentary: “No love, no light. ... Such a walk in the darkness will issue in his losing the power of seeing” (= Tidak ada kasih, tidak ada terang. ... Berjalan dalam kegelapan seperti itu akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan untuk melihat) - hal 34.

Stott (Tyndale): “Hatred distorts our perspective. We do not first misjudge people and then hate them as a result; our view of them is already jaundiced by our hatred. It is love which sees straight, thinks clearly and makes us balanced in our outlook, judgments and conduct” (= Kebencian merusak pemandangan kita. Kita bukannya mula-mula salah menilai orang dan sebagai akibatnya lalu membencinya; pandangan kita tentang mereka sudah berprasangka oleh kebencian kita. Adalah kasih yang melihat dengan lurus, berpikir dengan bersih dan membuat kita seimbang dalam pandangan, penghakiman / penilaian dan tingkah laku kita) - hal 95.

William Barclay: “hatred makes a man blind and this, too, is perfectly obvious. When a man has hatred in his heart, his powers of judgment are obscured; he cannot see an issue clearly. It is no uncommon sight to see a man opposing a good proposal simply because he dislikes, or has quarrelled with, the man who made it. Again and again progress in some scheme of a church or an association is held up because of personal animosities. No man is fit to give a verdict on anything while he has hatred in his heart; and no man can rightly direct his own life when hatred dominates him” (= kebencian membuat seseorang buta, dan hal ini juga sangat jelas. Pada saat seseorang mempunyai kebencian dalam hatinya, kemampuannya untuk menilai menjadi kabur; ia tidak bisa melihat suatu persoalan dengan jelas. Tidak jarang kita melihat seseorang menentang suatu usul yang baik hanya karena ia tidak menyenangi, atau telah bertengkar dengan, orang yang mengusulkan hal itu. Berulang-ulang kemajuan dalam maksud / rencana yang baik dari suatu gereja atau suatu perkumpulan, terhalang karena kebencian / permusuhan pribadi. Tidak seorangpun yang layak untuk memberikan suatu keputusan tentang apapun sementara ia mempunyai kebencian dalam hatinya; dan tidak seorangpun bisa mengarahkan hidupnya sendiri dengan benar pada saat kebencian menguasainya) - hal 49.

William Barclay: “it is much more likely that John is saying that, if we love our brother, there is nothing in us which causes ourselves to stumble. That is to say, love enables us to make progress in the spiritual life and hatred makes progress impossible. ... If God is love and if the new commandment of Christ is love, then love brings us nearer to men and to God and hatred separates us from men and from God. We ought always to remember that he who has in his heart hatred, resentment and the unforgiving spirit, can never grow up in the spiritual life” (= adalah lebih mungkin bahwa Yohanes berkata bahwa jika kita mengasihi saudara kita, tidak ada apapun di dalam kita yang menyebabkan diri kita sendiri tersandung. Artinya, kasih memungkinkan kita untuk membuat kemajuan dalam kehidupan rohani dan kebencian membuat kemajuan itu mustahil. ... Jika Allah itu kasih dan jika perintah yang baru dari Kristus adalah mengasihi, maka kasih membawa kita lebih dekat kepada sesama dan kepada Allah, dan kebencian memisahkan kita dari sesama dan dari Allah. Kita harus selalu mengingat bahwa ia yang dalam hatinya mempunyai kebencian, kemarahan / dendam dan roh yang tidak mengampuni, tidak pernah bisa bertumbuh dalam kehidupan rohani) - hal 48-49.

Jadi, dengan kita mengasihi kita menguntungkan diri kita sendiri, dan sebaliknya, dengan membenci kita merugikan diri kita sendiri (catatan: tetapi tentu saja ini tidak boleh menjadi motivasi kita dalam mengasihi!).

E. Stanley Jones: “A rattle snake, if cornered, will sometimes become so angry it will bite itself. That is exactly what the harboring hate and resentment against others is - a biting of oneself. We think that we are harming others in holding these spites and hates, but the deeper harm is to ourselves” (= Seekor ular derik, jika terpojok, kadang-kadang akan menjadi begitu marah sehingga ia menggigit dirinya sendiri. Itulah persisnya kebencian dan kemarahan / dendam yang kita miliki terhadap orang-orang lain - suatu gigitan dari / terhadap diri sendiri. Kita mengira bahwa kita merugikan orang-orang lain pada waktu kita mempertahankan dendam dan kebencian, tetapi kerugian yang lebih dalam adalah bagi diri kita sendiri) - Reader’s Digest.

Kesimpulan / penutup.

Herschel H. Hobbs: “Because the Jews heard it so much, the summary of the Decalogue had become mere written words. This is seen in the Jewish lawyer’s question, ‘And who is my neighbour?’ (Luke 10:29). To him the command to love his neighbor as himself had become a subject to be debated, not a principle to be practiced” [= Karena orang-orang Yahudi mendengarnya begitu banyak, ringkasan dari 10 hukum Tuhan telah menjadi semata-mata kata-kata tertulis. Ini terlihat dalam pertanyaan dari ahli Taurat Yahudi: ‘Dan siapakah sesamaku manusia?’ (Luk 10:29). Baginya perintah untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri telah menjadi suatu pokok untuk diperdebatkan, bukan suatu prinsip untuk dipraktekkan] - hal 48-49.

Jangan menjadi seperti ahli Taurat itu! Marilah kita mempraktekkan kasih, misalnya dengan mengampuni orang yang bersalah kepada kita, dan dengan menolong orang yang membutuhkan pertolongan kita.

Saya ingin menutup khotbah ini dengan suatu cerita. Dalam satu majalah Reader’s Digest diceritakan tentang seorang polisi berusia 60 tahun yang tertembak mati. Cerita itu masuk siaran TV, dan besoknya janda dari polisi itu, yang juga sudah tua, menerima sebuah amplop berisi ucapan turut berdukacita, yang ditanda-tangani oleh seorang yang tidak pernah ia kenal, disertai selembar check senilai $ 20.000, disertai dengan catatan bahwa ia akan menerima check seperti itu setiap tahun, selama sisa hidupnya.

Pemberi yang dermawan itu bernama Milton Petrie, seorang jutawan Amerika. Mengapa ia bisa bersikap seperti itu? Karena ia ingat bahwa dulu, sebagai anak dari seorang imigran Rusia yang menetap di Amerika, ia sangat miskin. Ia ingat bahwa ia harus memakai sepatu yang berlubang pada bagian telapaknya sehingga harus selipi semacam karton di dalam sepatu itu. Tetapi setelah bekerja, ia lalu menjadi kaya. Ia pernah bangkrut, tetapi ia bangkit kembali. Itu menyebabkan ia beranggapan bahwa sukses / kekayaan merupakan sesuatu yang sangat rapuh, dan karena itu selama 30 tahun terakhir ia secara diam-diam membagikan kekayaannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Setiap kali ia mendengar suatu tragedi yang menyedihkan, melalui TV atau koran atau teman, ia memberikan bantuannya. Dan dalam artikel tersebut diceritakan banyak orang yang menerima bantuannya.

Bahwa namanya bisa diketahui orang dan masuk majalah, bukan terjadi karena ia sengaja memamerkan kedermawanannya, tetapi karena pekerjaan wartawan yang menyelidikinya. Ia sendiri sebetulnya ingin melakukan semua itu secara rahasia.

Ia sudah berusia 88 tahun, tetapi ia tetap rajin bekerja di kantornya. Pada waktu ditanya mengapa ia tetap bekerja dengan begitu keras, ia menjawab: ‘Makin banyak saya bekerja, makin banyak uang yang saya hasilkan, dan makin banyak uang yang saya hasilkan, makin banyak saya bisa memberi’.

Demikianlah ia terus membaca koran dan mendengar pada berita tentang orang-orang yang perlu dibantu. Ia berkata: ‘Bagaimana aku bisa tidak melakukannya? Bagaimanapun juga, saya sedang membayar kembali kepada Tuhan untuk apa yang telah Ia lakukan bagi saya’.

Saudara mungkin bukan jutawan seperti dia, tetapi kita tidak perlu menjadi jutawan untuk bisa menolong orang lain. Luk 16:10 - “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar”.

I YOHANES 2:12-17


1Yoh 2:12-17 - “(12) Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena namaNya. (13) Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu telah mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu telah mengalahkan yang jahat. (14) Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, karena kamu mengenal Bapa. Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah mengalahkan yang jahat. (15) Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. (16) Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. (17) Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya”.

Kalau dalam ay 7-11 Yohanes telah berbicara tentang kasih kepada sesama, sekarang ia berbicara tentang bahayanya kalau kasih yang diarahkan kepada obyek yang salah, yaitu ‘dunia’.

I) Problem ay 12-14.

Ay 12-14: “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena namaNya. (13) Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu telah mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu telah mengalahkan yang jahat. (14) Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, karena kamu mengenal Bapa. Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah mengalahkan yang jahat”.

Catatan: ay 14a dalam Kitab Suci Indonesia (yang saya cetak miring) dianggap sebagai ay 13c dalam Kitab Suci Inggris.

Ada problem-problem yang membingungkan dengan ayat-ayat ini:

1) Perubahan tenses.

a) 3 x kata ‘Aku menulis’ dalam ay 12-13 menggunakan present tense (I write).

b) 3 x kata ‘Aku menulis’ dalam ay 14 menggunakan aorist / past tense (I wrote).

2) Istilah ‘anak’, ‘bapa’, dan ‘orang muda’ menunjuk kepada siapa?

Problem ini masih ditambah dengan persoalan dimana kata ‘anak’ dalam ay 12 menggunakan kata Yunani TEKNIA, sedangkan kata ‘anak’ dalam ay 14 menggunakan kata Yunani PAIDIA.

Ada bermacam-macam penafsiran untuk menyelesaikan problem-problem ini:

1) Perubahan tenses.

a) Ada yang mengatakan bahwa rasul Yohanes menuliskan ay 12-13, dan lalu karena sesuatu hal ia berhenti sebentar, dan setelah beberapa saat melanjutkan dengan ay 14 sehingga ia lalu menggunakan aorist / past tense.

b) Ada yang mengatakan bahwa aorist / past tensenya menunjuk kepada Injil Yohanes, sedangkan present tensenya menunjuk kepada surat Yohanes ini (Pulpit Commentary, hal 23).

c) Ada yang mengatakan bahwa aorist / past tensenya menunjuk kepada bagian surat Yohanes yang sudah selesai ditulis, sedangkan present tensenya menunjuk kepada bagian surat Yohanes yang sedang dan akan ditulis (Barclay, hal 51).

d) Ada yang menganggap bahwa present tense ditinjau dari sudut rasul Yohanes sendiri sebagai penulis surat, sedangkan aorist / past tensenya ditinjau dari sudut para pembacanya, dan ini disebut dengan istilah ‘epistolary aorist’.

Herschel H. Hobbs: “He uses what is called an epistolary aorist, which may be translated as a present tense” (= Ia menggunakan apa yang disebut epistolary aorist / past tense yang berkenaan dengan penulisan surat, yang boleh diterjemahkan sebagai suatu present tense) - hal 54

Barclay: “Greek letter-writers had a habit of using the past instead of the present tense because they put themselves in the position of the reader. To the writer of a letter a thing may be present because at the moment he is doing it; but to the reader of the letter it will be past because by that time it has been done. ... That is the Greek epistolary or letter-writer’s aorist” (= Penulis-penulis surat dalam bahasa Yunani mempunyai kebiasaan untuk menggunakan past tense dan bukannya present tense, karena mereka menempatkan diri mereka sendiri dalam posisi dari si pembaca surat. Bagi si penulis surat suatu hal ada dalam masa sekarang karena pada saat itu ia sedang melakukannya; tetapi bagi si pembaca dari surat itu hal itu akan ada dalam masa lampau karena pada saat ia membaca surat itu, hal itu telah dilakukan. ... Itulah epistolary aorist / past tense penulis surat dalam Yunani) - hal 50.

Untuk menggambarkan bahwa waktu / tenses dari penulis dan pembaca surat sering kacau, perhatikan lelucon di bawah ini.

Reader’s Digest: “A woman left this note for her milkman: ‘Don’t leave milk today. Of course when I say today, I mean tomorrow because I am writing this yesterday.’” (= Seorang perempuan meninggalkan catatan / surat ini untuk tukang susunya: “Jangan meninggalkan susu hari ini. Tentu saja pada waktu aku berkata ‘hari ini’, aku memaksudkan ‘besok’, karena aku sedang menulis surat ini kemarin”.).

Kalau penafsiran tentang ‘epistolary aorist’ ini benar, maka aorist / past tense dalam ay 14 tidak ada bedanya dengan present tense dari ay 12-13, dan semua harus diterjemahkan dalam bentuk present tense, seperti dalam terjemahan NIV.

Saya tidak bisa menentukan yang mana yang benar dari ke 4 penafsiran di atas, karena semua mempunyai kelemahannya sendiri-sendiri. Saya agak condong pada penafsiran yang ketiga (point c).

2) Arti dari istilah ‘anak’, ‘bapa’, dan ‘orang muda’.

Saya hanya memberikan 3 penafsiran di sini:

a) Ada 3 golongan, yang disebut ‘anak’, ‘bapa’, dan ‘orang muda’.

Keberatan terhadap pandangan ini:

1. Yohanes sering menyebut pembacanya, tanpa mempedulikan usia, dengan istilah ‘anak’, seperti dalam 1Yoh 2:1.

2. Mengapa urut-urutannya ‘anak’, ‘bapa’, dan ‘orang muda’, dan bukannya ‘anak’, ‘orang muda’, ‘bapa’? Atau ‘bapa’, ‘orang muda’, ‘anak’?

b) Bagian ini tidak menggolongkan orang kristen dalam 3 golongan, tetapi hanya dalam 2 golongan, karena kata ‘anak’ menunjuk kepada semua orang kristen / pembacanya, yang lalu dibagi menjadi 2 golongan, yaitu ‘bapa’ dan ‘orang muda’.

1. Kata ‘anak’ bukan menunjuk kepada anak kecil ataupun bayi Kristen, tetapi menunjuk kepada semua orang kristen tanpa mempedulikan usia biologis maupun usia kekristenan mereka.

Barclay mengatakan (hal 52) bahwa istilah ‘anak-anak’ sering digunakan oleh Yohanes (bdk. 2:1,28 3:7 4:4 5:21) dan jelas bahwa dalam ayat-ayat itu kata ‘anak-anak’ tidak digunakan untuk menunjuk kepada anak kecil. Barclay menambahkan bahwa pada waktu menuliskan surat ini usia rasul Yohanes sudah sekitar 100 tahun, dan karena itu semua jemaat jauh lebih muda dari dia, dan merupakan ‘anak-anak’ bagi dia.

Disamping itu, kata ‘anak’ dalam ay 12 (TEKNIA) tidak terlalu dibedakan dengan kata ‘anak’ dalam ay 14 (PAIDIA).

Pulpit Commentary tentang kata PAIDIA: “It is a word which points to his hearers not so much as objects of his affection, as placed under his authority and care” (= Itu merupakan suatu kata yang menunjuk kepada para pendengarnya bukan sebagai obyek dari kasihnya, tetapi menempatkan mereka di bawah otoritas dan perhatiannya) - hal 66.

Barclay: “TEKNIA indicates a child young in age and PAIDIA a child young in experience, and, therefore, in need of training and discipline” (= TEKNIA menunjuk seorang anak yang muda dalam usia dan PAIDIA menunjuk kepada seorang anak yang muda dalam pengalaman, dan karena itu membutuhkan latihan dan disiplin) - hal 51.

Editor dari Calvin’s Commentary: “The objection that teknia in ver. 12, is paidia in ver 13, is not valid, for he uses the latter in the same sense as the former in ver. 18, as denoting Christians in general” (= Keberatan bahwa teknia dalam ay 12 adalah paidia dalam ay 13 tidak sah, karena ia menggunakan paidia dalam arti yang sama seperti teknia dalam ay 18, dan menunjuk kepada orang kristen secara umum) - hal 185, footnote.

Dalam ay 12 dikatakan bahwa anak-anak / orang-orang kristen itu sudah diampuni dosa-dosanya.

Ay 12: “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena namaNya”. Bandingkan dengan:

a. Luk 24:47 - “dan lagi: dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem”.

b. Kis 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena namaNya.’”.

Calvin mengatakan bahwa kalau sebelum ini Yohanes sudah menekankan kesalehan / ketaatan / kasih, maka sekarang dalam ay 12 ia menekankan pengampunan dosa hanya karena nama Kristus, supaya kita tidak menekankan kesalehan / ketaatan lebih dari yang seharusnya.

Jemaat harus berhati-hati dengan Pengakuan Iman Athanasius No 39: “Dan mereka yang telah berbuat baik akan pergi ke dalam kehidupan kekal; mereka yang telah berbuat jahat ke dalam api yang kekal”. Ini tidak mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik. Ini tidak boleh dipisahkan dari No 27-28: “Tetapi adalah perlu untuk keselamatan kekal bahwa ia juga percaya dengan setia / benar inkarnasi dari Tuhan kita Yesus Kristus. Karena itu adalah iman yang benar bahwa kita percaya dan mengaku bahwa Tuhan kita Yesus Kristus adalah Allah dan manusia”, yang menekankan pentingnya iman kepada Kristus untuk keselamatan kita. Jadi No 39 itu hanya merupakan buah / hasil dari iman dan keselamatan. Keselamatan / pengampunan dosa didapat hanya karena iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat!

Lalu dalam ay 14a dikatakan bahwa anak-anak / orang-orang kristen itu mengenal Bapa (ay 14a).

NIV: ‘you have known the Father’ (= engkau telah mengenal Bapa).

Dalam bahasa Yunaninya ini menggunakan perfect tense, yang oleh Hobbs diartikan sebagai ‘have come to know and still know’ (= telah mengenal dan tetap mengenal).

Memang ada hubungan yang erat antara pengampunan dosa dan pengenalan terhadap Bapa. Orang yang belum mendapat pengampunan dosa jelas belum mengenal Kristus, dan orang yang belum mengenal Kristus jelas juga tidak mengenal Bapa.

Bdk. Yoh 14:7a - “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu”.

2. Kata ‘bapa’ dan ‘orang muda’ menunjukkan 2 golongan orang kristen.

Ada penafsir yang menafsirkan bahwa yang dimaksudkan bukanlah usia biologis, tetapi usia kekristenan mereka. Tetapi ada juga penafsir yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan di sini adalah usia biologis.

Calvin mengatakan (hal 183) bahwa sekarang ia menyebutkan usia yang berbeda-beda untuk menunjukkan bahwa apa yang ia ajarkan cocok untuk setiap mereka. Calvin juga mengatakan bahwa orang tua biasanya tidak mau belajar dengan alasan sudah tua / sudah melewati usia belajar atau karena menganggap diri sudah berhikmat, dan orang muda tidak mau belajar karena merasa masih terlalu muda, sedangkan orang-orang usia pertengahan tidak mau belajar karena mereka disibukkan dengan banyak hal lain.

a. Tentang ‘bapa’ dikatakan bahwa mereka ‘mengenal Dia, yang ada dari mulanya’ (ay 13a,14b), dan kata-kata ‘Dia, yang ada dari mulanya’ ini pada umumnya ditafsirkan menunjuk kepada Kristus.

b. Ay 13b,14b ditujukan kepada orang-orang muda, yang ada di puncak kekuatan mereka. Biasanya orang-orang di usia ini mabuk dengan kekuatan mereka sendiri, dan karena itu Yohanes mengingatkan mereka tentang kekuatan yang benar, yaitu kekuatan rohani, supaya mereka tidak bermegah dalam kekuatan daging.

Perhatikan ay 14b: “Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah mengalahkan yang jahat”.

Ada hubungan yang erat antara ‘kuat’, ‘mengalahkan yang jahat’, dan ‘Firman Allah diam di dalam kamu’. Tanpa Firman Tuhan kita tidak mungkin kuat / mengalahkan si jahat.

Herschel H. Hobbs: “The Word of God constantly abiding in them makes them strong and victorious” (= Firman Allah yang terus menerus ada di dalam mereka membuat mereka kuat dan menang) - hal 55.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 57) bahwa rasul Yohanes tidak mungkin memaksudkan bahwa orang-orang muda ini telah mengalahkan setan sepenuhnya, karena setan akan terus menerus berusaha menyerang orang kristen. Yang ia maksudkan adalah bahwa pada saat mereka bertobat / datang kepada Kristus, mereka sudah mendapatkan kemenangan. Sebetulnya dalam arti ini semua orang kristen yang sejati telah mendapatkan kemenangan.

c) Barclay beranggapan (hal 52-53) bahwa setiap kata (anak, bapa, orang muda) mencakup semua orang kristen, dan tidak ada penggolongan di sini. Alasannya: predikat yang diberikan kepada anak, bapa, dan orang muda dalam ay 12-14 itu cocok untuk semua orang kristen. Semua orang kristen seperti anak, karena semua bisa mendapatkan kembali ketidakbersalahan (innocence) mereka oleh pengampunan dari Yesus Kristus. Semua orang kristen adalah seperti bapa, seperti orang dewasa yang bertanggung jawab, yang bisa berpikir dan belajar makin lama makin dalam dalam pengenalan terhadap Yesus Kristus. Semua orang kristen seperti orang muda, yang mempunyai kekuatan / semangat untuk berperang dan memenangkan pertempuran mereka terhadap si penggoda.

Pandangan Barclay ini tidak saya temui dalam buku tafsiran yang lain, tetapi rasanya memang masuk akal, karena penggambaran-penggambaran tentang anak, bapa dan orang muda itu sebetulnya memang cocok bagi semua orang kristen yang sejati. Tetapi problemnya adalah: mengapa / untuk apa Yohanes menggunakan 3 istilah yang berbeda itu, kalau semua memaksudkan hal yang sama / semua orang kristen?

Dari 3 penafsiran ini, saya agak condong pada penafsiran yang kedua (point b).

II) Peringatannya: jangan mengasihi dunia.

1) Jangan mengasihi dunia.

Ay 15a: “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya”.

a) Kata untuk ‘mengasihi’ adalah AGAPATE.

Herschel H. Hobbs: “The love involved is AGAPE, the highest kind of love, which involves selflessness and absolute loyalty to its object. Therefore, it must be a directed love bestowed upon the proper object” [= Kasih yang dimaksudkan adalah Agape, kasih jenis yang tertinggi, yang mencakup sifat mati bagi diri sendiri (selflessness) dan kesetiaan mutlak kepada obyeknya. Karena itu, itu harus merupakan kasih yang terarah yang diberikan kepada obyek yang benar] - hal 53.

b) Kata ‘love’ (= mengasihi) di awal ay 15 merupakan present imperative (= kata perintah bentuk present), yang merupakan perintah yang harus dilakukan terus menerus, dan lalu ditambahi dengan kata Yunani ME (= tidak). Jadi artinya: ‘berhentilah mempunyai kebiasaan untuk mengasihi (dunia)’.

Memang semua dosa bisa menjadi kebiasaan, dan demikian juga dengan kasih kepada dunia. Dan kita bukan hanya harus berhenti dari hal itu pada saat-saat tertentu, tetapi senantiasa!

c) Apakah bagian ini bertentangan dengan Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”?

Tidak? Karena baik ‘kasih’ maupun ‘dunia’ digunakan dalam arti yang berbeda. Kasih dalam ay 15 ini adalah kasih yang egois, sedangkan dalam Yoh 3:16 tidak demikian. Kata ‘dunia’ dalam ay 15 ini menunjuk pada hal-hal duniawi / elemen-elemen berdosa dari kehidupan manusia, sedangkan dalam Yoh 3:16 menunjuk kepada manusianya.

Pulpit Commentary: “Obviously, both ‘love’ and ‘the world’ are used in a different sense in John 3:16, where it is said that ‘God loved the world.’ The one love is selfish, the other unselfish. In the one case ‘the world’ means the sinful elements of human life, in the other the human race” (= Jelas bahwa kata ‘kasih’ dan ‘dunia’ digunakan dalam arti yang berbeda dalam Yoh 3:16, dimana dikatakan bahwa ‘Allah mengasihi dunia’. Kasih yang satu bersifat egois, kasih yang lain tidak. Dalam kasus yang satu ‘dunia’ berarti elemen-elemen berdosa dari kehidupan manusia, dalam kasus yang lain berarti umat manusia) - hal 24.

2) Mengapa kita tidak boleh mengasihi dunia?

a) Karena kalau kita mengasihi dunia, kita tidak mungkin bisa mengasihi Bapa.

Ay 15: “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.

Pulpit Commentary: “the duty of loving in one direction must involve the corresponding duty of not loving in an opposite and alien direction” (= kewajiban untuk mengasihi ke satu arah mencakup kewajiban yang bersesuaian untuk tidak mengasihi ke arah yang berlawanan / bertentangan) - hal 35.

Herrick Johnson: “Buying, possessing, accumulating, this is not worldliness. But doing this in the love of it, with no love to God paramount, doing it so that thoughts of God and eternity are an intrusion, doing it so that one’s spirit is secularized in doing it, this is worldliness” (= Membeli, memiliki, mengumpulkan, ini bukan keduniawian. Tetapi melakukan ini dan mengasihinya, tanpa kasih kepada Allah, melakukannya sehingga pemikiran tentang Allah dan kekekalan merupakan gangguan, melakukannya sehingga roh seseorang menjadi duniawi oleh karena hal itu, ini adalah keduniawian) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 705.

George Whetstone: “What is this world? A net to snare the soul” (= Apakah dunia ini? Suatu jaring untuk menjerat jiwa) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 708.

Anonymous: “The ship’s place is in the sea, but God pity the ship when the sea gets into it. The Christian’s place is in the world, but God pity the Christian if the world gets the best of him” (= Tempat dari kapal adalah di laut, tetapi Allah mengasihani / menyesalkan kapal pada saat laut masuk ke dalamnya. Tempat dari orang kristen adalah di dunia, tetapi Allah menyesalkan orang kristen jika dunia mendapatkan yang terbaik darinya) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 703.

Anatole France: “One is happy in the world only when one forgets the world” (= Seseorang berbahagia di dunia hanya pada waktu ia melupakan dunia) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 705.

Herschel H. Hobbs: “Divided effort and interest explains the unhappiness in the lives of so many Christians” (= Usaha dan kesenangan yang terbagi menjelaskan ketidak-bahagiaan dalam kehidupan begitu banyak orang kristen) - hal 56.

Herschel H. Hobbs: “If this highest love is bestowed upon the world, then this love cannot be given to God. ... Love for the world, rather than for God actually is idolatry, which Paul defines as covetousness, the desire for more - whether it be money, sex, or worldly glory (Col. 3:5)” [= Jika kasih yang tertinggi ini diberikan kepada dunia, maka kasih ini tidak bisa diberikan kepada Allah. ... Kasih untuk dunia dan bukannya untuk Allah, sesungguhnya merupakan pemberhalaan, yang oleh Paulus didefinisikan sebagai ketamakan, keinginan untuk lebih - apakah itu uang, sex, atau kemuliaan duniawi (Kol 3:5)] - hal 56,57.

Pulpit Commentary: “We can love either God or the world. But no human heart can hold the two opposing at the same time. ... No man can serve God and mammon. The attempt has been made to form a God-and-mammon guild. But all such attempts must be miserable failures” (= Kita bisa mengasihi Allah atau dunia. Tetapi tidak ada hati manusia yang bisa mempunyai kedua kasih yang bertentangan itu pada saat yang sama. ... Tidak ada orang yang bisa melayani Allah dan mammon. Telah diusahakan untuk membentuk serikat Allah dan mammon. Tetapi usaha seperti itu pasti gagal secara menyedihkan) - hal 36.

Bandingkan ay 15 ini dengan:

1. Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.

Kata ‘mengabdi’ [NIV/NASB: ‘serve’ (= melayani)] dalam bahasa Yunaninya adalah DOULEUEIN, yang sebetulnya berarti ‘melayani sebagai budak’. Semua orang yang mau mendapatkan uang dengan cara yang berdosa / tidak jujur, sudah memperbudakkan dirinya kepada mammon / dewa uang!

2. Yak 4:4 - “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”.

b) Karena semua yang ada di dalam dunia bukan berasal dari Bapa, tetapi dari dunia, dan semua itu sedang berlalu dengan cepat.

Ay 16-17: “(16) Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. (17) Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya”.

1. Untuk ‘semua yang ada dalam dunia’ diberikan 3 hal, yaitu:

a. Keinginan daging.

Barclay: “anyone who lives in luxury while others live in want, ... is the servant of the flesh’s desire” (= siapapun yang hidup dalam kemewahan sementara orang-orang lain hidup dalam kekurangan, ... adalah pelayan dari keinginan daging) - hal 58.

Reader’s Digest menceritakan sebuah lelucon: Ada orang yang bertanya kepada dokternya: ‘Menurutmu apakah aku bisa hidup 50 tahun lagi?’. Dokternya bertanya kembali: ‘Berapa umurmu sekarang?’. Ia menjawab: ’40 tahun’. Dokternya bertanya lagi: ‘Apakah engkau suka minum minuman keras, berjudi, atau mengejar perempuan?’. Pasien itu menjawab: ‘Tidak, aku tidak minum, aku tidak pernah berjudi, dan aku benci perempuan’. Dokter itu lalu bertanya: ‘Kalau demikian, untuk apa kamu ingin hidup 50 tahun lagi?’.

Banyak orang yang menganggap hidup itu sia-sia kecuali kita bisa memuaskan keinginan daging. Tetapi Kitab Suci justru melarang hal tersebut.

b. Keinginan mata.

Banyak yang jatuh karena keinginan mata, seperti Hawa (yang melihat buah terlarang), Daud (yang melihat Batsyeba).

c. Keangkuhan hidup.

Kata ‘keangkuhan’ di sini menunjuk kepada seorang pembual, yang suka menyombongkan diri. Ini bisa dilakukan tentang banyak hal, seperti kecantikan, kepopuleran, kepandaian, kesuksesan, kekayaan, dan sebagainya.

Bdk. Amsal 27:2 - “Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri”.

Semua ini dikatakan bukan berasal dari Bapa, tetapi dari dunia.

2. Dunia sedang lenyap dengan keinginannya (ay 17a).

Karena dunia ini sedang berlalu dengan cepat, jika kita memusatkan hidup kita pada hal-hal yang bersifat daging dan materi, kita akan tidak mempunyai apa-apa.

Herschel H. Hobbs: “If I live only to satisfy the lusts of the flesh or eye, then I live only for passing pleasures. If I boast about my possessions, not knowing that they really possess me, I can lose them in a day. At death I certainly must leave them behind. Having lived only for these things, the bottom line of my account with God reads ZERO” (= Jika saya hidup untuk memuaskan nafsu dari daging atau mata, maka aku hidup hanya untuk kesenangan-kesenangan yang sedang berlalu. Jika aku membanggakan tentang milikku, tanpa mengetahui bahwa sebetulnya hal-hal itulah yang memiliki aku, aku bisa kehilangan hal-hal itu dalam satu hari. Pada saat mati aku pasti harus meninggalkan hal-hal itu. Kalau aku telah hidup untuk hal-hal itu dalam sepanjang hidupku, rekeningku pada Allah tercatat NOL) - hal 58.

Pulpit Commentary: “To love the world is to lose everything, included the thing loved” (= Mengasihi dunia berarti kehilangan segala sesuatu, termasuk hal yang dikasihi) - hal 25.

3. Kontras dengan dunia yang berlalu dengan cepat, dikatakan bahwa orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya (ay 17b).

Pulpit Commentary: “Some men would have it that the external world is the one thing that is certain and permanent, while religion is based on a mere hypothesis, and is ever changing its form. St. John assures us that the very reverse is the case. The world is waning: it is God alone and his faithful servants who abide” (= Sebagian manusia menganggap bahwa dunia lahiriah ini adalah apa yang pasti dan menetap, sementara agama semata-mata didasarkan pada dugaan, dan selalu berubah-ubah dalam bentuknya. Santo Yohanes meyakinkan kita bahwa kasusnya adalah kebalikannya. Dunia ini sedang mendekati akhirnya: adalah Allah saja dan pelayan-pelayanNya yang setia yang tinggal) - hal 25.

Pulpit Commentary juga mengatakan bahwa ‘kehendak Allah’ adalah sesuatu yang sangat kontras dengan ‘hal-hal yang ada dalam dunia’.

Pulpit Commentary: “And if we ever ask, ‘Lord, what wilt thou have me to do?’ our duty will be revealed to us (1) in the Word, (2) by the opening of Providence, and (3) the teachings of the Holy Ghost” [= Dan sekiranya kita bertanya: ‘Tuhan, apa yang Engkau ingin aku lakukan?’, kewajiban kita akan dinyatakan kepada kita (1) dalam Firman, (2) oleh pembukaan dari Providensia, dan (3) pengajaran dari Roh Kudus] - hal 37.

Herschel H. Hobbs: “I have only one life to live. It soon will be passed. And only that which I do for God will last. God’s will is that I trust in His Son as my Saviour, and dedicate my life to His service” (= Aku hanya mempunyai satu kehidupan. Itu akan segera berakhir. Dan hanya apa yang aku lakukan bagi Allah yang akan bertahan. Kehendak Allah adalah bahwa aku percaya kepada AnakNya sebagai Juruselamatku, dan mendedikasikan hidupku untuk melayani Dia) - hal 58.

Pulpit Commentary menceritakan (hal 37) tentang seorang pendeta yang bernama Thomas Craig, yang setelah melayani selama 62 tahun lalu dipanggil pulang oleh Tuhan. Dalam pelayanannya ia sering menyatakan keinginannya untuk mati dalam pekerjaannya. Setelah kematiannya, ditemukan sebuah khotbah setengah jadi di meja kerjanya. Khotbah itu diambil dari text ini: “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya”.

Penutup.

Sir Thomas Browne: “For the world I count it not an inn, but a hospital, and a place not to live, but to die in” (= Aku menganggap dunia ini bukan sebagai tempat penginapan, tetapi sebuah rumah sakit, bukan sebagai suatu tempat untuk hidup, tetapi sebagai suatu tempat untuk mati) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 704.

Ini bukan kata-kata yang menunjukkan / menganjurkan keputus-asaan, tetapi kata-kata yang menekankan bahwa hidup kita bukan untuk dunia ini.

St. Clement: “The world that is and the world to come are enemies ... We cannot be the friends of both; but must bid farewell to this world to consort with that to come” (= Dunia yang sekarang ini bermusuhan dengan dunia yang akan datang ... Kita tidak bisa menjadi teman dari keduanya; tetapi harus mengucapkan selamat tinggal kepada dunia ini untuk berkawan dengan dunia yang akan datang) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 705.

I YOHANES 2:18-29

1Yoh 2:18-29 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita. (20) Tetapi kamu telah beroleh pengurapan dari Yang Kudus, dan dengan demikian kamu semua mengetahuinya. (21) Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran. (22) Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak. (23) Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengaku Anak, ia juga memiliki Bapa. (24) Dan kamu, apa yang telah kamu dengar dari mulanya, itu harus tetap tinggal di dalam kamu. Jika apa yang telah kamu dengar dari mulanya itu tetap tinggal di dalam kamu, maka kamu akan tetap tinggal di dalam Anak dan di dalam Bapa. (25) Dan inilah janji yang telah dijanjikanNya sendiri kepada kita, yaitu hidup yang kekal. (26) Semua itu kutulis kepadamu, yaitu mengenai orang-orang yang berusaha menyesatkan kamu. (27) Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari padaNya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapanNya mengajar kamu tentang segala sesuatu - dan pengajaranNya itu benar, tidak dusta - dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia. (28) Maka sekarang, anak-anakku, tinggallah di dalam Kristus, supaya apabila Ia menyatakan diriNya, kita beroleh keberanian percaya dan tidak usah malu terhadap Dia pada hari kedatanganNya. (29) Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari padaNya”.

I) Orang-orang yang keluar / antikristus.

1) Antikristus.

Ay 18: “Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir”.

NIV: ‘... as you have heard that the antichrist is coming, even now many antichrists have come’ (= ... seperti telah kamu dengar bahwa sang antikristus akan datang, bahkan sekarang banyak antikristus-antikristus telah datang).

Perhatikan bahwa kata ‘antikristus’ yang pertama ada dalam bentuk tunggal, tetapi kata ‘antikristus’ yang kedua ada dalam bentuk jamak.

a) Yang bentuk tunggal.

Kata ‘antikristus’ yang ada dalam bentuk tunggal, dalam bahasa Yunaninya sebetulnya tidak menggunakan kata sandang tetapi NIV tetap menterjemahkan ‘the antichrist’ (= sang antikristus).

‘Antikristus’ yang pertama ini masih akan datang.

Herschel H. Hobbs beranggapan bahwa ini menunjuk kepada seseorang tertentu, mungkin kepada orang yang dimaksudkan oleh Paulus dalam 2Tes 2:1-12 - “(1) Tentang kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus dan terhimpunnya kita dengan Dia kami minta kepadamu, saudara-saudara, (2) supaya kamu jangan lekas bingung dan gelisah, baik oleh ilham roh, maupun oleh pemberitaan atau surat yang dikatakan dari kami, seolah-olah hari Tuhan telah tiba. (3) Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa, (4) yaitu lawan yang meninggikan diri di atas segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah. Bahkan ia duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah. (5) Tidakkah kamu ingat, bahwa hal itu telah kerapkali kukatakan kepadamu, ketika aku masih bersama-sama dengan kamu? (6) Dan sekarang kamu tahu apa yang menahan dia, sehingga ia baru akan menyatakan diri pada waktu yang telah ditentukan baginya. (7) Karena secara rahasia kedurhakaan telah mulai bekerja, tetapi sekarang masih ada yang menahan. Kalau yang menahannya itu telah disingkirkan, (8) pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulutNya dan akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali. (9) Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, (10) dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka. (11) Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, (12) supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan”.

Kalau antikristus tunggal ini datang, pasti akan datang juga masa kesukaran besar. Karena itu kita sebagai orang kristen harus bersiap sedia mulai sekarang, dengan jalan meningkatkan kerohanian / iman kita, supaya kalau saat itu tiba, kita bisa bertahan.

b) Yang bentuk jamak.

Kata ‘antikristus’ yang kedua ada dalam bentuk jamak (perhatikan juga kata ‘mereka’ dalam ay 19 yang menunjuk kepada orang-orang ini), dan mereka sudah datang. Mereka ini merupakan orang-orang yang mempersiapkan jalan bagi antikristus yang akan datang itu.

John Stott (Tyndale): “what John means is that the ‘many antichrists’ are forerunners of the one still to come” (= apa yang Yohanes maksudkan adalah bahwa ‘banyak antikristus’ itu merupakan pendahulu / orang-orang yang mempersiapkan jalan bagi satu antikristus yang masih akan datang) - hal 104.

Calvin: “John meant ... that some particular sects had already risen, which were forerunners of a future Antichrist; for Cerinthus, Basilides, Marcion, Valentinus, Ebion, Arius, and others, were members of that kingdom which the Devil afterwards raised up in opposition to Christ. Properly speaking, Antichrist was not yet in existence; but the mystery of iniquity was working secretly. But John uses the name, that he might effectually stimulate the care and solicitude of the godly to repel frauds” (= Yohanes memaksudkan ... bahwa sekte-sekte tertentu telah muncul, yang merupakan pendahulu / pemersiap jalan dari Antikristus yang akan datang; karena Cerinthus, Basilides, Marcion, Valentinus, Ebion, Arius, dan yang lainnya, adalah anggota-anggota dari kerajaan yang belakangan didirikan oleh setan untuk menentang Kristus. Berbicara secara benar, Antikristus itu belum ada; tetapi misteri kejahatan sedang bekerja secara diam-diam. Tetapi Yohanes menggunakan nama itu, supaya ia bisa secara effektif membangkitkan perhatian dan kekhawatiran dari orang-orang saleh untuk menolak / memukul mundur penipuan-penipuan) - hal 191.

Catatan: beberapa dari sekte-sekte yang disebutkan oleh Calvin ini belum ada pada jaman rasul Yohanes.

2) Gereja / orang-orang kristen pada saat itu sudah pernah mendengar peringatan tentang akan munculnya penyesat / antikristus.

Ay 18: ‘seperti yang telah kamu dengar’.

Ia berbicara tentang sesuatu yang sudah didengar / diketahui. Dari sini bisa disimpulkan bahwa orang-orang percaya pada abad pertama itu sudah mendapatkan ajaran dari semula bahwa akan ada penyesat-penyesat.

Calvin: “it was God’s will that his Church should be thus tried, lest any one knowingly and willingly should be deceived, and that there might be no excuse for ignorance. But we see that almost the whole world has been miserably deceived, as though not a word had been said about Antichrist” (= adalah kehendak Allah bahwa GerejaNya harus diuji seperti itu, supaya jangan seorangpun ditipu secara sadar dan sengaja, dan bahwa tidak ada alasan untuk ketidak-tahuan. Tetapi kita melihat bahwa hampir seluruh dunia telah ditipu secara menyedihkan, seakan-akan tidak ada satu katapun yang telah dikatakan tentang Antikristus) - hal 190.

Apa yang dikatakan Calvin ini tetap berlaku untuk jaman sekarang. Dalam Kitab Suci ada banyak peringatan tentang para penyesat, tetapi banyak sekali orang kristen yang dengan begitu mudah disesatkan, seakan-akan mereka belum pernah mendengar / membaca apapun tentang para penyesat itu! Misalnya:

a) Ada banyak peringatan dari Firman Tuhan tentang akan adanya nabi-nabi palsu yang melakukan banyak mujijat palsu (2Tes 2:1-12 Mat 24:24 Wah 13:13), tetapi tetap saja banyak orang kristen yang tergila-gila dan mempercayai seadanya mujijat!

b) Ada peringatan tentang nabi yang bernubuat tetapi tidak tergenapi (Ul 18:20-22), tetapi tetap saja banyak orang kristen yang tetap percaya pada seadanya nubuat, dan bahkan tetap percaya kepada ‘hamba-hamba Tuhan’ yang nubuatnya gagal.

Apa sebabnya bisa demikian? Mungkin karena mereka tidak menganggap serius peringatan dari Firman Tuhan. Ini jelas merupakan sikap yang bodoh. Kalau itu memang bukan sesuatu yang serius, Firman Tuhan tidak akan memperingatkan seakan-akan itu sesuatu yang serius! Apakah Firman Tuhan itu sekedar menakut-nakuti saja?

3) Antikristus-antikristus itu berasal dari kalangan Kristen, tetapi mereka hanya orang kristen KTP.

Ay 19: “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.

a) Antikristus-antikristus itu dulunya adalah orang kristen.

Ay 19a: ‘Memang mereka berasal dari antara kita’.

KJV: ‘They went out from us’ (= Mereka keluar dari kita).

Yunani: e]c h[mwn e]chlqan (EX HEMON EXELTHAN).

Perhatikan adanya kata Yunani EX (= EK), yang berarti ‘from’ (= dari) / ‘out of’ (= keluar dari), yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari kalangan Kristen.

Bdk. Kis 20:29-30 - “(29) Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. (30) Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka”.

Perhatikan bahwa ay 29nya berbicara tentang serangan dari luar, yang mungkin sekali berupa penganiayaan. Tetapi ay 30nya berbicara tentang serangan dari dalam, yaitu dalam bentuk penyesatan. Kalau saudara diminta memilih salah satu dari dua hal ini, kira-kira yang mana yang saudara pilih? Saya yakin bahwa kebanyakan orang kristen akan memilih yang kedua. Tetapi Hobbs mengatakan bahwa yang kedua ini lebih berbahaya bagi gereja dari yang pertama.

Herschel H. Hobbs: “An attack from without tends to draw Christians together, but heretics within the fellowship scatter the flock. Throughout history presecution from without has purged and strengthened the churches, but divisions and broken fellowship are the results of pretenders within them” (= Suatu serangan dari luar cenderung untuk mempersatukan orang-orang kristen, tetapi bidat di dalam persekutuan mencerai-beraikan domba-domba. Sepanjang sejarah penganiayaan dari luar memurnikan dan menguatkan gereja-gereja, tetapi perpecahan dan persekutuan yang rusak merupakan akibat / hasil dari orang-orang yang berpura-pura di dalam gereja) - hal 64-65.

b) Antikristus-antikristus itu dulunya hanya orang kristen KTP.

Ay 19c: “Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.

KJV: ‘they were not all of us’ (= mereka bukan semua dari kita).

RSV/NASB: ‘they all are not of us’ (= mereka semua bukan dari kita).

NIV: ‘none of them belong to us’ (= tidak ada dari mereka yang termasuk pada kita).

Bagian yang saya garis bawahi itu bisa diterjemahkan dengan 2 cara:

1. Mereka semua tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita (RSV/NIV/NASB).

Kalau diterjemahkan seperti ini, kata ‘mereka’ menunjuk kepada orang-orang yang keluar dan menjadi antikristus itu.

2. Tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita (TB1-LAI).

Kalau diterjemahkan seperti ini, kata ‘mereka’ menunjuk kepada orang-orang yang ada di dalam gereja. Jadi, tidak semua orang yang secara lahiriah Kristen, betul-betul adalah orang kristen.

Saya memilih pandangan pertama, karena dalam ayat ini kata ‘mereka’ dikontraskan dengan ‘kita’. Juga dalam ay 19a sudah dikatakan bahwa ‘mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita’. Jadi menurut saya, terjemahan Kitab Suci Indonesia ini salah.

Ini jelas menunjukkan bahwa antikristus-antikristus itu dulunya adalah orang kristen, tetapi mereka hanyalah orang kristen KTP.

Herschel H. Hobbs: “We should not see these as true Christians who were lost again. Rather, they were not Christians at all, but merely pretended to be such. One mark of true discipleship is perseverance in the faith. Failure to continue proves the falsity of one’s profession” (= Kita tidak boleh menganggap mereka ini sebagai orang-orang kristen sejati yang terhilang kembali. Sebaliknya, mereka bukan Kristen sama sekali, tetapi semata-mata berpura-pura untuk menjadi orang kristen. Salah satu tanda / ciri dari kemuridan yang sejati adalah ketekunan dalam iman. Kegagalan untuk meneruskan membuktikan kepalsuan dari pengakuan seseorang) - hal 65.

Bdk. ay 19b,c: “sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.

Bandingkan juga dengan Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.

Secara implicit ini menunjukkan bahwa kalau seseorang tidak tetap di dalam firman, ia bukan benar-benar murid.

John Stott (Tyndale): “‘He that shall endure unto the end, the same shall be saved’ (Mk. 13:13), not because salvation is the reward of endurance, but because endurance is the hall-mark of the saved” [= ‘Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya ia akan selamat’ (Mark 13:13), bukan karena keselamatan adalah upah dari ketekunan / ketahanan, tetapi karena ketekunan / ketahanan adalah tanda dari orang yang sudah diselamatkan] - hal 105.

Dalam Kitab Suci ada banyak ayat yang memerintahkan untuk bertahan sampai akhir, seperti:

a. Wah 2:10 - “Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan”.

b. Ibr 3:14 - “Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula”.

c. Ibr 10:38 - “Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’”.

d. 1Kor 15:2 - “Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu - kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya”.

Kita tidak boleh mengatakan, berdasarkan ayat-ayat ini, bahwa orang kristen yang sejati bisa murtad / tidak bertekun sampai akhir. Penafsiran yang benar: ayat-ayat ini hanya menunjukkan kewajiban kita. Jadi, sekalipun ada jaminan keselamatan dari Tuhan, kita mempunyai kewajiban untuk bertekun sampai akhir.

Kata-kata ‘jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita’ dalam ay 19b, jelas menunjukkan bahwa orang kristen yang sejati tidak mungkin bisa murtad. Semua ayat-ayat yang seolah-olah menunjukkan kemurtadan, harus ditafsirkan bersama-sama dengan bagian ini. Jadi, kita harus menganggap semua kemurtadan sebagai kemurtadan dari orang kristen KTP, bukan dari orang kristen yang sejati.

Selanjutnya, dari perumpamaan tentang lalang di antara gandum, dan juga dari alegory tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya, kita bisa menyimpulkan 1Yoh 2:19 tidak boleh diartikan bahwa semua orang kristen KTP itu suatu kali pasti akan keluar dari gereja. Bisa saja mereka bertahan di dalam sampai mati, tetapi mereka tetap bukan orang kristen yang sejati.

Dari semua ini jelas bahwa keberadaan seseorang dalam gereja, atau fakta bahwa seseorang adalah anggota suatu gereja, sama sekali tidak menjamin bahwa ia adalah orang kristen yang sejati, dan dengan demikian jelas juga tidak menjamin keselamatannya.

William Barclay mengutip kata-kata C. H. Dodd: “Membership of the Church is no guarantee that a man belongs to Christ and not to Antichrist” (= Keanggotaan Gereja bukanlah jaminan bahwa seseorang adalah milik Kristus dan bukan milik Antikristus) - hal 65.

Berapa persentase dari orang kristen KTP?

John Stott (Tyndale): “Perhaps most visible church members are also members of the invisible Church, the mystical body of Christ, but some are not” (= Mungkin kebanyakan anggota-anggota gereja yang kelihatan adalah juga anggota-anggota dari gereja yang tidak kelihatan) - hal 106.

Saya tidak mengerti bagaimana Stott bisa mengatakan ‘most’ (= kebanyakan)! Saya justru berpendapat sebaliknya! Ingat bahwa Roma Katolik saja sudah mencakup sekitar 60-70 % dari orang-orang kristen! Masih ditambah dengan banyaknya orang kristen Liberal, Kharismatik yang extrim, dan sekte-sekte lain. Karena itu, menurut saya sedikitnya 90 % anggota-anggota gereja bukan orang kristen yang sejati!

4) Ciri dari antikristus.

Ay 22-23: “(22) Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak. (23) Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengaku Anak, ia juga memiliki Bapa”.

Adam Clarke mengatakan bahwa siapapun yang menentang Kristus / Injil adalah antikristus. Dan perlu diingat bahwa sekalipun mereka menyangkal Kristus, tetapi seringkali mereka berpura-pura percaya kepada Kristus! Contoh yang jelas adalah Saksi-Saksi Yehuwa!

Herschel H. Hobbs: “The liar, then, is anyone who denies that Jesus is the Christ. This charge is directed at the Cerinthian Gnostics. ... Cerinthus taught that Christ neither was born nor did he die. The aeon Christ came upon Jesus at His baptism and left Him on the cross. Of course, this denied the deity of Jesus. To the Cerinthians Jesus was just a man, born naturally and had all the imperfections common to all men. Therefore, they distinguished between the historical Jesus and the Christ. To them even Christ was a created being who barely possessed any deity” (= Maka, pendusta itu adalah siapapun yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus. Tuduhan ini diarahkan kepada penganut Cerinthian Gnosticisme. ... Cerinthus mengajarkan bahwa Kristus itu tidak dilahirkan maupun mati. Kristus yang kekal datang kepada Yesus pada saat baptisanNya dan meninggalkan Dia pada kayu salib. Tentu saja, ini menyangkal keilahian Yesus. Bagi para pengikut Cerinthian Yesus hanyalah manusia biasa, dilahirkan secara biasa / alamiah dan mempunyai semua ketidak-sempurnaan yang umum dari semua manusia. Karena itu, mereka membedakan antara Yesus dari sejarah dan Kristus. Bagi mereka bahkan Kristus adalah makhluk ciptaan yang hampir tidak mempunyai keilahian apapun) - hal 68.

Pada abad 1-2 ada 2 ajaran sesat yang menolak keilahian Yesus:

a) Gnosticism.

Gnosticism ini mengajarkan sebagai berikut: Pada mulanya ada Allah dan matter (= zat / bahan / materi). Matter ini sudah ada sejak kekal, dan merupakan bahan mentah dari mana dunia / alam semesta diciptakan. Matter itu cacat dan tidak sempurna, sedangkan Allah itu adalah roh yang murni dan sempurna, dan karena itu Allah tidak bisa menyentuh matter. Karena itu, maka Allah tidak bisa menciptakan segala sesuatu.

Allah lalu mengeluarkan serangkaian / serentetan emanations (= emanasi / sesuatu yang keluar dari suatu sumber). Setiap emanasi makin jauh dari Allah, dan makin sedikit tahu tentang Allah. Sampai setengah jalan dari rangkaian emanasi itu, terdapat suatu emanasi yang sama sekali tidak kenal Allah. Selanjutnya ada emana­si yang bukan hanya tidak kenal Allah, tetapi juga memusuhi Allah. Dan pada akhir dari rangkaian emanasi itu, terdapat suatu emanasi yang sama sekali tidak mengenal Allah, dan juga memusuhi Allah secara total. Emanasi ini bisa menyentuh matter dan men­ciptakan alam semesta.

Lalu ajaran ini mengatakan bahwa emanasi itu adalah Yesus!

Apa yang bisa kita pelajari dari sini? Yang bisa kita pelajari adalah bahwa manusia tidak bisa mengenal Allah dengan benar, tanpa terang / pimpinan Roh Kudus dan Kitab Suci / Firman Tuhan! Gnosticism ini dilatar-belakangi oleh filsafat Yunani. Ahli-ahli filsafat itu adalah orang yang sangat pandai / ber-IQ tinggi! Tetapi, tanpa terang dan pimpinan Roh Kudus, dan tanpa Firman Tuhan, lihatlah ajaran yang bagaimana yang mereka hasilkan!

Karena itu kalau saudara ingin mengenal Allah / mendapatkan kebenaran, banyaklah belajar Kitab Suci / Firman Tuhan, dan banyaklah berdoa supaya Roh Kudus memimpin saudara untuk bisa mengertinya dengan benar.

b) Cerinthus.

Cerinthus mengajarkan bahwa Yesus adalah manusia biasa, anak Yusuf dan Maria. Tetapi pada saat baptisan, Kristus turun kepada Yesus, tetapi lalu meninggalkan Yesus lagi, sesaat sebelum penyaliban. Jadi ajaran sesat ini membedakan / memisahkan antara Yesus (manusia) dengan Kristus (ilahi), tetapi yang ilahi inipun hampir-hampir tidak mempunyai keilahian sama sekali.

Herschel H. Hobbs: “To deny the full humanity of Christ and full deity of Jesus is to shut off such an one from God altogether. As one has said, the God of such is the product of his imagination - an idol” (= Menyangkal kemanusiaan yang penuh dari Kristus dan keilahian penuh dari Yesus adalah menutup seseorang dari Allah sama sekali. Seperti dikatakan seseorang, Allah dari orang seperti itu merupakan hasil dari khayalannya - suatu berhala) - hal 69.

Calvin: “as Christ is the end of the law and the gospel, and has in himself all the treasures of wisdom and knowledge, so he is the mark at which all heretics level and direct their arrows. Therefore the Apostle does not, without reason, make those the chief impostors, who fight against Christ, in whom the full truth is exhibited to us” (= karena Kristus adalah tujuan dari hukum Taurat dan Injil, dan mempunyai dalam diriNya sendiri semua kekayaan dari hikmat dan pengetahuan, Ia merupakan sasaran terhadap mana semua orang-orang sesat menujukan dan mengarahkan anak-anak panah mereka. Karena itu sang Rasul bukannya tanpa alasan menganggap mereka yang melawan Kristus sebagai penipu utama, karena dalam Kristus kebenaran yang penuh dinyatakan kepada kita) - hal 196.

Calvin: “he asserts that the Father, no less than the Son, is denied by them; as though he had said, ‘They have no longer any religion, because they wholly cast away God.’ And this he afterwards confirms, by adding this reason, that the Father cannot be separated from the Son” (= ia menegaskan bahwa bukan hanya Anak, tetapi juga Bapa, disangkal oleh mereka; seakan-akan ia mengatakan: ‘Mereka tidak lagi mempunyai agama, karena mereka sepenuhnya membuang Allah’. Dan ini ia tegaskan setelahnya, dengan menambahkan alasan ini, bahwa Bapa tidak bisa dipisahkan dari Anak) - hal 196.

