EKSPOSISI KITAB WAHYU 3:1-22 (SARDIS, FILADELFIA DAN LAODIKIA)

Pdt.Budi Asali,M.Div.
EKSPOSISI KITAB WAHYU 3:1-22

WAHYU 3:1-6
SURAT KEPADA JEMAAT / GEREJA SARDIS


Setelah mempelajari 4 gereja dalam Wahyu 2, Herman Hoeksema menyimpulkan dan berkata sebagai berikut:

“We may say indeed, therefore, that there is a good deal of light in the picture of the church as we have studied her thus far, but also much darkness. And one who expects the church to be perfect in the world may well learn a lesson from the seven-fold picture of the church which we find in the Book of Revelation” (= Karena itu, kita memang bisa berkata bahwa ada banyak terang dalam gambaran dari gereja yang telah kita pelajari sejauh ini, tetapi juga ada banyak kegelapan. Dan seseorang yang mengharapkan gereja yang sempurna dalam dunia bisa belajar dari gambar dengan 7 segi tentang gereja yang kita dapatkan dalam Kitab Wahyu) - hal 111.


Catatan: untuk gereja Smirna, yang tidak dicela apapun oleh Yesus, Hoeksema berkata sebagai berikut: “she receives no rebuke from the Lord. She was spiritually rich. Her dark side consisted in this, that she was the church in tribulation: she was poor and held in disrepute by the world about her” (= ia tidak menerima celaan dari Tuhan. Ia kaya secara rohani. Sisi gelapnya terdiri dari ini, bahwa ia adalah gereja dalam kesukaran / kesengsaraan: ia miskin dan dianggap hina / tidak dihormati oleh dunia di sekitarnya) - hal 111.


Ia menambahkan lagi: “We must call attention to three more of the churches in Asia Minor to whom the Lord addressed letters. Nor does the picture of the church in the world become brighter in these three letters. If we would expect, perhaps, that the Lord so arranged the order of these letters to the seven churches that the picture gradually becomes brighter, we will certainly meet with disappointment” (= Kita harus memperhatikan 3 gereja lagi di Asia Kecil kepada siapa Tuhan menujukan suratNya. Gambaran gereja dalam dunia tidak menjadi lebih terang dalam ketiga surat ini. Jika kita mengharapkan bahwa Tuhan mengatur urut-urutan dari surat-surat kepada ke 7 gereja ini sedemikian rupa sehingga gambarannya menjadi makin terang secara bertahap, kita pasti akan kecewa) - hal 111.


Wahyu 3:1: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!”

  

1) ‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis’.


a) Kota Sardis.

Leon Morris (Tyndale): “Sardis was an active commercial city and very wealthy. ... The city’s easy wealth seems to have made for slackness. It was captured by Cyrus the Persian (549 BC) and by Antiochus (218 BC), both times because of its slackness. The city was built on a hill so steep that its defences seemed impregnable. On both occasions enemy troops scaled the precipice by night and found that the over-confident Sardians had set no guard” [= Sardis dulunya adalah kota perdagangan yang aktif dan sangat kaya. ... Kemudahan utk mendapatkan kekayaan dari kota ini kelihatannya telah menimbulkan kemalasan / kelalaian. Kota ini direbut oleh Koresy, raja Persia (549 S.M.), dan oleh Antiochus (218 S.M.), dan keduanya terjadi karena kemalasan / kelalaian. Kota ini dibangun di atas sebuah bukit yang begitu terjal sehingga pertahanannya kelihatannya tak dapat dikalahkan. Dalam kedua peristiwa itu pasukan musuh mendaki tebing yang curam pada malam hari dan menemukan bahwa orang-orang Sardis yang terlalu percaya diri itu tidak menempatkan penjaga] - hal 75.


Penerapan: kalau saudara cepat mendapatkan kekayaan / nilai yang bagus di sekolah, atau kalau saudara adalah anak orang kaya sehingga mudah untuk mendapatkan uang, atau kalau saudara mempunyai karunia yang hebat sehingga mudah berhasil dalam pelayanan, janganlah hal itu menyebabkan saudara menjadi malas! Ingat bahwa makin banyak yang saudara miliki, makin banyak saudara dituntut (Luk 12:47-48  Mat 25:14-30).


b) Gereja Sardis.

John Stott: “Nothing is known of the origins of the church in Sardis, nor of its early growth, except what may be gathered from this epistle” (= Tidak ada yang diketahui tentang asal usul dari gereja di Sardis, ataupun tentang pertumbuhannya yang mula-mula, kecuali apa yang bisa dikumpulkan dari surat ini) - hal 84.


2) ‘Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu’.

Istilah ‘7 roh’ menunjuk kepada Roh Kudus. Ini telah dibahas pada waktu membahas Wah 1:4, dan karena itu tidak akan diulang di sini. Kalau dikatakan bahwa Yesus memiliki Roh Kudus, itu bukan sebagai seseorang yang menerimaNya dari Bapa, tetapi sebagai seseorang yang dapat memberikan Roh Kudus itu.

Pulpit Commentary: “a Church sunk in spiritual deadness specially needs such a gift” (= sebuah Gereja yang tenggelam dalam kematian rohani secara khusus membutuhkan pemberian seperti ini) - hal 107.


3) ‘Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!’.

Ini tak berarti mereka bukanlah gereja dalam pandangan Tuhan. Bahwa gereja ini tidak betul-betul mati terlihat dari ay 2-3.

Ada gereja mati / jelek yang betul-betul terlihat sebagai gereja yang mati / jelek. Tetapi tidak demikian dengan gereja ini.

Pulpit Commentary: “Laodicea deceived herself, thinking she was rich; but it is not said she deceived others. This Church, Sardis, did deceive others; she was reckoned by them to be really living, though in fact she was dead; and very probably she had deceived herself also” (= Laodikia menipu dirinya sendiri, mengira bahwa ia kaya; tetapi tidak dikatakan bahwa ia menipu orang lain. Gereja ini, Sardis, menipu orang lain; ia dianggap oleh mereka sebagai betul-betul hidup, sekalipun sesungguhnya ia mati; dan sangat mungkin ia juga menipu dirinya sendiri) - hal 125.

William Hendriksen: “Sardis enjoyed a good reputation but it did not deserve this reputation” (= Sardis menikmati reputasi yang baik tetapi ia tidak layak menerima reputasi ini) - hal 73.

Steve Gregg: “this is one of the two churches (Laodicea being the other) which receives no commendation from the Lord. The only thing good about the church as a whole (not considering

the remnant of overcomers, vv. 4-5) was its reputation. The church had a name that it was alive, but in this respect was greatly overrated” [= ini adalah satu dari dua gereja (yang satunya adalah Laodikia) yang tidak menerima pujian dari Tuhan. Satu-satunya hal yang baik tentang gereja ini secara keseluruhan (tanpa mempertimbangkan sisa yang menang, ay 4-5) adalah reputasinya. Gereja ini terkenal hidup, tetapi dalam hal ini dinilai sangat terlalu tinggi] - hal 73.


Penerapan: karena itu jangan memandang suatu gereja hanya karena reputasinya. Apa gunanya mempunyai reputasi yang baik di hadapan manusia, kalau Tuhan menganggapnya mati?


Bagaimana kira-kira ciri-ciri gereja Sardis ini?


Herman Hoeksema mengatakan bahwa pertama-tama pendeta gereja Sardis ini adalah pendeta yang ‘mati’, yang tidak mempunyai penyerahan diri. Ia tidak belajar Kitab Suci. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar Kitab Suci / mempersiapkan khotbah ia habiskan dengan keluarganya atau teman-temannya, sehingga pada waktu ia naik ke mimbar pada hari Minggu, ia tidak mempunyai berita dari Tuhan. Khotbahnya tidak ada isinya, dan diberitakannya tanpa semangat yang muncul dari keyakinan. Pada waktu Ia mengakhiri khotbahnya dengan kata ‘Amin’, ia merasa senang bahwa khotbah itu telah berakhir. Ia juga tidak banyak berdoa. Ia tidak mempedulikan jemaatnya, tidak menghibur yang sedih / menderita, tidak mencari yang hilang. Ia tidak mempunyai semangat pelayanan, tetapi malas dan acuk tak acuh. Ia mencintai keduniawian, kesenangan dan kemewahan. 


Kedua, jemaat gereja Sardis sama ‘mati’nya seperti pendetanya. Daging mendominasi gereja Sardis. Mereka tidak peduli dengan Kerajaan Allah, mereka tidak belajar Kitab Suci dan tidak peduli dengan Kitab Suci maupun doktrin-doktrin, tidak berdoa setiap hari. Banyak dari jemaat yang tidak hadir dalam kebaktian, dan banyak jemaat yang hilang sama sekali. Mereka tidak mengaku dosa, tidak memberitakan Injil sehingga dunia hampir-hampir tidak tahu kalau ada gereja di Sardis, tidak mengajar anak-anak mereka supaya percaya kepada Kristus, tidak mempunyai kesabaran dalam menderita bagi Kristus, dan tidak mengasihi Allah maupun sesama saudara seiman.


Saya berpendapat bahwa apa yang dikatakan oleh Herman Hoeksema ini keterlaluan. Kalau gereja Sardis itu betul-betul begitu jeleknya, bagaimana mungkin mereka bisa mempunyai reputasi yang baik?


Gereja Sardis mempunyai reputasi sebagai gereja yang baik. Jadi, saya lebih condong untuk berpendapat bahwa gereja ini adalah gereja yang besar, dan juga merupakan gereja yang bertumbuh dalam hal jumlah, dan merupakan gereja yang aktif. Mungkin sekali gereja itu mempunyai pendeta yang kelihatannya penuh kasih dan rajin, penyanyi-penyanyi yang hebat, paduan suara yang besar dan hebat, alat musik yang baik, dan pujian jemaat yang baik. Jemaat mau memberikan persembahan yang banyak dan aktif dalam pelayanan, sehingga tidak ada kekurangan uang atau tenaga pelayanan. Ditinjau dari sudut pengajaran dan iman, di gereja ini tidak ada ajaran Bileam, Nikolaus maupun Izebel, seperti di gereja-gereja di Pergamus dan Tiatira.


Lalu apa yang menyebabkan gereja ini mati dalam pandangan Tuhan?


a) Dari Wahyu 3: 4 secara implicit terlihat bahwa sebagian besar dari jemaat telah mencemarkan pakaiannya, yang menunjukkan bahwa dosa sudah masuk ke gereja ini. Ada yang berpendapat bahwa dosa ini adalah dosa perzinahan yang sangat umum di kota itu pada saat itu. Stott berkata bahwa dosa ini pastilah tidak semenyolok dosa gereja Tiatira yang mengikuti bujukan Izebel, karena kalau demikian maka mereka pasti tidak bisa mempertahankan reputasi baik mereka.

John Stott: “So this death was dirt. Sin has crept into the church, less openly than in the case of Jezebel party in Thiatira, but its defiling influence had not been missed by the holy eyes of Christ” (= Jadi kematian ini adalah kotoran. Dosa telah masuk ke dalam gereja, tidak secara terbuka seperti dalam kasus golongan Izebel di Tiatira, tetapi pengaruh mengotorinya tidak luput dari mata yang kudus dari Kristus) - hal 86.


b) Kemunafikan (Yes 29:13  Mat 23:5,27-28  2Tim 3:5).

Rasanya, supaya suatu gereja yang tidak baik bisa mempunyai reputasi yang baik, harus ada kemunafikan.


c) Hilangnya motivasi mula-mula.

Steve Gregg: “Once a church has a good reputation in the public eye, it is possible to mechanically continue in the same activities but lose the original motivation that made it great. The incentive to good works can shift from a desire to serve and please God to simply a desire to maintain the good public face that the church has come to enjoy” (= Sekali suatu gereja mendapatkan reputasi yang baik di mata umum, adalah mungkin untuk secara mekanis meneruskan aktivitas yang sama tetapi kehilangan motivasi mula-mula yang membuatnya besar. Dorongan / motivasi untuk perbuatan baik bisa bergeser dari suatu keinginan untuk melayani dan menyenangkan Allah kepada sekedar suatu keinginan untuk mempertahankan penampilan umum yang baik yang telah dinikmati oleh gereja) - hal 73.


d) Ada yang berpendapat bahwa tidak adanya permusuhan dari luar maupun perpecahan / penyesatan di dalam menyebabkan gereja ini menjadi seperti ini.

Homer Hailey: “Part of the problem may have been that there was no strong opposition, for meeting vigorous opposition develops character” (= Bagian dari problem bisa karena di sana tidak ada permusuhan yang kuat, karena menghadapi permusuhan yang hebat mengembangkan / menghasilkan karakter / moral yang kuat) - hal 145.

Pulpit Commentary: “it is possible that this deadness was a result of the absence of internal enemies” (= adalah mungkin bahwa kematian ini merupakan akibat / hasil dari tidak adanya musuh di dalam) - hal 107.


Tetapi ada yang tidak setuju dengan ini, karena mereka berpendapat sebaliknya. Karena gereja ini adalah gereja yang begitu jelek, maka setan tidak merasa perlu menyerangnya baik dari luar maupun dari dalam.


Pulpit Commentary: “We do not read of any opposition or tribulation of any kind that the Church at Sardis had to meet; - it was dead. And neither Satan nor any of his hosts will care to disturb either a dead Church or a dead pastor. Nothing would better please the powers of evil than to see a Church falling to pieces because there was no spirit to keep the bodily framework together!” (= Kita tidak membaca tentang permusuhan atau kesengsaraan dari jenis apapun yang harus dihadapi oleh gereja Sardis; gereja itu mati. Dan baik Setan maupun pasukannya tidak mau mengganggu sebuah gereja yang mati atau seorang pendeta yang mati. Tidak ada apapun yang lebih menyenangkan kuasa kejahatan dari pada melihat sebuah gereja hancur berkeping-keping karena di sana tidak ada semangat untuk menjaga kerangka tubuhnya untuk tetap bersatu!) - hal 119.


Robert H. Mounce (NICNT): “Like the fig tree of Matthew 21:19 it had leaves but no fruit. Caird calls Sardis ‘a perfect model of inoffensive Christianity’” (= Seperti pohon ara dari Mat 21:19 Sardis mempunyai daun tetapi tidak mempunyai buah. Caird menyebut Sardis ‘model yang sempurna tentang kekristenan yang tidak menyerang / menyakitkan hati’) - hal 109-110.


Catatan: bagian yang dikutip oleh Mounce dari Caird ini mungkin menunjukkan bahwa pemberitaan Firman dalam gereja ini tidak menegur dosa, dan gereja ini tidak pernah memberitakan Injil, apalagi menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan, karena hal-hal inilah yang biasanya dianggap ‘menyerang’ / ‘menyakitkan hati’. Tidak adanya hal ini menyebabkan setan merasa tidak perlu menyerang mereka, dan gereja ini mengalami ‘damai’, tetapi itu adalah damai seperti kuburan.


William Hendriksen: “Neither the Jews nor the Gentiles seem greatly to have troubled the people of Sardis. Sardis was a very ‘peaceful’ church. It enjoyed peace, but it was the peace of the cemetery!” (= Baik Yahudi maupun non Yahudi tidak kelihatan sangat mengganggu jemaat Sardis. Sardis adalah gereja yang sangat ‘damai’. Ia menikmati damai, tetapi itu adalah damai dari suatu pekuburan) - hal 73.


Geoffrey B. Wilson: “No external opposition or internal heresy disturbed the church, which was as peaceful as the grave” (= Tidak ada permusuhan di luar atau penyesatan di dalam yang mengganggu gereja, yang sama damainya seperti kuburan) - hal 41.


e) Seorang penafsir mengatakan bahwa kemakmuran lahiriah sangat memungkinkan untuk menjadikan suatu gereja mengalami kondisi seperti gereja Sardis ini. Perlu diingat bahwa kemakmuran lahiriah sering mengakibatkan kecintaan pada uang dan hal-hal duniawi.

James B. Ramsey: “This is a most sad and perilous condition for any church to be found in; and yet it is a very frequent state of churches outwardly prosperous” (= Ini adalah kondisi yang paling menyedihkan dan membahayakan bagi gereja manapun yang ada di dalamnya; tetapi seringkali ini merupakan keadaan dari gereja-gereja yang makmur secara lahiriah) - hal 165.

James B. Ramsey: “Let every church standing high in the estimation of others, and prosperous in her external circumstances, remember that while men are praising, Christ may be frowning, and His judgments impending, as a thief in the night. Human eyes may detect no flaw, where the eye of Jesus sees only death” (= Biarlah setiap gereja yang menonjol dalam penilaian orang lain, dan makmur dalam keadaan lahiriahnya, mengingat bahwa sementara manusia sedang memuji, Kristus bisa mengerutkan dahi, dan peng-hakimanNya sedang mendekat, seperti seorang pencuri pada waktu malam. Mata manusia bisa tidak mendeteksi adanya cacat, dimana mata Kristus hanya melihat kematian) - hal 166.


f) Reputasi baiknya membuat gereja ini tidak mencurigai penyakitnya, sehingga makin lama makin berat.

James B. Ramsey: “Such a church is asleep, and all its fancied prosperity is but the dreams of the spiritual sleeper. Such a soul never once seriously suspects its real condition, or if at any time a fear arises, it is quickly repelled by the thought of its unstained Christian reputation. This insensibility is the most alarming feature of this condition” (= Gereja seperti itu sedang tidur, dan semua kemakmuran yang dikhayalkan hanyalah merupakan mimpi dari orang yang tidur secara rohani. Jiwa seperti itu tidak pernah sekalipun mencurigai secara serius kondisinya yang sesungguhnya, atau jika pada suatu saat ada rasa takut yang muncul, itu dengan cepat ditolak oleh pikiran tentang reputasi kristennya yang tak bercacat. Ketidakpekaan ini merupa-kan ciri yang paling menguatirkan dari kondisi ini) - hal 167.


g) Saat Teduh saya tanggal 26 September yang lalu menunjukkan bagaimana seseorang bisa kelihatannya hidup padahal mati.

John Henry Jowett: “MY LORD AS MY BREAD. John 6:26-35. Our life’s bread is a Person. We may have much to do with Christianity and nothing to do with Christ. The other day I was in a great and wonderful bakery, but I never ate or touched a morsel of bread. I touched the machinery. I was absorbingly interested in the processes, but I ate no bread! And I may be deeply interested in the means of grace, I may be familiar with all ‘the ins and outs’ of ecclesiastical machinery, and I may never handle or taste ‘the bread of God.’ Our religion is dead and burdensome until it becomes a personal relation, and we have vital communion with Christ. ‘Thou, O Christ, art all I want.’ We find everything in Him. Everything else is preliminary, preparatory, subordinate, and to be in the long run dropped and forgotten. A ritual is only a way to ‘the bread,’ and by no means essential, and very often undesirable. The heart can find the Lord with a look, with a cry, and needs no obtrusion of ritual or priest. But how pathetic! To be contented to potter about among the ritual and never to find the Bread! To be in the house and never to see the Host! ‘Ye search the Scriptures ... and ye will not come to Me.’” [= TUHANKU SEBAGAI ROTIKU. Yoh 6:26-35. Roti dari kehidupan kita adalah seorang Pribadi. Kita bisa mempunyai banyak urusan / hubungan dengan kekristenan tetapi sama sekali tidak mempunyai urusan / hubungan dengan Kristus. Suatu hari saya berada di toko / perusahaan roti yang besar dan hebat, tetapi saya tidak pernah memakan atau menyentuh sepotong rotipun. Saya menyentuh mesin-mesinnya. Saya sangat tertarik dengan proses pembuatan roti itu, tetapi saya tidak memakan rotinya! Dan saya bisa sangat tertarik pada cara / jalan / alat dari kasih karunia, saya bisa saja akrab dengan ‘seluk beluk’ dari mesin-mesin kegerejaan, tetapi saya tak pernah memegang atau mencicipi / merasakan ‘roti Allah’. Agama kita mati dan menjadi beban sampai / kecuali itu menjadi suatu hubungan pribadi, dan kita mempunyai hubungan / persekutuan yang hidup dengan Kristus. ‘Engkau, ya Kristus, adalah semua yang aku inginkan’. Kita mendapatkan segala sesuatu di dalam Dia. Segala sesuatu yang lain adalah pendahuluan, persiapan, lebih rendah tingkatnya, dan pada akhirnya dijatuhkan dan dilupakan. Upacara hanyalah merupakan jalan kepada ‘roti’, dan sama sekali tidak merupakan hal yang sangat penting, dan seringkali tidak diinginkan. Hati bisa menemukan Tuhan dengan suatu pandangan, dengan suatu jeritan, dan tidak membutuhkan penonjolan diri / pemunculan dari upacara atau imam. Tetapi alangkah menyedihkannya! Puas / senang untuk berada (?) di antara upacara dan tidak pernah menemukan roti. Ada di dalam rumah dan tidak pernah melihat Tuan rumah! ‘Kamu menyelidiki Kitab Suci ... namun kamu tidak mau datang kepadaKu’] - ‘Springs of Living Water’, September 26.

Catatan: bagian terakhir dikutip dari Yoh 5:39-40.


Jelas bahwa jaman sekarang ada banyak gereja yang kondisinya seperti gereja Sardis. Apakah gereja saudara sendiri juga seperti itu? Mungkin kutipan di bawah ini bisa membantu saudara dalam menganalisa gereja saudara sendiri.


Theodore H. Epp: “Ada seorang yang berkata bahwa kita dapat mengetahui kepopuleran sebuah gereja dengan melihat berapa banyak orang yang hadir dalam kebaktian pada hari Minggu pagi. Mereka yang hadir dalam kebaktian sore hari menunjukkan kepopuleran si pengkhotbah di gereja itu. Dan kepopuleran Tuhan dapat diketahui dari jumlah anggota yang hadir dalam kebaktian doa pada pertengahan minggu- hal 85-86.

Catatan: Orang ini berbicara sesuai dengan kontex Amerika, dimana kebaktian pagi / siang sajalah yang dianggap sebagai betul-betul suatu kebaktian. Kebaktian sore biasanya sangat tidak formil (semacam persekutuan), dan yang hadir jauh lebih sedikit dari kebaktian pagi.


Penerapan: bukan hanya persekutuan doa hari Kamis yang perlu diperhatikan, tetapi juga acara doa syafaat dalam Kebaktian Minggu. Saya mendengar ada chairman yang kalau acara doa syafaat dalam kebaktian, tidak ikut doa dan bahkan ngobrol.


Bagaimana membetulkan gereja seperti gereja Sardis ini?

William Hendriksen: “Sardis was sinking into spiritual stupor. This explains Christ’s self-description: ‘the One who has the seven - life-giving - spirits.’ He also has in His right hand the seven stars. By means of the ministers of the Word and their message the life-giving spirits are able to revive a dead church” (= Sardis sedang tenggelam ke dalam keadaan pingsan secara rohani. Ini menjelaskan penggambaran Kristus tentang diriNya sendiri: ‘yang memiliki ketujuh Roh, yang memberi hidup’. Di tanganNya Ia juga mempunyai ketujuh bintang. Melalui para pelayan Firman dan pemberitaan mereka, Roh pemberi hidup itu bisa menghidupkan gereja yang mati) - hal 73.

Jadi, Roh Kudus dan Pendeta yang memberitakan Firman Tuhan, ini meru-pakan 2 hal yang dibutuhkan untuk membangunkan gereja yang mati / tidur!


Wahyu 3: 2: “Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan AllahKu”.


1) ‘Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati’.


a) Terjemahan.

Kata ‘bangunlah’ oleh KJV diterjemahkan ‘berjaga-jagalah’. Kata Yunani yang kata dasarnya sama dengan di sini, muncul lagi dalam ay 3, dimana Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘berjaga-jaga’. Mungkin dalam ay 2 ini diterjemahkan ‘bangunlah’ (KS Indonesia, NIV, NASB, RSV), karena dihubungkan dengan kata ‘mati’ pada akhir ay 1.


b) Kata ‘bangunlah / berjaga-jagalah’ cocok untuk gereja yang ada di kota yang sudah 2 x dikalahkan musuh karena tidak berjaga-jaga (secara jasmani).

Penerapan: memang seringkali hal-hal jasmani / duniawi mempunyai persamaan dengan hal-hal rohani, seperti:

  • kalau kita pernah tertipu dalam hal jasmani / duniawi, maka kita harus sadar bahwa itu juga bisa terjadi dalam dunia rohani, dan karena itu kita harus berjaga-jaga dalam hal-hal rohani.

  • kalau kita pernah mengalami kekurangan makanan secara jasmani, dan itu lalu menimbulkan problem-problem kesehatan, maka kita harus sadar bahwa hal yang sama bisa terjadi secara rohani, dan karena itu kita harus berusaha untuk mendapatkan makanan rohani yang sehat dan cukup.


c) Bagian ini menunjukkan bahwa Sardis tidak betul-betul mati.

James B. Ramsey: “But bad as things were in Sardis, it was still a true church. Though the deadness was real and pervasive and paralyzing, it was not yet complete death. Some things remained, though even these were ready to die” (= Tetapi sekalipun hal-hal di Sardis begitu jelek, ia tetap merupakan gereja yang benar. Sekalipun kematiannya adalah nyata dan meresap dan melumpuhkan, tetapi itu belumlah kematian yang lengkap. Beberapa hal masih tertinggal, sekalipun hal-hal inipun juga hampir mati) - hal 167.

Catatan: istilah ‘true church’ (= gereja yang benar) bukan berarti gereja yang bagus. Maksudnya gereja itu tetap masih merupakan gereja di hadapan Tuhan.


d) Bagian ini menunjukkan bahwa jemaat gereja Sardis mempunyai tanggung jawab untuk membetulkan hal-hal yang jelek dalam diri / gereja mereka. Memang dalam Yes 42:3a dikatakan “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya”, yang menunjukkan bahwa Kristus tidak akan membuang orang kristen yang sejati yang mundur, tetapi sebaliknya menolongnya / mengangkatnya. Tetapi itu tidak berarti bahwa orang kristen yang patah terkulai / pudar nyalanya itu boleh bersikap pasif.


Renungkanlah hal-hal di bawah ini.

1. Kebaktian.

  • ketepatan waktu / tidak terlambat.

  • kerajinan berbakti.

  • kesungguhan / kekhidmatan dalam berbakti.

  • kesungguhan dalam menyanyi.

2. Firman Tuhan.

  • cara mendengar Firman Tuhan.

  • kehadiran dalam Pemahaman Alkitab.

  • Saat Teduh.

  • baca makalah / dengar cassette.

3. Doa.

  • doa pribadi.

  • persekutuan doa.

  • doa syafaat dalam kebaktian. 

4. Pelayanan.

  • pemberitaan Injil.

  • mengajak orang ke gereja.

  • keseriusan, beban, komitmen dalam pelayanan saudara.

  • bezoek.

5. Kasih.

  • Kepada Tuhan.

  • Kepada sesama manusia (saudara seiman / orang kafir).

6. Iman.

  • tidak kuatir dalam menghadapi problem / bahaya.

  • keyakinan pada Ro 8:28.

7. Persembahan.

  • persembahan persepuluhan.

  • persembahan biasa.

  • persembahan untuk Pembangunan Gedung Gereja.

8. Bersyukur dan memuji Tuhan.

9. Damai dan sukacita dalam hidup.

10. Pengudusan.

Hal-hal yang mana yang dulu saudara baik sekarang tidak, dan hal-hal yang mana yang dari dulu sampai sekarang saudara tidak pernah baik. Maukah saudara memperbaiki hal-hal itu?


2) ‘sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan AllahKu’.


a) Apa artinya kalau dikatakan bahwa pekerjaan mereka tidak sempurna?

James B. Ramsey: “‘Perfect’ here cannot mean sinless perfection, the want of which could not be evidence of spiritual death. It means, ‘filled up,’ ‘completed;’ their works were wanting in some essential element to make them what they professed to be” (= ‘Sempurna’ di sini tidak bisa berarti kesempurnaan tanpa dosa, karena kekurangan dalam hal itu tidak bisa merupakan bukti dari kematian rohani. Kata itu berarti ‘dipenuhi’, ‘lengkap’; pekerjaan mereka kekurangan beberapa eleman yang hakiki / penting yang membuat mereka sesuai dengan namanya) - hal 166.

Contoh:

  • persembahan tanpa kerelaan / kasih, namanya sebetulnya bukan lagi persembahan.

  • pelayanan yang dilakukan untuk menunjukkan betapa rohaninya dirinya sendiri, atau yang dilakukan dengan terpaksa, atau yang dilakukan dengan asal-asalan, sama sekali tidak bisa disebut sebagai pelayanan.


b) Pekerjaan mereka tidak sempurna di hadapan Allah.

Theodore H. Epp: “Allah tidak dapat ditipu atau dipengaruhi oleh perbuatan lahiriah yang kita lakukan. Ia mengetahui hati kita dan Ia juga mengetahui bahwa sejumlah besar aktivitas-aktivitas Kristen masa kini sebenarnya kosong belaka dan tidak berarti sama sekali” - hal 89.

Leon Morris (Tyndale): “This church may have pleased men, but it did not please God” (= Gereja ini mungkin telah menyenangkan orang, tetapi ia tidak menyenangkan Allah) - hal 76.

Bandingkan dengan kata-kata Paulus dalam 1Kor 4:3a,4b - “Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. ... Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan”.


c) Bagian ini menunjukkan bahwa Yesus mencari sesuatu dalam hidup kristen kita.

William Barclay: “Christ is looking for something from us. We so often regard him as the one to whom we look for things; for his strength, his help, his support, his comfort. But we must never forget that he is looking for our love, our loyalty and our service” (= Kristus sedang mencari sesuatu dari kita. Kita begitu sering menganggap Dia sebagai seseorang dari siapa kita mencari hal-hal; seperti kekuatanNya, pertolonganNya, topanganNya, penghiburanNya. Tetapi kita tidak pernah boleh lupa bahwa Ia sedang mencari kasih kita, kesetiaan kita dan pelayanan kita) - hal 119.

Bandingkan dengan Mat 21:18-19 dimana Yesus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah. Juga dengan perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah dalam Luk 13:6-9. Maukah saudara berusaha untuk menghasilkan buah, yang dicari oleh Kristus dari kehidupan saudara itu?


Dari ay 1-2 ini terlihat betapa brengseknya gereja Sardis ini. Karena itu saya berpendapat bahwa adalah suatu kegilaan untuk mengatakan bahwa gereja Sardis ini menyimbolkan gereja pada jaman Reformasi (Mulai Luther sampai Wesley), seperti yang dikatakan oleh William R. Newell.


Ay 3: “Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu”.


1) ‘Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya’.


a) Apa / siapa yang dimaksudkan oleh bagian ini?


1. Kebanyakan orang mengatakan bahwa bagian ini menunjuk kepada Injil. Jadi mereka harus mengingat saat pertama mereka mendengar dan menerima Injil. Pada saat itu ada semangat dan sukacita dalam hati mereka, yang menyebabkan mereka berkobar-kobar dalam memberitakan Injil tersebut kepada orang lain.


2. Tetapi John Stott (hal 92) beranggapan bahwa ini bukan menunjuk kepada Injil saja, tetapi menunjuk kepada Roh Kudus.

John Stott: “Was it simply the word of God, the gospel? I think not. Sound doctrine alone cannot reclaim a church from death. Orthodoxy can sometimes itself be dead. They had received more than the gospel. They had received the Holy Spirit” (= Apakah itu hanya sekedar firman Allah, Injil? Saya kira tidak. Doktrin / ajaran yang sehat saja tidak bisa mendapatkan kembali suatu gereja dari kematian. Keorthodoxan itu sendiri kadang-kadang bisa adalah kematian. Mereka telah menerima lebih dari Injil. Mereka telah menerima Roh Kudus) - hal 92.


John Stott: “That this is the right interpretation is suggested by the first verse of the epistle. Here Christ describes Himself as the One who has the seven spirits of God and the seven stars (v. 1). In every epistle the introductory description which He gives of Himself is suited to the condition of the particular church addressed. There is no reason to suppose that the letter to Sardis is an exception to this rule” [= Bahwa ini merupakan penafsiran yang benar terlihat dari ayat pertama dari surat ini. Di sini Kristus menggambarkan diriNya sendiri sebagai seseorang yang mempunyai 7 Roh Allah dan 7 bintang (ay 1). Dalam setiap surat penggambaran pendahuluan yang Ia berikan tentang diriNya sendiri disesuaikan dengan kondisi dari gereja tertentu yang dituju. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa surat kepada Sardis ini merupakan perkecualian terhadap peraturan ini] - hal 93.


John Stott: “Now this Spirit of Christ is ‘the Spirit of Life’ (Rom. 8:2). As the Nicene Creed declares, He is both ‘the Lord’ and ‘the Lifegiver’. What other message does a dead or moribund church need to hear? It is the Holy Spirit who can breathe into our formal worship until it comes alive and is real. It is He who can animate our dead works and make them pulsate with life. He can rescue a dying church and make it a living force in the community” [= Roh Kristus ini adalah ‘Roh Kehidupan’ (Ro 8:2). Seperti dinyatakan oleh Pengakuan Iman Nicea, Ia adalah ‘Tuhan’ dan ‘Pemberi hidup’. Berita lain apa yang butuh didengarkan oleh gereja yang mati atau sekarat? Adalah Roh Kudus yang bisa menghembuskan ke dalam ibadah formil / resmi kita sehingga itu menjadi hidup dan nyata. Adalah Dia yang bisa menghidupkan pekerjaan mati kita dan membuatnya berdenyut dengan kehidupan. Ia bisa menolong gereja yang sekarat dan membuatnya sebagai kekuatan yang hidup dalam masyarakat] - hal 94.


John Stott: “Perhaps then there is no more urgent message for twentieth-century Christians than this: ‘Be filled with the Spirit’ (Eph. 5:18). He dwells within you; but does He fill you? You possess Him; but does He possess you? If we would but submit to His sovereign will in daily obedience, and claim His continuous fulness by faith, our Christian life would be lifted to a higher plane and our church life revolutionized” [= Maka mungkin tidak ada berita / pesan yang lebih mendesak untuk orang-orang Kristen abad ke 20 dari pada ini: ‘Hendaklah kamu penuh dengan Roh’ (Ef 5:18). Ia tinggal di dalam kamu; tetapi apakah Ia memenuhi kamu? Kamu memiliki Dia; tetapi apakah Ia memiliki kamu? Jika saja kita mau tunduk pada kehendakNya yang berdaulat dalam ketaatan setiap hari, dan mengclaim kepenuhanNya yang terus-menerus dengan iman, kehidupan Kristen kita akan diangkat ke taraf yang lebih tinggi dan kehidupan gereja kita dirombak ke arah yang lebih baik dengan cepat] - hal 95.


