PENJELASAN PENDERITAAN ORANG KRISTEN DI SURAT 1 PETRUS

Warseto Freddy Sihombing.
PENDERITAAN ORANG KRISTEN MENURUT SURAT 1 PETRUS
Gadget, health, education, otomotif
PENDAHULUAN.

Penderitaan Orang Percaya / Kristen

Adalah fakta bahwa penderitaan tidak dapat terpisahkan dari kekristenan. Hal ini bukan karena Allah tidak sanggup memberikan keselamatan secara sempurna kepada umat-Nya, baik secara jiwa maupun fisik. Tetapi di balik semua itu, ada tujuan Allah yang harus dipahami oleh orang-orang percaya. Inilah inti berita dari surat 1 Petrus, agar orang percaya yang tersebar di Asia Kecil yang sedang mengalami penderitaan dan aniaya dikuatkan.

Tidaklah mudah bagi orang percaya ketika diperhadapkan dengan berbagai aniaya, namun tetap bertahan dan berjuang untuk melayani Yesus. 

Tenney menulis: Bayangan penindasan yang mengancam adalah tema dari surat ini. Penderitaan adalah salah satu kata kunci dalam surat ini, yang disebutkan tidak kurang dari 16 kali. Gereja telah “berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan” (1 Petrus 1:6), beberapa di antara anggotanya “menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung” (1 Petrus 2:19); ada kemungkinan bahwa mereka harus “menderita juga karena kebenaran” (1 Petrus 3:14), bahkan karena berbuat baik (1 Petrus 3:17). 

Hari-hari kelabu mungkin akan segera menjelang, karena “nyala api siksa … sebagai ujian” akan datang kepada mereka di mana mereka akan disamakan dengan pembunuh , pencuri, dan penjahat. Petrus mendorong agar mereka tidak merasa malu bila mereka harus” menderita sebagai Kristen” (1 Petrus 4:12-16). Mereka tidak sendirian di dalam penderitaan yang sama (1 Petrus 5:9). Semuanya harus menghadapi cobaan ini dengan sepenuh keberanian mereka. Surat ini adalah suatu peringatan dan penghiburan sebagai persiapan bagi keadaan darurat yang akan segera datang.

Orang percaya diingatkan oleh Petrus agar tidak tawar hati ketika menghadapi masa-masa yang paling sulit dan menderita. Fokus utama orang percaya bukanlah pada penderitaan yang sementara ini, tetapi pada Yesus Kristus yang telah mengalami penderitaan terlebih dahulu dan pada pemeliharaan Allah bagi orang-orang percaya.

Kata πάςχω (Penderitaan)

Dalam suratnya, untuk kata “penderitaan” Petrus memakai kata Yunani πάορω (pascho, penderitaan secara badani). Dalam Perjanjian Baru, kata ini terutama dipakai untuk menunjuk kepada penderitaan Kristus dan penderitaan orang percaya. Kata “penderitaan” ini muncul di surat 1 Petrus dalam bentuk kata kerja sebanyak 12 kali (1 Petrus 2:19, 20, 21, 23; 3:14, 17, 18; 4:1(2x), 15, 19; 5:10).9 Kata “penderitaan” ini dalam bentuk kata benda muncul sebanyak 4 kali (1 Petrus 1:11; 4:13; 5:1, 9). Jika dijumlahkan seluruhnya, maka ada 16 kali Petrus memakai kata “pascho.” 

Hal ini tentunya memiliki maksud dan tujuan tertentu dari si penulis. Dan memang, adalah merupakan kesengajaan oleh Petrus seringnya menggunakan kata “penderitaan” dalam suratnya. Maksud dan tujuannya yang utama adalah untuk memberikan pengertian yang benar mengenai penderitaan sebagai orang percaya—mengapa terjadi dan bagaimana menyikapinya.

