MATIUS 19:13-15 (YESUS DAN ANAK-ANAK)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
MATIUS 19:13-15 (YESUS DAN ANAK-ANAK). Matius 19:13-15 - “(Matius 19:13) Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tanganNya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu. (14) Tetapi Yesus berkata: ‘Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKu; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.’ (Matius 19:15) Lalu Ia meletakkan tanganNya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ”.
MATIUS 19:13-15 (YESUS DAN ANAK-ANAK)
bisnis, otomotif, gadget
Markus 10:13-16 - “(Markus 10:13) Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu. (14) Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: ‘Biarkan anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. (15) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.’ (Markus 10:16) Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka Ia memberkati mereka”.

Lukas 18:15-17 - “(15) Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil (bayi-bayi) kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Melihat itu murid-muridNya memarahi orang-orang itu. (16) Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: ‘Biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. (17) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.’”.

I) Membawa anak-anak kepada Yesus.

Matius 19: 13a: “Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tanganNya atas mereka dan mendoakan mereka”.

Calvin: “This narrative is highly useful; for it shows that Christ receives not only those who, moved by holy desire and faith, freely approach to him, but those who are not yet of age to know how much they need his grace” (= Cerita ini sangat berguna; karena itu menunjukkan bahwa Kristus menerima, bukan hanya mereka yang digerakkan oleh keinginan yang kudus dan iman, mendekat dengan bebas kepadaNya, tetapi juga mereka yang belum cukup umur, supaya tahu betapa banyak mereka membutuhkan kasih karuniaNya).

Calvin: “We must observe the intention of those who present the children; for if there had not been a deep-rooted conviction in their minds, that the power of the Spirit was at his disposal, that he might pour it out on the people of God, it would have been unreasonable to present their children. There is no room, therefore, to doubt, that they ask for them a participation of his grace; and so, by way of amplification, Luke adds the particle ‘also;’ as if he had said that, after they had experienced the various ways in which he assisted adults, they formed an expectation likewise in regard to children, that, if he laid hands on them, they would not leave him without having received some of the gifts of the Spirit. The laying on of hands (as we have said on a former occasion) was an ancient and well known sign of blessing; and so there is no reason to wonder, if they desire that Christ, while employing that solemn ceremony, should pray for the children” [= Kita harus memperhatikan maksud dari mereka yang membawa anak-anak; karena jika di sana tidak ada keyakinan yang mendalam dalam pikiran mereka bahwa kuasa Roh siap Ia berikan, bahwa Ia bisa mencurahkannya kepada umat Allah, adalah tidak masuk akal untuk membawa anak-anak mereka. Karena itu, tidak ada tempat untuk keraguan bahwa mereka meminta untuk anak-anak itu suatu partisipasi dari kasih karuniaNya; dan karena itu, untuk menekankan, Lukas menambahkan kata ‘juga’; seakan-akan ia mengatakan bahwa setelah mereka mengalami bermacam-macam cara dalam mana Ia membantu orang-orang dewasa, mereka juga membentuk suatu pengharapan berkenaan dengan anak-anak, supaya, jika Ia meletakkan tanganNya atas mereka, mereka tidak akan meninggalkanNya tanpa menerima beberapa / sebagian dari karunia-karunia Roh. Penumpangan tangan (seperti yang telah kami katakan pada peristiwa sebelumnya) merupakan suatu tanda kuno dan dikenal dari berkat; dan demikianlah tidak ada alasan untuk mempertanyakan, jika mereka menginginkan bahwa Kristus, pada waktu menggunakan upacara yang khidmat itu, berdoa untuk anak-anak itu].

Catatan: dalam terjemahan KJV/NIV dari Lukas 18:15 ada kata ‘also’ (= juga); RSV/NASB menterjemahkan ‘even’ (= bahkan).

Penekanan saya dalam penggunaan kata-kata Calvin ini adalah: orang tua tidak bisa membawa anak / bayi mereka kepada Kristus tanpa mereka sendiri beriman kepada Kristus, karena kalau demikian, itu sama sekali tak ada gunanya!

1) Orang-orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus.

Ini adalah tindakan yang sangat penting! Ada banyak orang tua yang melalaikan hal ini dan membiarkan anak-anak mereka bertumbuh menjadi dewasa tanpa pengenalan yang benar dan cukup tentang Kristus. Kalau anak-anak mereka sudah besar / dewasa dan anak-anak itu hidup brengsek, baru mereka bingung dan berdoa kepada Tuhan. Seharusnya semua orang tua berusaha membawa anak-anak mereka sedini mungkin kepada Kristus.

