EKSPOSISI YOHANES 18:1-40
2) “dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron”.
William Barclay: “There a symbolic thing must have happened. All the Passover lambs were killed in the Temple, and the blood of the lambs was poured on the altar as an offering to God. The number of lambs slain for the Passover was immense. On one occasion, thirty years later than the time of Jesus, a census was taken and the number was 256.000. We may imagine what the Temple courts were like when the blood of all these lambs was dashed on to the altar. From the altar there was a channel down to the brook Kedron, and through that channel the blood of the Passover lambs drained away. When Jesus crossed the brook Kedron it would still be red with the blood of the lambs which had been sacrificed; and as he did so, the thought of his own sacrifice would surely be vivid in his mind” (= Di sana suatu hal simbolis pasti telah terjadi. Semua domba Paskah dibunuh di Bait Allah, dan darah dari domba-domba itu dicurahkan pada mezbah sebagai persembahan bagi Allah. Jumlah domba yang dibunuh untuk Paskah adalah sangat besar. Pada suatu peristiwa, 30 tahun setelah jaman Yesus, dilakukan suatu sensus / perhitungan dan jumlahnya adalah 256.000. Kita bisa membayangkan bagaimana kelihatannya halaman Bait Allah pada waktu darah dari semua domba itu disiramkan pada mezbah. Dari mezbah itu ada saluran yang menuju ke sungai Kidron, dan melalui saluran itu darah domba Paskah dialirkan. Pada waktu Yesus menyeberangi sungai Kidron, sungai itu tetap merah oleh darah dari domba-domba yang telah dikorbankan; dan pada waktu Ia menyeberangi sungai itu, pemikiran tentang pengorbananNya sendiri pasti sangat hidup dalam pikiranNya) - hal 221.
3) “Di situ ada suatu taman dan Ia masuk ke taman itu bersama-sama dengan murid-muridNya”.
a) Mat 26:36 menyebutkan bahwa nama taman itu adalah Getsemani.
b) Getsemani paralel dengan Eden?
Pulpit Commentary mengatakan (hal 380) bahwa ada orang-orang yang beranggapan bahwa ada keparalelan antara taman Eden yang terhilang oleh dosa manusia, dengan taman Getsemani di mana Yesus sebagai Adam kedua bertemu dengan penguasa dunia ini, dan menanggung beban kesalahan / dosa manusia, dan mendapatkan kembali Firdaus yang dihilangkan oleh Adam.
Tetapi perlu diingat bahwa pemikulan dosa terjadi terutama di Golgota, bukan di Getsemani.
c) Tentang Taman Getsemani ini Spurgeon mengatakan (‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 90) bahwa:
· ada orang-orang yang beranggapan bahwa ada pohon-pohon zaitun dari jaman Yesus yang masih bertahan sampai sekarang. Tetapi Spurgeon mengatakan bahwa hal itu hampir mustahil, karena Josephus mengatakan bahwa pada waktu Romawi menyerbu Yerusalem, maka semua pohon-pohon itu ditebangi, sebagian untuk dijadikan salib untuk menyalibkan orang-orang Yahudi, dan sebagian lagi dijadikan alat untuk menyerbu kota itu.
· ada orang-orang kristen yang pergi ke sana dan melewatkan sebagian dari hari Sabatnya di sana, dengan tujuan untuk menikmati persekutuan dengan Kristus di sana.
Spurgeon mengecam orang-orang seperti ini dan mengatakan bahwa mereka harus mempelajari kata-kata Yesus dalam Yoh 4:21-23 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Percayalah kepadaKu, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian”.
Saya berpendapat bahwa kecaman Spurgeon ini benar, dan kecaman ini juga berlaku untuk orang-orang kristen yang beranggapan bahwa keberadaan di Israel mempunyai nilai-nilai rohani tertentu, seperti meneguhkan iman, mengembalikan kasih semula, menyebabkan kita merasakan kehadiran Allah, memperbaharui pernikahan, dan sebagai-nya. Kata-kata Yesus dalam Yoh 4:21-23 itu sebetulnya melarang kita untuk mempercayai adanya tempat suci dalam jaman Perjanjian Baru!
4) Merupakan sesuatu yang aneh bahwa Yohanes tidak menceritakan pergumulan Yesus di taman Getsemani. Disamping itu, juga ada hal-hal lain yang tidak diceritakan oleh Yohanes, seperti:
a) 8 murid ditinggalkan, dan hanya 3 murid, yaitu Petrus, Yohanes dan Yakobus, yang ikut dengan Yesus, dan 3 murid inipun lalu ditinggalkan, dan Ia sendirian bergumul dalam doa.
b) Tidurnya ketiga murid, padahal mereka disuruh berdoa.
c) Ciuman Yudas Iskariot.
d) Penyembuhan telinga dari hamba yang dibacok oleh Petrus. Ini hanya diceritakan oleh Lukas.
Ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa Yohanes tidak menceritakan hal-hal itu, karena ia menganggap bahwa ketiga penulis Injil yang lain sudah menceritakan dengan cukup jelas. Ada juga yang beranggapan bahwa Yohanes tidak menceritakan hal-hal itu karena hal-hal itu tidak sesuai dengan penekanannya. Tetapi seorang penafsir dari Pulpit Commentary mempunyai pandangan yang unik tentang hal ini.
Pulpit Commentary: “There are depths and unique things in this Gospel which make it easily to be accounted for that some should reckon it the choicest of the Gospels. It has what the others have not; but when we compare the others with it, to look for their peculiar excellences, then we find how the others have what this Gospel lacks. One would have thought beforehand that John would have enlarged on the mysteries and sorrows of Gethsemane, but, strangely enough, he passes them over without a word. Here is one of the illustrations of how real a thing inspiration is, these Gospels being not written after the fashion of human books, though they came through human minds. If John had been asked why he omitted to enlarge on the Passion, he could hardly have told” (= Ada kedalaman dan hal-hal unik dalam Injil ini yang membuatnya dianggap sebagai Injil yang paling berharga. Injil ini mempunyai hal-hal yang tidak dimiliki oleh Injil-Injil yang lain; tetapi pada saat kita membandingkan Injil-Injil yang lain dengan Injil ini, untuk mencari keunggulan yang khas dari Injil-Injil yang lain itu, maka kita mendapatkan bahwa Injil-Injil yang lain itu mempunyai hal-hal yang tidak dimiliki oleh Injil ini. Seseorang akan menduga sebelumnya bahwa Yohanes akan membicarakan secara lebih lengkap tentang misteri dan kesedihan Getsemani, tetapi anehnya ia justru sama sekali tidak membicarakannya. Di sini ada suatu ilustrasi tentang betapa nyatanya pengilhaman itu, Injil-Injil ini tidak ditulis menurut cara / kebiasaan dari buku-buku manusia, sekalipun Injil-Injil itu datang melalui pikiran manusia. Seandainya Yohanes ditanya mengapa ia tidak membicarakan tentang saat-saat penderitaan Yesus sebelum penyaliban / sesudah Perjamuan terakhir, ia tidak akan bisa menjawab) - hal 412-413.
Jadi, pimpinan Roh Kuduslah yang membuat Yohanes tidak menceritakan hal-hal yang diceritakan oleh ketiga Injil yang lain.
Yohanes 18: 2: “Yudas, yang mengkhianati Yesus, tahu juga tempat itu, karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-muridNya”.
1) “Yudas, yang mengkhianati Yesus”.
John G. Mitchell: “Judas had accompanied the Saviour for over three years as one chosen for ministry by the Lord Himself. ... Is it possible for a person to live three years with the Saviour, and then, because of a few shekels, betray the holy Son of God? Is it possible that a person can go to church and hear the truth of the Word of God and see the Son of God exalted week by week, but eventually be lost? My friend, it is very possible to start in the beginner’s department and go through the whole Sunday School, and live your life in the midst of the things of God, and yet not know Him. Judas never knew the Son of God in a vital relationship” (= Yudas telah menyertai sang Juruselamat selama lebih dari 3 tahun sebagai seorang yang dipilih untuk pelayanan oleh Tuhan sendiri. ... Apakah mungkin bagi seseorang untuk hidup selama 3 tahun dengan sang Juruselamat, dan lalu, karena beberapa syikal, mengkhianati Anak Allah yang kudus? Apakah mungkin bahwa seseorang bisa pergi ke gereja dan mendengar kebenaran Firman Allah dan melihat Anak Allah ditinggikan dari minggu ke minggu, tetapi akhirnya terhilang? Temanku, adalah sangat memungkinkan untuk mulai dalam departemen pemula dan melalui seluruh Sekolah Minggu, dan hidup di tengah-tengah perkara-perkara Allah, tetapi tidak mengenal Dia. Yudas tidak pernah mengenal Anak Allah dalam suatu hubungan yang hidup) - hal 352.
George Hutcheson: “Christ may be persecuted by men who have been very eminent in his service, even by one of his twelve apostles, as Judas was, and by them who in their office were types of himself, such as the chief priests were. And this should prevent our stumbling at the defection of such” (= Kristus bisa dianiaya oleh orang-orang yang sangat menonjol / terkenal dalam pelayanan, bahkan oleh salah satu dari 12 rasul, seperti Yudas, dan oleh mereka yang dalam jabatannya adalah type dari Kristus sendiri, seperti imam-imam kepala. Dan ini harus menjaga supaya kita tidak tersandung pada kesalahan dari orang-orang seperti itu) - hal 373.
George Hutcheson: “and by this all are warned that were they never so eminent, or had stood never so long, yet they ought to take heed of an entertained idol lest that draw them in the snare, as these priests were by their credit, and Judas by his love to the world” (= dan oleh ini semua orang diperingatkan bahwa betapapun menonjolnya / terkenalnya mereka, atau betapapun lamanya mereka berdiri, mereka tetap harus berhati-hati terhadap berhala yang menyenangkan supaya jangan hal itu membawa mereka kepada jerat, seperti imam-imam ini jatuh oleh kebanggaan mereka, dan Yudas oleh cintanya kepada dunia) - hal 373.
John Henry Jowett: “Our Master was betrayed by a disciple, ‘one of the twelve.’ The blow came from one of ‘His own household.’ ... The devil would rather gain one belonging to the inner circle than a thousand who stand confessed as the friends of the world” (= Tuan kita dikhianati oleh seorang murid, ‘seorang dari 12 murid’. Pukulan datang dari salah seorang dari ‘rumah tangganya sendiri’. ... Setan lebih senang mendapatkan satu orang dari lingkaran dalam dari pada 1000 orang yang mengaku sebagai sahabat dari dunia) - ‘Spring of the Living Water’, March 23.
Penerapan: karena itu kalau saudara sudah adalah orang kristen, lebih-lebih orang kristen yang aktif dalam gereja, saudara harus lebih waspada. Setan jauh lebih senang menjatuhkan saudara dari pada menjatuhkan 1000 orang dunia! Apakah saudara waspada dalam menjaga diri saudara, misalnya dalam saat teduh / kehidupan doa, dalam belajar firman Tuhan, dalam pengudusan, dsb?
Yudas mengkhianati Yesus demi uang (Mat 26:14-16).
John Henry Jowett: “And this ‘dark betrayal’ was for money! The Lord of Glory was bartered for thirty pieces of silver! And the difference between Judas and many men is that they often sell their Lord for less! From the power of Mammon, and from the blindness which falls upon his victims, good Lord, deliver me!” [= Dan ‘pengkhianatan gelap’ ini adalah demi uang! Tuhan Kemuliaan ditukar dengan 30 keping perak! Dan perbedaan antara Yudas dan banyak orang adalah bahwa mereka sering menjual Tuhan mereka dengan harga kurang dari itu / harga yang lebih murah! Tuhan yang baik, selamatkanlah / lepaskanlah aku dari kuasa Mammon / dewa uang, dan dari kebutaan yang menimpa korban-korbannya!] - ‘Spring of the Living Water’, March 23.
Penerapan:
kalau saudara rela membolos dari kebaktian / Pemahaman Alkitab / pelayanan demi suatu kesempatan untuk mendapat uang, apalagi kalau saudara berani melakukan suatu dosa (berdusta, bekerja pada hari Sabat, dsb) demi uang, bukankah saudara sudah menjual Kristus, sama seperti yang Yudas lakukan?
kalau saudara rela berdusta sekedar supaya bisa mengeluarkan uang lebih sedikit, misalnya dengan mengaku bahwa anak saudara usianya lebih muda dari yang seharusnya supaya mendapatkan discount, maka bukankah saudara sudah menjual Kristus, sama seperti yang Yudas lakukan?
2) “Yudas, ... tahu juga tempat itu”.
a) Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus pergi ke tempat itu bukan untuk bersembunyi.
Pulpit Commentary mengatakan (hal 380) bahwa ada orang yang bernama Celsus yang mengatakan bahwa Yesus pergi ke taman itu untuk bersembunyi. Tetapi rasul Yohanes mengatakan bahwa Yudas Iskariot juga tahu tentang tempat itu, dan karena itu, kalau Yesus memang mau melarikan diri, maka Ia tidak mungkin pergi ke tempat yang diketahui Yudas ini. Jadi, jelas bahwa Yesus pergi ke situ bukan untuk melarikan diri, tetapi sebaliknya, supaya Ia ditangkap.
b) Yudas Iskariot, yang akrab dengan Kristus, menjadi pengkhianat.
C. H. Spurgeon: “It does seem, to me, very dreadful that familiarity with Christ should have qualified this man to become a traitor; and it is still true that, sometimes, familiarity with religion may qualify men to become apostates” (= Bagi saya kelihatannya sangat menakutkan bahwa keakraban dengan Kristus menyebabkan orang ini memenuhi syarat untuk menjadi seorang pengkhianat; dan tetap merupakan sesuatu yang benar bahwa kadang-kadang keakraban dengan agama menyebabkan orang memenuhi syarat untuk menjadi orang yang murtad) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 97.
Spurgeon lalu memberikan contoh:
· saudara tahu banyak hal tentang pendeta / hamba Tuhan dan orang-orang kristen yang lain, dan saudara lalu menceritakan kejelekan-kejelekan mereka di mana-mana.
· saudara tahu tentang doktrin tentang kasih karunia, dan saudara lalu memutar-balikkannya sehingga menjadi sesuatu yang menggelikan dan sesat.
3) “karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-muridNya”.
Bandingkan dengan:
Luk 21:37 - “Pada siang hari Yesus mengajar di Bait Allah dan pada malam hari Ia keluar dan bermalam di gunung yang bernama Bukit Zaitun”.
Luk 22:39 - “Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-muridNya juga mengikuti Dia”.
Barnes’ Notes: “For what purpose he went there is not declared, but it is probable for the purpose of retirement and prayer. He had no home in the city, and he sought this place away from the bustle and confusion of the capital, for private communion with God. Every Christian should have some place - be it a grove, a room, or a garden - where he may be alone, and offer his devotions to God” (= Apa tujuannya Ia pergi ke sana tidak dinyatakan, tetapi mungkin tujuannya adalah untuk menyendiri dan berdoa. Ia tidak mempunyai rumah di kota, dan Ia mencari tempat ini yang jauh dari kesibukan dan kekacauan dari ibu kota, untuk suatu persekutuan pribadi dengan Allah. Setiap orang kristen harus mempunyai suatu tempat, apakah itu suatu hutan kecil, suatu kamar, atau suatu taman, di mana ia bisa sendirian, dan mempersembahkan baktinya kepada Allah) - hal 348-349.
Penerapan: apakah saudara mempunyai tempat khusus dimana saudara bisa berdoa dengan tenang tanpa gangguan?
Yohanes 18: 3: “Maka datanglah Yudas juga ke situ dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata”.
1) “Maka datanglah Yudas juga ke situ”.
George Hutcheson: “Wicked apostates and persecutors are not asleep in their design and actings, but are very vigilant and active when, it may be, Christ’s followers are asleep and careless; for in the dark night Judas cometh with his crew, and that at the time when Christ could not get his disciples kept awake, as it is recorded, Matt. 26:45-47.” [= Orang-orang murtad dan penganiaya-penganiaya yang jahat tidak tidur dalam perencanaan dan tindakan mereka, tetapi sangat waspada dan aktif, pada saat para pengikut Kristus tidur dan ceroboh; karena pada malam yang gelap itu Yudas datang dengan regunya, dan pada saat itu Kristus tidak bisa membujuk murid-muridNya untuk tetap terjaga, sebagaimana hal itu dicatat, Mat 26:45-47.] - hal 373-374
Penerapan: hal ini perlu saudara renungkan pada saat saudara sedang malas pelayanan, mementingkan kesenangan / hobby lebih dari pelayanan, membuang doa karena sudah mengantuk, dan sebagainya. Kalau orang-orang jahat dan sesat lebih aktif, rajin, dan bersemangat dari pada kita, yang mengaku sebagai orang-orang yang benar, maka bagaimana kita bisa berharap bahwa kebenaran akan tersebar dan menang?
2) “dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi”.
a) Tentang ‘penjaga-penjaga Bait Allah’, bandingkan dengan Yoh 7:32,45.
b) ‘Sepasukan prajurit’ menunjuk kepada tentara Romawi.
Kata ‘pasukan’ dalam bahasa Yunani adalah SPEIRA.
1. William Barclay berkata ini bisa mempunyai 3 kemungkinan arti:
· Ini menunjuk kepada ‘a Roman cohort’ (= suatu satuan tentara Romawi, yang terdiri dari 1/10 legion), dan 1 cohort terdiri dari 600 orang.
· Ini menunjuk kepada ‘a cohort of auxilliary soldiers’ (= satu cohort tentara pembantu), yang terdiri dari 1000 orang, yaitu 240 pasukan berkuda dan 760 pasukan berjalan kaki.
· kadang-kadang (agak jarang), ini menunjuk kepada ‘the detachment of men called a maniple which was made up of two hundred men’ [= suatu satuan pasukan khusus yang disebut maniple (= 1/3 cohort) yang terdiri dari 200 orang] - hal 222.
Kalaupun diambil yang terkecil, itu berarti mereka datang dengan 200 orang! Ini jumlah yang luar biasa untuk menangkap 1 orang!
2. Clarke mengatakan bahwa 1 SPEIRA = 1/40 legion, sedangkan 1 legion tidak tentu jumlahnya, sehingga tak bisa diketahui berapa jumlah orang dalam 1 SPEIRA.
3. Pulpit Commentary (Injil Yohanes, hal 380) mengatakan bahwa satu SPEIRA terdiri dari sekitar 200 orang atau sama dengan 1/3 cohort. Sedangkan 1 cohort sama dengan 1/6 legion.
Sekalipun tidak bisa dipastikan jumlah tentara yang ikut, dan sekalipun jelas jumlahnya cukup banyak, tetapi yang pasti tentara yang ikut hanyalah sepersekian dari 1 legion.
Sekarang mari kita bandingkan dengan kata-kata Yesus dalam Mat 26:53 - “Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?”. Kata ‘pasukan’ di sini menggunakan kata LEGION!
Pulpit Commentary (tentang Yoh 18:3): “a legion of angel for each one of the little group” (= satu legion malaikat untuk setiap orang dari grup kecil itu) - hal 380.
Itulah perbandingan kekuatan antara ‘musuh’ dan ‘kawan’ bagi orang kristen.
Bandingkan dengan:
¨ 2Raja 6:15-17 - “Ketika pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah bujangnya itu kepadanya: ‘Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?’ Jawabnya: ‘Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.’ Lalu berdoalah Elisa: ‘Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.’ Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa”.
¨ Maz 34:8 - “Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka”.
Padahal 1 malaikat dapat dengan mudah membunuh 185.000 tentara dalam satu malam (2Raja 19:35).
Karena itu dalam menghadapi banyak musuh, kita tidak perlu takut. Kalau Tuhan mau melindungi, Ia dengan mudah bisa melakukannya. Memang Tuhan tidak selalu mau menolong / melindungi, tetapi kalau Tuhan tidak mau menolong / melindungi kita, maka Ia pasti mempunyai rencana, dan itu pasti baik bagi kita.
c) Yudas Iskariot dari kelompok Kristen yang murtad, tentara dari Romawi, dan para penjaga Bait Allah, dari kelompok Yudaisme, sebetulnya bertentangan satu sama lain. Tetapi semua bisa bersatu menghadapi Kristus dan Kristen yang benar.
Ini seharusnya memotivasi kita untuk lebih bersatu, karena kalau tidak, kita tidak akan bisa menghadapi dunia!
3) “lengkap dengan lentera, suluh dan senjata”.
Tentara itu membawa lentera dan suluh, padahal Barclay (hal 223), dan juga penafsir-penafsir yang lain, berkata bahwa Paskah adalah masa bulan purnama sehingga sangat terang. Mereka tidak membutuhkan lentera dan suluh untuk mencari jalan, tetapi mereka mengira bahwa Yesus akan bersembunyi di pohon-pohon / semak-semak dsb, sehingga mereka membawa lentera dan suluh.
Mereka juga membawa senjata, mungkin karena mereka menduga bahwa murid-murid Yesus akan mengadakan perlawanan.
Yohanes 18: 4: “Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diriNya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: ‘Siapakah yang kamu cari?’”.
1) “Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diriNya”.
Pulpit Commentary: “he foresaw all the events of the Passion as occurring, not through the mere malice of men, but by the foreordination of God” (= Ia melihat lebih dulu semua peristiwa penderitaanNya sebagai terjadi bukan semata-mata melalui kejahatan manusia, tetapi oleh penentuan lebih dulu dari Allah) - hal 399.
2) “maju ke depan dan berkata kepada mereka: ‘Siapakah yang kamu cari?’”.
Leon Morris (NICNT): “As in the other Gospel it is the events surrounding the crucifixion and the resurrection that form the climax of the whole book. John has his own way of handling these events, a way which stresses the divine overruling. Thus his account of the arrest stresses Jesus’ complete mastery of the situation, and there are touches like the ‘It is finished’ of the dying Saviour which indicate plainly that the outcome was completely in God’s control. Here supremely we see the purpose of God worked out, and here supremely is the glory of Jesus displayed” (= Seperti dalam Injil yang lain, kejadian-kejadian di sekitar penyaliban dan kebangkitanlah yang membentuk klimax dari seluruh kitab. Yohanes mempunyai caranya sendiri untuk menangani kejadian-kejadian ini, suatu cara yang menekankan pemerintahan / penguasaan ilahi. Demikianlah ceritanya tentang penangkapan Yesus menekankan penguasaan sepenuhnya dari Yesus terhadap situasi, dan kata-kata ‘Sudah selesai’ dari Juruselamat yang hampir mati menunjukkan secara jelas bahwa hasilnya sepenuhnya ada dalam kontrol Allah. Di sini kita melihat dengan paling jelas pelaksanaan rencana Allah, dan di sini kemuliaan Yesus ditunjukkan secara paling jelas) - hal 739.
Yohanes 18: 5: “Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah Dia.’ Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka”.
1) Ciuman Yudas.
a) Ternyata ciuman Yudas, yang direncanakan untuk menunjukkan Yesus kepada para tentara Romawi, tidak dibutuhkan.
Pulpit Commentary: “Judas’s kiss was unnecessary; Jesus introduced himself” (= Ciuman Yudas tidak diperlukan; Yesus memperkenalkan dirinya sendiri) - hal 412.
b) Ciuman Yudas memang tetap dilakukan, tetapi Yohanes tidak mencatatnya, dan kita tidak tahu persis, di titik mana dalam cerita ini, hal itu terjadi. Mungkin setelah kata-kata ‘Akulah Dia’ dalam ay 5 ini.
c) Komentar tentang pengkhianatan dan ciuman Yudas.
John Henry Jowett: “our Master was betrayed in the garden of prayer. In the most hallowed place the betrayer gave the most unholy kiss. He brought his defilement into the most awe-inspiring sanctuary the world has ever known. And so may it be with me. I can kindle the unclean fire in the church. I can stab my Lord when I am on my knees. While I am in apparent devotion I can be in league with the powers of darkness” (= Tuan kita dikhianati di taman doa. Di tempat yang paling kudus si pengkhianat memberikan ciuman yang paling tidak kudus. Ia membawa pengotoran / pencemaran ke dalam tempat kudus yang paling membangkitkan rasa hormat yang dikenal oleh dunia. Dan hal yang sama bisa terjadi dengan saya. Saya bisa menyalakan api yang najis dalam gereja. Saya bisa menikam Tuhan saya pada waktu saya sedang berlutut / berdoa. Pada waktu kelihatannya saya sedang beribadah saya bisa sedang bersekutu dengan kuasa kegelapan) - ‘Spring of the Living Water’, March 23
2) Jawaban Yesus ‘Akulah Dia’ ini, lagi-lagi menunjukkan pengontrolan situasi oleh Yesus; Ia bukan ditangkap, tetapi sengaja menyerahkan diri.
Leon Morris (NICNT): “John omits any reference to the kiss of Judas (Matt. 26:49; Mark 14:45; Luke 22:47), which would have taken place at this juncture. He is not concerned to tell us everything that happened, but rather to show Jesus’ complete control of the situation. The Lord knows all the things that are coming upon Him, and in the light of this knowledge goes out to meet the soldiers. He is not ‘arrested’ at all. He has the initiative and He gives Himself up. First He asks whom they are seeking. When they say, ‘Jesus of Nazareth’, He replies, ‘I am’, which may well mean ‘I am Jesus of Nazareth’. But the answer is in the style of deity (see on 8:58). This must have been a most unexpected move on His part. The soldiers had come out secretly to arrest a fleeing peasant. In the gloom they find themselves confronted by a commanding figure, who so far from running away comes out to meet them and speaks to them in the very language of deity” [= Yohanes menghapus ciuman Yudas (Mat 26:49; Mark 14:45; Luk 22:47), yang seharusnya terjadi waktu ini. Ia tidak berminat untuk menceritakan kepada kita segala sesuatu yang terjadi, tetapi menunjukkan pengontrolan Yesus sepenuhnya atas situasi itu. Tuhan tahu segala sesuatu yang mendatangiNya, dan dalam terang pengetahuan ini Ia keluar untuk menemui tentara-tentara itu. Ia sama sekali tidak ‘ditangkap’. Ia yang melakukan inisiatif dan Ia menyerahkan diriNya sendiri. Pertama-tama Ia bertanya siapa yang sedang mereka cari. Ketika mereka berkata: ‘Yesus dari Nazaret’, Ia menjawab: ‘Akulah Dia / Aku adalah’, yang bisa berarti ‘Aku adalah Yesus dari Nazaret’. Tetapi jawaban ini ada dalam gaya ilahi (lihat tentang 8:58). Ini pasti merupakan gerakan yang paling tidak terduga dari Dia. Tentara-tentara datang secara diam-diam untuk menangkap orang rendahan yang lari. Dalam kegelapan mereka menemukan diri mereka sendiri dihadapkan pada seseorang yang memerintah, yang bukannya melarikan diri tetapi datang menemui mereka dan berbicara kepada mereka dalam bahasa ilahi] - hal 743.
Catatan: tentang ‘bahasa ilahi’ lihat penjelasan di bawah.
3) ‘Akulah Dia’.
Perlu diketahui bahwa kata-kata yang diterjemahkan ‘Akulah Dia’ (KJV/RSV/ NIV/NASB: ‘I am he’), dalam bahasa Yunani adalah EGO EIMI [= I am (= Aku adalah)]. Ini disebut sebagai ‘bahasa ilahi’ karena dihubungkan dengan kata-kata ‘Aku adalah Aku’ dalam Kel 3:14a, dan ‘Akulah Aku’ [NIV: ‘I AM’ (= Aku adalah)] dalam Kel 3:14b.
Tasker (Tyndale): “The Greek EGO EIMI rendered ‘I am he’ might well suggest divinity to those familiar with the Greek Bible, for it is the rendering in the LXX for the sacred name of God (see Ex. 3:14)” [= Kata Yunani EGO EIMI yang diterjemahkan ‘Akulah Dia’ memang mungkin secara tak langsung menunjukkan keilahian bagi mereka yang akrab dengan Alkitab Yunani, karena itu merupakan terjemahan dalam LXX / Septuaginta untuk nama yang kudus dari Allah (lihat Kel 3:14)] - hal 196.
Saya berpendapat bahwa para tentara itu, yang adalah tentara Romawi, memang tidak mungkin mengerti ‘bahasa ilahi’ itu, karena mereka tidak pernah mengetahui Perjanjian Lama, tetapi mereka pasti bisa merasakan kewibawaan dari Yesus.
Yohanes 18: 6: “Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke tanah”.
1) Ini mujijat atau bukan?
