PERNIKAHAN KRISTEN: KOMITMEN, KEISTIMEWAAN, DAN TUJUAN
PERNIKAHAN KRISTEN: KOMITMEN, KEISTIMEWAAN, DAN TUJUAN
. Pernikahan merupakan lembaga yang dipersatukan oleh Allah di mana baik suami maupun isteri dapat bersatu sebagai keluarga yang memuliakan, melayani Allah. Seperti di dalam Matius. 19:6 mengatakan “Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”.
Definisi Pernikahan
Pernikahan adalah rencana Allah, Allah menciptakan laki –laki yaitu Adam dan perempuan yaitu Hawa di mana keduanya menjadi “satu daging”. Menurut Geisler dalam bukunya “Etika Kristen Pilihan dan Isu Kontemporer” mendefisinikan bahwa:
Pernikahan merupakan lembaga yang ditetapkan Allah bagi semua orang, bukan hanya bagi orang Kristen saja. Pernikahan adalah satu-satunya lembaga sosial yang ditetapkan Allah sebelum kejatuhan umat manusia. Surat kepada orang-orang Ibrani menyatakan bahwa pernikahan “harus dihormati oleh semua (orang)”(Ibrani 13:4). Jadi Allah telah menetapkan pernikahan baik untuk orang non-Kristen maupun untuk orang Kristen. Karena Pernikahan merupakan peristiwa yang sakral.
Sementara Ghazali mendefinisikan Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan, sebagai suami istri yang didasari akan pengiringan kepada Kristus, pernikahan yang berpusat pada Yesus Kristus adalah Tuhan atas pernikahan itu. Pernikahan disebut juga sebagai lembaga sosial, yang artinya pernikahan antara sepasang pria dan wanita mempunyai dampak tertentu dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu pernikahan diatur oleh adat dan hukum, yang mana pernikahan tersebut tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Di dalam undang-undang Republik Indonesia nomor satu tahun 1974 tentang perkawinan (pernikahan) pasal 1 menjelaskan bahwa, “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”. Tuhanlah yang merencanakan perkawinan (pernikahan).
bisnis, tutorial |
Definisi Pernikahan
Pernikahan adalah rencana Allah, Allah menciptakan laki –laki yaitu Adam dan perempuan yaitu Hawa di mana keduanya menjadi “satu daging”. Menurut Geisler dalam bukunya “Etika Kristen Pilihan dan Isu Kontemporer” mendefisinikan bahwa:
Pernikahan merupakan lembaga yang ditetapkan Allah bagi semua orang, bukan hanya bagi orang Kristen saja. Pernikahan adalah satu-satunya lembaga sosial yang ditetapkan Allah sebelum kejatuhan umat manusia. Surat kepada orang-orang Ibrani menyatakan bahwa pernikahan “harus dihormati oleh semua (orang)”(Ibrani 13:4). Jadi Allah telah menetapkan pernikahan baik untuk orang non-Kristen maupun untuk orang Kristen. Karena Pernikahan merupakan peristiwa yang sakral.
Sementara Ghazali mendefinisikan Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan, sebagai suami istri yang didasari akan pengiringan kepada Kristus, pernikahan yang berpusat pada Yesus Kristus adalah Tuhan atas pernikahan itu. Pernikahan disebut juga sebagai lembaga sosial, yang artinya pernikahan antara sepasang pria dan wanita mempunyai dampak tertentu dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu pernikahan diatur oleh adat dan hukum, yang mana pernikahan tersebut tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Di dalam undang-undang Republik Indonesia nomor satu tahun 1974 tentang perkawinan (pernikahan) pasal 1 menjelaskan bahwa, “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”. Tuhanlah yang merencanakan perkawinan (pernikahan).
Pernikahan dimaksudkan untuk menjadi kehidupan yang gembira, bahagia dan indah, dan merupakan hubungan yang paling erat dan paling suci. Pernikahan dianggap mulai dengan tinggalnya laki-laki dengan perempuan serumah. Di mana di dalam sebuah pernikahan itulah sebabnya laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging
Seperti yang ditegaskan oleh Alkitab pada mulanya awal terbentuknya sebuah pernikahan adalah ketika Allah menciptakan wanita pertama dari manusia pertama yaitu Adam. Di dalam Kejadian 2:22-24 mengatakan: Dan dari tulang rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Inilah pernikahan pertama yang ditentukan oleh Allah menjadi pola bagi pernikahan-pernikahan selanjutnya. Karena itu, tidak ada satu pun yang dapat memisahkan apa yang telah dipersatukan oleh Allah. Pernikahan merupakan komitmen yang mengikat dan seumur hidup dijalani oleh pasangan suami dan isteri, yang tidak bisa dibatalkan oleh kedua belah pihak yang telah berkomitmen untuk menjalani kehidupan sesuai dengan janji yang telah disepakati dalam pernikahan kudus. Allah juga menghendaki bahwa pernikahan merupakan sebuah komitmen seumur hidup
Menurut Elizabeth Achtemeier, pernikahan Kristiani seharusnya mempunyai komitmen di dalam enam hal berikut ini:
1. Komitmen secara total. Artinya, di dalam sebuah pernikahan pasangan suami dan isteri menyerahkan diri secara menyeluruh dalam hubungan pernikahan sehingga apa pun yang terjadi di dalam kehidupan pasangan tersebut, baik mereka menghadapi sebuah masalah dalam rumah tangga, mereka akan tetap mempertahankan pernikahan mereka dan mengharapkan akan ada jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi.