John Stott: “Every day we must renew our repentance and obedience and by faith receive His filling, until we live continuously in an attitude of humble, empty dependence on Him. Only so can Christ’s Church be a living Church. We spend much time planning, but little time praying. We work for God, but seldom wait on God. We think and scheme and organize. We administer great projects and create impressive committees. But we often leave the Holy Spirit out. He has rightly been called the forgotten member of the Trinity. Only when the Church of Christ is filled with the Spirit of Christ can spiritual death be banished and a name for life have any reality behind it” (= Setiap hari kita harus memperbaharui pertobatan dan ketaatan kita dan dengan iman menerima pemenuhanNya, sampai kita hidup terus-menerus dalam suatu sikap ketergantungan yang rendah hati dan kosong kepadaNya. Hanya dengan cara demikian maka Gereja Kristus bisa menjadi gereja yang hidup. Kita menghabiskan banyak waktu untuk merencanakan, tetapi sedikit waktu untuk berdoa. Kita bekerja untuk Allah, tetapi jarang menunggu Allah. Kita berpikir dan merencanakan dan mengorganisir. Kita melakukan / mengurus proyek-proyek yang besar dan menciptakan panitia yang mengesankan. Tetapi kita sering meninggalkan Roh Kudus di luar. Ia secara benar disebut sebagai anggota yang terlupakan dari Tritunggal. Hanya pada waktu Gereja Kristus dipenuhi dengan Roh Kristus maka kematian rohani bisa dibuang dan sebutan hidup mempunyai realita di belakangnya) - hal 95-96.


Dari 2 pandangan di atas saya lebih condong pada pandangan pertama. Alasannya: dalam ay 3 ada kata ‘mendengarnya’, yang rasanya lebih cocok menunjuk pada firman / Injil dari pada menunjuk kepada Roh Kudus. Demikian juga kata-kata selanjutnya yaitu ‘turutilah itu dan bertobatlah’ [Lit: ‘keep and repent’ (= turutilah / peliharalah dan bertobatlah)] rasanya menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah firman / Injil, bukan Roh Kudus. Tetapi kalaupun penafsiran John Stott di atas salah, kata-katanya tentang pentingnya Roh Kudus tetap perlu diperhatikan.


b) Kemiripan nasehat ini dengan nasehat kepada gereja Efesus dalam Wah 2:5.

Nasehat yang diberikan kepada gereja Efesus ini (‘Ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh’ - Wah 2:5) mirip dengan nasehat yang diberikan kepada gereja Sardis (‘ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya’ - Wah 3:3), karena memang ada kemiripan antara kedua gereja ini.


Herman Hoeksema: “In principle there was, no doubt, a good deal of similarity between the two churches. The one had lost her first love; the other had a name that she lived, but was dead. The latter might be considered a further development of the former: for the church which has lost its first love is about to die. ... Both must remember something which they had possessed in the past and had now lost” (= Tidak diragukan lagi bahwa dalam prinsipnya ada persamaan yang cukup besar antara kedua gereja ini. Yang satu telah kehilangan kasih yang pertama; yang lain mempunyai nama / reputasi bahwa ia hidup tetapi sebetulnya ia mati. Yang terakhir bisa dianggap sebagai perkembangan lebih lanjut dari yang terdahulu; karena gereja yang telah kehilangan kasihnya yang pertama akan mati. ... Keduanya harus mengingat sesuatu yang mereka miliki di masa lampau tetapi telah hilang sekarang) - hal 117.


John Stott: “The ascended Lord had told the church of Ephesus to remember (2:5). The Sardian church is told to remember too. Memory is a precious and blessed gift. Nothing can stab the conscience so wide awake as memories of the past. The shortest road to repentance is remembrance. Let a man once recall what he used to be and reflect on what by God’s grace he could be, and he will be led to repent, turning back from his sin to his Saviour” [= Tuhan yang telah naik ke surga memberitahu gereja Efesus untuk mengingat (2:5). Gereja Sardis juga diberitahu untuk mengingat. Ingatan merupakan karunia / pemberian yang berharga dan merupakan berkat. Tidak ada apapun yang bisa menusuk hati nurani sehingga bangun sepenuhnya seperti ingatan tentang masa lalu. Jalan yang terpendek kepada pertobatan adalah ingatan. Biarlah seseorang mengingat bagaimana ia dahulu dan merenungkan ia bisa menjadi apa oleh kasih karunia Allah, dan ia akan bertobat, berbalik dari dosanya kepada Juruselamatnya] - hal 92.


John Stott: “Moreover, what is true of the individual Christian is true of the local church as a whole. Some churches which today are dead or dying can look back on a long and glorious history. Their older members can call to mind the former days when the congregation was a living fellowship of active workers and souls were being regularly added to their number. Let past history challenge us to present endeavour!” (= Selanjutnya, apa yang benar tentang individu Kristen juga benar untuk gereja lokal secara keseluruhan. Beberapa gereja yang sekarang ini mati atau sekarat bisa melihat ke belakang pada sejarah yang panjang dan mulia. Anggota-anggota yang tua dari gereja itu bisa mengingat masa yang lampau pada saat jemaat itu merupakan persekutuan yang hidup dari pekerja-pekerja aktif dan jiwa-jiwa ditambahkan secara teratur / tetap kepada jumlah mereka. Biarlah sejarah yang lampau menantang kita kepada usaha masa kini) - hal 92.


2) ‘Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu’.


a) Ini tidak menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya.

Homer Hailey: “The coming in this instance, as other ‘comings’ in the seven letters, has no reference to His final coming, but refers to His coming in judgment upon the enemies, or for discipline of or aid to the particular church” (= KedatanganNya dalam hal ini, seperti ‘kedatangan-kedatangan’ yang lain dalam ke tujuh surat, tidak menunjuk kepada kedatanganNya yang terakhir, tetapi menunjuk kepada kedatanganNya dalam penghakiman terhadap musuh-musuhNya, atau untuk mendisiplin atau menolong gereja tertentu) - hal 146.


b) Sama seperti kedatangan kedua nanti, kedatangan ini bersifat mendadak / tiba-tiba.

Herman Hoeksema: “The condition here is just the reverse from that of Thyatira. That church is called to attention in regard to the judgments the Lord will execute in her midst. But to Sardis the Lord writes that He shall come as a thief. Entirely in harmony with their deadness and spiritual slumber, He will come upon them without their being aware of His coming. He shall execute His judgments before they know it” (= Kondisi di sini persis kebalikan dari kondisi Tiatira. Gereja itu disuruh memperhatikan penghakiman yang akan dilakukan oleh Tuhan di tengah-tengah mereka. Tetapi kepada gereja Sardis Tuhan menuliskan bahwa Ia akan datang sebagai seorang pencuri. Sesuai dengan kematian dan tidurnya rohani mereka, Ia akan datang kepada mereka tanpa mereka sadari. Ia akan melaksanakan penghakimannya sebelum mereka mengetahuinya) - hal 119.


James B. Ramsey: “‘I will come as a thief.’ I will give no previous warning. As His coming at the second advent, so will be His coming to inflict judgment on every sleeping church and professor” (= ‘Aku akan datang seperti pencuri’. Aku tidak akan memberikan peringatan lebih dulu. Sebagaimana kedatanganNya pada kedatangan keduakalinya, demikianlah Ia akan datang untuk memberikan penghakiman kepada setiap gereja dan profesor yang tidur) - hal 168.


Bdk. Amsal 29:1 - “Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi.”.


Ay 4: “Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu”.


1) ‘Di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya’.


a) Arti dari ‘mencemarkan pakaian’.

Homer Hailey: “To defile one’s garments is to pollute the life that has been cleansed by the blood of Christ” (= Mencemari pakaian seseorang berarti mengotori kehidupan yang telah dibersihkan oleh darah Kristus) - hal 146.


b) Secara implicit bagian ini menunjukkan bahwa mayoritas orang kristen di Sardis mencemarkan pakaiannya.

Ramsey (hal 166-167) mengatakan bahwa ‘pencemaran pakaian’ ini tidak menunjuk pada dosa ke dalam mana mereka jatuh, tetapi dosa dimana mereka secara sengaja dan terus menerus hidup di dalamnya. Beberapa penafsir lain mengatakan bahwa ‘pencemaran pakaian’ menunjuk pada dosa sex.


Homer Hailey: “It is implied that the garments of the church had been defiled with immorality, for which the city was noted” (= Secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa pakaian dari gereja telah dicemari dengan ketidak-bermoralan, untuk mana kota itu terkenal) - hal 144.


Barnes’ Notes: “The inhabitants of Sardis bore an ill repute among the ancients for their voluptuous modes of life. Perhaps there may be an allusion to this fact, in the words which are used in the address to the church there, ‘Thou hast a few names even in Sardis which have not defiled their garments.’” (= Penduduk Sardis mempunyai reputasi buruk di antara orang kuno karena gaya hidup mereka yang bersifat memuaskan nafsu. Mungkin ada sindiran terhadap fakta ini, dalam kata-kata yang digunakan terhadap gereja di sana, ‘Di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya’) - hal 1564.


c) Tetapi sebagian kecil orang Kristen di Sardis tidak mencemarkan pakaiannya.

  • Orang-orang ini harus ditiru. Sekalipun sebagian besar orang Kristen di Sardis hidup dalam dosa, tetapi mereka ini tidak ikut-ikutan!

  • Kata-kata ‘tidak mencemarkan pakaiannya’ tentu tidak berarti bahwa orang-orang ini hidup suci. Ini sekedar berarti bahwa mereka adalah orang-orang yang setia, baik dalam pengakuan maupun dalam kehidupan.

Matthew Poole: “There is a garment of Christ’s righteousness, which, once put on, is never lost, nor can be defiled; but there are garments of holiness also: hence the apostle calls to Christians to be clothed with humility. As sin is expressed under the notion of nakedness, so holiness is expressed under the notion of a garment, Ezek. 16:10; 1Pet. 5:5. Those who have not defiled their garments, are those that have kept a pure conscience” (= Ada pakaian kebenaran Kristus, yang sekali dipakai tidak pernah hilang, dan juga tidak bisa dikotori; tetapi juga ada pakaian kekudusan: karena itu sang rasul berseru kepada orang-orang Kristen untuk berpakaian dengan kerendahan hati. Seperti dosa dinyatakan dengan ketelanjangan, demikian juga kekudusan dinyatakan dengan pakaian, Yeh 16:10; 1Pet 5:5. Mereka yang tidak mencemarkan pakaian mereka adalah mereka yang menjaga kemurnian hati nuraninya) - hal 957.

Catatan: 1Pet 5:5a dalam Kitab Suci Indonesia berbunyi: “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain.

Bagian yang saya garisbawahi itu dalam KJV berbunyi: “Yea, all of you be subject one to another, and be clothed with humility (= Ya kamu semua, tunduklah satu kepada yang lain, dan kenakanlah pakaian kerendahan hati).


2) ‘mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih karena mereka adalah layak untuk itu’.


a) ‘Pakaian putih’.

Herman Hoeksema: “In Scripture, white garments are a symbol of righteousness and holiness and purity, of perfect deliverance from sin and corruption” (= Dalam Kitab Suci pakaian putih merupakan simbol dari kebenaran dan kekudusan dan kemurnian, dari pembebasan yang sempurna dari dosa dan kejahatan) - hal 121.


George Eldon Ladd: “this is a promise of victory and purity in the messianic Kingdom when those who have remained faithful in a pagan and corrupt society will experience the consummation of fellowship with the Lord” (= ini adalah janji kemenangan dan kemurnian dalam Kerajaan Mesias pada waktu mereka yang telah tetap setia dalam masyarakat yang kafir dan jahat akan mengalami penyempurnaan persekutuan dengan Tuhan) - hal 57.


b) ‘mereka adalah layak untuk itu’.

John Stott: “they are worthy (v. 4). Not, however, that the conquerors earns his reward by right, since his forgiveness and moral strength are due to the free grace of Christ alone. No, His worthiness is borrowed from Christ. The only way to be made fit for entry into God’s Kingdom is to be cleansed by Christ who died for us, or, in the rich imagery of this book, to wash our robes and make them white in the blood of the Lamb (7:14; cf. 22:14)” [= mereka layak (ay 4). Tetapi bukan bahwa para pemenang itu mendapatkan pahala berdasarkan hak, karena pengampunannya dan kekuatan moralnya disebabkan oleh kasih karunia cuma-cuma dari Kristus saja. Tidak, kelayakannya dipinjam dari Kristus. Satu-satunya jalan untuk layak / pantas untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah adalah dengan dibersihkan oleh Kristus yang telah mati bagi kita, atau, dalam penggambaran yang kaya dari kitab ini, mencuci jubah kita dan membuatnya putih dalam darah Anak Domba (7:14; bdk. 22:14)] - hal 96-97.


Ay 5: “Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan BapaKu dan di hadapan para malaikatNya”.


1) ‘Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan’.

Ayat-ayat lain yang berbicara tentang penghapusan nama dari kitab kehidupan adalah: Kel 32:32-33  Maz 69:29. Bandingkan juga dengan Dan 12:1  Luk 10:20  Fil 4:3  Ibr 12:23  Wah 13:8  Wah 17:8  Wah 20:15  Wah 21:27.


B. B. Warfield: “Book of life ..., which is certainly a symbol of Divine appointment to eternal life revealed in and realized through Christ” (= Kitab kehidupan ..., yang merupakan simbol dari penetapan pada kehidupan kekal yang dinyatakan dalam Kristus dan diwujudkan melalui Kristus) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 306. Bdk. Wah 13:8  17:8.


John Stott: “One day the books will be opened, and the dead will be judged by what is written in the books, and everyone whose name is not found written in the Book of Life will be ‘thrown into the lake of fire’ (Rev. 20:11-15). Is your name written in the Lamb’s book of life? You can have a name among men for being alive (like the Church of Sardis) and still have no entry in God’s book of the living. ... Jesus told His disciples to rejoice that their names were ‘written in heaven’ (Lk. 10:20; cf. Heb. 12:23). Can you rejoice like that today?” [= Suatu hari kitab-kitab ini akan dibuka, dan orang mati akan dihakimi berdasarkan apa yang tertulis dalam kitab-kitab ini, dan setiap orang yang namanya tidak ditemukan tertulis dalam Kitab Kehidupan akan ‘dilemparkan ke dalam lautan api’ (Wah 20:11-15). Apakah namamu tertulis dalam kitab kehidupan Anak Domba? Kamu bisa terkenal hidup di antara manusia (seperti Gereja Sardis) dan tetap tidak masuk dalam kitab orang hidup dari Allah. ... Yesus menyuruh murid-muridNya untuk bersukacita bahwa nama mereka ‘tertulis di surga’ (Luk 10:20; bdk. Ibr 12:23). Bisakah engkau bersukacita seperti itu hari ini?] - hal 97.


Stott (hal 97,98) juga mengatakan bahwa ‘tidak akan menghapus’ dalam bahasa Yunaninya menggunakan ‘double negatives’ (2 x kata ‘tidak’), dan ini menunjukkan suatu penekanan bahwa Kristus tidak akan menghapus nama mereka dari kitab kehidupan.


Steve Gregg: “This is a difficult statement to harmonize with the concept of the believer’s inevitable perseverance. There are two classic ways to remove the impression that this passage denies the doctrine of perseverance of the saints. One is to suggest that the Book of Life is not the list of the redeemed, but rather contains the names of all people living at a given time. Removal of one’s name from the book would thus signify physical death but not damnation (but cf. 20:15). A second suggestion is that the warning is merely hypothetical - meaning that no one will ever have their name removed in actuality, since it is not said that some will have their names removed, only that some will not (but cf. 21:19)” [= Ini adalah pernyataan yang sukar untuk diharmoniskan dengan konsep dari ketekunan yang pasti terjadi dari orang percaya. Ada dua cara klasik untuk menyingkirkan kesan bahwa text ini menyangkal doktrin ketekunan orang kudus. Yang pertama adalah dengan mengatakan bahwa Kitab Kehidupan bukanlah daftar orang yang ditebus, tetapi terdiri dari nama-nama semua orang yang hidup pada saat tertentu. Jadi, penghapusan nama seseorang dari kitab itu menunjukkan kematian jasmani, tetapi bukan penghukuman (tetapi bdk. 20:15). Usul kedua adalah bahwa peringatan di sini semata-mata bersifat pengandaian, yang berarti bahwa dalam kenyataannya tak seorangpun akan dihapus namanya, karena tidak dikatakan bahwa beberapa orang akan dihapus namanya, tetapi hanya bahwa beberapa tidak akan dihapus namanya (tetapi bdk. 21:19)] - hal 74.

Catatan:

  • pandangan no 1 pasti salah karena bertentangan / tidak sesuai dengan Wah 20:15.

  • 21:19 mungkin maksudnya 22:19.


Herman Hoeksema: “... the book of life. In that book, written before the foundation of the world, the names are written of those who are chosen unto everlasting life and glory. The names that are written in that book will, of course, never be blotted out. Nor does the Lord say that this is possible. He merely assures the faithful in Sardis that their names shall not be erased from the roll of God’s elect. Fact is that once upon a time also the unfaithful ones in Sardis had appeared as if they had been written in that book of life too: for their names had appeared on the roll of the church. Now, however, their apostasy and their walk in sin prove that their names had never been written in the book of life. Hence, not to be blotted out from the book of life represents the assurance that they had from all eternity been written in it and that the believers in Sardis may be confident that they shall find their names are written therein in the day of judgment” (= ... kitab kehidupan. Dalam kitab itu, tertulis sebelum dunia dijadikan, ditulis nama-nama mereka yang dipilih kepada hidup dan kemuliaan kekal. Tentu saja nama-nama yang tertulis dalam kitab itu tidak pernah dihapuskan. Tuhan tidak berkata bahwa itu mungkin terjadi. Ia hanya menjamin kepada orang-orang setia di Sardis bahwa nama-nama mereka tidak akan dihapuskan dari daftar orang-orang pilihan Allah. Faktanya adalah bahwa pada suatu saat juga orang-orang yang tidak setia di Sardis terlihat seolah-olah dituliskan dalam kitab kehidupan juga: karena nama-nama mereka terlihat dalam daftar gereja. Tetapi sekarang, kemurtadan mereka dan kehidupan mereka dalam dosa membuktikan bahwa nama mereka tidak pernah dituliskan dalam kitab kehidupan. Karena itu, ‘tidak dihapuskan dari kitab kehidupan’ menggambarkan keyakinan bahwa dari kekekalan mereka telah ditulis dalam kitab itu, dan bahwa orang-orang percaya di Sardis boleh yakin bahwa mereka akan mendapatkan nama mereka tertulis di dalamnya pada hari penghakiman) - hal 122.


Jadi, yang namanya dihapus dari kitab kehidupan hanyalah orang kristen KTP (inipun peninjauan dari sudut manusia); karena orang pilihan pasti menang sehingga tidak akan dihapus (Wah 3:5  bdk. Ro 8:37).


Calvin: “John says (Rev 3:5, 22:18): Whoever has sinned, I shall delete him from the book of life. If, says Georgius, you apply this to the reprobate, they never were written in the book of life; if to the elect, the counsel of God is unstable. He then concludes that there is no certain election. So babbles this monk, as if God did not always accommodate Himself to our understanding” [= Yohanes berkata (Wah 3:5, 22:18): Barangsiapa telah berdosa, Aku akan menghapusnya dari kitab kehidupan. Georgius berkata, jika engkau menerapkan ini kepada orang-orang yang ditentukan binasa, mereka tidak pernah ditulis dalam kitab kehidupan; jika ini diterapkan kepada orang-orang pilihan, maka rencana Allah tidak stabil. Lalu ia menyimpulkan bahwa tidak ada pemilihan tertentu. Demikianlah rahib / biarawan ini mengoceh, seakan-akan Allah tidak selalu menyesuaikan diriNya sendiri dengan pengertian kita] - ‘Concerning The Eternal Predestination Of God’, chapter IX, no 5 / hal 151.

Catatan:

  • kata-kata yang saya garisbawahi itu dalam versi bahasa Inggris ditulis di footnote, yang ditambahkan dari versi bahasa Perancisnya.

  • Wah 22:18 mungkin lebih tepat kalau diganti Wah 22:19.


Dari bagian terakhir dari kutipan di atas terlihat dengan jelas bahwa Calvin beranggapan bahwa pada saat Allah berbicara tentang penghapusan nama dari kitab kehidupan, maka Ia menyesuaikan kata-kataNya dengan pengertian kita. Memang dari sudut pandang kita, kalau seseorang masuk ke gereja dan mengaku percaya kepada Kristus, maka ia diselamatkan, dan namanya tercantum dalam kitab kehidupan. Kalau orang itu murtad, maka ia tidak selamat, dan namanya dihapus dari kitab kehidupan.


Dari semua penafsiran tentang penghapusan nama dari kitab kehidupan, saya paling setuju dengan penafsiran Calvin.


2) ‘melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan BapaKu dan di hadapan para malaikatNya’.

Bdk. Mat 10:32-33 - “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga”.

Mark 8:38 - “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataanKu di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan BapaNya, diiringi malaikat-malaikat kudus”.


Pulpit Commentary: “How strictly the Lord Jesus individualizes in the treatment of souls! If there are living souls in a dead Church, or dead souls in a living Church, they will be dealt with by him, not according to the state of the Church, but according to their own. ‘Every one of us must give account of himself to God.’” (= Betapa ketatnya Tuhan Yesus mengindividukan dalam penanganan jiwa-jiwa! Jika di sana ada jiwa-jiwa yang hidup dalam suatu Gereja yang mati, atau jiwa-jiwa yang mati dalam suatu gereja yang hidup, mereka akan diperlakukan olehNya, bukan berdasarkan keadaan Gereja, tetapi berdasarkan keadaan mereka sendiri. ‘Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah’) - hal 120.

Catatan: bagian terakhir itu dikutip dari Ro 14:12.


Penerapan:

  • Memang kalau saudara berada dalam gereja yang mati / sesat, tetapi saudara sendiri mempunyai iman yang sejati, saudara tetap akan selamat. Tetapi ini tidak berarti bahwa saudara boleh membiarkan diri saudara untuk berada dalam gereja yang mati / sesat.

  • Sebaliknya, kalau saudara berada di gereja yang benar, jangan hal itu saudara jadikan jaminan bagi keselamatan saudara sendiri. Kalau saudara sendiri ternyata tidak mempunyai iman yang sejati, maka kebenaran dari gereja saudara tidak akan bisa menyelamatkan saudara!


Ay 6: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat”.

Kalimat ini ada pada akhir dari setiap surat.



-o0o-

WAHYU 3:7-13

SURAT KEPADA JEMAAT / GEREJA FILADELFIA


Ay 7: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Filadelfia: Inilah firman dari Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka”.


1) ‘Filadelfia’.

Steve Gregg mengatakan bahwa pada jaman rasul Yohanes penduduk kota Filadelfia relatif sedikit, karena kota itu sering terkena gempa bumi, dan pernah dihancurkan oleh gempa bumi pada tahun 17 M., sehingga banyak orang takut tinggal di sana. Ini sebabnya gereja di sana kecil, tetapi gereja itu merupakan gereja yang penting / berarti, setidaknya sampai abad yang ke 12, dan dikatakan bahwa suatu jemaat yang kecil tetap ada di lokasi itu sampai jaman ini.


William Hendriksen (hal 74) mengatakan bahwa kota ini terletak di suatu lembah, di suatu jalan yang penting. Kota ini didirikan dengan tujuan untuk menjadi pusat penyebaran bahasa dan tradisi Yunani di Lydia dan Phrygia, dan karena itu dari semula kota ini merupakan kota misionaris yang penting. Stott (hal 105) mengatakan hal yang sama, dan ia menghubungkan hal ini dengan ‘pintu terbuka’ dalam ay 8, yang menunjukkan bahwa gereja di kota ini mempunyai kesempatan untuk menyebarkan Injil.


William Barclay: “Three centuries before, Philadelphia had been given an open door to spread Greek ideas in the lands beyond; and now there has come to it another great missionary opportunity, to carry to men who never knew it the message of the love of Jesus Christ” (= Tiga abad sebelumnya, Filadelfia telah diberi suatu pintu yang terbuka untuk menyebarkan gagasan-gagasan Yunani ke negara-negara lain; dan sekarang di sana telah datang suatu kesempatan misionaris yang besar, untuk membawa kepada orang-orang yang tidak pernah mengenal berita tentang kasih Yesus Kristus) - hal 125.


Herman Hoeksema (hal 124-125) mengatakan bahwa dari 7 gereja dalam Wah 2-3, hanya ada 2 yang tidak mendapat celaan / teguran dari Tuhan Yesus, yaitu Gereja Smirna dan Gereja Filadelfia, yang sekarang sedang kita bahas ini. Dan Hoeksema mengatakan bahwa ada kemiripan yang menyolok antara 2 gereja ini, yaitu bahwa kedua gereja itu adalah gereja kecil dan mempunyai kekuatan yang kecil (Wah 2:9a  Wah 3:8b). Persamaan yang lain adalah bahwa kedua gereja ini sama-sama mendapatkan problem dari jemaah Iblis atau sinagog setan (Wah 2:9  Wah 3:9).


Herman Hoeksema: “Only there seems to be this difference, that the church of Smyrna evidently must spend all its spiritual strength in the bearing of the cross for Christ’s sake, while the church in Philadelphia still has the opportunity to spread the gospel of Jesus Christ, to gain converts especially from among the Jews in the city, and thus to increase and extend the church and the kingdom of God” (= Hanya di sana kelihatannya ada perbedaan ini, bahwa gereja Smirna secara jelas harus menghabiskan / menggunakan seluruh kekuatan rohaninya dalam pemikulan salib demi kepentingan Kristus, sementara gereja Filadelfia tetap mempunyai kesempatan untuk menyebarkan Injil Yesus Kristus, untuk mendapatkan petobat-petobat khususnya dari antara orang-orang Yahudi di kota itu, dan dengan demikian menambah dan meluaskan gereja dan Kerajaan Allah) - hal 125.


2) ‘Yang Kudus, Yang Benar’.


John Stott: “He is not only holy; He is true. He hates all evil and error” (= Ia bukan hanya kudus; Ia juga benar. Ia membenci semua kejahatan dan kesalahan) - hal 107.


Homer Hailey menganggap bahwa ‘Yang Benar’ ini dinyatakan untuk menunjukkan suatu kontras dengan ay 9 (beberapa orang dari jemaah Iblis, yaitu mereka yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, melainkan berdusta).


Pulpit Commentary: “In the Old Testament ‘the Holy One’ is a frequent name of God, especially in Isa. 1:4; 5:19,24; 10:7,20; 12:6, etc.; Job 6:10; Jer. 1:29; 51:5; Ezek. 39:7; Hos. 11:9; Hab. 3:3, etc.” (= Dalam Perjanjian Lama ‘Yang Kudus’ merupakan nama yang sering dipakai untuk Allah, khususnya dalam Yes 1:4; 5:19,24; 10:7,20; 12:6, dst.; Ayub 6:10; Yer 1:29; 51:5; Yeh 39:7; Hos 11:9; Hab 3:3, dsb.) - hal 110.

Jadi, pada waktu sekarang kata ini digunakan untuk menunjuk kepada Yesus, terlihat bahwa Yesus adalah Allah.


Tentang kata ‘Yang benar’, Pulpit Commentary berkata: “The two epithets ‘holy’ and ‘true’ must not be merged in one as ‘the truly holy.’ The ‘True One’ has a very distinct meaning of its own. Note that the adjective used is ALETHINOS, not ALETHES. ALETHES, verax, is ‘true’ as opposed to ‘lying;’ ALETHINOS, verus, is ‘true’ as opposed to ‘spurious,’ ‘unreal,’ ‘imperfect.’ Christ is ‘the true One’ as opposed to the false gods of the heathen; they are spurious gods” (= Kedua julukan ‘kudus’ dan ‘benar’ tidak boleh digabungkan menjadi satu sebagai ‘yang benar-benar kudus’. Kata ‘Yang Benar’ mempunyai artinya sendiri yang sangat berbeda / khas. Perhatikan bahwa kata sifat yang digunakan adalah ALETHINOS, bukan ALETHES. ALETHES, verax, berarti ‘benar’ sebagai lawan dari ‘dusta’; ALETHINOS, verus, berarti ‘benar’ sebagai lawan dari ‘palsu’, ‘tidak nyata’, ‘tidak sempurna’. Kristus adalah ‘Yang benar’ sebagai lawan dari allah-allah yang tidak benar dari orang kafir; mereka adalah allah-allah palsu) - hal 111.


Pulpit Commentary juga mengatakan (hal 111) bahwa kata ‘true’ / ‘benar’ (Yunani: ALETHINOS) ini merupakan kata favorit rasul Yohanes, yang menyebut Yesus sebagai:

  • the true light / terang yang benar / sesungguhnya (Yoh 1:9).

  • the true bread / roti yang benar (Yoh 6:32).

  • the true vine / pokok anggur yang benar (Yoh 15:1).

  • the true God / Allah yang benar (1Yoh 5:20).

  • the faithful and true winess / saksi yang setia dan benar (Wah 3:14).


3) ‘yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka’.


a) Hubungan kalimat ini dengan Yes 22:22.

Yes 22:20-22 berbunyi sebagai berikut: “Maka pada waktu itu Aku akan memanggil hambaKu, Elyakim bin Hilkia: Aku akan mengenakan jubahmu kepadanya dan ikat pinggangmu akan Kuikatkan kepadanya, dan kekuasaanmu akan Kuberikan ke tangannya; maka ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda. Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.


Jadi, kalimat dalam Wah 3:7b ini diambil dari Yes 22:22 yang ditujukan oleh Tuhan kepada Elyakim. Ia adalah salah satu dari 3 orang yang menjadi delegasi dari raja Hizkia pada waktu berbicara dengan utusan raja Asyur (2Raja 18:17-18), dan menurut Stott ia adalah “steward over King Hezekiah’s household” (= pengurus atas rumah tangga raja Hizkia) - hal 107.

Stott juga mengatakan: “It is not difficult to see that Eliakim prefigured or foreshadowed Jesus Christ; for Christ is the head of God’s household, the Church” (= Tidak sukar untuk melihat bahwa Elyakim merupakan bayangan / TYPE dari Yesus Kristus; karena Kristus adalah kepala dari rumah tangga Allah, yaitu Gereja) - hal 107.


Tetapi Barnes tidak setuju dengan Stott dalam persoalan ini.

Barnes’ Notes: “As used by Isaiah, the phrase is applied to Eliakim; and it is not to be inferred because the language here is applied to the Lord Jesus that originally it had any such reference. ‘The application of the same terms,’ says Prof. Alexander on Isa. 22:22, ‘to Peter, (Matt. 16:19,) and to Christ himself, (Rev. 3:7,) does not prove that they here refer to either, or that Eliakim was a type of Christ, but merely that the same words admit of different applications.’” [= Pada waktu digunakan oleh Yesaya, ungkapan ini diterapkan kepada Elyakim; dan sekalipun di sini kata ini diterapkan kepada Tuhan Yesus, tetapi kita tidak boleh menarik kesimpulan bahwa secara orisinil kata itu mempunyai hubungan seperti itu. ‘Penerapan istilah yang sama’, kata Prof. Alexander tentang Yes 22:22, ‘kepada Petrus (Mat 16:19) dan kepada Kristus sendiri (Wah 3:7), tidak membuktikan bahwa di sini istilah itu menunjuk kepada yang manapun dari mereka, atau bahwa Elyakim merupakan TYPE dari Kristus, tetapi semata-mata bahwa kata yang sama memungkinkan penerapan yang berbeda’] - hal 1567.


Saya setuju dengan kata-kata dari Barnes ini. Kata ‘singa’ digunakan untuk Iblis dalam 1Pet 5:8, tetapi juga digunakan untuk Kristus dalam Wah 5:5. Demikian juga kata ‘ular’ yang begitu sering digunakan untuk setan (Wah 12:9  20:2), ternyata juga pernah digunakan untuk Yesus (Bil 21:4-9  Yoh 3:14-15). Ini tentu tidak berarti bahwa setan merupakan TYPE dari Kristus.


b) Ini menunjukkan Yesus sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam memasukkan orang ke surga atau menolak orang untuk masuk surga.

‘Pintu’ di sini merupakan pintu masuk ke kota Daud, Yerusalem surgawi, dan Homer Hailey mengatakan bahwa kunci merupakan simbol otoritas dan kuasa. Jadi ini menunjukkan bahwa Yesus mempunyai otoritas terakhir / tertinggi yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun dalam memasukkan seseorang ke surga. Ini tidak berarti bahwa persyaratan untuk masuk surga yang diberikan oleh Firman Tuhan, yaitu iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, bisa ditabrak seenaknya oleh Yesus. Yesus tidak akan melakukan sesuatu yang bertentangan Firman Tuhan. Jadi, Ia tidak mungkin memasukkan orang yang tidak percaya kepadaNya ke surga atau menghalangi orang yang percaya kepadaNya untuk masuk surga. Tetapi pada saat manusia yang diserahi kunci itu melakukan keputusan yang salah, maka Kristus mempunyai ‘hak veto’ dan Ia akan ‘melindas’ keputusan tersebut.


Geoffrey B. Wilson: “as the possessor of the key of David (Isa. 22:22) he exercises supreme authority in giving or withholding admission to the New Jerusalem. Thus the Jews who claimed the power to exclude from the synagogue would find themselves shut out of the heavenly kingdom. While Christ has committed the keys of the kingdom to his church (Matt. 16:19), ‘He still retains the highest administration of them in his own hands. If at any time there is error in their binding and loosing, if they make sad the heart which He has not made sad, if they speak peace to the heart to which He has not spoken peace (Ezek. 13:19), then his sentence shall stand, and not theirs’ (Trench)” [= sebagai pemilik kunci Daud (Yes 22:22) Ia mempunyai otoritas tertinggi dalam memberikan atau menahan ijin masuk ke Yerusalem yang baru. Demikianlah orang Yahudi yang mengclaim kuasa untuk mengeluarkan dari sinagog akan mendapati diri mereka sendiri dicegah untuk masuk ke dalam kerajaan surga. Sementara Kristus telah mempercayakan kunci kerajaan kepada gerejaNya (Mat 16:19), ‘Ia tetap mempertahankan pemerintahan tertinggi terhadap mereka dalam tanganNya sendiri. Jika pada setiap saat ada kesalahan dalam pengikatan dan pelepasan yang mereka lakukan, jika mereka menyedihkan hati yang tidak Ia buat menjadi sedih, jika mereka mengucapkan damai kepada hati kepada siapa Ia tidak mengucapkan damai (Yeh 13:19), maka keputusanNyalah yang berlaku, bukan keputusan mereka’ (Trench)] - hal 44-45.