Saya heran bahwa ada banyak penafsir yang tidak bisa memastikan apakah jatuhnya para prajurit ini suatu mujijat atau bukan.
Leon Morris mengatakan (hal 734-744) bahwa:
· adalah mungkin bahwa terjatuhnya mereka disebabkan karena Yesus mengatakan ‘Akulah Dia’ sambil maju ke depan, dan ini mengagetkan mereka yang ada di depan sehingga mereka mundur, lalu menabrak orang-orang yang di belakang mereka sehingga jatuh.
· ada yang menganggap mustahil bahwa para prajurit itu mundur dan jatuh, dan mereka lalu mengubah kata ‘mereka’ menjadi ‘dia’ yang menunjuk hanya kepada Yudas Iskariot. Tetapi problem dari pandangan ini adalah bahwa tidak ada manuscripts yang mendukung hal tersebut.
Albert Barnes (hal 349) bahkan yakin bahwa:
¨ jatuhnya mereka bukan karena mujijat, karena tidak ada buktinya.
¨ kalau ini dianggap sebagai mujijat, maka itu akan mengurangi keagungan dari suasana / adegan tersebut.
Tanggapan saya terhadap kata-kata Barnes ini:
* Bukti apa yang ia inginkan? Pada waktu terjadi suatu mujijat, Kitab Suci seringkali hanya menceritakan kejadiannya, tetapi tidak menyebutkan secara explicit bahwa itu adalah mujijat. Misalnya: Mat 4:23-24 Mat 8:14-17 dan sebagainya.
* apa sebabnya kalau ini adalah mujijat, maka itu akan mengurangi keagungan dari suasana / adegan tersebut?
Saya sendiri yakin bahwa itu adalah suatu mujijat
2) Sekalipun saya percaya bahwa mereka jatuh karena mujijat / demonstrasi kuasa Tuhan, tetapi saya menentang menggunaan text ini sebagai dasar dari praktek ‘nggeblak’ dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik! Mengapa?
a) Karena orang-orang ini adalah orang kafir; dan ini berbeda dengan praktek ‘nggeblak’ yang katanya terjadi pada diri anak-anak Tuhan.
b) Karena ayat ini tidak berhubungan dengan penerimaan Roh Kudus ataupun kepenuhan Roh Kudus; dan ini berbeda dengan praktek ‘nggeblak’ jaman ini yang katanya berhubungan dengan penerimaan / kepenuhan Roh Kudus.
c) Karena tidak dikatakan bahwa mereka pingsan / kehilangan kesadaran mereka, tetapi hanya ‘jatuh ke tanah’! Juga kelihatannya mereka langsung bangun lagi. Ini berbeda dengan praktek ‘nggeblak’ dimana orangnya bisa pingsan / kehilangan kesadaran untuk waktu yang cukup lama.
3) Ini menunjukkan betapa tak berdayanya para musuh Yesus terhadapNya seandainya Ia mau melawan, sekaligus menunjukkan kerelaanNya / persetujuanNya untuk ditangkap dan dibunuh.
Pulpit Commentary: “In some royal emphasis of tone he said, ‘I am (he),’ and the same kind of effect followed as on various occasions had proved how powerless, without his permission, the machinations of his foes really were” [= Dengan penekanan nada yang megah Ia berkata: ‘Aku adalah (Dia)’, dan jenis akibat yang sama terjadi seperti pada bermacam-macam peristiwa telah terbukti betapa tak berdayanya, tanpa ijinNya, persekongkolan dari musuh-musuhNya] - hal 381.
Clarke mengatakan (hal 642) bahwa Yesus menunjukkan kuasaNya, supaya mereka tahu bahwa mereka tidak akan bisa menangkapNya seandainya Ia memutuskan untuk melawan.
George Hutcheson: “before he is taken, he causeth them to go backward and fall to the ground, to testify that they could not have taken him unless he had consented to it” (= sebelum Ia ditangkap / dibawa, Ia menyebabkan mereka mundur dan jatuh ke tanah, untuk menunjukkan bahwa mereka tidak bisa menangkapNya kecuali Ia menyetujuinya) - hal 375.
C. H. Spurgeon: “One word threw them to the ground; another word would have hurled them into the arms of death; but our Saviour would not speak the word which might have saved himself, for he came to save others, not himself” (= Satu kata melemparkan mereka ke tanah; satu kata yang lain akan melemparkan mereka ke dalam lengan / pelukan dari maut; tetapi Juruselamat kita tidak mau mengucapkan kata yang bisa menyelamatkan diriNya sendiri, karena Ia datang untuk menyelamatkan orang lain, bukan diriNya sendiri) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 156.
C. H. Spurgeon: “Here was a display in some measure of Christ’s divine power. These men would have fallen into the grave, and into hell itself, if Jesus had put forth the full force of his strength. He only spake a word, and down they fell; they had no power whatever against him. Beloved, take comfort from this miracle. When the enemies and foes of Christ come against him, he can easily overthrow them. ... Wherefore, take heart, and be not dismayed even in the darkest hour” (= Di sini ada suatu pertunjukan / demonstrasi dari sebagian dari kuasa ilahi Kristus. Orang-orang ini akan terjatuh ke dalam kubur, dan ke dalam neraka, seandainya Yesus mengeluarkan seluruh kekuatan tenagaNya. Ia hanya mengatakan satu kata dan mereka jatuh ke tanah; mereka tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Dia. Saudara yang kekasih, dapatkanlah penghiburan dari mujijat ini. Pada waktu musuh-musuh Kristus datang menentangNya, Ia bisa dengan mudah merobohkan mereka. ... Karena itu, kuatkanlah hatimu, dan jangan cemas / takut / kecil hati bahkan pada saat yang paling gelap) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 163.
4) Kalau pada masa perendahanNya Ia berkata ‘Aku adalah (Dia)’, dan para musuhNya itu jatuh ke tanah, apa yang akan terjadi dengan mereka pada saat Ia datang kembali dengan segala kemuliaanNya?
Calvin: “We may infer from this how dreadful and alarming to the wicked the voice of Christ will be, when he shall ascend his throne to judge the world. At that time he stood as a lamb ready to be sacrificed; his majesty, so far as outward appearance was concerned, was utterly gone; and yet when he utters but a single word, his armed and courageous enemies fall down. And what was the word? He thunders no fearful excommunication against them, but only replies, It is I. What then will be the result, when he shall come, not to be judged by a man, but to be the Judge of the living and the dead; not in that mean and despicable appearance, but shining in heavenly glory, and accompanied by his angels?” (= Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan betapa mengerikan dan menakutkan bagi orang jahat suara Kristus nanti, pada waktu Ia naik ke atas tahta untuk menghakimi dunia. Pada saat itu (pada saat Ia ditangkap) Ia berdiri sebagai Domba yang siap untuk dikorbankan, dan keagunganNya, sejauh kita melihatnya secara lahiriah / dari luar, sama sekali hilang. Sekalipun demikian, pada saat Ia mengucapkan sepatah kata, musuh-musuhNya yang bersenjata dan berani itu jatuh ke tanah. Dan apa kata yang Ia ucapkan? Ia tidak mengguntur dengan suatu pengucilan yang menakutkan terhadap mereka, tetapi hanya menjawab: ‘Akulah Dia’. Apa yang akan terjadi, pada saat Ia datang nanti, bukan untuk dihakimi oleh manusia, tetapi untuk menjadi Hakim bagi orang yang hidup dan orang yang mati; bukan dalam penampilan yang buruk dan hina, tetapi bersinar dalam kemuliaan surgawi, dan diiringi malaikat-malaikatNya?) - hal 192.
Bandingkan dengan:
Yes 11:4 - “Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik”.
2Tes 2:8 - “pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulutNya dan akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali”.
C. H. Spurgeon: “When in His humiliation he did but say to the soldiers, ‘I am He,’ they fell backward; what will be the terror of His enemies when He shall more fully reveal Himself as the ‘I am?’” (= Jika dalam perendahanNya Ia hanya berkata kepada tentara-tentara itu ‘Akulah Dia’ dan mereka rebah ke belakang; bagaimana ketakutan dari musuh-musuhNya pada waktu Ia akan menyatakan diriNya sendiri secara lebih penuh sebagai ‘Aku adalah’?) - ‘Morning and Evening’, October 15, morning.
George Hutcheson: “The word of Christ, how contemptible soever it seem to be, is full of majesty, and accompanied with divine power, and terror to his enemies, when he pleaseth to let it out; ... And if his lamb’s voice was so terrible, how dreadful will he be when he roars as a lion? and if that sweet word, ‘I am he,’ which comforted the disciples, John 6:20, be their terror, how terrible will it be when he speaks to them as they deserve?” (= Perkataan Kristus, betapapun remehnya kelihatannya, adalah penuh dengan keagungan, dan disertai dengan kuasa ilahi, dan rasa takut pada musuh-musuhNya, pada waktu Ia berkenan mengeluarkannya; ... Dan jika suara anak dombaNya begitu mengerikan, bagaimana menakutkannya suaraNya nanti pada waktu Ia meraung sebagai seekor singa? dan jika kata-kata yang manis, ‘Akulah Dia’, yang menghibur murid-muridNya, Yoh 6:20, menakutkan bagi mereka, bagaimana mengerikan kata-kataNya pada waktu Ia berbicara sesuai dengan yang layak mereka dapatkan?) - hal 375.
Catatan: ia menggambarkan Yesus sebagai ‘singa’ karena Wah 5:5 menyebut Yesus sebagai ‘singa Yehuda’.
Yohanes 18: 7-8: “(7) Maka Ia bertanya pula: ‘Siapakah yang kamu cari?’ Kata mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ (8) Jawab Yesus: ‘Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.’”.
1) Kelihatannya mereka langsung bangun dari kejatuhan mereka, tetapi mereka tidak bertobat.
Matthew Poole: “They fell down, but they rose up again, and go on in their wicked purpose. This is the genius of all sinners; they may be under some conviction and terrors, but they get out of them, if God doth not concur by his Spirit, and sanctify them as means to make a thorough change in their hearts” (= Mereka jatuh, tetapi mereka bangun lagi, dan melanjutkan tujuan jahat mereka. Ini adalah keluar-biasaan dari semua orang berdosa; mereka bisa merasakan keyakinan dan rasa takut tertentu, tetapi mereka keluar dari hal-hal itu, jika Allah tidak membarengi dengan RohNya, dan menguduskan mereka sebagai cara untuk membuat perubahan menyeluruh dalam hati mereka) - hal 372.
Memang, sekedar suatu mujijat / penglihatan yang menakutkan, tidak akan mempertobatkan seseorang, kecuali Allah membarenginya dengan bekerja di dalam diri orang itu dan mempertobatkannya. Bandingkan dengan Firaun dalam kitab Keluaran, yang mengalami banyak mujijat dan hal-hal yang menakutkan, tetapi tetap tidak bertobat.
2) Kalau dalam ay 5 mereka berkata ‘Yesus dari Nazaret’, dan bukannya berkata ‘Engkau’, itu mungkin disebabkan karena mereka tidak tahu yang mana adalah Yesus, yang harus mereka tangkap. Tetapi kalau setelah Yesus menyatakan diriNya dalam ay 6, dan dalam ay 7 ini mereka mengucapkan hal yang sama, dan bukannya berkata ‘Engkau!’, itu jelas menunjukkan bahwa mereka takut.
3) Mengapa Yesus mengulang sampai 2 x?
Kristus mengucapkan ay 7-8 ini supaya hanya Ia yang ditangkap dan semua muridNya bebas (ay 8b: ‘Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi’). Ini ditujukan untuk melindungi domba-dombaNya (ay 9).
Selama 3 ½ tahun Yesus menjaga mereka, dan sekarang, pada saat mau matipun Ia tetap memikirkan mereka dan menjaga mereka (bdk. Yoh 13:1). Ini perlu ditiru oleh para hamba Tuhan dan guru-guru Sekolah Minggu.
Leon Morris (NICNT): “The Good Shepherd takes thought for His sheep at the very hour in which He goes forth to arrest, trial and death. It may be that this is behind His request for them to repeat that it is ‘Jesus of Nazareth’ for whom they are looking. Out of their own mouth, in a twice-repeated statement, He leads them to declare in effect that their business is not with the disciples” (= Gembala yang baik memikirkan domba-dombaNya pada saat Ia menuju pada penangkapan, pengadilan dan kematian. Mungkin hal ini ada di belakang permintaanNya bagi mereka untuk mengulang bahwa adalah ‘Yesus dari Nazaret’ yang sedang mereka cari. Dari mulut mereka sendiri, dalam pernyataan yang diulang dua kali, Ia sebenarnya mengarahkan mereka untuk menyatakan bahwa urusan mereka bukanlah dengan murid-murid) - hal 744.
Pulpit Commentary: “He thus compels them to limit their design, and to single himself out for the malice and devilish plot of their masters” (= Dengan demikian Ia memaksa mereka untuk membatasi tujuan / rencana mereka, dan mengkhususkan diriNya sendiri untuk kejahatan dan rencana jahat dari para tuan mereka) - hal 382.
Penerapan: Kita harus meniru Kristus dalam persoalan ini, yaitu dalam penderitaan apapun tetap memikirkan orang lain!
4) Kata-kata dalam ay 8 itu lebih merupakan suatu perintah / kata-kata yang berotoritas dari pada kata-kata yang bersifat memohon. Dan apa yang terjadi sebelumnya, yaitu jatuhnya mereka ke tanah, menyebabkan mereka tidak akan berani menentang kata-kata Yesus dalam ay 8 ini.
5) C. H. Spurgeon mengatakan bahwa ada hikmat dalam kata-kata ‘biarkanlah mereka ini pergi’ ini, karena mereka belum siap untuk mengalami penderitaan seperti itu. Dan seandainya mereka sudah siap untuk menderita, tetap pada saat itu Yesus tidak akan mengijinkan mereka untuk menderita dan mati bersamaNya, karena kalau demikian, orang mungkin akan mengira bahwa penebusan dosa manusia dilakukan oleh Yesus dan murid-muridNya. Supaya tidak ada yang beranggapan bahwa Ia mempunyai penolong dalam penebusan dosa manusia itu, maka Kristus tidak membiarkan siapapun mati bersamaNya kecuali 2 orang perampok / pencuri (‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 157).
6) Mengapa Yesus hanya mengulang 2 x dan bukannya 3 x, seperti dalam Yoh 21:15-17?
Thomas Whitelaw: “Bengel thinks that if Christ had repeated His declaration a third time they would not have taken Him” (= Bengel beranggapan bahwa seandainya Kristus mengulangi pernyataanNya untuk ketigakalinya mereka tidak akan menangkap Dia) - hal 371.
Sekalipun ini hanya dugaan, tetapi itu memang memungkinkan. Kata-kata yang berwibawa, dan kejatuhan mereka, sudah membuat mereka sangat takut. Kalau diulang untuk ketigakalinya, mungkin akan membuat mereka menjadi terlalu takut untuk menangkap Yesus.
7) C. H. Spurgeon mengatakan bahwa kata-kata Yesus dalam ay 8 ini menggambarkan apa yang Ia katakan kepada ‘Keadilan’. Di hadapan takhta Allah, ‘Keadilan’ menghunus pedangnya dan mencari orang-orang berdosa, dan melemparkan mereka ke neraka. Pada waktu ‘Keadilan’ itu bertemu dengan orang-orang pilihan, ia berkata: ‘Ini adalah orang-orang berdosa, aku akan menikam mereka dengan pedangku, mereka harus binasa’. Tetapi pada saat itu Yesus lalu maju dan berkata: ‘Mereka bukan orang-orang berdosa, dahulu mereka adalah orang-orang berdosa, tetapi sekarang mereka adalah orang-orang benar, yang memakai jubah kebenaranKu. Jika engkau mencari orang berdosa, ini Aku’. Tetapi ‘Keadilan’ berkata: ‘Apa? Apakah Engkau adalah orang berdosa?’. Yesus menjawab: ‘Tidak, Aku bukan orang berdosa, tetapi Aku adalah pengganti dari orang berdosa. Semua kesalahan orang-orang itu diperhitungkan kepadaKu, dan semua kebenaranKu diperhitungkan kepada mereka. Aku, sang Juruselamat, adalah pengganti mereka, ambillah Aku’. Dan ‘Keadilan’ menerima penggantian tersebut, ia mengambil sang Juruselamat, dan menyalibkanNya pada kayu salib (‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 159).
Yohanes 18: 9: “Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakanNya: ‘Dari mereka yang Engkau serahkan kepadaKu, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa.’”.
1) Jadi jelas bahwa tujuan dari semua ini adalah keselamatan dari para murid, atau, supaya para murid tidak binasa / kehilangan keselamatan mereka.
Apa yang Yesus lakukan ini menunjukkan bahwa keadaan kritis apapun tidak bisa menghancurkan keselamatan kita! Bdk. Roma 8:35,38-39 - “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? ... Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.
Calvin: “Whenever, therefore, either wicked men or devils make an attack upon us, let us not doubt that this good Shepherd is ready to aid us in the same manner” (= Karena itu, kapanpun orang jahat atau setan menyerang kita, janganlah kita meragukan bahwa Gembala yang baik ini siap menolong kita dengan cara yang sama) - hal 193.
John G. Mitchell: “Observe the Lord’s concern for His own here. My Christian friend, weak though you may be, remember you are always the object of His care, of His love, of His devotion” (= Perhatikan perhatian Tuhan untuk milikNya di sini. Teman Kristenku, sekalipun engkau lemah, ingatlah bahwa engkau selalu merupakan obyek dari perhatian / pemeliharaanNya, kasihNya dan pembaktianNya) - hal 352.
2) “Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakanNya: ‘Dari mereka yang Engkau serahkan kepadaKu, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa.’”.
a) Kata-kata Yesus setara dengan Kitab Suci, dan pasti tergenapi.
Leon Morris (NICNT): “John adds an interesting expression. It is common to find it said that such and such a thing happened ‘in order that the scripture might be fulfilled’. Here it is ‘that the word might be fulfilled which he spake’. To John it was inconceivable that a word of Jesus would fail of fulfilment. It is put into the same category as Scripture” (= Yohanes menambahkan suatu pernyataan yang menarik. Merupakan sesuatu yang umum untuk menemukan Injil Yohanes mengatakan bahwa hal-hal tertentu terjadi ‘supaya Kitab Suci digenapi’. Di sini dikatakan ‘supaya firman yang dikatakanNya digenapi’. Bagi Yohanes adalah tak terbayangkan bahwa suatu firman / perkataan yang diucapkan Yesus tidak digenapi. Itu diletakkan dalam kategori yang sama seperti Kitab Suci) - hal 744.
b) Firman yang dimaksudkan adalah:
· Yoh 6:39 - “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikanNya kepadaKu jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman”.
· Yoh 10:28 - “dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu”.
· Yoh 17:12 - “Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”.
c) Problem dengan ay 9 ini.
Keselamatan / kebinasaan yang dibicarakan dalam ay 9 ini adalah keselamatan / kebinasaan jasmani (para murid tidak ditangkap / dibunuh bersama Yesus), tetapi kata-kata Yesus dalam Yoh 6:39 10:28 17:12 itu jelas merupakan keselamatan / kebinasaan rohani. Bukankah tidak cocok? Bagaimana penjelasannya?
Calvin mengatakan bahwa sekalipun ay 9 ini berbicara tentang keselamatan jasmani dari para murid, tetapi keselamatan jasmani itu berhubungan dengan keselamatan rohani mereka. Mengapa? Karena kerohanian mereka masih lemah (belum mempunyai Roh Kudus, yang baru dicurahkan pada hari Pentakosta - Kis 2:1-4), sehingga kalau mereka ditangkap / disiksa, itu mungkin merupakan pencobaan yang terlalu berat bagi mereka, dan akan merugikan kerohanian mereka. Jadi penjagaan secara jasmani pada saat itu, sekaligus merupakan penjagaan secara rohani.
Calvin: “This passage appears to be inappropriately quoted, as it relates to their souls rather than to their bodies; for Christ did not keep the apostles safe to the last, but this he accomplished, that, amidst incessant dangers, and even in the midst of death, still their eternal salvation was secured. I reply, the Evangelist does not speak merely of their bodily life, but rather means that Christ, sparing them for a time, made provision for their eternal salvation. Let us consider how great their weakness was; what do we think they would have done, if they had been brought to the test? While therefore, Christ did not choose that they should be tried beyond the strength which he had given to them, he rescued them from eternal destruction. ... And, indeed, we see how he continually bears with our weakness, when he puts himself forward to repel so many attacks of Satan and wicked men, because he sees that we are not yet able or prepared for them. In short, he never brings his people into the field of battle till they have been fully trained, so that even in perishing they do not perish, because there is gain provided for them both in death and in life” [= Bagian ini kelihatannya dikutip secara tidak tepat, karena bagian itu berhubungan dengan jiwa mereka dan bukannya dengan tubuh mereka; karena Kristus tidak menjaga rasul-rasul itu aman (secara jasmani) sampai akhir (maksudnya: mereka akhirnya toh mati), tetapi ini yang Ia kerjakan, yaitu bahwa di tengah-tengah bahaya yang tidak henti-hentinya, dan bahkan di tengah-tengah kematian, keselamatan kekal mereka tetap terjamin / aman. Saya menjawab, sang Penginjil (rasul Yohanes) tidak berbicara semata-mata untuk kehidupan jasmani mereka, tetapi memaksudkan bahwa Kristus, dengan menyelamatkan mereka untuk sementara waktu, membuat persiapan untuk keselamatan kekal mereka. Marilah kita mempertimbangkan betapa besarnya kelemahan mereka pada saat itu; apa yang kita pikir akan terjadi, jika mereka dibawa kepada ujian? Karena itu, pada waktu Kristus memilih bahwa mereka tidak dicobai / diuji melampaui kekuatan yang telah diberikan kepada mereka, Ia menyelamatkan mereka dari penghancuran kekal. ... Dan memang, kita melihat betapa secara terus menerus Ia memikul / sabar terhadap kelemahan kita, pada waktu Ia mengajukan diriNya sendiri untuk menolak begitu banyak serangan Setan dan orang-orang jahat, karena Ia melihat bahwa kita belum mampu atau belum siap untuk hal-hal itu. Singkatnya, Ia tidak pernah membawa umatNya ke dalam medan pertempuran sampai mereka dilatih dengan sepenuhnya, sehingga bahkan dalam penghancuran mereka tidak hancur, karena ada keuntungan yang disediakan bagi mereka baik dalam mati maupun dalam hidup] - hal 193-194.
Leon Morris (NICNT): “Some object that the object of the saying as originally given was spiritual, but here it is physical. But an arrest of the disciples at this moment would have been a very severe test of faith and it might well have caused them great spiritual harm. It is unnecessary to see an opposition. To preserve them physically was to preserve them spiritually” (= Beberapa orang keberatan bahwa tujuan dari kata-kata itu pada waktu mula-mula diberikan adalah bersifat rohani, tetapi di sini tujuannya adalah bersifat fisik / jasmani. Tetapi penangkapan terhadap murid-murid pada saat ini akan merupakan ujian iman yang sangat berat, dan itu bisa menyebabkan kerugian / kerusakan rohani yang besar. Adalah tidak perlu untuk menganggap bahwa di sini terjadi pertentangan / kontradiksi. Memelihara mereka secara fisik berarti memelihara mereka secara rohani) - hal 744-745.
Yohanes 18: 10: “Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus”.
1) “Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar”.
a) Seorang penafsir mengatakan bahwa membawa pedang pada hari raya merupakan sesuatu yang dilarang.
A. T. Robertson: “It was unlawful to carry a weapon on a feast-day, but Peter had become alarmed at Christ’s words about his peril” (= Merupakan sesuatu yang melanggar hukum untuk membawa senjata pada hari raya, tetapi Petrus telah menjadi takut pada kata-kata Kristus tentang bahaya yang dihadapinya) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol V, hal 285.
Catatan: saya tidak tahu apakah larangan ini dari pihak Romawi atau tradisi, tetapi saya tidak pernah membaca bahwa Kitab Suci / Perjanjian Lama melarang hal itu.
b) Peristiwa ini menunjukkan keberanian Petrus.
Sekalipun tindakannya ini salah, tetapi dalam tindakan ini kita juga melihat suatu hal yang positif dalam diri Petrus yaitu keberaniannya untuk menghadapi ratusan tentara demi Kristus.
William Barclay: “Peter was soon to deny his master, but at that moment he was prepared to take on hundreds all alone for the sake of Christ. We may talk of the cowardice and the failure of Peter; but we must never forget the sublime courage of this moment” (= Petrus akan segera menyangkal Tuannya, tetapi pada saat itu ia siap untuk menghadapi ratusan orang sendirian demi Kristus. Kita boleh berbicara mengenai sikap pengecut dan kegagalan Petrus, tetapi kita tidak boleh melupakan keberaniannya yang luhur / agung pada saat ini) - hal 224.
c) Hendriksen mengatakan bahwa mungkin kata-kata Yesus yang merebah-kan para penangkapNya membuat Petrus menjadi berani sehingga lalu membacok dengan pedangnya.
d) Kesalahan / kesembronoan Petrus ini akhirnya membawanya ke dalam problem, yang mengakibatkan ia menyangkal Yesus.
Pulpit Commentary: “Peter had very likely made himself possessor of one of the two swords mentioned in Luke 22:38. Of course, this shows an utter misunderstanding of the meaning of Jesus in Luke 22:36. If we act on some wrong meaning of a word of Jesus, we shall suffer for the blunder, sooner or later. Peter got a weapon into his hands that, to a man of his rash, impetuous ways, was just the thing to bring him into trouble. Peter should have done the right thing at the right time. Jesus put him and others to watch and pray, to act as sentinels. The sentinels fell asleep at their posts, and reckless lunging with a sword could not mend matters afterwards. Notice, too, how the effects of this rash act were worst to the man who committed it. Here surely is the secret of the subsequent denials” (= Sangat mungkin bahwa Petrus adalah pemilik dari salah satu dari 2 pedang yang disebutkan dalam Luk 22:38. Tentu saja ini menunjukkan suatu kesalah-pahaman total tentang arti dari kata-kata Yesus dalam Luk 22:36. Jika kita bertindak berdasarkan arti yang salah dari perkataan Yesus, maka lambat atau cepat kita akan menderita karena kesalahan itu. Petrus mempunyai senjata di tangannya, dan bagi seseorang yang tergesa-gesa dan tidak sabar seperti dia, itu merupakan sesuatu yang membawanya ke dalam kesukaran. Petrus seharusnya melakukan hal yang benar pada saat yang benar. Yesus menyuruh dia dan yang lain untuk berjaga-jaga dan berdoa, bertindak sebagai pengawal / penjaga. Para pengawal / penjaga ini jatuh tertidur di pos penjagaan mereka, dan penyerangan secara nekad / sembrono dengan pedang tidak bisa memperbaiki keadaan. Perhatikan juga bagaimana akibat dari tindakan tergesa-gesa ini adalah yang terburuk bagi orang yang melakukannya. Di sini jelas terdapat rahasia dari penyangkalan yang terjadi secara berturut-turut) - hal 413.
Bdk. Yoh 18:26 - “Ia menyangkalnya, katanya: ‘Bukan.’ Kata seorang hamba Imam Besar, seorang keluarga dari hamba yang telinganya dipotong Petrus: ‘Bukankah engkau kulihat di taman itu bersama-sama dengan Dia?’”.
Catatan: tentang arti dari Luk 22:36-38, lihat di bawah dalam penjelasan dari ay 11.
2) “dan memutuskan telinga kanannya”.
Adam Clarke: “He probably designed to have cloven his scull in two, but God turned it aside, and only permitted the ear to be taken off; and this he would not have suffered, but only that he might have the opportunity of giving them a most striking proof of his Divinity in working an astonishing miracle on the occasion” (= Mungkin ia bermaksud untuk membelah tengkorak orang itu menjadi dua, tetapi Allah menyimpangkannya, dan hanya mengijinkan telinganya untuk diputuskan; dan ini dibiarkanNya terjadi supaya Ia bisa mendapatkan kesempatan untuk memberikan kepada mereka bukti yang menyolok dari keilahianNya dalam melakukan mujijat yang mengherankan pada peristiwa itu) - hal 642.
3) “Nama hamba itu Malkhus”.
Hutcheson mengatakan (hal 376) bahwa di sini nama orang yang dipotong telinganya itu disebutkan, untuk lebih meneguhkan kebenaran dari cerita sejarah ini.
Yohanes 18: 11: “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’”.