Calvin: “there is no right confession of God except the Father be acknowledged in the Son” (= tidak ada pengakuan yang benar tentang Bapa kecuali Bapa diakui dalam Anak) - hal 197.

Dari semua ini terlihat dengan jelas betapa pentingnya pengetahuan tentang Kristus. Juga mempelajari ajaran-ajaran yang menyimpang tentang diri Kristus.

II) Orang-orang yang tinggal.

Ay 20-21: “(20) Tetapi kamu telah beroleh pengurapan dari Yang Kudus, dan dengan demikian kamu semua mengetahuinya. (21) Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran”.

1) Orang-orang dalam ay 20-21 ini adalah orang-orang yang tetap tinggal dalam gereja.

Kata ‘tetapi’ pada awal ay 20 mengkontraskan antara orang-orang yang dibicarakan dalam ay 18-19 dengan orang-orang yang dibicarakan dalam ay 20-21. Jadi, kalau orang-orang dalam ay 18-19 itu keluar dari gereja dan menjadi antikristus-antikristus, maka orang-orang dalam ay 20-21 ini tetap tinggal dalam gereja.

2) Mengapa mereka bisa tinggal dalam gereja?

a) Adanya ‘pengurapan dari Yang Kudus’.

1. Kata ‘Yang Kudus’ menurut Herschel H. Hobbs menunjuk kepada Kristus.

2. Kata ‘pengurapan’ bahasa Yunaninya adalah KHRISMA, yang dalam seluruh Perjanjian Baru hanya muncul di sini dan dalam ay 27. Kata ini berasal dari kata Yunani KHRIO (= to anoint / mengurapi), dan kata KHRISTOS (= Kristus), yang artinya ‘yang diurapi’, juga berasal dari kata yang sama (Hobbs, hal 65-66).

Di sini, kata ‘mengurapi’ ini tidak menunjuk pada ‘tindakan mengurapi’, tetapi kepada ‘apa yang digunakan untuk mengurapi’, yaitu Roh Kudus.

Herschel H. Hobbs: “The ‘anointing’ does not refer to the act but to that with which one is anointed, such as anointing oil. It is used also as a metaphor for the Holy Spirit. ... through Christ the Christian is anointed with the Holy Spirit. ... the Christian anointing is for every believer” (= ‘Pengurapan’ ini tidak menunjuk pada tindakan mengurapi tetapi pada sesuatu dengan mana seseorang diurapi, seperti minyak untuk mengurapi. Ini juga digunakan untuk Roh Kudus. ... melalui Kristus orang kristen diurapi dengan Roh Kudus. ... pengurapan Kristen adalah untuk setiap orang percaya) - hal 66.

Adam Clarke: “The word xrisma (KHRISMA) signifies not an unction, but an ointment, the very thing itself by which anointing is effected” [= Kata xrisma (KHRISMA) bukan menunjuk pada suatu pengurapan, tetapi pada minyaknya, benda itu sendiri dengan mana pengurapan dilakukan] - hal 909.

Jadi, orang-orang ini telah diurapi dengan Roh Kudus oleh Kristus, dan ini yang menyebabkan mereka bisa bertekun dalam ikut Tuhan. Tetapi ini tidak berarti bahwa kita boleh hidup semau gue, dengan pemikiran bahwa kita toh akan dijaga oleh Tuhan. Kita juga harus berusaha secara maximal untuk terus ikut Tuhan.

b) Karena mereka tahu Firman Tuhan.

Yohanes memperingatkan orang-orang kristen itu tentang suatu hal yang sudah mereka ketahui.

Ay 20-21: “(20) Tetapi kamu telah beroleh pengurapan dari Yang Kudus, dan dengan demikian kamu semua mengetahuinya. (21) Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran”.

Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi dalam ay 20 itu.

Terjemahan dari RSV/NIV/NASB sama dengan Kitab Suci Indonesia.

RSV/NASB: ‘you all know’ (= kamu semua tahu).

NIV: ‘all of you know’ (= semua kamu mengetahui).

Tetapi KJV menterjemahkan secara berbeda.

KJV: ‘ye know all things’ (= kamu mengetahui semua hal / segala sesuatu).

1. Kata-kata ‘segala sesuatu’ ini harus diartikan sesuai dengan kontextnya.

Calvin mengatakan (hal 194) bahwa kata-kata ‘all things’ (= semua hal / sesuatu) dalam ay 20 (KJV) tidak diartikan dalam arti yang luas tetapi harus dibatasi sesuai dengan subyek yang dipersoalkan di sini, yaitu tentang munculnya antikristus-antikristus.

2. Mereka tahu karena pencerahan dari Roh Kudus.

Kalau dalam ay 20 dikatakan ‘kamu telah beroleh pengurapan dari Yang Kudus’, ini menunjukkan bahwa mereka bisa mengetahui segala sesuatu itu, bukan karena ketajaman / kecerdasan dari pikiran mereka sendiri, tetapi karena terang / pencerahan dari Roh Kudus. Demikian juga kalau kita bisa mempunyai perngertian yang baik tentang kebenaran, itu disebabkan karena pekerjaan Roh Kudus. Karena itu jangan menyombongkan / membanggakan pengertian tersebut, tetapi gunakanlah untuk kemuliaan Tuhan.

3) Yohanes memberi banyak peringatan kepada orang-orang yang tetap tinggal dalam gereja ini.

a) Mereka harus hati-hati terhadap dusta dari antikristus-antikristus, dan mereka harus hati-hati terhadap para penyesat.

1. Dusta dari antikristus-antikristus.

Ay 21-22: “(21) Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran. (22) Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak”.

Herschel H. Hobbs: “The most vicious of all lies is one which contains a half-truth. Reasonable people can spot a whole lie with little difficulty. However, if a statement is half-lie and half-truth, one is more likely to accept the lie rather than the truth. Many lies gain entrance into one’s heart by riding on the coat tail of a bit of truth. This is a favorite trick of heretics. They make a statement which will not stand up by itself. But then they quote a verse of scripture - out of context - so that to the unwary it seems to support the lie” (= Yang paling jahat dari semua dusta adalah dusta yang mengandung setengah kebenaran. Orang-orang yang mempunyai logika, tanpa kesukaran bisa melihat suatu dusta yang utuh. Tetapi, jika suatu pernyataan setengah dusta dan setengah benar, seseorang lebih mudah untuk menerima dustanya dari pada kebenarannya. Banyak dusta masuk ke dalam hati seseorang dengan naik ekor jubah / jas dari sedikit kebenaran. Ini merupakan tipuan favorit dari orang-orang sesat / bidat. Mereka membuat suatu pernyataan yang tidak akan bisa berdiri sendiri. Tetapi mereka lalu mengutip satu ayat dari Kitab Suci - keluar dari kontextnya - sehingga bagi orang-orang yang tidak waspada, itu kelihatannya mendukung dusta tersebut) - hal 66-67.

Contoh yang menyolok dari antikristus adalah Saksi-Saksi Yehuwa. Dengan menunggang sedikit kebenaran, atau dengan berkedokkan sedikit kebenaran, seperti pengakuan mereka bahwa Yesus adalah Kristus / Anak Allah, mati disalib untuk dosa manusia, dsb, mereka mau mendustai kita, dan mau memasukkan ajaran sesat mereka, yang menyatakan bahwa:

a. Yesus hanya suatu allah, malaikat Mikhael, dan sebagainya.

b. Allah hanya satu Pribadi, dan esa secara mutlak, bukan Tritunggal.

c. Roh Kudus bukan suatu pribadi, dan bukan Allah, tetapi hanya kuasa / tenaga dari Allah.

d. Keselamatan bukan hanya karena iman, tetapi karena gabungan iman + perbuatan baik.

e. Dan sebagainya.

2. Penyesatan oleh para penyesat.

Ay 26: “Semua itu kutulis kepadamu, yaitu mengenai orang-orang yang berusaha menyesatkan kamu”.

Ayat ini berbicara tentang orang-orang yang berusaha menyesatkan kamu. Dalam setiap jaman selalu ada orang-orang seperti ini, tetapi makin dekat dengan akhir jaman, makin banyak. Saksi-Saksi Yehuwa jelas termasuk di antara orang-orang seperti itu.

Calvin: “When we hear that he wrote concerning seducers (v 26), we ought always to bear in mind, that it is the duty of a good and diligent pastor not only to gather a flock, but also to drive away wolves: for what will it avail to proclaim the pure gospel, if we connive at the impostures of Satan? No one, then, can faithfully teach the Church, except he is dilligent in banishing errors whenever he finds them spread by seducers” [= Pada waktu kita mendengar bahwa ia menulis tentang para pembujuk / penyesat (ay 26), kita harus selalu ingat bahwa merupakan kewajiban dari pendeta yang baik dan rajin bukan hanya untuk mengumpulkan kawanan domba, tetapi juga mengusir serigala-serigala: karena apa gunanya memproklamirkan Injil yang murni jika kita membiarkan penipuan / penyesatan setan? Karena itu, tidak seorangpun bisa mengajar Gereja dengan setia, kecuali ia rajin dalam membuang kesalahan-kesalahan, kapanpun ia menemukan kesalahan-kesalahan itu disebarkan oleh penyesat-penyesat] - hal 199.

Penerapan: tentang ajaran Saksi Yehuwa di gereja lain, ada yang mengatakan: ‘belajar kok yang sesat?’. Ini bodoh, karena kalau tidak tahu tentang yang sesat, maka:

· kita lebih mudah untuk disesatkan.

· kita tidak bisa berguna untuk orang yang disesatkan.

b) Sekalipun mereka sudah mengerti, mereka tetap harus mendengar.

Ay 21: “Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran”.

Bdk. Ro 15:14-15 - “(14) Saudara-saudaraku, aku sendiri memang yakin tentang kamu, bahwa kamu juga telah penuh dengan kebaikan dan dengan segala pengetahuan dan sanggup untuk saling menasihati. (15) Namun, karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Allah kepadaku, aku di sana sini dengan agak berani telah menulis kepadamu untuk mengingatkan kamu, ...”.

Karena itu maulah mendengar apa yang saudara sudah tahu!

Calvin: “Experience teaches us how fastidious the ears of men are. Such fastidiousness ought indeed to be far away from the godly; it yet behoves a faithful and wise teacher to omit nothing by which he may secure a hearing from all. ... The Apostle by this praise did at the same time stimulate his readers, because they who were endued with the gift of knowledge, had less excuse if they did not surpass others in their proficiency” (= Pengalaman mengajar kita betapa cerewet / suka pilih-pilihnya telinga orang-orang. Kecerewetan / suka pilih-pilih seperti itu seharusnya jauh dari orang-orang saleh; tetapi merupakan suatu keharusan bahwa seorang guru yang setia dan bijaksana tidak menghapuskan apapun dengan mana ia bisa memastikan pendengaran bagi semua. ... Dengan pujian ini sang Rasul pada saat yang sama merangsang para pendengarnya, karena mereka yang telah diberi karunia pengetahuan, mempunyai lebih sedikit alasan / dalih, jika mereka tidak melampaui orang-orang yang lain dalam keahlian / kemajuan mereka) - hal 193.

Dari kata-kata Calvin ini ada 2 hal yang perlu diperhatikan:

1. Jangan cerewet dalam mendengar Firman Tuhan. Jangan hanya mau mendengar Firman Tuhan yang enak / menyenangkan, tetapi carilah Firman Tuhan yang berguna. Banyak orang tidak mau belajar tentang Saksi Yehuwa, padahal itu sesuatu yang sangat berguna! Berusahalah belajar Firman Tuhan sedemikian rupa sehingga saudara menjadi orang yang lebih berguna bagi Tuhan.

2. Makin saudara mempunyai banyak pengertian, makin saudara tidak mempunyai alasan untuk tidak maju. Kitab Suci memang berbicara tentang orang-orang terdahulu yang kemudian menjadi orang-orang yang terakhir, tetapi janganlah saudara mau menjadi orang-orang seperti itu.

Mark 10:31 - “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.’”.

c) Mereka harus berpegang pada kebenaran / Injil yang sudah mereka terima dari semula.

Ay 24-25: “(24) Dan kamu, apa yang telah kamu dengar dari mulanya, itu harus tetap tinggal di dalam kamu. Jika apa yang telah kamu dengar dari mulanya itu tetap tinggal di dalam kamu, maka kamu akan tetap tinggal di dalam Anak dan di dalam Bapa. (25) Dan inilah janji yang telah dijanjikanNya sendiri kepada kita, yaitu hidup yang kekal”.

Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa kata-kata ‘apa yang telah kamu dengar dari mulanya’ menunjuk pada Injil. Jadi, di sini Yohanes menyuruh pembacanya untuk bertekun dalam iman / Injil.

Bdk. Gal 1:6-7 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus”.

Calvin mengomentari kata-kata ‘dari mulanya’ dengan berkata bahwa ini tidak berarti bahwa kita harus terus berpegang pada ajaran yang pernah kita terima, karena ini bukan ketekunan, tetapi sikap tegar tengkuk. Hanya kalau ajaran yang pernah kita terima itu betul-betul berdasarkan Firman Tuhan maka kita boleh / harus bertekun di dalamnya.

Calvin: “The Papists boast of ‘a beginning,’ because they have imbibed their superstitions from childhood. Under this pretence they allow themselves obstinately to reject the plain truth. Such perverseness shews to us, that we ought always to begin with the certainty of truth” (= Para pengikut Paus / Katolik membanggakan tentang ‘suatu permulaan’, karena mereka telah meminum takhyul-takhyul mereka dari masa kanak-kanak. Dengan kepura-puraan ini mereka mengijinkan diri mereka sendiri untuk menolak kebenaran yang jelas dengan cara yang tegar tengkuk. Penyimpangan seperti itu menunjukkan kepada kita bahwa kita harus selalu mulai dengan kepastian dari kebenaran) - hal 198.

Calvin: “The sum of what is said is, that we cannot live otherwise than by nourishing to the end the seed of life sown in our hearts. John insists much on this point, that not only the beginning of a blessed life is to be found in the knowledge of Christ, but also its perfection” (= Ringkasan / kesimpulan dari apa yang dikatakan adalah bahwa kita tidak bisa hidup dengan cara lain kecuali dengan memelihara / memberi makan sampai akhir benih kehidupan yang ditaburkan dalam hati kita. Yohanes sangat berkeras dalam hal ini, bahwa dalam pengenalan terhadap Kristus ditemukan bukan hanya permulaan dari kehidupan yang diberkati, tetapi juga penyempurnaannya) - hal 199.

d) Mereka membutuhkan pengajaran Firman Tuhan terus menerus.

Ay 27: “Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari padaNya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapanNya mengajar kamu tentang segala sesuatu - dan pengajaranNya itu benar, tidak dusta - dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia”.

1. Ini tidak boleh diartikan bahwa mereka sudah tidak perlu belajar Firman Tuhan lagi. Ini hanya menunjukkan bahwa mereka sudah bukan orang-orang bodoh lagi, yang sama sekali tidak tahu apa-apa. Ini juga merupakan suatu pengakuan bahwa Roh Kudus bisa mengajar mereka secara langsung.

Tetapi baik Herschel H. Hobbs maupun Adam Clarke, mengatakan bahwa dalam kata-kata ‘tidak perlu kamu diajar oleh orang lain’ ini, kata-kata ‘orang lain’ menunjuk kepada para penganut Gnosticisme, yang sangat membanggakan pengetahuan.

Tetapi semua setuju bahwa ayat ini sama sekali tidak boleh diartikan bahwa orang kristen tidak lagi perlu diajar orang lain.

Calvin: “He did not ascribe to them so much wisdom, as to deny that they were the scholars of Christ. ... Absurdly, then, do fanatical men lay hold on this passage, in order to exclude from the Church the use of the outward ministry. ... no one knew so much, that there was no room for progress” (= Ia tidak mengatakan bahwa mereka mempunyai begitu banyak hikmat sehingga tidak perlu menjadi murid Kristus. ... Karena itu, merupakan sesuatu yang menggelikan kalau ada orang-orang fanatik yang memegang text ini, untuk membuang dari Gereja penggunaan dari pelayanan luar. ... tidak seorangpun yang tahu begitu banyak, sehingga tidak bisa maju lagi) - hal 200.

Adam Clarke: “St. John does not say that those who had once received the teaching of the Divine Spirit had no farther need of the ministry of the Gospel; ... No man, howsoever holy, wise, or pure, can ever be in such a state as to have no need of the Gospel ministry; they who think so give the highest proof that they have never yet learned of Christ or his Spirit” (= Santo Yohanes tidak mengatakan bahwa mereka yang pernah menerima pengajaran dari Roh Ilahi tidak mempunyai kebutuhan lebih lanjut terhadap pelayanan dari Injil; ... Tidak ada orang, bagaimanapun kudus, bijaksana, atau murninya, bisa berada dalam keadaan sedemikian rupa sehingga tidak membutuhkan pelayanan Injil; mereka yang mengira demikian, memberikan bukti yang tertinggi bahwa mereka belum pernah belajar tentang Kristus atau RohNya) - hal 911.

Ilustrasi: Tidak ada orang yang sesehat / sekuat apapun, yang tidak butuh makan. Makin seseorang tidak suka makan, makin itu menunjukkan bahwa ia butuh makan.

2. Ay 27 itu berbicara baik tentang pengurapan (Roh Kudus) maupun pengajaran.

John Stott (Tyndale): “Here, then, are the two safeguards against error - the apostolic Word and the anointing Spirit (cf. Is. 59:21). ... ‘You heard’ (ekousate, 24) the Word, ... ‘you received’ (elabete, 27) the Spirit, ... The Word is an objective safeguard, while the anointing of the Spirit is a subjective experience; but both the apostolic teaching and the Heavenly Teacher are necessary for continuance in the truth. ... This is the biblical balance too seldom preserved by men. Some honour the Word and neglect the Spirit who alone can interpret it; others honour the Spirit but neglect the Word out of which He teaches” [= Maka di sini ada dua perlindungan terhadap kesalahan - Firman rasuli dan Roh yang mengurapi (bdk. Yes 59:21). ... ‘Kamu telah mendengar’ (ekousate, ay 24) Firman, ... ‘kamu telah menerima’ (elabete, ay 27) Roh, ... Firman merupakan perlindungan yang obyektif, sementara pengurapan Roh merupakan pengalaman yang subyektif; tetapi baik pengajaran rasuli maupun Guru Surgawi adalah perlu untuk terus berada dalam kebenaran. ... Ini merupakan keseimbangan alkitabiah yang terlalu jarang dipelihara oleh manusia. Sebagian menghormati Firman dan mengabaikan Roh, padahal hanya Roh yang bisa menafsirkan Firman itu; yang lain menghormati Roh tetapi mengabaikan Firman, dari mana Roh itu mengajar] - hal 114-115.

Yes 59:21 - “Adapun Aku, inilah perjanjianKu dengan mereka, firman TUHAN: RohKu yang menghinggapi engkau dan firmanKu yang Kutaruh dalam mulutmu tidak akan meninggalkan mulutmu dan mulut keturunanmu dan mulut keturunan mereka, dari sekarang sampai selama-lamanya, firman TUHAN”.

e) Mereka harus tinggal di dalam Kristus.

Ay 28: “Maka sekarang, anak-anakku, tinggallah di dalam Kristus, supaya apabila Ia menyatakan diriNya, kita beroleh keberanian percaya dan tidak usah malu terhadap Dia pada hari kedatanganNya”.

1. Kata-kata ‘tinggallah’ merupakan kata perintah bentuk present, dan itu berarti hal itu harus dilakukan terus menerus.

Ini tentunya dilakukan dengan banyak bersekutu (melalui doa dan Firman Tuhan), dan juga melalui ketaatan kepada Tuhan / FirmanNya.

2. Kata-kata ‘hari kedatanganNya’ pada akhir ay 28 jelas menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya.

Herschel H. Hobbs: “The fact of this event is certain, but the time is not” (= Fakta dari peristiwa ini adalah pasti, tetapi saatnya tidak) - hal 72.

Catatan: tidak pasti dari sudut pandang manusia, tetapi dari sudut pandang Allah, tentu saja saatnya juga pasti.

Allah tidak akan memberitahukan hal ini dengan cara apapun. Tujuannya supaya kita siap setiap saat.

3. Secara implicit, ay 28 ini menunjukkan bahwa kalau saudara tidak berusaha untuk tetap tinggal dalam Kristus, saudara akan malu terhadap Kristus pada hari kedatanganNya.

f) Mereka harus berbuat kebenaran sebagai bukti bahwa mereka betul-betul adalah orang percaya.

Ay 29: “Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari padaNya”.

Ayat ini menekankan bahwa orang kristen yang sejati pasti akan berbuat kebenaran.

Kesimpulan / penutup.

Kita bisa tinggal dalam gereja / Kristus, memang karena pekerjaan Roh Kudus. Tetapi kita tetap perlu untuk berjuang, yaitu dengan:

· berhati-hati dengan ajaran sesat.

· berpegang pada kebenaran yang sudah kita terima dari semula.

· terus belajar Firman Tuhan.

· mendekat / tinggal dalam Kristus.

· mentaati Tuhan / melakukan kebenaran.

Maukah saudara melakukan semua itu?

I YOHANES 3:1-10

1Yoh 3:1-10 - “(1) Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. (2) Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya. (3) Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci. (4) Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah. (5) Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa. (6) Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia. (7) Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar; (8) barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu. (9) Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah. (10) Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya”.

I) Orang kristen sebagai anak Allah.

1) Kita bisa menjadi anak-anak Allah karena kasih karunia Allah.

Ay 1a: “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah”.

Catatan: Bagian yang saya garis bawahi dobel, tidak ada dalam KJV karena KJV menggunakan manuscript yang tidak mempunyai bagian ini. Pada umumnya bagian ini dianggap asli.

Calvin mengatakan bahwa ay 1a ini menunjukkan bahwa kita bisa menjadi anak-anak Allah karena kasih karunia Allah. Orang Arminian mengatakan bahwa kita dipilih Allah karena Allah melihat lebih dulu sesuatu yang baik yang akan ada dalam diri kita. Tetapi kalau demikian halnya, maka itu bukan kasih karunia Allah. Disamping itu ajaran Arminian tersebut bertentangan dengan Ro 9:10-13 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.

Hal ini seharusnya memotivasi / mendorong kita untuk mengasihi Allah, dan mewujudkan kasih kepada Allah itu dengan menguduskan kehidupan kita.

2) Keadaan anak-anak Allah sekarang.

Fakta bahwa kita adalah anak-anak Allah seringkali tidak terlihat pada saat ini.

Ay 1b-2a: “(1b) Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. (2a) Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak”.

Bagian yang saya garis bawahi itu oleh NIV diterjemahkan sebagai berikut: ‘and what we will be has not yet been made known’ (= dan kita akan jadi apa, belum dinyatakan).

a) Ay 1bnya menunjukkan bahwa sekalipun kita adalah anak-anak Allah tetapi dunia tidak mengakui hal itu dan tidak memperlakukan kita sebagai anak-anak Allah, karena dunia tidak mengenal Allah.

Bdk. Yoh 16:1-3 - “(1) ‘Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. (2) Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku”.

b) Setan bekerja sedemikian rupa sehingga mengaburkan fakta ini.

Calvin: “Hence it can hardly be inferred from our present state that God is a Father to us, for the devil so contrives all things as to obscure this benefit” (= Karena itu hampir tidak bisa disimpulkan dari keadaan kita sekarang ini bahwa Allah adalah Bapa kita, karena setan mengatur segala sesuatu sehingga mengaburkan keuntungan ini) - hal 204.

Calvin: “our present condition is very short of the glory of God’s children; for as to our body we are dust and a shadow, and death is always before our eyes; we are also subject to thousand miseries, and the soul is exposed to innumerable evils; so that we find always a hell within us” (= keadaan kita sekarang ini sangat jauh dari kemuliaan dari anak-anak Allah; karena berkenaan dengan tubuh kita, kita adalah debu dan bayangan, dan kematian selalu ada di depan mata kita; kita juga menjadi sasaran dari seribu kesengsaraan, dan jiwa terbuka terhadap kejahatan / bencana yang tak terhitung banyaknya; sehingga kita selalu menjumpai neraka dalam diri kita) - hal 204.

c) Karena itu Calvin mengatakan (hal 204) bahwa kita tidak boleh mengarahkan pikiran kita pada hal-hal yang sekarang ini supaya kesengsaraan-kesengsaraan jangan menggoncangkan iman kita. Kita harus memandang dan percaya pada apa yang belum terlihat.

3) Keadaan anak-anak Allah nanti.

Pada saat Yesus datang keduakalinya, kita akan menjadi seperti Dia.

Ay 2b: “akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya”.

a) Yang dimaksud dengan ‘Kristus menyatakan diriNya’ jelas adalah kedatangan Yesus yang keduakalinya.

b) Perhatikan kata-kata ‘kita akan menjadi sama seperti Dia’.

Kata ‘sama’ seharusnya tidak ada.

KJV: ‘we shall be like him’ (= kita akan seperti Dia).

Tentu kita tidak menjadi setara dengan Dia / menjadi Allah.

Calvin mengatakan bahwa kita tidak akan menjadi setara dengan Dia, karena harus ada perbedaan antara kepala dan anggota-anggota tubuh. Sang rasul mengatakan bahwa kita akan seperti Dia karena Ia akan mengubah tubuh kita yang hina sehingga menjadi seperti tubuhNya yang mulia.

Bdk. Fil 3:21 - “yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang mulia, menurut kuasaNya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diriNya”.

c) “sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya”.

1. ‘sebab’.

Calvin menafsirkan kata ‘sebab’ bukan sebagai ‘cause’ (= penyebab), tetapi sebagai ‘effect’ (= akibat). Jadi, pada saat kita menjadi seperti Dia, maka kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya. Kata Yunani yang digunakan adalah HOTI, yang bisa berarti ‘because’ (= sebab), tetapi bisa juga berarti ‘that’ (= sehingga / supaya).

Tetapi John Stott menganggap bahwa pada saat kita melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya, maka kita akan menjadi seperti Dia.

2. ‘kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya’.

a. Memang orang kafir / tidak percaya juga akan melihat Dia, tetapi mereka melihat Dia sebagai Hakim yang mengerikan, sedangkan kita melihat Dia sebagai teman.

b. Sekarangpun kita ‘melihat’ Dia, tetapi kita melihat Dia hanya secara samar-samar. Nanti kita akan melihat Dia apa adanya.

1Kor 13:12 - “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal”.

d) Ini bukan hanya merupakan suatu kemungkinan tetapi suatu kepastian.

Ini terlihat dari:

1. Kata ‘tahu’ dalam ay 2b - “akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya”.

2. Kata ‘pengharapan’ dalam ay 3.

Ay 3: “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci”.

Dalam Kitab Suci kalau kata ‘pengharapan’ digunakan dalam arti seperti ini, maka kata itu memang tidak berarti sebagai suatu pengharapan yang tidak pasti (bdk. Kis 24:15 26:7 28:20 Ro 8:21,24 1Kor 15:19 Ef 1:18 Kol 1:5,23,27 Tit1:2 2:13 3:7 Ibr 10:23).

Di sini saya hanya memberikan 2 ayat saja.

Tit 1:2 - “dan berdasarkan pengharapan akan hidup yang kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh Allah yang tidak berdusta”.

Ibr 10:23 - “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia”.

John Stott (Tyndale): “This is not an uncertain hope, like the hopes of men, because it is grounded upon the promise of Christ (cf. Heb. 10:23), and we know (verse 2) the truth for which we hope” [= Ini bukan pengharapan yang tidak pasti, seperti pengharapan dari manusia, karena ini didasarkan pada janji Kristus (bdk. Ibr 10:23), dan kita tahu (ay 2) kebenaran yang kita harapkan] - hal 120.

e) Setiap orang yang mempunyai pengharapan untuk melihat Kristus dan menjadi seperti Kristus, harus menyucikan dirinya.

Ay 3: “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci”.

II) Orang kristen ‘tidak bisa berbuat dosa’.

1) Ay 4-7: “(4) Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah. (5) Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa. (6) Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia. (7) Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar”.

a) Ay 4: “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah”.

1. ‘Berbuat dosa’.

Ini ada dalam present tense, dan Calvin menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘berbuat dosa’ di sini bukanlah kalau seorang anak Tuhan jatuh ke dalam dosa, tetapi kehidupan di dalam dosa / kehidupan yang terus berdosa.

Bdk. Yoh 8:34 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat (present participle) dosa, adalah hamba dosa”.

Herschel H. Hobbs: “the present tense in Greek carries the force of habitual sinning” (= present tense dalam bahasa Yunaninya membawa arti berdosa sebagai suatu kebiasaan) - hal 82.

2. Kata Yunani yang diterjemahkan ‘pelanggaran hukum Allah’ / ‘melanggar hukum Allah’ adalah ANOMIA, yang arti hurufiahnya adalah ‘no law’ (= tidak ada hukum) atau ‘lawlessness’ (= ke-tidak-ada-an hukum).

Kata ‘melanggar’ (ini seharusnya ‘melakukan lawlessness’) juga ada dalam present tense, dan karena itu Herschel H. Hobbs menterjemahkan ay 4 ini sebagai berikut: “Every one having the habit of doing sin, also has the habit of doing lawlessness, and sin is lawlessness” (= Setiap orang yang mempunyai kebiasaan berbuat dosa, juga mempunyai kebiasaan melakukan ke-tidak-ada-an hukum, dan dosa adalah ke-tidak-ada-an hukum).

3. Maksud Yohanes dengan ay 4 ini.

Calvin: “he means simply to teach us, that sin arises from a contempt of God, and that by sinning, the law is violated” (= ia hanya bermaksud untuk mengajar kita bahwa dosa muncul dari suatu perasaan jijik / sikap memandang rendah terhadap Allah, dan bahwa dengan berbuat dosa, hukum dilanggar) - hal 208.

John Stott (Tyndale): “today the truth about sin is concealed by euphemisms, and our sins become mere ‘peccadilloes’, ‘temperamental weaknesses’ or ‘personality problems’. In contrast to such underestimates of sin, John declares that it is not just a negative failure ... but essentially an active rebellion against God’s will and violation of His holy law” (= pada jaman sekarang kebenaran tentang dosa disembunyikan oleh ungkapan-ungkapan pelembut, dan dosa-dosa kita menjadi sekedar ‘dosa-dosa kecil’, ‘kelemahan temperamental’ atau ‘problem kepribadian’. Bertentangan dengan peremehan dosa seperti itu, Yohanes menyatakan bahwa itu bukan hanya suatu kegagalan yang negatif ... tetapi secara hakiki suatu pemberontakan aktif terhadap kehendak Allah dan pelanggaran terhadap hukumNya yang kudus) - hal 122.

John Stott (Tyndale): “It is important to acknowledge this, because the first step towards holy living is to recognize the true nature and wickedness of sin” (= Adalah penting untuk mengakui ini, karena langkah pertama menuju kehidupan yang kudus adalah mengenali hakekat yang sebenarnya dan kejahatan dari dosa) - hal 122.

b) Ay 5: “Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa”.

1. “Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa”.

Kata ‘menyatakan diriNya’ di sini menunjuk pada kedatangan Yesus yang pertama dan mencakup kematianNya pada kayu salib.

Bdk. Yoh 1:29 - “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia”.

2. “dan di dalam Dia tidak ada dosa”.

Digunakan present tense di sini, dan John Stott (hal 123) mengatakan bahwa ini disebabkan karena Yohanes tidak bermaksud untuk menunjuk pada keberadaan Kristus sebelum lahir, atau pada saat Kristus menjadi manusia, atau pada saat Kristus sudah ada di surga, tetapi menunjuk kepada sifat dasarNya yang hakiki dan kekal.

c) Ay 6: “Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia”.

1. Kata ‘berbuat dosa’ lagi-lagi ada dalam present tense, dan karena itu harus diartikan ‘berbuat dosa terus menerus’ atau ‘berbuat dosa sebagai kebiasaan’.

NIV: ‘No one who lives in him keeps on sinning. No one who continues to sin has either seen him or known him’ (= Tidak seorangpun yang hidup di dalam Dia terus menerus berbuat dosa. Tidak seorangpun yang terus berbuat dosa telah melihat atau mengenal Dia).

Herschel H. Hobbs: “The verbs for ‘sinning’ are present tenses expressing repeated action in the present time. ... whosoever makes sinning the habit of life has never (past or present) had a vital contact with Christ” [= Kata-kata kerja untuk ‘berbuat dosa’ ada dalam bentuk present yang menyatakan tindakan yang berulang-ulang pada masa sekarang. ... siapapun yang membuat dosa sebagai kebiasaan dari kehidupan tidak pernah (lampau dan sekarang) mempunyai kontak yang hidup dengan Kristus] - hal 85.

2. Kata-kata ‘tidak melihat dan tidak mengenal Dia’ artinya ‘tidak percaya kepada Kristus’.

Orang-orang seperti itulah yang berbuat dosa terus menerus. Sebaliknya, orang kristen pasti menyucikan dirinya.

John Stott (Tyndale): “Not until He appears in glory shall we ‘see him as he is’ (verse 2); yet every Christian has seen Him with the eye of faith. And the sight of Christ, both in present experience and in future prospect, is a strong incentive to holiness. These verses teach the utter incongruity of sin in the Christian” [= Baru pada saat Ia muncul dalam kemuliaan kita akan melihatNya sebagaimana adanya Dia (ay 2); tetapi setiap orang Kristen telah melihatNya dengan mata iman. Dan penglihatan tentang Kristus, baik pada pengalaman masa kini maupun pada masa yang akan datang, merupakan suatu dorongan kepada kekudusan. Ayat-ayat ini mengajar ketidak-pantasan sepenuhnya dari dosa dalam diri orang kristen] - hal 123.

d) Ay 7: “Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar”.

Ini merupakan present imperative, dan itu berarti bahwa perintah ini harus dilakukan terus menerus.

Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa penyesat yang dimaksudkan oleh Yohanes adalah para pengikut Gnosticisme, yang menganggap bahwa tubuh tidak mempengaruhi roh.

John Stott (Tyndale): “The false teachers, ... were seeking to lead them astray, not only theologically (2:26) but morally as well. ... The heretics appear to have indulged in the subtly perverse reasoning that somehow you could ‘be’ righteous without necessarily bothering to ‘practice’ righteousness” [= Guru-guru palsu, ... berusaha untuk menyesatkan mereka, bukan hanya secara theologis (2:26) tetapi juga secara moral. ... Orang-orang sesat / bidat itu kelihatannya menuruti kata hati mereka dalam pemikiran jahat yang licik bahwa entah bagaimana engkau bisa menjadi benar tanpa harus bersusah-susah untuk mempraktekkan kebenaran] - hal 124.

2) Ay 8-10 - “(8) barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu. (9) Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah. (10) Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya”.

a) Ay 8: “barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu”.

1. “barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis”.

a. Kata ‘berbuat’ lagi-lagi merupakan present tense, yang menunjukkan tindakan terus menerus / kebiasaan.

b. Dari ayat ini Calvin mengatakan (hal 211) bahwa tidak ada keadaan di tengah-tengah. Atau seseorang adalah milik Kristus, yaitu kalau ia berbuat kebenaran (ay 7), atau seseorang adalah milik setan, yaitu kalau ia berbuat dosa (ay 8).

2. “sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya”.

Kata-kata ‘dari mulanya’ / ‘from the beginning’ tidak sama dengan ‘Beginning’ dalam Yoh 1:1, yang betul-betul menunjuk pada kekekalan. Yang di sini menunjuk pada saat kejatuhan setan (malaikat).

3. “Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu”.

a. Kata ‘menyatakan diri’ di sini juga menunjuk pada kedatangan Yesus yang pertama dan mencakup kematian pada salib.

b. Calvin berkata (hal 212) bahwa mereka dalam siapa dosa berkuasa tidak bisa dianggap sebagai anggota-anggota dari Kristus, karena dimanapun Kristus menyatakan kuasaNya, Ia mengusir setan maupun dosa.

b) Ay 9: “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah”.

1. Ada bermacam-macam penafsiran tentang ungkapan ‘tidak berbuat dosa lagi’ / ‘tidak dapat berbuat dosa’ dalam ay 9 ini (juga dalam ay 6,8).

a. Ayat-ayat ini dipakai oleh orang-orang tertentu untuk mengajarkan ‘Perfectionisme’, yang mengatakan bahwa dalam hidup ini orang kristen bisa mencapai kesucian yang sempurna.

Perfectionisme jelas salah karena bertentangan dengan 1Yoh 1:8,10 - “(8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. ... (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.

Calvin: “all those who dream of a perfection of this kind, sufficiently shew what stupid conscience they must have” (= semua mereka yang bermimpi tentang suatu kesempurnaan dari jenis ini, menunjukkan secara cukup betapa bodoh hati nurani yang mereka miliki) - hal 212.

b. Dosa yang dimaksudkan adalah dosa-dosa yang hebat / besar.

Ini jelas salah, karena kata ‘dosa’ di sini digunakan dalam arti umum, bukan spesifik.

c. Ada yang menganggap bahwa apa yang dianggap sebagai dosa oleh Allah dalam diri orang yang tidak percaya, tidak dianggap demikian oleh Allah dalam diri orang percaya.

Ini jelas juga salah, karena Allah tidak mungkin mempunyai standard ganda seperti itu.

d. Ada yang membedakan manusia lama dan manusia baru, dan mengatakan bahwa manusia lama memang terus berbuat dosa, tetapi manusia baru tidak.

Ini juga salah karena subyek dari tindakan berdosa itu selalu adalah ‘he’, bukan ‘it’.

e. Yohanes tidak membicarakan realita tetapi keadaan ideal.

Ini juga salah karena kalau Yohanes berbicara secara ideal, ia akan menggunakan kata ‘should not sin’ (= tidak boleh berbuat dosa). Tetapi ia menggunakan kata-kata ‘tidak berbuat dosa’, dan ‘tidak bisa berbuat dosa’. Ini jelas menunjukkan bahwa ia tidak membicarakan keadaan ideal, tetapi membicarakan realita.

f. Ada orang-orang kristen, tetapi tidak semua orang kristen, yang tidak berdosa.

Ini tetap salah, karena bertentangan dengan 1Yoh 1:8,10.

g. Dosa yang dimaksudkan adalah dosa sengaja.

Ini juga salah, karena semua orang kristen pasti pernah, bahkan sering, berbuat dosa dengan sengaja.

Disamping itu Yohanes mengatakan bahwa dosa adalah ‘lawlessness’ (= ke-tidak-ada-an hukum), suatu pelanggaran terhadap hukum Allah. Yohanes tidak membedakan antara sengaja atau tidak.

h. Dosa yang dimaksudkan adalah dosa yang merupakan kebiasaan dan dilakukan secara terus menerus (hidup di dalam dosa).

Ini penafsiran yang benar, yang harus diambil, karena kata-kata ‘tidak berbuat dosa lagi’ dan ‘tidak dapat berbuat dosa’ ada dalam present tense.

NIV: ‘No one who is born of God will continue to sin, because God’s seed remains in him; he cannot go on sinning, because he has been born of God’ (= Tidak seorangpun yang dilahirkan dari Allah akan terus berbuat dosa, karena benih Allah tetap di dalam dia; ia tidak dapat terus berbuat dosa, karena ia telah dilahirkan dari Allah).

Herschel H. Hobbs: “again the Greek tense of ‘commit’ has a different shade of meaning. It is the present tense of the verb ‘to do,’ expressing habitual action” (= lagi-lagi tense bahasa Yunani dari ‘berbuat’ mempunyai bayangan arti yang berbeda. Itu adalah present tense dari kata kerja ‘to do’ / ‘berbuat / melakukan’, yang menyatakan tindakan kebiasaan) - hal 87-88.

John Stott (Tyndale): “the Christian ‘cannot sin’ ... ‘he is not able to sin’, where ‘to sin’ is a present, not an aorist, infinitive. If the infinitive had been an aorist it would have meant ‘he is not able to commit a sin’; the present infinitive, however, signifies ‘he is not able to sin habitually’” (= orang kristen ‘tidak dapat berbuat dosa’ ... ‘ia tidak bisa berbuat dosa’, dimana ‘berbuat dosa’ adalah suatu infinitif bentuk present, bukan aorist / lampau. Seandainya infinitif itu merupakan suatu aorist / lampau, maka artinya adalah ‘ia tidak bisa melakukan suatu dosa’; tetapi infinitif bentuk present berarti ‘ia tidak bisa berbuat dosa sebagai kebiasaan’) - hal 126.

2. ‘benih ilahi tetap ada di dalam dia’.

a. ‘benih ilahi’.

Kata ‘ilahi’ sebetulnya tidak ada. Lit: ‘benihNya’.

John Stott kelihatannya condong pada anggapan bahwa ‘benih ilahi’ ini menunjuk kepada ‘hakekat ilahi’ (hal 127). Tetapi pada hal 130 ia mengatakan bahwa mungkin kita tidak akan pernah bisa tahu dengan pasti arti dari ungkapan ini. Tetapi apakah ‘benih’ ini menunjuk kepada ‘benih Injil’, atau kepada ‘Roh Kudus’, atau kepada ‘hakekat ilahi yang diberikan / ditanamkan’ (bdk. 2Pet 1:4), maksud Yohanes tetap sama, yaitu bahwa kelahiran orang kristen secara supranatural dari Allah, menjaganya dari tindakan berbuat dosa.

2Pet 1:4 - “Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi [NIV/NASB: ‘divine nature’ (= hakekat ilahi)], dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia”.

b. Kata-kata ‘tetap ada di dalam dia’ oleh Calvin dipakai sebagai dasar dari doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus).

c) Ay 10: “Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya”.

1. Anak Allah atau anak iblis.

John Stott (Tyndale): “Our parentage is either divine or diabolical. The universal fatherhood of God is not taught in the Bible, except in the vague, physical sense that God is the Creator of all (Acts 17:28). But in the intimate, spiritual sense God is not the Father of all men, and all men are not His children” [= Bapa kita adalah Allah atau setan. KeBapaan universal dari Allah tidak diajarkan dalam Alkitab, kecuali dalam arti yang samar-samar dan bersifat fisik bahwa Allah adalah Pencipta dari semua (Kis 17:28). Tetapi dalam arti yang intim / mendalam dan rohani Allah bukan Bapa dari semua orang, dan tidak semua orang adalah anak-anakNya] - hal 128.

William Barclay: “It is by the gift of God that a man becomes a child of God. By nature a man is the creature of God, but it is by grace that he becomes the child of God. There are two English words which are closely connected but whose meanings are widely different, paternity and fatherhood. Paternity describes a relationship in which a man is responsible for the physical existence of a child; fatherhood describes an intimate, loving, relationship. In the sense of paternity all men are children of God; but in the sense of fatherhood men are children of God only when he makes his gracious approach to them and they respond. ... While all men are children of God in the sense that they owe their lives to him, they become his children in the intimate and loving sense of the term only by an act of God’s initiating grace and the response of their own hearts” (= Adalah oleh karunia Allah seseorang menjadi anak Allah. Secara alamiah seorang manusia adalah makhluk ciptaan Allah, tetapi oleh kasih karunia ia menjadi anak Allah. Ada dua kata bahasa Inggris yang berhubungan dekat tetapi yang artinya sangat berbeda, yaitu ‘paternity’ dan ‘fatherhood’. ‘Paternity’ menggambarkan suatu hubungan dalam mana seseorang bertanggung jawab untuk keberadaan secara fisik dari seorang anak; ‘fatherhood’ menggambarkan hubungan yang intim dan mengasihi. Dalam arti ‘paternity’ semua orang adalah anak-anak Allah; tetapi dalam arti ‘fatherhood’ orang-orang adalah anak-anak Allah hanya pada waktu Ia membuat pendekatan yang bersifat kasih karunia kepada mereka dan mereka menanggapi. ... Sementara semua orang adalah anak-anak Allah dalam arti mereka berhutang kehidupan mereka kepadaNya, mereka menjadi anak-anakNya dalam arti intim dan mengasihi dari ungkapan ini hanya oleh suatu tindakan yang dimulai oleh kasih karunia Allah dan tanggapan dari hati mereka sendiri) - hal 73,74.

2. Cara mengetest.

Herschel H. Hobbs: “he divides the human race into two groups: sons of God and sons of the devil. ... They are distinguished by two simple tests: those who do or do not righteousness and those who love or do not love” (= ia membagi umat manusia menjadi dua kelompok; anak-anak Allah dan anak-anak setan. ... Mereka dibedakan oleh dua test yang sederhana: mereka yang melakukan atau tidak melakukan kebenaran dan mereka yang mengasihi atau tidak mengasihi) - hal 88.

Catatan: lagi-lagi baik kata ‘berbuat’ maupun ‘mengasihi’ ada dalam present tense, yang menunjukkan tingkah laku dan sikap yang terus menerus.

Kesimpulan / penutup.

Seluruh text ini menekankan keharusan untuk melakukan pengudusan. Sebagai orang kristen kita memang harus berusaha mati-matian untuk membuang dosa / menguduskan diri kita.

John Owen: “Cease not a day from this work; be killing sin or it will be killing you” (= Jangan berhenti satu haripun dari pekerjaan ini; bunuhlah dosa atau dosa itu akan membunuhmu) - ‘Temptation and Sin’, hal 9.

I YOHANES 3:11-18

1Yoh 3:11-18 - “(11) Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi; (12) bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar. (13) Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu. (14) Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. (15) Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya. (16) Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. (17) Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? (18) Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran”.

I) Kita harus saling mengasihi.

Ay 11: “Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi”.

1) Kata ‘berita’ dalam bahasa Yunaninya hanya muncul 2 x dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam 1Yoh 1:5 dan di sini. Di sini kata itu menunjuk kepada ‘basic duty of a Christian’ (= kewajiban dasar dari seorang Kristen) - Hobbs, hal 89.

Herschel H. Hobbs: “Vaughan (p. 82) notes that 1:5 is a summary of Christian theology; 3:11 is a summary of Christian ethics” [= Vaughan (hal 82) memperhatikan / melihat bahwa 1:5 merupakan suatu ringkasan dari theologia Kristen; 3:11 merupakan suatu ringkasan dari etika Kristen] - hal 89.

Penerapan: menjadi orang kristen harus mau mendengar hal-hal yang bersifat doktrinal / theologis, dan juga hal-hal yang bersifat praktis / etika / moral.

2) Mengapa ditekankan kasih kepada sesama dan bukan kasih kepada Allah?

Memang kasih kepada Allah adalah yang terutama, tetapi kasih kepada sesama adalah bukti dari kasih kepada Allah, dan karena itu di sini Yohanes menekankan hal itu.

Juga kalau kita betul-betul adalah anak-anak Allah, maka kita harus menyerupai Dia, yang adalah kasih.

Illustrasi:

“A staid-looking gentleman was upset at the dress of some young people on the street. ‘Just look at that one,’ he barked to a bystander, ‘Is it a boy or a girl?’. ‘It’s a girl. She’s my daughter.’ ‘Oh, forgive me,’ apologized the man. ‘I didn’t know you were her mother.’ ‘I’m not,’ snapped the bystander, ‘I’m her father.’” (= Seorang laki-laki yang tenang dan serius merasa terganggu oleh pakaian dari beberapa orang-orang muda di jalanan. ‘Lihat pada yang itu’, katanya kepada seseorang yang berdiri di dekatnya, ‘Apakah itu seorang anak laki-laki atau perempuan?’. ‘Itu adalah anak perempuan. Ia adalah anak perempuan saya’. ‘Oh, maafkan saya,’ orang itu meminta maaf. ‘Aku tidak tahu kamu adalah ibunya’. ‘Aku bukan ibunya’, bentak orang itu, ‘Aku adalah ayahnya’.).

3) Contoh negatif, yaitu Kain.

Ay 12: “bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar”.

Yohanes membicarakan kebenaran Habel, supaya kita bisa belajar untuk sabar pada waktu dunia membenci kita tanpa alasan (ay 13).

Ay 13: “Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu”.

Bdk. Yoh 15:18-20 - “(18) ‘Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. (19) Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. (20) Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firmanKu, mereka juga akan menuruti perkataanmu”.

II) Kasih kepada sesama adalah bukti keselamatan kita.

1) Kasih bukan penyebab keselamatan, tetapi bukti keselamatan.

Ay 14: “Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut”.

Calvin: “when the Apostle says, that it is known by love that we have passed into life, he does not mean that man is his own deliverer, as though he could by loving the brethren rescue himself from death, and procure life for himself; for he does not here treat of the cause of salvation, but as love is the special fruit of the Spirit, it is also a sure symbol of regeneration. But it would be preposterous for any one to infer hence, that life is obtained by love, since love is in order of time posterior to it” (= pada waktu sang Rasul mengatakan bahwa diketahui dari kasih bahwa kita telah berpindah ke dalam kehidupan, ia tidak memaksudkan bahwa manusia adalah pembebas dirinya sendiri, seakan-akan dengan mengasihi saudara-saudaranya ia bisa menolong / menyelamatkan dirinya sendiri dari kematian, dan mendapatkan kehidupan untuk dirinya sendiri; karena di sini ia tidak membahas penyebab dari keselamatan, tetapi sebagaimana kasih adalah buah khusus dari Roh, itu juga merupakan simbol yang pasti dari kelahiran baru. Tetapi adalah tidak masuk akal bagi siapapun untuk karena itu menyimpulkan bahwa kehidupan didapatkan oleh kasih, karena kasih dalam urut-urutan waktu ada belakangan) - hal 218.

Memang jelas bahwa kita diselamatkan hanya oleh iman.

Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Karena itu kita tidak boleh menafsirkan seakan-akan ay 14 di atas mengajarkan keselamatan karena kasih. Kasih bukan penyebab keselamatan kita tetapi bukti dari keselamatan kita.

2) Kata ‘mengasihi’ ada dalam present tense, sehingga Hobbs menterjemahkan ‘keep on loving’ (= terus menerus mengasihi).

Jadi, kalau kita hanya melakukan tindakan kasih satu atau dua kali, itu belum cukup untuk membuktikan keselamatan kita. Kita harus terus menerus mengasihi!

3) Kita harus mengasihi seseorang sekalipun kita tidak menyenanginya.

Herschel H. Hobbs: “‘love’ must go beyond ‘liking’; ... You may not ‘like’ a person, but you are to ‘love’ him” (= ‘mengasihi’ harus melampaui ‘menyenangi’; ... Engkau bisa tidak ‘menyenangi’ seseorang, tetapi engkau harus ‘mengasihi’ dia) - hal 91.

4) Sebagaimana kasih adalah bukti keselamatan, maka kebencian adalah bukti bahwa seseorang belum selamat.

Ay 15: “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya”.

a) Membenci berarti membunuh (ay 15a).

Calvin: “the Apostle declares that all who hate their brethren are murderers. He could have said nothing more atrocious; nor is what is said hyperbolical, for we wish him to perish whom we hate. It does not matter if a man keeps his hands from mischief; for the very desire to do harm, as well as the attempt, is condemned before God: nay, when we do not ourselves seek to do an injury, yet if we wish an evil happen to our brother from some one else, we are murderers” (= sang Rasul menyatakan bahwa semua yang membenci saudara-saudaranya adalah pembunuh. Ia tidak bisa mengatakan yang lebih buruk / kasar; dan apa yang dikatakan itu bukan sesuatu yang bersifat hyperbolik / dilebih-lebihkan, karena kita ingin orang yang kita benci itu binasa. Tak jadi soal jika seseorang menjaga tangannya dari tindakan untuk mencelakakan orang; karena keinginan untuk menyakiti, sama seperti usaha untuk itu, dikecam di hadapan Allah: bahkan pada waktu kita sendiri tidak berusaha untuk menyakiti, tetapi jika kita berharap sesuatu yang buruk terjadi pada saudara kita dari seseorang yang lain, kita adalah pembunuh) - hal 218.

Herschel H. Hobbs: “Murder is in the heart before it is in the hand” (= Pembunuhan ada di hati sebelum itu ada di tangan) - hal 90.

Herschel H. Hobbs: “A person who hates his brother is a murderer. It is only a matter of degree. And if hatred persists, more likely than not it will produce the terrible overt act” (= Seseorang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh. Itu hanya persoalan tingkat. Dan jika kebencian bertahan, sangat memungkinkan bahwa itu akan menghasilkan tindakan lahiriah yang mengerikan) - hal 91.

Catatan: perhatikan bagian yang saya garis bawahi itu. Itu menunjukkan bahwa sekalipun kebencian sudah merupakan pembunuhan, tetapi tingkat dosanya tetap berbeda dengan pembunuhan yang sesungguhnya. Karena itu kalau saudara membenci, jangan lalu melanjutkan dengan membunuh, dengan pemikiran ‘toh dosanya sama’.

b) Membenci / membunuh merupakan bukti tidak adanya kehidupan (ay 15b).

John Stott (Tyndale): “the lack of love is evidence of spiritual death” (= tidak adanya kasih adalah bukti dari kematian rohani) - hal 142.

Matthew Henry: “‘You know that no murderer hath eternal life abiding in him; but he who hates his brother is a murderer; and therefore you cannot but know that he who hates his brother hath not eternal life abiding in him," v. 15. Or, he abideth in death, as it is expressed, v. 14” (= ‘Kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya; tetapi ia yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh; dan karena itu tidak bisa tidak engkau harus tahu bahwa ia yang membenci saudaranya tidak tetap memiliki hidup yang kekal dalam dirinya,’ ay 15. Atau, ia tetap ada di dalam maut, sebagaimana dinyatakan, ay 14).

Ay 14-15: “(14) Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. (15) Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya”.

Jadi, ‘tidak tetap memiliki hidup yang kekal’ (ay 15b) adalah sama dengan ‘tetap di dalam maut’ (ay 14b)!!

III) Contoh yang paling sempurna: Kristus.

1) Kristus adalah teladan kasih yang sempurna, karena Ia rela mengorbankan nyawaNya untuk kita.

Ay 16: “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita”.

Fil 2:5-7 - “(5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”.

1Pet 2:21 - “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya”.

Pengorbanan Kristus betul-betul luar biasa. Ia membiarkan tubuhNya dihancurkan oleh cambuk, paku, mahkota duri, tombak, dan membiarkan darahNya tercurah, untuk bisa menyelamatkan kita. Itu yang nanti akan kita kenang dalam Perjamuan Kudus

a) Dalam meniru kasih Kristus, yang menyerahkan nyawaNya untuk kita, kita tentu tidak bisa meniru untuk menebus dosa sesama kita ataupun untuk memikul hukuman dosa mereka.

b) John Stott mengatakan (hal 142) bahwa sekarang Yohanes menunjukkan bahwa ‘the essence of love is self-sacrifice’ (= hakekat dari kasih adalah pengorbanan diri sendiri).

c) Calvin: “every one, in a manner forgetting himself, should seek the good of others” (= setiap orang, dengan cara melupakan dirinya sendiri, harus mencari kebaikan dari orang-orang lain) - hal 219.

2) Mengasihi dalam kehidupan sehari-hari.

Menyerahkan nyawa demi saudara-saudara seperti yang dibicarakan dalam ay 16 memang merupakan tindakan pahlawan, tetapi mungkin hal seperti itu tidak terlalu sering terjadi. Karena itu sekarang dalam ay 17-18 Yohanes memberikan contoh yang lebih sederhana, yang bisa terjadi setiap hari dalam kehidupan kita.

Ay 17: “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?”.

