EKSPOSISI KITAB WAHYU 2:1-29

 Pdt.Budi Asali, M.Div.

EKSPOSISI KITAB WAHYU 2:1-29

PENDAHULUAN TENTANG WAHYU 2-3


Dalam Wah 2-3 Yohanes menulis surat kepada 7 gereja, yaitu: Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia, dan Laodikia. Ada beberapa penafsiran tentang ketujuh gereja ini.


1) Ketujuh gereja ini merupakan simbol.

‘The New Scoffield Study Bible’ (hal 1528) mengatakan bahwa:


a) Efesus menggambarkan gereja abad pertama.

Steve Gregg: “Among historicists and some futurists, Ephesus is said to represent the condition of the church of the apostolic age, until the end of the first century” (= Di antara historicist dan sebagian futurist, Efesus dikatakan melambangkan kondisi gereja pada jaman rasul sampai akhir abad pertama) - hal 66.


b) Smirna menggambarkan gereja yang dianiaya pada tahun 100-316 M.

Steve Gregg: “Among historicists and some futurists, Smyrna is believed to represent the church during the period of persecution under the Roman emperors. This began with the brief but severe persecution under Nero in A.D. 64, but became more focused and deliberate under Domitian and many of his successors, from about 95 till 313. The tenth of these, it is said, began under Diocletian and lasted ten years (303-313). The year-for-a-day interpreters (historicists) believe that the ten days (v. 10) of tribulation promised to the Smyrnian Christians correspond to the ten years of this final persecution” [= Di antara historicist dan sebagian futurist, Smirna dipercaya melambangkan gereja selama masa penganiayaan dibawah kaisar-kaisar Romawi. Ini dimulai dengan penganiayaan yang singkat tetapi hebat dibawah Nero pada tahun 64 M, tetapi menjadi lebih terfokus dan sengaja dibawah Domitian dan banyak penggantinya, mulai tahun 95 M sampai 313 M. Yang kesepuluh dari ini dika-takan dimulai dibawah Diocletian dan berlangsung selama 10 tahun (303-313 M). Para penafsir yang menganggap satu hari sama dengan satu tahun (historicist) percaya bahwa 10 hari (ay 10) kesusahan yang dijanjikan kepada orang Kristen Smirna sesuai dengan penganiayaan akhir selama 10 tahun ini] - hal 68.

Catatan: pandangan dalam kutipan ini berhubungan dengan kata-kata ‘kesusahan selama 10 hari’ yang dibicarakan dalam Wah 2:10.


c) Pergamus menggambarkan gereja yang bercampur dengan dunia pada abad pertengahan.

Steve Gregg: “Among the historicists and some futurists, Pergamos is seen as representing the imperial church after Constantine (313-606), wherein the church ceased to be officially persecuted and obtained access to the portals of political power. Pergamos, it is alleged, means ‘married to power.’ It was during this time that the institution of the papacy had its inception. In 313, the Decree of Coronation made Rome (‘where Satan’s throne is’) the center of Christendom. Like Israel in the days of Balaam, the church of this period was being seduced into immorality and the worship of idols through the rise of the papal system. Some who take this approach have suggested that Antipas does not refer to an individual, but to a class of men opposed (‘anti’) to the popes (‘papas’), which men were martyred in great numbers in Rome and Constantinople. Christ threatens to fight this institution with the sword out of His mouth - e.g., His Word” [= Di antara historicist dan sebagian futurist, Pergamus dilihat sebagai lambang dari gereja kekaisaran setelah Constantine (313-606), dimana secara resmi gereja tidak lagi dianiaya dan gereja mendapatkan jalan masuk kepada pintu gerbang kekuasaan politik. Pergamus, dinyatakan berarti ‘menikah dengan kuasa’, tetapi ini adalah pernyataan tanpa bukti. Pada masa inilah lembaga kepausan dilahirkan. Dalam tahun 313 M, Ketetapan / dekrit Coronation membuat Roma (‘dimana takhta Setan berada’) sebagai pusat kekristenan. Seperti Israel pada jaman Bileam, gereja pada masa ini dibujuk kepada ketidak-bermoralan dan penyembahan berhala melalui munculnya sistim kepausan. Sebagian dari orang-orang yang mengambil arti ini mengusulkan bahwa Antipas tidak menunjuk kepada seorang individu, tetapi kepada segolongan orang yang menentang (‘anti’) Paus (‘papas’), yaitu orang-orang yang mati syahid dalam jumlah besar di Roma dan Constantinople. Kristus mengancam untuk memerangi lembaga ini dengan pedang yang keluar dari mulutNya - yaitu FirmanNya] - hal 70.

Catatan: pandangan dalam kutipan ini berhubungan dengan kata-kata ‘dimana takhta Iblis’, ‘Antipas’, dan ‘dimana Iblis diam’ dalam Wah 2:13. Juga berhubungan dengan ‘pedang yang tajam dan bermata dua’ dalam Wah 2:12.


d) Tiatira menggambarkan kemajuan kejahatan dan penyembahan berhala dalam gereja.

Steve Gregg: “In the view of historicists and some futurists, Thyatira represents the church of the period of papal triumph and persecution (606-1517). ‘It is the middle church of the seven, and likewise covers the Middle Ages.’ Thyatira (says Caringola) means ‘to be ruled by a woman.’ In this case, the woman is likened to Jezebel in the days of Ahab and Elijah. This woman made immorality and idolatry official policy for the society. Uriah Smith wrote: ‘A more striking figure could not have been used to denote the papal abominations.’ As Jezebel caused Israel to worship the mother goddess Ashtaroth (called the ‘Queen of Heaven’ in Jer. 44:17,18,25), so the church in the Middle Ages introduced the worship of Mary, ‘the Queen of Heaven.’ Jesus threatens to ‘kill her children with death.’ Some say that refers to the terrible plagues, including the Black Death (beginning 1347), that decimated the European population in the Middle Ages” [= Dalam pandangan dari historicist dan sebagian futurist, Tiatira melambangkan gereja pada masa kemenangan kepausan dan penganiayaan (606-1517). ‘Ini adalah gereja yang ditengah dari 7 gereja, dan juga mencakup Abad pertengahan’. Tiatira (kata Caringola) berarti ‘diperintah oleh seorang perempuan’. Dalam kasus ini perempuan itu disamakan dengan Izebel pada jaman Ahab dan Elia. Perempuan ini menjadikan ketidakbermoralan dan penyembahan berhala sebagai politik resmi untuk masyarakat. Uriah Smith menulis: ‘Tidak ada tokoh lain yang lebih menyolok yang bisa dipakai untuk menunjuk pada hal-hal yang menjijikkan dari kepausan’. Sebagaimana Izebel menyebabkan Israel menyembah ibu dewi Astarot (disebut ‘Ratu Surga’ dalam Yer 44:17,18,25), demikian juga gereja pada Abad Pertengahan memperkenal-kan penyembahan terhadap Maria, ‘sang Ratu Surga’. Yesus mengancam untuk ‘membunuh anak-anaknya’. Beberapa orang mengatakan bahwa itu menunjuk pada wabah yang mengerikan, termasuk Kematian Hitam (dimulai tahun 1347), yang membinasakan sebagian besar penduduk Eropa pada Abad Pertengahan] - hal 72.

Catatan: pandangan dalam kutipan ini berhubungan dengan kata-kata ‘wanita Izebel’ dalam Wah 2:20, dan ‘anak-anaknya akan Kumatikan’ dalam Wah 2:23.


e) Sardis menggambarkan gereja yang mati tetapi masih mempunyai sedikit orang yang saleh, pada jaman Reformasi.

Steve Gregg: “The historicists and some futurists see Sardis as representing the church of the Reformations (1517-1793). This extends from the time of Luther to that of Wesley. This movement ended the Dark Ages and brought refreshing signs of life to the church, though, it is said, Jesus did not find its works perfect before God. The Reformation went a certain distance in discarding unscriptural traditions and in restoring biblical authority in the church, but, in the opinion of some (e.g., the Anabaptists), they did not go far enough” [= Para historicist dan sebagian futurist melihat Sardis sebagai lambang dari gereja pada jaman Reformasi (1517-1793). Ini mencakup mu-lai jaman Luther sampai Wesley. Gerakan ini mengakhiri Abad Kegelapan dan membawa tanda kehidupan yang menyegarkan kepada gereja, sekali-pun dikatakan bahwa Yesus tidak menemukan pekerjaannya sempurna di hadapan Allah. Reformasi melakukan hal-hal tertentu dalam membuang tradisi-tradisi yang tidak alkitabiah dan dalam mengembalikan otoritas Kitab Suci dalam gereja, tetapi dalam pandangan beberapa orang (misalnya golongan AnaBaptist), mereka tidak berjalan cukup jauh] - hal 74.

Catatan: pandangan dalam kutipan ini berhubungan dengan kata-kata ‘tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan AllahKu’ dalam Wah 3:2b.


f) Filadelfia menggambarkan gereja yang bangkit kembali dan bahkan mencapai kemajuan rohani.

Steve Gregg: “In the systems of the historicists and some futurists, Philadelphia is taken to be the church at the time of the Great Awakening (from 1793) and beyond. This began with the era of Wesley, Whitefield, Edwards, Finney, and Moody, whose activities ranged from the early 18th to the late 19th centuries. The ‘open door’ that Christ had placed before this church refers to the great opportunity for evangelistic harvesting. This period will continue until the return of Christ, overlapped in the latter days by the Laodicean period” [= Dalam sistim dari historicist dan sebagian futurist, Filadelfia adalah gereja pada masa Kesadaran Besar (sejak 1793) dan setelahnya. Ini dimulai dengan masa Wesley, Whitefield, Edwards, Finney, dan Moody, yang aktivitasnya dimulai pada awal abad ke 18 sampai pada akhir abad ke 19. ‘Pintu terbuka’ yang diletakkan oleh Kristus di depan gereja ini menunjuk pada kesempatan besar untuk penuaian penginjilan. Masa ini akan terus ber-langsung sampai kembalinya Kristus, bertumpukan / overlap pada hari-hari terakhir dengan masa Laodikia] - hal 77.

Catatan: pandangan dalam kutipan ini berhubungan dengan ‘pintu yang dibuka oleh Kristus, yang tidak dapat ditutup oleh siapapun’ dalam Wah 3:8.


g) Laodikia menggambarkan penyesatan / kemurtadan akhir yang dialami oleh gereja pada akhir jaman.

Steve Gregg: “Among historicists and some futurists, it is generally argued that Laodicea represents the lukewarm sector of the church in the end of times (possibly beginning near the end of the nineteenth century). The scholarly assault on the Bible, epitomized and exacerbated by the publication of Darwin’s Origin of Species (1859), put tremendous pressure upon the church to conform to modern thought or lose academic respectability. Many theologians succumbed to this pressure and began subjecting the Bible to ‘scientific methods’ of analysis. Such analysis, though far from objective and conclusive, became fashionable in many seminaries and denominations, resulting in a loss of respect for the Bible as a genuine revelation from God. In many cases, secular psychology, sociology, anthropology, philosophy, and whatever social trend became popular in secular thinking (e.g., the breakdown of biblical models of marriage and sexuality), have displaced the Bible in its authority to dictate norms for the church. Modern churches that have gone this route are said to be represented by this Laodicean church. They are lukewarm, and Christ says that they nauseate him. Those applying the seven church letters to eras of church history believe that both the Philadelphian and the Laodicean types of church will exist together until the coming of Christ” [= Di antara historicist dan sebagian futurist pada umumnya dianjurkan secara kuat bahwa Laodikia melambangkan sektor suam-suam kuku dari gereja pada akhir jaman (mungkin dimulai sekitar akhir abad ke 19). Serangan para ahli ilmu pengetahuan terhadap Alkitab, diwakili dan dipertajam oleh publikasi dari buku Darwin yang berjudul ‘Origin of Species’ (1859), memberikan tekanan yang dahsyat terhadap gereja untuk menyesuaikan diri dengan pemikiran modern atau kehormatan akademis yang longgar. Banyak ahli theologia tunduk pada tekanan ini dan mulai menundukkan Alkitab kepada analisa ‘metode ilmiah’. Analisa ini, sekalipun tidak obyektif ataupun meyakinkan, menjadi populer dalam banyak seminari dan aliran, menghasilkan hilangnya rasa hormat terhadap Alkitab sebagai wahyu yang asli dari Allah. Dalam banyak kasus, psikologi dunia, sosiologi, anthropologi, filsafat, dan kecenderungan sosial apapun menjadi populer dalam pemikiran dunia (misalnya kerusakan contoh alkitab tentang pernikahan dan sex), telah menggantikan Alkitab dalam otoritasnya untuk mendikte norma-norma untuk gereja. Dikatakan bahwa gereja-gereja modern yang telah mengambil jalan ini, dilambangkan oleh gereja Laodikia ini. Mereka suam-suam kuku, dan Kristus berkata bahwa mereka memuakkan Dia. Mereka yang menerapkan ketujuh surat gereja kepada masa-masa dari sejarah gereja percaya bahwa type gereja Filadelfia dan type gereja Laodikia akan ada bersama-sama sampai kedatangan Kristus] - hal 80-81.

Catatan: pandangan dalam kutipan ini berhubungan dengan kata-kata ‘suam-suam kuku’ dan ‘Aku akan memuntahkan Engkau dari mulutKu’ dalam Wah 3:15-16.


2) Banyak penafsir yang menolak secara keras pandangan pertama di atas ini, dan mereka beranggapan bahwa ketujuh gereja itu adalah gereja yang nyata / sungguh-sungguh, bukan lambang. Tetapi surat yang ditulis oleh Yohanes ini Bukan hanya berguna / relevan untuk ketujuh gereja yang merupakan tujuan orisinil dari rasul Yohanes, tetapi tetap berguna / relevan untuk semua gereja di sepanjang jaman dan di segala tempat.


William Hendriksen: “The notion that these seven churches describe seven successive periods of Church history hardly needs refutation” (= Gagasan bahwa ketujuh gereja ini menggambarkan tujuh masa berturut-turut dalam sejarah Gereja hampir tidak membutuhkan bantahan) - hal 60.

Maksud Hendriksen adalah: saking jeleknya pandangan ini, sampai hampir-hampir tidak membutuhkan bantahan.


Adam Clarke: “I consider the Churches as real; and that their spiritual state is here really and literally pointed out; and that they have no reference to the state of the Church of Christ in all ages of the world, as has been imagined; and that the notion of what has been termed the Ephesian state, the Smyrnian state, the Pergamenian state, the Thyatirian state, &c., &c., is unfounded, absurd, and dangerous; and such expositions should not be entertained by any who wish to arrive at a sober and rational knowledge of the Holy Scriptures” (= Saya menganggap gereja-gereja ini sebagai gereja-gereja yang nyata / sungguh-sungguh; dan bahwa di sini keadaan rohani mereka ditunjukkan secara sungguh-sungguh dan secara hurufiah; dan bahwa mereka tidak mempunyai hubungan dengan keadaan Gereja Kristus dalam sepanjang jaman dunia ini, seperti yang telah dibayangkan / dikhayalkan; dan bahwa gagasan tentang apa yang diistilahkan keadaan Efesus, keadaan Smirna, keadaan Pergamus, keadaan Tiatira, dsb, dsb, adalah tidak berdasar, menggelikan, dan berbahaya; dan exposisi seperti itu tidak boleh diterima oleh siapapun yang ingin mencapai pengetahuan Kitab Suci yang sehat dan rasionil) - hal 975.


Leon Morris (Tyndale): “Others take the churches to stand for periods in history, Ephesus representing the first century, Smyrna the period of persecution, Pergamum the age of Constantine, Thyatira the Middle Ages, Sardis the Reformation era, Philadelphia the time of modern missionary movement, and Laodicea the apostasy of the last days (see Smith). Such view is unlikely. It seems much more probable that the letters are letters to real churches, all the more so since each of the messages has relevance to what we know of conditions in the city named. ... John has addressed himself to the needs of the little churches but has dealt with topics which have relevance to God’s people at all times and in all places” [= Orang-orang lain menganggap gereja-gereja ini sebagai lambang dari masa-masa dalam sejarah, Efesus melambangkan abad pertama, Smirna melambangkan masa penganiayaan, Pergamus melambangkan jaman Constantine, Tiatira melambangkan Abad Pertengahan, Sardis melambangkan jaman Reformasi, Filadelfia melambangkan masa gerakan misionaris modern, dan Laodikia melambangkan kemurtadan pada akhir jaman (lihat Smith). Pandangan seperti itu tidak mungkin / tidak dapat dipercaya. Adalah jauh lebih mungkin bahwa surat-surat itu adalah surat-surat kepada gereja-gereja yang sungguh-sungguh, lebih-lebih karena setiap berita mempunyai relevansi dengan apa yang kita ketahui tentang kondisi dalam kota yang disebutkan. ... Yohanes telah menujukan dirinya pada kebutuhan dari gereja-gereja kecil itu tetapi telah menangani topik-topik yang mempunyai relevansi / hubungan dengan umat Allah dalam semua jaman dan di segala tempat] - hal 57-58.


3) Pandangan ketiga ini merupakan semacam pandangan gabungan antara pandangan pertama dan kedua di atas.

Herman Hoeksema: “They were really existing churches at the time when John is commissioned to write to them; but at the same time they present a seven-fold picture of the church on earth throughout this dispensation. They were not the only churches existing at the time, but they are selected because in them was found the clearest and the most complete picture of the church in all ages” (= Mereka merupakan gereja-gereja yang betul-betul ada pada saat Yohanes ditugaskan untuk menulis kepada mereka; tetapi pada saat yang sama mereka mengajukan gambaran tujuh lipat dari gereja di bumi dalam sepanjang jaman ini. Pada saat itu, gereja-gereja yang ada bukan hanya mereka saja, tetapi mereka dipilih karena dalam mereka ditemukan gambaran yang paling jelas dan paling lengkap tentang gereja-gereja dalam semua jaman) - hal 48.

Herman Hoeksema lalu mengatakan bahwa ada 2 pandangan yang bertentangan dalam penafsiran tentang ke tujuh gereja dalam Wah 2-3.

Herman Hoeksema: “Do these seven churches represent the church on earth as she exists at any period of this dispensation, or must we see in them seven phases in the development of the church in history?” (= Apakah ketujuh gereja ini melambangkan gereja di bumi pada sembarang jaman, atau haruskah kita melihat dalam mereka tujuh fase dalam perkembangan gereja dalam sejarah?) - hal 48.

Ia lalu mengatakan: fakta bahwa Yohanes menuliskan surat-surat ini kepada ketujuh gereja menunjukkan bahwa ketujuh gereja itu ada secara bersamaan / pada waktu yang sama.

Tetapi ia lalu menambahkan bahwa sekalipun ciri-ciri ketujuh gereja itu akan ada dalam setiap saat, tetapi tidak semuanya sama-sama menonjol. Jadi ada jaman tertentu dimana ciri yang menonjol adalah ciri dari gereja Efesus, dan ada jaman yang lain dimana yang menonjol adalah ciri dari gereja Smirna, dst (hal 49).

Herman Hoeksema: “we may well assume that in the order in which these churches are mentioned, though it is, indeed, the geographical order, there is also an indication of the course of development the church will follow: the direction of this development will be from Ephesus to Laodicea. At the end of this dispensation the church will present the likeness of the church of Laodicea. Maintaining, therefore, that these seven churches are representative of the whole church as she is in the world at any period of history, and rejecting the view that each of them represents a limited period in the history of the church of the new dispensation, we nevertheless believe that in a general way there is in the order in which these seven churches are addressed as indication of the trend of development the church in the world will follow” (= Kita boleh menganggap bahwa dalam urut-urutan dalam mana gereja-gereja ini disebutkan, sekalipun itu juga merupakan urut-urutan geografis, di situ juga ada petunjuk tentang jalan perkembangan yang akan diikuti gereja: arah dari perkembangan ini adalah dari Efesus sampai Laodikia. Pada akhir dari jaman ini gereja akan seperti gereja di Laodikia. Karena itu, sekalipun kami mempertahankan bahwa ketujuh gereja ini merupakan wakil dari seluruh gereja yang ada di dunia pada sembarang jaman dari sejarah, dan kami menolak pandangan yang berkata bahwa setiap gereja melambangkan suatu masa yang terbatas dalam sejarah gereja dalam jaman Perjanjian Baru, tetapi kami juga percaya bahwa secara umum urut-urutan dalam mana ketujuh gereja ini disebutkan merupakan petunjuk tentang kecenderungan yang akan diikuti oleh perkembangan gereja di dunia) - hal 49.


Saya sendiri paling condong pada pandangan kedua. Urut-urutan ketujuh gereja itu sesuai dengan urut-urutan geografis, dan rasanya terlalu sangat kebetulan kalau itu juga merupakan urut-urutan model gereja (pandangan pertama) atau urut-urutan kecenderungan gereja (pandangan ketiga) dalam sepanjang jaman. Disamping itu sukar terbayangkan bahwa semua / mayoritas gereja-gereja pada abad pertama adalah gereja yang kehilangan kasih yang semula.

WAHYU 2:1-7

SURAT KEPADA JEMAAT / GEREJA EFESUS


Ay 1: “Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu”.


1) ‘Efesus’.


a) Ini adalah kota yang besar pada jaman itu, dan bahkan merupakan kota terbesar dari propinsi Asia.

  • William Barclay: “Pergamum was the official capital of the province of Asia but Ephesus was by far its greater city” (= Pergamus adalah ibukota resmi dari propinsi Asia, tetapi Efesus adalah kota yang jauh lebih besar) - hal 58.

  • Steve Gregg (hal 64) mengatakan bahwa kota Efesus mempunyai penduduk kira-kira 250.000 orang. Bandingkan dengan kota Niniwe yang sekalipun penduduknya hanya 120.000 orang sudah disebut sebagai kota yang besar (Yunus 4:11).

Catatan: tetapi kebanyakan penafsir menganggap bahwa 120.000 orang di Niniwe itu hanyalah bayi-bayinya saja (sampai usia 3-4 tahun), karena dikatakan mereka tidak bisa membedakan tangan kanan dari tangan kirinya. Dengan demikian penduduk Niniwe diperkirakan sebanyak 600.000 orang.


b) Gereja Efesus didirikan dan dilayani oleh tokoh-tokoh yang hebat-hebat.

Gereja di sini didirikan oleh Paulus (H. L. Ellison, ‘Daily Bible Commentary’, hal 457), yang bersama-sama dengan Priskila dan Akwila singgah di sana dalam perjalanan misionarisnya yang ke 2, pada sekitar tahun 52 M (Kis 18:19). Paulus lalu meninggalkan Efesus, sedangkan Priskila dan Akwila tetap di Efesus (Kis 18:20-21). Karena itu ada yang beranggapan bahwa pendiri gereja Efesus bukan Paulus tetapi Priskila dan Akwila (Ladd, hal 37). Lalu dalam perjalanan misionarisnya yang ketiga, Paulus singgah ke Efesus lagi dan melayani gereja ini selama kira-kira 3 tahun (bdk. Kis 19:1-8,10,22  Kis 20:31).

Beasley-Murray: “From the letters of Paul and the book of Acts it is evident that the apostle had the most notable ministry of his missionary career in this city” (= Dari surat-surat Paulus dan Kitab Kisah Para Rasul jelas bahwa sang rasul mempunyai pelayanan yang paling menyolok dari karir misionarisnya di kota ini) - hal 73.

Selain Paulus, Timotius juga pernah melayani di sana. Ini didapatkan dari tradisi (cerita turun temurun dari mulut ke mulut), tetapi juga dari 1Tim 1:3-dst.

Rasul Yohanes juga pernah tinggal dan melayani di Efesus. Ini tidak diceritakan dalam Kitab Suci, tetapi hanya dinyatakan oleh tradisi.

Homer Hailey: “Tradition says that after Paul’s death the city became the home of John for many years” (= Tradisi mengatakan bahwa setelah kematian Paulus kota itu menjadi rumah Yohanes untuk waktu yang lama) - hal 120.

Leon Morris (Tyndale): “traditions says that John lived there in his old age” (= tradisi mengatakan bahwa Yohanes tinggal di sana pada masa tuanya) - hal 59.

Robert H. Mounce (hal 86) bahkan mengatakan bahwa di antara para tokoh yang pernah melayani kota Efesus ini, rasul Yohanes adalah yang paling dekat dengan kota itu.


Apa perlunya kita tahu bahwa gereja Efesus ini didirikan dan dilayani oleh tokoh-tokoh yang hebat-hebat itu? Perlunya adalah supaya kita waspada. Kalau gereja Efesus yang didirikan dan dilayani oleh tokoh-tokoh yang luar biasa itu saja bisa kehilangan kasih yang semula, dan bahkan akhirnya dihancurkan oleh Kristus, lebih-lebih gereja kita! Karena itu, tidak peduli siapa tokoh yang mendirikan dan melayani gereja saudara, jangan lengah dalam menjaga kasih saudara supaya saudara tidak kehilangan kasih yang semula! Kalau saudara tidak mau menjaganya dengan sungguh-sungguh, jangan heran kalau gereja saudara dihancurkan oleh Kristus!


2) ‘Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu’.


a) Ini adalah sebagian dari penggambaran tentang Kristus dalam Wahyu pasal 1 (yaitu ay 13 dan ay 20). Perlu diketahui bahwa kepada setiap gereja diberikan sebagian penggambaran tentang diri Kristus.

  • untuk gereja Efesus (2:1 diambil dari 1:13,20).

  • untuk gereja Smirna (2:8b diambil dari 1:17b-18a).

  • untuk gereja Pergamus (2:12b diambil dari 1:16a).

  • untuk gereja Tiatira (2:18b diambil dari 1:14b-15a).

  • untuk gereja Sardis (3:1b diambil dari 1:16a,20a).

  • untuk gereja Filadelfia (3:7b diambil dari 1:18b).

  • untuk gereja Laodikia (3:14b diambil dari 1:5a).


b) ‘Inilah firman dari Dia’.

Ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes hanyalah alat Yesus untuk berbicara kepada gereja Efesus ini. Firmannya datang dari Yesus, bukan dari Yohanes. Sebetulnya ini juga berlaku pada waktu seorang hamba Tuhan memberitakan Firman Tuhan, tetapi ada perbedaannya. Dalam kasus rasul Yohanes menulis Kitab Wahyu ini, ada pengilhaman sehingga tulisannya infallible dan inerrant (= tidak ada kesalahan), sedangkan dalam kasus seorang hamba Tuhan berkhotbah, pengilhaman itu tidak ada, sehingga selalu ada kemungkinan salah.


c) ‘yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya’.


  • John Stott: “The claim is even stronger here than the earlier one in the first chapter. He not only ‘has’ the stars; He ‘holds’ them. He not only stands in the midst of the lampstands; He ‘walks among’ them. He is the divine overseer of the churches” (= Pernyataan ini lebih kuat di sini dari pada pernyataan dalam pasal satu. Ia bukan hanya ‘mempunyai’ bintang-bintang itu; Ia ‘memegang’nya. Ia tidak hanya berdiri di tengah-tengah kaki dian; Ia ‘berjalan di antara’ mereka. Ia adalah penilik / pengawas ilahi dari gereja-gereja) - hal 23.

Catatan: Wah 1:16 menggunakan kata bahasa Yunani EKHON (= having / mempunyai), tetapi Wah 2:1 ini menggunakan kata bahasa Yunani KRATON (= holding / memegang).


  • Adanya rasul-rasul palsu di Efesus (ay 2) menyebabkan Yohanes menggambarkan Kristus sebagai ‘memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu’ (ay 1). Hendriksen menganggap bahwa bintang menunjuk pada pendeta gereja. Jadi menghadapi serangan rasul-rasul palsu, yang jelas menyerang pendeta, pelayanannya dan gereja, maka Yohanes memberikan suatu penghiburan bahwa pendeta ada dalam tangan Kristus, dan Kristus hadir dalam gereja.


d) ‘dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu’.


  • William Barclay: “This expression tells us of Christ’s unweary activity in the midst of His Churches. He is not confined to any one of them; wherever men are met to worship in his name, Christ is there” (= Pernyataan ini memberitahu kita tentang aktivitas Kristus yang tak kenal lelah di tengah-tengah gereja-gerejaNya. Ia tidak dibatasi oleh salah satu dari mereka; dimanapun manusia bertemu untuk berbakti dalam namaNya, Kristus ada di sana) - hal 62.


Perhatikan adanya kata-kata ‘in his name’ (= dalam namaNya). Ini jelas tidak mencakup kebaktian / pertemuan / persekutuan yang dilakukan oleh gereja yang sesat. Karena itu kalau saudara berbakti di gereja yang sesat, yang tidak dihadiri oleh Kristus sendiri, maka dalam pandangan Tuhan saudara belum berbakti.


  • Robert H. Mounce menghubungkan bagian ini dengan janji Tuhan kepada bangsa Israel dalam Im 26:12 yang berbunyi: “Tetapi Aku akan hadir di tengah-tengahmu dan Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umatKu”. Tetapi kata ‘hadir’ dalam Kitab Suci Indonesia ini salah terjemahan, dan seharusnya adalah ‘berjalan’.

NIV: ‘I will walk among you and be your God, and you will be my people’ (= Aku akan berjalan di antara kamu dan menjadi Allahmu, dan kamu akan menjadi umatKu).

KJV, RSV, dan NASB juga menggunakan ‘walk’ (= berjalan).


Ay 2: “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.


1) ‘Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu’.


a) ‘Aku tahu’.

Homer Hailey: “‘I know’ ... ‘thy works’ (Ephesus, Thyatira, Sardis, Philadelphia, Laodicea), ‘thy tribulation’ (Smyrna), ‘where thou dwellest’ (Pergamum). The variations are due to differing circumstances. The One in their midst knows all about each church and each one that makes up the church; nothing is hidden from His eyes, ‘but all things are naked and laid open before the eyes of him with whom we have to do’ (Heb. 4:13). Whether it be works, tribulation, or extremely trying surroundings that test the faith of His saints, He knows!” [= ‘Aku tahu’ ... ‘pekerjaanmu’ (Efesus, Tiatira, Sardis, Filadelfia, Laodikia), ‘kesusahanmu’ (Smirna), ‘dimana engkau diam / tinggal’ (Pergamus). Variasi ini disebabkan oleh perbedaan keadaan. Ia yang ada di tengah-tengah mereka mengetahui segala sesuatu tentang setiap gereja dan setiap orang yang membentuk gereja itu; tidak ada apapun yang tersembunyi dari mataNya, ‘tetapi segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia dengan siapa kita harus berurusan’ (Ibr 4:13). Apakah itu adalah pekerjaan, kesusahan, atau keadaan sekitar yang sangat berat yang menguji iman dari para orang kudusNya, Ia tahu!] - hal 117-118.


Penerapan: apakah dalam penderitaan / problem yang banyak, berat, dan berlarut-larut, saudara lalu beranggapan bahwa Tuhan tidak mengetahui hal itu?


H. L. Ellison (Daily Bible Commentary): “Our knowledge of ourselves is at best distorted by self-interest, ignorance and prejudice. We see in part and we know in part. Christ’s knowledge is complete, objective and constructive” (= Sebaik-baiknya pengetahuan / pengenalan kita tentang diri kita sendiri, itu tetap disesatkan oleh kesenangan diri sendiri, ketidaktahuan dan prasangka. Kita melihat sebagian dan kita mengetahui / mengenal sebagian. Pengeta-huan Kristus adalah lengkap, obyektif dan membangun) - hal 457.


b) ‘segala pekerjaanmu’.

  • Kata ‘pekerjaan’ di sini sekalipun juga mencakup pelayanan mereka, tetapi tidak hanya menunjuk pada pelayanan mereka, melainkan menunjuk pada seluruh aspek kehidupan mereka.

  • kalau saudara adalah orang yang hidup benar tetapi selalu disalah-mengerti oleh orang lain, dan dianggap jahat, maka ini merupakan penghiburan bagi saudara: Kristus tahu segala pekerjaan / kehidupan saudara! Manusia bisa salah mengerti, tetapi Kristus tidak! Sebaliknya, kalau saudara hidup jahat tetapi saudara pandai bersikap munafik dan bersandiwara sehingga banyak orang menganggap bahwa saudara adalah orang baik, maka ingat bahwa Kristus tahu segala pekerjaan / kehidupan saudara! 


c) ‘jerih payahmu’.

Leon Morris (Tyndale): “KOPOS signifies labour to the point of weariness” (= KOPOS menunjukkan pekerjaan sampai lelah) - hal 59.

William Barclay: “The Risen Christ praises their ‘toil’. The word is KOPOS and it is a favourite New Testament word. Tryphena, Tryphosa and Persis all ‘work hard’ in the Lord (Romans 16:12). The one thing that Paul claims is that he has ‘worked harder’ than all (1Corinthians 15:10). He fears lest the Galatians slip back, and his ‘labour’ is in vain (Galatians 4:11). In each case - and there are many others - the word is either KOPOS or the verb KOPIAN. The special characteristic of these words is that they describe the kind of toil which takes everything of mind and sinew that a man can put into it. The Christian way is not for the man who fears to break sweat. The Christian is to be a toiler for Christ, and, even if physical toil is impossible, he can still toil in prayer” [= Kristus yang telah bangkit memuji ‘jerih payah’ mereka. Kata yang dipakai adalah KOPOS dan itu adalah kata favorit dalam Perjanjian Baru. Trifena, Trifosa dan Persis semua ‘bekerja keras’ dalam Tuhan (Ro 16:12). Satu hal yang diklaim oleh Paulus adalah bahwa ia bekerja lebih keras dari semua (1Kor 15:10). Ia takut orang Galatia akan tergelincir ke belakang, dan ‘jerih payah / susah payah’nya menjadi sia-sia (Gal 4:11). Dalam setiap kasus - dan ada banyak yang lain - kata yang dipakai adalah KOPOS atau kata kerja KOPIAN. Karakter khusus dari kata-kata ini adalah bahwa mereka menggambarkan jenis jerih payah yang menggunakan segala sesuatu dari pikiran dan otot. Jalan Kristen bukanlah untuk orang yang takut untuk berkeringat. Seorang Kristen harus berjerih payah untuk Kristus, dan bahkan jika jerih payah secara fisik tidak mungkin dilakukan, ia masih bisa berjerih payah dalam doa] - hal 62.

Pulpit Commentary: “it denotes the Divine delight in the quality as well as the quantity of their works. It was strenuous, whole-hearted, earnest. Too many who work for the Lord do so as if with but one hand, or even with one finger” (= ini menunjukkan kesenangan Ilahi terhadap kwalitas maupun kwantitas dari pekerjaan mereka. Itu adalah berat, sepenuh hati, sungguh-sungguh. Banyak orang yang bekerja untuk Tuhan melakukannya seakan-akan hanya dengan satu tangan, atau bahkan dengan satu jari) - hal 77.

Penerapan: apakah saudara betul-betul berjerih payah / bekerja keras untuk Kristus? Atau hanya bekerja secara santai? Atau bahkan tidak pernah bekerja sama sekali? Ingat bahwa Kristus tahu semua itu! Apakah pada akhir jaman saudara ingin mendengar kata-kata Kristus seperti yang ada dalam Mat 25:26 - ‘Hai kamu hamba yang jahat dan malas ...’? Bandingkan juga dengan Luk 19:22.


d) ‘ketekunanmu’.

Kata bahasa Yunani yang digunakan adalah HUPOMONE, yang telah saya jelaskan dalam pembahasan Wah 1:9.

John Stott (hal 24) mengatakan bahwa gereja Efesus ini mendapatkan oposisi lokal, karena Efesus merupakan:

  • tempat pertemuan dari banyak agama.

  • salah satu pusat penyembahan kaisar di propinsi itu.

  • pusat penyembahan kepada Dewi Diana / Artemis (Kis 19:23-40).