1) Ini merupakan teguran terhadap Petrus. Apa salahnya Petrus sehingga ia ditegur?
a) Tindakan Petrus bertentangan dengan rencana Allah tentang kematian Kristus untuk menebus dosa manusia.
Sebetulnya membela diri dalam keadaan terpaksa tidaklah salah, dan ini terbukti dari pembelaan diri dari orang-orang Yahudi pada jaman Ester (Ester 9). Tetapi dalam kasus penangkapan Kristus ini, Kristus memang harus ditangkap dan mati untuk dosa kita. Ini dinyatakan oleh Kristus dengan berkata bahwa Ia harus minum cawan yang diberikan oleh Bapa kepadaNya (ay 11b). Jadi di sini Petrus melakukan sesuatu yang bertentangan Rencana Allah, dan karena itu ia disalahkan.
Petrus belum belajar / mengerti dari kesalahannya dalam Mat 16:21-23, dimana ia ditegur Kristus dengan keras karena menghalangi Yesus untuk pergi ke Yerusalem dan mati di sana. Karena itu di sini ia melakukan kesalahan yang mirip dengan itu.
b) Tindakan Petrus ini bisa menyebabkan fitnahan yang ditujukan kepada Kristus kelihatannya benar.
Fitnahan / tuduhan terhadap Yesus banyak sekali, misalnya Ia difitnah / dituduh sebagai:
· penjahat (Yoh 18:30).
· menganggap diri sebagai raja (Yoh 18:33-35 19:12).
· penyesat bangsa Yahudi, melarang membayar pajak kepada Kaisar (Luk 23:2a).
Calvin: “Christ having already been more than enough hated by the world, this single deed might give plausibility to all the calumnies which his enemies falsely brought against him” [= Kristus telah lebih dari cukup dibenci oleh dunia, dan tindakan ini (tindakan Petrus memotong telinga) bisa membuat semua fitnahan yang dituduhkan secara salah kepadaNya oleh musuh-musuhNya menjadi kelihatan benar] - hal 195.
c) Yesus tidak memberi Petrus otoritas untuk melakukan hal itu.
Bdk. Luk 22:49-50 - “Ketika mereka, yang bersama-sama dengan Yesus, melihat apa yang akan terjadi, berkatalah mereka: ‘Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?’ Dan seorang dari mereka menyerang hamba Imam Besar sehingga putus telinga kanannya”.
Jadi mereka minta petunjuk Tuhan, tetapi sebelum Tuhan sempat memberi petunjuk, Petrus sudah menyerang dengan pedangnya.
Hutchseon mengatakan (hal 376) bahwa kita tidak bisa bertindak dengan benar kalau kita tidak mencari petunjuk Tuhan, atau kalau kita mencari petunjuk Tuhan tetapi tidak mau menunggu sampai Ia memberikan petunjuk tersebut.
Hutcheson menambahkan (hal 376) bahwa di sini Petrus ‘melakukan pelayanan’ di tempat dimana ia tidak dipanggil oleh Tuhan, dan ini adalah salah, sekalipun hal itu dilakukan dengan semangat dan kasih kepada Tuhan. Jadi, dari peristiwa ini terlihat bahwa seseorang bisa melakukan hal-hal yang kelihatannya menunjukkan semangat dan kasih terhadap Tuhan, tetapi tetap salah dan patut dicela. Misalnya: melayani di tempat yang sesuai dengan kehendaknya sendiri, menjadi hamba Tuhan tanpa panggilan dari Tuhan, dan sebagainya.
Dalam tafsirannya tentang Mat 26:51, Calvin berkata (hal 243-244) bahwa sekalipun kelihatan sepintas lalu Petrus melakukan sesuatu yang berani dengan melawan ratusan orang yang akan menangkap Yesus, tetapi karena ia melakukan lebih dari yang diperintahkan / diijinkan oleh panggilan Allah, maka tindakannya yang tergesa-gesa ini patut disalahkan. Calvin juga berkata bahwa ini mengajar kita bahwa supaya ketaatan kita bisa diterima oleh Allah maka kita harus bergantung pada kehendakNya, dan kita tidak boleh menggerakkan satu jaripun kecuali diperintahkan oleh Tuhan.
Catatan: saya kira bagian terakhir ini merupakan gaya bahasa hyperbole.
Calvin: “It was exceedingly thoughtless in Peter to attempt to prove his faith by his sword, while he could not do so by his tongue. When he is called to make confession, he denies his Master; and now, without his Master’s authority, he raises a tumult” (= Merupakan tindakan yang sangat ceroboh / tanpa dipikir dari Petrus untuk mencoba membuktikan imannya dengan pedangnya, padahal ia tidak bisa membuktikan imannya dengan lidahnya. Pada waktu ia dipanggil untuk membuat pengakuan, ia menyangkal Tuannya, dan sekarang, tanpa otoritas Tuannya, ia menimbulkan keributan) - hal 195.
Calvin: “Warned by so striking an example, let us learn to keep our zeal within proper bounds; and as the wantonness of our flesh is always eager to attempt more than God commands, let us learn that our zeal will succeed ill, whenever we venture to undertake any thing contrary to the word of God. ... We are also reminded, that those who have resolved to plead the cause of Christ do not always conduct themselves so skillfully as not to commit some fault; and, therefore, we ought the more earnestly to entreat the Lord to guide us in every action by the spirit of prudence” [= Diperingatkan oleh contoh yang menyolok seperti ini, marilah kita belajar untuk menjaga semangat kita dalam batasan yang benar; dan karena kecerobohan / ketidak-disiplinan daging kita selalu siap untuk berusaha lebih dari yang Allah perintahkan, biarlah kita mengerti bahwa semangat kita akan menjadi sesuatu yang buruk, kapanpun kita berusaha untuk melakukan apapun yang bertentangan dengan firman Allah. ... Kita juga diingatkan, bahwa mereka yang telah memutuskan untuk membela perkara Kristus (misalnya rasul, pendeta, dsb) tidak selalu bertingkah laku dengan cekatan sedemikian rupa sehingga tidak melakukan suatu kesalahan; dan karena itu, kita harus makin sungguh-sungguh memohon dengan sangat kepada Tuhan untuk memimpin kita dalam setiap tindakan dengan roh kebijaksanaan] - hal 195.
d) Yang menangkap adalah alat negara, kepada siapa orang kristen harus tunduk (Ro 13:1).
Bdk. Mat 26:52 - “Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang”.
Calvin menafsirkan ayat ini (hal 245) sebagai berikut:
· ‘barangsiapa menggunakan pedang’ ia artikan sebagai ‘orang yang melakukan pembunuhan dengan pedang’.
· ‘akan binasa oleh pedang’ ia artikan: ‘akan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan / hakim’.
Calvin: “a private individual was not permitted to rise in opposition to those who had been invested with public authority; ... We must also beware of repelling our enemies by force or violence, even when they unjustly provoke us, except so far as the institution and laws of the community admit” (= seseorang tidak diijinkan untuk memberontak kepada mereka yang dilantik dengan otoritas umum; ... Kita juga harus berhati-hati untuk tidak melawan musuh-musuh kita dengan kekuatan atau kekerasan, bahkan pada saat mereka secara tidak benar membuat kita marah, kecuali sejauh yang diijinkan oleh lembaga dan hukum dari masyarakat) - hal 195-196.
e) Kerajaan Kristus bukan kerajaan dunia, tetapi kerajaan rohani.
Bdk. Yoh 18:36 - “Jawab Yesus: ‘KerajaanKu bukan dari dunia ini; jika KerajaanKu dari dunia ini, pasti hamba-hambaKu telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini.’”.
Hendriksen mengatakan (hal 383) bahwa pada waktu Petrus, oleh tindakannya yang gegabah / tergesa-gesa, menunjukkan bahwa ia tidak mengerti sifat dari kerajaan Kristus, maka Yesus, dengan kata-kata dan tindakanNya, menyatakan sifat rohani dari kerajaanNya.
2) “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu”.
a) Penyembuhan telinga.
Yohanes tidak menceritakan tentang penyembuhan telinga yang dilakukan oleh Yesus, yang hanya diceritakan oleh Lukas (Luk 22:51). Penyembuhan telinga ini, bukan hanya menunjukkan kasih Yesus terhadap musuh, tetapi juga berfungsi untuk melindungi Petrus, karena tanpa hal itu, Petrus pasti ikut ditangkap.
b) Kata-kata Yesus dalam ay 11 ini menunjukkan bahwa kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 tidak boleh dihurufiahkan.
Luk 22:36-38 - “(36) Jawab mereka: ‘Suatupun tidak.’ KataNya kepada mereka: ‘Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang. (37) Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi padaKu: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.’ (38) Kata mereka: ‘Tuhan, ini dua pedang.’ JawabNya: ‘Sudah cukup.’”.
Ada 3 penafsiran tentang kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 ini:
1. Ada yang menghurufiahkan kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 ini. Jadi mereka mengartikan bahwa Yesus betul-betul menyuruh mereka yang tidak mempunyai pedang untuk menjual jubahnya dan membeli pedang.
Keberatan terhadap pandangan ini: kalau memang Yesus menyuruh membeli pedang sungguhan, mengapa waktu Petrus menggunakan pedang itu, Yesus justru menegurnya? Bdk. Mat 26:51-52 Yoh 18:11.
Jawab terhadap keberatan ini: Yesus memaksudkan pedang itu untuk melindungi diri mereka sendiri, bukan untuk melindungi Yesus. Pulpit Commentary (hal 405) mengatakan bahwa memang saat ini adalah saat bagi Yesus untuk berkorban, sehingga para murid tidak boleh melawan dengan pedang. Tetapi ada saatnya dimana pembelaan diri dengan pedang diijinkan.
Keberatan terhadap jawaban ini:
· bahwa orang kristen harus menjaga diri dengan pedang pada waktu mengalami masa sukar dalam pelayanan, adalah sesuatu yang bertentangan dengan seluruh Kitab Suci (Perjanjian Baru). Kekristenan tidak pernah boleh dipertahankan / disebarkan dengan kekerasan.
· setelah Yesus naik ke surga sekalipun, tidak pernah ada murid yang betul-betul membawa pedang untuk menjaga diri.
· Terhadap penafsiran seperti ini, dalam tafsirannya tentang Mat 26:52, Calvin berkata: “Certain doctors ... have ventured to proceed to such a pitch of impudence as to teach, that the sword was not taken from Peter, but he was commanded to keep it sheathed until the time came for drawing it; and hence we perceive how grossly and shamefully those dogs have sported with the word of God” (= Doktor-doktor tertentu ... telah berspekulasi sampai pada suatu puncak kekurang-ajaran sehingga mengajar bahwa pedang itu tidak diambil dari Petrus, tetapi ia diperintahkan untuk menyimpannya dalam sarungnya sampai waktunya tiba untuk menariknya / menggunakannya; dan karena itu kami merasa / mengerti betapa menyoloknya / kotornya dan memalukannya anjing-anjing itu telah mempermainkan firman Allah) - hal 246.
2. Kata ‘pedang’ ini diallegorikan, dan diartikan sebagai ‘Firman Tuhan’.
Bdk. Ef 6:17 - “dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah”.
Bahkan ada orang yang menambahkan bahwa kata-kata ‘dua pedang’ dalam Luk 22:38 menunjuk pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru!
Keberatan terhadap pandangan ini:
· Tidak ada alasan yang menyebabkan bagian ini boleh dialegorikan seperti itu. Dan kalaupun mau dialegorikan, apa dasarnya untuk mengatakan bahwa ‘pedang’ melambangkan ‘Firman Tuhan’? Bahwa dalam Ef 6:17 ‘pedang’ menggambarkan ‘Firman Tuhan’, itu tidak berarti bahwa di sini juga harus begitu! Disamping itu, kalau ‘pedang’ diartikan sebagai ‘Firman Tuhan’, lalu apa artinya ‘menjual jubah’ dan ‘membeli pedang’ dalam Luk 22:36?
· Saat itu belum ada Perjanjian Baru!
· Pedang yang digunakan oleh Petrus dalam Mat 26:51 / Yoh 18:10 jelas adalah salah satu dari 2 pedang dalam Luk 22:38! Jadi jelas bahwa itu adalah pedang sungguhan!
3. Kata ‘pedang’ diartikan secara figurative (= kiasan).
Ia tidak memaksudkan mereka betul-betul harus menjual jubah untuk membeli pedang. Kata-kataNya dalam Luk 22:36 itu hanya menunjuk-kan bahwa hidup dan pelayanan akan menjadi sukar dan berat bagi para muridNya, dan karena itu mereka perlu untuk lebih berjaga-jaga / berhati-hati.
Ini adalah pandangan dari mayoritas penafsir, dan inilah pandangan yang saya terima.
Keberatan: kalau ‘pedang’ dalam Luk 22:36 itu mempunyai arti kiasan, mengapa dalam Luk 22:38 para murid lalu berkata ‘Tuhan, ini dua pedang’, dimana kata ‘pedang’ jelas mempunyai arti hurufiah?
Jawab: para murid itu salah mengerti kata-kata Yesus. Mereka meng-hurufiahkan kata-kata Yesus itu, yang seharusnya diartikan sebagai kiasan, sehingga mereka berkata: ‘Tuhan, ini dua pedang’!
Keberatan: kalau memang mereka salah mengerti, mengapa Yesus lalu berkata ‘sudah cukup’ (Luk 22:38b)?
Jawab: kata-kata ‘sudah cukup’ ini jelas tidak menunjuk pada 2 pedang yang ditunjukkan oleh murid-murid kepada Yesus, karena:
· jelas bahwa 2 pedang tidak mungkin cukup untuk 11 orang. Jadi, kalau kata-kata ‘sudah cukup’ dalam Luk 22:38 itu diartikan untuk menunjuk pada ‘dua pedang’, maka itu akan bertentangan dengan kata-kata ‘siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang’ dalam Luk 22:36b. Perhatikan juga terjemahan Luk 22:36b dalam KJV: ‘and he that hath no sword, let him sell his garment, and buy one’ (= dan ia yang tidak mempunyai pedang, hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang). KJV » RSV/NIV/NASB.
· Terjemahan hurufiah dari kata-kata ‘sudah cukup’ dalam Luk 22:38b itu adalah ‘It is enough’ - bentuk tunggal (KJV/RSV/NASB), bukan ‘They are enough’ - bentuk jamak, sehingga tidak mungkin menunjuk pada ‘dua buah pedang’!
Catatan: NIV menterjemahkan ‘That is enough’ (bentuk tunggal), bukan ‘Those are enough’ (bentuk jamak), sehingga juga tidak memungkinkan untuk menunjuk pada ‘dua buah pedang’.
Kalau memang kata-kata ‘sudah cukup’ itu tidak menunjuk pada ‘dua pedang’, lalu menunjuk kepada apa? Jelas menunjuk pada pembicara-an mereka. Jadi, Yesus menghentikan pembicaraan tentang hal itu, mungkin karena Ia merasa jengkel dengan kebodohan murid-murid yang selalu tidak mengerti / salah mengerti tentang apa yang Ia katakan, atau karena memang saat itu sudah tidak ada lagi waktu bagiNya untuk menjelaskan hal itu.
2) “bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’”.
a) Apa arti dari kata ‘cawan’ di sini?
Dalam Kitab Suci kata ‘cawan’ / ‘anggur’ sering berhubungan dengan penderitaan dan murka Allah (Maz 75:9 Yes 51:17,22 Yer 25:15 Yeh 23:31-33 Wah 14:10 Wah 16:19).
Leon Morris (NICNT): “This is the only passage which assigns the origin of the ‘cup’ to the Father. In the Old Testament the ‘cup’ often has associations of suffering and of the wrath of God (Ps. 75:8; Isa. 51:17,22; Jer. 25:15; Ezek. 23:31-33, etc; cf. Rev. 14:10; 16:19). We cannot doubt but that in this solemn moment these are the thoughts that the term arouses” [= Ini adalah satu-satunya text yang menunjukkan bahwa cawan itu berasal usul dari Bapa. Dalam Perjanjian Lama ‘cawan’ sering berhubungan dengan penderitaan dan dengan kemurkaan Allah (Maz 75:9; Yes 51:17,22; Yer 25:15; Yeh 23:31-33, dst; bdk. Wah 14:10; 16:19). Kita tidak bisa meragukan bahwa pada saat yang khidmat ini inilah pemikiran / gagasan dari istilah ini] - hal 746.
Jadi ‘cawan’ di sini menunjuk pada penderitaan atau murka Allah yang seharusnya dipikul oleh manusia sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka.
b) Yesus mengetahui kehendak Bapa, dan karena itu Ia berkata bahwa Ia harus meminum cawan itu.
Tadinya waktu di Taman Getsemani, Ia berdoa supaya cawan itu berlalu, tetapi menambahinya dengan kata-kata: ‘janganlah seperti yang Kuke-hendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki’ (Mat 26:39b), dan ‘jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!’ (Mat 26:42b).
Tetapi sekarang Ia tahu bahwa Ia harus meminum cawan itu.
Catatan: kalau Yesus bisa tidak tahu, maka itu merupakan pikiran manusiaNya (bdk. juga Mat 24:36). Pikiran ilahiNya jelas maha tahu!
c) Kristus rela ‘meminum cawan itu’, dengan membiarkan diriNya ditangkap, dicambuki, disalibkan sampai mati.
Tasker (Tyndale): “Jesus stays Peter’s hand before it perpetrates any further act of physical aggression; for evil can only be overcome if Jesus Himself drinks the cup of the wrath of God” (= Yesus mencegah tangan Petrus sebelum ia melakukan tindakan penyerangan fisik lebih jauh; karena kejahatan hanya bisa dikalahkan jika Yesus sendiri meminum cawan dari murka Allah) - hal 195.
Calvin: “The draught appointed for Christ was, to suffer the death of the cross for the reconciliation of the world. He says, therefore, that he must drink the cup which his Father measured out and delivered to him” (= Minuman yang ditetapkan untuk Kristus adalah untuk mengalami kematian dari salib untuk pendamaian dari dunia. Karena itu Ia berkata bahwa Ia harus meminum cawan yang ditakar dan diberikan oleh Bapa kepadaNya) - hal 196.
Dalam suatu buku saat teduh dikatakan:
“There is not one drop of wrath in the cup you are drinking. He took all that was bitter out of it, and left it a cup of love” (= Tidak ada satu tetaspun kemurkaan dalam cawan yang sedang kamu minum. Ia mengambil semua yang pahit dari cawan itu, dan meninggalkannya sebagai cawan kasih) - ‘Streams in the Desert’, vol 5, October 24.
Pulpit Commentary: “The results of this sacrifice have been most beneficial and precious to mankind. By drinking the cup of suffering our Saviour has released us from drinking the cup of personal guilt and merited punishment” (= Akibat dari pengorbanan ini sangat bermanfaat dan berharga bagi umat manusia. Dengan meminum cawan penderitaan, Juruselamat kita telah membebaskan kita dari keharusan meminum cawan dari kesalahan pribadi dan hukuman yang pantas kita dapatkan) - hal 406.
Jadi, Kristus meminum ‘cawan’ tersebut, supaya kita tidak perlu meminum ‘cawan’ itu. Tetapi ada satu syarat, yaitu kita harus mau percaya / menerima Kristus sebagai Juruselamat kita. Maukah saudara percaya kepada Dia?
d) Tindakan Kristus ini juga merupakan teladan bagi kita untuk mau dengan sabar memikul penderitaan yang Tuhan berikan kepada kita.
Calvin: “it serves the purpose of an example, for the same patience is demanded from all of us. Scripture compares afflictions to medicinal draughts; ... God has this authority over us, that he has a right to treat every one as he thinks fit; and whether he cheers us by prosperity, or humbles us by adversity, he is said to administer a sweet or a bitter draught” (= ini mempunyai tujuan untuk menjadi teladan, karena kesabaran yang sama dituntut dari semua kita. Kitab Suci membandingkan penderitaan / kesusahan dengan minuman obat; ... Allah mempunyai otoritas atas kita, sehingga Ia mempunyai hak untuk memperlakukan setiap orang sesuai dengan yang Ia anggap cocok; dan apakah Ia menghibur / menggembirakan kita dengan kemakmuran, atau merendahkan kita dengan kesengsaraan, Ia dikatakan memberikan minuman yang manis atau pahit) - hal 196.
Catatan: sebetulnya karena ‘cawan’ kita telah diminum oleh Kristus, maka tidak ada lagi ‘cawan’, dalam arti ‘murka dan hukuman Allah’, yang harus kita minum. Tetapi ‘cawan’ dalam arti penderitaan untuk mendisiplin / menghajar, atau untuk menguji kita, atau untuk mencegah kita dari dosa tertentu, masih tetap ada.
e) Tetapi kita tidak boleh terlalu cepat menganggap suatu penderitaan / penyakit sebagai ‘cawan’ dari Bapa. Kita boleh, dan bahkan harus, mencari jalan keluar, selama cara yang dipakai tidak bertentangan dengan Kitab Suci.
Calvin: “In the same manner we, too, ought to be prepared for enduring the cross. And yet we ought not to listen to fanatics, who tell us that we must not seek remedies for diseases and any other kind of distresses, lest we reject the cup which the Heavenly Father presents to us. Knowing that we must once die, (Heb. 9:27,) we ought to be prepared for death; but the time of our death being unknown to us, the Lord permits us to defend our life by those aids which he has himself appointed. We must patiently endure diseases, however grievous they may be to our flesh; and though they do not yet appear to be mortal, we ought to seek alleviation of them; only we must be careful not to attempt any thing but what is permitted by the word of God” [= Dengan cara yang sama kita juga harus disiapkan untuk memikul salib. Tetapi kita tidak boleh mendengarkan orang-orang fanatik, yang memberitahu kita bahwa kita tidak boleh mencari obat / pengobatan untuk penyakit dan kesukaran / kesusahan yang lain, supaya kita tidak menolak cawan yang diberikan oleh Bapa surgawi kepada kita. Mengetahui bahwa kita suatu kali harus mati (Ibr 9:27), kita harus disiapkan untuk menghadapi kematian; tetapi karena waktu dari kematian tidak kita ketahui, Tuhan mengijinkan kita membela / mempertahankan hidup kita dengan bantuan / pertolongan yang telah Ia sendiri tetapkan. Kita harus dengan sabar menanggung penyakit-penyakit kita, bagaimanapun menyedihkannya hal-hal itu bagi daging kita; dan sekalipun hal-hal itu tidak mematikan, kita harus mencari pengurangan hal-hal itu; hanya kita harus berhati-hati untuk tidak mencoba melakukan apapun kecuali yang diijinkan oleh firman Allah] - hal 196.
f) Perbedaan ‘cawan’ bagi orang saleh / percaya dan orang yang jahat / tidak percaya.
Hutcheson menggunakan Maz 75:9 - “Sebab sebuah piala ada di tangan TUHAN, berisi anggur berbuih, penuh campuran bumbu; Ia menuang dari situ; sungguh, ampasnya akan dihirup dan diminum oleh semua orang fasik di bumi”, dan lalu berkata:
“Afflictions are measured by God to his people, both for quantity and quality; therefore are they called a ‘cup,’ which, as it is a comfort to the godly that their lot is in a friend’s hand, so it may terrify the wicked whose lot is also carved out, and who will not get so much affliction as they please, but so much as the justice of God seeth meet to measure out unto them” (= Penderitaan / kesusahan diukur / ditakar oleh Allah bagi umatNya, baik banyaknya maupun kwalitet / jenisnya; dan karenanya itu disebut ‘cawan’, yang bagi orang saleh merupakan suatu penghiburan karena nasib mereka ada dalam tangan seorang sahabat, tetapi merupakan sesuatu yang menakutkan bagi orang jahat, yang nasibnya juga diukir / ditetapkan, dan yang tidak akan mendapatkan penderitaan / kesusahan sebanyak yang mereka inginkan, tetapi sebanyak yang cocok dengan keadilan Allah bagi mereka) - hal 377.
g) Memaniskan ‘cawan’.
George Hutcheson menekankan kata ‘Bapa’ dan berkata: “It may sweeten the lot of Christ and his followers that even the bitterest potions come not from God as a Judge, but as a Father” (= Itu bisa memaniskan nasib dari Kristus dan para pengikutNya karena bahkan minuman yang terpahit datang bukan dari Allah sebagai Hakim, tetapi sebagai Bapa) - hal 377.
Matthew Poole: “It is a good argument to quiet our spirits roiled by any afflictive providences; they are but a cup, and the cup our Father hath given us” (= Ini merupakan suatu argumentasi yang baik untuk menenangkan roh kita yang menjadi jengkel karena providensia yang membuat kita menderita / susah; itu hanyalah cawan, dan Bapa kita yang memberikan cawan itu kepada kita) - hal 372.
Hutchseon juga mengatakan bahwa ketundukan dan kerelaan dalam memikul salib / meminum cawan membuat itu menjadi manis, sebaliknya perlawanan / pemberontakan terhadap salib / cawan itu merupakan kutuk dari salib / menjadikannya berat.
George Hutcheson: “Love to God, and faith in his love, will make any condition carved out by him sweet to us” (= Kasih kepada Allah, dan iman kepada kasihNya, akan membuat kondisi apapun yang diukirkan / ditetapkan olehNya menjadi manis bagi kita) - hal 377.
-o0o-
Yohanes 18:12-27
Yohanes 18: 12: “Maka pasukan prajurit serta perwiranya dan penjaga-penjaga yang disuruh orang Yahudi itu menangkap Yesus dan membelenggu Dia”.
Tentang Kristus yang dibelenggu, Calvin berkata: “the body of the Son of God was bound, that our souls might be loosed from the cords of sin and of Satan” (= tubuh dari Anak Allah diikat / dibelenggu, supaya jiwa kita bisa dilepaskan dari tali-tali / ikatan dari dosa dan Setan) - hal 197.
William Hendriksen berkata: “He, the One who had come into the world to bring freedom, and apart from whom freedom is absolutely impossible (see on 8:31-36), was himself bound. He was bound, however, in order that we might be loosed from our sins” [= Ia, yang telah datang ke dalam dunia untuk membawa kebebasan / kemerdekaan, dan terpisah dari siapa kebebasan / kemerdekaan merupakan suatu kemustahilan yang mutlak (lihat tentang 8:31-36), sendiri terbelenggu. Tetapi Ia terbelenggu supaya kita bisa dilepaskan dari dosa-dosa kita] - hal 385.
Spurgeon: “Our Lord Jesus Christ was bound, and there flows from that fact its opposite, then, his people are all free. When Christ was made a curse for us, he became a blessing to us. When Christ was made sin for us, we were made the righteousness of God in him. When he died, then we lived. And so, as he was bound, we are set free” (= Tuhan kita Yesus Kristus dibelenggu, dan dari fakta itu mengalirlah kebalikannya, maka semua umatNya bebas. Pada waktu Kristus dijadikan kutuk untuk kita, Ia menjadi berkat bagi kita. Pada waktu Kristus dijadikan dosa untuk kita, kita dibuat menjadi kebenaran Allah dalam Dia. Pada waktu Ia mati, maka kita hidup) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 225.
Yohanes 18: 13: “Lalu mereka membawaNya mula-mula kepada Hanas, karena Hanas adalah mertua Kayafas, yang pada tahun itu menjadi Imam Besar”.
1) Matius, Markus dan Lukas tidak menceritakan peristiwa ini.
2) Pemeriksaan di hadapan Hanas atau Kayafas?
A. T. Robertson mengatakan bahwa pemeriksan / pengadilan terhadap Yesus terjadi 2 x, yaitu di hadapan Hanas (Yoh 18:13-23), dan lalu di hadapan Kayafas (Mat 26:57-68). Yang kedua ini mungkin merupakan semacam pengesahan dari yang pertama (karena Kayafas adalah imam besar resmi).
Kata ‘mula-mula’ dalam ay 13 ini diterjemahkan ‘first’ (= pertama-tama) oleh KJV/RSV/NIV/NASB, dan menurut Leon Morris ini secara implicit menunjuk-kan adanya pemeriksaan kedua, yaitu di hadapan Kayafas.
Leon Morris (NICNT): “John tells us that Jesus was brought ‘first’ to Annas. This requires a ‘second’, which is evidently the appearance before Caiaphas (v. 24)” [= Yohanes memberitahu kita bahwa Yesus ‘pertama-tama’ dibawa kepada Hanas. Ini membutuhkan ‘yang kedua’, yang jelas adalah penampilan di hadapan Kayafas (ay 24)] - hal 750.