2. Komitmen untuk menerima. Artinya, Suami dan istri mau menerima pasangannya secara utuh, apa adanya, termasuk semua kebaikan dan keburukkannya. Pasangan suami dan isteri adalah image of God yang unik dan tidak pernah sama dengan satu dan lainnya. Dia adalah pribadi yang memiliki keutuhan dan kepribadiannya sendiri, dan mempunyai hak untuk berbeda dengan setiap masing-masing, sehingga tetap harus dihargai.
3. Komitmen secara ekslusif. Artinya, dalam komitmen ini pasangan suami dan istri saling mengerti dan tidak boleh dibagi dengan orang lain, tidak boleh ada campur tangan dari pihak lain (orang ketiga), dalam hal ini Tuhan memerintahkan agar suami dan isteri tidak terlibat dengan perzinahan (Keluaran 20:14, Roma 1:26-27).
4. Komitmen yang terus menerus. Artinya, setiap pasangan diharapkan menyadari realita bahwa kehidupan masing-masing mereka berdua tetapi menjadi satu.
5. Komitmen yang bertumbuh. Artinya, suatu komitmen yang berkembang seiring dengan tingkat kematangan rohani pasangan tersebut, sehingga komitmen ini bisa dimanifestasikan dengan sikap saling memperhatikan kepentingan pasangan.
6. Komitmen yang berpengharapan. Artinya, suatu komitmen yang tidak pernah ada putus harapan, dengan cara memberikan diri sendiri kepada pasangan masing-masing
Dalam hal ini, dengan tegas dikatakan dalam Matius 19:6, “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Jadi Allah dari sejak semula sudah menetapkan bahwa pernikahan sebagai ikatan yang tidak bisa dipisahkan, dan hanya boleh bisa dipisahkan ketika salah satu pasangannya meninggal. Paulus juga menegaskan bahwa “Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu”. Jadi selama suaminya masih hidup dan menikah kembali ia dianggap telah berzinah
Calvin berpendapat bahwa pernikahan merupakan sebuah institusi sosial yang kudus yang melibatkan lelaki dan perempuan yang diteguhkan dan diberkati oleh Allah. Dalam bahasa Calvin, pernikahan merupakan “sebuah tataan yang baik dan kudus dari Allah”.
Seperti yang ditegaskan oleh Alkitab pada mulanya awal terbentuknya sebuah pernikahan adalah ketika Allah menciptakan wanita pertama dari manusia pertama yaitu Adam. Di dalam Kejadian 2:22-24 mengatakan: Dan dari tulang rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Inilah pernikahan pertama yang ditentukan oleh Allah menjadi pola bagi pernikahan-pernikahan selanjutnya. Karena itu, tidak ada satu pun yang dapat memisahkan apa yang telah dipersatukan oleh Allah. Pernikahan merupakan komitmen yang mengikat dan seumur hidup dijalani oleh pasangan suami dan isteri, yang tidak bisa dibatalkan oleh kedua belah pihak yang telah berkomitmen untuk menjalani kehidupan sesuai dengan janji yang telah disepakati dalam pernikahan kudus. Allah juga menghendaki bahwa pernikahan merupakan sebuah komitmen seumur hidup
Menurut Elizabeth Achtemeier, pernikahan Kristiani seharusnya mempunyai komitmen di dalam enam hal berikut ini:
1. Komitmen secara total. Artinya, di dalam sebuah pernikahan pasangan suami dan isteri menyerahkan diri secara menyeluruh dalam hubungan pernikahan sehingga apa pun yang terjadi di dalam kehidupan pasangan tersebut, baik mereka menghadapi sebuah masalah dalam rumah tangga, mereka akan tetap mempertahankan pernikahan mereka dan mengharapkan akan ada jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi.
2. Komitmen untuk menerima. Artinya, Suami dan istri mau menerima pasangannya secara utuh, apa adanya, termasuk semua kebaikan dan keburukkannya. Pasangan suami dan isteri adalah image of God yang unik dan tidak pernah sama dengan satu dan lainnya. Dia adalah pribadi yang memiliki keutuhan dan kepribadiannya sendiri, dan mempunyai hak untuk berbeda dengan setiap masing-masing, sehingga tetap harus dihargai.