John Stott (Tyndale): “true love is not only revealed in the supreme sacrifice; it is expressed in all lesser givings. Not many of us are called to lay down our lives in some deed of heroism, but we constantly have the much more prosaic opportunity to share our possessions with those in need” (= kasih yang sejati bukan hanya dinyatakan dalam pengorbanan tertinggi; itu dinyatakan dalam semua pemberian yang lebih kecil. Tidak banyak dari kita dipanggil untuk menyerahkan nyawa kita dalam suatu tindakan pahlawan, tetapi kita terus menerus mempunyai kesempatan yang biasa untuk membagikan harta / milik kita dengan mereka yang ada dalam kebutuhan) - hal 143.

Seringkali kita ingin melakukan yang muluk-muluk, tetapi pada waktu ada sesuatu yang sederhana yang menuntut kasih / pengorbanan kita, kita justru tidak melakukannya. Dalam acara ke panti asuhan baru-baru ini, banyak sekali sumbangan yang masuk, baik uang, barang, makanan, pakaian dan sebagainya. Saya tidak mengkritik hal itu, tetapi pernahkah saudara memikirkan bahwa tak usah jauh-jauh ke Pare, di gereja kita sendiripun ada banyak orang yang sebetulnya sangat membutuhkan pertolongan? Maukah saudara membuka mata saudara, dan hati saudara, dan menolong mereka?

Mungkin pertolongan yang dibutuhkan bukan dalam uang atau makanan, tetapi dalam persoalan transportasi ke gereja. Pelayanan seperti ini kelihatannya sederhana, tetapi sebetulnya penting. Banyak orang tak bisa kebaktian, dan bahkan tak bisa pelayanan, karena tak ada transportasi. Mobil gereja memang melakukan antar jemput, tetapi tidak mencukupi. Kalau saudara punya mobil, maukah saudara berkorban dengan menjemput orang itu ke gereja? Mungkin di gereja ini perlu dibuatkan daftar, siapa-siapa yang membutuhkan penjemputan, sehingga orang-orang yang punya mobil bisa memilih siapa yang akan ia jemput.

John Stott (Tyndale) mengutip kata-kata Dodd: “Love is ‘the willingness to surrender that which has value for our own life, to enrich the life of another’” (= Kasih adalah ‘kerelaan untuk menyerahkan apa yang berharga untuk kehidupan kita sendiri, untuk memperkaya kehidupan orang lain’) - hal 143.

Ada orang yang hanya mau memberikan apa yang betul-betul sudah tak berguna bagi dirinya sendiri. Kalau yang kita berikan itu tak berharga / tak berguna untuk kita, maka itu bukan pengorbanan, dan memberikan hal-hal itu bukanlah tindakan kasih.

John Stott (Tyndale): “The transition from the plural (the brethren, verse 16) to the singular (his brother, verse 17) is deliberate and significant. ‘It is easier to be enthusiastic about Humanity with a capital ‘H’ that it is to love individual men and women, especially those who are uninteresting, exasperating, depraved, or otherwise unattractive. Loving everybody in general may be an excuse for loving nobody in particular’ (Lewis)” [= Peralihan dari bentuk jamak (brethren = saudara-saudara, ay 16) ke bentuk tunggal (his brother = saudaranya, ay 17) merupakan kesengajaan dan mempunyai arti. ‘Adalah lebih mudah untuk bersemangat tentang Kemanusiaan dengan ‘K’ huruf besar dari pada mengasihi individu laki-laki dan perempuan, khususnya mereka yang tidak menarik, menjengkelkan, bejad, atau tak menarik. Mengasihi setiap orang secara umum bisa menjadi alasan untuk tidak mengasihi siapapun secara khusus’ (Lewis)] - hal 143.

Hal seperti ini banyak terjadi. Ada orang-orang yang bersemangat untuk menginjili dunia, tetapi mereka tidak memberitakan Injil kepada keluarga mereka yang belum percaya. Hal yang sama terjadi dalam persoalan menolong / mengasihi. Karena itu mari kita memperhatikan orang-orang di dekat kita, supaya bisa melihat kebutuhan mereka dan menolong mereka.

Calvin: “no act of kindness, except accompanied with sympathy, is pleasing to God. There are many apparently liberal, who yet do not feel the miseries of their brethren. ... the Apostle requires that our bowels should be opened; which is done, when we are endued with such a feeling as to sympathize with others in their evils, no otherwise than as though they were our own” (= tidak ada tindakan kebaikan, kecuali disertai dengan simpati, yang menyenangkan bagi Allah. Ada banyak orang yang kelihatannya royal / baik, tetapi yang tidak merasakan penderitaan dari saudara-saudara mereka. ... sang Rasul menghendaki isi perut kita dibuka; yang terjadi pada waktu kita dipengaruhi dengan perasaan sedemikian rupa sehingga bersimpati dengan orang-orang lain dalam bencana mereka, tak berbeda dari pada kalau bencana itu adalah bencana kita sendiri) - hal 220.

Catatan: istilah ‘bowels’ (= isi perut) diambil dari KJV.

Memang orang bisa menolong tanpa kasih, tetapi orang tidak bisa mengasihi tanpa menolong.

Ay 18: “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran”.

Bdk. Yak 2:15-16 - “Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: ‘Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!’, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?”.

Mengatakan ‘God bless you’, ‘kasihan’, ‘aku akan mendoakan kamu’ dsb, tidak ada harganya kalau saudara sebetulnya bisa memberikan pertolongan praktis tetapi tidak melakukannya, dan hanya mengasihi dengan perkataan / lidah.

Satu hal yang harus ditambahkan adalah: kalau kita sebagai orang kristen diperintahkan untuk mengasihi dan menolong, maka jelas bahwa kalau saudara adalah orang yang memang membutuhkan pertolongan, saudara harus mau menerima pertolongan itu. Ada orang yang sebetulnya butuh pertolongan, tetapi terlalu sungkanan atau gengsian untuk menerima pertolongan. Ini adalah sikap yang salah dan menyebabkan orang-orang yang mau menuruti perintah Tuhan ini menjadi tidak bisa menurutinya. Kalau saudara memang membutuhkan pertolongan, belajarlah untuk dengan rendah hati mau menerima pertolongan.

Kesimpulan / penutup.

Tuhan menghendaki kita saling mengasihi dan menolong. Maukah saudara melakukannya? Kiranya Tuhan memberkati saudara.

I Yohanes 3:19-24

1Yoh 3:19-24 - “(19) Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, (20) sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu. (21) Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, (22) dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari padaNya, karena kita menuruti segala perintahNya dan berbuat apa yang berkenan kepadaNya. (23) Dan inilah perintahNya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, AnakNya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. (24) Barangsiapa menuruti segala perintahNya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita”.

I) Tuduhan hati nurani.

1) Kata ‘hati’ dalam ay 19-21 menunjuk kepada ‘hati nurani’.

2) Kadang-kadang tuduhan yang diberikan hati nurani itu benar, tetapi kadang-kadang salah, karena diilhamkan oleh setan / sang pendakwa.

Wah 12:10 - “Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: ‘Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapiNya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita”.

3) Ay 19-20: “(19) Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, (20) sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu”.

Apa maksudnya ‘Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu’?

a) Penghakiman Allah itu lebih keras dari penghakiman hati nurani kita.

Calvin: “if any one is conscious of guilt, and is condemned by his own heart, much less can he escape the judgment of God. ... He says, that God is greater than our heart, with reference to judgment, that is, because he sees much more keenly than we do, and searches more minutely and judges more severely” (= jika seseorang sadar akan kesalahan, dan dikecam / dituduh oleh hatinya sendiri, lebih-lebih ia tidak bisa lolos dari penghakiman Allah. ... Ia berkata bahwa Allah lebih besar dari pada hati kita, berkenaan dengan penghakiman, yaitu, karena Ia melihat dengan jauh lebih tajam dari pada kita, dan menyelidiki dengan lebih teliti dan menghakimi dengan lebih keras) - hal 222.

Calvin menambahkan bahwa karena itulah maka Paulus berkata bahwa sekalipun ia tidak sadar akan adanya kesalahan dalam dirinya, itu tidak membuat dia betul-betul tak bersalah (1Kor 4:4). Ia tahu bahwa bagaimanapun telitinya ia memeriksa dirinya sendiri, ia bersalah dalam banyak hal, sehingga bisa saja ia tidak melihat kesalahan-kesalahan yang dilihat oleh Allah.

1Kor 4:3-5 - “(3) Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. (4) Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. (5) Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah”.

Bagian yang saya garis bawahi itu salah terjemahan.

NIV: ‘My conscience is clear, but that does not make me innocent’ (= Hati nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat aku tak berdosa).

Keberatan: Saya berpendapat bahwa penekanan dari 1Kor 4:3-5 ini bukanlah bahwa penghakiman Allah lebih keras dari pada penghakiman hati nurani kita, tetapi bahwa penghakiman hati nurani sering tak bisa dipercaya, dan karena itu kita harus lebih memperhatikan penghakiman Allah.

b) Herschel H. Hobbs menganggap bahwa ay 20 ini menunjukkan bahwa sekalipun hati nurani menuduh kita, hati nurani bukan hakim, Allahlah hakimnya.

John Stott (Tyndale): “Our conscience is by no means infallible; its condemnation may often be unjust. We can, therefore, appeal from our conscience to God who is greater and more knowledgeable” [= Hati nurani kita sama sekali tidak infallible (= tak bisa salah); pengecaman / penuduhannya sering bisa tidak adil / benar. Karena itu, kita bisa naik banding dari hati nurani kita kepada Allah, yang lebih besar dan lebih tahu] - hal 146.

Saya lebih setuju dengan pandangan kedua ini.

II) Jika hati nurani tidak menuduh.

1) Kalau hati nurani tidak menuduh, maka kita beroleh keberanian percaya untuk mendekati Allah.

Ay 21: “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah”.

NIV: ‘we have confidence before God’ (= kita mempunyai keyakinan di hadapan Allah).

Ini membuat kita berani datang kepada Allah dalam doa, Saat Teduh, Kebaktian, dan sebagainya.

Calvin memberikan pertanyaan: lalu bagaimana dengan orang-orang brengsek / munafik, yang tidak menyadari akan dosanya?

Jawaban:

a) Calvin sendiri menjawab (hal 223) bahwa sang rasul di sini berbicara tentang orang-orang yang dibawa kepada terang oleh Allah, bukan tentang orang-orang yang sengaja menyimpang dari Allah atau bersembunyi dari Allah. Tetapi Calvin juga menambahkan bahwa pada saat yang sama, mereka tidak bisa mendapatkan damai yang sesungguhnya kecuali yang diberikan oleh Roh Kudus kepada hati-hati yang sungguh-sungguh disucikan, karena orang-orang brengsek yang bersembunyi dari Allah itu, kadang-kadang tetap merasakan tusukan pada hati nurani.

b) Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

1. 1Kor 4:4 - “Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan”.

NIV: ‘My conscience is clear, but that does not make me innocent. It is the Lord who judges me’ (= Hati nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat aku tak berdosa. Tuhanlah yang menghakimi aku).

2. Amsal 16:2 - “Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati”.

2) Orang-orang yang seperti itu akan mendapatkan pengabulan doa.

Ay 21-22: “(21) Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, (22) dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari padaNya, karena kita menuruti segala perintahNya dan berbuat apa yang berkenan kepadaNya”.

Matthew Henry: “Obedient souls are prepared for blessings, and they have promise of audience; those who commit things displeasing to God cannot expect that he should please them in hearing and answering their prayers, Ps. 66:18; Prov. 28:9” (= Jiwa-jiwa yang taat disiapkan untuk berkat, dan mereka mempunyai janji untuk didengarkan; mereka yang melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan Allah tidak bisa berharap bahwa Ia akan menyenangkan mereka dengan mendengar dan menjawab doa-doa mereka, Maz 66:18; Amsal 28:9).

Maz 66:18 - “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar”.

Amsal 28:9 - “Siapa memalingkan telinganya untuk tidak mendengarkan hukum, juga doanya adalah kekejian”.

3) Kita bisa mempunyai hati nurani yang baik kalau kita menuruti segala perintahNya dan berbuat apa yang berkenan kepada Allah.

Ay 21-22: “(21) Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, (22) dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari padaNya, karena kita menuruti segala perintahNya dan berbuat apa yang berkenan kepadaNya”.

Jadi orang-orang yang taat ini akan mempunyai hati nurani yang baik, dan dengan hati nurani yang baik ini mereka akan mempunyai keyakinan dalam menghadap Allah, dan akan didengar doanya.

Tetapi persoalannya, kalau harus taat dalam segala hal baru bisa mempunyai hati nurani yang baik, lalu siapa yang bisa mempunyai hati nurani yang bersih itu?

Calvin mengatakan (hal 224) bahwa yang penting orang percaya itu sungguh-sungguh takut kepada Allah dan ingin untuk tunduk kepada kebenaranNya. Semua orang yang memenuhi syarat ini, sekalipun kehidupannya jauh dari sempurna, akan mempunyai hati nurani yang bersih, yang tidak menuduhnya.

Calvin juga memberikan keseimbangan yang penting terhadap ajaran ini.

Calvin: “He does not yet mean that a good conscience must be brought, as though it obtained favour to our prayers. Woe to us if we look on works, which have nothing in them but what is a cause of fear and trembling. The faithful, then, cannot otherwise come to God’s tribunal than by relying on Christ the Mediator. But as the love of God is ever connected with faith, the Apostle, in order that he might the more severely reprove hypocrites, deprives them of that singular privilege with which God favours his own children; that is, lest they should think that their prayers have an access to God” (= Ia tidak memaksudkan bahwa hati nurani yang baik harus dibawa, seakan-akan itu mendapatkan persetujuan / kesenangan bagi doa kita. Celakalah kita jika kita melihat pada perbuatan baik, yang tidak mempunyai apapun dalam mereka kecuali apa yang merupakan penyebab dari rasa takut dan gemetar. Maka orang-orang setia tidak bisa datang dengan cara lain kepada pengadilan Allah dari pada dengan bersandar kepada Kristus sang Pengantara. Tetapi karena kasih Allah selalu berhubungan dengan iman, sang Rasul, untuk bisa lebih keras mencela orang-orang munafik, membuang dari mereka hak tunggal dengan mana Allah bermurah hati kepada anak-anakNya sendiri; yaitu, supaya jangan mereka berpikir bahwa doa-doa mereka mempunyai jalan masuk kepada Allah) - hal 224-225.

Calvin: “By saying, ‘because we keep his commandments,’ he means not that confidence in prayer is founded on our works; but he teaches this only, that true religion and the sincere worship of God cannot be separated from faith” (= Dengan mengatakan, ‘karena kita menuruti segala perintahNya’, ia tidak memaksudkan bahwa keyakinan dalam doa didasarkan pada pekerjaan / perbuatan baik kita; tetapi ia hanya mengajarkan ini, yaitu bahwa agama yang benar dan penyembah Allah yang sungguh-sungguh / tulus tidak bisa dipisahkan dari iman) - hal 225.

Jadi, sekalipun hidup saleh itu penting, supaya kita bisa mempunyai hati nurani yang baik, dan dengan demikian kita bisa datang kepada Allah dengan berani / yakin dalam doa, perlu dicamkan bahwa kita sama sekali tidak bisa datang kepada Allah dengan ‘bondo’ perbuatan baik, atau bersandarkan pada perbuatan baik kita, karena semua perbuatan baik kita seperti kain kotor (Yes 64:6). Kita tetap datang kepada Allah dengan bersandarkan pada penebusan Kristus. Ingat perumpamaan tentang 2 orang yang berdoa di Bait Allah.

Luk 18:9-14 - “(9) Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: (10) ‘Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. (11) Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; (12) aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. (13) Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. (14) Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.’”.

III) Ketaatan apa yang dituntut oleh Allah.

Ay 23: “Dan inilah perintahNya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, AnakNya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita”.

1) Iman dan kasih tak boleh dipisahkan, dan ini ditunjukkan oleh kata ‘perintah’ yang ada dalam bentuk tunggal.

Calvin: “He does not ... separate faith from love; but he requires both together from us. And this is the reason why he uses the word ‘commandment’ in the singular number” (= Ia tidak ... memisahkan iman dari kasih; tetapi ia menuntut keduanya dari kita. Dan ini adalah alasan mengapa ia menggunakan kata ‘perintah’ dalam bentuk tunggal) - hal 226.

Barclay: “If we feel love for our fellow-men welling up within our hearts, we can be sure that the heart of Christ is in us. John would have said that a so-called heretic whose heart was overflowing with love and whose life was beautiful with service, was far nearer Christ than someone who was impeccably orthodox, yet cold and remote from the needs of others” (= Jika kita merasakan kasih untuk sesama kita mengalir dari dalam hati kita, kita bisa pasti / yakin bahwa hati Kristus ada dalam diri kita. Yohanes ingin mengatakan bahwa orang yang disebut bidat yang hatinya melimpah dengan kasih dan yang hidupnya indah oleh pelayanan, adalah jauh lebih dekat kepada Kristus dari pada seseorang orthodox yang tanpa cela, tetapi dingin dan jauh dari kebutuhan orang-orang lain) - hal 86.

Kata-kata ini perlu direnungkan. Kalau kesalehan orang pertama itu mungkin bersifat munafik, maka iman orang kedua itu pasti iman intelektual tok! Tetapi kita juga perlu berhati-hati karena ada banyak bidat yang kelihatannya penuh kasih. Contoh: orang-orang Liberal, Saksi-Saksi Yehuwa.

Barclay: “When we put these two commandments together, we find the great truth that the Christian life depends on right belief and right conduct combined. We cannot have the one without the other. There can be no such thing as a Christian theology without a Christian ethic; and equally there can be no such thing as a Christian ethic without a Christian theology. Our belief is not real belief unless it issues in action; and our action has neither sanction nor dynamic unless it is based on belief” (= Pada waktu kita menggabungkan kedua perintah ini, kita mendapatkan kebenaran yang agung bahwa kehidupan Kristen tergantung pada kombinasi dari kepercayaan yang benar dan kelakuan yang benar. Kita tidak dapat mempunyai yang satu tanpa yang lain. Tidak bisa ada Theologia Kristen tanpa Etika Kristen; dan secara sama tidak bisa ada Etika Kristen tanpa Theologia Kristen. Kepercayaan kita bukan kepercayaan yang sungguh-sungguh kecuali itu mengeluarkan / menghasilkan tindakan; dan tindakan kita tidak mempunyai persetujuan / dukungan kecuali itu didasarkan pada kepercayaan) - hal 88.

2) Kata ‘percaya’ ada dalam bentuk lampau, sedangkan kata ‘mengasihi’ ada dalam bentuk present.

Herschel H. Hobbs mengatakan (hal 94-95) bahwa kata ‘percaya’ ada dalam aorist tense, menunjukkan suatu tindakan sekali untuk selamanya. Tetapi kata ‘mengasihi’ ada dalam present tense, menunjuk pada praktek yang terus menerus.

3) Penekanan dari ‘mengasihi’.

Matthew Henry: “The command of Christ should be continually before our eyes. Christian love must possess our soul when we go to God in prayer. To this end we must remember that our Lord obliges us, (1.) To forgive those who offend us (Mt. 6:14), and, (2.) To reconcile ourselves to those whom we have offended, Mt. 5:23-24” [= Perintah Kristus harus terus menerus ada di depan mata kita. Kasih Kristen harus menguasai jiwa kita pada waktu kita pergi kepada Allah dalam doa. Untuk tujuan ini kita harus ingat bahwa Tuhan kita mewajibkan kita (1.) Untuk mengampuni mereka yang bersalah kepada kita (Mat 6:14), dan, (2.) Untuk mendamaikan diri kita sendiri dengan mereka kepada siapa kita bersalah, Mat 5:23-24].

Setiap kali ada orang bersalah kepada saudara dan saudara tak mau mengampuni, renungkan ayat-ayat ini:

a) Mat 6:14-15 - “(14) Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. (15) Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.’”.

b) Mat 5:23-24 - “(23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu”.

c) Mat 18:21-35 - “(21) Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: ‘Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?’ (22) Yesus berkata kepadanya: ‘Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. (23) Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. (24) Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. (25) Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. (26) Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. (27) Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. (28) Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! (29) Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. (30) Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. (31) Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. (32) Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. (33) Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? (34) Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. (35) Maka BapaKu yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.’”.

d) Ro 2:1 - “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama”.

e) Yak 2:13 - “Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman”.

Dalam Kebaktian Minggu lalu saya menekankan pentingnya pengudusan dalam persekutuan, karena kalau hal ini tidak ada, maka kebersamaan kita justru akan menimbulkan gegeran. Waktu itu sudah saya berikan contoh dari dosa-dosa yang bisa menyebabkan gegeran itu, seperti dusta, malas, sombong, pelit, dan sebagainya. Salah satu bentuk pengudusan yang juga harus ditekankan adalah ‘mau mengampuni’. Mengapa? Karena bagaimanapun semua jemaat mau menguduskan diri, semua tetap adalah manusia yang berdosa. Jadi dosa pasti ada. Karena itu kalau tidak ada kesabaran dan kerelaan mengampuni dalam diri yang lain, maka lagi-lagi gegeran tak akan terhindarkan.

Ef 4:32 - “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”.

1Kor 13:1-7 - “(1) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. (2) Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. (3) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. (4) Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. (7) Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”.

a) ‘Percaya segala sesuatu’ (ay 7b).

Ini berarti bahwa kita:

1. Tidak boleh mudah curiga, kecuali ada alasan yang kuat (Catatan: ‘Hati-hati’ berbeda dengan ‘mudah curiga’).

Contoh: kalau di gereja saudara menjumpai seseorang dengan wajah cemberut, jangan cepat-cepat curiga bahwa orang itu tidak senang kepada saudara! Pikirkan kemungkinan bahwa ia cemberut karena ia sedang sakit atau karena ia sedang mempunyai banyak problem.

2. Harus selalu berusaha mengambil pandangan yang paling baik terhadap sesama kita.

Contoh: koran saya tidak datang selama 3 hari. Setelah saya laporkan, besoknya semua koran yang 3 hari itu, yang jelas beri­tanya sudah usang, dikirimkan kepada saya. Mula-mula saya jeng­kel, karena saya berpikir: “Apa gunanya koran lama ini bagi saya? Bukankah lebih baik kalau koran lama ini tidak dikirim dan rekening saya nanti dipotong?”. Tetapi saya lalu berpikir bahwa setidaknya pihak koran itu mempunyai itikad baik untuk menebus kesalahannya, dan mereka menanggapi laporan saya. Ini menyebabkan akhirnya saya menerima koran lama itu.

b) ‘Mengharapkan segala sesuatu’ (ay 7c).

Artinya kita selalu mengharapkan orang yang brengsek menjadi baik. Kalau ada kasih, maka kita akan selalu mempunyai harapan, tetapi kalau tidak ada kasih, maka kita cepat putus asa dalam memperbaiki seseorang.

Misalnya: kalau anak saudara terus menerus hidup brengsek, maka saudara lebih mudah untuk terus berharap supaya anak itu jadi baik. Dan karena itu saudara tetap mendoakan dan menasehati anak itu. Mengapa? Karena saudara mengasihi dia!

Tetapi kalau yang hidup brengsek itu adalah orang lain (bahkan kadang-kadang suami / istri saudara, yang biasanya saudara kasihi kurang dari anak), maka saudara dengan cepat sampai pada kesimpulan: “Orang ini tidak bisa diperbaiki lagi!”. Dan saudarapun lalu berhenti mendoa­kan atau menasehati dia! Mengapa? Karena saudara kurang mengasihi atau bahkan tidak mengasihi sama sekali!

c) ‘Sabar menanggung segala sesuatu’ (ay 7d).

NASB: ‘endures all things’ (= menahan segala sesuatu).

NIV: ‘always perseveres’ (= selalu bertekun).

Kata Yunaninya adalah HUPOMONEIN, yang tidak sekedar berarti mena­han secara pasif, tetapi bisa mengalahkan / mengubahkan menjadi seseorang yang baik. Jadi, kalau kita kasih, maka kita tidak hanya bersabar saja ketika ada orang yang terus merugikan / menyakiti kita. Tetapi kita juga harus berusaha untuk bisa mengalahkan semua itu dan mengubah orang itu menjadi baik.

Ro 12:20-21 - “(20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.

Kesimpulan / penutup.

Mari kita bersama-sama berjuang untuk mentaati Tuhan / menguduskan diri, khususnya dalam persoalan mengasihi dan mengampuni, supaya dengan demikian kita mempunyai hati nurani yang baik, sehingga dengan yakin bisa menghadap Allah dan mendapatkan jawaban atas doa-doa kita. -AMIN-

I Yohanes 4:1-6


1Yoh 4:1-6 - “(1) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. (2) Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia. (4) Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. (5) Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka. (6) Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan”.

I) Pengajar-pengajar.

Ay 1-3: “(1) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. (2) Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.

1) Arti dari kata ‘roh’ di sini.

Yang disebut ‘roh’ dalam text ini adalah ‘pengajar Firman Tuhan’. Ini tidak berarti bahwa kata ‘roh’ (PNEUMA) memang mempunyai arti seperti itu. Kata ‘roh’ tidak berarti ‘pengajar’. Di sini kata ‘roh’ digunakan dalam arti ‘pengajar’ karena semua pengajar mengaku dipimpin oleh Roh Kudus.

Adam Clarke: “the term ‘spirit’ was used to express the man who pretended to be and teach under the Spirit’s influence” (= istilah ‘roh’ digunakan untuk menyatakan orang yang menganggap diri sebagai, dan mengajar, di bawah pengaruh Roh).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Every spirit’ - i. e., Every teacher claiming inspiration by THE HOLY SPIRIT” (= ‘Setiap roh’ - yaitu, setiap pengajar yang mengclaim pengilhaman oleh Roh Kudus).

Editor dari Calvin’s Commentary: “It appears that by ‘spirit’ throughout this passage, we are to understand a teacher claiming, rightly or falsely, to be influenced by God’s Spirit. Not would it be improper, but suitable to the context, to consider ‘the spirit of God’ in this verse as meaning a teacher guided by God” (= Kelihatannya kata ‘roh’ dalam sepanjang text ini harus dimengerti sebagai claim dari seorang pengajar, secara benar atau salah, bahwa ia diilhami oleh Roh Allah. Juga bukannya tidak benar, tetapi cocok dengan kontext, untuk menganggap ‘Roh Allah’ dalam ayat ini (ay 2) sebagai seorang pengajar yang dipimpin oleh Allah) - hal 232 (footnote).

Catatan: saya berpendapat bahwa kata ‘ilham’ di sini tidak digunakan dalam arti tehnis, seperti pada waktu kita berkata bahwa para penulis Kitab Suci diilhami oleh Roh Kudus. Jadi di sini artinya hanya bahwa para pengajar itu mengaku dipimpin oleh Roh Kudus, atau bahwa ajaran mereka berasal dari Roh Kudus.

Ayat lain dimana kata ‘roh’ juga mempunyai arti seperti itu adalah 1Kor 12:10 - “Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu”.

‘Karunia untuk membedakan bermacam-macam roh’ ini tidak menunjuk kepada karunia untuk melihat setan, tetapi kepada karunia untuk membedakan pengajar yang benar dari nabi palsu.

2) Harus menguji pengajar.

Ay 1a: “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah”.

Perintah menguji seperti ini juga ditekankan oleh Paulus dalam 1Tes 5:21 - “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik”.

Ini jelas menunjukkan bahwa orang Kristen tidak boleh menerima seadanya ajaran tanpa melakukan pemeriksaan apakah itu adalah ajaran benar atau sesat. Juga tak boleh menerima seadanya orang yang mengaku sebagai hamba Tuhan, tanpa memeriksa apakah ia betul-betul seorang hamba Tuhan atau nabi palsu.

Ada orang yang kalau dengar khotbah selalu manggut-manggut (mengangguk-angguk). Biasanya pengkhotbah senang melihat hal itu, karena kelihatannya orang itu mendengar dan setuju dengan apa yang diberitakan. Tetapi kalau setiap mendengar pendeta / pengkhotbah yang manapun, termasuk yang ajarannya sesat, dia selalu manggut-manggut, pasti ada sesuatu yang tidak beres dalam diri orang itu.

A dan B gegeran, dan C dan D berusaha melerai / mendamaikan. Pada waktu A ceritakan versinya, C berkata: ‘Ya kamu benar’. Tetapi waktu B ceritakan versinya, yang bertentangan dengan versi A, C juga berkata: ‘Ya kamu juga benar’. D mendengar semua itu dan berkata: ‘Cerita mereka bertentangan, jadi tidak mungkin keduanya benar’. C menjawab: ‘Ya kamu juga benar’.

Kalau dalam hal rohani saudara bersikap seperti C ini, maka saudara tidak mentaati kata-kata Yohanes di sini, dan saudara pasti mudah disesatkan.

Ay 1a: “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah”.

Bdk. Amsal 14:15 - “Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya”.

John Stott (Tyndale): “There is an urgent need for discernment among Christians. We are often too gullible, and exhibit a naive readiness to credit messages and teachings which purport to come from the spirit-world. There is such a thing, however, as a misguided charity and tolerance towards false doctrine. Unbelief (‘believe not very spirit’) can be as much a mark of spiritual maturity as belief. We need to preserve the biblical balance, avoiding on the one hand the extreme superstition which believes everything and on the other the extreme suspicion which believes nothing” [= Di sini ada suatu kebutuhan yang mendesak untuk melakukan pembedaan di antara orang-orang kristen. Kita sering terlalu mudah tertipu, dan menunjukkan suatu kesediaan yang naif untuk menghargai berita-berita dan ajaran-ajaran yang mengaku / mengclaim datang dari dunia roh. Tetapi ada kasih / kemurahan hati dan toleransi yang salah-jalan terhadap ajaran yang palsu. Ketidak-percayaan (‘janganlah percaya akan setiap roh’) bisa merupakan suatu tanda kematangan rohani, sama seperti kepercayaan. Kita perlu untuk mempertahankan keseimbangan yang alkitabiah, menghindari di satu sisi takhyul extrim yang mempercayai segala sesuatu, dan di sisi yang lain kecurigaan extrim yang tidak mempercayai apapun] - hal 153.

3) Pengujian harus dilakukan dengan Firman Tuhan.

Dalam melakukan pengujian, kita harus menggunakan Firman Tuhan, bukan pikiran / logika atau perasaan kita. Memang pikiran harus digunakan, untuk mengerti apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan, dan untuk membandingkannya dengan ajaran yang kita uji itu. Tetapi kalau kita semata-mata menggunakan pikiran / logika, itu pasti salah.

Barnes’ Notes: “There were those in the early Christian church who had the gift of ‘discerning spirits,’ ... but it is not certain that the apostle refers here to any such supernatural power. It is more probable, as he addresses this command to Christians in general, that he refers to the ability of doing this by a comparison of the doctrines which they professed to hold with what was revealed, and by the fruits of their doctrines in their lives. ... It may be remarked, that it is just as proper and as important now to examine the claims of all who profess to be teachers of religion, as it was then. In a matter so momentous as religion, and where there is so much at stake, it is important that all pretensions of this kind should be subjected to a rigid examination. No one should be received as a religious teacher without the clearest evidence that he has come in accordance with the will of God, nor unless he inculcates the very truth which God has revealed” [= Ada orang-orang dalam gereja Kristen mula-mula yang mempunyai karunia ‘membedakan roh’ ... tetapi tidak pasti apakah sang rasul menunjuk di sini kepada kuasa supranatural seperti itu. Karena ia menujukan perintah ini kepada orang-orang kristen secara umum, adalah lebih mungkin bahwa ia menunjuk kepada kemampuan untuk melakukan hal ini dengan suatu perbandingan antara ajaran-ajaran yang mereka akui untuk dipercaya, dengan apa yang dinyatakan (dalam Firman Tuhan), dan oleh buah-buah dari ajaran itu dalam kehidupan mereka. ... Bisa dikatakan bahwa juga merupakan sesuatu yang benar dan penting pada saat ini untuk memeriksa claim dari semua yang mengaku sebagai pengajar agama, seperti pada saat itu. Dalam suatu persoalan yang begitu penting seperti agama, dan dimana di sana ada begitu banyak yang dipertaruhkan, adalah penting bahwa semua claim jenis ini ditundukkan pada suatu pemeriksaan yang keras / kaku. Tak seorangpun harus diterima sebagai seorang guru agama tanpa bukti yang paling jelas bahwa ia telah datang sesuai dengan kehendak Allah, atau kecuali ia mengajarkan kebenaran yang telah Allah nyatakan].

Herschel H. Hobbs: “We are not to judge of doctrine by miracles, but miracles by doctrine. A miracle enforcing what contradicts the teaching of Christ and His apostles is not ‘of God’ and is no authority for Christians” (= Kita tidak boleh menghakimi / menilai ajaran dengan menggunakan mujijat, tetapi menghakimi / menilai mujijat dengan menggunakan ajaran. Suatu mujijat yang melaksanakan apa yang bertentangan dengan ajaran dari Kristus dan rasul-rasulNya bukan ‘dari Allah’ dan tidak mempunyai otoritas untuk orang-orang kristen) - hal 99.

Bdk. Ul 13:1-3 - “(1) Apabila di tengah-tengahmu muncul seorang nabi atau seorang pemimpi, dan ia memberitahukan kepadamu suatu tanda atau mujizat, (2) dan apabila tanda atau mujizat yang dikatakannya kepadamu itu terjadi, dan ia membujuk: Mari kita mengikuti allah lain, yang tidak kaukenal, dan mari kita berbakti kepadanya, (3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu”.

Jamieson, Fausset & Brown: “Even an angel’s message should be tested by the Word of God; much more men’s teachings, however holy the teachers seem (Gal. 1:8).” [= Bahkan berita / pesan dari seorang malaikat harus diuji dengan Firman Allah; apalagi ajaran manusia, bagaimanapun kudusnya guru-guru itu kelihatannya (Gal 1:8)].

Gal 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.

Teladan yang baik bisa kita dapatkan dari orang-orang Kristen Berea yang bahkan menguji ajaran Paulus, yang adalah seorang rasul, dengan menggunakan Firman Tuhan.

Kis 17:11 - “Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian”.

Tetapi bagaimana dengan orang yang tak mengerti Firman Tuhan? Calvin mengatakan (hal 230-231) bahwa dari sini kita harus menyimpulkan bahwa setiap orang percaya pasti diberi Roh kebijaksanaan / pembedaan yang dibutuhkan dalam hal ini, asal mereka memintanya dari Tuhan. Tetapi Roh hanya akan membimbing mereka yang betul-betul tunduk kepada Firman Tuhan.

Tetapi ini tentu tak bisa diartikan bahwa orang Kristen tak perlu belajar Firman Tuhan. Mereka harus belajar Firman Tuhan supaya bisa menggunakannya untuk mengechek apakah seorang nabi asli atau palsu.

4) Banyak nabi-nabi palsu / pengajar-pengajar sesat.

a) Kitab Suci memberikan banyak peringatan tentang nabi-nabi palsu.

1. Mat 7:15-23 - “(15) ‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. (19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. (21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!"”.

2. Mark 13:22-23 - “(22) Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat dengan maksud, sekiranya mungkin, menyesatkan orang-orang pilihan. (23) Hati-hatilah kamu! Aku sudah terlebih dahulu mengatakan semuanya ini kepada kamu.’”.

3. Kis 20:28-30 - “(28) Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri. (29) Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. (30) Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka”.

4. 2Pet 2:1 - “Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka”.

b) Ay 1b merupakan alasan mengapa orang Kristen harus menguji ‘roh’ / pengajar.

Ay 1b: “sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia”.

Perhatikan hal-hal ini:

1. Banyak nabi palsu!

2. Mereka ini bukan akan muncul, tetapi sudah muncul.

3. Mereka pergi keseluruh dunia.

Ini menunjukkan kerajinan para nabi palsu dalam menyebarkan ajaran sesatnya. Saksi-Saksi Yehuwa berulangkali membanggakan bahwa mereka sudah tersebar dalam 230 negara atau lebih.

Tentang banyaknya pelayanan Charles Taze Russell (pendiri Saksi Yehuwa) dalam sepanjang hidupnya, seorang penulis internet mengatakan: “By the time of his death, Charles Taze Russell had travelled more than a million miles dan preached more than 30,000 sermons. He had authored works totaling some 50,000 printed pages, and nearly 20,000,000 copies of his books and booklets had been sold” (= Pada saat kematiannya, Charles Taze Russell telah menempuh lebih dari satu juta mil dan mengkhotbahkan lebih dari 30.000 khotbah. Ia telah mengarang sekitar 50.000 halaman cetak, dan hampir 20 juta buku dan buku tipisnya telah terjual).

Karena itu kita juga harus giat dan bersemangat dalam memberitakan kebenaran dan melawan kesesatan.

5) Cara menguji pengajar.

Ay 2-3: “(2) Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.

a) Ini adalah cara khusus, untuk menghadapi pengajar sesat yang khusus.

Di atas telah diberi cara yang umum, yaitu menggunakan Firman Tuhan, dan membandingkan Firman Tuhan itu dengan ajaran mereka. Tetapi di sini diberikan cara yang khusus, karena Yohanes memaksudkannya untuk menghadapi pengajar-pengajar sesat pada jamannya.

b) Pada saat itu memang ada beberapa ajaran sesat yang menolak keilahian dan kemanusiaan Yesus, yang berusaha menyesatkan orang-orang yang sudah percaya kepada Kristus:

1. Gnosticism.

Gnosticism ini mengajarkan sebagai berikut: Pada mulanya ada Allah dan matter (= zat / bahan / materi). Matter ini sudah ada sejak kekal, dan merupakan bahan mentah dari mana dunia / alam semesta diciptakan. Matter itu cacat dan tidak sempurna, sedangkan Allah itu adalah roh yang murni dan sempurna, dan karena itu Allah tidak bisa menyentuh matter. Karena itu, maka Allah tidak bisa menciptakan segala sesuatu.

Allah lalu mengeluarkan serangkaian / serentetan emanations (= emanasi / sesuatu yang keluar dari suatu sumber). Tiap emanasi makin jauh dari Allah, dan makin sedikit tahu tentang Allah. Sampai setengah jalan dari rangkaian emanasi itu, terdapat suatu emanasi yang sama sekali tidak kenal Allah. Selanjutnya ada emana­si yang bukan hanya tidak kenal Allah, tetapi juga memusuhi Allah. Pada akhir dari rangkaian emanasi itu, terdapat suatu emanasi yang sama sekali tidak mengenal Allah, dan juga memusuhi Allah secara total. Emanasi ini bisa menyentuh matter dan men­ciptakan alam semesta.

Lalu ajaran ini mengatakan bahwa emanasi itu adalah Yesus!

2. Cerinthus.

Cerinthus mengajarkan bahwa Yesus adalah manusia biasa, anak Yusuf dan Maria. Tetapi pada saat baptisan, Kristus turun kepada Yesus, tetapi lalu meninggalkan Yesus lagi, sesaat sebelum penyaliban.

3. Docetism.

Ajaran ini menganggap bahwa Yesus hanya kelihatannya saja adalah manusia, tetapi sebetulnya bukan manusia.

c) Karena itu Yohanes memberikan cara pengujian yang khusus, yang ia berikan dalam ay 2-3 tadi. Ay 2 menyatakannya secara positif, dan ay 3 secara negatif. Perhatikan bahwa rasul / Kitab Suci bukan hanya mengajar secara positif, tetapi juga secara negatif.

Ay 2: “Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah”.

KJV: ‘Hereby know ye the Spirit of God: Every spirit that confesseth that Jesus Christ is come in the flesh is of God’ (= Dengan ini kamu tahu Roh Allah: Setiap roh yang mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging adalah dari Allah).

1. Terjemahan yang lain.

John Stott memberikan terjemahan lain yang menurutnya lebih benar, yaitu: ‘Every spirit that confesses Jesus, as Christ has come in the flesh, is of God’ (= Setiap roh yang mengaku Yesus, sebagai Kristus yang telah datang dalam daging, adalah dari Allah).

Stott lebih setuju dengan ini, karena ia berkata: “it was not until after the incarnation that He was called ‘Jesus’” (= baru setelah inkarnasi Ia disebut ‘Yesus’) - hal 156.

2. Perbandingan ay 2 ini dengan 2Yoh 7.

Ay 2: “Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah”.

2Yoh 7 - “Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan antikristus”. Ini salah terjemahan karena kata yang diterjemahkan ada dalam bentuk present participle.

NIV: ‘Many deceivers, who do not acknowledge Jesus Christ as coming in the flesh, have gone out into the world. Any such person is the deceiver and the antichrist’ (= Banyak penipu, yang tidak mengakui Yesus Kristus sebagai datang dalam daging, telah keluar ke dalam dunia. Orang seperti itu adalah penipu dan antikristus).

John Stott (Tyndale): “The perfect tense ‘come’ (ELELUTHOTA) compared with the present tense in 2John 7 (ERCHOMENON), seems to emphasize that the flesh assumed by the Son of God in the incarnation has become His permanent possession. Far from coming upon Jesus at the baptism and leaving Him before the cross, the Christ actually came in the flesh and has never laid it aside” [= Bentuk perfect tense ‘come’ (ELELUTHOTA) dibandingkan dengan bentuk present tense dalam 2Yoh 7 (ERCHOMENON), kelihatannya menekankan bahwa daging yang diambil oleh Anak Allah dalam inkarnasi telah menjadi milikNya secara permanen. Kristus bukannya datang kepada Yesus pada baptisan dan meninggalkan Dia sebelum salib (ajaran Cerinthus), tetapi sungguh-sungguh datang dalam daging dan tidak pernah meninggalkan daging itu] - hal 154.

3. Pengujian ini mencakup:

a. Keilahian Kristus.

b. Kemanusiaan Kristus.

c. Bahkan ada yang menganggap juga mencakup tujuan kedatanganNya, yaitu penebusanNya.

John Stott (Tyndale): “The Person of Christ is central. No system can be tolerated, however loud its claims or learned its adherents, if it denies that Jesus is the Christ come in the flesh, that is, if it denies either His eternal deity or His historical humanity. Its teachers are false prophets and its origin is the spirit of antichrist” (= Pribadi dari Kristus adalah sentral. Tidak ada sistim yang bisa ditoleransi, betapapun keras claimnya atau terpelajarnya para pengikutnya, jika itu menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus yang datang dalam daging, yaitu, jika itu menyangkal atau keilahianNya yang kekal atau kemanusiaanNya yang bersifat sejarah. Pengajar-pengajarnya adalah nabi-nabi palsu dan asal usulnya adalah roh antikristus) - hal 155.

Calvin: “as Christ is the object at which faith aims, so he is the stone at which all heretics stumble. ... when the Apostle says that Christ ‘came’, we hence conclude that he was before with the Father; by which his eternal divinity is proved. By saying that he came ‘in the flesh,’ he means that by putting on flesh, he became a real man, of the same nature with us, that he might become our brother, except that he was free from every sin and corruption. And lastly, by saying that he came, the cause of his coming must be noticed, for he was not sent by the Father for nothing. Hence on this depend the office and merits of Christ” (= karena Kristus adalah obyek kepada mana iman ditujukan, demikianlah Ia adalah batu pada mana semua orang-orang sesat tersandung. ... pada waktu sang Rasul berkata bahwa Kristus ‘datang’, dari sini kita menyimpulkan bahwa tadinya Ia bersama dengan Bapa; dengan mana keilahianNya yang kekal dibuktikan. Dengan mengatakan bahwa Ia datang ‘dalam daging’, ia memaksudkan bahwa oleh pengenaan daging, Ia menjadi manusia yang sungguh-sungguh, dengan hakekat yang sama dengan kita, supaya Ia bisa menjadi saudara kita, kecuali bahwa Ia bebas dari setiap dosa dan kerusakan. Dan terakhir, dengan mengatakan bahwa Ia datang, alasan kedatanganNya harus diperhatikan, karena Ia bukannya diutus oleh Bapa tanpa tujuan apa-apa. Karena itu, pada hal ini tergantung jabatan / tugas dan jasa dari Kristus) - hal 232.

Tentang Katolik, Calvin berkata: “though they confess Christ to be God and man, yet they by no means retain the confession which the Apostle requires, because they rob Christ of his own merit; for where free-will, merits of works, fictitious modes of worship, satisfactions, the advocacy of saints, are set up, how very little remains for Christ!” (= sekalipun mereka mengaku Kristus sebagai Allah dan manusia, tetapi mereka sama sekali tidak mempertahankan pengakuan yang dituntut oleh sang Rasul, karena mereka merampok Kristus dari jasaNya sendiri; karena dimana kehendak-bebas, jasa dari perbuatan baik, cara-cara khayalan dari ibadah, tindakan penebusan dosa, dukungan dari orang-orang suci, ditegakkan, alangkah sedikitnya yang tersisa bagi Kristus!) - hal 232.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Jesus Christ is come in the flesh.’ - a twofold truth confessed: that Jesus is the Christ; and that He is come (eleeluthota, perfect; not a mere past historical fact, but present, and continuing in its blessed effects) in the flesh (‘invested with flesh;’ not with a seeming humanity, as the Docetae afterward taught). He therefore was previously something far above flesh. His flesh implies His death for us; for only by assuming flesh could He die (as God He could not, Heb. 2:9,16), and His death implies His LOVE for us (John 15:13)” [= ‘Yesus Kristus telah datang dalam daging’. - suatu kebenaran yang berlipat dua diakui: bahwa Yesus adalah Kristus; dan bahwa Ia ‘telah datang’ (eleeluthota, perfect; bukan semata-mata suatu bentuk lampau yang bersifat historis, tetapi present / sekarang , dan berlangsung terus dalam akibat / hasilnya yang diberkati) dalam daging (‘dipakaiani dengan daging’; bukan dengan apa yang kelihatannya adalah manusia, seperti yang diajarkan Docetae setelahnya). Karena itu, sebelum itu Ia merupakan sesuatu yang jauh di atas daging. DagingNya secara tak langsung menunjuk kepada kematianNya untuk kita, karena hanya dengan mengambil daging Ia bisa mati (sebagai Allah Ia tidak bisa mati, Ibr 2:9,16), dan kematianNya secara tak langsung menunjuk kepada kasihNya untuk kita (Yoh 15:13)].

Barnes’ Notes: “the fact that there was a real incarnation is essential to all just views of the atonement. If he was NOT truly a man, if he did not literally shed his blood on the cross, of course all that was done was in appearance only, and the whole system of redemption as revealed was merely a splendid illusion. There is little danger that this opinion will be held now, for those who depart from the doctrine laid down in the New Testament in regard to the person and work of Christ, are more disposed to embrace the opinion that he was a mere man; but still it is important that the truth that he was truly incarnate should be held up constantly before the mind, for in no other way can we obtain just views of the atonement” (= fakta bahwa di sana ada suatu inkarnasi yang sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang bersifat hakiki bagi semua pandangan yang benar tentang penebusan. Jika Ia BUKAN sungguh-sungguh manusia, jika Ia tidak secara hurufiah mencurahkan darahNya pada kayu salib, tentu saja semua yang dilakukan hanya kelihatannya saja, dan seluruh sistim penebusan seperti yang dinyatakan hanyalah semata-mata suatu ilusi / khayalan yang bagus sekali. Sedikit bahayanya bahwa pandangan ini akan dipegang sekarang, karena mereka yang meninggalkan doktrin yang diletakkan dalam Perjanjian Baru berkenaan dengan pribadi dan pekerjaan Kristus, lebih condong untuk memeluk pandangan bahwa Ia adalah semata-mata manusia; tetapi adalah tetap penting bahwa kebenaran bahwa Ia betul-betul berinkarnasi harus dipegang / ditegakkan secara terus menerus di hadapan pikiran, karena tidak ada jalan lain kita bisa mendapatkan pandangan-pandangan yang benar tentang penebusan).

John Stott (Tyndale): “By this confession is meant not merely a recognition of His identity, but a profession of faith in Him ‘openly and boldly’ ... Even evil or unclean spirits recognized the deity of Jesus during His ministry ... But though they knew Him, they did not acknowledge or ‘confess’ Him” (= Yang dimaksudkan dengan pengakuan ini bukanlah semata-mata suatu pengenalan tentang identitasNya, tetapi suatu pengakuan iman kepadaNya ‘secara terbuka dan berani’ ... Bahkan roh-roh jahat atau najis mengenali keilahian Yesus dalam sepanjang pelayananNya. Tetapi sekalipun mereka mengenal Dia, mereka tidak mengakui atau ‘mengaku’ Dia) - hal 154.

Ini bukan merupakan semua hal yang dibutuhkan untuk menganggap seseorang sebagai pengajar yang benar.

Wycliffe Bible Commentary: “From this verse we are not to suppose that this is the only test of orthodoxy, but it is a major one and it was the most necessary one for the errors of John’s day” (= Dari ayat ini kita tidak boleh menganggap bahwa ini adalah satu-satunya test tentang ke-orthodox-an, tetapi ini merupakan suatu test yang besar dan ini adalah yang paling penting untuk kesalahan-kesalahan pada jaman Yohanes).

Barnes’ Notes: “nor does it mean that the acknowledgment of this truth was ALL which it was essential to be believed in order that one might be recognised as a Christian; but it means that it was ESSENTIAL that this truth should be admitted by everyone who truly came from God” (= juga itu tidak berarti bahwa pengakuan dari kebenaran ini adalah SEMUA hal-hal yang bersifat hakiki yang harus dipercaya supaya seseorang bisa dikenali sebagai seorang Kristen; tetapi itu berarti bahwa merupakan sesuatu yang bersifat hakiki bahwa kebenaran ini harus diakui oleh setiap orang yang sungguh-sungguh datang dari Allah).

Kalau seseorang salah dalam salah satu dari hal-hal ini, maka ia adalah orang kristen KTP / pengajar sesat. Tetapi kalau seseorang benar dalam hal-hal ini, belum tentu ia orang kristen yang sejati / pengajar yang benar!

Barnes’ Notes: “‘Is of God.’ This does not necessarily mean that everyone who confessed this was personally a true Christian, for it is clear that a doctrine might be acknowledged to be true, and yet that the heart might not be changed” (= ‘Adalah dari Allah’. Ini tidak harus berarti bahwa setiap orang yang mengaku ini adalah seorang Kristen yang sejati, karena adalah jelas bahwa suatu ajaran / doktrin bisa diakui sebagai benar, tetapi bahwa hati tidak berubah).

Ay 3: “dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.

Matthew Henry: “It was foreknown by God that antichrists would arise, ... we have been forewarned that such opposition would arise; ... the more we see the word of Christ fulfilled the more confirmed we should be in the truth of it” (= Telah diketahui lebih dulu oleh Allah bahwa antikristus-antikristus akan muncul, ... kita telah diperingati lebih dulu bahwa oposisi seperti itu akan muncul; ... makin kita melihat firman Kristus digenapi, makin kita harus diteguhkan dalam kebenaran darinya).

Barnes’ Notes: “‘And this is that spirit of antichrist.’ This is one of the things which characterize antichrist. John here refers not to an individual who should be known as antichrist, but to a class of persons. This does not, however, forbid the idea that there might be some one individual, or a succession of persons in the church, to whom the name might be applied by way of eminence” (= ‘Dan ini adalah roh antikristus’. Ini adalah satu dari hal-hal yang menjadi karakteristik dari antikristus. Di sini Yohanes tidak menunjuk kepada seorang individu yang akan dikenal sebagai antikristus, tetapi kepada segolongan orang. Tetapi ini tidak melarang gagasan bahwa di sana bisa ada seseorang individu, atau rangkaian / iring-iringan orang-orang dalam gereja, kepada siapa nama itu bisa diterapkan dengan cara yang menyolok).

II) Pengikut / pendengar dari pengajar.

Wycliffe mengatakan bahwa ay 2-3 menunjukkan pemeriksaan terhadap pengakuan / ajaran dari para pengajar, sedangkan ay 4-6 menunjukkan pemeriksaan terhadap pengikut dari para pengajar itu.

Ay 4-6: “(4) Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. (5) Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka. (6) Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan”.

Sekarang mari kita soroti ay 4-6 satu per satu.

1) Ay 4: “Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia”.

a) Kata ‘mengalahkan’ tidak boleh diartikan ‘mengalahkan secara jasmani / duniawi’, tetapi mengalahkan dengan pikiran. Kita tidak termakan oleh kesesatan mereka, bahkan sebaliknya, kita bisa membongkar kepalsuan mereka.

Barnes’ Notes: “The meaning is, that they had frustrated or thwarted all their attempts to turn them away from the truth” (= Artinya adalah bahwa mereka telah membuat frustrasi atau menggagalkan semua usaha mereka untuk menyimpangkan mereka dari kebenaran).

b) ‘sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia’.

1. Lit: ‘because greater is the one in you than the one in the world’.

Kata yang diterjemahkan ‘the one’ dalam bahasa Yunaninya adalah HO, yang mempunyai jenis kelamin laki-laki, padahal ini jelas menunjuk kepada Roh Allah / Roh Kudus, dan kata ‘Roh’ dalam bahasa Yunaninya adalah PNEUMA, yang mempunyai jenis kelamin netral. Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah seorang pribadi. Ia bukan ‘sesuatu’ tetapi ‘seseorang’.

2. Editor dari Calvin’s Commentary: “‘The world’ is in this verse identified with ‘the false prophets;’” (= ‘Dunia’ dalam ayat ini diidentikkan dengan ‘nabi-nabi palsu’) - hal 235 (footnote).

3. Kata-kata terakhir dari ayat ini menunjukkan bahwa setan memang besar, tetapi kita boleh bersyukur bahwa Roh Kudus yang dianugerahkan kepada kita lebih besar dari setan. Ini yang menyebabkan kita pasti bisa mengalahkan nabi-nabi palsu itu.

Matthew Henry: “He gives them hope of victory: And have overcome them, v. 4. You have hitherto overcome these deceivers and their temptations, and there is good ground of hope that you will do so still, ...Because greater is he that is in you than he that is in the world, v. 4. The Spirit of God dwells in you, and that Spirit is more mighty than men of devils. It is a great happiness to be under the influence of the Holy Ghost” (= Ia memberi mereka pengharapan kebenaran: Dan ‘telah mengalahkan mereka’, ay 4. Sampai sekarang ini kamu telah mengalahkan penipu-penipu ini dan pencobaan-pencobaan mereka, ada dasar pengharapan yang baik bahwa engkau akan tetap mengalahkan mereka, ... Karena Ia yang ada di dalam kamu lebih besar dari pada ia yang ada di dalam dunia, ay 4. Roh Allah tinggal di dalam kamu, dan Roh itu lebih kuat dari pada orang-orang dari setan. Merupakan suatu kebahagiaan yang besar untuk berada di bawah pengaruh dari Roh Kudus).

Barnes’ Notes: “The apostle meant to say that it was by no power of their own that they achieved this victory, but it was to be traced solely to the fact that God dwelt among them, and had preserved them by his grace. What was true then is true now. He who dwells in the hearts of Christians by his Spirit, is infinitely more mighty than Satan, ‘the ruler of the darkness of this world;’ and victory, therefore, over all his arts and temptations may be sure. In his conflicts with sin, temptation, and error, the Christian should never despair, for his God will insure him the victory” (= Sang rasul bermaksud untuk mengatakan bahwa bukan oleh kuasa mereka sendiri mereka mencapai kemenangan ini, tetapi itu harus ditelusuri jejaknya sampai pada fakta bahwa Allah tinggal di antara mereka, dan telah memelihara / melindungi mereka dengan kasih karuniaNya. Apa yang benar pada saat itu, juga benar pada saat ini. Ia yang tinggal dalam hati dari orang-orang kristen oleh RohNya, lebih kuat secara tak terbatas dari setan, ‘pemerintah / penguasa dari kegelapan dari dunia ini’; dan karena itu, kemenangan atas semua keahlian dan pencobaannya bisa pasti. Dalam konflik dengan dosa, pencobaan, dan kesalahan, orang Kristen tidak pernah boleh putus asa, karena Allahnya akan menjamin kemenangannya).

c) Seluruh ay 4 ini menunjukkan bahwa dengan pertolongan Roh Kudus, orang Kristen bisa membongkar kesesatan dari para penyesat ini. Sebagai contoh, perhatikan bagaimana Stefanus yang dipenuhi / dipimpin Roh Kudus berdebat dengan orang-orang Yahudi yang sesat.