Hendriksen juga mengatakan bahwa pandangan yang umum mengatakan bahwa Yesus dibawa ke hadapan Hanas untuk pemeriksaan pendahuluan.
Keberatan terhadap pandangan di atas:
Ada orang-orang yang menentang pandangan tentang adanya 2 pemeriksa-an ini, dan mengatakan bahwa tidak ada pemeriksaan pendahuluan. Orang-orang ini beranggapan bahwa Yoh 18:19-23 terjadi di hadapan Kayafas, bukan di hadapan Hanas. Alasannya karena ay 15,16,19,22 mengatakan ‘imam besar’, dan ay 13b mengatakan bahwa imam besar adalah Kayafas.
Tetapi Hendriksen menentang pandangan ini karena adanya ay 24 yang berbunyi: “Maka Hanas mengirim Dia terbelenggu kepada Kayafas, Imam Besar itu”.
Untuk menjawab problem ay 24 ini, maka orang-orang itu mengatakan:
a) Ay 24 itu salah letaknya; seharusnya setelah ay 13 atau setelah ay 14.
Adam Clarke berpendapat bahwa ay 24 - “Maka Hanas mengirim Dia terbelenggu kepada Kayafas, Imam Besar itu” - seharusnya terletak setelah ay 13 ini. Dan ia mengatakan bahwa ada satu manuscript yang menambahkan ay 24 itu di sini, dan juga manuscript Syria yang belakangan menuliskannya pada margin (catatan tepi).
b) Kalau ay 24 itu tetap diletakkan di sana, maka ay 24 itu diterjemahkan ke dalam bentuk past perfect.
KJV: ‘Now Annas had sent him bound unto Caiaphas the high priest’ (= Hanas telah mengirimkanNya dalam keadaan terbelenggu kepada Kayafas, sang imam besar).
Terhadap jawaban ini Hendriksen mengatakan:
a. Tidak ada alasan untuk mengatakan ay 24 itu salah letak.
b. Kata ‘mengirimkan’ dalam bahasa Yunaninya ada dalam aorist tense / past tense, dan itu memang memungkinkan diterjemahkan ke dalam past perfect tense. Tetapi berdasarkan thesis dari seseorang yang bernama J. R. Mantey, yang membahas bagian ini secara sangat mendalam dalam bahasa Yunani, Hendriksen mengatakan bahwa bagian ini harus diterjemahkan ke dalam past tense biasa.
Dan Pulpit Commentary mengatakan: “If John had intended a pluperfect sense to be given to the verb, why not use that tense?” (= Seandainya Yohanes memaksudkan arti past perfect diberikan kepada kata kerja ini, mengapa ia tidak menggunakan tense jenis itu?) - hal 387.
Jadi Hendriksen berpendapat bahwa ay 19-23 terjadi di hadapan Hanas. Tetapi masih ada problem dengan pandangannya, yaitu karena ay 19,22 menyebutkan imam besar, sedangkan ay 13 mengatakan bahwa imam besar adalah Kayafas. Hendriksen mengatakan bahwa ini merupakan problem kecil, karena memang ada 2 tempat lain dimana Hanas disebut sebagai imam besar, yaitu:
· Kis 4:6 - “dengan Imam Besar Hanas dan Kayafas, Yohanes dan Aleksander dan semua orang lain yang termasuk keturunan Imam Besar”.
KJV: ‘And Annas the high priest, and Caiaphas, and John, and Alexander, and as many as were of the kindred of the high priest, were gathered together at Jerusalem’ (= Dan Hanas imam besar, dan Kayafas, dan Yohanes, dan Alexander, dan banyak keluarga dari imam besar, berkumpul di Yerusalem).
· Luk 3:2 - “pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun”.
Ada 2 keanehan di sini:
* Bagaimana mungkin ada 2 orang menjadi imam besar pada saat yang bersamaan?
* Kata ‘imam besar’ ada dalam bentuk tunggal, bukan jamak.
Penjelasan: Kayafas adalah menantu dari Hanas. Hanas adalah imam besar pada tahun 6-15 Masehi, dan ia lalu diturunkan dari jabatannya oleh Valerius Gratus, gubernur Romawi, dan lalu digantikan oleh Kayafas. Tetapi dalam prakteknya ia tetap memegang kuasa sebagai imam besar.
Ini sama seperti misalnya pemerintah memecat saya sebagai pendeta, lalu mengangkat si A sebagai pendeta, maka jemaat tetap menghargai otoritas saya sebagai pendeta, sehingga ada 2 pendeta.
Norval Geldenhuys (NICNT): “Although the Romans had deposed Annas, and Caiaphas was the official high priest, Annas nevertheless in reality still exercised some high-priestly authority” (= Sekalipun orang Romawi telah memecat Hanas, dan Kayafas adalah imam besar yang resmi, dalam kenyataannya Hanas tetap mempunyai / menjalankan beberapa / sebagian otoritas imam besar).
William Hendriksen: “Though deposed, he remained for a long time the ruling spirit of the Sanhedrin. ... Thus, during the entire period of Christ’s ministry and for a long time afterward, Annas was the man who was responsible, to a large extent, for the actions of the Jewish Sanhedrin” (= Sekalipun dipecat, ia tetap menjadi pemerintah dari Sanhedrin untuk waktu yang lama. ... Karena itu, selama masa pelayanan Kristus dan lama sesudahnya, Hanas adalah orang yang bertanggung jawab untuk sebagian besar dari tindakan-tindakan dari Sanhedrin) - hal 387.
Leon Morris (NICNT) yang mempunyai pandangan yang sama dengan Hendriksen, memberikan argumentasi tambahan. Ia mengatakan bahwa kalau memang tidak ada pemeriksaan pendahuluan di hadapan Hanas, lalu mengapa / untuk apa dalam ay 13 ini Yohanes mengatakan bahwa Yesus dibawa ke hadapan Hanas?
3) Pengaruh dari Hanas.
Adam Clarke mengatakan bahwa Hanas adalah orang yang sangat besar otoritasnya dalam kalangan bangsa Yahudi, karena:
a) Ia sendiri pernah menjadi imam besar.
b) Ia mempunyai tidak kurang dari 5 anak laki-laki yang pernah menjadi imam besar.
c) Menantunya, yaitu Kayafas, saat itu menjadi imam besar.
Hendriksen menambahkan (hal 387-388) bahwa salah satu dari cucu dari Hanas juga pernah menjadi imam besar.
F. F. Bruce: “Several members of his family occupied the high-priesthood at various times throughout the half-century following his deposition” (= Beberapa anggota dari keluarganya menduduki jabatan imam besar pada waktu yang berbeda-beda selama setengah abad setelah pemecatannya) - hal 343.
Clarke juga mengatakan bahwa adalah sangat mungkin bahwa Hanas adalah kepala dari Sanhedrin / Mahkamah Agama Yahudi, dan karena itu maka Kristus pertama-tama dibawa kepadanya. Tetapi Hendriksen berpendapat (hal 398) bahwa Kayafaslah yang merupakan ‘president of the Sanhedrin’ (= presiden dari Sanhedrin). Saya berpendapat bahwa yang salah adalah kata-kata Clarke.
4) Jabatan imam besar dan kekacauan / kekotoran di dalamnya.
a) Masa jabatan imam besar yang seharusnya seumur hidup, diubah oleh pemerintahan Romawi, yang menurunkan dan menaikkan imam besar sesukanya.
Kata-kata ‘yang pada tahun itu menjadi imam besar’, menurut Calvin (juga Leon Morris) bukan berarti bahwa jabatan imam besar hanya berlaku 1 tahun.
Calvin: “He does not mean that the office of the high priesthood was annual, as many have falsely imagined, but that Caiaphas was high priest at that time, which appears plainly from Josephus. By the injunction of the Law, this honour was perpetual, and ended only at the death of him who held it; but ambition and intestine broils gave occasion to the Roman governors to dethrone one high priest and put another in his room, at their own pleasure, either for money of for favour. Thus Vitellius deposed Caiaphas, and appointed Jonathan, the son of Annas, to be his successor” [= Ia tidak memaksudkan bahwa jabatan dari imam besar bersifat tahunan, seperti yang dibayangkan secara salah oleh banyak orang, tetapi maksudnya adalah bahwa Kayafas adalah imam besar pada saat itu, yang terlihat dengan jelas dari Josephus. Oleh keputusan hukum Taurat, kehormatan ini bersifat kekal, dan hanya berakhir pada kematian dari orang yang memegang jabatan tersebut.; tetapi ambisi dan pertengkaran di dalam (?) memberi kesempatan kepada gubernur Romawi untuk menurunkan satu imam besar dan meletakkan orang yang lain di tempatnya, sesuka mereka, atau demi uang atau demi kesenangan. Kemudian Vitellius memecat Kayafas, dan menetapkan Yonatan, anak dari Hanas, untuk menggantikannya] - hal 197.
Adam Clarke, dalam tafsirannya tentang Yoh 11:49 berkata: “By the law of Moses, Exod. 40:15, the office of high priest was for life, and the son of Aaron’s race always succeeded his father. But at this time the high priesthood was almost annual: the Romans and Herod put down and raised up whom they pleased and when they pleased, without attending to any other rule than merely that the person put in this office should be of the sacerdotal race” (= Oleh hukum Musa, Kel 40:15, jabatan imam besar adalah untuk seumur hidup, dan anak dari keturunan Harun selalu menggantikan ayahnya. Tetapi pada saat ini masa jabatan imam besar hampir bisa dikatakan sebagai bersifat tahunan: Orang Romawi dan Herodes menurunkan dan mengangkat orang yang mereka senangi, pada saat yang mereka senangi, tanpa mengikuti peraturan lain kecuali bahwa orang yang ditempatkan pada jabatan ini haruslah berasal dari keturunan imam) - hal 604.
Kel 40:15 - “Urapilah mereka, seperti engkau mengurapi ayah mereka, supaya mereka memegang jabatan imam bagiKu; dan ini terjadi, supaya berdasarkan pengurapan itu mereka memegang jabatan imam untuk selama-lamanya turun-temurun.’”.
b) Dalam proses menurunkan atau menaikkan seorang imam besar, ada banyak kekotoran.
Barclay: “There had been a time, when the Jews were free, when the High Priest had held office for life; but when the Roman governors came, the office became a matter for contention and intrigue and bribery and corruption. It now went to the greatest sycophant and the highest bidder, to the man who was most willing to toe the line with the Roman governor. The High Priest was the arch-collaborator, the man who brought comfort and ease and prestige and power not with bribes only but with close co-operation with his country’s masters. The family of Annas was immensely rich and one by one they had intrigued and bribed their way into office, while Annas remained the power behind it all” (= Pernah ada saat, pada waktu orang-orang Yahudi itu merdeka, dimana Imam Besar memegang jabatannya seumur hidup; tetapi pada waktu gubernur / pemerintah Romawi datang, jabatan itu menjadi suatu persoalan pertikaian dan tipu daya / permainan bawah tangan dan suap / sogok dan korupsi. Sekarang jabatan itu diberikan kepada penjilat yang terbesar dan penawar yang tertinggi, kepada orang yang paling mau mentaati perintah pemerintah Romawi. Imam Besar adalah orang yang bekerja sama, orang yang membawa kenyamanan dan ketenteraman dan wibawa dan kuasa, bukan dengan suap / sogok saja tetapi dengan kerja sama yang dekat dengan penguasa negara mereka. Keluarga Hanas sangat kaya dan satu demi satu mereka melakukan tipu daya / pekerjaan di bawah tangan dan menyogok sehingga mendapatkan jabatan tersebut, sementara Hanas tetap sebagai kekuatan di balik semua itu) - hal 225-226.
c) Kekayaan Hanas yang didapat dari cara yang kotor / pemerasan.
William Hendriksen: “He was very proud, exceedingly ambitious, and fabulously wealthy, His family was notorious for its greed. The main source of his wealth seems to have been a goodly share of the proceeds from the price of sacrificial animals, which were sold in the Court of the Gentiles. See on 2:14. By him the house of prayer had been turned into a den of robbers. ... John adds that Annas was father-in-law of Caiaphas! And in character these two were twins. ... Hence, from Annas, Jesus could expect the same treatment as from his son-in-law” (= Ia sangat sombong, sangat ambisius, dan sangat kaya, keluarganya terkenal karena ketamakannya. Sumber utama dari kekayaannya kelihatannya adalah suatu bagian yang berlimpah-limpah dari hasil penjualan binatang untuk korban, yang dijual di pelataran, tempat orang-orang non Yahudi beribadah. Lihat tentang 2:14. Olehnya rumah doa telah dijadikan sarang penyamun. ... Yohanes menambahkan bahwa Hanas adalah mertua dari Kayafas! Dan dalam sifat, kedua orang ini seperti kembar. ... Karena itu, dari Hanas, Yesus bisa mengharapkan perlakuan yang sama seperti dari menantunya) - hal 388.
Barclay juga mengatakan bahwa korban haruslah tidak bercacat, dan kalau orang membawa korban yang dibeli di luar, maka selalu korban itu dikatakan cacat. Ini menyebabkan orang terpaksa membeli domba dsb dari Bait Allah, yang harganya jauh lebih tinggi.
Barclay: “Outside the Temple a pair of doves could cost as little as 4p; inside they could cost as much as 75p. The whole business was sheer exploitation; and the shops where the Temple victims were sold were called The Bazaars of Annas” (= Di luar Bait Allah sepasang burung merpati harganya hanya 4 sen; di dalam harganya bisa mencapai 75 sen. Seluruh bisnis semata-mata merupakan pemerasan; dan toko dimana korban untuk Bait Allah itu dijual disebut Bazar / pasar dari Hanas) - hal 226.
Semua ini bukan merupakan sesuatu yang aneh. Seperti ada yang mengatakan: kalau seseorang menjadi pejabat dengan menyogok pejabat di atasnya, maka pada saat ia menjadi pejabat, hal pertama dan terutama yang ia lakukan adalah: bagaimana memulangkan / mendapatkan kembali modal tersebut?
Semua kekotoran ini menyebabkan keluarga Hanas dibenci oleh orang-orang Yahudi.
Barclay: “The Jews themselves hated the household of Annas. There is a passage in the Talmud which says: ‘Woe to the house of Annas! Woe to their serpent’s hiss! They are High Priests; their sons are keepers of the treasury; their sons-in-law are guardians of the temple; and their servants beat the people with staves.’ Annas and his household were notorious” [= Orang-orang Yahudi sendiri membenci keluarga Hanas. Ada text dalam Talmud yang berkata: ‘Celakalah keluarga Hanas! Celakalah desisan ular mereka! Mereka adalah Imam-imam Besar; anak-anak mereka adalah penjaga dari kekayaan (dari Bait Allah?); menantu-menantu mereka merupakan penjaga-penjaga dari Bait Allah; dan pelayan-pelayan mereka memukuli umat dengan tongkat’. Hanas dan keluarganya terkenal buruk] - hal 226.
Anehnya, dalam Mat 27:20-dst, kita melihat bahwa orang-orang Yahudi dihasut oleh para imam kepala, sehingga lalu meminta kepada Pontius Pilatus supaya Yesus disalibkan. Memang kalau sudah berhadapan dengan orang yang benar, maka kelompok-kelompok orang sesat, yang sebetulnya bermusuhan, bisa bersatu untuk melawan orang benar itu. Mungkin setan, bapak dari kedua kelompok itu, mempersatukan anak-anaknya untuk melawan kebenaran.
d) Apa hubungan semua ini dengan penangkapan terhadap Yesus dan dibawanya Yesus ke hadapan Hanas?
Barclay: “Now we can see why Annas arranged that Jesus should be brought first to him. Jesus was the man who had attacked Annas’s vested interest; he had cleared the Temple of the sellers of victims and had hit Annas where it hurts - in his pocket. Annas wanted to be the first to gloat over the capture of this disturbing Galilaean” (= Sekarang kita bisa melihat mengapa Hanas mengatur supaya Yesus pertama-tama harus dibawa kepadanya. Yesus adalah orang yang telah menyerang kepentingan tetap / pribadi dari Hanas; Ia telah membersihkan Bait Allah dari penjual-penjual korban dan telah memukul Hanas di tempat yang menyakitkan, yaitu di kantongnya. Hanas menginginkan untuk menjadi yang pertama yang melihat dengan senang penangkapan dari orang Galilea yang menggangu ini) - hal 226.
Penerapan: kalau saudara mau melakukan hal yang benar, memberantas kecurangan, korupsi, kejahatan, pemerasan dsb, maka jangan heran kalau apa yang dialami Yesus juga menjadi pengalaman saudara. Lebih-lebih kalau saudara mau memberantas ajaran sesat, mafia dalam gereja dan sebagainya!
Yohanes 18: 14: “dan Kayafaslah yang telah menasihatkan orang-orang Yahudi: ‘Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa.’”.
Bdk. Yoh 11:49-52 - “Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: ‘Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.’ Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai”.
1) Allah memakai mulut / lidah orang yang bejat.
Tentang kata-kata / nubuat Kayafas dalam ay 14 (bdk. Yoh 11:50), Calvin berkata: “God employed the foul mouth of a wicked and treacherous high priest to utter a prediction, (John 11:50,) just as he guided the tongue of the prophet Balaam, contrary to his wish, so that he was constrained to bless the people, though he desired to curse them, to gain favour with king Balak, (Num. 23:7,8.)” [= Allah menggunakan mulut yang kotor dari seorang imam besar yang jahat dan curang untuk mengucapkan suatu ramalan (Yoh 11:50), sama seperti Ia memimpin lidah dari nabi Bileam, bertentangan dengan keinginannya, sehingga ia terpaksa memberkati bangsa Israel, sekalipun ia ingin mengutuki mereka, untuk menyenangkan raja Balak (Bil 23:7,8)] - hal 197-198.
2) Hendriksen mengatakan bahwa tujuan dari ay 14 ini adalah untuk menunjuk-kan bahwa Kayafas sudah sejak lama ingin membunuh Kristus. Dan Hanas, mertua Kayafas, pasti bekerja sama dengan senang hati, dan bahkan mungkin merupakan orang yang menghasutnya untuk melakukan hal itu.
3) Clarke berkata bahwa karena Kayafas mengatakan kata-kata dalam Yoh 11:49-50 itu, maka jelas bahwa ia sebetulnya tidak pantas untuk menghakimi Kristus.
Adam Clarke: “Therefore he was an improper person to sit in judgment on Christ, whom he had prejudged and precondemned; ... But Christ must not be treated according to the rules of justice: if he had, he could not have been put to death” (= Karena itu ia adalah orang yang tidak cocok untuk menghakimi Kristus, yang sudah ia hakimi dan hukum sebelumnya; ... Tetapi Kristus tidak boleh diperlakukan sesuai dengan peraturan dari keadilan; jika Ia diperlakukan demikian, Ia tidak bisa dibunuh) - hal 642.
4) Tasker (Tyndale) menganggap aneh bahwa setelah membicarakan kata-kata Kayafas dalam ay 14 ini, lalu selanjutnya Yohanes tidak membicarakan pengadilan di hadapan Kayafas. Karena itu ia menganggap bahwa ay 19-23 merupakan pengadilan di hadapan Kayafas.
Jawab: sebetulnya tidak aneh kalau Yohanes tidak menceritakan pengadilan di hadapan Kayafas, karena:
· itu sudah diceritakan oleh Matius, Markus dan Lukas. Jadi Yohanes tidak merasa perlu menceritakannya lagi. Sebaliknya pengadilan di hadapan Hanas tidak diceritakan oleh Matius, Markus, dan Lukas, dan karena itu Yohanes merasa perlu untuk menceritakan hal ini.
· ay 14 mencatat nubuat Kayafas ini sebetulnya untuk dihubungkan dengan Hanas. Jadi maksudnya: Kayafas dari dulu sudah ingin membunuh Yesus, dan Hanas pasti juga demikian, karena Hanas justru merupakan kekuatan di belakang Kayafas.
Yohanes 18: 15: “Simon Petrus dan seorang murid lain mengikuti Yesus. Murid itu mengenal Imam Besar dan ia masuk bersama-sama dengan Yesus ke halaman istana Imam Besar”.
1) Petrus lari atau mengikuti Yesus?
Barclay: “When the other disciples forsook Jesus and fled, Peter refused to do so. He followed Jesus, even after the arrest” (= Pada waktu murid-murid yang lain meninggalkan Yesus dan lari, Petrus menolak melakukan hal itu. Ia mengikuti Yesus, bahkan setelah penangkapan) - hal 228.
Jadi Barclay menganggap Petrus tidak lari, tetapi mengikuti Yesus. Ini bertentangan dengan:
· nubuat Yesus dalam Mat 26:31 - “Maka berkatalah Yesus kepada mereka: ‘Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai”.
· Mat 26:56b - “Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri”.
· Mark 14:50-52 - “Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri. Ada seorang muda, yang pada waktu itu hanya memakai sehelai kain lenan untuk menutup badannya, mengikuti Dia. Mereka hendak menang-kapnya, tetapi ia melepaskan kainnya dan lari dengan telanjang”.
Catatan: Matius dan Markus menceritakan larinya semua murid, tetapi Lukas dan Yohanes tidak. Jadi bagaimana? Mula-mula semua murid melarikan diri (Mat 26:56), tetapi setelah itu 2 murid ini memberanikan diri untuk mengikuti Yesus dan para penangkapNya (Yoh 18:15).
2) Siapa yang disebut ‘seorang murid lain’ itu?
Kebanyakan penafsir beranggapan bahwa yang disebut ‘seorang murid lain’ itu pasti adalah rasul Yohanes sendiri (bdk. Yoh 13:24,25 19:26,27 20:2,3, 4,8 21:7,20,21,23,24).
Tetapi Calvin menolak keras tafsiran ini, dan ia menganggap bahwa ‘murid’ ini bukan salah satu dari 12 rasul, tetapi sekedar salah seorang yang percaya kepada Yesus. Alasannya: dalam ay 16 dikatakan bahwa murid itu mengenal imam besar. Bagaimana mungkin Yohanes yang adalah tukang pancing ikan itu bisa mempunyai keakraban dengan imam besar, dan sering pergi ke rumahnya?
Barclay menjawab: ini bisa terjadi, karena Yohanes dulunya sering mengirimkan ikan ke rumah imam besar.
Leon Morris juga mengatakan (hal 752, footnote) bahwa mungkin sekali Yohanes berasal dari keluarga imam, sehingga bisa kenal dengan imam besar.
Adam Clarke berkata (hal 643) bahwa Agustinus berkata bahwa kita tidak boleh tergesa-gesa memutuskan tentang sesuatu pada saat Kitab Sucinya diam. Clarke juga mengatakan bahwa ada yang mengatakan bahwa murid ini adalah pemilik dari rumah dimana Yesus melakukan perjamuan Paskah.
Leon Morris (hal 752-753) menambahkan kemungkinan lain yaitu Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea, karena kedua orang ini memang mengenal imam besar, dan mempunyai akses untuk masuk ke rumah imam besar.
3) Tindakan Petrus ini benar / berani atau salah / bodoh?
George Hutcheson: “The Lord’s people may draw themselves under many self-created crosses and trials, ... especially when they run with calling, and cast themselves upon tentations (temptations?), in ensnaring places and company; for thus did Peter here, when he ‘followed Jesus’ into the high priest’s hall; whatever zeal or affection seem to be in it” (= Umat Tuhan bisa membawa diri mereka sendiri ke bawah banyak salib-salib dan pencobaan-pencobaan yang diciptakan sendiri, ... khususnya pada waktu mereka berlari tanpa panggilan, dan melemparkan diri mereka sendiri kepada pencobaan-pencobaan, di tempat-tempat dan pada teman-teman yang menjerat; karena itulah yang dilakukan Petrus di sini, pada waktu ia ‘mengikuti Yesus’ ke dalam ruangan imam besar; tak peduli semangat atau kasih apapun kelihatan ada di dalamnya) - hal 378-379.
Calvin: “since Christ had plainly declared that he spared Peter and the others, he who was so weak would have found it to be far better for him to groan and pray in some dark corner than to go into the presence of men. He now undertakes, with great earnestness, the performance of a duty from which Christ had released him; and when he comes to the confession of faith, in which he ought to have persevered even to death, his courage fails. We ought always to consider what the Lord requires from us, that those who are weak may not undertake what is not necessary” (= karena Kristus telah menyatakan dengan jelas bahwa Ia menyelamatkan Petrus dan murid-murid yang lain, adalah jauh lebih baik bagi dia yang adalah begitu lemah untuk mengerang dan berdoa di suatu pojok yang gelap dari pada untuk pergi ke hadapan banyak orang. Sekarang ia melakukan, dengan kesungguhan yang besar, pelaksanaan dari suatu kewajiban dari mana Kristus telah membebaskan dia; dan pada waktu ia sampai pada pengakuan iman, dalam mana ia seharusnya bertekun bahkan sampai mati, keberaniannya gagal. Kita harus selalu mempertimbangkan apa yang Tuhan kehendaki dari kita, supaya mereka yang lemah tidak melakukan apa yang tidak diharuskan) - hal 199.
Saya setuju dengan Hutcheson dan Calvin yang menyalahkan Petrus, karena:
a) Ia tidak diperintahkan untuk melakukan hal itu.
b) Hal itu tidak ada gunanya.
c) Ia sudah dinubuatkan akan menyangkal Yesus, dan masuknya ia ke halaman imam besar, memberikan peluang terjadinya hal itu.
Penerapan: dalam kehidupan kita sehari-hari kita juga sering menderita akibat ‘salib’ yang kita ciptakan sendiri.
Misalnya:
· pinjam sepeda motor orang, apalagi yang masih baru. Sekalipun ini untuk pelayanan, saya tetap beranggapan ini salah. Kalau dirampok, maka saudara mendatangkan salib yang saudara ciptakan sendiri.
· kerja di tempat yang penuh asap rokok. Kalau tahu-tahu terkena kanker atau problem paru-paru atau macam-macam penyakit lainnya, maka itu adalah salib yang saudara ciptakan sendiri.
· mau menanggung hutang orang lain, padahal hal ini dilarang oleh Kitab Suci (Amsal 6:1-5 11:15 17:18).
4) ‘ke halaman istana Imam Besar’ (ay 15b).
KJV: ‘palace’ (= istana).
RSV/NASB: ‘court’ (= istana).
NIV: ‘courtyard’ (= halaman istana).
Menurut Hendriksen, tidak jelas apakah kata Yunani AULE yang digunakan di sini, menunjuk kepada ‘istana’ atau hanya kepada ‘halaman di sekitar rumah / istana’. Tetapi dari Mat 26:69 Mark 14:66 dan Luk 22:55 kelihatan jelas bahwa yang dimaksud adalah halaman terbuka.
Juga dari Mat 26:57-59 kelihatannya itu adalah halaman dari Kayafas, tetapi dari Yoh 18:13-24 kelihatannya ini adalah halaman dari Hanas. Hendriksen (dan banyak penafsir yang lain) mengharmoniskan kedua hal yang kelihatan kontradiksi ini dengan mengatakan bahwa Kayafas dan Hanas tinggal di istana / rumah yang sama.
Leon Morris (NICNT): “John does not say that Jesus was sent to Caiaphas’s house and as far as the language of this verse is concerned He might have been sent to another room within the same building. ... Annas and Caiaphas may have shared the same residence in which case there would have been one courtyard” (= Yohanes tidak mengatakan bahwa Yesus dikirim ke rumah Kayafas dan dari bahasa / kata-kata dari ayat ini Ia bisa / mungkin telah dikirimkan ke ruangan yang lain dalam bangunan yang sama. ... Hanas dan Kayafas mungkin berbagi tempat tinggal yang sama, dan dalam kasus itu, hanya ada satu halaman istana) - hal 758.
Yohanes 18: 16: “tetapi Petrus tinggal di luar dekat pintu. Maka murid lain tadi, yang mengenal Imam Besar, kembali ke luar, bercakap-cakap dengan perempuan penjaga pintu lalu membawa Petrus masuk”.
1) Petrus mula-mula tidak bisa masuk.
Hutcheson mengatakan (hal 379) bahwa seringkali kalau seorang anak Tuhan berjalan tidak sesuai kehendak Tuhan, maka Tuhan memberikan halangan. Ini seharusnya menjadi sesuatu yang mengingatkan anak Tuhan itu sehingga lalu mengadakan introspeksi, dan kembali ke jalan yang benar. ‘Tidak bisa masuknya Petrus’ merupakan hal seperti itu.
2) Murid yang lain itu ‘menolong’ Petrus sehingga bisa masuk.