3. Komitmen secara ekslusif. Artinya, dalam komitmen ini pasangan suami dan istri saling mengerti dan tidak boleh dibagi dengan orang lain, tidak boleh ada campur tangan dari pihak lain (orang ketiga), dalam hal ini Tuhan memerintahkan agar suami dan isteri tidak terlibat dengan perzinahan (Keluaran 20:14, Roma 1:26-27).
4. Komitmen yang terus menerus. Artinya, setiap pasangan diharapkan menyadari realita bahwa kehidupan masing-masing mereka berdua tetapi menjadi satu.
5. Komitmen yang bertumbuh. Artinya, suatu komitmen yang berkembang seiring dengan tingkat kematangan rohani pasangan tersebut, sehingga komitmen ini bisa dimanifestasikan dengan sikap saling memperhatikan kepentingan pasangan.
6. Komitmen yang berpengharapan. Artinya, suatu komitmen yang tidak pernah ada putus harapan, dengan cara memberikan diri sendiri kepada pasangan masing-masing
Dalam hal ini, dengan tegas dikatakan dalam Matius 19:6, “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Jadi Allah dari sejak semula sudah menetapkan bahwa pernikahan sebagai ikatan yang tidak bisa dipisahkan, dan hanya boleh bisa dipisahkan ketika salah satu pasangannya meninggal. Paulus juga menegaskan bahwa “Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu”. Jadi selama suaminya masih hidup dan menikah kembali ia dianggap telah berzinah
Calvin berpendapat bahwa pernikahan merupakan sebuah institusi sosial yang kudus yang melibatkan lelaki dan perempuan yang diteguhkan dan diberkati oleh Allah. Dalam bahasa Calvin, pernikahan merupakan “sebuah tataan yang baik dan kudus dari Allah”.
Bagi Calvin, gereja tidak memisahkan pernikahan, namun hanya meneguhkan dan memberkati pernikahan yang sudah disahkan oleh Negara. Calvin juga mengatakan bahwa pernikahan merupakan sebuah ikatan yang tak dapat terpisahkan dan pasangan yang terhubung melalui pernikahan tak lagi memiliki kebebasan untuk berubah pikiran dan mencapai pasangan lain
Pernikahan adalah lembaga pertama yang ditetapkan dan dikehendaki oleh Tuhan Allah sendiri. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa penetapan dan pembentukan lembaga pernikahan telah diselenggarakan sebelum dunia jatuh ke dalam dosa. Dengan maksud supaya pernikahan itu seorang laki-laki dan seorang perempuan dapat saling membantu, saling melengkapi satu dengan lainnya. Sehingga akan dapat dicapai kebahagiaan materi dan spiritual di dalam kasih Tuhan.
Keistimewaan Pernikahan
Pernikahan merupakan sesuatu yang istimewa di mana dipersatukannya pasangan suami dan isteri yang saling mencintai. Adapun keistimewaan sebuah pernikahan yakni:
Pertama, pernikahan adalah inisiatif Tuhan sendiri. Dia membentuk manusia pertama yaitu Adam dan memberkati Hawa menjadi isterinya. Allah memberi mereka mandat budaya untuk mengelola bumi ini.
Kedua, keluarga adalah tempat lahir dan dibesarkannya orangorang besar dan berguna. Para tokoh, pejuang, pahlawan, pemimpin dan pelayan masyarakat juga lahir dari sebuah keluarga. Dalam anugerah-Nya Tuhan memilih.
Ketiga, perkawinan itu bersifat “trialog”. Tuhan hadir di dalam relasi suami-isteri, orang tua dan anak. Semua melibatkan Tuhan dalam komunikasi mereka. Firman-Nya menjadi tolok ukur, standar nilai-nilai keluarga di tengah tantangan limpahnya media, internet dan sebagainya.
Keempat, pasangan suami dan isteri akan menjadi ayah dan ibu. Ini merupakan jabatan istimewa, posisi yang tak tergantikan.
Kelima, perkawinan yang sehat dapat menjadi pemilihan hidup trauma masa lalu. Keluarga yang intim menjadi benteng kehidupan, menjadikan hidup orang yang menikmatinya, sehat serta produktif.
Keenam, fungsi-fungsi dalam keluarga berdampak kekal di hari penghakiman-Nya. Boleh dikatakan, keluarga adalah pemberian terindah dari semua yang kita miliki. Orang tua pemberi hidup, anak milik pusaka dan isteri adalah kasih karunia. Di dalamnya dilahirkan, dibesarkan, dan mengenal kasih dan menikmati anugerah-Nya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seharusnya orang Kristen saling mengasihi dan untuk dikasihi, bukan untuk saling menguasai atau sebaliknya, tetapi mengasihi sesama pasangan suami dan isteri yang telah dipersatukan oleh Allah. karena keluarga merupakan pemberian yang terindah dari semua dari apa yang dimiliki dan bagaimana di dalamnya ada kasih dan anugerah-Nya
Tujuan Pernikahan
Kristen Sebuah pernikahan pasti memiliki tujuan, di mana tujuan yang baik akan menghasilkan sesuatu yang dapat membantu segala apa yang direncanakan.