Penerapan: asal saudara betul-betul percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, jangan takut kalau ada gereja yang menolak saudara atau mengucilkan saudara. Yang penting Kristus pasti akan memasukkan saudara ke surga. Sebaliknya, kalau saudara tidak sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, janganlah senang kalau ada gereja yang menerima saudara dan menyatakan bahwa saudara pasti akan selamat. Kristus pasti akan menolak untuk memasukkan saudara ke surga.


Ay 8: “Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firmanKu dan engkau tidak menyangkal namaKu”.


1) ‘Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun’.

Ada bermacam-macam penafsiran tentang apa yang dimaksud dengan kata-kata ‘Aku telah membuka pintu bagimu’ ini:


a) Ada yang menyamakan ‘pintu’ dalam ay 8 dengan ‘pintu’ dalam ay 7.

Jadi ‘pintu’ dalam ay 8 ini juga merupakan ‘pintu masuk ke surga’ (Barnes hal 1567, point no 2).

Geoffrey B. Wilson tidak setuju kalau ‘pintu yang terbuka’ itu diartikan sebagai ‘kesempatan pelayanan / Pemberitaan Injil’ [lihat pandangan b) di bawah, point ke 2]. Dalam terang dari ay 7, ia berpendapat bahwa ‘pintu terbuka’ ini harus diartikan sebagai ‘pintu dari kerajaan Mesias’. Leon Morris dan Beasley-Murray juga berpendapat demikian.


b) Ada yang membedakan ‘pintu’ dalam ay 8 dengan ‘pintu’ dalam ay 7.

Golongan yang ini menafsirkan ‘pintu’ ini secara berbeda-beda:


  • Ada yang mengatakan bahwa ‘pintu’ ini merupakan jalan keluar dari bahaya dan penganiayaan (Barnes hal 1567, point no 3).

Barnes sendiri menentang pandangan ini dengan berkata: “But the more natural interpretation of the phrase ‘an open door,’ is that it refers to access to a thing rather than egress from a thing; that we may come to that which we desire to approach, rather than escape from that which we dread” (= Tetapi penafsiran yang lebih wajar tentang ungkapan ‘pintu yang terbuka’, adalah bahwa itu menunjuk pada suatu ‘jalan masuk kepada sesuatu’ dari pada ‘jalan keluar dari sesuatu’; bahwa kita bisa datang kepada sesuatu yang ingin kita dekati, dari pada lolos dari sesuatu yang kita takuti) - hal 1567.


  • Ada juga yang mengatakan bahwa ‘pintu yang terbuka’ ini menunjuk pada ‘kesempatan’. Tetapi kesempatan untuk apa?


  • Ada yang menganggap ‘pintu’ ini sebagai ‘kesempatan keselamatan’ [Catatan: sebetulnya ini mirip dengan pandangan a) di atas].

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

Mat 7:13-14 - “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya”.

Kis 14:27 - “Setibanya di situ mereka memanggil jemaat berkumpul, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka, dan bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman”.


  • Ada yang menganggap ‘pintu’ ini sebagai ‘kesempatan untuk pelayanan / memberitakan Injil’.

Yang memilih pandangan ini mungkin lebih menghubungkan ay 8a ini dengan ayat-ayat selanjutnya (ay 8b-9) dari pada dengan ay 7.

Bandingkan juga dengan ayat-ayat di bawah ini:

1Kor 16:9 - “sebab di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting, sekalipun ada banyak penentang”.

NIV: ‘because a great door for effective work has opened to me, and there are many who oppose me’ (= karena suatu pintu yang besar untuk pekerjaan yang efektif telah terbuka bagiku, dan di sana ada banyak yang menentang aku).

Kol 4:3-4 - “Berdoa jugalah untuk kami, supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan kami, sehingga kami dapat berbicara tentang rahasia Kristus, yang karenanya aku dipenjarakan. Dengan demikian aku dapat menyatakannya, sebagaimana seharusnya”.

2Kor 2:12 - “Ketika aku tiba di Troas untuk memberitakan Injil Kristus, aku dapati, bahwa Tuhan telah membuka jalan untuk pekerjaan di sana”

NIV: ‘Now when I went to Troas to preach the gospel of Christ and found that the Lord had opened a door for me,’ (= Pada waktu aku pergi ke Troas untuk memberitakan injil Kristus dan mendapati bahwa Tuhan telah membukakan sebuah pintu untukku,).

James B. Ramsey: “This is an open door of usefulness” (= Ini merupakan pintu terbuka dari kebergunaan) - hal 174.

Herman Hoeksema: “The meaning of the open door, therefore, is evidently that the Lord would create an opportunity and a receptive for the preaching and the hearing of the gospel of Christ” (= Karena itu, arti dari pintu yang terbuka adalah jelas bahwa Tuhan akan menciptakan suatu kesempatan dan suatu kemauan menerima untuk pemberitaan dan pendengaran Injil Kristus) - hal 129.

John Stott menganggap bahwa ‘pintu’ di sini menunjuk pada kesempatan pelayanan, khususnya penginjilan.

John Stott: “This was Christ’s message to Philadephia. His words were not addressed to an individual, nor to the ministers, nor to a select circle within the fellowship. He was writing to the whole church. It was before the whole church of Philadephia that he opened a door. This is the New Testament ideal. Evangelism is not the prerogative of parsons. It is not the hobby of a few fanatics. It is a duty resting upon the whole congregation and upon every member of it. Every Christian is called to be a witness. ... Are our church members being trained for active evangelistic enterprise?” (= Inilah pesan Kristus untuk Filadelfia. Kata-kataNya / FirmanNya tidak ditujukan kepada seorang individu, atau kepada pendeta-pendetanya, atau kepada kelompok pilihan tertentu dalam gereja. Ia menulis kepada seluruh gereja. Adalah di hadapan seluruh gereja Filadelfia Ia membukakan sebuah pintu. Ini merupakan teladan Perjanjian Baru. Penginjilan bukanlah hak istimewa dari pendeta-pendeta. Itu bukan merupakan hobby / kesenangan dari beberapa orang fanatik. Itu merupakan suatu kewajiban bagi seluruh jemaat dan setiap anggota dari jemaat. Setiap orang Kristen dipanggil untuk bersaksi. ... Apakah anggota-anggota gereja kita dilatih untuk usaha / kegiatan penginjilan yang aktif?) - hal 112.

Terhadap orang Kristen yang hanya mempersoalkan keselamatannya sendiri dan tidak pernah mau melayani / memberitakan Injil, John Stott mengutip kata-kata Mark Guy Pearce yang berkata: “Unless a man’s faith saves him out of selfishness into service, it will certainly never save him out of hell into heaven” (= Kecuali iman seseorang menyelamatkannya dari keegoisan kepada pelayanan, itu pasti tidak pernah menyelamatkannya dari neraka ke surga) - hal 102.


2) ‘Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa’.

Ini menunjukkan bahwa gereja ini adalah gereja yang lemah, dalam arti bahwa mereka adalah gereja yang kecil, atau kebanyakan terdiri dari orang-orang kelas bawah / miskin.


Leon Morris (Tyndale): “The church was evidently small (verse 8), but of good quality. Its enemies came from outside, not inside, for there is no mention of heresy or factiousness” [= Gereja ini jelas kecil (ay 8), tetapi mempunyai kwalitet yang baik. Musuh-musuhnya datang dari luar, bukan dari dalam, karena di sana tidak disebutkan tentang kesesatan / bidat atau perpecahan] - hal 78.


Herman Hoeksema: “This describes her outward condition in the world. The meaning is that the church was small. This was one of her most emphatic traits. We understand, of course, that this does not imply that the other churches were outwardly great and strong: for this is not the case. In fact, we may undoubtedly say that the church in general, the true church of Jesus Christ, is always of little power if compared with the strength of the world. It is always comparatively small in number. It usually is financially poor” (= Ini menggambarkan kondisi lahiriahnya dalam dunia. Artinya adalah bahwa gereja ini kecil. Ini merupakan salah satu ciri yang paling ditekankan dari gereja ini. Tentu saja kita tahu bahwa ini tidak menunjukkan bahwa gereja-gereja yang lain adalah besar dan kuat secara lahiriah: karena bukan demikian halnya. Dalam faktanya, kita bisa mengatakan tanpa keraguan bahwa gereja secara umum, gereja yang benar dari Yesus Kristus, selalu mempunyai kekuatan yang kecil dibandingkan dengan kekuatan dunia. Dalam perbandingan, gereja selalu kecil dalam jumlah. Gereja biasanya miskin dalam keuangan) - hal 125.

Catatan: memang Gereja Laodikia (Wah 3:14-22) adalah gereja yang kaya, tetapi ini merupakan gereja yang brengsek!


Herman Hoeksema menambahkan: “this refers only to her outward position in the world. It does not describe her spiritual condition. Spiritually the little church in Philadelphia was not weak, but strong indeed” (= ini menunjuk hanya pada kondisi lahiriah / luar dalam dunia. Itu tidak menggambarkan kondisi rohaninya. Secara rohani gereja kecil di Filadelfia ini tidak lemah, tetapi kuat) - hal 126.


Herman Hoeksema: “outwardly, according to the measure of the world, the little church was weak in every respect of the word. She was small in numbers, no doubt. Perhaps the church was hardly known in the city; she counted but few members. ... The financial resources of the congregation were practically none. She had no wealth. She possessed little property. The little band did not belong to the wealthy and influential in the city. According to the standard of the world, the church in Philadelphia had indeed but little strength. From an outward aspect one would judge that the church could exert no influence at all. If Philadelphia existed in our day, she would no doubt receive the advice to unite with some other church as soon as possible. In her small and isolated condition, so we would judge, she can be of no influence and power in the world” (= Secara lahiriah, menurut ukuran dunia, gereja kecil ini lemah. Tidak diragukan bahwa ia kecil / sedikit dalam jumlah. Mungkin gereja ini hampir tidak dikenal di kota itu; ia hanya mempunyai sedikit anggota. ... Sumber-sumber keuangan dari jemaat ini secara praktis tidak ada. Ia tidak mempunyai kekayaan dan pengaruh dalam kota itu. Menurut standard dunia, gereja Filadelfia hanya mempunyai sedikit kekuatan. Dari aspek lahiriah, orang akan menilai bahwa gereja ini tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Seandainya Filadelfia ada pada jaman kita, tidak diragukan bahwa ia akan dinasehati untuk secepat mungkin bergabung dengan gereja lain. Dalam kondisinya yang kecil dan terisolasi, demikianlah kita menilai, ia tidak bisa mempunyai pengaruh dan kuasa dalam dunia) - hal 127.


Herman Hoeksema: “The church of today seems to be quite forgetful of the fact that she is in herself of little strength. The talk of the day is of money and funds and men and organizations. The church is united into a powerful army. Long, so it is said, the church has been forgetful of her task to bring the world to Christ. But now she will accomplish that tremendous task. But what we need is organization. What we need is men and means. What we need is sound business methods.  And surely, we do not oppose all these. We surely may employ the very best methods, even in the extension of the kingdom of God. We surely need men who will preach the gospel. We surely need funds, even for the extension of the kingdom. But we fear that the expectation is more and more from these than from Him Who holds the key of David. After all, let us never forget that we do not open and shut, but the Lord only. He will use His church as an instrument; but that church must always be mindful of the saying of Jesus, ‘Thou art of little strength.’” (= Gereja jaman sekarang kelihatannya melupakan fakta bahwa dalam dirinya sendiri mereka lemah. Pembicaraan pada jaman ini adalah tentang uang dan dana / simpanan dan orang dan organisasi. Gereja disatukan menjadi suatu pasukan tentara yang kuat. Dikatakan bahwa sudah lama gereja melupakan tugasnya untuk membawa dunia kepada Kristus. Tetapi sekarang gereja akan mengerjakan tugas yang besar itu. Tetapi apa yang kita butuhkan adalah organisasi. Apa yang kita butuhkan adalah orang-orang dan cara / alat-alat / kekayaan. Apa yang kita butuhkan adalah metode bisnis yang sehat. Dan jelas bahwa kami tidak menentang semua hal ini. Jelas bahwa kita boleh menggunakan metode yang terbaik, bahkan dalam perluasan kerajaan Allah. Jelas bahwa kita membutuhkan orang-orang yang mau memberitakan Injil. Jelas bahwa kita membutuhkan dana, bahkan untuk perluasan kerajaan. Tetapi kami takut bahwa kita makin lama makin berharap dari hal-hal ini dari pada dari Dia yang memegang kunci Daud. Bagaimanapun juga, hendaklah kita tidak melupakan bahwa yang membuka dan menutup bukanlah kita tetapi Tuhan. Ia akan menggunakan gerejaNya sebagai alat; tetapi gereja itu harus selalu ingat akan kata-kata Yesus: ‘kekuatanmu tidak seberapa’) - hal 129.


3) ‘namun engkau menuruti firmanKu dan engkau tidak menyangkal namaKu’.


a) Kedua kata kerja di sini (‘menuruti’ dan ‘menyangkal’) ada dalam aorist tense (= bentuk lampau), dan karena itu ini menunjuk pada suatu tindakan pada saat tertentu di masa lampau. Jadi mungkin mereka pernah mengalami suatu ujian, dan mereka menang. Mereka memang memiliki kekuatan yang tidak seberapa, tetapi mereka setia kepada Tuhan.


Leon Morris (Tyndale): “This church had not embraced heretical teaching. Nor did it deny Christ’s name. Evidently there had been persecution of some sort but the men of Philadelphia had stood firm. For those with little strength they had a noteworthy achievement” (= Gereja ini tidak memeluk ajaran sesat. Ia juga tidak menyangkal nama Kristus. Jelas bahwa di sana ada semacam penganiayaan, tetapi jemaat Filadelfia berdiri teguh. Untuk orang-orang dengan kekuatan yang tidak seberapa, mereka mempunyai suatu pencapaian yang patut diperhatikan) - hal 79.


b) ‘Ketaatan pada Firman Tuhan’ berhubungan dengan ‘tidak menyangkal nama Kristus’, dan sebaliknya, ‘pengabaian / ketidaktaatan pada Firman Tuhan’ berhubungan dengan ‘penyangkalan terhadap nama Kristus’.


James B. Ramsey: “It is such a keeping of the word of Jesus, and nothing else, that will keep a church, or a believer, from denying His name like Peter. ... No soul ever yet denied Christ in any degree, who did not first neglect His word” (= Sikap memegangi firman Yesus seperti itu, dan bukan sesuatu yang lain, yang akan menjaga suatu gereja, atau seorang yang percaya, dari penyangkalan namaNya seperti yang dilakukan oleh Petrus. ... Tidak ada jiwa yang pernah menyangkal Kristus, dalam tingkat penyangkalan yang manapun, yang tidak lebih dahulu mengabaikan firmanNya) - hal 173.


Ay 9: “Lihatlah, beberapa orang dari jemaah Iblis, yaitu mereka yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, melainkan berdusta, akan Kuserahkan kepadamu. Sesungguhnya Aku akan menyuruh mereka datang dan tersungkur di depan kakimu dan mengaku, bahwa Aku mengasihi engkau”.


1) ‘Lihatlah, beberapa orang dari jemaah Iblis, yaitu mereka yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, melainkan berdusta’.


a) ‘mereka yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, melainkan berdusta’.

Ada beberapa ayat yang menekankan bahwa tidak semua orang Israel betul-betul adalah orang Israel.

  • Ro 2:28-29 - “Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah”.

  • Ro 9:6b - “Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel”.

  • Yoh 8:39-44 - “Jawab mereka kepadaNya: ‘Bapa kami ialah Abraham.’ Kata Yesus kepada mereka: ‘Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.’ Jawab mereka: ‘Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.’ Kata Yesus kepada mereka: ‘Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendakKu sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku. Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasaKu? Sebab kamu tidak dapat menangkap firmanKu. Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”


Dalam jaman sekarangpun tidak semua orang kristen betul-betul adalah orang kristen! Bagaimana dengan diri saudara?


b) ‘Jemaah Iblis’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the synagogue of Satan’ (= sinagog setan).

Sebutan ‘jemaah Iblis’ / ‘synagogue of Satan’ ini menunjukkan bahwa para musuh ini adalah orang Yahudi, yang begitu menentang Injil Kristus sehingga disebut sebagai jemaah Iblis [Lit: ‘synagogue of Satan’ (= sinagog dari Setan)].


Geoffrey B. Wilson: “Those who call themselves ‘the chosen of God’ Christ brands ‘the synagogue of Satan’, for in rejecting the Messiah and persecuting his people they have shown that they are not true Jews (cf. Rom. 2:28,29)” [= Mereka yang menyebut diri mereka sendiri ‘orang pilihan Allah’ dicap oleh Kristus sebagai ‘sinagog setan’, karena dalam menolak Mesias dan menganiaya umatNya mereka telah menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang-orang Yahudi yang sesungguhnya (bdk. Ro 2:28-29)] - hal 45-46.


Barnes’ Notes: “The meaning is, that, though they were of Jewish extraction and boasted much of being Jews, yet they were really under the influence of Satan, and their assemblages deserved to be called his ‘synagogue.’” (= Artinya adalah, bahwa sekalipun mereka adalah dari keturunan Yahudi dan sangat membanggakan keberadaan mereka sebagai orang Yahudi, tetapi sebenarnya mereka ada di bawah pengaruh dari setan, dan perkumpulan mereka layak untuk disebut ‘sinagog’nya) - hal 1567.

Catatan: saya yakin ini juga bisa diberlakukan untuk banyak gereja sesat pada saat ini.


Geoffrey B. Wilson: “Although the city had its share of pagan cults, the letter shows that the main opposition to the church came from the synagogue” (= Sekalipun kota itu mempunyai bagian dalam pemujaan / sekte / agama kafir, surat ini menunjukkan bahwa musuh utama bagi gereja datang dari sinagog) - hal 44.

Penerapan: mungkin ini juga sama seperti sikon jaman ini dimana sekalipun gereja mempunyai musuh-musuh dari kalangan di luar kristen, tetapi mungkin musuh-musuh terbesar adalah musuh-musuh di dalam gereja / para nabi palsu di dalam gereja.


Homer Hailey: “The vicinity about the city was especially conducive to grape growing, which made it famous for its fine wines. This gave prominence to Dionysus, the Greek god of the vine and of wine, and made this the chief pagan cult of the city. Philadelphia had so many temples and festivals to the pagan deities that it was often called ‘Little Athens’ (Hastings). However, opposition to the church and Christians stemmed from wealthy Jews who had a beautiful synagogue in the city and who seemed to have flourished there. There is no solid evidence that the saints were openly persecuted by the Jews, but they were opposed by them in every possible way” [= Daerah sekitar kota itu sangat membantu / cocok untuk pertumbuhan anggur, yang membuatnya masyhur untuk minuman anggurnya yang baik. Ini menyebabkan Dionysus, dewa Yunani untuk pohon anggur dan minuman anggur, menjadi menonjol, dan menjadi penyembahan / agama kafir utama dari kota itu. Filadelfia mempunyai begitu banyak kuil dan pesta / perayaan bagi dewa-dewa kafir sehingga sering disebut ‘Athena kecil’ (Hastings). Tetapi, permusuhan terhadap gereja dan orang Kristen berasal dari orang-orang Yahudi kaya yang mempunyai sinagog yang indah di kota itu dan yang kelihatannya tumbuh dengan subur di sana. Tidak ada bukti yang kuat bahwa orang-orang kudus mengalami penganiayaan terbuka dari orang-orang Yahudi, tetapi mereka dimusuhi oleh orang-orang Yahudi itu dalam setiap cara yang memungkinkan] - hal 149.

Memang penganiayaan tidak harus bersifat fisik, tetapi bisa berupa pengucilan (baik dalam pergaulan maupun pekerjaan), hinaan, ejekan, dan sebagainya.


Matthew Poole: “By this term also he may mean all false and hypocritical professors, who would make themselves the church, the only church of God, but are far enough from it, hating, maligning, and opposing those who would keep stricter to the rule of the gospel” (= Dengan istilah ini juga mungkin Ia memaksudkan semua pengaku yang palsu dan munafik, yang membuat diri mereka sendiri gereja, satu-satunya gereja Allah, tetapi yang cukup jauh dari itu, membenci, memfitnah, dan menentang / memusuhi mereka yang ingin menjaga dirinya lebih ketat pada peraturan Injil) - hal 958.


2) ‘akan Kuserahkan kepadamu. Sesungguhnya Aku akan menyuruh mereka datang dan tersungkur di depan kakimu dan mengaku, bahwa Aku mengasihi engkau’.


Ada bermacam-macam penafsiran tentang bagian ini:


a) Steve Gregg mengatakan bahwa ay 9 ini tak berarti bahwa orang-orang Yahudi itu akan menyembah jemaat Filadelfia, tetapi bahwa orang-orang Filadelfia itu akan bertakhta bersama Kristus, di depan siapa setiap lutut akan bertelut (Fil 2:10). Jadi kelihatannya ia beranggapan bahwa ini merupakan suatu nubuat yang baru akan digenapi pada akhir jaman.


Geoffrey B. Wilson mempunyai pandangan yang sama: “These bitter opponents of the gospel will find out their mistakes when it is too late. In the Day of Judgement Christ will make them pay homage to Gentile believers and they will know that he has loved those whom they despised. This will be the final irony for Jews who expected the Gentiles to acknowledge them (Isa. 60:14), but who will then play the role of the heathen in confessing that Christians are the true Israel” [= Para musuh yang pahit dari Injil akan menyadari kesalahan-kesalahan mereka pada saat sudah terlambat. Pada hari penghakiman Kristus akan membuat mereka menghormati orang-orang non Yahudi yang percaya dan mereka akan tahu bahwa Ia telah mengasihi orang-orang yang mereka rendahkan / anggap hina. Ini akan merupakan ironi terakhir bagi orang-orang Yahudi yang mengharapkan orang-orang non Yahudi untuk mengakui mereka (Yes 60:14), tetapi yang pada waktu itu akan memainkan peranan dari orang kafir dengan mengakui bahwa orang-orang Kristen adalah Israel yang sesungguhnya] - hal 46.


Saya tidak setuju penafsiran ini, karena ay 9 ini kelihatannya menunjuk pada hidup sekarang ini, bukan pada akhir jaman / kedatangan Yesus yang ke 2 x nya.


b) Tuhan akan mempertobatkan orang-orang Yahudi itu.

James B. Ramsey menganggap bahwa ini menunjuk pada ‘the conversion of her enemies’ (= pertobatan musuh-musuhnya) - hal 176.


John Stott: “I dare say there were not lacking in the Philadelphian church those who counselled that discretion was the better part of valour and that Christians should not stir up trouble. But Christ was of another mind. It was in this very city where Jewish antagonism was so strong that He opened a door for the gospel. Indeed, He makes it clear that if only the Christians would boldly march through the door under His banner, some of those who would capitulate would be Jews!” (= Saya berani mengatakan bahwa dalam gereja Filadelfia tidak kekurangan orang yang menasehati bahwa kebijaksanaan merupakan bagian yang lebih baik dari keberanian, dan bahwa orang-orang Kristen tidak boleh menimbulkan problem / masalah. Tetapi Kristus mempunyai pikiran yang berbeda. Justru di kota inilah, dimana permusuhan Yahudi begitu kuat, Ia membuka pintu untuk injil. Bahkan, Ia menjelaskan bahwa jika orang-orang Kristen mau maju dengan berani melalui pintu tersebut di bawah benderaNya, sebagian dari mereka yang akan menyerah adalah orang-orang Yahudi!) - hal 103,104.


John Stott: Jewish converts are here portrayed as captives on the battlefield. They themselves would be familiar with this imagery. It had been prophesied of them years before that ‘the sons of those who oppressed you shall come bending low to you; and all who despised you shall bow down at your feet’ (Is. 60:14). But now the tables are turned. Instead of Gentiles kneeling at Jewish feet, Jews will bow down before Christians - not of course to worship them, but humbly to recognize the Christian Church as the new and the true Israel on whom God has set His love [= Di sini petobat-petobat Yahudi digambarkan sebagai tawanan dalam medan pertempuran. Mereka sendiri akrab dengan penggambaran ini. Telah dinubuatkan tentang mereka jauh sebelumnya bahwa ‘anak-anak orang-orang yang menindas engkau akan datang kepadamu dan tunduk, dan semua orang yang menista engkau akan sujud menyembah telapak kakimu’ (Yes 60:14). Tetapi sekarang keadaannya terbalik. Bukannya orang-orang non Yahudi akan berlutut di kaki orang Yahudi, tetapi orang-orang Yahudi yang akan membungkuk di depan orang-orang Kristen - tentu bukan untuk menyembah / beribadah kepada mereka, tetapi dengan rendah hati mengakui gereja Kristen sebagai Israel yang baru dan benar di atas siapa Allah telah meletakkan kasihNya] - hal 104.


Yes 60:14 - “Anak-anak orang-orang yang menindas engkau akan datang kepadamu dan tunduk, dan semua orang yang menista engkau akan sujud menyembah telapak kakimu; mereka akan menyebutkan engkau ‘kota TUHAN’, ‘Sion, milik Yang Mahakudus, Allah Israel.’”.


Catatan: dalam membaca Yes 60:14, baca juga Yes 60:1-13, khususnya Yes 60:3,10,12, yang jelas menunjukkan bahwa Yesaya berbicara tentang orang-orang / bangsa-bangsa non Yahudi yang datang kepada bangsa Yahudi.


Barclay mengatakan bahwa bangsa Yahudi sudah kehilangan tempatnya dalam rencana Allah, dan tempat itu diberikan kepada gereja. Orang Yahudi dalam pengertian Allah, bukanlah bangsa keturunan Abraham, tetapi orang yang mempunyai iman seperti Abraham. Gereja adalah Israel dari Allah (Gal 6:16). Karena itu, janji yang diberikan kepada Israel dalam Yes 60:14 itu, sekarang diwarisi oleh gereja.


c) Orang-orang Yahudi itu hanya akan mengakui kebenaran kekristenan dan bahwa Tuhan mengasihi mereka, tetapi mereka tetap tidak bertobat.


Homer Hailey: “The Lord’s promises to make the Jews come and worship before them raises a question. Does this say that through the providence of God and the faithful preaching of the gospel by the church the Jews would be converted to Christ? Or will the promise be fulfilled by those of the synagogue of Satan who come to recognize the true power of the church but do not obey the truth? Scholars are divided over the answer; the construction of the statement makes either possible. In view of the disposition and spirit of the Jews and the continual hardening of their hearts as the church came to be comprised of Gentiles, the latter seems the more probable” (= Janji-janji Tuhan untuk membuat orang-orang Yahudi datang dan menyembah di hadapan mereka menimbulkan suatu pertanyaan. Apakah ini dimaksudkan untuk mengatakan bahwa melalui providensia Allah dan pemberitaan Injil secara setia oleh gereja, orang-orang Yahudi akan ditobatkan kepada Kristus? Atau apakah janji itu akan digenapi oleh orang-orang dari sinagog setan itu, yang mengakui kuasa yang benar dari gereja, tetapi tidak mentaati kebenaran? Para penafsir terbagi dalam jawabannya; konstruksi dari pernyataan ini membuat kedua pandangan ini memungkinkan. Tetapi mengingat kecondongan dan semangat orang-orang Yahudi dan pengerasan hati mereka yang terus-menerus pada waktu gereja terdiri dari orang-orang non Yahudi, pandangan terakhir kelihatannya lebih memungkinkan) - hal 152.


Barnes’ Notes: “they would be constrained to acknowledge that they were the children of God, or that God regarded them with his favour. It does not mean necessarily that they would themselves be converted to Christ. ... The truth taught here is, that it is in the power of the Lord Jesus so to turn the hearts of all the enemies of religion that they shall be brought to show respect to it; so to incline the minds of all people that they shall honour the church, or be at least outwardly its friends” (= mereka akan terpaksa mengakui bahwa orang-orang Kristen itu adalah anak-anak Allah, atau bahwa Allah memandang mereka dengan kebaikanNya. Ini tidak harus berarti bahwa mereka sendiri akan dipertobatkan kepada Kristus. ... Kebenaran yang diajarkan di sini adalah, bahwa Tuhan Yesus mempunyai kuasa untuk membalikkan hati dari semua musuh-musuh agama sehingga mereka akan menunjukkan hormat kepadanya; untuk mencondongkan pikiran-pikiran dari semua orang sehingga mereka akan menghormati gereja, atau setidaknya menjadi sahabat gereja secara lahiriah) - hal 1567.


Catatan:

  • penafsiran ini agak aneh, karena kalau mereka tahu orang kristen yang berkenan di hati Tuhan, mengapa mereka tidak ikut menjadi kristen? Tetapi perlu diingat bahwa keadaan seperti itu memang memungkinkan, karena adanya pengerasan hati / tidak adanya pekerjaan Tuhan untuk mempertobatkan. Contoh: Kel 8:19  9:7  Yoh 17:21b  Kis 2:47a (‘dan mereka disukai semua orang’).

  • Kata-kata ‘Tuhan Yesus mempunyai kuasa’ dalam kutipan di atas tidak berarti bahwa Ia selalu melakukan hal itu. Bandingkan dengan Amsal 16:7 yang berkata: ‘Jikalau TUHAN berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikanNya dengan dia’. Ini juga tidak mungkin dimutlakkan seakan-akan semua / mayoritas musuh akan didamaikan dengan orang kristen itu, karena kalau demikian bagaimana kita menafsirkan ayat-ayat seperti Yoh 15:18-21  Luk 6:22-23,26, yang jelas menunjukkan bahwa ada banyak musuh bagi orang kristen?


Yang mana yang benar dari penafsiran-penafsiran ini? Perhatikan kata-kata Aku akan menyuruh mereka datang dan tersungkur di depan kakimu dan mengaku, bahwa Aku mengasihi engkau”.

KJV: I will make them to come and worship before thy feet, and to know that I have loved thee’ (= Aku akan membuat / memaksa mereka untuk datang dan menyembah di depan kakimu, dan mengetahui bahwa Aku telah mengasihi kamu).

NASB: I will make them to come and bow down at your feet, and to know that I have loved you’ (= Aku akan membuat / memaksa mereka untuk datang dan membungkuk / menyembah pada kakimu, dan mengetahui bahwa Aku telah mengasihi kamu).

NIV: I will make them come and fall down at your feet and acknowledge that I have loved you’ (= Aku akan membuat / memaksa mereka datang dan menjatuhkan diri di depan kakimu, dan mengakui bahwa Aku telah mengasihi kamu).

RSV: I will make them come and bow down before your feet, and learn that I have loved you’ (= Aku akan membuat / memaksa mereka datang dan membungkuk / menyembah di depan kakimu, dan mengetahui bahwa Aku telah mengasihi kamu).

Semua bagian yang saya garisbawahi di sini rasanya menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi itu dipaksa untuk melakukan hal itu. Jadi mungkin yang terjadi bukanlah pertobatan. Mungkin Tuhan memberi mereka penderitaan yang membuat mereka terpaksa melakukan hal itu. Jadi sekalipun saya berpendapat bahwa pandangan yang kedua merupakan pandangan yang memungkinkan, tetapi saya lebih condong pada pandangan yang ketiga.


Ay 10: “Karena engkau menuruti firmanKu, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi”.


1) ‘Karena engkau menuruti firmanKu, untuk tekun menantikan Aku. Ini salah terjemahan.

KJV: ‘Because thou hast kept the word of my patience’ (= Karena engkau telah menuruti firman kesabaranKu).

RSV: ‘Because you have kept my word of patient endurance’ (= Karena engkau telah menuruti firmanKu tentang ketahanan yang sabar).

NIV: ‘Since you have kept my command to endure patiently’ (= Karena engkau telah menuruti perintahKu untuk bertahan dengan sabar).

NASB/Lit: ‘Because you have kept the word of My perseverance’ (= Karena engkau telah menuruti firman ketekunanKu).


Ada 2 penafsiran tentang ‘firman ketekunanKu’ ini:


a) Ini menunjuk pada ketekunan dari Kristus.

Leon Morris (Tyndale): “It seems to mean ‘the teaching which was exemplified in My steadfastness’” (= Ini kelihatannya berarti ‘ajaran yang ditunjukkan / diteladankan dalam kesetiaan / ketabahanKu’) - hal 80.


b) Ini menunjuk pada ketekunan / kesabaran dari para penganut ajaran ini / orang kristen.

Matthew Poole: “the doctrine of the gospel is, unquestionably, the word here called ‘the word of the Lord’s patience’, because it was that word, that doctrine, which (as those time went) could not be adhered to and observed without much patience in those that adhered to it; both actively, waiting for the promises revealed in it, and passively, enduring all manner of trials and crosses” [= tidak diragukan bahwa ajaran Injillah yang dimaksudkan dengan firman yang di sini disebut ‘firman kesabaran Tuhan’, karena firman itu, ajaran itu, tidak bisa dianut dan ditaati tanpa banyak kesabaran dalam mereka yang menganutnya; baik secara aktif, menunggu janji-janji yang dinyatakan di dalamnya, dan secara pasif, menahan segala macam ujian dan salib] - hal 958.


Herman Hoeksema: “the Word of Christ’s patience, the Word which always exhorted them to be patient and to suffer and bear the cross for Christ’s sake” (= Firman dari kesabaran Kristus, Firman yang selalu mendesak mereka untuk sabar dan untuk menderita dan memikul salib demi Kristus) - hal 127.

Herman Hoeksema: “Patience, in the Scriptural sense of the word, always presupposes suffering for Christ’s sake, the bearing of the cross” (= Kesabaran, dalam arti Alkitabiah dari kata itu, selalu mensyaratkan penderitaan demi Kristus, pemikulan salib) - hal 127.