Kata yang senada dengan penderitaan yang juga terdapat dalam kitab 1 Petrus ini adalah kata πεηξαοκόζ, yang artinya “pencobaan”, (muncul dua kali 1 Petrus 1:6; 4:12). Kedua, kata itu disertai dengan frasa “yang diuji kemurniannya dalam api” (1 Petrus 1:7) dan “nyala api siksaan yang datang sebagai ujian” (1 Petrus 4:12). Kedua kata dan frasa tersebut memberikan gambaran lengkap mengenai pendertiaan11 yang dialami oleh orang percaya.

Penderitaan Yang Dialami Para Hamba (1 Petrus 2:18-25)

Tujuan utama Petrus dalam bagian ini adalah untuk menjelaskan penderitaan Kristus yang secara badani telah dialami-Nya ketika berada di bumi (seperti yang terdapat dalam keempat Injil: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). Ketiga Injil Sinopsis (Matius, Markus dan Lukas) dan Injil Yohanes memiliki perbedaan dalam tujuan penulisan, namun ketika mereka menjelaskan penderitaan Yesus mulai dari Ia ditangkap sampai kepada proses penyaliban, kesamaan yang terdapat dalam keempat Injil adalah fakta bahwa Kristus telah mengalami pendertiaan badani yang paling sadis.

Dalam bagian ini, Petrus memakai kata πάορω (pascho, penderitaan) sebanyak empat kali ( 1 Petrus 2: 19, 20, 21 dan 23).  Ayat 19 dan 20 menunjuk kepada penderitaan orang percaya (para penerima surat 1 Petrus), sedangkan ayat 21 dan 23 menunjuk kepada penderitaan yang dialami oleh Yesus Kristus.

Kata kerja utama dalam bagian ini sebenarnya adalah “menanggung.” Ketika mengalami penderitaan ketidakadilan dari seorang tuan yang bengis atau kejam, situasi tersebut dapat ditanggung dengan penuh kesadaran dari Allah. Kesadaran yang dimaksud adalah saat-saat dimana Allah mengizinkan semua itu terjadi. Hal ini dibuktikan dengan diulanginya kata “kasih karunia” pada ayat 20 dengan membandingkan situasinya jika seseorang mengalami penderitaan pukulan karena dosa.

Dua kali kata πάορω (pascho, penderitaan) dikenakan pada orang percaya (hamba) yaitu dalam ayat 1 Petrus 2:19 dan 20. Dan dua kali kata itu dikenakan pada Kristus yaitu dalam 1 Petrus 2: 21 dan 23. Bagian ini memiliki susunan tata bahasa yang bagus sekali. Ada hubungan dan tujuan dari pemakaian kata πάορω. Hubungan yang ada diantara keempat kata itu adalah bahwa orang percaya diizinkan mengalami penderitaan badani sama seperti Kristus juga telah mengalami penderitaan badani. Tujuannya adalah agar orang percaya menjadikan Kristus sebagai teladan ketika mengalami penderitaan.

Nasihat Petrus dalam bagian ini fokus kepada para pekerja yang dapat juga disebut sebagai budak. Perikop ini banyak kemiripan dengan bagian PB yang lain (Efesus 6:5-9; Kolose 3:22-4:1; 1 Timotius 6:1-2; Titus 2:9-10 dan 1 Korintus 7:21-22). 

Kata ini dapat berarti “hamba/budak di dalam rumah atau budak domestik.” Petrus dalam hal ini tidak membahas perihal sikap tuan terhadap hamba, melainkan sikap hamba terhadap tuan. Pada zaman itu, perbudakan dapat terjadi di berbagai tempat di dunia. Di Roma sendiri, jumlah para hamba tidak jauh lebih banyak dari pada orang bebas. Seorang hamba tidak berhak lagi sepenuhnya terhadap dirinya sendiri. Hidupnya sepenuhnya telah menjadi miliki tuannya. Tidak ada unsur kebencian terhadap perhambaan dalam bagian ini, meskipun hal ini tidak berarti penulis setuju terhadap perhambaan.