Ini menyebabkan gereja / orang kristen Efesus dibenci oleh banyak orang di sana, dan bahkan diboikot sehingga kehilangan langganan dalam bisnis, dan bahkan mendapatkan problem dalam berbelanja. Bahkan mungkin ada penganiayaan secara fisik terhadap orang kristen di Efesus. Tetapi menghadapi semua itu mereka tetap bertekun!


e) Adam Clarke memperhatikan bahwa ay 2-3 merupakan pujian dan ay 4 merupakan kecaman, dan lalu mengatakan bahwa hal-hal yang baik selalu disebut lebih dulu, dan ini menunjukkan bahwa Allah lebih senang memperhatikan yang baik dari pada yang jahat dalam diri seseorang / sebuah gereja.

Penerapan: Bagaimana dengan saudara? Apakah saudara lebih senang / bersukacita pada waktu mendapatkan hal-hal yang baik dalam diri seorang kristen dari pada mendapatkan hal-hal yang jahat / jelek? Ada banyak orang kristen yang merasa senang / bersukacita kalau mendengar ada hal-hal yang jelek tentang seorang kristen lain. Ini aneh, tetapi nyata! Mungkin ini menyenangkan, karena dengan demikian mereka merasa dirinya lebih baik dari orang itu. Jangan menjadi orang seperti itu! Itu jelas lebih mirip setan dari pada Allah!


2) ‘Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta’.


a) Dalam Kitab Suci ada banyak peringatan untuk waspada terhadap nabi-nabi palsu.

  • Mat 7:15 - “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar sebagai domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas”.

  • 1Tes 5:21 - “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik”.

  • 1Yoh 4:1 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia”.

Dan khusus untuk gereja Efesus ini, pada waktu Paulus meninggalkan mereka, ia sudah memperingatkan akan munculnya nabi-nabi palsu, dan ia menyuruh tua-tua Efesus untuk berjaga-jaga terhadap mereka.

Kis 20:28-31a - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri. Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka. Sebab itu berjaga-jagalah ...”.


Ini jelas mengharuskan tua-tua / majelis ‘menjaga mimbar’ dengan mengawasi setiap pemberitaan Firman Tuhan dalam gereja. Tetapi sekalipun mereka mengawasi pemberitaan Firman Tuhan dalam gereja, mereka tidak akan bisa tahu sesat atau tidaknya suatu ajaran kalau mereka tidak belajar Firman Tuhan dengan rajin dan tekun. Karena itu kalau saudara adalah tua-tua / majelis, ingatlah bahwa ‘belajar Firman Tuhan’ dan ‘menjaga mimbar’ adalah 2 tugas saudara yang harus selalu saudara lakukan!


Dan tua-tua Efesus mentaati perintah Paulus, sehingga mereka berhasil membongkar kepalsuan rasul-rasul palsu yang masuk ke Efesus.


b) ‘engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat’.


  • Terjemahan.

KJV: ‘thou canst not bear them which are evil’ (= engkau tidak dapat tahan terhadap mereka / memikul mereka yang jahat).

NASB: ‘you cannot endure evil men’ (= engkau tidak dapat tahan terhadap orang jahat).

NIV: ‘you cannot tolerate wicked men’ (= engkau tidak dapat menoleransi orang jahat).

Kata bahasa Yunani yang dipakai adalah BASTASAI (yang berasal dari kata dasar BASTAZO), yang berarti ‘to bear’ (= bertahan / memikul). A. T. Robertson mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa orang-orang jahat itu merupakan suatu beban bagi gereja Efesus.


  • Yang disebut sebagai ‘orang jahat’ di sini bukan seadanya orang jahat tetapi rasul-rasul palsu / para pengajar sesat itu. Jadi orang kristen bukannya harus menjauhi seadanya orang jahat, karena jika demikian siapa yang memberitakan Injil kepada mereka?


Juga perlu diperhatikan bahwa para pengajar sesat ini disebut sebagai orang jahat. Mengapa? Karena ada banyak orang kristen, yang sekalipun tahu bahwa pendeta-pendeta tertentu mengajar-kan ajaran sesat, tetapi tetap bersimpati kepada mereka dengan alasan bahwa hidup mereka saleh, dan bahkan membanggakan kesalehan nabi-nabi palsu itu! Ini adalah omong kosong terbesar! Bahwa mereka menyesatkan orang, itu sudah jelas menunjukkan bahwa mereka adalah orang jahat. Kalaupun dalam hal-hal lain mereka kelihatannya saleh, itu pasti hanya karena mereka pandai bersandiwara!


  • Perhatikan bahwa gereja Efesus di sini dipuji karena ketidak-sabarannya terhadap orang-orang jahat / rasul-rasul palsu itu!


Pujian rasul Yohanes terhadap ketidak-sabaran gereja Efesus dalam menghadapi rasul-rasul palsu, cocok / sejalan dengan celaan rasul Paulus terhadap kesabaran orang Korintus dalam menghadapi pengajar sesat.

2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seseorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.


  • Apa maksudnya mereka tidak dapat sabar / tidak tahan / tidak menoleransi orang jahat?

Barnes’ Notes: “That is, they had no sympathy with their doctrines or practices; they were utterly opposed to them. They had lent them no countenance, but had in every way shown that they had no fellowship with them” (= Yaitu mereka tidak mempunyai simpati dengan doktrin atau praktek mereka; mereka sepenuhnya menentang orang-orang itu. Mereka tidak menyetujui / memberi muka kepada orang-orang itu, tetapi dengan segala cara menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai persekutuan dengan orang-orang jahat itu) - hal 1552.


Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:

  • Tit 3:10 - “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.

Jadi jelas bahwa dalam menghadapi seorang pengajar sesat, kita mempunyai kewajiban untuk menegur / menasehati dia. Tetapi kalau teguran / nasehat itu tidak dihiraukan, maka kita harus menjauhi / mengucilkan dia!

  • 2Yoh 10-11 - “Jikalau seseorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumah-mu dan janganlah memberi salam kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.


  • Perhatikan beberapa komentar lain di bawah ini tentang sikap tidak sabar dari gereja Efesus terhadap orang-orang jahat / rasul-rasul palsu itu.

  • Homer Hailey: “This attitude toward evil men is commendable; if they will not be transformed, let them be transferred” (= Sikap terhadap orang-orang jahat ini patut dipuji; jika mereka tidak mau diubah, biarlah mereka dipindahkan) - hal 121.

  • Homer Hailey: “In an age when we pride ourselves in tolerance and compromise, this attitude might appear bigoted and intolerant. Bigoted, no; intolerant, yes, but an intolerance commended by the Lord” (= Dalam jaman dimana kita membanggakan diri kita sendiri karena toleransi dan kompromi, sikap ini kelihatannya fanatik dan tidak bertoleransi. Fanatik, tidak; tidak bertoleransi, ya, tetapi ini adalah sikap tidak bertoleransi yang dipuji oleh Tuhan) - hal 121.

  • Pulpit Commentary: “Their holy intolerance. There is an intolerance, and there is far too much of it, which is the fruit of conceit, of spiritual pride, of abject narrowness, of gross ignorance, and blind bigotry. They in whom it is found are perhaps amongst the very chiefest enemies of the Church of God, although they loudly boast to belong to its very elect. The intolerance of such is never holy. But, on the other hand, there is a tolerance which is a mere giving in to wickedness because we have not enough zeal for God and righteousness to withstand it. Such people boast of their broadness, ... Of such people it could never have been said, as is here said of the Ephesian Church, ‘Thou canst not bear them which are evil’” (= Ketidak-toleransian yang kudus. Ada ketidak-toleransian, dan ada terlalu banyak ketidak-toleransian seperti itu, yang merupakan buah dari kesombongan, dari kesombongan rohani, dari pikiran sempit yang hina, dari ketidaktahuan / kebodohan yang hebat, dan dari kefanatikan yang buta. Mereka dalam siapa hal ini ditemukan, mungkin adalah musuh-musuh terbesar / terutama dari gereja Allah, sekalipun mereka dengan lantang membanggakan bahwa mereka termasuk orang pilihan. Ketidak-toleransian seperti itu tidak pernah kudus. Tetapi, di sisi lain, ada toleransi yang sekedar merupakan sikap menyerah / mengalah terhadap kejahatan, karena kita tidak mempunyai semangat yang cukup untuk Allah dan kebenaran untuk menahan kejahatan itu. Orang-orang seperti itu membanggakan pikiran luas mereka, ... Tentang orang seperti itu tidak akan pernah bisa dikatakan, seperti di sini dikatakan tentang gereja Efesus: ‘Engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat’) - hal 77.

  • Pulpit Commentary: “Woe to the Church that tolerates, knowingly, impostors in her midst! that lets them remain amongst the true, though they be false!” (= Celakalah gereja yang secara sadar menoleransi para penipu di tengah-tengah mereka! yang membiarkan mereka tetap tinggal di antara orang-orang benar, sekalipun mereka itu palsu!) - hal 78.

  • William R. Newell: “To permit men known to be bad to be in fellowship or even in office, is common today, but is treachery to Christ (= Mengijinkan orang yang diketahui sebagai orang jahat ada dalam persekutuan atau bahkan dalam jabatan, adalah sesuatu yang umum saat ini, tetapi itu adalah pengkhianatan terhadap Kristus) - hal 37.


  • Apakah saudara berhubungan dengan seorang nabi palsu, atau mempunyai seorang teman nabi palsu? Kalau ya, renungkanlah apakah sikap saudara selama ini terhadap dia sesuai dengan ajaran Kitab Suci yang baru saya uraikan di atas?


c) ‘bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta’.


  • ‘menyebut dirinya rasul’.

Barnes’ Notes: “It cannot be supposed that they claimed to have been of the number of apostles selected by the Saviour, for that would have been too absurd; and the only solution would seem to be that they claimed either (1) that they have been called to that office after the Saviour ascended, as Paul was; or (2) that they claimed the honour due to this name or office in virtue of some election to it; or (3) that they claimed to be the successors of the apostles, and to possess and transmit their authority” [= Tidak bisa dianggap bahwa mereka mengclaim sebagai salah satu dari rasul yang dipilih oleh sang Juruselamat, karena itu akan terlalu menggelikan; dan satu-satunya penyelesaian kelihatannya adalah: atau (1) bahwa mereka dipanggil kepada jabatan itu setelah sang Juruselamat naik ke surga, sama seperti Paulus; atau (2) bahwa mereka mengclaim kehormatan yang merupakan hak dari sebutan atau jabatan ini berdasarkan pemilihan kepada jabatan itu; atau (3) bahwa mereka mengclaim sebagai pengganti dari rasul-rasul, dan memiliki dan meneruskan / membawa otoritas mereka] - hal 1553.

Catatan:

  • yang no 2 dalam kutipan di atas, misalnya seperti Matias (Kis 1:23-26); sedangkan yang no 3 seperti dalam Gereja Roma Katolik.

  • ada kemungkinan lain lagi, yaitu bahwa mereka dikatakan menyebut dirinya rasul palsu, hanya berarti bahwa mereka mengaku sebagai hamba Tuhan / pendeta, tetapi sebetulnya adalah pengajar sesat.

Penerapan: jaman sekarang ada banyak sekali orang yang mengaku diri / menyebut diri sebagai pendeta. Tetapi tidak semua mereka adalah pendeta di hadapan Tuhan. Karena itu saudara harus menguji mereka, dari ajaran ataupun kehidupan mereka.


  • ‘pendusta’.

Ini mungkin menunjukkan bahwa para rasul palsu itu melakukan penyesatan secara sadar dan sengaja. Jadi mereka tahu bahwa ajaran mereka itu salah / sesat, tetapi mereka tetap mengajarkannya, mungkin untuk bisa mendapatkan keuntungan dari semua itu. Memang jelas bahwa dalam dunia ini ada penyesat yang melakukan penyesatan secara tidak sadar / tidak sengaja (bdk. Yoh 16:2  Ro 10:2). Jadi mereka betul-betul mengira bahwa apa yang mereka ajarkan itu memang benar. Tetapi jelas bahwa juga ada penyesat yang melakukannya secara sadar dan sengaja! Yang kedua ini jelas hukumannya akan lebih berat (bdk. Luk 12:47-48).


d) Bahwa gereja Efesus bisa membongkar penyesatan / kepalsuan rasul-rasul palsu itu, menunjukkan bahwa gereja Efesus kuat dalam doktrin.


Herman Hoeksema: “the church of Ephesus was strong in doctrine” (= gereja Efesus kuat dalam doktrin) - hal 51.

Mengapa bisa disimpulkan demikian? Karena penyesatan oleh nabi palsu boleh dikatakan selalu terjadi dalam persoalan doktrin.


Memang ada penyesatan dalam persoalan kehidupan praktis, seperti dalam kasus pengikut Nikolaus dalam Wah 2:6, atau dalam kasus sekte ‘Children of God’, tetapi inipun biasanya dilandasi oleh pengertian doktrinal yang salah. Bandingkan ini dengan 1Kor 15:32 - “Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka ‘marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati’”.

Dari ayat ini jelas bahwa kehidupan praktis yang salah disebabkan oleh pengertian doktrinal yang salah.

Semua ini menyebabkan sebuah gereja harus kuat dalam doktrin!


Penerapan:

  • kalau saudara adalah hamba Tuhan, maulah mengajar hal-hal doktrinal kepada jemaat saudara. Ingat bahwa perbedaan kristen dengan agama-agama lain atau dengan sekte-sekte sesat dalam gereja, selalu terletak dalam persoalan doktrinal. Dalam per-soalan kehidupan praktis, kristen yang benar atau sekte-sekte sesat maupun agama-agama lain, hampir sama ajarannya. Karena itu kalau saudara tidak mau mengajar doktrin, maka bagi jemaat saudara tidak terlalu jadi soal apakah mereka menjadi orang kristen atau beragama lain.

  • kalau saudara adalah jemaat, maka maulah menerima ajaran yang bersifat doktrinal. Banyak hamba Tuhan yang sebetulnya mau mengajarkan doktrin, tetapi lalu berhenti karena jemaatnya tidak menyenangi doktrin! Memang sikap hamba Tuhan yang seperti ini merupakan sikap yang salah, karena sama seperti orang tua harus memberi makanan yang diperlukan oleh anaknya atau penting bagi anaknya dan bukannya makanan yang disenangi oleh anaknya, demikian juga hamba Tuhan seharusnya mem-berikan apa yang diperlukan oleh jemaat atau penting bagi jemaat, bukan apa yang disenangi oleh jemaat! Tetapi kalau saudara sebagai jemaat mau mendengar ajaran doktrinal, maka itu akan lebih memotivasi para hamba Tuhan untuk mengajarkan ajaran doktrinal.


Herman Hoeksema: “the church at Ephesus was faithful in discipline. This is usually connected with doctrinal soundness. ... Christian discipline is the reaction of the church against every form of evil, both in doctrine and life, through the preaching of the Word of God as well as through personal admonition and, ultimately, through excommunication” (= gereja Efesus setia dalam disiplin. Ini biasanya berhubungan dengan kesehatan doktrinal. ... Disiplin Kristen merupakan reaksi gereja terhadap setiap bentuk kejahatan, baik dalam doktrin maupun kehidupan, melalui pemberitaan Firman Allah dan melalui teguran pribadi dan akhirnya melalui pengucilan) - hal 53.


Ay 3: “Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena namaKu; dan engkau tidak mengenal lelah”.


1) ‘engkau tetap sabar dan menderita oleh karena namaKu’.

Terjemahan Kitab Suci Indonesia ini agak kacau.

KJV: ‘And hast borne, and hast patience, and for my name’s sake hast laboured’ (= Dan telah bertahan, dan mempunyai kesabaran, dan telah bekerja demi namaKu).

RSV: ‘I know you are enduring patiently and bearing up for my name’s sake’ (= Aku tahu engkau bertahan dengan sabar dan bertahan demi namaKu).

NIV: ‘You have persevered and have endured hardships for my name’ (= Engkau telah bertekun dan telah menahan penderitaan demi namaKu).

NASB/Lit: ‘and you have perseverance and have endured for My name’s sake’ (= dan engkau mempunyai ketekunan dan telah bertahan demi namaKu). Ini terjemahan yang paling tepat.

Catatan:

  • Kata Yunani yang diterjemahkan ‘perseverance’ (= ketekunan) adalah HUPOMONE.

  • Kata Yunani yang diterjemahkan ‘have endured’ (= telah bertahan) adalah EBASTASAS, yang sama dengan kata BASTASAI dalam ay 2 di atas, berasal dari kata dasar BASTAZO, yang berarti ‘to bear’ (= bertahan / memikul).


Ada beberapa hal yang bisa dibahas dari bagian ini:


a) Ada saat untuk sabar / bertahan dan ada saat untuk tidak sabar / tidak bertahan (Pkh 3:1-8).

Kalau tadi dalam ay 2 ada pujian karena ketidaksabaran / sikap tidak tahan terhadap rasul-rasul palsu, maka sekarang dalam ay 3 ada pujian karena kesabaran / sikap bertahan terhadap penderitaan yang mereka alami demi Tuhan. Kesabaran / sikap bertahan di sini sengaja dikontraskan dengan ketidaksabaran / sikap tidak tahan dalam ay 2 di atas.


John Stott: “There is a deliberate contrast in the statement that although they could bear trials and tribulations for the sake of Christ’s name (v. 3), they could not bear the company of these evil men (v. 2)” [= Ada kontras yang disengaja dalam pernyataan bahwa sekalipun mereka mereka sabar dalam ujian dan kesusahan demi nama Kristus (ay 3), mereka tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat ini (ay 2)] - hal 26.


Jadi ada hal-hal terhadap mana kita tidak boleh sabar, tetapi juga ada hal-hal terhadap mana kita harus sabar, yaitu pada waktu mengalami penderitaan / penganiayaan demi Kristus!


b) Apa artinya sabar di sini?

Sabar di sini berarti bahwa mereka tidak menjadi kecewa, marah, ber-sungut-sungut, lari dari Tuhan, dsb.


2) ‘dan engkau tidak mengenal lelah’.

KJV: ‘hast not fainted’ (= tidak menjadi lemah / tak bersemangat).

RSV/NIV/NASB: ‘have not grown weary’ (= tidak menjadi lelah / bosan).

Dalam mengikut / melayani Tuhan selalu ada banyak serangan setan / penderitaan. Ada 2 kemungkinan dalam menghadapi semua itu:

a) Kita sabar dan terus bertekun dalam ikut / melayani Tuhan.

b) Kita menjadi lelah, bosan, kehilangan semangat.

Yang mana yang cocok dengan hidup saudara?


Homer Hailey: “A trait of human nature is the tendency to grow faint under hard work and pressures from without. How often in the advancing years of life do men and women who formerly were diligent in serving the Lord retire from the Lord’s work with the plea, ‘I carried the load in my younger years; I am now passing the work on to those in the vigor and strength of that age.’ But is there ever a time to grow weary, to retire and let others bear the brunt of battle and carry the load that should be mine? No, never!” (= Suatu ciri dari manusia adalah kecenderungan untuk menjadi lemah / takut / tak bersemangat di bawah pekerjaan berat dan tekanan-tekanan dari luar. Betapa seringnya dalam masa tuanya laki-laki dan perempuan, yang dulunya rajin dalam melayani Tuhan, berhenti dari pekerjaan Tuhan dengan alasan: ‘Aku telah membawa beban pada masa mudaku; sekarang aku menyerahkan pekerjaan itu kepada mereka yang muda dan kuat’. Tetapi apakah ada saat dimana kita boleh merasa bosan / lelah, berhenti dan membiarkan orang lain memikul bagian yang terberat dari pertempuran dan membawa beban yang seharusnya adalah milikku? Tidak, tidak pernah!) - hal 121-122.


Ay 4: “Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula”.


1) ‘Namun demikian Aku mencela engkau’.


a) Tadi ada pujian, sekarang ada kritikan.

Tuhan bersikap fair / adil; memuji apa yang baik dan mengkritik apa yang jelek. Kita seringkali melakukan hanya salah satu saja, baik terhadap anak, pegawai, jemaat, anak sekolah minggu, dsb. Atau sering juga kita tidak melakukan kedua-duanya.


b) KJV: ‘Nevertheless I have somewhat against thee’ (= Bagaimanapun Aku mempunyai sesuatu yang kecil / sedikit terhadap engkau).

Ini salah, karena kata ‘somewhat’ (= sedikit) ini sebetulnya tidak ada. Terjemahan yang salah ini mengecilkan kesalahan gereja Efesus dalam persoalan meninggalkan kasih yang semula ini, padahal itu sama sekali bukan sesuatu dosa yang remeh! Karena itu, kalau saudara sedang meninggalkan kasih yang semula / pertama, jangan meremehkan keadaan itu!


2) ‘karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula’.


a) Dicela sekalipun ‘baik’.

Sekalipun ada banyak hal-hal yang sangat baik dalam diri gereja Efesus ini, seperti sikap orthodox, menjaga kemurnian doktrin, bekerja keras, tidak menjadi lelah / bosan, membenci kejahatan dsb, tetapi mereka tetap dicela karena meninggalkan kasih yang semula / pertama. Karena itu jelaslah bahwa:


  • Kemurnian doktrinal tidak bisa menggantikan kasih.

George Eldon Ladd: “Doctrinal purity and loyalty can never be a substitute for love” (= Kemurnian dan kesetiaan doktrinal tidak pernah bisa menjadi pengganti kasih) - hal 39.

Adalah sesuatu yang baik kalau saudara adalah orang yang sangat memperhatikan dan menjaga doktrin, tetapi pada saat yang sama saudara juga harus memperhatikan dan menjaga kasih saudara kepada Tuhan.


  • Kebencian terhadap dosa / kejahatan tidak bisa menggantikan kasih kepada Kristus.

John Stott: “to hate error and evil is not the same as to love Jesus Christ” (= membenci kesalahan dan kejahatan tidaklah sama dengan mengasihi Yesus Kristus) - hal 29.

Orang yang mengasihi Kristus pasti membenci kejahatan, tetapi orang yang membenci kejahatan belum tentu mengasihi Kristus. Sebagai contoh, ada banyak orang yang mengutuk perkosaan massal tanggal 14 Mei 1998, padahal mereka sama sekali bukan orang kristen, dan karenanya tentu tidak mengasihi Kristus.


  • pelayanan yang bagaimanapun giatnya tidak bisa menggantikan kasih.

Pulpit Commentary: “Ere ever he would restore the recreant Peter to his apostleship, thrice over was the question asked, ‘Lovest thou me?’ as if the Lord would teach him and all of us that love to himself is the one indispensable qualification of all acceptable service” (= Sebelum Ia mengembalikan Petrus yang tidak setia / murtad dari kerasulannya, tiga kali Ia menanyakan pertanyaan: ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’, seakan-akan Tuhan mengajar dia dan semua kita bahwa kasih kepada-Nya adalah satu persyaratan yang harus ada dalam semua pelayanan yang menyenangkanNya) - hal 79.


b) Bandingkan celaan di sini dengan Yer 2:1-8! (khususnya perhatikan Yer 2:2b,5)!

Yer 2:2b - “Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya”.

NIV: ‘I remember the devotion of your youth, how as a bride you loved me and followed me through the desert, through a land not sown’ (= Aku mengingat kesetiaan / penyerahan / pembaktian masa mudamu, bagaimana sebagai mempelai engkau mengasihi Aku dan mengikuti Aku melalui padang gurun, melalui tanah / negeri yang tidak ditaburi).

Yer 2:5 - “Beginilah firman TUHAN: Apakah kecurangan yang didapati nenek moyangmu padaKu, sehingga mereka menjauh dari padaKu, meng-ikuti dewa kesia-siaan, sampai mereka menjadi sia-sia?”.

Penerapan: kalau saudara sedang meninggalkan kasih yang semula, tanyakan pertanyaan yang sama terhadap diri saudara sendiri: apakah kecurangan / kesalahan yang aku dapati pada Allah, sehingga aku meninggalkan kasihku yang semula kepadaNya?


c) Kasih kepada siapa yang dimaksudkan di sini?

  • Ada yang menganggap bahwa ini menunjuk kepada kasih kepada sesama manusia.

Beasley-Murray: “the love which had abated was primarily love for fellow men” (= kasih yang telah berkurang terutama adalah kasih kepada sesama manusia) - hal 75.

  • Leon Morris (hal 60) mengatakan bahwa tidak jelas apa yang dimaksud dengan ‘kasih’ di sini. Ada yang mengartikan bahwa ini adalah ‘kasih kepada Kristus’, ada yang mengatakan bahwa ini adalah ‘kasih kepada sesama saudara seiman’, dan ada juga yang mengatakan bahwa ini adalah ‘kasih kepada seluruh umat manusia’. Leon Morris lalu mengatakan bahwa mungkin kasih di sini mencakup ketiga-tiganya.

  • Tetapi saya berpendapat bahwa penekanan utama di sini adalah kasih kepada Allah / Kristus.

Barnes’ Notes: “The love here referred to is evidently love to the Saviour” (= Kasih yang dimaksudkan di sini jelas adalah kasih kepada sang Juruselamat) - hal 1553.

Pulpit Commentary: “Christ is very jealous of our love” (= Kristus sangat cemburu akan cinta kita) - hal 69.

  • Tetapi perlu juga diingat bahwa kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama sangat berhubungan. Kalau kasih kepada Allah berkurang, maka pasti kasih kepada sesama juga demikian.

Robert H. Mounce (NICNT): “A cooling of personal love for God inevitably results in the loss of harmonious relationship within the body of believers” (= Kasih pribadi yang mendingin kepada Allah secara tak terhindarkan menghasilkan hilangnya hubungan yang harmonis di dalam tubuh orang-orang percaya) - hal 88.

Penerapan: untuk memperbaiki hubungan / persekutuan dalam keluarga ataupun gereja, maka setiap individu harus memperbaiki kasihnya kepada Tuhan. Ini juga berlaku sebaliknya. Untuk memperbaiki kasih kepada Tuhan kita harus memperbaiki hubungan dengan sesama.


d) Siapa yang dikatakan meninggalkan kasih yang semula / pertama ini? Ada 2 pandangan tg hal ini:


1. Kata-kata ini ditujukan kepada mereka sebagai gereja, bukan sebagai individu.

Herman Hoeksema (hal 58-59) mengatakan bahwa yang kehilangan kasih yang semula bukanlah jemaat / individu yang tadinya mempunyai kasih yang semula, tetapi gereja Efesus. Jadi gereja ini bertumbuh dalam hal jumlah, dan orang-orang yang baru ini tidak mempunyai kasih yang semula seperti jemaat yang lama. Ia berpandangan demikian karena ia berkata bahwa orang kristen sejati tidak bisa kehilangan keselamatan. Tetapi saya berpendapat bahwa ‘kehilangan kasih yang semula’ tidaklah sama dengan ‘kehilangan keselamatan’ / ‘jatuh dari kasih karunia’!

William Hendriksen mempunyai pemikiran yang sejalan dengan Hoeksema. Ia berkata bahwa rasul Yohanes menulis Kitab Wahyu ini lebih dari 40 tahun setelah gereja Efesus didirikan. Jadi generasi pertama sudah mati, dan lalu muncul generasi kedua, yang tidak mempunyai kasih yang semula.

Pandangan Hoeksema dan Hendriksen ini memang memungkinkan. Apalagi kalau dilihat dari Yer 2:1-8, yang pada ay 2nya berbicara tentang ‘cintamu’, padahal yang dimaksud adalah ‘cinta nenek moyangmu’. Jadi bagian ini meninjau Israel sebagai suatu bangsa, yang dahulu mengasihi Tuhan tetapi sekarang tidak. Karena itu adalah mungkin bahwa dalam kasus gereja Efesus juga diartikan seperti itu.

Kalau ini benar, maka ini menjadi peringatan bagi setiap gereja yang benar, untuk berjaga-jaga bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk generasi penerus. Apa yang harus dilakukan untuk ini?

  • perhatikan anak-anak sekolah minggu supaya mempunyai guru-guru sekolah minggu yang baik dan injili. Guru-guru Sekolah Minggu sendiri harus menjaga kerohanian mereka dan pengajaran mereka, karena secara manusia boleh dikatakan bahwa nasib dari generasi penerus ada di tangan mereka! Renungkan Mat 18:6 - “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut”.

  • perhatikan kerohanian pemuda remaja di gereja.

  • jaga agar Majelis gereja yang dipilih selalu adalah orang-orang yang rohani, alkitabiah dan injili. Jangan memilih orang yang kaya tetapi yang rohaninya brengsek!

  • hati-hati dalam memilih hamba Tuhan.

  • jaga supaya dalam gereja selalu terdapat Pemberitaan Injil. Dengan demikian orang-orang yang baru bisa mendengar Injil dan bertobat.


2. Kata-kata ini ditujukan kepada mereka sebagai individu. Jadi jemaat Efesus itu sendiri yang meninggalkan kasih yang semula.

Kebanyakan penafsir membahas bagian ini dari sudut pandang ke 2 ini. Saya sendiri, sekalipun menganggap pandangan pertama di atas tetap mempunyai kemungkinan untuk benar, lebih condong pada pandangan ke 2 ini, karena:

  • dari surat-surat kepada gereja-gereja yang lain terlihat bahwa Tuhan memperhatikan individu, dan bukannya hanya gereja secara keseluruhan. Jadi kalau yang salah hanya sebagian, maka Tuhan juga menegur yang sebagian itu (bdk. 2:14,15,24  3:4).

  • Ay 5 menyuruh mereka untuk:

  • mengingat betapa dalamnya mereka telah jatuh.

  • bertobat.

  • melakukan lagi apa yang semula mereka lakukan.

Semua ini rasanya menunjukkan bahwa yang meninggalkan kasih yang semula / pertama itu adalah diri mereka sendiri, bukan generasi sebelum mereka.


e) Meninggalkan kasih yang semula / pertama’.


1. Pada waktu Paulus menulis surat Efesus, gereja Efesus masih berkobar-kobar dalam kasihnya kepada Allah. Ini ditunjukkan secara implicit oleh Ef 6:24, dan ini juga diwujudkan dengan kasih kepada sesama orang kudus - Ef 1:15 (ingat bahwa kasih kepada sesama berhubungan erat dengan kasih kepada Tuhan). Tetapi sekarang gereja Efesus telah meninggalkan kasih yang semula / pertama itu. Perhatikan bahwa mereka tidak dikatakan ‘kehilangan’ (pasif) tetapi ‘meninggalkan’ (aktif) kasih yang semula / pertama itu. Karena itu Allah menyuruh mereka kembali kepada kasih yang pertama itu.


2. Kalau sejak lahir seorang kristen tidak pernah mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, maka ini bukan ‘meninggalkan kasih yang semula’, tetapi ‘suam-suam kuku’ (Wah 3:14-15) dimana Kristus masih ada di luar hidupnya (bdk. Wah 3:20). Dengan kata lain, orang ini tidak pernah menjadi kristen yang sejati.

Tetapi semua orang kristen sejati pasti pernah mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, karena:

  • Ro 5:5b mengatakan “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita”.

Catatan: tentang ‘kasih Allah’ dalam Ro 5:5 ini ada yang menafsirkan bahwa itu adalah ‘kasih Allah kepada kita’, tetapi ada juga yang menafsirkan bahwa itu adalah ‘kasih kita kepada Allah’.

  • kasih adalah ‘buah Roh Kudus’ (Gal 5:22).


Penerapan: untuk bisa tahu apakah saudara termasuk orang kristen sejati yang meninggalkan kasih yang semula, atau orang suam-suam kuku yang adalah orang kristen KTP, telusurilah jalan hidup saudara selama ini. Kalau tidak pernah ada saat dimana saudara berkobar-kobar dalam cinta saudara kepada Tuhan, maka saudara adalah orang suam-suam kuku. Bertobatlah dan terimalah Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, sebe-lum terlambat!


3. Kasih yang semula / pertama itu mudah memudar.

Thomas Manton: “That of all graces, love needeth keeping. Why? Because of all graces it is most decaying. Mat. 24:12  Rev. 2:4” (= Bahwa dari semua kasih karunia, kasih membutuhkan pemeliharaan. Mengapa? Karena dari semua kasih karunia itu adalah yang paling mudah berkurang / hilang. Mat 24:12  Wah 2:4) - ‘Jude’, hal 344.


Tetapi supaya saudara tidak secara salah dan terlalu cepat meng-anggap bahwa kasih saudara kepada Allah sudah memudar, per-hatikan kutipan di bawah ini.

Barnes’ Notes: “Individual Christians often lose much of their first love. It is true, indeed, that there is often an appearance of this which does not exist in reality. Not a little of the ardour of young converts is often nothing more than the excitement of animal feeling, which will soon die away of course, though their real love may not be diminished, or may be constantly growing stronger. When a son returns home after a long absence, and meets his parents and brothers and sisters, there is a glow, a warmth of feeling, a joyousness of emotion, which cannot be expected to continue always, and which he may never be able to recall again, though he may be ever growing in real attachment to his friends and to his home” (= Individu-individu Kristen sering kehilangan banyak dari kasih pertama mereka. Memang benar bahwa seringkali kelihatannya terjadi hal ini, padahal sebetulnya tidak. Tidak sedikit dari semangat / kobaran api / kehangatan emosi dari petobat-petobat muda yang seringkali tidak lebih dari kegembiraan dari perasaan binatang, yang tentu saja akan segera lenyap, sekalipun kasih sejati mereka mungkin tidak berkurang, atau mungkin bertambah kuat secara konstan. Pada saat seorang anak pulang ke rumah setelah pergi cukup lama, dan bertemu dengan orang tua dan saudara-saudaranya, di sana ada suatu pijaran / sinar, suatu perasaan yang hangat, suatu sukacita emosi, yang tidak bisa diharapkan berlangsung senantiasa, dan yang mungkin tidak akan pernah bisa dihidupkan kembali, sekalipun ia mungkin terus bertumbuh dalam kasih yang sejati kepada teman-temannya dan rumahnya) - hal 1553.


4. Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya / hilangnya kasih yang semula.


a. Dosa.

Thomas Manton: “Some times it falleth out through freeness in sinning. Neglect is like not blowing up the coals; sinning is like pouring on waters, a very quenching of the Spirit, 1Thes. 5:19” (= Kadang-kadang itu terjadi karena kebebasan dalam berbuat dosa. Kelalaian adalah seperti tidak mengipasi arang; berbuat dosa adalah seperti menyiramnya dengan air, tindakan yang memadamkan Roh, 1Tes 5:19) - ‘Jude’, hal 345.

Contoh dosa:

  • cinta uang / dunia.

Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”.

Yak 4:4 -  “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuh-an dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.

1Yoh 2:15 -  “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.

2Tim 3:4b - “lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah”. Ini salah terjemahan.

NIV/NASB: ‘lovers of pleasure rather than lovers of God’ (= pecinta kesenangan dan bukannya pecinta Allah).

  • pelayanan / pekerjaan / kesibukan yang begitu ditekankan sehingga menyebabkan tak ada waktu untuk sendirian dengan Tuhan (doa dan belajar Firman Tuhan).

Steve Gregg: “Like Martha, a church may become so engrossed in religious work that it neglects the ‘one thing needed’ (Luke 10:42)” [= Seperti Marta, sebuah gereja bisa menjadi begitu asyik dalam pekerjaan agamawi sehingga mengabaikan ‘satu hal yang diperlukan’ (Luk 10:42)] - hal 65.

Catatan: ‘bagian yang terbaik’ dalam Luk 10:42 diterjemahkan ‘one thing is needful’ (= satu hal yang diperlukan) oleh RSV.

Kata-kata Steve Gregg ini memang sangat mungkin. Orang yang terlalu bersemangat dalam pelayanan, sampai tidak ada waktu untuk belajar Firman dan berdoa, akan kehilangan kasih yang semula. Dan hal yang menyedihkan adalah bahwa ada banyak (bahkan mungkin kebanyakan!) hamba Tuhan yang seperti ini!

  • allah lain, yaitu hal-hal yang dicintai / diutamakan lebih dari Tuhan.

  • occultisme, seperti: tenaga dalam, hipnotisme, yoga, dsb.


b. Penderitaan yang hebat, banyak, dan berlarut-larut, khususnya kalau kita tidak menghadapinya dengan benar.


c. Banyaknya kejahatan di sekitar kita.