Herman Hoeksema: “the picture of the little church in Philadelphia reminds us that the church must not force the fruits when they do not immediately become evident. Today this is often the case. In her anxiety to force men into the kingdom the church not so infrequently compromises on the gospel of Jesus Christ and the truth of the Word of God. It does no longer emphasize the essential truth. It feels that perhaps men are repelled by the preaching of sin and total depravity, of wrath and condemnation, not to speak of the fundamental truths of election and reprobation. These truths, therefore, are no longer preached. Instead, a certain shallow gospel of love takes its place, in order to attract men and to force them into the church. Gradually the gospel loses its strength and its true content. And the result is that rather than bringing the world to Christ, we bring the church into the world. Philadelphia had not adopted this method. She had labored faithfully and seen no fruit. For still she was small. But she had kept the Word of Christ’s patience and had in no wise denied His name. And therefore, finally, in Philadelphia we have the true picture of the faithful mission church. Mindful of her smallness and of her dependence on Christ, mindful that He must open the door, she remains a faithful witness and does not deny the truth” (= gambaran dari gereja kecil di Filadelfia mengingatkan kita bahwa gereja tidak boleh memaksakan buah bila buah itu tidak segera menjadi jelas. Jaman ini hal ini sering terjadi. Dalam keinginan untuk memaksa manusia ke dalam kerajaan, gereja tidak jarang mengkompromikan injil Yesus Kristus dan kebenaran Firman Allah. Gereja tidak lagi menekankan kebenaran yang hakiki. Gereja merasa bahwa mungkin manusia ditolak / dipukul mundur oleh pemberitaan tentang dosa dan kebejatan total, tentang kemurkaan dan penghukuman, belum lagi tentang kebenaran dasar dari pemilihan dan penetapan binasa. Karena itu, kebenaran-kebenaran ini tidak lagi diberitakan. Sebagai gantinya adalah suatu injil dangkal yang menekankan kasih, supaya bisa menarik manusia dan memaksa mereka ke dalam gereja. Secara bertahap injil kehilangan kekuatannya dan isi yang sebenarnya. Dan akibatnya adalah bahwa kita bukannya membawa dunia kepada Kristus, tetapi membawa gereja kepada dunia. Filadelfia tidak mengadopsi metode ini. Ia telah bekerja keras dengan setia dan belum melihat hasilnya. Karena ia tetap kecil. Tetapi ia telah menuruti Firman kesabaran Kristus dan tidak menyangkal namaNya. Dan karena itu, akhirnya, di Filadelfia kita mempunyai gambar yang benar dari gereja misi yang setia. Sadar akan kekecilan dirinya dan akan ketergan-tungannya pada Kristus, sadar bahwa Ia harus membukakan pintu, ia tetap menjadi saksi yang setia dan tidak menyangkal kebenaran) - hal 129-130.


2) ‘maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi”.


Ada bermacam-macam penafsiran tentang bagian ini:


a) Pandangan Dispensational Futurist.

Steve Gregg: “Dispensational futurists find in this statement a promise of the pre-tribulation Rapture. Taking ‘the hour or trial which shall come upon the whole world’ to be suggestive of a global crisis, it is thought that this refers to a future tribulation period. Since Jesus promises to keep (the church) from this terrible time, it is argued that the church must be removed from the earth prior to the tribulation of the last days. However, this passage is capable of alternative interpretations” [= Orang-orang Futurist dari golongan Dispensationalis menemukan dalam pernyataan ini suatu janji tentang Pengangkatan orang suci sebelum masa kesusahan. Mereka mengartikan ‘hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia’ sebagai suatu krisis yang bersifat global, dan menganggapnya sebagai masa kesukaran yang akan terjadi di masa yang akan datang. Karena Yesus berjanji untuk melindungi (gereja) dari saat yang mengerikan ini, maka mereka menganggap bahwa gereja harus disingkirkan dari bumi sebelum masa kesukaran pada akhir jaman. Tetapi text ini memungkinkan penafsiran yang lain] - hal 76.


Jadi, Dispensational Futurist menganggap bahwa:

  • pencobaan ini betul-betul akan menimpa seluruh dunia.

  • perlindungan Tuhan terhadap orang-orang kristen menunjuk kepada Rapture / pengangkatan orang suci, yang terjadi sebelum masa kesukaran besar.

Agak berbeda dengan ini, Homer Hailey hanya menekankan bahwa orang kristen tidak akan terkena pencobaan itu, tetapi ia tidak mengatakan bahwa ini terjadi melalui Rapture / pengangkatan orang suci.

Homer Hailey: “‘From the hour of trial,’ from out of the midst of (EK); but whether by ‘immunity from’, or by ‘being brought safely through’, the preposition does not clearly define (Alford). The question seems best determined by the context: the trial that was to come upon the whole inhabited earth was to test ‘them that dwell upon the earth.’ The word ‘earth’ (GE) occurs 81 times in the course of the book and is used in numerous ways. It is frequently used as metonymy for the realm or world of unregenerated men. This use will be pointed out in various places where the redeemed are distinguished from ‘them that dwell upon the earth,’ earthlings or earth dwellers. The church will have its trials which test faith, but it will be kept from trials which would affect the earthlings, the world of the unregenerated. Those of the world, those in conflict with Christ and His church, will be, in this instance, the ones tried ” [= ‘Dari hari pencobaan’,  dari tengah-tengah pencobaan itu (EK); tetapi apakah ini menunjukkan bahwa mereka akan kebal terhadap pencobaan itu / tidak terkena pencobaan itu atau bahwa mereka akan dibawa secara aman melalui pencobaan itu, kata depannya tidak menegaskan secara jelas (Alford). Kelihatannya merupakan hal yang terbaik kalau persoalan / keraguan itu ditentukan oleh kontex: pencobaan yang akan datang kepada seluruh bumi yang didiami adalah untuk mencobai / menguji ‘mereka yang diam di bumi’. Kata ‘bumi’ (GE) muncul 81 x dalam kitab ini dan digunakan dalam banyak cara. Itu sering digunakan sebagai nama lain untuk dunia orang yang belum dilahirbarukan. Penggunaan ini bisa ditunjukkan dalam pelbagai tempat dimana orang yang ditebus dibedakan dari ‘mereka yang tinggal / diam di bumi’, orang yang tinggal di bumi atau penghuni bumi. Gereja bisa mempunyai pencobaannya yang menguji iman, tetapi gereja akan dijaga dari pencobaan-pencobaan yang akan mempengaruhi orang yang tinggal di bumi, dunia orang yang tidak dilahirbarukan. Orang-orang dari dunia, orang-orang yang berten-tangan dengan Kristus dan GerejaNya, dalam hal ini, adalah orang-orang yang dicobai] - hal 152-153.


Ada keberatan terhadap pandangan Dispensationalist Futurist ini:

  • ‘seluruh dunia’ tidak harus berarti ‘seluruh dunia’.

Barnes’ Notes: “The phrase here used - ‘all the world’ - may either denote the whole world; or the whole Roman empire; or a large district or country; or the land of Judea. ... Here, perhaps, all that is implied is, that the trial would be very extensive or general ... It need not be supposed that the whole world literally was included in it, or even all the Roman empire, but what was the world to them. ... Tacitus ... mentions an earthquake that sank twelve cities in Asia Minor in one night, by which, among others, Philadelphia was deeply affected; and it is possible that there may have been reference here to that overwhelming calamity. But nothing can be determined with certainty in regard to this” (= Ungkapan yang digunakan di sini - ‘atas seluruh dunia’ - bisa menunjukkan ‘seluruh dunia’ atau ‘seluruh kekaisaran Romawi’ atau ‘suatu daerah atau negara yang besar’ atau ‘tanah Yudea’. ... Di sini mungkin yang dimaksudkan adalah bahwa pencobaan itu akan bersifat sangat luas dan umum. ... Kita tidak perlu menganggap bahwa seluruh dunia secara hurufiah tercakup di dalamnya, atau bahkan seluruh kekaisaran Romawi, tetapi apa yang merupakan dunia bagi mereka. ... Tacitus ... menyebutkan sebuah gempa bumi yang menenggelamkan 12 kota di Asia Kecil dalam satu malam, dan di antara kota-kota yang lain, Filadelfia juga sangat terpengaruh oleh gempa bumi itu; dan adalah mungkin bahwa kata-kata ini berkenaan dengan bencana yang sangat besar itu. Tetapi tidak ada yang bisa ditentukan dengan pasti berkenaan dengan hal ini) - hal 1568. Bdk. Luk 2:1 dimana kata-kata ‘seluruh dunia’ jelas menunjuk pada ‘wilayah kekaisaran Romawi’.

  • Steve Gregg mengatakan bahwa golongan lain di luar Dispensatio-nalism tidak setuju kalau kata-kata ‘hour of trial’ / ‘hari pencobaan’ diidentikkan dengan suatu periode selama beberapa tahun menjelang kiamat. Bahkan kalau hal ini diterima, Yesus tetap bisa melindungi umatNya tanpa menyingkirkan mereka melalui Rapture / pengang-katan orang suci. Bandingkan dengan doa Yesus dalam Yoh 17:15 - “Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat”.

  • Herman Hoeksema: “It is false, for it is not in harmony with Scripture. Christ warns His people more than once that this hour shall come, and that they must remain faithful unto the end. Why all these warnings of tribulation, with which Scripture abounds, if they that are faithful shall not be in the hour of temptation? And dangerous this conception is, because it puts the church to sleep. The church which expects to be received in the air before the great tribulation comes does not prepare itself for the battle and for the hour of temptation. That hour shall catch her unexpectedly. And therefore, we must not labor under this illusion, but must expect to be in tribulation, and must prepare for the evil day, putting on the whole armour of God” (= Itu salah, karena itu tidak sesuai dengan Kitab Suci. Kristus memperingati umatNya lebih dari sekali bahwa saatnya akan datang, dan bahwa mereka harus tetap setia sampai akhir. Untuk apa semua peringatan yang begitu banyak dalam Kitab Suci tentang kesusahan / kesukaran ini, jika orang yang setia tidak akan ada pada saat pencobaan? Dan konsep ini berbahaya, karena konsep ini menidurkan gereja. Gereja yang mengharapkan untuk diterima di udara sebelum masa kesukaran besar datang, tidak mempersiapkan dirinya untuk pertempuran dan untuk saat pencobaan itu. Saat itu akan menjerat mereka secara tak terduga. Dan karena itu, kita tidak boleh bekerja di bawah khayalan ini, tetapi harus mengharapkan untuk ada dalam kesukaran, dan harus mempersiapkan diri untuk hari yang jahat itu, sambil mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah) - hal 132.


b) Preterist, yang berpandangan bahwa mayoritas dari kitab Wahyu itu sudah terjadi, menganggap bahwa krisis di seluruh kekaisaran Romawi, telah menggenapi ‘hari pencobaan’ ini.

Steve Gregg juga mengatakan bahwa preterists beranggapan bahwa suatu krisis di seluruh kekaisaran Romawi sudah cukup sesuai dengan istilah ‘seluruh dunia’ yang digunakan dalam Wah 3:10 ini. Lagi-lagi bandingkan dengan Luk 2:1 dimana kata-kata ‘di seluruh dunia’ jelas menunjuk pada ‘wilayah kekaisaran Romawi’.

Steve Gregg: “to test those who dwell on the earth (or ‘land,’ i.e., Israel) may suggest that there is a crisis that will shake the whole empire and put the Jews, in particular, into special peril” [= untuk menguji / mencobai mereka yang diam di bumi (atau ‘tanah / negeri’, yaitu Israel) bisa menunjukkan bahwa akan ada suatu krisis yang akan menggoncangkan seluruh kekaisaran dan meletakkan orang-orang Yahudi khususnya ke dalam bahaya yang khusus] - hal 77.


Barnes’ Notes: “To test their character. It would rather seem from this that the affliction was some form of persecution as adapted to test the fidelity of those who were affected by it. The persecutions in the Roman empire would furnish abundant occasions for such a trial” (= Untuk mencobai / menguji karakter mereka. Dari sini kelihatannya penderitaan / kesusahan itu adalah semacam penganiayaan yang disesuaikan untuk mencobai / menguji kesetiaan dari mereka yang terkena olehnya. Penganiayaan dalam kekaisaran Romawi akan memberi banyak peristiwa untuk pencobaan seperti itu) - hal 1568.


Steve Gregg: “Preterism suggests that this judgment on Jerusalem is what is implied in the promise, I am coming quickly! (verse 11)” [= Preterisme mengusulkan bahwa penghakiman terhadap Yerusalem ini adalah apa yang dimaksudkan secara implicit dalam janji ini. Aku datang dengan segera! (ay 11)] - hal 77.


c) Kebanyakan penafsir beranggapan bahwa orang-orang kristen akan mengalami masa pencobaan ini, tetapi perlindungan Tuhan menjaga agar mereka tidak dikalahkan oleh pencobaan itu.


Barnes’ Notes: “That is, I will so keep you that you shall not sink under the trials which will prove a severe temptation to many. This does not mean that they would be actually kept from calamity of all kinds, but that they would be kept from the temptation of apostasy in calamity. He would give them grace to bear up under trials with a Christian spirit, and in such a manner that their salvation should not be endangered” (= Yaitu, Aku akan menjaga engkau sehingga engkau tidak akan tenggelam di bawah pencobaan-pencobaan yang akan menjadi pencobaan yang hebat untuk banyak orang. Ini tidak berarti bahwa mereka akan betul-betul dijaga dari segala macam bencana, tetapi bahwa mereka akan dijaga dari pencobaan untuk murtad dalam bencana. Ia akan memberi mereka kasih karunia untuk bertahan di bawah pencobaan-pencobaan dengan suatu semangat Kristen, dan dengan cara sedemikian rupa sehingga keselamatan mereka tidak terancam) - hal 1568.


James B. Ramsey: “To be kept from, ‘out of’ the hour of temptation or trial, cannot mean not to suffer temptation and trial, but to be saved from its power, to be kept through it, and brought safely out of it” (= Dilindungi dari, ‘keluar dari’ hari pencobaan atau ujian, tidak bisa berarti ‘tidak menderita pencobaan dan ujian’, tetapi diselamatkan dari kuasanya, dijaga / dilindungi melalui pencobaan itu, dan dibawa dengan aman keluar dari pencobaan itu) - hal 176.


James B. Ramsey: “this is not to be taken as the prediction of a specific time of trial that was to come and pass away once for all, but as the announcement of the fact that none in any age, or place, or circumstances, can escape this hour. It must come upon all generations, as well as all nations and churches. No sphere of duty or usefulness, no degree of Christian attainment is secure, no place in the church so high or so low as to escape it. ... Only in heaven, and in the new world, wherein dwelleth righteousness, can we hope to escape its assaults. But all they who faithfully hold fast the word of Christ, shall be kept by His power, and brought safely out of it” (= ini tidak boleh dianggap sebagai ramalan tentang saat yang spesifik dari pencobaan yang akan datang dan berlalu sekali untuk selamanya, tetapi seperti pengumuman dari fakta itu bahwa tidak ada orang dalam jaman apapun, atau tempat manapun, atau keadaan apapun, bisa lolos dari saat ini. Itu harus datang pada semua generasi, bangsa dan gereja. Tak ada bidang kewajiban atau kebergunaan, tidak ada tingkat pencapaian Kristen yang aman, tidak ada tempat di gereja yang begitu tinggi atau begitu rendah sehingga bisa lolos darinya. ... Hanya di surga, dan dalam dunia yang baru, dimana terdapat kebenaran, kita bisa berharap untuk lolos dari serangannya. Tetapi semua mereka yang dengan setia berpegang pada Firman Kristus, akan dilindungi / dijaga oleh kuasaNya, dan dibawa dengan aman keluar darinya) - hal 176-177.


Penerapan: sekalipun ada janji penjagaan sehingga kita tidak murtad atau kehilangan keselamatan, kita tetap punya tanggung jawab untuk berusaha secara maximal agar tidak kalah oleh pencobaan itu. Salah satunya yang ditekankan oleh kutipan di atas ini adalah belajar Firman Tuhan dan berpegang pada Firman Tuhan tersebut.


Herman Hoeksema: “the original may very well be interpreted to signify that the little church of Philadelphia would indeed be cast into the midst of temptation and be tried with all the world, but that in that tribulation the Lord would keep her, so that she would come out of it unharmed” (= bahasa aslinya bisa diartikan bahwa gereja Filadelfia yang kecil ini betul-betul akan dilemparkan ke tengah-tengah pencobaan dan dicobai / diuji bersama seluruh dunia, tetapi bahwa dalam kesukaran itu Tuhan akan melindungi / menjaganya, sehingga ia akan keluar dari pencobaan itu tanpa terluka / dirugikan) - hal 132.


Hoeksema juga mendukung pandangan / penafsirannya ini dengan ay 11 yang memberi janji dan perintah: ‘Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu’.


Herman Hoeksema: “it is not when the church escapes persecution, but when she is in the midst of it that she needs the admonition, coming directly from the Lord: ‘Hold fast that which thou hast, that no man take thy crown.’” (= bukan pada saat gereja lolos dari penganiayaan / tidak terkena penganiayaan, tetapi pada waktu gereja ada di tengah-tengah penganiayaanlah gereja membutuhkan nasehat / peringatan ini, yang datang langsung dari Tuhan: ‘Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu’) - hal 133.


3) John Stott menghubungkan pencobaan dalam ay 10 ini dengan pintu terbuka dalam ay 8, dan lalu berkata: “The third obstacle in the path of the Philadelphian Christians was the threat of the future tribulation. The thunder clouds of persecution were gathering. At any time the storm might break. Surely this was no time for evangelism? This was a time for retrenchment and consolidation, not for advance? Again, Christ has different ideas. He warns them of coming trial with one breath, and with the next urges them to step through the open door without fear” (= Halangan ketiga dalam jalan dari orang-orang Kristen Filadelfia adalah ancaman kesukaran yang akan datang. Awan guntur dari penganiayaan sedang berkumpul. Pada setiap saat badai bisa terjadi. Pasti ini bukan waktu untuk penginjilan? Apakah ini merupakan waktu untuk berlindung dan menguatkan diri sendiri, bukan untuk maju? Lagi-lagi, Kristus mempunyai gagasan yang berbeda. Ia memperingatkan mereka tentang pencobaan yang mendatang dengan satu helaan nafas, dan dengan helaan nafas selanjutnya mendesak mereka untuk melangkah melalui pintu yang terbuka tanpa rasa takut) - hal 104.


John Stott: “Subtle and specious are the reasons we find to excuse ourselves the bother of evangelistic endeavour. Our forces are small and feeble, we say. The opposition is great, and the danger of further unpleasantness real. Let us not do anything rash or foolish. Let us wait a while until the circumstances are more propitious. Does not the Bible itself say ‘There is a time to speak and a time to be silent’? Yes, yes, but the devil himself can misquote and misapply Scripture like that. Neither the Church’s weakness nor present nor future opposition should silence us. The Philadephian church had all these handicaps; yet it was before them that Christ opened the door of service” (= Licik / tak kentara dan tampaknya bagus alasan-alasan yang kita dapatkan untuk menghindari kesusahan dari usaha penginjilan. Kita berkata: kekuatan kita kecil dan lemah. Musuh kita besar dan bahaya dari ketidak-nyamanan yang lebih jauh adalah nyata. Marilah kita tidak melakukan apapun yang tergesa-gesa atau bodoh. Baiklah kita menunggu sebentar sampai keadaan lebih menguntungkan. Bukankah Alkitab sendiri berkata: ‘Ada waktu untuk berbicara dan waktu untuk diam’? Ya, ya, tetapi setan sendiri bisa melakukan pengutipan secara salah dan penerapan secara salah dari Kitab Suci seperti itu. Baik kelemahan Gereja ataupun permusuhan saat ini atau di masa yang akan datang tidak boleh membungkam kita. Gereja Filadelfia mempunyai semua rintangan-rintangan ini; tetapi adalah di hadapan mereka Kristus membukakan pintu pelayanan) - hal 104-105.


Dalam majalah ‘NARWASTU’ bulan Juni 2000, hal 20, diceritakan bahwa Pdt. Yusuf Rony menjalin kerja sama dengan IAIN, dan bahkan dikatakan bahwa “dosen-dosen Islamologi yang mengajar di tempat kami semuanya dari IAIN Jakarta”. Lalu ditanyakan oleh wartawan / majalah tersebut: “Apakah dalam kerjasama ini ada misi pekabaran Injilnya?”. Dia menjawab: “Tidak ada. Jujur sekolah ini tidak mencampurkan misi pekabaran Injil dengan kebebasan akademik. Beda dengan DOULOS, karena mencampuradukkan, akibatnya tanggung sendiri”.


Kalau pemberitaan majalah tersebut benar, maka saya berpendapat bahwa sikap dan kata-kata Pdt. Yusuf Rony ini perlu dikecam karena:

  • bagaimana mungkin ada sekolah theologia yang mempunyai dosen yang bukan orang kristen? Menurut saya itu merupakan suatu ‘kegilaan’!

  • sikap tidak memberitakan Injil tersebut bertentangan dengan 2Tim 4:2 yang berbunyi: “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran”, yang jelas menunjukkan bahwa kita harus menggunakan setiap kesempatan dan setiap saat, bahkan saat yang tidak baik, untuk memberitakan Injil. Perintah untuk ‘cerdik seperti ular’ (Mat 10:16) tidak boleh diartikan sebagai ijin untuk tidak memberitakan Injil, karena kalau demikian akan bertentangan dengan 1Tim 4:2 tersebut di atas. Lalu harus diartikan bagaimana? Paling-paling cara kita dalam memberitakan Injil itu yang harus sebijaksana / secerdik mungkin. Tetapi perlu diingat bahwa bagaimanapun bijaksana / cerdiknya cara yang kita gunakan, penganiayaan tetap bisa terjadi.

  • ia bukannya mendukung tetapi sebaliknya mengecam orang / golongan (DOULOS) yang menderita karena pemberitaan Injil. Seandainya ia hidup pada abad pertama, beranikah ia mengecam Yohanes Pembaptis yg menegur Herodes (Mat 14:1-11), atau Petrus dan Yohanes yang tetap memberitakan Injil sekalipun dilarang (Kis 4-5), atau Stefanus (Kis 6-7)?


Ay 11: “Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu”.


1) ‘Aku datang segera’.

Geoffrey B. Wilson: “It is clear from 2:16 that ‘I come quickly’ does not refer to Christ’s final coming in glory, but to his coming to help the Philadelphians in their hour of need” (= Adalah jelas dari 2:16 bahwa ‘Aku datang segera’ tidak menunjuk pada kedatangan akhir dari Kristus dalam kemuliaan, tetapi pada kedatanganNya untuk menolong jemaat Filadelfia pada saat mereka membutuhkannya) - hal 46.

Tetapi juga ada penafsir-penafsir yang menganggap bahwa ini menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya.


Yang jelas, berbeda dengan pemberitaan kedatangan Yesus yang bersifat ancaman kepada gereja Efesus (2:5b), gereja Pergamus (2:16), dan gereja Sardis (3:3b), maka di sini janji kedatangan itu bersifat menghibur / menguatkan, sama seperti kepada gereja Tiatira (2:25).


Memang kalau kita setia kepada Kristus, kedatangan Kristus (tak peduli itu kedatangan kedua atau bukan) akan menyenangkan bagi kita. Sebaliknya kalau kita tidak setia, kedatangan Kristus akan menakutkan bagi kita.


2) ‘Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu’.


a) Bagaimana seseorang bisa kehilangan mahkota?

Homer Hailey: “The crown may be forfeited by any individual who grows careless, complacent, self-satisfied, overconfident, or who neglects opportunity and duty” (= Setiap orang bisa kehilangan mahkota, jika ia menjadi ceroboh, puas dengan diri sendiri, terlalu yakin, atau menyia-nyiakan kesempatan dan kewajiban) - hal 153.

Penjelasan:

  • ‘hidup ceroboh’ biasanya berurusan dengan dosa. Lawan katanya adalah hati-hati / waspada. Kita harus hati-hati dalam memilih gereja, pekerjaan, teman, dan lebih-lebih pacar / pasangan hidup. Kalau tidak, kita bisa kehilangan mahkota kita!

  • ‘puas dengan diri sendiri’ bisa berurusan dengan pengertian Firman Tuhan, atau pelayanan yang dilakukan, atau pengudusan yang telah dicapai. Rasa puas ini menyebabkan kita tidak berusaha untuk maju lagi. Dan dalam dunia kerohanian, ‘tidak berusaha maju’ menjamin terjadinya kemunduran!

  • ‘terlalu yakin’ mungkin berurusan dengan keyakinan keselamatan, atau dengan kebenaran yang ia yakini. Ini juga bisa muncul pada saat menghadapi suatu argumentasi / perdebatan. ‘Yakin’ merupakan sesuatu yang baik, selama ia memang meyakini sesuatu yang benar. Tetapi ‘terlalu yakin’ merupakan sesuatu yang membahayakan, karena sikap ini biasanya disertai dengan suatu kecerobohan.

  • ‘penyia-nyiaan kesempatan dan kewajiban’ berurusan belajar Firman Tuhan atau dengan pelayanan. Misalnya menyia-nyiakan kesempatan untuk ikut dalam Pemahaman Alkitab, atau menyia-nyiakan kesem-patan pelayanan, atau melakukan kewajiban pelayanan saudara dengan sembarangan dan tanpa tanggung jawab. Bandingkan dengan Mat 24:45-51 - “Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.


b) Apa artinya ‘kehilangan mahkota’?

Homer Hailey: “To forfeit the crown is to lose eternal life. The doctrine that a redeemed child of God cannot so act as to be lost is here clearly denied” (= Kehilangan mahkota berarti kehilangan hidup kekal. Doktrin / ajaran bahwa anak Allah yang sudah ditebus tidak bisa bertindak sedemikian rupa sehingga terhilang, dengan jelas disangkal di sini) - hal 153.

Ini pandangan Arminian yang bodoh! Siapa yang suruh tafsirkan ‘mahkota’ sebagai ‘hidup kekal’? Kalau ‘mahkota’ ditafsirkan sebagai ‘pahala’ maka tidak akan muncul pandangan Arminian yang bodoh ini!


Barnes’ Notes: “The truth which is taught here is, that by negligence or unfaithfulness in duty we may be deprived of the glory which we might have obtained if we had been faithful to our God and Saviour” (= Kebenaran yang diajarkan di sini adalah bahwa oleh pengabaian atau ketidak-setiaan dalam tugas, kita bisa kehilangan kemuliaan yang akan kita dapatkan seandainya kita setia kepada Allah dan Juruselamat kita) - hal 1568.

Bandingkan dengan:

  • 2Yoh 8 - “Waspadalah, supaya kamu jangan kehilangan apa yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya”

  • 1Kor 3:10-15 - “Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.


Jadi, orang kristen bisa kehilangan mahkota, dalam arti ia kehilangan pahala / upah, tetapi ia tetap selamat / masuk surga.


Ay 12: “Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKu, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama AllahKu, nama kota AllahKu, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari AllahKu, dan namaKu yang baru”.


1) ‘Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKu, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ’.


a) ‘sokoguru’.

Saya tidak mengerti apa arti kata ini dalam bahasa Indonesia. Kata ini juga digunakan dalam Gal 2:9 yang menyebutkan Yakobus, Kefas / Petrus, dan Yohanes sebagai sokoguru gereja Yerusalem. Kata bahasa Inggrisnya lebih mudah untuk dimengerti.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘a pillar’ (= suatu pilar).

Pulpit Commentary: “A pillar is constantly used as a figure of strength and durability (see Jer. 1:18; Gal. 2:9)” [= Pilar digunakan secara tetap sebagai gambaran dari kekuatan dan ketahan-lamaan (lihat Yer 1:18; Gal 2:9)] - hal 112.


Barclay (hal 134) mengatakan bahwa ada orang yang menafsirkan bahwa ‘pillar’ ini berarti ketidak-berubahan karakter secara moral. Dalam dunia ini, orang yang paling kuduspun kadang-kadang bisa bertindak jahat / jelek, misalnya:

  • Abraham berdusta / menyuruh Sarai berdusta (Kej 12:11-13  Kej 20:2), melakukan polygamy, dsb.

  • Daud, yang berzinah dan melakukan pembunuhan (1Sam 11).

  • Petrus yang menyangkal Yesus 3 x (Mat 26:69-75), bersikap munafik (Gal 2:11-14).

  • dll.

Tetapi kalau kita setia kepada Kristus, maka dalam kehidupan nanti kita akan baik secara tetap. Mengapa? Karena tidak ada lagi setan, yang telah dilemparkan ke neraka (Wah 20:10) sehingga tidak lagi bisa menggoda kita, dan karena kita telah disempurnakan (Ibr 12:23). Kita akan ada di surga dalam keadaan ‘NON POSSE PECCARE’ [‘not possible to sin’ (= tidak mungkin berbuat dosa)].


b) ‘Bait Suci’.

Pulpit Commentary: “The temple is NAOS, the shrine, the dwelling-place of God, not HIERON, the whole extent of the sacred buildings. The latter word occurs often in St. John’ Gospel, but never in the Apocalypse. The temple in the Revelation is the abode of God” (= Untuk kata ‘Bait Suci’ digunakan kata NAOS, tempat kudus, tempat tinggal Allah, bukan HIERON, seluruh bangunan kudus. Kata yang terakhir sering muncul dalam Injil Yohanes, tetapi tidak pernah dalam kitab Wahyu. Bait Suci dalam kitab Wahyu adalah tempat tinggal Allah) - hal 112.


Leon Morris (Tyndale): “This is, of course, symbolical and there is no contradiction with 21:22, which tells us that there will be no Temple in heaven. John is not in the slightest concerned to keep the details of one vision consistent with those of another. In each he is making a point with emphasis, and we should not try to dovetail one vision into the details of another. Here his point is that the believer who overcomes will be permanently in the presence of God” (= Tentu saja ini bersifat simbolis dan tidak bertentangan dengan 21:22, yang menceritakan kepada kita bahwa tidak ada Bait Suci di surga. Yohanes sedikitpun tidak mengusahakan supaya perincian dari penglihatan yang satu konsisten dengan yang lain. Dalam setiap penglihatan ia membuat suatu penekanan tertentu dan kita tidak boleh berusaha untuk mencocokkan satu penglihatan dengan detail-detail dari penglihatan yang lain. Di sini penekanannya adalah bahwa orang percaya yang menang akan secara permanen ada di hadapan Allah) - hal 80-81.


Herman Hoeksema: “Is it necessary to mention in this connection that there is no reference here to a literal temple, made with hands? If temple is taken literally, pillars must also be taken in the same sense. And it would be a poor consolation indeed for the people of God to learn that they will all be changed into pillars in the future. No, the sense is symbolical. Temple is symbolic of the dwelling of God with man, of His most intimate communion, of the full realization of God’s covenant of friendship. God’s temple is His people, living in most intimate communion and union with Himself. The pillar is figure of abiding firmness. The Lord Himself supplies the commentary on this expression when He adds: ‘and he shall go out no more.’ To be made pillars in the temple of God, therefore, is to enter lastingly and abidingly into the eternal covenant communion with God, the God of Jesus Christ our Lord. They that overcome in the present struggle, they that are firm in the hour of trial, shall finally enter into that eternal covenant communion with God which is eternal” (= Perlukah disebutkan bahwa ini tidak ada hubungannya dengan Bait Suci secara hurufiah, yang dibuat oleh tangan manusia? Jika ‘Bait Suci’ diartikan secara hurufiah, maka ‘pilar’ juga harus diartikan dalam arti yang sama. Dan akan merupakan suatu penghiburan yang jelek bagi umat Allah bahwa mereka akan berubah menjadi ‘pilar’ di masa yang akan datang. Tidak, artinya adalah secara simbolis. ‘Bait Suci’ merupakan simbol dari tempat tinggal Allah dengan manusia, simbol dari persekutuanNya yang paling intim, simbol dari realisasi dari perjanjian persahabatan Allah. Bait Suci Allah adalah umatNya, yang hidup dalam persekutuan dan persatuan yang paling intim dengan diriNya sendiri. ‘Pilar’ merupakan gambaran dari keteguhan / ke-tetap-an yang kekal. Tuhan sendiri menyuplai tafsiran tentang ungkapan ini pada waktu Ia menambahkan: ‘dan ia tidak akan keluar lagi dari situ’. Karena itu, ‘dibuat menjadi pilar dalam Bait Suci Allah’ berarti masuk secara kekal ke dalam perjanjian persekutuan yang kekal dengan Allah, Allah dari Yesus Kristus Tuhan kita. Mereka yang menang dalam pergumulan saat ini, mereka yang teguh pada saat pencobaan, akhirnya akan masuk ke dalam perjanjian persekutuan yang kekal dengan Allah yang kekal) - hal 134.


Homer Hailey (hal 154) mengatakan bahwa kata ‘Bait Suci’ bisa diartikan ‘gereja’ atau ‘surga’. Dan ada 2 alasan mengapa ia memilih ‘surga’, yaitu:

  • Tidak mungkin diartikan ‘gereja’ karena ia berpendapat bahwa: “As long as one is in the flesh he can lose his crown (verse 11); he can go out of the temple if he so wills”  [= Selama seseorang ada dalam daging ia bisa kehilangan mahkotanya (ay 11); ia bisa keluar dari Bait Suci jika ia menghendaki demikian] - hal 154. Ini lagi-lagi merupakan pandangan Arminiannya yang bodoh. Bdk. Yoh 10:27-30.

  • Kata ‘Bait Suci’ (Yunani: NAOS) digunakan 16 x dalam kitab Wahyu, dan kecuali dalam Wah 11:1,2 dimana hampir pasti itu digunakan untuk menunjuk kepada ‘gereja’, maka kata itu selalu menunjuk kepada ‘surga’.

Ia menambahkan: “John’s saying, ‘I saw no temple therein’ (21:22), does not invalidate the above conclusion, for the whole of heaven is one eternal temple and he who overcomes has a permanent place in it” [= Kata-kata Yohanes ‘Aku tidak melihat Bait Suci di dalamnya’ (21:22), tidak membuat kesimpulan di atas tidak berlaku, karena seluruh surga merupakan satu Bait Suci yang kekal dan ia yang menang mempunyai tempat yang permanen di dalamnya] - hal 154.


c) ‘Ia tidak akan keluar lagi dari situ’.


Steve Gregg: “Such pillars are earthquake-proof, so that, unlike the citizens of Philadelphia, who had frequently been driven out of their city by quakes, the overcomer shall go out no more” (= Pilar-pilar seperti itu tahan gempa, sehingga berbeda dengan warga Filadelfia yang sering dipaksa keluar dari kota mereka oleh gempa, sang pemenang tidak akan keluar lagi) - hal 77.


John Stott: “Philadelphian Christians might live in fear of earthquake shocks, but nothing will shake them when they stand as pillars in heaven” (= Orang-orang Kristen Filadelfia boleh hidup dalam ketakutan terhadap goncangan gempa bumi, tetapi tidak ada suatu apapun yang akan menggoncangkan mereka pada waktu mereka berdiri sebagai pilar di surga) - hal 113.


John Stott: “So become a pilgrim in this life, and you will be a pillar in the next. Dare to go out through the door of service, and you will never go out of the security of paradise. ... Be content to wander as a sheep in and out finding pasture, and you will dwell in the house of the Lord for ever. That is the prospect before all those who will go forth valiantly through open doors, wage war for Christ against the powers of evil and conquer in the fight” (= Jadi, jadilah seorang musafir dalam hidup ini, dan engkau akan menjadi pilar dalam hidup yang akan datang. Beranilah untuk keluar melalui pintu pelayanan, dan engkau tidak akan pernah keluar dari keamanan dari surga. ... Puaslah untuk mengembara sebagai seekor domba untuk menemukan padang rumput, dan engkau akan tinggal dalam rumah Tuhan selama-lamanya. Itulah harapan / pandangan di hadapan semua orang yang mau maju dengan berani melalui pintu yang terbuka, berperang untuk Kristus melawan kuasa kejahatan dan menang dalam pertempuran / peperangan) - hal 113.