Hutcheson menambahkan (hal 379) bahwa murid yang lain itu lalu ‘menolong’ Petrus sehingga Petrus bisa masuk. Tetapi ini justru menjadi jerat bagi Petrus, karena akhirnya menyebabkan ia menyangkal Yesus 3 x. Karena itu kita harus berhati-hati pada waktu mau berbuat baik kepada seseorang. Kita harus memikirkan lebih dulu apakah kebaikan kita itu betul-betul membawa kebaikan bagi dia, atau sebaliknya menjadi jerat bagi dia. Misalnya:
meminjami sepeda motor.
menolong pada saat ujian / ulangan.
memberi uang kepada orang yang malas bekerja.
orang tua yang menolong anaknya dalam membuat pekerjaan rumah, atau yang menyogok guru supaya anaknya naik kelas.
Semua ini merupakan ‘kebaikan’ yang sebetulnya merupakan jerat.
Yohanes 18: 17-18: “(17) Maka kata hamba perempuan penjaga pintu kepada Petrus: ‘Bukankah engkau juga murid orang itu?’ Jawab Petrus: ‘Bukan!’ (18) Sementara itu hamba-hamba dan penjaga-penjaga Bait Allah telah memasang api arang, sebab hawa dingin waktu itu, dan mereka berdiri berdiang di situ. Juga Petrus berdiri berdiang bersama-sama dengan mereka.”.
1) Penyangkalan Petrus termasuk salah satu dari sedikit cerita yang diceritakan oleh keempat kitab Injil (Mat 26:69-75 Mark 14:66-72 Luk 22:54-62 Yoh 18:17-18,25-27).
2) Saya tidak setuju dengan penafsir-penafsir yang menekankan sifat pengecut Petrus, karena ia menyangkal Yesus, sekalipun yang menanyai dia bukanlah seorang tentara, tetapi seorang hamba perempuan. Mengapa? Karena tidak jadi soal apakah yang menanyai dia itu anak kecil atau orang perempuan, kalau si penanya itu tahu bahwa Petrus memang adalah pengikut Yesus, ia bisa memberitahu orang-orang yang lain. Jadi, siapapun si penanya, itu tetap merupakan keadaan yang membahayakan bagi Petrus.
3) Tentang kata ‘bukan’ (I am not) yang diucapkan oleh Petrus pada akhir ay 17, Calvin berkomentar: “This does not seem, indeed, to be an absolute denial of Christ; but when Peter is afraid to acknowledge that he is one of Christ disciples, it amounts to an assertion that he has nothing to do with him. This ought to be carefully observed, that no one imagine that he has escaped by acting the part of the sophist, when it is only in an indirect manner that he shrinks from the confession of his faith” (= Ini memang tidak kelihatan sebagai penyangkalan penuh terhadap Kristus; tetapi pada waktu Petrus takut untuk mengakui bahwa ia adalah salah satu dari murid-murid Kristus, itu sama dengan suatu penegasan bahwa ia tidak mempunyai hubungan dengan Dia. Ini harus diperhatikan dengan seksama, supaya tidak seorangpun membayangkan bahwa ia telah lolos oleh suatu tindakan yang pintar / cerdik, pada waktu ia tidak mau melakukan pengakuan iman hanya dengan cara yang tidak langsung) - hal 200.
Catatan: saya tidak terlalu setuju dengan Calvin yang menyatakan bahwa penyangkalan Petrus bukanlah penyangkalan penuh / langsung. Tetapi saya tetap mengutip kata-kata Calvin di sini karena saya menganggap bahwa hal seperti itu memang sering terjadi.
Penerapan: tidak berani berdoa dalam nama Yesus pada waktu berdoa di depan umum, atau sama sekali tidak berdoa pada waktu mau makan di depan orang-orang kafir. Ini memang bukan merupakan penyangkalan langsung, tetapi ini tetap merupakan penyangkalan terhadap Kristus! Bandingkan dengan kedua text di bawah ini.
Mat 10:32-33 - “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.
Mark 8:38 - “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataanKu di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan BapaNya, diiringi malaikat-malaikat kudus.’”.
Perhatikan bahwa kalau Matius mengatakan ‘barangsiapa menyangkal Aku’ maka Markus mengatakan ‘barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataanKu’. Kalau saudara pergi dengan seseorang dan sedang berada dalam sekumpulan orang kafir, dan teman saudara itu lalu memberitakan Injil kepada orang banyak itu, atau berdoa dalam nama Yesus di depan orang banyak itu, apakah saudara merasa malu? Kalau ya, saudara sudah memenuhi kata-kata Markus tersebut, sekalipun saudara tidak berkata apa-apa!
4) Petrus duduk atau berdiri?
Ay 18b: “Juga Petrus berdiri berdiang bersama-sama dengan mereka.”.
Mat 26:69 - “Sementara itu Petrus duduk di luar di halaman. Maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya: ‘Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu.’”.
Mark 14:54 - “Dan Petrus mengikuti Dia dari jauh, sampai ke dalam halaman Imam Besar, dan di sana ia duduk di antara pengawal-pengawal sambil berdiang dekat api”.
Luk 22:55 - “Di tengah-tengah halaman rumah itu orang memasang api dan mereka duduk mengelilinginya. Petrus juga duduk di tengah-tengah mereka”.
Apakah ay 18b yang mengatakan Petrus ‘berdiri’ bertentangan dengan Mat 26:69 Mark 14:54 Luk 22:55 yang mengatakan Petrus ‘duduk’?
Jawab: Tidak, karena:
bisa saja seseorang duduk, tetapi lalu berdiri sebentar, dan duduk lagi.
Disamping itu, saat terjadinya ayat-ayat ini memang berbeda.
Ay 18b terjadi setelah penyangkalan pertama, sedangkan Mat 26:69 Mark 14:54 Luk 22:55 terjadi sebelum penyangkalan pertama. Jadi, mungkin tadinya ia ‘duduk’, tetapi setelah penyangkalan pertama itu ia menjadi gelisah dan lalu ‘berdiri’.
5) Tentang ay 18b, Calvin berkata (hal 200) bahwa ini menunjukkan betapa bodohnya Petrus. Baru saja ia jatuh dalam penyangkalan, sekarang ia berkumpul dengan orang-orang jahat, tanpa memikirkan kemungkinan bahwa ia akan jatuh ke dalam bahaya dan dosa yang sama.
Yohanes 18: 19: “Maka mulailah Imam Besar menanyai Yesus tentang murid-muridNya dan tentang ajaranNya”.
1) Yang disebut imam besar di sini adalah Hanas.
Leon Morris (NICNT): “there is evidence that men such as Annas who had once held the office of high priest were still called by that title. This would be all the more likely in the case of Annas in that he was in strictness still the legitimate high priest according to Jewish law” (= ada bukti bahwa orang-orang seperti Hanas yang pernah memegang jabatan imam besar tetap disebut dengan gelar itu. Lebih-lebih dalam kasus Hanas karena secara ketat ia tetap merupakan imam besar yang sah menurut hukum Yahudi) - hal 755.
2) Penghakiman yang bertentangan dengan hukum.
Adam Clarke: “But all this, with what follows, was transacted by night, and this was contrary to established laws. For the Talmud states, Sanhed. c. iv. s. 1, that - ‘Criminal processes can neither commences nor terminates, but during the course of the day. If the person be acquitted, the sentence may be pronounced during that day; but, if he be condemned, the sentence cannot be pronounced till the next day. But no kind of judgment is to be executed, either on the eve of the Sabbath, or the eve of any festival.’ Nevertheless, to the lasting infamy of this people, Christ was judicially interrogated and condemned during the night; and on the night too of the passover, or, according to others, on the eve of that feast” (= Tetapi semua ini, dengan apa yang selanjutnya terjadi, dilakukan pada malam hari, dan ini bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan. Karena Talmud menyatakan, Sanhed, c. iv. s.1, bahwa - ‘Proses kriminil hanya boleh dimulai atau diakhiri, pada pagi / siang hari. Jika orang itu dibebaskan, keputusannya boleh diumumkan pada hari itu; tetapi, jika ia dihukum / dinyatakan bersalah, keputusannya tidak boleh diumumkan sampai hari berikutnya. Dan tidak boleh ada penghakiman yang dilaksanakan, pada malam Sabat, atau malam dari hari raya apapun’. Sekalipun demikian, sehingga menjadi sesuatu yang memburukkan bangsa ini secara kekal, Kristus diinterogasi / diperiksa dalam pengadilan dan dijatuhi hukuman pada malam itu; dan itu terjadi pada Paskah malam, atau, menurut orang-orang lain, pada malam Paskah) - hal 643.
William Hendriksen: “No trial for life was allowed during the night. Yet, Jesus was tried and condemned during the hours of 1-3 A. M. Friday” (= Tidak ada pengadilan yang menentukan hidup atau matinya seseorang yang boleh dilakukan pada malam hari. Tetapi Yesus diadili dan dijatuhi hukuman pada Jum’at pagi antara pk 1-3) - hal 395.
William Hendriksen: “In cases of capital punishment, Jewish law did not permit the sentence to be pronounced until the day after the accused had been convicted” (= Dalam kasus-kasus hukuman mati, hukum Yahudi tidak mengijinkan hukuman diumumkan sampai satu hari setelah tertuduh dinyatakan bersalah) - hal 395-396.
Penerapan: di sini kita melihat orang-orang yang kalau sudah maunya melakukan sesuatu (membunuh Yesus) maka ia melakukannya dengan cara apapun. Karena itu hati-hati supaya saudara tidak terobsesi dengan apa yang harus saudara lakukan / saudara capai, sehingga lalu melakukannya dengan cara apapun!
3) ‘tentang murid-muridNya dan tentang ajaranNya’.
a) Hendriksen mengatakan (hal 397) bahwa Hanas menanyai Yesus pertama-tama tentang murid-muridNya dan baru tentang ajaranNya. Ini menunjukkan bahwa ia lebih mempedulikan kesuksesan Yesus, yang berkenaan dengan jumlah pengikutNya (karena ini yang menyebabkan mereka dengki - Yoh 12:19), dari pada benar tidaknya ajaran Yesus.
William Hendriksen: “It is not at all surprising that Annas questioned Jesus first of all concerning his disciples, and then concerning his teaching. At least, the disciples are mentioned before the teaching. This is exactly what one can expect from Annas! He was far more interested in the ‘success’ of Jesus - how large was his following? - than in the truthfulness or untruthfulness of that which he had been teaching. That is ever the way of the world” (= Sama sekali bukan merupakan sesuatu yang mengejutkan bahwa Hanas menanyai Yesus pertama-tama mengenai murid-muridNya, dan lalu mengenai ajaranNya. Setidaknya, murid-murid disebutkan sebelum ajaran. Ini memang persis merupakan apa yang seseorang bisa harapkan dari Hanas! Ia jauh lebih tertarik kepada sukses dari Yesus - berapa banyak pengikutNya? - dari pada kepada kebenaran atau ketidakbenaran dari ajaranNya. Itu selalu merupakan jalan dunia ini) - hal 397.
Hutcheson juga mengatakan (hal 380) bahwa para pemimpin gereja yang brengsek seringkali ribut soal pengajaran seseorang, padahal yang mereka persoalkan sebetulnya adalah murid-murid mereka yang ‘direbut’ oleh orang itu. Jadi ribut soal ajaran tadi hanyalah penyamaran saja.
Misalnya: para pendeta GKI marah / tidak senang kepada Bethany, tetapi waktu praktek nggeblak dan bahasa Roh masuk ke GKI, para pendeta itu tenang-tenang saja. Jelas bahwa yang mereka persoalkan sebetulnya bukanlah ajaran / praktek (karena mereka memang tak peduli ajaran). Yang mereka persoalkan adalah jemaat yang direbut oleh Bethany.
b) Calvin berkata bahwa dalam ay 19 Yesus ditanyai seakan-akan Ia adalah seorang nabi palsu / pengajar sesat, yang telah memecah gereja dan mengumpulkan pengikut-pengikut untuk diriNya sendiri. Karena itu jangan heran kalau saudara mengajarkan ajaran yang benar, tetapi toh dicap sebagai sesat, seperti Hyper-Calvinisme, dan sebagainya.
Yohanes 18: 20-21: “(20) Jawab Yesus kepadanya: ‘Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi. (21) Mengapakah engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka, yang telah mendengar apa yang Kukatakan kepada mereka; sungguh, mereka tahu apa yang telah Kukatakan.’”.
1) Hendriksen menambahkan bahwa pada waktu Yesus menjawab, Ia sama sekali tidak menyinggung tentang pengikutNya karena Ia tidak mau membahayakan para muridNya (bdk. ay 8-9). Ia menekankan apa yang seharusnya ditekankan yaitu tentang ajaranNya. Jika ajaranNya benar, Ia berhak mengumpulkan murid.
2) Tentang kata-kata ‘Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi’, apa maksudnya? Padahal kadang-kadang Ia mengajar hanya kepada para muridNya, seperti yang terlihat dari Mat 13:10-13,34.
a) Calvin mengatakan (hal 201) bahwa maksud Kristus di sini adalah Ia tidak berbicara atau mengajar secara berbeda kepada murid-muridNya dan kepada orang banyak. Bahan yang diajarkan sama.
Leon Morris (NICNT): “He does not mean that He had nothing to say to His followers when they were apart from the crowds. All four Gospels disprove this. What He means is that He did not have two kinds of teaching, a harmless one for the general public and a very different one for the secret revolutionaries” (= Ia tidak memaksudkan bahwa Ia tidak pernah berkata apa-apa kepada para pengikutNya ketika mereka sedang terpisah dari orang banyak. Keempat kitab Injil menentang ini. Apa yang Ia maksudkan adalah bahwa Ia tidak mempunyai 2 jenis ajaran, ajaran yang tidak berbahaya untuk umum dan ajaran yang sangat berbeda untuk para pemberontak yang tersembunyi) - hal 756.
Ini berbeda sekali dengan apa yang dilakukan oleh Bambang Noorsena, dan para nabi palsu lainnya, yang selalu menjadi semacam bunglon, dengan menyesuaikan ajarannya dengan para pendengarnya. Kalau suatu agama / aliran / pengajar harus menutup-nutupi sebagian ajarannya, maka pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan agama / aliran / pengajar tersebut.
Perlu juga diingat bahwa kalaupun Ia kadang-kadang mengajar dalam kelompok kecil kepada para muridNya, tetapi tujuanNya adalah supaya mereka lalu mengajarkan hal itu kepada orang banyak. Mat 10:27 - “Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah”.
b) Calvin beranggapan bahwa ay 20 ini tidak menunjukkan bahwa kalau negara dikuasai oleh orang-orang yang anti kristen, dan orang-orang kristen terancam nyawanya, mereka tetap harus memberitakan Firman Tuhan secara terbuka.
George Hutcheson setuju dengan Calvin dan berkata: “his meaning is, not to condemn men’s preaching of truth secretly in a time of violent persecution” (= maksudNya bukanlah mengecam orang-orang yang memberitakan kebe-naran dengan diam-diam pada masa penganiayaan yang hebat) - hal 380.
3) Barclay mengatakan bahwa pada saat itu ada peraturan yang melarang untuk menanyai seorang tertuduh sesuatu yang akan memberatkan dia. Seseorang tidak akan dihukum oleh pengakuannya sendiri, tetapi harus oleh keterangan saksi-saksi. Hanas melanggar peraturan ini dengan menanyai Yesus (ay 19). Karena itu Yesus menjawab dengan kata-kata dalam ay 20-21. MaksudNya adalah: ‘Buktikanlah kesalahanKu dengan cara yang sah, yaitu dengan menggunakan saksi-saksi. Berhentilah menggunakan cara yang tidak sah, dengan menanyai Aku’. Setelah Yesus mengucapkan kata-kata itu, seorang penjaga menamparNya, dan berkata: ‘Begitukah jawabMu kepada Imam Besar?’ (ay 22). Maksud dari kata-kata penjaga itu adalah: ‘Apakah Engkau mencoba untuk mengajar imam besar bagaimana caranya memimpin suatu pengadilan?’. Yesus menjawab dalam ay 23, dan maksudNya adalah: ‘Jika Aku mengatakan atau mengajarkan sesuatu yang salah, harus dipanggil saksi-saksi. Jika Aku hanya menyatakan hukum, mengapa engkau menamparKu untuk hal itu?’.
Barclay: “Jesus never had any hope of justice. The self-interest of Annas and his colleagues had been touched; and Jesus was condemned before he was tried. When a man is engaged on an evil way, his only desire is to eliminate anyone who opposes him. If he cannot do it by fair means, he is compelled to resort to foul” (= Yesus tidak pernah mempunyai pengharapan tentang keadilan. Kepentingan pribadi Hanas dan teman-teman sejawatnya telah disentuh; dan Yesus telah dihukum sebelum Ia diadili. Pada waktu seseorang terlibat pada suatu jalan yang jahat, satu-satunya keinginannya adalah melenyapkan siapapun yang menentangnya. Jika ia tidak bisa melakukan hal itu dengan cara yang adil, ia terpaksa mengambil jalan yang kotor) - hal 227.
4) Calvin mengatakan (hal 202-203) bahwa ay 20-21 ini menunjukkan bahwa orang kristen boleh membantah pada waktu mendapat perlakuan yang tidak benar, tetapi hatinya harus bebas dari kebencian dan keinginan balas dendam.
Yohanes 18: 22-23: “(22) Ketika Ia mengatakan hal itu, seorang penjaga yang berdiri di situ, menampar mukaNya sambil berkata: ‘Begitukah jawabMu kepada Imam Besar?’ (23) Jawab Yesus kepadanya: ‘Jikalau kataKu itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kataKu itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?’”.
1) Penjaga menampar Yesus (ay 22).
Hutcheson berkata (hal 382) bahwa tuan yang jahat seringkali mempunyai pelayan yang jahat. Karena itu kalau saudara bekerja pada seseorang yang jahat, waspadalah supaya saudara tidak menjadi jahat seperti dia!
2) Sekalipun Yesus tidak membalas tamparan tersebut, tetapi kata-kataNya menunjukkan suatu pembelaan. Ini menunjukkan bahwa:
a) Tidak salah bagi kita untuk membela nama baik kita kalau difitnah.
Pulpit Commentary: “it is not wrong to defend our innocence of good name” (= tidak salah untuk membela ketidakbersalahan nama baik kita) - hal 400.
b) Dari sikap Yesus ini terlihat bahwa kata-kata Yesus dalam Mat 5:39 tidak boleh diartikan secara hurufiah, karena Yesus sendiri tidak memberikan pipi satunya untuk ditampar! Jadi artinya hanyalah ‘tidak boleh membalas’.
Yohanes 18: 24: “Maka Hanas mengirim Dia terbelenggu kepada Kayafas, Imam Besar itu”.
KJV menterjemahkannya ke dalam past perfect tense.
KJV: ‘Now Annas had sent him bound unto Caiaphas the high priest’ (= Hanas telah mengirimkan Dia terbelenggu kepada Kayafas imam besar).
Calvin setuju dengan terjemahan KJV ini.
Keberatan terhadap terjemahan KJV tersebut:
Pulpit Commentary mengatakan: “If John had intended a pluperfect sense to be given to the verb, why not use that tense? ... In other cases the context clearly reveals the occasion of such a sense (see Matt. 16:5; 26:48)” [= Seandainya Yohanes memaksudkan arti past perfect diberikan kepada kata kerja ini, mengapa ia tidak menggunakan tense jenis itu? ... Dalam kasus-kasus yang lain kontextnya menyatakan secara jelas mengapa harus digunakan arti seperti itu (lihat Mat 16:5; 26:48)] - hal 387.
Mat 16:5 - “Pada waktu murid-murid Yesus menyeberang danau, mereka lupa membawa roti”.
Mat 26:48 - “Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: ‘Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia.’”.
Kedua kata kerja yang saya garis bawahi dalam ayat-ayat di atas, dalam bahasa Yunaninya ada dalam bentuk aorist (past tense), tetapi kontextnya menunjukkan secara jelas bahwa kata-kata itu harus diterjemahkan ke dalam past perfect tense.
Saya sendiri berpendapat bahwa ay 24 ini harus diterjemahkan ke dalam past tense biasa.
Yohanes 18: 25-27: “(25) Simon Petrus masih berdiri berdiang. Kata orang-orang di situ kepadanya: ‘Bukankah engkau juga seorang muridNya?’ (26) Ia menyangkalnya, katanya: ‘Bukan.’ Kata seorang hamba Imam Besar, seorang keluarga dari hamba yang telinganya dipotong Petrus: ‘Bukankah engkau kulihat di taman itu bersama-sama dengan Dia?’ (27) Maka Petrus menyangkalnya pula dan ketika itu berkokoklah ayam”.
1) Keempat versi penyangkalan Petrus.
Mat 26:69-75 - “(69) Sementara itu Petrus duduk di luar di halaman. Maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya: ‘Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu.’ (70) Tetapi ia menyangkalnya di depan semua orang, katanya: ‘Aku tidak tahu, apa yang engkau maksud.’ (71) Ketika ia pergi ke pintu gerbang, seorang hamba lain melihat dia dan berkata kepada orang-orang yang ada di situ: ‘Orang ini bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu.’ (72) Dan ia menyangkalnya pula dengan bersumpah: ‘Aku tidak kenal orang itu.’ (73) Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: ‘Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’ (74) Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: ‘Aku tidak kenal orang itu.’ Dan pada saat itu berkokoklah ayam. (75) Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya”.
Mark 14:66-72 - “(66) Pada waktu itu Petrus masih ada di bawah, di halaman. Lalu datanglah seorang hamba perempuan Imam Besar, (67) dan ketika perempuan itu melihat Petrus sedang berdiang, ia menatap mukanya dan berkata: ‘Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu.’ (68) Tetapi ia menyangkalnya dan berkata: ‘Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud.’ Lalu ia pergi ke serambi muka (dan berkokoklah ayam). (69) Ketika hamba perempuan itu melihat Petrus lagi, berkatalah ia pula kepada orang-orang yang ada di situ: ‘Orang ini adalah salah seorang dari mereka.’ (70) Tetapi Petrus menyangkalnya pula. Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ berkata juga kepada Petrus: ‘Engkau ini pasti salah seorang dari mereka, apalagi engkau seorang Galilea!’ (71) Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: ‘Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!’ (72) Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ Lalu menangislah ia tersedu-sedu”.
Luk 22:54-62 - “(54) Lalu Yesus ditangkap dan dibawa dari tempat itu. Ia digiring ke rumah Imam Besar. Dan Petrus mengikut dari jauh. (55) Di tengah-tengah halaman rumah itu orang memasang api dan mereka duduk mengelilinginya. Petrus juga duduk di tengah-tengah mereka. (56) Seorang hamba perempuan melihat dia duduk dekat api; ia mengamat-amatinya lalu berkata: ‘Juga orang ini bersama-sama dengan Dia.’ (57) Tetapi Petrus menyangkal, katanya: ‘Bukan, aku tidak kenal Dia!’ (58) Tidak berapa lama kemudian seorang lain melihat dia lalu berkata: ‘Engkau juga seorang dari mereka!’ Tetapi Petrus berkata: ‘Bukan, aku tidak!’ (59) Dan kira-kira sejam kemudian seorang lain berkata dengan tegas: ‘Sungguh, orang ini juga bersama-sama dengan Dia, sebab ia juga orang Galilea.’ (60) Tetapi Petrus berkata: ‘Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan.’ Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam. (61) Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.’ (62) Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya”.
Yoh 18:17-18,25-27 - “(17) Maka kata hamba perempuan penjaga pintu kepada Petrus: ‘Bukankah engkau juga murid orang itu?’ Jawab Petrus: ‘Bukan!’ (18) Sementara itu hamba-hamba dan penjaga-penjaga Bait Allah telah memasang api arang, sebab hawa dingin waktu itu, dan mereka berdiri berdiang di situ. Juga Petrus berdiri berdiang bersama-sama dengan mereka. ... (25) Simon Petrus masih berdiri berdiang. Kata orang-orang di situ kepadanya: ‘Bukankah engkau juga seorang muridNya?’ (26) Ia menyangkalnya, katanya: ‘Bukan.’ Kata seorang hamba Imam Besar, seorang keluarga dari hamba yang telinganya dipotong Petrus: ‘Bukankah engkau kulihat di taman itu bersama-sama dengan Dia?’ (27) Maka Petrus menyangkalnya pula dan ketika itu berkokoklah ayam”.
2) Di sini Yohanes menceritakan penyangkalan kedua dan ketiga. Jadi, dalam penceritaan Yohanes penyangkalan pertama dipisahkan dengan penyang-kalan kedua dan ketiga oleh cerita pemeriksaan terhadap Yesus. Sedangkan dalam ketiga Injil yang lain, cerita tentang penyangkalan Petrus itu tidak diinterupsi oleh apapun. Apakah ini merupakan suatu kontradiksi? Tidak, karena:
a) Bahwa para penulis dari Matius, Markus, dan Lukas menceritakan kejadian itu secara berturut-turut, tidak berarti bahwa tidak ada apapun yang terjadi di antara penyangkalan-penyangkalan tersebut.
Leon Morris (NICNT): “The Synoptists finish off their denial stories once they start. This means neither that there was nor that there was not an interval between the denials. The Synoptists ought not to be pressed as though they meant that the denials followed in quick sequence and that nothing happened in between” (= Penulis-penulis ketiga Injil yang lain, sekali mereka memulai cerita tentang penyangkalan, menyelesaikan cerita itu. Ini bukan berarti bahwa di sana ada atau tidak ada selingan di antara penyangkalan-penyangkalan itu. Penulis-penulis ketiga Injil yang lain tidak boleh ditekan / dituntut seakan-akan mereka memaksudkan bahwa penyangkalan-penyangkalan itu terjadi berturut-turut secara cepat dan tidak ada apapun yang terjadi di antaranya) - hal 751.
b) Lebih-lebih karena dalam Injil Lukas ditunjukkan adanya selang waktu antara penyangkalan pertama dan kedua (Luk 22:58a - ‘Tidak berapa lama kemudian’), dan demikian juga antara penyangkalan kedua dan ketiga (Luk 22:59a - ‘Dan kira-kira sejam kemudian’).
3) Dalam ay 25 kata ‘masih’ salah terjemahan karena kata ini sebetulnya sama sekali tidak ada.
Ini merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan, karena ay 18b mengatakan bahwa ‘Petrus berdiri berdiang’, sehingga kalau ay 25 mengatakan ia ‘masih berdiri berdiang’ maka seakan-akan ia masih ada di tempat yang sama. Padahal sebetulnya tidak demikian, karena di antara penyangkalan pertama dan penyangkalan kedua, Petrus pindah tempat (Mat 26:71 - ‘Ketika ia pergi ke pintu gerbang’; Mark 15:68b - ‘Lalu ia pergi ke serambi muka’; kedua tempat ini tidak perlu terlalu dibedakan, karena baik ‘serambi muka’ maupun ‘pintu gerbang’ letaknya di muka). Jadi ada 2 tempat berdiang, dan dalam ay 25 Petrus berdiang di tempat yang berbeda dari tempat ia berdiang dalam ay 18 (‘Encyclopedia of Bible Difficulties’, hal 340).
4) Selain itu, ay 25 ini mengatakan ‘orang-orang’ (seharusnya ‘they’ / ‘mereka’); sedangkan Matius mengatakan ‘seorang hamba lain (perempuan)’ (Mat 26:71), Markus mengatakan ‘hamba perempuan itu’ (Mark 14:69) yang kelihatannya menunjuk kepada hamba perempuan yang pertama menanyai Petrus, tetapi Lukas mengatakan ‘seorang lain (laki-laki)’ (Luk 22:58).
Ini bukan merupakan suatu kontradiksi, karena baik ‘hamba lain’ dalam Matius, maupun ‘hamba perempuan’ dalam Markus, tidak bertanya kepada Petrus, tetapi berbicara kepada orang-orang yang ada di situ (Mat 26:71 Mark 14:69). Ini menyebabkan ‘seorang lain (laki-laki)’ yang diceritakan Lukas, dan beberapa orang (‘mereka’) yang diceritakan Yohanes lalu menanyai Petrus.
Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam versi Lukas, Petrus memberikan jawaban / penyangkalannya yang pertama kepada seorang perempuan, tetapi yang kedua kepada seorang laki-laki.
