EKSPOSISI KITAB WAHYU 1:1-20
Pdt.Budi Asali,M.DVI.
PENDAHULUANI) Penulis Kitab Wahyu.
Penulis Kitab Wahyu menyebut namanya sendiri sebagai ‘Yohanes’ (Wahyu 1:1,4 Wah 21:2 Wah 22:8). Tetapi ‘Yohanes’ siapa / yang mana?
1) Bapa-bapa gereja yang paling awal menganggap bahwa ini adalah rasul Yohanes, saudara Yakobus, anak Zebedeus.
Leon Morris (Tyndale) memberikan 3 buah kutipan yang menunjukkan bahwa 3 bapa gereja, yaitu Justin Martyr, Irreneaus, dan Clement of Alexandria, sama-sama percaya bahwa penulis Kitab Wahyu adalah rasul Yohanes.
- “Justin says, with reference to Rev. 20, ‘There was a certain man with us, whose name was John, one of the apostles of Christ, who prophesied by a revelation ...’” (= Justin berkata, berkenaan dengan Wah 20, ‘Ada orang tertentu bersama kita, yang namanya adalah Yohanes, seorang dari rasul-rasul Kristus, yang bernubuat oleh suatu wahyu ...’) - Footnote hal 26.
Catatan: Kesaksian Justin Martyr ini sangat kuno, ± tahun 135 M.
“he (Irenaeus) says the apocalypse was written by ‘John, the disciple of the Lord,’ by which most agree that he means the apostle” [= ia (Ireneaus) berkata bahwa Kitab Wahyu ditulis oleh ‘Yohanes, murid Tuhan’, de-ngan mana kebanyakan orang setuju bahwa ia memaksudkan sang rasul] - Footnote hal 26.
“He (Clement of Alexandria) speaks of ‘the Apostle John’ as having been on the isle of Patmos until ‘the tyrant’s death’ ... an apparent reference to Rev 1:9” [= Ia (Clement dari Alexandria) berbicara tentang ‘rasul Yoha-nes’ sebagai ada di pulau Patmos sampai ‘kematian sang tiran / raja yang lalim’ ... suatu referensi yang jelas terhadap Wah 1:9] - Footnote hal 26.
2) Alasan-alasan lain untuk memilih rasul Yohanes sebagai penulis Kitab Wahyu.
a) Penulis menyatakan diri hanya sebagai ‘Yohanes’, dan ia tahu bahwa itu cukup bagi para pembacanya untuk mengetahui siapa dia. Tidak ada orang dalam gereja abad pertama, selain rasul Yohanes, yang begitu dikenal oleh orang-orang kristen saat itu, sehingga merasa cukup untuk menyatakan diri sebagai ‘Yohanes’.
b) Ada banyak konsep dan ungkapan yang sama antara Kitab Wahyu, Injil Yohanes dan Surat Yohanes. Misalnya:
1. Istilah LOGOS untuk menunjuk kepada Yesus, ditemukan hanya dalam Injil Yohanes, Surat Yohanes dan Kitab Wahyu (Yoh 1:1 1Yoh 1:1 Wah 19:13). Perlu diingat bahwa tidak ada penulis Kitab Suci lain yang menggunakan istilah LOGOS untuk menunjuk kepa-da Yesus!
2. Istilah ‘domba’ / ‘anak domba’ untuk menunjuk kepada Yesus juga demikian (Yoh 1:29,36 Wah 5:6). Memang dalam hal ini istilah bahasa Yunani yang digunakan berbeda. Dalam Kitab Wahyu digunakan kata Yunani ARNION, sedangkan dalam Injil Yohanes digunakan kata Yunani AMNOS. Tetapi menurut saya ini tidak terlalu menjadi soal.
3. Baik dalam Injil Yohanes maupun dalam Kitab Wahyu, Yesus digambarkan sebagai Gembala (Yoh 10:1-dst Wah 7:17).
4. Baik Injil Yohanes maupun Kitab Wahyu menjanjikan air hidup bagi mereka yang haus (Yoh 4:10-14 Yoh 7:37 Wah 22:17).
3) Pandangan alternatif: penulis Kitab Wahyu adalah Yohanes yang berbeda dengan rasul Yohanes.
Mulai pertengahan abad ke 3 (sekitar tahun 250 M), muncul suatu pandangan baru / alternatif, yang rupanya dimulai oleh seorang yang bernama Dionysius, yang menyatakan bahwa penulis Kitab Wahyu ini adalah Yohanes yang berbeda dengan rasul Yohanes.
Alasan-alasannya adalah:
a) Penulis Kitab Wahyu menyebut namanya sebagai ‘Yohanes’, padahal penulis Injil Yohanes dan Surat Yohanes tidak pernah menyebutkan jati dirinya.
b) Bahasa Yunani yang jelek dari Kitab Wahyu.
Alasan utama yang dipakai oleh orang-orang yang menganut pan-dangan ini adalah bahwa bahasa Yunani yang dipakai dalam Kitab Wahyu jauh lebih jelek dari yang dipakai dalam Injil Yohanes dan Surat Yohanes.
William Barclay:
“... from the point of view of grammar it is easily the worst Greek in The New Testament. He makes mistakes which no schoolboy who knew Greek could make. Greek is certainly not his native language; and it is often clear that he is writing in Greek and thinking in Hebrew” (= ... dari sudut pandang gramatika / tata bahasa, itu adalah bahasa Yunani yang terjelek dalam Perjanjian Baru. Ia membuat kesalahan-kesalahan yang tidak mungkin akan dibuat oleh seorang anak sekolah yang mengerti bahasa Yunani. Yunani jelas bukanlah bahasa aslinya / bahasa ibunya; dan kadang-kadang jelas bahwa ia menulis dalam bahasa Yunani dan berpikir dalam bahasa Ibrani) - hal 11-12.
“The Greek of the Fourth Gospel is simple but correct; the Greek of the Revelation is rugged and vivid, but notoriously incorrect” (= Bahasa Yunani dari Injil yang keempat adalah sederhana tetapi benar; bahasa Yunani dari Kitab Wahyu adalah kasar dan gamblang / hidup, tetapi terkenal tidak benar) - hal 11-12.
A. T. Robertson mengutip Radermacher yang menyebut Kitab Wahyu ini sebagai: “the most uncultured literary production that has come down to us from antiquity” (= hasil sastra / tulisan yang paling tidak beradab / berbudaya yang telah diturunkan kepada kita dari jaman purbakala) - hal 273.
J. H. Moulton:
“Its grammar is perpetually stumbling, its idiom is that of a foreign language, its whole style that of a writer who neither knows nor cares for literary form” (= Gramatika / tata bahasanya terus-menerus tersandung, ungkapannya adalah ungkapan dari bahasa asing, seluruh gayanya adalah gaya dari seorang penulis yang tidak mengerti ataupun peduli pada bentuk sastra) - ‘A Grammar of New Testament Greek’, Book II, hal 3.
4) Jawaban dari yang ‘pro rasul Yohanes’.
a) Bahwa seorang penulis di salah satu kitabnya atau suratnya tidak menyatakan namanya, sama sekali tidak bisa diartikan bahwa ia akan selalu melakukan hal itu.
b) Rasul Yohanes bukan orang berpendidikan (Kis 4:13), sehingga cocok dengan bahasa Yunani yang jelek dari kitab Wahyu. Pada waktu menulis Injil Yohanes dan surat-surat Yohanes, bahasa Yunaninya bisa bagus mungkin karena ada seorang penulis / sekretaris (amanuensis) yang memoles bahasa Yunaninya (bdk. Ro 16:22 yang menunjukkan bahwa Paulus juga mempunyai penulis pada waktu menulis surat Roma). Tetapi pada waktu Yohanes menulis kitab Wahyu ia tidak mempunyai seorang penulis / sekretaris.
Dengan jawaban ini, memang golongan yang ‘pro rasul Yohanes’ bisa mementahkan serangan tentang bahasa Yunani yang jelek ini, tetapi saya berpendapat bahwa ini membuka diri terhadap serangan dari golongan Liberal. Mengapa? Karena kalau demikian, bagaimana kita mempertahankan bahwa Kitab Suci itu inerrant / sama sekali tidak ada salahnya? Bukankah itu harus juga mencakup ketidakbersalahan dalam hal bahasa Yunani? Karena itu perhatikan beberapa kutipan di bawah ini.
Pulpit Commentary:
“The writer gives ample proof that he was acquainted with the rules and even the subtleties of Greek grammar; yet he departs from those rules and neglects those subtleties with such carelessness that he has been accused of the grossest ignorance of the Greek language” (= Penulis memberikan cukup bukti bahwa ia mengenal hukum-hukum dan bahkan seluk-beluk dari gramatika / tata bahasa dari bahasa Yunani; tetapi ia menyimpang dari hukum-hukum itu dan mengabaikan seluk-beluk itu dengan suatu kecerobohan sedemikian rupa sehingga ia dituduh sebagai ketidaktahuan terbesar / paling menyolok tentang bahasa Yunani) - hal xxiii.
Dan Pulpit Commentary dalam hal xxiii-xxv memberikan puluhan contoh ‘kesalahan’ yang dilakukan oleh penulis Kitab Wahyu ini dalam persoalan bahasa Yunaninya.
Donald Guthrie:
“his opinion on the inaccuracies of the Apocalypse does not stand up to modern critical judgment, which generally admits that the grammatical deviations are not due to ignorance” (= pandangannya tentang ketidak-akuratan dari Kitab Wahyu tidak bertahan terhadap penilaian kritik modern, yang pada umumnya mengakui bahwa penyimpangan grama-tika / tata bahasa ini bukanlah disebabkan oleh ketidaktahuan) - ‘New Testament Introduction’, hal 936.
Catatan: yang dimaksud dengan ‘pandangannya’ adalah pandangan dari Dionysius, yang mengatakan bahwa bahasa Yunani dari Kitab Wahyu mempunyai banyak kesalahan.
Donald Guthrie melanjutkan:
“... the Greek of the Apocalypse is not simply an inaccurate form of Greek such as a learner writes before he has mastered the laws of the language, but a mixture of correct and incorrect forms which appear to be due to choice, not to accident, careless or ignorance. ... there is no doubt that the author had his own very definite reason for using unusual grammatical constructions” (= ... bahasa Yunani dari Kitab Wahyu bukanlah bentuk Yunani yang tidak akurat seperti yang ditulis oleh seorang yang baru belajar yang belum menguasai hukum-hukum bahasa itu, tetapi suatu campuran bentuk yang benar dan tidak benar yang kelihatannya dise-babkan oleh pemilihan, bukan karena kecelakaan / kebetulan, kesem-bronoan atau ketidaktahuan. ... tidak diragukan bahwa pengarangnya mempunyai alasannya sendiri yang tertentu pada waktu menggunakan susunan gramatika / tata bahasa yang tidak lazim) - ‘New Testament Introduction’, hal 941.
Dari semua ini bisalah disimpulkan bahwa baik Pulpit Commentary maupun Donald Guthrie percaya bahwa penulis Kitab Wahyu me-lakukan ‘kesalahan’ dengan sengaja! Jadi jelas bahwa sebetulnya itu bukan kesalahan, tetapi pasti karena ada maksud / arti tertentu di dalam ‘kesalahan’ itu!
Mengapa rasul Yohanes melakukan ‘kesalahan’ dengan sengaja?
1. Karena ia menuliskan ungkapan Ibrani dalam bahasa Yunani.
Dalam catatan kaki di hal 941, Donald Guthrie mengatakan:
“Charles thought that a good number of them were due to reproduction of Hebrew idioms” (= Charles beranggapan bahwa sebagian besar dari mereka disebabkan karena peniruan ungkapan Ibrani).
Catatan: Yang dimaksud dengen ‘Charles’ adalah R. H. Charles, yang menulis buku berjudul ‘The Grammar of the Apocalypse’.
2. Karena ia harus menuliskan pemandangan-pemandangan yang tak terlukiskan ke dalam bahasa manusia.
Merrill C. Tenney:
“Some of the Greek in the Apocalypse seems awkward and even ungrammatical. One should remember that the author was attempting to put into human language scenes that could not be described in ordi-nary terms, and consequently his grammar and vocabulary both proved inadequate” (= Sebagian dari bahasa Yunani dalam Kitab Wahyu kelihatan aneh dan bahkan tidak sesuai dengan gramatika / tata bahasa. Kita harus ingat bahwa pengarang mencoba menuliskan ke dalam bahasa manusia pemandangan-pemandangan / adegan-adegan yang tidak bisa digambarkan dengan istilah-istilah biasa, dan sebagai akibatnya baik gramatika / tata bahasa maupun perbendaharaan katanya, terbukti tidak memadai) - ‘New Testament Survey’, hal 387.
Dengan demikian golongan yang ‘pro rasul Yohanes’ bisa men-jawab serangan terhadap Inerrancy (= ketidakbersalahan) dari Alkitab. Tetapi bagaimana dengan golongan yang ‘anti rasul Yo-hanes’? Kalau mereka berpendapat bahwa bahasa Yunani dari Kitab Wahyu benar-benar mengandung banyak kesalahan, bagai-mana mereka bisa menganut doktrin Inerrancy dari Alkitab?
II) Saat penulisan Kitab Wahyu.
1) Kitab Wahyu ditulis atau pada jaman kaisar Nero atau pada jaman kaisar Domitian.
Mengapa harus disimpulkan demikian? Karena Kitab Wahyu jelas ditulis kepada orang kristen yang menderita penganiayaan. Ini terlihat dari:
pembuangan terhadap Yohanes di Patmos (1:9).
pembunuhan terhadap Antipas, yang adalah orang yang setia kepada Tuhan dan merupakan saksi Tuhan (2:13).
pemenjaraan yang dibicarakan terhadap jemaat Smirna (2:10).
ada orang-orang yang dibunuh karena Firman Allah dan kesaksian yang mereka miliki (6:9).
perempuan yang mabuk oleh darah orang-orang kudus dan saksi-saksi Yesus (17:6 bdk. 16:6 18:24 19:2 20:4).
Ada 10 kaisar Roma yang menganiaya orang kristen, tetapi hanya 2 yang hidup pada jaman rasul Yohanes, yaitu Nero (tahun 54-68 M) dan Domi-tian (tahun 81-96 M), dan karena itu Kitab Wahyu pasti ditulis pada salah satu dari 2 pemerintahan itu.
Pada umumnya para penafsir berpendapat bahwa kitab Wahyu ditulis pada jaman kaisar Domitian, yaitu pada sekitar tahun 95-96 M. Tetapi para ‘preterist’ (= orang yang percaya bahwa hampir semua nubuat dalam Kitab Wahyu sudah digenapi pada masa yang dekat dengan penulisan Kitab Wahyu itu), mengambil tahun 69 M, persis sebelum tahun 70 M yang merupakan tahun kejatuhan Yerusalem, supaya dengan demikian mereka bisa memasukkan kejatuhan Yerusalem sebagai salah satu penggenapan kitab Wahyu.
2) Argumentasi untuk tahun 69 M (jaman Nero):
Bait Allah masih ada (Wah 11:1-2), padahal Bait Allah dihancurkan pada tahun 70 M.
Keberatan: ini menafsirkan bagian yang bersifat simbolis (yaitu Bait Allah) sebagai sesuatu yang bersifat hurufiah.
Wah 17:10 menyebutkan tentang 7 raja, 5 sudah jatuh, yang ke 6 masih ada, yang ke 7 belum datang. Nero memang adalah kaisar yang ke 6.
Nama Nero (Neron Kesar) cocok dengan bilangan 666 dalam Wah 13:18.
Jika Yohanes menulis Injil Yohanes, Surat Yohanes, dan Kitab Wahyu, maka perbedaan bahasa Yunani (Yunani yang bagus untuk Injil Yohanes dan surat Yohanes; Yunani yang jelek untuk Kitab Wahyu), menunjukkan adanya perbedaan waktu yang cukup lama. Jadi mungkin sekali ia menulis Kitab Wahyu pada sekitar tahun 69 M, waktu kemampuan Yunaninya masih rendah, dan lalu menulis Injil Yohanes dan surat Yohanes pada akhir abad pertama, pada waktu bahasa Yunaninya sudah maju.
Untuk point d) ini ada keberatan yang cukup serius, karena:
1. Ini membuang kemungkinan adanya penulis / sekretaris pada waktu menulis Injil Yohanes dan Surat Yohanes.
2. Sekalipun bahasa Yunani yang digunakan dalam Kitab Wahyu mempunyai banyak ‘kesalahan’, tetapi di atas telah kita lihat bahwa itu bukan bahasa Yunani dari seorang yang baru belajar bahasa Yunani, tetapi ‘kesalahan’ yang disengaja karena adanya maksud tertentu di balik ‘kesalahan-kesalahan’ itu.
3. Kalau kesalahan bahasa Yunani itu betul-betul merupakan kesa-lahan, ini menghancurkan doktrin inerrancy (= ketidakbersalahan) dari Alkitab.
3) Argumentasi untuk tahun 96 M (jaman Domitian):
a) Penganiayaan yang dilakukan oleh Nero hanya terjadi di kota Roma dan dalam waktu relatif singkat, tetapi penganiayaan yang dilakukan oleh Domitian terjadi di seluruh wilayah kekaisaran Romawi. Dalam Kitab Wahyu Yohanes menulis kepada gereja-gereja, yang pada jaman ini terletak di Turki, yang cukup jauh dari Roma, sehingga tidak mungkin terjadi pada jaman Nero.
b) Binatang yang disembah (Wah 13:4,12,15 14:9,11 15:2 16:2 19:20 20:4) dianggap menunjuk kepada kaisar Romawi. Kaisar-kaisar lain juga disembah, tetapi penyembahan itu tidak diperintahkan oleh si kaisar, dan penyembahan itu tidak terlalu banyak. Tetapi pada jaman kaisar Domitian, penyembahan itu diperintahkan oleh Domitian yang menganggap dirinya sendiri sebagai allah, dan karena itu penyem-bahan itu tersebar luas.
c) Tahun 69 M dianggap terlalu pagi untuk menyebabkan gereja-gereja memburuk sampai taraf yang digambarkan dalam Kitab Wahyu.
1. Gereja Efesus sudah kehilangan kasih yang semula (Wah 2:4). Padahal pada waktu Paulus menulis surat Efesus, yaitu pada sekitar tahun 62 M, ia memuji jemaat Efesus atas kasih mereka (Ef 1:15).
Homer Hailey:
“It is true that this changed condition which developed between the time of Paul’s letter and Jesus’ letter in Revelation could have evolved within a decade, but it is not likely. However, by the time lapse of a generation or two it could easily have happened” (= Adalah benar bahwa kondiri yang berubah ini yang berkembang di antara saat surat Paulus dan surat Yesus dalam Kitab Wahyu bisa berkembang dalam waktu 10 tahun, tetapi kemungkinannya kecil. Tetapi setelah selang waktu satu atau dua generasi itu bisa dengan mudah terjadi) - hal 33.
2. Adanya pengaruh ajaran Nikolaus di Efesus dan Pergamus (Wah 2:6,15), padahal ajaran ini berkembang setelah jaman Paulus (Homer Hailey, hal 33).
3. Gereja Laodikia sudah menjadi gereja yang jelek yang suam-suam kuku, yang hanya mendapatkan celaan, tetapi tidak mendapatkan pujian apapun dari Kristus (Wah 3:14-22). Padahal pada saat Pau-lus menulis surat Kolose, kelihatannya gereja Laodikia masih aktif, dan Paulus tidak memberikan kritikan apa-apa tentang mereka (Kol 4:13-16).
Homer Hailey:
“It would surely have required more than a decade for the church at Laodicea to depart so completely from its earlier acceptable status that there was nothing about it to be commended” (= Pasti dibutuhkan lebih dari 10 tahun sehingga gereja Laodikia bisa meninggalkan secara total status semula yang bisa diterima sehingga di sana tidak ada apapun lagi untuk dipuji) - hal 34.
4) Kesimpulan.
Sukar dikatakan dengan pasti kapan penulisan Kitab Wahyu. Kedua kubu mempunyai argumentasinya sendiri-sendiri. Sekalipun mayoritas penafsir menganggap Kitab Wahyu ditulis pada tahun 95-96 M, tetapi pandangan yang mengatakan bahwa Kitab Wahyu ditulis tahun 69 M tetap merupa-kan pandangan yang memungkinkan. Tetapi kalaupun Kitab Wahyu ditu-lis pada tahun 69 M, yang berarti itu bukanlah kitab yang ditulis paling akhir, Kitab Wahyu tetap merupakan yang terakhir ditinjau dari sudut pe-mikiran / isinya.
Merrill C. Tenney:
“Irrespective of whether or not it was the last in order to be written, it is final in its thought” (= Terlepas dari apakah Kitab Wahyu adalah kitab yang ditulis paling akhir atau tidak, Kitab Wahyu adalah yang terakhir dalam pemi-kiran) - ‘New Testament Survey’, hal 383.
III) Haruskah kita mempelajari Kitab Wahyu?
1) Kitab Wahyu jelas merupakan Kitab yang sangat sukar, bahkan yang paling sukar dalam seluruh Alkitab. Ini menyebabkan timbulnya ber-macam-macam penafsiran tentang Kitab Wahyu, yang berbeda satu sama lain, dan bahkan bertentangan satu sama lain.
Dr. Knox Chamblin mengutip kata-kata seorang yang bernama Childs:
“No book within the New Testament exhibits such a wide range of disagreement in its interpretation” (= Tidak ada kitab dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan ketidaksetujuan yang begitu lebar dalam penafsirannya).
Ini menyebabkan orang bingung pada waktu mempelajari Kitab Wahyu, dan bahkan dikatakan bahwa pada waktu belajar Kitab Wahyu tidak seorangpun bisa yakin akan kebenaran penafsiran yang ia anut / terima.
Herman Hoeksema:
“A satisfactory exposition of the Book of Revelation is considered impossible by many. The book is so full of symbols and allegories, and its true meaning is couched in such mysterious language, that one can never feel sure that he has discovered its real sense” (= Exposisi yang memuaskan tentang Kitab Wahyu dianggap mustahil oleh banyak orang. Kitab itu begitu penuh dengan simbol-simbol dan alegory-alegory, dan artinya yang benar dituliskan dalam bahasa yang begitu misterius, sehingga seseorang tidak akan pernah bisa merasa yakin bahwa ia telah menemukan artinya yang benar) - hal 1.
Steve Gregg memberikan komentar atas sukarnya Kitab Wahyu dengan kata-kata sebagai berikut:
“Its very name in the Greek New Testament is The Apocalypse, which means the ‘unveiling’ or ‘uncovering,’ though it has proved to be more of an ‘obscuring’ to many modern readers. Was it this difficult to the original readers? We may never know, but it is likely that the original readers understood it better and with less difficulty than we do. They shared the author’s knowledge of the culture and of the kind of literature that Revelation is. This knowledge is something that we, coming two thousand year later, must learn through specialized study.” (= Namanya dalam Perjanjian Baru bahasa Yunani adalah The Apocalypse, yang artinya adalah ‘penyingkapan’ atau ‘pembukaan’, sekalipun telah terbukti bahwa kitab ini lebih merupakan ‘pengaburan’ bagi banyak pembaca modern. Apakah kitab ini juga begitu sukar bagi pembaca orisinilnya? Kita mungkin tidak akan pernah tahu, tetapi adalah mungkin bahwa pembaca orisinil mengerti lebih baik dan dengan kesukaran yang lebih sedikit dari pada kita. Mereka sama-sama mengetahui pengetahuan pengarang tentang kebudayaan dan tentang jenis literatur dari Kitab Wahyu. Pengetahuan ini adalah sesuatu yang kita, yang baru muncul 2000 tahun setelahnya, harus mempelajarinya melalui pelajar-an khusus) - ‘Revelation: Four Views: A Parallel Commentary’, hal 4.
2) Mengingat akan hal di atas (yaitu sukarnya Kitab Wahyu), haruskah / perlukah orang kristen mempelajari Kitab Wahyu? Apakah mempelajari Kitab Wahyu tidak identik dengan membuang waktu, tenaga dan pikiran, karena kita toh tidak akan bisa mengertinya? Jawabannya jelas adalah ‘Kita perlu dan bahkan harus mempelajari Kitab Wahyu’. Mengapa?
a) Karena Kitab Wahyu termasuk dalam Kitab Suci, dan karena itu Kitab Wahyu adalah Firman Allah. Kalau Kitab Wahyu termasuk dalam Kitab Suci / Firman Allah, maka tentu saja Kitab itu harus dipelajari! Bdk. Kis 20:20,27 dan Mat 5:19 yang mengatakan bahwa Firman Tuhan harus diajarkan semuanya.
b) Kitab Wahyu ini merupakan satu-satunya Kitab dalam Kitab Suci yang memberikan janji berkat kepada yang membaca dan mentaatinya. Memang jelas bahwa orang yang membaca / mempelajari dan men-taati bagian manapun dari Kitab Suci akan diberkati. Tetapi Kitab Wahyu memberikan janji berkat khusus bagi orang yang membaca / mempelajari dan mentaati kitab ini.
Janji itu ada dalam Wah 1:3 yang berbunyi: “Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat”.
Dan pada akhir Kitab Wahyu kembali diberi janji semacam itu, yang ada dalam Wah 22:7, yang berbunyi: “Sesungguhnya Aku datang segera. Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan nubuat kitab ini!”
Janji ini memberikan kepastian bahwa sekalipun kita mungkin tidak bisa mengerti sepenuhnya, tetapi kita pasti bisa mengerti secukupnya untuk bisa mentaatinya dan mendapatkan berkat yang dijanjikan itu.
Herman Hoeksema:
“It may not be possible to satisfy the spirit of curiosity in which many approach this last book of Holy Writ; but one may surely so understand the ‘meaning of the Spirit’ that he receives the blessing which is here promised” (= Mungkin tidak mungkin untuk memuaskan roh keingin-tahuan dalam mana banyak orang mendekati kitab yang terakhir dari Kitab Suci ini; tetapi seseorang pasti bisa mengerti ‘arti dari Roh’ sedemikian rupa sehingga ia menerima berkat yang dijanjikan di sini) - hal 2.
Karena itu dalam mempelajari Kitab Wahyu ini berharaplah bahwa berkat itu akan saudara terima.
3) Tetapi tentu saja untuk orang yang masih bayi secara rohani, tidak dianjurkan untuk langsung mempelajari Kitab Wahyu. Mengapa?
Karena bayi membutuhkan susu bukan makanan keras (1Kor 3:1-2 Ibr 5:11-14)!
Dalam Hermeneutics (= ilmu penafsiran Kitab Suci) berlaku suatu prinsip yang didasarkan pada akal sehat, dimana ayat-ayat mudah / jelas harus dipakai untuk menafsirkan ayat-ayat sukar / tidak jelas. Jadi, kalau seseorang sudah banyak belajar Kitab Suci, dan sudah mempunyai pengertian yang baik tentang bagian-bagian yang mudah / jelas dari Kitab Suci, maka barulah ia boleh mempelajari Kitab Wahyu, sehingga ia bisa menggunakan pengertiannya terhadap ayat-ayat mudah / jelas itu untuk menjadi pembimbing / pengarah dalam menafsirkan Kitab Wahyu. Tetapi untuk orang yang belum mengerti apa-apa tentang Kitab Suci, ia tidak mempunyai bekal apapun untuk mengecheck penafsiran Kitab Wahyu.
4) Sukarnya Kitab Wahyu ini juga menyebabkan kita harus mempelajarinya dengan:
a) Sikap hati-hati.
Dr. Knox Chamblin mengatakan bahwa Luther berkata: “Christ is not honored in Revelation” (= Kristus tidak dihormati dalam Kitab Wahyu).
William Barclay mengatakan bahwa Luther, dan juga Zwingli, menolak Kitab Wahyu.