Barnes’ Notes: “The main truth here is, that if we reach heaven, our happiness will be secure for ever” (= Kebenaran utama di sini adalah bahwa jika kita mencapai surga, kebahagiaan kita akan aman / terjamin selamanya) - hal 1568.


Sebetulnya, asal kita sudah betul-betul percaya dan diselamatkan, sekalipun kita belum masuk surga, tetapi kita tetap aman.

Loraine Boettner: “The saints in heaven are happier but no more secure than are true believers here in this world” (= Orang-orang kudus di surga lebih bahagia tetapi tidak lebih aman / terjamin dari pada orang percaya yang sejati dalam dunia ini) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 183.

Kata-kata Loraine Boettner ini tidak dimaksudkan untuk mengajarkan bahwa orang yang sudah masuk surga sama tidak amannya dengan orang percaya yang masih hidup di dunia. Sebaliknya, ini dimaksudkan untuk mengajarkan bahwa orang percaya yang masih hidup di bumi sama amannya dengan orang yang sudah masuk surga. Mengapa? Karena keselamatan tidak bisa hilang (bdk. Yoh 10:27-28)! Jadi, kita hanya kalah dalam kebahagiaan, tetapi tidak dalam keamanan / terjaminnya keselamatan.


Tetapi tentu saja ini tidak berarti bahwa kita boleh hidup secara sembrono. Kita tetap harus hidup waspada, dengan banyak belajar Firman Tuhan, berdoa, menguduskan diri, waspada terhadap ajaran sesat, dsb, seakan-akan kita bisa kehilangan keselamatan.


2) ‘dan padanya akan Kutuliskan nama AllahKu, nama kota AllahKu, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari AllahKu, dan namaKu yang baru’.


a) Tentang ‘nama AllahKu’, ‘nama kota Allahku’, dan ‘namaKu yang baru’.

Leon Morris (Tyndale): “‘The name of God’ indicates that the overcomer belongs to God. That of ‘the city of my God’ signifies that he has citizenship rights in the ‘new Jerusalem’ (cf. Gal. 4:26, Heb. 11:10, 12:22, 13:14). ‘My new name’ possibly refers to the new state of affairs brought about by the consummation of redemption. Then Christ appears in a character in which He could not appear until this consummation was reached” [= ‘Nama Allah’ menunjukkan bahwa si pemenang adalah milik Allah. ‘Nama kota AllahKu’ berarti bahwa ia mempunyai hak-hak kewarganegaraan dalam ‘Yerusalem yang baru’ (bdk. Gal 4:26  Ibr 11:10  12:22  13:14). ‘NamaKu yang baru’ mungkin menunjuk pada keadaan yang baru yang dihasilkan oleh penyempurnaan penebusan. Pada waktu itu Kristus tampil dalam suatu karakter / keadaan dalam mana Ia tidak bisa tampil sampai penyempurnaan ini tercapai] - hal 81.

Steve Gregg: “The writing of the New Jerusalem upon the believer suggests citizenship there (cf. Ps. 87:5-6)” [= Penulisan Yerusalem yang baru pada orang percaya menunjukkan kewarganegaraan di sana (bdk. Maz 87:5-6)] - hal 77.


b) ‘Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari AllahKu’.


  • Ini tidak boleh ditafsirkan secara hurufiah.

Barnes’ Notes: “It is a departure from all proper laws of interpretation to explain this literally, as if a city should be actually let down from heaven; and equally so to infer from this passage, and the others of similar import in this book, that a city will be literally reared for the residence of the saints.” [= Merupakan suatu penyimpangan dari semua hukum-hukum penafsir-an yang benar untuk menjelaskan hal ini secara hurufiah, seakan-akan suatu kota betul-betul diturunkan dari surga; dan juga merupakan penyimpangan yang sama kalau kita menyimpulkan dari text ini, dan hal-hal lain yang mirip artinya dalam kitab ini, bahwa suatu kota akan secara hurufiah didirikan untuk tempat tinggal dari orang-orang kudus.] - hal 1568.


  • ini merupakan gambaran dari ‘gereja’ yang memang ‘mempunyai asal usul di surga’.

Barnes’ Notes: “‘New Jerusalem’. Jerusalem was the place where the temple was reared, and where the worship of God was celebrated. It thus came to be synonymous with the church - the dwelling place of God on earth. ‘Which cometh down out of heaven from my God’. ... Of course, this must be a figurative representation, but the idea is plain. It is, (1) that the church is, in accordance with settled Scripture language, represented as a city - the abode of God on earth. (2) That this, instead of being built here, or having an earthly origin, has its origin in heaven. It is as if it had been constructed there, and then sent down to earth ready formed. ... The comparison of the church with beautiful city, and the fact that it has its origin in heaven, is all that is fairly implied in the passage.” [= ‘Yerusalem yang baru’. Yerusalem merupakan tempat dimana Bait Suci didirikan, dan tempat dimana penyembahan kepada Allah dilakukan. Jadi itu menjadi kata yang sama artinya dengan gereja - tempat tinggal Allah di bumi. ‘Yang turun dari surga dari Allahku’. ... Tentu saja ini merupakan suatu penggambaran simbolis, tetapi gagasannya / maksudnya jelas. Yaitu, (1) bahwa gereja, sesuai dengan bahasa Kitab Suci yang tetap, digambarkan sebagai sebuah kota - tempat tinggal Allah di bumi. (2) Bahwa ini, bukannya dibangun di sini, atau mempunyai asal usul duniawi, tetapi mempunyai asal usulnya di surga. Seakan-akan gereja dibentuk di sana, dan lalu diturunkan ke bumi dalam keadaan telah dibentuk. ... Perbandingan gereja dengan kota yang indah, dan fakta bahwa itu mempunyai asal usul di surga, merupakan semua yang dimaksudkan secara jelas oleh text ini.] - hal 1568.


Herman Hoeksema: “It is not necessary to go into details as to the reality and the meaning of this new Jerusalem. Suffice it to say that it represents the society of the elect in glory, the body of Christ, the complete assembly of all the saints.” [= Tidak diperlukan untuk menyelidiki secara terperinci berkenaan dengan realita dan arti dari Yerusalem yang baru ini. Cukup untuk mengatakan bahwa itu mewakili masyarakat orang pilihan dalam kemuliaan, tubuh Kristus, perkumpulan yang lengkap dari semua orang kudus.] - hal 135.


Pulpit Commentary: “The name ‘new Jerusalem’ is always coupled in the Revelation with the phrase, ‘coming down from heaven’ (see ch. 21:2,10). The spirituality and holiness of the Church is thus set forth, since its being is wholly due to God, in its creation and sustenance.” [= Nama ‘Yerusalem yang baru’ dalam kitab Wahyu selalu digandengkan dengan ungkapan ‘turun dari surga’ (lihat pasal 21:2,10). Dengan demikian sifat rohani dan kekudusan dari Gereja dinyatakan, karena keberadaannya sepenuh-nya disebabkan oleh Allah, dalam penciptaannya dan pemeliharaannya.] - hal 113.


3) Kesimpulan yang diberikan oleh Barnes tentang ay 12 ini.

Barnes’ Notes: “The reward, therefore, promised here is, that he who by persevering fidelity showed that he was a real friend of the Saviour, would be honoured with a permanent abode in the holy city of his habitation. In the church redeemed and triumphant he would have a perpetual dwelling; and wherever he should be, there would be given him sure pledges that he belonged to him, and was recognised as a citizen of the heavenly world. To no higher honour could any man aspire; and yet that it is an honour to which the most humble and lowly may attain by faith in the Son of God.” [= Karena itu, pahala yang dijanjikan di sini adalah bahwa ia yang dengan kesetiaan yang tekun menunjukkan bahwa ia adalah sahabat yang sejati dari sang Juruselamat, akan dihormati dengan tempat tinggal permanen dalam kota kudus ini. Dalam gereja yang ditebus dan menang ia akan mendapat tempat tinggal kekal; dan dimanapun ia ada, di sana diberikan kepadanya janji yang pasti bahwa ia adalah milikNya, dan diakui sebagai warga negara dari dunia surgawi. Tidak ada kehormatan yang lebih tinggi yang bisa diinginkan oleh siapapun juga; tetapi itulah kehormatan yang didapatkan oleh orang yang paling kecil / tidak penting dan rendah oleh iman kepada Anak Allah.] - hal 1568.


Penerapan: kalaupun sekarang saudara berada dalam keadaan rendah (miskin, tidak berkedudukan, bodoh, dsb), asalkan saudara betul-betul adalah orang yang percaya, maka nanti saudara akan menjadi orang yang terhormat di surga. Bandingkan dengan cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31). Pada saat di dalam dunia, maka orang kaya itu yang terhormat, dan Lazarus sangat miskin dan hina. Tetapi dalam kekekalan, keadaan menjadi terbalik! Biarlah ini menjadi penghiburan bagi saudara dalam penderitaan dan kehinaan saudara saat ini.


Ay 13: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat”.


Pulpit Commentary (hal 114) mengatakan bahwa dari 7 gereja dalam Wah 2-3, hanya gereja Filadelfia yang bertahan sampai jaman sekarang, dan itu menunjukkan bahwa mereka memang mendengarkan / memperhatikan apa yang dinasehatkan dalam surat ini kepada mereka.


Steve Gregg: “In the systems of the historicists and some futurists, Philadelphia is taken to be the church at the time of the Great Awakening (from 1793) and beyond. This began with the era of Wesley, Finney, and Moody, whose activities ranged from the early 18th to the late 19th centuries. The ‘open door’ that Christ had placed before this church refers to the great opportunity for evangelistic harvesting. This period will continue until the return of Christ, overlapped in the latter days by the Laodicean period” [= Dalam sistim dari Historisist dan sebagian futurist, Filadelfia diartikan sebagai gereja pada masa Kebangunan Besar (dari 1793) dan selanjutnya. Ini dimulai dengan jaman Wesley, Finney, dan Moody, yang aktivitasnya berkisar dari awal abad 18 sampai akhir abad 19. ‘Pintu yang terbuka’ yang telah ditempatkan oleh Kristus di hadapan gereja ini menunjuk pada kesempatan untuk penuaian penginjilan. Periode ini akan berlanjut sampai kembalinya Kristus, bertumpukan pada hari-hari terakhir dengan periode Laodikia] - hal 77.



-o0o-



WAHYU 3:14-22

SURAT KEPADA JEMAAT / GEREJA LAODIKIA


Ay 14: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah”.


1) Kota Laodikia.


a) Kota Laodikia adalah kota kaya yang merupakan kota per-bank-an.

Robert H. Mounce (NICNT): “In Roman times Laodicea became the wealthiest city in Phrygia” (= Dalam jaman Romawi Laodikia menjadi kota terkaya di Phrygia) - hal 123.

Steve Gregg menambahkan bahwa kota Laodikia merupakan ‘banking center, which is obviously related to its general wealth’ (= pusat per-bank-an, yang jelas berhubungan dengan kekayaannya secara umum) - hal 78.

Pada tahun 60 M. kota ini hancur karena gempa bumi, tetapi dibangun kembali tanpa pertolongan pihak luar, karena kayanya kota ini.


b) Kota Laodikia menghasilkan wol.

Tanahnya yang subur menyebabkan banyak rumput untuk domba, dan ini menghasilkan wol, khususnya wol hitam. Di kota ini ada pabrik pakaian yang memproduksi pakaian dari wol hitam ini.


c) Kota Laodikia terkenal karena sekolah medis, dan ahli-ahli pengobatannya menemukan obat-obatan yang hebat, khususnya obat untuk mata.

Robert H. Mounce (NICNT): “Two of the most famous were an ointment from spice nard for the ears, and an eye-salve made from ‘Phrygian powder’ mixed with oil” (= Dua yang paling terkenal adalah salep dari sejenis tanaman untuk telinga, dan salep mata yang dibuat dari ‘bubuk Phrygia’ yang dicampur dengan minyak) - hal 123.


Kecaman Yesus bahwa mereka miskin, buta dan telanjang (ay 17b) merupakan kebalikan dari hal-hal untuk mana Laodikia ini terkenal! Ini menunjukkan bahwa kondisi seseorang secara rohani / di hadapan Tuhan bisa bertentangan / berkebalikan dengan kondisi seseorang secara duniawi / jasmani / di hadapan manusia!

Misalnya:

  • dalam pandangan manusia kita menang, pandai, untung, kuat, hebat, dan sebagainya, tetapi dalam pandangan Tuhan kita jelek. Contoh: Lot, orang kaya dalam cerita Lazarus dan orang kaya, atau orang kaya dalam perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh.

  • dalam pandangan manusia kita dianggap kalah, bodoh, rugi, lemah, dan sebagainya, tetapi dalam pandangan Tuhan kita sukses. Contoh: Abraham yang mengalah terhadap Lot (Kej 13), para murid yang meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Yesus.


Karena itu dari pada memikirkan penilaian manusia terhadap diri saudara, sebaiknya saudara memikirkan penilaian Tuhan terhadap diri saudara.

1Kor 4:3-5 - “Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah”. Dalam bagian ini, khususnya pada ay 3nya Kitab Suci Indonesia terjemahannya kacau. Bandingkan dengan terjemahan NIV di bawah ini.

NIV: “I care very little if I am judged by you or by any human court; indeed, I do not even judge myself. My conscience is clear, but that does not make me innocent. It is the Lord who judges me. Therefore judge nothing before the appointed time; wait till the Lord comes. He will bring to light what is hidden in darkness and will expose the motives of men’s hearts. At that time each will receive his praise from God” (= Aku bahkan tidak menghakimi diriku sendiri. Hati nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat aku tak berdosa. Tuhanlah yang menghakimi aku. Karena itu jangan menghakimi apapun sebelum waktu yang ditetapkan; tunggulah sampai Tuhan datang. Ia akan menerangi apa yang tersembunyi dalam kegelapan dan menyingkapkan motivasi dari hati manusia. Pada saat itu setiap orang akan menerima pujiannya dari Allah).


2) Gereja Laodikia.


a) Pendirian gereja Laodikia dan hubungannya dengan Paulus.

John Stott: “... nobody knows when the seeds of the gospel were sown in it or how the Christian Church took root there. St. Paul probably never visited the cities of the Lycus valley, and it is possible that Epaphras founded the church. But Paul wrote a letter to the Laodicean church at the same time as he wrote his epistle to the Colossians. Indeed, most contemporary scholars think that the Laodicean letter is none other than our so-called ‘Epistle to the Ephesians’ since three of the best and earliest manuscripts of that epistle omit at its beginning the words, ‘at Ephesus’. It may therefore have been a circular letter sent in the first instance to Laodicea (Col. 1:7; 2:1; 4:12-16)” [= ... tak seorangpun tahu kapan benih injil disebarkan di kota ini atau bagaimana gereja Kristen berakar di sana. Mungkin Santo Paulus tidak pernah mengunjungi kota-kota dari lembah Lycus, dan adalah mungkin bahwa Epafras yang mendirikan gereja ini. Tetapi Paulus menulis surat kepada gereja Laodikia pada saat yang sama dengan penulisan surat Kolose. Kebanyakan penafsir jaman ini beranggapan bahwa surat Laodikia ini tidak lain dari pada surat Efesus karena tiga dari manuscripts yang terbaik dan terkuno dari surat ini membuang kata-kata ‘di Efesus’ pada bagian awalnya. Karena itu mungkin surat ini merupakan surat edaran yang pertama-tama dikirim ke Laodikia (Kol 1:7; 2:1; 4:12-16)] - hal 115.


Robert H. Mounce (NICNT): “The church was probably founded during the time Paul spent at Ephesus on his third missionary journey (Acts 19:10), perhaps by Epaphras (Col 4:12). There is no evidence that Paul visited the church, although he wrote them a letter (Col 4:16) which was subsequently lost” [= Gereja ini mungkin didirikan pada saat Paulus ada di Efesus pada perjalanan misionarisnya yang ketiga (Kis 19:10), mungkin oleh Epafras (Kol 4:12). Tidak ada bukti bahwa Paulus mengunjungi gereja ini, sekalipun ia menulis surat kepada mereka (Kol 4:16) yang lalu hilang] - hal 124.


Catatan: jelas bahwa ada pertentangan antara pandangan John Stott dan pandangan Robert H. Mounce ini. Kalau John Stott mengatakan bahwa surat Paulus kepada gereja Laodikia itu mungkin adalah surat Efesus, maka Robert H. Mounce ini memastikan bahwa surat itu hilang, dan dengan demikian itu bukanlah surat Efesus.


b) Gereja Laodikia memburuk pada jaman Yohanes menulis kitab Wahyu.

Leon Morris (Tyndale): “In John’s day the condition of the church in this city had deteriorated sadly. This church receives the severest condemnation of all the seven to whom letters are sent” (= Dalam jaman Yohanes kondisi gereja di kota ini memburuk secara menyedihkan. Gereja ini menerima kecaman yang paling keras dari ketujuh gereja kepada siapa surat-surat ini ditujukan) - hal 82.

Penerapan: kondisi gereja memang mudah memburuk. Karena itu kita semua harus mempunyai rasa ‘ikut memiliki’ dan harus ikut berjuang untuk menjaga supaya gereja tidak memburuk. Perjuangan itu meliputi banyak hal seperti:

  • doa.

  • pelayanan.

  • kehadiran kita dalam acara gereja.

  • persembahan.


3) ‘Inilah firman dari Amin’.


a) Ini adalah satu-satunya tempat dimana Kristus disebut dengan gelar ‘Amin’.

Kata ‘Amin’ muncul 9 x dalam kitab Wahyu dan banyak kali dalam bagian Kitab Suci yang lain, tetapi di sini adalah satu-satunya dimana kata itu digunakan sebagai gelar bagi Kristus.


b) Apa artinya gelar ‘Amin’ ini bagi Kristus?

Dalam kamus Alkitab Indonesia kata ini diartikan sebagai ‘sungguh’, ‘benar’, atau ‘pasti’. Sekarang apa artinya kalau kata ini dijadikan gelar bagi Kristus?

  • Pulpit mengatakan bahwa gelar ini menunjukkan Kristus sebagai ‘the true One’ (= Yang benar).

  • Beasley-Murray mengatakan bahwa ini menunjukkan kesetiaan Kristus.

G. R. Beasley-Murray: “The idea involved in the expression is not that God is the true God in contrast to false gods, but that God is the faithful one, the reliable and trustworthy one, who can be trusted to keep his covenant with his people” (= Gagasan yang dimaksud dalam ungkapan ini bukanlah bahwa Allah adalah Allah yang benar sebagai kontras dari allah-allah palsu, tetapi bahwa Allah adalah Allah yang setia, dapat diandalkan dan dapat dipercaya, yang bisa dipercaya untuk memegang perjanjianNya dengan umatNya) - hal 64-65.

  • William R. Newell menghubungkan kata / nama ‘Amin’ untuk Yesus di sini dengan 2Kor 1:20 - “Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah”.

KJV: ‘For all the promises of God in him are yea, and in him Amen, unto the glory of God by us’ (= Karena semua janji-janji Allah dalam Dia adalah ya, dan dalam Dia Amin, bagi kemuliaan Allah oleh kita).

Newell lalu berkata: “This is a great announcement, for in ourselves we are worse than failures, but in Christ all God’s plans are made good” (= Ini merupakan suatu pengumuman yang besar, karena dalam diri kita sendiri kita lebih buruk dari kegagalan, tetapi dalam Kristus semua rencana Allah sukses / berhasil) - hal 75.


4) ‘Saksi yang setia dan benar’.

Robert H. Mounce (NICNT): “... it was added to clarify for the non-Hebrew-speaking audience the meaning of ‘amen’ (p. 418). It presents the trustworthiness of Christ in sharp contrast to the unfaithfulness of the Laodicean church” (= ... ini ditambahkan untuk menjelaskan arti ‘amin’ untuk pendengar yang tidak berbahasa Ibrani. Ini menyajikan sifat dapat dipercaya dari Kristus yang dikontraskan secara menyolok dengan ketidak-setiaan gereja Laodikia) - hal 124.


Herman Hoeksema: “Just because the Lord is the Amen in Himself, He is also such in His testimony. His witness is true and faithful. He never makes a mistake. ... And the result is that his testimony is perfectly in harmony with the condition of the church in Laodicea. The members of the church may certainly rely upon it, that if His testimony cencerning them clashes with their own opinion of self, it is because the latter, and not the former, is erroneous.” (= Karena Tuhan itu adalah Amin itu sendiri, maka Ia juga demikian dalam kesaksianNya. KesaksianNya benar dan setia. Ia tidak pernah membuat kesalahan. ... Dan akibatnya adalah bahwa kesaksianNya cocok secara sempurna dengan kondisi gereja di Laodikia. Anggota-anggota gereja ini bisa dengan pasti bersandar pada kesaksian itu, dan jika kesaksianNya tentang mereka bertentangan dengan pandangan mereka tentang diri mereka sendiri, itu disebabkan karena pandangan mereka tentang diri mereka sendiri adalah salah) - hal 143-144.


5) ‘permulaan dari ciptaan Allah’.


a) Penafsiran sesat dari Arianisme: Yesus adalah ciptaan pertama dari Bapa.

Robert H. Mounce (NICNT): “The Arian meaning, ‘the first thing created,’ is at variance with the Colossian passage that declares that ‘in ... through ... and for him’ all things were created (Col 1:16)” [= Arti yang diambil oleh Arianisme ‘hal pertama yang diciptakan’ bertentangan dengan text dalam surat Kolose yang menyatakan bahwa segala sesuatu diciptakan ‘dalam ... melalui ... dan untuk Dia’ (Kol 1:16)] - hal 125.

Kol 1:16 - “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.


Steve Gregg mengatakan (hal 79) bahwa karena Paulus menginstruksi-kan gereja Kolose untuk menyampaikan suratnya kepada gereja Laodikia (Kol 4:16), maka gereja Laodikia pasti tahu tentang surat Kolose, yang mempunyai ayat yang berbunyi: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu” (Kol 1:15-18).

Catatan: ada beberapa kesalahan penterjemahan dari text ini, dan akan saya bahas di bawah nanti (point b).

Tahunya gereja Laodikia tentang text Kolose ini, tidak memungkinkan mereka salah mengerti tentang maksud dari kata-kata Kristus di sini, dan lalu menafsirkannya bahwa Yesus adalah ciptaan pertama dari Bapa.


b) Penafsiran yang benar tentang kata-kata ini.


  • Bagian ini berhubungan dengan Kol 1:15-18.

Robert H. Mounce (NICNT): “‘the beginning of the creation of God,’ is undoubtedly linked to Paul’s great christological passage in Colossians 1:15ff, where Christ is designated ‘the beginning’ (vs. 18) and ‘the firstborn of all creation’ (vs. 15)” [= kata-kata ‘permulaan dari ciptaan Allah’ tak diragukan lagi berhubungan dengan text kristologi yang besar dari Paulus dalam Kol 1:15-dst., dimana Kristus digambarkan sebagai ‘permulaan’ (ay 18) dan ‘yang sulung dari semua ciptaan’ (ay 15)] - hal 124.

Kol 1:15 - “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan. Ini terjemahannya salah, dan TB2-LAI tidak memperbaikinya.

NASB: ‘And He is the image of the invisible God, the firstborn of all creation (= Dan Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung dari semua ciptaan).

Kol 1:18 - “Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu”. Ini terjemahannya juga salah, dan TB2-LAI juga tidak memperbaikinya.

NASB: ‘He is also head of the body, the church; and He is the beginning, the first-born from the dead; so that He Himself might come to have first place in everything’ (= Ia juga adalah kepala tubuh, gereja; dan Ia adalah permulaan, yang sulung dari orang mati; sehingga Ia sendiri bisa datang untuk mendapat tempat pertama dalam segala sesuatu).


  • Bagian ini tidak boleh diartikan sehingga bertentangan dengan bagian-bagian lain dari Kitab Suci.

John Stott: “He is the beginning of God’s creation. If we adopt the fundamental principle of Biblical interpretation that each Scripture must be understood in the light of all and that no passage may be so expounded ‘that it be repugnant to another’ ... , then this title of Christ means ‘the originator of the creation of God’” (= Ia adalah permulaan dari ciptaan Allah. Jika kita menyetujui prinsip dasar dari penafsiran Alkitab bahwa setiap bagian Kitab Suci harus dimengerti dalam terang dari semua dan tidak ada text yang boleh dijelaskan ‘sehingga itu bertentangan dengan yang lain’ ..., maka gelar Kristus ini berarti ‘yang memulai ciptaan / penciptaan Allah’) - hal 121.


  • kita harus memilih arti yang benar dari 2 arti yang ada.

William Barclay: “This phrase, as it stands in English, is ambiguous. It could mean, either, that Jesus was the first person to be created or that he began the process of creation .... It is the second meaning which is intended here. The word for beginning is ARCHE. In early Christian writings we read that Satan is the ARCHE of death, that is to say, death takes its origin in him; and that God is the ARCHE of all things, that is, all things find their beginning in him” (= Ungkapan ini dalam bahasa Inggris mempunyai arti ganda. Ungkapan ini bisa diartikan bahwa Yesus adalah pribadi pertama yang diciptakan, atau bahwa Ia memulai proses penciptaan. ... Adalah arti kedua yang dimaksudkan di sini. Kata untuk ‘permulaan’ adalah ARCHE. Dalam tulisan kristen kuno kita membaca bahwa Setan adalah ARCHE dari kematian, artinya, kematian punya asal mula di dalam dia; dan bahwa Allah adalah ARCHE dari segala sesuatu, artinya, segala sesuatu mendapatkan permulaannya dalam Dia) - hal 140-141.


  • komentar-komentar lain tentang bagian ini.

Barnes’ Notes: “he is ‘the beginning of the creation of God,’ in the sense that he is the head or prince of the creation. ... Having this rank, it was proper that he should speak with authority to the church at Laodicea” (= Ia adalah ‘permulaan dari ciptaan Allah’, dalam arti bahwa Ia adalah kepala atau pangeran dari ciptaan / penciptaan. ... Karena adanya pangkat / kedudukan ini, maka tepatlah kalau Ia berbicara dengan otoritas kepada gereja di Laodikia) - hal 1569.

G. R. Beasley-Murray: “NEB renders the phrase, ‘the prime source of all God’s creation’. The concept is the same as ‘alpha’ in the title ‘alpha and omega’.” (= NEB menterjemahkan ungkapan ini ‘sumber utama dari semua ciptaan Allah’. Konsepnya sama seperti ‘alfa’ dalam gelar ‘alfa dan omega’.) - hal 104.

Robert H. Mounce (NICNT): “Moffat calls this ‘the most explicit allusion to the pre-existence of Jesus in the Apocalypse’ (p. 370)” [= Moffat menyebut ini ‘kiasan yang paling explicit terhadap ke-pra-ada-an Yesus dalam kitab Wahyu’ (hal 370)] - hal 125.


Ay 15-16: “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu”.


1) ‘Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. ... Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, ...’ (ay 15a,16a).

Ada bermacam-macam penafsiran tentang bagian ini / tentang kata-kata ‘dingin’, ‘panas’, dan ‘suam-suam kuku’ ini:


a) Harus ditafsirkan secara keseluruhan, dan sekedar berarti bahwa Tuhan muak dengan keadaan mereka. 

Herman Hoeksema (hal 139-140) mengatakan bahwa ia tidak setuju untuk menafsirkan bahwa ‘panas’ berarti orang yang betul-betul hidup secara rohani dan bersemangat dalam pelayanan dan pekerjaan Tuhan, sedangkan ‘dingin’ berarti kondisi mati rohani yang mutlak. Alasannya, kalau diartikan seperti itu maka tidak mungkin Yesus lebih menginginkan ‘dingin’ dari pada ‘suam-suam kuku’. Karena itu ia tidak mau menafsirkan ay 15 ini bagian perbagian atau kata per kata. Ia menafsirkannya secara keseluruhan dan artinya adalah: Tuhan muak dengan keadaan mereka. Tetapi boleh dikatakan semua penafsir berpandangan berbeda dengan Hoeksema.


b) Ini dilatar-belakangi oleh sebuah mata air panas yang berkhasiat untuk mengobati, dan air dingin dari Kolose.

Robert H. Mounce (NICNT): “Six miles north across the Lycus was the city of Hierapolis, famous for its hot springs which, rising within the city, flowed across a wide plateau and spilled over a broad escarpment directly opposite Laodicea. ... Blaiklock is representative of those who see this as the background for picturing the lukewarmness of the Laodicean church and Christ’s reaction to it. ... Rudwick and Green argue that the adjectives ‘hot,’ ‘cold,’ and ‘lukewarm’ are not to be taken as describing the spiritual fervor (or lack of it) of people. The contrast is between the hot medicinal waters of Hierapolis and the cold, pure waters of Colossae. Thus the church in Laodicea ‘was providing neither refreshment for the spiritual weary, nor healing for the spiritually sick. It was totally ineffective, and thus distasteful to its Lord’ (p. 178). ... Among the several advantages of this interpretation is the fact that it is no longer necessary to wonder why Christ prefer the church to be ‘cold’ rather than ‘lukewarm.’” [= Enam mil di Utara Lycus ada kota Hierapolis, yang terkenal karena mata air panasnya, yang muncul di dalam kota, mengalir melewati dataran tinggi yang luas dan meluap ke suatu lereng gunung yang curam langsung berhadapan dengan Laodikia. Blaiklock adalah wakil dari mereka yang melihat ini sebagai latar belakang untuk penggambaran kesuaman dari gereja Laodikia dan reaksi Kristus terhadapnya. ... Rudwick dan Green berargumentasi bahwa kata-kata sifat ‘panas’, ‘dingin’, dan ‘suam-suam kuku’ tidak boleh dianggap menunjukkan semangat rohani (atau tidak adanya semangat rohani) dari orang-orang Laodikia. Kontrasnya adalah antara air panas yang bersifat sebagai obat dari Hierapolis dan air dingin yang murni dari Kolose. Jadi gereja di Laodikia ‘tidak memberikan penyegaran untuk orang yang lelah secara rohani (seperti air dingin dari Kolose), maupun penyembuhan untuk orang yang sakit secara rohani (seperti mata air panas dari Hierapolis). Gereja ini sama sekali tidak efektif, sehingga tidak disukai oleh Tuhannya’ (hal 178). ... Di antara beberapa keuntungan dari penafsiran ini adalah fakta bahwa kita tidak lagi perlu untuk bingung mengapa Kristus lebih menginginkan gereja itu untuk menjadi ‘dingin’ dari pada ‘suam-suam kuku’.] - hal 125-126.


c) Mayoritas penafsir menganggap bahwa ‘panas’ berarti orang kristen yang sungguh-sungguh bagi Tuhan, ‘dingin’ berarti orang kafir, sedangkan ‘suam-suam kuku’ adalah orang kristen yang tidak bersemangat bagi Tuhan.


Homer Hailey: “Hot, ZESTOS (from ZEO) occurs only here and means to boil, be hot, fervent. Apollos is spoken of as being ‘fervent (ZEO) in spirit’ (Acts 18:25), and in a like use of the word Paul urges the Roman saints to be ‘fervent (ZEO) in spirit serving the Lord’ (Rom. 12:11)” [= Panas, ZESTOS (dari ZEO) muncul hanya di sini dan berarti ‘mendidih’, ‘panas’, ‘sungguh-sungguh’. Apolos dikatakan sebagai ‘bersungguh-sungguh (ZEO) dalam roh’ (Kis 18:25), dan dalam penggunaan yang sama tentang kata itu Paulus mendesak orang-orang kudus Roma untuk ‘bersungguh-sungguh (ZEO) dalam roh melayani Tuhan’ (Ro 12:11)] - hal 158.

Catatan: kedua ayat di atas diambil dari terjemahan NASB.


Tentang orang yang suam-suam kuku ini Adam Clarke berkata: “Ye are neither heathens nor Christians - neither good nor evil - neither led away by false doctrine, nor thoroughly addicted to that which is true. In a word, they were listless and indifferent, and seemed to care little whether heathenism or Christianity prevailed (= Kamu bukannya orang kafir ataupun Kristen - bukannya baik atau jahat - tidak disesatkan oleh ajaran palsu maupun sepenuhnya ketagihan / kecanduan terhadap apa yang benar. Singkatnya, mereka itu tidak bergairah dan acuh tak acuh, dan kelihatannya tak terlalu peduli apakah kekafiran atau kekristenan yang menang) - hal 985.

Renungkan: apakah saudara begitu rindu terhadap kebenaran, sampai bisa disebut sebagai ‘ketagihan / kecanduan’?


Adam Clarke: “If ever the words of Mr. Erskine, in his Gospel Sonnets, were true, they were true of this Church: ‘To good and evil equal bent, I’m both a devil and a saint’” (= Seandainya kata-kata dari Mr. Erskine, dalam Soneta Injilnya, adalah benar, maka kata-kata itu benar untuk gereja ini: ‘Condong secara sama pada kebaikan dan kejahatan, aku adalah baik setan maupun orang kudus’) - hal 985.


John Stott: “the church in Laodicea had now fallen on evil days, and Jesus Christ sends to it the sternest of the seven letters, containing much censure and no praise. The church had not been infected with the poison of any special sin or error. We read neither of heretics nor persecutors. But the Christians in Laodicea were neither cold not hot (v. 15)” [= gereja di Laodikia telah jatuh pada hari-hari yang jahat, dan Yesus Kristus mengirimkan kepada gereja ini surat yang paling keras dari ketujuh surat, yang berisikan banyak kritikan dan tidak ada pujian. Gereja ini tidak terpengaruh oleh racun dari dosa atau kesalahan yang khusus. Kita tidak membaca tentang ajaran sesat ataupun penganiaya. Tetapi orang-orang Kristen di Laodikia tidak dingin atau panas (ay 15)] - hal 115.


Sebetulnya di gereja Laodikia pernah ada ajaran sesat, seperti yang dikatakan oleh Pulpit Commentary di bawah ini.

Pulpit Commentary: “The Christian Church there may have been founded by Epaphras through whom St. Paul probably learned of the existence of false doctrine there (Col. 2:4,8 and 1:8), for the Epistle to the Colossians seems to be equally addressed to the Laodiceans (Col. 4:16)” [= Gereja Kristen di sana mungkin didirikan oleh Epafras, dan mungkin melalui dia Santo Paulus mengetahui adanya ajaran sesat di sana (Kol 2:4,8 dan 1:8), karena surat Kolose kelihatannya juga ditujukan kepada gereja Laodikia (Kol 4:16)] - hal 114.