Penekanan Petrus ada pada kata “tunduklah dengan penuh ketakutan.” Ketika membaca kalimat ini saja sudah memberikan kesan adanya perlakuan yang negative dari seorang tuan kepada seorang hamba. Ini merupakan kata kerja perintah yang dapat diterjemahkan dengan “terimalah otoritas dari tuanmu.” 

Adalah mudah untuk tunduk kepada tuan yang baik dan peramah (1 Petrus 2: 18). Tetapi, apa yang akan dilakukan seorang hamba jika memiliki seorang tuan yang “bengis dan kejam?” dalam situasi seperti ini, Petrus menasihatkan para hamba untuk tetap tunduk di bawah otoritas mereka. 

Tidak menjadi persoalan apakah tuan itu baik, peramah atau bengis. Penderitaan yang dialami oleh seorang hamba karena memiliki seorang tuan yang kejam adalah sebuah pengalaman yang tidak luput dari pengetahuan Allah (ayat 19). Menanggung penderitaan yang seharusnya tidak ditanggung adalah kasih karunia dari Allah dan atas kehendak Allah.

Tidak berhenti sampai di situ, Petrus menjadikan Kristus sebagai Teladan Penderitaan bagi mereka. Kata yang dipakai untuk “teladan” adalah ὑπνγξακκὸλ (1 Petrus 2:21). Arti harfiahnya adalah “contoh” atau “model” dari tulisan atau gambar yang dapat ditiru. Kata ini juga digunakan sebagai model dari tulisan tangan untuk ditiru oleh anak-anak di sekolah.

Dalam hal ini berarti Kristus telah meninggalkan teladan dan Dia sendirilah teladan yang sempurna untuk dapat diikuti dalam hal penderitaan. Kutipan Petrus terhadap nas Yesaya 53:5-9 dalam 1 Petrus 2:22-25 secara tidak langsung menegaskan bahwa nas itu telah digenapi oleh Kristus sendiri. Petrus mengutip nas Perjanjian Lama dari Yesaya tidak secara literal tetapi dengan memberi penafsirannya terhadap nas tersebut.

Menanggung Penderitaan Ketidakadilan (1 Petrus 3:14-22)

Ada dua bagian yang mendahului bagian ini yaitu 1 Petrus 3:1-7 dan ayat 8- 13. Dalam kedua bagian sebelumnya memang tidak terdapat kata penderitaan. Sedangkan dalam bagian ini Petrus memakai kata penderitaan sebanyak tiga kali (dalam  1 Petrus 3:14, 17 dan 18). Meskipun dalam kedua bagian sebelumnya Petrus tidak ada memakai kata penderitaan, tetapi kesan yang ditimbulkan dari penjelasan Petrus mengenai kehidupan suami isteri (1 Petrus 3: 1-7) dan mengenai kehidupan antara sesama orang percaya (1 Petrus 3: 8-13) adalah sama yaitu suasana penderitaan terjadi karena telah menjadi Kristen. 

Ketundukan seorang isteri (1 Petrus 3:1) terhadap suami yang tidak taat oleh Firman pasti mengalami penderitaan baik secara psikologis maupun secara badani (dalam bentuk pemukulan atau yang serupa dengan itu). Demikian juga di antara sesama ketika tidak menemukan kesepakatan dan perasaan yang sama (ayat 8) pasti akan menimbulkan sikap dan perlakuan yang kasar/jahat ( 1 Petrus 3:9). Sikap yang demkian adalah penderitaan yang mau tidak mau dialami oleh orang percaya.

Topik yang dibicarakan dalam bagian ini adalah mengenai penderitaan yang seharusnya tidak ditanggung oleh orang percaya. Tiga kali kata πάορω (pascho) dipakai dalam bagian ini yakni dalam 1 Petrus 3: 14, 17 dan 18. Dalam ayat 14 kata kerja menderita dihubungkan dengan kebenaran. 