William Barclay
“Luther would have denied the Revelation a place in The New Testament. Along with James, Jude, Second Peter and Hebrews he relegated it to a separate list at the end of his New Testament. He declared that in it there are only images and visions such as are found nowhere else in the Bible. He complained that, notwithstanding the obscurity of his writing, the writer had the boldness to add threats and promises for those who kept or disobeyed his words, unintelligible though they were. In it, said Luther, Christ is neither taught nor acknowledged; and the inspiration of the Holy Spirit is not perceptible in it. Zwingli is equally hostile to the Revelation. ‘With the Apocalypse,’ he writes, ‘we have no concern, for it is not a biblical book. ... The Apocalypse has no savour of the mouth or the mind of John. I can, if I so will, reject its testimonies’” (= Luther menolak untuk memberi tempat bagi Kitab Wahyu dalam Perjanjian Baru. Bersama dengan Yakobus, Yudas, 2Petrus dan Ibrani, ia menurunkan / meng-asingkan Kitab Wahyu kepada suatu daftar yang terpisah pada akhir dari Perjanjian Barunya. Ia menyatakan bahwa dalam Kitab Wahyu hanya terdapat gambar-gambar dan penglihatan-penglihatan yang tidak pernah ditemukan dalam bagian lain dari Alkitab. Ia mengeluh bahwa sekalipun tulisannya begitu kabur / tidak jelas artinya, tetapi penulisnya mempunyai keberanian untuk menambahkan ancaman-ancaman dan janji-janji untuk mereka yang memelihara atau tidak mentaati kata-katanya, padahal kata-katanya itu tidak bisa dimengerti. Dalam Kitab Wahyu, kata Luther, Kristus tidak diajarkan ataupun diakui; dan pengilhaman Roh Kudus tidak nampak / tidak jelas dalam Kitab Wahyu. Zwingli sama bermusuhannya dengan Kitab Wahyu. ‘Dengan Kitab Wahyu’, tulisnya, ‘kami tidak mempunyai perhatian, karena itu bukan kitab yang alkitabiah. ... Kitab Wahyu tidak mempunyai rasa / bau dari mulut atau pikiran Yohanes. Saya dapat, jika saya mau, menolak kesak-siannya’) - hal 1.
Blunder seperti itu bisa terjadi karena tidak hati-hati! Jadi, sekalipun ada janji berkat dalam Wah 1:3 dan Wah 22:7, tetapi jangan mem-pelajari secara tergesa-gesa / gegabah!
Dr. Knox Chamblin:
“sometimes fools rush in where angels fear to trod” (= kadang-kadang orang-orang tolol buru-buru masuk dimana malaikat takut untuk menginjak).
b) Banyak berdoa dan bersandar kepada Roh Kudus.
IV) Thema / tujuan Kitab Wahyu.
Tujuan utama Kitab Wahyu adalah menghibur orang kristen / gereja dalam pergumulannya melawan kekuatan kejahatan. Kitab ini penuh dengan pertolongan dan penghiburan bagi orang kristen yang dianiaya dan men-derita karena Kristus / Injil / kebenaran.
Dr. Knox Chamblin:
“It is written to offer comfort and hope to beleaguered, oppressed Christians in the latter part of the first century. One reason there is so much speculation about Revelation in America is that most elements of our population have never entered existentially into the condition of its original recipients. Someone in Romania is more likely to enter into the heart of Revelation than we can. It is designed especially for the suffering people of God” [= Ini (Kitab Wahyu) ditulis untuk menawarkan penghiburan dan pengharapan kepada orang-orang Kristen yang terkepung dan tertindas pada bagian akhir dari abad pertama. Satu alasan yang menyebabkan begitu banyak spekulasi tentang Kitab Wahyu di Amerika adalah bahwa sebagian besar dari penduduk kita belum pernah masuk dalam kondisi dari penerima orisinil Kitab Wahyu. Seseorang di Rumania lebih mungkin masuk dalam hati dari Kitab Wahyu dari pada kita. Kitab Wahyu direncana-kan khusus untuk umat Allah yang menderita].
Penerapan:
Karena itu, kalau saudara selama ini tidak serius dalam mengikut Tuhan, baik dalam ketaatan maupun pelayanan, dan karenanya boleh dikatakan tidak pernah menderita bagi Tuhan, jangan terlalu heran kalau saudara tidak akan terlalu menerima berkat dari Kitab Wahyu ini!
Penghiburan dalam Kitab Wahyu ini diberikan dengan menyatakan beberapa hal:
1) ‘Fakta’ dan ‘kelihatannya’ sering bertentangan.
Leon Morris (Tyndale):
“This peep behind the scenes brings to John’s readers a glimpse of the realities of power. Real power rests with Christ, the Lion. The appearances may be against it for the present. But ultimate reality is not dependent on present appearances” (= Intipan di belakang pemandangan ini membawa kepada pembaca-pembaca Yohanes penglihatan sekilas tentang kenyataan tentang kuasa. Kuasa yang sejati ada pada Kristus, sang Singa. Kelihatannya bisa bertentangan dengan itu untuk saat ini. Tetapi kenyataan terakhir tidak tergantung pada kelihatannya pada saat ini) - hal 21.
William Hendriksen:
“The Apocalypse is meant to show us that things are not what they seem. The beast that comes up out of the abyss seems to be victorious ... (11:7-10). ... Throughout the prophecies of this wonderful book Christ is pictured as the Victor, the Conqueror (1:18; 2:8; 5:9ff; 6:2; 11:15; 12:9ff; 14:1,14; 15:2ff; 19:16; 20:4; 22:3). He conquers death, Hades, the dragon, the beast, the false prophet, and the men who worship the beast. He is victorious; as a result, so are we, even when we seem to be hopelessly defeated” [= Kitab Wahyu dimak-sudkan untuk menunjukkan bahwa hal-hal tidaklah seperti kelihatannya. Binatang yang keluar dari jurang maut kelihatannya menang ... (11:7-10). ... Melalui nubuat-nubuat dari kitab yang indah / luar biasa ini, Kristus digambarkan sebagai Sang Pemenang, Sang Penakluk (1:18; 2:8; 5:9-dst; 6:2; 11:15; 12:9-dst; 14:1,14; 15:2-dst; 19:16; 20:4; 22:3). Ia mengalahkan kematian, Hades / kerajaan maut, naga, binatang, nabi palsu, dan orang-orang yang menyembah binatang. Ia menang, dan sebagai akibatnya, begitu juga dengan kita, bahkan pada waktu kita kelihatannya dikalahkan tanpa harapan] - hal 8.
2) Melalui semua hal-hal yang kelihatannya kacau balau, Allah melaksana-kan rencanaNya.
Leon Morris (Tyndale):
“When one has due regard to all the facts it becomes plain that earthly potentates do nothing but fulfil the plan mapped out for them by God. They never manage to thwart Him. In vision after vision the truth is emphasized that God is supreme and that He brings His purposes to pass in the affairs of men” (= Pada waktu seseorang mempunyai hormat yang seharusnya terhadap semua fakta-fakta, maka menjadi jelas bahwa raja-raja duniawi tidak mela-kukan apapun kecuali menggenapi rencana yang direncanakan untuk mereka oleh Allah. Mereka tidak pernah berhasil menggagalkan / meng-halangiNya. Dalam penglihatan demi penglihatan kebenaran ditekankan bahwa Allah adalah yang tertinggi dan bahwa Ia melaksanakan rencanaNya dalam urusan-urusan manusia) - hal 21.
Pandangan Arminian, yang mengatakan bahwa Rencana Allah bisa gagal, sama sekali tidak cocok dengan seluruh Kitab Wahyu.
3) Dalam peperangan antara Allah / Kristus / Gereja / kebenaran melawan Setan / dunia / kejahatan, pada akhirnya Allah / Kristus / Gereja / kebenaran akan menang, dan bahkan terlihat secara nyata kemenangan-nya.
a) Seluruh Kitab Wahyu dipenuhi dengan peperangan rohani ini.
William Hendriksen membagi seluruh kitab Wahyu dari 2 grup, yaitu Wah 1-11 dan Wah 12-22, dan ia lalu berkata:
“In the first group (chapters 1-11) we see the struggle among men, that is, between believers and unbelievers. ... In the second group of visions (chapters 12-22) we are shown that this struggle on earth has a deeper background. It is the outward manifestation of the devil’s attack upon the Man-child. ... In the first of these two major divisions (1-11) we see the surface: the Church persecuted by the world. In the second we see the underlying conflict between the Christ and the dragon (Satan)” [= Dalam grup pertama (pasal 1-11) kita melihat pergumulan di antara manusia, yaitu antara orang yang percaya dan orang yang tidak percaya. ... Dalam grup kedua dari penglihatan-penglihatan itu (pasal 12-22) kita ditunjuk-kan bahwa pergumulan di bumi ini mempunyai latar belakang yang lebih dalam. Itu adalah manifestasi lahiriah dari serangan setan terhadap sang Anak laki-laki. ... Dalam bagian pertama dari 2 pembagian utama / besar itu (1-11) kita melihat permukaannya: Gereja dianiaya oleh dunia. Dalam bagian yang kedua kita melihat konflik yang mendasari antara Kristus dan naga (Setan)] - hal 22.
b) Pada akhirnya Allah / Kristus / Gereja / kebenaran akan menang, dan bahkan terlihat secara nyata kemenangannya.
Homer Hailey:
“The grand theme of Revelation is that of war and conflict between good and evil resulting in victory for the righteous and defeat for the wicked” (= Thema besar / agung dari Kitab Wahyu adalah tentang perang dan konflik antara baik dan jahat yang berakhir dengan kemenangan untuk orang benar dan kekalahan untuk orang jahat) - hal 51.
V) Metode-metode penafsiran Kitab Wahyu.
1) The historical method (metode historis / sejarah).
a) Pandangan / metodenya.
Metode ini beranggapan bahwa penglihatan-penglihatan dalam kitab ini menunjuk kepada sejarah dalam Perjanjian Baru, mulai jaman rasul-rasul sampai akhir jaman. Dan mereka selalu memberikan penggenapan-penggenapan yang specific / tertentu terhadap nubuat-nubuat atau penglihatan-penglihatan dalam Kitab Wahyu. Jadi penglihatan / nubuat itu dianggap digenapi oleh suatu peristiwa atau orang tertentu.
Misalnya: binatang yang keluar dari dalam bumi (Wah 13:11) dianggap sebagai kepausan gereja Roma Katolik.
b) Para penganutnya.
George Eldon Ladd mengatakan bahwa pandangan ini dianut oleh para tokoh Reformasi.
Orang-orang yang menganut metode historis: John Wycliffe, John Knox, William Tyndale, Martin Luther, John Calvin, Ulrich Zwingli, Philip Melanchthon, Sir Isaac Newton, Jan Huss, John Foxe, John Wesley, Jonathan Edwards, George Whitefield, Charles Finney, C. H. Spurgeon, Matthew Henry, Adam Clarke, Albert Barnes.
Tetapi jaman sekarang jarang sekali ada penafsir yang menganut pandangan ini.
c) Serangan / kritik terhadap pandangan ini.
1. Kitab Wahyu menjadi tidak / kurang relevan bagi penerima orisinil Kitab Wahyu ini.
2. Tidak ada kesesuaian pendapat dalam golongan ini.
Misalnya seseorang mengartikan nubuat / penglihatan tertentu sebagai A, tetapi yang lain mengartikan sebagai B.
Steve Gregg:
“One of the weaknesses of the historicist approach is seen in the inability of its advocates to agree upon the specific fulfillments of the prophecies. Moses Stuart (preterist) charged that ‘Hitherto, scarcely any two original and independent (historicist) expositors have been agreed, in respect to some points very important to their bearing upon the interpretation of the book.’ ... If the prophecies’ meanings cannot be identified with certainty, even after their fulfillments, the value of the prophecies to the readers of any period, whether before or following the fulfillments, is in serious question.” [= Salah satu dari kelemahan dari pendekatan historis terlihat dari ketidakmampuan dari para pendukungnya untuk bersepakat tentang penggenapan specific / tertentu dari nubuat-nubuat. Moses Stuart (preterist) menuduh bahwa ‘Sampai saat ini hampir tidak ada 2 penafsir orisinil dan independen yang sepakat berkenaan dengan beberapa hal yang sangat penting terhadap sikap mereka dalam menafsirkan kitab ini’. ... Jika arti dari nubuat-nubuat itu tidak bisa ditentukan dengan pasti, bahkan setelah penggenapannya terjadi, maka nilai dari nubuat itu bagi para pembacanya dari jaman manapun, baik sebelum atau setelah penggenapannya, sangat dipertanyakan.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 36-37.
James B. Ramsey, yang kelihatannya menganut spiritual method / metode rohani, menentang metode historis karena alasan yang sama, dan ia berpendapat bahwa metode historis yang menafsir-kan bahwa setiap bagian nubuat dalam Kitab Wahyu menunjuk kepada satu event / orang tertentu, menyebabkan adanya banyak pendapat, karena yang satu mengatakan bahwa simbol itu menunjuk kepada A sedangkan yang lain mengatakan simbol itu menunjuk kepada B, dsb. Banyak pendapat ini akhirnya menyebabkan orang malas mempelajari kitab Wahyu ini, karena menganggap toh tidak akan bisa mendapatkan penafsiran yang benar (hal 28-29).
James B. Ramsey:
“Perhaps nothing so much as this has tended to increase the apparent obscurity, and to lessen the spiritual influence of this book, and the blessedness here promised.” [= Mungkin tidak ada yang lebih dari ini (maksudnya metode historis) yang begitu cenderung mengaburkan, dan mengurangi pengaruh rohani dari kitab ini dan berkat yang dijanjikan di sini.] - hal 29.
3. Pandangan ini terlalu sempit / picik, karena penggenapan nubuat Kitab Wahyu selalu hanya diarahkan kepada gereja di Eropah pada jaman Reformasi, dan tidak memperhitungkan gereja-gereja lain di tempat yang berbeda dan pada jaman yang berbeda.
Steve Gregg:
“Another criticism of historicism has been that it is too flexible in the service of its advocates, allowing most of them to identify their own times as the culmination of history. Walvoord (futurist) criticizes historicism on these very grounds, saying ‘its adherents have succumbed to the tendency to interpret the book in some sense climaxing in their generation.’ Historicism is criticized as being too parochial, failing to take the development of the church throughout the world into consideration. Tenney (futurist) has made this observation: The Historicist view which attempts to interpret the Apocalypse by the development of the church in the last nineteen centuries, seldom if ever takes cognizance of the church outside Europe. It is concerned mainly with the period of the Middle Ages and the Reformation and has relatively little to say of developments after A.D. 1500.” [= Kritik yang lain terhadap metode historis adalah bahwa bahwa metode ini terlalu flexibel dalam melayani para pendukungnya, mengijinkan kebanyakan dari mereka untuk mengenali jaman mereka sendiri sebagai puncak dari sejarah. Walvoord (futurist) mengkritik metode historis berdasarkan hal ini, dengan berkata: ‘para pengikutnya menyerah pada kecenderungan untuk menafsirkan kitab ini dalam arti tertentu mencapai klimaxnya dalam generasi mereka’. Metode historis ini dikritik sebagai terlalu berpandangan sempit / picik, dan tidak mempertimbangkan perkembangan gereja di seluruh dunia. Tenney (futurist) membuat pengamatan ini: Pandangan historis yang mencoba untuk menafsirkan kitab Wahyu menurut perkembangan gereja dalam 19 abad yang terakhir, jarang, dan mungkin tidak pernah, memperhatikan gereja di luar Eropah. Pandangan ini sebagian besar hanya memperhatikan jaman Abad Pertengahan dan Reformasi, dan secara relatif hanya berbicara sedikit tentang perkembangan setelah tahun 1500 M.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 37.
2) The preterist method (metode preteris / lampau).
a) Pandangan / metodenya.
Kata preterist berasal dari kata bahasa Latin ‘PRAETER’, yang berarti ‘past / lampau’.
Penganut metode Preteris ini sangat memperhatikan kata-kata:
1. ‘apa yang harus segera terjadi’ (Wah 1:1).
2. ‘waktunya sudah dekat’ (Wah 1:3).
3. ‘apa yang harus segera terjadi’ (Wah 22:6).
4. ‘Aku datang segera’ (Wah 22:7).
Ini menyebabkan mereka lalu berpendapat bahwa seluruh / mayoritas nubuat dalam Kitab Wahyu sudah digenapi pada masa lalu, tidak lama setelah jaman rasul Yohanes sendiri, khususnya dalam kejatuhan kekaisaran Romawi. Sebagian preterist mengecualikan pasal-pasal terakhir dari Kitab Wahyu dan mereka berpendapat bahwa pasal-pasal terakhir ini melihat ke depan pada kedatangan Kristus yang kedua. Tetapi sebagian yang lain berpendapat bahwa seluruh Kitab Wahyu (tanpa kecuali) sudah terjadi.
Steve Gregg:
“Some preterists believe that the book of Revelation looks no further into the future than the Jewish holocaust in A.D. 70. Others, however, believe that the first half of Revelation describes the fall of Jerusalem, the second half predicts the fall of the Roman Empire, and the final chapters describe the second coming of Christ.” [= Sebagian preterist percaya bahwa kitab Wahyu memandang ke masa depan tidak lebih jauh dari penghancuran masal terhadap bangsa Yahudi pada tahun 70 M. Tetapi para preterist yang lain percaya bahwa setengah yang pertama dari kitab Wahyu menggambarkan kejatuhan Yerusalem, sedangkan sisanya meramalkan kejatuhan kekaisaran Romawi, dan pasal-pasal yang terakhir menggambarkan kedatangan Kristus yang keduakalinya.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 39.
b) Penganut metode ini.
Gereja Roma Katolik senang dengan pandangan / metode ini, karena metode ini menjadi perisai bagi mereka terhadap serangan para tokoh Reformasi yang menganut metode historis.
A. T. Robertson: “Roman Catholic scholars have been fond of the preterist view to escape the Protestant interpretation of the second beast in chapter 13 as papal Rome.” [= Para ahli theologia Roma Katolik senang dengan pandangan preterist untuk menghindari penafsiran Protestan tentang binatang yang kedua dalam pasal ke 13 sebagai kepausan Roma.] - hal 277.
Tetapi tentu saja bukan hanya Gereja Roma Katolik saja yang menerima metode ini.
c) Positifnya pandangan ini.
1. Metode ini membuat Kitab Wahyu relevan bagi penerima orisinil Kitab Wahyu ini.
2. Kata-kata ‘apa yang harus segera terjadi’ (1:1 bdk. 1:3 22:6) bisa diartikan secara hurufiah dan tidak perlu dicari-carikan arti lain.
d) Serangan / kritik terhadap pandangan ini.
1. Metode ini membuat Kitab Wahyu tidak terlalu berguna untuk orang kristen yang hidup setelah jaman penerima orisinil dari Kitab Wahyu.
Leon Morris (Tyndale):
“this view has the merit of making the book exceedingly meaningful for the people to whom it was written. And it has the demerit of making it meaningless (except for the information it gives about that early generation) for all subsequent readers” [= pandangan ini mempunyai kebaikan dalam membuat kitab ini sangat berarti untuk orang-orang kepada siapa kitab itu ditulis (pembaca orisinil). Dan pandangan ini mempunyai kejelekan dalam membuat kitab itu tidak mempunyai arti (kecuali memberikan informasi tentang generasi yang lebih awal) untuk semua pembaca yang hidup setelah para pembaca orisinil] - hal 16.
2. Pandangan ini sangat bersandar pada penulisan kitab Wahyu sebelum 70 M, padahal ini adalah suatu hal yang diperdebatkan.
3. Asal mula dari Preterist adalah dari kalangan Roma Katolik, sebagai reaksi terhadap serangan Protestan / para tokoh Reformasi.
Steve Gregg: “preterism is said to share similar disreputable origins with futurism ..., with both of them being Roman Catholics responses to Protestantism.” [= metode preteris dikatakan mempunyai asal usul yang sama jeleknya dengan metode futurist ..., karena keduanya merupakan tanggapan Roma Katolik terhadap ajaran / pandangan Protestan.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 39.
Tetapi dalam hal ini Steve Gregg membela metode Preteris, dan mengatakan bahwa metode / pandangan ini sudah ada jauh sebelum jaman Reformasi, dan karena itu asal usulnya bukan dari Roma Katolik.
3) The futurist method (metode futuris / akan datang).
a) Pandangan / metodenya.
Seluruh / mayoritas isi Kitab Wahyu (ada yang mengecualikan pasal-pasal permulaan) menunjuk pada masa depan yang jauh, sesaat sebelum Kristus datang kembali.
Berbeda dengan metode historis dan preteris, metode futuris tidak bisa ditest dari sejarah, karena apa yang mereka nubuatkan melalui Kitab Wahyu semuanya belum terjadi, misalnya tentang Rapture / Pengangkatan orang suci (Steve Gregg, hal 43).
b) Penganut metode / pandangan futuris ini.
Sebetulnya Futuris terbagi 2 golongan, yaitu:
1. Futurist yang moderat.
George Eldon Ladd termasuk penganut pandangan moderat ini.
2. Futurist yang extrim.
Ini merupakan pandangan dari Dispensationalisme, yaitu pandangan yang percaya terhadap 2 macam kedatangan Kristus yang kedua, yaitu kedatangan di awan-awan untuk menjemput / mengangkat orang-orang suci (Rapture), dan kedatangan bersama dengan orang-orang suci.
Kata-kata ‘naiklah ke mari’ dalam Wah 4:1 dijadikan dasar dari Rapture / pengangkatan orang-orang suci.
Futuris golongan kedua ini sangat mendominasi dan merupakan pandangan yang paling populer pada jaman ini, dan merupakan pandangan dari J. N. Darby, C. I. Scofield, Clarence Larkin, Charles Ryrie, John Walvoord, Hal Lindsey, dsb.
c) Ciri khas metode / pandangan ini.
1. Kitab Wahyu dianggap bersifat khronologis.
Steve Gregg: “Futurists, like historicists, often understand Revelation to be chronologically continuous, though some futurists see two parallel sections of Revelation (chapters 4-11 and chapters 12-19), both of which describe a future time of tribulation.” [= Futurist, seperti historist, sering mengerti kitab Wahyu sebagai terus menerus bersifat khronologis, sekalipun sebagian futurist melihat 2 bagian yang paralel dalam kitab Wahyu (pasal 4-11 dan pasal 12-19), yang sama-sama meng-gambarkan masa penganiayaan yang akan datang.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 40.
2. Penafsiran yang hurufiah dari Kitab Wahyu.
Steve Gregg: “Belief in the futurist approach frees the reader to take a more literal view of the visions, reducing the difficulties of interpreting the symbols. Of the various approaches to Revelation, the futurist is most likely to take a literal interpretation, since it alone has the luxury of doing so. For example, there has never been a time in the past when a third of the sea turned to blood, killing a third of the fish and sinking a third of the ships (Revelation 16). If this is to have a literal fulfillment, it must still be in the future. Other approaches must take the passage nonliterally. The same is true of other events anticipated in the chapters of Revelation, such as hailstone of a hundred pounds weight, locusts that sting like scorpions, two prophets who die in Jerusalem and rise again in three and a half days only to be publicly translated into the heavens for all to see, a mandatory mark applied to the forehead or right hand of every noncompliant citizen, etc. Henry Morris makes this point: It is inevitable that literalistic expositors of Revelation will be primarily futurists since practically none of the events of Revelation 4-22 have yet taken place in any literal sense.” [= Kepercayaan terhadap pendekatan futuris memberikan pembaca kebebasan untuk mengambil pandangan yang lebih hurufiah tentang penglihatan-penglihatan itu, mengurangi kesukaran dari penafsiran simbol-simbol itu. Dari bermacam-macam pendekatan kepada kitab Wahyu, futuris adalah yang paling mungkin mengambil penafsiran hurufiah, karena hanya metode itu saja yang mempunyai kepuasan dalam melakukannya. Sebagai contoh, tidak pernah ada saat dalam masa lampau dimana sepertiga dari laut menjadi darah, pembunuhan sepertiga dari ikan-ikan dan penenggelaman sepertiga dari kapal-kapal (Wah 16). Jika ini harus mempunyai penggenapan hurufiah, maka penggenapannya pasti ada di masa yang akan datang. Pendekatan-pendekatan yang lain harus menganggap bagian itu sebagai tidak bersifat hurufiah. Hal ini juga berlaku untuk peristiwa / kejadian lain yang diantisipasi oleh kitab Wahyu, seperti hujan es dengan berat seratus pounds, belalang yang menyengat seperti kalajengking, dua nabi yang mati di Yerusalem dan bangkit kembali dalam tiga setengah hari hanya untuk diangkat ke surga untuk dilihat semua orang, pemberian tanda pada dahi atau tangan kepada setiap orang yang tidak tunduk, dsb. Henry Morris menyatakan hal ini: Tidak bisa dihindarkan bahwa penafsir-penafsir hurufiah dari kitab Wahyu pada umumnya adalah futurist karena secara praktis tidak ada dalam peristiwa-peristiwa dari Wah 4-22 yang telah terjadi dalam arti hurufiah.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 40-41.
Catatan: Mungkin ‘Wah 16’ dalam kutipan di atas lebih baik diganti dengan ‘Wah 8:8-9’, kecuali kalau kedua bagian itu dianggap paralel.
d) Serangan / kritik terhadap futurist.
1. Kata-kata ‘apa yang harus segera terjadi’ (Wah 1:1), ‘waktunya sudah dekat’ (Wah 1:3), ‘apa yang harus segera terjadi’ (Wah 22:6) sukar disesuaikan dengan metode futuris.
2. Ini menyebabkan Kitab ini menjadi tidak mempunyai arti / tidak relevan untuk penerima surat orisinil, bahkan juga tidak mempunyai arti / tidak relevan juga untuk generasi-generasi selanjutnya, dan hanya berguna untuk generasi orang kristen sesaat sebelum kedatangan Kristus keduakalinya. Bagi generasi-generasi selain generasi terakhir ini, Kitab Wahyu sangat sedikit artinya, mungkin hanya menunjukkan bahwa Allah mempunyai rencana.
Steve Gregg: “If we go along with the dispensational interpreters in finding the Rapture of the church at Revelation 4:1, then the book becomes largely irrelevant, not only to the original readers, but also to all Christians of any age. This is because the church will be in heaven before the majority of the prophecies begin to unfold, neither experiencing nor witnessing their fulfillment. This leaves it far from obvious why Christians should take an interest in such events, or why God wished to reveal them.” [= Jika kita setuju dengan para penafsir dispensationalis dengan menganggap bahwa Pengangkatan / Rapture dari gereja terjadi pada Wah 4:1, maka sebagian besar kitab ini menjadi tidak relevan, bukan hanya bagi pembaca orisinil, tetapi juga bagi semua orang kristen dalam jaman manapun. Ini disebabkan karena gereja akan ada di surga sebelum mayoritas dari nubuat-nubuat itu mulai dibukakan, dan tidak mengalami maupun menyaksikan penggenapan nubuat-nubuat itu. Ini membuat sangat tidak jelas mengapa orang kristen harus memperhatikan peristiwa-peristiwa seperti itu, atau mengapa Allah ingin menyatakannya.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 42.
3. Sifat khronologis dari Kitab Wahyu sukar dipertahankan.
Steve Gregg: “There is no reason to insist on a strictly chronological sequence to the unfolding of events predicted in Revelation, though some approaches have a tendency to assume such a sequence. ... A certain amount of parallelism is to be observed in Revelation, regardless of which of the four approaches one takes. That is, some portion double back to cover the same ground as was covered in previous sections. Scholars do not agree as to how many parallel sections are present.” [= Tidak ada alasan untuk berkeras pada urut-urutan kronologis yang ketat terhadap dibukanya peristiwa-peristiwa yang diramalkan dalam Kitab Wahyu, sekalipun beberapa pendekatan mempunyai kecenderungan untuk beranggapan adanya urut-urutan seperti itu. ... Sejumlah bagian paralel tertentu harus diperhatikan dalam Kitab Wahyu, tak peduli yang mana dari empat pendekatan yang ia ambil. Yaitu, beberapa bagian mengulangi hal yang sama yang telah diliput dalam bagian sebelumnya. Para penafsir tidak sependapat berkenaan dengan berapa jumlah bagian paralel yang ada.] - ‘Revelation: Four Views: A Parallel Commentary’, hal 18-19.
4. Penafsiran hurufiah mereka sering tidak dilakukan dengan konsisten, dimana mereka sering ‘membaca terlalu dalam ke dalam text’, dan bahkan kadang-kadang terpaksa mengakui bahwa penafsiran harus dilakukan secara simbolis.
Steve Gregg: “The futurist believes that Revelation 20 describes a period of world peace and justice with Christ reigning on earth from Jerusalem, though no part of this description can be found in the chapter itself, taken literally. This observation does not mean that this futurist scenario cannot be true. But it must be derived by reading into the passages in Revelation features that are not plainly stated. Dispensationalists themselves often must admit to the necessity of recognizing some symbolism in Revelation, all the while clinging as much as possible to the literal hermeneutic that is their boast in contrast to most other theological systems.” [= Futurist percaya bahwa Wah 20 menggambarkan masa dunia yang damai dan adil dengan Kristus memerintah di dunia dari Yerusalem, sekalipun tidak ada bagian dari penggambaran ini bisa ditemukan dalam pasal itu sendiri, diartikan secara hurufiah. Pengamatan ini tidak berarti bahwa skenario futurist ini tidak mungkin benar. Tetapi itu harus didapatkan dengan membaca ke dalam bagian kitab Wahyu itu hal-hal yang tidak ditulis / dinyatakan secara jelas / nyata. Para penganut Dispensationalis sering harus mengakui keharusan untuk mengenali beberapa simbol dalam Kitab Wahyu, sementara tetap berpegang seerat mungkin pada hermeneutic hurufiah yang merupakan kebanggaan mereka, bertentangan dengan kebanyakan sistim theologia yang lain.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 41.