Luk 22:56-58 - “(56) Seorang hamba perempuan melihat dia duduk dekat api; ia mengamat-amatinya lalu berkata: ‘Juga orang ini bersama-sama dengan Dia.’ (57) Tetapi Petrus menyangkal, katanya: ‘Bukan, aku tidak kenal Dia!’ (58) Tidak berapa lama kemudian seorang lain melihat dia lalu berkata: ‘Engkau juga seorang dari mereka!’ Tetapi Petrus berkata: ‘Bukan, aku tidak!’”. Kitab Suci Indonesia salah terjemahan!
KJV: ‘(56) But a certain maid beheld him as he sat by the fire, and earnestly looked upon him, and said, This man was also with him. (57) And he denied him, saying, Woman, I know him not. (58) And after a little while another saw him, and said, Thou art also of them. And Peter said, Man, I am not.’ [= (56) Tetapi seorang pelayan wanita melihat dia pada saat ia duduk dekat api, dan memandangnya dengan sungguh-sungguh, dan berkata: ‘Orang ini juga bersama-sama dengan Dia’. (57) Dan ia menyangkalNya, dengan berkata: ‘Perempuan, aku tidak mengenalNya. (58) Dan tidak berapa lama kemudian seorang yang lain melihatnya, dan berkata: ‘Engkau juga seorang dari mereka’. Dan Petrus berkata: ‘Bung, aku bukan seorang dari mereka’.].
Jadi, penyangkalan kedua ini khususnya ditujukan kepada ‘seorang lain (laki-laki)’ (Luk 22:58), dan karena itu Petrus berkata ‘Man’ (= Bung).
5) Tuduhan dan penyangkalan yang ke 3 juga diceritakan secara berbeda-beda.
Matius dan Markus mengatakan ‘orang-orang yang ada di situ’ (Mat 26:73 Mark 14:70), tetapi Lukas mengatakan ‘seorang lain’ (Luk 22:59), sedangkan Yohanes mengatakan ‘seorang hamba imam besar, seorang keluarga dari hamba yang telinganya dipotong Petrus’ (Yoh 18:26).
Ini bukan kontradiksi, tetapi setiap penulis menuliskan secara tidak lengkap, sehingga mereka saling melengkapi satu sama lain. Jadi sama seperti tuduhan kedua, yang ketiga ini juga dilakukan oleh banyak orang.
6) Komentar Calvin tentang penyangkalan-penyangkalan Petrus ini.
Calvin: “Peter is introduced into the high priest’s hall; but it cost him very dear, for, as soon as he sets his foot within it, he is constrained to deny Christ. When he stumbles so shamefully at the first step, the foolishness of his boasting is exposed. He had boasted that he would prove to be a valiant champion, and able to meet death with firmness; and now, at the voice of a single maid, and that voice unaccompanied by threatening, he is confounded and throws down his arms. Such is the demonstration of the power of man. Certainly, all the strength that appears to be in men is smoke, which a breath immediately drives away. When we are out of the battle, we are too courageous; but experience shows that our lofty talk is foolish and groundless; and, even when Satan makes no attacks, we contrive for ourselves idle alarms which disturb us before the time. The voice of a feeble woman terrified Peter: and what is the case with us? Do we not continually tremble at the rustling of a falling leaf? A false appearance of danger, which was still distant, made Peter tremble; and are we not every day led away from Christ by childish absurdities? In short, our courage is of such a nature, that, of its own accord, it gives way where there is no enemy; and thus does God revenge the arrogance of men by reducing fierce minds to a state of weakness. A man, filled not with fortitude but with wind, promises that he will obtain an easy victory over the whole world; and yet, no sooner does he see the shadow of a thistle, than he immediately trembles. Let us therefore learn not to be brave in any other than the Lord” (= Petrus dimasukkan ke dalam ruangan / aula imam besar; tetapi baginya itu mahal harganya, karena begitu ia menginjakkan kakinya di sana, ia dipaksa untuk menyangkal Kristus. Pada waktu ia tersandung dengan begitu memalukan pada langkah pertama, kebodohan dari sesumbarnya terbuka. Ia telah mengeluarkan sesumbar bahwa ia akan membuktikan diri sebagai pahlawan yang berani, dan mampu untuk menghadapi kematian dengan keteguhan; dan sekarang, karena suara dari seorang hamba perempuan, tanpa disertai dengan ancaman, ia bingung dan menurunkan lengannya / menyerah. Begitulah pertunjukan dari kuasa manusia. Jelas, semua kekuatan yang kelihatannya ada dalam diri manusia adalah asap, yang bisa disingkirkan oleh suatu hembusan nafas. Pada waktu kita ada di luar pertempuran, kita terlalu berani; tetapi pengalaman menunjukkan bahwa kata-kata kita yang tinggi / sombong adalah bodoh dan tak berdasar; dan bahkan pada saat Setan tidak menyerang, kita membuat untuk diri kita sendiri rasa takut yang tak berdasar, yang mengganggu kita sebelum waktunya. Suara seorang perempuan yang lemah menakutkan Petrus; dan bagaimana kasusnya dengan kita? Bukankah kita terus menerus gemetar karena suara jatuhnya sebuah daun? Penampilan yang palsu dari bahaya, yang masih jauh, membuat Petrus gemetar; dan bukankah kita setiap hari diselewengkan dari Kristus oleh hal-hal menggelikan yang kekanak-kanakan? Singkatnya, keberanian kita adalah bersifat sedemikian rupa, sehingga dari persetujuannya sendiri, ia mengalah pada saat tidak ada musuh; dan demikianlah Allah membalas kecongkakan manusia dengan mengurangi pikiran yang galak menjadi suatu keadaan kelemahan. Seorang manusia tidak diisi / dipenuhi dengan ketabahan tetapi dengan angin, menjanjikan bahwa ia akan mendapatkan kemenangan yang mudah atas seluruh dunia; tetapi begitu ia melihat bayangan dari suatu tumbuhan berduri, ia langsung gemetar. Karena itu hendaklah kita belajar untuk berani tidak di dalam hal lain selain di dalam Tuhan) - hal 199-200.
Calvin: “How shocking the stupidity of Peter, who, after having denied his Master, not only has no feeling of repentance, but hardens himself by the very indulgence he takes in sinning! If each of them in his turn had asked him, he would not have hesitated to deny his Master a thousand times. Such is the manner in which Satan hurries along wretched men, after having degraded them. We must also attend to the circumstances which is related by the other Evangelists, (Matth. 26:74; Mark 14:71,) that he began to curse and to swear, saying, that he did not know Christ. Thus it happens to many persons every day. At first, the fault will not be very great; next, it becomes habitual, and at length, after that conscience had been laid asleep, he who has accustomed himself to despise God will think nothing unlawful for him, but will dare to commit the greatest wickedness” [= Alangkah mengejutkannya kebodohan Petrus, yang, setelah menyangkal Tuannya, bukan hanya tidak mempunyai perasaan pertobatan, tetapi mengeraskan dirinya sendiri oleh suatu penurutan hati / sikap menyerah yang ia bawa dalam melakukan dosa! Seandainya setiap orang dari mereka bergantian menanyainya, ia tidak akan ragu-ragu untuk menyangkal Tuannya 1000 x. Demikianlah caranya dalam mana Setan mengajak cepat-cepat orang-orang yang buruk, setelah merendahkan mereka. Kita juga harus memperhatikan fakta-fakta / detail-detail yang diceritakan oleh penulis-penulis Injil yang lain (Mat 26:74 Mark 14:71), bahwa ia mulai mengutuk dan bersumpah, sambil berkata bahwa ia tidak mengenal Kristus. Demikianlah terjadi pada banyak orang setiap hari. Mula-mula kesalahan itu tidaklah terlalu besar; selanjutnya itu menjadi kebiasaan, dan akhirnya, setelah hati nurani telah tertidur, ia yang telah membiasakan dirinya menghina Allah akan berpikir bahwa tidak ada apapun yang salah bagi dia, tetapi akan berani melakukan kejahatan yang terbesar] - hal 203.
Dari komentar-komentar Calvin di atas ini terlihat jelas pandangan Calvin tentang Total Depravity (= Kebejatan total). Kita memang adalah begitu buruk, sehingga kita tidak boleh mempercayai diri kita sendiri. Kita hanya boleh percaya dan bersandar kepada Tuhan.
7) Komentar Pulpit Commentary tentang kejatuhan Petrus.
Pulpit Commentary: “The narrative is a warning against relying too much upon religious feeling. Peter felt deeply and warmly towards Christ; yet he fell. Many Christians think that they are secure because the gospel touches their emotions. The counsel of Jesus himself must not be forgotten: ‘Watch and pray, lest ye enter into temptation!’” (= Cerita ini merupakan suatu peringatan supaya tidak terlalu bersandar pada perasaan agamawi. Petrus mempunyai perasaan yang dalam dan hangat terhadap Kristus; tetapi ia jatuh. Banyak orang kristen mengira bahwa mereka aman karena injil menyentuh emosi mereka. Nasehat Yesus sendiri tidak boleh dilupakan: ‘Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan masuk / jatuh ke dalam pencobaan!’) - hal 407.
Mungkin kata-kata ini harus diperhatikan khususnya oleh orang-orang Kharismatik yang biasanya terlalu bersandar kepada emosinya sendiri. Mereka mengira bahwa dengan mempunyai emosi seperti itu, mereka sudah betul-betul percaya dan mengasihi Tuhan. Tetapi ini bukan monopoli golongan Kharismatik saja, karena ada orang-orang Protestan yang juga demikian. Mereka pernah menangis pada waktu menyadari dosa-dosanya, dan pada waktu tahu bahwa Yesus mati untuk mereka, dan berdasarkan pengalaman emosional itu mereka menganggap diri mereka pasti sudah kristen. Tetapi ini belum tentu benar, karena ‘tanah berbatu’ menerima firman dengan gembira (ada emosi) tetapi ternyata ‘tahan sebentar saja’, dan murtad pada waktu penindasan / penganiayaan datang (Mat 13:20-21).
Dari pada percaya / bersandar kepada emosi kita yang naik turun tak menentu, kita sebaiknya percaya dan bersandar kepada Tuhan dengan banyak berdoa.
8) Setelah penyangkalan ketiga, berkokoklah ayam (ay 27b).
Tentang ‘kokok ayam’, Barclay memberikan tafsiran sebagai berikut:
“According to Jewish ritual law, it was not lawful to keep cocks in the holy city, although we cannot be sure whether that law was kept or not. Further, it is never possible to be sure that a cock will crow. But the Romans had a certain military practice. The night was divided into four watches - 6 p.m. to 9 p.m., 9 p.m. to 12 midnight, 12 midnight to 3 a.m., and 3 a.m. to 6 a.m. After the third watch the guard was changed and to mark the changing of the guard there was a trumpet call at 3 a.m. That trumpet call was called in latin gallicinium and in Greek alektrophonia, which both mean cockcrow. It may well be that Jesus said to Peter: ‘Before the trumpet sounds the cockcrow you will deny me three times.’ Everyone in Jerusalem must have known that trumpet call at 3 a.m. When sounded through the city that night Peter remembered” (= Menurut hukum upacara Yahudi, tidak diperbolehkan untuk memelihara ayam di kota kudus, sekalipun kami tidak bisa memastikan apakah hukum ini ditaati atau tidak. Selanjutnya, tidak pernah mungkin untuk memastikan bahwa seekor ayam akan berkokok. Tetapi orang-orang Romawi mempunyai suatu praktek militer tertentu. Malam dibagi menjadi 4 periode penjagaan, yaitu pk 18.00 - pk 21.00, pk 21.00 - pk 24.00, pk 24.00 - pk 3.00, pk 3.00 - pk 6.00. Setelah periode penjagaan yang ketiga penjaga diganti dan untuk menandai pergantian penjaga itu ada bunyi terompet pada pk 3.00 pagi. Bunyi terompet itu disebut dalam bahasa Latin gallicinium, dan dalam bahasa Yunani alektrophonia, yang keduanya berarti ‘kokok ayam’. Mungkin sekali Yesus berkata kepada Petrus: ‘Sebelum terompet membunyikan ‘kokok ayam’ engkau akan menyangkalKu 3 x’. Setiap orang di Yerusalem pasti tahu bahwa terompet berbunyi pada pk 3.00 pagi. Pada saat terompet itu dibunyikan di seluruh kota malam itu, Petrus ingat) - hal 229-230.
Komentar saya berkenaan dengan hal ini:
a) Kata-kata yang saya garis-bawahi itu kelihatannya menunjukkan bahwa Barclay tidak mempercayai bahwa segala sesuatu (termasuk kokok ayam) ada di tangan Allah, dan bisa Ia gerakkan kemanapun Ia kehendaki. Bandingkan dengan komentar Spurgeon di bawah, yang jelas mempercayai bahwa segala sesuatu ada di tangan Allah, termasuk ayam dan kehendak dari ayam itu, dan Allah bisa menggerakkan ayam itu untuk berkokok, kapanpun Allah menghendakinya. Jadi, bagi Allah tidak ada yang tidak pasti, termasuk kokok ayam tersebut.
b) Tafsiran Barclay ini jelas bertentangan dengan 2 x kokok ayam dalam:
· nubuat Tuhan Yesus dalam Mark 14:30 - “Lalu kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini, malam ini juga, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’”.
· Mark 14:68-72 - “(68) Tetapi ia menyangkalnya dan berkata: ‘Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud.’ Lalu ia pergi ke serambi muka [dan berkokoklah ayam]. (69) Ketika hamba perempuan itu melihat Petrus lagi, berkatalah ia pula kepada orang-orang yang ada di situ: ‘Orang ini adalah salah seorang dari mereka.’ (70) Tetapi Petrus menyangkalnya pula. Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ berkata juga kepada Petrus: ‘Engkau ini pasti salah seorang dari mereka, apalagi engkau seorang Galilea!’ (71) Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: ‘Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!’ (72) Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ Lalu menangislah ia tersedu-sedu”.
Catatan:
Mark 14:72 mengatakan bahwa ini adalah kokok ayam yang kedua-kalinya, tetapi kata-kata ‘untuk kedua kalinya’ dan ‘dua kali’ itu diperde-batkan keasliannya karena adanya perbedaan manuscript (lihat footnote NIV). Demikian juga dengan kata-kata ‘dua kali’ dalam Mark 14:30.
Tetapi A. T. Robertson mengatakan bahwa yang ada dalam Mark 14:30 dan Mark 14:68 (dalam tanda kurung tegak) itu tidak orisinil, tetapi yang ada dalam Mark 14:72a dan Mark 14:72b itu asli.
Hendriksen bahkan beranggapan bahwa kata-kata yang ada dalam tanda kurung tegak dalam Mark 14:68 itupun asli (‘The Gospel of Mark’, hal 618-619). Tetapi kalau demikian, maka Petrus baru menyangkal 1 x, dan ayam sudah berkokok. Apakah ini bertentangan dengan Mat 26:34 dimana Yesus menubuatkan bahwa ayam baru berkokok setelah Petrus me-nyangkal 3 x? Hendriksen mengatakan bahwa kata-kata dalam Mat 26:34 itu harus diartikan ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, yaitu, sebelum ayam berkokok 2x, engkau telah menyangkal Aku tiga kali’.
Bruce M. Metzger beranggapan bahwa kata-kata ‘dua kali’ dalam Mark 14:30 itupun asli. Bagian paralelnya, yaitu Mat 26:34 Luk 22:34 Yoh 13:38, memang tidak mempunyai kata-kata itu, dan ini yang menyebab-kan beberapa penyalin menghapuskan kata-kata itu dalam Mark 14:30.
Tentang kata-kata yang ada dalam tanda kurung tegak dalam Mark 14:68, Metzger ragu-ragu, karena ada kemungkinan penyalin menambahkan kata-kata ini untuk menyesuaikan dengan Mark 14:30 dan Mark 14:72, tetapi juga ada kemungkinan penyalin menghapuskan bagian ini untuk menyesuaikan dengan cerita versi Matius, Lukas dan Yohanes.
Dan tentang kata-kata ‘untuk kedua kalinya’ dan ‘dua kali’ dalam Mark 14:72, Metzger menganggapnya sebagai asli. Adanya manuscripts yang tidak mempunyai bagian ini disebabkan karena penyalin-penyalin yang menghapuskannya untuk menyesuaikan dengan ketiga Injil yang lain.
Saya sendiri beranggapan bahwa kalau memang sebetulnya dalam seluruh cerita ini hanya ada satu kokok ayam, maka adalah aneh bahwa tahu-tahu dalam banyak manuscripts versi Markus bisa ditambahkan kata-kata ‘dua kali, ‘yang kedua kalinya’ dan sebagainya. Tetapi kalau sebetulnya kata-kata itu ada, maka bisa saja beberapa penyalin menghapuskannya untuk menyesuaikan dengan versi dari ketiga Injil yang lain. Jadi, untuk penambahan tidak ada alasan / motivasi; tetapi untuk penghapusan, ada. Karena itu lebih masuk akal untuk beranggapan bahwa kata-kata itu asli.
c) Adanya gereja-gereja yang meletakkan ayam di puncak genteng gereja, konon kabarnya berasal usul dari kokok ayam pada saat penyangkalan Petrus. Juga tradisi mengatakan bahwa sejak saat itu Petrus selalu menangis kalau mendengar kokok ayam.
Leon Morris (hal 760, footnote) menolak pandangan Barclay ini, dan ia menganggap bahwa kokok ayam itu betul-betul adalah kokok ayam.
9) Beberapa komentar bernada membela dari Barclay terhadap Petrus, yang menunjukkan hal-hal positif dalam diri Petrus, sekalipun ia menyangkal Yesus tiga kali.
a) Barclay: “The first thing to remember about Peter is not his failure, but the courage which kept him near to Jesus when everyone else had run away. His failure could have happened only to a man of superlative courage. True, he failed; but he failed in a situation which none of the other disciples even dared to face. ... We must remember how much Peter loved Jesus. ... He loved Jesus so much that he could not leave him. True, he failed; but he failed in circumstances which only a faithful lover of Jesus would ever have encountered” (= Hal pertama yang diingat tentang Petrus bukanlah kegagalannya, tetapi keberaniannya yang membuatnya tetap dekat dengan Yesus pada saat setiap orang yang lain telah lari meninggalkanNya. Kegagalannya hanya bisa terjadi pada seorang yang mempunyai keberanian yang sangat baik. Memang ia gagal; tetapi ia gagal dalam suatu situasi yang tak berani dihadapi oleh seorangpun dari murid-murid yang lain. ... Kita harus ingat betapa besar kasih Petrus kepada Yesus. ... Ia begitu mengasihi Yesus sehingga ia tidak bisa meninggalkannya. Memang ia gagal, tetapi ia gagal dalam suatu keadaan yang bisa dialami / dihadapi hanya oleh seorang pecinta Yesus yang setia) - hal 230.
Catatan: Hal yang perlu dipikirkan / diragukan tentang komentar Barclay tentang cinta Petrus yang besar kepada Yesus adalah Yoh 21:15-17 dimana setelah bangkit dari orang mati, Yesus menanyai Petrus sampai 3 x (jumlah yang sama dengan penyangkalannya): ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’. Mungkin Petrus mengikuti Yesus bukan karena cinta yang besar kepada Yesus, tetapi sekedar karena ia sebagai seorang Sanguinis, menuruti impulse yang muncul dalam hatinya tanpa terlalu banyak berpikir.
Tetapi kalau Petrus memang mengikuti Yesus karena kasihnya kepada Yesus, maka memang itu menunjukkan adanya hal yang positif dalam dirinya, dan kata-kata Barclay di atas bisa diterima. Petrus gagal dalam suatu situasi, yang tidak berani dimasuki oleh orang lain.
Illustrasi: orang menertawakan seorang yang ambruk karena tidak kuat mengangkat barbel seberat 150 kg. Tetapi orang yang menenertawakan itu sendiri tidak mau / tidak bisa mengangkat barbel seberat 75 kg sekalipun. Ini menunjukkan bahwa antara yang jatuh dan yang berdiri belum tentu yang jatuh yang lebih jelek. Juga antara yang menertawakan orang yang jatuh dan orang yang ditertawakan karena kejatuhannya, belum tentu yang terakhir yang lebih jelek.
Satu hal yang ingin saya tekankan adalah: orang-orang yang betul-betul berjuang dalam pelayanan dan ternyata jatuh / gagal, masih lebih baik dari pada yang sama sekali tidak berjuang / sedikit berjuang dan berhasil.
Illustrasi: Ada suatu artikel dalam Reader's Digest yang ditulis oleh seorang yang bernama Laurence Shames, yang berbunyi sebagai berikut:
“John Milton was a failure. In writing ‘Paradise Lost’, his aim was to ‘justify the ways of God to men.’ Inevitably, he fell short and wrote only a monumental poem. Beethoven, whose music was conceived to transcend fate, was a failure, as was Socrates, whose ambition was to make people happy by making them reasonable and just. The surest, noblest way to fail is to set one’s standards titanically high. The flip side of that proposition also seems true. The surest way to succeed is to keep one’s striving low. Many people, by external standards, will be ‘successes.’ They will own homes, eat in better restaurants, dress well and, in some instances, perform socially useful work. Yet fewer people are putting themselves on the line, making as much of their minds and talent as they might. Frequently, success is what people settle for when they can’t think of something noble enough to be worth failing at” (= John Milton adalah suatu kegagalan. Dalam menulis ‘Paradise Lost’ / Firdaus yang hilang, tujuannya adalah ‘membenarkan jalan-jalan Allah kepada manusia’. Secara tak terelakkan, ia gagal mencapainya dan hanya menulis syair yang besar / penting. Beethoven, yang musiknya dianggap melampaui nasib, adalah sebuah kegagalan, seperti halnya dengan Socrates, yang ambisinya adalah untuk membuat orang-orang bahagia dengan menjadikan mereka waras dan adil / benar. Jalan yang mulia yang paling pasti untuk gagal adalah menempatkan standard seseorang sangat tinggi. Sisi yang lain / sebaliknya dari dalil itu juga kelihatannya benar. Jalan yang paling pasti untuk sukses / berhasil adalah menjaga supaya perjuangannya / apa yang ingin dicapai merupakan sesuatu yang rendah. Banyak orang, dengan standard lahiriah / luar, kelihatan sukses. Mereka memiliki rumah, makan di restoran yang lebih baik, berpakaian bagus, dan kadang-kadang melakukan pekerjaan yang berguna bagi masyarakat. Tetapi lebih sedikit orang berterus terang dengan diri mereka sendiri (?), melakukan sebanyak yang mereka bisa lakukan dengan pikiran dan talenta mereka. Seringkali, sukses adalah apa yang mau diterima oleh orang-orang, pada waktu mereka tidak bisa memikirkan sesuatu yang cukup mulia yang layak untuk gagal dicapai).
Penerapan: mungkin banyak dari saudara yang merasa berhasil melakukan pelayanan saudara dengan baik dan bertanggung jawab, karena saudara menempatkan tujuan saudara terlalu rendah, sehingga saudara hanya mengambil sedikit pelayanan yang tidak terlalu berarti. Orang-orang lain menempatkan tujuannya begitu tinggi, sehingga mereka gagal dalam pelayanannya. Dan orang-orang golongan pertama lalu mengkritik orang-orang dari golongan kedua dan menilai mereka tidak / kurang serius dalam pelayanan dan sebagainya. Sebetulnya siapa yang kurang serius?
b) Barclay: “Things could not have been easy for him. The story of his denial would soon get about, for people love a malicious tale. It may well be, as legend has it, that people imitated the crow of the cock when he passed. But Peter had the courage and the tenacity of purpose to redeem himself, to start from failure and attain greatness” (= Kehidupan tidak akan mudah baginya. Cerita tentang penyangkalannya akan segera tersiar, karena orang-orang menyukai cerita yang jahat. Merupakan sesuatu yang mungkin, seperti dongeng mengatakannya, bahwa orang-orang meniru kokok ayam pada waktu ia lewat. Tetapi Petrus mempunyai keberanian dan kegigihan tujuan untuk menebus dirinya sendiri, untuk mulai dari kegagalan dan mencapai kebesaran) - hal 230-231.
c) Barclay: “The essence of the matter was that it was the real Peter who protested his loyalty in the upper room; it was the real Peter who drew his lonely sword in the moonlight of the garden; it was the real Peter who followed Jesus, because he could not allow his Lord to go alone; it was not the real Peter who cracked beneath the tension and denied his Lord. And that is just what Jesus could see. A tremendous thing about Jesus is that beneath all our failures he sees the real man. He understands” (= Inti dari persoalan adalah bahwa Petrus yang sejatilah yang memprotes kesetiaannya di ruang atas; Petrus yang sejatilah yang menarik pedangnya dalam cahaya bulan di taman; Petrus yang sejatilah yang mengikuti Yesus, karena ia tidak bisa membiarkan Tuhannya pergi sendiri; bukan Petrus yang sejati yang pecah / retak di bawah ketegangan dan menyangkal Tuhannya. Dan itulah persisnya yang bisa dilihat oleh Yesus. Suatu hal yang besar / hebat sekali tentang Yesus adalah bahwa di bawah semua kegagalan kita Ia melihat orang yang sejati. Ia mengerti) - hal 231.
Kalau penilaian Barclay tentang ‘Petrus sejati’ itu ia pisahkan dari pekerjaan Tuhan / Roh Kudus yang menguduskan Petrus, maka jelas bahwa kata-kata Barclay ini salah dan bertentangan dengan ‘Total Depravity’ (= Kebejatan total).
Tetapi kalau di dalam ‘Petrus sejati’ itu ia mengikutsertakan pekerjaan Tuhan / Roh Kudus dalam diri Petrus, maka mungkin kata-kata Barclay ini sejalan dengan kata-kata Paulus dalam Ro 7:16-20 - “(16) Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. (17) Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. (18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. (20) Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku”.
Charles Hodge: “This is not said as an exculpation, but to exhibit the extent and power of indwelling sin, which it (?) is beyond our own power, and beyond the power of the law, to eradicate or effectually control. ... They are indeed my own acts, but not being performed with the full and joyful purpose of the heart, are not to be regarded as a fair criterion of character” (= Ini bukan diucapkan untuk membersihkan diri sendiri dari kesalahan, tetapi untuk menunjukkan luasnya dan kekuatan dari dosa di dalam kita, yang melampaui kekuatan kita sendiri, dan melampaui kekuatan dari hukum Taurat, untuk menghapuskan atau mengontrolnya secara effektif. ... Hal-hal itu memang merupakan tindakan-tindakanku sendiri, tetapi karena tidak dilakukan dengan tujuan hati yang penuh dan sukacita, maka hal-hal itu tidak boleh dianggap sebagai suatu testing yang jujur dari suatu karakter) - ‘Romans’, hal 231,234.
Ini memang merupakan suatu hal yang penting. Mengapa? Karena kita cenderung menilai orang lain, dan bahkan kadang-kadang diri kita sendiri dengan cara yang terlalu berat, yaitu dengan hanya menyoroti hal-hal jeleknya saja. Ini merupakan penilaian yang tidak fair / jujur.
10) Yohanes tidak menceritakan kesadaran Petrus dari dosanya.
Ini diceritakan oleh Matius dan Markus, yang mengatakan bahwa pada saat ayam berkokok Petrus lalu teringat kata-kata Yesus.
Mat 26:74-75 - “Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: ‘Aku tidak kenal orang itu.’ Dan pada saat itu berkokoklah ayam. Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya”.
Mark 14:72 - “Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ Lalu menangislah ia tersedu-sedu”.
Tetapi Calvin mengatakan bahwa dalam Lukas, Petrus baru sadar pada saat Yesus memandang kepadanya.
Luk 22:60-61 - “Tetapi Petrus berkata: ‘Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan.’ Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam. Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.’”.
Calvin: “Thus, when any persons has once begun to fall through the suggestions of Satan, no voice, no sign, no warning, will bring him back, until the Lord himself cast his eyes upon him” (= Demikianlah pada saat seseorang telah mulai jatuh melalui usul-usul dari Setan, tidak ada suara, tanda, atau peringatan, yang akan membawanya kembali, sampai Tuhan sendiri memandang kepadanya) - hal 204.