Di dalam Perjanjian Baru dalam Matius 10:6-8 menyatakan tujuan pernikahan suami isteri dipersatukan. Sedangkan Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus menyatakan bahwa tujuan sebuah pernikahan adalah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan kesatuan daging / seks secara benar (Korintus 7:5). Paulus mengharapkan agar suami dan isteri Kristen saling mengasihi seperti Kristus telah mengasihi umatNya. Dalam hal ini Carm mengatakan bahwa :
Tujuan pernikahan bukanlah kebahagiaan, tetapi kesatuan. Dan dalam usaha memupuk kesatuan inilah dapat dialami kebahagiaan. Kebahagiaan dapat dialami bersama dengan diwujudkannya cinta kasih kepada pasangan melalui hal-hal yang kecil yang mempunyai arti yang besar dalam keluarga.
Pada dasarnya kebahagiaan penting dalam sebuah rumah tangga Kristen, tetapi yang paling penting adalah kesatuan antara pasangan suami dan istri. Karena dengan adanya kesatuan maka keluarga akan nyata cinta kasih yang saling melengkapi.
Adapun yang menjadi tujuan pernikahan Kristen adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan (growth) yang diharapkan adalah agar suami dan isteri dapat melayani Allah dan menjadi saluran berkat bagi sesamanya. Agar pernikahan itu bertumbuh maka ada dua syarat yang seharusnya dimiliki setiap pasangan, yakni:
a. Sudah menerima pengampunan Kristus, sehingga masing-masing mampu saling mengampuni selama berada dalam rumah nikah yang penghuninya bukanlah orang yang sempurna.
Pernikahan adalah lembaga pertama yang ditetapkan dan dikehendaki oleh Tuhan Allah sendiri. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa penetapan dan pembentukan lembaga pernikahan telah diselenggarakan sebelum dunia jatuh ke dalam dosa. Dengan maksud supaya pernikahan itu seorang laki-laki dan seorang perempuan dapat saling membantu, saling melengkapi satu dengan lainnya. Sehingga akan dapat dicapai kebahagiaan materi dan spiritual di dalam kasih Tuhan.
Keistimewaan Pernikahan
Pernikahan merupakan sesuatu yang istimewa di mana dipersatukannya pasangan suami dan isteri yang saling mencintai. Adapun keistimewaan sebuah pernikahan yakni:
Pertama, pernikahan adalah inisiatif Tuhan sendiri. Dia membentuk manusia pertama yaitu Adam dan memberkati Hawa menjadi isterinya. Allah memberi mereka mandat budaya untuk mengelola bumi ini.
Kedua, keluarga adalah tempat lahir dan dibesarkannya orangorang besar dan berguna. Para tokoh, pejuang, pahlawan, pemimpin dan pelayan masyarakat juga lahir dari sebuah keluarga. Dalam anugerah-Nya Tuhan memilih.
Ketiga, perkawinan itu bersifat “trialog”. Tuhan hadir di dalam relasi suami-isteri, orang tua dan anak. Semua melibatkan Tuhan dalam komunikasi mereka. Firman-Nya menjadi tolok ukur, standar nilai-nilai keluarga di tengah tantangan limpahnya media, internet dan sebagainya.
Keempat, pasangan suami dan isteri akan menjadi ayah dan ibu. Ini merupakan jabatan istimewa, posisi yang tak tergantikan.
Kelima, perkawinan yang sehat dapat menjadi pemilihan hidup trauma masa lalu. Keluarga yang intim menjadi benteng kehidupan, menjadikan hidup orang yang menikmatinya, sehat serta produktif.
Keenam, fungsi-fungsi dalam keluarga berdampak kekal di hari penghakiman-Nya. Boleh dikatakan, keluarga adalah pemberian terindah dari semua yang kita miliki. Orang tua pemberi hidup, anak milik pusaka dan isteri adalah kasih karunia. Di dalamnya dilahirkan, dibesarkan, dan mengenal kasih dan menikmati anugerah-Nya.
Tujuan Pernikahan
Kristen Sebuah pernikahan pasti memiliki tujuan, di mana tujuan yang baik akan menghasilkan sesuatu yang dapat membantu segala apa yang direncanakan.
Di dalam Perjanjian Baru dalam Matius 10:6-8 menyatakan tujuan pernikahan suami isteri dipersatukan. Sedangkan Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus menyatakan bahwa tujuan sebuah pernikahan adalah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan kesatuan daging / seks secara benar (Korintus 7:5). Paulus mengharapkan agar suami dan isteri Kristen saling mengasihi seperti Kristus telah mengasihi umatNya. Dalam hal ini Carm mengatakan bahwa :
Tujuan pernikahan bukanlah kebahagiaan, tetapi kesatuan. Dan dalam usaha memupuk kesatuan inilah dapat dialami kebahagiaan. Kebahagiaan dapat dialami bersama dengan diwujudkannya cinta kasih kepada pasangan melalui hal-hal yang kecil yang mempunyai arti yang besar dalam keluarga.