5. Sama seperti Preteris, Futuris juga diserang dalam persoalan asal usul, karena Futuris juga dianggap berasal usul dari kalangan gereja Roma Katolik, sebagai reaksi atas serangan Protestan / para tokoh Reformasi terhadap Roma Katolik.
Steve Gregg: “Francisco Ribeira, a Spanish Jesuit, is known to have originated this approach to Revelation in 1585 for the purpose of refuting the historicist view, and the Reformers’ insistence that the ‘beast’ was the papacy. Ribeira taught that the ‘Antichrist’ had not yet come and would be an individual arising ‘in the last days.’ Protestants rejected this view for over 200 years, but it was finally introduced in Protestant circles by Samuel Maitland in 1827 and popularized in the works of J. N. Darby, the founder of dispensationalism, beginning in 1830.” [= Francisco Ribeira, seorang Jesuit Spanyol, diketahui memulai pendekatan Kitab Wahyu ini dalam tahun 1585 dengan tujuan untuk menentang pandangan historis, dan desakan para tokoh Reformasi bahwa sang ‘binatang’ itu adalah kepausan. Ribeira mengajar bahwa sang Anti-Kristus belum datang dan akan merupakan seorang individu yang muncul ‘pada hari-hari terakhir’. Protestan menolak pandangan ini selama lebih dari 200 tahun, tetapi pandangan itu akhirnya dimasukkan / diajukan dalam lingkungan Protestan oleh Samuel Maitland dalam tahun 1827 dan dipopulerkan dalam pekerjaan J. N. Darby, pendiri dari Dispensationalisme, dimulai pada tahun 1830.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 42.
4) The spiritual method (metode spiritual / rohani).
a) Nama lain untuk metode ini.
Metode ini juga disebut dengan istilah ‘idealist method’ [= metode idealis] atau ‘symbolical method’ [= metode simbolis].
b) Metode / pandangannya.
Nubuat-nubuat dalam kitab Wahyu tidak hanya mempunyai satu penggenapan specific / tertentu. Penggenapan nubuat-nubuat itu terjadi secara rohani, dan bisa terjadi berulang-ulang. Karena itu nubuat-nubuat itu bisa diterapkan pada orang-orang kristen dalam sepanjang jaman.
Steve Gregg: “I am using the label ‘spiritual approach’ to include all approaches that do not look for individual or specific fulfillments of the prophecies of Revelation in the natural sense, but which believe only that spiritual lessons and principles (which may find recurrent expression in history) are depicted symbolically in the visions.” [= Saya menggunakan label ‘pendekatan spiritual / rohani’ untuk mencakup semua pendekatan yang tidak mencari penggenapan-penggenapan individu atau specific / tertentu dari nubuat-nubuat Kitab Wahyu dalam arti alamiah, tetapi yang percaya bahwa hanyalah pelajaran-pelajaran dan prinsip-prinsip rohani (yang bisa mendapatkan expresi / pernyataan berulang-ulang dalam sejarah) yang digambarkan secara simbolis dalam penglihatan-penglihatan itu.] - ‘Revelation: Four Views’, hal 43.
c) Keuntungan dan positifnya pandangan ini.
Keuntungan dari pandangan ini adalah bahwa pandangan ini terhindar dari problem untuk mengharmoniskan bagian tertentu dari Kitab Wahyu dengan penggenapan tertentu, yang merupakan kesukaran yang besar pandangan-pandangan yang lain.
Sedangkan positifnya pandangan ini adalah bahwa pandangan ini membuat setiap bagian Kitab Wahyu relevan bagi semua orang Kristen di segala jaman.
William Hendriksen: “A sound interpretation of the Apocalypse must take as its starting-point the position that the book intended for believers living in John’s day and age. ... we should give equal prominence to the fact that this book was intended not only for those who first read it, but for all believers throughout this entire dispensation.” [= Penafsiran yang sehat dari Kitab Wahyu harus mulai dari posisi bahwa Kitab ini dimaksudkan untuk orang-orang percaya pada jaman Yohanes. ... kita harus memberi penekanan yang sama pada fakta bahwa Kitab ini dimaksudkan bukan hanya untuk mereka yang pertama membacanya, tetapi untuk semua orang percaya dalam seluruh jaman ini.] - hal 10.
d) Problem bagi pandangan ini.
Problem bagi pandangan ini adalah ayat-ayat yang menunjukkan bahwa hal-hal itu akan segera terjadi, seperti Wah 1:1,3 dan Wah 22:6. Karena itu penafsir-penafsir modern menggabungkan pandangan ini dengan metode Preteris atau metode Historis.
Catatan:
Steve Gregg memasukkan William Hendriksen, yang menamakan pandangannya sebagai progressive parallelism, ke dalam spiritual method ini. Tetapi karena metode William Hendriksen agak unik, maka saya membahasnya secara terpisah sebagai metode / pendekatan ke 5 di bawah ini.
5) The progressive parallelism method (metode paralelisme yang progresif).
a) Penganut pandangan / metode ini.
Ini adalah pandangan William Hendriksen, dan juga Geoffrey B. Wilson (hal 11).
b) Pandangan / metodenya.
1. Bagian-bagian yang paralel.
Kitab Wahyu dibagi menjadi 7 bagian yang paralel, dan setiap bagian menjangkau seluruh sejarah gereja. Ketujuh bagian Kitab Wahyu itu adalah:
a. Wah 1-3.
Wah 1:12-13 menunjukkan Kristus di tengah-tengah 7 kaki dian emas. 7 kaki dian emas itu melambangkan 7 jemaat / gereja (Wah 1:20). Bilangan 7 melambangkan kesempurnaan / kelengkapan (completeness), dan karena itu ini menunjuk kepada seluruh gereja sampai pada akhir jaman. Karena itu bagian I ini (Wah 1-3) menjangkau mulai kedatangan Kristus yang pertama (Wah 1:5) sampai kedatangan Kristus yang keduakalinya (Wah 1:7).
b. Wah 4-7.
Bagian ke II ini juga menjangkau mulai kedatangan Kristus yang pertama sampai kedatangan Kristus yang keduakalinya, karena Wah 5:5-6 menunjukkan Kristus yang telah disembelih itu sekarang bertahta di surga; sedangkan Wah 6:16-17 dan Wah 7:16-17 jelas menunjuk pada akhir jaman.
c. Wah 8-11.
Ini adalah 7 sangkakala yang mempengaruhi dunia. Apa yang terjadi dengan gereja digambarkan dalam Wah 10-11. Dan akhir dari bagian ke 3 ini (Wah 11:15,18), jelas menunjuk pada penghakiman akhir jaman.
d. Wah 12-14.
Kelahiran Anak (Wah 12:5) menunjuk pada kelahiran Kristus. Dan bagian IV ini diakhiri dengan kedatangan Kristus yang keduakalinya (Wah 14:14,16).
e. Wah 15-16.
7 cawan murka Allah menunjuk pada penghakiman terakhir dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi yang berhubungan dengan penghakiman itu.
f. Wah 17-19.
Ini menggambarkan jatuhnya Babil, dan penghukuman terhadap binatang dan nabi palsu. Wah 19:11-16 menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya.
g. Wah 20-22.
Ini dimulai dengan pengikatan Iblis selama 1000 tahun (Wah 20:1-3). Nanti Iblis akan dilepaskan untuk sedikit waktu (Wah 20:7). Ini lalu diikuti oleh kedatangan Kristus yang keduakalinya dengan penghakimanNya (Wah 20:9-15) disusul dengan langit dan bumi yang baru (Wah 21-22).
Catatan: jelas bahwa Hendriksen dalam persoalan Kerajaan 1000 tahun menganut Amillenialisme.
2. Sifat progresif [= maju / berkembang] dari bagian-bagian yang paralel tersebut.
Hendriksen mengatakan bahwa dalam 7 bagian yang paralel itu ada ‘progress’ [= kemajuan / perkembangan], yaitu dalam:
a. Intensitas dari peperangan rohani. Misalnya dalam Wah 12-22 intensitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Wah 1-11.
b. Revelation / wahyu tentang kejahatan manusia, kebenaran ilahi, dan pemerintahan ilahi.
c. Penekanan eschatology / akhir jaman. Setiap bagian bergerak sedikit lebih jauh ke masa depan.
William Hendriksen: “... although all the sections of the Apocalypse run parallel and span the period between the first and second coming of Christ and are rooted in the soil of the old dispensation, yet there is also a degree of progress. The closer we approach the end of the book the more our attention is directed to the final judgment and that which lies beyond it. The seven sections are arranged, as it were, in an ascending, climactic order. The book reveals a gradual progress in eschatological emphasis.” [= ... sekalipun semua bagian dari kitab Wahyu berjalan paralel dan menjangkau masa di antara kedatangan pertama dan kedatangan kedua dari Kristus dan berakar dalam tanah Perjanjian Lama, tetapi di sana juga ada tingkat kemajuan / perkembangan. Makin kita mendekati akhir kitab itu, makin perhatian kita diarahkan kepada penghakiman terakhir dan hal-hal yang terletak di baliknya. Ketujuh bagian itu diatur dalam suatu urut-urutan yang menanjak dan membentuk suatu klimax. Kitab ini menyatakan suatu kemajuan perlahan-lahan dalam penekanan eskatologi.] - hal 35.
Beberapa hal penting yang harus diketahui tentang macam-macam metode / pendekatan ini:
1. Ada banyak penafsir yang menggabungkan lebih dari satu pandangan / metode.
Leon Morris (Tyndale): “It seems that elements from more than one of these views are required for a satisfactory understanding of Revelation.” [= Kelihatannya dibutuhkan elemen-elemen dari lebih dari salah satu dari pandangan-pandangan ini untuk mendapatkan suatu pengertian yang memuaskan tentang kitab Wahyu.] - hal 18.
2. Perbedaan penafsiran antara metode yang satu dengan yang lain baru terlihat secara menyolok mulai Wah 4, dan menjadi makin menyolok dalam Wah 6-19.
Steve Gregg: “It is not until the beginning of Revelation 4 that the four views really part company (and the radical differences apply only to chapters 6-19). Thus the first three and the last three chapters of Revelation are not debated on the same basis as are the chapters in the middle of the book. There is by no means unanimity as to the meaning of these opening and closing sections, however.” [= Baru pada permulaan Wah 4 ke 4 pandangan ini betul-betul berpisah (dan perbedaan yang radikal hanya berlaku pada pasal 6-19). Jadi 3 pasal yang pertama dan 3 pasal yang terakhir dari kitab Wahyu tidak diperdebatkan pada dasar yang sama seperti pasal-pasal pada pertengahan kitab ini. Tetapi itu sama sekali tidak berarti bahwa ada kesatuan pandangan tentang arti dari bagian-bagian awal dan akhir ini.] - ‘Revelation: Four Views: A Parallel Commentary’, hal 5.
WAHYU 1:1-3
Ay 1: “Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepadaNya, supaya ditunjukkanNya kepada hamba-hambaNya apa yang harus segera terjadi. Dan oleh malaikatNya yang diutusNya, Ia telah menyatakannya kepada hambaNya Yoha-nes”.
1) ‘wahyu Yesus Kristus’ / ‘the revelation of Jesus Christ’ (ay 1).
a) ‘wahyu’ / ‘revelation’.
Kata ‘revelation’ / ‘wahyu’ dalam bahasa Yunani adalah APOKALUPSIS. APO = away from / jauh dari; KALUPSIS = a veiling / tudung / selubung. Ini menunjuk pada tindakan membukakan sesuatu yang tadinya tersem-bunyi (uncovering), misalnya membuka kain / terpal yang tadinya menu-tupi patung.
Leon Morris (Tyndale):
“The making known what a man could not find out for himself” (= Pemberi-tahuan apa yang manusia tidak bisa mengetahui untuk dirinya sendiri) - hal 45.
G. R. Beasley - Murray:
“It can signify the act of unveiling, or the object which is uncovered” (= Ini bisa berarti tindakan membukakan, atau obyek yang dibukakan) - hal 50.
George Eldon Ladd:
“in the New Testament it usually has a distinctly religious connotation, desig-nating the supernatural revelation of divine truths unknown to men and incapable of being discovered by them (Rom. 16:25; Gal. 1:12)” [= dalam Perjanjian Baru biasanya kata ini mempunyai arti agamawi yang berbeda, menunjukkan suatu wahyu / penyataan dari kebenaran ilahi yang tidak diketahui oleh manusia dan tidak dapat ditemukan oleh mereka (Ro 16:25 Gal 1:12)] - hal 19.
Dari arti dari kata APOKALUPSIS ini maka bisa didapatkan 2 hal:
Pada masa lalu Allah menutup / belum membukakan kebenaran ini.
Bdk. Amsal 25:2 - ‘kemuliaan Allah ialah merahasiakan sesuatu’.
Lalu Allah membukakan kebenaran yang tertutup itu.
Tanpa ini manusia akan terus ada dalam keadaan tidak tahu.
James B. Ramsey mengatakan bahwa istilah ‘revelation’ / wahyu / penyataan dalam ay 1 ini menunjukkan bahwa Kitab Wahyu bisa di-mengerti, dan karenanya harus dipelajari.
b) ‘Yesus Kristus’ / ‘of Jesus Christ’.
Kata-kata ‘of Jesus Christ’ bisa diartikan dengan 2 cara:
‘dari Yesus Kristus’.
Kalau dipilih arti pertama ini, maka Yesus Kristus adalah ‘author / revealer’ (= pengarang / yang menyatakan) kitab ini.
Ini adalah pandangan pada umumnya, yang boleh dikatakan dianut oleh semua penafsir. Tetapi Hoeksema keberatan dengan pandangan ini. Ia lebih setuju dengan pandangan kedua di bawah.
‘tentang Yesus Kristus’.
Kalau dipilih arti kedua ini, maka Yesus Kristus adalah apa yang dinyatakan dalam kitab ini.
Hoeksema memilih pandangan kedua ini dengan alasan:
dalam Kitab Suci istilah ‘revelation of Jesus Christ’ biasanya, bahkan mungkin selalu, mempunyai arti ini. Misalnya: 1Kor 1:7 2Tes 1:7 1Pet 1:7 2Kor 12:1. Dalam 2Kor 12:1 memang dimung-kinkan arti pertama, tetapi arti kedua bukannya mustahil.
dalam ay 1 itu dikatakan bahwa Allah mengaruniakan wahyu Yesus Kristus kepada Yesus. Jadi yang menyatakan / pengarang kitab ini bukan Yesus tetapi Allah.
ini sesuai dengan apa yang ada dalam Kitab Wahyu ini: suatu wahyu yang menyatakan Yesus Kristus kepada kita.
seluruh Kitab Suci obyeknya adalah Kristus.
John Stott setuju dengan Hoeksema.
Knox Chamblin menerima arti pertama, tetapi menambahkan bahwa mungkin arti ke 2 juga tercakup, karena misalnya Wah 1:12-13 jelas menyatakan Yesus Kristus. Jadi, Yesus menyatakan Kitab Wahyu, dan Yesus dinyatakan oleh Kitab Wahyu. Beberapa penafsir lain, seperti Homer Hailey dan Beasley-Murray juga menggabungkan kedua arti ini.
2) ‘yang dikaruniakan Allah kepadaNya’ (ay 1).
Ini menunjukkan bahwa Allah Bapa memberi firman kepada Yesus, dan lalu Yesus memberikannya kepada manusia (bdk. Yoh 7:16 Yoh 12:49 Yoh 14:10b Yoh 17:7-8).
Kristus menerima wahyu dari Allah, karena Kristus ditinjau sebagai manusia, sekalipun pemberian wahyu ini terjadi setelah pemuliaan Kristus.
3) ‘supaya ditunjukkanNya kepada hamba-hambaNya’ (ay 1).
a) Kata ‘servants’ (= pelayan-pelayan) dalam terjemahan KJV/RSV/NIV ku-rang kuat, karena seharusnya adalah ‘slaves’ (= hamba-hamba).
b) Kata ‘hamba’ ini tidak menunjuk hanya kepada golongan kristen tertentu seperti rasul, pendeta, dsb, tetapi semua orang yang percaya (bdk. Ef 6:6).
Karena itu selalulah ingat bahwa saudara adalah ‘hamba Allah’.
c) Ay 1 ini mengatakan ‘hamba-hambaNya’ mungkin untuk menekankan ketaatan dan pelayanan, yang memang merupakan tugas seorang hamba terhadap tuannya. Orang yang taat dan melayani ini yang mengalami penderitaan dan penganiayaan, dan yang paling membutuhkan Kitab Wahyu ini, dan juga paling akan mendapatkan berkat dari kitab Wahyu ini. Karena itu, kalau saudara bukanlah orang yang taat kepada Tuhan dan melayani Tuhan, maka jangan terlalu heran kalau saudara bukan saja tidak terlalu mendapat berkat dari Kitab Wahyu ini, dan bahkan tidak terlalu bisa mengerti Kitab Wahyu ini.
4) ‘apa yang harus segera terjadi’ (ay 1 bdk. 22:6).
2 hal yang perlu disoroti dari bagian ini:
a) ‘harus’.
Herman Hoeksema:
“It is good for us to know, as we look about us in the world, that the things that take place must come to pass. This must expresses the necessity of all events of this present time from a two-fold aspect. First of all, it points us to the eternal and perfect and all-wise counsel of the Almighty as the ultimate reason and ground of this necessity. All things are but the unfolding of the eternal good pleasure of the Most High. They are, indeed, determined. All things are determined, large and small, good and evil. But they are determined not by cruel fate or blind force, but by the counsel of the all-wise Creator of all things” (= Adalah baik bagi kita untuk tahu, pada saat kita melihat sekitar kita dalam dunia ini, bahwa hal-hal yang terjadi harus terjadi. Kata ‘harus’ ini menyatakan keharusan dari semua peristiwa jaman sekarang ini dari 2 aspek. Pertama-tama, itu menunjuk pada rencana yang kekal dan sempurna dan bijaksana dari Yang Mahakuasa sebagai alasan dan dasar yang terakhir dari keharusan ini. Segala sesuatu hanya merupakan pembukaan / penying-kapan dari keinginan baik yang kekal dari Yang Mahatinggi. Mereka memang ditentukan. Segala sesuatu ditentukan, besar dan kecil, baik dan jahat. Tetapi mereka ditentukan bukan oleh nasib / takdir yang kejam atau kekuatan yang buta, tetapi oleh rencana dari Pencipta yang bijaksana dari segala sesuatu) - hal 8.
Pulpit Commentary:
“Must (DEI); because God has so decreed. This Divine ‘must’ is frequent in the Gospel (3:14,30; 9:4; 10:16; 12:34; 20:9)” [= Harus (DEI); karena Allah telah menetapkan demikian. Ke’harus’an ilahi ini sering ada dalam Injil (3:14,30; 9:4; 10:16; 12:34; 20:9)] - hal 2.
Catatan: yang dimaksud dengan ‘the Gospel’ / ‘Injil’ dalam kutipan di atas ini adalah Injil Yohanes.
Geoffrey B. Wilson, waktu menggunakan kata ‘must’ (= harus) dalam bagian ini, lalu memberikan keterangan dalam kurung terhadap kata ‘must’ ini, dan keterangan itu berbunyi ‘of divine necessity’ (= dari keharusan ilahi). Ia lalu berkata:
“Christians may never regard history as a random and meaningless succession of events, because they know that whatever happens must serve to advance the divine plan of salvation” (= Orang-orang kristen tidak pernah boleh meng-anggap sejarah sebagai rentetan peristiwa-peristiwa yang sembarangan dan tak berarti, karena mereka tahu bahwa apapun yang terjadi harus menolong / bermanfaat untuk memajukan / melanjutkan rencana ilahi tentang kese-lamatan) - hal 15.
Penerapan:
Renungkan segala kekacauan di negara kita pada tahun 1997-1998 ini, seperti krisis ekonomi, penjarahan / kerusuhan masal, pergantian Pre-siden, dsb. Semua itu bukanlah sekedar peristiwa-peristiwa yang terjadi secara kebetulan atau sembarangan dan tak punya arah! Semua ini merupakan Rencana Allah dan pekerjaan Allah / Providence of God (bdk. Amos 3:6 - “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak mela-kukannya?”; Maz 75:7-8 - “Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkanNya yang satu dan ditinggikanNya yang lain”.). Dan karena itu semua itu pasti berguna untuk kita dan pasti memajukan rencana Allah tentang keselamatan! Karena itu janganlah memandang semua ini dengan rasa takut, pesimis, kuatir, putus asa, dsb, tetapi pandanglah semua itu dengan iman, pengharapan dan sukacita!
b) ‘segera’.
Ada macam-macam penafsiran tentang kata ‘segera’ ini.
Golongan Preterist sangat menekankan kata ‘segera’ ini, dan mereka mengartikan bahwa seluruh Kitab Wahyu harus digenapi pada saat yang dekat dengan penulisan Kitab Wahyu.
Tetapi Herman Hoeksema menolak penafsiran ini dengan berkata: “This expression cannot be used to sustain the view that practically the entire contents of the Book of Revelation must be considered as being fulfilled with the destruction of the Roman Empire” (= Ungkapan ini tidak dapat dipakai untuk mendukung pandangan yang mengatakan bahwa secara praktis seluruh isi Kitab Wahyu harus dianggap digenapi dengan kehancuran kekaisaran Romawi).
Perlu diingat bahwa dalam Kitab Suci ‘segera’ tidak selalu bisa diartikan ‘segera’ dari sudut pandang kita. Misalnya:
Banyak ayat yang menunjukkan bahwa Yesus akan segera datang, seperti 1Pet 4:7 Wah 3:11 Wah 22:7,12. Tiga ayat yang terakhir ini menggunakan kata Yunani yang sama dengan yang diterjemah-kan ‘segera’ dalam Wah 1:1 ini. Tetapi, hampir 20 abad telah berlalu dan Tuhan Yesus belum datang keduakalinya.
Kata ‘segera’ / ‘shortly’ (ay 1) juga digunakan dalam Ro 16:20 - “Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu”, tetapi apa yang dikatakan dalam Ro 16:20 itu tidak terjadi dengan segera, bahkan belum terjadi sampai saat ini.
Ada yang menafsirkan bahwa ‘shortly’ artinya adalah quickly (= de-ngan cepat) atau suddenly (= dengan tiba-tiba).
Terjemahan ini memang memungkinkan karena di sini digunakan kata bahasa Yunani TACHEOS, yang dalam suatu kamus Yunani - Inggris diterjemahkan ‘quickly’ (= dengan cepat), ‘at once’ (= segera / seketika itu juga), ‘soon’ (= segera).
Ada penafsir yang memilih terjemahan ‘quickly’ (= dengan cepat), dan lalu mengatakan bahwa pada saat yang tepat (ini bisa terjadi ribuan tahun setelah saat penulisan Kitab Wahyu, jadi ini tidak segera ter-jadi), penggenapan dimulai, dan pada saat itu maka peristiwa-peris-tiwa yang merupakan penggenapan Kitab Wahyu itu akan terjadi ber-turut-turut secara cepat. Jadi maksudnya penggenapan itu bukannya terjadi satu, lalu menunggu ratusan tahun lagi baru terjadi penggenap-an yang kedua dst, tetapi peristiwa-peristiwa penggenapan itu terjadi susul menyusul secara cepat.
Keberatan terhadap penafsiran ini: Sekalipun penafsiran ini bisa mem-bereskan kata ‘shortly’ / ‘segera’ dalam ay 1, tetapi tidak bisa membe-reskan kata-kata ‘waktunya sudah dekat’ dalam ay 3.
Robert H. Mounce (NICNT):
“The most satisfying solution is to take the word in a straightforward sense, remembering that in the prophetic outlook the end is always imminent” (= Penyelesaian yang paling memuaskan adalah mengambil kata itu apa adanya, mengingat bahwa dalam pandangan nubuatan, akhir itu selalu dekat) - hal 65.
‘apa yang harus segera terjadi’ (ay 1) dan ‘waktunya sudah dekat’ (ay 3) bisa diartikan bahwa penggenapan Kitab Wahyu ini akan mulai terjadi dalam waktu dekat. Jadi, penggenapan-penggenapan yang awal akan segera terjadi (dekat dengan saat penulisan Kitab Wahyu), tetapi penggenapan selanjutnya bisa terjadi lama setelah itu.
Penafsir lain menghubungkan dengan 2Pet 3:8 yang berbunyi: “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari”.
A. T. Robertson:
“It is a relative term to be judged in the light of 2Pet. 3:8 according to God’s clock, not ours” (= Ini adalah istilah yang relatif dinilai dalam terang 2Pet 3:8 menurut jam / waktu Allah, bukan jam / waktu kita) - hal 283.
Keberatan terhadap penafsiran ini: apakah penerima surat Wahyu juga melihatnya dari sudut pandang Tuhan sesuai 2Pet 3:8?
Jawaban terhadap keberatan ini: dalam bagian lain dalam Kitab Suci juga sering dikatakan bahwa Yesus akan segera datang kembali, dan semua harus ditafsirkan menggunakan 2Pet 3:8 (baca 2Pet 3:3-8!!). Kalau penerima Wahyu tidak melihatnya seperti itu, itu kesalahan mereka sendiri.
5) ‘Dan oleh malaikatNya yang diutusNya, Ia telah menyatakannya kepada ham-baNya Yohanes’ (ay 1).
a) ‘oleh malaikatNya yang diutusNya’.
Kristus menggunakan malaikat untuk memberikan wahyu ini kepada Yohanes (bdk. 22:6). Kitab Wahyu dimulai (1:17-20) dan diakhiri oleh Kristus sendiri (22:12-16), tetapi bagian utama diberikan melalui seorang malaikat. Malaikat ini tidak diceritakan sampai 17:1,7,15 (bdk. 19:9 21:9 22:1,6,9).
Malaikat itu memberikan penglihatan-penglihatan kepada Yohanes (bdk. 22:6). Karena itu dalam ay 2 akhir dikatakan ‘segala sesuatu yang telah dilihatnya’. Tidak diketahui seberapa banyak yang dimengerti oleh Yohanes sendiri tentang penglihatan itu, karena memang pada waktu seorang nabi memberikan suatu nubuat, ia hanya menjadi juru bicara dari Tuhan, sehingga belum tentu ia mengerti sepenuhnya apa yang ia katakan (bdk. 1Pet 1:10-12 - nabi-nabi itu menyelidiki dan meneliti nubuat mereka sendiri, dan ini jelas menunjukkan ada ketidakmengertian tentang apa yang mereka nubuatkan).
Pemberian suatu seri penglihatan oleh malaikat kepada rasul Yohanes yang lalu dituliskan menjadi Kitab Wahyu, menunjukkan bahwa dalam penulisan Kitab Wahyu ini ada lebih sedikit elemen manusia diban-dingkan dengan kitab-kitab lain dalam Kitab Suci, seperti surat-surat yang penulisannya melalui pemikiran manusia!
James B. Ramsey:
“In this book there is less of the human element than in any other book of Scripture. Its revelations are not first passed through a human mind, and moulded by its habits of thinking and forms of speech to the degree that the apostolic epistles are. It is a simple report of the divine words or the divine symbols which he heard and saw” (= Dalam kitab ini ada lebih sedikit elemen manusia dari pada dalam kitab lain manapun dalam Kitab Suci. Pewahyu-annya tidak melewati pikiran manusia lebih dulu, dan dibentuk oleh kebia-saan-kebiasaan berpikirnya dan bentuk ucapan, sampai pada tingkatan yang ada dalam surat-surat rasul-rasul. Ini adalah sekedar suatu laporan tentang kata-kata ilahi atau simbol-simbol ilahi yang ia dengar dan lihat) - hal 35.
Catatan: tetapi awas! Ini tidak berarti bahwa Kitab Wahyu mempunyai otoritas lebih tinggi dari pada bagian lain dari Kitab Suci, atau mempunyai tingkat kebenaran yang lebih tinggi dari bagian Kitab Suci yang lain!
James B. Ramsey langsung melanjutkan:
“And perhaps more than any other book of the New Testament does this bear upon its very face the signature of its divine author. No man, with any tolerable knowledge of the powers of the human mind, and the productions of genius in different nations and ages, can deliberately and candidly read this book, in connection with the other Scriptures, and then admit the possibility of its mere human origin” (= Dan mungkin Kitab Wahyu ini mengandung pada wajah-nya tanda tangan dari pengarang ilahinya, lebih dari kitab lain manapun dari Perjanjian Baru. Tidak seorangpun, dengan pengetahuan yang cukup baik tentang pikiran manusia dan hasil-hasil kecerdasan pikiran dalam ber-macam-macam bangsa dan jaman, bisa secara hati-hati dan jujur membaca kitab ini, dalam hubungannya dengan bagian Kitab Suci yang lain, dan lalu mengakui kemungkinan bahwa kitab ini berasal-usul hanya dari manusia) - hal 35.
b) ‘menyatakannya’.