Mat 24:12 - “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin”.


d. Peperangan mereka melawan kesesatan / nabi palsu.

Ramsey mengatakan bahwa celaan tentang hilangnya kasih yang semula ini (ay 4) diletakkan setelah pujian tentang semangat mereka membongkar kepalsuan dari rasul-rasul palsu (ay 2), tetapi diletakkan sebelum pujian tentang kebencian mereka terhadap tindakan para pengikut Nikolaus (ay 6), dan ini menunjukkan bah-wa hilangnya kasih yang semula ini berhubungan dengan sema-ngat mereka dalam membongkar kepalsuan rasul-rasul palsu itu.

James B. Ramsey: “This censure is administered in close connection with the praise of their zeal in exposing these false apostles, and before the second ground of praise is mentioned, implying some real connection between this zeal against false teachers, and their declining love. There is such a connection, and it should never be forgotten. When any are called to contend earnestly for the faith, when patience is tried by daring and persistent error, and when at length the pretensions of the false teachers are exposed, the process is apt to chafe and embitter the spirit, and success to foster spiritual pride; thus holy love to Jesus and His people insensibly loses that first fervour with which it gushes forth in faith’s first view of the cross and the extinguished curse” (= Celaan / kecaman ini diberikan dalam hubungan yang erat dengan pujian terhadap semangat mereka dalam menyingkapkan rasul-rasul palsu ini, dan diberikan sebelum pujian kedua ini disebutkan, menunjuk-kan adanya hubungan yang nyata antara semangat menentang guru-guru palsu ini dengan penurunan kasih mereka. Disana ada hubungan seperti itu, dan itu tidak pernah boleh dilupakan. Pada waktu seseorang dipanggil untuk berjuang dengan sungguh-sungguh untuk iman, pada waktu kesabaran diuji oleh kesalahan yang berani dan gigih, dan pada waktu akhirnya pernyataan palsu dari guru-guru palsu itu tersingkap, proses itu cenderung / mudah melukai dan memahitkan roh, dan berhasil mengembangkan kesombongan rohani; sehingga kasih kudus kepada Yesus dan umatNya tanpa terasa kehilangan gairah / semangat pertamanya yang dipancarkan oleh kasih itu pada pandangan pertama dari iman terhadap salib dan kutuk yang dipadamkan) - hal 131.

Catatan: Ramsey menganggap bahwa pujian pertama berhu-bungan dengan semangat mereka dalam membongkar kepalsuan rasul-rasul palsu itu, dan ay 3 berhubungan dengan pujian pertama tersebut, karena penderitaan dalam ay 3 itu disebabkan hal itu. Pujian kedua berkenaan dengan kebencian terhadap pengikut Nikolaus (ay 6). Jadi kecaman tentang hilangnya kasih semula terletak setelah pujian pertama, tetapi sebelum pujian kedua, dan karena itu ia lalu menyimpulkan bahwa kecaman itu berhubungan dengan pujian pertama itu.


Kata-kata Ramsey di atas sesuai dengan kata-kata Mounce yang berikut ini.

Robert H. Mounce (NICNT): “Every virtue carries within itself the seeds of its own destruction” (= Setiap sifat baik / kebajikan membawa dalam dirinya sendiri benih kehancuran dirinya sendiri)  - hal 88.

Memang orang yang kuat dalam doktrin dan berani / tegas biasanya rawan dalam persoalan kasih! Sebaliknya orang yang penuh kasih, sabar, biasanya kompromistis / kurang tegas, atau munafik / suka berdusta, pengecut, dsb.

Penerapan: karena itu kalau saudara menjumpai apapun yang baik dalam diri saudara, maka renungkanlah hal buruk apa yang ter-cakup dalam hal baik tersebut, dan berusahalah untuk memper-tahankan hal baiknya dan membuang hal buruknya.


5. Ciri / akibat berkurangnya / hilangnya kasih yang semula.


Thomas Manton: “Where we love there will be musing on the object beloved, there will be familiarity and intimateness of converse. There is not a day can pass but love will find some errand and occasion to confer with God, either to implore his help or ask his counsel. But now, when men can pass over whole days and weeks, and never give God a visit, such strangeness argueth little love. Again, when there is no care of glorifying God, no plotting and contrivings how we may be most useful for him, when we do not mourn over sin as we were wont to do, are not so sensible of offences, have not these meltings of heart, are not so careful to avoid all occasions of offending God, are not so watchful, so zealous, as we were wont to be, do not rise up in arms against temptations and carnal thoughts, love is decayed. Certainly when the sense of our obligation to Christ is warm upon the heart, sin doth not escape so freely; love will not endure it to live and act in the heart, Titus 2:11-12, Gen 39:9. But now, as this is worn off, the heart is not watched, the tongue is not bridled, speeches are idle, yea, rotten and profane; wrath and envy tyrannise over the soul, all runneth to riot in the poor neglected heart; yea, further, God’s public worship is performed perfunctorily, and in a careless, stupid manner; sin confessed without remorse and sense of the wrong done to God; prayer made for spiritual blessings without desire of obtaining; wrath deprecated without any fear of the danger; intercession for others without any sympathy or brotherly love; thanks given without any conference of holy things is either none at all, or very slight and careless; hearing without attention; reading without a desire of profit; singing without any delight or melody of heart. All this is but the just account of a heart declining in the love of God” [= Dimana kita mengasihi disana akan ada perenungan tentang obyek yang dikasihi, disana akan ada keakraban dan keintiman dalam pembicaraan. Tidak ada satu haripun akan berlalu dimana kasih tidak menemukan pesan / berita dan alasan / kesempatan untuk berbicara dengan Allah, untuk meminta pertolonganNya atau nasehatNya. Tetapi sekarang, ketika seseorang bisa melewati beberapa hari dan minggu tanpa pernah mengunjungi Allah, keanehan seperti itu menunjukkan kasih yang sedikit / kecil. Juga, pada saat ada ketidakpedulian dalam memuliakan Allah, tidak ada perencanaan dan usaha / penyusunan tentang bagai-mana kita bisa menjadi paling berguna untuk Dia, pada saat kita tidak berkabung atas dosa seperti yang biasa kita lakukan, tidak peka terhadap pelanggaran, tidak mempunyai hati yang hancur, tidak begitu hati-hati untuk menghindari semua kesempatan untuk menyakiti hati / menyalahi Allah, tidak begitu berjaga-jaga dan bersemangat seperti kita biasanya, tidak bangkit untuk melawan pencobaan dan pikiran daging, kasih itu berkurang / melemah. Jelas bahwa ketika rasa kewajiban pada Kristus itu hangat dalam hati kita, dosa tidak lolos dengan begitu bebas; kasih tidak akan mengijinkannya hidup dan bertindak dalam hati, Titus 2:11-12, Kej 39:9. Tetapi sekarang, karena semua ini sudah luntur, hati tidak dijaga, lidah tidak dikekang, kata-kata kosong bahkan busuk dan kotor / tak senonoh; kemarahan dan iri hati merajalela dalam jiwa, semua menuju pada kekacauan dalam hati yang diabaikan; lebih jauh lagi, bahkan kebaktian dilakukan dengan asal-asalan / tak sungguh-sungguh dan dalam cara yang ceroboh dan bodoh; dosa diakui tanpa penyesalan dan perasaan bersalah kepada Allah; doa untuk berkat rohani tanpa keinginan untuk mendapatkan; kemarahan mengutuk tanpa takut bahaya; doa syafaat untuk orang lain tanpa simpati atau kasih persaudaraan; syukur diberikan tanpa menghargai kebaikan / manfaat atau kasih kepada Allah dalam mengingat mereka; perundingan tentang hal-hal kudus tidak pernah dilakukan atau sangat sedikit dan ceroboh; pembacaan (Kitab Suci / Firman Tuhan) tanpa keinginan mendapatkan keuntungan / manfaat; menyanyi tanpa kesenangan atau nyanyian di hati. Semua ini hanyalah laporan / catatan suatu hati yang menurun dalam kasih kepada Allah] - ‘Jude’, hal 345-346.

Renungkanlah kata-kata Manton di atas ini kata demi kata, dan ban-dingkanlah dengan hidup saudara. Dari situ saudara bisa mengetahui apakah saudara sudah kehilangan kasih yang semula atau tidak.


Thomas Manton: “In our serious sequestration and retirements we should have such thoughts as these are: - I was wont to spend some time every day with God; I remember when it was a delight to me to think of him; now I have no heart to pray or meditate, no relish of communion with his blessed majesty; it was the joy of my soul to be at an ordinance, the returns of the Sabbath were welcome to me; but now what a weariness is it! Time was when I had sweet experiences, and the graces of God’s Spirit were more lively in me, but now all is dead and inefficacious; time was when a vain thought was burdensome unto me, but now I can away with sinful actions; time was when the mispence of ordinary time was a grief unto my soul, now I can spend the Sabbath unprofitably and never be troubled, &c. Thus should you consider your estate” (= Dalam penyendirian kita yang serius kita harus mempunyai pemikiran-pemikiran seperti ini: Saya biasanya menghabiskan beberapa waktu setiap hari dengan Allah; saya ingat bahwa dulu adalah suatu kesenangan bagi saya untuk berpikir tentang Dia; sekarang aku tidak mempunyai hati untuk berdoa dan bermeditasi, tidak ada kesukaan dalam bersekutu dengan Dia; dulu adalah sukacita dari jiwaku untuk berada dalam Perjamuan Kudus, datangnya hari Sa-bat kusambut dengan baik; tetapi sekarang alangkah membosankannya hal itu! Ada saat dimana aku mempunyai pengalaman yang manis, dan kasih karunia Roh Allah lebih hidup dalam diriku, tetapi sekarang semua mati dan tidak manjur; ada saat dimana pemikiran sia-sia adalah suatu beban bagiku, tetapi sekarang aku bisa mengabaikan tindakan-tindakan berdosa; ada saat dimana penghamburan waktu biasa merupa-kan kesedihan bagi jiwaku, sekarang aku bisa menghamburkan Sabat secara tak berguna dan tidak merisaukannya, dsb. Begitulah engkau harus memikirkan / merenungkan keadaanmu) - ‘Jude’, hal 346-347.


Pulpit Commentary: “with all their discernment of evil, and zeal against it, they lacked reality. Their light still burned, but in a dull, lifeless way; their service had become mechanical (= dengan pandangan mereka yang tajam terhadap kejahatan, dan semangat menentangnya, mereka kekurangan realitas / kenyataan. Lampu mereka tetap menyala, tetapi secara pudar dan tak bersemangat; pelayanan mereka telah menjadi pelayanan mekanis) - hal 58.


John Stott: “Without this love, the Church’s work is lifeless” (= Tanpa kasih ini, pekerjaan Gereja tidak bersemangat) - hal 28.


John Stott: “It is the duty of man to worship God, of the creature to worship his Creator, but the duty is barren without love. If the worship of the Church is to be more than lip-service, it must spring from hearts that love God. ... I expect the worship of the church of Ephesus was almost dead. The singing had become drab and uninspired, and the prayers were scarcely better than heathen incantations. There was form but no spirit. There was no life because there was no love. What was true of the public worship of the Ephesian Christians was true no doubt of their private devotions also. Only love can save private prayer and Bible reading from degenerating into a mechanical routine” (= Adalah kewajiban dari manusia untuk menyem-bah / berbakti kepada Allah, dari makhluk ciptaan untuk menyembah / berbakti kepada Penciptanya. Jika penyembahan / kebaktian dari Gereja tidak merupakan kebaktian di bibir saja, maka itu harus keluar dari hati yang mengasihi Allah. ... Saya memperkirakan bahwa kebaktian gereja Efesus hampir mati. Nyanyian telah menjadi membosankan / tidak menarik dan tak bersemangat, dan doa-doa hampir tidak lebih baik dari mantera-mantera orang kafir. Di sana ada upacara tetapi tidak ada roh / semangat. Di sana tidak ada kehidupan / semangat karena di sana tidak ada kasih. Apa yang benar tentang kebaktian umum orang-orang kristen Efesus pasti juga benar tentang Saat Teduh pribadi mereka. Hanya kasih yang bisa menyelamatkan doa dan pembacaan Kitab Suci secara pribadi terhadap penurunan menjadi suatu kerutinan yang bersifat mekanis) - hal 30.


Pulpit Commentary: “The outward forms may be perfect, zeal may be maintained, patience unwearied, orthodoxy untarnished; but if love - the soul’s secret energy - be impaired, time only is needed to bring the Church to utter decay” (= Hal-hal luar / lahiriah mungkin sempurna, semangat mungkin dipertahankan, kesabaran tidak pernah lelah, keorthodoxan tidak bercacat; tetapi kalau kasih - kekuatan rahasia dari jiwa - berkurang / rusak, hanya waktu yang dibutuhkan untuk membawa gereja pada kebusukan total) - hal 92.


Memang saya percaya bahwa orang yang meninggalkan kasih yang semula mula-mula bisa kelihatan tetap baik. Mungkin ia tetap melayani, tetap bersaat teduh, tetap memberi persembahan, dsb. Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan, maka keadaan akan makin lama makin memburuk, sehingga dari luarpun hal itu akan kelihatan.


John Stott: “toil becomes drudgery if it is not a labour of love. Jacob could work seven years for the hand of Rachel only because he loved her, and the seven years ‘seemed to him but a few days because of the love he had for her’ (Gen. 29:20). The endurance of suffering can be hard and bitter if it is not softened and sweetened by love. It is one thing to grit the teeth and clench the fists with Stoical indifference, and quite another to smile in the face of adversity with Christian love” [= jerih payah menjadi pekerjaan yang membosankan jika itu bukanlah pekerjaan kasih. Yakub bisa bekerja 7 tahun untuk mendapatkan tangan Rahel hanya karena ia me-ngasihinya, dan 7 tahun itu ‘baginya terlihat seperti hanya beberapa hari karena kasihnya kepadanya’ (Kej 29:20). Bertahan terhadap penderitaan bisa menjadi berat dan pahit jika itu tidak dilunakkan dan dimaniskan oleh kasih. ‘Mengertakkan gigi dan mengepalkan kepalan dengan ke-tidak-acuhan Stoa’ berbeda dengan ‘tersenyum menghadapi kesengsara-an dengan kasih Kristen’] - hal 28.

Catatan: golongan Stoic / Stoa adalah golongan yang disebutkan dalam Kis 17:18. Ini adalah golongan yang percaya pada takdir, tetapi mereka percaya bahwa takdir itu bahkan ada di atas Allah.


6. Apa yang harus dilakukan supaya kasih yang semula tidak berkurang / hilang?

  • terus bertumbuh secara rohani; jangan pernah puas dengan apa yang saudara capai secara rohani, baik dalam pengertian Firman Tuhan, keteguhan iman, pengudusan dsb.

Thomas Manton: “Increase and grow in love, 1Thes. 4:10. Nothing conduceth to a decay more than contentment with what we have received; every day you should love sin less, self less, world less, but Christ more and more” (= Bertambahlah dan bertumbuhlah dalam kasih, 1Tes 4:10. Tidak ada yang lebih menimbulkan kebusukan / penurunan kasih dari pada kepuasan dengan apa yang telah kita terima; setiap hari engkau harus makin kurang mengasihi dosa, diri sendiri, dunia, tetapi mengasihi Kristus makin lama makin banyak) - ‘Jude’, hal 346.

1Tes 4:10 - “Hal itu kamu lakukan juga terhadap semua saudara di seluruh wilayah Makedonia. Tetapi kami menasihati kamu, saudara-saudara, supaya kamu lebih bersungguh-sungguh lagi melakukan-nya.

  • kalau terjadi penurunan kasih, tanganilah secepat mungkin.

Thomas Manton: “Observe the first declinings, for these are the cause of all the rest. Evil is best stopped in the beginning; if, when we first began to grow careless, we had taken heed, then it would never have come to this. ... it is easier to crush an egg than to kill the serpent” (= Amatilah penurunan pertama, karena ini adalah penyebab dari semua yang lain. Kejahatan sebaiknya dihentikan pada permulaan; jika pada waktu pertama-tama kita mulai bertumbuh menjadi ceroboh kita sudah memperhatikan, maka itu tidak akan pernah menjadi seperti ini. ... adalah lebih mudah menghancurkan sebuah telur dari pada membunuh ularnya) - ‘Jude’, hal 346.


Ay 5: “Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat”.


1) ‘Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh!’.

KJV: ‘Remember therefore from whence thou art fallen’ (= Sebab itu ingatlah dari mana engkau jatuh).

NASB: ‘Remember therefore from where you have fallen’ (= Sebab itu ingatlah dari mana engkau telah jatuh).

NIV: ‘Remember the height from which you have fallen!’ (= Sebab itu ingatlah ketinggian dari mana engkau telah jatuh).

RSV: ‘Remember then from what you have fallen’ (= Sebab itu ingatlah dari apa engkau telah jatuh).

Jadi, untuk orang yang meninggalkan kasih yang pertama, hal pertama yang harus dilakukan adalah melihat ke belakang untuk mengingat-ingat dimana / kapan ia meninggalkan kasih yang pertama itu, dan untuk membandingkan keadaan pada waktu ia masih mempunyai kasih yang pertama dengan keadaan sekarang setelah ia meninggalkan kasih yang pertama itu.


Perlu diingat bahwa ‘melihat ke belakang’ bisa merupakan dosa. Contoh:

  • istri Lot dalam Kej 19:26.

  • Israel yang ingin kembali ke Mesir (Kel 16:3  17:3  Bil 11:5  Bil 14:2-4  Bil 20:5).

  • Luk 9:62 - “Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah’”.

  • Pengkhotbah 7:10 - “Janganlah mengatakan: ‘Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?’ Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu”.


Tetapi jelas bahwa kalau kita melihat ke belakang dengan motivasi untuk mengembalikan kasih yang semula, maka ini justru merupakan sesuatu yang baik.

James B. Ramsey: “Recall the past experience of His grace” (= Ingatlah pengalaman lampau tentang kasih karuniaNya) - hal 132.

Ini mencakup mengingat saat pertobatan, saat berjalan bersama Tuhan, jawaban doa, berkat Firman Tuhan, kemajuan iman dan pengudusan, kemenangan atas godaan / pencobaan, dsb.


2) ‘Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan’.

KJV: ‘repent, and do the first works (= bertobatlah, dan lakukanlah peker-jaan-pekerjaan pertama).

Jadi, setelah kita tahu tindakan apa yang menyebabkan kita meninggalkan kasih pertama itu, maka kita harus bertobat (mengaku dosa dan membuang dosa). Setelah itu kita harus kembali melakukan ‘pekerjaan pertama’, yaitu pekerjaan yang kita lakukan pada waktu kita masih mempunyai ‘kasih yang pertama’.

Pulpit Commentary: “‘The first works’ means ‘the fruits of thy first love’” (= ‘Pekerjaan-pekerjaan pertama’ berarti ‘buah-buah dari kasih pertamamu’) - hal 58.


Mungkin saudara merasa heran akan perintah ini, karena bukankah gereja Efesus adalah orang-orang yang sudah bekerja keras bagi Tuhan? Memang, tetapi ingatlah bahwa dalam 1Kor 13:1-3 Paulus berkata bahwa semua perbuatan baik / pelayanan tidak ada gunanya kalau tidak ada kasih (Ladd, hal 39). Jadi Kristus tidak menghendaki seadanya pekerjaan (asal melayani), tetapi ia menghendaki pekerjaan yang dilandasi oleh kasih kepadaNya!


3) ‘Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat’.


a) Terjemahan KJV salah.

KJV: ‘or else I will come unto thee quickly (= atau jika tidak Aku akan datang kepadamu dengan cepat / segera).

Kata ‘quickly’ (= dengan cepat / segera) ini tidak ada dalam terjemahan Inggris yang lain, dan seharusnya memang tidak ada.


b) Setelah memberikan perintah untuk bertobat, Kristus memberikan ancam-an kalau mereka tidak bertobat. Kristus mengancam akan ‘mengambil kaki dian mereka dari tempatnya’. Apa artinya?

Adam Clarke: “As there is here an allusion to the candlestick in the tabernacle and temple, which could not be removed without suspending the whole Levitical service, so the threatening here intimates that, if they did not repent, &c., he would unchurch them; they should no longer have a pastor, no longer have the word and sacraments, and no longer have the presence of the Lord Jesus” (= Karena di sini ada gambaran kaki dian dalam Kemah Suci dan Bait Allah, yang tidak bisa disingkirkan tanpa menyingkirkan seluruh pelayanan Imamat, maka ancaman di sini menunjukkan bahwa jika mereka tidak bertobat dsb, Ia akan membuat mereka tidak mempunyai gereja; mereka akan tidak mempunyai pendeta, tidak lagi mempunyai Firman dan sakra-men, dan tidak lagi mendapatkan kehadiran Tuhan Yesus) - hal 976.


c) Ancaman ini akhirnya tergenapi: gereja Efesus musnah!

William Hendriksen: “The threat ‘or else I come to thee, and will move thy lampstand out of its place’, was fulfilled. There is today no church in Ephesus. The place itself is a ruin” (= Ancaman ‘jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya’ digenapi. Sekarang tidak ada gereja di Efesus. Tempat itu sendiri merupakan suatu reruntuhan) - hal 62.

Steve Gregg: “Indeed, today there is no city or church in the Turkish location that was once Ephesus. Islam has been established in this region which Paul had once thoroughly evangelized (Acts 19:10). How different might the history of that region have been had the church continued to practice its first love (Eph. 1:15)?” [= Memang, sekarang tidak ada kota atau gereja di lokasi Turki yang dulunya adalah Efesus. Islam telah ditegakkan di daerah dimana Paulus pernah memberitakan Injil secara menyeluruh (Kis 19:10). Alangkah berbedanya sejarah dari daerah itu, andaikata gereja itu terus mempraktek-kan kasih pertamanya (Ef 1:15)] - hal 65.

John Stott: “He warns them that if they disobey His commands, and do not repent, their church’s existence will be ignominiously terminated. I will come to you and remove your lampstand from its place, unless you repent (v. 5). No church has a secure and permanent place in the world. It is continuously on trial. If we can judge from the letter which Bishop Ignatius of Antioch wrote to the Ephesian church at the beginning of the second century, it rallied after Christ’s appeal. Ignatius describes it in glowing terms. But later it lapsed again, and by the Middle ages its Christian testimony had been obliterated. ‘The little railway station and hotel and few poor dwelling houses of Ayasaluk, which now command the ruins of the city, are eloquent of the doom which has overtaken both Ephesus and its church’ (H. B. Swete, The Apocalypse of St. John: p. 27). Otherwise, there is nothing but rubble and a bog. A traveller visiting the village ‘found only three Christians there’, writes Trench (p. 81) ‘and these sunken in such ignorance and apathy as scarcely to have heard the names of St. Paul or St. John. Christ’s warning to Ephesus is just as appropriate to us today. Our own church’s light will be extinguished if we stubbornly persevere in our refusal to love Christ” [= Ia memperingati mereka bahwa jika mereka tidak mentaati perintahNya, dan tidak bertobat, keberadaan gereja mereka akan diakhiri secara memalukan. Aku akan datang kepadamu dan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, kecuali kamu bertobat (ay 5). Tidak ada gereja yang mempunyai tempat yang aman dan permanen dalam dunia. Gereja diuji secara terus menerus. Jika kita menilai dari surat yang ditulis oleh Uskup Ignatius dari Antiokhia kepada gereja Efesus pada awal abad kedua, gereja ini hidup kembali sesuai seruan Kristus. Ignatius menggambarkannya dengan ungkapan yang bersemangat. Tetapi belakangan gereja itu tergelincir lagi, dan pada abad pertengahan kesaksian kristennya dihapuskan. ‘Setasiun kereta api kecil dan hotel dan beberapa rumah orang miskin di Ayasaluk, yang sekarang menguasai reruntuhan kota itu, merupakan suatu gambaran / pernyataan yang hidup tentang peng-hakiman / hukuman / nasib tragis yang menimpa Efesus dan gerejanya’ (H.B. Swete, The Apocalypse of St. John: hal 27). Selain itu, tidak ada apapun kecuali reruntuhan dan tanah berlumpur / berawa. Seorang pelancong yang mengunjungi desa itu ‘menemukan hanya tiga orang kristen di sana’ tulis Trench (hal 81) ‘dan mereka ini tenggelam dalam ketidaktahuan dan sikap acuh tak acuh sedemikian rupa sehingga hampir tidak pernah mendengar nama Paulus atau Yohanes’. Peringatan Kristus kepada Efesus ini juga cocok bagi kita sekarang. Terang gereja kita sendiri akan dipadamkan jika kita secara tegar tengkuk bertekun dalam penolakan untuk mengasihi Kristus] - hal 33.


James B. Ramsey: “A church, therefore, may be large and prosperous, zealous for truth and order and purity, labouring patiently and successfully for the name of Christ, and yet there may be, unseen by human eyes, and unsuspected even by herself, a secret defect that silently but surely threatens her very existence. No external zeal can compensate for declining love” (= Karena itu, suatu gereja bisa besar dan makmur, bersemangat untuk kebenaran dan keteraturan dan kemurnian, bekerja dengan sabar dan sukses untuk nama Kristus, tetapi di sana bisa ada, tanpa terlihat oleh mata manusia, dan tidak diduga bahkan oleh gereja itu sendiri, suatu cacat rahasia yang, secara diam-diam tetapi pasti, mengancam keberadaannya. Tidak ada semangat lahiriah yang bisa menggantikan kasih yang menurun) - hal 130-131.


d) Beberapa hal tentang ancaman dan penggenapan di sini.

  • Mengapa Kristus mengancam untuk menghancurkan, dan akhirnya betul-betul menghancurkan gereja Efesus? Bukankah ‘something’ (= sesuatu) lebih baik dari pada ‘nothing’ (= tidak ada sama sekali)?

Pulpit Commentary: “Our Lord Jesus does not desire the prolonged continuance of a Church whose love in on the decline. A cold Church does not and cannot represent Jesus in the world; it is no longer accomplishing the object for which Churches are formed, and therefore there is no reason why it should continue” (= Tuhan kita Yesus tidak menginginkan keber-adaan lebih lama dari suatu gereja yang kasihnya menurun. Gereja yang dingin tidak mewakili dan tidak bisa mewakili Yesus dalam dunia ini; gereja itu tidak lagi mengerjakan tujuan pembentukan gereja, dan kare-na itu tidak ada alasan mengapa gereja itu harus dilanjutkan) - hal 70.

  • Ancaman dan lebih-lebih penggenapannya, menunjukkan bahwa kehilangan kasih pertama / semula bukanlah suatu dosa yang remeh!

  • Ancaman dan penggenapan ini membuat saudara harus, secara serius dan dengan segera, membenahi gereja saudara, khususnya kalau gereja saudara serupa dengan gereja Efesus atau bahkan lebih jelek!

  • Ancaman dan penggenapannya ini tidak bertentangan dengan:

  • Yes 42:3a - “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya”.

Mengapa? Karena Yes 42:3b ini berbicara soal individu kristen. Untuk individu kristen (yang sejati), bagaimanapun hebatnya ia jatuh, Kristus tidak akan menghancurkannya. Tetapi Wah 2:5 membicarakan gereja lokal, dan ini memang bisa dihancurkan. Perlu diingat bahwa pada waktu gereja Efesus dimusnahkan, itu tidak berarti bahwa orang kristennya lalu murtad / kehilangan keselamatannya. Mungkin mereka mati, atau pindah ke tempat lain, tetapi mereka tetap selamat.

  • Mat 16:18b - “di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”.

Mengapa, dan apa bedanya? Karena Mat 16:18b ini berbicara soal gereja Universal / Gereja yang kudus dan am. Gereja Universal ini tidak mungkin akan hancur, tetapi gereja lokal bisa!


Ay 6: “Tetapi ini yang ada padamu, yaitu engkau membenci segala perbuatan pengikut-pengikut Nikolaus, yang juga Kubenci”.


1) Apa yang dimaksud dengan ‘pengikut-pengikut Nikolaus’ / golongan Nikolaitan ini?


a) Pendirinya dan ajarannya.

Banyak yang mengatakan bahwa Nikolaus ini sama dengan Nikolaus yang merupakan salah satu dari 7 diaken dalam Kis 6:1-6, yang lalu menjadi sesat, tetapi banyak juga yang menentang pandangan ini.


Pulpit Commentary: “A common belief was that their founder was Nicolaus of Antioch, one of the seven deacons. Ireneaus (i. 26), followed by Hippolytus (‘Refut,’ vii. 24), supported this view; Ignatius (‘Trall,’ 9) and the Apostolic Constitutions (vi. 8) are against it. The Nicolaitans may have claimed him as their founder, or similarity of name may have caused confusion with a different person” [= Kepercayaan yang umum adalah bahwa pendiri mereka adalah Nikolaus dari Antiokhia, salah satu dari tujuh diaken. Ireneaus (i. 26), diikuti oleh Hippolytus (‘Refut’, vii. 24), mendukung pandangan ini; Igna-tius (‘Trall’, 9) dan the Apostolic Constitution (vi. 8) menentang pandangan ini. Pengikut Nikolaus mungkin mengclaim Nikolaus sebagai pendirinya, atau persamaan nama mungkin telah menyebabkan kekacauan dengan orang yang berbeda] - hal 58.


William Barclay: “Ireneaus says of the Nicolaitans that ‘they lived lives of unrestrained indulgence’ (Against Heresies, 1.26.3). Hippolytus says that he was one of the seven and that ‘he departed from correct doctrine, and was in the habit of inculcating indifference of food and life’ (Refutation of Heresies, 7:24). The Apostolic Constitution (6:8) describe the Nicolaitans as ‘shameless in uncleanness.’ Clement of Alexandria says they ‘abandon themselves to pleasure like goats ... leading a life of self-indulgence.’ But he acquits Nicolaus of all blame and says that they perverted his saying ‘that the flesh must be abused.’ Nicolaus meant that the body must be kept under; the heretics perverted it into meaning that the flesh can be used as shamelessly as a man wishes (The Miscellanies 2:20). The Nicolaitans obviously taught loose living” [= Ireneaus berkata tentang pengikut Nikolaus bahwa ‘mereka hidup dengan keinginan hati yang tidak dikekang’ (Against Heresies, 1.26.3). Hippolytus mengatakan bahwa ia adalah salah satu dari tujuh diaken dan bahwa ‘ia menyimpang dari doktrin yang benar, dan mempunyai kebiasaan untuk menanamkan ketidak-acuhan terhadap makanan dan kehidupan’ (Refutation of Heresies, 7:24). The Apostolic Constitution (6:8) menggambar-kan pengikut Nikolaus sebagai ‘memalukan dalam kenajisan’. Clement dari Alexandria mengatakan mereka ‘meninggalkan diri mereka sendiri dalam kesenangan seperti kambing ... membawa pada suatu kehidupan yang memuaskan keinginan sendiri’. Tetapi ia melepaskan Nikolaus dari segala tuduhan dan mengatakan bahwa mereka menyimpangkan kata-katanya ‘bahwa daging harus disiksa / diperlakukan dengan kejam / disalah-gunakan (abused)’. Nikolaus memaksudkan bahwa tubuh harus dikuasai; tetapi orang-orang sesat itu membelokkannya dan mengartikannya bahwa daging bisa digunakan tanpa tahu malu sebagaimana seseorang mengingin-kannya (The Miscellanies 2:20). Pengikut Nikolaus jelas mengajarkan kehidupan yang longgar / tidak ketat] - hal 67.


James B. Ramsey: “The very name of these Nicolaitans has become synony-mous with antinomian and licentious indulgences” (= Nama dari pengikut Nikolaus ini telah menjadi sinonim dengan ‘anti hukum’ dan keinginan-keinginan yang tidak bermoral) - hal 129.


Barclay memberikan kemungkinan-kemungkinan cara mereka berargu-mentasi:

  • Hukum Taurat sudah tidak berlaku, dan karena itu orang kristen boleh berbuat sekehendak mereka. Bandingkan ini dengan Gal 5:13 - “Sau-dara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa”.

  • Tubuh ini ‘evil’ (= jahat) dan karena itu bagaimanapun seseorang hidup, itu tidak mempengaruhinya.

Penerapan: sejalan dengan pemikiran sesat ini, banyak orang kristen yang tidak lagi berjuang untuk menguduskan dirinya karena berpikir: ‘Bagaimanapun aku berusaha untuk kudus, tetap saja aku banyak berbuat dosa. Jadi lebih baik aku tidak perlu berusaha’.

  • Orang kristen dibela oleh kasih karunia Allah, sehingga tidak akan ada ruginya sekalipun hidup berdosa. Bandingkan ini dengan:

  • Ro 5:20-6:2 - “Tetapi hukum Taurat ditambahkan supaya pelang-garan menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah ba-nyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jika demikian, apakah yang hendak kita kata-kan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”.

  • Ro 6:15-16 - “Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?”.


Barclay juga mengatakan bahwa problem yang menyebabkan kesesatan mereka ini adalah bahwa orang kristen harus hidup berbeda dengan orang kafir, khususnya dalam persoalan makan persembahan berhala dan perzinahan yang pada abad pertama itu merupakan hal yang merajalela. Karena itu mereka mengkompromikan ajaran Kristen.


William Barclay: “To John the Nicolaitans were worse than pagans, for they were the enemy within the gates. The Nicolaitans were not prepared to be different; they were the most dangerous of all heretics from a practical point of view, for, if their teaching had been successful, the world would have changed Christianity and not Christianity the world” (= Bagi Yohanes pengikut Nikolaus ini lebih buruk dari orang kafir, karena mereka adalah musuh dalam pintu gerbang. Pengikut Nikolaus tidak siap untuk menjadi berbeda; mereka adalah yang paling berbahaya dari semua ajaran sesat dari sudut pandang praktis, karena jika ajaran mereka sukses, maka dunialah yang mengubah kekristenan dan bukannya kekristenan mengubah dunia) - hal 68.


William Barclay: “this danger is coming not from outside the Church but from inside. The claim of these heretics was that they were not destroying Christianity but presenting an improved version” [= bahaya datang bukan dari luar Gereja tetapi dari dalam. Klaim dari orang-orang sesat ini adalah bahwa mereka bukannya menghancurkan kekristenan tetapi memperkenal-kan / mengajukan suatu versi yang lebih baik (versi baru yang merupakan perbaikan dari versi lama)] - hal 66.

Penerapan: ini seperti bahasa Roh, nggeblak, Toronto Blessing, bahwa seluruh ajaran Kharismatik yang dianggap sebagai versi kristen yang telah diperbaiki.


b) Pengikut Nikolaus ini sesat dalam doktrin maupun praktek.

Barnes’ Notes: “The word Nicolaitanes occurs only in this place, and in the 15th verse of this chapter. ... From the two passages, compared with each other, it would seem that they were alike corrupt in doctrine and in practice, for in the passage before us their deeds are mentioned, and in ver. 15 their doctrine” (= Kata ‘Nikolaus’ muncul hanya di sini dan pada ayat 15 dari pasal ini. ... Dari kedua bagian ini, dibandingkan satu dengan yang lain, kelihatannya mereka ini rusak / jahat dalam doktrin dan dalam praktek, karena dalam bagian di depan kita ini tindakan mereka yang disebutkan, dan dalam ay 15 doktrin mereka) - hal 1555.


c) Hubungan ‘golongan Nikolaitan’ dengan ‘penganut ajaran Bileam’ (Wah 2:14) dan ‘pengikut wanita Izebel’ (Wah 2:20).

Ada pandangan-pandangan yang berbeda-beda tentang hal ini.