Kis 6:8-10 - “(8) Dan Stefanus, yang penuh dengan karunia dan kuasa, mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda di antara orang banyak. (9) Tetapi tampillah beberapa orang dari jemaat Yahudi yang disebut jemaat orang Libertini - anggota-anggota jemaat itu adalah orang-orang dari Kirene dan dari Aleksandria - bersama dengan beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia. Orang-orang itu bersoal jawab dengan Stefanus, (10) tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”.

Alangkah berbedanya cerita ini dengan orang-orang yang mengaku dipenuhi Roh Kudus pada jaman ini, yang pada umumnya takut untuk berdebat, dengan alasan ‘cinta damai’, ‘kasih’, ‘tak boleh gegeran’, dan sebagainya. Ada lagi hamba Tuhan yang mengajarkan ‘kegilaan’ bahwa berdebat merupakan sesuatu yang salah, karena tak ada gunanya! Bagaimana hamba Tuhan itu menafsirkan ayat tentang Stefanus di atas ini? Apakah ia berani menyalahkan Stefanus, yang berarti ia juga menyalahkan Roh Kudus sendiri?

2) Ay 5: “Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka”.

a) ‘Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi’.

KJV: ‘They are of the world: therefore speak they of the world, and the world heareth them’ (= Mereka dari dunia: karena itu mereka berbicara tentang dunia, dan dunia mendengarkan mereka).

Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan (footnote, hal 235) bahwa kata ‘of’ (= tentang) itu salah. Menurut dia seharusnya adalah ‘according to’ (= menurut). Jadi nabi-nabi palsu itu berbicara / mengajar menurut pandangan-pandangan dan prinsip-prinsip dunia.

Bandingkan dengan orang Katolik dari Belanda yang tidak setuju pada waktu saya memberitakan Injil, karena menurut dia orang-orang yang hadir mempunyai hak azasi untuk menganut kepercayaannya masing-masing. Lucu, apakah saya tidak mempunyai hak azasi untuk memberitakan Injil?

Barnes’ Notes: “This may mean either that their conversation pertained to the things of this world, or that they were wholly influenced by the love of the world, and not by the Spirit of God, in the doctrines which they taught. The general sense is, that they had no higher ends and aims than they have who are influenced only by worldly plans and expectations. It is not difficult to distinguish, even among professed Christians and Christian teachers, those who are heavenly in their conversation from those who are influenced solely by the spirit of the world. ‘Out of the abundance of the heart the mouth speaketh,’” (= Ini bisa berarti atau bahwa pembicaraan mereka menyinggung hal-hal dari dunia ini, atau bahwa mereka sepenuhnya dipengaruhi oleh cinta dari / kepada dunia, dan bukan oleh Roh Allah, dalam doktrin-doktrin yang mereka ajarkan. Arti yang umum adalah bahwa mereka tidak mempunyai tujuan dan sasaran yang lebih tinggi dari mereka yang hanya dipengaruhi oleh rencana-rencana dan pengharapan-pengharapan duniawi. Tidak sukar untuk membedakan, bahkan di antara orang-orang yang mengaku Kristen dan pengajar-pengajar Kristen, mereka yang pembicaraannya bersifat surgawi dari mereka yang dipengaruhi semata-mata oleh roh dari dunia ini. ‘Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati’).

Catatan: kutipan ayat dari Mat 12:34b.

Contoh: theologia kemakmuran dan ajaran Kharismatik pada umumnya.

b) ‘dunia mendengarkan mereka’.

Matthew Henry: “The world heareth them, v. 5. They are followed by such as themselves: the world will love its own, and its own will love it” (= Dunia mendengarkan mereka, ay 5. Mereka diikuti oleh orang-orang yang seperti mereka sendiri: dunia akan mengasihi miliknya sendiri, dan miliknya akan mengasihinya).

Barnes’ Notes: “‘And the world heareth them.’ The people of the world - the frivoulous ones, the rich, the proud, the ambitious, the sensual - receive their instructions, and recognize them as teachers and guides, for their views accord with their own. ... A professedly religious teacher may always determine much about himself by knowing what class of people are pleased with him. A professed Christian of any station in life may determine much about his evidences of piety, by asking himself what kind of persons desire his friendship, and wish him for a companion” (= ‘Dan dunia mendengarkan mereka’. Orang-orang dunia - orang-orang yang sembrono, orang kaya, orang sombong, orang yang ambisius, orang yang dikuasai hawa nafsu - menerima pengajaran mereka, dan mengakui mereka sebagai pengajar-pengajar dan pembimbing-pembimbing, karena pandangan-pandangan mereka sesuai dengan pandangan mereka sendiri. Seorang yang diakui sebagai pengajar agama bisa selalu mengetahui banyak tentang dirinya sendiri, dengan mengenal golongan orang-orang apa yang senang dengan dia. Seorang yang dikenal sebagai orang Kristen dari tempat manapun dalam kehidupan bisa mengetahui banyak secara tepat tentang bukti-bukti kesalehannya, dengan menanyakan dirinya sendiri jenis orang-orang apa yang menginginkan persahabatannya, dan menginginkannya sebagai seorang teman).

3) Ay 6: “Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan”.

a) ‘Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami’.

Bdk. Yoh 8:47 - “Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.’”.

Kata ‘mendengar’ di sini tidak boleh diartikan ‘sekedar mendengar’, tetapi ‘mendengar dengan sikap positif’ atau ‘mendengar dan mempercayai’.

Barnes’ Notes: “They who do not receive the plain doctrines laid down in the word of God, whatever pretensions they may make to piety, or whatever zeal they may evince in the cause which they have espoused, can have no well-founded claims to the name Christian. One of the clearest evidences of true piety is a readiness to receive all that God has taught” (= Mereka yang tidak menerima doktrin-doktrin / ajaran-ajaran yang jelas yang diletakkan dalam firman Allah, apapun kepura-puraan yang mereka buat untuk kesalehan, atau semangat apapun yang bisa mereka tunjukkan dalam perkara yang mereka dukung, tidak bisa mempunyai claim yang cukup beralasan untuk nama ‘Kristen’. Salah satu dari bukti-bukti yang paling jelas tentang kesalehan yang benar adalah kesediaan untuk menerima semua yang Allah telah ajarkan).

Matthew Henry: “He that knoweth God ... heareth us,’ v. 6. As, on the contrary, ‘He that is not of God heareth not us. He who knows not God regards not us. He that is not born of God ... walks not with us. The further any are from God ... the further they are from Christ and his faithful servants; and the more addicted persons are to this world the more remote they are from the spirit of Christianity” (= ‘Ia yang mengenal Allah ... mendengar kami’, ay 6. Sebaliknya, ‘Ia yang bukan dari Allah tidak mendengar kami’. Ia yang tidak mengenal Allah tidak memperhatikan / menghormati kami. Ia yang tidak dilahirkan dari Allah ... tidak berjalan dengan kami. Makin jauh seseorang dari Allah ... makin jauh ia dari Kristus dan pelayan-pelayanNya yang setia; dan makin seseorang kecanduan pada dunia ini, makin jauh ia dari roh kekristenan).

Calvin: “By these words he intimates that the vast multitude to whom the Gospel is not acceptable, do not hear the faithful and true servants of God, because they are alienated from God himself. It is then no diminution to the authority of the Gospel that many reject it” (= Dengan kata-kata ini ia mengisyaratkan bahwa, orang banyak, bagi siapa Injil itu tidak diterima, tidak mendengar pelayan-pelayan yang setia dan benar dari Allah, karena mereka menjauhkan diri dari Allah sendiri. Maka, bukanlah merupakan suatu pengurangan terhadap otoritas dari Injil bahwa banyak orang menolaknya) - hal 236.

b) ‘Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan’.

KJV: ‘Hereby know we the spirit of truth, and the spirit of error’ (= Dengan ini kami mengenal roh kebenaran, dan roh kesalahan).

NIV: ‘This is how we recognize the Spirit of truth and the spirit of falsehood’ (= Ini adalah bagaimana kami mengenali Roh kebenaran dan roh kepalsuan).

Adam Clarke: “‘Hereby know we the Spirit of truth.’ The doctrine and teacher most prized and followed by worldly men, and by the gay, giddy, and garish multitude, are not from God; they savour of the flesh, lay on no restraints, prescribe no cross-bearing, and leave everyone in full possession of his heart’s lusts and easily besetting sins. And by this, false doctrine and false teachers are easily discerned” (= ‘Dengan ini kami mengenal Roh kebenaran’. Doktrin dan pengajar yang paling dihargai dan diikuti oleh orang-orang duniawi, dan oleh orang banyak yang periang, sembrono dan yang berkilauan / menyolok, bukanlah dari Allah; mereka berbau daging, tidak memberikan pengekangan, tidak memerintahkan pemikulan salib, dan membiarkan setiap orang mempunyai nafsu-nafsu hatinya dan dosa-dosa yang dengan mudah menimpa. Dan dengan ini, doktrin-doktrin yang salah dan pengajar-pengajar yang salah dengan mudah dikenali / dibedakan).

Kata yang saya terjemahankan ‘periang’ maksudnya orang yang senang hura-hura dan kerjanya mencari kesenangan.

Kesimpulan / Penutup.

Ujilah setiap pengajar, ikutilah pengajar yang benar, dan jauhilah pengajar yang sesat. Tuhan memberkati saudara.

I Yohanes 4:7-21

1Yoh 4:7-21 - “(7) Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. (8) Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. (9) Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup olehNya. (10) Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. (11) Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. (12) Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasihNya sempurna di dalam kita. (13) Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam RohNya. (14) Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia. (15) Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. (16) Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. (17) Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. (19) Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. (20) Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. (21) Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya”.

I) Allah adalah kasih.

Ay 8: “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih”.

1) Bagian akhir kalimat ini memang harus diterjemahkan ‘Allah adalah kasih’, bukan ‘Kasih adalah Allah’.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘God is love.’ There is no article to love, but to God; therefore we cannot translate, ‘Love is God.’ God is essentially LOVE: not merely loving” (= ‘Allah adalah kasih’. Tidak ada kata sandang untuk kata ‘kasih’, tetapi ada untuk kata ‘Allah’; karena itu kita tidak bisa menterjemahkan ‘Kasih adalah Allah’. Allah itu secara hakiki adalah kasih: bukan sekedar bersifat kasih).

2) Bahwa Allah adalah kasih, tidak berarti Ia tidak bisa menghukum seseorang dalam neraka selama-lamanya!

Lenski: “The rationalistic views that the God of love cannot punish, cannot damn to hell forever, cannot ask a blood sacrifice for sin, substitute a human conception of love for what God’s love is, has done, and still does” (= Pandangan rasionalistis bahwa Allah yang kasih tidak bisa menghukum, tidak bisa menghukum selama-lamanya di neraka, tidak bisa meminta suatu korban darah untuk dosa, menggantikan apa kasih Allah itu, dan apa yang telah dan tetap dilakukan oleh kasih Allah itu, dengan konsep manusia tentang kasih) - hal 498.

Bandingkan dengan ajaran Saksi Yehuwa dan juga Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang tidak mempercayai hukuman kekal di neraka, dengan alasan bahwa itu menunjukkan Allah itu kejam, bukan kasih.

Pandangan yang benar adalah: sekalipun kita mempercayai Allah itu kasih, tetapi kita tidak boleh mengabaikan ajaran dari bagian lain Kitab Suci yang mengatakan bahwa Allah itu suci dan adil, sehingga Ia membenci dosa dan pasti menghukum orang berdosa.

3) Apakah fakta bahwa ‘Allah adalah kasih’ ini bertentangan dengan doktrin tentang predestinasi (khususnya doktrin tentang reprobation / penentuan binasa)?

Adam Clarke, seorang Arminian yang sangat keras, menggunakan fakta ini untuk menentang ajaran Calvinisme tentang predestinasi dan reprobation (= penentuan binasa). Ia mengatakan bahwa karena Allah adalah kasih, Ia tidak membenci apapun yang Ia ciptakan. Ia tidak bisa membenci, karena Ia adalah kasih. Karena itu Ia juga tidak menciptakan seseorang untuk tujuan binasa (reprobation).



Saya tak setuju kata-kata tolol dari Clarke ini, karena:



a) Jelas ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah itu bisa membenci.

Bandingkan dengan:

1. Maz 5:6 - “Pembual tidak akan tahan di depan mataMu; Engkau membenci semua orang yang melakukan kejahatan”.

2. Maz 11:5 - “TUHAN menguji orang benar dan orang fasik, dan Ia membenci orang yang mencintai kekerasan”.

3. Luk 16:15 - “Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah”.

4. Ro 9:13 - “seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.

Bdk. Mal 1:2-3 - “(2) ‘Aku mengasihi kamu,’ firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?’ ‘Bukankah Esau itu kakak Yakub?’ demikianlah firman TUHAN. ‘Namun Aku mengasihi Yakub, (3) tetapi membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Kujadikan padang gurun.’”.



b) Doktrin tentang predestinasi ditunjukkan oleh banyak ayat Kitab Suci, antara lain:

1. Ef 1:4,5,11 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya, ... (11) Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya”.

2. Ro 9:10-18 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ (14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.



c) Bagaimana dengan doktrin tentang reprobation (= penentuan binasa)?



1. Ini merupakan konsekwensi logis dari doktrin pemilihan (election).

Ada orang-orang yang percaya pada ‘single predestination’, dimana mereka hanya percaya bahwa Allah menentukan / memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, tetapi Allah tidak menetapkan sisanya untuk dibinasakan. Tetapi ini adalah pandangan yang tidak konsekwen dari orang yang kurang bisa menggunakan logikanya, karena doktrin reprobation memang merupakan konsekwensi logis dari doktrin election (= pemilihan / penentuan untuk selamat). Kalau hanya sebagian manusia yang dipilih / ditetapkan untuk selamat, sedangkan setelah mati hanya ada surga dan neraka, maka tidak bisa tidak, orang yang tidak dipilih untuk selamat sama dengan ditetapkan untuk binasa. Karena itu, kita harus percaya bukan pada ‘single predestination’ tetapi pada ‘double predestination’, dimana selain kita percaya bahwa Allah memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, kita juga percaya bahwa Allah menetapkan sisanya untuik dihukum / dibinasakan.



Louis Berkhof: “The decree of election inevitably implies the decree of reprobation. ... If He has chosen or elected some, then He has by that very fact also rejected others” (= Ketetapan tentang pemilihan secara tak terhindarkan menunjuk pada ketetapan tentang reprobation. ... Jika Ia telah memilih sebagian, maka oleh fakta itu Ia juga telah menolak yang lain) - ‘Systematic Theology’, hal 117-118.



Loraine Boettner: “The very terms ‘elect’ and ‘election’ imply the terms ‘non-elect’ and ‘reprobation’” (= Istilah ‘orang pilihan’ dan ‘pemilihan’ secara tidak langsung menunjuk pada ‘orang yang bukan pilihan’ dan ‘penentuan binasa’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 104.



2. Adanya bayi-bayi yang mati merupakan bukti dari doktrin penentuan selamat / binasa.

Apakah bayi yang mati masuk surga atau neraka? Saya sendiri memilih untuk menjawab: ‘tidak tahu’. Tetapi kalau bayi mati masuk surga, itu jelas menunjukkan bahwa ia ditentukan untuk selamat; dan kalau bayi mati masuk neraka, maka jelas itu menunjukkan ia ditentukan untuk binasa! Biarlah orang Arminian menjawab argumentasi ini!



3. Adanya banyak orang yang mati tanpa mendapatkan kesempatan untuk bertobat.

Dalam Perjanjian Lama, hampir semua orang non Yahudi tidak selamat dan dalam Perjanjian Baru juga banyak orang mati sebelum mendengar Injil. Jelas bahwa mereka ini tidak mendapat kesempatan bertobat, dan karena itu termasuk reprobate / orang yang ditentukan untuk binasa.



4. Ayat-ayat Kitab Suci yang mendasari doktrin reprobation.



a. Amsal 16:4 - “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari malapetaka”.



b. Mat 11:20-24 - “(20) Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizatNya: (21) ‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. (24) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu’”.



Yesus berkata bahwa kalau di Tirus, Sidon, dan Sodom ada mujijat-mujijat terjadi, seperti yang terjadi di Khorazim, Betsaida dan Kapernaum, maka Tirus, Sidon, dan Sodom pasti sudah bertobat. Tetapi mengapa Tuhan dalam kenyataannya tidak memberi mujijat-mujijat itu kepada mereka? Jelas karena mereka termasuk reprobate!



c. Mat 11:25 - “Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil”.



d. Yes 6:9-10 - “(9) Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh’”.

Bdk. Mat 13:10-15 Mark 4:12 Luk 8:10 Yoh 12:37-40 Kis 28:26-27 Ro 11:7-8.



Komentar Calvin tentang ayat-ayat ini:

“Observe that he directs his voice to them but in order that they may become even more deaf; he kindles a light but that they may be made even more blind; he sets forth doctrine but that they may grow even more stupid; he employs a remedy but so that they may not be healed” (= Perhatikan bahwa Ia menujukan suaraNya kepada mereka tetapi supaya mereka menjadi makin tuli; Ia menyalakan cahaya tetapi supaya mereka menjadi makin buta; Ia menyatakan doktrin / ajaran tetapi supaya mereka menjadi makin bodoh; Ia menggunakan obat tetapi supaya mereka tidak disembuhkan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIV, no 13.



e. Yoh 17:12 - “Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”.

Dalam ayat ini sebetulnya terjemahan Kitab Suci Indonesia terlalu keras. Bandingkan dengan NASB yang memberikan terjemahan hurufiah: “and not one of them perished but the son of perdition” (= dan tidak seorangpun dari mereka yang binasa selain anak kehancuran / neraka).



f. Ro 9:13,17,18,21-22 - “(13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ ... (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya. ... (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa? (22) Jadi, kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan”.



B. B. Warfield: “Certainly St. Paul as explicitly affirms the sovereignty of reprobation as of election, ... if he represents God as sovereignly loving Jacob, he represents Him equally as sovereignly hating Esau; if he declares that He has mercy on whom He will, he equally declares that He hardens whom He will” (= Santo Paulus memang menegaskan kedaulatan dari reprobation secara sama explicitnya dengan kedaulatan dari election, ... jika ia menggambarkan Allah secara berdaulat mengasihi Yakub, ia secara sama menggambarkanNya secara berdaulat membenci Esau; jika ia menyatakan bahwa Ia mempunyai belas kasihan bagi siapa yang Ia kehendaki, ia secara sama menyatakan bahwa Ia mengeraskan siapa yang Ia kehendaki) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 317.



g. 1Pet 2:8 - “Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan”.

Kitab Suci terjemahan Indonesia ini salah terjemahan. Bandingkan juga dengan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris di bawah ini.

NASB: “for they stumble because they are disobedient to the word, and to this doom they were also appointed” (= karena mereka tersandung karena mereka tidak taat kepada firman, dan pada tujuan / nasib ini mereka juga telah ditetapkan).

NIV: “They stumble because they disobey the message - which is also what they were destined for” (= Mereka tersandung karena mereka tidak mentaati pesan / firman - yang juga merupakan apa yang telah ditentukan untuk mereka).

KJV: “even to them which stumble at the word, being disobedient: whereunto also they were appointed” (= bahkan bagi mereka yang tersandung pada firman, karena tidak taat: untuk mana mereka juga telah ditetapkan).

RSV: “for they stumble because they disobey the word, as they were destined to do” (= karena mereka tersandung karena mereka tidak mentaati firman, sebagaimana mereka telah ditentukan untuk melakukannya).



d) Bagaimana mengharmoniskan doktrin tentang reprobation dengan ‘Allah adalah kasih’?

Harus diakui bahwa kedua ajaran ini kelihatannya bertentangan, dan orang Arminian menggunakan ini untuk menyerang Calvinisme.



Pdt. Jusuf B. S.: “Itu bertentangan dengan sifat Allah sendiri yang kasih adanya (1Yoh 4:8). Menentukan sepihak itu sangat kejam sebab resikonya masuk Neraka kekal. Dan pasti Allah sudah tahu tentang akibat yang dahsyat ini” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 41.



Jawab:



1. Calvin dan beberapa orang Reformed kelihatannya beranggapan bahwa ‘penetapan binasa’ dan ‘kasih Allah’ memang tidak bisa diharmoniskan, karena Kitab Suci memang hanya menyatakan kedua ajaran itu tanpa mengharmoniskannya.



Calvin: “For God’s will is so much the highest rule of righteousness that whatever he wills, by the very fact that he wills it, it must be considered righteous. When, therefore, one asks why God has so done, we must reply: because he has willed it. But if you proceed further to ask why he so willed, you are seeking something greater and higher than God’s will, which cannot be found” (= Karena kehendak Allah adalah peraturan tertinggi dari kebenaran sehingga apapun yang Ia kehendaki, oleh fakta bahwa Ia menghendakinya, harus dianggap sebagai benar. Karena itu, pada waktu seseorang bertanya mengapa Allah telah bertindak begitu, kita harus menjawab: karena Ia menghendakinya. Tetapi jika engkau meneruskan lebih jauh dan menanyakan mengapa Ia menghendakinya, engkau sedang mencari sesuatu yang lebih besar dan lebih tinggi dari kehendak Allah, yang tidak bisa ditemukan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 2.



Loraine Boettner: “Let it be remembered that we are under no obligation to explain all the mysteries connected with these doctrines. We are only under obligation to set forth what the Scriptures teach concerning them, and to vindicate this teaching so far as possible from the objections which are alleged against it” (= Biarlah diingat bahwa kita tidak berkewajiban untuk menjelaskan semua misteri yang berkenaan dengan doktrin-doktrin ini. Kita hanya berkewajiban untuk menyatakan apa yang Kitab Suci ajarkan mengenai mereka, dan mempertahankan ajaran ini sejauh dimungkinkan dari keberatan-keberatan yang dinyatakan tanpa bukti terhadapnya) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 124.



William G. T. Shedd: “Since both classes of passages come from God, he must perceive that they are consistent with each other whether man can or not. Both, then, must be accepted as eternal truth by an act of faith, by every one who believes in the inspiration of the Bible. They must be presumed to be self-consistent, whether it can be shown or not” (= Karena kedua golongan text Kitab Suci itu datang dari Allah, Ia pasti mengerti bahwa mereka konsisten satu dengan lainnya tak peduli manusia bisa mengertinya atau tidak. Jadi, keduanya harus diterima sebagai kebenaran yang kekal dengan suatu tindakan iman oleh setiap orang yang percaya pada pengilhaman Alkitab. Mereka harus dianggap sebagai konsisten, tak peduli apakah itu bisa ditunjukkan atau tidak) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 43.



Catatan: yang ia maksudkan dengan ‘both’ (= keduanya), adalah ayat-ayat / bagian-bagian Kitab Suci yang kelihatannya bertentangan, seperti ayat yang menunjukkan penetapan binasa dan ayat yang menunjukkan Allah itu kasih, ayat yang menunjukkan penetapan Allah dan ayat yang menunjukkan tanggung jawab manusia.



2. Arminianisme menghadapi problem yang sama.

Pertentangan tentang ‘Allah yang adalah kasih’ dan ‘masuknya orang-orang tertentu ke dalam neraka’, merupakan problem yang tidak terpecahkan bukan untuk orang Reformed / Calvinist saja, tetapi juga untuk orang Arminian. Mengapa? Karena sekalipun orang Arminian tidak percaya pada ‘penentuan binasa’, tetapi mereka percaya bahwa Allah maha tahu, sehingga pada waktu mencipta Ia tahu ada orang-orang yang akan masuk neraka. Kalau Ia memang maha kasih, lalu mengapa tetap menciptakan orang-orang itu? Jadi persoalan ini sebetulnya menyerang dan membingungkan Calvinisme dan Arminianisme secara sama kuat.



Loraine Boettner: “As a matter of fact the Arminians do not escape any real difficulty here. For since they admit that God has foreknowledge of all things they must explain why He creates those who He foresees will lead sinful lives, reject the Gospel, die impenitent, and suffer eternally in hell” (= Faktanya, orang Arminian tidak lepas dari kesukaran di sini. Karena mereka mengakui bahwa Allah mempunyai pengetahuan lebih dulu dari segala sesuatu, mereka harus menjelaskan mengapa Ia menciptakan mereka yang dilihatNya lebih dulu akan menempuh kehidupan yang berdosa, menolak Injil, mati tanpa bertobat, dan menderita selama-lamanya dalam neraka) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 125.



Karena itu, mungkin di tempat ini kita harus mentaati kata-kata Calvin, yang dalam komentarnya tentang Ro 9:14, berkata sebagai berikut:

“Let this then be our sacred rule, to seek to know nothing concerning it, except what Scripture teaches us: when the Lord closes his holy mouth, let us also stop this way, that we may not go farther” [= Biarlah ini menjadi peraturan kudus kita, berusaha mengetahui hal itu (doktrin Predestinasi) hanya sejauh yang diajarkan oleh Kitab Suci: pada waktu Tuhan menutup mulutNya yang kudus, biarlah kita juga berhenti dan tidak pergi lebih jauh].



3. Sekalipun Allah menentukan kebinasaan seseorang, pada akhirnya orang itu binasa karena kesalahan orangnya sendiri. Jadi, pada waktu ia dihukum, itu bukan menunjukkan kekejaman Allah, tetapi keadilan Allah.



Kesimpulan: kata-kata ‘Allah adalah kasih’ tidak berarti bahwa Allah tidak menentukan keselamatan / kebinasaan seseorang. Ingat bahwa Allah juga adalah Allah yang berdaulat!



4) Karena Allah adalah kasih, maka pada saat Allah mengasihi, itu bukan disebabkan oleh hal-hal di luar diriNya / apapun yang ada dalam diri obyek yang dikasihiNya, tetapi disebabkan oleh diriNya sendiri.



Wycliffe Bible Commentary: “because God is love, love which he shows is occasioned by himself only and not by any outside cause” (= karena Allah adalah kasih, kasih yang Ia tunjukkan disebabkan hanya oleh diriNya sendiri dan bukan oleh penyebab apapun dari luar diriNya).

Bdk. Ro 5:8 - “Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”.



Bandingkan dengan kata-kata tolol dari Yesaya Pariadji.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Setelah saya baca Alkitab maka saya disayangi Tuhan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 11.



5) Penerapan fakta bahwa ‘Allah adalah kasih’ bagi orang-orang percaya.

Barnes’ Notes: “let us hold on to the truth that he is love. Let us believe that he sincerely desires our good, and that what seems dark to us may be designed for our welfare; and amidst all the sorrows and disappointments of the present life, let us feel that our interests and our destiny are in the hands of the God of love” (= hendaklah kita berpegang erat-erat pada kebenaran bahwa Ia adalah kasih. Hendaklah kita percaya bahwa Ia dengan tulus / sungguh-sungguh menginginkan kebaikan kita, dan bahwa apa yang kelihatannya gelap bagi kita bisa direncanakan untuk kesejahteraan kita; dan di tengah-tengah semua kesedihan dan kekecewaan dari hidup yang sekarang ini, hendaklah kita merasa bahwa kepentingan kita dan tujuan kita ada dalam tangan Allah yang kasih).

Bandingkan dengan:

· Yer 29:11 - “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”.

· Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.

Catatan: awas, janji seperti ini hanya berlaku untuk orang-orang percaya, bukan untuk orang kafir.


II) Bukti / perwujudan kasih Allah.



1) Ini dinyatakan dalam 3 ayat:

a) Ay 9: “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup olehNya”.

KJV: ‘his only begotten Son’ (= satu-satunya AnakNya yang diperanakkan).

b) Ay 10: “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”.

c) Ay 14: “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.



2) Ayat-ayat ini, dan juga Gal 4:4, menunjukkan bahwa pada waktu Yesus diutus, Ia sudah adalah Anak. Jadi, Ia bukannya baru menjadi Anak, setelah menjadi manusia.



3) Arti dari istilah ‘Anak Allah’.

Saksi-Saksi Yehuwa maupun para Unitarian berpendapat bahwa karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia bukan Allah. Mereka juga berulangkali mengatakan bahwa Yesus tidak pernah mengclaim diriNya sebagai Allah, tetapi selalu sebagai Anak Allah.



Jawaban:



a) Yesus memang tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’; Ia selalu menyatakan diri sebagai ‘Anak Allah’. Tetapi perlu dipertanyakan pertanyaan ini: apakah kita harus membentuk pemikiran / kepercayaan / ajaran tentang Yesus hanya berdasarkan kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga dari bagian-bagian Kitab Suci yang lain? Yang dianggap sebagai Firman Tuhan itu hanya kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga bagian-bagian lain dari Kitab Suci? Sekalipun Yesus sendiri tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’, tetapi banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan demikian, seperti:

1. Yes 9:5 - “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”.

2. Yoh 1:1 - “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”.

3. Yoh 1:18 - “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”.

Yoh 1:18 (TDB): “satu-satunya allah yang diperanakkan”.

Terjemahan TDB ini dari manuscript yang paling benar. Satu-satunya keberatan saya adalah bahwa mereka menuliskan kata ‘allah’ dimulai dengan ‘a’ huruf kecil.

4. Yoh 20:28 - “Tomas menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’”.

5. Kis 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri”.

Catatan: kata ‘Anak’ seharusnya tidak ada.

Jadi, kata ‘Nya’ menunjuk pada kata ‘Allah’, tetapi pada saat yang sama pasti menunjuk kepada Yesus, karena adanya kata ‘darah’. Jadi, ayat ini menyatakan Yesus sebagai Allah.

6. Ro 9:5 - “Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!”.

Kata ‘Ia’ jelas menunjuk kepada ‘Mesias’ / Yesus. Jadi, ayat ini menunjukkan Yesus sebagai Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya.

7. Fil 2:5b-7 - “(5b) ... Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.

8. Tit 2:13 - “dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan (Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita) Yesus Kristus”.

Catatan: tanda kurung dari saya; terjemahan yang seharusnya memang demikian.

9. Ibr 1:8 - “Tetapi tentang (kepada) Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran”.

Kata ‘tentang’ seharusnya adalah ‘kepada’ seperti dalam KJV.

10. 2Pet 1:1 - “Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus”.

11. 1Yoh 5:20 - “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.

12. Wah 1:8 - “‘Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.’”.

b) Ingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan pengertian penulisnya / orang jaman itu tentang istilah tersebut, bukan dengan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut.

Tentang istilah ‘Anak Allah’ yang digunakan oleh Yesus terhadap diriNya sendiri ini, banyak orang menyalah-artikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan bahwa dulu hanya ada Allah saja, yang lalu beranak, dsb. Karena itu jelas bahwa Yesus tidak setua / sekekal BapaNya. Tetapi ini adalah penafsiran yang menggunakan pengertian orang jaman seka­rang tentang istilah ‘Anak Allah’ itu. Padahal istilah itu digunakan sekitar 2000 tahun yang lalu di Palestina, dan karena itu harus diartikan menurut pengertian orang-orang di sana pada jaman itu.

Kalau begitu apa artinya? Tentang istilah / gelar ‘Anak Allah’ bagi Yesus, W. E. Vine memberikan komentar sebagai berikut: “absolute Godhead, not Godhead in a secondary or derived sense, is intended in the title” (= keAllahan yang mutlak, bukan keAllahan dalam arti sekunder atau yang didapatkan, yang dimaksudkan dalam gelar tersebut) - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 1061.

Tetapi, apa dasarnya pandangan seperti ini?

1. Kita bisa mendapatkan jawabannya dengan membandingkan istilah ‘Anak Allah’ dengan istilah ‘Anak Manusia’, yang sama-sama merupakan gelar / sebutan yang sangat sering digunakan oleh Yesus untuk diriNya sendiri. Kalau istilah ‘Anak Manusia’ diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul manusia’, maka istilah ‘Anak Allah’ harus diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul Allah’.

2. Bdk. Mat 14:33 - “Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: ‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah.’”.

Pikirkan ayat ini! Mereka menganggap Yesus betul-betul adalah Anak Allah, dan karena itu mereka lalu menyembah Dia. Kalau mereka menganggap bahwa ‘Anak Allah’ itu ‘bukan Allah’, atau ‘lebih rendah dari Allah’, maka mungkinkah mereka, yang adalah orang-orang Yahudi (bangsa monotheist, yang hanya menyembah Allah saja), lalu menyembah Dia? Apalagi ini terjadi setelah Mat 4:10 dimana Yesus melarang menyembah siapapun kecuali Allah. Dari ayat ini jelas bahwa mereka menganggap istilah ‘Anak Allah’ berarti ‘Allah sendiri’.

3. Bandingkan dengan Yoh 5:17-18 - “(17) Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ (18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.

NIV/NASB: ‘making himself equal with God’ (= membuat diriNya sendiri setara dengan Allah).

Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘menyamakan’ dalam Yoh 5:18 adalah kata yang sama dengan kata Yunani yang diterjemahkan ‘setara’ dalam Fil 2:6. Jadi artinya ‘menyetarakan’ / ‘menyederajatkan’, bukan betul-betul ‘mengidentikkan’.

Di sini terli­hat dengan jelas bahwa pada waktu Yesus menyebut diriNya sebagai ‘Anak Allah’, orang-orang Yahudi pada saat itu mengerti bahwa kata-kata itu berarti bahwa Yesus menganggap diri sehakekat dengan Allah, atau menyetarakan diriNya dengan Allah. Ini mereka anggap sebagai penghujatan terhadap Allah, dan karena itu mereka mau merajam Yesus

Saksi-Saksi Yehuwa maupun para Unitarian menganggap bahwa penyetaraan Yesus dengan Allah itu hanya merupakan anggapan / penafsiran yang salah dari orang-orang Yahudi tentang pengakuan Yesus sebagai Anak Allah.

Jawaban:

Kalau itu memang merupakan pemikiran yang salah dari orang-orang Yahudi tentang kata-kata Yesus itu, mengapa Yesus tidak mengoreksi pemikiran yang salah itu?

Dalam perdebatan antara saya dengan para Unitarian, mereka mengatakan bahwa Yesus memang mengoreksi pandangan salah dari orang-orang Yahudi itu dengan mengucapkan kata-kata dalam Yoh 5:19 - “Maka Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak”.

Karena itu, mari kita sekarang membahas Yoh 5:19 ini.

a. ‘Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri’ (ay 19b bdk. ay 30a: ‘Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriKu sendiri’).

Ayat ini dipakai oleh Arius / Arianisme (yang nantinya menjadi dasar dari ajaran Saksi Yehuwa) untuk mengatakan bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa, karena Ia tidak bisa melakukan apapun dari diriNya sendiri.

Tetapi sebetulnya ayat ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan Yesus! Dalam kontex dimana Yesus menunjukkan diriNya seba­gai Anak Allah, dan menyamakan diriNya dengan Allah (ay 17-18), tidak mungkin tahu-tahu Ia justru menunjukkan ketidak-mampuanNya.

Kalau demikian, apa arti / maksud kata-kata Yesus ini? Kata-kata Yesus ini bertujuan untuk menekankan kesatuan yang tidak terpisahkan antara Yesus dengan Bapa, yang menyebabkan Yesus tidak bisa melakukan apapun terpisah dari Bapa. Dan jelas bahwa Bapapun tidak bisa melakukan apapun terpisah dari Yesus!

Jadi, Yesus dan Bapa tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Sebaliknya, pekerjaan Yesus adalah pekerjaan Bapa, dan pekerjaan Bapa adalah pekerjaan Yesus.

Dengan demikian, kata-kata Yesus ini menjawab serangan mereka bahwa Yesus melanggar Sabat dan menghujat Allah (ay 18). Kalau Yesus bisa melanggar Sabat dan menghujat Allah, maka itu berarti Ia bisa melakukan sesuatu terpisah dari Bapa. Tetapi Yesus tidak bisa melakukan sesuatu terpisah dari Bapa, dan karena itu jelas bahwa Ia tidak bisa melanggar Sabat maupun menghujat Allah.

b. ‘Jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang diker­jakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak’ (ay 19c).

· Kata ‘apa’ dalam bagian ini seharusnya adalah ‘apapun’.

RSV/NIV/NASB: ‘whatever’ (= apapun).

KJV: ‘what things soever’ (= hal-hal apapun juga).

Jadi kata-kata Yesus di sini menunjukkan bahwa Anak / Yesus melaku­kan apapun juga yang dilakukan oleh Bapa. Padahal, apa yang dila­kukan oleh Bapa jelas merupakan pekerjaan ilahi, seperti mencipta­kan alam semesta dengan segala isinya, membangkitkan orang mati, dsb. Bahwa Yesus melakukan apapun juga yang dilakukan Bapa, menun­jukkan bahwa Yesus / Anak adalah Allah!

· Kalau ay 19 berarti bahwa Yesus hanya bisa meniru apa yang Bapa lakukan, bagaimana mungkin Yesus mencipta alam semesta? Kapan Yesus pernah melihat Bapa melakukan hal itu? Juga pada waktu Yesus menjadi manusia, dan mati di salib untuk menebus dosa kita, bagaimana mungkin Ia meniru Bapa? Bapa tidak pernah menjadi manusia dan mati menebus dosa kita!

· Jangan mengartikan bagian ini seakan-akan Yesus itu cuma bisa meniru BapaNya! Tentang bagian ini NICNT mengutip kata-kata Westcott, yang berkata sebagai berikut: “The things that the Father does that the Son does, too, not in imitation, but in virtue of His sameness of nature” (= Hal-hal yang dilakukan oleh Bapa juga dilakukan oleh Anak, bukan dalam peniruan, tetapi berdasarkan kesamaan hakekatNya).

4. Yoh 10:30-33 - “(30) Aku dan Bapa adalah satu.’ (31) Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. (32) Kata Yesus kepada mereka: ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?’ (33) Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah [NWT / TDB: “make yourself a god” (= menjadikan dirimu suatu allah)]” (bdk. Yoh 10:36b - “Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?”.).

Catatan: kata-kata ‘menyamakan diriMu dengan Allah’ seharusnya adalah ‘membuat diriMu Allah’.

Dalam Yoh 10:33, sekalipun kata-kata itu memang itu diucapkan oleh orang-orang Yahudi, tetapi lagi-lagi kata-kata itu pasti benar. Mengapa? Karena kalau kata-kata itu salah, Yesus pasti akan membetulkannya / mengoreksinya; Ia pasti akan menyangkal bahwa Ia menyetarakan diriNya dengan Allah. Tetapi Yesus tidak pernah melakukan hal itu! Kalau saudara membaca Yoh 10:34-39 terlihat dengan jelas bahwa Yesus bukannya membetulkan kesalahan mereka, tetapi sebaliknya justru menegaskan bahwa kata-kata mereka itu benar. Supaya lebih jelas, mari kita pelajari bagian itu.

Yoh 10:34-39 - “(34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan -, (36) masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? (37) Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, (38) tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’ (39) Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka”.

Ada hal-hal yang ingin saya jelaskan tentang jawaban Yesus dalam Yoh 10:34-38 ini:

a. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dari seluruh jawaban Yesus ini adalah: terhadap kata-kata orang-orang Yahudi dalam ay 33 (bahwa Yesus menyetarakan diri dengan Allah), Yesus tidak menyangkalnya!

Dalam persoalan Sabat, pada saat mereka menyalahkan Yesus, Yesus sering membantahnya (Mat 12:1-8 Mat 12:9-15a Luk 13:10-17 Luk 14:1-6 Yoh 5:16-17 Yoh 7:22-24). Tetapi dalam hal ‘tuduhan’ menyetarakan diri dengan Allah, Yesus tidak pernah membantahnya (Yoh 5:17-18 Yoh 10:30-38). Kalau memang pendapat / penafsiran mereka itu salah, mengapa Yesus tidak pernah membantahnya?

Loraine Boettner: “If they had been wrong a word from Him would have set them right, and it would have been nothing short of criminal for Him to have withheld it” (= Seandainya mereka salah, maka satu kata dari Dia akan membetulkan mereka, dan merupakan suatu tindakan kriminil dari Dia untuk menahan / tidak mengucapkan kata itu) - ‘Studies in Theology’, hal 155.

b. Jawaban Yesus dalam ay 34-38 terdiri dari 2 hal:

· Ay 34-36: “(34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan -, (36) masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?”.

Ay 34b dikutip dari Maz 82:6.

Maz 82:1,6 - “(1) Allah berdiri dalam sidang ilahi, di antara para allah Ia menghakimi: ... (6) Aku sendiri telah berfirman: ‘Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian.”.

Yesus berkata bahwa dalam Kitab Suci juga ada orang-orang (hakim-hakim) yang disebut dengan istilah ‘allah’, dan itu tidak dianggap penghujatan. Yesus tidak memaksudkan bahwa Ia juga adalah ‘allah’ dalam arti yang sama. Yesus tidak menyejajarkan diriNya dengan hakim-hakim yang disebut ‘allah’ itu. Maksud Yesus adalah: kalau mereka, yang adalah manusia biasa / hakim, bisa disebut ‘allah’ tanpa harus menghujat Allah, maka lebih-lebih Dia, yang adalah Mesias. Pada waktu Ia menyebut diriNya sendiri ‘Anak Allah’, tentu itu bukan penghujatan.

· Ay 37-38: “(37) Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, (38) tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’”.

Hal kedua yang Yesus tekankan adalah: mujijat-mujijat yang Ia lakukan seharusnya membuat mereka mempercayai kata-kataNya.

c. Ay 39 menunjukkan bahwa mereka / orang-orang Yahudi itu mau menangkap Yesus. Kalau jawaban Yesus dalam ay 34-38 merupakan penyangkalanNya terhadap tuduhan bahwa Ia membuat diriNya sendiri sebagai Allah, maka bagaimana mungkin orang-orang Yahudi itu justru mau menangkapNya?

d. Ada 3 kalimat / pernyataan yang artinya sama dalam Yoh 10:30-39.

Yoh 10:30-39 - “(30) Aku dan Bapa adalah satu.’ (31) Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. (32) Kata Yesus kepada mereka: ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?’ (33) Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah.’ (34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan -, (36) masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? (37) Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan BapaKu, janganlah percaya kepadaKu, (38) tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’ (39) Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka”.

Ingat bahwa semua persoalan ini muncul karena dalam Yoh 10:30 Yesus berkata: ‘Aku dan Bapa adalah satu’.

Sekarang perhatikan bahwa dalam ay 36b Yesus berkata: “karena Aku berkata: ‘Aku Anak Allah’”. Ini aneh! Mengapa Ia tidak berkata: “karena Aku berkata: ‘Aku dan Bapa adalah satu’”? Bukankah kata-kata ‘Aku dan Bapa adalah satu’ dalam ay 30 itu yang dipersoalkan di sini?

Juga dalam ay 38b, Yesus berkata: “Supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa”. Ini juga aneh! Mengapa Ia tidak berkata: “Supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Aku dan Bapa adalah satu”?

Jawabannya: jelas karena ketiga kalimat itu: yaitu:

· Aku dan Bapa adalah satu (ay 30).

· Aku adalah Anak Allah (ay 36b).

· Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa (ay 38b bdk. Yoh 14:8-11).

maksudnya adalah sama! Semuanya menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri!

5. Yoh 19:7 - “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah.’”.

Catatan: terjemahan sebenarnya dari kata-kata ‘Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah’ adalah ‘Ia membuat diriNya sendiri Anak Allah’.

Bdk. Mark 14:61-64 - “(61) Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepadaNya sekali lagi, katanya: ‘Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?’ (62) Jawab Yesus: ‘Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.’ (63) Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Untuk apa kita perlu saksi lagi? (64) Kamu sudah mendengar hujatNya terhadap Allah. Bagaimana pendapat kamu?’ Lalu dengan suara bulat mereka memutuskan, bahwa Dia harus dihukum mati”.

Pengakuan Yesus bahwa diriNya adalah Anak Allah membuat orang-orang Yahudi itu menganggapNya menghujat Allah, sehingga mereka menganggap bahwa Ia harus dihukum mati. Kalau pengakuan Yesus sebagai ‘Anak Allah’ artinya memang bukan penyetaraan dengan Allah, tidak mungkin orang-orang Yahudi itu menganggapNya menghujat Allah. Tetapi kenyataanya mereka menganggap Yesus menghujat Allah, dan karena itu, jelas bahwa mereka mengetahui / mengerti bahwa maksud dari pangakuan itu adalah penyetaraan diri dengan Allah. Dan lagi-lagi, tidak ada bantahan / pengkoreksian dari Yesus terhadap tuduhan tersebut.

Kesimpulan: Dari kelima point di atas ini, jelas bahwa pengakuan Yesus bahwa Ia adalah ‘Anak Allah’ adalah sama dengan pengakuan bahwa diriNya adalah Allah / setara dengan Allah.

4) ‘yang tunggal’.

Wycliffe Bible Commentary: “‘Only begotten.’ Not only did God send his Son, but it was his only begotten Son whom he sent. Christ is the only born Son in the sense that he has no brothers” (= ‘Satu-satunya yang diperanakkan’. Allah bukan hanya mengirimkan AnakNya, tetapi itu adalah satu-satunya Anak yang Ia peranakkan yang Ia kirimkan. Kristus adalah satu-satunya Anak yang dilahirkan, dalam arti bahwa Ia tidak mempunyai saudara-saudara).

Herschel H. Hobbs: “‘Only begotten.’ ... This places God’s Son in a class by Himself. ... He had only one Son” (= ‘Satu-satunya yang diperanakkan’. ... Ini menempatkan Anak Allah dalam suatu kelas / golongan tersendiri. ... Ia hanya mempunyai satu Anak) - hal 110.

Calvin: “he who is his only Son by nature, makes many sons by grace and adoption, even all who, by faith, are united to his body” (= Ia yang adalah satu-satunya Anak secara alamiah, membuat banyak anak-anak oleh kasih karunia dan pengadopsian, bahkan semua orang, yang oleh iman, dipersatukan pada tubuhNya) - hal 239.

Bdk. Gal 4:5 - “Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak”.

KJV: ‘To redeem them that were under the law, that we might receive the adoption of sons’ (= Untuk menebus mereka yang ada di bawah hukum Taurat, supaya kita bisa menerima pengadopsian anak).

Bdk. Yoh 20:17 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudaraKu dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.’”.

Mengapa Ia berkata ‘BapaKu dan Bapamu’, bukan ‘Bapa kita’? Jelas karena sekalipun kita yang percaya kepada Yesus juga adalah anak-anak Allah, tetapi hubungan Yesus dengan BapaNya tetap berbeda dengan hubungan kita dengan Allah. Dia adalah Anak yang sungguh-sungguh / sejati / dari kekekalan; sedangkan kita adalah anak-anak yang diadopsi karena iman kita kepada Kristus

5) ‘THE ETERNAL GENERATION OF THE SON’.

Kalau berbicara tentang Yesus sebagai Anak Allah, maka ada satu masalah yang harus bisa diatasi, yaitu suatu serangan Saksi Yehuwa yang sangat menyulitkan orang-orang kristen.

Saksi-Saksi Yehuwa: “Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah itu kekal, maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana seseorang bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya?” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 15.

Doktrin ‘THE ETERNAL GENERATION OF THE SON’ yang akan saya ajarkan ini sangat penting, karena menurut saya ini merupakan satu-satunya jawaban yang bisa diberikan terhadap serangan Saksi-Saksi Yehuwa di bawah ini.

a) Arti kata.

1. ‘to generate’ = memperanakkan, memproduksi keturunan.

2. ‘generation’ = tindakan memperanakkan.

b) Definisi dari doktrin ini:

1. Hal ini adalah suatu tindakan yang tidak bisa tidak dilaku­kan oleh Allah (It is a necessary act of God).

2. Ini merupakan tindakan kekal dari Allah.

Itu bukanlah suatu tindakan yang terjadi hanya pada satu saat di masa lampau, tetapi merupakan suatu tindakan yang, sekalipun sudah selesai dilakukan, tetapi tetap dilakukan terus-menerus, dari - ~ sampai + ~ (minus tak terhingga sampai plus tak terhingga). Tidak ada saat dimana Bapa tidak melakukan tinda­kan itu.

Definisi ini penting, karena kalau dikatakan bahwa Bapa memperanakkan Anak pada satu saat di masa yang lampau, maka gambarnya adalah seperti ini:

Bapa

memperanakkan

Anak

Hanya ada Bapa sendiri Ada Bapa dan Anak
__________________________________________________________

Dengan demikian:

a. Ada perubahan dalam diri Allah (dari 1 pribadi menjadi 2 pribadi).

b. Bapa lebih kekal dari Anak / Yesus.

Herman Bavinck:

“It is not to be regarded as having been complet­ed once for all in the past, but it is an act eternal and immutable, eternally finished yet continuing forevermore. As it is natural for the sun to give light and for the fountain to pour forth water, so it is natural for the Father to generate the Son” (= Hal itu tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang telah diselesaikan sekali dan selamanya pada waktu lampau, tetapi merupakan suatu tindakan yang kekal dan abadi, diselesaikan secara kekal tetapi berlangsung selama-lamanya. Sebagaimana adalah alamiah bagi matahari untuk memberikan sinar dan bagi mata air untuk mengeluarkan air, begitu pula adalah alamiah bagi Bapa untuk memperanakkan Anak) -’The Doctrine of God’, hal 309.

Analogi / illustrasi yang diberikan oleh Bavinck adalah matahari yang memancarkan sinarnya. Matahari itu sudah selesai memancarkan sinarnya, tetapi hal itu tetap berlangsung terus menerus, dan tidak ada saat dimana matahari tidak memancarkan sinarnya.

Sekarang cobalah membayangkan hal itu. Dari minus tak terhingga sampai ke plus tak terhingga matahari terus menerus memancarkan sinarnya. Coba bayangkan hal ini, dan ikuti matahari dan sinarnya itu mulai minus tak terhingga sampai ke plus tak terhingga. Apakah ada perubahan? Sama sekali tidak, bukan? Semua tetap sama selama-lamanya. Lalu, apakah matahari lebih kekal dari sinarnya? Kalau saudara berkata bahwa matahari ada lebih dulu dari sinarnya, maka ingat bahwa matahari tanpa sinar tidak bisa disebut sebagai matahari, dan ingat juga bahwa dalam ilustrasi ini matahari itu terus mengeluarkan sinarnya dari minus tak terhingga sampai plus tak terhingga. Jadi jelas bahwa matahari sama usianya dengan sinarnya.

Kalau hal ini kita jadikan ilustrasi tentang Bapa yang memperanakkan Anak, maka kita tidak bisa melihat adanya perubahan dalam diri Allah, dan kita juga tidak bisa mengatakan bahwa Bapa itu lebih kekal dari pada Anak.

William G. T. Shedd mengutip kata-kata Turrettin:

“‘The Father,’ says Turrettin, ‘does not generate the Son either as previously existing, for in this case there would be no need of generation; nor as not yet existing, for in this case the Son would not be eternal; but as coexisting, because he is from eternity in the Godhead’” (= ‘Bapa’, kata Turretin, ‘tidak memperanakkan Anak seakan-akan Anak itu sudah ada sebelumnya, karena kalau begitu maka tidak diperlukan tindakan memperanakkan itu; juga tidak seakan-akan Anak itu belum ada, karena kalau begitu maka Anak itu tidak kekal; tetapi sebagai ada bersama-sama, karena Ia ada dalam diri Allah sejak kekekalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 293-294.

3. Hal ini merupakan kelahiran / generation dari pribadi, bukan kelahiran / generation dari hakekat Anak Allah.

Louis Berkhof: “It is better to say that the Father generates the personal subsistence of the Son, but thereby also communicates to Him the divine essence in its entirety. But in doing this we should guard against the idea that the Father first generated a second person, and then communicated the divine essence to this person, for that would lead to the conclusion that the Son was not generated out of the divine essence but created out of nothing. In the work of generation there was a communication of essence; it was one indivisible act” (= Lebih baik untuk mengatakan bahwa Bapa memperanakkan keberadaan pribadi dari Anak, tetapi dengan demikian juga memberikan kepadaNya seluruh hakekat ilahi. Tetapi dalam melakukan ini kita harus waspada terhadap gagasan bahwa Bapa mula-mula memperanakkan pribadi yang kedua, dan lalu memberikan hakekat ilahi kepada pribadi ini, karena itu akan membawa pada kesimpulan bahwa Anak bukan diperanakkan dari hakekat ilahi tetapi diciptakan dari ‘tidak ada’. Dalam pekerjaan memperanakkan ada pemberian hakekat; itu adalah satu tindakan yang tidak terpisahkan) - ‘Systematic Theology’, hal 93,94.

‘Communication of essence’ (= pemberian hakekat) ini menyebabkan Anak mempunyai hidup dari diriNya sendiri (Yoh 5:26).

Catatan: kata bahasa Inggris ‘communication’ berasal dari kata bahasa Latin ‘Communicatio’. Dalam bahasa Yunani istilah Communicatio ini diterjemahkan dengan istilah KOINONIA.

Dan kata Yunani KOINONIA bisa berarti:

a. fellowship (= persekutuan).

b. a close mutual relationship (= hubungan timbal balik yang dekat).

c. participation (= partisipasi).

d. sharing in (= sama-sama menikmati / memiliki).

e. partnership (= persekutuan).

f. contribution (= sumbangan).

g. gift (= pemberian).

Dalam kontext ini kelihatannya yang harus ditekankan adalah arti d. dan g. Jadi, kalau dikatakan bahwa Bapa melakukan ‘communication of essence’ kepada Anak, maka itu berarti Bapa memberikan essence / hakekat kepada Anak, atau Bapa dan Anak sama-sama memiliki essence / hakekat itu.

4. Hal ini bersifat rohani dan illahi.

Louis Berkhof: “This generation must not be conceived in a physical and creaturely way, but should be regarded as spiritual and divine, excluding all idea of division or change” (= Tindakan memperanakkan ini tidak boleh dipahami / dibayangkan secara fisik dan bersifat ciptaan, tetapi harus dianggap sebagai rohani dan ilahi, membuang semua gagasan tentang perpecahan atau perubahan) - ‘Systematic Theology’, hal 94.

Catatan: keempat definisi di atas ini kelihatannya diberikan begitu saja tanpa dasar Kitab Suci, tetapi saya berpendapat bahwa dasarnya sebetulnya ada (lihat point c di bawah). Dalam menyusun definisi-definisi itu, para ahli theologia memperhatikan beberapa hal yang tidak boleh dilanggar, karena jelas merupakan ajaran Kitab Suci, yaitu:

a. Anak adalah Allah, dan harus bersifat kekal, dan bahkan harus sama kekalnya dengan Bapa.

b. Allah tidak bisa berubah.

Mal 3:6 - “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap”.

Yak 1:17 - “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; padaNya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran”.

Maz 102:26-28 - “(26) Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tanganMu. (27) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah; (28) tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan”.

Kesempurnaan Allah tidak memungkinkan adanya perubahan dalam diri Allah.

c) Dasar Kitab Suci dari doktrin ini:

1. Dasar yang salah:

Maz 2:7 - “Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”.

Pdt. Stephen Tong dalam seminar dan buku ‘Allah Tritunggal’ (hal 40-41,43) menggunakan Maz 2:7 ini sebagai dasar dari ‘the eternal generation of the Son’, dan Calvin juga mengatakan bahwa ada orang-orang yang menggunakan Maz 2:7 sebagai dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’.