Charles Haddon Spurgeon: “When Peter first denied his Master a cock crew. Peter must have heard that crowing, or he would not have communicated the fact to the evangelists who recorded it. But though he heard it, he was an example of those who have ears, but hear not. One would have thought that the warning would have touched his conscience; but it did not; and when the cock crowed a second time, after he had committed three denials, it might not have awakened him from his dreadful sleep if a higher instrumentality had not been used, namely, a look from the Lord Jesus” (= Pada waktu Petrus pertama kalinya menyangkal Tuannya ayam berkokok. Petrus pasti mendengar kokok itu, atau ia tidak akan menyampaikan fakta itu kepada penginjil-penginjil yang mencatatnya. Tetapi sekalipun ia mendengarnya, ia merupakan contoh dari mereka yang mempunyai telinga, tetapi tidak mendengar. Seseorang mengira bahwa peringatan ini menyentuh hati nuraninya; tetapi ternyata itu tidak menyentuhnya; dan pada waktu ayam berkokok untuk keduakalinya, setelah ia melakukan 3 penyangkalan, itu mungkin tidak membangunkannya dari tidurnya yang menakutkan, seandainya alat pembantu yang lebih tinggi tidak digunakan, yaitu, pandangan dari Tuhan Yesus) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 22.
Catatan: saya berpendapat kata-kata ‘the evangelists’ (= penginjil-penginjil) itu salah, karena satu-satunya penginjil yang menuliskan kokok ayam yang pertama, dan adanya 2 x kokok ayam, adalah Markus (Mark 14:30,68,72).
Mengomentari Luk 22:60-61, Charles Haddon Spurgeon berkata:
“God has all things in his hands, he has servants everywhere, and the cock shall crow, by the secret movement of his providence, just when God wills; and there is, perhaps, as much of divine ordination about the crowing of a cock as about the ascending of an emperor to his throne. Things are only little and great according to their bearings; and God reckoned not the crowing bird to be a small thing, since it was to bring a wanderer back to his Saviour, for, just as the cock crew, ‘The Lord turned, and looked upon Peter.’ That was a different look from the one which the girl had given him, but that look broke his heart” [= Allah mempunyai / memegang segala sesuatu di tanganNya, Ia mempunyai pelayan di mana-mana, dan ayam akan berkokok, oleh gerakan / dorongan rahasia dari providensiaNya, persis pada saat Allah menghendakinya; dan di sana mungkin ada pengaturan / penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang berkokoknya seekor ayam seperti tentang naiknya seorang kaisar ke tahtanya. Hal-hal hanya kecil dan besar menurut hubungannya / sangkut pautnya / apa yang diakibatkannya; dan Allah tidak menganggap berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil, karena itu akan membawa orang yang menyimpang kembali kepada Juruselamatnya, karena, persis pada saat ayam itu berkokok, ‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini adalah pandangan yang berbeda dengan pandangan yang tadi telah diberikan seorang perempuan kepadanya (Luk 22:56), tetapi pandangan itu menghancurkan hatinya] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 20.
-o0o-
Yohanes 18:28-40
Yohanes 18: 28: “Maka mereka membawa Yesus dari Kayafas ke gedung pengadilan. Ketika itu hari masih pagi. Mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan diri, sebab mereka hendak makan Paskah”.
1) “Mereka membawa Yesus dari Kayafas ke gedung pengadilan. Ketika itu hari masih pagi”.
a) Injil Yohanes dibandingkan dengan ketiga Injil yang lain.
Yohanes menceritakan pengadilan di hadapan Pontius Pilatus secara lebih lengkap dari pada ketiga Injil yang lain.
Yohanes hanya membicarakan sedikit tentang pengadilan Yahudi terhadap Yesus, dan tidak menceritakan tentang semua yang terjadi di hadapan Kayafas, baik tentang saksi-saksi palsu, maupun tentang penghinaan-penghinaan yang dialami Yesus di sana. Semua itu sudah diceritakan dalam ketiga Injil yang lain, dan karena itu Yohanes tidak merasa perlu menceritakannya lagi.
Tetapi Yohanes membicarakan secara panjang lebar dan secara jauh lebih lengkap tentang pengadilan Romawi, dibandingkan dengan ketiga Injil yang lain. Injil Yohanes memang merupakan Injil pelengkap.
Bagian terakhir ini menimbulkan dugaan seseorang bahwa Yohanes masuk ke dalam gedung pengadilan, dan karena itu bisa menceritakan apa yang terjadi dalam pengadilan tersebut secara mendetail. Ini sekaligus memberikan dukungan terhadap pandangan bahwa ‘murid yang lain’ yang bersama dengan Petrus itu (ay 15-16) adalah Yohanes sendiri. Tetapi Leon Morris mengatakan bahwa sekalipun ini memang sangat memungkinkan tetapi ini tetap merupakan suatu spekulasi / dugaan, dan kita tidak bisa tahu dengan pasti dari mana Yohanes mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di dalam gedung pengadilan Pontius Pilatus.
b) Orang-orang Yahudi itu harus membawa Yesus ke hadapan Pontius Pilatus karena mereka sendiri tidak mempunyai hak untuk melaksanakan hukuman mati.
William Barclay: “The Romans allowed them a good deal of self-government, but they had not the right to carry out the death penalty. The ius gladii, as it was called, the right of the sword, belonged only to the Romans. ... It is true that sometimes, as, for instance, in the case of Stephen, the Jews did take the law into their own hands; but legally they had no right to inflict the death penalty on anyone. That was why they had to bring Jesus to Pilate before he could be crucified” (= Orang-orang Romawi mengijinkan mereka mempunyai pemerintahan sendiri dalam banyak hal, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk melaksanakan hukuman mati. Ius gladii, atau hak pedang, hanya dimiliki oleh orang Romawi. ... Memang benar bahwa kadang-kadang, seperti dalam kasus Stefanus, orang-orang Yahudi melakukan main hakim sendiri; tetapi secara hukum mereka tidak mempunyai hak untuk memberikan hukuman mati kepada siapapun. Itu sebabnya mengapa mereka harus membawa Yesus kepada Pilatus sebelum Ia bisa disalibkan) - hal 233-234.
Calvin: “the stoning of Stephen (Acts 7:59) took place in a seditious manner, as happens in cases of tumult; but it was proper that the Son of God should be solemnly condemned by an earthly judge, that he might efface our condemnation in heaven” [= Perajaman Stefanus (Kis 7:59) terjadi dalam cara pemberontakan, seperti yang terjadi dalam kasus-kasus huru-hara; tetapi merupakan sesuatu yang benar bahwa Anak Allah harus dihukum dengan khitmat oleh seorang hakim duniawi, supaya Ia bisa menghapuskan penghukuman kita di surga] - ‘Harmony of Matthew, Mark, Luke’, hal 268.
Calvin: “For the Son of God chose to stand bound before an earthly judge, and there to receive sentence of death, in order that we, delivered from condemnation, may not fear to approach freely to the heavenly throne of God” (= Karena Anak Allah memilih untuk berdiri dengan terikat di depan hakim dunia, dan menerima hukuman mati di sana, supaya kita, dibebaskan dari penghukuman, tidak usah takut mendekat secara bebas pada tahta surgawi Allah) - ‘Harmony of Matthew, Mark, Luke’, hal 275.
Calvin: “So then, the Son of God stood, as a criminal, before a mortal man, and there permitted himself to be accused and condemned, that we may stand boldly before God. His enemies, indeed, endeavoured to fasten upon him everlasting infamy; but we ought rather to look at the end to which the providence of God directs us. For if we recollect how dreadful is the judgment-seat of God, and that we could never have been acquitted there, unless Christ had been pronounced to be guilty on earth, we shall never be ashamed of glorying in his chains” (= Demikianlah, Anak Allah berdiri, sebagai seorang kriminil, di depan manusia yang fana / bisa mati, dan di sana mengijinkan dirinya sendiri dituduh dan dihukum, supaya kita bisa berdiri dengan berani di depan Allah. Musuh-musuhNya memang berusaha melekatkan padaNya hal yang buruk / memalukan yang bersifat kekal; tetapi kita harus melihat pada akhirnya kemana Providensia Allah mengarahkan kita. Karena jika kita mengingat betapa menakutkan tahta penghakiman Allah, dan bahwa kita tidak akan pernah bisa dibebaskan di sana, kecuali Kristus dinyatakan bersalah di bumi, kita tidak akan pernah malu untuk bermegah dalam belengguNya) - ‘Harmony of Matthew, Mark, Luke’, hal 275.
c) Para musuh Yesus ini bekerja sampai pagi, dan ini seharusnya memalukan kita sebagai anak-anak Tuhan, kalau kita lalai / malas dalam melakukan pelayanan bagi Tuhan.
George Hutcheson: “It may shame the Lord’s people, in their negligence in going about his service, to see the activity of wicked men in their ill course, particularly in their opposition to Christ; for here, having been at it all night, they do not yet weary” (= Ini bisa memalukan umat Tuhan dalam kelalaian mereka melakukan pelayanan, melihat aktivitas dari orang-orang jahat dalam jalan mereka yang buruk, khususnya dalam permusuhan mereka terhadap Kristus; karena di sini, sekalipun mereka telah melakukannya sepanjang malam, mereka belum lelah) - hal 384-385.
2) “Mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan diri, sebab mereka hendak makan Paskah”.
a) Tak mau menajiskan diri, tetapi mau membunuh orang yang tak bersalah.
1. Kalimat ini sebetulnya diawali dengan kata Yunani KAI, yang sekalipun pada umumnya berarti ‘dan’, tetapi bisa juga berarti ‘tetapi’, dan di sini harus diartikan demikian (Pulpit Commentary, hal 390). Jadi, mereka membawa Yesus ke gedung pengadilan, tetapi mereka sendiri tidak masuk ke dalamnya, karena mereka tidak mau menajiskan diri mereka.
2. Kenajisan apa yang terjadi kalau mereka masuk ke sana?
Barclay mengatakan ada 2 kenajisan kalau mereka masuk ke gedung pengadilan:
· Pertama, karena mereka menganggap bahwa masuk ke rumah orang non Yahudi menyebabkan mereka menjadi najis (bdk. Kis 10:28a - “Ia berkata kepada mereka: ‘Kamu tahu, betapa kerasnya larangan bagi seorang Yahudi untuk bergaul dengan orang-orang yang bukan Yahudi atau masuk ke rumah mereka”).
Sebetulnya, larangan ini bukanlah larangan dari hukum Taurat / Firman Tuhan, tetapi hanya merupakan tradisi.
Calvin: “no part of the Law forbade them to enter into the house of a Gentile, but it was a precaution derived from the traditions of the fathers, that no person might, through oversight, contract any pollution from an unclean house” (= tidak ada bagian dari hukum Taurat yang melarang mereka untuk memasuki rumah orang non Yahudi, tetapi itu merupakan tindakan pencegahan yang diturunkan dari tradisi-tradisi dari nenek moyang, bahwa tidak ada orang yang boleh, melalui kekhilafan, terkena polusi dari rumah yang najis) - hal 205.
· Kedua, karena mereka hendak makan Perjamuan Paskah. Sebagai persiapan mereka harus membuang semua ragi dari rumah mereka (Kel 12:15,18-20,39 13:3b,6-7), yang merupakan simbol kejahatan. Masuk ke gedung pengadilan orang non Yahudi berarti masuk ke tempat yang ada raginya, dan itu menajiskan mereka.
Adam Clarke: “The Jews considered even the touch of a Gentiles as a legal defilement; and therefore would not venture into the prætorium” (= Orang-orang Yahudi menganggap bahwa bahkan sentuhan dari orang non Yahudi merupakan pencemaran yang sah; dan karena itu tidak mau masuk ke dalam gedung) - hal 644-645.
Leon Morris (NICNT): “It was the rule that ‘That dwelling-places of gentiles are unclean.’ Any Jew who entered such a dwelling would immediately contract defilement, a defilement which lasted seven days. This would effectively prevent him from observing the feast” (= Merupakan suatu peraturan bahwa ‘tempat tinggal orang non Yahudi itu najis’. Orang Yahudi yang masuk ke tempat tinggal seperti itu akan langsung terkena pencemaran, suatu pencemaran yang berlangsung 7 hari. Ini akan secara efektif menghalanginya untuk merayakan hari raya tersebut) - hal 763.
Dan pada footnotenya Leon Morris mengatakan: “Mishnah, Ohol. 18:7. This does not apply to colonnades (Ohol. 18:9), to the open space in a courtyard and certain other appearances to the dwelling (Ohol. 18:10). Thus the Jews would be able to appear before the Praetorium, but not enter it” [= Mishnah, Ohol. 18:7. Ini tidak berlaku bagi barisan tiang yang menyokong atap (Ohol. 18:9), bagi ruang terbuka di halaman dan bagian-bagian luar yang lain dari tempat tinggal (Ohol. 18:10). Karena itu orang-orang Yahudi bisa muncul di depan gedung itu, tetapi mereka tidak mau memasukinya] - hal 763.
3. Fanatik terhadap hal kecil / remeh, tetapi mengabaikan hal besar.
Mereka berusaha mentaati secara njlimet hukum tentang kenajisan itu, tetapi pada saat yang sama mereka secara sengaja melanggar hukum yang besar karena mereka mengusahakan pembunuhan terhadap diri Yesus, yang jelas tidak bersalah.
Bandingkan dengan:
· Mat 23:23-24 - “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan”.
· Luk 11:39 - “Tetapi Tuhan berkata kepadanya: ‘Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan”.
Calvin: “these hypocrites, though they are so full of malice, ambition, fraud, cruelty, and avarice, that they almost infect heaven and earth with their abominable smell, are only afraid of external pollutions” (= orang-orang munafik ini, sekalipun mereka begitu penuh dengan kedengkian / kebencian, ambisi, penipuan / kecurangan, kekejaman, dan ketamakan, sehingga mereka hampir mempengaruhi / menjangkiti surga dan bumi dengan bau mereka yang menjijikkan, takut hanya pada polusi lahiriah) - hal 205.
Calvin: “those venerable expounders of the Law, while they carefully strain at a gnat, swallow the camel without any hesitation, (Matth. 23:24;) and it is usual with hypocrites to reckon it a greater crime to kill a flea than to kill a man” [= para pengajar hukum Taurat yang terhormat itu, sementara mereka dengan hati-hati / teliti menyaring nyamuk, menelan unta tanpa ragu-ragu (Mat 23:24); dan merupakan sesuatu yang biasa kalau orang-orang munafik menganggap bahwa membunuh seekor lalat merupakan kejahatan yang lebih besar dari pada membunuh seorang manusia] - hal 205.
William Hendriksen: “They did not desire to be defiled. They apparently regarded ceremonial defilement to be a much more serious matter than moral defilement” (= Mereka tidak ingin dicemarkan. Jelas bahwa mereka menganggap bahwa pencemaran yang bersifat upacara adalah persoalan yang jauh lebih serius dari pada pencemaran moral) - hal 401.
Barnes’ Notes: “Probably there is not anywhere to be found another such instance of petty regard to the mere ceremonies of the law, and attempting to keep from pollution, at the same time that their hearts were filled with malice, and they were meditating the most enormous of all crimes. But it shows us how much more concerned men will be at the violation of the mere forms and ceremonies of religion than they will be at real crime; and how they endeavour to keep their consciences at ease amidst their deeds of wickedness by the observance of some of the outward ceremonies of religion - by mere sanctimoniousness” (= Mungkin tidak pernah ditemukan dimanapun contoh lain dari perhatian picik seperti ini yang hanya ditujukan semata-mata pada upacara-upacara dari hukum Taurat, dan berusaha menjaga dari polusi, tetapi pada saat yang sama hati mereka dipenuhi dengan kedengkian / kebencian, dan mereka sedang merencanakan kejahatan yang paling besar. Tetapi ini menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang lebih peduli tentang pelanggaran terhadap hal-hal lahiriah dan upacara-upacara agama dari pada terhadap kejahatan yang sungguh-sungguh; dan bagaimana mereka berusaha untuk menjaga hati nurani mereka tetap tenang di tengah-tengah tindakan-tindakan kejahatan mereka oleh ketaatan terhadap upacara-upacara agama yang bersifat lahiriah - oleh semata-mata sikap sok suci) - hal 350.
Pulpit Commentary: “How much more deserving of condemnation are professed Christians, who, whilst scrupulously observing the ordinances of religion and the regulations of their Churches, at the same time are guilty of serious infractions of the moral law! Yet men are found who keep with outward strictness the day of rest, who partake of the holy Eucharist, and yet are not ashamed to act unjustly, to speak slanderously, and to cherish a selfish and worldly spirit” (= Betapa lebih layak dikecamnya orang-orang yang mengaku sebagai kristen, yang sementara mentaati peraturan-peraturan agama dan Gereja sampai pada yang sekecil-kecilnya, tetapi pada saat yang sama bersalah dalam pelanggaran serius terhadap hukum moral! Tetapi ada orang-orang yang memelihara dengan keketatan lahiriah hari istirahat, yang ikut serta dalam Perjamuan Kudus, tetapi yang tidak malu untuk bertindak secara tidak adil, berbicara secara memfitnah, dan memelihara roh yang egois dan duniawi) - hal 408.
Penerapan:
¨ saya ingat akan seorang teman baik saya pada saat sekolah theologia di Amerika, yang mau berdebat berjam-jam demi mempersoalkan apakah seorang perempuan boleh menjadi pendeta, pengkhotbah, atau bahkan majelis / penatua, tetapi tidak terlalu antusias kalau diajak berdebat dalam persoalan Tritunggal atau Kristologi.
¨ Perjamuan Kudus dibatalkan karena pendeta sakit, lalu ada yang ngomel. Itu menunjukkan bahwa orang itu adalah orang yang ingin sangat ketat dalam hal-hal yang bersifat upacara (ini hal kecil), tetapi terus terang saja, tidak punya kasih kepada pendeta (ini hal besar), karena tetap mengharuskan pendeta memimpin Kebaktian dan Perjamuan Kudus sekalipun sakit.
¨ saudara mau geger dalam persoalan pendeta tidak bezoek, tetapi saudara kelihatannya mengabaikan jerih payah saya dalam memberitakan Injil / Firman Tuhan.
¨ banyak orang mau gegeran dan mundur dari pelayanan hanya karena persoalan yang relatif kecil, seperti HR / Biaya Hidup pendeta, dan melupakan perang terhadap setan dan tujuan / visi gereja ini dalam memberitakan Injil dan Firman Tuhan. Memang kalau kesalahan pendeta bersifat prinsip, yang betul-betul bisa dibuktikan berdasarkan Kitab Suci, maka tentu saja yang seperti itu tidak bisa diabaikan. Tetapi kalau ‘kesalahan’ itu hanya berupa suatu kebijaksanaan yang saudara anggap tidak benar, dan karena itu lalu saudara mengabaikan tujuan gereja, maka saya berpendapat saudara melakukan kesalahan yang mirip dengan para tokoh Yahudi di sini.
b) Perbedaan saat makan Paskah antara Yesus dan murid-muridNya di satu pihak, dan orang-orang Yahudi di lain pihak.
Yesus makan
paskah Yesus
mulai disalib
Yesus mati
A B
--------|-----------------|----------------|-----------------|----------------|----------------|------------
18.00 24.00 6.00 12.00 18.00 24.00
Kamis--><---------------------------------Jum’at--------------------------------------------------><----------Sabtu-----------
Yesus dan murid-muridNya makan Paskah pada hari Kamis malam (bagi orang Yahudi ini sudah termasuk hari Jum’at, karena pergantian hari bagi mereka adalah pk 18.00! - lihat gambar di atas!).
Tetapi dari Yoh 18:28 dan Yoh 19:14, terlihat bahwa pada saat Yesus diadili (hari Jum’at), orang-orang Yahudi yang lain belum makan Paskah. Karena itu jelas bahwa Yesus memang makan Paskah sebelum orang-orang yang lain. Tetapi berapa banyak perbedaan waktunya? Ada beberapa pandangan:
1. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa orang-orang lain makan Paskah pada titik A (lihat gambar di atas). Ini berarti bahwa sekalipun Yesus dan murid-muridNya makan Paskah lebih dulu dari orang-orang lain, tetapi Yesus tetap makan Paskah pada hari yang sama dengan mereka, yaitu hari Jum’at.
2. Kebanyakan penafsir menganggap bahwa orang-orang lain makan Paskah pada titik B, yang sudah termasuk hari Sabtu (lihat gambar di atas). Itu berarti bahwa Yesus dan murid-muridNya makan Paskah 1 hari lebih dahulu dibandingkan dengan orang-orang yang lain.
Apa alasan Yesus untuk makan Paskah 1 hari lebih dulu dari orang-orang yang lain? Perlu diingat bahwa hari untuk makan Paskah ditentukan oleh Tuhan sendiri (bdk. Kel 12:2-6 Im 23:5 Bil 9:4-5), dan karena itu tidak boleh diubah semaunya sendiri. Lalu apakah Yesus mengubahnya menjadi 1 hari lebih dulu? Ada orang yang mengatakan ‘ya’, dengan alasan: karena Yesus tahu bahwa sebentar lagi Ia akan ditangkap, dan besoknya Ia sudah akan mati. Tetapi ini berarti Yesus menentang / melanggar Firman Tuhan, dan itu merupakan sesuatu yang mustahil.
Calvin mengatakan bahwa adalah tradisi orang Yahudi, kalau suatu hari raya terjadi pada hari Jum’at, maka supaya mereka tidak libur 2 hari berturut-turut (ingat bahwa hari Sabtu adalah hari Sabat / hari libur), maka mereka mengundurkan perayaan hari raya itu 1 hari, dan mereka menggabungkan hari raya itu dengan hari Sabat. Jadi mungkin sekali bahwa pada saat itu Paskah seharusnya terjadi pada hari Jum’at, tetapi orang-orang Yahudi mengundurkannya 1 hari dan merayakannya pada hari Sabat / Sabtu. Tetapi Kristus tidak mau menuruti tradisi yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan, dan karena itu, Ia tetap merayakan Paskah pada hari Jum’at.
Dari sini kita bisa belajar bahwa Kristus berusaha mentaati Firman Tuhan / hukum Taurat sampai yang sekecil-kecilnya (bdk. Mat 5:17-19).
Penerapan: bagaimana dengan ketaatan saudara pada Firman Tuhan? Apakah saudara hanya mau mentaati hukum yang besar-besar seperti jangan membunuh, jangan berzinah dsb? Bagaimana dengan hukum dan peraturan yang kecil-kecil seperti:
· jangan berdusta / sebar gossip.
· jangan menyebut / menggunakan nama Tuhan Allah dengan sia-sia / sembarangan.
· mentaati peraturan lalu lintas (bdk. Ro 13:1).
· keharusan menggunakan 1 roti dalam Perjamuan Kudus (1Kor 10:17).
Maukah saudara memperhatikan dan mentaati semua hukum / peraturan baik yang besar maupun yang kecil?
3. Ada yang mengatakan bahwa orang-orang Yahudi diperbolehkan makan Paskah pada sembarang waktu di antara Kamis malam dan Jum’at malam.
Adam Clarke: “Bishop Pearce supposes that it was lawful for the Jews to eat the paschal lamb any time between the evening of Thursday and that of Friday. He conjectures too that this permission was necessary on account of the immense number of lambs which were to be killed for that purpose” (= Uskup Pearce menganggap bahwa orang-orang Yahudi diperbolehkan untuk makan domba Paskah pada sembarang waktu di antara Kamis malam dan Jum’at malam. Ia juga menduga bahwa ijin ini perlu karena jumlah yang besar dari domba-domba yang harus dibunuh untuk tujuan itu) - hal 645.
Catatan: seseorang memperhitungkan bahwa jumlah domba yang disembelih pada Paskah mencapai 256.000 ekor!
Ay 29: “Sebab itu Pilatus keluar mendapatkan mereka dan berkata: ‘Apakah tuduhan kamu terhadap orang ini?’”.
Karena orang-orang Yahudi tidak mau masuk, maka Pontius Pilatus yang keluar mendapatkan mereka. Pontius Pilatus bertanya, bukan karena ia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi karena secara formal itu memang harus dilakukan.
Yohanes 18: 30: “Jawab mereka kepadanya: ‘Jikalau Ia bukan seorang penjahat, kami tidak menyerahkanNya kepadamu!’”.
Dalam pengadilan di hadapan Sanhedrin, Yesus dijatuhi hukuman mati dengan alasan menghujat Allah (Mat 26:65). Tetapi di hadapan Pontius Pilatus mereka tidak berani menggunakan alasan itu, karena alasan yang bersifat agama itu tidak akan dipedulikan oleh Pontius Pilatus. Karena itu mereka mengatakan bahwa Yesus adalah penjahat. Ini jelas merupakan fitnahan.
Bdk. Luk 23:2 dimana tuduhannya adalah ‘menyesatkan bangsa’, ‘melarang orang membayar pajak kepada Kaisar’, dan ‘menyatakan diri sebagai raja’.
William Barclay: “Hatred is a terrible thing and does not hesitate to twist the truth” (= Kebencian adalah hal yang mengerikan dan tidak segan-segan untuk membengkokkan kebenaran) - hal 236.
Penerapan:
· Kalau saudara benci / sentimen kepada seseorang, ingatlah bahwa hal itu sudah merupakan dosa di hadapan Tuhan. Jangan menambahi dosa itu dengan fitnahan tentang orang itu; sebaliknya, saudara harus membereskan kebencian itu di hadapan Tuhan.
· Berita dari 2 orang yang sedang gegeran / bermusuhan bisa bertentangan satu dengan yang lainnya. Karena itu hati-hati kalau mendengar berita tentang seseorang dari orang yang tidak menyenangi orang itu.
Yohanes 18: 31: “Kata Pilatus kepada mereka: ‘Ambillah Dia dan hakimilah Dia menurut hukum Tauratmu.’ Kata orang-orang Yahudi itu: ‘Kami tidak diperbolehkan membunuh seseorang.’”.
1) “Kata Pilatus kepada mereka: ‘Ambillah Dia dan hakimilah Dia menurut hukum Tauratmu’”.
Ada beberapa pandangan tentang arti kata-kata ini:
Barclay mengatakan ini adalah tindakan pertama dari Pilatus untuk menghindari penghakiman terhadap Yesus. Jadi ia betul-betul memaksud-kan untuk memberikan hak menghakimi kepada mereka.
Barclay: “He tried to evade the responsibility of dealing with Jesus; but that is precisely what no one can do. No one can deal with Jesus for us; we must deal with him ourselves” (= Ia berusaha untuk menghindarkan tanggung jawab dalam menghadapi Yesus; tetapi itu persis merupakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh seorangpun. Tak seorangpun bisa menghadapi Yesus untuk kita; kita harus menghadapiNya sendiri) - hal 241.
Calvin mengatakan bahwa kata-kata ini merupakan suatu irony / ejekan, karena sebetulnya ia tidak menghendaki mereka menjatuhkan hukuman mati sendiri. Jadi artinya adalah: ‘Andaikata Ia ada dalam kuasamu, Ia akan langsung dihukum mati, tanpa didengar pembelaanNya; dan apakah ini keadilan Hukum Tauratmu, untuk menghukum seseorang yang tidak melakukan kejahatan?’.
Hendriksen mengatakan bahwa Pilatus mengatakan ini karena ia belum menyadari bahwa mereka menuntut kematian Kristus. Baru setelah mendengar jawaban orang-orang Yahudi dalam 18:31b barulah Pilatus menyadari bahwa mereka menghendaki kematian Kristus.
2) “Kata orang-orang Yahudi itu: ‘Kami tidak diperbolehkan membunuh seseorang’”.
Kata-kata ini jelas tidak berhubungan dengan hukum ke 6 - ‘Jangan membunuh’. Lalu apa artinya?
Kelihatannya Barclay menganggap bahwa kata-kata ini menunjuk pada larangan dari pihak Romawi terhadap orang-orang Yahudi untuk melaksanakan hukuman mati.
Calvin mengatakan bahwa orang-orang Yahudi itu tahu bahwa Pilatus mengejek, dan dengan kata-kata ini mereka memaksudkan: ‘Engkau tidak akan mengijinkan kami membunuhNya; dan karena engkau adalah hakim, lakukanlah tugasmu’.
Hendriksen mengatakan bahwa melalui jawaban ini mereka menunjukkan kepada Pontius Pilatus bahwa mereka menghendaki hukuman mati untuk Yesus.
Yohanes 18: 32: “Demikianlah hendaknya supaya genaplah firman Yesus, yang dikatakanNya untuk menyatakan bagaimana Ia akan mati”.
1) “Demikianlah hendaknya supaya genaplah firman Yesus”.
Leon Morris (NICNT): “Just as the case with Scripture, a word of Jesus cannot lack fulfilment” (= Sama kasusnya seperti dengan Kitab Suci, perkataan Yesus tidak bisa tidak digenapi) - hal 766.
2) “yang dikatakanNya untuk menyatakan bagaimana Ia akan mati”.