William Barclay: “the Nicolaitans and those who hold the teaching of Balaam were, in fact, one and the same. There is a play on words here. The name Nicolaus, the founder of the Nicolaitans, could be derived from two Greek words, NIKAN, to conquer, and LAOS, the people. Balaam can be derived from two Hebrew words, BELA, to conquer, and HA’AM, the people. The two names, then, are the same and both can describe an evil teacher, who has won victory over the people and subjugated them to poisonous heresy” (= ‘Pengikut Nikolaus’ dan ‘mereka yang memegang ajaran Bileam’ dalam faktanya adalah satu dan sama. Ada permainan kata di sini. Nama ‘Nikolaus’, pendiri dari sekte Nikolaitan, bisa diturunkan dari 2 kata Yunani, NIKAN, ‘mengalahkan’, dan LAOS, ‘orang-orang’ / ‘bangsa’. Kata ‘Bileam’ bisa diturunkan dari 2 kata Ibrani, BELA, ‘mengalahkan’, dan HA’AM, ‘orang-orang’ / ‘bangsa’. Jadi, kedua nama ini adalah sama dan keduanya bisa menggambarkan seorang guru yang jahat, yang telah mendapat keme-nangan atas orang-orang / bangsa dan menaklukkan mereka kepada ajaran sesat yang beracun) - hal 66.


Pulpit Commentary: “The name Nicolaus may be intended as a Greek equivalent of Balaam, but this is by no means certain” (= Nama Nikolaus mungkin dimaksudkan sebagai kata Yunani yang sama dengan kata Bileam, tetapi ini sama sekali tidak pasti) - hal 58.


Leon Morris setuju dengan William Barclay, tetapi Albert Barnes mengatakan bahwa penyebutan golongan Nikolaitan dan penganut ajaran Bileam secara berurutan dalam Wah 2:14-15 justru menunjukkan bahwa mereka bukanlah golongan yang sama.


William Hendriksen beranggapan bahwa selain ‘golongan Nikolaitan’ dan ‘penganut ajaran Bileam’, ada satu golongan lagi yaitu ‘penganut / peng-ikut Izebel’ (Wah 2:20), yang juga menunjuk pada golongan yang sama.


Pulpit Commentary: “The doctrine of the Nicolaitans, and that of Balaam (ver. 14), and that of the woman Jezebel (ver. 20), seem to have this much in common - a contention that the freedom of the Christian placed him above the moral Law. Neither idolatry nor sensuality could harm those who had been made free by Christ” [= Doktrin dari Nikolaitan, dan doktrin dari Bileam (ay 14), dan doktrin dari wanita Izebel (ay 20), kelihatannya mempunyai persamaan ini - suatu pendirian bahwa kebebasan orang Kristen me-nempatkan dia di atas hukum moral. Baik penyembahan berhala maupun pemuasan hawa nafsu tidak dapat merugikan mereka yang telah dibebaskan oleh Kristus] - hal 58.


2) Gereja Efesus dipuji karena membenci perbuatan pengikut Nikolaus.

Perhatikan beberapa komentar di bawah ini berkenaan dengan hal ini.


John Stott: “They were not so stupid as to suppose that Christian charity can tolerate such false apostles. Love embraces neither error nor evil” (= Mereka tidak sedemikian bodoh sehingga menganggap bahwa kasih Kristen bisa menoleransi rasul-rasul palsu seperti itu. Kasih tidak memeluk kesalahan maupun keja-hatan) - hal 26.

Catatan: John Stott (hal 24) menganggap bahwa yang disebut rasul-rasul palsu dalam ay 2 adalah golongan Nikolaitan ini.


Homer Hailey: “The child of God who does not hate wickedness does not love righteousness” (= Anak Allah yang tidak membenci kejahatan tidak mengasihi kebenaran) - hal 123.


Leon Morris (Tyndale): “While love is the typical Christian attitude, love for the good carries with it a corresponding hatred for what is wrong. ... Notice that it is the deeds and not the persons which are the objects of hatred” (= Sekalipun kasih adalah sikap kristen yang khas, kasih terhadap yang baik membawa hal yang cocok dengannya yaitu kebencian terhadap apa yang salah. ... Perhatikan bahwa adalah perbuatannya dan bukan orangnya yang merupakan obyek kebencian itu) - hal 61.


Pulpit Commentary: “it is possible to hate what Christ hates without loving what he loves” (= Adalah mungkin untuk membenci apa yang Kristus benci tanpa mengasihi apa yang Ia kasihi) - hal 58.

Misalnya seseorang bisa membenci ajaran sesat, tetapi tidak merindukan Firman Tuhan yang benar, malas berdoa, segan melayani / memberitakan Injil, dsb. Ini tentu bukan merupakan sesuatu yang benar. Kita harus mem-benci apa yang Kristus benci dan mengasihi apa yang Kristus kasihi.


3) James B. Ramsey membandingkan ay 2 (dimana mereka menentang doktrin sesat dari rasul-rasul palsu) dengan ay 6 (dimana mereka menentang prak-tek-praktek tak bermoral dari golongan Nikolaitan), dan lalu berkata:

“Observe also how resistance to false teachers and to immoral practices go together. Loose doctrines and loose morals are intimately connected. ... A low estimate of truth is inseparable from a low estimate of practical holiness. The conscience that is not tender enough to be wounded with false doctrines, is not tender enough to be hurt much with unholy practices” (= Perhatikan juga bahwa perlawanan terhadap guru-guru palsu dan terhadap praktek-praktek yang tidak bermoral berjalan bersama-sama. Doktrin yang longgar dan moral yang longgar berhubungan sangat erat. ... Penilaian yang rendah tentang kebenaran tidak terpisahkan dari penilaian yang rendah tentang kesucian praktis. Hati nurani yang tidak cukup lembut / peka untuk dilukai oleh doktrin-doktrin sesat, juga tidak cukup lembut / peka untuk dilukai oleh praktek-praktek yang tidak suci) - hal 130.

Kata-kata Ramsey ini memang sangat logis. Dan karena itu jangan percaya adanya nabi palsu yang mempunyai doktrin sesat tetapi hidupnya bisa kudus, atau adanya orang kristen yang bersikap santai saja pada waktu mendengar ajaran sesat tetapi hidupnya bisa kudus. Kalau ada hal seperti itu, maka kekudusannya pasti hanya kekudusan lahiriah, pura-pura / munafik.


Ay 7: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah”.


1) ‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.

Bentuk jamak ‘jemaat-jemaat’ (atau ‘gereja-gereja’) menunjukkan bahwa se-tiap surat harus dibacakan kepada semua gereja, dan bukan hanya dibaca-kan di gereja kepada siapa surat itu ditujukan.


2) ‘Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah’.


a) ‘Barangsiapa menang’.

  • Homer Hailey (hal 118) mengatakan bahwa kata ‘menang’, dalam bahasa Yunaninya adalah NIKAO, yang merupakan kata favorit dari rasul Yohanes. Kata ini muncul 28 x dalam Perjanjian Baru, dan 24 diantaranya digunakan oleh rasul Yohanes (1 x dalam Injil Yohanes, 6 x dalam 1Yohanes, dan 17 x dalam Kitab Wahyu).

  • George Eldon Ladd: “The idea of conquering suggests warfare. The Christian life is an unrelenting warfare against the powers of evil” (= Gagasan tentang ‘menang / mengalahkan’ memberikan kesan suatu peperangan. Hidup Kristen merupakan suatu perang yang tidak ada hentinya melawan kuasa kejahatan) - hal 40.

Dan mengingat bahwa kata-kata / janji tentang ‘barang siapa menang’ ini ada dalam ketujuh surat dalam Wah 2-3 (2:7,1117,26  3:5,12,21), maka jelas bahwa tidak ada gereja yang tidak perlu berperang.

  • Orang yang menang adalah orang kristen yang setia dan bertekun sampai akhir dalam berperang melawan setan dan dosa dan dalam mengasihi Kristus.

Robert H. Mounce (NICNT): “The overcomer in Revelation is not one who has conquered an earthly foe by force, but one who has remained faithful to Christ to the very end. The victory he achieves is analogous to the victory of Christ on the cross” (= Pemenang dalam Kitab Wahyu bukanlah orang yang telah mengalahkan musuh duniawi dengan kekuatan, tetapi orang yang tetap setia kepada Kristus sampai akhir. Kemenangan yang ia capai analog dengan kemenangan Kristus pada kayu salib) - hal 90.

  • Bandingkan dengan 1Yoh 5:4 - “Perintah-perintahNya itu tidak berat, sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah keme-nangan yang mengalahkan dunia: iman kita”.

Jadi, sekalipun Wah 2:7 ini mengatakan ‘barangsiapa menang’ tetapi sebetulnya bagi orang kristen kemenangan itu dijamin. Adanya ja-minan membuat kita bisa mempunyai damai dan sukacita di tengah-tengah peperangan, tetapi adanya kata-kata ‘barangsiapa menang’ mengharuskan kita tetap berperang habis-habisan, dan bukannya bersikap santai karena toh sudah dijamin.


b) ‘Taman Firdaus Allah’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the paradise of God’.

Penggunaan kata ‘paradise’:


1. Dalam Septuaginta atau Perjanjian Lama berbahasa Yunani, kata ini mempunyai 2 penggunaan:

  • Ini digunakan untuk menunjuk pada Taman Eden (Kej 2:8  3:1).

  • Ini digunakan untuk menunjuk pada taman / kebun yang megah / indah (Yes 1:30  Yer 29:5  Pengkhotbah 2:5).


2. Dalam pemikiran orang kristen mula-mula dianggap bahwa semua orang mati akan pergi ke suatu tempat penantian, dan tinggal di sana sampai penghakiman terakhir. Tetapi di sana ada satu tempat khusus bagi para tokoh Kitab Suci dan nabi-nabi, dan tempat ini disebut ‘paradise’. Tertullian menganggap bahwa hanya ada satu golongan orang yang langsung masuk ke ‘paradise’ ini, yaitu para martir. Ia berkata: “The sole key to unlock paradise is your own life’s blood” (= Satu-satunya kunci untuk membuka firdaus adalah darahmu sendiri) - William Barclay, hal 70.

Barclay lalu mengatakan: “The great early thinkers did not identify paradise and heaven; paradise was the intermediate stage, where the souls of the righteous were fitted to enter the presence of God” (= Para pemikir mula-mula yang besar tidak menyamakan firdaus dengan surga; firdaus adalah tingkat di tengah-tengah, dimana jiwa dari orang benar disesuaikan untuk masuk ke hadirat Allah) - hal 71.

Terhadap hal ini Barclay lalu memberikan komentar sesatnya:

“There is something very lovely here. Who has not felt that the leap from earth to heaven is too great for one step and that there is need of a gradual entering into the presence of God?” (= Ada sesuatu yang indah di sini. Siapa yang tidak merasa bahwa loncatan dari bumi ke surga adalah terlalu besar untuk satu langkah dan bahwa diperlukan untuk masuk setahap demi setahap ke hadirat Allah?) - hal 71.

Kata-katanya ini menunjukkan seolah-olah darah Kristus tidak cukup berkuasa untuk menyucikan kita yang percaya, sehingga setelah mati kita masih membutuhkan semacam penyesuaian! Ini kontras sekali dengan cerita yang pernah saya baca tentang seorang penginjil, yang waktu diejek dengan pertanyaan: ‘Berapa jauhnya dari Chicago ke surga?’, lalu menjawab: ‘Hanya satu langkah. Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan sampai di surga!’.


3. Pada akhirnya orang-orang kristen mengidentikkan ‘paradise’ dengan ‘surga’.

Dasarnya:

  • Luk 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, se-sungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”.

Padahal waktu Yesus mati, Ia menyerahkan rohNya kepada Bapa (Luk 23:46), yang menunjukkan bahwa Ia pergi ke surga. Jadi jelas bahwa ‘Firdaus’ yang Ia maksudkan juga adalah surga.

  • Wah 2:7 ini mengatakan bahwa pohon kehidupan ada di Taman Firdaus Allah. Tetapi Wah 22:2,14 menunjukkan bahwa pohon kehidupan itu ada di surga (ingat bahwa mulai Wah 21:9 rasul Yohanes menggambarkan surga).

  • 2Kor 12:2-4 - “Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. Aku juga tahu tentang orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucap-kan manusia”.

Mula-mula Paulus berkata bahwa orang itu (Catatan: yang ia maksudkan sebetulnya adalah dirinya sendiri) diangkat ‘ke tingkat yang ketiga dari sorga’, tetapi sebentar lagi ia mengatakan bahwa orang itu diangkat ‘ke Firdaus’. Kalau Firdaus bukan surga maka di sini terjadi suatu kontradiksi!


c) Seluruh kalimat ‘Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah’ ini artinya adalah: orang yang menang akan mendapatkan hidup yang kekal di surga.

Robert H. Mounce (NICNT): “The Paradise of God in Revelation symbolizes the eschatological state in which God and man are restored to that perfect fellowship which existed before the entrance of sin into the world” (= Firdaus Allah dalam Kitab Wahyu menyimbolkan keadaan eschatologi / akhir jaman dalam mana Allah dan manusia dipulihkan kepada suatu persekutuan yang sempurna yang ada sebelum masuknya dosa ke dalam dunia) - hal 90.

Saya bahkan berpendapat bahwa persekutuan di surga itu akan lebih baik lagi dari pada persekutuan Allah dan manusia sebelum adanya dosa.

WAHYU 2:8-11

SURAT KEPADA JEMAAT / GEREJA SMIRNA


Ay 8: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna: Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali”.


1) ‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna’.


a) Kota Smirna.


  • dalam hal ukuran ini adalah kota terbesar kedua, sedangkan dalam hal keindahan ia menduduki tempat pertama.

Steve Gregg: “Smyrna (modern Izmir) was the second largest and reputedly the most beautiful city in Provincial Asia and is the only city of the seven that is still in existence today” [= Smirna (Izmir modern) adalah kota terbesar kedua dan dikatakan orang sebagai kota terindah di propinsi Asia, dan satu-satunya kota dari tujuh kota yang tetap ada pada hari ini] - hal 66.


  • kesetiaan kepada Roma dan kesombongan kota Smirna.

Homer Hailey: “Smyrna allied herself to Rome early in the period of Roman conquest, and as a result enjoyed an almost unbroken career of prosperity. As an expression of her fidelity to Rome, the city erected a shrine to Roma, the Roman goddess, as early as 195 B.C.; and under the reign of Tiberius (A.D. 14-37) Smyrna was chosen as the site for a temple to Tiberius” [= Smirna menyekutukan dirinya dengan Roma pada masa yang sangat awal dari penaklukan Romawi, dan akibatnya ia menikmati kemakmuran yang hampir tak ada putusnya. Sebagai pernyataan dari kesetiaannya kepada Roma, kota ini mendirikan kuil bagi Roma, dewi Romawi, pada tahun 195 S.M.; dan di bawah pemerintahan Tiberius (14-37 M.) Smirna dipilih sebagai tempat untuk kuil bagi Tiberius] - hal 125.

Homer Hailey: “The city claimed to be first city in Asia: first in beauty, first in literature, first in loyalty to Rome. ... Because Smyrna claimed to be first and would brook no rival, Jesus introduces Himself with the designation, ‘these things saith the first and the last, who was (became) dead, and lived again’ (cf. 1:17f). His primacy must be universally recognized; Smyrna would have to revise all her ambitions claims” [= Kota ini mengclaim sebagai kota pertama di Asia, yang pertama dalam keindahan, yang pertama dalam literatur, yang pertama dalam kesetiaan kepada Roma. ... Karena Smirna mengclaim sebagai yang pertama dan tidak membolehkan adanya saingan, Yesus memperkenalkan dirinya dengan nama / gelar ini, ‘Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali’ (bdk. 1:17-dst). KeunggulanNya harus diakui secara universal; Smirna harus merevisi semua claimnya yang ambisius] - hal 125.

Catatan: saya agak meragukan kebenaran bagian akhir kata-kata ini, karena surat ini ditujukan kepada orang kristen di Smirna bukan kepada orang kafirnya, sedangkan yang mengclaim Smirna sebagai kota pertama rasa-rasanya adalah orang kafirnya.


  • toleransi terhadap kekristenan di kota Smirna.

Pulpit Commentary: “There are more Christians in Smyrna than in any Turkish city in the world; and it is therefore peculiarly unclean in the eyes of the strict Moslems, who calls it Giaour Izmir, or infidel Smyrna. Religious toleration has always been more fully permitted in Smyrna than in any other cities under Mohammedan control, and rarely has Turkish fanaticism been directed against Europeans. It is a great centre of missionary effort; and in Smyrna the light of Christianity has never been extinct from apostolic times” (= Ada lebih banyak orang kristen di Smirna dari pada di kota orang Turki manapun di dunia; dan karena itu kota ini secara khusus adalah kota yang najis di mata orang Islam yang ketat, yang menyebutnya Giaour Izmir, atau Smirna yang kafir. Toleransi agama selalu lebih diijinkan sepenuhnya di Smirna dari pada di kota lain manapun juga yang ada di bawah kontrol orang Islam, dan jarang sekali kefanatikan orang Turki ditujukan menentang orang-orang Eropa. Smirna merupakan pusat yang besar bagi usaha misionaris; dan di Smirna terang kekristenan tidak pernah padam sejak jaman rasul-rasul) - hal 98.


b) Gereja Smirna.

John Stott: “We do not know when it was founded. It is mentioned neither in the Acts nor in the New Testament epistles, although an early tradition states that the apostle Paul visited the town on his way to Ephesus at the beginning of his third missionary tour” (= Kita tidak tahu kapan gereja Smirna didirikan. Gereja Smirna tidak disebutkan baik dalam Kisah Rasul maupun dalam surat-surat Perjanjian Baru, sekalipun tradisi yang mula-mula menyatakan bahwa rasul Paulus mengunjungi kota ini dalam perjalanannya ke Efesus pada permulaan dari perjalanan misionarisnya yang ketiga) - hal 36.


c) ‘malaikat jemaat di Smirna’.

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘malaikat jemaat di Smirna’ adalah Polycarp, yang adalah bishop (= uskup) di Smirna.

Steve Gregg tidak setuju terhadap hal ini dengan alasan bahwa ini akan mengharuskan penulisan Kitab Wahyu terlalu mundur ke belakang Catatan: Gregg menganut ‘earlier date’ (= saat yang lebih awal) tentang saat penulisan Kitab Wahyu.

Kalaupun pada saat surat ini dikirimkan ke gereja Smirna Polycarp belum menjabat sebagai bishop di Smirna, pasti di kemudian hari pada saat ia menjadi bishop di Smirna ia membaca surat ini, dan surat ini menguatkannya sehingga berani mati syahid bagi Kristus sesuai dengan kata-kata Kristus dalam ay 10b.


2) ‘Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali’.


a) Kepada gereja Smirna yang menderita (ay 9), Yesus menyatakan diriNya sebagai ‘Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali. Dan berdasarkan hal ini Ia juga berkata: ‘Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’.


b) ‘Yang Awal’.

Pulpit Commentary: “‘I am the First;’ i.e. ‘I am the head and beginning of all things; all were ordered and arranged according to the counsel of my will; nothing comes by chance; nothing has been left unprovided for’” (= ‘Aku adalah yang Awal / Pertama’; yaitu ‘Aku adalah kepala dan permulaan dari segala sesuatu; semua diperintah dan diatur sesuai dengan kehendakKu; tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan; tidak ada apapun yang tertinggal tanpa diurus’) - hal 85.


c) ‘dan Yang Akhir’.

Pulpit Commentary: “‘And the Last;’ i.e. ‘When men and Satan have done their all, and nothing is left more that they can do, and they shall have gone to their own place, I shall remain, and of my kingdom there shall be no end. Therefore, remember, the eternal God is thy Refuge, and underneath thee are the everlasting arms’” (= ‘Dan Yang Akhir’; yaitu ‘Pada waktu manusia dan Setan telah melakukan segala usaha mereka, dan tidak ada apapun yang tersisa yang bisa mereka lakukan, dan mereka akan pergi ke tempat mereka sendiri, Aku akan tetap tinggal, dan kerajaanKu tidak akan berakhir. Karena itu, ingatlah, Allah yang kekal adalah perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan yang kekal’) - hal 85-86.


d) ‘yang telah mati dan hidup kembali’.

Pulpit Commentary: “‘Which was dead;’ i.e. ‘I have entered into all that can by any possibility be before you. I, of my own will, went down into the pain and darkness of death; I know all about it, O my people, and I know how you feel, for I was in all points tried like as you are. And I entered into death that I might be the better able to help you. And see, I live! Sin and hell did their worst against me, but, behold, I am alive for evermore’” (= ‘Yang telah mati’; yaitu ‘Aku telah masuk ke dalam segala sesuatu yang mungkin ada di depanmu. Aku, oleh kehendakKu sendiri, turun ke dalam kesakitan dan kegelapan kematian; Aku tahu segala sesuatu tentang hal itu, hai umatKu, dan Aku tahu bagaimana perasaanmu, karena dalam segala hal Aku dicobai seperti engkau. Dan Aku masuk ke dalam kematian supaya Aku bisa menolongmu dengan lebih baik. Dan lihatlah, Aku hidup! Dosa dan neraka melakukan yang terburuk terhadapKu, tetapi lihatlah, Aku hidup selama-lamanya’) - hal 86.

Memang berita tentang penderitaan, kematian, dan kebangkitan Kristus bukan hanya penting untuk penginjilan, tetapi juga penting untuk penghiburan, khususnya bagi orang kristen yang menderita / dianiaya karena Kristus.


Ay 9: “Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu - namun engkau kaya - dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis”.


1) ‘Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu - namun engkau kaya’.


a) Dalam KJV ada tambahan ‘works’ (= pekerjaan).

KJV: ‘I know thy works, and tribulation, and poverty’ (= Aku tahu pekerjaan, dan kesusahan, dan kemiskinanmu).

KJV melakukan hal yang sama dengan Wah 2:13. Tetapi ini salah. Baik untuk gereja Smirna maupun gereja Pergamus, tidak ada kata-kata ‘thy works’ (= pekerjaanmu). Mungkin penderitaan dan penganiayaan yang mereka alami itu begitu hebat sehingga tidak memungkinkan mereka bekerja bagi Tuhan / melayani Tuhan.


Pulpit Commentary: “Other epistles begin, ‘I know thy works.’ This and the next begin, ‘I know thy tribulation.’ It is possible for a Church so to be placed that activity is out of the question. Endurance may be the only possible form of service” (= Surat-surat lain mulai dengan ‘Aku tahu pekerjaanmu’. Surat ini dan yang berikutnya mulai dengan ‘Aku tahu kesusahanmu’. Adalah mungkin bagi sebuah Gereja untuk ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak mungkin melakukan aktivitas. Ketahanan / ketekunan mungkin merupakan satu-satunya bentuk pelayanan yang dimungkinkan) - hal 71.


Pulpit Commentary: “Christ values his Churches according to what they are, as well as according to what they do. If their trials are such that all they can do is to bear them, and to wait God’s own time - well. So, if in old age Christians find their powers of active service fail them, though they may do less, they may be more. It is not only needful for us to quicken sluggish Christians to activity, it is also needful to show to believers that it is by being as well as by doing that they can please, serve, and glorify their Lord. There may be much activity with a very defective inner life. But if the ‘being’ is right, the right ‘doing’ is sure to follow” (= Kristus menilai Gereja-gerejaNya berdasarkan keberadaan / apa adanya mereka, dan juga berdasarkan apa yang mereka lakukan. Jika pencobaan mereka begitu rupa sehingga apa yang bisa mereka lakukan hanyalah memikul / menahannya, dan menunggu waktu Allah sendiri - baiklah. Jadi, jika pada usia lanjut orang Kristen mendapati bahwa mereka kehilangan kekuatan mereka untuk melakukan pelayanan aktif, sekalipun mereka melakukan lebih sedikit, keberadaan mereka mungkin dianggap lebih. Bukan hanya perlu bagi kita untuk menggerakkan orang kristen yang malas kepada aktivitas, tetapi juga perlu untuk menunjukkan kepada orang-orang percaya bahwa mereka bisa menyenangkan, melayani, dan memuliakan Tuhan mereka melalui keberadaan mereka dan juga melalui apa yang mereka lakukan. Bisa saja ada banyak aktivitas dengan kehidupan di dalam yang banyak cacatnya. Tetapi jika ‘keberadaannya’ benar, ‘tindakan’ yang benar juga pasti akan mengikuti) - hal 71.


b) ‘kesusahanmu’.

Di sini kembali digunakan kata Yunani THLIPSIS yang telah dibahas dalam Wah 1:9.

John Stott: “If the first mark of a true and living church is love, the second is suffering” (= Jika tanda pertama dari gereja yang benar dan hidup adalah kasih, maka tanda kedua adalah penderitaan) - hal 35.

John Stott menunjukkan banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa orang kristen / gereja yang benar pasti mengalami banyak penderitaan, seperti  Mat 5:10-12  Luk 6:26  Yoh 15:18,20  Yoh 16:33  2Tim 3:12  Fil 1:29 dsb. Lalu John Stott berkata: “The ugly truth is that we tend to avoid suffering by compromise. Our moral standards are often not noticeably higher than the standards of the world. Our lives do not challenge and rebuke unbelievers by their integrity or purity or love. The world sees in us nothing to hate. ... We are seldom bold to rebuke vice. We mind our own business lest anyone should be offended. We hold our tongue so that nobody is embarrassed. ... The fear of man has ensnared us. We trim our sails to the prevailing theological wind. We dilute the gospel so as to render it supposedly more palatable. We love the praise of men more than the praise of God. We escape suffering by compromise. ... Supposing we raised our standards and stopped our compromises? Supposing we proclaimed our message and tightened our discipline with love but without fear? I will tell you the result: the Church would suffer” (= Kebenaran yang buruk adalah bahwa kita cenderung untuk menghindari penderitaan dengan kompromi. Standard moral kita seringkali tak kelihatan lebih tinggi dari standard duniawi. Kehidupan kita tidak menantang dan menegur orang-orang yang tidak percaya melalui kejujuran / ketulusan atau kemurnian atau kasih. Dunia tidak melihat apapun dalam diri kita untuk dibenci. ... Kita jarang berani menegur kejahatan. Kita mengurus urusan kita sendiri supaya orang lain tidak tersinggung. Kita mengekang lidah kita sendiri supaya tidak ada orang lain yang merasa malu. ... Rasa takut kepada manusia telah menjerat kita. Kita menyesuaikan layar kita kepada angin theologia yang kuat. Kita mengencerkan injil supaya rasanya lebih enak. Kita mencintai pujian manusia lebih dari pujian Allah. Kita terhindar dari penderitaan melalui kompromi. ... Seandainya kita menaikkan standard kita dan menghentikan kompromi kita? Seandainya kita memberitakan berita kita dan memperketat disiplin kita dengan kasih tetapi tanpa takut? Aku memberitahumu apa akibatnya: Gereja akan menderita) - hal 43,44,45.


John Stott (hal 36-37) mengatakan bahwa penderitaan orang Kristen di Smirna adalah penganiayaan. Sekalipun tidak diceritakan alasan peng-aniayaan itu, tetapi Stott mengatakan bahwa alasannya mudah ditebak. Karena adanya kuil untuk Roma di Smirna, maka penolakan penyem-bahan terhadap kaisar dsb menyebabkan orang kristen Smirna dianiaya.


c) ‘Aku tahu kesusahanmu’.

  • John Stott: “This is a great and sweet comfort. One of our greatest needs in trouble is someone with whom to share it. We long to unburden ourselves to somebody who understands. Now Jesus Christ is the world’s greatest comfort. ... However deep our sorrow or great our suffering, He knows and cares” (= Ini adalah penghiburan yang besar dan manis. Salah satu kebutuhan terbesar kita dalam kesukaran adalah seseorang kepada siapa kita bisa menceritakan / mensharingkannya. Kita ingin melepaskan beban kita kepada seseorang yang mengerti. Yesus Kristus adalah penghiburan dunia yang terbesar. ... Betapapun dalamnya kesedihan kita atau betapapun besarnya penderitaan kita, Ia tahu dan peduli) - hal 47.

  • Beasley-Murray: “The Lord knows about this situation, but he refrains from intervening. He does not remove the poverty, he does not vindicate his followers in face of the Jewish slanders, nor does he frustrate the Devil’s machinations which will bring about the imprisonment and death of some. He simply encourages them to endure. Why no more than this? The author of the book of Job wrestled with the problem, and so have the saints of God ever since. John provides no answer, but his whole book is written in the conviction that the Church of Christ has the vocation of suffering with its Lord, that it may share his glory in the kingdom he has won for mankind” (= Tuhan tahu tentang situasi ini, tetapi Ia tidak mau ikut campur. Ia tidak membuang kemiskinan mereka, Ia tidak membela pengikut-pengikutNya menghadapi fitnahan orang-orang Yahudi, juga Ia tidak menggagalkan rencana busuk Setan yang akan menimbulkan pemenjaraan dan kematian bagi beberapa orang. Ia hanya menguatkan hati mereka untuk bertahan. Mengapa tidak lebih dari ini? Penulis Kitab Ayub bergumul dengan problem ini, dan begitu juga dengan orang-orang kudus Allah sejak saat itu. Yohanes tidak memberikan jawaban, tetapi seluruh kitabnya ditulis dalam keyakinan bahwa Gereja Kristus mempunyai pekerjaan menderita dengan Tuhannya, supaya gereja itu bisa ikut menikmati kemuliaanNya dalam kerajaan yang telah Ia menangkan untuk umat manusia) - hal 81.

Catatan: kata-kata ini khususnya harus direnungkan dan dihayati oleh orang-orang yang menganut Theologia Kemakmuran atau ajaran yang mengatakan bahwa kalau ikut Kristus semua problem pasti beres, semua penyakit pasti sembuh dan sebagainya.


d) Miskin tetapi kaya.


  • Miskin.

  • Arti dari kata ‘miskin’ di sini.

Kata bahasa Yunani yang dipakai adalah PTOCHEIAN.

William Barclay: “In Greek there are two words for poverty. ... PENIA describes the state of the man who has nothing superfluous; PTOCHEIA describes the state of the man who has nothing at all” (= Dalam bahasa Yunani ada 2 kata untuk kemiskinan. ... PENIA menggambarkan keadaan seseorang yang tidak mempunyai sesuatu yang berlebihan; PTOCHEIA menggambarkan keadaan seseorang yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa) - hal 78.

William Hendriksen: “Extreme poverty is meant. These people were often thrown out of employment as a result of the very fact of their conversion” (= Kemiskinan yang hebat yang dimaksudkan. Orang-orang ini sering dikeluarkan dari pekerjaan sebagai akibat dari pertobatan mereka) - hal 64.

Penerapan: kalau gara-gara ikut Kristus saudara dipecat dari pekerjaan saudara, dan hal itu terjadi berulang-ulang, apakah saudara tetap mau ikut Kristus?

  • Mayoritas orang kristen dalam Perjanjian Baru (abad I) adalah orang miskin (bdk. Kis 2:45  3:6  4:35  2Kor 8:2).

William Barclay: “In the New Testament poverty and Christianity are closely connected” (= Dalam Perjanjian Baru kemiskinan dan kekristenan berhubungan sangat dekat) - hal 78.

Catatan: bandingkan kata-kata William Barclay ini dengan ajaran dari Theologia Kemakmuran, yang mengatakan bahwa orang kristen pasti / harus kaya. Saya berpendapat bahwa ajaran ini merupakan penghinaan terhadap Perjanjian Baru maupun kekristenan.

  • miskin di tengah-tengah masyarakat yang kaya.

Sekalipun miskin di tengah-tengah masyarakat yang miskin juga merupakan hal yang tidak enak, tetapi itu tidak sejelek kalau kita mengalami kemiskinan di kota yang kaya seperti Smirna.

Pulpit Commentary: “In wealthy cities such as Smyrna, ... poverty was not merely odious but even infamous” (= Dalam kota-kota kaya seperti Smirna, ... kemiskinan bukan sekedar menjijikkan tetapi bahkan dianggap buruk / memalukan) - hal 84.

Kalau orang kaya yang kafir menganggap bahwa miskin adalah hal yang memalukan, itu bisa dimengerti. Tetapi celakanya, jaman sekarang orang kristen yang menganut Theologia Kemakmuran juga menganggap bahwa miskin itu memalukan Tuhan. Tetapi apa dasar Kitab Suci pandangan ini? Dalam bacaan ini kita tidak melihat bahwa Tuhan malu karena kemiskinan orang kristen di Smirna. Sebaliknya Tuhan memuji gereja Smirna yang tetap setia kepadaNya dalam kemiskinan dan penderitaan!

  • Tuhan menghibur orang kristen di Smirna dengan mengatakan ‘Aku tahu kemiskinanmu’. Kalau saudara adalah orang kristen yang miskin, maka pengetahuan Tuhan akan kemiskinan saudara juga seharusnya menghibur saudara. Tuhan bukannya melupakan saudara atau keadaan saudara. Sebaliknya Ia tahu akan keadaan saudara, dan Ia tahu segala kebutuhan saudara (bdk. Mat 6:32b - “Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu membutuhkan semuanya itu”), dan pasti akan memberikan kebutuhan saudara itu pada waktunya.


  • Mengapa orang-orang kristen di Smirna ini miskin? Ada beberapa kemungkinan:

  • karena memang mereka berasal dari masyarakat kelas bawah.

  • karena mereka suka menolong orang lain (bandingkan dg 2Kor 8:2).

  • karena mereka bekerja dengan jujur / menjalankan bisnis dengan jujur.

John Stott: “But neither of these factors would explain why their poverty was part of their ‘tribulation’. It is more probable that in their resolve to go straight in business, they renounced shady methods and thereby missed some of the easy profits which went to others less scrupulous than themselves. Or again, no doubt many Jews and pagan would not trade with them when they knew they were Christians” (= Tetapi tidak satupun dari faktor-faktor ini yang bisa menjelaskan mengapa kemiskinan mereka merupakan sebagian dari ‘kesusahan’ mereka. Adalah lebih mungkin bahwa dalam keputusan mereka untuk berjalan lurus dalam bisnis, mereka meninggalkan cara-cara yang curang dan dengan demikian kehilangan sebagian dari keuntungan yang mudah, dan keuntungan yang mudah itu lalu pergi / pindah kepada orang lain yang tidak terlalu cermat seperti mereka. Atau, tak diragukan lagi bahwa banyak orang Yahudi dan kafir yang tidak mau berdagang dengan mereka pada waktu mengetahui bahwa mereka adalah orang Kristen) - hal 38.

  • mungkin karena sering terjadi perusakan terhadap rumah-rumah mereka dan penjarahan terhadap barang-barang mereka.

William Barclay: “There was another reason for the poverty of the Christians. Sometimes they suffered from the spoiling of their goods (Hebrews 10:4). There was times when the heathen mob would suddenly attack the Christians and wreck their homes” [= Ada alasan lain untuk kemiskinan dari orang-orang Kristen. Kadang-kadang mereka menderita karena penjarahan terhadap harta benda / barang-barang mereka (Ibr 10:4). Ada saat-saat dimana gerombolan orang kafir tiba-tiba menyerang orang-orang Kristen dan merusak / menghan-curkan rumah mereka] - hal 78-79.

Catatan: Ibr 10:4 ini pasti salah cetak; seharusnya adalah Ibr 10:34 yang berbunyi: “Memang kamu telah turut mengambil bagian dalam penderitaan orang-orang hukuman dan ketika harta kamu dirampas, kamu menerima hal itu dengan sukacita, sebab kamu tahu, bahwa kamu memiliki harta yang lebih baik dan yang lebih menetap sifatnya”.


John Stott: “Make no mistake: it does not always pay to be a Christian” (= Jangan salah: menjadi orang Kristen tidak selalu menguntungkan) - hal 39.


  • Kaya.

Kitab Suci seringkali berbicara tentang kekayaan yang bukan dalam persoalan uang / materi, misalnya ‘kaya di hadapan Allah’ (Luk 12:21), ‘kaya dalam iman’ (Yak 2:5), ‘kaya dalam kebajikan’ (1Tim 6:18), ‘mempunyai harta di surga’ (Mat 6:19,20  Mat 19:21). Bdk. juga 1Kor 1:5  Ef 3:8  2Kor 6:10.

Pulpit Commentary: “It is all-important that we should learn to see light in God’s light - to reckon silver and gold as corruptible things, and to regard faith, love, and the good things through grace as the only durable riches” (= Adalah sangat penting bahwa kita melihat terang dalam terang Allah - memperhitungkan perak dan emas sebagai hal-hal yang bisa binasa, dan menganggap iman, kasih, dan hal-hal baik melalui kasih karunia sebagai satu-satunya kekayaan yang bertahan) - hal 71.