Bdk. Amsal 22:6 - “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”.

Sekalipun memang seseorang bisa percaya kepada Kristus hanya kalau mereka dipilih oleh Allah, tetapi karena kita tidak tahu siapa yang dipilih dan siapa yang tidak, kita harus mengusahakan supaya setiap anak diarahkan kepada Kristus.

2) Berapa besarnya anak-anak itu?

William Hendriksen: “How big were these little ones? There are those who, basing their theory on the fact that the word used in the original for ‘little children’ is in the New Testament by no means confined to those very young in years (for proof see John 21:5; I John 2:18, 3:7), believe that those who were brought to Jesus were children of elementary school age or even older. However, Luke 18:15 informs us that these ‘little children’ were actually ‘infants.’” [= Berapa besarnya anak-anak kecil ini? Ada orang-orang yang mendasarkan teori mereka pada fakta bahwa kata yang dalam bahasa aslinya digunakan untuk ‘anak-anak kecil’ dalam Perjanjian Baru tidak dibatasi bagi mereka yang sangat muda dalam usia (sebagai bukti lihat Yohanes 21:5; 1Yohanes 2:18, 3:7), percaya bahwa mereka yang dibawa kepada Yesus adalah anak-anak dari usia sekolah dasar atau bahkan lebih tua dari itu. Tetapi, Lukas 18:15 memberi kita informasi bahwa ‘anak-anak kecil’ ini sebetulnya adalah ‘bayi-bayi’].

Lukas 18:15 - “Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Melihat itu murid-muridNya memarahi orang-orang itu”.

NIV/NASB: ‘babies’ (= bayi-bayi).

KJV/RSV: ‘infants’ (= bayi-bayi).

Lukas memang menggunakan kata Yunani yang berbeda dengan yang digunakan oleh Matius dan Markus. Dalam Matius dan Markus disebutkan ‘anak-anak’ tetapi dalam Lukas disebutkan ‘bayi’.

II) Melarang anak-anak datang kepada Yesus.

Matius 19: 13b: “akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu”.

1) Murid-murid Yesus memarahi orang-orang yang membawa anak-anak mereka kepada Yesus dan dengan ini murid-murid itu menghalangi anak-anak untuk datang kepada Yesus.

a) Mungkin sekali motivasi murid-murid itu baik.

Mereka begitu mencintai Yesus dan mereka tidak mau Yesus terlalu lelah. Tetapi bagaimanapun juga, tindakan mereka tetap salah!

b) Meremehkan anak / meremehkan pelayanan terhadap anak, jelas merupa­kan tindakan / sikap yang keliru!

Contoh:

1. Gereja yang tidak mempunyai sekolah minggu, atau yang meremehkan pelayanan sekolah minggu.

2. Guru-guru Sekolah Minggu yang mengajar asal-asalan karena sikap hati yang meremehkan anak kecil.

3. Orang tua yang malas untuk mengantar anaknya ke sekolah minggu.

4. Orang kristen yang hanya memberitakan Injil kepada orang dewasa saja, tidak kepada anak.

c) Menghalangi anak-anak datang kepada Yesus, lebih-lebih meru­pakan tindakan yang salah!

Contoh: orang tua yang melarang anak, atau tidak mau membawa anak, ke gereja / sekolah minggu dengan alasan:

1. Takut pelajaran sekolahnya mundur. Kalau saudara adalah orang tua seperti ini maka pikirkan: apakah saudara senang kalau anak saudara menjadi juara di sekolah, tetapi nanti ia masuk neraka?

2. Belum tahu jodohnya agama apa. Seharusnya orang tua membimbing anak-anaknya kepada Kristus dan setelah itu mengarahkan supaya mereka memilih jodoh yang seiman, dan bukannya menunggu anaknya mendapat jodoh dan lalu menyesuaikan agama anaknya dengan agama jodohnya itu!

3. Malas mengantar anak. Ini yang paling buruk! Saudara malas membawa anak ke surga? Itu sama dengan rajin membawa anak ke neraka! Kesibukan apapun tidak boleh menghalangi saudara untuk membawa anak ke gereja / Sekolah Minggu. Apalagi hari Minggu adalah hari Sabat orang Kristen, jadi bagaimana bisa ada kesibukan pada hari Minggu? Kecuali kesibukan pelayanan, maka itu merupakan kesibukan yang berdosa! Dan kesibukan pelayananpun tak boleh menyebabkan kita tidak membawa anak ke gereja / Sekolah Minggu. Apakah kita mau melayani orang-orang lain lebih dari melayani anak-anak kita sendiri?