Tetapi Herman Hoeksema (hal 138) mengatakan bahwa ajaran-ajaran sesat ada di Laodikia pada saat Paulus menulis surat Kolose, tetapi pada jaman rasul Yohanes menuliskan kitab Wahyu, keadaannya berbeda. Sekarang tidak ada ajaran-ajaran sesat, tetapi mereka dikuasai oleh kepuasan rohani yang palsu dan keduniawian.


Steve Gregg: “the command to be zealous and repent (v. 19) suggests that the lukewarmness represents a deficiency in zeal for Christ” [= perintah untuk menjadi bersemangat dan bertobat (ay 19) menunjukkan bahwa kesuaman menunjukkan kurangnya semangat bagi Kristus] - hal 79.

Catatan: ay 19 dari Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, dan nanti akan dibahas dalam pembahasan ay 19.

Penerapan: kurang semangat ini bisa terjadi dalam macam-macam hal, seperti dalam mencari / belajar Firman Tuhan, dalam bersaat teduh / berdoa, dalam melayani Tuhan / memberitakan Injil, dalam memberi persembahan, dalam berusaha menguduskan diri / memajukan kerohanian, dan sebagainya. Jangan puas dengan satu atau dua hal dimana saudara bersemangat, tetapi bereskanlah hal-hal dimana saudara tidak bersemangat.


Theodore H. Epp: “Seorang yang merasa puas akan dirinya sendiri, cukup panas (puas?) untuk merasa senang dalam sifat acuh tak acuhnya terhadap perkara-perkara Allah, dan yang memandang enteng peringatan-peringatan Tuhan, orang-orang itulah yang disebut sebagai suam-suam kuku” - hal 118-119.


2) ‘Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!’.


a) Tuhan lebih senang melihat seseorang itu ‘dingin’ dari pada ‘suam-suam kuku’.

Kalau Tuhan lebih menginginkan seseorang ‘panas’ dari pada ‘suam-suam kuku’, maka itu tidak mengherankan. Tetapi mengapa Ia lebih senang seseorang ‘dingin’ dari pada ‘suam-suam kuku’? Ada bermacam-macam alasan yang dikemukakan oleh para penafsir, yaitu:


1. Karena sikap dingin seperti itu lebih jujur dari pada sikap suam-suam kuku. Tidak ada kepura-puraan, penyamaran, kemunafikan dan penipuan diri sendiri (bdk. ay 17).


2. Orang suam-suam kuku itu biasanya sombong.


3. William Hendriksen: “With the heathen, that is with those who have never come into contact with the gospel and who are therefore ‘cold’ with respect to it, you can do something. With sincere, humble Christians you can work with joy. But with these ‘we’re-all-such-very-good-folks-here-in-Laodicea’ people you can do nothing. Even Christ Himself cannot stand them. An emotion, a feeling is here ascribed to the Lord which is not predicated of Him anywhere else in the Good Book. We do not read that He is grieved with them. Neither do we read that He is angry with them. No, He is disgusted with these straddlers. And not just slightly disgusted but thoroughly nauseated” (= Dengan orang kafir, yaitu dengan mereka yang tidak pernah berhubungan dengan injil dan karena itu bisa disebut ‘dingin’, engkau bisa berbuat sesuatu. Dengan orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh dan rendah hati, engkau bisa bekerja / melayani dengan sukacita. Tetapi dengan orang-orang Laodikia yang menganggap diri baik ini, engkau tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan Kristus sendiri tidak tahan menghadapi mereka. Suatu emosi, suatu perasaan di sini digambarkan ada pada Tuhan, yang tidak pernah digambarkan tentang Dia di tempat lain dari Buku yang Baik ini. Kita tidak membaca bahwa Ia sedih karena mereka. Juga kita tidak membaca bahwa Ia marah kepada mereka. Tidak, Ia jijik / muak terhadap orang-orang yang ada di tengah-tengah ini. Dan bukan hanya agak jijik / muak tetapi sepenuhnya muak) - hal 77.

Catatan: kata ‘straddler’ berarti orang yang di tengah-tengah / tidak memihak. Dalam suatu perdebatan, orang ini tidak memilih pandangan yang manapun. Ini tentu dimaksudkan oleh Hendriksen untuk menunjuk kepada orang yang suam-suam kuku, yang tidak dingin dan tidak panas.


4. Lebih ada harapan untuk bertobat bagi orang yang dingin dari pada yang suam-suam kuku.

Barnes’ Notes: “The most hopeless of all persons, in regard to salvation, are those who are members of the church without any evidence or personal piety; who are content with a name to live” (= Orang yang paling tidak ada harapan dalam persoalan keselamatan adalah mereka yang adalah anggota-anggota gereja tanpa bukti apapun atau kesalehan pribadi; yang puas untuk hidup dengan sebuah nama) - hal 1570.

Catatan: mungkin kata-kata ‘yang puas untuk hidup dengan sebuah nama’ maksudnya adalah bahwa orang itu sudah cukup puas untuk disebut sebagai orang kristen, sekalipun sebutan itu tidak punya bukti apapun.


Pulpit Commentary: “Some understand ‘cold’ to mean ‘untouched by the power of grace,’ and ‘lukewarm’ to denote those who, having received the grace of God, had not allowed it full scope in bringing forth works meet for repentance (Matt. 3:8). And just as there was more hope of the real conversion of the ‘cold’ publicans and harlots, who ‘went into heaven’ (Matt. 21:31) before the self-satisfied, ‘lukewarm’ Pharisees, so there is more hope of an unconverted sinner than of him who, having once been roused to a sense of God’s will, has relapsed into a state of self-satisfied indolence and carelessness” [= Sebagian orang mengartikan ‘dingin’ sebagai ‘tidak disentuh oleh kuasa kasih karunia’, dan ‘suam-suam kuku’ menunjukkan mereka yang setelah menerima kasih karunia Allah, tidak mememberi keleluasaan pada kasih karunia itu untuk menghasilkan perbuatan baik yang cocok untuk pertobatan (Mat 3:8). Dan sama seperti ada lebih banyak harapan untuk pertobatan sejati dari pemungut cukai dan pelacur yang ‘dingin’, yang ‘pergi ke surga’ (Mat 21:31) di depan orang-orang Farisi yang suam-suam kuku dan puas dengan dirinya sendiri, demikian juga ada lebih banyak harapan bagi orang berdosa yang belum bertobat dari pada ia, yang pernah dibangunkan pada suatu kesadaran akan kehendak Allah tetapi yang lalu jatuh lagi ke dalam suatu keadaan kelambanan yang puas diri dan ketidakpedulian] - hal 115.


Pulpit Commentary: “Spiritual indifferentism is a most incorrigible condition. Theoretical infidelity we may break down by argument, but moral indifferentism cannot be touched by logic. The spiritually indifferent man shouts out his Creed every Sunday, damns the atheist, and yet himself is ‘without God in the world.’” (= Sikap acuh tak acuh secara rohani merupakan kondisi yang paling tidak bisa diperbaiki. Kekafiran teoretis bisa dihancurkan oleh argumentasi, tetapi sikap acuh tak acuh secara moral tidak bisa disentuh oleh logika. Orang yang acuh tak acuh secara rohani mengucapkan Pengakuan Imannya dengan keras setiap hari Minggu, mengecam orang atheis, tetapi ia sendiri ‘tanpa Allah di dunia ini’) - hal 142.


Leon Morris (Tyndale): “‘There is no one farther from the truth in Christ than the one who make an idle profession without real faith’ (Walvoord)” [= Tidak ada orang yang lebih jauh dari kebenaran dalam Kristus dari pada orang yang membuat pengakuan yang tak berarti tanpa iman yang sejati (Walvoord)] - hal 82-83.


G. R. Beasley-Murray: “So alien to the spirit of Christ is the religious profession of the Laodiceans, John declares that the Lord would prefer them to be outright pagans. ... An honest atheist is more acceptable to the Lord than a self-satisfied religious man, for such a man’s religion has blunted his conscience and blinded him to his need for repentance. The road to the cross has always been easier for the publican than for the Pharisee” (= Pengakuan agamawi dari orang-orang Laodikia begitu asing bagi Roh Kristus, sehingga Yohanes menyatakan bahwa Tuhan lebih menginginkan mereka untuk menjadi kafir secara total. ... Seorang atheis yang jujur lebih bisa diterima oleh Tuhan dari pada seorang beragama yang puas dengan dirinya sendiri, karena agama dari orang seperti itu telah menumpulkan hati nuraninya dan membutakannya terhadap kebutuhan pertobatan. Jalan kepada salib selalu lebih mudah bagi pemungut cukai dari pada bagi orang Farisi) - hal 105.


Theodore H. Epp: “Seorang yang suam-suam kuku mempunyai indikasi kuat bahwa ia belum diselamatkan, tetapi juga bahwa ia merasa puas dengan dirinya sendiri dan sukar untuk beralih dari keadaan rohaninya yang acuh tak acuh. Masih lebih banyak harapan untuk keselamatan seorang yang sungguh-sungguh atheist, yang sama sekali tidak percaya akan Allah, daripada seorang yang mengaku beragama, yang merasa tinggi hati dan menipu dirinya sendiri. Para pemungut cukai dan orang sundal dapat lebih mudah dibawa masuk ke dalam kerajaan sorga daripada orang Farisi yang merasa dirinya suci dan tinggi hati” - hal 118.


5. Matthew Poole menambahkan bahwa alasannya adalah: lebih baik tidak pernah mengenal kebenaran dari pada mengenal kebenaran tetapi hidup menentangnya (bdk. Luk 12:48  Ibr 6:4-6  Ibr 10:26-29  2Pet 2:21-22).

Sejalan dengan itu, William Barclay berkata: “Hard as it may sound, the meaning of this terrible threat of the Risen Christ is that it is better not even to start on the Christian way than to start and then to drift into a conventional and meaningless Christianity. The fire must be kept burning” (= Sekalipun kedengarannya keras, arti dari ancaman yang menakutkan dari Kristus yang telah bangkit ini adalah bahwa lebih baik tidak pernah memulai pada jalan Kristen dari pada memulai dan lalu hanyut kepada kekristenan yang bersifat tradisi dan tak berarti. Api harus dijaga untuk terus menyala) - hal 142.

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

  • 2Pet 2:20-22 - “Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka. Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: ‘Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.’”.

  • Ibr 6:4-6 - “Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghinaNya di muka umum”

  • Ibr 10:26-29 - “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.


b) Dari 3 keadaan itu, tentu saja Tuhan paling senang melihat seseorang itu ‘panas’.

John Stott: “The idea of being on fire for Christ will strike some people as dangerous emotionalism. ‘Surely’, they will say, ‘we are not meant to go to extremes? You are not asking us to become hot-gospel fanatics?’ Well, wait a minute. It depends what you mean. If by ‘fanaticism’ you really mean ‘wholeheartedness’ then Christianity is a fanatical religion and every Christian should be a fanatic. But fanaticism is not wholeheartedness, nor is wholeheartedness fanaticism. Fanaticism is an unreasoning and unintelligent wholeheartedness. It is the running away of the heart with the head. ... ‘Commitment without reflexion is fanaticism in action; but reflexion without commitment is the paralysis of all action.’ What Jesus Christ desires and deserves is the reflexion which leads to commitment and the commitment which is born of reflexion. This is the meaning of wholeheartedness, or being aflame for God” (= Gagasan untuk ‘terbakar’ untuk Kristus akan dianggap oleh sebagian orang sebagai emosionalisme yang berbahaya. Mereka akan berkata: ‘Tentu saja kita tidak dimaksudkan untuk menjadi extrim, bukan? Engkau tidak meminta kita untuk menjadi orang yang fanatik terhadap injil?’ Nah, tunggu sebentar. Itu tergantung pada apa yang engkau maksudkan. Jika dengan ‘fanatisme’ engkau memaksudkan ‘ke-sepenuh-hati-an’ maka kekristenan adalah agama yang fanatik, dan setiap orang kristen harus menjadi seorang yang fanatik. Tetapi fanatisme bukanlah ‘ke-sepenuh-hati-an’ dan ‘ke-sepenuh-hati-an’ bukanlah fanatisme. Fanatisme merupakan ‘ke-sepenuh-hati-an yang tanpa akal’. Itu adalah hati yang terpisah dari kepala. ... ‘Komitmen tanpa pemikiran adalah fanatisme yang sedang beraksi; tetapi pemikiran tanpa komitmen merupakan pelumpuhan semua tindakan / aksi’. Apa yang diinginkan dan layak didapatkan oleh Yesus Kristus adalah pemikiran yang membawa kepada komitmen dan komitmen yang dilahirkan oleh pemikiran. Ini merupakan arti dari ke-sepenuh-hati-an, atau menyala bagi Allah) - hal 116-117.


Saudara mungkin bukanlah orang yang fanatik tanpa akal. Tetapi mungkin saudara adalah orang yang mempunyai pemikiran tetapi tidak disertai komitmen. Ingat bahwa Yesus menginginkan ‘pemikiran yang membawa kepada komitmen dan komitmen yang dilahirkan oleh pemikiran’.


3) ‘Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu’.


a) Kata-kata dari ancaman ini menunjukkan adanya perasaan jijik.

William R. Newell: “Either a hot drink on a cold day, or a cool one on a hot day, is acceptable and refreshing; lukewarm is neither, and disgusts” (= Atau minuman yang panas pada hari yang dingin, atau minuman yang dingin pada hari yang panas, bisa diterima dan menyegarkan; minuman yang suam-suam kuku tidak demikian, dan memuakkan) - hal 76.

Pulpit Commentary: “Nothing is so offensive to him as a corpse in religion’s cloak” (= Tidak ada yang begitu menjijikkan bagiNya seperti mayat yang berjubahkan agama) - hal 124.


b) Sekalipun ini adalah ancaman yang keras, tetapi ini bukan suatu keputusan yang terakhir yang tidak bisa berubah.

James B. Ramsey: “The worst feature of such a condition is, that it so effectually conceals itself. ‘Thou knowest not.’ ... It seems to itself on the very threshold of heaven when ready to fall into the lowest hell. Such a church, with all its self-complacency and confidence, has less of the marks of a true church than any other that Christ acknowledges. It is on the very point of utter rejection, and that with abhorrence: ‘I will spew thee out of My mouth.’ As thus translated, these words seem to express the fixed and unchanging purpose or decision to reject it. This is too strong. The precise meaning is, ‘I am about’ to do this; implying still a brief interval allowed for repentance, before it is thus with loathing and violence rejected” (= Ciri yang terburuk dari kondisi seperti itu adalah bahwa kondisi itu menyembunyikan dirinya sendiri secara begitu efektif. ‘Engkau tidak tahu’. ... Bagi dirinya sendiri ia terlihat seperti ada di ambang pintu surga padahal sebetulnya ia siap untuk masuk ke dalam neraka yang paling rendah. Gereja seperti itu, dengan seluruh kepuasan dan keyakinannya mempunyai lebih sedikit tanda-tanda dari gereja yang benar dari pada gereja-gereja lain yang diakui Kristus. Gereja ini ada pada titik dimana mereka akan ditolak secara total, dan penolakan itu dilakukan dengan perasaan jijik. ‘Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu’. Diterjemahkan seperti itu, kata-kata ini kelihatannya menunjukkan tujuan atau keputusan yang tetap dan tidak berubah untuk menolak gereja itu. Tetapi ini terlalu kuat / keras. Arti yang tepat adalah, ‘Aku akan’ melakukan hal ini, menunjukkan secara tidak langsung bahwa tetap diberikan suatu jangka waktu yang singkat untuk pertobatan, sebelum gereja itu ditolak dengan rasa jijik dan dengan kekerasan) - hal 180.


Catatan: bagian yang saya garis-bawahi rupanya ditujukan untuk menentang pandangan orang-orang yang mempunyai pandangan seperti Hoeksema, yang mengatakan bahwa ay 16 ini menunjukkan kepastian penghakiman / penghukuman Tuhan, dalam arti mereka tidak diberi kesempatan untuk bertobat lagi. Kebanyakan penafsir tidak setuju dengan Hoeksema, karena adanya ay 18-20 menunjukkan bahwa mereka masih tetap diberi kesempatan untuk bertobat. Bandingkan dengan ancaman yang diberikan oleh Tuhan melalui Yunus kepada orang Niniwe (Yunus 3:4), yang juga tidak merupakan keputusan terakhir / pasti dari Allah untuk menghancurkan Niniwe.


c) Akhirnya ancaman ini menjadi kenyataan.

John Stott: “Whether or not the Laodicean church heeded this warning we cannot say. Certainly the city, once prosperous and complacent, is now a miserable waste. ‘Nothing can exceed the desolation and melancholy appearance of the site of Laodicea’, says a recent traveller ... Archbishop Trench vividly portrays the scene: ‘All has perished now. He who removed the candlestick of Ephesus, has rejected Laodicea out of His mouth. The fragments of aqueducts and theatres spread over a vast extent of country tell of the former magnificence of this city; but of this once famous church nothing survives’” (= Apakah gereja Laodikia memperhatikan peringatan ini atau tidak, kita tidak bisa mengatakan. Yang jelas kota yang dahulu pernah makmur dan puas dengan diri sendiri ini, sekarang merupakan reruntuhan yang menyedihkan. ‘Tidak ada yang melebihi penampilan yang sunyi dan sedih dari peninggalan Laodikia’, kata seorang pelancong baru-baru ini ... Uskup besar Trench menggambarkan pemandangan itu secara hidup: ‘Sekarang semua telah binasa. Ia yang mengambil kaki dian dari Efesus, telah memuntahkan Laodikia dari mulutNya. Fragmen / pecahan-pecahan dari saluran-saluran air dan teater-teater tersebar di daerah yang luas menceritakan tentang kemegahan kota ini dahulu, tetapi tentang gereja yang pernah termasyhur ini, tidak ada apapun yang tertinggal’) - hal 120.


Pulpit Commentary: “The importance of this Church continued for some time, the celebrated Council of Laodicea being held there in A.D. 361, and a century later its bishop held a prominent position (Labbe, iv. p. 82, etc.). But its influence gradually waned, and the Turks pressed hardly upon it; so that at the present time it is little more than a heap of ruins. The warnings of the Apostles SS. Paul and John, if heeded at all for a time, were forgotten, and her candlestick was removed” [= Gereja ini tetap penting untuk waktu tertentu, dan ini ditunjukkan dengan penyelenggaraan Sidang gereja Laodikia di sini pada tahun 361 M., dan satu abad setelahnya uskup dari Laodikia memegang posisi yang menonjol (Labbe, iv. hal 82, dst.). Tetapi pengaruh gereja ini perlahan-lahan menyusut, dan orang-orang Turki menekannya dengan keras, sehingga pada saat ini itu hanya sedikit lebih dari setumpuk reruntuhan. Peringatan-peringatan dari rasul-rasul Paulus dan Yohanes, jika diperhatikan untuk sementara waktu, akhirnya dilupakan, dan kaki diannya disingkirkan] - hal 114.


d) Ini juga merupakan peringatan bagi semua gereja / orang kristen yang suam-suam kuku.

Barnes’ Notes: “It may be remarked, also, that what was threatened to that church may be expected to occur to all churches, if they are in the same condition; and that all professing Christians, and Christian churches, that are lukewarm, have special reason to dread the indignation of the Saviour” (= Perlu diperhatikan juga bahwa apa yang diancamkan kepada gereja itu bisa diharapkan terjadi pada semua gereja, jika mereka ada dalam kondisi yang sama; dan bahwa semua orang yang mengaku sebagai orang Kristen dan gereja-gereja Kristen yang adalah suam-suam kuku, mempunyai alasan yang khusus untuk takut pada kemarahan Sang Juruselamat) - hal 1570.


Ay 17: “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang”.


1) ‘Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa’.


a) ‘Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku’.

Barnes mengatakan bahwa kata-kata ini bisa diartikan secara jasmani maupun secara rohani.

  • Ada penafsir yang mengambil pandangan pertama (kaya jasmani), dan ini tentu saja masuk akal, karena Laodikia memang merupakan kota kaya.

  • Tetapi ada penafsir yang mengambil pandangan kedua (kaya rohani).

Robert H. Mounce (NICNT): “The ‘wealth’ claimed by the Laodicean church, however, was not material but spiritual” (= Tetapi kekayaan yang diclaim oleh Gereja Laodikia bukanlah kekayaan materi tetapi rohani) - hal 126.

Saya berpendapat ini tidak masuk akal. Tidak mungkin mereka tidak membicarakan kekayaan jasmaninya sama sekali.


Barnes sendiri (dan juga beberapa penafsir lain yang saya kutip di bawah) mengambil kedua-duanya, dan saya setuju dengan ini.

Barnes’ Notes: “It is not easy to determine which is the true sense; but may it not have been that there was an allusion to both, and that, in every respect, they boasted that they had enough? May it not have been so much the characteristic of that people to boast of their wealth, that they carried the spirit into everything, and manifested it even in regard to religion? Is it not true that they who have much of this world’s goods, when they make a profession of religion, are very apt to suppose that they are well off in everything, and to feel self-complacent and happy? And is not the possession of much wealth by an individual Christian, or Christian church, likely to produce just the lukewarmness which it is said existed in the church of Laodicea? ... the possession of great wealth tends to make a professed Christian self-complacent and satisfied in every respect; to make him feel that, although he may not have much religion, yet he is on the whole well off; and to produce, in religion, a state of just such lukewarmness as the Saviour here says was loathsome and odious” (= Tidak mudah untuk menentukan yang mana arti yang benar; tetapi tidakkah mungkin bahwa di sini ada suatu sindiran pada keduanya, dan bahwa dalam segala hal mereka membanggakan bahwa mereka telah cukup? Tidakkah mungkin bahwa orang-orang yang membanggakan kekayaannya membawa semangat itu pada segala sesuatu, dan bahkan mewujudkannya dalam persoalan agama? Tidakkah benar bahwa mereka yang mempunyai banyak harta benda dunia ini, pada waktu membuat pengakuan agama, cenderung untuk beranggapan bahwa mereka kaya dalam segala sesuatu, dan merasa puas diri dan senang? Dan bukankah pemilikan dari kekayaan yang besar oleh seorang individu Kristen, atau gereja Kristen, sangat mungkin untuk menyebabkan kesuaman persis seperti yang ada dalam gereja Laodikia? ... pemilikan kekayaan yang besar cenderung untuk menyebabkan seorang yang mengaku Kristen merasa puas dalam segala hal; menyebabkan ia merasa bahwa sekalipun ia tidak terlalu religius, tetapi secara keseluruhan ia kaya / beruntung; dan menghasilkan, dalam agama, suatu keadaan kesuaman yang dikatakan oleh Sang Juruselamat di sini sebagai memuakkan dan menjijikkan) - hal 1570.


George Eldon Ladd: “No doubt part of her problem was the inability to distinguish between material and spiritual prosperity. The church that is prospering materially and outwardly can easily fall into the self-deception that her outward prosperity is the measure of her spiritual prosperity” (= Tidak diragukan bahwa sebagian problem gereja ini adalah ketidak-mampuan untuk membedakan antara kemakmuran materi dan kemakmuran rohani. Gereja yang makmur secara materi dan lahiriah bisa dengan mudah jatuh ke dalam penipuan diri sendiri dengan mengira bahwa kemakmuran lahiriahnya merupakan ukuran dari kemakmuran rohaninya) - hal 66.


William Hendriksen: “Laodicea was especially famous for its wealth. ... Perhaps they imagined that their wealth was a sign of God’s special favour. ... They boasted of their spiritual riches. ... It is easy to see that these people were not troubled with any consciousness of sin” (= Laodikia termasyhur khususnya karena kekayaannya. ... Mungkin mereka berkhayal bahwa kekayaan mereka merupakan suatu tanda perkenan yang khusus dari Allah. ... Mereka membanggakan kekayaan rohani mereka. ... Adalah mudah untuk melihat bahwa orang-orang ini tidak diganggu dengan kesadaran dosa apapun) - hal 76.


b) ‘dan aku tidak kekurangan apa-apa’.

Saya berpendapat bahwa kata-kata ini tidak boleh diartikan bahwa mereka adalah orang yang puas dengan kekayaan jasmaninya. Mengapa? Karena itu merupakan sesuatu yang baik (1Tim 6:6-8), sedangkan bagian ini ditulis sebagai suatu kritik.

Lalu apa arti kata-kata ini? Perhatikan kutipan-kutipan di bawah ini.


William R. Newell: “‘Need of nothing’: the loss of a sense of need, as the drowsiness that besets a freezing man, is fatal” (= ‘Tidak kekurangan apa-apa’: kehilangan perasaan membutuhkan, seperti perasaan mengantuk yang menimpa seseorang yang membeku, adalah fatal) - hal 77.


Barnes’ Notes: “It is almost unavoidable that those who are rich in this world’s goods should feel that they have need of nothing. There is no more common illusion among men than the feeling that if one has wealth, he has everything; that there is no want of his nature which cannot be satisfied with that; and that he may now sit down in contentment and ease. ... Comp. Luke 12:19” (= Hampir tidak terhindarkan bahwa mereka yang kaya dalam harta benda dunia ini merasa bahwa mereka tidak membutuhkan apapun. Tidak ada khayalan yang lebih umum di antara manusia dari pada perasaan bahwa jika seseorang memiliki kekayaan, ia mempunyai segala sesuatu; dan bahwa tidak ada kebutuhan yang tidak bisa dipuaskan dengan kekayaan itu; dan bahwa sekarang ia boleh duduk dalam kepuasan dan kesenangan / ketenteraman. ... Bdk. Luk 12:19) - hal 1570.


Luk 12:19 - “Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!”.


Steve Gregg: “Wealth has a way of imparting a false sense of self-sufficiency - the very antithesis of the beggarliness of spirit commended in the Sermon of the Mount (Matt. 5:3)” [= Kekayaan mempunyai cara untuk memberikan / menanamkan perasaan puas diri yang palsu - lawannya, yaitu kemiskinan roh dipuji / dihargai dalam Khotbah di Bukit (Mat 5:3)] - hal 79.


Mat 5:3 - “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”.

NIV: ‘Blessed are the poor in spirit, for theirs is the kingdom of heaven’ (= Berbahagialah / diberkatilah mereka yang miskin dalam roh, karena merekalah yang empunya kerajaan surga).


Kalau saudara adalah orang kaya yang merasa puas dengan keadaan saudara, dan saudara merasa bahwa dengan uang itu saudara bisa mendapatkan apapun, maka renungkan kata-kata di bawah ini.


What money cannot buy.

“Money will buy a bed but not sleep; books but not brains; food but not appetite; finery but not beauty; a house but not a home; medicine but not health; luxuries but not culture; amusements but not happiness; religion but not salvation; a passport to everywhere but heaven” (= Uang bisa membeli ranjang tetapi tidak bisa membeli tidur; buku-buku tetapi tidak otak; makanan tetapi tidak nafsu makan; pakaian bagus / perhiasan tetapi tidak kecantikan; rumah tetapi tidak suasana rumah yang menyenangkan; obat tetapi tidak kesehatan; barang-barang lux / kemewahan tetapi tidak kebudayaan; hiburan tetapi tidak kebahagiaan; agama tetapi tidak keselamatan; sebuah paspor kemana saja kecuali ke surga).


G. R. Beasley-Murray: “Laodicea was much like Sardis: an example of nominal, self-satisfied Christianity. One major difference is that at Sardis there remained a nucleus who had preserved a vital faith (3:4), while the entire Laodicean church was permeated by complacency” [= Laodikia sangat mirip dengan Sardis: suatu contoh dari ke-kristen-KTP-an yang puas diri. Satu perbedaan besar adalah bahwa di Sardis masih tersisa suatu inti yang masih memelihara iman yang hidup (3:4), sementara seluruh Gereja Laodikia diresapi oleh rasa puas diri] - hal 64.


Kekayaan gereja Laodikia yang menyebabkan mereka menjadi seperti itu, mirip dengan Israel pada jaman dahulu, seperti yang dikatakan dalam Ul 32:15,18 di bawah ini.

Ul 32:15,18 - “Lalu menjadi gemuklah Yesyurun, dan menendang ke belakang, - bertambah gemuk engkau, gendut dan tambun - dan ia meninggalkan Allah yang telah menjadikan dia, ia memandang rendah gunung batu keselamatannya. ... Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau”.


Karena itu, janganlah mengejar kekayaan, dan naikkanlah doa yang ada dalam Amsal 30:8b-9 ini.

Amsal 30:8b-9 - “Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku”.


2) ‘dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang’.


a) ‘engkau tidak tahu’.


  • Merupakan suatu kondisi yang sangat menyedihkan, atau mungkin paling menyedihkan, dimana seseorang ada dalam kondisi rohani yang sangat jelek, tetapi ia sendiri tidak mengetahuinya.


Robert H. Mounce (NICNT): “And saddest of all, they did not realize their wretched condition” (= Dan yang paling menyedihkan dari semua, mereka tidak menyadari kondisi mereka yang malang / sangat buruk) - hal 126.


James B. Ramsey: “The worst feature of such a condition is, that it so effectually conceals itself. ‘Thou knowest not.’ ... It seems to itself on the very threshold of heaven when ready to fall into the lowest hell” (= Ciri terburuk dari kondisi seperti itu adalah bahwa kondisi itu menyembunyikan dirinya sendiri secara begitu efektif. ‘Engkau tidak tahu’. ... Gereja ini melihat dirinya sendiri pada ambang pintu surga pada waktu ia sebetulnya siap untuk jatuh ke dalam neraka yang terdalam) - hal 180.


Herman Hoeksema: “it was exactly this awful contrast between their actual condition and the opinion which they had of themselves that made them perfectly nauseating and that at the same time made their condition so hopeless. For indeed, the publican, who knows and confesses his wretchedness, is justified; but what hope is there for the miserable Pharisee, who thanks God for his own goodness?” (= kontras yang jelek / mengerikan antara keadaan mereka yang sebetulnya dan pandangan mereka tentang diri mereka sendiri inilah yang membuat mereka benar-benar memuakkan dan yang pada saat yang sama membuat kondisi mereka begitu tanpa harapan. Karena memang, pemungut cukai yang mengetahui dan mengakui kemalangan / keburukannya, dibenarkan; tetapi harapan apa yang ada untuk orang Farisi yang sangat buruk / menyedihkan, yang bersyukur kepada Allah untuk kebaikannya sendiri?) - hal 142.


  • Sekarang mari kita bandingkan ay 17a dengan ay 17b (‘engkau berkata .... engkau tidak tahu’). Memang orang yang tidak tahu, seringkali berani berkata-kata dan bahkan terlalu berani berkata-kata, seakan-akan ia adalah orang yang mempunyai banyak pengetahuan. Dan ini biasanya ada dalam diri orang yang kaya seperti orang-orang Laodikia, tetapi tidak jarang juga ada dalam diri orang yang tidak kaya!

Kalau saudara adalah orang seperti itu, sebaiknya baca dan renungkan beberapa ayat Kitab Suci di bawah ini.

  • Amsal 10:19 - “Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi”.

  • Amsal 12:23 - “Orang yang bijak menyembunyikan pengetahuan-nya, tetapi hati orang bebal menyeru-nyerukan kebodohan”.

  • Amsal 17:28 - “Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya”.

  • Amsal 18:12 - “Orang bebal tidak suka kepada pengertian, hanya suka membeberkan isi hatinya”.

  • Amsal 26:12 - “Jika engkau melihat orang yang menganggap dirinya bijak, harapan bagi orang bebal lebih banyak dari pada bagi orang itu”.

  • Amsal 29:20 - “Kaulihat orang yang cepat dengan kata-katanya; harapan lebih banyak bagi orang bebal dari pada bagi orang itu”.


b) Penggambaran Yesus tentang orang kristen Laodikia.

Sekalipun mereka menganggap diri mereka sendiri kaya dan tidak kekurangan apa-apa, tetapi Yesus menggambarkan mereka sebagai ‘melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang’.


Steve Gregg: “Each descriptive word was ironic, in view of the local medical school, the banks, the eye salve, the textile industry for which the city was famed” (= Setiap kata yang menggambarkan keadaan mereka merupakan sesuatu yang bersifat ironi / ejekan, mengingat akan sekolah medis, bank-bank, salep mata, industri textil tentang mana kota itu termasyhur) - hal 79.


1. ‘melarat’. Ini salah terjemahan!

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘wretched’ (= sangat buruk / malang).

Hoeksema (hal 140) mengatakan bahwa kata yang diterjemahkan ‘wretched’ ini dalam bahasa Yunaninya sama dengan kata yang dipakai oleh Paulus dalam Ro 7:24 - “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?”.

NIV: ‘What a wretched man I am! Who will rescue me from this body of death?’ (= Aku betul-betul seorang manusia yang malang! Siapa yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?).


2. ‘malang’.

KJV/NASB: ‘miserable’ (= menyedihkan / miskin).

RSV: ‘pitiable’ (= menyedihkan / yang menimbulkan belas kasihan).

NIV: ‘pitiful’ (= menyedihkan / yang menimbulkan belas kasihan).

Kata Yunani yang sama digunakan oleh Paulus dalam 1Kor 15:19 - “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.


Barnes’ Notes: “There is no more pitiable condition than that where one has great property, and is self-complacent and proud, and who has nevertheless no God, no Saviour, no hope of heaven, and who perhaps that very day may ‘lift up his eyes in hell, being in torments.’” (= Tidak ada kondisi yang lebih menyedihkan / menimbulkan belas kasihan dari pada kondisi dimana seseorang mempunyai banyak kekayaan, dan merasa puas diri dan bangga, tetapi yang sebetulnya tidak mempunyai Allah, Juruselamat, pengharapan tentang surga, dan yang mungkin pada hari itu akan ‘mengangkat matanya / pandangannya dalam neraka, sementara ia ada dalam siksaan’) - hal 1571.


Catatan: bagian terakhir itu merupakan kutipan dari Luk 16:23a versi KJV, dan menunjukkan sikap / tindakan orang kaya pada waktu ada dalam neraka, dimana ia memandang ke surga dan melihat Abraham dan Lazarus dalam pelukan Abraham.


William Hendriksen: “Who is more to be pitied than an individual who imagines that he is a fine Christian, whereas in reality the Christ Himself is utterly disgusted with him?” (= Siapa yang lebih harus dikasihani dari pada  seseorang yang membayangkan bahwa ia adalah seorang Kristen yang baik, padahal dalam kenyataannya Kristus sendiri sama sekali muak terhadapnya?) - hal 77.


3. ‘miskin’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘poor’ (= miskin).