Renungkan: kekayaan yang bagaimana yang saudara cari / kejar?


  • Miskin tetapi kaya (bdk. Yak 2:5  2Kor 6:10  2Kor 8:2).


  • Jelas bahwa kemiskinan tetap memungkinkan orang kristen untuk bisa dekat dengan Tuhan, menyenangkan Tuhan, dan memuliakan Tuhan! Lebih dari itu, orang kristen Smirna bukan hanya miskin tetapi juga mengalami banyak penderitaan / kesusahan / penganiayaan. Tetapi mereka toh bisa menjadi orang-orang yang sangat rohani! Karena itu jangan menjadikan problem uang ataupun penderitaan sebagai alasan untuk tidak bisa bertumbuh dalam iman!


  • Kemiskinan memang mempersulit orang kristen dalam belajar Firman Tuhan (tak bisa beli buku, dsb), berbakti kepada Tuhan (tak ada mobil / uang transportasi), melayani Tuhan (karena harus terus bekerja), dsb. Karena itu kalau orang kristen bisa tetap setia bagi kepada Tuhan di tengah-tengah kemiskinannya, maka itu merupakan hal yang luar biasa. Jadi pada waktu orang kristen Smirna menghadapi kemiskinan mereka dengan tetap setia kepada Tuhan, maka faktor kemiskinan itu memberikan nilai tambah terhadap kesetiaan mereka, dan sekaligus memperkaya mereka secara rohani. Sebaliknya orang kaya bisa lebih leluasa dalam belajar Firman Tuhan, berbakti kepada Tuhan, melayani Tuhan, dsb. Dan karena itu, orang kaya harus malu kalau, sekalipun mereka tidak mempunyai problem keuangan, mereka tidak bisa mempunyai rohani sebaik orang yang miskin!


  • Orang kristen Smirna kontras dengan orang kaya yang bodoh (Luk 12:16-21, khususnya perhatikan ay 21). Dan ini juga kontras dengan gereja Laodikia, yang dalam Wah 3:17 mendapatkan kata-kata Yesus yang berbunyi: “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat (NIV/NASB: wretched / buruk sekali), dan malang, miskin (Yunani: PTOCHOS), buta dan telanjang”.

Saudara seperti orang kristen Smirna, atau Laodikia / orang kaya yang bodoh?

Dari perbandingan gereja Smirna dan gereja Laodikia, Herman Hoeksema berkata:

“It is not only applicable to the church of Smyrna, but equally so to the church in tribulation in all ages. It has even become proverbial that the blood of the martyrs has become the seed of the church in history. Never does the church offer a more pitiable aspect than in times of prosperity from a worldly point of view, times of peace and abundance. Never is its condition more precarious than when it caters to the good pleasure of the world and craves for wealth and glory and honor after the measure of the world. The church of Laodikia is a warning example. But, on the other hand, it is equally true that the church is never more nearly perfect in this dispensation than when it is called upon to fight the battle of faith, to suffer and endure affliction for the Word of God and the testimony of Jesus” (= Ini tidak hanya cocok / relevan untuk gereja Smirna, tetapi juga untuk gereja dalam kesusahan di segala jaman. Bahkan telah menjadi pepatah bahwa darah para martir telah menjadi benih dari gereja dalam sejarah. Tidak pernah gereja memberikan aspek yang lebih menyedihkan dari pada pada waktu kemakmuran dari sudut pandang duniawi, saat damai dan kelimpahan. Tidak pernah kondisi gereja lebih genting dari pada ketika gereja itu melayani kesenangan duniawi dan haus akan kekayaan dan kemuliaan dan kehormatan menurut ukuran dunia. Gereja Laodikia merupakan contoh yang memberikan peringatan. Tetapi, di sisi yang lain, juga benar bahwa gereja tidak pernah lebih mendekati kesempurnaan dari pada ketika ia dipanggil untuk melakukan pertempuran iman, menderita dan menahan penderitaan / kesusahan demi Firman Allah dan kesaksian Yesus) - hal 75.

Matthew Poole: “the church of God keeps always its purity best in the fire” (= gereja Allah selalu mempertahankan kemurniannya paling baik pada waktu ada dalam api) - hal 954.


Apa sebabnya gereja yang kaya, enak, tidak dianiaya justru cenderung jadi jelek, dan sebaliknya gereja yang miskin dan dianiaya justru jadi kuat?

  1. Penderitaan menyebabkan kita makin berpegang kepada Kristus.

Herman Hoeksema: “It is when the storm howls in the woods that the oak strikes its root more deeply and firmly into the soil and is strengthened. So it is when the storm of persecution sweeps through the church that the latter strikes the roots of its faith more deeply into Christ and draws from Him more consciously the very strength in its life. And therefore, it is especially in times of trouble that the church flourishes: for at such times it is taught to cling to its powerful King, and seeks its all in Him” (= Adalah pada saat badai menderu di hutan maka pohon oak / eik menanamkan akarnya lebih dalam dan lebih teguh ke dalam tanah dan dikuatkan. Begitu juga pada saat badai penganiayaan menyapu gereja maka gereja menancapkan akar dari imannya lebih dalam ke dalam Kristus dan secara lebih sadar mengambil kekuatan dari Dia dalam hidupnya. Dan karena itu, khususnya pada saat kesukaranlah gereja tumbuh dengan subur: karena pada saat-saat seperti itu gereja diajar untuk berpegang erat-erat pada Rajanya yang berkuasa, dan mencari segala-galanya dalam Dia) - hal 76.

  1. Pada masa enak, gereja bisa dipenuhi oleh orang-orang kristen KTP yang masuk ke gereja dengan motivasi yang salah, dan mereka ini sangat membahayakan gereja. Tetapi penderitaan / penganiayaan sebaliknya akan membersihkan gereja dari orang-orang kristen KTP ini.

Herman Hoeksema: “In times of prosperity and wealth and peace, when the church is honored rather than despised in the world, there is a grave danger that many an Israelite who is not spiritually of Israel becomes member of the church in the world from carnal motives and for selfish reasons. It becomes a matter of honor, or even of common decency, to be a church member. Hence, many join the church. These carnal members are a veritable danger to the church of Christ. They often become dominant, and assume the leadership in the church. They impose their carnal desires upon the church. They lead her into the world, and, of course, to destruction. They are of the world, and they would make the church a part of the world. In times of persecution, however, when church membership and the reproach of Christ are inseparable, this danger does not exist. On the contrary, when the faithful must suffer persecution and reproach for Christ’s sake, the church is cleansed of these hypocrites” (= Dalam masa kemakmuran dan kekayaan dan damai, pada waktu gereja dihormati dan bukannya dihina dalam dunia, ada bahaya yang besar dimana banyak orang Israel yang bukan orang Israel rohani menjadi anggota dari gereja dalam dunia dengan motivasi daging dan alasan yang egois. Merupakan persoalan kehormatan, atau bahkan kesopanan / kesusilaan umum untuk menjadi anggota gereja. Jadi, banyak orang bergabung dengan gereja. Anggota-anggota yang bersifat daging ini betul-betul merupakan bahaya bagi gereja Kristus. Mereka seringkali menjadi dominan, dan menerima kepemimpinan / menjadi pemimpin dalam gereja. Mereka memimpin gereja itu ke dalam dunia, dan, tentu saja, pada kehancuran. Mereka adalah dari dunia, dan mereka akan membuat gereja menjadi bagian dari dunia. Tetapi pada masa penganiayaan, pada waktu keanggotaan gereja dan celaan Kristus tidak terpisahkan, bahaya ini tidak ada. Sebaliknya, pada waktu orang percaya / setia harus menderita penganiayaan dan celaan demi Kristus, gereja dibersihkan dari orang-orang munafik ini) - hal 76.


2) ‘dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis’.


a) ‘fitnah’.

RSV/NIV: ‘slander’ (= fitnah).

KJV/NASB: ‘blasphemy’ (= penghujatan).

Yunani: BLASPHEMIAN.

George Eldon Ladd: “However, its proper meaning is not blasphemy of the name of God but slanderous accusations against men” (= Bagaimanapun, artinya yang benar bukanlah penghujatan terhadap nama Allah tetapi tuduhan yang bersifat memfitnah terhadap manusia) - hal 43.

Memang, karena dalam ay 2 fakta bahwa Tuhan mengetahui BLASPHE-MIAN ini kelihatannya merupakan suatu penghiburan bagi gereja Smirna, maka rupa-rupanya yang dimaksud dengan BLASPHEMIAN di sini bukanlah ‘penghujatan’ tetapi ‘fitnah’.


Tentu saja ada banyak hal yang bisa difitnahkan tentang gereja Smirna, tetapi John Stott berkata bahwa rupa-rupanya fitnah dari orang-orang Yahudi ini berhubungan dengan penyembahan kepada kaisar.

John Stott: “They were themselves exempt from all sacrificial obligations and exploited their privilege to harry the hated Nazarenes. They were no doubt suspect for their own refusal to sacrifice. So they curried favour with the authorities and the people by urging the Christians to sacrifice and vilifying them if they would not” [= Mereka (orang-orang Yahudi) sendiri dikecualikan dari semua kewajiban persembahan, dan mereka memanfaatkan hak mereka untuk mengganggu / merusakkan orang Nasrani yang dibenci. Tak diragukan lagi mereka sendiri dicurigai karena mereka menolak untuk mempersembahkan korban. Jadi, mereka menjilat para penguasa dan rakyat dengan mendesak orang-orang Kristen untuk mempersembahkan, dan mereka memfitnah orang-orang Kristen itu kalau mereka tidak mau mempersembahkan] - hal 37.

Ini adalah tindakan yang luar biasa kurang ajarnya. Mereka sendiri menganggap bahwa itu adalah dosa / penyembahan berhala, tetapi mereka memaksa orang kristen melakukan hal itu.


Tuhan menghibur gereja Smirna dengan mengatakan bahwa Ia tahu akan fitnahan itu. Kalau saudara difitnah, dan semua orang mempercayai fitnahan itu, maka bagian ini juga merupakan suatu penghiburan bagi saudara. Tuhan tahu bahwa itu adalah fitnah!


b) ‘yang menyebut dirinya orang Yahudi’.

Steve Gregg: “Smyrna had the largest Jewish population of any Asian city” (= Smirna mempunyai penduduk Yahudi terbesar dari semua kota-kota Asia) - hal 67.

Pulpit Commentary: “It is remarkable that, in the ‘Martyrdom of St. Polycarp,’ the Jews are said to have been present in great numbers, and to have been foremost in collecting wood with which to burn him alive” (= Merupakan sesuatu yang luar biasa bahwa dalam ‘Kematian syahid dari Polycarp’ dikatakan bahwa orang-orang Yahudi hadir dalam jumlah yang besar, dan merupakan orang-orang pertama yang mengumpulkan kayu untuk membakarnya hidup-hidup) - hal 60.

John Stott: “it was the voice of the Jews which cried loudest that he should be thrown to the lions; and when the order was finally given for him to be burned alive, the most diligent of the crowd to fetch faggots for the fatal wood-pile were Jews” [= adalah suara dari orang-orang Yahudi yang berteriak paling keras supaya ia (Polycarp) dilemparkan kepada singa-singa; dan pada waktu akhirnya diberikan perintah supaya ia dibakar hidup-hidup, yang paling rajin dari orang banyak itu yang mengambil kayu bakar untuk tumpukan kayu yang membawa kematian itu adalah orang-orang Yahudi] - hal 38.

Catatan: padahal hari itu adalah hari Sabat, dimana mengumpulkan kayu seperti itu dilarang oleh hukum Sabat! (bdk. Kel 35:2-3  Bil 15:32-36). Tetapi orang-orang munafik itu malah mengumpulkan kayu untuk membakar orang!


c) ‘tetapi yang sebenarnya tidak demikian’.

  • Bandingkan dengan 2 text di bawah ini:

  • Ro 2:28-29a - “Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah”.

  • Fil 3:3 - “karena kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah”.

  • George Eldon Ladd: “We must conclude, then, that John makes a real distinction between literal Israel - the Jews - and spiritual Israel - the church” (= Jadi, kita harus menyimpulkan bahwa Yohanes membuat pembedaan yang nyata antara Israel hurufiah - orang-orang Yahudi - dan Israel rohani - gereja) - hal 44.

Karena itu berhati-hatilah pada waktu menemukan istilah ‘Israel’ dalam Kitab Suci. Kadang-kadang istilah itu memang menunjuk kepada bangsa Israel (misalnya Ro 11:25), tetapi kadang-kadang menunjuk kepada gereja / Israel rohani (misalnya Ro 11:26).

  • John Stott: “They say they are Jews, but they are not. They say you are poor, but you are not. In both their judgments are mistaken. Then let us not be too greatly concerned by the opinions of the unbeliever. Let us rather cultivate the mind of Christ. It is His perspective which is true. Only He can see straight. All others are cross-eyed and squint” (= Mereka berkata bahwa mereka adalah orang Yahudi, tetapi sebetulnya tidak demikian. Mereka berkata bahwa kamu miskin, tetapi sebenarnya tidak. Dalam keduanya penilaian mereka salah. Jadi marilah kita tidak terlalu peduli dengan pandangan dari orang-orang yang tidak percaya. Sebaliknya marilah kita mengusahakan pikiran Kristus. Adalah pemandanganNya yang benar. Hanya Dia yang bisa melihat dengan lurus / benar. Semua yang lain adalah juling) - hal 48.


d) ‘sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis (bdk. Wah 3:9).

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the synagogue of Satan’ (= sinagog Setan).

Dalam Bil 16:3  Bil 20:4  Bil 31:16 Israel disebut sebagai ‘jemaah / umat TUHAN’. Kata ‘sinagog’ berasal dari kata Yunani SUNAGOGE, yang arti hurufiahnya adalah ‘suatu kumpulan’ atau ‘jemaah’. Jadi dengan kata-kata ini seakan-akan Yohanes berkata: Kamu menyebut dirimu sendiri ‘jemaah TUHAN’, padahal sebetulnya kamu adalah ‘jemaah Iblis’.

Mereka ini sama seperti orang-orang Yahudi dalam Yoh 8:37-44, yang sekalipun mengaku sebagai keturunan Abraham dan anak-anak Allah, tetapi sebetulnya adalah anak-anak setan.


George Eldon Ladd: “because the Jews have rejected their Messiah, they are no longer a synagogue of the Lord but in reality a synagogue of Satan” (= karena orang-orang Yahudi telah menolak Mesias mereka, mereka bukan lagi sinagog Tuhan tetapi dalam kenyataannya sinagog Setan) - hal 44.


Sekalipun Israel / bangsa Yahudi mengusahakan penyucian diri mereka menggunakan ‘lembu merah’ (Bil 19), tetapi kalau mereka tidak mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka, mereka tidak akan pernah suci, dan mereka akan tetap menjadi sinagog / jemaah Iblis!


Penerapan: ada banyak orang kristen yang seperti orang-orang Yahudi ini. Secara lahiriah mereka adalah orang kristen, tetapi karena hatinya tidak pernah betul-betul percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, pada hakekatnya mereka adalah anak-anak setan. Apakah saudara adalah salah satu di antara orang-orang ini? Kalau ya, cepatlah bertobat dan percaya kepada Yesus, sebelum saudara mati dan pergi ke neraka bersama bapa saudara!


Leon Morris (Tyndale): “This unusual expression means that their assembly for worship does not gather God’s people but Satan’s” (= Istilah / ungkapan yang tidak lazim ini berarti bahwa perkumpulan / persekutuan kebaktian mereka tidak mengumpulkan umat Allah tetapi umat Setan) - hal 64.


Penerapan: Jaman sekarangpun tidak kurang gereja sesat yang setiap kebaktian bukannya mengumpulkan umat Allah tetapi umat setan. Karena itu jangan asal berbakti di gereja yang terdekat dengan rumah saudara. Juga jangan mempunyai motto ‘sekali gereja ini tetap gereja ini’. Kalau gereja itu sesat, motto itu akan membawa saudara ke neraka. Carilah gereja yang benar, dan maulah berbakti di sana sekalipun letaknya jauh dari rumah saudara!


Thomas Becon: “For commonly, wheresoever God buildeth a church, the devil will build a chapel just by” (= Karena biasanya, dimanapun Allah membangun sebuah gereja, setan akan membangun tempat ibadah di dekatnya) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 118.


Daniel Defoe, ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 119-120:

“Wherever God erects a house of prayer, (= Dimanapun Allah mendirikan rumah doa,)

The Devil always builds a chapel there; (= Setan selalu membangun tempat ibadah di sana;)

And ‘twill be found, upon examination, (= Dan akan didapatkan, setelah diselidiki,)

The latter has the largest congregation” (= Yang terakhir mempunyai jemaat yang terbesar).


Ay 10: “Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.


1) ‘Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!’.


a) Ini menunjukkan bahwa keadaan pada saat itu memang menakutkan.

Tetapi berbeda dengan kasus ‘dukun santet’ di Indonesia yang saking takutnya bakal dibunuh oleh ‘ninja’ sampai akhirnya bunuh diri, orang kristen di Smirna tidak ada yang dilaporkan bunuh diri.


b) Perhatikan bahwa Tuhan bukan berkata: ‘Jangan takut, karena Aku akan melindungi sedemikian rupa sehingga engkau tidak akan menderita’! Tetapi Ia berkata: ‘Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!’.

Bdk. 1Pet 3:13-14 - “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar”.


c) Artinya dari kata-kata ‘tidak takut’.

Steve Gregg: “Fearlessness, however, may not necessarily mean the total absence of dread, but rather the refusal succumb to intimidation, so that threats of harm do not turn them back from their duty to Christ” (= Bagaimanapun, ‘tidak takut’ tidak harus berarti absen totalnya rasa takut, tetapi penolakan untuk menyerah / tunduk pada ancaman / intimidasi, sehingga ancaman untuk disakiti tidak menyebabkan mereka meninggalkan kewajiban kepada Kristus) - hal 67.


d) Apa yang tidak boleh ditakuti dan yang harus ditakuti.

H. L. Ellison (Daily Bible Commentary): “Because Christ was raised from the dead, physical death should have no terrors for us, even if it can be very painful. The death to be feared is the second, spiritual death (11, cf. Matt. 10:28)” [= Karena Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, kematian fisik tidak boleh membuat kita takut, sekalipun itu bisa sangat menyakitkan. Kematian yang harus ditakuti adalah kematian yang kedua, kematian rohani (ay 11, bdk. Mat 10:28)] - hal 458.


2) ‘Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari’.


a) ‘Iblis’.

  • Di sini digunakan kata Yunani DIABOLOS yang artinya ‘the accuser’ (= pendakwa) atau ‘the slanderer’ (= pemfitnah).

  • Mengingat bahwa orang-orang Yahudi di dalam gereja Smirna disebut sebagai ‘jemaah Iblis’ (ay 9b), maka Steve Gregg mengatakan bahwa mungkin Iblis menggunakan mereka ini untuk melakukan peng-aniayaan ini.

  • Karena 2Tim 3:12 berkata “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya”, maka James B. Ramsey berkata sebagai berikut: “If the world does not persecute the church, it is either because it has corrupted her so far that her testimony does not seriously interfere with its more refined indulgences, or because it regards her as too powerless to be worthy of her notice” (= Jika dunia tidak menganiaya gereja, atau itu disebabkan dunia telah merusak gereja sedemikian jauhnya sehingga kesaksiannya tidak secara serius mengganggu pemuasan hawa nafsu yang diperhalus, atau karena dunia menganggap gereja sebagai terlalu tidak berdaya untuk layak diperhatikan) - hal 138.


b) ‘penjara’ dan ‘kesusahan’.

William Barclay: “To be a Christian was against the law, but persecution was not continuous. The Christian might be left in peace for a long time, but at any moment a governor might acquire a fit of administrative energy or the mob might set up a shout to find the Christian - and then the storm burst. The terror of being a Christian was the uncertainty” [= Menjadi orang kristen adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum, tetapi penganiayaan tidak terjadi terus-menerus. Orang Kristen bisa dibiarkan dalam damai untuk waktu yang lama, tetapi pada setiap saat seorang gubernur bisa tahu-tahu kumat, atau suatu gerombolan orang mengadakan / memulai suatu teriakan untuk mencari orang Kristen - dan pada saat itu badai meledak. Ketakutan dari orang Kristen adalah ketidakpastian itu] - hal 79.


James B. Ramsey: “Of all the seven churches, no one stands higher in the estimation of the Lord than this. Yet in outward estate she is the worst of them all. Poverty and persecution are her present lot, and prisons and death are awaiting her. Her record here is not one of active labours and triumphs for Christ, but of poverty and tribulation for His sake; and no record shines more brightly, or secures a higher reward” (= Dari ketujuh gereja itu, tidak ada yang lebih tinggi dalam penilaian Tuhan dari gereja ini. Tetapi tingkat kehidupan lahiriah gereja ini adalah yang terburuk dari semua. Kemiskinan dan penganiayaan adalah bagiannya / nasibnya sekarang ini, dan penjara dan kematian menantikannya. Catatannya di sini bukanlah tentang pekerjaan aktif dan kemenangan bagi Kristus, tetapi tentang kemiskinan dan kesusahan demi Dia; dan tidak ada catatan yang bersinar lebih terang, atau menjamin / mendapatkan upah yang lebih tinggi) - hal 134.


Ia melanjutkan: “The great lesson, then, here taught in regard to the church, is that outward wealth or power, or safety or success, is no mark of a true church. All these may be wanting, and yet there be great spiritual riches, and the approving smiles of her King” (= Maka, pelajaran yang besar yang diajarkan di sini berkenaan dengan gereja adalah bahwa kekayaan lahiriah atau kekuasaan / kekuatan, atau keamanan atau sukses, bukanlah tanda / ciri dari gereja yang benar. Semua ini bisa saja tidak ada, tetapi di sana ada kekayaan rohani yang besar, dan senyum puas / menyetujui dari sang Raja) - hal 137.


Illustrasi: ada 2 orang membawa halter, yang seorang bisa melakukannya sambil berjalan-jalan, berlari-lari, dan bahkan sambil melompat-lompat, sedangkan yang satunya sama sekali tidak bisa berjalan-jalan tetapi harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk menahan berat halter itu. Yang mana yang lebih kuat dari 2 orang itu? Belum tentu orang pertama yang lebih kuat, karena tergantung berapa berat halter yang dia bawa. Kalau dia membawa halter hanya seberat 2 kg, sedangkan orang kedua membawa halter seberat 100 kg, maka mungkin sekali yang kedua yang lebih kuat. Bahwa orang kedua tidak bisa berjalan-jalan atau melompat-lompat, bukan karena ia kalah kuat, tetapi karena bebannya jauh lebih besar.


c) ‘sepuluh hari’.

A. T. Robertson: “It is unwise to seek a literal meaning for ten days” (= Adalah tidak bijaksana untuk mencari arti hurufiah untuk ‘sepuluh hari’) - hal 302.

Lalu apa artinya ‘10 hari’? Ada sangat banyak penafsiran tentang bagian ini:

  • 10 gelombang penganiayaan.

  • 10 tahun penganiayaan pada masa pemerintahan kaisar Trajan (99-109 M).

  • 10 tahun penganiayaan pada masa pemerintahan kaisar Diocletian (303-313 M).

  • 10 kaisar yang melakukan penganiayaan dalam 3 abad pertama dari gereja.

William R. Newell: “The early Church did indeed have just ten great persecutions under the Roman emperors, beginning with Nero and ending with Diocletian, whose last persecution, and probably the most terrible of all, was just ten years long! Nero, Domitian, Trajan, Marcus Aurelius, Severus, Maximum, Decius, Valerian, Aurelian, and Diocletian, were the ten principal Pagan persecutors. However, there was constant, though not always general, trouble until Constantine’s edict of toleration” (= Gereja mula-mula memang mendapatkan 10 penganiayaan besar di bawah kaisar-kaisar Romawi, dimulai dengan Nero dan diakhiri dengan Diocletian, yang melakukan penganiayaan terakhir, dan mungkin yang paling hebat, selama 10 tahun! Nero, Domitian, Trajan, Marcus Aurelius, Severus, Maximum, Decius, Valerian, Aurelian, dan Diocletian, adalah 10 penganiaya kafir yang utama. Akan tetapi, ada kesukaran yang terus menerus, sekalipun tidak selalu bersifat umum, sampai pada keputusan Constantine tentang kebebasan beragama) - hal 46.

  • 10 hari = 240 jam, dan ini menunjuk pada 240 tahun penganiayaan, mulai tahun 85 M. sampai 325 M. dimana penganiayaan itu berhenti.

Pertanyaannya: mengapa mulai tahun 85 M.?

  • Banyak penganiayaan (Clarke hal 977-978).

Diartikan seperti ini karena ada banyak ayat Kitab Suci yang menggunakan bilangan 10 untuk menunjukkan ‘banyak / sering / berkali-kali’, misalnya: Kej 31:7,41  Bil 14:22  Neh 4:12  Ayub 19:3  Daniel 1:20.

  • waktu yang relatif singkat.

William Hendriksen: “a definite, full, but brief period. The fact that the trial is but for a ‘short season’ is often given as an encouragement to endurance (Is. 26:20; 54:8; Mt. 24:22; 2Cor. 4:17; 1Pet. 1:6)” [= suatu periode tertentu yang penuh tetapi singkat. Fakta bahwa pencobaan itu hanya untuk ‘waktu yang pendek’ sering diberikan sebagai suatu penguatan hati untuk bertahan / bertekun (Yes 26:20; 54:8; Mat 24:22; 2Kor 4:17; 1Pet 1:6)] - hal 65.

  • Homer Hailey: “a full and complete period, which may be long or short, that would come to an end” (= suatu periode yang penuh dan lengkap, yang bisa lama atau singkat, yang akan berhenti) - hal 127.

  • James B. Ramsey: “ten days, expressing a complete but indefinite period” (= sepuluh hari, menyatakan suatu periode yang lengkap tetapi tidak pasti) - hal 137.

  • Ini menunjukkan kedaulatan Allah yang membatasi pencobaan dan mengontrolnya.

H. L. Ellison (Daily Bible Commentary):

“Probably the significance of the ‘ten days’ (10) is that the Lord of the Church both gives it over to persecution and so controls the persecutors, that He can foretell the time of its ending before it begins” [= Mungkin arti dari ‘10 hari’ (ay 10) adalah bahwa Tuhan dari Gereja menyerahkan gereja kepada penganiayaan dan mengontrolnya sedemikian rupa, sehingga Ia bisa meramalkan saat berakhirnya sebelum penganiayaan itu dimulai] - hal 458.

John Stott (hal 49) juga mengatakan bahwa ‘beberapa orang dari antaramu’ dan ‘10 hari’ menunjukkan bahwa Allah membatasi penderitaan mereka, dan dengan ini menunjukkan kontrol dan kedaulatan Allah atas segala sesuatu.

John Stott lalu berkata: “Christians who know that God is on the throne and is controlling the affairs of men can stand quiet and calm amid the evils and sorrows of the world” (= Orang-orang Kristen yang tahu bahwa Allah itu bertakhta dan sedang mengontrol urusan-urusan manusia, bisa berdiri diam dan tenang di tengah-tengah kejahatan-kejahatan dan kesedihan-kesedihan dunia ini) - hal 49.


d) ‘supaya kamu dicobai’.

Apakah ini merupakan tujuan Allah atau tujuan setan? Boleh dikatakan semua penafsir menganggap bahwa ini menunjuk pada tujuan Allah. Jadi Allah membiarkan / mengijinkan setan memasukkan beberapa dari mereka ke dalam penjara, supaya mereka bisa dicobai / diuji. Dengan demikian, bukan hanya lamanya kesusahan / pencobaan / pemenjaraan itu yang dibatasi oleh Allah, yaitu selama 10 hari, tetapi juga penderitaan itu akan menghasilkan apa yang menjadi tujuan Allah.

Herman Hoeksema: The devil, therefore, can never proceed beyond the limits set him by the Almighty; neither can he reach any other end than the purpose of God in the affliction of His people in the world. ... The devil possesses power to oppress the church, no doubt. He will make life hard for the faithful in the world. He will rage against them in all his fury. We must expect this. But the blessed comfort for the church lies in the fact that the power of darkness is under the absolute control and sovereignty of Him that walketh in the midst of the seven golden candlesticks. ... And when the full measure of his time and power has been meted out to him according to the will of God, the Lord bids him to stop, and he can stir no more against the church. What mighty comfort for the church in tribulation. The devil can do her no harm, but must serve the purpose of God in Christ” [= Karena itu, setan tidak pernah bisa berjalan / maju melampaui batas yang ditetapkan baginya oleh Yang Mahakuasa; juga ia tidak bisa mencapai tujuan lain apapun selain rencana / maksud Allah dalam penderitaan umatNya dalam dunia. ... Tidak diragukan lagi, setan memiliki kuasa untuk menindas gereja. Ia akan membuat hidup itu sukar / berat untuk orang percaya / setia dalam dunia. Ia akan mengamuk terhadap mereka dalam seluruh kemarahannya. Kita harus mengharapkan hal ini. Tetapi penghiburan bagi gereja terletak dalam fakta bahwa kuasa kegelapan ada di bawah kontrol dan kedaulatan dari Dia yang berjalan di tengah-tengah ketujuh kaki dian emas itu. ... Dan pada saat ukuran penuh dari waktunya dan kuasanya telah diukurkan kepadanya (?) sesuai dengan kehendak Allah, Tuhan memerintahnya untuk berhenti, dan ia tidak bisa menimbulkan keributan lebih jauh terhadap gereja. Ini betul-betul merupakan penghiburan bagi gereja yang ada dalam kesusahan. Setan tidak bisa menyakitinya / merugikannya, tetapi harus melayani maksud / rencana Allah dalam Kristus] - hal 73.


3) ‘Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’ (bdk. Yak 1:12).


a) ‘Hendaklah engkau setia sampai mati’.


  • Yesus tidak berjanji akan menjaga supaya mereka tidak mati dibunuh, tetapi sebaliknya berkata bahwa mereka harus setia sampai mati. Ini menunjukkan bahwa bisa saja Tuhan membiarkan seorang kristen dalam kemiskinan dan penganiayaan / penderitaan, sampai mati! Bdk. Ibr 11:33-37; perhatikan khususnya ay 35b-37nya.

James B. Ramsey: “The tender love of our Lord is not shown here so much by removing external evils, as by sustaining His people under them, and by making them occasions of larger spiritual attainments, and means of working out a brighter reward” (= Kasih yang lembut dari Tuhan kita tidak ditunjukkan di sini dengan menyingkirkan hal-hal jelek itu, tetapi dengan menopang umatNya di bawah hal-hal itu, dan dengan membuat bagi mereka kesempatan untuk pencapaian rohani yang lebih besar, dan cara / jalan untuk mengerjakan upah yang lebih cemerlang) - hal 137.

William Hendriksen: “Even though believers may be put to death, namely, the first death, they are not going to be hurt by the second death, that is, they will not be cast, body and soul, into the lake of fire at Christ’s second coming (Rev. 20:14)” [= Sekalipun orang percaya bisa dibunuh, yaitu kematian pertama, mereka tidak akan dirugikan oleh kematian yang kedua, yaitu, mereka tidak akan dibuang, tubuh dan jiwa, ke dalam lautan api pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya (Wah 20:14)] - hal 66.


  • Kata-kata ‘hendaklah engkau setia sampai mati’ tidak sekedar berarti ‘setialah sampai kamu mati’ tetapi ‘setialah sekalipun itu harus dibayar dengan nyawamu’.


  • John Stott: “Here was an appeal to be faithful and not to be afraid. Now faith and fear are opposites. ... True, here the call is to faithfulness rather than to faith, but we need to remember that faith and faithfulness are the same word in Greek. This is understandable because it is from faith that faithfulness springs. Trust in Christ, and we shall ourselves be trustworthy. Rely on Christ, and we shall be reliable. Depend on Christ, and we shall be dependable. Have faith in Christ, and we shall be faithful - faithful if necessary even unto death. The way to lose fear is to gain faith” (= Di sini ada seruan untuk setia dan tidak takut. Iman dan rasa takut itu bertentangan. ... Memang benar bahwa di sini seruan itu adalah untuk setia dan bukannya untuk beriman, tetapi kita perlu mengingat bahwa ‘iman’ dan ‘kesetiaan’ adalah kata yang sama dalam bahasa Yunani. Ini bisa dimengerti karena kesetiaan muncul dari iman. Percayakanlah dirimu kepada Kristus, dan kita sendiri akan bisa dipercaya. Bersandarlah kepada Kristus, dan kita akan bisa diandalkan. Bergantunglah pada Kristus, dan kita akan bisa dipercayai. Berimanlah kepada Kristus, dan kita akan setia - setia kalau perlu bahkan sampai mati. Cara membuang rasa takut adalah dengan mendapatkan iman) - hal 45-46.


  • Pulpit Commentary: “We are but imperfect servants at the best, but we need not be unfaithful. Our position may not be one of ease, but we can be faithful. It is not said, ‘Well done, good and rich servant;’ nor ‘Well done, good and successful servant;’ but ‘Well done, good and faithful servant’” (= Sebaik-baiknya kita, kita adalah pelayan-pelayan yang tidak sempurna, tetapi kita tidak perlu menjadi tidak setia. Posisi kita mungkin tidak enak, tetapi kita bisa setia. Tidak dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan kaya’; juga tidak dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan sukses’; tetapi dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia’) - hal 72.

Bdk. Mat 25:21,23.


  • Pulpit Commentary: “‘He that is faithful in that which is least, is faithful also in much.’ A daily fidelity in cross-bearing, in small vexations, in little trials, amid the glare and glitter of a deceptive world, and the incessant temptations to desert the standard, - this is what the Master asks for from us. ‘Be faithful unto death’” (= ‘Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar’. Kesetiaan sehari-hari dalam memikul salib, dalam hal-hal kecil yang menjengkelkan, dalam pencobaan-pencobaan kecil, di tengah-tengah gemerlapan dan keme-gahan dunia yang menipu, dan pencobaan yang tak henti-hentinya untuk meninggalkan standard, - inilah yang diminta Tuan kita dari kita. ‘Hendaklah engkau setia sampai mati’) - hal 72.

Bdk. Luk 16:10.


  • Homer Hailey: “As Lenski observed, it is easy to write about such matters while sitting in a pleasant study, surrounded by modern comforts and favorable circumstances of life, but it would be quite another thing to practice this admonition in the face of suffering and the threat of death” (= Seperti yang diperhatikan oleh Lenski, adalah mudah untuk menulis tentang hal-hal seperti ini pada saat sedang duduk dalam ruangan belajar yang menyenangkan, dikelilingi oleh kesenangan hidup modern dan keadaan hidup yang menyenangkan, tetapi akan sangat berbeda untuk mempraktekkan nasehat ini di depan penderitaan dan ancaman kematian) - hal 127.

Penerapan: karena itu jangan terlalu PD (percaya diri) pada saat enak / aman, dan sesumbar bahwa saudara berani mati syahid untuk Kristus. Petrus melakukan itu, dan ia justru menyangkal Yesus sebanyak 3 x.


  • Kematian syahid dari Polycarp merupakan ketaatan terhadap kata-kata ini.

Di sini saya memberikan beberapa kutipan dari beberapa buku tafsiran tentang cerita kematian syahid dari Polycarp. Kutipan-kutipan ini saling melengkapi satu sama lain, dan dengan menggabungkan semua ini kita bisa mendapatkan cerita yang lebih lengkap tentang kematian syahid dari Polycarp.