Calvin: “‘But the disciples rebuked them.’ ... they reckon it unworthy of his character to receive children; and their error wanted not plausibility; for what has the highest Prophet and the Son of God to do with infants? But hence we learn, that they who judge of Christ according to the feeling of their flesh are unfair judges; for they constantly deprive him of his peculiar excellencies, and, on the other hand, ascribe, under the appearance of honor, what does not at all belong to him” (= ‘Tetapi murid-murid memarahi mereka’. ... mereka menganggap sebagai tidak layak bagi status / posisiNya untuk menerima anak-anak; dan kesalahan mereka bukanlah tidak masuk akal; karena apa urusan Nabi yang tertinggi dan Anak Allah dengan bayi-bayi? Tetapi karena itu kita belajar, bahwa mereka yang menilai Kristus sesuai dengan perasaan dari daging mereka adalah hakim-hakim yang tidak adil; karena mereka terus menerus menghilangkan dariNya hal-hal baik yang khusus, dan di sisi lain, menganggap berasal dariNya, seolah-olah untuk menghormatiNya, apa yang sama sekali bukan milikNya).

2) Adalah aneh kalau murid-murid masih bisa memarahi orang-orang yang membawa anak-anak kepada Yesus, mengingat Yesus pernah mengajar tentang anak-anak dalam Matius 18:1-7,10.

Matius 18:1-7,10 - “(Matius 18:1) Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: ‘Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?’ (2) Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka (3) lalu berkata: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. (4) Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. (5) Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam namaKu, ia menyambut Aku.’ (6) ‘Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. (7) Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. ... (10) Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu yang di sorga”.

Tetapi memang merupakan sesuatu yang lazim bahkan bagi orang-orang Kristen jaman sekarang untuk melanggar Firman Tuhan, yang baru saja mereka dengar / pelajari!

III) Yesus mau menerima anak-anak itu.

Matius 19: 14-15: “(14) Tetapi Yesus berkata: ‘Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKu; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.’ (Matius 19:15) Lalu Ia meletakkan tanganNya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ”.

1) Yesus memarahi murid-murid itu.

Markus 10:14 - “Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: ‘Biarkan anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”.

Murid-murid memarahi orang-orang yang membawa bayi-bayi mereka kepada Yesus, tetapi Yesus justru memarahi mereka karena hal itu.

2) Yesus mau menerima anak kecil / bayi.

Sekalipun saat itu tidak terjadi baptisan (karena saat itu baptisan Kristen belum ada!), tetapi di sini Yesus mau menerima anak kecil / bayi yang belum mengerti tentang Dia / belum beriman kepadaNya, dan ini merupakan salah satu dasar dari baptisan bayi!

Dasar yang lain adalah: karena dalam Perjanjian Lama, bayi disunat pada usia 8 hari, dan dalam Perjanjian Baru sakramen sunat digantikan oleh sakramen baptisan, maka dalam Perjanjian Baru baptisan juga dilakukan terhadap bayi.

3) Alasan Yesus menerima anak-anak.

Matius 19: 14b: “sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.’”.

‘Orang-orang seperti itu’ (ay 14b) adalah ‘orang yang seperti anak kecil’, bukan dalam arti bahwa mereka kekanak-kanakan (childish), tetapi dalam arti bahwa mereka itu mempunyai sifat-sifat seorang anak, seperti:

· Kerendahan hati.

· Ketulusan.

· Ketidak-bersandaran pada diri sendiri.

Sifat-sifat seperti ini penting untuk bisa percaya kepada Kristus, dan karena itu Yesus berkata bahwa orang-orang yang seperti anak kecil itulah yang empunya Kerajaan Allah. Dengan kata lain, orang-orang seperti itulah yang akan masuk ke dalam Kerajaan Allah.

IV) Keselamatan bayi yang mati pada saat masih bayi.