  • Kata Yunani yang digunakan adalah PTOCHOS, yang menunjukkan ‘miskin tanpa punya apa-apa sama sekali’. Ini tentu digunakan di sini dalam arti rohani. Ini berbeda dan bahkan bertentangan dengan miskin rohani yang dibicarakan oleh Mat 5:3. Dalam Mat 5:3 itu orang yang miskin secara rohani disebut ‘berbahagia / diberkati’ dan dikatakan sebagai pemilik kerajaan surga, karena miskin rohani di sana berarti bahwa orangnya sadar bahwa dirinya penuh dengan dosa (jemaat Laodikia jelas tidak seperti ini). Tetapi miskin rohani yang dibicarakan di sini, adalah dalam arti bahwa di surga mereka tidak mempunyai apa-apa. Ini sama seperti ‘tidak kaya di hadapan Allah’ dalam Luk 12:21b.

  • Barnes’ Notes: “men may think themselves to be rich, and yet, in fact, be miserably poor. They may have the wealth of this world in abundance, and yet have nothing that really will meet their wants in disappointment, bereavement, sickness, death; the wants of the never-dying soul; their wants in eternity” (= manusia bisa mengira diri mereka kaya, tetapi dalam faktanya mereka sangat miskin. Mereka mungkin mempunyai kekayaan dunia ini secara berlimpah-limpah, tetapi tidak mempunyai apapun yang betul-betul memenuhi kebutuhan mereka pada waktu mereka kecewa, kehilangan, sakit, mati; kebutuhan dari jiwa yang tidak pernah mati; kebutuhan mereka dalam kekekalan) - hal 1571. Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

  • Luk 12:15 - “KataNya lagi kepada mereka: ‘Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.’”.

  • Luk 12:21 - “Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah

  • Amsal 11:4 - “Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”.

  • Herman Hoeksema: “Spiritual poverty and spiritual pride went together” (= Kemiskinan rohani dan kesombongan rohani berjalan bersama-sama) - hal 142.

  • Gereja Laodikia ini bertentangan dengan gereja Smirna yang dalam Wah 2:9 dikatakan miskin (secara jasmani), tetapi kaya (secara rohani).


4. ‘buta’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘blind’ (= buta).

  • Ini juga dalam arti rohani. Kebutaan inilah yang  menyebabkan semua dugaan / anggapan mereka tentang diri mereka sendiri begitu salah, dan bahkan terbalik. Bandingkan dengan Yoh 9:39-41 - “Kata Yesus: ‘Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta.’ Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepadaNya: ‘Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?’ Jawab Yesus kepada mereka: ‘Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu.’”.

  • kebutaan rohani bisa ada karena 2 hal, yaitu:

  • tidak adanya kelahiran baru. Sebetulnya inilah kebutaan yang sungguh-sungguh.

  • ketidak-mengertian terhadap Firman Tuhan. Kalau seseorang sudah dilahirbarukan, sebetulnya ia tidak lagi buta. Tetapi kalau ia tidak mempunyai pengetahuan Firman Tuhan, maka ia seperti orang melek yang ada dalam gelap, sehingga secara praktis sama dengan buta.

Penerapan: karena itu rajin dan tekunlah belajar Firman Tuhan.


5. ‘telanjang’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘naked’ (= telanjang).

Ini juga dalam arti rohani.

Barnes’ Notes: “Salvation is often represented as a garment, (Matt. 22:11,12; Rev. 6:11; 7:9,13,14;) and the declaration here is equivalent to saying that they had no religion” [= Keselamatan sering digambarkan sebagai pakaian (Mat 22:11,12; Wah 6:11; 7:9,13,14) dan pernyataan di sini sama dengan mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai agama] - hal 1571.


G. R. Beasley-Murray: “Despite their overflowing banks they are poor; despite their physicians and medicaments they are blind; despite their clothing factories, they are naked. They are in truth wretched and pitiable” (= Sekalipun mereka mempunyai bank-bank yang melimpah mereka miskin; sekalipun mereka mempunyai dokter-dokter dan obat-obat mereka buta; sekalipun mereka mempunyai pabrik-pabrik pakaian, mereka telanjang. Sebenarnya mereka malang dan perlu dikasihani) - hal 106.


c) Mengapa jemaat Laodikia bisa ada dalam kondisi seperti itu? Salah satu penyebabnya, yang sudah kita bahas di depan, adalah kekayaan jasmani / duniawi. Tetapi Hoeksema memberikan kemungkinan penyebab yang lain, yaitu pendeta yang brengsek dari gereja Laodikia.


Herman Hoeksema: “The development of the church is often thus, that the leader, the angel, the minister of the church, becomes lax dan unfaithful and falls away first of all; and the congregation gradually follows. I imagine that the angel of Laodicea was a well-satisfied, easy going, good-for-nothing sort of man. He must have been a man who always spoke of peace where there was no peace. He lacked the courage to lay his finger on the sore spots. He was no fighter. He attempted to find out what the opinion of his people was before he expressed his own. And so he gradually flattered them into their self-satisfied condition. He preached no sin and condemnation; or, if he did, he knew how to do it in such a way that nobody could possibly be offended. He left the people blind and poor and naked; and he told them that they were rich and that their goods increased. Thus, I imagine, did the angel of the church in Laodicea behave. Small wonder, then, that the congregation followed!” (= Perkembangan dari gereja seringkali demikian, dimana sang pemimpin, sang malaikat, sang pendeta dari gereja itu yang pertama-tama menjadi lalai dan tidak setia dan melemah; dan jemaat mengikuti secara bertahap. Saya membayangkan bahwa sang malaikat dari gereja Laodikia adalah seorang yang puas diri, orang santai / orang yang tidak mau repot, orang yang tidak baik untuk apapun. Ia pasti adalah orang yang selalu mengatakan damai sejahtera pada saat di sana tidak ada damai sejahtera (bdk. Yer 6:14  Yer 8:11  Yeh 13:10). Ia tidak mempunyai keberanian untuk menunjuk pada titik yang sakit. Ia bukan seorang petarung. Ia berusaha untuk mengetahui pandangan dari jemaatnya sebelum ia menyatakan pandangannya sendiri. Dan dengan demikian ia secara bertahap menjilat mereka sehingga menjadikan mereka masuk ke dalam kondisi puas diri. Ia tidak berkhotbah tentang dosa dan hukuman / kutukan; atau, jika ia melakukannya, ia tahu bagaimana melakukannya sedemikian rupa sehingga tidak seorangpun yang bisa tersinggung. Ia membiarkan jemaatnya buta dan miskin dan telanjang; dan ia memberitahu mereka bahwa mereka kaya dan bahwa harta mereka bertambah. Demikianlah saya membayangkan kelakuan dari malaikat gereja Laodikia. Karena itu, tidak heran bahwa jemaat mengikuti!) - hal 142.


Ay 18: “maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari padaKu emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat”.


Pulpit mengatakan (hal 116) bahwa ada yang menghubungkan ay 18 dengan ay 17, dan ada yang menghubungkan ay 18 dengan ay 16. Saya memilih yang pertama.


1) ‘maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari padaKu’.


a) ‘Aku menasihatkan engkau’.

Dalam setiap keadaan, apalagi dalam keadaan rohani yang buruk, kita membutuhkan nasihat Tuhan. Lagi-lagi ini merupakan sesuatu yang seharusnya mendorong kita untuk makin banyak belajar Firman Tuhan!


b) ‘membeli.

Ada beberapa penafsiran yang perlu diperhatikan tentang kata ‘membeli’ ini:


  • kata ‘membeli’ tidak menunjuk pada ‘keselamatan karena usaha kita’.

Kata ‘membeli’ di sini, dan demikian juga dalam Mat 13:44-46, tidak boleh diartikan bahwa keselamatan didapatkan dengan usaha kita, karena ini akan bertentangan dengan Ro 3:24 (‘dengan cuma-cuma’) dan Yes 55:1 (‘tanpa uang pembeli ... tanpa bayaran’).

John Stott: “But why does He recommend the Laodiceans to buy from Him? Can salvation be bought? No. Certainly not. It is a free gift to us because it was purchased by Christ on the cross. His invitation ‘buy from me’ should not be pressed. He is doubtless using language appropriate to the commercially-minded Laodiceans. He likens Himself to a merchant who visits the city to sell his wares and goes into competition with other salesmen. ... Perhaps also He is thinking of Jehovah’s appeal: ‘Ho, every one who thirsts, come to the waters; and he who has no money, come, buy and eat! Come, buy wine and milk without money and without price’ (Is. 55:1)” [= Tetapi mengapa Ia menasihatkan jemaat Laodikia untuk membeli dari padaNya? Bisakah keselamatan dibeli? Tidak. Pasti tidak. Itu merupakan karunia cuma-cuma bagi kita karena itu dibeli oleh Kristus pada kayu salib. UndanganNya ‘belilah dari padaKu’ tidak boleh ditekankan. Tidak diragukan bahwa Ia menggunakan bahasa yang cocok dengan jemaat Laodikia yang mempunyai pikiran dagang. Ia menyamakan diriNya sendiri dengan seorang pedagang yang mengunjungi kota itu untuk menjual barang-barangnya dan bersaing dengan penjual-penjual yang lain. ... Mungkin ia juga memikirkan seruan Yehovah: ‘Hai, setiap orang yang haus, datanglah kepada air; dan ia yang tidak mempunyai uang, datanglah dan makanlah! Datanglah, belilah anggur dan susu tanpa uang dan tanpa harga’ (Yes 55:1)] - hal 122.

Catatan: Yes 55:1 ini diambil dari RSV dan saya terjemahkan dari RSV.

Bdk. Yes 55:1 versi Kitab Suci Indonesia: “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran”.


William R. Newell: “Grace is ever free. We buy it ‘without money and without price,’ although it cost Christ the fire of God’s judgment to get it for us” (= Kasih karunia selalu cuma-cuma. Kita membelinya ‘tanpa uang dan tanpa harga’, sekalipun Kristus harus menanggung api penghakiman Allah untuk mendapatkannya bagi kita) - hal 77.


  • sekalipun keselamatan itu cuma-cuma, tetapi kata ‘membeli’ menunjukkan bahwa kita harus rela berkorban demi keselamatan tersebut.

Pulpit Commentary: “Yet it was to be bought, and would entail the sacrifice of something which, though perhaps dear to them, would be nothing in comparison with the return they would obtain” (= Tetapi itu harus dibeli, dan akan memerlukan pengorbanan sesuatu, yang sekalipun mereka cintai, tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang akan mereka dapatkan sebagai gantinya) - hal 116.

Bandingkan dengan:

  • Mat 13:44 - “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu”.

  • Mat 13:45-46 - “Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu”.

  • Mark 9:43-48 - “Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.) Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.) Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.


  • ‘membeli’ menunjuk pada hati yang remuk / sedih / menyesal.

Pulpit Commentary: “He bids them ‘buy of me.’ But if they were so poor, how could they buy? ‘The sacrifices of God are a broken spirit: a broken and a contrite heart, O God, thou wilt not despise.’ This is the money wherewith they must buy” (= Ia meminta mereka ‘belilah dari padaKu’. Tetapi jika mereka begitu miskin, bagaimana mereka bisa membeli? ‘Korban Allah adalah roh yang patah / hancur: hati yang patah dan menyesal, ya Allah, tidak akan Engkau pandang hina’) - hal 133.

Catatan: ayat dalam kutipan di atas diambil dari Maz 51:19 / Psalm 51:17 versi KJV.


c) ‘dari padaKu’.

John Stott: “We must not miss the emphasis which is laid on the words ‘from me’. It was this above all that the Laodiceans had to learn. They considered themselves self-sufficient; they must humbly find their sufficiency in Christ. They were saying ‘I need nothing’; they must come to admit that their need was great and that only Christ could supply it. They said, ‘I am rich, I have prospered, and I need nothing’. Jesus Christ had to humble that boastful personal pronoun and lay it in the dust, and say ‘it is from Me that your salvation comes’.” [= Kita harus melihat penekanan yang diberikan pada kata-kata ‘dari padaKu’. Diatas segala-galanya inilah yang harus dipelajari oleh jemaat Laodikia. Mereka menganggap diri mereka sendiri cukup; mereka harus dengan rendah hati mendapatkan kecukupan mereka dalam Kristus. Mereka berkata: ‘Aku tidak membutuhkan / kekurangan apa-apa’; mereka harus mengakui bahwa mereka mempunyai kebutuhan yang besar dan bahwa hanya Kristus yang bisa memberikannya / menyuplainya. Mereka berkata: ‘Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku, dan aku tidak membutuhkan / kekurangan apa-apa’. Yesus Kristus harus merendahkan kata ganti orang yang sombong (maksudnya kata ‘aku’ dalam ay 17a) dan meletakkannya di tanah dan berkata: ‘dari padaKulah keselamatanmu datang’] - hal 121-122.


2) emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat’.


Herman Hoeksema: “gold and eyesalve and garments here represent the riches of grace as they are all in Christ Jesus our Lord. They represent those riches which the church of Laodicea so sorely needed and lacked. And they are blessings of grace in the most absolute sense of the word. The sinner has nothing wherewith he would be able to buy them” (= emas dan salep mata dan pakaian di sini menggambarkan kekayaan kasih karunia sebagaimana mereka semua ada dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Hal-hal itu mewakili kekayaan yang sangat dibutuhkan dan yang tidak dimiliki oleh gereja Laodikia. Dan hal-hal itu adalah berkat dari kasih karunia dalam arti yang paling mutlak dari kata itu. Orang berdosa tidak mempunyai apapun dengan mana ia bisa membelinya) - hal 145.


William Hendriksen: “‘People of Laodicea, you need to become new creatures: you need new hearts. Turn to me, therefore, that ye may be saved.’ ... Christ counsels this church to buy of Him - ‘of me’ is very emphatic - gold refined by fire, white garments, and eyesalve. In brief: ‘buy of me salvation’, for salvation is gold because it makes rich (2Cor. 8:9); it is white robes because it covers the nakedness of our guilt and clothes us with righteousness, holiness, and joy in the Lord; it is eyesalve because when we possess it we are no longer spiritually blind” (= ‘Jemaat Laodikia, kamu harus menjadi ciptaan baru: kamu membutuhkan hati yang baru. Karena itu, berbaliklah kepadaKu, supaya kamu diselamatkan’. ... Kristus menasehati gereja ini untuk membeli dari Dia - kata ‘dariKu’ sangat ditekankan - emas yang dimurnikan oleh api, pakaian putih, dan salep mata. Singkatnya: ‘belilah dari Aku keselamatan’, karena keselamatan adalah emas karena itu membuat kaya (2Kor 8:9); keselamatan adalah pakaian putih karena itu menutupi ketelanjangan dari kesalahan  kita dan memakaiani kita dengan kebenaran, kekudusan, dan sukacita dalam Tuhan; keselamatan adalah salep mata karena pada waktu kita memilikinya kita tidak lagi buta secara rohani) - hal 77-78.

Kata-kata ini menunjukkan bahwa Hendriksen menganggap mereka belum bertobat dan hanya Kristen KTP.


a) Emas yang telah dimurnikan dalam api.

Ada yang menganggap bahwa ‘emas yang telah dimurnikan dalam api’ menunjuk pada iman. Ini didasarkan pada 1Pet 1:7 yang berbunyi: “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api - sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diriNya”.


Tetapi saya sependapat dengan Beasley-Murray yang mengatakan bahwa di sini ‘iman’ disimbolkan dengan ‘tindakan membeli’, sedangkan ‘emas’ menyimbolkan ‘kekayaan rohani’ yang diberikan oleh Allah kepada orang yang beriman.

G. R. Beasley-Murray: “The wealth of faith is often mentioned in the New Testament (Lk. 12:21, Jas 2:5, 1Pet. 1:7), but since the ‘purchase’ of these desirable possessions itself represents the exercise of faith in God (see Isa. 55:1 - the purchase is ‘without money and without price’), the symbolism points rather to the riches bestowed by God to men of faith” [= Kekayaan dari iman sering disebutkan dalam Perjanjian Baru (Luk 12:21  Yak 2:5  1Pet 1:7), tetapi karena ‘pembelian’ dari milik yang diinginkan ini sendiri menggambarkan iman kepada Allah (lihat Yes 55:1 - pembelian adalah ‘tanpa uang dan tanpa harga’), maka simbolisme ini (emas) lebih menunjuk pada kekayaan yang diberikan oleh Allah kepada orang yang percaya] - hal 106.


Wilson membandingkan emas ini dengan 2Kor 8:9, sedangkan Homer Hailey membandingkannya dengan Kol 2:3.

2Kor 8:9 - “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya”.

Kol 2:3 - “sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan”.


b) Pakaian putih. 

William Barclay: “Laodicea prides itself on the magnificent garments it produces but spiritually it is naked and nakedness is shame. ... There is little point in a man adorning his body, if he has nothing to adorn his soul. Not all the clothes in the world will beautify a person whose nature is twisted and whose character is ugly” (= Laodikia membanggakan dirinya sendiri karena pakaian yang sangat indah yang mereka produksi, tetapi secara rohani mereka telanjang dan ketelanjangan merupakan sesuatu yang memalukan. ... Tidak terlalu ada artinya bagi seseorang untuk menghiasi / memperindah tubuhnya, jika ia tidak mempunyai apa-apa untuk menghiasi / memperindah jiwanya. Semua pakaian di dunia inipun tidak bisa mempercantik seseorang yang secara alamiah berbelat-belit dan yang karakternya jelek) - hal 144.


Robert H. Mounce (NICNT): “The Laodiceans need white garments as well to cover the shame of their nakedness. A contrast with the black woolen fabric for which the city was famous could be intended, but the figure of white garments as symbolic of righteousness is so widely used in Revelation (3:4,5; 4:4; 6:11; 7:9,13-14; 19:14) that no local allusion is necessary. In the Biblical world nakedness was a symbol of judgment and humiliation” [= Jemaat Laodikia juga membutuhkan pakaian putih untuk menutupi ketelanjangan mereka yang memalukan. Memang memungkinkan untuk memaksudkan suatu kontras dengan kain wol hitam untuk mana kota ini terkenal, tetapi pakaian putih sebagai simbol kebenaran begitu banyak digunakan dalam kitab Wahyu (3:4,5; 4:4; 6:11; 7:9,13-14; 19:14) sehingga tidak diperlukan kiasan lokal. Dalam dunia Alkitab ketelanjangan merupakan simbol dari penghakiman dan perendahan] - hal 127.


Geoffrey B. Wilson menghubungkan ‘pakaian putih’ ini dengan Yes 61:10 - “Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya”.

Wilson juga menghubungkan ‘pakaian putih’ ini dengan dengan kata-kata dari lagu ROCK OF AGES, CLEFT FOR ME’, yang pada bait ke 3nya mempunyai kalimat yang berbunyi: ‘Naked, come to Thee for dress’ (= Telanjang, datang kepadaMu untuk pakaian).


ROCK OF AGES, CLEFT FOR ME’.


Rock of Ages, cleft for me, (= Batu karang jaman, celah bagiku,)

Let me hide myself in Thee; (= Biarlah aku menyembunyikan diriku di dalamMu,)

Let the water and the blood, (= Biarlah air dan darah,)

From Thy riven side which flowed, (= yang mengalir dari rusuk / sisiMu yang terluka,)

Be of sin the double cure, (= menjadi penyembuhan / pengobatan ganda bagi dosa,)

Cleanse me from its guilt and power (= mencuci aku dari kesalahan dan kuasanya).


Not the labors of my hands, (= bukan pekerjaan tanganku,)

Can fulfill Thy law’s demands; (= Dapat memenuhi tuntutan hukumMu;)

Could my zeal no respite know, (= Andaikata semangatku tidak mengenal istirahat,)

Could my tears forever flow, (= Andaikata airmataku mengalir selama-lamanya,)

All for sin could not atone; (= Semua itu tidak bisa menebus dosa;)

Thou must save, and Thou alone. (= Engkau harus menyelamatkan, dan Engkau saja).


Nothing in my hand I bring, (= Tidak ada yang kubawa dalam tanganku,)

Simply to Thy cross I cling; (= Hanya kepada salib aku berpegang;)

Naked, come to Thee for dress, (= Telanjang, datang kepadaMu untuk pakaian,)

Helpless, look to Thee for grace; (= Tak berdaya, memandangMu untuk kasih karunia;)

Foul, I to the fountain fly, (= Kotor, Aku terbang kepada air mancur,)

Wash me, Saviour, or I die! (= Cucilah aku, Juruselamat, atau aku mati).


While I draw this fleeting breath, (= Sementara waktu aku menarik nafas penghabisan,)

When mine eyes shall close in death, (= Ketika mataku tertutup dalam kematian,)

When I soar to worlds unknown, (= Ketika aku terbang ke dunia tak dikenal,)

See Thee on Thy judgment throne, (= melihatMu pada tahta penghakimanMu,)

Rock of Ages, cleft for me, (= Batu karang jaman, celah bagiku,)

Let me hide myself in Thee; (= Biarlah aku menyembunyikan diriku di dalamMu,)


c) Minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.

Ini tentu dihubungkan dengan kebutaan mereka dalam ay 17.

Barnes’ Notes: “the grace of the gospel enables men who were before blind to see clearly the character of God, the beauty of the way of salvation, the loveliness of the person and work of Christ, etc.” (= kasih karunia injil memampukan manusia yang tadinya buta untuk melihat dengan jelas karakter Allah, keindahan jalan keselamatan, keindahan pribadi dan pekerjaan Kristus dsb.) - hal 1571.


Ay 19: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!”.


1) Robert H. Mounce (NICNT) mengatakan bahwa ada orang (Ramsay) yang menganggap ay 19-22 bukan sebagai bagian / konklusi dari surat kepada gereja Laodikia, tetapi sebagai: “an epilogue to all seven letters” (= bagian akhir / kesimpulan / penutup dari ketujuh surat) - hal 127. Tetapi Mounce menambahkan (hal 128) bahwa jarang ada orang yang mengikuti pandangan Ramsay dalam persoalan ini.


2) Hendriksen (hal 78) mengatakan bahwa tidak ada yang lebih indah di seluruh Kitab Suci dari pada pemberian kata-kata yang penuh kasih dalam ay 19-20 kepada orang-orang yang suam-suam kuku, yang memuakkan bagi Yesus.

Leon Morris juga mengatakan hal yang serupa.

Leon Morris (Tyndale): “Chastening is the lot of all whom God loves (cf. Pr. 3:12). On the use of the verb ‘love’ Charles comments, ‘It is a touching and unexpected manifestation of love to those who deserve it least among the Seven Churches.’ The ‘I’ is emphatic, for chastening comes not from hostile forces but from the Lord of the church Himself” [= Hajaran merupakan bagian / nasib dari semua yang dikasihi Allah (bdk. Amsal 3:12). Tentang penggunaan kata kerja ‘kasih’ Charles memberi komentar: ‘Ini merupakan manifestasi kasih yang mengharukan dan tak diharapkan kepada mereka yang paling tidak layak mendapatkannya di antara ke Tujuh Gereja’. Kata ‘Ku’ ditekankan, karena hajaran tidak datang dari kekuatan yang bermusuhan tetapi dari Tuhan dari gereja itu sendiri] - hal 84.


3) ‘Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar’.

KJV: ‘As many as I love, I rebuke and chasten’ (= Sebanyak yang Kukasihi, Kuhardik dan Kuhajar).

RSV: ‘Those whom I love, I reprove and chasten’ (= Mereka yang Kukasihi, Kutegur dan Kuhajar).

NIV: ‘Those whom I love I rebuke and discipline’ (= Mereka yang Kukasihi Kuhardik dan Kudisiplin).

NASB: ‘Those whom I love, I reprove and discipline’ (= Mereka yang Kukasihi, Kutegur dan Kudisiplin).


Berdasarkan ay 19 ini ada beberapa penafsir yang menafsirkan bahwa orang-orang Laodikia ini betul-betul sudah kristen, tetapi lalu menjadi suam-suam kuku.


Matthew Poole: “‘I rebuke and chasten’: ... By these words Christ lets this angel know, that although he had in this epistle dealt smartly with him, yet he had done it from a principle of love, as a father to a child, Heb. 12:7. ‘Be zealous therefore, and repent’; he adviseth him therefore to quit himself of his lukewarmness, and to recover a warmth and zeal for God, repenting of his former coldness and negligence in his duty” (= ‘Kuhardik dan Kuhajar’: ... Dengan kata-kata ini Kristus memberitahu malaikat jemaat Laodikia bahwa sekalipun dalam surat ini Ia memperlakukannya secara menyakitkan, tetapi Ia melakukan ini karena kasih, seperti seorang bapa kepada anak, Ibr 12:7. ‘Karena itu bersungguh-sungguhlah dan bertobatlah’; karena itu Ia menasehatinya untuk meninggalkan kesuamannya, dan memulihkan suatu sikap panas dan semangat bagi Allah, bertobat dari sikapnya yang dingin dahulu dan pengabaian kewajibannya) - hal 959.


Geoffrey B. Wilson: “chastening is not the mark of rejection but an evidence of adoption (Prov. 3:11,12; Heb. 12:5,6)” [= hajaran bukanlah tanda penolakan tetapi suatu bukti pengadopsian (Amsal 3:11,12; Ibr 12:5,6)] - hal 51.


Amsal 3:11-12 - “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya. Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi”.

Catatan: saya berpendapat kata ‘ajaran’ sebaiknya diganti dengan ‘hajaran’.


Ibr 12:5-6 - “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.’”.


Dan Geoffrey B. Wilson lalu menambahkan dengan mengutip kata-kata Lenski: “The Lord is no soft Eli to his children (= Tuhan bukanlah Eli yang lunak terhadap anak-anakNya) - hal 51.

Kita juga harus meniru sikap kasih yang berani menegur ini, baik terhadap anak, murid, maupun jemaat.


William R. Newell: “How many preachers love the saints enough to risk their resentment by obeying 2Tim. 4:2: ‘reprove, rebuke’? I fear that we who preach are rarely as faithful in our love as our Lord” (= Berapa banyak pengkhotbah yang cukup mengasihi orang-orang kudus untuk menanggung resiko kemarahan mereka dengan mentaati 2Tim 4:2: ‘tegurlah, hardiklah’? Saya kuatir bahwa kita yang berkhotbah jarang setia pada kasih kita seperti Tuhan kita) - hal  78.


4) ‘sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah’.


a) ‘sebab itu relakanlah hatimu’. Ini terjemahannya ngawur!

KJV/NASB: ‘be zealous therefore’ (= karena itu jadilah bersemangat).

RSV: ‘so be zealous’ (= jadi, jadilah bersemangat).

NIV: ‘So be earnest’ (= jadi, bersungguh-sungguhlah).

Kata ‘bersungguh-sungguhlah’ ini dalam bahasa Yunaninya ada dalam bentuk present imperative (= kata perintah bentuk present), yang menunjukkan bahwa Tuhan menginginkan supaya perintah ini dilakukan terus-menerus.


Sekarang, apa saja yang harus kita lakukan untuk bisa menjadi panas / bersungguh-sungguh bagi Tuhan?


1. Untuk orang yang termasuk kristen KTP, tentu saja langkah pertama adalah datang kepada Kristus, percaya dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat. Ini yang ditekankan dalam ay 18. Tanpa langkah pertama ini tidak mungkin seseorang bisa panas / bersungguh-sungguh bagi Tuhan!


2. Mengintrospeksi dosa apa yang ada dalam hidup kita, dan bertobat dari dosa itu.

Dosa, apalagi yang disadari dan disengaja, merupakan sesuatu yang paling cepat membuat seseorang menjadi suam. Dosa ini bisa merupakan dosa aktif, dimana kita melakukan sesuatu yang dilarang oleh Tuhan, seperti berdusta, berzinah, dan sebagainya, tetapi bisa juga merupakan dosa pasif dimana kita tidak melakukan / lalai melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan, seperti malas melayani, tidak memberi persembahan persepuluhan, membolos dari kebaktian, tidak belajar Firman Tuhan, lalai dalam bersaat teduh, malas berdoa, dan sebagainya.


3. Memaksakan diri untuk mulai berdoa, belajar Firman Tuhan, bersaat teduh, dan bahkan melayani.

Sama seperti orang sakit yang kehilangan nafsu makan, seringkali harus memaksakan diri untuk makan, atau orang yang terkena sesak nafas harus tetap memaksakan diri untuk bernafas, demikian juga pada saat kita malas berdoa atau malas belajar Firman Tuhan, kita justru harus memaksakan diri untuk melakukan hal-hal itu. Ada satu hal yang perlu dicamkan, yaitu: kalau ada dosa yang masih terus dipegangi, maka langkah no 3 ini akan sia-sia belaka. Jadi point no 2 di atas harus dilakukan lebih dulu dari no 3 ini.


b) ‘bertobatlah’.

Kata ‘bertobatlah’ ada dalam aorist imperative (= kata perintah bentuk lampau), yang digunakan kalau yang memberi perintah menginginkan perintahnya dilakukan hanya satu kali saja! Karena itu, saya berpendapat bahwa perintah bertobat seperti ini bisa diartikan bahwa mereka diperintahkan untuk datang dan percaya kepada Yesus, seperti penggunaan kata ini oleh Petrus dalam Kis 2:38. Tetapi tidak ada penafsir yang mempunyai pandangan seperti ini, dan mungkin ini disebabkan karena:

  • perintah untuk datang dan percaya kepada Kristus sudah diberikan dalam ay 18.

  • perintah ‘bertobat’ di sini diberikan setelah perintah untuk bersungguh-sungguh, padahal seseorang seharusnya datang kepada Kristus dahulu baru bisa bersungguh-sungguh bagi Dia.


Kebanyakan penafsir menafsirkan bahwa ini berarti suatu perintah untuk melakukan tindakan pertobatan yang tegas (tidak plin-plan, tidak kembali kepada dosa lalu bertobat lagi, dsb).

Leon Morris (Tyndale): “a decisive act of repentance (repent is aorist of once-for-all action)” [= suatu tindakan pertobatan yang tegas (bertobatlah ada dalam bentuk aorist / lampau dan menunjukkan tindakan tegas / sekali untuk selamanya)] - hal 84.


Penerapan: apakah saudara sering plin-plan dalam melakukan pertobatan?


Ay 20: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku”.


1) Bolehkah Wah 3:20 digunakan sebagai text untuk penginjilan?


Steve Gregg: “Familiar as an evangelistic text for sinners, this verse, in context, actually expresses Christ’s feeling of being an outsiders from His own church, desiring to be invited back in” (= Terkenal sebagai ayat penginjilan untuk orang-orang berdosa, dalam kontextnya ayat ini sebetulnya menyatakan perasaan Kristus sebagai orang luar dari gerejaNya sendiri, yang menginginkan untuk diundang masuk kembali) - hal 80.

Kata-kata ini menunjukkan bahwa Gregg tidak terlalu menyetujui penggunaan Wah 3:20 sebagai ayat penginjilan.


Hoeksema (hal 146-147) mengatakan bahwa gereja Laodikia sudah begitu bejat sehingga yang Yesus berikan hanyalah pengumuman akan penghakiman / penghukumannya. Bandingkan dengan ay 16. Sedangkan panggilan untuk bertobat dan janji jika mereka bertobat, ditujukan kepada individu-individu tertentu dalam gereja Laodikia, yang merupakan ‘remnant’ (= sisa). Tetapi Hoeksema beranggapan bahwa bahkan ‘remnant’ (= sisa) ini juga tertidur, dikalahkan oleh atmosfir yang mematikan dalam gereja Laodikia. Dan Tuhan ingin mempertobatkan remnant / sisa ini, bukan seluruh gereja Laodikia. Ay 20 ditujukan kepada ‘remnant’ ini. Karena itu maka Hoeksema juga tidak setuju kalau Wah 3:20 ini dipakai sebagai text penginjilan.


Herman Hoeksema: “There certainly is no need to change the manner and object of the address here, as if Jesus was now standing at the door of the heart of the sinner. We are undoubtedly well aware as to how this interpretation is quite popular. Jesus is presented here as standing at the door of the sinner’s heart, begging that the sinner may open the door, to let Jesus in. But this representation of the matter finds no support in the text. Evidently Jesus is standing not at the door of the heart, but at the door of the church in Laodicea” (= Jelas tidak dibutuhkan perubahan tentang cara dan obyek dari kata-kata ini, seakan-akan Yesus sekarang sedang berdiri pada pintu hati orang berdosa. Tidak diragukan bahwa kita menyadari bagaimana populernya penafsiran ini. Di sini Yesus digambarkan berdiri pada pintu hati orang berdosa, memohon supaya orang berdosa itu membukakan pintu dan membiarkan Yesus masuk. Tetapi gambaran ini tidak mendapat dukungan dalam Text ini. Jelas bahwa Yesus sedang berdiri bukan pada pintu hati, tetapi pada pintu gereja Laodikia) - hal 147.


Robert H. Mounce (NICNT): “Verse 20 is often quoted as an invitation and promise to the person outside the community of faith. That it can be pressed into the service of evangelism in this way seems evident. ... In the context of the Laodicean letter, however, it is self-deluded members of the church who are being addressed. To the church Christ says, ‘Behold, I stand at the door and knock.’ In their blind self-sufficiency they had, as it were, excommunicated the risen Lord from their congregation. In an act of unbelievable condescension he requests permission to enter and re-establish fellowship” (= Ayat 20 sering dikutip sebagai suatu undangan dan janji bagi orang yang ada di luar masyarakat orang beriman. Bahwa ayat ini bisa ditekankan ke dalam pelayanan penginjilan dengan cara ini terlihat dengan jelas. ... Tetapi dalam kontext surat Laodikia, ini ditujukan kepada anggota-anggota gereja yang menipu diri sendiri. Kepada gereja Kristus berkata: ‘Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok’. Dalam kecukupan diri sendiri mereka yang buta, boleh dikatakan mereka telah mengucilkan Tuhan dari jemaat mereka. Dalam suatu tindakan perendahan yang luar biasa Ia meminta ijin untuk masuk dan menegakkan persekutuan kembali) - hal 128-129.


Saya menganggap penafsiran ini tak masuk akal karena kalau ay 20 ini memang ditujukan kepada orang kristen sejati, maka menggunakannya dalam penginjilan menunjukkan penggunaan yang ‘out of context’ (= menyimpang dari kontexnya), dan itu jelas salah. Saya berpendapat bahwa kalau mau konsisten, kita harus mengambil salah satu pandangan di bawah ini:

  • jemaat Laodikia hanyalah orang kristen KTP, dan ay 20 diucapkan supaya mereka mengundang Yesus. Dengan demikian ay 20 ini boleh digunakan untuk Pemberitaan Injil.

  • jemaat Laodikia adalah orang kristen sejati, sekalipun kerohaniannya berantakan. Dengan demikian ay 20 tidak boleh digunakan secara ‘out of context’ (= menyimpang dari kontexnya) untuk mengundang orang non kristen datang kepada Yesus.