RSV: ‘made it known’ (= menyatakannya). Memang bisa diterjemahkan seperti ini, seperti dalam Kis 25:27.
KJV / Lit: ‘signified’ (= menandakan / menyatakan dengan tanda / simbol).
Kata Yunani yang digunakan adalah ESEMANEN, yang berasal dari kata Yunani SEMANEIN yang berarti ‘to signify’ (= menandakan / menyatakan dengan tanda / simbol). Sedangkan kata bendanya adalah SEMEIA, yang berarti ‘signs’ (= tanda-tanda). Karena itu jangan heran kalau hampir seluruh Kitab Wahyu ini dipenuhi dengan simbol.
Herman Hoeksema:
“... He signified it. This means that He cast it into the form of signs and symbols derived from our earthly life and experience. ... It seems to imply that the form in which Christ imparted this revelation to His servant John differs from the form in which Christ Himself received from God. Christ is heavenly, the Lord of heaven, the resurrected Lord in glory. He is able to receive the revelation of heavenly things directly, in heavenly form. But we are still earthly, in our humiliated body. And we cannot receive the revelation of heavenly things in other than earthly form, signs and symbols” (= ... Ia menyatakannya dengan tanda. Ini berarti bahwa Ia membuatnya ke dalam bentuk dari tanda-tanda dan simbol-simbol yang diambil dari hidup dan pengalaman duniawi kita. ... Kelihatannya ini menunjukkan bahwa bentuk dalam mana Kristus memberikan wahyu ini kepada hambaNya Yohanes berbeda dengan bentuk dalam mana Kristus sendiri menerimanya dari Allah. Kristus bersifat surgawi, Tuhan dari surga, Tuhan yang bangkit dalam kemuliaan. Ia bisa menerima wahyu dari hal-hal surgawi secara langsung, dalam bentuk sur-gawi. Tetapi kita tetap bersifat duniawi, dalam tubuh kita yang hina. Dan kita tidak dapat menerima wahyu dari hal-hal surgawi dalam bentuk lain selain bentuk duniawi, tanda-tanda dan simbol-simbol) - hal 11.
Saya berpendapat bahwa ini merupakan suatu pukulan yang berat bagi golongan Futurist yang selalu ingin menghurufiahkan Kitab Wahyu ini.
c) ‘hambaNya Yohanes’ (ay 1).
‘Yohanes’ di sini (ay 1,4,9) pada umumnya dianggap sebagai rasul Yohanes, sekalipun juga banyak yang menolak hal ini. Tetapi hal ini tidak terlalu penting dalam penafsiran kitab Wahyu ini.
Wah 1:1-3 menyatakan Yohanes sebagai orang ke 3, padahal dalam Wah 1:9-dstnya Yohanes menyatakan diri sebagai orang pertama (‘aku’), dan menurut Gregg ini menunjukkan adanya seorang lain (penjaga surat) yang mungkin menambahkan bagian ini sebagai pengantar singkat dan sebagai dukungan (Catatan: hal yang mirip dengan ini terjadi dalam Yoh 21:24). Tetapi Gregg mengatakan bahwa tidak semua penafsir setuju hal ini, ada yang menganggap bahwa Wah 1:1-3 tetap ditulis oleh Yohanes sendiri.
Catatan:
Tunggal Jamak
Orang pertama I (= saya) We (= kami)
Orang kedua You (= kamu) You (= kamu)
Orang ketiga He / She (= dia) They (= mereka).
A 2: “Yohanes telah bersaksi tentang firman Allah dan tentang kesaksian yang diberikan oleh Yesus Kristus, yaitu segala sesuatu yang telah dilihatnya”.
1) ‘Yohanes telah bersaksi’ (ay 2).
Nanti dalam ay 19 terlihat bahwa ia disuruh menuliskan kesaksian itu.Ay 2 ini ada dalam bentuk aorist / past tense (= waktu lampau). Ini tidak menunjuk pada suatu peristiwa di masa lampau dimana Yohanes bersaksi tentang Yesus sehingga lalu dibuang ke pulau Patmos. Lalu bagaimana? Mungkin Yohanes menulis pendahuluan (Wah 1:1-3) setelah ia menyelesaikan bukunya. Karena itu ia menuliskan ini dalam past tense (= waktu lampau).
2) ‘tentang firman Allah’.
Kata ‘firman’ (LOGOS) ini bisa menunjuk kepada Yesus (seperti dalam Yoh 1:1,14), tetapi juga bisa menunjuk kepada kata-kata Allah. Adam Clarke memilih yang ke 2.
3) ‘kesaksian yang diberikan oleh Yesus Kristus’ (ay 2).
NASB/NIV: ‘the testimony of Jesus Christ’ (= kesaksian Yesus Kristus).
Sama seperti dalam kasus ‘wahyu Yesus Kristus’ (the revelation of Jesus Christ) dalam ay 1 di atas, maka ‘kesaksian Yesus Kristus’ ini bisa diartikan ‘kesaksian tentang Yesus Kristus’ atau ‘kesaksian dari Yesus Kristus’. Kalau dalam kasus ‘wahyu Yesus Kristus’ dalam ay 1 Hoeksema memilih arti ‘wahyu tentang Yesus Kristus’, maka dalam ay 2 ini ia memilih arti ‘kesaksian dari Yesus Kristus’. Alasannya, kontex ay 2 ini menuntut arti itu. Karena Yesus setelah menerima wahyu dari Bapa, lalu memberikan kesaksian itu kepada Yohanes. Jadi harus diartikan ‘dari Yesus Kristus’.
Tetapi Steve Gregg menganggap ini artinya adalah ‘kesaksian tentang Yesus’.
4) ‘yaitu segala sesuatu yang telah dilihatnya’ (ay 2).
Wahyu ini memang diberikan melalui penglihatan-penglihatan, yang dilihat oleh Yohanes.
Kata-kata ‘segala sesuatu’ menunjukkan bahwa tidak ada yang ia lihat yang tidak ia saksikan / tuliskan, sedangkan kata-kata ‘yang telah dilihatnya’ menunjukkan bahwa ia tidak menambahi kesaksiannya dengan hal-hal yang tidak ia lihat. Memang Firman Tuhan tidak boleh dikurangi ataupun ditambahi (Ul 4:2 Ul 12:32 Amsal 30:6 Mat 5:19 Wah 22:18-19).
Penerapan:
Kita tidak boleh membuang bagian Kitab Suci yang bertentangan dengan hidup, kepercayaan, dan ajaran kita. Ingat bahwa seharusnya hidup, keper-cayaan, dan ajaran kitalah yang disesuaikan dengan Kitab Suci, dan bukan Kitab Sucinya yang disensor sehingga menjadi sesuai dengan hidup, keper-cayaan dan ajaran kita.
Illustrasi: Ada cerita tentang seorang pemanah ulung yang sampai ke suatu desa. Di sana ia melihat banyak pohon yang digambari dengan lingkaran-lingkaran untuk sasaran panah, dengan sebatang anak panah yang menancap persis di tengah-tengah lingkaran-lingkaran itu. Ia heran karena semua anak panah itu menancap persis di tengah-tengah, suatu hal yang ia sendiri, sebagai seorang pemanah ulung, tidak bisa melakukannya. Setelah bertanya-tanya, ia akhirnya bertemu dengan orang yang melakukan semua itu. Ia bertanya: bagai-mana kamu bisa memanah semua sasaran itu dengan begitu tepat? Jawab orang itu: O itu mudah, aku memanah dulu, baru menggambar lingkaran-lingkaran di sekeliling anak panah itu.
Ini memang menggelikan, tetapi ada banyak orang menggunakan Kitab Suci seperti pemanah itu menggunakan sasaran. Seharusnya Kitab Suci adalah standard, dan kalau hidup kita meleset dari standard itu, maka hidup kita yang mesti disesuaikan dengan standard itu. Tetapi orang-orang tertentu mengubah standardnya, dengan mengubah atau membuang bagian-bagian tertentu dari Kitab Suci sehingga menjadi sesuai dengan hidup, kepercayaan dan ajaran mereka.
Kita juga tidak boleh menambahi Kitab Suci dengan ajaran-ajaran yang tidak ada dasar Kitab Sucinya, tetapi hanya didasarkan pada logika, pengalaman, perasaan, illustrasi, dsb.
Ay 3: “Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat”.
1) “Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya” (ay 3).
a) Arti dari kata ‘berbahagia’.
Kata ‘berbahagialah’ / ‘blessed’ (= diberkatilah) di sini sama dengan kata yang digunakan dalam ucapan bahagia dalam Mat 5:3-12. Jadi, ‘berba-hagia’ / ‘diberkatilah’ di sini juga tidak menunjuk pada perasaan bahagia / sukacita (bdk. Mat 5:4), keadaan kaya (bdk. Luk 6:20,24), sehat / sembuh dari sakit, dsb. Tetapi maksudnya Allah menganggap orang itu berba-hagia / diberkati.
b) Ini merupakan yang pertama dari seri 7 berkat yang ada dalam Kitab Wahyu (1:3 14:13 16:15 19:9 20:6 22:7 22:14).
c) Janji berkat bagi para pembaca Kitab Wahyu ini ada pada awal Kitab Wahyu, yaitu dalam 1:3 ini, dan lalu diulang pada akhir Kitab Wahyu, yaitu dalam 22:7. Jadi seluruh Kitab Wahyu diapit oleh 2 janji berkat bagi mereka yang membaca dan mentaatinya.
d) Janji berkat ini diperuntukkan bagi mereka yang membaca dan mentaati Kitab Wahyu ini.
Herman Hoeksema:
“As long as we contemplate the things of this present time, the things that come to pass in this world, from a mere earthly, human, historic viewpoint, there is nothing but darkness and hopeless misery. For ‘vanity of vanities, all is vanity’ is true of the whole of present existence. ... The world is not improving though it is developing in a cultural sense. It is plainly getting worse. ... But ‘blessed are they that hear and keep the words of this prophecy’ even now, even in the midst of this present darkness and death and hopelessness. For if we may look at these same things in the light of this ‘revelation of Jesus Christ,’ and live in the expectation of His coming, there is peace and hope and joy. Then we will be of good cheer, for we know that He has overcome the world!” (= Selama kita merenungkan hal-hal dari waktu sekarang ini, hal-hal yang terjadi di dunia ini, semata-mata dari sudut pandang duniawi, manusia, dan sejarah, maka tidak ada apapun selain kegelapan dan kesengsaraan tanpa harapan. Karena ‘kesia-siaan dari kesia-siaan, segala sesuatu adalah sia-sia’ adalah benar tentang seluruh keberadaan saat ini. ... Dunia ini tidak membaik sekalipun dunia ini berkembang dalam arti kebudayaan. Dunia ini jelas bertambah jelek. ... Tetapi ‘berbahagialah mereka yang mendengar dan memelihara kata-kata nubuat ini’ bahkan pada saat ini, bahkan di tengah-tengah kegelapan dan kematian dan keadaan tanpa harapan sekarang ini. Karena jika kita bisa melihat pada hal-hal yang sama dalam terang dari ‘wahyu Yesus Kristus’ ini, dan hidup dalam pengharapan akan kedatanganNya, ada damai dan harapan dan sukacita. Maka kita akan bergembira, karena kita tahu bahwa Ia telah mengalahkan dunia!) - hal 13,14.
e) Janji berkat bagi orang yang membaca dan mentaati Kitab Wahyu ini menunjukkan bahwa Kitab Wahyu ini bisa dimengerti.
Pulpit Commentary:
“And if the words are to be kept, they can be understood. We have no right to set aside the Revelation as an insoluble puzzle” (= Dan jika kata-kata kitab ini harus dipelihara / ditaati, mereka bisa dimengerti. Kita tidak mempunyai hak untuk mengesampingkan Kitab Wahyu sebagai suatu teka-teki yang tidak dapat dipecahkan) - hal 3.
Barnes’ Notes:
“It may be inferred from this verse, that it is possible so to understand this book, as that it may convey useful instruction. This is the only book in the Bible of which a special blessing is pronounced on him who reads it; but assuredly a blessing would not be pronounced on the perusal of a book which is entirely unintelligible. While, therefore, there may be many obscurities in this book, it is also to be assumed that it may be so far understood as to be useful to Christians, in supporting their faith, and giving them elevated views of the final triumph of religion, and of the glory of the world to come” (= Bisa ditarik kesimpulan dari ayat ini, bahwa adalah mungkin untuk mengerti kitab ini sedemikian rupa, sehingga kitab ini memberikan informasi yang berguna. Ini adalah satu-satunya kitab dalam Alkitab tentang mana suatu berkat yang khusus dinyatakan bagi dia yang membacanya; tetapi jelas bahwa suatu berkat tidak akan dinyatakan pada pembacaan suatu kitab yang sama sekali tidak bisa dimengerti. Karena itu, sementara ada banyak hal yang kabur / tidak jelas dalam kitab ini, juga harus dianggap bahwa kitab ini bisa dimengerti sedemikian jauhnya sehingga berguna untuk orang-orang kris-ten, dalam menopang iman mereka, dan memberi mereka pandangan-pan-dangan yang tinggi tentang kemenangan akhir dari agama, dan tentang kemuliaan dari dunia yang akan datang) - hal 1542.
Dalam persoalan mengerti Kitab Wahyu, James B. Ramsey berkata bah-wa dalam kitab Wahyu sering terjadi Mat 11:25 dimana Allah menyem-bunyikan arti terhadap orang pandai / bijak, tetapi membukakannya bagi anak kecil / bayi.
James B. Ramsey:
“It must however be here observed that what has often been found true in regard to other things of the kingdom of God, has happened here; that while these things have been hid from the wise and prudent, they have been revealed unto babes. God has made foolish the wisdom of men, and amply rewarded the faith and diligence of the humble and earnest believer. Where the pride of human learning has stumbled, and where the strength of human reason and the cravings of a vain curiosity have been baffled, and have turned from it as useless, because they could not understand it, the humble and simple-hearted believer has found the richest encouragements of faith and hope” (= Tetapi harus diperhatikan bahwa apa yang sering didapati sebagai hal yang benar berkenaan dengan hal-hal lain dalam kerajaan Allah, telah terjadi di sini; yaitu bahwa sementara hal-hal ini disembunyikan dari orang berhikmat dan bijaksana, mereka dinyatakan kepada bayi-bayi. Allah telah membuat hik-mat manusia menjadi bodoh, dan memberikan banyak upah pada kesetiaan dan kerajinan dari orang percaya yang rendah hati dan sungguh-sungguh. Dimana kesombongan pengetahuan manusia telah tersandung, dan dimana kekuatan dari akal manusia dan keinginan dari rasa ingin tahu yang sia-sia telah dibuat menjadi bingung, dan telah berpaling dari kitab ini sebagai sia-sia, karena mereka tidak bisa mengertinya, orang yang rendah hati dan orang percaya yang berhati sederhana telah menemukan dorongan / pengo-baran iman dan pengharapan yang terkaya) - hal 29.
Bdk. Mat 11:25 1Kor 1:25-29.
Karena itu, kalau saudara mau mengerti Kitab Wahyu ini, janganlah mempelajarinya dengan sikap sombong, atau sekedar rasa ingin tahu yang sia-sia, atau dengan sikap acuh tak acuh. Tetapi pelajari-lah dengan rendah hati (ini harus diwujudkan dengan banyak ber-doa), rajin, tekun, dan sungguh-sungguh.
f) Sekalipun memang Kitab Suci menjanjikan berkat bagi pembacaan Firman Tuhan secara umum / bagian manapun dari Kitab Suci (bdk. Maz 19:12 Luk 11:28), tetapi hanya Kitab Wahyu yang mempunyai janji berkat secara khusus seperti ini. Ini menunjukkan 2 hal, yaitu:
Kitab Wahyu ini mempunyai kepentingan khusus / istimewa, dan juga menjanjikan berkat yang istimewa bagi pembacanya.
sebaliknya ini juga memperingatkan bahwa orang yang mengabaikan Kitab Wahyu ini akan mendapat kerugian khusus / istimewa juga.
James B. Ramsey:
“Such a benediction is attached to no other book of Scripture. It is indeed true in regard to every part of God’s Word, that they are blessed who read and keep it; but such a special declaration as this prefixed to this book only, indicates a special importance attached to it, and a special kind or degree of blessing to be secured by its devout study, or at the very least a gracious warning against some special danger of neglect, and of spiritual injury arising therefrom” (= Berkat seperti ini tidak dicantumkan dalam kitab lain manapun dalam Kitab Suci. Hal itu memang benar berkenaan dengan setiap bagian Firman Allah, bah-wa mereka yang membaca dan memeliharanya diberkati; tetapi pernyataan khusus seperti yang hanya diletakkan di depan kitab ini, menunjukkan suatu kepentingan khusus yang dilekatkan padanya, dan suatu jenis atau tingkat berkat yang khusus pasti didapatkan dengan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, atau sedikitnya ada suatu peringatan yang baik / murah hati tentang suatu bahaya khusus dari pengabaian kitab ini, dan tentang kerugian / luka rohani yang muncul dari pengabaian itu) - hal 26.
g) Pembacaan di depan umum / dalam kebaktian.
Wah 1:3 - “Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mende-ngarkan kata-kata nubuat ini”.
Ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan adalah pembacaan oleh satu orang di muka umum, misalnya dalam kebaktian. Dalam abad-abad awal dari kekristenan, pembacaan Kitab Suci dalam Kebaktian adalah sesuatu yang sangat penting. Ireneaus bahkan mengatakan bahwa pada abad-abad awal itu ada jabatan ‘pembaca Kitab Suci’ dalam gereja.
Ayat-ayat yang melandasi praktek pembacaan Kitab Suci dalam Kebak-tian adalah Kel 24:7 Neh 8:4-dst Luk 4:16 Kis 13:15 (‘pembacaan dari hukum Taurat dan kitab nabi-nabi’; ini jelas menunjukkan sedikitnya 2 text!) Kis 15:21 Kol 4:16 1Tes 5:27.
Bahwa ada janji berkat bagi yang membaca dan mendengar pembacaan Kitab Wahyu dalam kebaktian, menunjukkan bahwa Yohanes meng-anggap Kitab Wahyu ini sebagai Kitab Suci / Firman Tuhan.
Tetapi bagi orang yang menggunakan bagian ini untuk mengharuskan pembacaan Kitab Suci dalam kebaktian, maka:
perlu diingat bahwa ayat-ayat di atas tidak mengharuskan adanya pembacaan Kitab Suci (selain pembacaan Kitab Suci sebelum khotbah) dalam kebaktian.
perlu diketahui bahwa ada perbedaan besar antara abad-abad awal dari kekristenan dan jaman sekarang. Pada abad-abad awal Kitab Suci ditulis / disalin dengan tangan, jadi jumlahnya sedikit dan harga-nya mahal. Disamping itu, pada jaman itu, banyak orang kristen yang buta huruf / tidak bisa membaca! Karena itu pembacaan Kitab Suci di gereja adalah sesuatu yang sangat penting. Tetapi pada jaman sekarang Kitab Suci bisa didapat dengan mudah, dan orang yang buta huruf sudah sangat jarang, sehingga pembacaan Kitab Suci di gereja tidak terlalu perlu (kecuali pembacaan bagian yang akan dikhotbah-kan).
Tentu saja berkat yang dijanjikan dalam Wah 1:3 ini juga berlaku untuk pembacaan pribadi.
h) ‘menuruti’ (ay 3).
Literal: ‘keep’ (= menyimpan / memelihara).
Ini mencakup menyimpannya dalam hati dan mentaatinya. Bdk. Yoh 13:17! Yak 1:22.
Tidak ada berkat bagi orang yang hanya membaca / mendengarnya tetapi tidak mentaatinya! Sebaliknya ada kerugian bagi orang seperti itu, karena orang yang tahu / mengerti, kalau ia melanggar maka hukumannya lebih berat (bdk. Luk 12:47-48).
2) Ay 3: ‘kata-kata nubuat’.
Jadi Kitab Wahyu ini disebut sebagai ‘kata-kata nubuat’ (bdk. 22:7,10,18,19).
3) Ay 3: ‘waktunya sudah dekat’.
Ini menunjukkan bahwa ‘waktu ditetapkan oleh Tuhan’ (bdk. Maz 39:5-6 Mat 6:27 Gal 4:4 Yoh 2:4 7:6,8,30 8:20 12:23 13:1 17:1 Kis 1:7 Mat 8:29 Wah 12:12).
Mengomentari Yoh 2:4 dimana Yesus berkata ‘SaatKu belum tiba’, William Hendriksen berkata:
“The words, ‘My hour has not yet come,’ clearly indicate Christ’s consciousness of the fact that he was accomplishing a task entrusted to him by the Father, every detail of which had been definitely marked off in the eternal decree, so that for each act there was a stipulated moment” (= kata-kata ‘saat / waktuKu belum tiba’ secara jelas menunjukkan kesadaran Yesus terhadap fakta bahwa Ia sedang mengerjakan suatu tugas yang dipercayakan kepadaNya oleh Bapa, yang mana setiap bagiannya telah ditandai dengan pasti dalam ketetapan kekal, sehingga untuk setiap tindakan ada waktu yang telah ditentukan).
Ia lalu melanjutkan:
“Jesus knew that all his deeds had been predetermined as to the exact hour of their occurence” (= Yesus tahu bahwa semua tindakanNya telah ditentukan lebih dulu berkenaan dengan saat yang tepat terjadinya hal itu).
Penerapan: Kalau saudara menginginkan sesuatu tetapi belum bisa terkabul, maka sadarilah bahwa waktu Tuhan belum sampai, dan bahkan mungkin itu bahkan sama sekali bukan kehendak Tuhan. Betapapun baiknya keinginan saudara, percayalah bahwa kehendak Tuhan itu lebih baik.
Sebaliknya, kalau saudara mendapat sesuatu yang belum saudara inginkan saat ini (misalnya istri menjadi hamil di saat krisis ekonomi!), maka per-cayalah juga bahwa itu sudah waktu Tuhan, dan waktu Tuhan pasti lebih baik dari waktu saudara!
-o0o-
WAHYU 1:4-8
Ay 4a: “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu”.
1) Ini menunjukkan bahwa Kitab Wahyu ini sebetulnya adalah sebuah surat.
Kebanyakan surat-surat dalam Perjanjian Baru dimulai dengan salam dari penulis kepada pembaca / penerima surat, dan salam itu biasanya berbentuk berkat. Berkat seperti itu bukanlah sekedar merupakan suatu ‘wish’ (= ke-inginan) dari penulis, tetapi merupakan Firman Allah yang betul-betul mem-berkati umat Allah yang mendengar dan mempercayainya.
2) Buku / surat ini ditujukan kepada 7 jemaat / gereja, yang ada di Asia Kecil.
a) ‘Asia Kecil’.
Kata ‘Kecil’ ini seharusnya tidak ada, dan yang dimaksud dengan ‘Asia’ bukanlah benua Asia yang sekarang kita kenal.
Steve Gregg:
“These churches were in Asia, which was not, as now, the name of a continent, but of a Roman province, identified with modern Turkey” (= Gereja-gereja ini ada di Asia, yang tidak seperti sekarang dimana itu merupakan nama suatu benua, tetapi suatu Propinsi Romawi, identik dengan Turki modern) - hal 54.
b) Bilangan 7 dalam Kitab Wahyu.
Bilangan / simbol 7 keluar / digunakan sangat banyak, menurut Homer Hailey dan William Barclay bilangan ini keluar sebanyak 54 x dalam Kitab Wahyu.
Misalnya:
7 gereja / jemaat (1:4 2:1,8,12,18 3:1,7,14).
7 Roh Allah (1:4 4:5 5:6).
7 meterai (6:1,3,5,7,9,12 8:1).
7 sangkakala (8:6,7,8,10,12 9:1,13 11:15).
7 guruh (10:3).
7 cawan (16:1,2,4,8,10,12,17).
7 kepala (12:3 13:1).
7 berkat / ucapan bahagia (1:3 14:13 16:15 19:9 20:6 22:7 22:14).
Bilangan 7 ini merupakan bilangan sempurna yang menyimbolkan ‘com-pleteness’ / ‘fulness’ (= kelengkapan / kesempurnaan / kepenuhan).
c) 7 jemaat / gereja.
Ke 7 jemaat itu disebutkan namanya dalam Wah 1:11 dan Wah 2-3.
Dalam peta ke 7 kota itu, mulai dari Efesus, Smirna, Pergamum, Tia-tira, Sardis, Filadelfia, Laodikia, membentuk irregular circle (= ling-karan yang tidak rata).
Arti dari ‘7 jemaat / gereja’.
William Hendriksen:
“These seven churches represent the entire Church throughout this dispen-sation” (= 7 gereja ini mewakili seluruh Gereja di sepanjang jaman ini) - hal 52.
William Barclay:
“Seven is the perfect number because it stand for completeness. It is, there-fore, suggested that, when John wrote to seven Churches, he was, in fact, writing to the whole Church” (= 7 adalah bilangan sempurna karena itu berarti kelengkapan. Karena itu diusulkan bahwa pada waktu Yohanes menulis kepada 7 Gereja, sebenarnya ia menulis kepada seluruh Gereja) - hal 29.
John Stott:
“The seven churches of Asia, though historical, represent the local churches of all ages and of all lands” (= Tujuh gereja Asia, sekalipun bersifat sejarah, mewakili gereja-gereja lokal dari semua jaman dan semua tempat) - hal 13.
3) Bunyi salamnya: “Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu” (ay 4).
a) Kasih Karunia.
‘Kasih karunia’ adalah kebaikan Allah yang diberikan kepada mereka yang tidak layak mendapatkannya. Sebagai orang berdosa kita layaknya langsung dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Kalau kita masih di-biarkan hidup, sebetulnya itu sudah merupakan kasih karunia. Lebih-lebih kalau Allah itu mau memilih kita untuk diselamatkan, menyediakan jalan keselamatan dengan menyerahkan AnakNya untuk menjadi manusia dan lalu memikul hukuman dosa kita di kayu salib, dan memberikan iman kepada kita sehingga kita betul-betul diselamatkan, maka itu jelas adalah kasih karunia dari Allah.
Ro 3:23-24 - “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.
Maz 103:8-14 - “TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu”.
b) Damai sejahtera.
‘Damai sejahtera’ (= peace) merupakan hasil / akibat dari pemberian kasih karunia, dan ‘damai’ / ‘peace’ ini menunjuk pada:
damai antara manusia dengan Allah melalui Kristus.
William Barclay:
“the harmony restored between God and man through Christ” (= kehar-monisan dipulihkan antara Allah dan manusia melalui Kristus) - hal 29.
keadaan hati orang yang telah didamaikan dengan Allah melalui Ye-sus Kristus. Padahal penerima Kitab Wahyu ini adalah gereja yang menderita penganiayaan. Jelas bahwa ‘damai dalam badai’ adalah sesuatu yang memungkinkan! Bandingkan dengan Fil 4:6-7 yang ber-bunyi: “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang me-lampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus”.
Sebaliknya keadaan orang dunia / orang yang tidak percaya adalah seperti Yes 57:20-21 yang berbunyi: “Tetapi orang-orang fasik adalah seperti laut yang berombak-ombak sebab tidak dapat tetap tenang, dan arusnya menimbulkan sampah dan lumpur. Tiada damai bagi orang-orang fasik itu, firman Allahku”.
Kedua hal ini (‘damai bagi orang benar’ dan ‘tidak ada damai bagi orang fasik’) digabungkan dalam Amsal 28:1 yang berbunyi: “Orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya, tetapi orang benar merasa aman seperti singa muda”.
Ay 4b-5a: “dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhtaNya, dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini”.
Ayat ini mencakup ketiga pribadi dari Allah Tritunggal. Jadi salam dalam ay 4a itu diberikan oleh ke 3 pribadi dari Allah Tritunggal.
1) “dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang” (ay 4b).
a) Istilah ini berasal dari Kel 3:14-15.
Beasley-Murray (hal 54) mengatakan bahwa Kel 3:14 - ‘I am who I am’ (= Aku adalah Aku), dalam Septuaginta (= Perjanjian Lama berbahasa Yunani) diterjemahkan ‘I am he who is’ (= Aku adalah Dia yang ada sekarang), dan dalam Jerusalem Targum diperpanjang menjadi ‘I am he who is and who will be’ (= Aku adalah Dia yang ada sekarang dan yang akan ada), dan bahkan dalam salah satu komentarnya diperpanjang lagi menjadi ‘I am he who is, and who was, and I am who will be’ (= Aku adalah Dia yang ada sekarang, yang ada dulu, dan Aku adalah yang akan ada).