Orang yang menggunakan Mazmur 2:7 ini sebagai dasar biasanya mendefinisikan doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini sebagai suatu tindakan Bapa yang terjadi di minus tak terhingga, dan lalu berkata bahwa pada saat itu waktupun belum ada sehingga tidak ada ‘sebelum’ atau ‘sesudah’. Dengan demikian tidak bisa dikatakan bahwa Bapa ada sebelum Anak.

Tetapi saya tidak setuju dengan argumentasi ini. Untuk itu saya akan mengutip kata-kata John Murray dalam tafsirannya tentang Ro 9:11 (NICNT) dimana ia berkata: “This consideration that the electing purpose is supratemporal does not, however, rule out the thought of priority; there can be priority in the order of thought and conception quite apart from the order of temporal sequence” (= Pertimbangan bahwa rencana pemilihan ini ada di atas waktu tidak menyingkirkan pemikiran tentang ke-lebih-dahulu-an; bisa ada ke-lebih-dahulu-an dalam urut-urutan pemikiran dan pengertian terlepas dari urut-urutan waktu).

John Murray mendukung hal ini menggunakan Ro 8:29 (KJV): ‘For whom he did foreknow, he also did predestinate [to be] conformed to the image of his Son, that he might be the firstborn among many brethren’ (= Karena mereka yang dikenalNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambar AnakNya, supaya Ia bisa menjadi yang sulung di antara banyak saudara).

Perhatikan bagian yang digaris-bawahi itu. Kedua kata kerja itu (‘foreknew’ dan ‘predestinate’) sama-sama terjadi di minus tak terhingga, tetapi toh Paulus menuliskannya sedemikian rupa sehingga terlihat bahwa ‘foreknew’ mendahului ‘predestinate’.

Karena itu, kalau kita mengatakan bahwa Anak diperanakkan di satu saat pada waktu yang lampau, sekalipun itu terjadi di minus tak terhingga, pada saat waktupun belum ada, maka secara logika kita tetap bisa melihat bahwa Bapa lebih kekal dari Anak, dan juga bahwa terjadi perubahan dalam diri Allah dari satu pribadi menjadi dua pribadi.

Tetapi dengan mendefinisikan bahwa Bapa memperanakkan Anak secara kekal / terus menerus, maka prinsip Kitab Suci tentang ‘keilahian dan kekekalan Yesus’ dan ‘ketidakberubahan Allah’ bisa dipertahankan.

Calvin juga tidak setuju dengan penggunaan Maz 2:7 sebagai dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini. Saya setuju dengan Calvin, dan saya berpendapat bahwa ada beberapa alasan yang menyebabkan Maz 2:7 tidak bisa menjadi dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini, yaitu:

a. Kata-kata ‘hari ini’ menunjuk pada satu titik di masa yang lampau, dan dengan demikian maka tindakan memperanakkan itu merupakan suatu tindakan yang terjadi pada masa yang lampau, dan ini tidak sesuai dengan definisi dari ‘the eternal generation of the Son’.

b. Maz 2:7 hanya menunjukkan bahwa Allah memberikan kesaksian bahwa Yesus adalah Anak Allah.

Calvin: “He is not said to be begotten in any other sense than as the Father bore testimony to him as being his own Son” (= Ia tidak dikatakan diperanakkan dalam arti yang lain dari pada bahwa Bapa memberikan kesaksian kepadaNya sebagai AnakNya sendiri).

c. Kata-kata ‘hari ini’ menunjuk pada saat dimana ke-Anak-an Yesus diproklamirkan kepada dunia.

Calvin: “This expression, to be begotten, does not therefore imply that he began to be the Son of God, but that his being so was then made manifest to the world” (= Ungkapan ‘diperanakkan’ ini tidak berarti bahwa Ia mulai menjadi Anak Allah, tetapi bahwa keberadaanNya sebagai Anak Allah dinyatakan kepada dunia pada saat itu).

d. Maz 2:7 dikutip 3 kali dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam Kis 13:33 Ibr 1:5 Ibr 5:5, dan tidak ada satupun dari ayat-ayat itu yang mengutipnya untuk menunjuk pada ‘the eternal generation of the Son’.

Kis 13:33 - “telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: AnakKu Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini”.

Ibr 1:5 - “Karena kepada siapakah di antara malaikat-malaikat itu pernah Ia katakan: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini?’ dan ‘Aku akan menjadi Bapa-Nya, dan Ia akan menjadi AnakKu?’”.

Ibr 5:5 - “Demikian pula Kristus tidak memuliakan diriNya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini’”.

2. Dasar Kitab Suci yang benar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini.

a. Sebutan ‘Bapa’ dan ‘Anak’ dalam Kitab Suci menunjukkan bahwa Bapa memang memperanakkan Anak (tetapi bukan seperti seorang bapa memperanakkan anaknya!). Kalau memang tidak ada tindakan memperanakkan, dan hanya menunjukkan hubungan yang dekat, mengapa tidak disebut saja suami dan istri, atau dua saudara kembar, atau paman dan keponakan, atau sepasang sahabat, dan sebagainya?

b. Sebutan ‘Anak Tunggal’ / ‘The Only Begotten’ (Yoh 1:14 3:16), dan juga sebutan ‘sulung’ [dalam bahasa Inggrisnya ‘firstborn’ (= yang dilahirkan pertama)] bagi Yesus (Kol 1:15 Ro 8:29 Ibr 1:6), menunjukkan bahwa Ia memang diperanakkan.

c. Yoh 5:26 dan Yoh 6:57 mengatakan bahwa Bapa memberikan Anak untuk mempunyai hidup dalam diriNya sendiri.

Yoh 5:26 - “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, demikian juga diberikanNya Anak mempunyai hidup dalam diriNya sendiri”.

Yoh 6:57 - “Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku”.

d. Dalam Yoh 1:18 dalam Kitab Suci Indonesia ada kata-kata ‘Anak Tunggal Allah’. Kalau dilihat dari manuscript yang dianggap paling benar, terjemahannya adalah ‘satu-satunya Allah yang diperanakkan’ (‘only begotten God’).

Sekalipun Bapa dan Roh Kudus adalah Allah, tetapi Bapa dan Roh Kudus tidak pernah diperanakkan. Jadi, Yesus adalah satu-satunya Allah yang diperanakkan! Dari sini terlihat bahwa ayat ini penting sebagai dasar dari:

· keilahian Kristus. Perhatikan bahwa dalam terjemahan yang saya anggap paling benar ini, Kristus disebut ‘Allah’.

· doktrin Allah Tritunggal. Kata ‘satu-satunya Allah yang diperanakkan’ secara implicit menunjukkan ada ‘Allah lain’ yang tidak diperanakkan.

· doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini.

Dengan penjelasan dan ilustrasi di atas, maka:

¨ terlihat bahwa doktrin ‘ciptaan manusia’ ini betul-betul mempunyai dasar Kitab Suci.

¨ kita bisa menjawab dan mematahkan argumentasi yang cuma berdasarkan logika semata-mata yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa: “Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah itu kekal, maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana seseorang bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya?” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 15.

¨ terlihat bahwa sekalipun Yesus memang betul-betul diperanakkan oleh Bapa, Ia tetap sama kekalnya dengan Bapa, dan itu membuktikan bahwa Ia memang adalah Allah sendiri!

Apakah saudara percaya bahwa Yesus adalah Allah sendiri? Apakah saudara hidup sesuai dengan kepercayaan ini, dengan mencari Yesus, mempelajari Yesus, berusaha makin mengenal Yesus, menyembah Yesus, memuliakan Yesus, mentaati Yesus, melayani Yesus, dan memberitakan Yesus?

6) Allah / Bapa mengutus AnakNya.

Ay 9: “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup olehNya”.

Ay 10: “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”.

Ay 14: “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.

Apakah ini menunjukkan bahwa Bapa lebih tinggi dari Anak?

Saksi-Saksi Yehuwa: “Bukankah yang mengutus lebih unggul dari yang diutus?” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 17.

Jawaban yang salah:

Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Bapa mengutus Yesus, meninjau Yesus sebagai manusia. Ini merupakan jawaban yang salah. Mengapa?

a) Pada saat diutus, Yesus ada di surga sebagai Allah. Dia belum menjadi manusia.

b) Selain ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Bapa mengutus Anak / Yesus, juga ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Bapa dan Anak mengutus Roh Kudus (Yoh 14:26 Yoh 15:26 Yoh 16:7). Kalau yang pertama kita artikan sebagai Bapa mengutus Yesus sebagai manusia, yang kedua kita artikan sebagai apa?

Jawaban yang benar:

Dalam pelajaran-pelajaran yang lalu, saya sudah membahas bahwa istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan kesetaraan antara Anak dengan Bapa. Jadi, jelas bahwa istilah ‘Bapa mengutus Anak’ tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Bapa lebih tinggi dari Anak (kalau Anak ditinjau sebagai Allah).

Tetapi, bagaimana menjelaskan pengutusan ini? Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Dalam doktrin Allah Tritunggal ada ketundukan tertentu dari Anak kepada Bapa dan dari Roh Kudus kepada Bapa dan Anak. Ini disebut dengan istilah ‘economic subordination’, yang menunjuk pada ‘ketundukan demi keteraturan’.

Ketundukan ini tidak menunjukkan bahwa secara hakiki (ditinjau dari hakekatNya) Yesus memang lebih rendah dari Bapa. Ketundukan ini ada demi keteraturan dalam pekerjaan dari Allah Tritunggal di luar diriNya.

Illustrasi: Ini bisa dianalogikan dengan suatu keluarga. Di hadapan Allah, dan dari sudut hakekat, sebetulnya ayah, ibu, dan anak-anak setara.

Bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara dari sudut hakekat, terlihat dari kata Paulus dalam Gal 3:28 - “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus”.

Kata-kata ‘tidak ada laki-laki atau perempuan’ maksudnya, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pandangan Allah.

Tetapi demi keteraturan dalam keluarga, maka Tuhan memberi peraturan bahwa ayah adalah kepala keluarga, istri harus tunduk kepada suami, dan anak-anak harus tunduk kepada orang tua (Ef 5:22 Ef 6:1).

Demikian juga dalam Allah Tritunggal. Bapa, Anak dan Roh Kudus betul-betul setara kalau ditinjau dari sudut hakekat, karena hakekat Mereka hanya satu. Tetapi dalam beroperasi, ada ketundukan dari pribadi yang satu kepada pribadi yang lain.

Loraine Boettner: “This subordination of the Son to the Father, and of the Spirit to the Father and the Son, relates not to their essential life within the Godhead, but only to their modes of operation or their division of labour in creation and redemption. This subordination of the Son to the Father, and of the Spirit to the Father and the Son, is not in any way inconsistent with true equality” (= Ketundukan dari Anak kepada Bapa, dan dari Roh kepada Bapa dan Anak, berhubungan bukan dengan kehidupan hakiki mereka dalam diri Allah, tetapi hanya dengan cara beroperasi / bekerja atau pembagian pekerjaan mereka dalam penciptaan dan penebusan. Ketundukan dari Anak kepada Bapa, dan dari Roh kepada Bapa dan Anak, sama sekali tidak bertentangan dengan cara apapun dengan kesetaraan yang benar) - ‘Studies in Theology’, hal 119.

7) Pengutusan AnakNya ini merupakan bukti kasih Allah kepada kita.

a) Kasih tidak mungkin pasif saja; kasih harus energik! Allah mewujudkan kasihNya dengan mengirimkan AnakNya ke dalam dunia. Bagaimana dengan kasih saudara terhadap Allah dan sesama? Apakah hanya pasif saja, atau hanya diwujudkan dengan kata-kata saja, atau ada perwujudannya yang betul aktif? Misalnya dengan ketaatan, pelayanan, persembahan, persekutuan dengan Dia, dsb?

Bdk. 1Yohanes 3:18 - “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran”.

b) Pengutusan AnakNya ini merupakan bukti tertinggi dari kasih Allah kepada kita.

Barnes’ Notes: “‘In this was manifested the love of God.’ That is, in an eminent manner, or this was a most signal proof of it. The apostle does not mean to say that it has been manifested in no other way, but that this was so prominent an instance of his love, that all the other manifestations of it seemed absorbed and lost in this” (= ‘Dalam hal inlah dinyatakan kasih Allah’. Artinya, dengan suatu cara yang menonjol / menyolok, atau ini merupakan suatu bukti yang paling menyolok / luar biasa darinya. Sang rasul tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa kasih Allah itu tidak pernah dinyatakan dengan cara lain, tetapi bahwa ini merupakan suatu contoh dari kasihNya yang begitu menyolok, sehingga semua pernyataan yang lain dari kasih Allah itu kelihatannya terserap dan terhilang di dalam hal ini).

Kebaikan / kasih Allah kepada kita memang juga dinyatakan dengan berkat-berkat jasmani.

Bandingkan dengan:

· Mat 5:44-46 - “(44) Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (45) Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. (46) Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?”.

· Kis 14:16-17 - “(16) Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, (17) namun Ia bukan tidak menyatakan diriNya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan.’”.

Tetapi yang berbahaya adalah kalau kita menggunakan berkat-berkat jasmani itu sebagai standard tertinggi dalam menilai kasih Allah kepada kita. Mengapa? Karena hal-hal itu bisa berubah-ubah, misalnya sebentar seseorang kaya, sebentar lagi jatuh miskin. Atau sebenar seseorang sehat / sembuh dari penyakit, sebentar lagi mengalami penyakit yang fatal. Karena itu kalau hal-hal itu dijadikan standard untuk mengukur kasih Allah kepada kita, maka sebentar kita akan menganggap Allah mencintai kita, dan sebentar lagi kita akan menganggap Allah membenci kita atau tidak mempedulikan kita.

Pengutusan Kristus untuk datang ke dalam dunia dan menderita dan mati di salib itulah yang merupakan bukti tertinggi akan kasih Allah kepada dunia ini, dan karena ini merupakan suatu fakta yang tidak berubah, maka ini juga merupakan standard yang benar untuk mengukur kasih Allah kepada kita!

Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

c) Allah mengasihi kita sebelum kita mengasihi Dia.

Ay 10: “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”.

Bdk. Ro 5:6-8 - “(6) Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. (7) Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar - tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati -. (8) Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”.

Matthew Henry: “That God loved us first, and in the circumstances in which we lay: Herein is love (unusual unprecedented love), not that we loved God, but that he loved us, v. 10. He loved us, when we had no love for him, when we lay in our guilt, misery, and blood, when we were undeserving, ill-deserving, polluted, and unclean, and wanted to be washed from our sins in sacred blood” [= Bahwa Allah lebih dulu mengasihi kita, dan dalam keadaan dimana kita ada: Inilah kasih itu (kasih yang luar biasa, yang tidak didahului oleh apapun), bukan bahwa kita mengasihi Allah, tetapi bahwa Ia mengasihi kita, ay 10. Ia mengasihi kita, pada waktu kita tidak mempunyai kasih bagi Dia, pada waktu kita berada dalam kesalahan, kesengsaraan, dan darah kita, pada waktu kita tidak layak dikasihi, layak mendapatkan yang buruk, tercemar, dan najis, dan butuh untuk dicuci dari dosa-dosa kita dalam darahNya yang kudus].

Ini menunjukkan bahwa doktrin Arminianisme yang mengatakan bahwa Allah memilih kita karena Ia telah melihat lebih dulu iman, ketaatan dan kasih kita, merupakan suatu omong kosong!

Matthew Henry: “Strange that God should love impure, vain, vile, dust and ashes!” (= Aneh bahwa Allah mengasihi yang tidak murni, yang sia-sia / tak berharga, buruk / kotor, debu dan abu!).

Bdk. Maz 103:14 - “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu”.

8) Tujuan Allah mengutus AnakNya ke dunia.

a) Untuk menjadi ‘pendamaian’ bagi dosa-dosa kita.

Ay 10: “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”.

Kitab Suci Indonesia: “pendamaian”.

NIV: ‘the atoning sacrifice’ (= korban yang menebus).

RSV/NASB: ‘the expiation’ (= penebusan).

KJV: ‘the propitiation’ (= penebusan).

John Murray: “what does propitiation mean? In the Hebrew of the Old Testament it is expressed by a word which means to ‘cover.’ ... Vengeance is the reaction of the holiness of God to sin, and the covering is that which provides for the removal of divine displeasure which the sin evokes. ... Propitiation presupposes the wrath and displeasure of God, and the purpose of propitiation is the removal of this displeasure” (= apa arti propitiation? Dalam Perjanjian Lama berbahasa Ibrani itu dinyatakan dengan suatu kata yang berarti ‘menutupi’. ... Pembalasan adalah reaksi dari kesucian Allah terhadap dosa, dan ‘penutupan’ adalah hal yang menyediakan penghapusan ketidaksenangan ilahi yang ditimbulkan oleh dosa. ... Propitiation mensyaratkan adanya murka dan ketidaksenangan Allah, dan tujuan dari propitiation adalah penghapusan ketidaksenangan ini) - ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 30.

John Murray: “Propitiation places in the focus of attention the wrath of God and the divine provision for the removal of that wrath” (= Propitiation memusatkan perhatian pada murka Allah dan penyediaan ilahi untuk penghapusan murka itu) - ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 33.

Tetapi perlu diwaspadai untuk tidak beranggapan bahwa propitiation itu menyebabkan Allah berubah dari murka menjadi kasih. Allah dari dahulu sudah kasih, kalau tidak Ia tidak akan menyediakan propitiation itu!

Kesucian Allah membuatNya murka terhadap manusia berdosa, dan keadilanNya membuat Ia harus menghukum manusia yang berdosa itu. Tetapi Ia tetap mengasihi manusia yang berdosa itu. Jadi Ia kasih dan murka sekaligus. KasihNya itu menyebabkan Ia menjadi manusia dalam diri Tuhan Yesus Kristus, dan mati di salib sebagai ‘propitiation / pendamaian’ untuk dosa kita, supaya melalui semua itu murkaNya bisa diredakan.

Jangan menganggap aneh bahwa Allah bisa murka tetapi pada saat yang sama tetap mengasihi. Ini juga bisa terjadi pada diri saudara, misalnya pada waktu menghadapi anak saudara yang nakal. Saudara marah kepada anak itu, tetapi saudara tetap mengasihinya. Lalu mengapa ini tidak bisa terjadi pada diri Allah?

Andaikata Allah itu hanya suci tetapi tidak kasih, maka Ia akan membuang semua orang ke dalam neraka. Tidak ada penebusan ataupun pengampunan. Sebaliknya, andaikata Allah itu hanya kasih tetapi tidak suci, Ia akan mengampuni semua orang berdosa dan memasukkan mereka begitu saja ke surga, tanpa penebusan. Tetapi karena dalam faktanya Allah itu suci dan kasih, maka Ia memberikan penebusan, dan hanya mengampuni berdasarkan penebusan itu. Karena itu hanya orang yang percaya kepada Yesus saja yang diampuni dan dimasukkan ke surga, sedangkan lainnya dihukum selama-lamanya dalam neraka.

Herschel H. Hobbs: “Had silver and gold sufficed God could have given tons and tons of it, and still have tons and tons left. But He had only one Son. And He gave Him as a redemptive price for our sins” [= Seandainya perak dan emas mencukupi (untuk menebus dosa kita) Allah bisa memberikannya sebanyak berton-ton, dan tetap ada berton-ton yang tersisa. Tetapi Ia hanya mempunyai satu Anak. Dan Ia memberikanNya sebagai suatu harga penebusan untuk dosa-dosa kita] - hal 110.

Bdk. 1Pet 1:18-19 - “(18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat”.

Herschel H. Hobbs: “in the redemptive work of Jesus Christ, this holy, righteous, and true God has provided the grounds upon which He can forgive our sins without violating His own nature” (= dalam pekerjaan penebusan Yesus Kristus, Allah yang suci dan benar ini telah menyediakan dasar di atas mana Ia bisa mengampuni dosa-dosa kita tanpa melanggar sifat dasarNya sendiri) - hal 110-111.

Penebusan oleh Kristus ini merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh oleh Allah untuk menyelamatkan manusia berdosa tanpa mengorbankan keadilanNya.

Kalau Allah mengampuni begitu saja orang-orang berdosa, tanpa adanya penebusan, maka Ia melanggar keadilanNya sendiri. Jadi, dari sudut pandang ini, dalam semua agama lain, tidak bisa ada pengampunan dosa, karena dalam agama mereka tidak ada penebusan.

Tetapi dengan adanya penebusan yang dilakukan oleh Kristus ini, dimana Ia telah memikul hukuman dari semua dosa-dosa kita, maka Allah bisa mengampuni orang-orang berdosa, tetapi tetap tidak kehilangan keadilanNya.

Sekarang, mari kita membandingkan hal ini dengan beberapa ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan hal ini:

1. 1Yohanes 1:9 - “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.

Dengan adanya korban Kristus ini, justru adil kalau Ia mengampuni kita yang percaya dan meminta ampun atas dosa-dosa kita.

2. Maz 103:10,12 - “(10) Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, ... (12) sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita”.

Ini akan menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil, seandainya tidak ada korban Kristus!

3. Ro 3:23-26 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus”.

Ay 25a membicarakan penebusan Kristus. Kata ‘dahulu’ dalam ay 25b menunjukkan bahwa ay 25b membicarakan jaman Perjanjian Lama / sebelum Kristus datang. Sebelum Kristus datang dan mati, Allah menunjukkan kesabaranNya dengan membiarkan dosa / tidak menghukum dosa dari umatNya. Kalau ini dilakukan terus, tanpa Ia sendiri memikul hukuman mereka, maka Ia kehilangan keadilanNya. Karena itu penebusan oleh Kristus untuk menebus dosa dikatakan oleh ayat ini ‘untuk menunjukkan keadilanNya’. Dengan adanya penebusan oleh Kristus, maka Allah bisa membiarkan / tidak menghukum dosa dari umatNya, dan tetap adil.

Kalau ay 25 tadi membicarakan umat Allah pada jaman sebelum Yesus / jaman Perjanjian Lama, maka ay 26 mempersoalkan umat Allah pada jaman sekarang / jaman Perjanjian Baru (ay 26: ‘pada masa ini’). Allah, tanpa kehilangan keadilanNya, bisa membenarkan orang-orang percaya pada jaman Perjanjian Baru, juga karena penebusan yang dilakukan oleh Kristus

Kalau ada orang yang setelah mendengar penawaran itu lalu mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan / Juruselamatnya, maka sekalipun ia adalah orang berdosa, dosanya diampuni dan ia pasti masuk surga. Tidak adil? Adil, karena hukuman sudah dijatuhkan, tetapi ditanggung oleh Yesus sendiri. Kalau Allah tetap menghukum orang yang percaya kepada Kristus, itu justru tdak adil.

Loraine Boettner mengutip kata-kata Charles Haddon Spurgeon:

“If Christ has died for you, you can never be lost. God will not punish twice for one thing. If God punished Christ for your sins He will not punish you. ‘Payment God’s justice cannot twice demand; first, at the bleeding Saviour’s hand, and then again at mine.’ How can God be just if he punished Christ, the substitute, and then man himself afterwards?” (= Jika Kristus telah mati untuk kamu, kamu tidak pernah bisa terhilang. Allah tidak akan menghukum dua kali untuk satu hal. Jika Allah menghukum Kristus untuk dosa-dosamu Ia tidak akan menghukummu. ‘Pembayaran keadilan Allah tidak bisa menuntut dua kali; pertama, pada tangan Kristus yang berdarah, dan lalu lagi pada tanganku’. Bagaimana Allah bisa adil jika Ia menghukum Kristus, sang Pengganti, dan lalu manusia itu sendiri setelahnya?) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 155.

Jadi, kalau bagi orang yang tidak percaya keadilan Allah itu menakutkan, maka sebaliknya, bagi orang Kristen keadilan Allah itu menjamin bahwa ia tidak akan mungkin dihukum.

Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with deep sorrow for the sin, but yet with no dread of any penalty to come; for Christ has paid the debt of His people to the last jot and tittle, and received the divine receipt; and unless God can be so unjust as to demand double payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be cast into hell” (= Ingatan melihat ke belakang kepada dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut terhadap hukuman yang akan datang; karena Kristus telah membayar hutang umatNya sampai pada hal yang paling kecil / remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali Allah itu bisa begitu tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu hutang, tidak ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke dalam neraka) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.

Charles Haddon Spurgeon: “It seems to be one of the very principles of our enlightened nature to believe that God is just; we feel that it must be so, and this gives us our terror at first; but is it not marvelous that this very same belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our confidence and peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God is just, I, a sinner, standing in Christ, can never be punished” (= Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah diterangi, untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa haruslah demikian, dan ini mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi tidakkah merupakan sesuatu yang mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa Allah itu adil / benar, setelah itu lalu menjadi pilar / tonggak dari keyakinan dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi Yesus telah menggantikan saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.

Tetapi bagaimana dengan orang yang setelah mendengar penawaran kasih Allah itu tetapi tetap tidak mau percaya kepada Yesus sampai ia mati? Maka tidak bisa tidak, keadilan Allah harus diberlakukan terhadap dia, dan ia harus dihukum selama-lamanya dalam neraka.

Saudara mungkin berkata: ‘Lho, tidakkah Yesus sudah membayar hutang dosanya?’. Jawabnya: tidak! Karena kematian Yesus hanya ditujukan untuk membayar dosa orang pilihan (Limited Atonement / Penebusan terbatas). Orang yang menolak doktrin Limited Atonement ini, harus menyimpulkan bahwa dosa orang yang tak percaya dihukum 2 x (satu kali pada diri Kristus, satu kali lagi pada diri orang itu sendiri), dan ini menjadikan Allah tidak adil.

b) Untuk menjadi Juruselamat dunia.

Ay 14: “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.

Ayat ini menyatakan bahwa Bapa mengutus AnakNya / Yesus untuk menjadi ‘Juruselamat dunia’. Dalam Kitab Suci ada banyak ayat yang menunjukkan bahwa Kristus mati untuk seluruh dunia, seperti:

· Yoh 1:29 - “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”.

· Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

· Yoh 4:42 - “dan mereka berkata kepada perempuan itu: ‘Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.’”.

· Yoh 6:33 - “Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia.’”.

· Yoh 6:51 - “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.’”.

· 1Yoh 2:1-2 - “(1) Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. (2) Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”.

· 1Yohanes 4:14 - “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.

Kalau mau menafsirkan / mengerti ayat-ayat ini kita harus tahu bahwa kata ‘dunia’ digunakan dalam arti yang sangat bervariasi dalam Kitab Suci, yaitu:

1. Seluruh alam semesta.

Kis 17:24 - “Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia”.

Kata yang diterjemahkan ‘bumi’ adalah KOSMOS. NIV/NASB: ‘the world’ (= dunia).

2. Bumi.

Yoh 13:1 - “Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saatNya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-muridNya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya”.

3. Keduniawian.

Yak 4:4 - “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”.

1Yoh 2:15 - “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.

4. Semua manusia di dunia ini.

Ro 3:19 - “Tetapi kita tahu, bahwa segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah”.

5. Semua orang yang tidak percaya.

Yoh 15:18 - “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu”.

1Kor 11:32 - “Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia”.

6. Semua orang non Yahudi.

Ro 11:12 - “Sebab jika pelanggaran mereka (bangsa Yahudi) berarti kekayaan bagi dunia, dan kekurangan mereka kekayaan bagi bangsa-bangsa lain, terlebih-lebih lagi kesempurnaan mereka”.

Perhatikan bahwa pada bagian yang saya garis bawahi ada 2 kalimat paralel yang artinya sama. Dengan demikian ‘pelanggaran mereka’ diidentikkan dengan ‘kekurangan mereka’, dan ‘dunia’ diidentikkan dengan ‘bangsa-bangsa lain’.

7. Orang-orang Yahudi yang tidak percaya.

Yoh 16:20 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita”.

Adam Clarke: “It is very evident that our Lord uses the word ‘world’, in several parts of this discourse of his, to signify the unbelieving and rebellious Jews” (= Adalah jelas bahwa Tuhan kita menggunakan kata ‘dunia’, dalam beberapa bagian dari percakapanNya ini, untuk menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang tidak percaya dan bersifat memberontak) - hal 634.

8. Semua orang yang percaya / pilihan.

Yoh 3:17 - “Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya (dunia) oleh Dia”.

Yoh 6:33 - “Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia”.

Yoh 6:51 - “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.’”.

2Kor 5:19 - “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami”.

Dalam ayat-ayat ini, kalau ‘dunia’ diartikan ‘semua orang di dunia’, maka akan menjadi Universalisme (ajaran yang mengatakan bahwa pada akhirnya semua manusia akan masuk surga), yang jelas merupakan suatu ajaran sesat. Karena itu, kata ‘dunia’ dalam ayat-ayat ini harus diartikan ‘orang percaya / pilihan’.

Ayat lain dimana kata ‘dunia’ harus diartikan ‘orang pilihan’ adalah ayat-ayat yang mengatakan bahwa Yesus adalah ‘Juruselamat dunia’, seperti:

· Yoh 4:42 - “dan mereka berkata kepada perempuan itu: ‘Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.’”.

· 1Yoh 4:14 - “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.

Tentang Yoh 4:42, John Owen memberi komentar: “A Saviour of men not saved is strange” (= Seorang Juruselamat dari manusia yang tidak selamat merupakan sesuatu yang aneh) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 327.

John Owen sendiri mengatakan bahwa Kristus disebut ‘Juruselamat dunia’ karena tidak ada Juruselamat lain di dunia ini (bdk. Kis 4:12), dan karena Kristus adalah Juruselamat orang-orang pilihan di seluruh dunia (Owen, vol 10, hal 342).

c) Supaya kita hidup oleh Yesus.

Ay 9: “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup olehNya”.

Bdk. Yoh 10:10 - “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.

Perhatikan kata-kata ‘supaya kita hidup olehNya’ dalam 1Yoh 4:9 (dan juga kata-kata ‘supaya mereka mempunyai hidup’ dalam Yoh 10:10). Ini menunjukkan bahwa tanpa Dia kita mati!

Bdk. Ef 2:1 - “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu”.

Jelas yang dimaksud dengan ‘hidup’ ataupun ‘mati’ di sini adalah hidup / mati yang bersifat rohani, bukan jasmani!

Adam Clarke: “The whole world was sentenced to death because of sin; and every individual was dead in trespasses and sins; and Jesus came to die in the stead of the world, and to quicken every believer, that all might live to him who died for them and rose again” (= Seluruh dunia dihukum mati karena dosa; dan setiap individu mati dalam pelanggaran dan dosa; dan Yesus datang untuk mati sebagai ganti dari dunia, dan untuk menghidupkan setiap orang percaya, supaya semua bisa hidup bagi Dia yang telah mati untuk mereka dan dibangkitkan kembali).

Tetapi kita bisa mendapatkan hidup itu, hanya kalau kita mau percaya kepada Yesus!

Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

Yoh 5:24 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataanKu dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup”.

III) Pengenalan akan Allah.

Orang yang mengenal Allah pasti:

1) Percaya kepada Yesus Kristus.

a) Ini dinyatakan dengan menggunakan kata ‘melihat’.

Ay 14: “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia”.

Kata ‘melihat’ oleh Calvin ditafsirkan sebagai ‘melihat dengan iman’, dan saya percaya ini pasti benar. Tidak mungkin Yohanes hanya mempersoalkan tindakan ‘melihat’ semata-mata.

Bdk. 1Yoh 1:1-4 - “(1) Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu. (2) Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami. (3) Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan AnakNya, Yesus Kristus. (4) Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna”.

b) Ini dinyatakan dengan menggunakan kata ‘mengaku’.

Ay 15: “Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah”.

Bdk. 1Kor 12:3 - “Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: ‘Terkutuklah Yesus!’ dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus”.

Pengakuan yang dimaksudkan tentu bukan hanya pengakuan di mulut, tetapi pengakuan yang keluar dari hati yang percaya.

Bdk. Ro 10:9-10 - “(9) Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. (10) Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”.

Cukupkah percaya pada keilahian Yesus? Bagaimana kalau seseorang mempercayai keilahian Yesus tetapi tidak mempercayai penebusanNya? Ini tidak mungkin, karena dalam 1Kor 12:3 di atas terlihat bahwa seseorang bisa mempercayai keilahian Yesus hanya karena pekerjaan Allah / Roh Kudus.

Bdk. Mat 16:15-17 - “(15) Lalu Yesus bertanya kepada mereka: ‘Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?’ (16) Maka jawab Simon Petrus: ‘Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!’ (17) Kata Yesus kepadanya: ‘Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu yang di sorga”.

Dan Allah / Roh Kudus tidak akan bekerja setengah-setengah. Kalau Allah / Roh Kudus sudah bekerja untuk membuat orang itu mempercayai keilahian Kristus, maka Ia pasti juga akan bekerja untuk membuat orang itu mempercayai penebusanNya (kematian dan kebangkitanNya dsb).

A. T. Robertson menambahkan bahwa pengakuan seperti ini, mencakup penyerahan dan ketaatan, bukan sekedar kata-kata di bibir. Ini yang sering saya tekankan pada waktu mengajarkan keilahian Kristus. Kalau kita percaya bahwa Yesus itu adalah Allah / Tuhan, itu bagus, tetapi tidak cukup. Apakah hidup kita juga diarahkan sesuai dengan kepercayaan kita tersebut?

2) Memiliki Roh Kudus.

Ay 13: “Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam RohNya”.

Bandingkan dengan:

a) Ro 8:9b - “Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus”.

b) Ef 1:13 - “Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu”.

c) 1Kor 12:13 - “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh”.

Sekarang mari kita memperhatikan kata-kata yang saya garisbawahi dalam 1Kor 12:13 itu:

1. ‘kita semua’.

Kata ‘semua’ jelas menunjukkan bahwa Paulus tidak berpendapat bahwa ada orang kristen yang sudah mempunyai Roh Kudus dan ada orang kristen yang belum mempunyai Roh Kudus. Semua orang kristen pasti sudah mempunyai Roh Kudus!

2. ‘telah dibaptis’.

Ini menunjuk kepada masa lampau. Jadi, bagi semua orang kristen (yang sejati) baptisan Roh Kudus / penerimaan Roh Kudus itu sudah terjadi!

3. ‘menjadi’.

Ini salah terjemahan! Kata bahasa Yunaninya adalah EIS yang artinya into (= ke dalam).

NIV: ‘For we were all baptized by one Spirit into one body’ (= Karena kita semua telah dibaptis oleh satu Roh ke dalam satu tubuh).

Jadi, baptisan Roh Kudus memasukkan kita ke dalam satu tubuh (yaitu tubuh Kristus), dan karena itu jelaslah bahwa ‘baptisan Roh Kudus’ dan ‘masuk­nya kita ke dalam tubuh Kristus’ terjadi pada saat yang sama, yaitu pada saat kita percaya!

Satu hal penting yang harus diperhatikan tentang 1Kor 12:13 ini adalah: ayat ini terletak dalam konteks di mana Paulus menekankan kesatuan orang kristen. Bahwa kontex ini memang menekankan kesa­tuan orang kristen terlihat dari:

a. 1Kor 12:4-6 - ‘satu’.

b. 1Kor 12:8-9 - ‘Roh yang sama’.

c. 1Kor 12:11 - ‘Roh yang satu dan yang sama’.

d. 1Kor 12:12 - ‘tubuh itu satu’.

1Kor 12:4-12 - “(4) Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. (5) Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. (6) Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. (7) Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. (8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. (10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (11) Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya. (12) Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus”.

Dan ay 13 adalah klimax dari kontex yang menekankan kesatuan orang kristen ini! Jadi, baptisan Roh Kudus yang disebut oleh Paulus dalam ay 13 itu dimaksudkan untuk menunjukkan kesatuan orang kristen! Kesatuan ini terlihat karena semua orang kristen telah mengalami baptisan Roh Kudus / menerima Roh Kudus!

3) Mempunyai kasih.

Ay 7: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah”.

Pertama-tama rasul Yohanes memberikan perintah supaya orang Kristen saling mengasihi (ay 7a). Ada beberapa hal yang ia katakan tentang kasih, yaitu:

a) Kasih itu berasal dari Allah (ay 7b). Karena itu, setiap orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah (ay 7c), dan sebaliknya, orang yang tidak mengasihi, tidak mengenal Allah (ay 8). Jadi, kasih, yang merupakan buah Roh, adalah bukti iman!

Calvin: “no one can prove himself to be the son of God, except he loves his neighbours” (= tak ada orang yang bisa membuktikan bahwa ia adalah anak Allah kecuali ia mengasihi sesamanya) - hal 238.

Herschel H. Hobbs: “A stranger to love is a stranger to God” (= Seorang yang asing terhadap kasih merupakan seorang yang asing terhadap Allah) - hal 109.

b) Karena Allah telah mengasihi kita, maka kita harus meneladaniNya dengan saling mengasihi.

Ay 11: “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi”.

Matthew Henry: “We should be followers (or imitators) of him, as his dear children. The objects of the divine love should be the objects of ours. Shall we refuse to love those whom the eternal God hath loved?” [= Kita harus menjadi pengikut-pengikutNya (atau peniru-peniruNya), sebagai anak-anakNya yang kekasih. Obyek dari kasih ilahi harus menjadi obyek dari kasih kita. Apakah kita menolak untuk mengasihi mereka yang telah dikasihi oleh Allah yang kekal?].

Matthew Henry: “The general love of God to the world should induce a universal love among mankind. That you may be the children of your Father who is in heaven; for he maketh his sun to rise on the evil and on the good, and sendeth his rain on the just and on the unjust, Mt. 5:45. The peculiar love of God to the church and to the saints should be productive of a peculiar love there: If God so loved us, we ought surely (in some measure suitably thereto) to love one another” [= Kasih yang umum dari Allah kepada dunia harus menyebabkan adanya kasih yang universal di antara umat manusia. ‘Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar’, Mat 5:45. Kasih yang khusus dari Allah kepada gereja dan kepada orang-orang kudus harus menghasilkan kasih yang khusus di sana. Jika Allah begitu mengasihi kita, kita harus (dalam ukuran tertentu yang sesuai dengannya) mengasihi satu sama lain].

Memang kita harus mengasihi semua orang, termasuk musuh. Tetapi kita harus lebih mengasihi sesama saudara seiman dari orang-orang non Kristen.

Gal 6:9-10 - “(9) Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. (10) Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.

c) Kasih kepada Allah dibuktikan dengan kasih kepada sesama.

Ay 20-21: “(20) Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. (21) Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya”.

Herschel H. Hobbs: “If my love does not reach next door, it certainly cannot reach up to heaven” (= Jika kasihku tidak mencapai pintu sebelah, itu pasti tidak bisa mencapai surga) - hal 118.

d) Kasih membuktikan adanya Allah dalam diri kita.

Ay 12: “Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasihNya sempurna di dalam kita”.

1. “Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah”.

Bdk. Yoh 1:18 - “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”.

2. Tetapi kalau kita mengasihi, itu membuktikan bahwa:

a. Allah tinggal di dalam kita.

Matthew Henry: “The Christian love is an assurance of the divine inhabitation: ... The sacred lovers of the brethren are the temples of God” (= Kasih Kristen merupakan suatu jaminan dari penghunian ilahi: ... Orang-orang yang mengasihi saudara-saudaranya / sesamanya merupakan bait-bait dari Allah).

b. “kasihNya sempurna di dalam kita”.

Albert Barnes mengatakan bahwa ini tidak berarti bahwa kita bisa sempurna secara mutlak, atau bahwa kita bisa mempunyai kasih yang sempurna. Tetapi ini berarti bahwa kasih kepada sesama merupakan pengamalan yang benar dari kasih kita kepada Dia. Jadi, tanpa kasih kepada sesama, kasih kita kepada Dia tidak mencapai tujuan dari kasih itu. Jadi, kecuali kasih itu menghasilkan kasih kepada sesama, maka kasih itu tidak lengkap / sempurna.

Barnes’ Notes: “love to God is not complete, or fully developed, unless it leads those who profess to have it to love each other” (= kasih kepada Allah tidak lengkap, atau berkembang sepenuhnya, kecuali kasih itu membimbing mereka yang mengaku mempunyainya untuk saling mengasihi).

e) Kasih itu harus merupakan suatu kebiasaan, bukan tindakan sesaat.

Ay 7: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah”.

Kata-kata ‘yang mengasihi’ (ay 7b) dalam bahasa Yunani ada dalam bentuk present participle, dan ini menunjukkan suatu kebiasaan yang terus menerus.

Jadi, tindakan mengasihi yang hanya sesaat tidak memenuhi syarat dari ay 7 ini. Tetapi sebaliknya, perhatikan ay 8: “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih”.

Sama seperti kata-kata ‘yang mengasihi’ dalam ay 7, kata-kata ‘tidak mengasihi’ dalam ay 8 ini juga ada dalam bentuk present participle, dan menunjuk pada kebiasaan terus menerus. A. T. Robertson menterjemahkan “keeps on not loving” (= terus menerus tidak mengasihi).

Jadi, ini tidak berarti bahwa kalau seseorang pernah marah / membenci orang lain, maka itu berarti ia tidak mengenal Allah / bukan orang kristen yang sejati.

f) Obyek dan alasan dari kasih kita.

Ay 7b: “setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah”.

Albert Barnes mengatakan bahwa setiap orang Kristen yang mengasihi saudara-saudara seimannya membuktikan bahwa ia memang adalah orang kristen yang sejati. Ini tidak bisa diartikan bahwa orang Kristen yang mengasihi istri / suami / keluarga / anak, atau teman, atau orang-orang miskin / menderita, adalah orang kristen yang sejati. Seseorang bisa mempunyai kasih terhadap orang-orang di atas, tetapi tetap tidak mempunyai kasih yang dimaksudkan oleh Yohanes. Jadi, orang Kristen harus mengasihi sesama saudara seimannya, karena iman orang itu.

Bdk. Mat 10:40-42 - “(40) Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. (41) Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. (42) Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia muridKu, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.’”.

Mark 9:41 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.’”.

Perhatikan kata ‘karena’ itu. Itu menunjukkan alasan dari tindakan kasih itu.

4) Percaya / tidak takut terhadap penghakiman.

Ay 17-18: “(17) Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.

a) Akan ada hari penghakiman!

Ibr 9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”.

2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.

b) Orang yang tidak percaya akan takut pada hari penghakiman.

Ay 18: “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.

Ada rasa takut yang benar kepada Allah. Contoh:

1. Amsal 1:7 - “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.

2. Mat 10:28 - “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.

3. Ibr 12:28 - “Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepadaNya, dengan hormat dan takut”.

4. 1Pet 2:17 - “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!”.

5. Wah 14:7 - “dan ia berseru dengan suara nyaring: ‘Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakimanNya, dan sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air.’”.

Tetapi rasa takut yang dipersoalkan di dalam ay 18 ini adalah rasa takut terhadap penghakiman / penghukuman Allah! Ini tidak seharusnya ada dalam diri orang Kristen! Tetapi ini pasti ada dalam diri orang yang tidak percaya. Memang mungkin dalam hidupnya seseorang yang tidak percaya bisa begitu buta sehingga ia tidak takut akan hal ini. Tetapi pasti akan lain sikapnya, kalau ia tahu bahwa ia akan segera mati. Atau kalau ia melihat Kristus datang kembali untuk kedua-kalinya.

Bandingkan dengan:

a. Kis 24:25 - “Tetapi ketika Paulus berbicara tentang kebenaran, penguasaan diri dan penghakiman yang akan datang, Feliks menjadi takut dan berkata: ‘Cukuplah dahulu dan pergilah sekarang; apabila ada kesempatan baik, aku akan menyuruh memanggil engkau.’”.

b. Ibr 2:14-15 - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut”.

c. Wah 6:15-17 - “(15) Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’ (17) Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?”.

c) Orang Kristen tak takut pada penghakiman.

1. Berani / yakin, karena adanya penebusan oleh Kristus.

Ay 17: “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini”.

NIV/NASB menterjemahkan kata-kata ‘keberanian percaya’ itu dengan ‘confidence’ (= keyakinan).

Herschel H. Hobbs: “In 1John 2:28 the word for ‘boldness’ is rendered ‘confidence,’ which concerns the Lord’s return” (= Dalam 1Yoh 2:28 kata untuk ‘keberanian’ diterjemahkan ‘keyakinan’, yang berhubungan dengan kembalinya Tuhan) - hal 116.

1Yoh 2:28 - “Maka sekarang, anak-anakku, tinggallah di dalam Kristus, supaya apabila Ia menyatakan diriNya, kita beroleh keberanian percaya dan tidak usah malu terhadap Dia pada hari kedatanganNya”.

KJV/RSV/NASB: ‘confidence’ (= keyakinan).

NIV: ‘confident’ (= yakin).

‘Keberanian percaya’ / confidence dalam ay 17 ini merupakan kontras dari ‘ketakutan’ dalam ay 18.

Orang kristen yang sejati harus yakin bahwa kapanpun ia mati, ia akan masuk surga. Juga ia harus percaya bahwa dalam penghakiman akhir jaman ia tidak mungkin bisa dihukum, karena semua hukumannya sudah dipikul oleh Kristus.

Bdk. Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.

Karena itu orang kristen yang sejati tidak boleh takut pada kematian / penghakiman.

Adam Clarke: “No man can contemplate the day of judgment with any comfort or satisfaction but on this ground, that the blood of Christ hath cleansed him from all sin; and that he is kept by the power of God, through faith, unto salvation. This will give him boldness in the day of judgment” (= Tak seorangpun bisa merenungkan hari penghakiman dengan penghiburan atau kepuasan apapun kecuali atas dasar ini, bahwa darah Kristus telah membersihkan dia dari semua dosa; dan ia dipelihara oleh kuasa Allah, melalui iman, kepada keselamatan. Ini akan memberikan keberanian pada hari penghakiman).

2. Keberanian / keyakinan itu menunjukkan kesempurnaan kasih Allah di dalam kita.

Ay 17: “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini”.

Kata ‘sempurna’ di sini pasti berhubungan dengan ‘sempurna’ dalam ay 12 di atas. Jadi, artinya adalah bahwa kasih Allah itu telah mencapai tujuannya.

3. Tambahan argumentasi untuk keyakinan.

Ay 17: “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini”.

Arti dari kata-kata yang saya garis-bawahi itu adalah: kasih membuat kita seperti Kristus, dan karena itu kita tak perlu takut pada hari penghakiman. Tetapi awas! Bukan kasih kita yang menyebabkan kita diampuni / pasti masuk surga. Iman kitalah yang menyebabkan hal itu. Tetapi adanya kasih dan keserupaan dengan Kristus membuktikan adanya iman.

Penutup / kesimpulan.

Allah telah menunjukkan kasihNya dengan mengutus Kristus datang ke dalam dunia, menjadi manusia, menderita dan mati untuk menebus dosa kita. Sudahkah kita menanggapi kasih Allah itu dengan percaya kepada Kristus? Sudahkah kita membuktikan kepercayaan itu dengan kasih dan keyakinan menghadapi penghakiman akhir jaman? Kiranya Tuhan memberkati saudara sekalian.

I Yohanes 5:1-5

1Yoh 5:1-5 - “(1) Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi Dia yang melahirkan, mengasihi juga dia yang lahir dari padaNya. (2) Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintahNya. (3) Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintahNya. Perintah-perintahNya itu tidak berat, (4) sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. (5) Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?”.

I) Iman.

Ay 1a: “Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah”.

1) Iman dinyatakan di sini sebagai ‘percaya bahwa Yesus adalah Kristus’.

Perlu dicamkan bahwa Kitab Suci kita bukanlah suatu buku Systematic Theology, dan tidak menyatakan sesuatu secara sistimatis / keseluruhan di suatu tempat. Pada waktu melihat pada point / ayat ini, kita tidak boleh mengatakan bahwa kita hanya perlu beriman bahwa Yesus adalah Kristus, dan karena kata ‘Kristus’ berarti ‘yang diurapi, maka kita hanya mempercayaiNya sebagai manusia biasa, yang diurapi oleh Allah.

Kita harus membandingkan dengan semua bagian Kitab Suci yang berhubungan dengan hal ini. Dan untuk itu tidak perlu lari jauh-jauh, karena dalam ay 5 dikatakan ‘Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?’.

Dan pada pelajaran-pelajaran yang lalu sudah saya jelaskan bahwa istilah ‘Anak Allah’ bagi Yesus menunjukkan bahwa Yesus itu setara dengan Allah (bdk. Yoh 5:18).

Jadi, merupakan sesuatu yang mutlak perlu untuk mempercayai Yesus sebagai Allah dan manusia. Dan dari banyak ayat lain dari Kitab Suci, jelas bahwa iman yang benar harus juga mencakup kepercayaan bahwa Yesus adalah Penebus / Juruselamat dosa kita.

2) Orang yang beriman dengan benar, dilahirkan oleh Allah.

Calvin: “the Apostle declares that all they who really believe have been born of God; for faith is far above the reach of the human mind, so that we must be drawn to Christ by our heavenly Father; for not any of us can ascend to him by his own strength” (= sang Rasul menyatakan bahwa semua mereka yang sungguh-sungguh percaya telah dilahirkan dari / oleh Allah; karena iman berada jauh di atas jangkauan pikiran manusia, sehingga kita harus ditarik kepada Kristus oleh Bapa surgawi kita; karena tidak ada dari kita yang bisa naik kepadaNya oleh kekuatannya sendiri) - hal 251.

Bandingkan dengan:

a) Yoh 1:13 - “orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah”.

b) Yoh 6:44,65 - “(44) Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. ... (65) Lalu Ia berkata: ‘Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.’”.

Ini menunjuk pada doktrin ‘Total Depravity’ (= Kebejatan total) dari Calvinisme / Reformed. Manusia begitu dirusak oleh dosa sehingga tak ada apapun yang baik yang bisa ia lakukan tanpa pertolongan / pekerjaan Allah / Roh Kudus dalam dirinya.

Penerapan: karena itu kalau saudara memberitakan Injil kepada seseorang, tak usah merasa jengkel kalau orang itu ‘tak mau diselamatkan’. Ia memang tak akan mau dan tak akan bisa beriman, kalau bukan Allah yang bekerja dalam dirinya, melahir-barukan dia, dan bahkan memberikan iman kepadanya. Jadi, dari pada merasa jengkel, lebih baik saudara mendoakan orang itu, dan minta Allah bekerja dalam dirinya.

3) Sekalipun digunakan istilah ‘lahir / dilahirkan dari Allah’, tetap harus diartikan bahwa kita anak adopsi, bukan Anak sungguh-sungguh seperti Yesus.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Born.’ - ‘begotten,’ as in end of the verse. Christ is the ‘only-begotten Son’ by generation: we become begotten sons of God by regeneration and adoption” (= ‘Dilahirkan’. - ‘diperanakkan’, seperti pada akhir dari ayat itu. Kristus adalah satu-satunya Anak yang diperanakkan oleh tindakan memperanakkan: kita menjadi anak-anak yang diperanakkan Allah oleh kelahiran baru dan pengadopsian).

Jadi, sekalipun dikatakan bahwa kita yang percaya itu dilahirkan / diperanakkan oleh Allah, tetap itu tidak menunjukkan bahwa kita dari semula adalah benar-benar anak. Tidak ada orang yang jadi kristen / anak Allah sejak lahir. Jadi, kita tetap hanyalah anak adopsi, sedangkan Kristus adalah benar-benar Anak. Bedanya, untuk kita ada saat dimana kita bukan anak, sehingga ada saat dimana kita pindah status dari ‘bukan anak’ menjadi ‘anak’. Tetapi untuk Kristus, Ia selalu adalah Anak, dan tidak ada saat dimana Ia bukan Anak. Dan karena itu, bagi Dia tidak pernah ada perpindahan status seperti itu.

II) Kasih.

Iman yang sejati harus diwujudkan dengan kasih, baik kepada Allah maupun kepada sesama saudara seiman.

1) Kasih kepada saudara-saudara seiman merupakan bukti kasih kepada Allah.

Ay 1b: “dan setiap orang yang mengasihi Dia yang melahirkan, mengasihi juga dia yang lahir dari padaNya”.

Dalam hal mengasihi saudara seiman, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a) Dalam mengasihi saudara seiman, kita harus meniru kasih Allah kepada kita.

Herschel H. Hobbs: “if we love God we will love His children. You may not agree with another Christian, or even like him or his ways. But in the sense of AGAPE, selfless giving of yourself to him, you must love him. We may be certain that in our sins of commission and omission God is not pleased, but He loves us just the same. We must do the same with our brethren” (= jika kita mengasihi Allah kita akan mengasihi anak-anakNya. Engkau bisa tidak setuju dengan orang Kristen yang lain, atau bahkan bisa tidak menyenangi dia atau cara-caranya. Tetapi dalam arti dari AGAPE, tindakan memberikan dirimu sendiri kepadanya yang bebas dari egoisme, engkau harus mengasihi dia. Kita bisa pasti / yakin bahwa dalam dosa-dosa aktif atau pasif kita Allah tidak berkenan, tetapi Ia tetap mengasihi kita secara sama. Kita harus melakukan yang sama dengan saudara-saudara kita) - hal 119.

Bdk. Ef 4:32 - “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”.

b) Kita harus mengasihi saudara seiman kita demi Kristus.

Matthew Henry: “Our love to them appears to be sound and genuine when we love them not merely upon any secular account, as because they are rich, or learned, or kind to us, or of our denomination among religious parties; but because they are God’s children, his regenerating grace appears in them, his image and superscription are upon them, and so in them God himself is loved. Thus we see what that love to the brethren is that is so pressed in this epistle; it is love to them as the children of God and the adopted brethren of the Lord Jesus” (= Kasih kita kepada mereka kelihatan sebagai sehat dan sungguh-sungguh pada waktu kita mengasihi mereka bukan semata-mata berdasarkan perhitungan duniawi, seperti karena mereka kaya, atau terpelajar, atau baik kepada kita, atau karena mereka berasal dari aliran kita di antara kelompok-kelompok agamawi; tetapi karena mereka adalah anak-anak Allah, kasih karuniaNya yang bersifat melahir-barukan terlihat di dalam mereka, gambar dan tandaNya ada pada mereka, dan dengan demikian dalam diri mereka Allah sendiri dikasihi. Maka kita melihat apa kasih kepada saudara-saudara itu yang begitu ditekankan dalam surat ini; itu adalah kasih kepada mereka sebagai anak-anak Allah dan saudara-saudara adopsi Tuhan Yesus).

c) Hubungan kasih dan tindakan kasih.

Herschel H. Hobbs: “While we cannot separate love and action, we do not love simply by doing. We do because we love. ... You may give without loving, but you cannot love without giving” (= Sementara kita tidak bisa memisahkan kasih dan tindakan, kita tidak sekedar mengasihi dengan melakukan. Kita melakukan karena kita mengasihi. ... Engkau bisa memberi tanpa mengasihi, tetapi engkau tidak bisa mengasihi tanpa memberi) - hal 119-120.

2) Kasih kepada Allah merupakan bukti kasih kepada saudara-saudara seiman kita.

Ay 2: “Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah”.

Adam Clarke: “‘By this we know that we love the children of God.’ Our love of God’s followers is a proof that we love God. Our love to God is the cause why we love his children” (= ‘Dengan ini kita tahu bahwa kita mengasihi anak-anak Allah’. Kasih kita kepada pengikut-pengikut Allah adalah suatu bukti bahwa kita mengasihi Allah. Kasih kita kepada Allah merupakan penyebab mengapa kita mengasihi anak-anakNya).