Jadi, boleh tidaknya Wah 3:20 digunakan sebagai ayat penginjilan sebetulnya tergantung dari apakah jemaat gereja Laodikia itu adalah orang kristen KTP atau orang kristen sejati yang mundur. Kalau mereka adalah orang kristen KTP, maka ayat ini boleh digunakan sebagai ayat penginjilan. Sebaliknya kalau mereka adalah orang kristen sejati yang mundur, maka penggunaan Wah 3:20 sebagai ayat penginjilan merupakan penggunaan yang ‘out of context’ (= menyimpang dari kontexnya).


Padahal untuk menentukan apakah jemaat Laodikia adalah orang kristen KTP atau kristen sejati yang mundur, bukanlah hal yang mudah. Tetapi kelihatannya lebih banyak dasar untuk mengatakan bahwa mereka adalah orang kristen KTP. Ini terlihat dari:

  • ay 17b - kata-kata ‘miskin’, ‘buta’, dan ‘telanjang’ yang ditujukan kepada jemaat Laodikia.

  • ay 18 - jemaat Laodikia dinasehatkan untuk membeli emas, pakaian putih, dan minyak dari Yesus, yang semuanya jelas merupakan simbol keselamatan.

  • ay 20 sendiri yang menggambarkan Kristus ada di luar pintu hati mereka.


Sedangkan dasar untuk mengatakan bahwa jemaat gereja Laodikia adalah orang kristen sejati yang mundur hanyalah kata ‘hajar’ / ‘chastened’ dalam ay 19 yang boleh dikatakan selalu digunakan terhadap anak Tuhan. Untuk orang yang bukan anak Tuhan biasanya digunakan kata ‘menghukum’ (seperti dalam Kel 12:13) atau ‘memukul’ / ‘strike’ (seperti dalam 1Sam 4:8).

Catatan: dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia untuk 1Sam 4:8 digunakan kata ‘menghajar’, tetapi ini salah terjemahan.

Saya berpendapat bahwa kata ‘hajar’ ini bisa ditafsirkan sebagai berikut: dalam Kitab Suci kita sering melihat bahwa orang yang mengaku sebagai orang percaya (sekalipun ia sebetulnya tidak percaya) diperlakukan seakan-akan mereka adalah orang percaya, dan Kitab Suci bahkan menggunakan istilah-istilah yang seakan-akan menunjukkan bahwa orang itu adalah orang kristen.


Contoh: kalau kita membaca seluruh 2Pet 2, maka kita pasti akan melihat dengan jelas bahwa para nabi palsu yang dibicarakan oleh Petrus itu bukanlah orang percaya yang sejati, bahkan bisa dikatakan sebagai ‘reprobate’ (= orang yang ditentukan untuk binasa). Tetapi perhatikan 2Pet 2:1 - “Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka”.

Yang dimaksud dengan ‘Penguasa’ tentu adalah Tuhan Yesus. Dan dikatakan bahwa Penguasa itu ‘menebus mereka’ (nabi-nabi palsu itu). Kita mempercayai doktrin ‘Limited Atonement’ (= Penebusan terbatas), yang menyatakan bahwa Kristus hanya mati untuk menebus orang-orang pilihan saja. Lalu mengapa 2Pet 2:1 ini menunjukkan bahwa Kristus menebus para nabi palsu yang termasuk golongan ‘reprobate’ (= orang yang ditetapkan untuk binasa) itu? Jawabannya adalah bahwa sebetulnya Kristus tidak menebus mereka. Di sini mereka diperlakukan seakan-akan mereka adalah orang kristen karena mereka mengaku sebagai kristen.


Contoh lain: dalam Kitab Suci kata ‘murid’ biasanya digunakan untuk menunjuk kepada orang kristen. Tetapi dalam Yoh 6:66 dikatakan bahwa ada banyak murid yang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Yesus. Apakah ini mengajarkan bahwa seseorang bisa murtad dan bahwa keselamatan bisa hilang? Saya berpendapat tidak. Alasannya sama seperti di atas. Mereka disebut ‘murid’ karena mereka mengaku sebagai orang kristen / pengikut Kristus.

Sekarang kita kembali kepada kata ‘hajar’ dalam ay 19 ini. Jemaat Laodikia ini sebetulnya adalah kristen KTP, dan seharusnya bagi mereka digunakan kata ‘hukum’, bukan ‘hajar’. Tetapi karena mereka mengaku sebagai kristen, maka mereka diperlakukan seakan-akan mereka adalah orang kristen, dan Kitab Suci menggunakan ‘bahasa kristen’ untuk mereka.


Dari semua ini saya mempunyai kecondongan kuat untuk menganggap bahwa jemaat Laodikia hanyalah kristen KTP, dan dengan demikian Wah 3:20 boleh dipakai sebagai ayat penginjilan.


2) ‘Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok’.

Ini menunjukkan bahwa Allah / Yesus mencari manusia, dan bahwa keselamatan bisa terjadi karena inisiatif Allah.


Barnes’ Notes: “this expression proves that the attempt at reconciliation begins with the Saviour. It is not that the sinner goes out to meet him, or to seek for him; it is that the Saviour presents himself at the door of the heart as if he were desirous to enjoy the friendship of man. ... Salvation, in the Scriptures, is never represented as originated by man” (= ungkapan ini membuktikan bahwa usaha perdamaian dimulai dengan Sang Juruselamat. Bukan orang berdosa yang keluar untuk menemui Dia atau mencari Dia, tetapi adalah Sang Juruselamat yang menunjukkan diriNya sendiri pada pintu hati, seakan-akan Ia ingin menikmati persahabatan manusia. ... Keselamatan, dalam Kitab Suci, tidak pernah digambarkan dimulai oleh manusia) - hal 1571-1572.


William Barclay: “We see the pleading of Christ. He stands at the door of the human heart and knocks. The unique new fact that Christianity brought into this world is that God is the seeker of men. No other religion has the vision of s seeking God” (= Kita melihat permohonan Kristus. Ia berdiri di pintu hati manusia dan mengetok. Fakta unik yang baru yang dibawakan kekristenan ke dalam dunia ini adalah bahwa Allah adalah pencari manusia) - hal 147.


William Barclay: “Here is the picture of Christ searching for sinful men who did not want him. Surely love can go no further than that” (= Di sinilah gambar dari Kristus mencari manusia berdosa yang tidak menginginkan Dia. Pasti kasih tidak bisa berjalan lebih jauh dari itu) - hal 147.


3) ‘jikalau ada orang yang mendengarkan suaraKu’.


a) Ini bersifat pribadi.

William Hendriksen: “Notice it is ‘if any one ...’ The Lord addresses Himself to individuals. Salvation is a very personal matter” (= Perhatikan bahwa dikatakan ‘jika ada orang ...’. Tuhan menunjukkan diriNya sendiri kepada individu-individu. Keselamatan merupakan suatu persoalan yang sangat bersifat pribadi) - hal 78.


John Stott: “this is a personal appeal. These words are addressed not to the church but to the individual” (= ini merupakan seruan / permohonan yang bersifat pribadi. Kata-kata ini tidak ditujukan kepada gereja tetapi kepada setiap individu) - hal 123.


Penerapan: jangan pernah mimpi bisa nunut pada keselamatan orang lain, bahkan orang tua saudara. Atau saudara sendiri mendengarkan suara Tuhan Yesus dan beriman kepadaNya, atau saudara akan masuk ke neraka selama-lamanya.


b) Ketukan Yesus tidak boleh dibedakan dengan suara Yesus.

Seorang penafsir dari Pulpit Commentary menafsirkan bahwa ketukan Yesus berbeda dengan suara Yesus. Ketukan menunjuk pada penderitaan dari manusia yang dipakai oleh Tuhan untuk mempertobatkannya, sedangkan suara menunjuk pada Firman Tuhan yang membuat orang itu mengerti apa arti penderitaannya tersebut. Tetapi saya lebih setuju dengan pandangan yang menyamakan kedua hal tersebut, seperti pandangan Homer Hailey di bawah ini.


Homer Hailey: “The knocking expresses His effort through the Word to be admitted. The knocking is not one thing and His voice another; this is clear from what follows. ‘If any man hear my voice and open the door, I will come in to him, and will sup with him, and he with me.’” (= Ketukan menyatakan usahaNya melalui Firman untuk diterima. Jadi bukannya bahwa ketukan harus dibedakan dari suaraNya; ini jelas dari kalimat selanjutnya. ‘Jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku’) - hal 162.


4) ‘dan membukakan pintu’.


Ada banyak penafsiran-penafsiran yang salah tentang bagian ini, seperti:


a) Pembedaan antara ‘percaya’ dan ‘menerima’ Yesus.

Banyak orang dalam memberitakan Injil membedakan ‘percaya kepada Yesus’ dan ‘penerimaan Yesus ke dalam hati kita’. Menurut saya ini salah, karena tidak pernah ada dalam Kitab Suci dimana seseorang yang sudah percaya lalu disuruh menerima Yesus ke dalam hatinya. Jadi kedua hal ini adalah sama, dan kita tidak boleh membedakannya pada waktu kita memberitakan Injil.


b) Penafsiran-penafsiran yang berbau Arminianisme, yang menekankan:

  • kebebasan kehendak.

  • manusia bisa menerima atau menolak keselamatan yang ditawarkan Kristus.

  • keselamatan hanya tergantung manusia dan tidak tergantung Allah.  


Mari kita melihat beberapa kutipan yang berbau Arminianisme.


1. William Barclay: “We see human responsibility. Christ knocks and a man can answer or refuse to answer. Christ does not break in; he must be invited in. ... Holman Hunt was right when in his famous picture ‘The Light of the World’ he painted the door of the human heart with no handle on the outside, for it can be opened only from within” (= Kita melihat tanggung jawab manusia. Kristus mengetok dan manusia bisa menjawab atau menolak untuk menjawab. Kristus tidak mendobrak; Ia harus diundang masuk. ... Holman Hunt benar ketika dalam foto / gambarnya yang terkenal ‘Terang Dunia’ ia melukis pintu dari hati manusia tanpa gagang pintu di luarnya, karena itu hanya bisa dibuka dari dalam) - hal 148.

Ini bau Arminianisme, dimana pertobatan hanya tergantung orangnya dan bukan tergantung Allah! Memang benar bahwa dalam ayat ini Kristus tidak digambarkan mendobrak pintu hati kita, tetapi dari bagian-bagian Kitab Suci yang lain dikatakan bahwa melalui Roh KudusNya Ia melahirbarukan kita (Yoh 3:5-8), dan bahkan memberikan pengertian tentang Injil (Luk 24:45  Mat 11:25-27  Mat 13:11), dan memberikan iman / pertobatan kepada orang-orang pilihanNya sehingga orang-orang pilihanNya itu tidak bisa tidak percaya (Kis 13:48  Fil 1:29  Kis 11:18b)!


2. Pulpit Commentary: “(1) The soul can do this. It is part of its great prerogative. It could not say, ‘Yes,’ if it could not say, ‘No;’ but because it can say, ‘No,’ it can also say, ‘Yes.’ (2) And the opening the door depends upon its saying, ‘Yes.’ This is no contradiction to the truth that the Holy Spirit must open the heart. Both are essential; neither can be done without. It is a co-operative work, as consciousness and Scripture alike teach. But the Spirit ever does his part of the work; it is we only who fail in ours. May we be kept herefrom!” [= (1) Jiwa bisa melakukan ini. Itu merupakan bagian dari hak istimewanya yang besar. Jiwa itu tidak bisa berkata ‘Ya’, jika ia tidak bisa berkata ‘Tidak’; tetapi karena ia bisa berkata ‘Tidak’, ia juga bisa berkata ‘Ya’. (2) Dan pembukaan pintu tergantung dari kata ‘Ya’ yang ia ucapkan. Ini tidak bertentangan dengan kebenaran bahwa Roh Kudus harus membukakan hati. Keduanya penting; yang manapun dari kedua hal itu tidak bisa dilakukan tanpa yang satunya. Itu merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan dengan kerja sama, seperti yang diajarkan oleh kesadaran maupun Kitab Suci. Tetapi Roh selalu melakukan bagianNya; adalah kita saja yang gagal dalam melakukan bagian kita. Semoga kita dicegah dari kegagalan ini!] - hal 135.


Tanggapan saya:

  • kalimat terakhir dari kutipan di atas merupakan suatu doa, dan bertentangan dengan kalimat sebelumnya. Kalau Tuhan / Roh Kudus memang selalu melakukan bagianNya, untuk apa ia berdoa lagi supaya Tuhan mencegah kita dari kegagalan untuk melakukan bagian kita?

  • Ajaran Arminianisme dari kutipan ini persis seperti pandangan Pdt. Yusuf B. S., yang mengatakan bahwa karena Tuhan selalu mau mengerjakan bagianNya, dan karena itu keselamatan hanya tergantung diri kita sendiri, apakah kita mau percaya atau tidak. Bahwa Tuhan tidak selalu melakukan bagianNya terlihat jelas dari ayat seperti:

  • Mat 11:25-27 - “Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya’.”

  • Mat 13:10-15 - “Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?’ Jawab Yesus: ‘Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.”.

  • Yoh 12:39-40 - Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: ‘Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku menyembuhkan mereka’”.


3. Barnes’ Notes: “this also recognises the freedom of man. It is submitted to him whether he will hear the voice of the Redeemer or not; and whether he will open the door and admit him or not. He speaks loud enough, and distinctly enough, to be heard, but he does not force the door if it is not voluntarily opened. ... It may be added, that this is an easy thing. Nothing is more easy than to open the door when one knocks; ... the ease of the terms of salvation, represented by ‘hearing his voice,’ and ‘opening the door;’” (= ini juga mengakui kebebasan manusia. Diserahkan kepada dia apakah ia akan mendengar suara Sang Penebus atau tidak; dan apakah ia akan membuka pintu dan menerimaNya atau tidak. Ia berbicara cukup keras dan cukup jelas, untuk didengar, tetapi Ia tidak mendobrak pintu jika pintu itu tidak dibuka dengan sukarela. ... Bisa ditambahkan bahwa ini merupakan suatu hal yang mudah. Tidak ada yang lebih mudah dari pada membuka pintu pada waktu seseorang mengetok; ... kemudahan dari syarat-syarat keselamatan digambarkan oleh kata-kata ‘mendengar suaraNya’, dan ‘membukakan pintu’) - hal 1572.

Ia mengatakan bahwa manusia mampu untuk membukakan pintu, dan bahkan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang mudah. Bandingkan ini dengan:

  • Yoh 6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman”.

Ayat ini menunjukkan:

  • ketidakmampuan manusia untuk datang kepada Yesus dengan kekuatannya sendiri.

  • datang atau tidaknya manusia kepada Yesus sebetulnya tidak tergantung manusia itu sendiri tetapi tergantung Allah, yaitu apakah Ia mau ‘menarik’ manusia itu atau tidak.

Dalam Pemahaman Alkitab tentang Yoh 6:44, sudah pernah kita bahas bahwa kata ‘menarik’ diterjemahkan dari kata Yunani HELKO atau HELKUO yang hanya digunakan 8 x dalam Kitab Suci / Perjanjian Baru, yaitu dalam Yoh 6:44  12:32  18:10  21:6  21:11  Kis 16:19  21:30  Yak 2:6 (bacalah ayat-ayat ini). Perhatikan 3 komentar tentang kata itu di bawah ini.

Calvin: “True, indeed, as to the kind of drawing, it is not violent, so as to compel men by external force; but still it is a powerful impulse of the Holy Spirit, which makes men willing who formerly were unwilling and reluctant” (= Memang, tentang jenis tarikan, itu bukan sesuatu tarikan yang keras / kasar, seakan-akan memaksa manusia dengan kekuatan luar; tetapi itu tetap merupakan dorongan yang kuat dari Roh Kudus, yang membuat manusia yang tadinya tidak mau dan segan menjadi mau).

William Hendriksen: “The drawing of which these passages speak indicates a very powerful - we may even say, an irresistible - activity. To be sure, man resists, but his resistance is ineffective. It is in that sense that we speak of God’s grace as being irresistible” (= Tarikan tentang mana text-text itu berbicara menunjukkan suatu aktivitas yang sangat kuat, dan bahkan bisa dikatakan tak bisa ditahan / ditolak. Memang manusia menahan / menolak, tetapi tahanan / penolakannya tidak efektif. Dalam arti seperti itulah kami berbicara tentang kasih karunia Allah yang tidak bisa ditolak).

Leon Morris (NICNT): “There is not one example in the New Testament of the use of this verb where the resistance is successful” (= Tidak ada satu contohpun dari Perjanjian Baru tentang penggunaan kata kerja ini dimana tahanan / penolakan itu berhasil).

  • Yoh 6:65 - “Lalu Ia berkata: ‘Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.’”.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa dengan kekuatannya sendiri manusia tidak akan bisa datang kepada Kristus. Ia hanya bisa datang kepada Kristus kalau itu ‘dikaruniakan’ oleh Bapa kepadanya.

  • ay 22: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat”. Ini secara implicit menunjukkan bahwa tidak semua orang bisa mendengar, karena mereka tidak mempunyai telinga atau tuli. Bdk juga dengan Mat 13:13-17 - “Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka. Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.


4. Pulpit Commentary: “Man’s free will is here well and plainly set forth. Though the opening, to be effective, needs the help and presence of Christ, yet he does not forcibly effect an entrance; it is still within the power of man to disregard the knock, to refuse to hear the voice, to keep the door fast shut” (= Di sini kehendak bebas manusia dinyatakan dengan baik dan jelas. Sekalipun pembukaan pintu tidak akan bisa efektif tanpa pertolongan dan kehadiran Kristus, tetapi Ia tidak masuk secara paksa; tetap ada dalam kuasa / kekuatan manusia untuk mengabaikan ketukan, menolak untuk mendengar suara itu, membiarkan pintu tetap tertutup) - hal 117.

Ini bertentangan doktrin ‘Irresistible Grace’ (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak). Bandingkan dengan penafsiran tentang Yoh 6:44 di atas, yang menunjukkan bahwa tarikan Allah itu pasti berhasil, dan tidak mungkin ditolak. 


Dari semua ini bisa disimpulkan bahwa kesalahan dari orang-orang yang menganut Arminianisme dalam persoalan ini adalah bahwa mereka hanya menyoroti Wah 3:20 ini dan membangun theologianya di atasnya, tetapi mereka mengabaikan ayat-ayat lain dari Kitab Suci yang bertentangan dengan ajaran tersebut. Untuk menghindari kesalahan seperti itu maka kita harus selalu menafsirkan suatu ayat dengan memperhatikan semua bagian Kitab Suci yang berhubungan dengan ayat tersebut.


5) ‘Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku’.


a) ‘Makan’ di sini adalah ‘makan malam’.

Barclay mengatakan bahwa kata Yunani yang digunakan untuk ‘makan’ adalah makan malam. Bukan makan pagi / siang yang dilakukan cepat-cepat, tetapi makan malam yang dilakukan dengan santai karena pekerjaan telah selesai.


b) ‘Makan bersama’ menunjukkan suatu persekutuan yang intim / akrab.

George Eldon Ladd: “A shared meal in the ancient Jewish world had far more significance than it has today. It was a symbol of affection, of confidence, of intimacy. Jesus was criticized by the Pharisees not merely for associating with publicans and sinners but for eating with them (Luke 15:2). Peter was criticized by the Jerusalem Christians not for preaching the gospel to a gentile but for eating with him (Acts 11:3). So the present verse contains a promise of the most intimate fellowship possible” [= Makan bersama dalam tradisi kuno Yahudi mempunyai lebih banyak arti dari pada jaman sekarang. Itu merupakan simbol dari kasih, kepercayaan, dan keakraban. Yesus dikritik oleh orang-orang Farisi bukan hanya karena bergaul dengan pemungut cukai dan orang berdosa, tetapi karena makan bersama mereka (Luk 15:2). Petrus dikritik oleh orang-orang Kristen Yerusalem bukan karena memberitakan Injil kepada seorang non Yahudi tetapi karena makan bersamanya (Kis 11:3). Jadi ayat ini mencakup janji persekutuan yang paling intim yang dimungkinkan] - hal 68.

Bdk. 1Kor 5:11 - “Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.


William Hendriksen: “Christ and the believer dine together, which in the East was an indication of special friendship and of covenant relationship. In other words, the believer has blessed fellowship with his Saviour and Lord ... That fellowship begins even in this present life. It is perfected in the hereafter when the conqueror shall sit with Christ on His throne, just as Christ, the Conqueror, sat down with His Father on His throne. Not only will the conqueror reign by and by; he will reign with Christ (Rev. 20:4), in the closest possible fellowship with Him” [= Kristus dan orang percaya makan bersama-sama, yang di Timur merupakan suatu petunjuk tentang persahabatan yang khusus dan tentang hubungan perjanjian. Dengan kata lain, orang percaya mempunyai persekutuan yang mulia dengan Juruselamat dan Tuhannya ... Persekutuan itu dimulai bahkan dalam hidup yang sekarang ini. Itu disempurnakan di alam baka pada saat si pemenang akan duduk dengan Kristus di takhtaNya, persis seperti Kristus, Sang Pemenang, telah duduk dengan BapaNya di takhtaNya. Si pemenang bukan hanya akan segera memerintah; ia akan memerintah dengan Kristus (Wah 20:4), dalam persekutuan yang sedekat mungkin dengan Dia] - hal 79.


Ay 21: “Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya”.


1) Ay 21 ini berhubungan dengan ay 20, dan hanya terjadi pada orang yang memberikan tanggapan positif terhadap ketukan Yesus pada ay 20 itu.

Pulpit Commentary: “Victory is possible only when Christ is within us. If we keep him outside, not all the sanctuary teaching, nor the services, nor songs, nor ordinances, nor forms of godliness, nor parental virtue, can ever prevent us from falling miserably back to perdition. If we keep Christ out of our hearts, he will spue us out of his mouth” (= Kemenangan hanya dimungkinkan pada waktu Kristus ada di dalam kita. Jika kita membiarkanNya di luar, maka semua pengajaran dari tempat kudus, kebaktian-kebaktian, lagu-lagu, upacara-upacara, bentuk-bentuk kesalehan, kebaikan / sifat baik yang berasal dari orang tua, tidak pernah bisa mencegah kita untuk jatuh secara menyedihkan ke dalam kehancuran / hukuman kekal. Jika kita membiarkan Kristus di luar hati kita, Ia akan memuntahkan kita dari mulutNya) - hal 125.


John Stott: “If we let Christ enter the house of our heart, He will let us enter the house of His Father. Further, if we allow Christ to sit with us at our table, He will allow us to sit with Him on His throne. Here then is the great alternative which confronts every thoughtful person. To be halfhearted, complacent and only casually interested in the things of God is to prove oneself not a Christian at all and to be so distasteful to Christ as to be in danger of a vehement rejection. But to be wholehearted in one’s devotion to Christ, having opened the door and submitted without reserve to Him, is to be given the privilege both of supping with Him on earth and of reigning with Him in heaven. Here is a choice we cannot avoid. We must either throw the door open to Him or keep it close in His face” (= Jika kita membiarkan Kristus memasuki rumah hati kita, Ia akan membiarkan kita memasuki rumah BapaNya. Selanjutnya, jika kita mengijinkan Kristus duduk bersama kita di meja kita, Ia akan mengijinkan kita duduk bersamaNya di takhtaNya. Maka di sini ada pilihan yang besar yang dihadapkan pada setiap orang yang suka berpikir. Bersikap setengah hati, puas dengan diri sendiri dan hanya secara sambil lalu berminat / tertarik terhadap hal-hal dari Allah sama dengan membuktikan bahwa dirinya bukan orang Kristen sama sekali, dan begitu tidak menyenangkan bagi Kristus sehingga ada dalam bahaya penolakan yang keras. Tetapi bersikap sepenuh hati dalam pembaktian kepada Kristus setelah membuka pintu dan tunduk tanpa batas kepadaNya, berarti diberi hak baik untuk makan dengan Dia di bumi maupun untuk bertakhta dengan Dia di surga. Di sini ada pilihan yang tidak bisa kita hindari. Kita harus membuka pintu bagiNya atau membiarkannya tertutup di depan wajahNya) - hal 126. Dari sini kelihatannya Stott menganggap jemaat Laodikia bukan Kristen.


2) Janji ini berhubungan dengan akhir jaman / kedatangan Yesus yang keduakalinya.

Robert H. Mounce (NICNT): “The promise of sitting with Christ on his throne is wholly eschatological” (= Janji tentang duduk bersama Kristus pada takhtaNya sepenuhnya bersifat eschatologi / berhubungan dengan akhir jaman) - hal 130. Bdk. Mat 19:28  2Tim 2:12.


3) Sekalipun duduknya orang percaya pada takhta Kristus baru akan terjadi pada akhir jaman, tetapi Kristusnya sendiri sudah bertakhta sekarang ini.

Perhatikan bahwa untuk bagian yang menunjukkan bahwa Kristus duduk bersama Bapa pada takhtaNya, KJV menggunakan present tense / bentuk sekarang, sedangkan RSV/NIV/NASB menggunakan past tense / bentuk lampau.

KJV: ‘To him that overcometh will I grant to sit with me in my throne, even as I also overcame, and am set down with my Father in his throne’ (= Bagi dia yang menang, Aku akan membolehkannya untuk duduk denganKu pada takhtaKu, sebagaimana Aku juga telah menang dan duduk dengan BapaKu pada takhtaNya).

RSV: ‘He who conquers, I will grant him to sit with me on my throne, as I myself conquered and sat down with my Father on his throne’ (= Ia yang menang, Aku akan membolehkannya untuk duduk denganKu pada takhtaKu, seperti Aku sendiri telah menang dan telah duduk dengan BapaKu pada takhtaNya).

NIV: ‘To him who overcomes, I will give the right to sit with me on my throne, just as I overcame and sat down with my Father on his throne’ (= Bagi dia yang menang, Aku akan memberinya hak untuk duduk denganKu pada takhtaKu, sama seperti Aku telah menang dan telah duduk dengan BapaKu pada takhtaNya).

NASB: ‘He who overcomes, I will grant to him to sit down with Me on My throne, as I also overcame and sat down with My Father on His throne’ (= Ia yang menang, Aku akan membolehkannya untuk duduk denganKu pada takhtaKu, seperti Aku juga telah menang dan telah duduk dengan BapaKu pada takhtaNya).


George Eldon Ladd: “The important fact is that Christ is already enthroned. His messianic reign is not something which begins at his parousia; it has already begun, even though it is visible only to the eye of faith. ... To be sure, the world does not recognize his lordship and his heavenly reign, the demoniac powers are still allowed to work through pagan rulers to bring fearful affliction and persecution to God’s people. Here is a message for every church which faces persecution: the assurance that their evil plight is only temporary; that even though human experience may seem to contradict it, Christ is already enthroned as Lord and King; and that his kingly rule will soon put all his enemies under his feet (1Cor. 15:25)” [= Fakta yang penting adalah bahwa Kristus sudah bertakhta. Pemerintahan MesiasNya bukanlah sesuatu yang dimulai pada kedatanganNya yang keduakalinya; itu sudah dimulai, sekalipun itu hanya terlihat oleh mata iman. ... Tentu saja dunia tidak mengenali ketuhananNya dan pemerintahan surgawiNya, dan kuasa setan masih diijinkan untuk bekerja melalui pemerintahan-pemerintahan kafir untuk menyebabkan penderitaan dan penganiayaan yang menakutkan bagi umat Allah. Di sini ada pesan untuk setiap gereja yang menghadapi penganiayaan: jaminan bahwa keadaan yang buruk / menyedihkan itu hanyalah bersifat sementara; bahwa sekalipun pengalaman manusia kelihatannya bertentangan dengannya, Kristus sudah bertakhta sebagai Tuhan dan Raja; dan bahwa pemerintahan rajaniNya akan segera meletakkan semua musuh-musuhNya di bawah kakiNya (1Kor 15:25)] - hal 68-69.


Ay 22: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat”.

Kata-kata ini keluar dalam setiap surat dari ketujuh surat dalam Wah 2-3, dan karena itu tidak dibahas lagi di sini.


Baca Juga: Eksposisi Kitab Wahyu 2:1-29


Sampai surat ini berakhir, kita tidak melihat satu pujianpun untuk gereja yang menyedihkan ini. Perhatikan komentar Ramsey di bawah ini.

James B. Ramsey: “There is not one relieving trait, not one single feature upon which even the gentle and loving eye of Jesus can bestow a single commendation. Yet it has not apostatized from the truth; it is not guilty of foul heresy; it has followed no Jezebel; it is charged with no Nicolaitan doctrine or deeds; the whole is summed up in the expressive word, ‘lukewarm,’ ‘neither cold nor hot.’ For a church, or a follower of Jesus Christ, while recognizing His divine claim, His infinite love, His precious blood, His almighty Spirit, His sweet and holy service, and His promised glory, to treat it all with indifference, to be unmoved, or slightly moved by it, to manifest no warm affection, no earnest devotion, no self-denying and self-sacrificing zeal, is specially insulting to Him, and indicates a degree on insensibility almost past hope” (= Di sana tidak ada satupun sifat / ciri yang melegakan, tidak satupun ciri / segi tentang mana mata yang lembut dan kasih dari Yesus bisa memberikan satu pujian. Tetapi gereja ini tidak murtad dari kebenaran; gereja ini tidak bersalah tentang ajaran sesat yang kotor / busuk; gereja ini tidak mengikuti Izebel, gereja ini tidak dituduh dengan ajaran atau perbuatan Nikolaus; seluruhnya disimpulkan dalam kata yang bersifat menyatakan perasaan, ‘suam-suam kuku’, ‘tidak dingin atau panas’. Bagi sebuah gereja atau seorang pengikut Kristus, yang mengenali claim ilahiNya, kasihNya yang tak terbatas, darahNya yang berharga, RohNya yang mahakuasa, pelayananNya yang manis dan kudus, dan janji kemuliaanNya, tetapi memperlakukan itu semua dengan sikap acuh tak acuh, tidak terharu / tergerak, atau hanya sedikit terharu / tergerak olehnya, tidak menunjukkan perasaan yang hangat, tidak ada pembaktian yang sungguh-sungguh, tidak ada semangat menyangkal diri dan mengorbankan diri, itu merupakan penghinaan secara khusus kepadaNya, dan menunjukkan keadaan tidak berperasaan pada tingkat yang hampir tidak ada harapan) - hal 179-180.


Steve Gregg: “Among historicists and some futurists, it is generally argued that Laodicea represents the lukewarm sector of the church in the end of times (possibly beginning near the end of the nineteenth century). The scholarly assault on the Bible, epitomized and exacerbated by the publication of Darwin’s Origin of Species (1859), put tremendous pressure upon the church to conform to modern thought or lose academic respectability. Many theologians succumbed to this pressure and began subjecting the Bible to ‘scientific methods’ of analysis. Such analysis, though far from objective and conclusive, became fashionable in many seminaries and denominations, resulting in a loss of respect for the Bible as a genuine revelation from God. In many cases, secular psychology, sociology, anthropology, philosophy, and whatever social trend became popular in secular thinking (e.g., the breakdown of biblical models of marriage and sexuality), have displaced the Bible in its authority to dictate norms for the church. Modern churches that have gone this route are said to be represented by this Laodicean church. They are lukewarm, and Christ says that they nauseate him. Those applying the seven church letters to eras of church history believe that both the Philadelphian and the Laodicean types of church will exist together until the coming of Christ” [= Di antara historicist dan sebagian futurist pada umumnya dianjurkan secara kuat bahwa Laodikia melambangkan sektor suam-suam kuku dari gereja pada akhir jaman (mungkin dimulai sekitar akhir abad ke 19). Serangan para ahli ilmu pengetahuan terhadap Alkitab, diwakili dan dipertajam oleh publikasi dari buku Darwin yang berjudul ‘Origin of Species’ (1859), memberikan tekanan yang dahsyat terhadap gereja untuk menyesuaikan diri dengan pemikiran modern atau kehormatan akademis yang longgar. Banyak ahli theologia tunduk pada tekanan ini dan mulai menundukkan Alkitab kepada analisa ‘metode ilmiah’. Analisa ini, sekalipun tidak obyektif ataupun meyakinkan, menjadi populer dalam banyak seminari dan aliran, menghasilkan hilangnya rasa hormat terhadap Alkitab sebagai wahyu yang asli dari Allah. Dalam banyak kasus, psikologi dunia, sosiologi, anthropologi, filsafat, dan kecenderungan sosial apapun menjadi populer dalam pemikiran dunia (misalnya kerusakan contoh alkitab tentang pernikahan dan sex), telah menggantikan Alkitab dalam otoritasnya untuk mendikte norma-norma untuk gereja. Dikatakan bahwa gereja-gereja modern yang telah mengambil jalan ini, dilambangkan oleh gereja Laodikia ini. Mereka suam-suam kuku, dan Kristus berkata bahwa mereka memuakkan Dia. Mereka yang menerapkan ketujuh surat gereja kepada masa-masa dari sejarah gereja percaya bahwa type gereja Filadelfia dan type gereja Laodikia akan ada bersama-sama sampai kedatangan Kristus] - hal 80-81.


Herman Hoeksema: “Yet, although we strongly repudiate the idea of seven definite periods being represented in these letters, it must not be overlooked, as we said in the last chapter, that there is a certain intentional arrangement in the order in which the seven letters appear. The last church to be discussed is that of Laodicea, a church most miserable in every respect. There is in this purposely arranged order an indication as to what we may expect in the future. From a human point of view, the Word of God pictures that future as not too bright. And those who live under the impression that toward the end of time and the coming of our Lord Jesus Christ the church will appear in a most flourishing condition certainly find no support in Scripture” (= Tetapi, sekalipun kami menolak dengan keras gagasan tentang tujuh periode tertentu yang diwakili dalam surat-surat ini, tidak boleh dilupakan / diabaikan, seperti yang kami katakan dalam pasal yang terdahulu, bahwa di sana ada pengaturan tertentu yang disengaja dalam urut-urutan dalam mana ketujuh surat itu muncul. Gereja terakhir yang dibicarakan adalah gereja Laodikia, gereja yang paling menyedihkan dalam segala hal. Dalam urut-urutan yang diatur secara sengaja ini ada suatu petunjuk berkenaan dengan apa yang bisa kita harapkan untuk masa yang akan datang. Dari sudut pandang manusia, Firman Allah menggambarkan bahwa masa depan itu tidaklah terlalu cerah. Dan mereka yang hidup di bawah suatu pemikiran bahwa menjelang akhir jaman dan kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus, gereja akan muncul dalam keadaan yang paling maju / tumbuh dengan subur, jelas tidak mempunyai dukungan dalam Kitab Suci) - hal 139.


Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: 
 meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
EKSPOSISI KITAB WAHYU 3:1-22 (SARDIS, FILADELFIA DAN LAODIKIA)

-o0o-

Next Post Previous Post