Philip Schaff: “The Roman Catholic Church teaches the necessity of baptism for salvation, and assigns all heathen to hell and all unbaptized children to the limbus infantum (a border region of hell, alike removed from burning pain and heavenly bliss). Lutheran divines, who accept the same baptismal theory, must consistently exclude the unbaptized from beatitude, or leave them to the uncovenanted mercy of God. Zwingli and Calvin made salvation depend on eternal election, which may be indefinitely extended beyond the visible Church and sacraments. The Scotch Presbyterian Confession condemns the ‘horrible dogma’ of the papacy concerning the damnation of unbaptized infants. The Westminster Confession teaches that ‘elect infants dying in infancy,’ and ‘all other elect persons, who are incapable of being outwardly called by the ministry of the word, are saved by Christ through the Spirit, who worketh when, and where, and how he pleaseth.’” [= Gereja Roma Katolik mengajarkan perlunya baptisan untuk keselamatan, dan menetapkan semua orang kafir ke neraka dan semua anak-anak yang tidak dibaptis ke Limbus Infantum (daerah perbatasan dari neraka, dijauhkan secara sama dari rasa sakit terbakar maupun kebahagiaan surgawi). Ahli-ahli theologia Lutheran, yang menerima teori baptisan yang sama, secara konsisten harus mengeluarkan yang tidak dibaptis dari kebahagiaan / berkat, atau menyerahkan mereka kepada belas kasihan tanpa perjanjian dari Allah. Zwingli dan Calvin membuat keselamatan tergantung pada pemilihan kekal, yang bisa diperluas secara tak terbatas melampaui Gereja yang kelihatan dan sakramen-sakramen. Pengakuan Iman Gereja Presbyterian Skotlandia mengecam ‘dogma yang mengerikan’ dari kepausan berkenaan dengan pengutukan dari bayi-bayi yang tidak dibaptis. Pengakuan Iman Westminster mengajarkan bahwa ‘bayi-bayi pilihan yang mati pada saat bayi’, dan ‘semua orang-orang pilihan yang lain, yang tidak mempunyai kemampuan untuk dipanggil secara lahiriah oleh pelayanan firman, diselamatkan oleh Kristus melalui Roh, yang bekerja pada saat, dan dimana, dan bagaimana / dengan cara yang Ia kehendaki / perkenan’.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 96-97.

Jadi, ada macam-macam pandangan:

1) Gereja Roma Katolik menganggap bahwa bayi yang mati yang tidak dibaptis masuk ke Limbus Infantum, yang mereka percayai sebagai suatu tempat di pinggiran neraka, yang merupakan tempat netral, karena mereka tidak mengalami siksaan neraka ataupun kebahagiaan surga.

Catatan: sedang jelas tempat seperti ini tak pernah ada dalam Alkitab.

2) Lutheran dianggap sama seperti Katolik (tetapi tentu tidak dalam hal Limbus Infantum, mereka tidak percaya adanya tempat ini), dimana mereka menganggap bayi-bayi yang tidak dibaptis tidak selamat, atau bahwa nasib mereka tergantung pada belas kasihan Allah tanpa perjanjian. Untuk yang terakhir ini, jelas tak ada kepastian, karena tak ada perjanjian Allah dalam hal ini.

3) Zwingli dan Calvin mengatakan bahwa keselamatan bayi yang mati tergantung pemilihan kekal (predestinasi), dan menganggap bahwa ini bisa diperluas sampai di luar gereja dan sakramen.

Pandangan Calvin tentang keselamatan bayi yang mati dinyatakan di bawah ini oleh Thomas Smyth.

Thomas Smyth: “His doctrines also make special provision for the salvation of all elect children, whether baptized or unbaptized, whether Christian or pagan; nor did he ever discountenance the idea that all children dying in infancy may be regarded as among the elect, and therefore as assuredly saved” (= Doktrin-doktrin / ajaran-ajarannya juga membuat ketentuan khusus untuk keselamatan dari semua anak-anak pilihan, apakah dibaptis atau tidak, apakah Kristen atau kafir; juga ia tidak pernah menolak gagasan bahwa semua anak-anak yang mati pada saat masih bayi bisa dianggap sebagai di antara orang-orang pilihan, dan karena itu sebagai diselamatkan secara pasti) - ‘Calvin and His Enemies’, hal 28 (Libronix).

Catatan:

a) ‘Tidak pernah menolak menyetujui’ belum tentu sama dengan ‘menerima’.