Jamieson, Fausset & Brown: “As love to the brethren is the test of our love to God, so love to God ... is, conversely, the only basis of real love to our brother” (= Sebagaimana kasih kepada saudara-saudara merupakan ujian dari kasih kasih kita kepada Allah, demikian juga sebaliknya, kasih kita kepada Allah ... adalah, satu-satunya dasar dari kasih yang sungguh-sungguh kepada saudara-saudara kita).

Kesimpulan: kasih kepada Allah dan kasih kepada saudara seiman tidak bisa dipisahkan. Yang satu tidak bisa ada tanpa yang lain.

Renungkan: seberapa banyak saudara mengasihi saudara seiman saudara di gereja ini?

III) Ketaatan.

Iman yang sejati juga diwujudkan dengan ketaatan (Yak 2:17,26).

1) Kasih kepada Allah dibuktikan dengan ketaatan kepadaNya / pada firmanNya.

Ay 2: “apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintahNya”.

Ay 3a: “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintahNya”.

Bdk. Yoh 14:15 - “‘Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.

Ketataan kita kepada Allah merupakan bukti kalau kita memang mengasihi Dia; dan ketaatan yang sejati adalah ketaatan yang ditimbulkan oleh kasih kepada Allah.

Calvin: “from this passage we also learn what is the keeping of the law. For if, when constrained only by fear, we obey God by keeping his commandments, we are very short far off from true obedience” (= dari text ini kita bisa belajar apa ketaatan pada perintah itu. Karena jika, pada saat dipaksa hanya oleh rasa takut, kita mentaati Allah oleh pemeliharaan perintah-perintahNya, kita sangat jauh dari ketaatan yang sungguh-sungguh / sejati) - hal 252.

Ini sebabnya, dalam Calvinisme dipercayai bahwa seseorang yang belum percaya kepada Kristus tidak bisa mentaati Allah sama sekali. Tanpa iman, ia tidak punya Roh Kudus, dan tanpa Roh Kudus tidak ada buah Roh Kudus. Dan kasih adalah buah Roh Kudus. Dan kalau kasih (kepada Allah) itu tidak ada, maka semua ketaatan lahiriahnya tidak ada harganya.

2) Perintah-perintah Allah yang harus kita taati itu tidak berat.

Ay 3b: “Perintah-perintahNya itu tidak berat”.

KJV: ‘grievous’ (= menyedihkan).

RSV/NIV/NASB: ‘burdensome’ (= berat / membebani).

A. T. Robertson: “Love for God lightens his commands” (= Kasih bagi Allah meringankan hukum-hukum / perintah-perintahNya).

Adam Clarke: “no man is burdened with the duties which, his own love imposes. The old proverb explains the meaning of the apostle’s words, Love feels no loads. Love to God brings strength from God; through his love and his strength, all his commandments are not only easy and light, but pleasant and delightful” (= tidak ada orang yang merasa dibebani dengan kewajiban-kewajiban, yang diberikan oleh kasihnya sendiri. Pepatah kuno menjelaskan arti dari kata-kata sang rasul, ‘Kasih tidak merasakan beban’. Kasih kepada Allah membawa kekuatan dari Allah; melalui kasihNya dan kekuatanNya, semua perintah-perintahNya bukan hanya mudah dan ringan, tetapi menyenangkan dan menyukakan).

Bdk. Kej 29:20 - “Jadi bekerjalah Yakub tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel itu, tetapi yang tujuh tahun itu dianggapnya seperti beberapa hari saja, karena cintanya kepada Rahel”.

Mat 11:28-30 - “(28) Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. (29) Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (30) Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun ringan.’”.

Tetapi bukankah sebagai orang percaya kitapun merasa bahwa ketaatan pada Firman Tuhan merupakan sesuatu yang sangat sukar?

a) Ya, dan itu bisa disebabkan karena kurangnya iman / kasih kepada Allah.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Not grievous.’ - as many think them. It is ‘the way of the transgressor’ that ‘is hard’ (Prov. 13:15). What makes them to the regenerate ‘not grievous’ is faith (1 John 5:4). In proportion as faith is strong, the grievousness of God’s commandments to the rebellious flesh is ‘overcome.’ The reason why believers feel any irksomeness in God’s commandments is, they do not realize fully by faith their spiritual privileges” [= ‘tidak menyedihkan’. - sebagaimana banyak orang berpikir tentangnya. Adalah jalan pengkhianat-pengkhianat yang merupakan jalan yang sukar / berat (Amsal 13:15). Apa yang membuat perintah-perintah itu ‘tidak menyedihkan / berat’ bagi orang-orang yang sudah dilahir-barukan adalah iman (1Yoh 5:4). Kuatnya iman sebanding dengan dikalahkannya keberatan dari perintah-perintah Allah bagi daging yang memberontak. Alasan mengapa orang-orang percaya merasakan kejengkelan dalam perintah-perintah Allah adalah, mereka tidak sepenuhnya menyadari dengan iman hak-hak rohani mereka].

Amsal 13:15 - “Akal budi yang baik mendatangkan karunia, tetapi jalan pengkhianat-pengkhianat mencelakakan mereka”.

KJV: ‘the way of transgressors is hard’ (= jalan dari pelanggar-pelanggar adalah sukar / berat).

b) Ya, tetapi tetap ada perbedaan menyolok antara ‘ketaatan’ dari orang yang tidak percaya, yang betul-betul merupakan beban, dan ketaatan kita sebagai anak.

Disamping, kita tahu bahwa kalaupun kita gagal untuk taat, itu tidak mempengaruhi keselamatan kita. Ini yang membuat semua jadi relatif ringan, karena ini sangat berbeda dengan orang-orang yang betul-betul mendasarkan keselamatannya pada ketaatannya sendiri!

IV) Kemenangan karena iman.

Iman yang sejati mengalahkan dunia.

Ay 4: “sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita”.

1) Ini menunjukkan alasan mengapa perintah-perintah Allah itu tidak berat.

A. T. Robertson: “‘For.’ hoti. The reason why God’s commandments are not heavy is the power that comes with the new birth from God” (= ‘sebab’. HOTI. Alasan mengapa perintah-perintah Allah tidak berat adalah kuasa yang datang dari kelahiran baru dari Allah).

2) Dalam ay 4 di atas, ada 2 x kata ‘mengalahkan’. Yang pertama ada dalam bentuk present tense, yang kedua ada dalam aorist / past tense.

Ay 4: “sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan (present tense) dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan (aorist / past tense) dunia: iman kita”.

a) Yang pertama ada dalam bentuk present tense.

Ini menunjukkan bahwa pertempuran itu merupakan pertempuran yang terus menerus, dan kita harus mengalahkan sebagai suatu kebiasaan. Jadi, bukan hanya menang 1 x atau kadang-kadang saja!

b) Yang kedua ada dalam bentuk aorist / past tense.

1. Ada yang menafsirkan bahwa ini menunjukkan kepastian kemenangan.

Wycliffe Bible Commentary: “‘Victory that overcometh.’ Here the verb is aorist, indicating the assuredness of the victory. The victory that overcame the world is our faith” (= ‘Kemenangan yang mengalahkan’. Di sini kata kerjanya ada dalam bentuk aorist / lampau, menunjukkan kepastian dari kemenangan. Kemenangan yang mengalahkan dunia adalah iman kita).

2. Ada yang menafsirkan bahwa ini menunjukkan bahwa kita memang sudah menang pada saat kita percaya kepada Kristus, dan dipersatukan dengan Kristus.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘This is the victory that overcometh,’ aorist, nikeesasa - ‘that overcomes (has once for all overcome) the world:’ the victory (where faith is) is already obtained (1 John 2:13; 4:4)” [= ‘Inilah kemenangan yang mengalahkan’, aorist / lampau, NIKEESASA - ‘yang mengalahkan (telah satu kali dan selamanya mengalahkan) dunia’: dimana iman ada, kemenangan telah didapatkan (1Yoh 2:13; 4:4)].

Vincent: “The aorist tense, ‘overcame.’ ... The aorist is to be held here to its strict sense. The victory over the world was, potentially, won when we believed in Jesus as the Christ, the Son of God. We overcome the world by being brought into union with Christ” (= Tensa aorist / lampau ‘mengalahkan’. ... Bentuk lampau ini harus dipegang dalam arti yang ketat. Kemenangan atas dunia secara potensial sudah dimenangkan pada waktu kita percaya kepada Yesus sebagai Kristus, Anak Allah. Kita mengalahkan dunia dengan dibawa ke dalam persatuan dengan Kristus).

Saya lebih setuju dengan penafsiran yang kedua. Memang, sebagai orang Kristen, kita bukan berjuang menuju kemenangan. Kita berjuang dari kemenangan. Ini yang membuat perjuangan itu terasa ringan.

3) Sekarang perhatikan kata ‘dunia’.

Ay 4: “sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita”.

Adam Clarke: “Suppose we understand by the world the evil principles and practices which are among men, and in the human heart; then the influence of God in the soul may be properly said to overcome this; and by faith in the Son of God a man is able to overcome all that is in the world, namely, the desire of the flesh, the desire of the eye, and the pride of life” (= Kalau kita menganggap bahwa kata ‘dunia’ menunjuk pada prinsip-prinsip dan praktek-praktek jahat yang ada di antara manusia dan dalam hati manusia; maka pengaruh dari Allah dalam jiwa bisa dengan tepat dikatakan mengalahkan hal ini; dan oleh iman kepada Anak Allah seseorang bisa mengalahkan semua yang ada dalam dunia, yaitu keinginan daging, keinginan mata, dan kesombongan hidup ini).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘The world.’ - all that is opposed to keeping God’s commandments, or draws us off from God, in this world, including our flesh, on which the world’s blandishments or threats act; also including Satan, the prince of this world” [= ‘Dunia’. - semua yang bertentangan dengan pemeliharaan perintah-perintah Allah, atau menarik kita dari Allah, dalam dunia ini, termasuk daging kita, pada mana bujukan-bujukan dan ancaman-ancaman dunia bertindak; juga termasuk setan, pangeran dunia ini].

Biarpun setan terus menyerang, dan hidup kita terus menerus dipenuhi problem dan hal-hal yang membingungkan, kita tetap menang, karena kita ada dalam Kristus. Kita bukan akan menang, tetapi sudah menang!

Bdk. Yoh 16:33 - “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.’”.

4) Tak ada yang bisa mengalahkan dunia selain orang yang betul-betul beriman kepada Kristus.

Ay 5: “Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?”.

Kesimpulan / penutup.

Semua ini menunjukkan betapa pentingnya iman kepada Kristus. Dan juga betapa ruginya / malangnya orang yang tidak beriman kepada Kristus. Sudahkah saudara percaya kepada Kristus?

I Yohanes 5:6a

1Yoh 5:6a - “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah”.

Setelah membicarakan tentang iman kepada Yesus yang memberikan kemenangan, maka Yohanes merasa harus memberikan penjelasan lebih lanjut tentang iman tersebut. 1Yoh 5:6a ini menjelaskan apa yang harus kita percayai tentang Yesus Kristus.

I) ‘Air dan darah’ menunjuk pada seluruh missi Kristus.

1) “Inilah Dia yang telah datang” (ay 6a).

Matthew Poole mengatakan bahwa kata ‘datang’ di sini tidak menunjuk hanya pada saat kedatangan Kristus ke dunia / kelahiranNya, tetapi pada seluruh missiNya.

Kata ‘datang’ itu juga digunakan dalam arti seperti itu dalam text di bawah ini.

Bdk. 2Tes 2:9-10 - “(9) Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, (10) dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka”.

2) “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah” (ay 6a).

Stott mengatakan bahwa ada 3 penafsiran tentang bagian ini:

a) ‘Air dan darah’ menunjuk pada sakramen baptisan dan Perjamuan Kudus.

Stott menganggap ini salah karena:

1. Perjamuan Kudus tak pernah disimbolkan hanya dengan kata ‘darah’. ‘Darah’ bukan simbol, tetapi realita dari Perjamuan Kudus. Simbolnya adalah anggur. Juga mengapa tak dibicarakan tentang tubuh Kristus / roti?

2. Kata-kata ‘telah datang’ dalam bahasa Yunani ada dalam aorist / past tense.

Sukar dimengerti bagaimana Yesus dikatakan ‘telah datang’ (aorist / past tense) melalui sakramen. Kata kerja bentuk aorist / lampau itu jelas tidak menunjukkan aktivitas Yesus pada saat itu (masa sekarang / present) tetapi kedatanganNya secara historis pada masa lalu.

b) ‘Air dan darah’ dihubungkan dengan keluarnya ‘darah dan air’ pada saat penusukan tombak dilakukan terhadap mayat Yesus.

Yoh 19:34 - “tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambungNya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air”.

Ada beberapa penafsir, termasuk Calvin yang mengambil pandangan ini, tetapi ada beberapa alasan mengapa banyak penafsir lain tidak menyetujui penafsiran ini:

1. 1Yoh 5:6a mengatakan Yesus datang melalui / oleh air dan darah, sedangkan Yoh 19:34 mengatakan bahwa darah dan air itu keluar dari Yesus. Ini jelas 2 pernyataan yang berbeda.

John Stott (Tyndale): “it would be forced to say that in this incident Jesus came by (that is ‘through’) water and blood, when in fact they came out of Him” [= merupakan sesuatu yang dipaksakan untuk mengatakan bahwa dalam peristiwa ini Yesus datang oleh (yaitu ‘melalui’) air dan darah, sedangkan dalam faktanya mereka keluar dari Dia] - hal 177.

2. Dalam Yoh 19:34 rasul Yohanes memberi kesaksian tentang ‘darah dan air’ yang keluar dari rusuk Yesus; sedangkan dalam 1Yoh 5:6-8 ini ‘air dan darah’ itu memberi kesaksian tentang Yesus.

John Stott (Tyndale): “In the Gospel it is the Evangelist who bears witness to them; here it is they which bear witness to Christ” [= Dalam Injil adalah sang Penginjil (rasul Yohanes) yang memberi kesaksian tentang mereka (darah dan air); di sini adalah mereka (air dan darah) yang memberi kesaksian tentang Kristus] - hal 177.

Bandingkan dengan:

a. Yoh 19:34-35 - “(34) tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambungNya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air. (35) Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya”.

b. 1Yoh 5:6-8 - “(6) Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah. Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran. (7) Sebab ada tiga yang memberi kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. (8) Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi]: Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu”.

Catatan: bagian yang ada dalam tanda kurung tegak, dianggap oleh hampir semua penafsir bukan sebagai bagian asli dari Kitab Suci.

3. Tujuan kesaksian keluarnya darah dan air dari rusuk Yesus dalam Yoh 19:34 adalah menunjukkan kematian Yesus, dan mungkin juga kemujaraban kematian Yesus bagi kita; sedangkan dalam 1Yoh 5:6a ini air dan darah menyaksikan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia.

John Stott (Tyndale): “if in the Gospel they are taken as bearing any witness it must be to the reality of Christ’s death, and perhaps to the saving efficacy of it; but here in the Epistle they bear witness to Christ’s divine-human Person” (= jika dalam Injil mereka dianggap memberi kesaksian maka itu haruslah tentang relatita dari kematian Kristus, dan mungkin tentang kemanjuran penyelamatan olehnya; tetapi di sini dalam Surat Yohanes mereka memberi kesaksian tentang Pribadi Allah dan manusia dari Kristus) - hal 177-178.

4. Kata-kata ‘darah dan air’ dalam Yoh 19:34 terbalik dengan ‘air dan darah’ dalam 1Yoh 5:6. Apa alasannya untuk membalik seperti ini?

5. Dalam 1Yoh 5:6a itu ada 2 x kata Yunani EN (= with / by), dan juga adanya 2 kata sandang tertentu, sebelum kata ‘air’ maupun sebelum kata ‘darah’. Ini menunjukkan adanya 2 peristiwa dan bukannya 1 peristiwa yang menggabungkan keduanya.

Terjemahan hurufiah: ‘This is the One coming through / by water and blood, Jesus Christ, not with the water only but with the water and with the blood’ [= Inilah Dia yang datang melalui / oleh air dan darah, Yesus Kristus, bukan hanya dengan (si / sang) air saja tetapi dengan (si / sang) air dan dengan (si / sang) darah].

Kata-kata ‘air’ dan ‘darah’ yang pertama tidak menggunakan definite article (= kata sandang tertentu), tetapi yang selanjutnya menggunakannya pada masing-masing kata. Kata yang diterjemahkan ‘with’ adalah kata Yunani EN.

Herschel H. Hobbs: “In the Greek text both ‘water’ and ‘blood’ have the definite article, making them separate events. The one came at the beginning of His ministry; the latter at its close” (= Dalam text bahasa Yunani baik ‘air’ maupun ‘darah’ mempunyai kata sandang tertentu, membuat mereka peristiwa yang terpisah. Yang satu datang pada permulaan dari pelayananNya; yang terakhir pada akhir pelayananNya) - hal 126.

c) Stott mengatakan bahwa kita harus mencari penafsiran yang menunjukkan bahwa kata-kata ‘air dan darah’ menunjukkan suatu pengalaman historis dari Yesus, dan menyaksikan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia (karena tujuan rasul Yohanes adalah untuk menentang ajaran sesat pada jamannya, yang menentang hal ini; ini akan dijelaskan di bawah).

Stott berpendapat bahwa yang cocok dengan ini adalah penafsiran yang mula-mula diberikan oleh Tertullian, yang mengatakan bahwa:

1. ‘Air’ menunjuk pada baptisan terhadap Yesus, dimana Yesus dinyatakan sebagai ‘Anak Allah’ dan diberi kuasa untuk melakukan missiNya.

Catatan: ingat bahwa istilah ‘Anak Allah’ bagi Yesus menunjukkan kesetaraanNya dengan Allah, atau bahwa ia adalah Allah sendiri. Bdk. Yoh 5:18 Mat 14:33.

Bandingkan dengan:

a. Yoh 1:32-34 - “(32) Dan Yohanes memberi kesaksian, katanya: ‘Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atasNya. (33) Dan akupun tidak mengenalNya, tetapi Dia, yang mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atasNya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus. (34) Dan aku telah melihatNya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Allah.’”.

b. Mark 1:11 - “Lalu terdengarlah suara dari sorga: ‘Engkaulah AnakKu yang Kukasihi, kepadaMulah Aku berkenan.’”.

2. ‘Darah’ menunjuk pada kematian Yesus. Ini bukan hanya menunjukkan bahwa pekerjaan / missiNya itu selesai, tetapi juga menunjukkan bahwa Yesus adalah manusia sungguh-sungguh, karena Ia bisa mati.

Adam Clarke: “Jesus Christ came also by blood. He shed his blood for the sins of the world; and this was in accordance with all that the Jewish prophets had written concerning him. ... by blood also - by his sacrificial death, without which the world could not be saved” (= Yesus Kristus juga datang oleh darah. Ia mencurahkan darahNya untuk dosa-dosa dunia; dan ini sesuai dengan semua yang telah ditulis oleh nabi-nabi Yahudi mengenai Dia. ... juga oleh darah - oleh kematian yang bersifat pengorbanan, tanpa mana dunia tidak bisa diselamatkan).

Herschel H. Hobbs: “Through His baptism Jesus consecrated Himself to His mission, and through His blood He consummated it” (= Melalui baptisanNya Yesus membaktikan diriNya sendiri pada missiNya, dan melalui darahNya Ia menyelesaikannya) - hal 126.

William Barclay juga mengambil pandangan ini, tetapi ia menambahkan dengan menekankan kata-kata ‘bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah’ dan lalu memberikan komentar sebagai berikut:

William Barclay: “In connection with Jesus water and blood can refer only to two events of his life. The water must refer to his baptism; the blood to his Cross. John is saying that both the baptism and the Cross of Jesus are essential parts of his Messiahship. He goes on to say that it was not by water only that he came, but by water and by blood. It is, then, clear that some were saying that Jesus came by water, but not by blood; in other words that his baptism was an essential part of his Messiahship but his Cross was not” (= Berkenaan dengan Yesus air dan darah hanya bisa menunjuk pada 2 peristiwa dari hidupNya. Air pasti menunjuk pada baptisanNya; darah pada salibNya. Yohanes sedang mengatakan bahwa baik baptisan maupun salib Yesus adalah bagian-bagian hakiki dari keMesiasanNya. Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa sebagian orang mengatakan bahwa Yesus datang dengan air, tetapi tidak dengan darah; dengan kata lain bahwa baptisanNya merupakan suatu bagian hakiki dari keMesiasanNya tetapi salibNya tidak) - hal 107.

Penerapan: ini perlu direnungkan oleh banyak orang / pendeta yang sangat menekankan baptisan, tetapi mengabaikan salib.

Jadi, dalam pandangan ini ditekankan bahwa dengan kata-kata ‘air dan darah’ itu dimaksudkan bahwa Kristus sudah menyelesaikan missiNya untuk datang ke dunia, dan juga bahwa istilah itu menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia.

3) Arti sekunder.

Sekalipun pandangan di atas oleh John Stott dianggap sebagai arti yang utama, tetapi ia juga memberikan kemungkinan arti yang sekunder terhadap kata-kata ‘air dan darah’ dalam 1Yoh 5:6. John Stott mengatakan (hal 179) bahwa air dan darah ada pada upacara-upacara dalam Perjanjian Lama yang merupakan simbol-simbol dari penyucian dan penebusan, dan itu bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini.

Ibr 9:10,13,22 - “(10) karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan. ... (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, ... (22) Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan”.

Catatan: untuk Ibr 9:10, ada Kitab Suci Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai macam persembahan’. Ini salah cetak; seharusnya adalah ‘pelbagai macam pembasuhan’.

Bil 19:9 - “Maka seorang yang tahir haruslah mengumpulkan abu lembu itu dan menaruhnya pada suatu tempat yang tahir di luar tempat perkemahan, supaya semuanya itu tinggal tersimpan bagi umat Israel untuk membuat air pentahiran; itulah penghapus dosa”.

Matthew Henry: “Both these ways of cleansing were represented in the old ceremonial institutions of God. Persons and things must be purified by water and blood. There were divers washings and carnal ordinances imposed till the time of reformation, Heb. 9:10. The ashes of a heifer, mixed with water, sprinkling the unclean, sanctifieth to the purifying of the flesh, (Heb. 9:13; Num. 19:9). And likewise almost all things are, by the law, purged with blood, Heb. 9:22. As those show us our double defilement, so they indicate the Saviour’s two-fold purgation” [= Kedua cara pembersihan ini digambarkan dalam upacara Perjanjian Lama. Orang-orang dan benda-benda harus disucikan oleh air dan darah. Ada bermacam-macam pembasuhan dan peraturan daging yang diberlakukan sampai waktu reformasi / pembaharuan, Ibr 9:10. Abu dari lembu muda, dicampur dengan air, dipercikkan kepada orang-orang yang najis, menguduskan sampai pada pemurnian daging, (Ibr 9:13; Bil 19:9). Dan demikian juga hampir segala sesuatu, oleh hukum Taurat, disucikan dengan darah, Ibr 9:22. Sebagaimana itu menunjukkan kepada kita pengotoran ganda, demikian juga mereka menunjukkan penyucian rangkap dua dari sang Juruselamat].

4) Ada yang menganggap bahwa dengan 1Yoh 5:6a ini rasul Yohanes menunjukkan bahwa Yesus lebih unggul / hebat dari Musa dan Harun.

Adam Clarke: “Perhaps John makes here a mental comparison between CHRIST, and Moses and Aaron; to both of whom he opposes our Lord, and shows his superior excellence. Moses came by water - all the Israelites were baptized unto him in the cloud and in the sea, and thus became his flock and his disciples; 1 Cor. 10:1-2. Aaron came by blood - he entered into the holy of holies with the blood of the victim, to make atonement for sin. ... Moses came only by water, Aaron only by blood; and both came as types. But CHRIST came both by water and blood, not typically, but really; ... Thus, his religion is of infinitely greater efficacy than that in which Moses and Aaron were ministers” (= Mungkin di sini Yohanes membuat perbandingan pemikiran antara Kristus, dan Musa dan Harun; dengan siapa ia mempertentangkan Tuhan kita, dan menunjukkan keunggulanNya. Musa datang oleh / dengan air - semua orang Israel dibaptis baginya dalam awan dan dalam laut, dan dengan demikian menjadi domba-domba gembalaannya dan murid-muridnya; 1Kor 10:1-2. Harun datang dengan darah - ia masuk ke dalam Ruang Maha Suci dengan darah dari korban, untuk membuat penebusan dosa. ... Musa datang hanya dengan air, Harun datang hanya dengan darah; dan keduanya datang sebagai TYPE-TYPE. Tetapi Kristus datang baik dengan air dan darah, bukan sebagai TYPE tetapi dengan sungguh-sungguh. ... Jadi, agamaNya mempunyai kemujaraban yang jauh lebih besar dari pada agama dimana Musa dan Harun adalah pelayan-pelayannya).

1Kor 10:1-2 - “(1) Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. (2) Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut”.

Im 16:11,14-15 - “(11) Harun harus mempersembahkan lembu jantan yang akan menjadi korban penghapus dosa baginya sendiri dan mengadakan pendamaian baginya dan bagi keluarganya; ia harus menyembelih lembu jantan itu. ... (14) Lalu ia harus mengambil sedikit dari darah lembu jantan itu dan memercikkannya dengan jarinya ke atas tutup pendamaian di bagian muka, dan ke depan tutup pendamaian itu ia harus memercikkan sedikit dari darah itu dengan jarinya tujuh kali. (15) Lalu ia harus menyembelih domba jantan yang akan menjadi korban penghapus dosa bagi bangsa itu dan membawa darahnya masuk ke belakang tabir, kemudian haruslah diperbuatnya dengan darah itu seperti yang diperbuatnya dengan darah lembu jantan, yakni ia harus memercikkannya ke atas tutup pendamaian dan ke depan tutup pendamaian itu”.

II) Yohanes menentang pandangan sesat pada jamannya.

Dengan kata-kata ini rasul Yohanes menentang ajaran sesat pada jamannya. Pada saat itu ada ajaran dari kelompok sesat yang disebut Cerinthian Gnostics, yang membedakan antara ‘Yesus’ dengan ‘Kristus’. Mereka mengatakan bahwa ‘Yesus’ hanyalah manusia semata-mata, dilahirkan dari Yusuf dan Maria secara alamiah, tetapi pada saat baptisan ‘Kristus’ turun ke atas ‘Yesus’ ini, tetapi ‘Kristus’ lalu meninggalkan ‘Yesus’ persis sebelum penyaliban.

John Stott (Tyndale): “According to this theory of the false teachers, Jesus was united with the Christ at the baptism, but became separated again before the cross. It was to refute this fundamental error that John, knowing that Jesus was the Christ before and during the baptism and during and after the cross, described Him as ‘he who came through water and blood’” (= Menurut teori dari guru-guru palsu ini, Yesus dipersatukan dengan Kristus pada saat baptisan, tetapi terpisah lagi sebelum salib. Adalah untuk menentang kesalahan dasari ini bahwa Yohanes, yang mengetahui bahwa Yesus adalah Kristus sebelum dan selama baptisan dan selama dan setelah salib, menggambarkan Dia sebagai ‘Ia yang datang melalui air dan darah’) - hal 178.

Ay 6a: “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah”.

John Stott juga menganggap bahwa Yohanes menggunakan kata-kata ‘Yesus Kristus’ (menyatukan kata ‘Yesus’ dan kata ‘Kristus’) untuk menentang orang-orang sesat pada jamannya yang membuat pembedaan antara ‘Yesus’ dengan ‘Kristus’.

John Stott (Tyndale): “in opposition to the heretics’ differentiation between Jesus and the Christ, John adds that the One who so came was even Jesus Christ, one Person who was simultaneously from His birth to His death and for evermore (‘this is he’, present tense) both the man Jesus and the Christ of God” [= bertentangan dengan pembedaan antara ‘Yesus’ dan ‘Kristus’ yang dilakukan oleh orang-orang sesat itu, Yohanes menambahkan bahwa Orang yang datang itu adalah Yesus Kristus, satu Pribadi yang secara bersama-sama dari kelahiranNya sampai kematianNya dan selama-lamanya (‘inilah Dia’, present tense) adalah baik manusia Yesus maupun Kristus dari Allah] - hal 178-179.

Kesimpulan / penutup.

Kita harus mempercayai Yesus yang datang ke dalam dunia dan memulai missiNya pada saat Ia dibaptis, dan mengakhiri / menyelesaikannya pada saat Ia mencurahkan darahNya dan mati di kayu salib. Kita juga harus mempercayai bahwa Ia adalah Allah dan manusia dalam satu Pribadi! Apakah saudara mempercayai hal-hal itu?

I YOHANES 5:6b-8

1Yoh 5:6b-8 - “(6b) Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran. (7) Sebab ada tiga yang memberi kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. (8) Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi]: Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu”.

I) Roh Kudus memberi kesaksian.

Ay 6b: “Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran”.

1) Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah seorang pribadi.

Bahwa Roh Kudus bisa ‘memberi kesaksian’ jelas menunjukkan bahwa Ia adalah seorang Pribadi, karena ‘memberi kesaksian’ merupakan aktivitas dari seorang pribadi (Stott, hal 179).

Tetapi, bagaimana dengan air dan darah yang juga disebut sebagai saksi dalam ay 7-8? Apakah keduanya juga adalah pribadi?

Jawab: yang dua ini merupakan personifikasi, sama seperti pada waktu dikatakan darah Habel berbicara / berteriak (Ibr 12:24 Kej 4:10). Atau yang dua ini hanya merupakan gaya bahasa yang artinya hanyalah: dari air dan darah itu orang tahu sesuatu, seakan-akan air dan darah itu bersaksi tentang hal itu. Juga pada waktu dikatakan darah Habel berteriak, diartikan hanya bahwa Allah melihat tercurahnya darah Habel itu, dan lalu menghukum pelaku pembunuhan terhadap Habel itu.

Contoh lain:

a) Hikmat, yang dalam Luk 7:35 dikatakan mempunyai anak.

Luk 7:35 - “Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya.’”.

NIV: “But wisdom is proved right by all her children” (= Tetapi hikmat dibuktikan benar oleh semua anak-anaknya).

b) Dosa / kematian dikatakan berkuasa.

Misalnya:

1. Kej 4:7 - “Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.’”.

2. Ro 5:14,21 - “(14) Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang. ... (21) supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita”.

Ini tidak menunjukkan bahwa hikmat, dosa dan kematian adalah pribadi-pribadi. Tetapi sebetulnya semua ini berbeda dengan pada waktu dikatakan Roh Kudus ‘memberi kesaksian’, karena ini jelas bukan merupakan suatu personifikasi. Alasannya: kalau sesuatu itu merupakan suatu personifikasi, maka hanya di tempat-tempat tertentu saja hal itu digambarkan sebagai pribadi, sedangkan pada umumnya justru tidak. Perhatikan ayat-ayat Kitab Suci yang berbicara tentang hikmat, dosa ataupun kematian, maka saudara akan melihat bahwa biasanya hal-hal itu tidak digambarkan sebagai pribadi. Tetapi ini berbeda dengan penggambaran Kitab Suci tentang Roh Kudus. Bukan hanya di tempat ini saja, tetapi di seluruh Kitab Suci Roh Kudus digambarkan melakukan hal-hal yang memang biasanya dilakukan oleh seorang pribadi. Ini menunjukkan bahwa semua itu bukanlah personifikasi, tetap betul-betul menunjukkan Roh Kudus sebagai person / pribadi.

Roh Kudus melakukan hal-hal yang dilakukan oleh seorang pribadi, seperti:

a. Mengajar dan mengingatkan.

Neh 9:20a - “Dan Engkau memberikan kepada mereka RohMu yang baik untuk mengajar mereka”.

Luk 12:12 - “Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.’”.

Yoh 14:26 - “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu”.

b. Bersaksi.

Yoh 15:26 - “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku”.

Ro 8:16 - “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.

c. Menginsafkan.

Yoh 16:8 - “Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman”.

d. Membantu dan berdoa.

Ro 8:26 - “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan”.

e. Memimpin.

Ro 8:14 - “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah”.

f. Berkata dan memerintah.

Kis 8:29 - “Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’”.

Kis 13:2 - “Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: ‘Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.’”.

g. Melarang.

Kis 16:6-7 - “(6) Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. (7) Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka”.

h. Memutuskan.

Kis 15:28 - “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini”.

i. Berbicara / berkata.

2Sam 23:2 - “Roh TUHAN berbicara dengan perantaraanku, firmanNya ada di lidahku”.

1Tim 4:1 - “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan”.

Wah 2:7a - “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat”. Bdk. Wah 2:7a,11,17,29 Wah 3:6,13,22.

j. Berseru.

Gal 4:6 - “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’”.

k. Mendorong orang untuk berbicara.

Kis 6:10 - “tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”.

2Pet 1:21 - “sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah”.

l. Menuntun.

Maz 143:10 - “Ajarlah aku melakukan kehendakMu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya RohMu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!”.

m. Menetapkan orang-orang menjadi penilik / gembala gereja.

Kis 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri”.

n. Bernubuat / meramal.

Kis 1:16 - “‘Hai saudara-saudara, haruslah genap nas Kitab Suci, yang disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud tentang Yudas, pemimpin orang-orang yang menangkap Yesus itu”.

NASB: ‘Brethren, the Scripture had to be fulfilled, which the Holy Spirit foretold by the mouth of David concerning Judas, who became a guide to those who arrested Jesus’ (= Saudara-saudara, Kitab Suci harus digenapi, yang diramalkan Roh Kudus oleh mulut Daud mengenai Yudas, yang menjadi seorang pembimbing bagi mereka yang menangkap Yesus).

Kis 11:27-28 - “(27) Pada waktu itu datanglah beberapa nabi dari Yerusalem ke Antiokhia. (28) Seorang dari mereka yang bernama Agabus bangkit dan oleh kuasa Roh ia mengatakan, bahwa seluruh dunia akan ditimpa bahaya kelaparan yang besar. Hal itu terjadi juga pada zaman Klaudius”.

Kata ‘kuasa’ yang saya coret itu seharusnya tidak ada.

Kis 21:10-11 - “(10) Setelah beberapa hari kami tinggal di situ, datanglah dari Yudea seorang nabi bernama Agabus. (11) Ia datang pada kami, lalu mengambil ikat pinggang Paulus. Sambil mengikat kaki dan tangannya sendiri ia berkata: ‘Demikianlah kata Roh Kudus: Beginilah orang yang empunya ikat pinggang ini akan diikat oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem dan diserahkan ke dalam tangan bangsa-bangsa lain.’”.

o. Memberikan sukacita dalam diri orang-orang percaya.

1Tes 1:6b - “dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus”.

1Tes 1:6b (Literal): ‘with joy of the Holy Spirit’ (= dengan sukacita dari Roh Kudus).

Kalau Roh Kudus hanya suatu kuasa / tenaga aktif, bukan seorang Pribadi, bagaimana Ia bisa mempunyai / memberikan sukacita?

p. Menghidupkan tubuh kita yang fana.

Ro 8:11 - “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh RohNya, yang diam di dalam kamu”.

q. Menyelidiki, tahu apa yang ada dalam diri Allah.

1Kor 2:10-11 - “(10) Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah. (11) Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah”.

r. Menguduskan / menyucikan.

Ro 15:16 - “yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepadaNya, yang disucikan oleh Roh Kudus”.

2Tes 2:13 - “Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai”.

1Pet 1:2 - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.

Hal-hal seperti ini hanya bisa dilakukan oleh ‘seseorang yang berpribadi’, bukan oleh ‘sesuatu yang tidak berpribadi’!

Herbert Lockyer: “In all, some 160 passages in the Old and New Testaments touch upon the actions of the Spirit. To deny personality to Him is to make these references meaningless and absurd” (= Secara keseluruhan, sekitar 160 text dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menyinggung tindakan-tindakan dari Roh. Menyangkal kepribadian bagi Dia sama dengan membuat ayat-ayat referensi ini tak mempunyai arti dan menggelikan) - ‘The Holy Spirit of God’, hal 31.

2) ‘Bersaksi’ merupakan tugas khusus dari Roh Kudus.

Kata ‘memberi’ ada dalam present tense. Jadi, Roh Kudus terus menerus memberi kesaksian.

Vincent: “Witnessing is the peculiar office of the Spirit” (= Bersaksi merupakan fungsi / kewajiban khusus dari Roh).

Bdk. Yoh 15:26 - “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku”.

Karena itu, adalah aneh kalau ada banyak orang Kristen yang mengaku penuh Roh Kudus, tetapi tidak pernah bersaksi / memberitakan Injil. Dalam Kitab Suci kepenuhan Roh Kudus sering dihubungkan dengan tindakan memberitakan Injil yang dilakukan seseorang, sehingga boleh dikatakan kepenuhan Roh Kudus itu yang menyebabkan orang itu aktif memberitakan Injil.

Misalnya:

a) Kis 1:8 - “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.’”.

b) Petrus kepenuhan Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kis 2:1-4) dan lalu memberitakan Injil dalam Kis 2:14-40, sehingga terjadi pertobatan dari 3000 orang.

c) Dalam Kis 4:8 dikatakan bahwa Petrus kepenuhan Roh Kudus, dan ia lalu memberitakan Injil dalam Kis 4:8b-dst. Demikian ‘fanatik’nya Petrus dalam memberitakan Injil, sehingga diancam bagaimanapun ia tidak mau berhenti memberitakan Injil Kis 4:17-21.

d) Kis 4:31 - “Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani”.

e) Stefanus penuh dengan Roh Kudus (Kis 6:3-5 7:55) dan ini menyebabkan ia memberitakan Injil (Kis 6:8-10 Kis 7:2-53 Kis 7:56).

f) Filipus dipilih menjadi diaken karena ia dianggap penuh dengan Roh Kudus (Kis 6:3-5), dan ia juga aktif memberitakan Injil (Kis 8:5-dst Kis 8:26-dst).

g) Saulus bertobat dan penuh dengan Roh Kudus (Kis 9:17b) dan iapun lalu memberitakan Injil mati-matian (Kis 9:20,22,27-29).

Catatan: dari ajaran ini jangan mengatakan bahwa para Saksi Yehuwa itu kepenuhan Roh Kudus, karena mereka aktif sekali memberitakan Injil. Ingat bahwa mereka memberitakan Injil sesat, dan karena itu jelas tidak menunjukkan mereka kepenuhan Roh Kudus. Dalam Gal 1:6-9 dan 2Kor 11:4 Paulus justru mengecam / mengutuk orang-orang yang memberitakan Injil yang lain / berbeda, yang jelas adalah Injil yang sesat!

3) Roh Kudus adalah kebenaran.

Ay 6b: “karena Roh adalah kebenaran”. Bandingkan dengan Yoh 14:17, Yoh 15:26 dan Yoh 16:13 yang menyebut Roh Kudus sebagai ‘Roh Kebenaran’.

Kata ‘karena’ di awal ay 6b ini menunjukkan bahwa ini merupakan alasan mengapa Roh Kudus itu terus menerus memberi kesaksian.

Bandingkan dengan Yoh 15:26 - “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku”.

Ini sama seperti Yesus, yang adalah kebenaran, dan karena itu Ia memberi kesaksian tentang kebenaran.

Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Yoh 18:37 - “Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’ Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.’”.

Kalau saudara adalah orang benar, maka saudara juga harus memberitakan Injil / kebenaran.

Amsal 10:11,21,31 - “(11) Mulut orang benar adalah sumber kehidupan, tetapi mulut orang fasik menyembunyikan kelaliman. ... (21) Bibir orang benar menggembalakan banyak orang, tetapi orang bodoh mati karena kurang akal budi. ... (31) Mulut orang benar mengeluarkan hikmat, tetapi lidah bercabang akan dikerat”.

Maz 37:30 - “Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hukum”.

Amsal 15:7 - “Bibir orang bijak menaburkan pengetahuan, tetapi hati orang bebal tidak jujur”.

II) Ada tiga yang memberi kesaksian.

Ay 7-8: “(7) Sebab ada tiga yang memberi kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. (8) Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi]: Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu”.

1) Kalimat yang tidak seharusnya ada dalam Kitab Suci.

Kalimat yang ada di dalam tanda kurung tegak dalam Kitab Suci Indonesia (ay 7b-8a) harus dianggap bukan sebagai bagian asli Kitab Suci.

Ay 7b-8a: “[di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. (8) Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi]”.

Alasan-alasan mengapa kita harus menganggap bagian ini sebagai bukan bagian dari Kitab Suci / Firman Tuhan.

a) Tidak ada satupun manuscripts Yunani yang mempunyai kalimat itu.

Baru pada sekitar abad ke 14 ada manuscripts Yunani yang mempunyainya, dan itupun dianggap berasal dari versi Latin yang lalu diterjemahkan kembali ke bahasa Yunani.

Bruce M. Metzger: “The passage is absent from every known Greek manuscript except four, and these contain the passage in what appears to be a translation from a late recension of the Latin Vulgate” (= Text ini absen dari setiap manuscript Yunani yang dikenal kecuali empat, dan yang empat ini mempunyai text ini yang kelihatannya merupakan suatu terjemahan dari suatu / revisi / versi belakangan dari Latin Vulgate) - ‘A Textual Commentary on the Greek New Testament’, hal 715.

Adam Clarke: “it is likely this verse is not genuine. It is wanting in every manuscript of this letter written before the invention of printing, one excepted, the Codex Montfortii, in Trinity College, Dublin: the others which omit this verse amount to one hundred and twelve. It is missing in both the Syriac, all the Arabic, AEthiopic, the Coptic, Sahidic, Armenian, Slavonian, etc., in a word, in all the ancient versions but the Vulgate; and even of this version many of the most ancient and correct MSS. have it not” [= kemungkinan besar ayat ini tidak asli. Itu tidak ada dalam setiap manuscript dari text ini yang ditulis sebelum penemuan dari percetakan, kecuali satu, Codex Montfortii, di Universitas Trinity, Dublin: yang lain yang menghapus / tida mempunyai ayat ini berjumlah 112. Itu tidak ada dalam manuscript Aram / Syria, semua manuscript Arab, AEthiopic, Coptic, Sahidic, Armenian, Slavonian, dsb, singkatnya, dalam semua versi kuno kecuali Vulgate; dan bahkan dalam versi ini (Vulgate) banyak dari manuscripts yang paling kuno dan benar tidak mempunyainya].

b) Tidak ada seorangpun dari bapa-bapa Gereja yang mengutip ayat ini, padahal dalam kontroversi tentang doktrin Allah Tritunggal / keilahian Kristus pada abad-abad awal dari gereja, tidak mungkin ayat ini tidak dikutip seandainya ayat ini memang asli dan ada / dikenal pada saat itu.

Bruce M. Metzger: “The passage is quoted by none of the Greek Fathers, who, had they known it, would most certainly have employed it in the Trinitarian controversies (Sabellian and Arian)” [= Text ini tidak dikutip oleh seorangpun dari Bapa-bapa Yunani, yang, seandainya mereka mengetahuinya, pasti akan sudah menggunakannya dalam perdebatan tentang Tritunggal (Sabellian dan Arian)] - ‘A Textual Commentary on the Greek New Testament’, hal 715.

Barnes’ Notes: “It is never quoted by the Greek fathers in their controversies on the doctrine of the Trinity - a passage which would be so much in point, and which could not have failed to be quoted if it were genuine; ... If the passage were believed to be genuine - nay, if it were known at all to be in existence, and to have any probability in its favor - it is incredible that in all the controversies which occurred in regard to the divine nature, and in all the efforts to define the doctrine of the Trinity, this passage should never have been referred to” (= Itu tidak pernah dikutip oleh Bapa-bapa Yunani dalam perdebatan tentang doktrin Tritunggal - suatu text yang begitu sangat tepat, dan tidak mungkin gagal dikutip seandainya itu asli; ... Seandainya text itu dipercaya sebagai asli - tidak, seandainya itu dikenal keberadaannya, dan mempunyai kemungkinan yang mendukungnya - adalah tidak masuk akal bahwa dalam seluruh perdebatan yang terjadi berkenaan dengan hakekat ilahi, dan dalam semua usaha untuk mendefinisikan doktrin Tritunggal, orang tidak pernah menunjuk pada text ini).

Adam Clarke: “It is wanting also in all the ancient Greek fathers; and in most even of the Latin” (= Itu juga tidak ada dalam semua bapa-bapa Yunani kuno, dan bahkan dalam kebanyakan bapa-bapa Latin).

c) Dimasukkannya kalimat itu di sini membuat kalimat jadi kacau.

Tentang ini memang ada pro dan kontra, tetapi saya lebih setuju dengan yang ini.

Barnes’ Notes: “The connection does not demand it. It does not contribute to advance what the apostle is saying, but breaks the thread of his argument entirely. He is speaking of certain things which bear ‘witness’ to the fact that Jesus is the Messiah; certain things which were well known to those to whom he was writing - the Spirit, and the water, and the blood. How does it contribute to strengthen the force of this to say that in heaven there are ‘three that bear witness’ - three not before referred to, and having no connection with the matter under consideration?” (= Hubungannya tidak menuntut adanya kalimat ini. Itu tidak memberikan sumbangsih untuk memajukan apa yang sedang dikatakan oleh sang rasul, tetapi merusakkan seluruh alur dari argumentasinya. Ia sedang berbicara tentang hal-hal tertentu yang memberi kesaksian pada fakta bahwa Yesus adalah Mesias; hal-hal tertentu yang merupakan hal-hal yang dikenal oleh mereka kepada siapa ia sedang menulis - Roh, dan air, dan darah. Bagaimana kalimat ini bisa memberkan sumbangsih untuk menguatkan kekuatan dari argumentasi ini dengan mengatakan bahwa di surga ada ‘tiga yang memberi kesaksian’ - tiga yang sebelumnya tidak dibicarakan, dan tidak mempunyai hubungan dengan hal yang sedang dipertimbangkan / dipikirkan?).

d) ‘Bahasa’ (cara menggunakan istilah) yang digunakan bukanlah ‘bahasa’ dari rasul Yohanes atau penulis Kitab Suci yang lain.

Albert Barnes secara tepat mengatakan bahwa sekalipun Yohanes memang menggunakan istilah ‘Firman’ untuk menunjuk kepada Yesus (Yoh 1:1,14 dsb), tetapi Yohanes maupun penulis Kitab Suci yang lain tidak pernah menghubungkan ‘Bapa’ dan ‘Firman’. Yohanes dan penulis Kitab Suci yang lain menghubungkan ‘Bapa’ dengan ‘Anak’, atau ‘Firman’ dengan ‘Allah’.

Barnes’ Notes: “The ‘language’ is not such as John would use. He does, indeed, elsewhere use the term ‘Logos,’ or ‘Word’ - ho Logos, (John 1:1,14; 1John 1:1), but it is never in this form, ‘The Father, and the Word;’ that is, the terms ‘Father’ and ‘Word’ are never used by him, or by any of the other sacred writers, as correlative. The word ‘Son’ - ho Huios - is the term which is correlative to the ‘Father’ in every other place as used by John, as well as by the other sacred writers. ... Besides, the correlative of the term ‘Logos,’ or ‘Word,’ with John, is not ‘Father,’ but ‘God.’” [= ‘Bahasa’nya bukanlah seperti yang digunakan oleh Yohanes. Di tempat lain ia memang menggunakan istilah ‘Logos’ atau ‘Firman’ - HO LOGOS (Yoh 1:1,14; 1Yoh 1:1), tetapi itu tidak pernah digunakan dalam bentuk ini, ‘Bapa, dan Firman’; yaitu, istilah-istilah ‘Bapa’ dan ‘Firman’ tidak pernah digunakan olehnya, atau oleh penulis-penulis kudus lainnya yang manapun, sebagai berhubungan. Kata ‘Anak’ - HO HUIOS - merupakan istilah yang berhubungan dengan ‘Bapa’ dalam setiap tempat lain sebagai digunakan oleh Yohanes, maupun oleh penulis-penulis kudus lainnya. ... Disamping itu, bagi Yohanes istilah yang berhubungan dengan ‘Logos’ atau ‘Firman’, bukanlah ‘Bapa’ tetapi ‘Allah’.].

e) Apa gunanya 3 saksi di surga itu?

Adam Clarke mengutip kata-kata Dr. Dodd: “Besides, what need of witnesses in heaven? No one there doubts that Jesus is the Messiah; ... not to say that there is a little difficulty in interpreting how the Word or the Son can be a witness to himself” (= Disamping itu, apa perlunya saksi-saksi di surga? Tidak seorangpun di sana meragukan bahwa Yesus adalah Mesias; ... belum lagi bahwa ada sedikit kesukaran dalam menafsirkan bagaimana Firman atau Anak bisa menjadi saksi bagi diriNya sendiri).

2) Bagaimana kalimat ini bisa masuk ke dalam Kitab Suci, khususnya KJV?

Dari KJV/RSV/NIV/NASB hanya KJV yang mempunyai bagian ini, tanpa tanda atau catatan apapun (seakan-akan ini adalah bagian asli Kitab Suci). NIV/NASB meletakkannya hanya pada footnote / catatan kaki, sedangkan RSV membuangnya sama sekali.

KJV: ‘(7) For there are three that bear record in heaven, the Father, the Word, and the Holy Ghost: and these three are one. (8) And there are three that bear witness in earth, the Spirit, and the water, and the blood: and these three agree in one’.

RSV: ‘(7) And the Spirit is the witness, because the Spirit is the truth. (8) There are three witnesses, the Spirit, the water, and the blood; and these three agree’.

NIV: ‘(7) For there are three that testify: (8) the Spirit, the water and the blood; and the three are in agreement’.

NASB: ‘(7) And it is the Spirit who bears witness, because the Spirit is the truth. (8) For there are three that bear witness, the Spirit and the water and the blood; and the three are in agreement’.

Barnes’ Notes: “It is easy to imagine how the passage found a place in the New Testament. It was at first written, perhaps, in the margin of some Latin manuscript, as expressing the belief of the writer of what was true in heaven, as well as on earth, and with no more intention to deceive than we have when we make a marginal note in a book. Some transcriber copied it into the body of the text, perhaps with a sincere belief that it was a genuine passage, omitted by accident; and then it became too important a passage in the argument for the Trinity, ever to be displaced but by the most clear critical evidence. It was rendered into Greek, and inserted in one Greek manuscript of the 16th century, while it was missing in all the earlier manuscripts” (= Adalah mudah untuk membayangkan bagaimana text ini menemukan / mendapatkan suatu tempat dalam Perjanjian Baru. Mungkin itu mula-mula ditulis di tepi dari beberapa manuscript Latin, yang menyatakan kepercayaan dari si penulis tentang apa yang benar di surga, maupun di bumi, dan tidak mempunyai maksud untuk menipu, sama seperti kalau kita membuat catatan tepi dalam suatu buku. Beberapa penyalin menyalinnya ke dalam tubuh dari text, mungkin dengan kepercayaan yang tulus bahwa itu merupakan text asli, yang dihapus dengan tak sengaja; dan lalu itu menjadi suatu text yang terlalu penting dalam argumentasi untuk Tritunggal untuk dibuang kecuali oleh bukti kritik yang paling jelas. Itu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan dimasukkan dalam satu manuscript Yunani dari abad ke 16, sementara itu tidak ada dalam semua manuscripts yang lebih awal).

William Barclay menjelaskan bagaimana ayat ini bisa masuk ke dalam KJV (= Authorized Version / AV).

William Barclay: “In the Authorized Version there is a verse which we have altogether omitted. It reads, ‘For there are three that bear record in heaven, the Father, the Word and the Holy Ghost; and these three are one.’ The Revised Version omits this verse, and does not even mention it in the margin, and none of the newer translations includes it. It is quite certain that it does not belong to the original text. The facts are as follows. First, it does not occur in any Greek manuscript earlier than the 14th century. The great manuscripts belong to the 3rd and 4th centuries, and it occurs in none of them. None of the great early fathers of the Church knew it. Jerome’s original version of the Vulgate does not include it. The first person to quote it is a Spanish heretic called Priscillian who died in A.D. 385. Thereafter it crept gradually into the Latin texts of the New Testament although, as we have seen, it did not gain an entry to the Greek manuscript. How then did it get into the text? Originally it must have been a scribal gloss or comment in the margin. Since it seemed to offer good scriptural evidence for the doctrine of the Trinity, through time it came to be accepted by theologians as part of the text, especially in those early days of scholarship before the great manuscripts were discovered. But how did it last, and how did it come to be in the Authorized Version? The first Greek testament to be published was that of Erasmus in 1516. Erasmus was a great scholar and, knowing that this verse was not in the original text, he did not include it in his first edition. By this time, however, theologians were using the verse. It had, for instance, been printed in the Latin Vulgate of 1514. Erasmus was therefore criticized for omitting it. His answer was that if anyone could show him a Greek manuscript which had the words in it, he would print them in his next edition. Someone did produce a very late and very bad text in which the verse did occur in Greek; and Erasmus, true to his word but very much against his judgment and his will, printed the verse in his 1522 edition. The next step was that in 1550 Stephanus printed his great edition of the Greek New Testament. This 1550 edition of Stephanus was called - he gave it that name himself - The Received Text, and it was the basis of the Authorized Version and of the Greek text for centuries to come. That is how this verse got into the Authorized Version” [= Dalam Authorized Version (KJV) ada satu ayat yang kami hapuskan sama sekali. Itu berbunyi, ‘Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu’. Revised Version menghapuskan ayat ini, dan bahkan tidak menyebutkannya di catatan tepi, dan tidak ada dari terjemahan-terjemahan yang lebih baru yang memasukkan ayat itu. Adalah pasti bahwa ayat itu tidak termasuk dalam text asli. Faktanya adalah sebagai berikut. Mula-mula itu tidak ada dalam manuscript Yunani manapun sebelum abad ke 14. Manuscript-manuscript yang baik adalah dari abad ke 3 dan 4, dan ayat ini tidak ada dalam manuscript-manuscript itu. Tidak ada dari bapa-bapa agung / besar dari Gereja mula-mula yang mengenal / mengetahui ayat itu. Versi Jerome yang asli dari Vulgate tidak memasukkan ayat ini. Orang pertama yang mengutipnya adalah orang sesat Spanyol yang bernama Priscillian yang mati pada tahun 385 M. Setelah itu, itu merangkak perlahan-lahan ke dalam text Latin dari Perjanjian Baru sekalipun, seperti telah kita lihat, ayat itu tidak masuk dalam manuscript-manuscript Yunani. Lalu bagaimana ayat itu masuk ke dalam text? Mula-mula itu pasti merupakan catatan atau komentar dari penyalin di tepi. Karena ayat itu kelihatannya memberikan bukti Kitab Suci yang baik untuk doktrin Tritunggal, dengan berjalannya waktu ayat itu akhirnya diterima oleh ahli-ahli theologia sebagai bagian dari text, khususnya pada masa kesarjanaan awal sebelum manuscript-manuscript yang besar / agung ditemukan. Tetapi bagaimana ayat itu bisa bertahan, dan bagaimana ayat itu bisa masuk dalam Authorized Version (KJV)? Perjanjian Yunani yang pertama diterbitkan adalah dari Erasmus dalam tahun 1516. Erasmus adalah sarjana yang hebat dan, mengetahui bahwa ayat ini tidak ada dalam text asli, ia tidak memasukkannya dalam edisinya yang pertama. Tetapi pada saat ini ahli-ahli theologia sudah menggunakan ayat ini. Sebagai contoh, ayat itu sudah dicetak dalam Latin Vulgate dari tahun 1514. Karena itu Erasmus dikritik karena menghapuskannya. Jawabannya adalah, jika ada siapapun yang bisa menunjukkan kepadanya suatu manuscript Yunani yang mempunyai kata-kata itu, ia akan mencetaknya dalam edisinya yang selanjutnya. Ternyata memang ada orang yang memproduksi suatu text yang sangat belakangan dan sangat buruk dalam mana ayat itu memang ada dalam bahasa Yunani; dan Erasmus, untuk menepati kata-katanya, tetapi dengan sangat bertentangan dengan penilaiannya dan kehendaknya, mencetak ayat itu dalam edisi tahun 1522nya. Hal selanjutnya adalah bahwa pada tahun 1550 Stephanus mencetak edisinya yang hebat dari Perjanjian Baru berbahasa Yunani. Edisi Stephanus tahun 1550 ini disebut - ia sendiri memberinya nama itu - ‘Text yang Diterima’, dan itu merupakan dasar dari Authorized Version dan dari text Yunani untuk abad-abad yang mendatang. Itulah bagaimana ayat ini masuk ke dalam Authorized Version (KJV)] - hal 110-111.