Pada dasarnya kebahagiaan penting dalam sebuah rumah tangga Kristen, tetapi yang paling penting adalah kesatuan antara pasangan suami dan istri. Karena dengan adanya kesatuan maka keluarga akan nyata cinta kasih yang saling melengkapi.
Adapun yang menjadi tujuan pernikahan Kristen adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan (growth) yang diharapkan adalah agar suami dan isteri dapat melayani Allah dan menjadi saluran berkat bagi sesamanya. Agar pernikahan itu bertumbuh maka ada dua syarat yang seharusnya dimiliki setiap pasangan, yakni:
a. Sudah menerima pengampunan Kristus, sehingga masing-masing mampu saling mengampuni selama berada dalam rumah nikah yang penghuninya bukanlah orang yang sempurna.
b. Adaptability, artinya tidak memaksa atau menuntut pasangannya, sebaliknya mampu saling memahami dan memberi. Tiap orang menjalankan peran (role) dengan baik, serta mampu menerima kelemahan dan kekurangan pasangannya. Jadi antara satu dengan yang lain harus saling memahami, saling menerima supaya keluarga menjadi harmonis.
2. John Stott mengatakan, pernikahan dibentuk Allah dengan tujuan menciptakan masyarakat baru milik Allah (God’s new society). Yakni masyarakat tebusan yang dapat menjadi berkat dan membawa kesejahteraan bagi sesamanya. Wadah yang Allah pilih adalah keluarga. Rencana ini telah Allah tetapkan jauh sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Allah pertama-tama memilih keluarga Abraham, Ishak, Yakub, dan seterusnya sampai akhirnya keluarga Yusuf yang melahirkan Yesus.
2. John Stott mengatakan, pernikahan dibentuk Allah dengan tujuan menciptakan masyarakat baru milik Allah (God’s new society). Yakni masyarakat tebusan yang dapat menjadi berkat dan membawa kesejahteraan bagi sesamanya. Wadah yang Allah pilih adalah keluarga. Rencana ini telah Allah tetapkan jauh sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Allah pertama-tama memilih keluarga Abraham, Ishak, Yakub, dan seterusnya sampai akhirnya keluarga Yusuf yang melahirkan Yesus.
Rencana Tuhan bagi setiap pasangan Kristen adalah agar pasangan itu menghasilkan anak-anak perjanjian (anak-anak Tuhan) yang mempunyai tanggung jawab untuk merawat dan mengurus bumi ciptaan-Nya ini (Kejadian 1:26,28).
3. Allah menghendaki dalam keluarga keluarga agar setiap suami dan isteri melahirkan keturunan Ilahi (anak-anak tebusan Kristus, lihat maleakhi 2:14-15). Karena itu berdasarkan prinsip di atas, berkeyakinan bahwa setiap anak dalam pernikahan adalah anak-anak (karunia atau titipan) Tuhan.
4. Keluarga juga menjadi tempat persiapan anak-anak kelak menjadi suami atau isteri serta menjadi orangtua. Setiap orang yang akan menikah dan menjadi orang tua perlu menyadari konsekuensi ini, yaitu mereka dipanggil menjadi reflektor kasih Allah bagi anak-anak.
Watchman Nee, dalam bukunya mengatakan bahwa pernikahan Kristen itu memilik tujuan untuk:
a. Saling menolong Dalam Kitab Kejadian Allah berfirman, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”. Tatkala Allah menciptakan manusia, Allah perlu adanya seorang laki-laki ditambah dengan perempuan. Allah bertujuan agar seorang suami dan seorang isteri dapat saling membantu. Oleh sebab itu isterinya disebut penolong yang sejodoh. Allah menghendaki manusia memiliki satu penghidupan bersama, yang dapat saling bersekutu dan saling menolong.
b. Untuk mencegah dosa Untuk mencegah perzinahan dan percabulan, hendaklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri. Dalam Perjanjian Lama, tampak perlunya jodoh untuk saling menolong dan dalam Perjanjian Baru, jodoh itu diperlukan untuk mencegah perbuatan dosa.
c. Teman Pewaris Kasih Karunia Dengan kata lain, Allah berkenan suami dan isteri bersama-sama melayani Dia. Tidak saja sendirian menjadi orang Kristen dan menerima kasih Karunia, melainkan berdua
Verkuyl memandang tujuan pernikahan sebagai persekutuan hidup yang ditetapkan oleh Tuhan. Purwa Hadiwardoyo menyebutkan beberapa sifat pokok pernikahan, yaitu monogami, tak terceraikan, heteroseksual, dan terbuka akan adanya anak.