Robert H. Mounce (NICNT):
“This paraphrase of the divine name stems from Exodus 3:14-15 and calls attention to the fact that all time is embraced within God’s eternal presence” (= Pernyataan dengan kata-kata lain tentang nama ilahi ini berasal dari Kel 3:14-15 dan meminta perhatian pada fakta bahwa seluruh waktu dicakup dalam kehadiran kekal dari Allah) - hal 68.
b) Istilah ini menunjuk pada Allah Bapa yang tidak berubah.
Ungkapan ‘Aku adalah Aku’ dalam Kel 3:14 menunjukkan:
sifat Allah yang ada dari diriNya sendiri (self-existent).
kekekalan Allah.
ketidak-berubahan Allah.
Karena itu, maka ungkapan ‘dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang’ juga menunjukkan hal yang sama.
Bandingkan dengan Ibr 13:8 yang berbunyi: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya”. Di sini ketidakberubahan itu ditujukan kepada Yesus!
c) Mengapa berbeda dengan ‘eternal I am’ (= ‘Aku adalah’ yang kekal).
Yoh 8:58 - “Sebelum Abraham jadi, Aku telah ada”.
KJV/RSV: ‘Before Abraham was, I am’.
NIV/NASB: ‘Before Abraham was born, I am’.
Jadi, pada masa lampau maupun akan datang untuk Allah / Yesus seharusnya tetap digunakan ‘I am’. Tetapi mengapa dalam Wah 1:4 ini tidak demikian?
Herman Hoeksema:
“But this eternal God, Whose Being cannot be measured or limited by time, revealed Himself in time. To this revelation of Himself in time refer the other two expressions, ‘who was’ and ‘who is to come’” (= Tetapi Allah yang kekal ini, yang diri / keberadaanNya tidak bisa diukur dengan waktu, menyatakan diriNya sendiri dalam waktu. Kedua ungkapan yang lain, ‘who was’ dan ‘who is to come’ menunjuk pada wahyu tentang diriNya sendiri dalam waktu ini) - hal 18.
Mungkin ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kapasitas otak kita. Bandingkan ini dengan bahasa Anthropomorphism dalam Alkitab, yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia berbentuk manusia. Misalnya Amsal 15:3 berbicara tentang ‘mata Allah’ dan Yes 59:1 berbicara tentang ‘tangan Allah’, padahal Allah adalah Roh (Yoh 4:24) sehingga tentunya tidak mempunyai mata ataupun tangan. Ini juga dilakukan untuk menye-suaikan dengan kapasitas otak kita.
d) Manfaat kata-kata ini bagi orang kristen yang dianiaya.
Ini penting untuk gereja / orang kristen yang ada di tengah-tengah peng-aniayaan, dimana bagi mereka masa depan betul-betul tidak menentu. Dengan kata-kata ini mereka diingatkan bahwa dengan keberadaanNya yang melampaui waktu, Allah mempunyai kontrol yang berdaulat atas sejarah maupun masa depan.
e) Penyimpangan gramatika bahasa Yunani.
William Barclay:
“But to get the full meaning of this we must look at it in the Greek, for John bursts the bonds of grammar to show his reverence for God. We translate the first phrase ‘from him who is’; but that is not what the Greek says. A Greek noun is in the nominative case when it is the subject of a sentence, but, when it is governed by a preposition it changes its case and its form. It is so in English. ‘He’ is the subject of a sentence; ‘him’ is the object. When John says that the blessing comes ‘from him who is’ he should have put ‘him who is’ in the genitive case after the preposition; but quite ungrammatically he leaves it in the nominative. It is as if we said in English ‘from he who is’, refusing to change ‘he’ into ‘him’. John has such an immense reverence for God that he refuses to alter the form of his name even when the rules of grammar demand it” (= Tetapi untuk mendapatkan arti yang sepenuhnya dari hal ini kita harus melihatnya dalam bahasa Yunani, karena Yohanes meledakkan ikatan tata bahasa untuk menunjukkan hormatnya kepada Allah. Kita menterjemahkan ungkapan pertama ‘from him who is’; tetapi itu bukanlah apa yang dikata-kan dalam bahasa Yunaninya. Suatu kata benda dalam bahasa Yunani ada dalam nominative case bila kata itu merupakan subyek dari kalimat, tetapi bila kata itu didahului oleh suatu kata depan / kata perangkai maka kata itu berubah dalam case maupun bentuknya. Begitu juga dalam bahasa Inggris. ‘He’ adalah subyek dari suatu kalimat; ‘him’ adalah obyek. Pada waktu Yohanes berkata bahwa berkat datang ‘from him who is’ ia seharusnya meletakkan ‘him who is’ dalam genitive case setelah kata depan / kata perangkai; tetapi bertentangan dengan hukum tata bahasa ia membiar-kannya dalam nominative case. Itu seperti kalau dalam bahasa Inggris kita berkata ‘from he who is’, menolak mengubah ‘he’ menjadi ‘him’. Yohanes mempunyai hormat yang begitu besar untuk Allah, sehingga ia menolak untuk mengubah bentuk dari namaNya bahkan pada waktu hukum tata bahasa menuntut hal itu) - hal 30.
William Barclay:
“John is not finished with his amazing use of language. The second phrase is ‘from him who was’. Literally, John says ‘from the he was’. The point is that ‘who was’ would be in Greek a participle. The odd thing is that the verb EIMI (to be) has no past participle. Instead there is used the participle GENOMENOS from the verb GIGNOMAI, which means not only ‘to be’ but also ‘to become’. ‘Becoming’ implies change and John utterly refuses to apply any word to God that will imply any change; and so he uses a Greek phrase that is grammatically impossible and that no one ever used before” [= Yohanes belum selesai dengan penggunaaan bahasanya yang mengherankan. Ungkapan kedua adalah ‘from him who was’. Secara hurufiah Yohanes berkata ‘from the he was’. Persoalannya adalah bahwa dalam bahasa Yunani ‘who was’ adalah suatu participle. Hal yang aneh adalah bahwa kata kerja EIMI (to be / adalah) tidak mempunyai participle dalam bentuk lampau. Sebagai gantinya digunakan participle GENOMENOS dari kata kerja GIGNOMAI, yang bukan hanya berarti ‘to be’ / ‘adalah’ tetapi juga ‘to become’ / ‘menjadi’. ‘Becoming’ / ‘menjadi’ menunjukkan suatu perubahan dan Yohanes menolak sama sekali untuk menggunakan suatu kata bagi Allah yang menunjukkan suatu perubahan; dan ia lalu menggunakan suatu ungkapan bahasa Yunani yang secara tata bahasa adalah tidak mungkin dan yang tidak pernah digunakan oleh siapapun sebelumnya] - hal 30.
James B. Ramsey juga mengatakan bahwa dalam ayat ini gramatika bahasa Yunani ‘dilindas’, karena tidak ada bahasa yang bisa memikul beban nama ini (‘Revelation’, hal 45).
2) “dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhtaNya” (ay 4c).
a) Istilah ‘7 Roh’ ini muncul di 3 tempat lain, yaitu Wah 3:1 4:5 5:6.
b) Ada yang menafsirkan bahwa ‘7 roh’ ini menunjuk kepada 7 malaikat yang ada di hadapan Allah dalam Wah 8:2.
Yang menguatkan pandangan ini adalah:
Luk 9:26 dan 1Tim 5:21 yang juga berbicara tentang Yesus, Bapa dan malaikat-malaikat (kontexnya juga tentang kedatangan Kristus yang ke 2).
kata-kata ‘ada di hadapan tahtaNya’ (ay 4c), karena dalam Kitab Wah-yu malaikat dinyatakan ada di hadapan Allah / tahta (Wah 8:2). Tetapi perlu diingat bahwa Wah 4:5 mengatakan 7 Roh Allah ada di hadapan tahta.
Keberatan terhadap penafsiran ‘malaikat’ ini:
Kalau Yohanes memang memaksudkan 7 malaikat, mengapa ia tidak menggunakan istilah ‘malaikat’ seperti dalam Wah 8:2 tetapi meng-gunakan istilah ‘roh’?
Bagaimana mungkin ‘malaikat’ bisa muncul di antara Allah Bapa dan Kristus dalam suatu pemberian berkat?
c) Saya berpendapat bahwa ‘7 Roh’ ini menunjuk kepada Roh Kudus, dan karenanya kata ‘roh’ di sini seharusnya dimulai dengan huruf besar.
Tetapi mengapa dikatakan ‘7 Roh’? Ada macam-macam penafsiran:
Bilangan 7 tidak menunjukkan bahwa ada 7 Roh Kudus, tetapi melam-bangkan kesempurnaan. Tetapi tentu saja sebetulnya Roh Kudus hanya satu (1Kor 12:4,7-11).
A. T. Robertson:
“There is the one Holy Spirit with seven manifestations here to the seven churches” (= Di sana ada satu Roh Kudus dengan tujuh manifestasi di sini kepada tujuh gereja) - hal 286.
Mungkin maksudnya dikatakan 7 roh, karena gerejanya juga 7.
Ada yang beranggapan bahwa 7 Roh Allah ini berhubungan dengan Yes 11:2 - “Roh TUHAN(1) ada padanya, roh hikmat(2) dan pengertian(3), roh nasihat(4) dan keperkasaan(5), roh pengenalan(6) dan takut akan TUHAN(7)”.
Tetapi Homer Hailey tidak setuju dengan penafsiran ini dengan alasan: “for there the prophet describes the Spirit of Jehovah in three descriptive couplets, making six characteristics instead of seven” (= karena di sana nabi itu menggambarkan Roh Yehovah dalam tiga bait / untai yang bersifat menggambarkan, membuat enam ciri / sifat dan bukannya tujuh) - hal 99.
Saya setuju dengan Hailey.
Dari 3 penafsiran di atas ini saya setuju dengan yang pertama.
3) “dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini” (ay 5a).
a) Yesus yang adalah pribadi kedua dari Allah Tritunggal, di sini diletakkan di tempat terakhir. Ini bukan sesuatu yang aneh, karena dalam 2Kor 13:13 urut-urutannya juga ‘kacau’. Dalam Wah 1:4 ini Yesus diletakkan terakhir mungkin karena dalam ayat-ayat selanjutnya (ay 5b-7) Yohanes terus membahas / membicarakan tentang Yesus.
b) Pernyataan tentang Yesus Kristus ini menggambarkan 3 hal:
‘Saksi yang setia’.
Yesus memang datang ke dunia, untuk memberikan kesaksian (Yoh 18:37 bdk. Yoh 3:11 Yoh 3:32-33 Yoh 8:14 1Tim 6:13).
Perlu diketahui bahwa ‘saksi’ mensyaratkan orangnya mengetahui / melihat sendiri.
William Barclay:
“A witness is essentially a person who speaks from first-hand knowledge. That is why Jesus is God’s witness. He is uniquely the person with first-hand knowledge about God” (= Seorang saksi adalah seseorang yang berbicara dari pengetahuan langsung. Itu sebabnya Yesus adalah saksi Allah. Ia adalah seseorang yang unik dengan pengetahuan langsung tentang Allah) - hal 32.
Sebutan ‘Saksi yang setia’ untuk Yesus ini penting untuk gereja yang pada saat itu, yang banyak mengalami penderitaan / peng-aniayaan karena Pemberitaan Injil yang mereka lakukan (bdk. 2:13 11:3 17:6). Dengan ini mereka bisa meneladani Kristus sehingga tetap menjadi saksi yang setia di tengah-tengah penderitaan / penganiayaan (bdk. 2:10,13). Juga perlu diketahui bahwa kata Yunani untuk ‘saksi’ adalah MARTUS, dan dari sini diturunkan kata ‘martir’. Memang ada hubungan yang erat antara ‘saksi’ dan ‘martir’.
‘yang pertama bangkit dari antara orang mati’.
Ini menunjuk pada kematian dan kebangkitanNya. Sebetulnya yang ditekankan di sini bukan kematianNya tetapi kebangkitanNya (tetapi jelas bahwa kebangkitan mensyaratkan kematian, karena kalau tidak mati bagaimana bisa bangkit?). KebangkitanNya ini ditekankan untuk memberikan penghiburan dan kekuatan bagi orang kristen yang men-derita karena Kristus. Sekalipun Kristus mati, tetapi Ia lalu bangkit, dan orang kristen juga akan mengikuti pola itu.
NASB/RSV: ‘the first-born of the dead’ (= Yang sulung / dilahirkan pertama dari orang mati).
NIV: ‘the firstborn from the dead’ (= Yang sulung / dilahirkan pertama dari orang mati).
Kata ‘pertama’ / ‘firstborn’ (= sulung) diterjemahkan dari kata Yunani PROTOTOKOS, yang bisa berarti:
yang dilahirkan pertama / sulung. Yesus memang yang pertama bangkit dengan tubuh kebangkitan. Kita akan menyusul sebagai anak ke 2, ke 3 dst.
orang yang menempati posisi / tempat pertama. Ini karena anak sulung mewarisi kehormatan dan kuasa ayahnya.
‘yang berkuasa atas raja-raja bumi ini’.
NIV/NASB: ‘the ruler of the kings of the earth’ (= pemerintah / penguasa dari raja-raja dunia / bumi).
Ini menunjuk pada keberadaanNya pada saat sudah dimuliakan di sorga / sebelah kanan Allah, dimana Ia berkuasa atas semua raja-raja (bdk. 1Pet 3:22 Wah 17:14 Wah 19:16). Jadi, pemerintah Romawi yang tadinya mengadili dan menyalibkan Dia, sekarang ada di bawah kekuasaanNya. Ini khususnya memberikan penghiburan bagi orang kristen abad pertama yang menderita penganiayaan dari pemerintah Romawi. Sekalipun kelihatannya Romawi yang berkuasa, tetapi sebe-tulnya Kristuslah yang berkuasa atas semua (bdk. Maz 2:1-3 & Maz 2:4-9).
Dulu Yesus menolak ‘cara mudah’ yang ditawarkan oleh setan dalam pencobaan di padang gurun (Mat 4:8-10); Ia memilih ‘cara yang sukar tetapi benar’ untuk mendapatkan semua itu, yaitu melalui kematian, kebangkitan dan kenaikanNya ke surga (bdk. Fil 2:5-11). Jadi ini memberikan teladan bagi kita untuk tidak mengikuti ‘cara mudah’ yang ditawarkan oleh setan.
Penerapan: Ada banyak ‘cara mudah’ untuk menjadi kaya, seperti menggunakan dukun, pesogen, melakukan korupsi, atau bekerja dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan Alkitab, dsb. Juga ada ‘cara mudah’ untuk berhasil dalam study, seperti menyogok guru, beli soal ujian, nyontek, dsb. Apakah saudara menuruti godaan setan seperti ini?
Dua point yang terakhir berhubungan dengan Maz 89:28 - “Akupun juga akan mengangkat dia menjadi anak sulung, menjadi yang maha tinggi di antara raja-raja bumi”. Ini makin mengarah pada arti ke 2 dari kata PROTOTOKOS di atas.
Ay 5b-6: “Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya - dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya, - bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin”.
Pembicaraan tentang Yesus Kristus dalam ay 5a langsung disambung dengan suatu pujian (doxology) bagi Yesus dalam ay 5b-6. Ini adalah doxology yang pertama dari banyak pujian / doxology dalam Kitab Wahyu ini, seperti dalam 4:11 5:9,12 7:10 dsb. Adalah sesuatu yang menarik bahwa dalam memberikan surat kepada orang yang menderita karena Kristus, Yohanes memberikan banyak pujian / doxology! Mungkin ini dimaksudkan untuk mengajak / memo-tivasi orang-orang kristen yang sedang menderita itu untuk memuji Tuhan. Maukah saudara memuji Tuhan bukan hanya pada waktu senang, tetapi juga pada saat sedang menderita?
Dalam pujian / doxology dalam ay 5b-6 ini:
1) Yesus disebutkan sebagai seseorang yang mengasihi dan melepaskan kita dari dosa dengan darahNya (ay 5b bdk. Wah 5:9)!
a) Tenses bagian ini.
Satu hal yang harus diperhatikan di sini adalah bahwa ‘mengasihi’ ada dalam present tense, sedangkan ‘melepaskan’ ada dalam aorist / past tense.
NASB: “To Him who loves us, and released us from our sins by His blood”.
NIV: “To him who loves us and has freed us from our sins by his blood”.
Robert H. Mounce (NICNT):
“The love of Christ is a continuing relationship which in point of time expressed itself in the redemptive act of Calvary. This release was purchased by the blood of Christ” (= Kasih Kristus adalah suatu hubungan terus menerus yang pada suatu titik tertentu dari waktu menyatakan dirinya sendiri dalam tindakan penebusan Kalvari. Pelepasan ini dibeli oleh darah Kristus.) - hal 71.
A. T. Robertson:
“Christ loosed us once for all, but loves us always” (= Kristus melepaskan kita sekali untuk selamanya, tetapi selalu mengasihi kita) - hal 287.
Bdk. Ibr 9:28 - “Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang”.
b) Terjemahan salah dari KJV.
KJV: “Unto him that loved us, and washed us from our sins in his own blood”.
Ini salah, karena:
Keduanya menggunakan past tense.
Kata ‘washed’ (= mencuci) seharusnya adalah ‘loosed’ (= melepaskan / membebaskan).
William Barclay:
“The Authorized Version is in error here. It reads: ‘Unto him that loved us, and washed us from our sins in his own blood.’ The word ‘to wash’ and ‘to set free’ are in Greek very alike. ‘To wash’ is LOUEIN; ‘to set free’ is LUEIN; and they are pronounced exactly in the same way. But there is no doubt that the oldest and best Greek manuscript read LUEIN” (= KJV salah di sini. KJV berbunyi: ‘Bagi Dia yang mengasihi kita, dan mencuci kita dari dosa kita dalam darahNya sendiri’. Kata ‘mencuci’ dan ‘membebaskan / melepaskan’ sangat mirip dalam bahasa Yunani. ‘Mencuci’ adalah LOUEIN; ‘membebaskan / melepaskan’ adalah LUEIN; dan mereka dibaca dengan cara yang persis sama. Tetapi tidak diragukan bahwa manuscript Yunani yang tertua dan terbaik berbunyi LUEIN) - hal 33-34.
Barclay lalu mengatakan bahwa ungkapan ‘kita dicuci oleh darah Anak Domba’ tidak mempunyai dasar Kitab Suci. Tetapi benarkah kata-kata Barclay ini? Coba lihat Wah 7:14!
c) Fungsi darah Kristus.
Satu hal yang terlihat dengan jelas dari bagian ini adalah bahwa darah Kristus berfungsi untuk mencuci / menghapus / mengampuni dosa kita. Itulah fungsi yang benar dari darah Kristus. Darah Kristus tidak berfungsi untuk melindungi kita dari kuasa gelap maupun untuk menengking setan. Tetapi ada banyak orang yang kalau menghadapi kuasa gelap, bukannya minta perlindungan Tuhan / Roh Kudus, tetapi minta perlindungan darah Yesus. Juga banyak orang kristen yang pada waktu menengking setan, bukannya menengking dalam nama Yesus, tetapi menengking menggu-nakan darah Yesus. Ini salah secara teologis! Mungkin saudara berkata: ‘Tetapi cara itu berhasil!’. Saya menjawab: ada 2 kemungkinan mengapa cara yang salah itu bisa berhasil:
Setan yang membuat saudara berhasil, supaya saudara mengira cara itu benar dan saudara melanjutkan kesalahan itu. Ingat bahwa ada banyak orang berdoa secara salah, misalnya menggunakan berhala, berdoa kepada Maria, berdoa tanpa melalui Yesus, dsb, dan tetap mendapatkan pengabulan doa! Jelas bahwa ini merupakan penga-bulan dari setan, supaya orang itu terus ada dalam kesalahan.
Tuhan, yang penuh belas kasihan, mengabaikan kebodohan saudara dan tetap mengabulkan permintaan saudara. Tetapi ini tentu tidak berarti bahwa saudara boleh terus melanjutkan kebodohan itu.
2) Yesus membuat kita ‘menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya’ (ay 6a).
Apa yang dahulu ditujukan kepada Israel (Kel 19:6), sekarang ditujukan kepada Gereja / orang kristen.
William Hendriksen:
“Observe also that the characterization ‘kingdom ... priests’, which was formerly applied to Israel (Ex. 19:6), is now applicable to believers collectively, that is, to the Church. In the Church Israel lives on” [= Perhatikan juga bahwa ciri ‘kerajaan ... imam’, yang dulu diterapkan kepada Israel (Kel 19:6), sekarang diterapkan kepada orang-orang percaya secara kolektif, yaitu kepada Gereja. Dalam Gereja Israel hidup terus] - hal 53.
Dalam penderitaan, keadaan ditindas, dihina oleh dunia, miskin, sakit, dsb, kita harus senantiasa menyadari kedudukan kita yang tinggi di hadapan Allah ini.
a) ‘kerajaan’.
Pulpit Commentary:
“‘Kingdom,’ not ‘kings,’ is the right reading. Christians are nowhere said to be kings. Collectively they are a kingdom - ‘a kingdom of priests’” (= ‘Kerajaan’, bukan ‘raja-raja’, merupakan pembacaan yang benar. Orang-orang kristen tidak pernah disebut sebagai raja-raja. Secara kolektif mereka merupakan suatu kerajaan - ‘suatu kerajaan imam-imam’) - hal 4.
b) ‘imam’.
Ada beberapa pandangan tentang mengapa orang kristen disebut ‘imam’.
Ada yang mengatakan bahwa kita disebut imam, karena kita adalah pengantara antara dunia dengan Allah. Tugas kita membawa mereka kepada Allah / Yesus (Mat 28:19-20), dan juga berdoa bagi mereka (bdk. 1Tim 2:1-2).
Ladd berkata bahwa kita disebut imam bukan karena kita adalah pengantara antara dunia dan Allah, tetapi karena kita tidak mem-butuhkan pengantara manusia untuk bisa datang kepada Allah.
Barclay berkata bahwa dalam Perjanjian Lama, hanya imam yang mempunyai akses kepada Allah. Sekarang kita yang percaya kepada Kristus disebut imam karena kita mempunyai akses kepada Allah (bdk. Ibr 4:16 10:19-22).
Leon Morris mengatakan bahwa harus diperhatikan bahwa yang disebut imam adalah orang kristen biasa, bukan orang kristen yang mempunyai jabatan tertentu. Bandingkan ini dengan pastor dalam gereja Roma Katolik, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut ‘priest’ (= imam).
Karena 2 hal di atas ini, maka diberikan pujian bagi Yesus yang berbunyi ‘bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin’.
Memang kita harus selalu memuji Yesus, karena Yesus telah mengasihi kita dan rela mencurahkan darahNya untuk menebus kita, dan bahkan telah mengangkat kita ke kedudukan yang begitu tinggi!
Ay 7: “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin”.
1) Penafsiran Preterist tentang ay 7 ini.
Preterist mempunyai penafsiran yang paling berbeda tentang ay 7 ini. Ingat bahwa mereka beranggapan bahwa Kitab Wahyu, kecuali pasal-pasal terakhir, sudah digenapi pada masa yang dekat dengan penulisan kitab Wahyu. Jadi mereka menafsirkan bahwa ay 7 ini tidak menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya tetapi menunjuk pada penghancuran Yerusalem pada tahun 70 M.
Beberapa point yang mereka tekankan:
kata ‘coming’ / ‘kedatangan’ tidak selalu menunjuk pada ‘second coming’ / ‘kedatangan kedua’. Misalnya: Wah 2:5 Ul 33:2 Yes 19:1 Zakh 1:16 Mal 3:1-2 Mat 10:23.
‘awan’ digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menunjuk pada peng-hukuman dalam sejarah, bukan pada akhir jaman (Yes 19:1 Maz 97:2).
Yesus berbicara tentang kedatanganNya pada masa orang yang sejaman dengan Dia (Mat 16:28 Mat 24:30,34 Mat 26:64). Ini menyebabkan isti-lah ‘mereka yang telah menikam Dia’ bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk kepada orang-orang yang menyalibkan Dia.
Kata-kata ‘semua bangsa di bumi’ bisa diterjemahkan ‘all the tribes of the land (Israel)’ [= semua suku-suku di tanah / negara (Israel)]. Bdk. Zakh 12:10.
Pulpit Commentary kelihatannya menggabungkan Preterist dengan Spirit-ualist, karena ia berkata:
“While interpreting the verse of the second advent, we need not exclude the coming to ‘those who pierced him’ in the destruction of Jerusalem, and to ‘the tribes of the earth’ in the break-up of the Roman empire” (= Sementara menafsirkan ayat ini tentang kedatangan kedua, kita tidak perlu membuang kedatangan kepada ‘mereka yang menikam Dia’ dalam kehancuran Yerusalem, dan pada ‘semua bangsa di bumi’ dalam kehancuran kekaisaran Romawi) - hal 4.
2) Penafsiran umum tentang ay 7 ini.
Pada umumnya Futurist, Historicist, maupun Spiritualist beranggapan bahwa ay 7 ini menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya. Ini merupa-kan thema besar dalam Kitab Wahyu dan merupakan sumber penghiburan bagi orang kristen yang tertindas dan dianiaya, tetapi merupakan ancaman bagi orang jahat / tak percaya.
a) ‘Lihatlah’.
Ay 7 diawali dengan kata ‘lihatlah’. Seakan-akan Firman Allah menyuruh gereja mengarahkan matanya pada kedatangan Kristus yang keduakali-nya.
b) ‘Ia datang dengan awan-awan’ (bdk. Dan 7:13 Mark 14:62).
Kata ‘awan’ bisa diartikan secara hurufiah yaitu betul-betul ‘awan’ (bdk. Kis 1:9-11). Tetapi kata ‘awan’ bisa juga secara simbolis, dan kalau diarti-kan secara simbolis maka ‘awan’ bisa berarti:
‘kehadiran Tuhan’.
Robert H. Mounce (NICNT):
“the cloud in Hebrew thought is commonly associated with the divine presence (Ex. 13:21; 16:10; Mt 17:5; Acts 1:9)” [= awan dalam pemikiran Ibrani pada umumnya dihubungkan dengan kehadiran ilahi (Kel 13:21; 16:10; Mat 17:5; Kis 1:9)] - hal 72.
Tetapi saya berpendapat bahwa penafsiran ini agak aneh, karena ‘Tuhan datang dengan awan-awan’ artinya menjadi ‘Tuhan datang dengan kehadiranNya’.
kemuliaanNya (bdk. Yeh 1:4-28, khususnya baca ay 4 dan ay 28nya).
Jadi, ‘Yesus akan datang keduakalinya dengan awan-awan’ maksud-nya adalah bahwa ‘Ia akan datang keduakalinya dengan kemulia-anNya’. Dulu, pada kedatanganNya yang pertama Ia datang dengan kehinaan karena Ia merendahkan diri menjadi seorang manusia / bayi yang lemah dan miskin, sehingga banyak orang yang tidak menge-naliNya atau mempercayaiNya sebagai Allah / Tuhan. Tetapi pada ke-datanganNya yang keduakalinya Ia datang dengan seluruh kemu-liaanNya, sehingga semua orang akan mengenaliNya sebagai Allah / Tuhan (bdk. Fil 2:10-11).
penderitaan, kemurkaan dan penghakiman (bdk. Zef 1:15 Maz 97:2).
Penghakiman memang akan menimpa semua orang, tetapi murka Allah, hukuman, dan penderitaan, hanya akan menimpa orang yang tidak percaya kepada Kristus (bdk. Ro 8:1).
c) ‘setiap mata akan melihat Dia’ (ay 7).
Ini menunjukkan bahwa pada kedatanganNya yang keduakalinya, maka Yesus akan langsung terlihat oleh semua orang, sehingga tidak perlu lagi ada pemberitahuan (Mat 24:23,26).
Jadi, ada perbedaan antara kedatangan Yesus yang pertama dan kedua. Pada kedatangan pertama, Ia datang pada satu tempat tertentu dan diketahui oleh beberapa orang saja, sehingga perlu pemberitahuan dari orang satu ke orang lain (Pekabaran Injil), sehingga makin lama makin banyak yang mengetahui tentang Dia. Tetapi pada kedatangan yang kedua, kedatanganNya akan langsung terlihat oleh semua orang, sehing-ga tidak perlu lagi ada orang yang memberitahu ataupun diberitahu!
Ada orang yang menganggap bahwa hal ini tidak mungkin terjadi karena bumi ini bulat. Jadi kalau Yesus misalnya datang di Kutub Utara, bagai-mana mungkin orang di Kutub Selatan bisa melihat Dia? Saya menjawab begini: memang kalau Yesus datang di Kutub Utara, orang yang di Kutub Selatan tidak bisa melihat Dia, tetapi pernyataan ini hanya benar jika kita menganggap bahwa hukum alam saat ini tetap berlaku, yaitu bahwa sinar bergerak lurus! Mengingat bahwa hukum alam juga diciptakan oleh Allah, tidak bisakah Allah membuang hukum alam itu pada saat itu dan mem-buat sinar bergerak melengkung? Dengan demikian orang yang ada di Kutub Selatan bisa melihat Yesus sekalipun Ia datang di Kutub Utara!