William Barclay: “Polycarp, Bishop of Smyrna, was martyred on Saturday, 23rd February, A.D. 155. It was the time of public games; the city was crowded; and the crowds were excited. Suddenly the shout went up: ‘Away with the atheists; let Polycarp be searched for.’ No doubt Polycarp could have escaped; but already he had had a dream vision in which he saw the pillow under his head burning with fire and he had awakened to tell his disciples: ‘I must be burnt alive.’” (= Polycarp, uskup dari Smirna, mati syahid pada hari Sabtu, 23 Februari tahun 155 M. Itu adalah musim permainan umum; kota itu penuh sesak; dan orang banyak sangat gembira. Tiba-tiba ada teriakan: ‘Enyahkan orang-orang ateis; biarlah Polycarp dicari’. Tidak diragukan bahwa Polycarp bisa lari, tetapi sebelumnya ia telah mendapatkan penglihatan mimpi dalam mana ia melihat bantal di bawah kepalanya terbakar oleh api dan ia bangun dan memberitahu murid-muridnya: ‘Aku akan / pasti dibakar hidup-hidup’) - hal 76.


William Hendriksen: “It is possible that Polycarp was bishop of the church at Smyrna at this time. He was a pupil of John. Faithful to death, this venerable leader was burned at the stake in the year AD 155. He had been asked to say, ‘Caesar is Lord’, but refused. Brought to the stadium, the proconsul urged him, saying, ‘Swear, and I will set thee at liberty, reproach Christ.’ Polycarp answered, ‘Eighty and six years have I served him, and he never did me any injury: how then can I blaspheme my King and my Saviour?’ When the proconsul again pressed him, the old man answered, ‘Since thou art vainly urgent that ... I should swear by the fortune of Caesar, and pretendest not to know who and what I am, hear me declare with boldness, I am a Christian ...’ A little later the proconsul answered, ‘I have wild beasts at hand; to these will I cast thee, except thou repent. I will cause thee to be consumed by fire, seeing thou despisest the wild beasts, if thou wilt not repent.’ Polycarp said, ‘Thou threatenest me with fire which burneth for an hour, and after a little is extinguished, but art ignorant of the fire of the coming judgment and of eternal punishment, reserved for the ungodly. But why tarriest thou? Bring forth what thou wilt.’ Soon afterwards the people began to gather wood and faggots; the Jews especially, according to custom, eagerly assisting them. Thus Polycarp was burned at the stake” (= Adalah mungkin bahwa Polycarp adalah uskup dari gereja Smirna pada saat itu. Ia adalah murid dari Yohanes. Setia sampai mati, pemimpin yang layak dihormati ini dibakar di tumpukan kayu pada tahun 155 M. Ia telah diminta untuk berkata: ‘Kaisar adalah Tuhan’, tetapi ia menolak. Pada saat dibawa ke gelanggang / arena ia didesak oleh pejabat Romawi yang berkata: ‘Bersumpahlah / kutukilah, dan aku akan membebaskan engkau, celalah Kristus’. Polycarp menjawab: ‘86 tahun aku telah melayani Dia, dan Ia tidak pernah melakukan hal yang melukai / merugikan aku: lalu bagaimana mungkin aku bisa menghujat Rajaku dan Juruselamatku?’. Pada saat sang pejabat menekannya lagi, orang tua ini menjawab: ‘Karena engkau mendesak dengan sia-sia supaya ... aku bersumpah demi nasib baik kaisar, dan berpura-pura untuk tidak tahu siapa dan apa aku ini, dengarlah aku menyatakan dengan keberanian, aku adalah seorang kristen ...’. Sebentar lagi si pejabat menjawab: ‘Aku mempunyai binatang-binatang buas; kepada mereka aku akan melemparkanmu, kecuali engkau bertobat. Aku akan membuat engkau dibakar oleh api, melihat bahwa engkau meremehkan binatang-binatang buas itu, jika engkau tidak bertobat’. Tetapi Polycarp berkata: ‘Engkau mengancam aku dengan api, yang menyala selama 1 jam dan sebentar lagi padam, tetapi engkau tidak tahu tentang api dari penghakiman yang mendekat dan dari penghukuman kekal, disediakan untuk orang-orang jahat. Tetapi mengapa engkau berlambat-lambat? Wujudkanlah apa yang engkau inginkan’. Segera setelah itu orang banyak mulai mengumpulkan kayu dan kayu bakar; khususnya orang Yahudi, seperti biasa, menolong mereka dengan sungguh-sungguh. Demikianlah Polycarp dibakar pada tumpukan kayu) - hal 64.


James B. Ramsey: “‘Swear, curse Christ, and I will set you free.’ ‘Eighty and six years have I served Him, and I have received only good at His hands. Can I then curse Him, my King and my Saviour?’ ‘I will cast you to the wild beasts, if you do not change your mind,’ said the proconsul. ‘Bring the wild beasts hither,’ said Polycarp, ‘for change my mind from the better to the worse I will not.’ ‘Do you despise the wild beasts? I will subdue your spirit by the flames.’ ‘The flames which you menace endure but for a time, and are soon extinguished,’ calmly rejoined the martyr; ‘but there is a fire reserved for the wicked, whereof you know not; the fire of a judgment to come, and of the punishment everlasting.’ These flames soon did their work” (= ‘Bersumpahlah, kutukilah Kristus, dan aku akan membebaskan engkau’. ‘86 tahun aku telah melayani Dia, dan aku hanya menerima yang baik dari tanganNya. Lalu bisakah aku mengutukNya, Rajaku dan Juruselamatku?’. ‘Aku akan melemparkan engkau kepada binatang-binatang buas, jika engkau tidak mengubah pikiranmu’, kata sang pejabat Romawi. ‘Bawalah binatang-binatang buas itu kemari’, kata Polycarp, ‘karena aku tidak akan mengubah pikiranku dari yang baik kepada yang lebih jelek’. ‘Apakah engkau meremehkan / menghina binatang-binatang buas itu? Aku akan menaklukkan rohmu / semangatmu dengan nyala api’. ‘Nyala api yang engkau ancamkan hanya bertahan untuk sementara waktu, dan segera akan padam’, jawab sang martir dengan tenang; ‘tetapi di sana ada api yang disediakan untuk orang jahat, tentang apa engkau tidak tahu; api dari penghakiman yang akan datang, dan dari penghukuman kekal’. Nyala api dengan segera melakukan tugasnya) - hal 135.


Pulpit Commentary: “That he was an extremely old man when, in A.D. 167, he suffered martyrdom, we learn from the interrogation of the proconsul, who, after asking him is he was Polycarp, added, ‘Have pity on thy own great age.’ When further urged to reproach Christ, and his life would be spared, he said, ‘Eighty and six years have I served him, and he hath never wronged me; and how can I blaspheme my King who hath saved me?’ These eighty and six years cannot be the entire age of Polycarp, but the period which elapsed from his conversion, which must have taken place, according to this calculation, in A.D. 81, so that fifteen years must have passed from the time he first knew Christ until the epistle to the Church at Smyrna was written” (= Bahwa ia adalah seorang yang sangat tua ketika, pada tahun 167 M, ia mengalami kematian syahid, kita pelajari dari interogasi pejabat Romawi, yang setelah menanyakan apakah ia adalah Polycarp, menambahkan: ‘Kasihanilah usia lanjutmu sendiri’. Ketika didesak lebih jauh untuk mencela Kristus, dan jiwanya akan diselamatkan, ia berkata: ‘86 tahun aku telah melayani Dia, dan Ia tidak pernah menyalahi aku / berbuat salah kepadaku; dan bagaimana aku bisa menghujat Rajaku yang telah menyelamatkan aku?’. 86 tahun ini tidak mungkin merupakan seluruh usia Polycarp, tetapi masa yang berlalu sejak pertobatannya, yang pasti terjadi, sesuai dengan perhitungan ini, pada tahun 81 M, sehingga 15 tahun telah lewat sejak ia pertama kali mengenal Kristus sampai surat kepada gereja Smirna ini ditulis) - hal 99.


Pulpit Commentary: “In the year of our Lord 167 a cruel persecution broke out against the Christians of Asia Minor. Polycarp would have awaited at his post the fate which threatened him, but his people compelled him to shelter himself in a quiet retreat, where he might, it was thought, safely hide. And for a while he remained undiscovered, and busied himself, so we are told, in prayers and intercessions for the persecuted Church. At last his enemies seized on a child, and, by torture, compelled him to make known where he was. Satisfied now that his hour was come, he refused further flight, saying, ‘The will of God be done.’ He came from the upper story of the house to meet his captors, ordered them as much refreshment as they might desire, and only asked of them this favour, that they would grant him yet one hour of undisturbed prayer. The fulness of his heart carried him on for two hours, and even the heathen, we are told, were touched by the sight of the old man’s devotion. He was then conveyed back to the city, to Smyrna. The officer before whom he was brought tried to persuade him to yield to the small demand made upon him. ‘What harm,’ he asked, ‘can it do you to offer sacrifice to the emperor?’ This was the test which was commonly applied to those accused of Christianity. But not for one moment would the venerable Polycarp consent. Rougher measures were then tried, and he was flung from the carriage in which he was being conveyed. When he appeared in the amphitheatre, the magistrate said to him, ‘Swear, curse Christ, and I will set thee free.’ But the old man answered, ‘Eighty and six years have I served Christ, and he has never done me wrong: how, then, can I curse him, my King and my Saviour?’ In vain was he threatened with being thrown to the wild beasts or burned alive; and at last the fatal proclamation was made, that ‘ Polycarp confessed himself a Christian.’ This was the death-warrant. He was condemned to be burnt alive. Jews and Gentiles, the whole ‘synagogue of Satan,’ here described, alike, hastened in rage and fury to collect wood from the baths and workshops for the funeral pile. The old man laid aside his garments, and took his place in the midst of the fuel. When they would have nailed him to the stake, he said to them, ‘Leave me thus, I pray, unfastened; he who has enabled me to brave the fire will give me strength also to endure its fierceness.’ He then uttered this brief prayer: ‘O Lord, Almighty God, The Father of thy beloved Son Jesus Christ, through whom we have received knowledge of thee, God of the angels and of the whole creation, of the whole race of man, and of the saints who live before thy presence; I than thee that thou hast thought me worthy, this day and this hour, to share the cup of thy Christ among the number of thy witnesses!’ The fire was kindled; but a high wind drove the flame to one side, and prolonged his sufferings; at last the executioner despatched him with a sword. So did one of Christ’s poor saint at Smyrna die, ‘faithful unto death,’ and winner of ‘the crown of life,’ and never to ‘be hurt of the second death.’” [= Pada tahun 167 M. suatu penganiayaan yang kejam meledak terhadap orang-orang kristen di Asia Kecil. Polycarp mau menunggu di posnya / tempat tugasnya nasib yang mengancamnya, tetapi umatnya memaksanya untuk menyembunyikan diri di suatu tempat pengasingan yang sunyi dimana diperkirakan ia bisa bersembunyi dengan aman. Dan untuk sementara waktu ia tidak ditemukan, dan ia menyibukkan dirinya sendiri dalam doa dan doa syafaat untuk Gereja yang dianiaya. Akhirnya musuh-musuhnya menangkap seorang anak, dan dengan penyiksaan memaksanya menunjukkan dimana Polycarp berada. Yakin bahwa saatnya sudah tiba, ia menolak untuk lari lebih jauh, dan ia berkata: ‘Jadilah kehendak Allah’. Ia turun dari lantai atas dari rumah itu untuk menemui para penangkapnya, dan memerintahkan untuk memberikan makanan dan minuman sebanyak yang mereka inginkan, dan hanya meminta kepada mereka satu hal, yaitu supaya ia diperbolehkan untuk berdoa tanpa diganggu selama 1 jam. Kepenuhan hatinya membuat ia berdoa selama 2 jam, dan dikatakan bahwa bahkan orang-orang kafir itu tersentuh oleh pemandangan akan kebaktian / penyembahan yang dilakukan oleh orang tua itu. Lalu ia dibawa kembali ke kota, ke Smirna. Pejabat, di depan siapa ia dibawa, mencoba untuk membujuknya supaya menyerah pada tuntutan kecil terhadap dirinya. ‘Kerugian apa’, ia bertanya, ‘yang bisa terjadi padamu untuk memper-sembahkan korban kepada kaisar?’. Ini adalah ujian yang biasa digunakan terhadap mereka yang dituduh sebagai orang kristen. Tetapi tidak satu saatpun Polycarp yang terhormat itu mau menyetujui. Lalu dicoba langkah-langkah yang lebih kasar, dan ia dikeluarkan dari kereta yang membawanya. Ketika ia muncul di arena, hakim berkata kepada-nya: ‘Bersumpahlah, kutukilah Kristus, dan aku akan membebaskan-mu’. Tetapi orang tua itu menjawab: ‘86 tahun aku telah melayani Kristus, dan Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku: lalu bagaimana aku bisa mengutukNya, Rajaku dan Juruselamatku?’. Sia-sia ia diancam akan dilemparkan kepada binatang buas atau dibakar hidup-hidup; dan akhirnya dibuat pengumuman yang fatal, bahwa ‘Polycarp mengaku bahwa dirinya adalah orang kristen’. Ini merupakan surat perintah kematian. Ia dijatuhi hukuman dibakar hidup-hidup. Orang-orang Yahudi dan non Yahudi, seluruh ‘sinagog setan’ yang digambarkan di sini, dalam kemarahan dan kemurkaan, tergesa-gesa mengumpulkan kayu dari kamar mandi (?) dan bengkel untuk tumpukan pembakaran. Orang tua itu melepaskan jubahnya, dan mengambil tempatnya di tengah-tengah bahan bakar itu. Ketika mereka mau mengikatnya pada tonggak, ia berkata kepada mereka: ‘Aku minta, biarkan aku seperti ini, tidak diikat; Ia yang memberikan aku kemampuan untuk menantang api juga akan memberiku kekuatan untuk menahan keganasannya’. Lalu ia mengucapkan doa singkat ini: ‘Ya Tuhan, Allah yang mahakuasa, Bapa dari AnakMu yang kekasih Yesus Kristus, melalui siapa kami telah menerima pengenalan terhadapMu, Allah dari malaikat dan dari seluruh ciptaan, dari seluruh umat manusia, dan dari orang-orang kudus yang hidup di hadapanMu; aku bersyukur kepadaMu bahwa Engkau telah menganggapku layak, hari ini dan jam / saat ini, untuk ikut merasakan cawan dari KristusMu di antara banyak saksi-saksiMu!’. Api dinyalakan; tetapi suatu angin yang kencang mendorong nyala api ke satu sisi, dan memperpanjang penderitaannya; akhirnya algojo membunuhnya dengan sebuah pedang. Begitulah salah satu dari orang-orang kudus Kristus di Smirna mati, ‘setia sampai mati’, dan memenangkan ‘mahkota kehidupan’, dan tidak pernah ‘menderita / dirugikan oleh kematian yang kedua’] - hal 85.


William Barclay, setelah menceritakan bahwa api dinyalakan, dan Polycarp menaikkan doa syukur / pujian, lalu berkata: “So much is plain fact, but then the story drifts into legend, for it goes on to tell that the flames made a kind on tent around Polycarp and left him untouched. At length the executioner stabbed him to death to achieve what the flames could not do. ‘And when he did this there came out a dove , and much blood, so that the fire was quenched, and all the crowd marvelled that there was such a difference between the unbelievers and the elect.’” (= Sebanyak itulah fakta yang jelas, tetapi lalu ceritanya hanyut ke dalam dongeng, karena ceritanya berlanjut dengan mengatakan bahwa nyala api itu membuat semacam tenda di sekitar Polycarp dan membiarkan ia tidak tersentuh. Akhirnya algojo menikamnya sampai mati untuk mendapatkan apa yang tidak dapat dilakukan oleh nyala api itu. ‘Dan pada waktu ia melakukan hal itu keluarlah seekor burung merpati, dan banyak darah, sehingga api itu padam, dan semua orang banyak tercengang karena ada perbedaan seperti itu antara orang tidak percaya dan orang pilihan’) - hal 77.


Philip Schaff: “The persecution of the church at Smyrna and the martyrdom of its venerable bishop, which was formerly assigned to the year 167, under the reign of Marcus Aurelius, took place, according to more recent research, under Antoninus in 155, when Statius Quadratus was proconsul in Asia Minor. Polycarp was a personal friend and pupil of the Apostle John, and chief presbyter of the church at Smyrna, ... He was the teacher of Ireneaus of Lyons, ... As he died 155 at an age of eighty-six years or more, he must have been born A.D. 69, a year before the destruction of Jerusalem, and may have enjoyed the friendship of St. John for twenty years or more” (= Penganiayaan terhadap gereja di Smirna dan kematian syahid dari uskupnya yang terhormat, yang dulu ditetapkan / disebutkan pada tahun 167, di bawah pemerintahan Marcus Aurelius, menurut penyelidikan yang lebih baru terjadi di bawah Antoninus pada tahun 155, pada saat Statius Quadratus menjabat sebagai prokonsul di Asia Kecil. Polycarp adalah teman pribadi dan murid dari Rasul Yohanes, dan merupakan ketua penatua dari gereja di Smirna, ... Ia adalah guru dari Ireneaus dari Lyons, ... Karena ia mati pada tahun 155 pada usia 86 tahun atau lebih, ia pasti telah dilahirkan pada tahun 69 M, satu tahun sebelum penghancuran Yerusalem, dan telah menikmati persahabatan dengan Yohanes selama 20 tahun atau lebih) - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 51-52.

Catatan: John Stott (hal 40) mengatakan bahwa kematian syahid Polycarp terjadi pada tanggal 22 Februari tahun 156 M. Beberapa penafsir lain juga mengatakan tahun 156 M.


b) ‘dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’.

  • William Barclay: “In this life it may be that the Christian’s loyalty will bring him a crown of thorns, but in the life to come it will surely bring him the crown of glory” (= Dalam hidup ini adalah mungkin bahwa kesetiaan orang Kristen akan memberinya mahkota duri, tetapi dalam hidup yang akan datang itu pasti akan memberinya mahkota kemuliaan) - hal 84.

  • John Stott: “‘I will give’, He says. It is not a merit award; it is a gift” (= ‘Aku akan memberi / mengaruniakan’, kataNya. Itu bukan hadiah / pemberian karena kita berjasa / layak; itu adalah suatu pemberian) - hal 49.

Memang sebetulnya pahala bukanlah sesuatu yang layak kita dapatkan. Itu tetap merupakan karunia Tuhan bagi kita. Mengapa? Karena kita bisa berbuat baik, setia dsb hanya kalau Tuhan menolong / menguatkan kita! Bdk. Yoh 15:5  Fil 4:13.


Ay 11: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua”.


1) ‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat’.

Jemaat Smirna yang sedang menderita disuruh mendengarkan Firman Tuhan! Ini perlu diperhatikan karena banyak orang justru tidak mau mendengar Firman Tuhan pada waktu sedang menderita, seperti misalnya bangsa Israel dalam Kel 16:8. Padahal orang yang menderita justru membutuhkan Firman Tuhan dan karenanya harus mau mendengar!

Penerapan: pada waktu sedang mengalami penderitaan yang berat, jangan lalu justru tidak pergi ke Kebaktian dan Pemahaman Alkitab. Juga jangan lalu membuang Saat Teduh saudara. Pada saat-saat seperti itu, Tuhan biasanya justru berbicara paling jelas dan memberikan penghiburan yang paling manis!


2) ‘Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua’.


a) ‘Barangsiapa menang’.

Ini sudah dibahas dalam Wah 2:7, sehingga tidak akan diulang di sini.


b) ‘ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua’.

  • Kata ‘menderita’ menunjukkan bahwa kematian kedua ini tidak menunjuk pada pemusnahan.

  • Untuk kata ‘tidak’ di sini, dalam bahasa Yunaninya digunakan ‘double negatives’ (2 x kata ‘tidak’), yaitu OU ME, yang menunjukkan penekanan, dan bisa diterjemahkan ‘sekali-kali tidak’.

  • Istilah ‘kematian yang kedua’ hanya ada dalam Kitab Wahyu (bdk. Wah 20:6,14  21:8).

  • Pulpit Commentary: “He who is born twice can die only once, but he who is born only once will die twice” (= Ia yang dilahirkan dua kali hanya bisa mati satu kali, tetapi ia yang dilahirkan hanya satu kali akan mati dua kali) - hal 72.

  • Tentang bagian ini William Barclay memberikan komentar sesatnya:

“The Sadducees believed that after death there was absolutely nothing; the Epicureans held the same doctrine. This belief finds its place even in the Old Testament for that pessimistic book Ecclesiastes is the work of a Sadducee. ‘A living dog is better than a dead lion; for the living know that they will die, but the dead know nothing’ (Ecclesiastes 9:4,5)” [= Orang-orang Saduki percaya bahwa setelah kematian sama sekali tidak ada apa-apa; orang-orang Epikuros memegang / mempercayai doktrin yang sama. Kepercayaan ini mendapat tempat bahkan dalam Perjanjian Lama karena kitab Pengkhotbah yang bersifat pesimist adalah pekerjaan seorang Saduki. ‘Anjing yang hidup lebih baik dari singa yang mati. Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa’ (Pengkhotbah 9:4,5)] - hal 84.

Ini menunjukkan rendahnya pandangan Barclay tentang Kitab Suci.

Kitab Pengkhotbah, dilihat dari Pengkhotbah 11:9 dan 12:14, yang berbicara tentang pengadilan Allah, tidak mungkin ditulis oleh seorang Saduki yang tidak percaya akan adanya hidup setelah kematian.

WAHYU 2:12-17

SURAT KEPADA JEMAAT / GEREJA PERGAMUS


Ay 12: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Pergamus: Inilah firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua:”.


1) Kota ‘Pergamus’.


a) Perbedaan nama ‘Pergamus’ dan ‘Pergamum’.

KJV: Pergamos.

RSV/NIV/NASB: Pergamum.

William Barclay: “Pergamos is the feminine form of the name and Pergamum the neuter. In the ancient world it was known by both forms but Pergamum was much the commoner and the newer translations are right to prefer it” (= Pergamos adalah bentuk perempuan dari nama itu dan Pergamum adalah bentuk netralnya. Dalam dunia purba kota itu dikenal dengan kedua bentuk itu, tetapi Pergamum jauh lebih lazim, dan terjemahan-terjemahan yang lebih baru bertindak benar pada waktu memilihnya) - hal 87.


b) Keadaan / situasi kota Pergamus.

Pergamus adalah ibukota dari propinsi Asia. Steve Gregg mengatakan bahwa kalau Efesus adalah ‘New York dari Asia’ (kota terbesar di Asia), maka Pergamus adalah ‘Washington D.C. dari Asia’ (ibukota Asia).

Kota Pergamus mempunyai perpustakaan terbesar kedua di dunia, yang mempunyai 200.000 ‘buku’. Ini hanya kalah oleh perpustakaan di Alexandria, Mesir.

Catatan: Barclay mengatakan bukan ‘buku’ tetapi ‘parchment rolls’ / gulungan kulit / perkamen. Dan A. T. Robertson (hal 303) mengatakan bahwa kata ‘parchment’ (charta Pergamena) diturunkan dari kata Pergamum.

Pergamus adalah kota tertua di Asia, dan kota ini:

  • adalah kota yang pertama-tama mendirikan kuil bagi Kaisar Agustus.

Karena Pergamus adalah ibukota Asia, maka Pergamus merupakan pusat penyembahan terhadap kaisar. Di kota ini orang-orang kristen diperintahkan untuk mempersembahkan dupa / kemenyan kepada patung kaisar sambil mengatakan ‘Kaisar adalah Tuhan’.

  • mempunyai kuil bagi Dewa Zeus.

  • mempunyai kuil bagi Dewa Asclepius / Aesculapius yang berbentuk ular dan dianggap sebagai dewa penyembuh.

Karena itu, banyak orang datang ke Pergamus mencari kesembuhan, sehingga Steve Gregg mengatakan bahwa kota ini seperti ‘Lourdes’ (= kota kesembuhan orang Katolik) bagi dunia purba.

Herman Hoeksema: “because of this imaginary power of this god, he was generally known as SOTER, that is, Savior. ... the serpent, the symbol of the devil, was hailed as the savior of men and was worshipped as such” (= karena kuasa, yang sebenarnya hanya merupakan khayalan, dari allah / dewa ini, ia pada umumnya dikenal sebagai SOTER, yaitu Juruselamat. ... ular, simbol dari setan, dipanggil / disebut / diterima dan disembah sebagai juruselamat manusia) - hal 83.


Herman Hoeksema: “Satan, the serpent, is honored and worshipped as the savior of men instead of Christ; and Caesar, man, is worshipped as lord of all instead of Him to Whom all power is given in heaven and on earth. ... the prince of darkness is the ruler of this age. And he still exercises dominion over the kingdoms of the world. He is, in principle, hailed as the savior wherever the Christ is rejected; and the divinity of man is proclaimed wherever the divinity of the Son of Man is not acknowledged (= Setan, sang ular, dan bukannya Kristus, dihormati dan disembah sebagai juruselamat manusia; dan Kaisar, manusia, disembah sebagai tuhan dari semua sebagai ganti dari Dia kepada siapa semua kuasa di surga dan di bumi diberikan. ... pangeran kegelapan adalah penguasa jaman ini. Dan ia tetap berkuasa atas kerajaan-kerajaan dunia. Pada dasarnya, ia diterima sebagai juruselamat dimanapun Kristus ditolak; dan keilahian manusia diproklamirkan dimanapun keilahian Anak Manusia tidak diakui) - hal 84.

Catatan: bagian terakhir (yang saya garisbawahi) perlu dicamkan oleh gereja-gereja / pendeta-pendeta dari kalangan Liberal, yang sudah ada yang berani mengatakan bahwa Yesus bukanlah Juruselamat satu-satunya, dan bahkan bukan Allah.


George Eldon Ladd: “Pergamum, while not as important a commercial city as Ephesus and Smyrna, was nevertheless more important as a political and religious center. ... Pergamum was a stronghold of both pagan religion and emperor worship and provided an unusually difficult environment for a Christian church (= Pergamum, sekalipun tidak sepenting Efesus dan Smirna sebagai kota perdagangan, tetapi lebih penting sebagai pusat politik dan agama. ... Pergamum merupakan kubu dari agama kafir dan penyembahan kaisar dan memberikan lingkungan yang luar biasa sukarnya untuk suatu gereja Kristen) - hal 45.


Semua ini menyebabkan Yesus mengatakan bahwa jemaat Pergamus diam ‘di tempat takhta Iblis / dimana Iblis diam’ (ay 13).


2) Asal usul ‘jemaat / gereja di Pergamus’.

Matthew Poole: “Pergamos was a famous city of Troas; we read of Pergamos no where else in Scripture, but of Troas we read of Paul’s being there, Acts 16:8,11; 20:5,6, and preaching Christ there, 2Cor. 2:12” (= Pergamus adalah kota yang termasyhur di Troas; kita tidak membaca tentang Pergamus di tempat lain dalam Kitab Suci, tetapi tentang Troas kita membaca tentang keberadaan Paulus di sana, Kis 16:8,11; 20:5,6, dan mengkhotbahkan Kristus di sana, 2Kor 2:12) - hal 954.

Jadi ada kemungkinan bahwa gereja di Pergamus merupakan hasil penginjilan rasul Paulus.


3) ‘Inilah firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua’.

Homer Hailey: “The sword, recognized by the Romans as the symbol of authority and judgment, belongs to Christ and not to Rome” (= Pedang, diakui oleh orang Romawi sebagai simbol dari otoritas dan penghakiman, merupakan milik Kristus dan bukan milik Roma) - hal 130.

Geoffrey B. Wilson: “It was important that those who were living under the threat of the Roman sword should be reminded that Christ wielded a far more powerful sword (1:16), with which he would visit the unfaithful in summary of judgement (v. 16)” [= Adalah penting bahwa mereka, yang sedang hidup di bawah ancaman dari pedang Romawi, untuk diingatkan bahwa Kristus memegang dan menggunakan pedang yang jauh lebih kuat / berkuasa (1:16), dengan mana ia akan mengunjungi orang yang tidak setia dalam penghakiman yang cepat / tidak ditunda (ay 16)] - hal 34.

Robert H. Mounce (NICNT): “In the context of life in a provincial capital where the proconsul was granted the ‘right of the sword’ (ius gladii), the power to execute at will, the sovereign Christ with the two-edged sword would remind the threatened congregation that ultimate power over life and death belongs to God” [= Dalam kontex kehidupan dalam suatu ibukota propinsi dimana prokonsul / gubernur Romawi diberi ‘hak pedang’ (ius gladii), kuasa untuk menjalankan hukuman mati sekehendaknya, Kristus yang berdaulat dengan pedang bermata dua akan mengingatkan jemaat yang terancam bahwa kuasa terakhir / tertinggi atas kehidupan dan kematian ada pada Allah] - hal 96.


Penerapan: ini juga perlu untuk kita renungkan, khususnya pada saat ini dimana kita hidup pada masa yang sangat berbahaya (banyak kejahatan, perampokan, kerusuhan, dsb). Lebih-lebih kalau misalnya nanti situasi politik dan pemerintahan di Indonesia berkembang sedemikian rupa sehingga kekristenan betul-betul ditindas / dianiaya. Dalam keadaan seperti ini kita memang harus hati-hati / tidak gegabah, karena bertindak gegabah / sok beriman adalah sama dengan mencobai Tuhan. Tetapi sebaliknya kita tidak boleh takut. Kita harus ingat bahwa nasib kita ada di tangan Kristus / Tuhan, dan bukan di tangan manusia.

Bandingkan dengan Mat 10:28-30 - “(28) Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. (29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya”.

Perhatikan bahwa sekalipun dalam ay 28nya Yesus berkata bahwa manusia bisa membunuh tubuh kita, tetapi dalam ay 29-30nya terlihat bahwa tanpa kehendak Tuhan hal itu tidak mungkin terjadi.


Ay 13: “Aku tahu di mana engkau diam, yaitu di sana, di tempat takhta Iblis; dan engkau berpegang kepada namaKu, dan engkau tidak menyangkal imanmu kepadaKu, juga tidak pada zaman Antipas, saksiKu, yang setia kepadaKu, yang dibunuh di hadapan kamu, di mana Iblis diam”.


1) ‘Aku tahu di mana engkau diam’.

Barclay menterjemahkan: ‘I know where you stay.

William Barclay: “The word for ‘to stay’ is here KATOKEIN; and it means to have one’s permanent residence in a place. It is a very unusual word to use of Christians in the world. Usually the word used of them is PAROKEIN, which means to be a sojourner. ... Here is something very important. The principle of the Christian life is not escape, but conquest. We may feel it would be very much easier to be a Christian in some other place and in some other circumstances but the duty of the Christian is to witness for Christ where life has set him. ... The more difficult it is to be a Christian in any set of circumstances, the greater the obligation to remain within these circumstances. If in the early days Christians had run away every time they were confronted with a difficult engagement, there would have been no chance of a world for Christ” (= Kata untuk ‘diam / tinggal’ di sini adalah KATOKEIN; dan itu berarti ‘mempunyai tempat tinggal tetap / permanen di suatu tempat’. Itu merupakan kata yang sangat tidak lazim untuk digunakan terhadap orang-orang Kristen di dunia ini. Biasanya kata yang digunakan terhadap mereka adalah PAROKEIN, yang berarti ‘tinggal untuk sementara’. ... Di sini ada sesuatu yang sangat penting. Prinsip dari kehidupan Kristen bukanlah lari / meloloskan diri, tetapi penaklukan. Kita mungkin merasa bahwa akan jauh lebih mudah untuk menjadi orang Kristen di tempat lain dan dalam keadaan yang lain, tetapi kewajiban orang Kristen adalah bersaksi bagi Kristus dimana kehidupan telah meletakkannya. ... Makin sukar untuk menjadi orang Kristen dalam suatu keadaan yang ditentukan, makin besar kewajiban untuk tetap tinggal dalam keadaan ini. Jika dalam jaman awal orang-orang Kristen telah lari setiap kali mereka dihadapkan pada pertempuran yang sukar, maka tidak mungkin akan ada suatu dunia bagi Kristus) - hal 91-92.


Herman Hoeksema: “The question might be raised whether it were not advisable for the little church to migrate out of that wicked city where the devil had his throne and dwelling-place. It might be more safe for it in other cities in the vicinity. But that is not the message John must deliver to the church, nor is it the attitude of Scripture in general. ... the Scriptures never tell us that the church of Christ as such must emigrate from the world and live in literal and local isolation” (= Bisa ditanyakan suatu pertanyaan apakah tidak sebaiknya gereja kecil itu pindah tempat keluar dari kota yang jahat dimana Iblis bertakhta dan berdiam. Adalah lebih aman baginya di kota lain di sekitarnya. Tetapi itu bukanlah pesan yang harus diberikan oleh Yohanes kepada gereja itu, juga itu bukan sikap dari Kitab Suci pada umumnya. ... Kitab Suci tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa gereja Kristus seperti itu harus beremigrasi dari dunia dan secara hurufiah hidup di suatu tempat yang terpencil) - hal 85.


Penerapan: Apakah keadaan di Indonesia pada saat ini menyebabkan saudara ingin pindah keluar negeri? Atau ingin pindah keluar negeri andai-kata mempunyai uang untuk itu? Memang bisa dimengerti bahwa manusia berusaha mencari tempat yang lebih aman dan lebih menyenangkan, tetapi kita perlu mengingat beberapa hal:

  • keamanan diri kita sebetulnya tidak tergantung tempat / sikon dimana kita berada, tetapi tergantung kepada Tuhan. Tuhan bisa melindungi dan membebaskan Petrus, yang dikelilingi oleh musuh-musuhnya (Kis 5:18-dst), dan Tuhan bisa membunuh Herodes ditengah-tengah para pen-dukung / pengagumnya (Kis 12:21-23).

  • kita tidak boleh hidup demi kesenangan diri kita, tetapi demi kesenangan dan kemuliaan Tuhan. Inilah penyangkalan diri (bdk. Mat 16:24).

  • kita harus menjadi ‘terang’ (Mat 5:14), dan makin gelap suatu tempat, makin dibutuhkan terang. Jadi negara kita yang sedang kacau ini justru sangat membutuhkan keberadaan kita sebagai terang di sini.


Tetapi pada saat yang sama saya juga berpendapat bahwa kata-kata Barclay dan Hoeksema di atas tidak boleh dimutlakkan, seakan-akan dalam keadaan apapun kita tidak boleh pindah. Bandingkan dengan:

  • Kej 46:1-7 dimana Yakub pindah ke Mesir, dengan restu dari Allah, karena adanya bahaya kelaparan.

  • Kis 9:22-26 dimana Paulus lari dari Damsyik ke Yerusalem, karena mau dibunuh.

  • Mat 24:15-21, khususnya ay 16 dan ay 20 dimana kata ‘melarikan diri’ muncul 2 x. Di sini / dalam situasi ini Tuhan bahkan memerintahkan untuk lari.


Dari semua ini saya menyimpulkan bahwa kita boleh lari / pindah, kalau:

  • betul-betul mau dibunuh / akan mati kalau tidak pindah, bukan sekedar pada waktu mengalami keadaan sukar.

  • kita diyakinkan dalam pergumulan kita, bahwa Tuhan mengijinkan / menyuruh kita lari.


2) ‘di tempat takhta Iblis ... dimana Iblis diam’.

Kata-kata ‘takhta Iblis’ bisa menunjuk kepada pemerintah Romawi yang ada di Pergamus (ingat kota ini adalah ibukota propinsi), atau menunjuk kepada penyembahan berhala dan semua praktek setan di kota ini. Tetapi kebanyakan penafsir seperti Barclay, Leon Morris, George Eldon Ladd, Robert H. Mounce, dsb., menganggap bahwa kota ini disebut ‘takhta Iblis’ karena kota ini merupakan pusat penyembahan kepada kaisar di Asia.