BACA JUGA: MEMBANGUN KOMITMEN SEBAGAI SEORANG KRISTEN
3. Allah menghendaki dalam keluarga keluarga agar setiap suami dan isteri melahirkan keturunan Ilahi (anak-anak tebusan Kristus, lihat maleakhi 2:14-15). Karena itu berdasarkan prinsip di atas, berkeyakinan bahwa setiap anak dalam pernikahan adalah anak-anak (karunia atau titipan) Tuhan.
4. Keluarga juga menjadi tempat persiapan anak-anak kelak menjadi suami atau isteri serta menjadi orangtua. Setiap orang yang akan menikah dan menjadi orang tua perlu menyadari konsekuensi ini, yaitu mereka dipanggil menjadi reflektor kasih Allah bagi anak-anak.
Watchman Nee, dalam bukunya mengatakan bahwa pernikahan Kristen itu memilik tujuan untuk:
a. Saling menolong Dalam Kitab Kejadian Allah berfirman, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”. Tatkala Allah menciptakan manusia, Allah perlu adanya seorang laki-laki ditambah dengan perempuan. Allah bertujuan agar seorang suami dan seorang isteri dapat saling membantu. Oleh sebab itu isterinya disebut penolong yang sejodoh. Allah menghendaki manusia memiliki satu penghidupan bersama, yang dapat saling bersekutu dan saling menolong.
b. Untuk mencegah dosa Untuk mencegah perzinahan dan percabulan, hendaklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri. Dalam Perjanjian Lama, tampak perlunya jodoh untuk saling menolong dan dalam Perjanjian Baru, jodoh itu diperlukan untuk mencegah perbuatan dosa.
c. Teman Pewaris Kasih Karunia Dengan kata lain, Allah berkenan suami dan isteri bersama-sama melayani Dia. Tidak saja sendirian menjadi orang Kristen dan menerima kasih Karunia, melainkan berdua
Verkuyl memandang tujuan pernikahan sebagai persekutuan hidup yang ditetapkan oleh Tuhan. Purwa Hadiwardoyo menyebutkan beberapa sifat pokok pernikahan, yaitu monogami, tak terceraikan, heteroseksual, dan terbuka akan adanya anak.
BACA JUGA: MEMBANGUN KOMITMEN SEBAGAI SEORANG KRISTEN
B. Ward Powers menggambarkan pernikahan sebagai, “The joining into one unity of two beings who are different enriches each, and extends and enlarges or illustrations that can be given which fully reflect all of it.” Sementara berdasarkan Kejadian 1 dan 2 John Stott melihat ada tiga tujuan pernikahan: “Beranak cuculah dan bertambah banyak’ (Kejadian 1:28); ‘Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia’, (Kejadian 2:18); dan ‘menjadi satu daging’ (Kejadian 2:24). Jadi pernikahan diadakan untuk sebuah tujuan mulia yang telah ditetapkan oleh Allah
Jadi, dalam hal ini Allah dalam rencana membentuk sebuah pernikahan bukan tidak ada maksudnya melainkan memiliki maksud dan tujuan yang mulia yaitu:
1. Supaya pasangan suami dan istri dapat membentuk sebuah rumah tangga yang harmonis.
2. Supaya pasangan suami dan istri saling menopang, saling menerima baik dalam kelemahan maupun dalam kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing pasangan suami istri.
3. Supaya suami dan istri dalam membentuk sebuah rumah tangga dapat memuliakan Allah, menghadirkan Allah dalam menghadapi situasi atau problema dalam rumah tangga.
4. Supaya dapat mendidik anak-anak mereka untuk takut akan Tuhan, sehingga kelak mereka dapat menjadi saksi-saksi Kristus.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan Allah dalam pernikahan adalah membentuk sebuah keluarga yang saling melengkapi dan menjaga kekudusan pernikahan.
Prinsip Dasar Pernikahan Adapun prinsip dasar dari sebuah pernikahan adalah sebagai berikut:
1. Manusia dengan Manusia Dalam hal ini pernikahan yang Allah tetapkan adalah pernikahan antara dua orang manusia, bukan manusia dengan binatang.
2. Monogami Di sini Allah menegaskan bahwa pernikahan adalah satu pria dengan satu wanita. Allah tidak memberikan banyak Adam kepada satu Hawa, atau banyak Hawa kepada satu Adam
3. Pria dan Wanita Allah menegaskan, sejak semula Allah tidak memberikan dua Adam atau dua Hawa ketika melihat perlunya penolong yang sepadan. Allah menciptakan pria dan wanita.
4. Satu Daging (Dwitunggal) Alkitab secara tegas mengatakan bahwa “pria itu akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Oleh karena itu, sepasang pria dan wanita harus memikirkan masak-masak rencana pernikahan mereka agar mereka benar-benar bisa menjalankan prinsip Alkitab ini. Alkitab secara jelas menegaskan bahwa pernikahan adalah “dwitunggal
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya pernikahan itu bersifat monogami dan bukan poligami yang memiliki suami lebih dari satu, atau istri lebih dari satu suami. Melainkan Allah sejak semula menegaskan bahwa hanya ada satu Hawa dan satu Adam.