William Hendriksen:
“The Bible knows nothing about an invisible or secret second coming. Nowhere is this taught. On the contrary, ‘every eye shall see him’” (= Alkitab tidak mengenal kedatangan kedua yang bersifat tidak terlihat atau rahasia. Ini tidak diajarkan dimanapun. Sebaliknya, ‘setiap mata akan melihat Dia’) - hal 54.
Mungkin kata-kata ini ditujukan untuk menyerang ajaran Saksi Yehovah. Charles Taze Russel (pendiri Saksi Yehovah) mula-mula meramalkan bahwa Yesus akan datang kembali pada tahun 1874 M, karena ia percaya bahwa Adam dan Hawa diciptakan pada tahun 4126 SM. Ia lalu menambah bilangan ini dengan 6000 tahun (mungkin dari 6 hari penciptaan, dan 2Pet 3:8 dimana 1 hari sama dengan 1000 tahun) sehingga ia mendapatkan tahun 1874 M. Tetapi ternyata ramalan ini tidak cocok. Setelah ramalannya meleset, Russel bukannya bertobat, tetapi meramal lagi. Ia mengatakan Yesus akan datang kembali pada tahun 1914 M, yang ia dapatkan dari 1874 + 40 tahun (yang ia katakan sebagai ‘masa percobaan umat Allah’). Ternyata ramalan ini salah lagi. Tetapi ini tetap tidak membuat Russel bertobat. Sebaliknya ia lalu berkata bahwa tahun 1914 itu Yesus memang sudah datang keduakalinya tetapi secara rohani, sehingga tak terlihat. Ini bisa terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini:
“Christ Jesus returns, not again as a human, but as a glorious spirit person” (= Kristus Yesus kembali, tidak lagi sebagai manusia, tetapi sebagai pribadi roh yang mulia) - ‘Let God Be True’, hal 196.
“It does not mean that he is on the way or has promised to come, but that he has already arrived and is here” (= itu tidak berarti bahwa ia ada dalam perjalanan atau telah berjanji untuk datang, tetapi bahwa ia telah tiba dan ada di sini) - ‘Let God Be True’, hal 198.
“... Christ Jesus came to the Kingdom in AD 1914, but unseen to men” (= ... Kristus Yesus telah datang pada Kerajaan pada tahun 1914 M, tetapi tidak terlihat oleh manusia) - ‘The Truth shall make you free’, hal 300.
Penafsiran sesat ini jelas bertentangan dengan Wah 1:7 ini!
d) ‘juga mereka yang telah menikam Dia’ (ay 7 bdk. Zakh 12:10).
Ini menunjuk kepada tentara Romawi yang menikam rusuk / lambungNya dengan tombak (Yoh 19:34), tetapi Mounce, Hendriksen, Barclay, dan Hoeksema mengatakan adalah mungkin bahwa ini juga mencakup semua orang yang menikam Kristus dengan hidup mereka yang berdosa.
Robert H. Mounce (NICNT):
“careless indifference is typified in the act of piercing” (= ketidakacuhan yang ceroboh digambarkan dalam tindakan penikaman) - hal 72.
Bandingkan ini dengan Ibr 6:6 yang berbicara tentang orang yang menya-libkan Yesus untuk keduakalinya.
e) ‘Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia’ (ay 7b bdk. Zakh 12:10).
Kata ‘meratapi’ diterjemahkan ‘wail’ (= meratap) oleh KJV/RSV dan ‘mourn’ (= berkabung) oleh NIV/NASB. Ini bukan ratapan / perkabungan dari pertobatan, tetapi dari keputusasaan dan ketakutan (bdk. Wah 6:16).
Robert H. Mounce (NICNT):
“The mourning of Zechariah 12:10-12 was that of repentance, but the mourning of Revelation is the remorse accompanying the disclosure of divine judgment at the coming of Christ (cf. 16:9,11,21)” [= Perkabungan dari Zakharia 12:10-12 adalah perkabungan pertobatan tetapi perkabungan dari Wahyu adalah penyesalan yang menyertai penyingkapan penghakiman ilahi pada kedatangan Kristus (bdk. 16:9,11,21)] - hal 73.
Barnes’ Notes:
“This fact, which no one can doubt, is proof that men feel that they are guilty, since, if they were innocent, they would have nothing to dread by his appearing. It is also a proof that they believe in the doctrine of future punishment, since, if they do not, there is no reason why they should be alarmed at his coming. Surely men would not dread his appearing if they really believed that all will be saved. ... The presence of the Redeemer in the clouds of heaven would destroy all the hopes of those who believe in the doctrine of universal salvation - as the approach of death now often does. Men believe that there is much to be dreaded in the future world, or they would not fear the coming of Him who shall wind up the affairs of the human race.” (= Fakta ini, yang tidak bisa diragukan seorangpun, merupakan bukti bahwa manusia merasakan bahwa mereka bersalah, karena, jika mereka tidak bersalah, mereka tidak mempunyai apapun untuk ditakuti pada pemunculanNya. Ini juga merupakan bukti bahwa mereka percaya dalam doktrin hukuman yang akan datang, karena, jika tidak, tidak ada alasan mengapa mereka harus takut pada kedatanganNya. Jelas bahwa manusia tidak akan takut pada pemunculanNya jika mereka betul-betul percaya bahwa semua orang akan selamat. ... Kehadiran Penebus dalam awan-awan di langit akan meng-hancurkan semua pengharapan dari mereka yang percaya pada doktrin ke-selamatan universal - sebagaimana datangnya kematian sering melaku-kannya. Manusia percaya bahwa ada banyak yang ditakuti dalam dunia yang akan datang, atau mereka tidak akan takut pada kedatanganNya yang akan mengakhiri urusan-urusan dari umat manusia.] - hal 1545.
Saat ini ada banyak nabi palsu dari kalangan Liberal yang mempercayai keselamatan Universal, dan saya pikir mereka seharusnya merenungkan kata-kata Barnes ini.
f) Pada akhir ay 7 ada kata-kata ‘Ya, amin’.
Ini ucapan untuk menyetujui, dan memang terhadap setiap kebenaran Firman Tuhan, kita harus mempunyai sikap hati yang tunduk dan menye-tujui!
Ay 8: “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa”.
1) Kitab Suci Indonesia salah terjemahannya, khususnya peletakan tanda petiknya.
NASB: “I am the Alpha and the Omega,” says the Lord God, “who is and who was and who is to come, the Almighty” (= ‘Aku adalah Alfa dan Omega’, kata Tuhan Allah, ‘yang ada dan yang dulu ada dan yang akan datang, yang Mahakuasa’).
NIV: “I am the Alpha and the Omega,” says the Lord God, “who is, and who was, and who is to come, the Almighty” (= ‘Aku adalah Alfa dan Omega’, kata Tuhan Allah, ‘yang ada, dan yang dulu ada, dan yang akan datang, yang Mahakuasa’).
2) Hendriksen mengatakan bahwa ini menunjuk kepada Yesus. Kalau ini benar maka ayat ini merupakan bukti tambahan bahwa Yesus adalah Allah.
3) ‘Aku adalah Alfa dan Omega’.
Alfa dan Omega adalah huruf pertama dan huruf terakhir dari abjad Yunani. Wah 21:6 mengulang bagian ini, tetapi lalu menambahkan / menafsirkan dengan kata-kata ‘Yang Awal dan Yang Akhir’ (bdk. 1:17 22:13). Bdk. juga dengan Yes 44:6 - ‘Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian’.
4) ‘yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.’.
Ini mengulang ay 5, tetapi di sini ditambahkan ‘Yang Mahakuasa’. Gelar ‘Yang Mahakuasa’ ini muncul sangat sering dalam Perjanjian Lama, tetapi hanya muncul 10 x dalam Perjanjian Baru, dan hanya satu di antaranya yang ada di luar Kitab Wahyu yaitu dalam 2Kor 6:18 yang merupakan suatu kutipan dari Perjanjian Lama, sedangkan 9 yang lain ada dalam Kitab Wahyu (1:8 4:8 11:17 15:3 16:7 16:14 19:6 19:15 21:22). Di sini lagi-lagi ini berfungsi untuk menguatkan orang kristen yang menderita dan dianiaya.
WAHYU 1:9-11
Ay 9: “Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus”.
1) ‘saudara dan sekutumu dalam kesusahan’.
Geoffrey B. Wilson:
“To express his oneness with his readers, John omits his official title and intro-duces himself as their ‘brother’ in the fellowship of suffering” (= Untuk menya-takan kesatuannya dengan para pembacanya, Yohanes menghapus gelar resmi-nya dan memperkenalkan dirinya sendiri sebagai ‘saudara’ mereka dalam per-sekutuan penderitaan) - hal 20.
William R. Newell:
“John writes The Revelation not as an apostle exercising authority, but as a Seer, unfolding that unveiling of the future which Christ gave him. How humble and loving is his attitude. There is absolutely no ‘ecclesiastical dignity’ here!” (= Yohanes menulis Kitab Wahyu bukan sebagai seorang rasul yang menggunakan otoritas, tetapi sebagai seorang Pelihat, penyingkapan masa depan yang diberi-kan oleh Kristus kepadanya. Alangkah rendah hati dan penuh kasih sikapnya. Di sini secara mutlak tidak ada martabat / gengsi gerejawi!) - hal 23.
Penerapan: alangkah kontrasnya sikap Yohanes ini dengan sikap banyak majelis, sinode, pendeta, dosen theologia, yang menganggap dirinya lebih tinggi dari orang kristen yang lain. Bdk. 1Pet 5:1-3.
2) ‘dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus’.
a) Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan ‘kesusahan’ adalah THLIPSIS, dan yang diterjemahkan ‘ketekunan’ adalah HUPOMONE.
THLIPSIS / kesusahan.
Homer Hailey:
“Tribulation (thlipsis) is ‘a pressing together (as of grapes), squeezing or pinching’ (I.S.B.E.), hence a crushing as of grapes or grinding as of wheat” [= Kesengsaraan / kesusahan (thlipsis) berarti ‘penekanan (seperti terha-dap anggur), pemerasan atau penjepitan’ (I.S.B.E.), jadi penghancuran seperti pada anggur atau penggilingan seperti pada gandum] - hal 104.
Bdk. Yes 28:24-29 - “Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur? Bukankah setelah meratakan tanah-nya, ia menyerakkan jintan hitam dan menebarkan jintan putih, mena-ruh gandum jawawut dan jelai kehitam-hitaman dan sekoi di pinggir-nya? Mengenai adat kebiasaan ia telah diajari, diberi petunjuk oleh Allahnya. Sebab jintan hitam tidak diirik dengan eretan pengirik, dan roda gerobak tidak dipakai untuk menggiling jintan putih, tetapi jintan hitam diirik dengan memukul-mukulnya dengan galah, dan jintan putih dengan tongkat. Apakah orang waktu mengirik memukul gandum sampai hancur? sungguh tidak, orang tidak terus menerus memukulnya sampai hancur! Dan sekalipun orang menjalankan di atas gandum itu jentera gerobak dengan kudanya, namun orang tidak akan menggi-lingnya sampai hancur. Dan inipun datangnya dari TUHAN semesta alam; Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan”.
Penjelasan dan penerapan: Kalau saudara mengalami penderitaan, mungkin itu adalah saat Tuhan membajak / mencangkul diri saudara. Ia tidak terus menerus melakukan hal itu, karena kalau pembajakan / pencangkulan itu sudah cukup, ia akan menghentikannya dan mulai menaburkan benih. Atau mungkin itu adalah saat dimana Tuhan mengirik saudara. Ia tidak akan mengirik sedemikian rupa sampai hancur, tetapi hanya sampai sekamnya terlepas. Karena itu pada waktu saudara menderita, bertahanlah, dan bahkan bersukacitalah, karena Tuhan sedang melakukan sesuatu pada diri saudara yang akan menyebabkan saudara lebih berguna dan lebih suci!
HUPOMONE / ketekunan.
Kata bahasa Yunani HUPOMONE berarti ‘kemampuan bertahan dalam kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi / hal yang tidak menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan’.
Kalau saudara menghadapi kesukaran, ada beberapa macam sikap yang bisa saudara ambil:
Saudara bisa menjadi marah, jengkel, bersungut-sungut, lari ke dalam dosa, mundur dari Tuhan, atau bahkan murtad. Ini jelas bukan ketekunan / HUPOMONE.
Saudara bertahan, tetapi secara pasif / diam (tidak marah, tidak bersungut-sungut dsb). Ini memang masih lebih baik dari sikap pertama di atas, tetapi ini masih belum termasuk ketekunan / HUPOMONE.
Saudara tetap bersuka cita, memuji / bersyukur kepada Tuhan dan tetap hidup bagi kemuliaan Tuhan. Contoh: Paulus dan Silas dalam Kis 16:25, dan nabi Habakuk dalam Hab 3:17-18. Inilah yang dimaksud dengan ketekunan / HUPOMONE.
Penerapan: Yang mana yang menjadi sikap saudara pada waktu saudara menghadapi kesukaran? Kalau selama ini saudara lebih sering bersikap salah, maukah saudara, dengan pertolongan Tuhan, berusaha untuk memperbaikinya?
b) Bagian ini sejalan dengan banyak ayat Kitab Suci, seperti:
Kis 14:22b - “untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus meng-alami banyak sengsara (THLIPSIS)”.
Ro 12:12 - “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah (HUPOME-NONTES. Ini berasal dari kata HUPOMONE) dalam kesesakan (THLIP-SIS), dan bertekunlah dalam doa”.
Ro 5:3b - “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan (THLIPSIS) kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (HUPOMONE)”.
Luk 24:26 - “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?”.
2Tes 1:4-5 - “sehingga dalam jemaat-jemaat Allah kami sendiri berme-gah tentang kamu karena ketabahanmu (HUPOMONE) dan imanmu dalam segala penganiayaan dan penindasan (THLIPSIS) yang kamu derita: suatu bukti tentang adilnya penghakiman Allah, yang menyata-kan bahwa kamu layak menjadi warga Kerajaan Allah, kamu yang sekarang menderita karena Kerajaan itu”.
c) ‘dalam ketekunan menantikan Yesus’. Ini salah terjemahan.
KJV: ‘patience of Jesus Christ’ (= kesabaran dari Yesus Kristus).
NASB: ‘perseverance (which are) in Jesus’ [= ketekunan (yang ada) da-lam Yesus].
NIV: ‘patient endurance that are ours in Jesus’ (= ketekunan / ketahanan yang sabar yang adalah milik kita dalam Yesus).
William Barclay:
“There was only one way from THLIPSIS to BASILEIA, from affliction to glory, and that was through HUPOMONE, conquering endurance” (= Hanya ada satu jalan dari THLIPSIS ke BASILEIA, dari penderitaan ke kemu-liaan, dan itu adalah melalui HUPOMONE, ketahanan yang mengalahkan) - hal 40.
Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:
Mat 24:13 - “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”.
2Tim 2:12a - “Jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.
Catatan: Untuk kata ‘bertahan’ dalam Mat 24:13 dan kata ‘bertekun’ dalam 2Tim 2:12 ini juga digunakan HUPOMONE.
William Barclay:
“The way to the kingdom is the way of endurance. But before we leave this passage we must note one thing. That endurance is to be found in Christ. He himself endured to the end and he is able to enable those who walk with him to achieve the same endurance and to reach the same goal” (= Jalan menuju kepada kerajaan adalah jalan ketekunan / ketahanan. Tetapi sebelum kita meninggalkan text ini kita harus memperhatikan satu hal. Ketekunan / ketahanan itu ditemukan di dalam Kristus. Ia sendiri bertahan sampai akhir dan Ia bisa memberikan kemampuan kepada mereka yang berjalan dengan-Nya untuk mencapai ketekunan / ketahanan yang sama dan untuk mencapai tujuan yang sama) - hal 40.
d) 3 hal di atas ini, yaitu kesusahan, Kerajaan, dan kesabaran / ketekunan, dalam bahasa Yunaninya hanya mempunyai satu ‘definite article’ / kata sandang (Lit: ‘in the affliction and kingdom and endurance’). Mungkin ini untuk menunjukkan bahwa ke 3 hal ini tidak terpisahkan. Kalau kita mau mendapatkan Kerajaan Yesus, kita harus mengalami kesusahan / tribu-lation, dan kita harus menghadapinya dengan kesabaran / ketekunan (Yunani: HUPOMONE).
Disamping itu ketiganya dikatakan ‘of Jesus’ (= dari Yesus). Kita men-dapatkan ketiga hal ini bila kita ada di dalam Yesus.
3) ‘berada di pulau yang bernama Patmos’.
a) Apakah Kitab Wahyu ditulis di pulau Patmos?
NIV, dan juga Kitab Suci bahasa Inggris yang lain, menterjemahkan ba-gian ini dalam past tense / bentuk lampau: ‘was on the island of Patmos’.
Ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes tidak terus ada di Patmos sampai mati.
William Hendriksen:
“It was during the reign of Domitian (AD 81-96) that John was banished to Patmos. He was released and died during the reign of Trajan” [= Yohanes dibuang ke Patmos pada masa pemerintahan Domitian (81-96 M). Ia dile-paskan dan mati pada masa pemerintahan Trajan] - hal 61.
Beasley-Murray:
“The past tense indicates that at the time of writing he is no longer there” (= Bentuk lampau ini menunjukkan bahwa pada saat penulisan ia tidak lagi ada di sana) - hal 64.
Steve Gregg:
“Although John was on ... Patmos (v. 9) when he saw the visions, he may not have written the book in its present form until some time after his return to his home in Ephesus” [= Sekalipun Yohanes ada di ... Patmos (ay 9) pada saat ia melihat penglihatan itu, mungkin ia belum menuliskan kitab ini dalam ben-tuk yang sekarang ini sampai beberapa waktu setelah ia kembali ke rumahnya di Efesus] - hal 58.
William R. Newell:
“Where The Revelation was written, we cannot say. Irenaeus says in Ephesus, ...” (= Dimana Kitab Wahyu ditulis, kami tidak bisa mengatakan. Irenaeus mengatakan di Efesus, ...) - hal 23.
b) Keadaan pulau Patmos.
Jangan menganggap Patmos pulau yang indah dan menyenangkan se-perti Hawai atau Bali! Ini adalah pulau pembuangan seperti Nusa-kambangan.
Homer Hailey:
“John ‘was in the isle that is called Patmos,’ a rocky and uninviting island located about seventy miles southwest of Ephesus, about forty miles from Miletus, and twenty-four miles from the shore of Asia Minor. The island is ten miles long and, its widest point, six miles across. ... the Roman authorities sometimes banished criminals to this island” (= Yohanes ada di pulau yang disebut Patmos, sebuah pulau berkarang dan tidak menarik, yang terletak sekitar 70 mil di sebelah barat daya dari Efesus, sekitar 40 mil dari Miletus, dan 24 mil dari pantai Asia Minor / Kecil. Pulau itu panjangnya 10 mil, dan pada bagian yang paling lebar lebarnya 6 mil. ... Pemerintah Romawi kadang-kadang membuang orang-orang kriminil ke pulau ini) - hal 105.
Catatan: Ukuran yang diberikan oleh Homer Hailey ini sesuai dengan yang diberikan oleh ‘The International Standard Bible Encyclopedia’.
Adam Clarke:
“The whole island is about thirty miles in circumference” (= Keliling dari seluruh pulau itu kira-kira 30 mil) - hal 971.
Tetapi 2 penafsir di bawah ini menggambarkan Patmos lebih kecil.
Robert H. Mounce (NICNT):
“The place of John’s exile was Patmos, a small (about sixteen square miles), rocky island ...” [= Tempat pembuangan Yohanes adalah Patmos, sebuah pulau karang yang kecil (sekitar 16 mil persegi)] - hal 75.
Barnes’ Notes:
“It is some six or eight miles in length, and not more than a mile in breadth, being about fifteen miles in circumference” (= Panjangnya 6 atau 8 mil, dan lebarnya tidak lebih dari 1 mil, kelilingnya sekitar 15 mil) - hal 1546.
Barnes’ Notes:
“It has neither trees nor rivers; nor has it any land for cultivation, except some little nooks among the ledges of rocks. ... Though Patmos is deficient in trees, it abounds in flowery plants and shrubs. Walnuts and other fruit trees are raised in the orchards, and the wine of Patmos is the strongest and the best flavoured in the Greek islands” (= Pulau itu tidak mempunyai pohon ataupun sungai; juga tidak mempunyai tanah untuk penanaman, kecuali beberapa sudut-sudut kecil di antara tonjolan-tonjolan karang. ... Sekalipun Patmos tak mempunyai pohon, tetapi pulau itu mempunyai banyak bunga-bungaan dan semak. Kenari dan buah-buahan lain ditanam dalam kebun buah-buahan, dan anggur dari Patmos adalah anggur yang paling kuat dan yang paling enak rasanya di pulau-pulau Yunani) - hal 1546.
Barnes’ Notes:
“No place could have been selected for banishment which would accord better with such a design than this. Lonely, desolate, barren, uninhabited, seldom visited, it had all the requisites which could be desired for a place of punishment, and banishment to that place would accomplish all that a persecutor could wish in silencing an apostle, without putting him to death” (= Tidak ada tempat yang bisa dipilih untuk pembuangan yang lebih sesuai untuk tujuan itu dari pulau ini. Sendirian, terpencil / sunyi, tandus, tidak didiami, jarang dikunjungi, pulau itu mempunyai semua persyaratan yang bisa diinginkan sebagai sebuah tempat penghukuman, dan pembuangan ke tempat itu akan mencapai semua yang bisa diinginkan oleh seorang penganiaya untuk membungkam seorang rasul, tanpa membunuhnya) - hal 1546-1547.
Leon Morris (Tyndale):
“probably signifies banishment, and in the case of one so insignificant as a Christian preacher, that would have meant hard labour in quarries or the like” (= mungkin berarti pembuangan, dan dalam kasus seseorang yang begitu remeh / tidak berarti seperti seorang pengkhotbah Kristen, itu berarti kerja berat dalam penggalian atau yang seperti itu) - hal 51.
Dari semua penggambaran tentang pulau Patmos ini terlihat dengan jelas bahwa bagi rasul Yohanes, pembuangan ke pulau Patmos ini merupakan suatu penderitaan. Tetapi Tuhan mempunyai rencana dengan penderita-annya ini, karena di pulau Patmos inilah akhirnya Tuhan memberikan wahyu, yang lalu dituliskan menjadi Kitab Wahyu ini.
Streams in the Desert, vol 3, April 30, memberikan perenungan tentang Wah 1:9, dengan kata-kata sebagai berikut: “Can we not imagine how eagerly John would lay himself out for a life in incessant service for His divine Master and Lord? No task would seem too great, no toil too arduous, if only His Lord might be glorified; and we can well imagine how all his plans, ambitions, desires would center round the extension of the kingdom of Jesus Christ. Then, suddenly - Patmos! What now became of all his hopes and longings, his plans and projects? Surely he buried them all as he set foot on Patmos. They died when he first heard his sentence; they were interred with no prospect of a resurrection. Patmos was, for the beloved disciple ‘The Island of Buried Hopes’! But John soon discovered that Patmos had its compensations. True, he could no longer entertain the hope of carrying out all his plans, yet he learned in Patmos that truer and nobler service would yet be his than any he had ever contemplated. … John had caught sight of a far greater honor and holier service awaiting him in the land that lies beyond. … Most of us are well acquainted with this experience. We may not have had to suffer at the hands of any earthly potentate, but there must be comparatively few who have not, at some time, had to bury their fondest hopes, their most eager desires. Oh, weary troubled heart, if God has led you to the Island of Buried Hopes, it is that He may show you yet more wonderful things. He has not failed you, nor forgotten you, but has led you into the darkened room because, in His own time and way, He would reveal to you the unsuspected glory of His grace and power. Is your life lonely? Monotonous? We need opened eyes. Standing near us all the time is the same wonderful Lord who stood by John in Patmos. Oh, the joy, even of Patmos, when it is filled with the presence of Jesus! Patmos HAS its compensations!” (=).
Tetapi buku Saat Teduh itu langsung menambahkan sebagai berikut: “But if we would share in them, and Patmos is to be a blessing to us, we must fulfil certain conditions. Here is the secret that transforms all disappointments, suffering, monotony, loneliness - love to Christ, that impels us to learns of Him day by day, to lean upon His in constant communion, to look upon Him as the all-sufficient Saviour. To those who fulfil these conditions there is no Patmos that is not irradiated by a glory that is not of earth” (= ).
Bdk. Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.
Illustrasi untuk Ro 8:28:
Dr. Lambie, seorang misionaris medis di Abyssinia, menceritakan tentang penduduk asli di tempat itu, yang tidak mempunyai jembatan. Karena itu mereka harus menyeberang sungai dengan menceburkan diri ke sungai. Tetapi sungai di sana alirannya deras, dan manusia hanya sedikit lebih berat dari air, sehingga mudah sekali kaki diseret oleh air, sehingga orangnya jatuh dan hanyut. Untuk mengatasi hal ini maka pada waktu menyeberangi sungai penduduk asli itu membawa sekarung batu di bahu mereka. Beban ini membuat kaki mereka tidak mudah terseret air. Setelah sampai di seberang, karung batu itu mereka kosongkan.
Tuhan memberi kita beban, mungkin dalam bentuk penyakit, kemiskinan, dan banyak problem / penderitaan yang lain. Sekalipun ini kelihatannya merupakan beban yang memberatkan kita, tetapi sesungguhnya ini mencegah kita supaya tidak hanyut / jatuh! Kalau kita sudah mencapai akhir hidup kita, dan sampai di seberang sana, maka beban itu akan dibuang. - ‘Bread for each day’, June 24.
4) ‘oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus’.
KJV: ‘the testimony of Jesus Christ’ (= kesaksian Yesus Kristus).
NASB/NIV/RSV: ‘the testimony of Jesus’ (= kesaksian Yesus).
Kalimat ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes ada di pulau Patmos sebagai akibat dari pemberitaan Firman Allah dan kesaksian Yesus yang ia lakukan. Dan dari kata-kata ‘Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan’ dalam awal ay 9 ini, terlihat bahwa bukan hanya Yohanes, tetapi juga semua orang kristen mengalami penganiayaan karena iman mereka kepada Kristus.
Ay 10: “Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala,”.
1) ‘Hari Tuhan’.
a) ‘The Lord’s day’ dan ‘The day of the Lord’.
Istilah ‘hari Tuhan’ biasanya menunjuk pada hari kedatangan Kristus yang keduakalinya, tetapi di sini jelas tidak mungkin diartikan seperti itu. Perlu diketahui bahwa di sini sebetulnya digunakan istilah Yunani yang ber-beda dengan istilah ‘hari Tuhan’ di tempat lain.
Wah 1:10 - TE KURIAKE HEMERA (the Lord’s day). Kata ‘Lord’ menda-hului ‘day’.
2Pet 3:10 - HEMERA KURIOU (the day of the Lord). Kata ‘day’ men-dahului ‘Lord’.
1Tes 5:2 - HEMERA KURIOU (the day of the Lord). Kata ‘day’ mendahului ‘Lord’.
Kis 2:20 - HEMERAN KURIOU (the day of the Lord). Kata ‘day’ mendahului ‘Lord’.
Dan dalam bahasa Inggris juga diterjemahkan secara berbeda. Untuk Wah 1:10 diterjemahkan ‘the Lord’s day’, sedangkan untuk ayat-ayat yang menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya diterjemah-kan ‘the day of the Lord’. Tetapi repotnya, waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, keduanya diterjemahkan ‘hari Tuhan’, padahal sebe-tulnya kedua istilah ini berbeda artinya.
Homer Hailey:
“‘The Lord’s day is not to be confused with ‘the day of the Lord,’ used often in both testaments” [= ‘The Lord’s day’ tidak boleh dicampuradukkan dengan ‘the day of the Lord’ yang sering digunakan dalam kedua perjanjian (lama dan baru)] - hal 107.
b) ‘The Lord’s day’ menunjuk pada hari Minggu.
Dalam Wah 1:10 ini istilah ‘hari Tuhan’ ini menunjuk pada hari Minggu, yang sejak kebangkitan Yesus dan Pentakosta / pencurahan Roh Kudus yang keduanya jatuh pada hari Minggu, merupakan hari Kebaktian / hari untuk Tuhan (bdk. Kis 20:7 1Kor 16:1-2).