3) Jangan menggunakan bagian ini sebagai dasar dari doktrin Allah Tritunggal.

Barnes’ Notes: “On the whole, therefore, the evidence seems to me to be clear that this passage is not a genuine portion of the inspired writings, and should not be appealed to in proof of the doctrine of the Trinity. ... It would be much easier to prove the doctrine of the Trinity from other texts, than to demonstrate the genuineness of this. ... the removal of this text does nothing to weaken the evidence for the doctrine of the Trinity, or to modify that doctrine. As it was never used to shape the early belief of the Christian world on the subject, so its rejection, and its removal from the New Testament, will do nothing to modify that doctrine. The doctrine was embraced, and held, and successfully defended without it, and it can and will be so still” (= Karena itu, secera keseluruhan bukti kelihatannya jelas bagi saya bahwa text ini bukanlah bagian asli dari tulisan yang diilhamkan, dan tidak boleh digunakan sebagai bukti dari doktrin Tritunggal. ... Adalah jauh lebih mudah membuktikan doktrin dari Tritunggal dari text-text lain, dari pada menunjukkan keaslian text ini. ... penghapusan text ini sama sekali tidak melemahkan bukti untuk doktrin Tritunggal, atau memodifikasi doktrin itu. Sebagaimana text ini tidak pernah digunakan untuk membentuk kepercayaan mula-mula dari dunia Kristen tentang hal ini, demikian pula penolakannya, dan penghapusannya dari Perjanjian Baru, tidak akan melakukan apapun untuk memodifikasi doktrin itu. Doktrin itu telah dipercaya, dan dipegang, dan dengan sukses dipertahankan tanpa text itu, dan doktrin itu tetap bisa dan akan dipertahankan demikian).

4) Text yang sebenarnya, dan artinya.

Ay 7-8 sebetulnya hanya berbunyi: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian: Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu”.

KJV: ‘And there are three that bear witness in earth, the Spirit, and the water, and the blood: and these three agree in one’ (= Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi, Roh, dan air, dan darah: dan tiga ini sependapat).

RSV: ‘There are three witnesses, the Spirit, the water, and the blood; and these three agree’ (= Ada tiga saksi, Roh, air, dan darah; dan tiga ini setuju / sependapat).

a) Firman Tuhan mengharuskan adanya 2-3 saksi supaya suatu tuduhan itu sah.

Ul 17:6 - “Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati”.

Mat 18:16 - “Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan”.

Yoh 8:17 - “Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah”.

1Tim 5:19 - “Janganlah engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga orang saksi”.

b) Biarpun air dan darah bukan pribadi, tetapi tetap bisa dijadikan saksi.

Lenski: “The fact that these two others are not persons does not disqualify them. ... in John 5:36 Jesus names his ‘works’ as testifying” (= Fakta bahwa dua yang lain bukanlah pribadi tidak menyebabkan keduanya didiskwalifikasi. ... dalam Yoh 5:36 Yesus menyebut ‘pekerjaan’Nya sebagai saksi) - hal 528.

Yoh 5:36 - “Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepadaKu, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku”.

c) ‘Roh’ disebut pertama, mendahului ‘air’ dan ‘darah’.

Herschel H. Hobbs: “The mention of the Spirit before the water and the blood shows that He is the source of the witness concerning Jesus as the Christ. Through them the Holy Spirit confirms the truth alluded to by John” (= Penyebutan Roh sebelum air dan darah menunjukkan bahwa Ia adalah sumber dari kesaksian tentang Yesus sebagai Kristus. Melalui mereka Roh Kudus menegaskan kebenaran yang disinggung oleh Yohanes) - hal 128.

d) Ketiga saksi itu sependapat.

Ay 8: “dan ketiganya adalah satu”.

KJV: ‘and these three agree in one’ (= dan tiga ini sependapat).

RSV: ‘and these three agree’ (= dan tiga ini setuju / sependapat).

Tadi sudah disebutkan bahwa harus ada sedikitnya 2-3 saksi. Tetapi tentu saja harus ditambahkan bahwa saksi-saksi itu harus sependapat / setuju satu dengan yang lain.

Pada waktu Yesus diadili orang-orang Yahudi menghadirkan saksi-saksi palsu, tetapi mereka tidak setuju satu sama lain.

Mark 14:56-59 - “(56) Banyak juga orang yang mengucapkan kesaksian palsu terhadap Dia, tetapi kesaksian-kesaksian itu tidak sesuai yang satu dengan yang lain. (57) Lalu beberapa orang naik saksi melawan Dia dengan tuduhan palsu ini: (58) ‘Kami sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia.’ (59) Dalam hal inipun kesaksian mereka tidak sesuai yang satu dengan yang lain”.

Tetapi dalam hal ke-Mesias-an Yesus ketiga saksi ini sependapat dan sama-sama menyaksikan bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah.

Herschel H. Hobbs: “‘And these three agree in one’ (5:8). None of the three gave conflicting testimony, or literally, ‘and the three are unto one.’ ‘Unto’ (EIS) may be seen as pointing toward a goal. Three separate witnesses, but they converge into one truth: that Jesus Christ is the Son of God” [= ‘Dan tiga ini sependapat’ (5:8). Tidak ada dari tiga ini memberikan kesaksian yang bertentangan, atau secara hurufiah, ‘dan tiga ini kepada satu’. ‘Kepada’ (EIS) bisa dilihat sebagai menunjuk kepada satu tujuan. Tiga saksi-saksi yang terpisah, tetapi mereka bertemu / mengarah pada satu kebenaran: yaitu bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah] - hal 129.

Sekarang mari kita perhatikan 3 saksi ini satu per satu apakah mereka memang sama-sama memberi kesaksian bahwa Yesus Kristus adalah Mesias / Anak Allah:

1. Roh Kudus.

a. Melalui Kitab Suci, yang diilhamkan olehNya, Roh Kudus menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah.

b. Juga Roh Kudus memberikan pengaruh dan karunia-karunia kepada Yesus untuk membuktikan bahwa Ia adalah Mesias, sesuai dengan apa yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama.

Nubuat-nubuat Perjanjian Lama itu ada dalam Yes 11:2 dan Yes 61:1.

Yes 11:2 - “Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN”.

Yes 61:1 - “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara”.

Dan bahwa ini digenapi dalam diri Yesus terlihat dari Luk 4:18-21 - “(18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’ (20) Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepadaNya. (21) Lalu Ia memulai mengajar mereka, kataNya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.’”.

Bdk. Yoh 3:34 - “Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan RohNya dengan tidak terbatas”.

c. Setelah Yesus naik ke surga, Roh Kudus turun pada rasul-rasul / orang-orang kristen dan menyertai pemberitaan Injil / Firman yang mereka lakukan.

d. Roh Kuduslah yang bekerja dalam diri seseorang sehingga orang itu bisa bertobat dan percaya kepada Yesus.

Bdk. 1Kor 12:3b - “tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus”.

2. Air.

Dalam pelajaran yang lalu sudah ditunjukkan bahwa baptisan terhadap Yesus membuktikan bahwa Ia adalah Mesias / Anak Allah. Ini tidak perlu diulangi di sini.

3. Darah.

Memang darah menunjuk pada kematianNya, tetapi perlu diingat bahwa kematian Yesus ini disertai oleh hal-hal sebagai berikut: matahari menjadi gelap, gempa bumi, sobeknya tirai Bait Allah, kuburan-kuburan terbelah dan orang-orang kudus bangkit (Mat 27:45,51-52). Dan hal-hal yang menyertai kematianNya ini terjadi sedemikian rupa, sehingga kepala pasukan Romawi bisa mengakui Yesus sebagai Anak Allah.

Mat 27:54 - “Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: ‘Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.’”.

Dengan adanya 3 saksi yang sependapat, yang sama-sama menyaksikan bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah, maka fakta ini harus diterima.

Kesimpulan / penutup.

Percayakah saudara bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah

I YOHANES 5:9-10

1Yoh 5:9-10 - “(9) Kita menerima kesaksian manusia, tetapi kesaksian Allah lebih kuat. Sebab demikianlah kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya. (10) Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya”.

I) Kesaksian manusia vs kesaksian Allah.

Ay 9a: “Kita menerima kesaksian manusia, tetapi kesaksian Allah lebih kuat”.

1) “Kita menerima kesaksian manusia”.

Kesaksian manusia kita terima. Ini terjadi dalam banyak hal:

a) Dalam pembicaraan pribadi.

Ini memang hanya secara umum, dan ada perkecualiannya. Kalau kita tahu bahwa orang itu suka / sering berdusta, membual dan sebagainya sehingga tidak bisa dipercaya kata-katanya, maka tentu kita tidak akan mempercayai kesaksiannya dalam pembicaraan pribadi.

Di ATLAS Fitness Center, saya pernah bertemu dengan seorang Amerika, yang betul-betul adalah seorang pembual. Mula-mula tentu saya tidak tahu, tetapi setelah saya tahu, tak peduli apapun yang ia katakan, saya tidak mempercayainya.

Tetapi secara umum, kita menerima kesaksian manusia dalam pembicaraan pribadi. Kalau seseorang bercerita tentang adanya kecelakaan, kebakaran, kejahatan dan sebagainya, maka kita mempercayainya tanpa meminta bukti lebih dahulu.

b) Dalam sidang / pengadilan.

Dalam sidang / pengadilan, boleh dikatakan selalu ada kesaksian dari orang, dan ini diterima, kecuali ada bukti yang menentang kesaksian ini.

c) Dalam persekutuan / acara sharing.

Dalam persekutuan / kebaktian sering ada acara sharing, dan dalam acara-acara ini banyak orang memberi kesaksian tentang apa yang mereka alami. Kadang-kadang nggenah, tetapi kadang-kadang ‘gila’. Tetapi kebanyakan orang dengan mudah mempercayai kesaksian manusia ini, tanpa meminta bukti.

d) Dalam khotbah / pengajaran.

Banyak pengkhotbah memberi kesaksian dalam khotbah / pengajaran, dan pada umumnya jemaat / pendengar menerima begitu saja kesaksian yang diberikan pengkhotbah, tanpa meminta bukti.

Barnes’ Notes: “‘If we receive the witness of men.’ As we are accustomed to do, and as we must do in courts of justice, and in the ordinary daily transactions of life. We are constantly acting on the belief that what others say is true; that what the members of our families, and our neighbors say, is true; that what is reported by travelers is true; that what we read in books, and what is sworn to in courts of justice, is true. We could not get along a single day if we did not act on this belief; nor are we accustomed to call it in question, unless we have reason to suspect that it is false” (= ‘Jika kita menerima kesaksian dari manusia’. Seperti yang biasa kita lakukan, dan seperti yang harus kita lakukan dalam pengadilan, dan dalam kehidupan sehari-hari. Kita terus menerus bertindak berdasarkan kepercayaan bahwa apa yang orang-orang lain katakan adalah benar; bahwa apa yang anggota-anggota keluarga kita dan tetangga-tetangga kita katakan adalah benar; bahwa apa yang dilaporkan oleh pelancong-pelancong adalah benar; bahwa apa yang kita baca dalam buku-buku dan apa yang diucapkan di bawah sumpah dalam pengadilan adalah benar. Kita tidak bisa hidup satu haripun jika kita tidak bertindak berdasarkan kepercayaan ini; juga kita tidak terbiasa untuk mempertanyakan kesaksian itu, kecuali kita mempunyai alasan untuk mencurigai bahwa kesaksian itu salah / palsu).

2) “tetapi kesaksian Allah lebih kuat”.

a) Mengapa rasul Yohanes tahu-tahu bicara tentang kesaksian Allah di sini? Karena kesaksian dari Roh, air, dan darah, yang baru ia bicarakan sebetulnya merupakan kesaksian dari Allah.

John Stott (Tyndale): “The Spirit, the water and the blood all bear witness to Christ, and the reason why they agree is that God Himself is behind them. The three witnesses form, in fact, a single divine testimony to Jesus Christ, which God hath testified” (= Roh, air dan darah semuanya memberikan kesaksian bagi Kristus, dan alasan mengapa ketiga kesaksian itu sependapat adalah bahwa Allah sendiri ada di belakang mereka. Ketiga saksi itu, sesungguhnya membentuk satu kesaksian tunggal bagi Yesus Kristus, yang merupakan kesaksian yang telah diberikan oleh Allah) - hal 181.

b) Dalam ay 9b ini dikatakan bahwa kesaksian Allah lebih kuat.

Mengapa kesaksian Allah lebih kuat? Karena kesaksian manusia bisa dan sering salah, merupakan dusta, dilebih-lebihkan, dan sebagainya. Tetapi kesaksian Allah tidak pernah demikian, kesaksian Allah selalu benar, karena Allah tidak mungkin dan tidak bisa berdusta.

Bandingkan dengan kedua text di bawah ini:

1. Ibr 6:18 - “supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita”.

2. Tit 1:2 - “dan berdasarkan pengharapan akan hidup yang kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh Allah yang tidak berdusta”.

Jamieson, Fausset & Brown: “We do accept (and rightly) the witness of veracious men, fallible though they be; much more ought we to accept the infallible witness of God (the Father)” [= Kita memang menerima (dan dengan benar) kesaksian dari orang-orang yang benar / jujur, sekalipun kesaksian-kesaksian itu tetap bisa salah; lebih-lebih kita seharusnya menerima kesaksian yang tidak bisa salah dari Allah (Bapa)].

Barnes’ Notes: “‘The witness of God is greater.’ Is more worthy of belief; as God is more true, and wise, and good than people. People may be deceived, and may undesignedly bear witness to that which is not true - God never can be; men may, for sinister and base purposes, intend to deceive - God never can; people may act from partial observation, from rumors unworthy of credence - God never can; people may desire to excite admiration by the marvelous - God never can; people have deceived - God never has; and though, from these causes, there are many instances where we are not certain that the testimony borne by people is true, yet we are always certain that that which is borne by God is not false” (= ‘Kesaksian Allah lebih besar’. Lebih layak untuk dipercaya; karena Allah lebih benar, bijaksana, dan baik, dari pada manusia. Manusia bisa ditipu / didustai, dan bisa dengan tidak direncanakan memberi kesaksian pada apa yang tidak benar, tetapi Allah tidak pernah bisa demikian; manusia bisa, untuk tujuan-tujuan yang jahat dan jelek / hina, betul-betul bermaksud untuk mendustai, tetapi Allah tidak pernah bisa demikian; manusia bisa bertindak dari pengamatan sebagian, dari desas desus yang tidak layak mendapatkan kepercayaan, tetapi Allah tidak pernah demikian; manusia bisa ingin membangkitkan kekaguman oleh orang-orang yang hebat, tetapi Allah tidak pernah demikian; manusia telah menipu / mendustai, Allah tidak pernah melakukannya; dan sekalipun dari kasus-kasus ini ada banyak contoh dimana kita tidak pasti bahwa kesaksian yang diberikan oleh manusia adalah benar, tetapi kita bisa selalu pasti bahwa kesaksian yang diberikan oleh Allah tidaklah salah).

Penerapan: Hal ini khususnya harus diterapkan dalam mencari khotbah / pengajaran. Kalau memang kesaksian Allah lebih kuat dari kesaksian manusia, maka seharusnya kita mencari khotbah / pengajaran yang banyak kesaksian manusianya, atau yang banyak Firman Tuhannya, yang merupakan kesaksian Allah?

Tetapi, manusia sering membalik ini semua. Mereka lebih mempercayai / menerima / menyenangi kesaksian manusia dari kesaksian Allah!

Contoh:

a. Pada saat saya mengajar sebagai guru agama Kristen, murid-murid saya sering tanya: mana buktinya? Saya tanya balik: kalau kamu mendengar berita dari koran, TV dsb, kamu tidak tanya bukti, tetapi kalau kamu dengar berita dari Firman Tuhan, kamu tanya bukti. Mengapa? Ada setan dalam dirimu!

b. Kalau orang membaca / mendengar ajaran dari Kitab Suci / Firman Tuhan tentang Yesus, mereka menganggapnya biasa-biasa saja. Tetapi kalau mendengar seseorang bersaksi bahwa ia melihat Yesus, dan dalam penglihatan itu Yesus berkata begini dan begitu, maka orang akan mendengar dan menerima dengan lebih antusias!

c. Banyak ‘orang Kristen’ yang lebih senang khotbah yang penuh dengan cerita dan kesaksian dari pada khotbah yang penuh dengan pembahasan Firman Tuhan!

d. Buku-buku Kristen yang penuh kesaksian laris, padahal kesaksiannya gila-gila, seperti pergi ke surga dan neraka dan sebagainya. Sedangkan buku-buku yang betul-betul membahas Firman Tuhan tidak laku!

Bdk. 2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng”.

Ingat, saya tidak anti kesaksian ataupun cerita atau lelucon. Tetapi kita perlu melihat tujuan pengkhotbah itu memang sekedar mendongeng, melawak atau bercerita, atau sungguh-sungguh mengajar, dan ia memberikan cerita / lelucon / kesaksian itu untuk mendukung pengajarannya.

Juga sering terlihat bahwa pengkhotbah banyak memberikan cerita, lelucon, kesaksian dsb, karena ia tidak mempunyai bahan Firman Tuhan untuk dikhotbahkan!

II) Isi dari kesaksian Allah.

Ay 9b: “Sebab demikianlah kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya”.

Tadi sudah kita lihat / pelajari bahwa rasul Yohanes tahu-tahu bicara tentang kesaksian Allah, karena kesaksian dari Roh, air dan darah dalam ay 6-8, sebetulnya merupakan kesaksian dari Allah.

Karena Roh, air dan darah sama-sama memberi kesaksian bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah, maka jelas bahwa itulah kesaksian dari Allah. Jadi, isi dari kesaksian Allah adalah bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah!

Barnes’ Notes: “‘For this is the witness of God ...’ The testimony above referred to - that borne by the Spirit, and the water, and the blood. Who that saw his baptism, and heard the voice from heaven, Matt. 3:16-17, could doubt that he was the Son of God? Who that saw his death on the cross, and that witnessed the amazing scenes which occurred there, could fail to join with the Roman centurion in saying that this was the Son of God? Who that has felt the influences of the Eternal Spirit on his heart, ever doubted that Jesus was the Son of God?” (= ‘Karena inilah kesaksian Allah ...’. Kesaksian yang ditunjuk di atas, yang dberikan oleh Roh, dan air, dan darah. Siapa yang melihat baptisanNya, dan mendengar suara dari surga, Mat 3:16-17, bisa meragukan bahwa Ia adalah Anak Allah? Siapa yang melihat kematianNya pada kayu salib, dan yang menyaksikan pemandangan-pemandangan / adegan-adegan yang menakjubkan yang terjadi di sana, bisa gagal untuk bergabung dengan kepala pasukan Romawi dalam berkata bahwa ini adalah Anak Allah? Siapa yang telah merasakan pengaruh-pengaruh dari Roh yang kekal pada hatinya, pernah meragukan bahwa Yesus adalah Anak Allah?).

III) Tanggapan terhadap kesaksian Allah tentang AnakNya.

Ay 10: “Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya”.

Hanya ada 2 kemungkinan tanggapan dari manusia terhadap kesaksian Allah bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah ini, yaitu ‘percaya bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah’ atau ‘tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah’. Dan kalau kita mempercayai bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah, maka kita juga akan percaya kepada Yesus. Dan sebaliknya, kalau kita tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah, maka kita juga tidak akan percaya kepada Yesus.

1) “Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya”.

a) “Barangsiapa percaya kepada Anak Allah”.

Vincent: “‘On the Son of God.’ Faith IN the person of Christ, not merely in THE FACT THAT Jesus is the Son of God” (= ‘Kepada Anak Allah’. Iman kepada pribadi dari Kristus, bukan semata-mata pada fakta bahwa Yesus adalah Anak Allah).

William Barclay: “If we believe in a man, we accept the whole man and all that he stands for in complete trust. We would be prepared not only to trust his spoken word, but also to trust ourselves to him. To believe in Jesus Christ is not simply to accept what he says as true; it is to commit ourselves into his hands, for time and for eternity” (= Jika kita ‘percaya kepada seorang manusia’, kita menerima seluruh manusia itu dan semua yang dipertahankannya dalam kepercayaan sepenuhnya. Kita akan siap bukan hanya untuk mempercayai kata-kata yang diucapkannya, tetapi juga untuk mempercayakan diri kita kepadanya. Percaya kepada Yesus Kristus bukanlah sekedar menerima apa yang Ia katakan sebagai benar; itu adalah menyerahkan diri kita sendiri ke dalam tanganNya, untuk sekarang dan kekekalan) - hal 112.

b) “ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya”.

Adam Clarke: “This is God’s witness to a truth, the most important and interesting to mankind. God has witnessed that whosoever believeth on his Son shall be saved, and have everlasting life; and shall have the witness of it in himself, the Spirit bearing witness with his spirit that he is a child of God. To know, to feel his sin forgiven, to have the testimony of this in the heart from the Holy Spirit himself, is the privilege of every true believer in Christ” (= Ini adalah kesaksian Allah terhadap suatu kebenaran, yang paling penting dan paling menarik bagi umat manusia. Allah telah menyaksikan bahwa siapapun yang percaya kepada AnakNya akan diselamatkan, dan mempunyai hidup kekal; dan akan mempunyai kesaksian tentang itu dalam dirinya sendiri, Roh bersaksi bersama-sama dengan rohnya bahwa ia adalah anak Allah. Mengetahui, merasakan dosanya diampuni, mempunyai kesaksian tentang ini dalam hatinya dari Roh Kudus sendiri, merupakan hak dari setiap orang percaya dalam Kristus).

Ro 8:16 - “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.

Barnes’ Notes: “This cannot refer to any distinct and immediate ‘revelation’ of that fact, that Jesus is the Christ, to the soul of the individual, and is not to be understood as independent of the external evidence of that truth, or as superseding the necessity of that evidence; but the ‘witness’ here referred to is the fruit of ALL the evidence, external and internal, on the heart, producing this result; that is, there is the deepest conviction of the truth that Jesus is the Son of God. There is the evidence derived from the fact that the soul has found peace by believing on him; from the fact that the troubles and anxieties of the mind on account of sin have been removed by faith in Christ; from the new views of God and heaven which have resulted from faith in the Lord Jesus; from the effect of this in disarming death of its terrors; and from the whole influence of the gospel on the intellect and the affections - on the heart and the life. These things constitute a mass of evidence for the truth of the Christian religion, whose force the believer cannot resist, and make the sincere Christian ready to sacrifice anything rather than his religion; ready to go to the stake rather than to renounce his Saviour” (= Ini tidak bisa menunjuk pada ‘wahyu’ yang berbeda dan langsung pada fakta, bahwa Yesus adalah Kristus, kepada jiwa dari individu itu, dan tidak boleh dimengerti sebagai tak tergantung pada bukti luar dari kebenaran itu, atau sebagai menggantikan keharusan / kebutuhan terhadap bukti luar itu; tetapi ‘saksi’ yang ditunjuk di sini adalah buah dari SEMUA bukti, luar dan dalam, pada hati, menghasilkan hasil ini; yaitu, di sana ada keyakinan yang terdalam dari kebenaran bahwa Yesus adalah Anak Allah. Di sana ada bukti yang didapatkan dari fakta bahwa jiwa telah menemukan damai dengan percaya kepadaNya; dari fakta bahwa kesusahan / kekacauan dan kekuatiran dari pikiran karena dosa telah disingkirkan oleh iman kepada Kristus; dari pandangan-pandangan yang baru tentang Allah dan surga yang merupakan hasil dari iman kepada Tuhan Yesus; dari akibat dari hal ini dalam melucuti senjata dari kematian dari rasa takut terhadapnya; dan dari seluruh pengaruh dari injil pada pikiran dan perasaan - pada hati dan kehidupan).

2) “barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya”.

Ini menunjukkan besarnya dosa ketidak-percayaan. Seringkali dosa ini tidak dianggap besar; lebih-lebih dalam kalangan Calvinisme yang mempercayai predestinasi, ketidak-percayaan dianggap sebagai sesuatu yang tidak bisa tidak dilakukan oleh orang-orang non pilihan, dan karena itu tidak dianggap berat.

Tetapi ayat ini mengatakan bahwa orang yang tidak percaya membuat Allah menjadi pendusta!

John Stott (Tyndale): “Unbelief is not a misfortune to be pitied; it is a sin to be deplored. Its sinfulness lies in the fact that it contradicts the word of the one true God and thus attributes falsehood to Him” (= Ketidak-percayaan bukanlah suatu kesialan yang harus dikasihani; itu adalah dosa yang harus disesali. Keberdosaannya terletak dalam fakta bahwa itu bertentangan dengan firman dari satu-satunya Allah yang benar dan dengan demikian menghubungkan kepalsuan kepadaNya) - hal 182.

Lenski: “It is making God a liar when one refuses to believe God’s testimony regarding other matters; it is making God a liar in the worst possible way when one refuses to believe God’s testimony about his own Son. Let the disbelievers in the deity of Jesus note what they have done” (= Merupakan suatu tindakan yang membuat Allah sebagai seorang pendusta pada waktu seseorang menolak untuk mempercayai kesaksian Allah berkenaan dengan hal-hal lain; merupakan suatu tindakan yang membuat Allah menjadi seorang pendusta dengan suatu cara yang paling buruk pada waktu seseorang menolak untuk mempercayai kesaksian Allah tentang AnakNya sendiri. Hendaklah orang-orang yang tidak percaya kepada keallahan Yesus memperhatikan apa yang telah mereka lakukan) - hal 530.

Calvin: “he makes the ungodly to be guilty of extreme blasphemy, because they charge God with falsehood. Doubtless nothing is more valued by God than his own truth, therefore no wrong more atrocious can be done to him, than to rob his of this honour. ... Therefore, though we may grant that a man in other part of his life is like an angel, yet his sanctity is diabolical as long as he rejects Christ” (= ia membuat orang-orang jahat bersalah melakukan penghujatan yang extrim, karena mereka menuduh Allah dengan kepalsuan. Tak diragukan bahwa tidak ada yang lebih dihargai oleh Allah dari kebenaranNya sendiri, dan karena itu tidak ada kesalahan yang lebih kurang ajar yang bisa dilakukan terhadap Dia dari pada merampokNya dari kehormatan ini. ... Karena itu, sekalipun kita bisa mengakui bahwa seseorang dalam bagian lain kehidupannya adalah seperti seorang malaikat, tetapi kesuciannya adalah kesucian yang jahat / dari setan selama ia menolak Kristus) - hal 261-262.

Bdk. 1Yoh 1:10 - “Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.

Jadi, prinsipnya adalah: tidak mempercayai Firman Tuhan (dalam hal apapun), adalah sama dengan menjadikan / menganggap Allah sebagai pendusta.

Ini bisa diterapkan dalam banyak hal, seperti:

a) Kepercayaan terhadap teori evolusi.

b) Ketidak-percayaan terhadap Yesus sebagai Tuhan / Allah dan Juruselamat.

c) Ketidak-percayaan terhadap Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.

Kesimpulan / penutup.

Apa / bagaimana tanggapan saudara terhadap kesaksian Allah? Apakah saudara percaya bahwa Yesus adalah Mesias / Anak Allah? Kiranya Tuhan memberkati saudara.

I YOHANES 5:11-13

1Yoh 5:11-13 - “(11) Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. (12) Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. (13) Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”.

I) Kesaksian dari Allah.

Ay 11: “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya”.

1) “Dan inilah kesaksian itu”.

KJV: ‘the record’ (= catatan).

RSV/NIV: ‘the testimony’ (= kesaksian).

NASB: ‘witness’ (= kesaksian).

Saya tak mengerti mengapa KJV menterjemahkan ‘record’ (= catatan); yang benar adalah ‘kesaksian’.

2) “Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita”.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Hath given.’ - aorist, ‘gave,’ once for all. Not only ‘promised’ it” (= ‘Telah memberikan / mengaruniakan’. - aorist / past, ‘memberikan’, sekali untuk selamanya. Bukan hanya ‘menjanjikan’nya).

Kapan hal ini terjadi? Baik John Stott maupun Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa ada yang mengatakan ini terjadi pada saat Yesus berinkarnasi dan mati untuk dosa-dosa kita, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa ini terjadi pada saat kita dilahir-barukan / menjadi percaya. Baik John Stott maupun Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa mungkin kedua pandangan ini benar.

John Stott (Tyndale): “it is not a prize which we have earned, but an undeserved gift” (= itu bukanlah suatu hadiah yang kita dapatkan dengan usaha kita, tetapi suatu pemberian yang tidak layak kita dapatkan) - hal 183.

Ini merupakan sesuatu yang harus dicamkan. Tidak ada apapun yang bisa kita lakukan sehingga membuat kita layak masuk surga / mendapatkan hidup kekal! Hidup kekal itu dikaruniakan kepada kita yang tidak layak mendapatkannya!

3) “dan hidup itu ada di dalam AnakNya”.

Potongan ayat ini menunjukkan bahwa hidup itu (hidup kekal itu) ada di dalam Yesus, atau bahwa Yesus adalah hidup kekal itu!

Jadi, Allah memang mengaruniakan hidup kekal itu, tetapi hidup kekal itu ada di dalam Yesus.

Yoh 1:4 - “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia”.

II) Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.

1) Konsekwensi dari adanya hidup kekal itu di dalam Yesus adalah ay 12 ini.

Ay 12: “Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.

Calvin: “life is found in him; ... no other way of obtaining life has been appointed for us by God the Father. ... life is a gift from God” (= hidup didapatkan di dalam Dia; ... tidak ada jalan lain untuk mendapatkan hidup yang telah ditetapkan oleh Allah Bapa. ... hidup adalah suatu pemberian dari Allah) - hal 262.

John Stott (Tyndale): “We cannot escape its logic. Eternal life is in His Son and may be found nowhere else. It is as impossible to have life without having Christ as it is to have Christ without thereby having life also. This is because the Son is the life” (= Kita tidak dapat menghindari logikanya. Hidup kekal ada dalam AnakNya dan tidak bisa didapatkan / ditemukan di tempat lain. Adalah tidak mungkin untuk mempunyai hidup tanpa mempunyai Kristus, dan demikian juga mempunyai Kristus tanpa dengan itu juga mempunyai hidup. Ini disebabkan karena Anak itu adalah hidup) - hal 183.

Bandingkan dengan:

a) Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

b) Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”.

Calvin: “This is a confirmation of the last sentence. It ought, indeed, to have been sufficient, that God made life to be in none but in Christ, that it might be sought in him; but lest any should turn away to another, he excludes all from the hope of life who seek it not in Christ” [= Ini (ay 12) merupakan peneguhan / penegasan dari kalimat yang terakhir (ay 11b). Seharusnya memang sudah cukup bahwa Allah membuat hidup itu tidak ada dalam siapapun kecuali dalam Kristus, supaya hidup itu dicari dalam Dia; tetapi supaya jangan siapapun berpaling kepada yang lain, ia mengeluarkan / membuang semua yang mencarinya bukan di dalam Kristus dari pengharapan tentang hidup) - hal 263.

Adam Clarke: “As the eternal life is given IN the Son of God, it follows that it cannot be enjoyed without him. No man can have it without having Christ; therefore he that hath the Son hath life, and he that hath not the Son hath not life. It is in vain to expect eternal glory, if we have not Christ in our heart. ... This is God’s record. Let no man deceive himself here. An indwelling Christ and GLORY; no indwelling Christ, NO glory. God’s record must stand” (= Karena hidup kekal diberikan dalam Anak Allah, maka hidup kekal itu tidak bisa dinikmati tanpa Dia. Tidak ada yang bisa mempunyainya tanpa mempunyai Kristus; karena itu ia yang mempunyai Anak mempunyai hidup, dan ia yang tidak mempunyai Anak tidak mempunyai hidup. Adalah sia-sia untuk mengharapkan kemuliaan kekal, jika kita tidak mempunyai Kristus dalam hati kita. ... Inilah catatan / kesaksian Allah. Jangan ada orang yang menipu dirinya sendiri di sini. Kalau ada penghunian Kristus, ada KEMULIAAN; kalau tak ada penghunian Kristus, tidak ada KEMULIAAN. Catatan / kesaksian Allah harus bertahan).

2) Dalam ay 12 itu ada 2 x kata ‘Anak’.

Kata pertama memang adalah ‘Anak’ (the Son), tetapi kata kedua seharusnya adalah ‘Anak Allah’ (the Son of God).

Ay 12: “Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak (Allah), ia tidak memiliki hidup”.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the Son ... the Son of God’ (= ).

Jamieson, Fausset & Brown mengutip kata-kata Bengel: “The verse has two clauses: in the former the Son is mentioned without ‘of God,’ for believers know the Son; in the second, the addition ‘of God’ is made, that unbelievers may know what a serious thing it is not to have Him” (= Ayat ini mempunyai 2 anak kalimat: dalam anak kalimat yang pertama Anak disebutkan tanpa ‘dari Allah’, karena orang-orang percaya mengenal Anak; dalam anak kalimat yang kedua, dibuat penambahan ‘dari Allah’, supaya orang-orang yang tidak percaya bisa tahu betapa seriusnya tidak mempunyai Dia).

Ilustrasi: kalau saudara menolak anak raja saja, itu sudah merupakan sesuatu yang berat. Bagaimana kalau saudara menolak Anak Allah?

3) Bagaimana caranya ‘memiliki Anak’?

John Stott (Tyndale): “The way to life is faith, and the way to faith is testimony” (= Jalan menuju kehidupan adalah iman, dan jalan menuju iman adalah kesaksian) - hal 184.

Sekarang saya potong kata-kata John Stott ini menjadi 2 bagian:

a) “The way to life is faith” (= Jalan menuju kehidupan adalah iman).

Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

Mengapa kontras dari ‘percaya’ bukan ‘tidak percaya’ tetapi ‘tidak taat’? Karena orang yang tidak percaya pasti juga tidak akan taat. Sebaliknya, orang percaya juga akan taat.

Jadi, untuk bisa memiliki Anak, kita harus percaya kepada Dia!

b) “and the way to faith is testimony” (= dan jalan menuju iman adalah kesaksian).

Bdk. Ro 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.

Ini sebabnya orang Kristen harus selalu memberitakan Injil kepada orang-orang yang tidak percaya! Tanpa mendengar dan mengerti Injil, tidak ada yang bisa percaya kepada Kristus, dan tanpa percaya kepada Kristus, tidak ada orang mempunyai hidup kekal!

4) Apakah orang yang baik tidak bisa mempunyai hidup kekal kalau ia tidak memiliki Yesus / percaya kepada Yesus?

Calvin mengatakan bahwa hal ini kelihatannya bertentangan dengan akal, karena ada banyak orang-orang yang adalah orang-orang yang agung dengan sifat-sifat yang sangat baik, tetapi tidak mengenal Kristus. Sangat tidak masuk akal kalau dikatakan bahwa orang-orang itu tidak mempunyai hidup kekal. Tetapi Calvin mengatakan (hal 263) bahwa merupakan sesuatu yang sangat salah kalau kita menganggap bahwa apa yang bagus di mata kita, juga pasti bagus di mata Allah. Bdk. Luk 16:15 - “Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah”.

Calvin: “the righteousness of men is in the remission of sins. If you takes away this, the sure curse of God and eternal death awaits all. Christ alone is he who reconciles the Father to us, as he has once for all pacified him by the sacrifice of the cross. It hence follows, that God is propitious to none but in Christ, nor is there righteousness but in him” (= kebenaran manusia adalah dalam pengampunan dosa. Jika kamu mengambil ini, kutuk yang pasti dari Allah dan kematian kekal menunggu semua orang. Hanya Kristus yang memperdamaikan Bapa dengan kita, karena Ia telah sekali dan selamanya menenangkan Dia oleh korban salib. Karena itu, Allah tidak berdamai dengan siapapun kecuali dalam Kristus, juga tidak ada kebenaran kecuali di dalam Dia) - hal 263.

III) Keyakinan orang percaya.

Ay 13: “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”.

1) Adanya penambahan pada KJV.

KJV: ‘These things have I written unto you that believe on the name of the Son of God; that ye may know that ye have eternal life, and that ye may believe on the name of the Son of God’ (= Hal-hal ini telah kutuliskan kepadamu yang percaya kepada nama Anak Allah; supaya engkau bisa tahu bahwa engkau mempunyai hidup kekal, dan supaya engkau bisa percaya kepada nama dari Anak Allah).

KJV mempunyai penambahan pada akhir kalimat (bagian yang saya garis-bawahi). Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa bagian ini tidak ada dalam manuscript yang tertua.

2) Arti dari ay 13 ini.

a) “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu”.

Kata ‘semuanya itu’ menunjuk pada surat 1Yoh ini.

b) “supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah”.

Barnes’ Notes: “To believe on his name, is to believe on himself - the word ‘name’ often being used to denote the person” (= Percaya kepada namaNya adalah sama dengan percaya kepada Dia sendiri - kata ‘nama’ sering digunakan untuk menunjuk kepada pribadinya).

c) “tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”.

Calvin: “Then the use of doctrine is, not only to initiate the ignorant in the knowledge of Christ, but also to confirm those more and more who have been already taught. It therefore becomes us assiduously to attend to the duty of learning, that our faith may increase through the whole course of our life” (= Jadi, kegunaan dari doktrin / ajaran adalah, bukan hanya untuk memperkenalkan orang-orang yang tidak tahu dalam pengetahuan / pengenalan tentang Kristus, tetapi juga untuk makin meneguhkan mereka yang telah diajar. Karena itu kita harus dengan tekun menyelesaikan kewajiban belajar, supaya iman kita bisa meningkat dalam seluruh kehidupan kita) - hal 264.

Herschel H. Hobbs: “one of the blessed assurances of the Christian is the conviction in his soul that he has age-abiding life” (= salah satu dari jaminan yang diberkati dari orang Kristen adalah keyakinan dalam jiwanya bahwa ia mempunyai hidup kekal) - hal 135.

Bdk. 2Tim 1:12 - “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakanNya kepadaku hingga pada hari Tuhan”.

John Stott (Tyndale): “‘That ye may know (EIDETE)’ means, both in word and tense, not that they may gradually grow in assurance, but that they may possess here and now a present certainty of the life they have received in Christ” [= ‘Supaya kamu tahu (EIDETE)’ berarti, baik dalam arti kata dan tense, bukan bahwa mereka secara bertahap bisa bertumbuh dalam keyakinan, tetapi supaya mereka bisa memiliki di sini dan sekarang ini suatu kepastian dari kehidupan yang telah mereka terima dalam Kristus] - hal 184-185.

John Stott (Tyndale): “Putting together the purposes of Gospel and Epistle, John’s purpose is in four stages, that his readers should hear, hearing should believe, believing should live, and living should know. His emphasis is important because it is common today to decry any claim to assurance of salvation, to dismiss it as presumptuous, and to affirm that no certainty is possible on this side of death. But certainty and humility do not exclude one another” (= Mengumpulkan tujuan-tujuan dari Injil dan Surat, tujuan Yohanes ada dalam 4 tahap, supaya pembacanya mendengar, dan dengan mendengar mereka percaya, dan dengan percaya mereka hidup, dan dengan hidup mereka tahu. Penekanannya penting karena merupakan sesuatu yang umum pada jaman ini untuk mencela claim apapun tentang keyakinan keselamatan, menolaknya sebagai sombong, dan menegaskan bahwa tak ada kepastian dalam kehidupan ini. Tetapi kepastian dan kerendahan hati tidaklah bertentangan) - hal 185.

Apakah orang Arminian tahu bahwa mereka memiliki hidup kekal? Dengan kepercayaan bahwa keselamatan bisa hilang, mereka sebetulnya tidak tahu / tidak pasti bahwa mereka memiliki hidup kekal!

I YOHANES 5:14-15

1Yoh 5:14-15 - “(14) Dan inilah keberanian percaya kita kepadaNya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepadaNya menurut kehendakNya. (15) Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepadaNya”.

Catatan: semua kata ‘mengabulkan’ dalam text ini seharusnya adalah ‘mendengar’. Tetapi memang yang dimaksudkan bukan ‘sekedar mendengar’, tetapi ‘mendengar dalam arti positif’.

I) Doa

Ay 14: “Dan inilah keberanian percaya kita kepadaNya, yaitu bahwa Ia mengabulkan (mendengar) doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepadaNya menurut kehendakNya”.

1) Hubungan ay 14 dengan ayat sebelumnya.

Ay 13: “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”.

Barnes’ Notes: “one of the effects of believing on the Lord Jesus (1 John 5:13) is, that we have the assurance that our prayers will be answered” [= salah satu akibat / hasil dari kepercayaan kepada Tuhan Yesus (1Yoh 5:13) adalah, bahwa kita mendapat keyakinan bahwa doa-doa kita akan dijawab].

John Stott (Tyndale): “John moves to a second assurance enjoyed by the believing Christian not now of eternal life, but of answered prayer” (= Yohanes bergerak kepada keyakinan kedua yang dinikmati oleh orang-orang kristen yang percaya, sekarang bukan tentang hidup kekal, tetapi tentang doa yang dijawab) - hal 185.

Pulpit Commentary: “The thought of knowing that we have eternal life (ver. 13) leads back to the thought of confidence before God in relation to prayer (ch. 3:21,22)” [= Pemikiran tentang mengetahui bahwa kita mempunyai hidup kekal (ay 13) membawa kembali pada pemikiran tentang keyakinan di hadapan Allah berhubungan dengan doa (pasal 3:21,22)] - hal 141.

Pulpit Commentary: “If we know that we have eternal life, we shall have unreserved openness in communing with our God. The relation between the knowledge and that freedom is clear. ... Knowing thereby that we are the sons of God, we can speak freely to the Father” (= Jika kita tahu bahwa kita mempunyai hidup kekal, kita akan mempunyai keterbukaan yang terang-terangan dalam berhubungan dengan Allah kita. Hubungan antara pengetahuan dan kebebasan itu adalah jelas. ... Mengetahui dengan cara demikian bahwa kita adalah anak-anak Allah, kita bisa berbicara dengan bebas kepada Bapa) - hal 151.

Bdk. Ef 2:17-18 - “(17) Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ‘jauh’ dan damai sejahtera kepada mereka yang ‘dekat’, (18) karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa”.

2) ‘Doa’.

Herschel H. Hobbs: “Prayer, both a privilege and an obligation, is the direct line of communication between the soul and God. It is also the means by which we lift to Him our burdens concerning both ourselves and others” (= Doa, suatu hak dan suatu kewajiban, merupakan garis komunikasi langsung antara jiwa dengan Allah. Itu juga merupakan cara dengan mana kita mengangkat beban-beban kita kepadaNya berkenaan dengan diri kita sendiri dan orang-orang lain) - hal 135.

Adam Clarke: “Prayer is the language of the children of God. He who is begotten of God speaks this language. He calls God Abba, Father, in the true spirit of supplication. Prayer is the language of dependence on God; where the soul is mute, there is neither life, love, nor faith” (= Doa adalah bahasa dari anak-anak Allah. Ia yang diperanakkan dari Allah berbicara dalam bahasa ini. Ia menyebut / memanggil Allah Abba, Bapa, dalam roh permohonan yang benar. Doa adalah bahasa dari ketergantungan kepada Allah; dimana jiwa itu bisu, di sana tidak ada kehidupan, kasih, ataupun iman).

3) ‘doa ... meminta sesuatu kepadaNya’.

Sekalipun kita memang boleh, dan bahkan harus meminta sesuatu, tetapi sebetulnya doa bukanlah sekedar merupakan suatu cara mendapatkan dari Allah apa yang kita inginkan / belum kita punyai!

Pulpit Commentary: “Prayer is not only ... a petition for something that we want and do not possess. In the larger sense of the word, as the spiritual language of the soul, prayer is intercourse with God, often seeking no end beyond the pleasure of such intercourse” (= Doa bukan hanya ... suatu permohonan untuk sesuatu yang kita inginkan dan tidak kita miliki. Dalam arti kata yang lebih luas, sebagai bahasa rohani dari jiwa, doa merupakan hubungan dengan Allah, sering tidak mencari tujuan di luar kesenangan dari hubungan itu) - hal 164.

Tetapi pada saat yang sama adalah salah kalau ada seorang kristen yang tak pernah mau meminta apapun dari Tuhan. Ini terjadi khususnya dalam diri orang-orang kristen yang selalu berdoa dalam bahasa Roh! Pada hakekatnya mereka tidak minta apa-apa, karena mereka sendiri tidak mengerti apa yang mereka doakan. Ingat bahwa ‘meminta’ merupakan suatu perintah dari Tuhan.

Zakh 10:1 - “Mintalah hujan dari pada TUHAN pada akhir musim semi! Tuhanlah yang membuat awan-awan pembawa hujan deras, dan hujan lebat akan Diberikannya kepada mereka dan tumbuh-tumbuhan di padang kepada setiap orang”.

Mat 7:7 - “‘Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”.

Mat 9:36-38 - “(36) Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. (37) Maka kataNya kepada murid-muridNya: ‘Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. (38) Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.’”.

Yoh 16:24 - “Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam namaKu. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu”.

4) ‘Keberanian’.

Ini bukan berani dalam arti kurang ajar!

Baik KJV maupun RSV menterjemahkan ‘confidence’ (= keyakinan), tetapi Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘keberanian’. Kata Yunaninya memang bisa diartikan keduanya.

Herschel H. Hobbs: “‘Confidence’ may also read ‘boldness’” (= ‘Keyakinan’ bisa juga dibaca ‘keberanian’) - hal 136.

Wycliffe Bible Commentary: “‘Boldness.’ This is the fourth mention of it (cf. 1 Jn 2:28; 4:17 in connection with judgment; and 3:21-22 and here in connection with prayer)” [= ‘Keberanian’. Ini adalah penyebutan yang keempat dari hal itu (bdk. 1Yoh 2:28; 4:17 berkenaan dengan penghakiman; dan 3:21-22 dan di sini berkenaan dengan doa)].

Bandingkan dengan:

a) Ibr 4:16 - “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya”.

b) Ef 3:12 - “Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadaNya”.

II) Batasan pengabulan doa.

1) Kitab Suci jelas memberikan beberapa batasan berkenaan dengan pengabulan doa.

Jadi, jelas bahwa tidak seadanya permintaan / doa dari orang-orang kristen akan dikabulkan oleh Tuhan. Apa saja batasan-batasannya?

a) Doa itu harus sesuai dengan kehendak Allah.

Ay 14 ini jelas menunjukkan bahwa doa yang didengar / dikabulkan hanyalah doa yang sesuai dengan kehendak Allah.

b) Doa itu baik dalam pandangan Tuhan.

Mat 7:11 - “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya.’”.

Jelas bahwa ayat ini juga memberikan batasan pengabulan doa, yaitu kalau yang kita minta / doakan itu baik (dalam pandangan Tuhan)! Ini merupakan sesuatu yang logis. Tidak ada orang tua yang baik yang akan memberikan seadanya yang diminta anaknya, karena kalau demikian, ia menghancurkan anak itu. Semua orang tua yang baik pasti menyensor permintaan anaknya, dan hanya memberikan apa yang baik dalam pandangan mereka.

Yang membingungkan dalam hal ini adalah apa yang baik dalam pandangan Tuhan seringkali sangat berbeda dengan apa yang baik dalam pandangan kita.

Bdk. Yes 55:8-9 - “(8) Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. (9) Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu”.

Kata ‘rancangan’ diterjemahkan ‘thoughts’ (= pikiran-pikiran) dalam KJV/RSV/NIV/NASB.

Jangankan kita, Pauluspun bisa meminta sesuatu yang ia kira baik, padahal itu tidak baik dalam pandangan Tuhan.

Bdk. 2Kor 12:8-10 - “(8) Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. (9) Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.’ Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. (10) Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”.

c) Si pendoa haruslah orang yang taat.

Stott mengatakan bahwa dalam 1Yoh 3:22 ada batasan pengabulan doa yang lain, yaitu ketaatan kita.

1Yoh 3:22 - “dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari padaNya, karena kita menuruti segala perintahNya dan berbuat apa yang berkenan kepadaNya”.

Bandingkan dengan:

1. Yoh 9:31 - “Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendakNya”.

2. Yes 59:1-2 - “(1) Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar; (2) tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”.

Semua ayat-ayat yang menunjukkan adanya batasan-batasan pengabulan doa ini harus diperhatikan pada waktu menafsirkan ayat-ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa seadanya doa kita akan dikabulkan oleh Tuhan, seperti:

a. Mat 7:7-8 - “(7) ‘Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. (8) Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan”.

b. Yoh 15:7 - “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya”.

c. Mark 11:23-24 - “(23) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. (24) Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu”.

2) Apa arti dari kata ‘kehendak’? Kelihatannya ada 2 macam pandangan:

a) Kata ‘kehendak’ menunjuk pada kehendak Allah yang dinyatakan / Firman Tuhan / janji-janji Tuhan.

Matthew Henry: “The matter of our prayer must be agreeable to the declared will of God” (= Bahan doa kita harus sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan).

Adam Clarke: “... his will, that is, which he has promised in his word. His word is a revelation of his will, in the things which concern the salvation of man. All that God has promised we are justified in expecting; and what he has promised, and we expect, we should pray for. ... we must take heed that what we ask and believe for is agreeable to the revealed will of God. What we find promised, that we may plead” (= ... kehendakNya, yaitu, yang telah Ia janjikan dalam firmanNya. FirmanNya merupakan penyataan / wahyu dari kehendakNya, dalam hal-hal yang berkenaan dengan keselamatan manusia. Kita dibenarkan untuk mengharapkan semua yang telah Allah janjikan; dan apa yang telah Ia janjikan, dan kita harapkan, harus kita doakan. ... kita harus memperhatikan bahwa apa yang kita minta dan percayai sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan. Apa yang kita dapati telah dijanjikan, itu boleh kita minta).

Penafsir-penafsir lain yang memegang pandangan ini adalah Albert Barnes, Lenski dan bahkan Calvin sendiri.

b) Kata ‘kehendak’ di sini menunjuk pada kehendak / rencana Allah yang kekal.

I. Howard Marshall (NICNT): “Even Jesus himself knew the experience of pouring out his soul to God in order that he might not have to drink the cup of suffering, but he had to accept that what he wished might not be God’s will and so to pray: ‘Yet not what I will, but what you will’ (Mark 14:36). So too the Christian must offer his prayers ‘according to his will.’ We do not always know what is God’s will for us or for the people we pray for; but we have the joyful assurance that whatever is God’s will for us will be done” [= Bahkan Yesus sendiri mengalami pencurahan jiwaNya kepada Allah supaya Ia tidak harus meminum cawan penderitaan, tetapi Ia harus menerima bahwa apa yang Ia inginkan bisa bukan merupakan kehendak Allah, dan karena itu Ia berdoa: ‘tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki’ (Mark 14:36). Demikian juga orang Kristen harus menaikkan doa ‘sesuai dengan kehendakNya’. Kita tidak selalu tahu apa kehendak Allah bagi kita atau bagi orang-orang yang kita doakan; tetapi kita mempunyai keyakinan yang penuh sukacita bahwa apapun yang merupakan kehendak Allah bagi kita akan terjadi] - hal 244.

John Stott (Tyndale): “Prayer is not a convenient device for imposing our will upon God, or bending His will to ours, but the prescribed way of subordinating our will to His. It is by prayer that we seek God’s will, embrace it and align ourselves with it. Every true prayer is a variation on the theme ‘Thy will be done’. Our Master taught us to say this in the pattern prayer He gave us, and added the supreme example of it in Gethsemane” [= Doa bukanlah merupakan suatu alat yang menyenangkan untuk memaksakan kehendak kita kepada Allah, atau membengkokkan kehendakNya kepada kehendak kita, tetapi merupakan cara yang ditentukan tentang penundukan kehendak kita pada kehendakNya. Adalah melalui doa kita mencari kehendak Allah, memeluk / mempercayainya dan meluruskan diri kita sendiri dengannya. Setiap doa yang benar merupakan suatu variasi tentang thema ‘Jadilah kehendakMu’. Tuan kita mengajar kita untuk mengatakan hal ini dalam pola doa yang Ia berikan kepada kita (Doa Bapa Kami) dan menambahkan suatu contoh yang tertinggi darinya di Getsemani] - hal 185-186.

Arti ini sesuai dengan:

1. Doa Yesus di taman Getsemani.

2. Doa Bapa Kami (Mat 6:10b - “jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga”).

Penafsir-penafsir lain yang memegang pandangan ini adalah Herschel H. Hobbs, A. T. Robertson, dan Jamieson, Fausset & Brown.

Saya sendiri mengambil arti ke 2 ini, yaitu ‘kehendak’ di sini menunjuk pada Rencana Allah yang kekal.

Alasan saya: doa yang sesuai dengan Firman Tuhan belum tentu dikabulkan, kecuali kalau Firman Tuhan itu merupakan suatu janji. Misalnya: dalam firmanNya terlihat bahwa Allah pasti menghendaki / menginginkan perdamaian. Tetapi kalau ada 2 orang bertengkar, apakah pasti melalui doa kita kita bisa mendamaikan mereka? Kalau memang ya, maka pasti tak ada lagi gegeran, apalagi perang!

Tetapi doa yang sesuai dengan Rencana Allah yang kekal, memang pasti dikabulkan, karena Rencana Allah yang kekal itu pasti terjadi.

c) Kalau ‘kehendak’ menunjuk pada Rencana Allah yang kekal, lalu sebetulnya untuk apa kita berdoa?

Jawab:

1. Kita harus tetap berdoa, karena kehendak / Rencana Allah yang kekal itu tidak kita ketahui, dan itu bukan merupakan pedoman hidup kita.

Ul 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.’”.

Yang merupakan pedoman hidup kita adalah kehendak Allah yang dinyatakan, yaitu Firman Tuhan, dan Firman Tuhan menyuruh kita untuk berdoa.

2. Doa kita itu juga merupakan jalan / cara melalui mana kehendak / Rencana Allah yang kekal itu dilaksanakan.

Sebagai contoh: kasus raja Hizkia yang sakit / hampir mati, dan lalu diberitahu oleh Tuhan bahwa ia akan segera mati (Yes 38:1-dst). Kata-kata Tuhan bahwa ia akan mati ini bukan merupakan dusta, karena seandainya ia tidak berdoa, maka penyakitnya itu betul-betul akan menyebabkan kematian. Pada saat ia diberitahu bahwa ia akan mati, ia berdoa. Ini pasti dorongan dari Tuhan sendiri, yang memang merencanakan Hizkia untuk ditambah umurnya 15 tahun lagi. Dan melalui doa itu, yang lalu dikabulkan oleh Tuhan, maka rencana Allah berkenaan dengan hal itu tergenapi.

3. Seperti sudah dikatakan di atas, tujuan utama dari doa sebetulnya bukanlah untuk mendapatkan sesuatu yang kita minta, tetapi persekutuan dengan Tuhan. Jadi, kalaupun yang kita minta bukanlah kehendak Tuhan, sehingga hal itu tidak dikabulkan, tetapi melalui tindakan berdoa itu kita mempererat persekutuan kita dengan Tuhan.