Dalam ayat 17 kata kerja menderita dihubungkan dengan berbuat baik (dikehendaki Allah) dan dibandingkan dengan menderita karena berbuat jahat. Dan dalam ayat 18 kata kerja menderita ada dalam bentuk aorist aktif indikatif orang ketiga tunggal yang secara langsung menunjuk kepada kematian Kristus di kayu salib sekali (untuk selamanya) demi dosa manusia. 

1 Petrus 3: 18 ini adalah ayat yang menjelaskan keterlibatan Allah Tritunggal. Ketika sampai pada penjelasan kematian Kristus dan kebangkitan-Nya, Petrus secara tidak langsung menjelaskan peranan Allah Tritunggal. Kristus telah menderita dan mati bagi dosa manusia yang merupakan penggenapan dari apa yang Roh nyatakan kepada para nabi-nabi dalam Perjanjian Lama (1 Petrus 1:10-12). Roh turut membangkitkan Kristus dari kematian dan apa yang diperbuat Kristus adalah untuk membuka jalan kepada Allah (Bapa) bagi manusia.

Apa yang hendak diajarkan oleh Petrus dalam bagian ini? Apa yang dijelaskan dalam 1 Petrus 3: 13-17 dibuktikan oleh Petrus bahwa Kristus telah melakukannya lebih dahulu, yaitu mati demi apa yang benar dan mati sebagai pengganti manusia yang berdosa di kayu salib. Ini merupakan teladan yang sempurna dari Kristus. Kematian Kristus sebagai pengganti bagi orang berdosa ditegaskan oleh frasa “Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar.” Kristus disebut “(hanya) Seorang yang Benar” memiliki kualitas yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya untuk menggantikan manusia yang berdosa.

Penderitaan Badani (1 Petrus 4:1, 15, 19)

Pertama,1 Petrus 4: 1 ini dapat dipahami sebagai penegasan kembali oleh Petrus dari 1 Petrus 4:3:18. Frasa “menderita penderitaan badani” dalam ayat ini menjelaskan hubungan antara penderitaan Kristus dengan penderitaan orang percaya. Inilah pokok pikiran yang baru yang hendak dijelaskan oleh Petrus dalam bagian ini.

Pengikut Kristus tidak luput juga dari penderitaan yang akan datang. Petrus mempersiapkan para pembacanya untuk dapat menerima penderitaan yang mereka alami sebagai alat untuk menyucikan mereka. Kalimat mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian memberikan pengertian bahwa karena Kristus telah menderita secara jasmani, maka orang Kristen pun harus bersedia menghadapi penderitaan secara jasmani. 

Bagian ini sebagai persiapan terhadap penjelasan selanjutnya bahwa penderitaan yang akan dialami oleh orang percaya digambarkan sebagai nyala api siksaan (1 Petrus 4:12). Dan jika hal itu datang kepada mereka, mereka tidak perlu heran karena diingatkan terlebih dahulu oleh Petrus dank arena Kristus juga sudah menderita terlebih dahulu sebelum mereka.

Kedua, Petrus hendak mengatakan bahwa barang siapa telah menderita badani, ia telah berhenti berbuat dosa (1 Petrus 4:1b). Apakah maksudnya telah berhenti berbuat dosa? Perihal frasa tersebut Daniel C. Arichea berkomentar demikian, “Bagian ini dapat diterjemahkan dengan menunjukkan bahwa seseorang tidak mau lagi terus berbuat dosa, misalnya: dia pasti tidak mau berbuat dosa lagi atau dia pasti mau meninggalkan atau juga dia pasti akan berpaling dari dosa.”

Telah berhenti berbuat dosa dapat dipahami sebagai sebuah keinginan tidak lagi mau (dosa telah kehilangan kekuatan pengaruhnya dalam diriorang percaya) berbuat dosa. Hal ini sejalan dengan penjelasan Petrus pada ayat-ayat sebelumnya ketika menjelaskan mengenai baptisan dalam 3:21. 