Yesus telah mengatakan bahwa:
a) Ia harus diserahkan ke tangan orang non Yahudi.
Mat 20:19 - “Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.’”.
Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘bangsa-bangsa yang tidak me-ngenal Allah’ terjemahan hurufiahnya adalah ‘bangsa-bangsa’; NIV/NASB: ‘Gentiles’ (= bangsa-bangsa non Yahudi).
Karena itu Yesus harus mati di tangan orang Romawi, bukan di tangan orang Yahudi.
Pulpit Commentary: “Thus the very political order of the world, the whole process by which Judea became a Roman province, was part of the wondrous plan by which Jew and Gentiles should together offer up the awful sacrifice, and all the world be guilty of the death of its Lord” (= Karena itu urut-urutan politik dari dunia, seluruh proses oleh mana Yudea menjadi propinsi Romawi, merupakan bagian dari rencana yang menakjubkan oleh mana orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi harus bersama-sama mempersembahkan korban yang mengerikan ini, dan seluruh dunia menjadi bersalah tentang kematian Tuhannya) - hal 392.
Pulpit Commentary: “The Gentiles as well as the Jew must have a share in the greatest crime in all history” (= Orang-orang non Yahudi maupun orang-orang Yahudi harus mempunyai bagian dalam kejahatan yang terbesar dalam sepanjang sejarah) - hal 401.
b) Ia harus mati melalui salib (Yohanes 12:32 Matius 20:19 Matius 26:2).
Padahal dalam hukum Taurat, hukuman mati untuk seorang penghujat seharusnya adalah melalui perajaman (Im 24:16). Jadi, seandainya Yesus mati di tangan orang-orang Yahudi, maka Ia pasti dirajam, bukannya disalib. Tetapi dengan diserahkannya Yesus ke tangan orang Romawi, maka hukuman mati dilaksanakan oleh pihak Romawi, sehingga akhirnya Yesus mati melalui penyaliban, seperti yang telah Ia nubuatkan.
Pulpit Commentary: “Crucifixion was not a Jewish, but a Roman punishment. If the Jews had been their own masters in Palestine, Jesus would have been stoned, and not ‘lifted up from the earth’ (ch. 12:32)” [= Penyaliban bukanlah merupakan hukuman Yahudi, tetapi Romawi. Seandainya orang-orang Yahudi adalah orang merdeka di Palestina, Yesus akan dirajam, dan tidak ‘ditinggikan dari bumi’ (12:32)] - hal 401.
Matthew Poole: “God by his providence ordereth things accordingly, to let us know that the Scripture might be fulfilled to every tittle. Crucifying was no Jewish but a Roman death; had the Jews put him to death, they would have stoned him; but he must remove the curse from us, by being made a curse for us, being hanged on a tree, which was looked upon as an accursed death, Gal. 3:13. The Jews therefore knowing nothing of this counsel of God, yet execute it by refusing themselves to put him to death, and putting it off to Pilate, though possibly their design was but to avoid the odiom of it. Thus God maketh the wrath of men to praise him” [= Allah, oleh providensiaNya, mengatur hal-hal demikian, untuk memberitahu kita bahwa Kitab Suci digenapi sampai pada setiap hal yang terkecil. Penyaliban bukanlah kematian Yahudi tetapi Romawi; seandainya orang-orang Yahudi yang membunuh Dia, mereka akan merajamNya; tetapi Ia harus menyingkirkan kutuk dari kita, dengan jalan dibuat menjadi kutuk untuk kita, dengan digantung pada sebuah pohon / salib, yang dipandang sebagai kematian yang terkutuk (Gal 3:13). Karena itu, orang-orang Yahudi yang tidak mengetahui apa-apa tentang rencana Allah ini, tetapi melaksanakannya dengan menolak untuk membunuhNya, dan memberikanNya kepada Pilatus, sekalipun mungkin rencana / tujuan mereka hanyalah untuk menghindari kebencian / kejijikan dari hal itu. Demikianlah Allah membuat kemarahan manusia menjadi pujian bagiNya] - hal 374.
Catatan: kalimat terakhir itu (yang saya garis-bawahi) merupakan kutipan dari Psalm 76:10a versi KJV/RSV, yang berbunyi: ‘Surely the wrath of men shall praise thee’ (= Tentulah kemarahan manusia akan memuji Engkau).
Dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan: “Sesungguhnya panas hati manusia akan menjadi syukur bagiMu” (Maz 76:11a).
NASB menterjemahkan seperti KJV, tetapi NIV menterjemahkan sangat berbeda.
NIV: ‘Surely your wrath against men brings you praise’ (= Tentulah kemarahanMu terhadap manusia membawa pujian bagiMu).
Saya tidak mengerti mengapa NIV menterjemahkan seperti itu, karena dalam bahasa Ibraninya kata ‘Mu’ dan ‘terhadap’ (yang saya cetak tebal) tidak ada. Menurut saya yang benar adalah terjemahan dari KJV/RSV/NASB.
Ay 33: “Maka kembalilah Pilatus ke dalam gedung pengadilan, lalu memanggil Yesus dan bertanya kepadaNya: ‘Engkau inikah raja orang Yahudi?’”.
Ini ditanyakan oleh Pontius Pilatus, karena adanya tuduhan bahwa Yesus menyatakan diri sebagai raja. Bdk. Luk 23:2 - “Di situ mereka mulai menuduh Dia, katanya: ‘Telah kedapatan oleh kami, bahwa orang ini menyesatkan bangsa kami, dan melarang membayar pajak kepada Kaisar, dan tentang diriNya Ia mengatakan, bahwa Ia adalah Kristus, yaitu Raja.’”.
Yohanes 18: 34: “Jawab Yesus: ‘Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?’”.
Arti kata-kata Yesus ini adalah: apakah engkau sendiri mencurigai Aku, atau karena orang banyak itu menuduh Aku, sehingga engkau menanyakan pertanyaan itu?
Yohanes 18: 35: “Kata Pilatus: ‘Apakah aku seorang Yahudi? BangsaMu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku; apakah yang telah Engkau perbuat?’”.
1) “Kata Pilatus: ‘Apakah aku seorang Yahudi? BangsaMu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku”.
Barnes’ Notes: “‘Am I a Jew?’ Am I likely to be influenced by Jewish prejudices and partialities? Am not I, being a Roman, likely to judge impartially, and to decide on the accusations without being biassed by the malignant charges of the accusers? ‘Thine own nation, etc.’ In this Pilate denies that it was from anything that he had observed that Jesus was arraigned. He admits that it was from the accusations of others” (= Apakah aku seorang Yahudi? Mungkinkah aku dipengaruhi oleh prasangka dan sikap memihak dari orang Yahudi? Bukankah aku, sebagai orang Romawi, bisa menghakimi secara adil, dan mengambil keputusan tentang tuduhan-tuduhan itu tanpa dicondongkan oleh tuduhan-tuduhan jahat dari para penuduh? ‘BangsaMu sendiri, dst’. Di sini Pilatus menyangkal bahwa ia telah mengamati dari sesuatu yang lain apapun bahwa Yesus dituduh. Ia mengakui bahwa itu berasal dari tuduhan-tuduhan dari orang-orang lain) - hal 351.
Imam-imam kepala. Ini sama dengan imam besar.
George Hutcheson: “the high priest (called also the chief priest)” [= imam besar (disebut juga imam kepala)] - hal 377.
2) “apakah yang telah Engkau perbuat?’”.
Pilatus lalu menanyakan kepada Yesus apa yang telah Ia lakukan.
Yohanes 18: 36: “Jawab Yesus: ‘KerajaanKu bukan dari dunia ini; jika KerajaanKu dari dunia ini, pasti hamba-hambaKu telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini.’”.
1) Beberapa ayat yang menunjukkan Yesus sebagai Raja.
Yesus mengaku bahwa Ia memang adalah Raja, tetapi KerajaanNya bersifat rohani. Ini sudah diclaim oleh orang-orang Majus pada saat Ia baru lahir (Mat 2:2,11), dan juga oleh Natanael pada saat Yesus mulai melakukan pelayanan / memanggil murid-muridNya.
Yoh 1:49 - “Kata Natanael kepadaNya: ‘Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!’”.
Bandingkan dengan:
· Mat 16:28 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam KerajaanNya.’”.
· Mat 25:34,40 - “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. ... Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”.
· Yoh 12:12-15 - “Keesokan harinya ketika orang banyak yang datang merayakan pesta mendengar, bahwa Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru: ‘Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!’ Yesus menemukan seekor keledai muda lalu Ia naik ke atasnya, seperti ada tertulis: ‘Jangan takut, hai puteri Sion, lihatlah, Rajamu datang, duduk di atas seekor anak keledai.’”.
· Luk 23:42 - “Lalu ia berkata: ‘Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.’”.
2) Yesus bukanlah raja duniawi, tetapi rohani.
William Hendriksen: “Had Christ’s kingship been of an earthly kind, his attendants would have been fighting, under his own command, sothat in Gethsemane he would not have been handed over to the Jews and their wicked Sanhedrin! But instead of ordering them to fight in his defence, he had done the exact opposite” (= Seandainya Kerajaan Kristus adalah dari jenis duniawi, maka para pelayan / pembantuNya akan melawan, di bawah perintahNya sendiri, sehingga di Getsemani Ia tidak akan diserahkan kepada orang-orang Yahudi dan Sanhedrin mereka yang jahat! Tetapi Ia bukannya memerintahkan mereka untuk berkelahi untuk mempertahankanNya, melainkan melakukan kebalikan-nya) - hal 409.
Bdk. 18:10-11.
Yohanes 18: 37: “Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’ Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.’”.
1) “Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’”.
Pertanyaan ini tidak bisa dijawab sekedar dengan kata ‘Ya’ atau ‘Tidak’, karena kalau demikian justru tidak akan mendapatkan jawaban yang sesungguhnya. Dalam film tentang pengadilan, seringkali seseorang yang ditanyai hanya diijinkan untuk menjawab dengan ‘Ya’ atau ‘Tidak’, dan anehnya hakim biasanya menyetujui pembatasan seperti itu. Dalam kasus pengadilan terhadap Yesus ini, sang hakim, yaitu Pontius Pilatus, ternyata mau mendengarkan jawaban panjang lebar dalam ayat ini, dan ini merupakan sesuatu yang bijaksana. Ini menyebabkan ia betul-betul mendapatkan jawaban yang benar.
2) “Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan bahwa Aku adalah raja”.
William Hendriksen: “The reply cannot mean, ‘That is what you are saying, but I have never said that,’ The immediately following context leaves room for only one interpretation, namely, that Jesus in replying, ‘You say that I am a king,’ definitely meant that Pilate was correct in inferring that the prisoner possessed and claimed royal authority! Note what follows: ‘For this purpose was I born,’ etc. Hence, the meaning is ‘I am, indeed, a king; I was born for this very purpose.’” (= Jawaban ini tidak bisa berarti: ‘Itu adalah yang kaukatakan, tetapi Aku tidak pernah mengatakan itu’. Kontext setelahnya hanya memungkinkan satu penafsiran, yaitu bahwa Yesus dalam menjawab: ‘Engkau mengatakan bahwa Aku adalah raja’, secara jelas memaksudkan bahwa Pilatus benar dalam menyimpulkan bahwa sang tahanan mempunyai dan mengclaim otoritas raja! Perhatikan bagian berikutnya: ‘Untuk itulah Aku lahir’ dst. Jadi, artinya adalah ‘Aku memang adalah seorang raja; Aku lahir untuk tujuan ini’.) - hal 409.
Catatan: saya meragukan kebenaran dari kalimat terakhir (yang saya garis-bawahi). Hendriksen menghubungkan kalimat itu dengan kalimat sebelum-nya, tetapi banyak orang yang menghubungkan kalimat itu dengan kalimat sesudahnya. Lihat penjelasan tentang bagian itu di bawah.
3) “Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran”.
NIV: ‘In fact, for this reason I was born, and for this I came into the world, to testify to the truth’ (= Sebetulnya, untuk alasan ini Aku dilahirkan, dan untuk ini Aku datang ke dalam dunia, untuk memberi kesaksian tentang kebenaran).
Sekalipun hanya berbeda sedikit (‘ini’ dan ‘itu’), tetapi kata ‘itu’ rasanya menunjuk pada kalimat sebelumnya (tentang Yesus sebagai Raja), sedangkan kata ‘ini’ menunjuk pada kalimat sesudahnya (tentang memberi kesaksian tentang kebenaran).
Calvin kelihatannya juga beranggapan bahwa kalimat ini harus dihubungkan dengan kalimat sesudahnya, bukan dengan kalimat sebelumnya.
Thomas Whitelaw: “Thus Christ indicated the weapon or instrumentality by which His kingdom should be established, maintained, and propagated: cf. 2Cor. 10:4.” (= Demikianlah Kristus menunjukkan senjata atau alat dengan mana KerajaanNya harus ditegakkan, dipertahankan, dan disebarkan: 2Kor 10:4) - hal 387.
2Korintus 10:3-5 - “Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus”.
Barnes’ Notes: “Jesus does not here affirm that he was born to reign, that this was the design of his coming; but it was to bear witness to and exhibit the truth. By this he showed what was the nature of his kingdom. It was not to assert power; not to collect armies; not to subdue nations in battle. It was simply to present truth to men, and to exercise dominion only by the truth. Hence the only power put forth in restraining the wicked, in convincing the sinner, in converting the heart, in guiding and leading his people, and in sanctifying them, is that which is produced by applying truth to the mind. Men are not forced or compelled to be Christians. They are made to see that they are sinners, that God is merciful, that they need a Redeemer, and that the Lord Jesus is fitted to their case, and yield themselves then wholly to his reign. This is all the power ever used in the kingdom of Christ, and no men in his church have a right to use any other. Alas! how little have persecutors remembered this! and how often, under the pretence of great regard for the kingdom of Jesus, have bigots attempted, by force and flames, to make all men think as they do!” (= Di sini Yesus tidak menegaskan bahwa Ia dilahirkan untuk memerintah, bahwa ini merupakan rencana kedatanganNya; tetapi Ia lahir / datang untuk memberi kesaksian dan menunjukkan kebenaran. Dengan ini Ia menunjukkan sifat dari kerajaanNya. Bukan untuk menuntut kuasa, bukan untuk mengumpulkan tentara; bukan untuk menundukkan bangsa-bangsa dalam pertempuran. Tetapi hanya untuk menyatakan kebenaran kepada manusia, dan menjalankan kuasa hanya oleh kebenaran. Karena itu satu-satunya kuasa yang dikeluarkan dalam mengekang orang jahat, dan meyakinkan orang berdosa, dalam mempertobatkan hati, dalam membimbing dan memimpin umatNya, dan dalam menguduskan mereka, adalah apa yang dihasilkan oleh penerapan kebenaran pada pikiran. Manusia tidak dipaksa untuk menjadi orang kristen. Mereka dibuat melihat bahwa mereka adalah orang berdosa, bahwa Allah itu penuh belas kasihan, bahwa mereka membutuhkan seorang Penebus, dan bahwa Tuhan Yesus cocok dengan kasus mereka, dan mereka dibuat untuk menyerahkan diri mereka sendiri sepenuhnya pada pemerintahanNya. Inilah semua kuasa yang pernah digunakan dalam kerajaan Kristus, dan tidak ada orang dalam gerejaNya yang mempunyai hak untuk menggunakan kuasa yang lain. Alangkah sedikitnya para penganiaya mengingat hal ini! dan betapa sering, di bawah kepura-puraan dari hormat yang besar untuk kerajaan Yesus, orang-orang fanatik berusaha, dengan kekuatan dan api, membuat semua manusia berpikir seperti mereka) - hal 351.
Catatan: bandingkan dengan Osama Bin Laden yang menggunakan para terorist untuk menghancurkan gedung World Trade Center dan Pentagon.
Barnes’ Notes: “We see here the importance which Jesus attached to the truth. It was his sole business in coming into the world. He had no other end than to establish it. We, therefore, should value it, seek for it as for hid treasure, Prov. 2:4 23:23.” (= Kita melihat di sini sifat penting yang dibubuhkan pada kebenaran. Itu merupakan satu-satunya urusanNya dalam datang ke dalam dunia. Ia tidak mempunyai tujuan lain selain menegakkan kebenaran. Karena itu, kita harus menghargainya, dan mencarinya seperti mencari harta terpendam, Amsal 2:4 23:23) - hal 351-352.
Catatan: saya tidak terlalu mengerti mengapa Barnes mengatakan bahwa penegakan kebenaran merupakan satu-satunya urusan Yesus dalam datang ke dunia. Bagaimana dengan kematianNya di atas kayu salib? Bukankah itu tujuanNya yang paling utama pada waktu Ia datang ke dunia?
Amsal 2:1-5 - “Hai anakku, jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan perintahku di dalam hatimu, sehingga telingamu memperhatikan hikmat, dan engkau mencenderungkan hatimu kepada kepandaian, ya, jikalau engkau berseru kepada pengertian, dan menujukan suaramu kepada kepandaian, jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah”.
Amsal 23:23 - “Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian”.
4) “setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu”.
· Calvin: “When he says, that they are of the truth, he does not mean that they naturally know the truth, but that they are directed by the Spirit of God” (= Pada waktu Ia berkata bahwa mereka adalah dari kebenaran, Ia tidak memaksudkan bahwa mereka secara alamiah mengenal kebenaran, tetapi bahwa mereka diarahkan oleh Roh Allah) - hal 212.
· Hendriksen mengatakan (hal 410) bahwa kata Yunani yang digunakan terjemahannya bukan ‘hear’ tetapi ‘listen’. Jadi, bukan asal mendengar, tetapi mendengar dengan penuh perhatian.
Kalimat ini perlu direnungkan oleh orang yang mengaku Kristen, tetapi yang tidak rindu Firman Tuhan dan tidak mau belajar Firman Tuhan.
Pontius Pilatus sendiri tidak termasuk dalam golongan ‘orang yang berasal dari kebenaran’ ini (bdk. ay 38 di bawah). Jadi, sekalipun ia bersimpati / mempunyai maksud baik terhadap Yesus, dalam arti ia ingin membebaskan Yesus, tetapi ia tidak mau mendengar maupun mempercayai Yesus, dan karena itu ia tetap merupakan ‘orang yang tidak berasal dari kebenaran’.
Penerapan: jaman inipun banyak orang yang bersimpati / bermaksud baik terhadap Kristus / gereja / kekristenan. Para simpatisan ini, sekalipun mereka pergi ke gereja, dan bahkan mendukung gereja dalam keuangan, tetapi kalau mereka tidak mendengar dan mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka, tetap dianggap sebagai ‘orang yang tidak berasal dari kebenaran’, dan tentu saja tidak selamat! Karena itu, jangan sekedar menjadi orang yang seperti itu. Dengarlah kata-kata / firman Yesus, dan percayalah kepadaNya, dan terimalah Dia sebagai Juruselamat pribadi saudara!
Yohanes 18: 38: “Kata Pilatus kepadaNya: ‘Apakah kebenaran itu?’. Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus lagi mendapatkan orang-orang Yahudi dan berkata kepada mereka: ‘Aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya”.
1) “Kata Pilatus kepadaNya: ‘Apakah kebenaran itu?’. Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus lagi mendapatkan orang-orang Yahudi ....”.
Ada yang mengatakan bahwa Pilatus mengatakan ini karena ingin tahu, tetapi Calvin berkata bahwa Pilatus mengatakan ini sebagai penghinaan / peremehan / ejekan.
Calvin: “That Pilate spoke in mockery is evident from this circumstance, that he immediately goes out” (= Bahwa Pilatus berbicara dengan menghina terbukti dari keadaan ini, bahwa ia langsung keluar) - hal 213. Barnes setuju dengan Calvin.
Adam Clarke: “Pilate perhaps might have asked the question in a mocking way; and his not staying to get an answer indicated that he either despaired of getting a satisfactory one, or that he was indifferent about it. This is the case with thousands: they appear desirous of knowing the truth, but have not patience to wait in a proper way to receive an answer to their question” (= Pilatus mungkin menanyakan pertanyaan ini dengan cara mengejek; dan bahwa ia tidak tetap tinggal untuk mendapatkan jawaban menunjukkan bahwa atau ia putus asa untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan, atau bahwa ia acuh tak acuh tentang hal itu. Ada beribu-ribu kasus seperti itu: mereka kelihatannya ingin mengenal kebenaran, tetapi tidak mempunyai kesabaran untuk menunggu dengan cara yang benar untuk menerima suatu jawaban terhadap pertanyaan mereka) - hal 646.
William Hendriksen: “Pilate blurts out: ‘What is truth,’ not realizing that the answer was standing in front of him” (= Pilatus mengatakan: ‘Apakah kebenaran itu’, tanpa menyadari bahwa jawabannya sedang berdiri di depannya) - hal 410.
Bdk. Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan ....’”.
Mengapa Pliatus lalu keluar? Karena dari jawaban Yesus ia yakin bahwa Yesus bukanlah raja dalam arti seperti yang dituduhkan oleh orang-orang Yahudi, dan bahwa Ia tidak berbahaya bagi pemerintahan Romawi, dan karena itu Ia tidak bersalah terhadap tuduhan-tuduhan yang diberikan kepadaNya.
2) “Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus lagi mendapatkan orang-orang Yahudi dan berkata kepada mereka: ‘Aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya”.
Berulangkali Pilatus menyatakan bahwa Yesus tidak bersalah (bdk. 19:4,6b). Ini penting, karena kalau Yesus bersalah, maka Ia mati untuk kesalahanNya sendiri. Tetapi karena Ia tidak bersalah, maka Ia bisa mati untuk kita.
Yohanes 18: 39: “Tetapi pada kamu ada kebiasaan, bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagimu. Maukah kamu, supaya aku membebaskan raja orang Yahudi bagimu?’”.
1) Tradisi melepaskan penjahat pada Paskah.
Calvin mengatakan bahwa kebiasaan / tradisi melepaskan seorang penjahat pada hari Paskah merupakan kebiasaan yang salah, karena itu sama dengan membenarkan orang salah (bdk. Amsal 17:15).
Calvin lalu memberi penerapan sebagai berikut: orang-orang itu merayakan Paskah menggunakan penemuan mereka sendiri, dan itu salah.
Calvin: “Let us learn by this example, that nothing is more ridiculous, than to attempt to serve God by our inventions; for, as soon as men begin to follow their own imaginations, there will be no end till, by falling into some of the most absurd fooleries, they openly insult God. The rule for the worship of God, therefore, ought to be taken from nothing else than from his own appointment” (= Hendaklah kita belajar dari contoh ini, bahwa tidak ada yang lebih menggelikan dari pada berusaha melayani Allah oleh penemuan-penemuan kita sendiri; karena begitu manusia mulai mengikuti khayalan mereka sendiri, tidak akan ada akhirnya sampai, oleh kejatuhan ke dalam tindakan-tindakan bodoh yang paling menggelikan, mereka secara terbuka menghina Allah. Karena itu, peraturan untuk ibadah kepada Allah tidak boleh diambil dari manapun selain dari penetapanNya sendiri) - hal 214.
2) Pilatus berusaha untuk membebaskan Kristus dengan menggunakan tradisi membebaskan seorang penjahat pada hari Paskah, dan ia menawarkan apakah ia harus membebaskan Barabas atau Yesus (bdk. Mat 27:15-19). Ia berharap bahwa orang banyak itu akan memilih Yesus yang dibebaskan.
Pilatus berpikir bahwa yang penting ia bisa membebaskan Yesus, tidak apa-apa sekalipun Yesus bebas dengan predikat ‘penjahat yang dibebaskan pada Paskah’.
3) Leon Morris (NICNT): “Pilate was evidently trying to get the best of both worlds” (= Pilatus jelas sedang berusaha untuk mendapatkan yang terbaik dari kedua pihak) - hal 772.
Penerapan: ingat bahwa tidak selalu kita bisa menyenangkan kedua pihak. Kadang-kadang, dan bahkan cukup sering, kita hanya bisa menyenangkan salah satu pihak saja.
Yohanes 18: 40: “Mereka berteriak pula: ‘Jangan Dia, melainkan Barabas!’ Barabas adalah seorang penyamun”.
Barabas adalah seorang penyamun dan pembunuh (bdk. Mat 27:15-26 Mark 15:6-15 Luk 23:17-25 Kis 3:14). Betul-betul kontras dengan Kristus yang adalah seorang nabi, seorang yang suci, Mesias, Anak Allah, yang selalu tunduk pada Firman Tuhan. Tetapi anehnya, orang banyak memilih supaya Barabaslah yang dibebaskan.
John Henry Jowett: “Barabbas rather than Christ! The destroyer of life rather than the Giver of life! This was the choice of the people; and it is a choice which has often stained and defiled my own life. When I choose revenge rather than forgiveness, I am preferring Barabbas to Christ. ... When I choose carnal passion before holiness, I am preferring Barabbas to Christ” (= Barabas dan bukannya Kristus! Pembunuh kehidupan dan bukannya Pemberi kehidupan! Ini adalah pilihan dari orang-orang itu; dan itu adalah suatu pilihan yang sering menodai dan menajiskan hidup saya sendiri. Pada saat saya memilih balas dendam dan bukannya pengampunan, saya memilih Barabas dan bukannya Kristus. ... Pada saat saya memilih nafsu daging lebih dari kekudusan, saya memilih Barabas dan bukannya Kristus) - ‘Spring of the Living Water’, March 28.
William Hendriksen: “this choice, though entirely unjustified and wicked beyond words, was in accordance with the kind decree and providence of God. Barabbas must go free in order that Jesus may be crucified, his people saved, and God glorified!” (= pilihan ini, sekalipun sepenuhnya tidak bisa dibenarkan dan sangat jahat, sesuai dengan ketetapan dan providensia yang baik dari Allah. Barabas harus pergi dengan bebas supaya Yesus bisa disalibkan, umatNya diselamatkan, dan Allah dimuliakan!) - hal 412.
Barclay: “The choice of the mob has been the eternal choice. Barabbas was the man of force and blood, the man who chose to reach his end by violent means. Jesus was the man of love and of gentleness, ... It is the tragic fact of history that all through the ages men have chosen the way of Barabbas and refused the way of Jesus” (= Pilihan dari orang banyak merupakan pilihan kekal. Barabas adalah orang yang senang dengan kekerasan dan darah, orang yang memilih untuk mencapai tujuannya dengan cara kekerasan. Yesus adalah orang yang penuh kasih dan kelembutan, ... Merupakan suatu fakta sejarah yang tragis bahwa dalam sepanjang jaman manusia telah memilih cara Barabas dan menolak cara Kristus) - hal 249.
Contoh: Osama Bin Laden, yang dianggap sebagai orang yang menghancurkan gedung World Trade Center di New York dan gedung Pentagon di Washington, adalah seorang terorist yang sangat jahat, dan merupakan seorang pembunuh berdarah dingin. Dalam wawancara antara Bin Laden dengan ABC News pada tahun 1998, ia berkata: “In today’s wars, there are no morals. We believe the worst thieves in the world today and the worst terrorists are the Americans. We do not have to differentiate between military or civilian. As far as we are concerned, they are all targets” (= Dalam perang jaman sekarang, tidak ada moral. Kami percaya bahwa pencuri-pencuri yang paling buruk dalam dunia saat ini dan terorist-terorist yang paling buruk adalah orang-orang Amerika. Kami tidak harus membedakan antara militer dan penduduk sipil. Sejauh kami yang dipersoalkan, mereka semua adalah target / sasaran) - Majalah ‘Time’, 24 September 2001, hal 51. Dan tentang pemboman terhadap U.S.S. Cole di Yaman, suatu serangan yang membunuh 17 orang, dikatakan sebagai berikut: “‘The pieces of the bodies of the infidels were flying like dust particles,’ he sang. ‘If you had seen it with your own eyes, your heart would have been filled with joy.’” (= ‘Potongan-potongan tubuh dari orang-orang kafir terbang seperti partikel debu,’ Ia menyanyi. ‘Seandainya engkau melihatnya dengan matamu sendiri, hatimu akan dipenuhi dengan sukacita.’) - Majalah ‘Time’, 24 September 2001, hal 51.
BACA JUGA: EKSPOSISI YOHANES 19:1-42
Penerapan: kalau orang banyak lebih memilih / menghargai orang jahat dari pada saudara, padahal saudara adalah orang percaya yang taat, jangan terlalu heran. Seorang murid tidak lebih dari Gurunya, dan seorang hamba tidak lebih dari Tuannya!. https://teologiareformed.blogspot.com/
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-