Homer Hailey:
“The ante-Nicene writers who wrote after John followed a consistent pattern in considering ‘the first day,’ ‘the Lord’s day,’ the ‘resurrection day,’ and the day of meeting, Sunday, as identical. Ignatius (30-107 A.D.) writes, ‘Let every friend of Christ keep the Lord’s day as a festival, the resurrection day, the queen and chief of all the days (of the week)’ (A-N-F, I, p. 63). Justin (110-165 A.D.), writing of the day which the saints met for worship identified it as ‘Sunday ... the first day ... and Jesus Christ our Saviour on the same day rose from the dead’ (I, p. 168). The teaching of the Twelve (120-190 A.D.): ‘But every Lord’s day do ye gather yourselves, and break bread’ (VII, p. 381). Clement (153-217 A.D.), writing agonist (against?) Gnostics, identifies the Lord’s day with the resurrection, saying, ‘He, in fulfillment of the precept, according to the Gospel, keeps the Lord’s day ... glorifying the Lord’s resurrection’ (II, p. 545). Tertullian (145-220 A.D.) identifies ‘the Lord’s day’ as ‘every eighth day’ (III, p. 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 A.D.): ‘And on the day of our Lord’s resurrection, which is the Lord’s day, meet more diligently’ (VII, p. 423); and ‘on the day of the resurrection of the Lord, that is, the Lord’s day, assemble yourselves together, without fail’ (ibid. p. 471)” [= Penulis-penulis sebelum Nicea yang menulis setelah Yohanes meng-ikuti pola yang konsisten dalam menganggap ‘hari pertama’, ‘hari Tuhan’, ‘hari kebangkitan’, dan hari pertemuan, Minggu, sebagai identik. Ignatius (30-107 M) menulis: ‘Hendaknya setiap teman Kristus memelihara hari Tu-han sebagai suatu perayaan, hari kebangkitan, ratu dan kepala dari semua hari (dari suatu minggu)’ (A-N-F, I, hal 63). Justin (110-165 M), menulis tentang hari dimana orang-orang kudus bertemu untuk kebaktian menye-butnya sebagai ‘Minggu ... hari yang pertama ... dan Yesus Kristus Juru-selamat kita bangkit dari antara orang mati pada hari yang sama’ (I, hal 168). The teaching of the Twelve (120-190 M): ‘Tetapi setiap hari Tuhan kamu berkumpul dan memecahkan roti’ (VII, hal 381). Clement (153-217 M), menulis menentang Gnostics, mengidentikkan hari Tuhan dengan kebangkitan, dengan berkata: ‘Ia, dalam penggenapan ajaran / perintah, sesuai dengan Injil, memelihara hari Tuhan ... memuliakan kebangkitan Tuhan’ (II, hal 545). Tertullian (145-220 M) mengidentikkan / menyebut ‘hari Tuhan’ sebagai ‘setiap hari ke 8’ (III, hal 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 M): ‘Dan pada hari kebangkitan Tuhan, yang adalah hari Tuhan, bertemulah dengan makin rajin’ (VII, hal 423); dan ‘pada hari kebangkitan Tuhan, yaitu, hari Tuhan, kumpulkanlah dirimu bersama-sama, tanpa gagal (jangan pernah gagal untuk bertemu)’ (ibid. hal 471)] - hal 107.
William Barclay:
“By early in the second century the Sabbath had been abandoned and the Lord’s Day was the accepted Christian day” (= Pada awal abad kedua hari Sabat telah ditinggalkan dan hari Tuhan diterima sebagai hari Kristen) - hal 43.
Bagian ini penting untuk diingat kalau saudara menghadapi orang Ad-vent, yang ngotot bahwa hari untuk berbakti haruslah Sabtu, yang merupakan hari Sabat Perjanjian Lama.
2) ‘aku dikuasai oleh Roh’.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘I was in the Spirit’ (= Aku ada dalam Roh).
Barnes’ Notes:
“The word ‘Spirit’ may refer either to the Holy Spirit, or to some state of mind such as the Holy Spirit produces” (= Kata ‘Roh’ bisa menunjuk atau kepada Roh Kudus, atau kepada suatu keadaan pikiran yang dihasilkan oleh Roh Kudus) - hal 1547.
Mungkin di sini ia sedang mengalami ‘trance’ seperti Petrus (Kis 10:10 Kis 11:5) dan Paulus (Kis 22:17).
Kitab Suci bahasa Inggris menterjemahkan ketiga ayat dari Kisah Rasul ini dengan menggunakan istilah ‘trance’. Kita perlu mengetahui apa arti dari kata ‘trance’ ini. Kata ‘trance’ itu kalau dilihat dalam kamus Inggris - Indonesia oleh John M. Echols dan Hassan Shadily, diartikan sebagai ‘keadaan tak sadarkan diri’, ‘lupa daratan’, atau ‘kerasukan’. Sedangkan Webster’s New World Dictionary menambahkan arti “a state resembling sleep, in which consciousness may remain although voluntary movement is lost, as in catalepsy or hypnosis” (= suatu keadaan menyerupai tidur, dimana kesadaran bisa tetap ada tetapi tidak ada gerakan yang disadari / disengaja, seperti dalam hal orang yang terkena ayan atau hipnotis).
Selanjutnya kata bahasa Inggris ‘trance’ diterjemahkan dari kata bahasa Yunani EKSTASIS. Dari kata Yunani ini diturunkan kata bahasa Inggris ‘ecstasy’, yang artinya adalah ‘kegembiraan yang meluap-luap’. Semua ini menyebabkan ayat-ayat ini dipakai oleh golongan yang pro Toronto Blessing sebagai dasar dari Toronto Blessing. Tetapi bacalah seluruh context dari Kis 10,11 dan Kis 22 itu, maka saudara akan melihat bahwa baik Petrus maupun Paulus tidak berada dalam keadaan tidak sadar, ataupun kegem-biraan yang meluap-luap. Keduanya mengalami hal itu pada saat mereka sedang berdoa. Dan pada saat mereka mengalami hal itupun mereka tidak lalu rebah, pingsan, bergerak-gerak tak terkendali seperti orang sakit ayan, bergulung-gulung di lantai, tertawa terbahak-bahak, dsb, seperti orang-orang yang mengalami Toronto Blessing. Sebaliknya mereka tetap bisa berkomu-nikasi secara sadar dan wajar dengan Tuhan! Semua ini menyebabkan saya lebih menerima arti dari ‘trance’ ataupun EKSTASIS yang diberikan oleh W. E. Vine dalam ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’ yang mengartikannya sebagai berikut:
“a condition in which ordinary consciousness and the perception of natural circumstances were withheld, and the soul was susceptible only to the vision imparted by God” (= suatu kondisi / keadaan dimana kesadaran dan penglihatan / daya memahami yang normal terhadap keadaan alamiah ditahan / disembu-nyikan, dan jiwa orang itu hanya terbuka / bisa menerima penglihatan yang diberikan oleh Allah).
Dengan kata lain, maka trance / EKSTASIS hanya merupakan suatu keada-an dimana Allah menutup kesadaran seseorang terhadap hal-hal lain, supa-ya orang itu bisa berkonsentrasi secara khusus hanya terhadap diri Allah dan apa yang akan Allah berikan kepadanya (firman, penglihatan, dsb).
Saya percaya bahwa inilah juga yang dialami oleh rasul Yohanes di pulau Patmos, dan ini merupakan suatu persiapan supaya ia bisa menerima wahyu dari Tuhan.
Herman Hoeksema:
“he was in a state of prophetic, spiritual ecstasy, so that he was separated from the world of sense and experience, and prepared to receiving visions of spiritual things. ... the object that was presented to his view was of such a nature that the mere natural eye could not perceive it, and therefore a translation in the Spirit was necessary to prepare John to receive the visions” (= ia ada dalam keadaan kegem-biraan yang bersifat nubuat dan rohani, sehingga ia terpisah dari dunia indera dan pengalaman, dan dipersiapkan untuk menerima penglihatan-penglihatan tentang hal-hal rohani. ... obyek yang diberikan pada pandangannya mempu-nyai sifat sedemikian rupa sehingga mata alamiah biasa tidak dapat menger-tinya, dan karena itu suatu perubahan dalam Roh dibutuhkan untuk mem-persiapkan Yohanes untuk menerima penglihatan-penglihatan) - hal 34.
William Hendriksen:
“He sees, indeed, but not with physical eyes. He hears, but not with physical ears. He is in direct spiritual contact with His Saviour. He is alone ... with God. ... He is wide awake and every avenue of his soul is wide open to the direct communication coming from God” (= Ia memang melihat, tetapi bukan dengan mata jasmani. Ia mendengar, tetapi bukan dengan telinga jasmani. Ia ada dalam kontak rohani langsung dengan Juruselamatnya. Ia sendirian ... dengan Allah. ... Ia sangat terjaga dan setiap jalan dari jiwanya terbuka lebar terhadap suatu komunikasi langsung dari Allah) - hal 55-56.
Mungkin hal ini terjadi pada saat rasul Yohanes, sekalipun sendirian dalam pembuangan, sedang berbakti kepada Tuhan (ingat bahwa hari itu adalah hari Minggu). Ia tidak bisa pergi berbakti ke gereja bersama dengan saudara seiman yang lain, tetapi ia berbakti sendirian. Dalam keadaan normal / tidak sedang ada dalam pembuangan, maka tentu kita tidak boleh berbakti seperti ini. Tetapi dalam keadaan seperti rasul Yohanes, itu menunjukkan suatu kesalehan. Ia melakukan apapun yang ia bisa untuk tetap berbakti kepada Tuhan! Dan Tuhan bertemu dengan dia dalam kebaktian yang ia lakukan!
3) ‘dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala’.
Rasul Yohanes mendengar suara yang nyaring seperti bunyi sangkakala / terompet. Kata-kata yang ia dengar ada dalam ay 11 di bawah ini.
Ay 11: “katanya: ‘Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia.’”.
1) Terjemahan KJV.
KJV: “Saying, I am Alpha and Omega, the first and the last: and, What thou seest, write in a book, and send [it] unto the seven churches which are in Asia; unto Ephesus, and unto Smyrna, and unto Pergamos, and unto Thya-tira, and unto Sardis, and unto Philadelphia, and unto Laodicea” [= Berkata: Aku adalah Alfa dan Omega, yang pertama dan yang terakhir: dan, Apa yang engkau lihat, tuliskanlah dalam sebuah kitab, dan kirimkanlah (itu) kepada 7 gereja yang ada di Asia; ke Efesus, dan ke Smirna, dan ke Pergamus, dan ke Tiatira, dan ke Sardis, dan ke Filadelfia, dan ke Laodikia].
Bagian yang saya garisbawahi dianggap sebagai penambahan.
2) ‘tuliskanlah’.
Berulangkali (total 12 x) rasul Yohanes mengatakan bahwa ia diperintahkan untuk menulis (ay 19 2:1,8,12,18 3:1,7,14 14:13 19:9 21:5).
3) ‘kitab’.
Barnes’ Notes:
“The word ‘book’ here - BIBLION - would more properly mean ‘a roll’ or ‘scroll’, that being the form in which books were anciently made” (= Kata ‘kitab’ di sini - BIBLION - lebih berarti ‘gulungan’, karena itu merupakan bentuk kitab yang dibuat pada jaman kuno) - hal 1548.
4) ‘kirimkanlah’.
Yohanes disuruh mengirimkan kitab yang akan ia tuliskan itu ke 7 gereja yang namanya disebutkan dalam ay 11 ini.
Wahyu 1:12-14
Ay 12: “Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku tujuh kaki dian dari emas”.
1) Arti dari ‘kaki dian’.
Ay 20c memberikan arti dari ketujuh kaki dian itu karena ay 20c itu berbunyi: ‘ketujuh kaki dian itu ialah ketujuh jemaat’. KJV/RSV/NIV/NASB menterje-mahkan ‘jemaat’ dengan ‘churches’ (= gereja-gereja).
2) Penyimbolan sebagai ‘kaki dian’.
a) Gereja disimbolkan dengan kaki dian, dan ini menunjukkan misi yang benar dari gereja. Kaki dian berfungsi sebagai tempat dari lampu / api / lilin yang memberikan terang bagi kegelapan. Cahaya / terang menunjuk pada Injil.
James B. Ramsey:
“It beautifully and forcibly expresses the true mission of the visible church. A candlestick, or lampstand as this was, like those in the tabernacle and temple, is for the purpose of holding up light in the darkness. The church is God’s appointed light-bearer in this dark world. ... Her great, and indeed her only business, is to hold fast this truth and hold it forth, until its light penetrates into the darkest corners of the earth” (= Ini secara indah dan kuat menyatakan misi yang benar dari gereja yang kelihatan. Kandil, atau kaki dian seperti ini, seperti yang ada di Kemah Suci dan Bait Allah, berfungsi untuk memegang / mengangkat terang dalam kegelapan. Gereja adalah pembawa terang yang ditetapkan / diangkat oleh Allah dalam dunia yang gelap ini. ... Urusannya yang besar, dan bahkan satu-satunya urusannya, adalah meme-gang erat-erat kebenaran ini dan membicarakannya, sampai terangnya me-nembus ke sudut-sudut tergelap dari dunia) - hal 79.
Penerapan:
Kalau kita tidak memberitakan Injil, maka kita tidak melaksanakan misi yang Tuhan berikan kepada kita sebagai gereja. Karena itu gereja harus banyak memberitakan Injil, baik oleh pendeta / penginjil melalui mimbar di dalam gereja, maupun oleh jemaat secara pribadi di luar gereja.
b) Penyimbolan gereja sebagai ‘kaki dian emas’ berhubungan dengan Mat 5:14 - ‘Kamu adalah terang dunia’.
Dengan demikian yang dimaksud dengan ‘terang’ bukan hanya Injil / Firman Tuhan, tetapi juga perbuatan baik kita yang memuliakan Allah. Bandingkan dengan Mat 5:16 - “Hendaklah terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Ba-pamu yang di sorga”.
Penerapan:
Tidak cukup bagi kita untuk hanya memberitakan Injil, kita juga harus berusaha hidup baik / benar untuk bisa bersinar bagi Kristus!
3) Kaki dian itu terbuat dari emas. Apa artinya?
Adam Clarke:
“they are here represented as golden, to show how precious they were in the sight of God” (= mereka di sini digambarkan sebagai emas untuk menunjukkan betapa berharganya mereka dalam pandangan Allah) - hal 973.
James B. Ramsey:
“Like the candlestick in the tabernacle, these are ‘golden’. While this may represent the required purity of the church, it certainly does represent its actual preciousness” (= Seperti kandil dalam Kemah Suci, mereka terbuat dari emas. Sementara ini bisa menggambarkan kemurnian yang diinginkan dari gereja, itu pasti juga menggambarkan berharganya gereja) - hal 89.
Perhatikan bahwa ke 7 gereja dalam Wah 2-3 punya banyak cacat cela, bahkan ada satu yang hanya dikecam tetapi sama sekali tidak dipuji, yaitu gereja di Laodikia (tetapi awas, ini tetap bukan gereja sesat!). Tetapi tetap semua gereja itu dilambangkan dengan ‘kaki dian emas’, yang menunjukkan bahwa mereka berharga di mata Tuhan.
James B. Ramsey:
“Imperfect, therefore, as the visible church is, and always has been; marred, as was the church of Sardis and of Laodicea, by the corruptions that still dwell in the hearts of her members, and by false professors, she is still, in the eyes of our Redeemer, infinitely more precious than all the kingdoms of the world and the glory of them. Even the churches of Sardis and Laodicea have a golden candlestick as their symbol, as well as the pure and uncensured churches of Smyrna and Philadelphia. ... Beware, then, that you do not under-estimate this ‘golden’ instrumentality and representative of God’s kingdom. Ever remember that the government, the ordinances, the offices, the discipline, and the spiritual enterprises of this church are divinely appointed; they are heavenly means of a heavenly power for heavenly ends. To neglect or turn away from the privileges of this church is to reject God and His Son. If you have any love to the King Himself, and to His invisible spiritual kingdom, you cannot but love and cherish this visible kingdom which He has ordained to represent it and to be the channel of its blessings to a perishing world” (= Karena itu, sekalipun gereja yang kelihatan ini tidak sempurna, dan dari dulu selalu demikian; dirusak / dikotori, seperti gereja Sardis dan Laodikia, oleh kejahatan yang tetap tinggal dalam hati anggota-anggotanya, dan oleh profesor-profesor palsu, ia tetap, di mata Penebus kita, jauh lebih berharga dari semua kerajaan dunia dan kemuliaannya. Bahkan gereja Sardis dan Laodikia mempunyai kaki dian emas sebagai simbol mereka, sama seperti gereja Smirna dan Filadelfia yang murni dan tak bercela. ... Karena itu, hati-hatilah supaya engkau tidak menganggap rendah alat dan wakil kerajaan Allah dari ‘emas’ ini. Ingatlah selalu bahwa pemerintahan, peraturan, jabatan, disiplin, dan usaha / proyek rohani dari gereja ini dite-tapkan oleh Allah; mereka adalah cara surgawi dari kuasa surgawi untuk tujuan surgawi. Mengabaikan atau berbalik dari hak-hak gereja ini berarti menolak Allah dan AnakNya. Jika engkau mempunyai kasih terhadap sang Raja sendiri, dan terhadap kerajaanNya yang bersifat rohani dan tak terlihat, engkau pasti mengasihi dan menghargai kerajaan yang terlihat ini, yang telah Ia tentukan untuk mewakilinya dan untuk menjadi saluran berkatnya bagi dunia yang sedang menuju kebinasaan) - hal 91-92.
Penerapan:
Berapa berharganya gereja kita ini di mata saudara? Ini bisa terlihat dari beban saudara untuk kemajuan gereja. Ini terlihat dari berapa banyak dan sungguh-sungguhnya saudara berdoa untuk gereja. Ini terlihat dari mau atau tidaknya saudara melayani Tuhan dalam gereja. Ini terlihat dari maunya saudara menghadiri aktivitas gereja. Ini terlihat juga dari persembahan sau-dara untuk Tuhan melalui gereja. Karena itu renungkan hal-hal itu, dan pikirkan apakah hidup saudara menunjukkan bahwa gereja ini berharga di mata saudara? Jangan karena gereja mempunyai cacat cela, lalu saudara mengabaikan gereja atau bersikap masa bodoh terhadap gereja. Ingat bah-wa gereja Sardis, dan bahkan gereja Laodikia, tetap dilambangkan dengan kaki dian emas!
Herman Hoeksema menambahkan lagi satu arti dari ‘emas’, yaitu bahwa emas itu bersifat ‘incorruptible’ / ‘imperishable’ (= tak bisa rusak / binasa). Tetapi bagaimana ini bisa diharmoniskan dengan fakta bahwa gereja lokal itu bisa menjadi rusak / sesat? Karena itu saya tidak setuju dengan arti ini.
4) Kaki dian emas ini mirip dengan yang ada dalam Kemah Suci / Bait Allah.
a) Dari Kel 25:31-39 Kel 37:17-24 1Raja 7:49 terlihat bahwa dalam Kemah Suci maupun Bait Allah juga ada tujuh kaki dian emas, yang disebut ‘kandil’ (NIV/NASB/RSV: ‘lampstand’ ; KJV: ‘candlestick’).
Adam Clarke:
“This reference to the temple seems to intimate that the temple of Jerusalem was a type of the whole Christian Church” (= Hubungan dengan Bait Allah kelihatannya menunjukkan bahwa Bait Allah di Yerusalem merupakan suatu TYPE dari seluruh Gereja Kristen) - hal 973.
b) Hoeksema (hal 40) berpendapat bahwa ada 2 perbedaan antara kandil dalam Kemah Suci / Bait Allah dengan 7 kaki dian emas yang dilihat oleh rasul Yohanes ini. Perbedaannya adalah:
Kandil dalam Kemah Suci / Bait Allah itu, ketujuh lampunya memben-tuk suatu garis lurus, sedangkan 7 kaki dian emas dalam kitab Wahyu ini membentuk lingkaran. Ini terlihat dari ay 13 dimana dikatakan bahwa Anak Manusia itu ada di tengah-tengah kaki dian itu, dan juga dari Wah 2:1 dimana dikatakan bahwa Yesus ‘berjalan di antara ke tujuh kaki dian emas itu’.
Kandil dalam Kemah Suci / Bait Allah itu merupakan satu kesatuan, sedangkan 7 kaki dian emas dalam Kitab Wahyu ini merupakan 7 buah lampu yang terpisah.
Memang dalam Perjanjian Lama gereja dipersatukan oleh kesatuan fisik, yaitu bangsa Israel. Tetapi dalam Perjanjian Baru, kesatuan gereja hanyalah secara rohani.
William Hendriksen:
“In the Tabernacle there was one lampstand with seven lamps; here in Revelation we have seven lampstands. The reason for the difference is that during the old dispensation there was a visible unity, the Jewish church-state, whereas the churches of the new dispensation find their spiritual unity in Christ” (= Dalam Kemah Suci ada satu kandil dengan 7 lampu; di sini dalam Kitab Wahyu kita mempunyai 7 kandil. Alasan perbedaan itu adalah bahwa selama Perjanjian Lama terdapat suatu kesatuan yang kelihatan, yaitu gereja-negara Yahudi, sedangkan gereja-gereja dalam Perjanjian Baru mendapatkan kesatuan rohani mereka dalam Kristus) - hal 58.
Ay 13: “Dan di tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas”.
1) ‘Dan di tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak Manusia’ (bdk. Wah 2:1 - ‘Dia ... berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu’).
James B. Ramsey:
“It is His presence that makes them shine; the withdrawal of His supplies or care would leave them in utter darkness and utterly worthless. What more worthless than a candlestick in the dark, without a light? So nothing is more worthless than a church without Christ” (= KehadiranNyalah yang membuat mereka bersinar; penarikan suplai atau perhatianNya, akan meninggalkan mereka dalam kege-lapan dan ketidakberhargaan total. Apa yang lebih tidak berharga dari kandil dalam kegelapan, tanpa terang? Demikian juga tidak ada yang lebih tidak berharga dari suatu gereja tanpa Kristus) - hal 84.
Herman Hoeksema:
“She is a light, not of herself, but, as is clearly indicated by the fact that Christ stands, or walks, in the midst of the seven golden candlesticks, only through her fellowship with Christ in the Spirit. The Lord is her light, and apart from Christ she is in darkness and lies in the midst of death” (= Ia adalah terang, bukan dari dirinya sendiri, tetapi, seperti ditunjukkan secara jelas oleh fakta bahwa Kristus berdiri atau berjalan di tengah-tengah ketujuh kandil emas, hanya melalui persekutuannya dengan Kristus dalam Roh. Tuhan adalah terangnya, dan ter-pisah dari Kristus ia ada dalam kegelapan dan berada di tengah-tengah ke-matian) - hal 40.
Penerapan:
Karena itu, supaya kita bisa bersinar, kita harus dekat dengan Tuhan, dan banyak bersekutu dengan Tuhan. Saat Teduh, dimana kita berdoa dan membaca Firman Tuhan secara pribadi, harus kita lakukan dengan disiplin dan sungguh-sungguh! Bdk. Yoh 15:4-5 - “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.
2) ‘ada seorang serupa Anak Manusia’ (Bdk. Daniel 7:13-14).
a) Ini menunjuk kepada Tuhan Yesus dalam hakekat manusiaNya.
Tetapi mengapa diberi kata ‘serupa’? Karena di sini Yesus menampakkan diri dalam kemuliaanNya, sehingga ada perbedaannya dengan Yesus da-lam perendahanNya yang dulu dilihat oleh Yohanes (sebelum kematian-Nya).
b) Tetapi seorang penafsir mengatakan bahwa ini justru menunjuk pada keilahian Yesus.
Geoffrey B. Wilson:
“The word ‘like’ not only affirms a similarity with man, but also indicates that he is more than man and thus points to his deity” (= Kata ‘serupa’ bukan hanya menegaskan kemiripan dengan manusia, tetapi juga menunjukkan bahwa ia lebih dari manusia, dan dengan demikian menunjuk pada keilahianNya) - hal 22.
c) Pentingnya penglihatan tentang Kristus pada awal Kitab Wahyu.
Leon Morris (Tyndale):
“The placing of this vision of Christ right at the beginning of the book is significant. ... The Christians were a pitiably small remnant, persecuted by mighty foes. To all outward appearance their situation was hopeless. But it is only as Christ is seen for what He really is that anything else can be seen in its true perspective” (= Penempatan penglihatan tentang Kristus ini pada awal dari kitab ini merupakan hal yang penting. ... Orang-orang Kristen adalah sisa kecil yang harus dikasihani, dianiaya oleh musuh-musuh yang kuat. Dilihat dari luar / secara lahiriah, situasi mereka tidak ada harapan. Tetapi hanya jika Kristus dilihat sebagaimana adanya maka segala sesuatu yang lain bisa dilihat secara benar) - hal 52.
Saat Teduh saya pada tanggal 10 Agustus 1998, memberikan penggam-baran yang menarik tentang bagaimana melihat Kristus dalam setiap keadaan dan saat, yang menyebabkan kita bisa selalu bergembira.
Saat Teduh itu mengatakan bahwa dalam kitab-kitab Injil Yesus pernah 3 kali berkata ‘be of good cheer’ (= bergembiralah). Pertama dalam Mat 9:2 dimana Ia berkata kepada orang lumpuh (KJV): ‘be of good cheer, thy sins be forgiven thee’ (= bergembiralah, dosamu telah diampuni). Lalu dalam Mat 14:27 Ia berkata kepada murid-murid yang sedang ketakutan karena badai (KJV): ‘Be of good cheer; it is I; be not afraid’ (= bergembiralah, ini Aku, jangan takut). Lalu dalam Yoh 16:33 Ia berkata (KJV): ‘In the world ye shall have tribulation: but be of good cheer; I have overcome the world’ (= Dalam dunia kamu akan mendapatkan penganiayaan: tetapi bergembiralah; Aku telah mengalahkan dunia).
Lalu buku Saat Teduh itu menyimpulkan sebagai berikut:
“Cheer up - your sins are gone! Cheer up, He is with you in the storm! Cheer up, the future holds victory! Past, present, future!” (= Bergembiralah - dosamu sudah hilang! Bergembiralah, Ia bersamamu dalam badai! Bergembiralah, masa depan memegang kemenangan! Lampau, sekarang, akan datang!) - ‘Bread For Each Day’, August 10.
Catatan: dalam ketiga ayat di atas KJV memberikan terjemahan hurufiah.
3) ‘berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas’.
a) Ada yang menganggap bahwa ini adalah pakaian imam besar, dan de-ngan demikian menunjukkan Yesus sebagai Imam Besar kita.
William Barclay:
“The word which describes the robe is PODERES, ‘reaching down to the feet’. This is the word which the Greek Old Testament uses to describe the robe of the High Priest (Exodus 28:4; 29:5; Leviticus 16:4)” [= Kata yang menggambar-kan jubah adalah PODERES, ‘mencapai kaki’. Ini adalah kata yang diguna-kan oleh Perjanjian Lama berbahasa Yunani untuk menggambarkan jubah Imam Besar (Kel 28:4; 29:5; Im 16:4)] - hal 45.
William Barclay:
“Josephus also describes carefully the garments which the priests and the High Priest wore when they were serving in the Temple. They wore ’a long robe reaching to the feet,’ and around the breast, ‘higher than the elbows,’ they wore a girdle which was loosely wound round and round the body. The girdle was embroidered with colours and flowers, with a mixture of gold interwoven (Josephus: The Antiquities of the Jews, 3.7:2,4). All this means that the description of the robe and the girdle of the glorified Christ is almost exactly that of the dress of the priests and of the High Priest” [= Josephus juga menggambarkan secara teliti pakaian yang dikenakan oleh imam-imam dan Imam Besar pada waktu mereka melayani dalam Bait Allah. Mereka mengenakan ‘jubah panjang yang mencapai kaki’, dan mengelilingi dada, ‘lebih tinggi dari siku’, mereka memakai sabuk yang dililitkan pada tubuh secara longgar. Sabuk itu disulam dengan warna-warna dan bunga-bunga bercampur emas (Josephus: The Antiquities of the Jews, 3.7:2,4). Semua ini berarti bahwa penggambaran dari jubah dan sabuk dari Kristus yang telah dimuliakan hampir persis dengan pakaian imam-imam dan Imam Besar] - hal 45.
b) Tetapi ada yang tidak setuju pada penafsiran di atas.
Beasley-Murray:
“While it is true that the high priest wore such a robe, it was also worn by men of rank generally, and there is no need to bring in the high priest here” (= Sekalipun memang benar bahwa imam besar mengenakan jubah seperti itu, tetapi itu juga dikenakan oleh orang-orang yang berkedudukan tinggi pada umumnya, dan tidak perlu memasukkan imam besar di sini) - hal 66-67.
Leon Morris sejalan dengan Beasley-Murray.
Ay 14: “Kepala dan rambutNya putih bagaikan bulu yang putih metah, dan mataNya bagaikan nyala api”.
1) Rambut putih menunjukkan usia lanjut / kekekalan (bdk. Dan 7:9), dan kekekalan menunjukkan keilahian.