Baptisan dimaknai sebagai kematian dalam baptisan Sudah seharusnya orang percaya meninggalkan dosa di belakang mereka dan hidup dalam kehidupan baru (Roma 6:1-11). Orang Kristen yang menderita telah turut mengambil bagian dalam salib Kristus dan tidak lagi terpikat oleh daya tarik dosa seperti keinginan-keinginan manusiawi biasa, karena dia hanya akan terpikat oleh daya tarik Allah (Galatia 6:14).

Kehidupan yang baru itu berarti menggunakan waktu yang ada menurut kehendak Allah yang dijelaskan dalam ayat selanjutnya (1 Petrus 4:2). Keinginan manusia dipertentangkan dengan kehendak Allah dalam ayat ini. Perbandingan yang benar benar berbeda antara orang yang percaya dengan orang yang tidak percaya. Adalah merupakan kehendak Allah jika orang percaya menderita dinista karena nama Kristus (1 Petrus 4:14) dan adalah bukan kehendak Allah jika orang Kristen menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat atau pengacau (1 Petrus 4:15).

Dalam 1 Petrus 4:19, Petrus menyimpulkan penjelasannya agar orang Kristen yang menderita penderitaan badani karena kehendak Allah menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik kepada Pencipta yang setia. Konjungsi ὥοηε (karena itu) meringkaskan atau menyimpulkan pokok pikiran utama secara keseluruhan dari bagian di atas (1 Petrus 4:12-18) yang disertai dengan kata keterangan adjektif θαὶ (juga). Kata keterangan ini memperkenalkan sebuah pemikiran baru yaitu panggilan kepada sebuah ketenangan dalam iman di dalam Allah bagi orang percaya.

Nasihat yang dikembangkan oleh Petrus dalam bagian ini adalah agar orang percaya tidak mengalami penderitaan karena perbuatan jahat sehingga orang mencap mereka sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau (1Petrus 4:15). Jika mereka menderita karena hal yang dijelaskan dalam ayat 15, keadaan itu bukanlah yang dikehendaki Allah. 

Orang Kristen hanya akan menderita karena nama Kristus (1 Petrus 4: 16). Frasa κὴ αἰορπλέοζω (Janganlah ia malu) dalam ayat 16 merupakan lawan kata dari frasa δνμαδέηω δὲ ηὸλ ζεὸλ ἐλ ηῷ ὀλόκαηη ηνύηῳ (Muliakanlah Allah karena nama Kristus atau sebagai orang Kristen). Kedua frasa ini digunakan dalam bentuk kata kerja perintah yang tegas. 

Yang pertama adalah sebuah present passive imperative dengan negative particle yang biasanya berarti “menghentikan tindakan yang sudah dalam proses. Ini mungkin kilas balik bagi Petrus kepada pengadilan malam Yesus di mana ia merasa malu” (bnd. Matius 26:69-75, Markus 14:66-72, Lukas 22:56-62; Yohanes 18:16-18,25-27).

BACA JUGA: 1 PETRUS 4:12-19 (MENDERITA SEBAGAI ORANG KRISTEN)

1 Petrus 4:19 “Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia” merupakan penutup dari penjelasannya yang panjang lebar mengenai penderitaan. Hal ini tampak jelas karena pasal 5 membahas topik yang sama sekali baru yakni nasihat kepada pemimpin jemaat. 

Susunan dari bagian ini merupakan pengembangan dari bagian sebelumnya dan diakhiri dengan menyebut Allah sebagai Pencipta. Ini menggambarkan karakter Allah yang tidak pernah berubah. Apa yang menjadi kehendak Allah yang dialami oleh orang percaya dijamin oleh karakter Allah yang setia.