Pulpit Commentary: “The ruins of it even now attest its greatness in ancient times, when it stood high on the roll of famous cities. It was the abode of royalty; it was the metropolis of heathen divinity. Our Lord looks at it as the place ‘where Satan’s throne is.’ ... Not that the beautiful in art, and the costly in material, and the strong in structure, are not reckoned by Christ at their real value; but that where men worship these things for their own sake, where they are used to hide corruption, and where impurity of motive and of life poison all, material beauty is forgotten in the world badness. ‘Man looketh on the outward appearance; the Lord looketh on the heart.’” (= Bahkan reruntuhannya sekarang memperlihatkan / membuk-tikan kebesarannya pada jaman kuno, pada waktu ia menonjol dalam daftar kota-kota yang termasyhur. Ia merupakan tempat tinggal raja, ia adalah kota besar dari keilahian kafir. Tuhan kita memandangnya sebagai tempat ‘dimana takhta Iblis ada’. ... Bukan bahwa keindahan seni, dan mahalnya bahan, dan kuatnya struktur, tidak diperhitungkan oleh Kristus sesuai dengan nilai mereka yang sebenarnya; tetapi dimana manusia menyembah hal-hal ini demi diri mereka sendiri, dan hal-hal itu digunakan untuk menyembunyikan kejahatan, dan dimana ketidakmurnian motivasi dan hidup meracuni semua, maka keindahan materi dilupakan dalam kejelekan dunia. ‘Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati’) - hal 72-73.

Catatan: bagian terakhir dikutip dari 1Sam 16:7b.


Adam Clarke: “It was a maxim among the Jews, that where the law of God was not studied, there Satan dwelt; but he was obliged to leave the place where a synagogue or academy was established” (= Merupakan suatu pepatah di antara orang Yahudi, bahwa dimana hukum Allah tidak dipelajari, di sana Setan tinggal / diam; tetapi ia harus meninggalkan tempat dimana sebuah sinagog / tempat ibadah Yahudi atau suatu akademi didirikan) - hal 978.

Pepatah ini jelas merupakan pepatah bodoh. Justru di tempat dimana Tuhan dikasihi, diajarkan / diberitakan, maka di sanalah setan senang untuk tinggal dan menggoda orang-orang itu.


John Stott: “Let us rid our minds of the medieval caricature of Satan. Forget the horns, the hooves and the tail, and we are left with the Biblical portrait of a spiritual being, highly intelligent, immensely powerful and utterly unscrupulous” (= Marilah kita membuang dari pikiran kita karikatur tentang setan dari abad pertengahan. Lupakanlah tanduk, kuku dan ekor, dan kita mempunyai gambaran yang Alkitabiah tentang seorang makhluk rohani, sangat pandai, sangat kuat / berkuasa dan jahat secara total) - hal 60.

Stott juga mengatakan bahwa baru-baru ini ada suatu pengumpulan pendapat di Inggris yang menunjukkan bahwa hanya 24 % dari orang-orang Inggris yang berusia di bawah 21 tahun yang percaya akan adanya setan.

Dan Stott lalu mengatakan: “How delighted he must be!” (= Alangkah senangnya ia!) - hal 60.


3) ‘engkau berpegang kepada namaKu’.


a) Di kota ini nama Yesus tak diakui / dihormati. Yang diakui dan dihormati adalah nama Dewa Asclepius / Aesculapius dan nama Kaisar. Tetapi orang kristen Pergamus tetap setia kepada nama Kristus! Ini menunjukkan bahwa orang bisa tetap setia kepada Kristus, sekalipun keadaan sekitarnya begitu sukar. Kalau mereka bisa mengapa kita tidak?


b) Ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya setia kepada nama Kristus, tetapi juga memberitakan nama Kristus.

Herman Hoeksema: “It were conceivable that they kept the faith and clung to the name of Jesus, but that they kept it all for themselves, that they lived in seclusion, and that they carefully avoided an open clash with the wicked environment. But once more, this is not the calling of the church of Christ. ... It may not hold its peace, even when the world threatens with devilish fury. The church must confess; and not to confess is to deny” (= Merupakan sesuatu yang bisa dimengerti jika mereka memelihara iman dan berpegang erat-erat pada nama Yesus, tetapi mereka memelihara semua itu untuk diri mereka sendiri, hidup dalam pengasingan, dan dengan hati-hati menghindari perselisihan / bentrokan terbuka dengan lingkungan yang jahat. Tetapi sekali lagi, ini bukan panggilan dari gereja Kristus. ... Gereja tidak boleh berdiam diri, bahkan pada waktu dunia mengancam dengan kemarahan yang besar sekali / jahat / dari setan. Gereja harus mengaku, dan tidak mengaku berarti menyangkal) - hal 86.


4) ‘engkau tidak menyangkal imanmu kepadaKu’.


a) ‘imanmu kepadaKu’.

NIV: ‘your faith in me’ (= imanmu kepadaKu).

KJV/RSV/NASB/Lit: ‘my faith’ (= imanKu).

John Stott: “Commentators are agreed that, grammatically speaking, ‘my faith’ means ‘your faith in me’” (= Para penafsir setuju bahwa berbicara secara gramatika, ‘imanku’ berarti ‘imanmu kepadaKu’) - hal 56.


b) ‘tidak menyangkal’.

Kata ‘menyangkal’ ada dalam aorist tense (= past tense / bentuk lampau), dan karena itu rupanya kata-kata ‘tidak menyangkal’ menunjuk pada satu kejadian tertentu di masa lampau, dimana jemaat dihadapkan pada pemaksaan untuk menyangkal Yesus. Rupanya pada peristiwa itu juga Antipas mengalami kematian syahid. Tetapi jemaat Pergamus tetap tidak mau menyangkal Kristus.


Pulpit Commentary: “Here is one of the million proofs that man’s moral character is not necessarily formed by external circumstances, however antagonistic those circumstances may be” (= Di sini ada satu dari jutaan bukti bahwa karakter moral manusia tidak harus dibentuk oleh keadaan luar, betapapun bermusuhannya keadaan itu) - hal 101-102.


5) ‘juga tidak pada zaman Antipas, saksiKu, yang setia kepadaKu, yang dibunuh di hadapan kamu’.


a) ‘Antipas’.

Ada yang menganggap bahwa nama ‘Antipas’ ini adalah nama asli seseorang; tetapi ada juga yang menganggap bahwa sama seperti nama-nama lain dalam Kitab Wahyu, ini hanya bersifat simbolis, yang menunjuk kepada segolongan orang yang ‘anti Paus’.

Catatan: lihat di depan tentang penafsiran simbolis dari ke tujuh gereja (hal 1-2, point no 1,c dari buku ini).


Matthew Poole: “Our being able from no history to give an account of this martyr, hath inclined some to think this epistle wholly prophetical, and that Antipas signifieth not any particular person, but all those who opposed the pope, as if it were Antipapa” (= Ketidakmampuan kita memberikan catatan / cerita dari sejarah tentang martir ini, telah mencondongkan beberapa orang untuk berpikir bahwa surat ini sepenuhnya bersifat nubuat, dan bahwa Antipas tidak berarti seseorang yang tertentu, tetapi semua mereka yang menentang Paus, seakan-akan kata itu adalah Antipapa) - hal 954-955.


Steve Gregg: Some who take this approach have suggested that Antipas does not refer to an individual, but to a class of men opposed (‘anti’) to the popes (‘papas’), which men were martyred in great numbers in Rome and Constantinople” [= Sebagian dari orang-orang yang mengambil arti ini mengusulkan bahwa Antipas tidak menunjuk kepada seorang individu, tetapi kepada segolongan orang yang menentang (‘anti’) Paus (‘papas’), yaitu orang-orang yang mati syahid dalam jumlah besar di Roma dan Constantinople] - hal 70.


Saya berpendapat bahwa Antipas adalah nama orang.


b) Ada yang menterjemahkan kata-kata ‘saksiKu yang setia’ dengan ‘martirKu yang setia’.

William Barclay: “The Risen Christ calls Antipas my faithful MARTUS. We have translated that ‘martyr’; but MARTUS is the normal Greek word for ‘witness’. In the early church to be a martyr and to be a witness were one and the same thing. ‘Witness’ meant so often ‘martyrdom’” (= Kristus yang bangkit menyebut Antipas ‘MARTUS-Ku yang setia’. Kita telah men-terjemahkannya ‘martir’, tetapi MARTUS adalah kata Yunani yang normal untuk ‘saksi’. Dalam gereja mula-mula menjadi ‘martir’ dan menjadi ‘saksi’ adalah hal yang satu dan sama) - hal 92.

Catatan: A. T. Robertson mengatakan (hal 305) bahwa arti ‘martir’ adalah arti modern yang baru muncul pada abad ke 3.


c) Kematian Antipas.

Adam Clarke: “There is a work extant called ‘The Acts of Antipas’, which makes him bishop of Pergamos, and states that he was put to death by being enclosed in a burning brazen bull. But this story confutes itself, as the Romans, under whose government Pergamos then was, never put any person to death in this way. It is supposed that he was murdered by some mob, who chose this way to vindicate the honour of their god Aesculapius, in opposition to the claims of our Lord Jesus” (= Ada suatu karya yang masih ada yang disebut ‘Perbuatan / Kisah Antipas’, yang membuatnya sebagai uskup dari Pergamus, dan menyatakan bahwa ia dibunuh dengan dimasukkan ke dalam sapi dari kuningan yang dibakar. Tetapi cerita ini menentang dirinya sendiri, karena orang Romawi, dibawah pemerintahan siapa Pergamus saat itu, tidak pernah membunuh seseorang dengan cara ini. Diduga bahwa ia dibunuh oleh suatu gerombolan, yang memilih cara ini untuk mempertahankan kehormatan dari dewa mereka Aesculapius, dalam pertentangan dengan tuntutan dari Tuhan Yesus kita) - hal 978.


d) Tak diingat dalam sejarah, tetapi diingat oleh Kristus.

Pulpit Commentary: “Of Antipas we know nothing more than is named here. No historic roll, save this, refers to him. But Christ never forgets. To be remembered by him is fame enough” (= Tentang Antipas kita tidak mengetahui apapun lebih dari yang disebutkan di sini. Tidak ada catatan sejarah, kecuali ini, yang menunjuk kepadanya. Tetapi Kristus tidak pernah lupa. Diingat oleh Dia adalah cukup masyhur / populer) - hal 73.


Mungkin kalau ini terjadi pada jaman sekarang, orang kristen sendiri bahkan akan mengecam Antipas sebagai orang kristen yang extrim. Tetapi Yesus justru memuji Antipas dengan sebutan ‘saksiKu yang setia’. Perlu diingat bahwa istilah ‘saksiKu yang setia’ yang diberikan kepada Antipas, merupakan istilah yang sama dengan yang ditujukan kepada Kristus sendiri dalam Wah 1:5. Jadi ini merupakan suatu pujian yang sangat tinggi.


e) A. T. Robertson mengatakan (hal 305) bahwa kematian syahid Antipas ini disusul oleh beberapa orang lain di Pergamum, yaitu Agathonice, Attalus, Carpus, dan Polybus. Seringkali orang digoda setan dengan berpikir: ‘Dari pada mati secara sia-sia, lebih baik menyangkal Yesus / berkompromi’. Tetapi dari cerita tentang Antipas ini terlihat bahwa kematian syahid tidaklah sia-sia. Pertama, kesetiaan sampai mati itu menyenangkan Allah, dan kedua, itu memotivasi orang kristen lain untuk juga berani mati demi Kristus.

Tetapi sebaliknya kalau kita menyangkal Kristus, berkompromi dengan dunia, dsb, kita menghancurkan motivasi orang kristen lain untuk men-derita dan mati demi Kristus!


Ay 14: “Tetapi Aku mempunyai beberapa keberatan terhadap engkau: di antaramu ada beberapa orang yang menganut ajaran Bileam, yang memberi nasihat kepada Balak untuk menyesatkan orang Israel, supaya mereka makan persembahan berhala dan berbuat zinah”.


1) ‘Tetapi Aku mempunyai beberapa keberatan terhadap engkau: di antaramu ada beberapa orang yang menganut ajaran Bileam’.


a) Perhatikan bahwa bukan seluruh gereja Pergamus, tetapi hanya sebagian / beberapa orang yang menganut ajaran Bileam.


b) ‘menganut’.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘menganut’ di sini sama dengan kata Yunani yang diterjemahkan ‘berpegang’ dalam ay 13 (berpegang kepada namaKu’), juga dengan ‘berpegang’ dalam ay 15 (berpegang kepada ajaran pengikut Nikolaus’). Jadi kalau sebagian mereka berpegang pada nama Kristus (ay 13), maka sebagian yang lain justru berpegang pada ajaran Bileam (ay 14) dan / atau pada ajaran Nikolaus (ay 15).


2) ‘Ajaran Bileam, yang memberi nasihat kepada Balak untuk menyesatkan orang Israel, supaya mereka makan persembahan berhala dan berbuat zinah’.


a) Bileam dan ajarannya.

Ayat-ayat Kitab Suci tentang Bileam: Bil 22-25  Bil 31:16  2Pet 2:15  Yudas 11.

Bileam terkenal karena ketamakannya (2Pet 2:15  Yudas 11), yang menyebabkannya menawar larangan Tuhan (Bil 22:10-20). Tetapi yang dipersoalkan dalam Wah 2:14 ini bukanlah ketamakannya, tetapi siasat-nya yang ia ajarkan kepada Balak untuk menghancurkan bangsa Israel menggunakan perempuan-perempuan Moab (Bil 31:16  Bil 25:1-9).


William R. Newell: “You know the history of Balaam, the mysterious prophet of Numbers 22,23,24, who, prevented from cursing God’s nation Israel, counselled the king of Moab to entice Israel into Moab’s heathen idolatry, with its obscenities and abominations (Numbers 25), bringing death by plague on twenty-four thousand Israelites! Satan, failing to overthrow the church by persecution in Smyrna days, snares the Pergamum church into idolatry and fornication” [= Engkau mengetahui sejarah Bileam, nabi misterius dari Bil 22,23,24, yang setelah dihalangi untuk mengutuk bangsa Allah, yaitu Israel, lalu menasehati raja Moab untuk membujuk / memikat Israel ke dalam penyembahan berhala kafir dari orang Moab, dengan percabulan dan hal-hal yang menjijikkan (Bil 25), membawa kematian oleh wabah pada 24.000 orang Israel! Setan, gagal untuk menjatuhkan gereja dengan penganiayaan pada jaman Smirna, menjerat gereja Pergamum ke dalam penyembahan berhala dan percabulan] - hal 49.

Catatan: Newell percaya bahwa setiap gereja dari ke 7 gereja dalam Wah 2-3 menunjuk pada jaman tertentu.


George Eldon Ladd: “In our text Balaam is a prototype of those who compromise with paganism in idolatry and immorality” (= Dalam text kita Bileam adalah model mula-mula dari mereka yang berkompromi dalam penyembahan berhala dan ketidak-bermoralan) - hal 47.


b) ‘yang memberi nasihat kepada Balak untuk menyesatkan orang Israel’.

NIV: ‘who taught Balak to entice the Israelites to sin (= yang mengajar Balak untuk membujuk / memikat orang-orang Israel kepada dosa). Ini jelas merupakan terjemahan yang tidak hurufiah. Bandingkan dengan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris yang lain di bawah ini.

KJV: ‘who taught Balac to cast a stumblingblock before the children of Israel’ (= yang mengajar Balak untuk memberikan batu sandungan di depan anak-anak Israel).

NASB: ‘who kept teaching Balak to put a stumbling block before the sons of Israel’ (= yang terus mengajar Balak untuk meletakkan batu sandungan di depan anak-anak Israel).

RSV: ‘who taught Balak to put a stumbling block before the sons of Israel’ (= yang mengajar Balak untuk meletakkan batu sandungan di depan anak-anak Israel).

Leon Morris (Tyndale): “The stumblingblock (SKANDALON) was the bait stick of a trap, the stick which triggered off the trapping mechanism when a bird perched on it” [= Batu sandungan (SKANDALON) adalah tongkat umpan pada sebuah jebakan / jerat, yang memicu mekanisme jebakan / jerat pada saat seekor burung bertengger / hinggap padanya] - hal 67.


Penerapan: Siasat setan semacam itu tetap banyak digunakan pada jaman sekarang. Ia memancing kita dengan hal-hal duniawi yang nikmat, seperti sex, uang, kesenangan lain, tetapi begitu kita mulai menikmati hal-hal itu, jerat / jebakan setan itu bekerja dan menghancurkan kita. Karena itu hati-hatilah dengan segala sesuatu yang nikmat!


c) ‘supaya mereka makan persembahan berhala dan berbuat zinah’.

Sebetulnya makan persembahan berhala tidak membawa keuntungan ataupun kerugian rohani apapun bagi kita (1Kor 8:8), kecuali kalau mereka makan dengan kepercayaan tertentu pada makanan itu (1Kor 8:7). Tetapi pada waktu kita makan persembahan berhala, itu bisa membuat orang lain jatuh ke dalam dosa dengan ikut makan sambil percaya pada makanan itu. Karena itulah Paulus mengatakan jangan makan persembahan berhala (1Kor 8:9-13).

Selanjutnya Paulus lalu memberikan beberapa situasi tentang makan persembahan berhala, dan boleh atau tidaknya kita makan dalam situasi tersebut:

  • makan daging persembahan berhala dalam upacara penyembahan berhala dari agama kafir. Ini jelas dilarang oleh Paulus dalam 1Kor 10:21-22.

  • makan daging bekas persembahan berhala yang lalu dijual di pasar. Tentu seseorang tidak bisa tahu mana daging yang bekas per-sembahan dan mana yang tidak. Paulus berkata bahwa ini boleh dimakan dengan bebas (1Kor 10:25).

  • makan suguhan yang diberikan oleh orang yang mengundang kita. Ini terbagi dalam 2 kemungkinan:

  • kalau orang yang mengundang itu tidak mengatakan apa-apa (apakah makanan itu bekas persembahan berhala atau bukan), maka kita boleh makan apa saja yang dihidangkan (1Kor 10:27).

  • kalau orang yang mengundang itu berkata bahwa itu adalah persembahan berhala, maka itu tidak boleh dimakan (1Kor 10:28-33).

Catatan: saya berpendapat bahwa situasi ke 3 ini juga berlaku kalau kita diberi makanan oleh orang lain.


Perlu diketahui bahwa pada jaman itu perayaan-perayaan kafir boleh dikatakan selalu mencakup kedua hal itu, yaitu ‘makan persembahan berhala’ dan ‘perzinahan’ (bdk. Kis 15:20).

Karena dalam Wah 2:14 ini ‘makan persembahan berhala’ itu dikecam, dan digandengkan dengan ‘berbuat zinah’, maka hampir pasti yang dimaksud dengan ‘makan persembahan berhala’ di sini adalah makan dalam upacara penyembahan berhala agama kafir, yang jelas-jelas dilarang oleh Paulus (1Kor 10:21-22).


3) Sebagian berkompromi, dan yang lain tidak mendisiplin orang-orang yang berkompromi ini.


a) Godaan untuk mengikuti pesta-pesta kafir bukanlah godaan yang ringan.

William Hendriksen:

“the trades had their tutelary deities which would be worshipped at the feasts. Refusal to join in these feasts often meant that a man would lose his job, his trade; he would become an outcast” (= perdagangan mempunyai dewa penjaga / pelindung yang disembah pada pesta-pesta itu. Penolakan untuk bergabung dalam pesta-pesta ini sering berarti bahwa seseorang akan kehilangan pekerjaannya dan langganannya; dan ia akan menjadi orang buangan / orang yang diusir dari masyarakat) - hal 67.


b) Sebagian berkompromi.

Karena godaan yang begitu kuat itu, sebagian orang-orang kristen Pergamus mulai berkompromi dan mungkin mereka berargumentasi bahwa seseorang boleh ikut dalam pesta kafir itu, dan ikut makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala, dan bahkan ikut memper-sembahkan dupa / kemenyan kepada berhala, asal mereka tetap sadar bahwa berhala itu bukan apa-apa (bdk. 1Kor 8:4-7).

Karena itu beberapa orang jemaat mulai menghadiri pesta-pesta kafir dan terlihat dalam hal-hal tak bermoral di sana.


George Eldon Ladd: “Although the Pergamum Christians has held fast to Jesus’ name and did not renounce their faith in him under the pressure of threatened persecution, they allowed pagan morals to influence them” (= Sekalipun orang-orang Kristen Pergamum berpegang erat-erat pada nama Yesus dan tidak meninggalkan iman mereka kepadaNya di bawah tekanan dari ancaman penganiayaan, mereka membiarkan / mengijinkan moral kafir mempengaruhi mereka) - hal 47.


Penerapan: hati-hati untuk tidak menjadi orang yang hanya benar dalam kepercayaan, pengakuan dan ajaran, tetapi berantakan dalam hal moral.


c) Tidak ada pendisiplinan terhadap orang-orang yang berkompromi itu.

Gereja seharusnya melakukan disiplin / siasat gerejani terhadap orang-orang itu (bdk. Mat 18:15-17  1Kor 5:1-13  2Tes 3:6,14-15), tetapi ternyata gereja tidak melakukannya.

Hendriksen (hal 66-67) mengatakan bahwa gereja Pergamus terlalu me-nekankan keselamatan individual, sehingga mengabaikan disiplin gereja.


Herman Hoeksema: “the church in Pergamos bears with evil men, and therefore is the church which is growing lax in discipline” (= gereja Pergamus sabar terhadap orang jahat, dan karena itu merupakan gereja yang menjadi lalai dalam disiplin) - hal 82.


Herman Hoeksema: “the church in Pergamos was defective in discipline, the discipline of its own members. ... Discipline is the Christ-ordained guard in the church of Jesus. It is the sentinel, standing watch by the purity of doctrine according to the Word of God and by the holiness of the sacraments, as well as by the walk of believers. Where that sentinel is not placed on guard, or where he is sleeping while on duty, the church is exposed to the evil, seducing influence of false doctrine, as well as to the degenerating influence of the world upon the life of its individual members” (= gereja Pergamus cacat dalam disiplin, disiplin terhadap anggota-anggotanya sendiri. ... Disiplin adalah penjaga yang ditentukan Kristus dalam gereja Yesus. Itu adalah pengawal, penjaga yang mempertahankan kemurnian ajaran sesuai dengan Firman Allah, dan kekudusan sakramen, dan juga kehidupan orang percaya. Dimana penjaga itu tidak ada di tempatnya, atau dimana ia tidur pada waktu sedang bertugas, maka gereja terbuka terhadap hal-hal yang jahat, pengaruh memikat dari ajaran sesat / palsu, dan juga terhadap pengaruh yang merusak moral dari dunia terhadap kehidupan anggota-anggota gereja) - hal 87-88.


Tidak diketahui dengan pasti apa sebabnya gereja Pergamus ini tidak melakukan disiplin gerejani, tetapi ada beberapa kemungkinan:

  • Karena kesukaran dan penderitaan sudah terlalu banyak.

Pendisiplinan gereja dikuatirkan akan menambah problem dan mem-buat gereja lebih lemah.

  • Prinsip salah yang seringkali dianut gereja: ‘Gereja harus mengasihi dan menyelamatkan, bukan menolak / mengeluarkan’.

  • Karena sungkan atau tidak mau repot.


4) Kebenaran dan kasih.


John Stott: “It is specially striking that if in these letters love is the first mark of a true and living church, truth is the third, because the Scriptures hold love and truth together in perfect balance. Some Christians are so resolved to make love paramount, that they forget the sacredness of revealed truth. ‘Let us drown our doctrinal differences’, they urge, ‘in the ocean of brotherly love!’ Others are equally mistaken in their pursuit of truth at the expense of love. So dogged is their zeal for God’s word that they become harsh and bitter and unloving. Love becomes sentimental if it is not strengthened by truth, and truth becomes hard if it is not softened by love. We need to preserve the balance of the Bible which tells us to hold the truth in love, to love others in the truth, and to grow not only in love but in discernment (Eph. 4:15; 3Jn. 1; Phil. 1:9)” [= Adalah sesuatu yang sangat menyolok bahwa jika dalam surat-surat ini, kasih adalah ciri pertama dari gereja yang benar dan hidup, maka kebenaran adalah yang ketiga, karena Kitab Suci menjaga kesatuan dari kasih dan kebenaran dalam keseimbangan yang sempurna. Sebagian orang Kristen begitu teguh dalam keputusannya untuk membuat kasih sebagai hal yang terpenting, sehingga mereka lupa akan ke-sakral-an dari kebenaran yang diwahyukan. ‘Marilah kita menenggelamkan perbedaan doktrinal kita’, desak mereka, ‘dalam lautan kasih persaudaraan!’. Orang Kristen yang lain sama salahnya karena mereka mengejar kebenaran dengan mengorbankan kasih. Begitu mantap semangat mereka untuk firman Allah sehingga mereka menjadi keras / kasar dan pahit dan tidak kasih. Kasih menjadi sentimentil / emosionil jika itu tidak dikuatkan oleh kebenaran, dan kebenaran menjadi keras jika itu tidak dilembutkan oleh kasih. Kita perlu menjaga / memelihara keseimbangan dari Alkitab yang berkata kepada kita untuk memegang kebenaran dalam kasih, untuk mengasihi orang lain dalam kebenaran, dan untuk bertumbuh bukan hanya dalam kasih tetapi juga dalam ketajaman untuk membedakan (Ef 4:15; 3Yoh 1; Fil 1:9)] - hal 53-54.


John Stott lalu melanjutkan, dan sekarang ia menekankan ‘kebenaran’:

“Let those who say that it does not matter what you believe so long as you live well and love all, read, mark, learn and inwardly digest this epistle. Let them consider the attitude and gain the mind of our Lord Jesus Christ. He does not share the lack of doctrinal concern exhibited by such. He called Himself ‘the truth’ and ‘the light of the world’. ... He told Pontius Pilate that He had come into the world to bear witness to the truth (Jn. 14:6; 8:12,31-32; 18:37). He loves the truth, He speaks the truth, He is the truth. Then how can we be indifferent to it?” [= Biarlah mereka, yang mengatakan bahwa tidak jadi soal apa yang kaupercaya selama engkau hidup dengan benar dan mengasihi semua, membaca, memperhatikan, mem-pelajari dan mencerna / menyelami surat ini dalam hati. Biarlah mereka mempertimbangkan sikap Tuhan kita Yesus Kristus dan mendapatkan pikiranNya. Ia tidak mempunyai ‘sikap tidak memperhatikan doktrin’ seperti yang ditunjukkan oleh orang-orang seperti itu. Ia menyebut diriNya sendiri ‘kebenaran’ dan ‘terang dunia’. ... Ia berkata kepada Pontius Pilatus bahwa Ia telah datang ke dalam dunia untuk memberi kesaksian tentang kebenaran (Yoh 14:6; 8:12,31-32; 18:37). Ia mengasihi kebenaran, Ia mengucapkan kebenaran, Ia adalah kebenaran. Lalu bagaimana kita bisa acuh tak acuh terhadap kebenaran?] - hal 54.


John Stott: “We must learn to preserve unity in essentials, liberty in non-essentials and charity in all things. Many of our troubles in inter-church relations arise from our lack of proportion. We minimize the central and magnify the circumferential. We often make concessions on clearly revealed truths which should never be surrendered, and yet insist upon secondary matters or even on trivialities which are neither revealed nor required by God” (= Kita harus belajar untuk menjaga / memelihara kesatuan dalam hal-hal yang pokok / dasar, kebebasan dalam hal-hal yang bukan pokok / dasar, dan kasih dalam segala hal. Banyak dari problem kita dalam hubungan antar gereja timbul dari kurangnya proporsi. Kita meminimumkan hal yang di tengah / penting dan membesarkan hal yang di tepi / kurang penting. Kita sering membuat kelonggaran dalam kebenaran yang dinyatakan secara jelas, dimana kita tidak pernah boleh menyerah / mengalah, tetapi berkeras dalam hal-hal sekunder atau bahkan dalam hal-hal yang remeh yang tidak dinyatakan / diwahyukan maupun dituntut oleh Allah) - hal 55.


John Stott: “We cannot have Christian fellowship with those who deny the divinity of Christ’s person or the satisfactoriness of His work on the cross for our salvation. These are defence positions we cannot yield. There is no room for negotiation or appeasement here. To deny that Jesus of Nazareth was both human and divine, ‘the Christ come in the flesh’ is antichrist, wrote John, while to preach any other gospel than the gospel of Christ’s saving grace is to deserve Paul’s anathema (1Jn. 2:22; 4:2,3; 2Jn. 7-11; Gal 1:6-9)” [= Kita tidak dapat mempunyai persekutuan Kristen dengan mereka yang menyangkal keilahian pribadi Kristus atau dengan mereka yang menganggap bahwa pekerjaanNya pada kayu salib tidak cukup untuk keselamatan kita. Ini adalah posisi-posisi pertahanan dimana kita tidak boleh menyerah. Tidak ada tempat untuk ‘negosiasi / perundingan’ atau ‘ketundukan terhadap tuntutan untuk menghindari kesukaran’ di sini. Menyangkal bahwa Yesus dari Nazaret adalah manusia dan ilahi, ‘Kristus datang dalam daging’, adalah anti Kristus, tulis Yohanes, sedangkan memberitakan injil yang lain dari pada injil kasih karunia Kristus yang menyelamatkan, adalah layak untuk mendapatkan kutukan Paulus (1Yoh 2:22; 4:2,3; 2Yoh 7-11; Gal 1:6-9)] - hal 56.


Ay 15: “Demikian juga ada padamu orang-orang yang berpegang kepada ajaran pengikut Nikolaus”.


1) Terjemahan KJV yang berbeda.

KJV: ‘So hast thou also them that hold the doctrine of the Nicolaitans, which thing I hate (= Demikian juga ada padamu mereka yang memegang ajaran pengikut Nikolaus, yang adalah hal yang Kubenci).

RSV: ‘So you also have some who hold the teaching of the Nicolaitans’ (= Demikian juga ada padamu beberapa orang yang memegang ajaran pengikut Nikolaus).

NIV: ‘Likewise you also have those who hold to the teaching of the Nicolaitans’ (= Demikian juga ada padamu mereka yang berpegang pada ajaran pengikut Nikolaus).

NASB: ‘Thus you also have some who in the same way hold the teaching of the Nicolaitans’ (= Demikian juga ada padamu beberapa orang yang dengan cara yang sama memegang ajaran pengikut Nikolaus).


Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan manuscript, dimana ada yang menuliskan HO MISO (= ‘which I hate’ / ‘yang aku benci’), dan ada yang menuliskan OMOIOS (= ‘in like manner’ / dengan cara yang sama). Yang terakhirlah yang harus diambil karena didukung oleh semua manuscript yang terbaik (Pulpit Commentary, hal 63).

Catatan: Pulpit mengatakan OMISO, tetapi Barnes (hal 1560) HO MISO. Mounce (hal 98) sama dengan Barnes.


2) Apakah ‘pengikut Nikolaus’ dan ‘penganut ajaran Bileam’ ini merupakan golongan yang sama atau berbeda?

Tentang apakah ‘pengikut Nikolaus’ dan ‘penganut ajaran Bileam’ ini merupakan golongan yang sama atau berbeda telah saya bahas secara panjang lebar pada waktu membahas Wah 2:6. Karena itu di sini saya hanya membahasnya sepintas saja.


Ada yang menafsirkan bahwa kata HOUTOS [= So (= demikian); In this manner / In this way / In the same way (= dengan cara yang sama)] di awal ay 15 ini berarti bahwa ajaran Nikolaitan dan Balaam adalah sama.


Tetapi ada yang justru berpandangan sebaliknya.

Homer Hailey: “Though some eminent scholars hold that Balaam and the Nicolaitans are identical, John’s introduction of the Nicolaitans with ‘also’ and ‘in like manner’ argues for two separate groups. They may have had much in common, but they appear to have been two distinct parties” (= Sekalipun beberapa sarjana yang terkenal percaya bahwa Bileam dan pengikut Nikolaus itu identik, perkenalan Yohanes tentang pengikut Nikolaus dengan ‘juga’ dan ‘dengan cara yang sama’ menunjukkan bahwa mereka adalah 2 grup yang terpisah. Mereka mungkin mempunyai banyak persamaan, tetapi mereka adalah 2 golongan yang berbeda) - hal 132.

Saya lebih condong pada pandangan Hailey ini.


3) Setan berganti siasat; sekarang ia bertujuan menghapus perbedaan gereja dengan dunia.

Herman Hoeksema: “It is not impossible that these Nicolaitans were antinomians, people who deliberately taught that it mattered not how the Christian lived here upon earth since Christ fulfilled the law and the old Adam was doomed to destruction anyway. They were not very scrupulous as to their lives. ... In a word, they were a class of people that threatened by their doctrine and life to obliterate the distinction between the church and the world in Pergamos, ... The purpose and subtilty of the devil in this scheme is transparent. In the recent past he had made an attempt to wipe out the church and make it unfaithful to its Lord by subjecting it to bloody persecution. But in this he had failed. For the time being he now abandoned this course of action, in order to try the method of corrupting the church and thus wiping out the distinction between the church and the world” (= Bukannya mustahil bahwa pengikut Nikolaus ini adalah orang yang anti hukum, orang yang dengan sengaja mengajar bahwa tidak jadi soal bagaimana orang Kristen hidup di dunia ini karena Kristus telah menggenapi hukum dan bagaimanapun juga Adam yang lama pasti akan dihancurkan. Mereka tidaklah terlalu teliti / cermat berkenaan dengan hidup mereka. ... Singkatnya, mereka adalah segolongan orang yang dengan ajaran dan hidup mereka mengancam untuk menghapuskan perbedaan antara gereja dan dunia di Pergamus, ... Tujuan dan kelicinan dari setan dalam rencana jahatnya ini adalah jelas. Pada masa yang baru lalu ia telah berusaha untuk menghancurkan gereja dan membuatnya tidak setia kepada Tuhannya dengan menjadikan mereka sasaran dari peng-aniayaan berdarah. Tetapi dalam hal ini ia gagal. Sekarang ia meninggalkan jalan itu, dan mencoba metode yang merusak kehidupan gereja dan dengan demikian menghapus perbedaan antara gereja dan dunia) - hal 89-90.

Penerapan: kalau saudara digoda dengan godaan seperti ini, ingatlah akan Ro 12:2a yang berbunyi: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini”.


4) Tentang ‘penganut ajaran Bileam’ dan ‘pengikut Nikolaus’, James B. Ramsey, yang menganggap mereka sebagai golongan yang satu dan yang sama, berkata sebagai berikut:

“Sin changes its forms, but not its principles. There are no temples of Diana, and Venus, or of Boodh and Vishnu among us, enticing back to their licentious indulgences those who were once devoted worshippers there. But the temples of Mammon, of Pleasure, of Ambition, rear their alluring fronts and open their wide portals along every walk of life” [= Dosa berubah dalam bentuknya, tetapi tidak dalam prinsipnya. Sekarang tidak ada kuil Diana, dan Venus, atau dari Boodh / Buddha (?) dan Wisnu di antara kita, memikat kita untuk kembali kepada pemuasan nafsu yang tak bermoral dari mereka yang dulu merupakan penyembah-penyembah yang berbakti di sana. Tetapi kuil dari Mammon, dari Kesenangan, dari Ambisi, membangun penampilan yang menarik dan membuka lebar-lebar pintu-pintu gerbang mereka di sepanjang jalan kehidupan] - hal 143.


Ay 16: “Sebab itu bertobatlah! Jika tidak demikian, Aku akan segera datang kepadamu dan Aku akan memerangi mereka dengan pedang yang di mulutKu ini”.


1) Seluruh gereja diperintahkan untuk bertobat.

Herman Hoeksema mengatakan bahwa perintah untuk bertobat ini tidak hanya ditujukan kepada orang yang menganut ajaran Bileam dan Nikolaus saja, tetapi juga untuk seluruh gereja karena merekapun berdosa dengan tidak melakukan disiplin gerejani.


George Eldon Ladd: “The entire church is summoned to repent for a sin of which only a few were actually guilty. The sin of the Ephesians was harsh intolerance; the sin of the Pergamum church was tolerance and laxity” (= Seluruh gereja dipanggil untuk bertobat dari suatu dosa dimana hanya beberapa orang yang betul-betul bersalah. Dosa dari gereja Efesus adalah ketidaktoleranan yang keras; dosa dari gereja Pergamum adalah toleransi dan kelalaian dalam mendisiplin) - hal 49.