Pandangan Alkitabiah Tentang Pernikahan
Karena perceraian merupakan berakhirnya suatu pernikahan, maka yang menjadi pertanyaannya adalah apakah pernikahan Kristen itu dan bolehkah pernikahan diakhiri? Berikut ini adalah pandangan dasar dalam Alkitab tentang pernikahan:
1. Pernikahan adalah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan : Di mana jelas dari sejak Allah menciptakan “laki-laki dan perempuan” (Kejadian 1:27). Dan memerintahkan mereka untuk “beranak-cucu dan bertambah banyak” (ayat 28). Alkitab mengatakan, Allah “membentuk manusia dari debu tanah” (Kejadian 2:7).
Jadi, dalam hal ini Allah dalam rencana membentuk sebuah pernikahan bukan tidak ada maksudnya melainkan memiliki maksud dan tujuan yang mulia yaitu:
1. Supaya pasangan suami dan istri dapat membentuk sebuah rumah tangga yang harmonis.
2. Supaya pasangan suami dan istri saling menopang, saling menerima baik dalam kelemahan maupun dalam kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing pasangan suami istri.
3. Supaya suami dan istri dalam membentuk sebuah rumah tangga dapat memuliakan Allah, menghadirkan Allah dalam menghadapi situasi atau problema dalam rumah tangga.
4. Supaya dapat mendidik anak-anak mereka untuk takut akan Tuhan, sehingga kelak mereka dapat menjadi saksi-saksi Kristus.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan Allah dalam pernikahan adalah membentuk sebuah keluarga yang saling melengkapi dan menjaga kekudusan pernikahan.
Prinsip Dasar Pernikahan Adapun prinsip dasar dari sebuah pernikahan adalah sebagai berikut:
1. Manusia dengan Manusia Dalam hal ini pernikahan yang Allah tetapkan adalah pernikahan antara dua orang manusia, bukan manusia dengan binatang.
2. Monogami Di sini Allah menegaskan bahwa pernikahan adalah satu pria dengan satu wanita. Allah tidak memberikan banyak Adam kepada satu Hawa, atau banyak Hawa kepada satu Adam
3. Pria dan Wanita Allah menegaskan, sejak semula Allah tidak memberikan dua Adam atau dua Hawa ketika melihat perlunya penolong yang sepadan. Allah menciptakan pria dan wanita.
4. Satu Daging (Dwitunggal) Alkitab secara tegas mengatakan bahwa “pria itu akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Oleh karena itu, sepasang pria dan wanita harus memikirkan masak-masak rencana pernikahan mereka agar mereka benar-benar bisa menjalankan prinsip Alkitab ini. Alkitab secara jelas menegaskan bahwa pernikahan adalah “dwitunggal
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya pernikahan itu bersifat monogami dan bukan poligami yang memiliki suami lebih dari satu, atau istri lebih dari satu suami. Melainkan Allah sejak semula menegaskan bahwa hanya ada satu Hawa dan satu Adam.
Pandangan Alkitabiah Tentang Pernikahan
Karena perceraian merupakan berakhirnya suatu pernikahan, maka yang menjadi pertanyaannya adalah apakah pernikahan Kristen itu dan bolehkah pernikahan diakhiri? Berikut ini adalah pandangan dasar dalam Alkitab tentang pernikahan:
1. Pernikahan adalah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan : Di mana jelas dari sejak Allah menciptakan “laki-laki dan perempuan” (Kejadian 1:27). Dan memerintahkan mereka untuk “beranak-cucu dan bertambah banyak” (ayat 28). Alkitab mengatakan, Allah “membentuk manusia dari debu tanah” (Kejadian 2:7).
Kemudian dari tulang rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia pertama [Adam], dibangun-Nyalah seorang perempuan [Hawa]” (ayat 22). Allah menambahkan, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (ayat 24).
2. Pernikahan melibatkan penyatuan seksual : Ini sudah jelas dalam Alkitab bahwa pernikahan melibatkan penyatuan seksual. Hal ini terjadi karena beberapa alasan:
a. Pernikahan disebut sebagai satu kesatuan dari “satu daging”. Bahwa di dalam pernikahan ada seks terbukti dari penggunaannya oleh Paulus di dalam 1 Korintus 6:16 di mana Paulus menggunakan kalimat yang sama untuk mengutuk pelacuran. Rasul Paulus menulis dengan jelas: “Tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.
Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, demikian pula istri terhadap suaminya. Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi istrinya” (1 Korintus 7:2-4). “Hubungan seksual sebelum pernikahan disebut “percabulan” (Kisah Para Rasul 15:20; 1 Korintus 6:18) dan hubungan seksual di luar pernikahan disebut “zina” (Keluaran 20:14; Matius 19:9).