b) Thomas Smyth dalam catatan kakinya menambahkan sebagai berikut: “In his Institutes Book IV chapter 16 where he argues against those who affirmed that regeneration cannot take place in early infancy - ‘God,’ says he, ‘adopts infants and washes them in the blood of his Son,’ and ‘they are regarded by Christ as among his flock.’ Again, (Institutes Book IV chapter 16. § 31, p. 461, see also pp. 435, 436, 451,) he says of John 3:36, ‘Christ is not speaking of the general guilt in which all the descendants of Adam are involved, but only threatening the despisers of the gospel who proudly and obstinately reject the grace that is offered them; and this has nothing to do with infants. I likewise oppose a contrary argument; all those whom Christ blesses are exempted from the curse of Adam and the wrath of God; and it is known that infants were blessed by him; it follows that they are exempted from death.’” [= Dalam Insitute-nya Buku IV, pasal 16 dimana ia berargumentasi menentang mereka yang menegaskan bahwa kelahiran baru tidak bisa terjadi pada waktu bayi - ‘Allah’, katanya, ‘mengadopsi bayi-bayi dan mencuci mereka dalam darah AnakNya’, dan ‘mereka dianggap oleh Kristus sebagai di antara kawanan dombaNya’. Lalu, (Institute Buku IV, pasal 16. § 31, hal 461, lihat juga hal 435, 436, 451,) ia berkata tentang Yohanes 3:36, ‘Kristus tidak sedang berbicara tentang kesalahan umum dalam mana semua keturunan Adam terlibat, tetapi hanya mengancam penghina-penghina dari injil yang dengan sombong dan dengan tegar tengkuk menolak kasih karunia yang ditawarkan kepadanya; dan ini tidak ada urusannya dengan bayi-bayi. Saya juga menentang argumentasi yang berlawanan; semua mereka yang Kristus berkati dibebaskan dari kutuk Adam dan murka Allah; dan merupakan sesuatu yang diketahui bahwa bayi-bayi diberkati olehNya; dan karena itu mereka dibebaskan dari kematian’.].

Catatan: saya tidak bisa menerima kata-kata Calvin ini, karena:

1. Yohanes 3:36 memang jelas menunjukkan bahwa sejak lahir semua orang ada di bawah murka Allah, dan murka Allah itu baru disingkirkan kalau orang itu percaya kepada Kristus.

Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

2. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa Kristus memberkati semua bayi, tetapi hanya bayi-bayi tertentu yang dibawa kepadaNya dalam cerita yang kita bahas hari ini.

4) Gereja Presbyterian Skotlandia mengecam ajaran Katolik yang mengutuk bayi-bayi yang mati tanpa dibaptis, dan ini kelihatannya menunjukkan bahwa mereka mempercayai bahwa bayi yang tak dibaptispun masuk surga.

5) Pengakuan Iman Westminster mengakui bayi-bayi yang mati akan masuk surga kalau mereka termasuk bayi pilihan. Tetapi kita tidak mungkin tahu yang mana yang pilihan dan yang mana yang tidak.

Catatan: bagian akhir dari kata-kata Schaff tentang Westminster Confession of Faith perlu diwaspadai. Yang dimaksudkan dengan orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk dipanggil secara lahiriah melalui pelayanan firman, bukanlah orang-orang yang tidak pernah mendengar Injil, tetapi orang-orang yang cacat mental (idiot) yang tidak mungkin bisa mengerti Injil, apalagi menanggapinya, pada saat Injil disampaikan kepadanya. Dalam kelompok ini ada kemungkinan ada orang-orang pilihan, dan mereka tetap akan diselamatkan. Tetapi lagi-lagi, kita tidak tahu yang mana yang pilihan dan yang mana yang bukan pilihan.

6) Pandangan saya.

a) Saya tidak percaya bahwa bayi diselamatkan karena baptisan, karena:

1. Itu berarti keselamatan karena perbuatan baik dari orang tua bayi.

2. Kalau bayi itu selamat pada saat dibaptis, bagaimana nanti kalau pada saat dewasa ia menolak Kristus? Ia pasti binasa. Kalau demikian keselamatannya hilang!

Kedua hal di atas ini mustahil bagi saya.

b) Tentang bayi yang mati pada saat masih bayi, apakah ia dibaptis atau tidak, saya mengambil posisi ‘saya tidak tahu nasib mereka’.

BACA JUGA: BUKU MENDIDIK ANAK DALAM TUHAN

c) Saya berpendapat bahwa bayi yang dibaptis masuk ke dalam gereja; sedangkan tentang keselamatan bayi yang terus hidup sampai cukup umur / dewasa, tergantung bagaimana tanggapannya kepada Kristus pada saat ia sudah cukup umur / dewasa.

Karena itu, orang tua yang membaptiskan bayinya, maupun orang-orang Kristen yang lain yang ada di sekitar bayi itu dalam pertumbuhannya, harus mendoakan bayi itu, memberitakan Injil kepadanya pada saat ia sudah bisa mendengar Injil, dan melakukan apapun yang secara logika bisa mendorongnya kepada iman kepada Kristus. 

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post