Menderita Untuk Seketika Waktu Lamanya (1 Petrus 5:10)

Terjemahan dari penulis untuk 1 Petrus 5:10 ini adalah: “Tetapi Allah, sumber (yang memiliki) segala kasih karunia, (Allah) telah memanggil kalian masuk ke dalam kekekalan kemuliaan-Nya melalui Kristus (Yesus), (setelah) kalian mengalami penderitaan untuk seketika/sedikit waktu (lamanya) (Allah) akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, mengokohkan/ mendasarkan (kalian)

Apa yang ditegaskan Petrus dalam penutup suratnya ini bila ditinjau dari susunan gramatikanya adalah bahwa, 

pertama: Allah, yang memiliki semua/banyak kasih karunia adalah Pribadi yang telah memanggil orang-orang percaya untuk masuk ke dalam kekekalan kemuliaan-Nya; 

kedua: Allah memanggil orang-orang percaya melalui Kristus Yesus; 

ketiga: orang-orang percaya diizinkan untuk mengalami/ merasakan penderitaan (konsekuensi dari panggilan tersebut) sebagai orang Kristen; 

keempat: Allah aktif dalam memberikan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, mengokohkan /mendasarkan orang Kristen selama mereka mengalami penderitaan.

Bentuk future active indicative dari kata keempat kata kerja ini menekankan dua tujuan utama: dari sudut pandang aspek (with reference to aspect) dan sudut pandang waktu (with reference to time). Dalam ayat ini tujuan utamanya adalah ditinjau dari sudut pandang kedua, yaitu sudut pandang waktu. Penekanan utama dari tenses/bentuk waktu ini adalah kehadiran dari si pembicara (selalu) dalam waktu yang akan datang. 

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kehadiran Allah pada waktu yang akan datang ketika orang percaya sedang mengalami penderitaan adalah pasti dan selalu, sumber dari semua kasih karunia yang sanggup untuk menjamin tindakan akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, mengokohkan/mendasarkan.

Sampai kapankah atau berapa lamakah orang percaya harus mengalami penderitaan? Ini merupakan pertanyaan yang sering diajukan oleh orang yang sedang mengalami penderitaan. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa penerima surat 1 Petrus ini mempertanyakan pertanyaan yang sama. Jawaban dari Petrus adalah bahwa Penderitaan Orang Kristen berlangsung hanya seketika waktu saja lamanya. Penderitaan ini hanya merupakan bagian kecil dari hidup orang Kristen jika dibandingkan dengan apa yang akan Allah berikan kelak kepada orang percaya.

BACA JUGA: EKSPOSISI 1 PETRUS 2:18-21 (MAKNA PENDERITAAN YESUS KRISTUS)

1 Petrus 5:10-11 merupakan kesimpulan penutup Petrus dalam seluruh berita suratnya yang pertama ini. Bagian ini menjelaskan mengenai kebutuhan orang percaya akan perlindungan Allah ketika sedang mengalami penderitaan. Waktu yang seketika lamanya/sangat singkat ketika mengalami penderitaan dapat dipahami jika dibandingkan dengan panggilan Kristus bagi orang percaya kepada kemuliaan-Nya yang kekal.

KESIMPULAN

Penting untuk dipahami bahwa penderitaan orang percaya merupakan kehendak Allah dan bertujuan untuk membuktikan kemurnian iman di dalam Yesus Kristus, Petrus menegaskan dalam suratnya bahwa karena Kristus telah menderita penderitaan badani, hendaknya juga orang percaya memperlengkapi pikiran dengan sikap demikian (1 Petrus 4:1). 

Dalam menghadapi penderitaan badani, orang percaya diingatkan Petrus untuk menyerahkan kehidupan mereka pada kesetiaan Allah sebagai pencipta (1 Petrus 4:19). Kesetiaan Allah merupakan jaminan bagi orang percaya dalam menghadapi penderitaan. PENJELASAN PENDERITAAN ORANG KRISTEN DI SURAT 1 PETRUS
Next Post Previous Post