2. Pernikahan melibatkan penyatuan seksual : Ini sudah jelas dalam Alkitab bahwa pernikahan melibatkan penyatuan seksual. Hal ini terjadi karena beberapa alasan:
a. Pernikahan disebut sebagai satu kesatuan dari “satu daging”. Bahwa di dalam pernikahan ada seks terbukti dari penggunaannya oleh Paulus di dalam 1 Korintus 6:16 di mana Paulus menggunakan kalimat yang sama untuk mengutuk pelacuran. Rasul Paulus menulis dengan jelas: “Tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.
Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, demikian pula istri terhadap suaminya. Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi istrinya” (1 Korintus 7:2-4). “Hubungan seksual sebelum pernikahan disebut “percabulan” (Kisah Para Rasul 15:20; 1 Korintus 6:18) dan hubungan seksual di luar pernikahan disebut “zina” (Keluaran 20:14; Matius 19:9).
BACA JUGA: PRINSIP DASAR PERNIKAHAN KRISTEN
Di bawah hukum Taurat Perjanjian Lama, mereka yang melakukan persetubuhan pranikah tidak diperbolehkan, peraturan yang diberikan sangat ketat (Ulangan 22:23-29). Seks dikuduskan oleh Allah hanya untuk Pernikahan (1 Korintus 7:2). Karena itu, maka Penulis kitab Ibrani menjelaskan bahwa “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap pernikahan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan penzina akan dihakimi Allah” (Ibrani 13:4).
b. Pernikahan adalah suatu persahabatan, suatu penyatuan “perjanjian” yang jauh melebihi seks (Mal. 2:14). Pernikahan adalah penyatuan sosial dan spiritual sekaligus seksual.
3. Pernikahan melibatkan perjanjian di hadapan Allah: Pernikahan bukan hanya merupakan penyatuan antara laki-laki dan perempuan yang melibatkan hak-hak pernikahan (seksual); melainkan juga penyatuan yang lahir dari perjanjian dari janji-janji timbal balik. Karena sejak awal komitmen tersebut diterapkan dalam konsep meninggalkan orang tua dan bersatu dengan istrinya Janji pernikahan dinyatakan secara jelas dalam Mal 2:14 “ Tuhan telah menjadi saksi antara engkau dan istri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan istri seperjanjianmu”
Kesimpulan
Merujuk kepada penjelasan di atas maka yang paling mendasar dari Alkitab tentang pernikahan adalah Allah menciptakan umat-Nya menurut peta dan teladan-Nya. Alkitab menyatakan bahwa Allah melaksanakan kehendak-Nya melalui dan di dalam pembentukan keluarga. Di mana saling menolong dalam suka dan duka, saling melengkapi, saling menghargai dalam proses pertumbuhan pernikahan.
Di dalam pernikahan Kristen juga, kehidupan keluarga mendapat suatu arti, suau maksud, suatu tanggung jawab, yaitu adanya kesatuan yang tidak terpisahkan antara suami dan isteri yang saling membahagiakan bila Tuhan memberikan anugerah anak yang harus dipelihara dan dididik menjadi keluarga yang harmonis. PERNIKAHAN KRISTEN: KOMITMEN, KEISTIMEWAAN, DAN TUJUAN
b. Pernikahan adalah suatu persahabatan, suatu penyatuan “perjanjian” yang jauh melebihi seks (Mal. 2:14). Pernikahan adalah penyatuan sosial dan spiritual sekaligus seksual.
3. Pernikahan melibatkan perjanjian di hadapan Allah: Pernikahan bukan hanya merupakan penyatuan antara laki-laki dan perempuan yang melibatkan hak-hak pernikahan (seksual); melainkan juga penyatuan yang lahir dari perjanjian dari janji-janji timbal balik. Karena sejak awal komitmen tersebut diterapkan dalam konsep meninggalkan orang tua dan bersatu dengan istrinya Janji pernikahan dinyatakan secara jelas dalam Mal 2:14 “ Tuhan telah menjadi saksi antara engkau dan istri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan istri seperjanjianmu”
Kesimpulan
Merujuk kepada penjelasan di atas maka yang paling mendasar dari Alkitab tentang pernikahan adalah Allah menciptakan umat-Nya menurut peta dan teladan-Nya. Alkitab menyatakan bahwa Allah melaksanakan kehendak-Nya melalui dan di dalam pembentukan keluarga. Di mana saling menolong dalam suka dan duka, saling melengkapi, saling menghargai dalam proses pertumbuhan pernikahan.
Di dalam pernikahan Kristen juga, kehidupan keluarga mendapat suatu arti, suau maksud, suatu tanggung jawab, yaitu adanya kesatuan yang tidak terpisahkan antara suami dan isteri yang saling membahagiakan bila Tuhan memberikan anugerah anak yang harus dipelihara dan dididik menjadi keluarga yang harmonis. PERNIKAHAN KRISTEN: KOMITMEN, KEISTIMEWAAN, DAN TUJUAN