Homer Hailey lebih memilih untuk menafsirkan bahwa kepala dan rambut putih menunjukkan kemurnian dan kekudusan, tetapi ia mengatakan bahwa kekekalan bisa diambil sebagai arti sekunder (hal 110).
Leon Morris menambahkan satu arti lagi untuk rambut putih, yaitu ‘kebijak-sanaan’, dan Steve Gregg menambahkan arti ‘honor’ (= kehormatan).
2) Mata yang seperti nyala api (bdk. Dan 10:6) menunjukkan kemahatahuan dan juga kemarahan yang suci (holy anger) terhadap dosa.
Pulpit Commentary:
“His eyes were as a flame of fire, piercing men through and through, burning up all hypocritical pretence” (= MataNya bagaikan nyala api, menembus manusia, membakar semua kepura-puraan yang bersifat munafik) - hal 16.
Wahyu 1:15-20
Ay 15: “Dan kakiNya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suaraNya bagaikan desau air bah”.
1) ‘Dan kakiNya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian’ (bdk. Daniel 10:6 Yeh 1:7).
a) Logam apa yang dimaksud di sini?
Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘tembaga’ (= copper).
KJV: ‘brass’ (= kuningan).
RSV/NIV/NASB: ‘bronze’ (= perunggu).
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘tembaga membara’ adalah CHALKO-LIBANOS.
William Barclay:
“No one really knows what the metal is. Perhaps it was that fabulous com-pound called ‘electrum’, which the ancients believed to be an alloy of gold and silver and more precious than either” (= Tidak seorangpun yang betul-betul tahu ini logam apa. Mungkin itu adalah campuran yang menakjubkan yang disebut ‘electrum’, yang dipercaya oleh orang-orang kuno sebagai campuran dari emas dan perak, dan lebih berharga dari keduanya) - hal 49.
Beasley-Murray:
“John’s word for bronze denotes a very precious metal, compounded of gold and silver, beloved of the ancients for its flashing qualities” (= Kata yang dipakai oleh Yohanes untuk perunggu menunjukkan logam yang sangat ber-harga, campuran emas dan perak, disenangi oleh orang-orang kuno karena berkilau) - hal 67.
b) Macam-macam penafsiran tentang bagian ini.
William Barclay:
“The brass stands for strength, for the steadfastness of God; and the shining rays stand for speed, for the swiftness of the feet of God to help his own or to punish sin” (= kuningan melambangkan kekuatan dan keteguh-an / ketidak-berubahan / kesetiaan Allah; dan sinar yang berkilauan melambangkan kecepatan, kecepatan kaki Allah untuk menolong milik-Nya atau menghukum dosa) - hal 50.
Pulpit Commentary: ini menunjukkan ‘firmness, might and splendour’ (= keteguhan / ketegasan, kekuatan, dan kemegahan).
Adam Clarke mengatakan bahwa kaki yang seperti tembaga membara ini merupakan simbol dari ‘stability and permanence’ (= kestabilan dan keabadian), karena tembaga dianggap sebagai logam yang paling tahan lama.
Kaki yang seperti tembaga membara ini menunjukkan Providence (= pelaksanaan Rencana Allah) yang tidak bisa ditahan.
Kaki ini menginjak-injak kuasa kegelapan, semua musuh-musuhNya, sampai semua hancur terbakar. Bdk. Mal 4:3 yang menunjukkan janji Tuhan bagi orang percaya bahwa nanti kita akan menginjak-injak orang jahat.
Kaki yang seperti tembaga membara ini menunjukkan api yang meng-hanguskan dari penghakimanNya yang mendekat.
Saya condong pada 2 penafsiran yang terakhir (bdk. Wah 2:18).
2) ‘suaraNya bagaikan desau air bah’ (bdk. 14:2 19:6).
NIV: ‘his voice was like the sound of rushing waters’ (= suaraNya adalah seperti bunyi air yang mengalir dengan deras).
KJV/Lit: ‘his voice as the sound of many waters’ (= suaraNya seperti bunyi banyak air).
Jadi, ini bisa menunjuk pada bunyi air bah, air terjun, atau ombak lautan. Ini juga merupakan penggambaran suara Allah oleh Yehezkiel dalam Yeh 1:24 dan Yeh 43:2.
Barnes’ Notes:
“Nothing could be a more sublime description of majesty and authority than to compare the voice of a speaker with the roar of the ocean” (= Tidak ada apapun yang bisa memberikan penggambaran yang lebih indah / agung tentang ke-agungan dan otoritas dari pada membandingkan suara si pembicara dengan deru lautan) - hal 1549.
Renungkan: apakah Firman Tuhan memang mempunyai otoritas dalam hidup saudara? Kalau saudara mendengar teguran terhadap kehidupan saudara, baik itu datang dari mimbar maupun dari seseorang secara pribadi, apakah saudara mau tunduk, atau bahkan menjadi marah? Kalau saudara men-dengar / membaca suatu ajaran yang mempunyai dasar Kitab Suci yang benar, tetapi bertentangan dengan kepercayaan saudara selama ini, apakah saudara tunduk dan mau mengubah pandangan saudara?
Ay 16: “Dan di tangan kananNya Ia memegang tujuh bintang dan dari mulutNya keluar sebilah pedang tajam bermata dua, dan wajahNya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik”.
1) ‘di tangan kananNya Ia memegang tujuh bintang’.
William R. Newell:
“‘In his right hand’ - the place of power and authority, as well as possession” (= ‘di tangan kananNya’ - tempat kekuatan dan otoritas, juga kepemilikan) - hal 28.
2) ‘dari mulutNya keluar sebilah pedang tajam bermata dua’.
a) Dalam Kitab Suci, pedang adalah simbol dari otoritas dan kuasa untuk menghukum orang jahat (bdk. Ro 13:4). Tetapi pedang juga bisa menun-juk pada Firman Tuhan (bdk. Yes 49:2 Ef 6:17 Ibr 4:12), sehingga bagian ini menunjukkan Yesus sebagai nabi.
b) Hendriksen berkata bahwa bagian ini tidak boleh diartikan sebagai pe-ngaruh yang manis dan lembut dari Injil dalam misinya untuk memper-tobatkan orang, karena dalam Wah 2:16 dikatakan ‘Aku akan memerangi mereka dengan pedang yang di mulutKu ini’. Jadi ini ditujukan kepada mereka yang menolak untuk bertobat.
3) ‘wajahNya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik’ (Bdk. Mat 17:2 Kis 9:3-5).
Ini menunjukkan kemuliaan yang luar biasa. Tadinya Kristus rela merendah-kan diriNya dengan berinkarnasi / menjadi manusia, sehingga tidak terlihat kemuliaanNya. Tetapi setelah Ia bangkit dari antara orang mati, dan lebih-lebih setelah Ia naik ke surga, maka Ia dimuliakan sehingga bersinar seperti matahari.
Ay 17-18: “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kakiNya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata: ‘Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut”.
1) ‘Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kakiNya sama seperti orang yang mati’.
a) Berkat yang menyebabkan ketakutan.
Rasul Yohanes melihat Yesus dalam kemuliaan. Seharusnya semua itu menimbulkan sukacita, syukur, dan pujian. Tetapi ternyata ia menjadi takut. Kita juga sering seperti itu dimana kita salah mengerti tentang apa yang terjadi pada kita / di sekitar kita sehingga kita menjadi takut, padahal semua itu membawa berkat bagi kita, dan sebetulnya tidak perlu kita takuti.
Dalam suatu buku Saat Teduh diceritakan suatu cerita sebagai berikut:
“The story is told of a lone survivor of a shipwreck who was thrown upon an uninhabited island. After a while he built for himself a rude shelter in which he placed the few precious possessions he had managed to save from the ship. Being a Christian he prayed most earnestly for deliverance, and anxiously scanned the horizon to hail any ship that might come in that direction. One day, upon returning from a hunt for food, he was horrified to find his campsite in flames. All that he had salvaged was disappearing in the smoke! Disaster had struck, or so it appeared. However, that which seemed to have transpired for the worst was in reality for his gain. While to his limited vision such a cruel blow was inexplicable, to God’s infinite wisdom his loss was for the best, and actually resulted in the very thing for which he had been praying most earnestly - for the very next day a ship arrived! ‘We saw your smoke signal,’ the captain said! The Christian recognized then that even his seeming calamity had been God directed” (= Ada suatu cerita tentang seseorang yang merupakan satu-satunya orang yang selamat dari suatu kapal yang karam yang terdampar di suatu pulau yang tidak berpenghuni. Setelah beberapa waktu ia membangun tempat berlindung untuk dirinya sendiri dan di sana ia menempatkan beberapa barang-barang berharga yang berhasil ia selamatkan dari kapal itu. Sebagai seorang kristen ia berdoa dengan sungguh-sungguh untuk pembebasan, dan ia selalu mengawasi kaki langit untuk memanggil kapal yang datang ke arah tersebut. Suatu hari, pada waktu kembali dari mencari makan, ia terkejut karena mendapati bahwa perkemahannya terbakar. Semua barang-barang yang ia selamatkan habis terbakar! Bencana telah menimpa, atau begitulah kelihatannya. Tetapi hal yang terjadi yang kelihatannya sangat buruk itu sebetulnya menguntungkan dia. Sementara bagi pandangannya yang terbatas pukulan yang kejam itu tidak bisa dijelaskan, bagi hikmat Allah yang tak terbatas kerugiannya adalah untuk kebaikannya, dan betul-betul menghasilkan hal untuk mana ia telah berdoa dengan sungguh-sungguh - karena para hari berikutnya sebuah kapal tiba! ‘Kami melihat tanda asapmu’ kata kaptennya! Lalu orang kristen itu menyadari bahwa bahkan hal yang baginya terlihat sebagai bencana telah diarahkan oleh Allah) - ‘Bread for Each Day’, July 30.
James B. Ramsey:
“Our fears often, nay, generally arise from our misconception of the nature of those means and influences and processes of spiritual discipline and outward providence by which He is working out our salvation. ... Where, indeed, is the child of God who has not fainted in heart and sunk in anxious fears, and wept bitterly over dispensations of God toward him, which he afterwards found out were only the instruments of good and the messengers of grace to his soul? Remember this, ye fearful saints! It is only your own misconceptions, your ignorance and imperfection that give to the events you dread the aspect of terror. Did you understand them, you would see cause to rejoice. ... Away, then, with your fears. You are afraid of your own mercies” (= Rasa takut kita sering, bahkan pada umumnya timbul dari kesalah-mengertian tentang sifat dari cara dan pengaruh dan proses dari disiplin rohani dan providence lahiriah dengan mana Ia sedang mengerjakan keselamatan kita. Dimana ada anak Allah yang tidak pernah kecil hati dan tenggelam dalam rasa takut yang bersifat kuatir, dan menangis dengan pahit tentang pengaturan Allah ter-hadapnya, yang belakangan mendapatkan bahwa hal-hal itu hanyalah alat-alat kebaikan dan utusan kasih karunia bagi jiwanya? Ingatlah ini hai kamu orang-orang kudus yang takut! Hanyalah kesalah-mengertianmu sendiri, ketidak-tahuanmu dan ketidak-sempurnaanmu yang memberikan kepada peristiwa-peristiwa yang engkau takuti pemandangan yang menakutkan. Andaikata engkau mengerti peristiwa-peristiwa itu, engkau akan melihat alasan untuk bersukacita. Jadi, singkirkanlah rasa takutmu. Engkau takut pada hal-hal yang diberikan Allah karena Ia berbelaskasihan kepadamu) - hal 63.
Contoh:
Murid-murid menjadi ketakutan dan putus asa pada saat Yesus di-tangkap dan dibunuh melalui salib, padahal ini adalah peristiwa yang merupakan berkat bagi mereka (dan juga bagi saudara) karena tanpa peristiwa ini tidak ada pengampunan dosa ataupun keselamatan.
Dalam Kej 42:36 Yakub menjadi putus asa dan berkata: ‘Aku inilah yang menanggung segala-galanya’. Ini salah terjemahan.
NIV: ‘Everything is against me’ (= Segala sesuatu menentang aku).
KJV/NASB: ‘all these things are against me’ (= Semua hal ini menentang aku).
Adam Clarke mengomentari bagian ini dengan berkata:
“All these things are against me, said poor desponding Jacob; whereas, instead of being against him, all these things were for him” (= Semua hal-hal ini menentang aku, kata Yakub yang putus asa; padahal semua hal-hal itu bukannya menentang dia, tetapi untuk dia).
Ingat, Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah bekerja menentang seorang anakNya yang sungguh-sungguh. Sebaliknya Ia selalu bekerja untuk dia! Bdk. Ro 8:28 (KJV): “... all things work together for good to them that love God” (= ... segala sesuatu bekerja bersama-sama untuk kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah).
Pulpit Commentary mengomentari kata-kata Yakub ini dengan ber-kata:
“So God’s providences are often misinterpreted by his saints” (= Demikianlah providensia Allah sering disalahmengerti / disalah-tafsirkan oleh orang-orang kudusNya).
“How often the believer says, ‘All these things are against me.’ when he is already close upon that very stream of events which will carry him out of his distress into the midst of plenty, peace, and joy of a healed heart in its recovered blessedness” (= Betapa sering orang percaya berkata: ‘Semua hal ini menentang aku’ pada saat ia sudah dekat dengan aliran peristiwa-peristiwa yang akan membawanya keluar dari kesukaran / penderitaan ke tengah-tengah kelimpahan, damai dan sukacita dari hati yang disembuhkan dalam keberkatan yang di-pulihkan).
Memang, pada saat itu Yakub sebetulnya sudah dekat sekali dengan kebahagiaan yang luar biasa dimana ia bertemu kembali dengan Yusuf, dan semua yang ia alami ini mengarahkan ia kepada per-temuan yang berbahagia itu, tetapi pada saat ini ia justru menjadi putus asa.
Bagi kita, karena kita mengetahui Kej 43-dst, maka kita bisa melihat betapa bodohnya Yakub. Tetapi bagi Yakubnya sendiri pada saat itu, segalanya terlihat gelap gulita, sehingga ia menjadi putus asa.
Penerapan: kalau saudara adalah anak Allah, dan saat ini segalanya gelap gulita bagi saudara, jangan putus asa seperti Yakub. Percaya-lah bahwa Allah mengarahkan semua itu pada kebaikan saudara, dan mungkin sekali, sama seperti Yakub, saudara sudah dekat sekali dengan saat yang akan sangat membahagiakan saudara!
b) Rasul Yohanes ‘nggeblak’ / ‘slain of / by the Spirit’ / ‘tumbang dalam Roh’?
Apakah rebahnya rasul Yohanes mendukung praktek ‘nggeblak’ dalam kalangan Kharismatik? Perlu diingat bahwa rasul Yohanes tersungkur seperti orang mati, saking takutnya melihat Yesus dengan kemuliaanNya.
Leon Morris (Tyndale):
“the physical effects of the tremendous vision” (= akibat fisik dari penglihatan yang hebat / dahsyat itu) - hal 54.
Ini terlihat jelas dari kata-kata ‘Jangan takut’ yang diucapkan oleh Yesus kepadanya pada akhir dari Wah 1:17. Dalam Kitab Suci memang sering terjadi peristiwa dimana orang yang mendapat penglihatan tentang Tuhan sendiri lalu menjadi begitu takut, bahkan kadang-kadang jatuh pingsan saking takutnya (bdk. Kel 19:16-25 Kel 20:18-21 Hak 6:22-23 Hak 13:20-22 1Raja 19:12-13 Yes 6:1-5 Luk 1:11-13,26-30,65 Luk 2:8-10 Mat 17:6 Mat 28:1-5 Mark 16:4-8 Luk 24:4-5 Wah 22:8). Ini tentu tidak sama dengan orang yang ‘tumbang / rebah di dalam Roh’ dalam kalangan Kharismatik, dimana orangnya rebah / jatuh pingsan tanpa mendapat penglihatan apa-apa.
2) “tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata: ‘Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut”.
a) “tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata: ‘Jangan takut!”.
Kita yang adalah orang percaya tidak perlu takut pada kehadiranNya!
William Barclay:
“.. there is also something lovely. When the seer fell in awed terror before the vision of the Risen Christ, the Christ stretched out his right hand and placed it on him and bade him not to be afraid. The hand of Christ is strong enough to uphold the heavens and gentle enough to wipe away our tears” (= ... di sini juga ada sesuatu yang bagus / indah. Pada saat sang pelihat jatuh ketakutan di hadapan penglihatan dari Kristus yang telah bangkit, Kristus mengulurkan tangan kananNya dan meletakkannya padanya dan memintanya untuk tidak takut. Tangan Kristus cukup kuat untuk me-nahan / menopang langit dan cukup lembut untuk menghapus air mata kita) - hal 50.
dalam kata-kataNya selanjutnya Tuhan memberikan alasan-alasan mengapa kita tidak perlu takut.
b) ‘Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir’.
‘Aku adalah yang awal’ seharusnya adalah ‘I am the first’ (= Aku adalah yang pertama). Dengan kata-kata ini Yesus mengclaim diriNya sebagai Allah, yang ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.
Pulpit Commentary:
“Here the Lord Jesus identifies himself with the living God who spake by the prophets. There cannot be two firsts! He who is the First is Jehovah, Lord of hosts. Jesus is the First. Therefore Jesus is the one living and true God” (= Di sini Tuhan Yesus mengidentikkan diriNya dengan Allah yang hidup yang berbicara oleh nabi-nabi. Tidak mungkin ada dua ‘yang pertama’! Ia yang pertama adalah Yehovah, Tuhan semesta alam. Yesus adalah yang pertama. Karena itu Yesus adalah Allah yang hidup dan benar) - hal 16.
Penerapan:
Bagian ini bisa saudara gunakan kalau saudara menghadapi orang-orang Saksi Yehovah. Mengapa? Karena mereka beranggapan bah-wa Yesus hanyalah ‘allah kecil’, yang merupakan ciptaan pertama dari Yahweh / Yehovah. Kalau pandangan mereka ini benar, maka hanya Yahweh / Yehovah sendiri sajalah yang berhak berkata: ‘I am the first’ (= Aku adalah yang pertama), dan di sini Yesus seharusnya berkata: ‘I am the second’ (= Aku adalah yang kedua). Tetapi ternyata Yesus tidak berkata demikian. Ia berkata: ‘I am the first’ (= Aku adalah yang per-tama)., dan ini membuktikan bahwa Ia betul-betul adalah Allah sendiri.
Bahwa Yesus adalah Allah, merupakan alasan pertama mengapa kita tidak boleh takut. Ingat baik-baik, Juruselamat dan Gembala kita itu adalah Allah sendiri! Apa yang harus / perlu kita takuti?
c) ‘dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai se-lama-lamanya’.
Bahwa Yesus sudah mati, tetapi bangkit kembali, merupakan alasan kedua mengapa kita yang percaya kepada Yesus tidak boleh takut. Paling banter kita mati, tetapi sama seperti Yesus, kitapun akan bangkit. Juga ditinjau secara rohani, kematian dan kebangkitan Yesus memberes-kan semua dosa kita. Jadi lagi-lagi menyebabkan kita tidak boleh takut.
d) ‘Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut’.
Kematian / maut dan kerajaan maut / HADES mempunyai pintu gerbang (Maz 9:14b Maz 107:18b Yes 38:10), dan Kristus memegang kuncinya!
‘Kunci’ merupakan simbol dari kuasa dan otoritas. Jadi kalau dikatakan bahwa Kristus memegang kunci ‘maut’ / ‘death’ (= kematian), maka itu menunjukkan bahwa saat kematian setiap orang ada dalam tangan dan penguasaan Kristus.
James B. Ramsey:
“Not a soul can pass from this world to the next, except just at the time and in the circumstances which He ordains” (= Tidak ada satu jiwapun bisa berpindah dari dunia ini ke dunia yang akan datang, kecuali hanya pada saat dan dalam keadaan yang Ia tentukan) - hal 67.
Bdk. Mat 10:28-30 - “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya”.
Dilihat dari ay 28nya kelihatannya sekalipun manusia bisa membunuh kita, kita tetap tidak boleh takut, karena mereka tidak bisa membunuh jiwa. Tetapi dilihat dari ay 29-30nya, terlihat bahwa sebetulnya membu-nuh tubuh kitapun orang-orang itu tidak bisa, kecuali kalau Tuhan me-mang menghendaki kematian kita. Ini semua menyebabkan kita tidak boleh takut kepada siapapun!
Tetapi apa artinya ‘Kristus memegang kunci kerajaan maut’?
‘kerajaan maut’ diterjemahkan ‘hell’ (= neraka) oleh KJV. Kitab Suci bahasa Inggris yang lain tetap menggunakan kata Yunani HADES.
macam-macam penafsiran tentang HADES.
Adam Clarke: HADES menunjuk bukan pada neraka atau tempat penantian, tetapi pada kubur.
Homer Hailey:
“Death claims the body, which returns to the dust; and Hades claims the spirit, which, after death, is in the realm of the unseen” (= Kematian menuntut tubuh, yang kembali kepada debu; dan HADES menuntut roh, yang setelah kematian berada dalam dunia dari yang tak kelihatan) - hal 113.
William Hendriksen:
“It is evident that the term ‘Hades’ as used here cannot mean hell or the grave. It signifies the state of disembodied existence. It refers to the state of death which results when life ceases and when body and soul separate. Thus Hades always follows death (Rev. 6:8)” [= Jelaslah bahwa istilah HADES seperti yang digunakan di sini tidak bisa ber-arti neraka atau kuburan. Itu berarti keadaan dari keberadaan tanpa tubuh. Itu menunjuk pada ‘keadaan kematian’ yang diakibatkan dari kehidupan yang berhenti dan pada waktu tubuh dan jiwa berpisah. Demikianlah HADES selalu mengikuti kematian / maut (Wah 6:8)] - hal 57.
Bahwa kunci maut / kematian maupun HADES dipegang oleh Yesus merupakan alasan ketiga mengapa kita tidak boleh takut.
Ay 19: “Karena itu tuliskanlah apa yang telah kaulihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini”.
1) Pembetulan terjemahan.
Terjemahan Indonesia agak kacau, karena adanya kata-kata ‘baik’ dan ‘maupun’.
KJV: ‘Write the things which thou hast seen, and the things which are, and the things which shall be hereafter’ (= Tuliskanlah hal-hal yang telah kaulihat, dan hal-hal yang ada sekarang, dan hal-hal yang akan ada setelah ini).
NIV: ‘Write, therefore, what you have seen, what is now and what will take place later’ (= Karena itu, tuliskanlah apa yang telah kaulihat, apa yang ada sekarang dan apa yang akan terjadi setelahnya).
RSV dan NASB menterjemahkan seperti KJV dan NIV.
Ayat ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes disuruh untuk menuliskan apa yang telah dilihatnya (lampau), apa yang sedang dilihatnya (sekarang), dan apa yang akan dilihatnya (akan datang).
2) Pertentangan tentang ay 19 ini.
Ada orang-orang yang menafsirkan bahwa ‘apa yang telah kaulihat’ (lampau) menunjuk pada Wah 1; ‘apa yang ada sekarang’ (sekarang) menunjuk pada Wah 2-3; dan ‘apa yang akan terjadi setelah ini’ (akan datang) menunjuk pada Wah 4-dst.
Tetapi ada yang menentang penafsiran ini, karena mereka tidak mau menimbulkan kesan bahwa Wah 2-3 harus terjadi dahulu dan baru setelah itu Wah 4-dst.
Tetapi saya berpendapat bahwa ay 19 ini hanya memberikan chronology penglihatan, bukan chronology penggenapan / terjadinya penglihatan itu. Jadi, sekalipun rasul Yohanes mendapat penglihatan tentang Wah 2-3 lebih dulu dari Wah 4-dst, tetapi dalam penggenapannya / terjadinya penglihatan itu bisa saja ada hal-hal dalam Wah 4-dst yang terjadi lebih dulu dari hal-hal dalam Wah 2-3.
Ay 20: “Dan rahasia ketujuh bintang yang telah kaulihat pada tangan kananKu dan ketujuh kaki dian emas itu: ketujuh bintang itu ialah malaikat ketujuh jemaat dan ketujuh kaki dian itu ialah ketujuh jemaat.’”.
1) ‘rahasia’.
Homer Hailey:
“In the New Testament the word ‘mystery’ describes the purpose and plan of God for human redemption, formulated in His own mind after the counsel of His will, closely guarded by Himself and neither known nor understood by man until revealed and made known by the Lord” (= Dalam Perjanjian Baru kata ‘misteri’ menggambarkan rencana Allah untuk penebusan umat manusia, dirumuskan dalam pikiranNya menurut rencana kehendakNya, dijaga dengan teliti olehNya sendiri dan tidak diketahui ataupun dimengerti oleh manusia sampai hal itu dinyatakan dan diberitahukan oleh Tuhan) - hal 114.
2) ‘Tujuh bintang’ menunjuk kepada ‘malaikat ke tujuh jemaat’.
Tetapi apa yang dimaksud dengan ‘malaikat jemaat / gereja’ itu? Ada ber-macam-macam penafsiran yaitu:
a) Orang yang dikirim kepada Yohanes untuk mengetahui keadaannya.
b) Karakter rohani, keadaan batin dari gereja.
c) Malaikat penjaga gereja.
Tetapi dalam Wah 2:1,8,12,18 Wah 3:1,7,14 dikatakan bahwa rasul Yohanes diperintahkan untuk menulis surat kepada ‘malaikat jemaat / gereja’ itu, dan karena itu tidak masuk akal kalau ini menunjuk kepada malaikat. Keberatan ini juga bisa diterapkan pada penafsiran pertama dan kedua di atas.
d) Pimpinan gereja, khususnya pemberita Firman Tuhan dalam gereja.
Perlu diingat bahwa baik kata bahasa Ibrani MALAKH maupun kata bahasa Yunani ANGGELOS bisa diartikan ‘angel / malaikat’ atau ‘mes-senger / utusan’. Misalnya: Mal 3:1 kata MALAKH diterjemahkan ‘utusan’ dan ditujukan kepada Yohanes Pembaptis.
Herman Hoeksema:
“... the minister of the Word of God. They are called ‘angels’ simply because they are God’s servants and messengers. And they are symbolized in stars, not because the churches receive their light only and absolutely from them, but because it is the Lord’s good pleasure to enlighten and instruct His church in the world through their ministry. Through them especially it pleases Christ to preach and to preserve His Word” (= ... pelayan Firman Allah. Mereka disebut ‘malaikat’ karena mereka adalah pelayan dan utusan Allah. Dan mereka disimbolkan dengan bintang, bukan karena gereja-gereja menerima terang mereka hanya dari mereka secara mutlak, tetapi karena merupakan kesenangan Tuhan untuk menerangi dan mengajar gerejaNya dalam dunia melalui pelayanan mereka. Merupakan sesuatu yang memperkenan Kristus untuk mengkhotbahkan dan memelihara FirmanNya khususnya melalui mereka) - hal 41-42.
Saya memegang penafsiran yang terakhir (d).
3) Tujuh bintang itu ada pada tangan Kristus (bdk. 2:1).
a) Herman Hoeksema:
“you cannot separate these ‘stars’ from Christ. He holds them in His right hand. Without Him they are nothing. Unless Christ Himself works through them, they cannot function. Only when Christ, as the Chief Prophet, speaks His Word, can there be preaching” (= engkau tidak dapat memisahkan ‘bintang-bintang’ ini dari Kristus. Ia memegang mereka di tangan kananNya. Tanpa Dia, mereka bukan apa-apa. Kecuali Kristus sendiri bekerja melalui mereka, mereka tidak dapat berfungsi. Hanya pada waktu Kristus, sebagai Kepala Nabi, menyampai-kan FirmanNya, maka di sana bisa ada suatu khotbah) - hal 42.
Penerapan:
Karena itu banyaklah berdoa untuk hamba Tuhan / pendeta / pengkhot-bah, baik dalam persiapan mereka maupun dalam penyampaian Firman yang mereka lakukan, supaya Tuhan betul-betul memakai mereka untuk menyampaikan FirmanNya.
b) Pulpit Commentary:
“In his right hand seven stars, holding those who have the place of responsi-bility in his Church, in the place of security, honour, and renown. The over-seers of the Churches are Christ’s special care” (= Dalam tangan kananNya ada ketujuh bintang, memegang mereka yang mempunyai tempat tanggung jawab dalam gerejaNya dalam tempat aman, terhormat, dan terkenal. Peni-lik / pengawas / penatua gereja merupakan perhatian khusus dari Kristus) - hal 16.
Penerapan:
Kata-kata ini mungkin menyenangkan untuk saudara yang adalah seorang penatua / penilik jemaat / majelis. Tetapi ingat bahwa harus ada timbal baliknya. Majelis / penilik jemaat / penatua juga harus ikut Kristus dan melayani Kristus dengan sungguh-sungguh!
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America