3) Pengertian yang benar sering menghasilkan tindakan yang salah, dan sebaliknya.

Adanya batasan-batasan berkenaan dengan pengabulan doa ini bisa membuat orang yang mempunyai pengertian yang benar tentang hal ini lebih cepat ‘menyerah’ dalam berdoa. Sebaliknya, itu juga bisa membuat orang-orang yang mempunyai pengertian yang salah (yang mempercayai bahwa seadanya doa mereka, asal disertai iman dan ketekunan, pasti akan dikabulkan oleh Tuhan) justru lebih tekun dalam berdoa.

Ini sama seperti dengan soal predestinasi. Orang-orang yang mempercayainya (Calvinist / Reformed) sering lebih cepat ‘menyerah’ dalam melakukan penginjilan, sedangkan orang-orang yang tidak mempercayainya (Arminian) justru lebih tekun dalam melakukan penginjilan.

Tetapi semua ini tidak seharusnya terjadi! Yang mempunyai pengertian yang benar, harus tetap tekun (baik dalam berdoa, maupun dalam melakukan penginjilan). Kita tidak boleh, dan tidak punya hak, untuk menebak apa yang Allah kehendaki / rencanakan dalam Rencana kekalNya itu! Tak peduli berapa banyak kali saudara sudah berdoa tanpa hasil, jangan menebak bahwa doa itu tidak sesuai kehendak Allah, dan tak peduli berapa banyak kali saudara menginjili seseorang tanpa hasil, jangan menebak bahwa orang itu termasuk orang yang ditetapkan untuk binasa (reprobate)! Berpikirlah secara positif, misalnya dengan berpikir: mungkin kalau aku berdoa 1 x lagi, maka doaku akan dijawab. Atau, mungkin kalau aku memberitakan Injil 1 x lagi, orang itu akan bertobat. Dan dengan pemikiran seperti itu, bertekunlah, baik dalam berdoa maupun dalam melakukan penginjilan.

III) Doa yang didengar Allah pasti dikabulkan oleh Allah.

Ay 15: “Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan (mendengar) apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepadaNya”.

Apa arti ayat ini?

Matthew Henry: “To know that his petitions are heard or accepted is as good as to know that they are answered” (= Mengetahui bahwa permohonan-permohonannya didengar atau diterima adalah sama baiknya seperti mengetahui bahwa mereka dijawab).

Barnes’ Notes: “if we are assured of this as a true doctrine, then, even though we may not ‘see’ immediately that the prayer is answered, we may have the utmost confidence that it is not disregarded, ... The ‘argument’ here is derived from the faithfulness of God; from the assurance which we feel that when he has promised to hear us, there will be, sooner or later, a real answer to the prayer” (= jika kita yakin tentang hal ini sebagai doktrin yang benar, maka sekalipun kita bisa tidak ‘melihat’ dengan segera bahwa doa itu dijawab, kita bisa mempunyai keyakinan yang sepenuhnya bahwa doa itu tidaklah tidak dianggap, ... ‘Argumentasi’ di sini didapatkan dari kesetiaan Allah; dari keyakinan yang kita rasakan bahwa pada waktu Ia telah menjanjikan untuk mendengar kita, maka akan ada, lambat atau cepat, jawaban yang sungguh-sungguh terhadap doa itu).

Barnes’ Notes: “That is, evidently, we know that we ‘shall’ have them, or that the prayer will be answered. It cannot mean that we already have the precise thing for which we prayed” (= Artinya jelas bahwa kita tahu bahwa kita ‘akan’ mendapatkannya, atau bahwa doa itu akan dijawab. Itu tidak bisa berarti bahwa kita telah mendapatkan hal yang kita doakan).

Ini seperti dalam Mark 11:24 - “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu”

Pulpit Commentary bahkan membedakan antara ‘Allah telah menjawab’ dan ‘kita menerima jawaban doa itu’.

Ini mungkin seperti dalam Dan 10:2-14 - “(2) Pada waktu itu aku, Daniel, berkabung tiga minggu penuh: (3) makanan yang sedap tidak kumakan, daging dan anggur tidak masuk ke dalam mulutku dan aku tidak berurap sampai berlalu tiga minggu penuh. (4) Pada hari kedua puluh empat bulan pertama, ketika aku ada di tepi sungai besar, yakni sungai Tigris, (5) kuangkat mukaku, lalu kulihat, tampak seorang yang berpakaian kain lenan dan berikat pinggang emas dari ufas. (6) Tubuhnya seperti permata Tarsis dan wajahnya seperti cahaya kilat; matanya seperti suluh yang menyala-nyala, lengan dan kakinya seperti kilau tembaga yang digilap, dan suara ucapannya seperti gaduh orang banyak. (7) Hanya aku, Daniel, melihat penglihatan itu, tetapi orang-orang yang bersama-sama dengan aku, tidak melihatnya; tetapi mereka ditimpa oleh ketakutan yang besar, sehingga mereka lari bersembunyi; (8) demikianlah aku tinggal seorang diri. Ketika aku melihat penglihatan yang besar itu, hilanglah kekuatanku; aku menjadi pucat sama sekali, dan tidak ada lagi kekuatan padaku. (9) Lalu kudengar suara ucapannya, dan ketika aku mendengar suara ucapannya itu, jatuh pingsanlah aku tertelungkup dengan mukaku ke tanah. (10) Tetapi ada suatu tangan menyentuh aku dan membuat aku bangun sambil bertumpu pada lutut dan tanganku. (11) Katanya kepadaku: ‘Daniel, engkau orang yang dikasihi, camkanlah firman yang kukatakan kepadamu, dan berdirilah pada kakimu, sebab sekarang aku diutus kepadamu.’ Ketika hal ini dikatakannya kepadaku, berdirilah aku dengan gemetar. (12) Lalu katanya kepadaku: ‘Janganlah takut, Daniel, sebab telah didengarkan perkataanmu sejak hari pertama engkau berniat untuk mendapat pengertian dan untuk merendahkan dirimu di hadapan Allahmu, dan aku datang oleh karena perkataanmu itu. (13) Pemimpin kerajaan orang Persia berdiri dua puluh satu hari lamanya menentang aku; tetapi kemudian Mikhael, salah seorang dari pemimpin-pemimpin terkemuka, datang menolong aku, dan aku meninggalkan dia di sana berhadapan dengan raja-raja orang Persia. (14) Lalu aku datang untuk membuat engkau mengerti apa yang akan terjadi pada bangsamu pada hari-hari yang terakhir; sebab penglihatan ini juga mengenai hari-hari itu.’”.

I YOHANES 5:16-17

1Yoh 5:16-17 - “(16) Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa. (17) Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut”.

I) Doa untuk orang lain.

John Stott (Tyndale): “The assurance of eternal life which the Christian should enjoy (13) ought not to lead him into a preoccupation with himself to the neglect of others. ... ‘if any man see his brother sin.’ He cannot say ‘am I my brother’s keeper?’ and do nothing” [= Keyakinan tentang hidup kekal yang dinikmati orang Kristen (ay 13) seharusnya tidak membimbing dia ke dalam suatu keasyikan dengan dirinya sendiri sehingga mengabaikan / melalaikan orang-orang lain. ... ‘Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa’. Ia tidak bisa berkata ‘Akukah penjaga saudaraku?’ dan tidak melakukan apa-apa] - hal 186.

Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa orang Kristen mempunyai kewajiban berdoa untuk sesamanya.

1) ‘Saudaranya’.

I. Howard Marshall (hal 246, footnote) mengatakan bahwa ‘saudara’ pasti menunjuk kepada orang dalam gereja.

Albert Barnes mengatakan bahwa kata ‘saudara’ bisa menunjuk kepada seseorang di gereja, baik di gereja kita sendiri maupun gereja lain. Tetapi kata itu juga bisa digunakan dalam arti yang lebih luas untuk menunjuk kepada sesama manusia kita, seorang anggota dari umat manusia. Dan dalam text ini tidak ada petunjuk untuk membatasi kata ‘saudara’ ini sehingga hanya menunjuk kepada orang Kristen saja.

Karena itu, kita wajib berdoa bukan hanya untuk orang-orang kristen saja, tetapi juga untuk orang-orang non kristen, supaya mereka bisa diselamatkan.

John Stott mengatakan bahwa orang itu pasti bukan orang kristen yang sejati, karena bagaimana bisa memberikan hidup kepada orang Kristen sejati (ay 16b), yang seharusnya sudah hidup? Jadi, kata ‘saudara’ di sini digunakan dalam arti yang lebih luas, bukan dalam arti ‘saudara seiman’.

Saya setuju dengan John Stott.

2) ‘Berbuat dosa’.

a) Berdoa untuk orang sakit dan berdoa untuk orang yang berbuat dosa.

Kalau ada orang sakit, biasanya kita lebih mempunyai kecenderungan untuk mendoakannya dari pada kalau ada orang berbuat dosa! Padahal sebetulnya dosa, yang merupakan penyakit rohani, merupakan sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari pada sekedar suatu penyakit jasmani. Jadi, seharusnya kita mengubah pola pikir / kebiasaan kita dalam hal seperti ini. Kita harus mempunyai kecenderungan untuk lebih mendoakan orang-orang yang berbuat dosa / belum diselamatkan dan sebagainya.

b) Kecenderungan lain yang juga salah pada waktu mengetahui ada orang yang berbuat dosa, adalah membuat gossip tentang dia.

Herschel H. Hobbs mengatakan: dari pada membuat gosip tentang orang lain yang berbuat dosa, lebih baik kita mendoakannya.

c) Pada waktu kita mendoakan seseorang yang berbuat dosa, orang itu diampuni atau tidak, tergantung dari sikap dari orang yang berbuat dosa itu.

Tuhan tentu tidak akan mengampuni dosa orang itu hanya karena doa kita, kalau orang itu tidak bertobat / percaya kepada Kristus. Tetapi doa kita bisa dijawab oleh Tuhan dengan mempertobatkan orang itu, atau membuat orang itu percaya kepada Kristus.

II) Dosa yang mendatangkan maut dan dosa yang tidak mendatangkan maut.

Ay 16: “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.

1) Ay 16 ini menunjukkan adanya tingkatan dalam dosa, karena dikatakan ada dosa yang membawa maut dan yang tidak membawa maut.

Ini ditegaskan lagi dalam ay 17: “Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut”.

KJV/NASB: ‘unrighteousness’ (= ketidak-benaran).

RSV/NIV: ‘wrongdoing’ (= tindakan salah).

Jadi, ada banyak macam dosa, tetapi tidak semua dosa mendatangkan maut.

2) Macam-macam arti dari kata ‘maut’.

Albert Barnes mengatakan bahwa dalam Perjanjian Baru ada beberapa arti dari kata ‘maut / ‘kematian’, yaitu:

a) Kematian jasmani.

Kalau diambil arti pertama, maka kelihatannya dosa yang mendatangkan maut menunjuk pada dosa yang harus dijatuhi hukuman mati, apakah oleh suatu penyakit, bencana atau oleh pengadilan.

Tidak mungkin diambil arti pertama ini, karena mengapa kita tidak perlu mendoakan orang seperti itu? Bukankah kita tetap harus mendoakannya, setidaknya supaya ia bertobat dan diselamatkan dari kematian kedua / neraka?

b) Kematian rohani / mati dalam dosa (bdk. Ef 2:1).

Arti kedua merupakan keadaan dari setiap orang yang belum percaya kepada Kristus. Kelihatannya tidak mungkin arti itu yang dimaksudkan dalam ay 16 ini, karena:

1. ‘Berbuat dosa yang mendatangkan kematian rohani’ merupakan sesuatu yang tidak masuk akal.

2. Mengapa kita tidak perlu mendoakan orang seperti itu?

c) Kematian kedua / masuk neraka (Wah 21:8).

Kalau arti ketiga yang diambil maka dosa yang mendatangkan maut kelihatannya adalah dosa yang tidak bisa diampuni, sehingga orang yang melakukannya harus masuk neraka.

Menurut Albert Barnes, ini adalah satu-satunya kemungkinan yang benar tentang kata ‘maut’ di sini.

3) ‘Dosa yang tidak mendatangkan maut dan dosa yang mendatangkan maut’.

Ada bermacam-macam penafsiran tentang hal ini:

a) Dalam Gereja Roma Katolik.

Barnes’ Notes: “this is the common opinion among the Roman Catholics, that it refers to sins that might or might not be pardoned AFTER death, thus referring to the doctrine of purgatory” (= ini merupakan pandangan umum di antara orang-orang Roma Katolik, bahwa itu menunjuk pada dosa yang bisa atau tidak bisa diampuni setelah kematian, dan dengan demikian menunjuk pada doktrin api penyucian).

Ada juga yang mengatakan bahwa dalam Gereja Roma Katolik ayat ini juga digunakan untuk menjadi dasar dari ajaran mereka tentang ‘mortal sin’ (= dosa besar / mematikan) dan ‘venial sin’ (= dosa kecil / remeh). Mereka beranggapan bahwa mortal sin menghancurkan keselamatan, tetapi venial sin begitu remeh sehingga tak diakuipun tidak apa-apa.

Ini merupakan omong kosong, karena sekalipun kita mempercayai adanya tingkatan dosa, tetapi tidak ada dosa yang begitu besar sehingga bisa menghancurkan keselamatan kita dan tidak ada dosa yang begitu kecil yang tak perlu diakui. Jangan lupa bahwa Ro 6:23 mengatakan bahwa ‘upah dosa adalah maut’, dan ini jelas berlaku juga untuk dosa kecil.

b) Dosa sebelum dan sesudah baptisan.

Pandangan ini populer pada abad-abad awal dari kekristenan, dan itu menyebabkan orang-orang lalu menunda baptisan sampai sesaat sebelum kematian. Tetapi ini jelas merupakan pandangan yang salah, dan bahkan sesat. Kalau dosa setelah baptisan tidak bisa diampuni maka itu berarti:

1. Hampir semua orang percaya akan masuk neraka. Ada berapa banyak orang yang dibaptis persis sebelum mereka meninggal?

2. Kita diselamatkan bukan oleh iman saja, tetapi oleh iman dan perbuatan baik.

c) Dosa yang dalam dunia ini dijatuhi hukuman mati dan yang tidak dijatuhi hukuman mati (oleh pengadilan dunia ataupun oleh Allah).

Matthew Henry menafsirkan bahwa semua dosa upahnya maut, tetapi dosa yang membawa maut adalah dosa yang dalam hukum dunia memang harus dijatuhi hukuman mati, sedangkan dosa yang tidak membawa maut adalah dosa yang dalam hukum dunia tidak harus dijatuhi hukuman mati.

Dalam hukum Tuhan juga sama. Ada dosa yang pelakunya dihukum mati, dan ada dosa yang pelakunya tidak dihukum mati.

Adam Clarke juga memberikan beberapa penafsiran:

Ada dosa yang dalam hukum Yahudi memang harus dijatuhi hukuman mati, tetapi ada dosa yang dianggap lebih ringan sehingga pelakukan tidak harus dijatuhi hukuman mati.

Kemungkinan lain adalah bahwa dosa yang membawa maut adalah dosa yang pelakunya oleh Tuhan dijatuhi hukuman mati, sekalipun orangnya tetap diselamatkan. Contoh: nabi dalam 1Raja 13:1-32. Sedangkan dosa yang tidak membawa maut adalah dosa yang pelakunya oleh Tuhan tidak dijatuhi hukuman mati.

Menurut saya arti ini sama sekali tidak masuk akal. Apa sebabnya untuk orang yang dijatuhi hukuman mati kita tidak perlu mendoakannya? Bukankah setidaknya kita harus mendoakan supaya ia bertobat dan diselamatkan dari neraka?

d) Dosa sengaja dan dosa tidak sengaja.

I. Howard Marshall (NICNT) mengatakan bahwa dalam Perjanjian Lama ada pembedaan tentang dosa yang tidak disadari / tidak disengaja, untuk mana disediakan pengampunan, dan dosa yang disengaja, untuk mana tidak disediakan pengampunan. Yang terakhir ini hanya bisa ditebus oleh kematian dari orang yang berdosa itu.

Untuk dosa-dosa yang tidak disadari / tidak disengaja, perhatikan ayat-ayat ini:

1. Im 4:2 - “‘Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal yang dilarang TUHAN dan ia memang melakukan salah satu dari padanya,”.

Baca Im 4:3b yang menunjukkan adanya korban untuk dosa ini sehingga dosa itu bisa diampuni.

2. Im 4:13 - “Jikalau yang berbuat dosa dengan tak sengaja itu segenap umat Israel, dan jemaah tidak menyadarinya, sehingga mereka melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN, dan mereka bersalah,”.

Baca Im 4:14nya yang menunjukkan adanya korban untuk dosa ini sehingga dosa itu bisa diampuni.

3. Im 4:22 - “Jikalau yang berbuat dosa itu seorang pemuka yang tidak dengan sengaja melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN, Allahnya, sehingga ia bersalah,”.

Baca Im 4:23bnya yang menunjukkan adanya korban untuk dosa ini sehingga dosa itu bisa diampuni.

4. Im 4:27 - “Jikalau yang berbuat dosa dengan tak sengaja itu seorang dari rakyat jelata, dan ia melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN, sehingga ia bersalah,”.

Baca Im 4:28bnya yang menunjukkan adanya korban untuk dosa ini sehingga dosa itu bisa diampuni.

5. Im 5:2-6,9,14-15,17-19 - “(2) Atau bila seseorang kena kepada sesuatu yang najis, baik bangkai binatang liar yang najis, atau bangkai hewan yang najis, atau bangkai binatang yang mengeriap yang najis, tanpa menyadari hal itu, maka ia menjadi najis dan bersalah. (3) Atau apabila ia kena kepada kenajisan berasal dari manusia, dengan kenajisan apapun juga ia menjadi najis, tanpa menyadari hal itu, tetapi kemudian ia mengetahuinya, maka ia bersalah. (4) Atau apabila seseorang bersumpah teledor dengan bibirnya hendak berbuat yang buruk atau yang baik, sumpah apapun juga yang diucapkan orang dengan teledor, tanpa menyadari hal itu, tetapi kemudian ia mengetahuinya, maka ia bersalah dalam salah satu perkara itu. (5) Jadi apabila ia bersalah dalam salah satu perkara itu, haruslah ia mengakui dosa yang telah diperbuatnya itu, (6) dan haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salah karena dosa itu seekor betina dari domba atau kambing, menjadi korban penghapus dosa. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu karena dosanya. ... (9) Sedikit dari darah korban penghapus dosa itu haruslah dipercikkannya ke dinding mezbah, tetapi darah selebihnya haruslah ditekan ke luar pada bagian bawah mezbah; itulah korban penghapus dosa. ... (14) TUHAN berfirman kepada Musa: (15) ‘Apabila seseorang berubah setia dan tidak sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal kudus yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salahnya seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, dinilai menurut syikal perak, yakni menurut syikal kudus, menjadi korban penebus salah. ... (17) Jikalau seseorang berbuat dosa dengan melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN tanpa mengetahuinya, maka ia bersalah dan harus menanggung kesalahannya sendiri. (18) Haruslah ia membawa kepada imam seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, sebagai korban penebus salah. Imam itu haruslah mengadakan pendamaian bagi orang itu karena perbuatan yang tidak disengajanya dan yang tidak diketahuinya itu, sehingga ia menerima pengampunan. (19) Itulah korban penebus salah; orang itu sungguh bersalah terhadap TUHAN.’”.

6. Im 22:14 - “Apabila seseorang dengan tidak sengaja memakan persembahan kudus, ia harus memberi gantinya kepada imam dengan menambah seperlima.”.

7. Bil 15:22-29 - “(22) ‘Apabila kamu dengan tidak sengaja melalaikan salah satu dari segala perintah ini, yang telah difirmankan TUHAN kepada Musa, (23) yakni dari segala yang diperintahkan TUHAN kepadamu dengan perantaraan Musa, mulai dari hari TUHAN memberikan perintah-perintahNya dan seterusnya turun-temurun, (24) dan apabila hal itu diperbuat di luar pengetahuan umat ini, tidak dengan sengaja, maka haruslah segenap umat mengolah seekor lembu jantan muda sebagai korban bakaran menjadi bau yang menyenangkan bagi TUHAN, serta dengan korban sajiannya dan korban curahannya, sesuai dengan peraturan; juga seekor kambing jantan sebagai korban penghapus dosa. (25) Maka haruslah imam mengadakan pendamaian bagi segenap umat Israel, sehingga mereka beroleh pengampunan, sebab hal itu terjadi tidak dengan sengaja, dan karena mereka telah membawa persembahan-persembahan mereka sebagai korban api-apian bagi TUHAN, juga korban penghapus dosa mereka di hadapan TUHAN, karena hal yang tidak disengaja itu. (26) Segenap umat Israel akan beroleh pengampunan, juga orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu, karena hal itu dilakukan oleh seluruh bangsa itu dengan tidak sengaja. (27) Apabila satu orang saja berbuat dosa dengan tidak sengaja, maka haruslah ia mempersembahkan kambing betina berumur setahun sebagai korban penghapus dosa; (28) dan imam haruslah mengadakan pendamaian di hadapan TUHAN bagi orang yang dengan tidak sengaja berbuat dosa itu, sehingga orang itu beroleh pengampunan karena telah diadakan pendamaian baginya. (29) Baik bagi orang Israel asli maupun bagi orang asing yang tinggal di tengah-tengah kamu, satu hukum saja berlaku bagi mereka berkenaan dengan orang yang berbuat dosa dengan tidak sengaja”.

Sedangkan untuk dosa sengaja, yang tidak disediakan cara untuk mendapatkan pengampunan, perhatikan ayat-ayat ini:

Bil 15:30-31 - “(30) Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista TUHAN, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya, (31) sebab ia telah memandang hina terhadap firman TUHAN dan merombak perintahNya; pastilah orang itu dilenyapkan, kesalahannya akan tertimpa atasnya.’”.

Victor P. Hamilton (‘Handbook on the Pentateuch’, hal 260-262) mengatakan bahwa dari ayat-ayat Perjanjian Lama yang menunjukkan adanya korban hanya untuk dosa-dosa yang tidak disengaja / tidak disadari, maka ada orang-orang yang menyimpulkan bahwa:

1. Dalam Perjanjian Lama dosa yang bisa diampuni memang hanyalah dosa-dosa yang tidak disengaja / tidak diketahui. Sedangkan orang-orang yang melakukan dosa-dosa yang disengaja harus dihukum mati (hal 259-260). Bdk. Bil 15:27-31 yang seolah-olah menekankan hal itu secara explicit.

2. Ini menunjukkan kesuperioran korban Kristus dibandingkan dengan korban-korban dalam Perjanjian Lama, karena korban Kristus bisa mengampuni bukan hanya dosa-dosa yang tidak disengaja, tetapi juga dosa-dosa yang disengaja.

Pulpit Commentary (tentang Bil 15:30): “No provision was made under the Law for the pardon of a wilful sin against God - a sin of defiance. Thus the Law brought no satisfaction to the tender conscience, but rather conviction of sin, and longing for a better covenant. Herein is at once contrast and likeness: contrast, in that the gospel hath forgiveness for all sin and wickedness” (= Tidak ada persediaan yang dibuat di bawah hukum Taurat untuk pengampunan terhadap dosa sengaja terhadap Allah - suatu dosa yang menantang. Jadi, hukum Taurat tidak membawa pemuasan kepada hati nurani yang lembut, tetapi keyakinan / kesadaran akan dosa, dan kerinduan / keinginan pada suatu perjanjian yang lebih baik. Di sini sekaligus ada suatu kontras dan persamaan. Kontras, dalam hal bahwa injil mempunyai pengampunan untuk semua dosa dan kejahatan) - hal 184.

Bdk. Kis 13:39 - “Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa”.

Tetapi Victor P. Hamilton tidak setuju dengan kesimpulan seperti ini, dan ia mengatakan bahwa pernyataan bahwa dalam Perjanjian Lama hanya dosa-dosa yang tidak disengaja yang bisa diampuni juga merupakan sesuatu yang harus dipertanyakan kebenarannya. Alasannya:

a. Kalau kita melihat Im 6:1-7, maka tidak mungkin kita menyimpulkan bahwa yang dibicarakan di sini adalah dosa-dosa yang tidak disengaja.

Im 6:1-7 - “(1) TUHAN berfirman kepada Musa: (2) ‘Apabila seseorang berbuat dosa dan berubah setia terhadap TUHAN, dan memungkiri terhadap sesamanya barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang yang diserahkan kepadanya atau barang yang dirampasnya, atau apabila ia telah melakukan pemerasan atas sesamanya, (3) atau bila ia menemui barang hilang, dan memungkirinya, dan ia bersumpah dusta - dalam perkara apapun yang diperbuat seseorang, sehingga ia berdosa - (4) apabila dengan demikian ia berbuat dosa dan bersalah, maka haruslah ia memulangkan barang yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah dipercayakan kepadanya atau barang hilang yang ditemuinya itu, (5) atau segala sesuatu yang dimungkirinya dengan bersumpah dusta. Haruslah ia membayar gantinya sepenuhnya dengan menambah seperlima; haruslah ia menyerahkannya kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan korban penebus salahnya. (6) Sebagai korban penebus salahnya haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, menjadi korban penebus salah, dengan menyerahkannya kepada imam. (7) Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu di hadapan TUHAN, sehingga ia menerima pengampunan atas perkara apapun yang diperbuatnya sehingga ia bersalah.’”.

Perhatikan bagian yang saya garis bawahi itu. Itu tidak mungkin dianggap sebagai dosa-dosa yang tidak disengaja! Tetapi perhatikan ay 6-7nya! Toh ada korban untuk dosa-dosa seperti itu, sehingga dosa-dosa seperti itu bisa diampuni.

b. Tjemahan dari Bil 15:30 itu salah secara cukup fatal!

Bil 15:30-31 - “(30) Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista TUHAN, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya, (31) sebab ia telah memandang hina terhadap firman TUHAN dan merombak perintahNya; pastilah orang itu dilenyapkan, kesalahannya akan tertimpa atasnya.’”.

Kata-kata ‘dengan sengaja’ itu salah terjemahan! Bandingkan dengan terjemahan-terjemahan dalam bahasa Inggris!

KJV: ‘presumptuously’ (= dengan sombong / angkuh).

RSV: ‘with a high hand’ (= dengan tangan teracung).

NIV/NASB: ‘defiantly’ (= dengan menantang).

Ini kesalahan penterjemahan yang cukup fatal, karena penterjemahan ini penting untuk menafsirkan apa yang dimaksud dengan ‘dosa senagaja dan tidak disengaja’ itu!

Kelihatannya, karena Bil 15:22-31 mengkontraskan dosa yang tidak disengaja dengan dosa yang dilakukan dengan angkuh / menantang Tuhan, maka harus ditafsirkan bahwa asal orangnya tidak berbuat dosa dengan sikap menantang Tuhan, maka itu dianggap sebagai dosa dengan tidak sengaja.

Victor P. Hamilton lalu menyimpulkan bahwa dalam Perjanjian Lama bukan orang yang melakukan dosa sengaja, tetapi orang yang tidak bertobat, yang tidak bisa diampuni (hal 261-262).

Sekarang, mari kita kembali pada persoalan kita. Mungkinkah dosa sengaja dianggap sebagai dosa yang mendatangkan maut, dalam arti bahwa dosa sengaja pasti membawa orang yang berbuat dosa itu ke neraka?

I. Howard Marshall (NICNT): “Let it be plainly said that if there were no forgiveness for deliberate sins, then we would all be under God’s condemnation, for which of us has not sinned deliberately since our conversion and new birth?” (= Hendaklah dikatakan dengan jelas bahwa seandainya tidak ada pengampunan untuk dosa-dosa sengaja, maka semua orang akan berada di bawah penghukuman Allah, karena siapa dari kita yang tidak berbuat dosa dengan sengaja sejak pertobatan dan kelahiran baru kita?) - hal 248.

e) Dosa yang mendatangkan maut adalah dosa yang tidak bisa diampuni / dosa menghujat Roh Kudus, sedangkan dosa yang tidak mendatangkan maut adalah dosa-dosa yang lain.

Ro 6:23 jelas menunjukkan bahwa sebetulnya semua dosa upahnya maut. Tetapi berdasarkan 1Yoh 5:16 kita bisa menyimpulkan bahwa ada dosa yang sekalipun seharusnya membawa maut, tetapi bisa diampuni sehingga akhirnya tidak mendatangkan maut, dan ada dosa yang tidak bisa diampuni sehingga pasti betul-betul mendatangkan maut.

Herschel H. Hobbs: “Probably, John has in mind the unpardonable sin mentioned by Jesus in Matthew 12:31-32” (= Mungkin, Yohanes memikirkan dosa yang tidak bisa diampuni yang disebutkan oleh Yesus dalam Mat 12:31-32) - hal 138.

Calvin: “as the sin and blasphemy against the Spirit ever brings with it a defection of this kind, there is no doubt but that it is here pointed out” (= karena dosa dan penghujatan terhadap Roh Kudus selalu membawa sertanya kerusakan seperti ini, maka tidak ada keraguan bahwa itulah yang ditunjuk di sini) - hal 269.

Mat 12:31-32 - “(31) Sebab itu Aku berkata kepadamu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. (32) Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak”.

Ada beberapa penafsiran / ajaran yang salah yang keluar dari ayat-ayat ini:

1. Menghujat Yesus bisa diampuni; menghujat Roh Kudus tidak bisa diampuni. Jadi Roh Kudus lebih besar dari pada Yesus. Ini jelas merupakan ajaran sesat!

2. Untuk dosa menghujat Roh Kudus memang tidak ada pengampunan sesudah mati (ay 32), tetapi untuk dosa-dosa lain, ada! Karena itu ayat ini dipakai sebagai dasar oleh Gereja Roma Katolik untuk mengajarkan api pencucian.

Tetapi, ‘di dunia yang akan datangpun tidak’ menunjuk pada hari penghakiman, atau berarti: tidak akan pernah diampuni. Bagian ini tidak menunjuk pada ‘Intermediate State’ (= keadaan antara kematian dan kebangkitan orang mati / kedatangan Yesus yang keduakalinya).

3. Seadanya penghinaan kepada Allah tidak bisa diampuni. Penafsiran ini tidak mungkin benar karena Paulus dulunya juga seorang penghujat, tetapi toh bisa diampuni.

1Tim 1:13 - “aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman”.

4. Menghujat Roh Kudus artinya terus menerus menolak dorongan Roh Kudus untuk percaya kepada Yesus sampai kita mati. Penafsiran ini tidak mungkin benar karena adanya kata-kata ‘di dunia ini tidak’ (ay 32).

5. Menghujat Anak Manusia diartikan menghujat Yesus sebagai manusia; sedangkan menghujat Roh Kudus diartikan menghujat Yesus sebagai Allah. Ini tidak mungkin benar, karena:

a. Tidak biasanya Yesus sebagai Allah disebut dengan istilah ‘Roh Kudus’.

b. Markus menghapuskan kontras antara menghujat Anak Manusia dan menghujat Roh Kudus.

Mark 3:28-30 - “(28) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. (29) Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.’ (30) Ia berkata demikian karena mereka katakan bahwa Ia kerasukan roh jahat”.

Kalau memang artinya seperti itu, maka bagian itu adalah bagian yang sangat vital yang tidak mungkin dihapuskan.

Sekarang mari kita perhatikan arti yang benar dari text sukar ini.

a. Untuk mengerti bagian ini, kuncinya adalah: Mengapa Roh Kudus? Mengapa bukan Bapa atau Anak? Jelas karena fungsi Roh Kudus adalah menerangi hati / pikiran seseorang sehingga bisa mengerti Firman Tuhan / Injil.

Jadi artinya adalah: orang yang telah diterangi oleh Roh Kudus sehingga bagi dia sudah jelas bahwa Yesus adalah Mesias / Juruselamat, tetapi karena suatu hal tertentu, dengan sengaja ia menolak semua itu dan menganggapnya sebagai ajaran setan. Jadi, yang ditekankan bukan penghinaan terhadap diri / pribadi Roh Kudus, tetapi terhadap pekerjaan Roh Kudus dalam diri orang itu.

b. Hal lain yang ditekankan adalah kesengajaan orang itu dalam melakukan hal ini:

· Mat 12:22-24 menunjukkan bahwa orang awam saja tahu, dan karena itu tidak mungkin orang-orang Farisi tidak tahu bahwa Yesus adalah Mesias.

Mat 12:22-24 - “(22) Kemudian dibawalah kepada Yesus seorang yang kerasukan setan. Orang itu buta dan bisu, lalu Yesus menyembuhkannya, sehingga si bisu itu berkata-kata dan melihat. (23) Maka takjublah sekalian orang banyak itu, katanya: ‘Ia ini agaknya Anak Daud.’ (24) Tetapi ketika orang Farisi mendengarnya, mereka berkata: ‘Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan.’”.

· Mat 12:25 - “Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata kepada mereka: ‘Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan”.

Dikatakan bahwa Yesus tahu pikiran mereka. Jadi pikiran / motivasi mereka lebih berperan dari pada sekedar kata-kata mereka dalam Mat 12:24 itu.

c. Hal lain lagi yang harus ditekankan adalah bahwa orang-orang Farisi itu melakukan semua itu dengan sukarela, bukan karena dipaksa, diancam, dan sebagainya.

Kalau seseorang diancam akan dibunuh kalau tidak mau memaki Yesus, dan karena takut, ia lalu memaki Yesus, biarpun itu dosa, itu bukanlah dosa menghujat Roh Kudus, dan itu bukanlah dosa yang tidak bisa diampuni.

d. Kata-kata ‘tidak akan diampuni’ berarti orangnya tidak mungkin bertobat / menjadi orang percaya. Tuhan akan mengeraskan hati orang yang sudah melakukan dosa ini sehingga ia tidak bakal percaya kepada Yesus. Karena itu, orang Kristen yang sejati tidak mungkin pernah dan tidak mungkin akan melakukan dosa ini.

e. Ayat-ayat pembanding:

· Ibr 6:4-6 - “(4) Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, (5) dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, (6) namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghinaNya di muka umum”.

· Ibr 10:26-29 - “(26) Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. (27) Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. (28) Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.

· 1Yoh 5:16 - “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.

III) Orang yang harus didoakan dan yang tidak perlu didoakan.

1) Yohanes mengatakan bahwa ia tidak mengatakan bahwa kita harus mendoakan orang yang melakukan dosa yang mendatangkan maut.

Perhatikan bahwa:

a) Ia tidak melarang, tetapi hanya tidak mengharuskan.

Jadi, ini agak berbeda dengan ayat-ayat di bawah ini:

1. Yer 7:16 - “‘Tetapi engkau, janganlah berdoa untuk bangsa ini, janganlah sampaikan seruan permohonan dan doa untuk mereka, dan janganlah desak Aku, sebab Aku tidak akan mendengarkan engkau”.

2. Yes 11:14 - “Adapun engkau, janganlah engkau berdoa untuk bangsa ini dan janganlah naikkan permohonan dan doa untuk mereka, sebab Aku tidak akan mendengarkan pada waktu mereka berseru kepadaKu karena malapetaka mereka”.

3. Yer 14:11 - “TUHAN berfirman kepadaku: ‘Janganlah engkau berdoa untuk kebaikan bangsa ini!”.

Dalam ayat-ayat di atas ini, Tuhan betul-betul sudah menetapkan untuk menghukum bangsa itu sehingga ia melarang Yeremia untuk berdoa bagi mereka.

Tetapi bagaimanapun, sekalipun Yohanes tidak melarang, doa bagi orang yang melakukan dosa yang mendatangkan maut itu merupakan sesuatu yang sia-sia.

Barnes’ Notes: “It is indeed implied in a most delicate way that it would not be proper to pray for the forgiveness of such a sin” (= Memang dinyatakan secara implicit dengan suatu cara yang paling lembut bahwa tidaklah benar untuk berdoa untuk meminta pengampunan bagi dosa seperti itu).

b) Yohanes juga tidak mengatakan bahwa kita bisa atau tidak bisa mengetahui apakah seseorang betul-betul telah melakukan dosa yang mendatangkan maut.

Barnes’ Notes: “he does not say that a case would ever happen in which they would know certainly that the sin had been committed. ... it may be said now with truth, that as we can never be certain respecting anyone that he has committed the unpardonable sin, there is no one for whom we may not with propriety pray” (= ia tidak mengatakan bahwa akan terjadi suatu kasus dimana mereka akan tahu dengan pasti bahwa dosa itu telah dilakukan. ... sekarang bisa dikatakan dengan benar, bahwa karena kita tidak pernah bisa tahu dengan pasti berkenaan dengan siapapun bahwa ia telah melakukan dosa yang tidak bisa diampuni, maka tidak ada orang untuk siapa kita tidak boleh berdoa).

Saya tidak tahu apakah kata-kata terakhirnya itu bisa dibenarkan atau tidak. Kalau bisa dimutlakkan seperti itu, lalu apa gunanya ayat ini? Tetapi jelas tidak mudah bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang sudah betul-betul melakukan dosa yang membawa maut ini. Karena itu, kita tidak boleh sembarangan / terburu-buru dalam menghakimi.

2) Yohanes mengatakan bahwa kita harus mendoakan orang yang melakukan dosa yang tidak mendatangkan maut.

Ia juga mengatakan bahwa ini menyebabkan Allah memberikan hidup kepada orang itu. Jadi, Allah menjawab doa kita dengan mempertobatkan orang itu, sehingga ia mendapatkan hidup kekal. Albert Barnes mengatakan bahwa ini seharusnya memotivasi kita untuk berdoa bagi orang-orang berdosa, karena kita bisa menjadi alat-alat untuk menyelamatkan jiwa mereka!

Maukah saudara banyak berdoa untuk orang-orang berdosa?

I YOHANES 5:18-21

1Yoh 5:18-21 - “(18) Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya. (19) Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat. (20) Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal. (21) Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala”.

Pulpit Commentary: “With three solemn asseverations and one equally solemn charge the Epistle is brought to a close” (= Dengan 3 pernyataan khidmat yang ditekankan dan 1 perintah yang sama khidmatnya, Surat ini diakhiri) - hal 142.

I) Tiga pernyataan.

1) Ay 18: “Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya”.

a) “Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa”.

Ayat ini harus diartikan secara sama seperti 1Yoh 3:6,9 - “(6) Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia. ... (9) Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah”.

Wycliffe Bible Commentary: “‘Sinneth not.’ Present tense; habitual sinning” (= ‘Tidak berbuat dosa’. Present tense; berbuat dosa yang bersifat kebiasaan).

Barclay: “It does not mean that the Christian never sins; but it does mean that he is not the helpless slave of sin” (= Ini tidak berarti bahwa orang Kristen tidak pernah berbuat dosa; tetapi ini berarti bahwa ia bukanlah hamba dosa yang tidak berdaya) - hal 121.

Barclay: “‘A saint,’ as someone has said, ‘is not a man who never falls; he is a man who gets up and goes on every time he falls” (= ‘Seorang kudus’, seperti dikatakan seseorang, ‘bukanlah seseorang yang tidak pernah jatuh; ia adalah seseorang yang bangkit kembali dan meneruskan perjalanan setiap kali ia jatuh) - hal 122.

b) “tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya”.

KJV: ‘but he that is begotten of God keepeth himself’ (= tetapi ia yang diperanakkan dari Allah memelihara / menjaga dirinya sendiri).

RSV: ‘but He who was born of God keeps him’ (= tetapi Ia yang dilahirkan dari Allah memelihara dia).

NIV: ‘the one who was born of God keeps him safe’ (= Orang yang dilahirkan dari Allah menjaganya tetap aman).

NASB: ‘but He who was born of God keeps him’ (= tetapi Ia yang dilahirkan dari Allah menjaganya / memeliharanya).

Catatan: jadi KJV menterjemahkan lain sendiri. Dalam ketiga Kitab Suci bahasa Inggris yang lain, yang menjaga / memelihara adalah Yesus, tetapi dalam KJV orang itu menjaga / memelihara dirinya sendiri. Perbedaan ini terjadi karena problem text, dimana ada 2 kelompok manuscripts dengan pembacaan yang berbeda. Ada yang menuliskan AUTON (= him / dia), dan ada yang menuliskan EAUTON (= himself / dirinya sendiri).

Karena itu, dalam persoalan ini, para penafsir juga terbagi dalam 2 kelompok:

1. Ada yang menganggap bahwa orang itu menjaga dirinya sendiri.

Matthew Henry: “They are fortified against the devil’s destructive attempts: He that is begotten of God keepeth himself, that is, is enabled to guard himself, and the wicked one toucheth him not (v. 18), that is, that the wicked one may not touch him, namely, to death. ... it seems to be the design of the apostle to assert that their regeneration secures them from such assaults of the devil as will bring them into the same case and actual condemnation with the devil” [= Mereka dibentengi terhadap usaha-usaha setan yang bersifat menghancurkan: Ia yang dilahirkan dari Allah menjaga dirinya sendiri, yaitu, dimampukan menjaga dirinya sendiri, dan si jahat tidak menyentuhnya (ay 18), yaitu, bahwa si jahat tidak boleh menyentuhnya, yaitu membunuhnya. ... kelihatannya maksud dari sang rasul adalah menegaskan bahwa kelahiran baru mereka menjamin keamanan mereka dari serangan-serangan setan yang akan membawa mereka ke dalam kasus dan penghukuman yang sama dengan setan].

2. Ada yang menganggap bahwa Yesuslah yang menjaga orang itu.

Barclay menerapkan kata ‘Dia’ kepada Yesus, dan demikian juga banyak penafsir lainnya, sekalipun ada banyak juga yang menafsirkan seperti KJV.

Barclay: “As Westcott has it: ‘The Christian has an active enemy, but he has also a WATCHFUL GUARDIAN” (= Seperti dikatakan Westcott: ‘Orang Kristen mempunyai musuh yang aktif, tetapi ia juga mempunyai penjaga yang waspada) - hal 122.

Herschel H. Hobbs juga mengambil pandangan ini, dan menurutnya, manuscripts yang terbaik menuliskan ‘him’ (= dia), dan karena itu, Yesuslah yang menjaga orang Kristen.

Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

a. Yoh 17:11-12,15 - “(11) Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepadaMu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. (12) Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. ... (15) Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat”.

b. Wah 3:10 - “Karena engkau menuruti firmanKu, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi”.

Bruce M. Metzger (‘A Textual Commentary on the Greek New Testament’, hal 718) juga memilih pandangan ini, dan alasannya adalah: kata-kata ‘Yang lahir / dilahirkan’ dalam bahasa Yunaninya adalah HO GENNETHEIS, sedangkan Yohanes tidak pernah menggunakan kata ini untuk menunjuk kepada orang Kristen. Kalau menunjuk kepada orang Kristen Yohanes selalu menggunakan kata Yunani GEGENNEMENOS. Dan kalau kata ini menunjuk bukan kepada orang Kristen tetapi kepada Yesus, maka jelas harus dipilih pembacaan AUTON (= him / dia), dan bukannya EAUTON (= himself / dirinya sendiri).

Tetapi secara theologia, yang manapun yang benar dari kedua pandangan ini, maka pandangan yang satunya tidak boleh disingkirkan. Kalau yang benar adalah Yesus yang memelihara kita, kita juga tidak lepas dari tanggung jawab. Karena itu kita juga harus melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk memelihara diri kita sendiri. Dan sebaliknya, kalau yang benar adalah bahwa kita harus menjaga diri kita sendiri, itu tidak berarti bahwa kita melakukan hal itu dengan kekuatan kita sendiri.

Barnes’ Notes: “‘Keepeth himself.’ It is not said that he does it by his own strength, but he will put forth his best efforts to keep himself from sin, and by divine assistance he will be able to accomplish it” (= ‘Menjaga / memelihara dirinya sendiri’. Tidak dikatakan bahwa ia melakukannya dengan kekuatannya sendiri, tetapi ia akan mengerahkan usaha-usaha terbaiknya untuk menjaga dirinya sendiri dari dosa, dan oleh pertolongan ilahi ia akan mampu untuk mencapainya).

Calvin: “‘Keepeth himself.’ What properly belongs to God he transfers to us; for were any one of us the keeper of his own salvation, it would be a miserable protection. Therefore Christ asks the Father to keep us, intimating that it is not done by our own strength. The advocates of freewill lay hold on this expression, that they may thence prove, that we are preserved from sin, partly by God’s grace, and partly by our own power. But they do not perceive that the faithful have not from themselves the power of preservation of which the Apostle speaks. ... Hence the faithful keep themselves from sin, as far as they are kept by God. (John 17:11.)” [= ‘Menjaga dirinya sendiri’. Apa yang sebetulnya adalah milik Allah ditransfer kepada kita; karena seandainya siapapun dari kita adalah penjaga dari keselamatannya sendiri, itu akan merupakan perlindungan yang menyedihkan. Karena itu Kristus meminta Bapa untuk menjaga kita, yang menunjukkan bahwa itu tidak dlakukan dengan kekuatan kita sendiri. Para pendukung doktrin tentang kehendak bebas menggunakan ungkapan ini, sehingga mereka dari sini bisa membuktikan, bahwa kita dijaga / dipelihara dari dosa, sebagian oleh kasih karunia, dan sebagian oleh kekuatan kita sendiri. Tetapi mereka tidak mengerti bahwa orang-orang percaya, dari diri mereka sendiri, tidak mempunyai kekuatan menjaga yang dibicarakan oleh sang Rasul. ... Karena itu orang-orang percaya menjaga diri mereka sendiri dari dosa, sejauh mereka dijaga oleh Allah. (Yoh 17:11)].

Ini bukan merupakan 2 hal yang bertentangan, tetapi 2 hal yang saling melengkapi. Ini mirip seperti:

· Allah menentukan, tetapi kita tetap bertanggung jawab.

· Allah berjanji mencukupi kebutuhan kita (Mat 6:33), tetapi kita juga wajib bekerja (2Tes 3:10).

· Allah menjamin keselamatan, tetapi orang-orang di kapal tetap harus melakukan hal-hal yang terbaik (Kis 27:21-34).

Bandingkan dengan Yudas 21,24 - “(21) Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal. ... (24) Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaanNya”.

Dalam text ini, keduanya ada. Allah memang menjaga kita (ay 24), tetapi kita juga harus menjaga diri kita sendiri (ay 21). Ini dilakukan melalui banyak hal, seperti belajar Firman Tuhan dengan rajin dan tekun, berdoa, menjauhi pencobaan, bersekutu dengan saudara-saudara seiman dan sebagainya.

c) “dan si jahat tidak dapat menjamahnya”.

Barnes, Wycliffe dan A. T. Robertson mengatakan bahwa kata ‘menjamah’, bukan sekedar berarti ‘menyentuh’, tetapi ‘memegang erat-erat’. Kata ini hanya digunakan 1x di tempat lain, yaitu dalam Yoh 20:17, dan di sana artinya sebetulnya juga seperti itu.

Yohanes 20:17 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudaraKu dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.’”.

Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa Iblis berulang kali berusaha untuk merebut orang Kristen, tetapi untuk melakukan itu ia harus mengalahkan Kristus, dan ini merupakan suatu kemustahilan. Ia lalu membandingkan dengan Yoh 10:28-29 - “(28) dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa”.

Kata-kata ‘pasti tidak akan’ dalam KJV: ‘shall never’ (= tidak akan pernah). Dan Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa dalam bahasa Yunani digunakan double negatives. Dalam bahasa Inggris (juga dalam bahasa Indonesia) double negatif menjadi positif, tetapi dalam bahasa Yunani itu menunjukkan suatu penekanan.

Herschel H. Hobbs: “The blessed truth is that we are not holding out to God. He is holding on to us. In that sublime truth is our assurance of victory over sin” (= Kebenaran yang diberkati adalah bahwa bukan kita yang memegang Allah erat-erat. Ia yang memegang kita erat-erat. Dalam kebenaran yang agung inilah terdapat jaminan kita tentang kemenangan atas dosa) - hal 140.

2) Ay 19: “Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat”.

Kata ‘kita’ menunjuk kepada semua orang Kristen, dan kata ‘dunia’ menunjuk kepada semua orang yang non kristen.

Tentang kata-kata ‘si jahat’ bisa diterjemahkan ‘kejahatan’. Tetapi dalam persoalan ini boleh dikatakan semua penafsir menganggap bahwa kata itu harus diterjemahkan ‘si jahat’ yang menunjuk kepada setan sendiri (Albert Barnes memberikan uraian panjang lebar tentang ini).

3) Ay 20: “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.

Sebetulnya yang ditegaskan dalam ayat ini adalah bahwa Anak Allah telah datang ke dunia dan mengaruniakan pengertian kepada kita sehingga kita mengenal Allah.

Kata-kata ‘dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus’ oleh Stott dianggap berarti ‘dan kita ada di dalam Yang Benar, dengan cara berada di dalam Yesus’.

Tetapi dalam membahas bagian ini saya justru akan menekankan ay 20b, yang akan saya bahas di bawah ini:

a) Satu hal yang mengagetkan saya, karena tak pernah saya ketahui sebelumnya, adalah bahwa kata ‘Allah’ yang saya beri garis bawah ganda itu, diragukan keasliannya. Beberapa penafsir seperti Albert Barnes dan Bruce Metzger, condong untuk mengatakan bahwa kata ‘Allah’ itu merupakan suatu penambahan.

b) Kebanyakan penafsir tetap mempertahankan kata ‘Allah’ itu, dan kalau ini benar, maka ayat ini masih diperdebatkan lagi.

Ay 20: “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.

1. Ada penafsir-penafsir yang menganggap bahwa kata ‘Dia’ menunjuk kepada ‘Yang benar’, yang telah muncul 2 x sebelumnya, yaitu Bapa. Saya sendiri merasa penafsiran seperti ini aneh, dan tidak membaca ayat itu secara wajar.

2. Banyak juga penafsir menganggap bahwa kata ‘Dia’ menunjuk kepada orang yang disebut terakhir dalam kalimat sebelumnya yaitu ‘Yesus Kristus’.

Kalau demikian, maka ayat ini merupakan bukti yang sangat kuat tentang keilahian Yesus.

Calvin juga mengatakan bahwa kalau Yesus Kristus disebut dengan istilah ‘Allah yang benar’ artinya adalah mengontraskan Dia dengan allah-allah yang palsu.

Calvin juga mengatakan bahwa para pengikut Arianisme berusaha untuk menerapkan kalimat terakhir itu kepada Bapa. Tetapi ia menganggap ada 3 alasan yang tidak memungkinkan hal itu:

Ay 20: “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.

a. Calvin dan A. H. Strong mengatakan bahwa sebutan ‘Allah yang benar’, dalam kalimat yang terakhir itu, tidak mungkin menunjuk kepada Bapa, karena sebelumnya Bapa sudah 2 x disebut dengan istilah ‘Yang benar’. Masakan sekarang disebut lagi dengan istilah ‘Allah yang benar’?

b. Kalimat terakhir itu diawali dengan kata-kata ‘Dia adalah’, yang saya beri garis bawah ganda. Terjemahan ini agak kurang tepat, karena kata-kata Yunani yang digunakan adalah HOUTOS ESTIN, yang artinya adalah ‘This is’ (= Ini adalah). Kata-kata ini jelas menunjuk kepada ‘orang terakhir’ dari kalimat sebelumnya, yaitu ‘Yesus Kristus’.

KJV/RSV: ‘This is the true God, and eternal life’ (= Ini adalah Allah yang benar, dan hidup yang kekal).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘This is the true God.’ This Jesus Christ (the last-named Person) is the true God (identifying Him with the Father in being the only true God, John 17:3)” [= ‘Ini adalah Allah yang benar’. Yesus Kristus ini (pribadi yang disebut paling akhir) adalah Allah yang benar (menganggap satu Dia dan Bapa sebagai satu-satunya Allah yang benar, Yoh 17:3)].

Sekarang mari kita bandingkan dengan terjemahan dari Saksi Yehuwa (jangan lupa, Saksi Yehuwa merupakan ‘reinkarnasi’ dari Arianisme), yaitu NWT / TDB. NWT (New World Translation) adalah versi aslinya (bahasa Inggris), sedangkan TDB (Terjemahan Dunia Baru) adalah terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Ay 20: “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.

NWT: “... his Son Jesus Christ. This is the true God and life everlasting” (= ... AnakNya Yesus Kristus. Ini adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal).

TDB: “... Yesus Kristus, Putranya. Inilah Allah yang benar dan kehidupan abadi”.

TDB membalik kata-kata ‘Yesus Kristus’ dengan ‘Putranya’, padahal NWT tidak demikian. Memang TDB diterjemahkan dari NWT, tetapi kadang-kadang terjemahannya berbeda. Jadi dalam hal ini, saudara bisa menggunakan NWT untuk menghantam diri mereka sendiri.

Apa tujuannya TDB membalik seperti itu? Saya kira supaya kata-kata ‘Inilah Allah yang benar dan kehidupan abadi’ bisa dihubungkan dengan kata ‘nya’ (yang jelas menunjuk kepada Bapa), bukan dengan ‘Yesus Kristus’. Ini lagi-lagi menunjukkan kekurang-ajaran TDB dalam melakukan penterjemahan.

c. Adanya sebutan ‘hidup yang kekal’ pada akhir dari kalimat terakhir itu. Dalam tulisan-tulisannya,Yohanes memang sangat sering menghubungkan hidup yang kekal dengan Yesus (bdk. Yoh 3:15,16,36 4:14 6:27,40,47,54,68 10:28 1Yoh 5:11-13).

Jadi, ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah.

II) Satu perintah.

Ay 21: “Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala”.

KJV/RSV/NIV: ‘keep yourselves from idols’ (= jagalah dirimu sendiri dari patung-patung berhala).

NASB: ‘guard yourselves from idols’ (= jagalah dirimu sendiri dari patung-patung berhala).

Catatan: KJV mengakhiri ay 21 dengan kata ‘Amen’, tetapi Adam Clarke berkata: “The word ‘Amen’ is missing in all the best MSS. and in most of the versions” (= Kata ‘Amin’ tidak ada dalam semua manuscripts yang terbaik, dan dalam kebanyakan versi).

Adam Clarke mengatakan bahwa sang rasul memperingati orang-orang kristen terhadap:

1) Tindakan pergi bersama dengan orang-orang kafir ke dalam kuil dari dewa-dewa mereka.

2) Makan persembahan berhala bersama mereka.

3) Tindakan hadir dalam tindakan penyembahan yang dilakukan terhadap berhala-berhala itu, karena dengan hadir mereka berpartisipasi dalam penyembahan itu.

Perhatikan hal ini bagi saudara yang sering / kadang-kadang datang ke acara ‘slametan’ / ‘sunatan’ dan sebagainya. Juga yang ikut acara-acara yang berhubungan dengan Idul Fitri! Ini acara agama lain, dan menurut saya, tak seharusnya dihadiri oleh orang Kristen.

Banyak juga penafsir yang menafsirkan bahwa ay 21 ini bukan hanya berurusan dengan patung berhala, tetapi juga dengan segala sesuatu yang kita dewakan / paling utamakan / cintai dalam hidup kita.

Herschel H. Hobbs: “In this context ‘idols’ should not be limited to graven images. An idol is anything or anyone standing between you and God” (= Dalam kontext ini ‘patung-patung berhala’ tidak seharusnya dibatasi pada patung-patung berhala. Suatu berhala adalah apapun atau siapapun yang berdiri / berada di antara engkau dan Allah) - hal 144.

Charles Haddon Spurgeon: “Anything becomes an idol when it keeps us away from God” (= Segala sesuatu menjadi berhala kalau hal itu menjauhkan kita dari Allah).  https://teologiareformed.blogspot.com/
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-TAMAT-
Next Post Previous Post