Penerapan: gereja / orang kristen selalu diserang / digoda setan untuk menjadi extrim kanan atau extrim kiri.


2) Tetapi bagaimanapun Kristus membedakan antara orang yang betul-betul mengikuti ajaran Bileam dan Nikolaus, dan orang-orang kristen yang tidak mengikuti ajaran-ajaran sesat itu tetapi tidak mendisplin mereka.

Ini terlihat dari pembedaan ‘mu’ dan ‘mereka’ dalam ay 16 ini.

Ay 16: “Sebab itu bertobatlah! Jika tidak demikian, Aku akan segera datang kepadamu dan Aku akan memerangi mereka dengan pedang yang di mulutKu ini”.


James B. Ramsey: “Observe, however, how tenderly and carefully He discriminates between His church, defective and censurable as she was in the discharge of her duty, and those unworthy members who, by their worldliness, places stumblingblocks in the way of their brethren. ‘I will come unto thee quickly,’ but, ‘I will fight against them,’ not against thee” (= Tetapi perhatikan betapa lembutnya dan hati-hatinya Ia membedakan antara gerejaNya, sekalipun cacat dan layak dicela dalam pelaksanaan kewajibannya, dan anggota-anggota gereja yang tak berharga itu, yang oleh keduniawian mereka, meletakkan batu sandungan di jalan saudara-saudara mereka. ‘Aku akan segera datang kepadamu’, tetapi ‘Aku akan berperang terhadap mereka’, bukan terhadap kamu) - hal 145.


Barnes’ Notes: “He would come against the church for tolerating them, but his opposition would be primarily directed against the Nicolaitanes themselves” (= Ia akan datang menentang gereja karena menoleransi mereka, tetapi oposisinya terutama ditujukan terhadap pengikut Nikolaus sendiri) - hal 1560.


Ini tidak berarti bahwa orang-orang yang tidak mendisiplin itu lalu tidak diapa-apakan sama sekali. Mereka memang tidak akan diperlakukan seperti pengikut Bileam dan Nikolaus, yaitu ‘diperangi dengan pedang di mulutKu’, tetapi mereka pasti juga dihajar atas kelalaian mereka melakukan disiplin dalam gereja.


3) ‘Aku akan memerangi mereka dengan pedang yang di mulutKu ini’.


a) Apa maksudnya ‘memerangi mereka dengan pedang di mulutKu’?

Ada yang menafsirkan bahwa ini artinya mempertobatkan mereka.

William Barclay: “The conquest of Christ is his power to win men to the love of God” (= Penaklukan Kristus adalah kuasaNya untuk memenangkan manusia kepada kasih Allah) - hal 94.

Tetapi ini jelas merupakan penafsiran yang salah. Kata ‘memerangi’ menunjukkan bahwa pedang / Firman di sini tidak digunakan untuk mempertobatkan, seperti yang dikatakan oleh Barclay di atas. Arti yang benar adalah: Firman dipakai untuk menghancurkan.


William Hendriksen: “We do not believe that this refers to a merely verbal condemnation. The verbal condemnation is contained in this epistle. It signifies destruction” (= Kami tidak percaya bahwa ini menunjuk pada semata-mata penghukuman dengan kata-kata. Penghukuman dengan kata-kata terkandung dalam surat ini. Ini berarti penghancuran) - hal 67.


Barnes’ Notes: “That is, he would give the order, and they would be cut as if by a sword. Precisely in what way it would be done he does not say; but it might be by persecution, or heavy judgments. To see the force of this, we are to remember the power which Christ has to punish the wicked by a word of his mouth. By a word in the last day he will turn all the wicked into hell” (= Yaitu, ia akan memberikan perintah, dan mereka akan dipotong seakan-akan dengan pedang. Bagaimana persisnya hal itu akan dilakukan Ia tidak mengatakan; tetapi itu mungkin melalui penganiayaan, atau penghakiman yang berat. Melihat kekuatan dari kata-kata ini, kita harus mengingat kuasa yang dimiliki Kristus untuk menghukum orang jahat melalui kata-kata / firman dari mulutNya. Dengan satu kata pada hari terakhir ia akan membuang semua orang jahat ke dalam neraka) - hal 1560.


John Stott: “The sword of Christ’s word would devour them. This being interpreted means that the very gospel of Christ which saves those who obey it destroys those who disobey it” (= Pedang firman Kristus akan menelan mereka. Penafsiran seperti ini berarti bahwa injil Kristus, yang menyelamatkan mereka yang mentaatinya, menghancurkan mereka yang tidak mentaatinya) - hal 64.


Leon Morris (Tyndale): “This word is either a comfort and a strength to us, or else it destroys us” (= firman ini, atau merupakan penghiburan dan kekuatan bagi kita, atau itu menghancurkan kita) - hal 68.


Bdk. 2Kor 2:14-16a - “Tetapi syukur kepada Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenanganNya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana. Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa. Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan”.


Calvin, dalam tafsirannya tentang bagian ini berkata: “The Gospel is preached for salvation: this is what properly belongs to it; but believers alone are partakers of that salvation. In the mean time, its being an occasion of condemnation to unbelievers - that arise from their own fault. ... He is a Rock, for a foundation, but he is also to many a stone of stumbling. (Isaiah 8:14.) We must always, therefore, distinguish between the proper office of the Gospel, and the accidental one (so to speak) which must be imputed to the depravity of mankind, to which it is owing, that life to them is turned to death” [= Injil diberitakan untuk keselamatan: ini adalah apa yang seharusnya termasuk padanya; tetapi hanya orang percaya saja yang mengambil bagian dari keselamatan itu. Sementara itu, bahwa Injil itu menyebabkan penghukuman terhadap orang yang tidak percaya, itu muncul karena kesalahan mereka sendiri. ... Ia adalah Batu karang, untuk suatu fondasi, tetapi Ia juga adalah batu sandungan bagi banyak orang (Yes 8:14). Karena itu kita harus selalu membedakan fungsi yang benar dari Injil, dan fungsi tambahan (boleh dikatakan begitu) yang harus dianggap berasal dari kebejatan umat manusia, yang menyebabkan adanya hal itu, bahwa kehidupan bagi mereka dibalikkan menjadi kematian] - hal 161.


b) Jadi ini menunjukkan bahwa karena gereja tidak menjalankan disiplin gerejani, maka Kristus sendiri akan menghakimi dengan menghancurkan orang-orang sesat dalam gereja itu.

James B. Ramsey: “If the church neglects its duty, He will take this matter of its discipline into His own hands, and by His purifying judgments cleanse it” (= Jika gereja mengabaikan kewajibannya, Ia sendiri akan menangani pendisiplinannya, dan membersihkannya dengan penghakimanNya yang menyucikan) - hal 145.


Bandingkan dengan Im 20:2,4,5 - “‘Engkau harus berkata kepada orang Israel: Setiap orang, baik dari antara orang Israel maupun dari antara orang asing yang tinggal di tengah-tengah orang Israel, yang menyerahkan seorang dari anak-anaknya kepada Molokh, pastilah ia dihukum mati, yakni rakyat negeri harus melontari dia dengan batu. ... Tetapi jikalau rakyat negeri menutup mata terhadap orang itu, ketika ia menyerahkan seorang dari anak-anaknya kepada Molokh, dan tidak menghukum dia mati, maka Aku sendiri akan menentang orang itu serta kaumnya dan akan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya dan semua orang yang turut berzinah mengikuti dia, yakni berzinah dengan menyembah Molokh”.


Tetapi awas, ini tidak berarti bahwa kita boleh ‘mencuci tangan’ terhadap kewajiban untuk melakukan disiplin gerejani, dengan alasan kalau kita tidak melakukannya toh Kristus akan melakukannya. Jangan lupa bahwa gereja ini juga dipersalahkan dan diperintahkan bertobat, karena mereka tidak menjalankan disiplin dalam gereja.


c) Kata ‘pedang’ mungkin secara tidak langsung juga berhubungan dengan Bileam.


Pulpit Commentary: “It is possible that there is here another allusion to Balaam. It was with a drawn sword that the angel of the Lord withstood him (Numb. 22:23), and with the sword that he was slain (Numb. 31:8; Josh. 13:22). Those who follow Balaam in his sin shall follow him in his punishment” [= Adalah mungkin bahwa di sini ada hubungan tidak langsung dengan Bileam. Adalah dengan pedang terhunus malaikat Tuhan menghadangnya (Bil 22:23), dan dengan pedang ia dibunuh (Bil 31:8; Yos 13:22). Mereka yang mengikuti Bileam dalam dosanya akan mengikutinya dalam hukumannya] - hal 63.


John Stott: “Balaam himself was killed with the sword (Num. 31:8; Josh. 13:22), and the Balaamites in Pergamum would suffer the same fate, unless they repented” [= Bileam sendiri dibunuh dengan pedang (Bil 31:8; Yos 13:22), dan para pengikut Bileam di Pergamum akan menderita / mengalami nasib yang sama, kecuali mereka bertobat] - hal 64.


Ay 17: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya”.


1) ‘Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi’.


a) Tradisi tentang ‘manna yang tersembunyi’.

Steve Gregg mengatakan bahwa ada suatu tradisi di kalangan orang Yahudi yang mengatakan bahwa sebelum Babilonia menyerang Yerusalem, nabi Yeremia telah mengambil tabut perjanjian, yang berisikan guci emas berisi manna (Kel 16:32-34  Ibr 9:4  2Makabe 2:4-dst), lalu membawanya ke Mesir. Beberapa orang Yahudi mengajar bahwa nanti Yeremia akan kembali dengan membawa tabut berisi manna itu, dan akan mengadakan pesta dengan manna yang sudah berumur ratusan tahun itu. Karena adanya tradisi inilah maka ada yang mengira bahwa Yesus adalah Yeremia (Mat 16:14). Juga waktu Yesus memberi makan 5000 orang, maka orang lalu berkata: ‘Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia’ (Yoh 6:14).


Tetapi Adam Clarke memberikan tradisi yang agak berbeda, dimana ia berkata bahwa raja Yosia, dan bukan Yeremia, yang menyembunyikan manna itu.

Adam Clarke: “It was a constant tradition of the Jews that the ark of the covenant, the tables of stone, Aaron’s rod, the holy anointing oil, and the pot of manna, were hidden by King Josiah when Jerusalem was taken by the Chaldeans; and that these shall all be restored in the days of the Messiah. This manna was hidden, but Christ promises to give it to him that is conqueror. Jesus is the ark, the oil, the rod, the testimony, and the manna. He who is partaker of his grace has all those things in their spiritual meaning and perfection” (= Merupakan tradisi tetap dari orang-orang Yahudi bahwa tabut perjanjian, loh batu, tongkat Harun, minyak pengurapan kudus, dan guci manna, disembunyikan oleh raja Yosia pada waktu Yerusalem diduduki oleh orang Babilonia; dan bahwa ini semua akan dipulihkan pada jaman Mesias. Manna ini disembunyikan, tetapi Kristus berjanji akan memberikannya kepada dia yang menang. Yesus adalah tabut, minyak, tongkat, kesaksian, dan manna itu. Ia yang ikut ambil bagian dalam kasih karuniaNya mempunyai semua hal itu dalam arti rohani dan dalam kesempurnaan dari hal-hal itu) - hal 979.


b) Arti dari pemberian ‘manna yang tersembunyi’ bagi orang yang menang.


  • William Hendriksen mengatakan bahwa ‘manna yang tersembunyi’ ini berarti ‘Kristus dalam segala kepenuhannya’ (Yoh 6:33,35), tersem-bunyi bagi dunia, tetapi dinyatakan kepada orang-orang percaya.


  • Tetapi George Eldon Ladd mengatakan bahwa pemberian manna yang tersembunyi kepada orang-orang yang menang ini menunjuk pada ‘perjamuan kawin Anak Domba’ dalam Wah 19:9.

Ini memang merupakan suatu tafsiran yang sangat memungkinkan, mengingat bahwa orang-orang itu digoda oleh pesta / perayaan kafir. Sekarang kepada mereka ditawarkan ‘perjamuan kawin Anak Domba’. Memang sama seperti Kristus, setelah menolak cara mendapatkan makanan yang ditawarkan oleh setan (Mat 4:2-4) lalu mendapatkan makanan melalui pelayanan malaikat (Mat 4:11b), demikian juga kalau kita bisa menolak kenikmatan dunia yang ditawarkan oleh setan, akan menerima kenikmatan surgawi yang ditawarkan oleh Tuhan.


  • John Stott kelihatannya menggabungkan kedua pandangan di atas.

Ia beranggapan bahwa manna itu menunjuk kepada Kristus (Yoh 6:31-35,48-51), tetapi ia juga mengatakan bahwa ini juga menunjuk pada pesta di surga.

John Stott: “the promised reward with which each of the seven letters closes is a reward to be inherited in heaven, not on earth. So it is that our souls which already on earth taste Christ, our spiritual manna, will feast upon Him for ever in heaven. Denying ourselves the luxury of idol-meats in this life, the banquet will be the richer in the next” (= pahala yang dijanjikan dengan mana setiap surat dari ketujuh surat itu diakhiri adalah pahala untuk diwarisi di surga, bukan di dunia. Demikianlah jiwa kita yang di dunia ini sudah mengecap Kristus, manna rohani kita, akan berpesta atas / dengan Dia untuk selama-lamanya di surga. Dengan menyangkal diri kita sendiri terhadap kemewahan dari daging persembahan berhala dalam hidup ini, maka pesta makan akan lebih mewah dalam hidup yang akan datang) - hal 65.


2) ‘dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya’.


a) ‘Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih’.

Apa yang dimaksud dengan ‘batu putih’? Untuk ini ada bermacam-macam penafsiran:

  • Leon Morris (Tyndale): “This has puzzled commentators for centuries. At least seven suggestions have been made with some confidence. ... We simply do not know what the white stone signified, though clearly it did convey some assurance of blessing” (= Ini telah membingungkan para penafsir selama berabad-abad. Sedikitnya ada 7 gagasan / usul yang telah dibuat dengan keyakinan. ... Kami benar-benar tidak tahu apa arti dari batu putih itu, sekalipun itu jelas menyampaikan keyakinan akan adanya berkat) - hal 68,69.

  • Barclay memberikan banyak sekali arti tentang batu putih (hal 95-99). Menurut dia, yang paling memungkinkan adalah penjelasan sebagai berikut: Pada jaman itu merupakan kebiasaan yang sangat umum untuk membawa semacam jimat. Kadang-kadang jimat itu merupakan logam mulia atau batu mulia, tetapi seringkali hanya berupa sebuah batu biasa (pebble). Pada batu itu tertulis nama seorang dewa, yang akan menolong pembawa jimat itu. Jimat itu dianggap akan menjadi 2 x lebih efektif, jika tidak seorangpun selain pemiliknya mengetahui nama dewa apa yang tertulis di sana. Jadi maksud Yohanes dengan batu putih yang bertuliskan nama baru adalah: orang kafir membawa batu yang bertuliskan nama dewa, yang mereka anggap bisa menolong mereka. Sebagai orang kristen, kamu tidak membutuhkan semua itu. Baik hidup maupun mati kamu aman karena kamu mengenal nama satu-satunya Allah yang benar.

  • Ini adalah tanda yang diberikan kepada peserta pertandingan yang telah menyelesaikan perlombaan mereka.

  • Ini menunjuk pada praktek seorang hakim pada jaman dahulu, yang pada waktu menjatuhkan keputusan, akan memberikan ‘batu hitam’ sebagai tanda penghukuman, atau memberikan ‘batu putih’ sebagai tanda pembebasan. Jadi dengan diberikannya ‘batu putih’ di sini, ditunjukkan bahwa sekalipun dalam persidangan duniawi / Romawi orang kristen bisa dinyatakan bersalah dan lalu dijatuhi hukuman, tetapi di hadapan pengadilan Allah ia dibenarkan.

Bandingkan ini dengan kata-kata Paulus dalam 1Kor 4:3a,4b - “Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu penghakiman manusia. ... Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan”.

  • Homer Hailey: “The word ‘stone’ is from PSEPHOS, ‘a small, worn, smooth stone; pebble.’ ... The word occurs only twice in the New Testament, here and in Acts 26:10. In the latter passage Paul is recorded as saying, ‘I gave my vote (literally, my pebble of voting) against them.’ ... white is the color of holiness and purity, ... The white stones ... indicates total acquittal” [= Kata ‘batu’ berasal dari PSEPHOS, ‘batu kecil, usang, halus; kerikil’. ... Kata itu hanya muncul 2 x dalam Perjanjian Baru, di sini dan dalam Kis 26:10. Dalam text terakhir ini dicatat bahwa Paulus berkata: ‘Aku juga setuju jika mereka dihukum mati / Aku memberikan suara / hak pilihku (secara hurufiah: ‘kerikil dari suaraku / hak pilihku’) menentang mereka’. ... putih adalah warna kesucian dan kemurnian, ... Batu putih ... menunjukkan pembebasan total] - hal 134.

Catatan:

Kis 26:10b - ‘aku juga setuju, jika mereka dihukum mati’.

KJV: ‘I gave my voice against them’ (= Aku memberikan suaraku menentang mereka).

  • William Hendriksen: “Now this stone is white. This indicates holiness, beauty, glory (Rev 3:4; 6:2). The stone itself symbolizes durability, imperishability. The white stones, therefore, indicates a being, free from guilt and cleansed from all sin, and abiding in this state for ever and ever” [= Batu ini putih. Ini menunjukkan kesucian, keindahan, dan kemuliaan (Wah 3:4; 6:2). Batu itu sendiri menyimbolkan ketahan-lamaan, ketidak-bisa-binasaan. Karena itu, batu putih itu menunjukkan seseorang yang bebas dari kesalahan dan dibersihkan dari semua dosa, dan tetap ada dalam keadaan ini selama-lamanya.] - hal 68.

  • Ini adalah tanda masuk ke dalam pesta.

Geoffrey B. Wilson: “There are many explanations of what is signified by the ‘white stone’, but the suggestion that it is the ‘tessera’ or token that gives admission to the heavenly banquet is the one best suited to the context (‘hidden manna’)” [= Ada banyak penjelasan tentang apa arti dari ‘batu putih’, tetapi gagasan bahwa itu adalah ‘TESSERA’ atau tanda yang memberikan ijin masuk kepada pesta perjamuan surgawi adalah yang paling cocok dengan kontex (‘manna yang tersembunyi’)] - hal 36.

Robert H. Mounce (NICNT): “In the context of a messianic feast (the ‘hidden manna’) it seems best to take the white stone as a tessera which served as a token for admission to the banquet” [= Dalam kontex dari pesta perjamuan Mesias (‘manna yang tersembunyi’), kelihatannya merupa-kan hal yang terbaik untuk menganggap bahwa batu putih itu adalah TESSERA yang berfungsi sebagai tanda masuk kepada pesta perjamuan itu] - hal 99.


Saya berpendapat bahwa arti ‘tanda masuk ke dalam pesta’ sesuai dengan bagian sebelumnya, yaitu ‘pesta perjamuan Anak Domba’ (‘manna yang tersembunyi’), tetapi arti ‘kesucian / pembenaran’ sesuai dengan bagian sesudahnya, yaitu ‘pemberian nama baru’ (lihat di bawah). Jadi saya condong untuk menerima salah satu atau gabungan dari 2 arti itu.


b) ‘yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya’.


  • Kata ‘nya’ di sini jelas bukan menunjuk pada ‘batu putih’ tetapi kepada ‘nama baru’.


  • ‘nama baru’.

‘Nama baru’ ini nama siapa?


  • Nama Kristus.

William Hendriksen: “According to the second interpretation the pellucid, precious stone - a diamond? - is inscribed with the name of Christ. Receiving this stone with its new name means that in glory the conqueror receives a revelation of the sweetness of fellowship with Christ - in His new character, as newly crowned Mediator - a fellowship which only those who receive it can appreciate” (= Menurut penafsiran yang kedua, batu berharga yang bening / jernih - berlian? - ditulisi dengan nama Kristus. Menerima batu dengan nama baru ini berarti bahwa dalam kemuliaan si pemenang menerima wahyu tentang manisnya persekutuan dengan Kristus - dalam karakterNya yang baru, sebagai Pengantara yang baru dinobatkan - suatu persekutuan yang hanya mereka yang menerimanya yang bisa menghargainya) - hal 69.

Catatan: Hendriksen mengatakan ‘penafsiran yang kedua’ karena ia meletakkan ‘nama orangnya’ sebagai penafsiran pertama. Tetapi saya membalik urutan itu.


Argumentasinya:

  • dalam Kitab Wahyu, semua ayat yang berbicara tentang nama baru, menunjuk kepada nama Allah / Kristus. Nama ini dikatakan akan ditulis pada dahi orang percaya (3:12  14:1  22:4). Wah 3:12 yang juga berbicara tentang ‘namaKu yang baru’, yang akan dituliskan pada orang yang menang, dan dalam Wah 3:12 ini jelas bahwa nama itu menunjuk kepada nama Kristus.

  • Hendriksen juga mambandingkan dengan Harun yang di dahinya juga ditulisi nama Allah / Yahweh (Kel 28:36-38).


Keberatan terhadap pandangan ini adalah:

  • nama Kristus tidak bisa dikatakan ‘tidak diketahui oleh siapapun selain oleh yang menerimanya’. Perlu juga diperhatikan bahwa kata ‘yang menerimanya’ dalam bahasa Yunaninya ada dalam bentuk tunggal / singular.

  • kata ‘baru’, dalam bahasa Yunaninya adalah KAINOS.

William Barclay: “In Greek there are two words for ‘new’. There is NEOS, which means new in point of time. A thing can be NEOS, and yet exactly like any number of things. On the other hand there is KAINOS, which is new not only in point of time but also in point of quality; nothing like it has ever been made before. So in the Revelation there is the new Jerusalem (3:12); the new song (5:9); the new heavens and the new earth (21:1); and God makes all things new (21:5).” [= Dalam bahasa Yunani ada 2 kata untuk ‘baru’. Ada kata NEOS, yang berarti baru dalam hal waktu. Sesuatu bisa NEOS, tetapi persis seperti banyak hal lain. Selain itu ada kata KAINOS, yang adalah baru bukan hanya dalam hal waktu tetapi juga dalam hal kwalitas; tidak ada hal seperti itu yang pernah dibuat sebelumnya. Demikianlah dalam kitab Wahyu ada Yerusalem yang baru (3:12), lagu / nyanyian yang baru (5:9); langit dan bumi yang baru (21:1); dan Allah membuat segala sesuatu baru (21:5)] - hal 98.

Dengan pengertian tentang kata ‘baru’ yang seperti ini, saya berpendapat sukar untuk bisa menafsirkan ‘nama baru’ itu sebagai ‘nama Kristus’. Tetapi kalau ini ditujukan kepada ‘nama orangnya’, maka ini cocok karena nanti setiap orang percaya akan diperbaharui / dikuduskan.


  • Nama orangnya.

Kitab Suci sering menggunakan kata ‘nama’ untuk menunjuk pada karakter orangnya. Karena itu orang yang karakternya berubah lalu diberi nama baru (bdk. Mat 16:17-18). Dalam kemuliaan nanti, kita akan disucikan, dan karena itu diberi nama baru.

William Hendriksen: “The new name written upon the stone indicates the person who receives the stone. It expresses the real, inner character of the person; his distinct, individual personality” (= Nama baru yang ditulis di atas batu itu menunjukkan orang yang menerima batu itu. Itu menyatakan karakter di dalam yang merupakan karakter yang sebenarnya dari orang itu; kepribadiannya yang berbeda dan individual / unik) - hal 68.

Kalau ini benar, maka ini menunjukkan bahwa di surga nanti setiap orang tetap memiliki kepribadian masing-masing yang berbeda satu sama lain.

Herman Hoeksema: “not all the saints shall be alike, so that there should be an endless monotony of identically the same beings. The difference between one individual and another shall not be obliterated in perfection” (= bukan bahwa semua orang kudus akan menjadi serupa, sehingga di sana akan ada kemonotonan tanpa akhir tentang makhluk-makhluk yang persis sama) - hal 94.


  • ‘yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya’.

Hoeksema (hal 94) mengatakan artinya adalah bahwa orang yang mengenal kepribadiannya dengan sempurna hanyalah orangnya sendiri. 

WAHYU 2:18-29

SURAT KEPADA JEMAAT / GEREJA TIATIRA


Ay 18: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Tiatira: Inilah firman Anak Allah, yang mataNya bagaikan nyala api dan kakiNya bagaikan tembaga”.


1) Kota Tiatira.


a) Letak dan ukuran kota Tiatira.

Herman Hoeksema: “Thyatira was a city in Asia Minor southeast from Pergamos, on the road to Sardis” (= Tiatira adalah sebuah kota di Asia Kecil di sebelah tenggara dari Pergamus, pada jalan menuju Sardis) - hal 95-96.

Herman Hoeksema: “It was not a large city, like Pergamos” (= Itu bukanlah sebuah kota yang besar, seperti Pergamus) - hal 96.


b) Kota Tiatira terkenal karena pewarnaan kain.

Herman Hoeksema: “It was known for the art of dyeing” [= Kota itu dikenal karena seni pewarnaan (kain)] - hal 96.

Bandingkan ini dengan Lidia, petobat pertama di kota Filipi (Kis 16:14-15), yang adalah ‘seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira’. Kain ungu yang ia jual adalah produksi utama kota Tiatira.


c) Kota Tiatira mempunyai banyak serikat kerja yang berhubungan dengan penyembahan berhala.

Kota Tiatira adalah kota perdagangan, dan di kota ini ada banyak serikat kerja. Ada serikat kerja untuk pekerja wol, ada serikat kerja untuk pekerja kain, ada serikat kerja untuk pekerja kulit, dsb. Dan setiap serikat kerja ini mempunyai dewa pelindung / penjaganya sendiri-sendiri, dan karena itu setiap serikat kerja berhubungan dengan penyembahan terhadap dewa pelindung / penjaga tersebut. Ini menjadi problem bagi orang kristen di Tiatira.


William Hendriksen: “The situation, therefore, was somewhat as follows: if you wish to get ahead in this world, you must belong to a guild; if you belong to a guild, your very membership implies that you worship its god. You will be expected to attend the guild-festivals and to eat food part of which is offered to the tutelary deity and which you receive on your table as a gift from the god. And then, when the feast ends, and the real - grossly immoral - fun begins, you must not walk out unless you desire to become the object of ridicule and persecution!” (= Karena itu, situasinya kira-kira adalah sebagai berikut: jika engkau ingin maju di dunia ini, engkau harus termasuk dalam suatu serikat kerja; jika engkau termasuk dalam suatu serikat kerja, maka keanggotaanmu itu sendiri secara tidak langsung menunjukkan bahwa engkau menyembah dewa dari serikat kerja itu. Engkau akan diharapkan untuk menghadiri pesta / perayaan dari serikat kerja itu dan makan makanan yang merupakan bagian dari apa yang dipersembahkan kepada dewa pelindung, dan yang engkau terima di mejamu sebagai suatu pemberian dari dewa itu. Dan lalu, pada saat pesta / perayaan berakhir, dan kesenangan yang sebenarnya, yang sangat tidak bermoral, dimulai, janganlah engkau meninggalkan tempat itu kecuali engkau ingin menjadi obyek dari ejekan dan penganiayaan) - hal 71.


Steve Gregg: “the Christians in Thyatira may have been hard pressed to support themselves and their families without resorting themselves to some measure of compromise with idolatry” (= orang-orang Kristen di Tiatira mungkin telah sangat tertekan untuk menghidupi diri mereka sendiri dengan keluarga mereka tanpa mengambil jalan kompromi sampai pada tingkat tertentu dengan penyembahan berhala) - hal 71.


Bdk. 1Kor 10:21-22 - “Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan roh-roh jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan dan juga dalam perjamuan roh-roh jahat. Atau maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan? Apakah kita lebih kuat dari pada Dia?”.


Penerapan: situasi di Tiatira mirip dengan situasi di Indonesia, dimana orang kristen sering diundang untuk ikut slametan, dan kalau tidak pernah mau datang, mungkin sekali akan dianggap sombong, dan lalu dikucilkan.


2) Surat kepada gereja / jemaat Tiatira.


a) Ini adalah surat yang terpanjang dari 7 surat dalam Wah 2-3.

Steve Gregg, William Barclay, Leon Morris, dan banyak penafsir lain mengatakan bahwa dari ke 7 kota yang mendapatkan surat dalam Wah 2-3, kota Tiatira adalah kota yang paling tidak penting, tetapi kota ini mendapatkan surat yang paling panjang.

Leon Morris (Tyndale): “The longest of the seven letters is written to the church in the smallest and least important town! The values of God are not the values of men” (= Surat yang terpanjang dari tujuh surat ditulis kepada gereja di kota yang paling kecil dan paling tidak penting! Nilai / penilaian dari Allah bukanlah nilai / penilaian dari manusia) - hal 69.

Penerapan: dalam melakukan pelayanan, jangan menganggap gereja besar lebih penting dari gereja kecil, orang kaya / orang yang mempunyai kedudukan tinggi lebih penting dari orang miskin / orang yang berkedudukan rendah, orang dewasa / jemaat dewasa lebih penting dari anak kecil / sekolah minggu jemaat kebaktian remaja, dsb.


b) Robert Mounce (NICNT) mengutip kata-kata Hemer yang mengatakan bahwa surat ini bukan hanya paling panjang tetapi juga paling sukar.

Robert Mounce (NICNT): “The difficulty in interpreting the letter grows out of its numerous references to the details of daily life which have become obscured with the passing of time and the lack of archaeological evidence which would reveal its past” (= Kesukaran dalam menafsirkan surat ini timbul dari banyaknya hubungan dengan hal-hal terperinci dari kehidupan sehari-hari pada saat itu, yang telah menjadi kabur dengan berlalunya waktu dan kurang / tidak adanya bukti arkheologi yang menyingkapkan masa lalu tempat itu) - hal 101.

Saya sendiri agak meragukan bahwa ini adalah surat yang paling sukar dari ke tujuh surat dalam Wah 2-3.


3) Ada 3 hal yang dinyatakan oleh Yesus tentang diriNya dalam ay 18 ini, yaitu:


a) Ia adalah ‘Anak Allah’.

Ini adalah satu-satunya kali dimana gelar ‘Anak Allah’ muncul dalam ke 7 surat, bahkan dalam seluruh kitab Wahyu.

Barnes’ Notes (hal 1562) mengatakan bahwa kerasnya teguran dalam surat ini menyebabkan otoritas dari si Pembicara dibuat lebih mengesan-kan dengan memberi gelar ‘Anak Allah’.

Robert Mounce (NICNT) mengatakan bahwa karena ay 27 mengutip Maz 2:9, maka mungkin sekali istilah ‘Anak Allah’ di sini diambil dari Maz 2:7.


b) ‘mataNya bagaikan nyala api’.

Ini menunjukkan kemahatahuan. Ia tahu akan dosa-dosa mereka.


c) ‘kakiNya bagaikan tembaga’.

Ini menunjukkan penghakiman / penghukuman. Ia akan menginjak-injak mereka yang tidak mau bertobat. Gregg mengatakan bahwa kaki ini akan menginjak-injak orang jahat dalam kilangan anggur dari murka Allah (bdk. 14:19-20  19:15  Yes 63:3-4).


Ay 19: “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik kasihmu maupun imanmu, baik pelayananmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa pekerjaanmu yang terakhir lebih banyak dari pada yang pertama”.


Ayat ini menunjukkan suatu pujian terhadap hal-hal yang baik dalam gereja Tiatira.


1) Hal-hal yang baik ialah: kasih, iman, pelayanan dan ketekunan mereka.


  1. Hoeksema (hal 99) berkata bahwa ‘kasih’ disebutkan sebagai yang pertama, tetapi itu tidak berarti bahwa kasih merupakan sumber dari hal-hal yang disebutkan berikutnya. ‘Kasih’ disebutkan sebagai yang pertama karena itu merupakan yang paling menonjol dalam gereja Tiatira ini.


  1. Kata ‘ketekunan’ diterjemahkan dari kata Yunani HUPOMONE.

Kata bahasa Yunani HUPOMONE berarti ‘kemampuan bertahan dalam kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi / hal yang tidak menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan’.


2) ‘Aku tahu, bahwa pekerjaanmu yang terakhir lebih banyak dari pada yang pertama’.

Ini sesuatu yang baik dari gereja Tiatira, yaitu mereka maju dalam pekerjaan / pelayanan. Jadi, kontras dengan jemaat Efesus yang mundur karena kehilangan kasih yang semula, maka jemaat Tiatira justru maju.


Adam Clarke: “They not only retained what they had received at first, but grew in grace, and in the knowledge and love of Jesus Christ. This is a rare thing in most Christian Churches: they generally lose the power of religion, and rest in the forms of worship; and it requires a powerful revival to bring them to such a state that their last works shall be more than their first” (= Mereka tidak hanya mempertahankan apa yang telah mereka terima pada mulanya, tetapi bertumbuh dalam kasih karunia, dan dalam pengenalan dan kasih Yesus Kristus. Ini merupakan hal yang langka dalam kebanyakan Gereja-gereja Kristen: mereka biasanya kehilangan kekuatan agama, dan bersandar pada / berhenti dalam bentuk-bentuk ibadah / ibadah yang bersifat lahiriah; dan membutuhkan kebangunan rohani yang kuat untuk membawa mereka pada suatu keadaan dimana pekerjaan terakhir mereka lebih banyak dari pekerjaan mereka pada mulanya) - hal 981.

Berusahalah supaya saudara tidak seperti gereja pada umumnya, seperti kata-kata Clarke ini!


John Stott: “Ephesus was backsliding; Thyatira was moving forward. The church of Ephesus had abandoned the love it had at first; the church of Thyatira was exceeding the works it did at first. Which of these two churches do we resemble more? Alas! that of many Christians the solemn words could be used: ‘the last state has become worse for them than the first’ (2Pet. 2:20; cf. Mt. 12:45)” [= Efesus sedang merosot ke belakang; Tiatira sedang bergerak ke depan. Gereja Efesus telah meninggalkan kasih yang mereka miliki pada mulanya; gereja Tiatira sedang melampaui pekerjaan-pekerjaan yang mereka lakukan pada mulanya. Kita lebih mirip yang mana dari dua gereja ini? Aduh / celaka! bahwa terhadap banyak orang Kristen bisa digunakan kata-kata yang khidmat: ‘maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula’ (2Pet 2:20; bdk. Mat 12:45)] - hal 70.


Ay 20: “Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala”.


1) ‘Aku mencela engkau’.

Kalau ay 19 tadi menunjukkan hal-hal yang baik dalam gereja Tiatira yang menyebabkan mereka layak dipuji, maka ay 20 ini menunjukkan hal yang jelek dalam gereja Tiatira, yang menyebabkan mereka dikecam, yaitu suatu toleransi / kompromi terhadap penyesatan dan dosa dalam gereja.


2) ‘wanita Izebel’.

Ada bermacam-macam pandangan tentang siapa yang dimaksud dengan ‘wanita Izebel’ ini:

  • Ia adalah istri dari bishop / pendeta dari gereja Tiatira.

Robert Mounce (NICNT - hal 103) mengatakan bahwa kata Yunani GUNAI bisa diterjemahkan ‘perempuan’ maupun ‘istri’, dan dalam manuscript tertentu ada kata ‘mu’ sehingga terjemahannya bisa menjadi ‘istrimu Izebel’. Ini menyebabkan ada yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan Izebel adalah istri dari bishop / pendeta kota Tiatira, karena surat ini ditujukan kepada bishop / pendeta gereja itu. Tetapi manuscript itu sangat diragukan kebenarannya, dan karena itu penafsiran ini juga harus diabaikan.

  • Ia adalah Lidia yang diceritakan pertobatannya dalam Kis 16:14-15.

Robert Mounce juga mengatakan bahwa ada orang yang menganggap bahwa wanita Izebel ini adalah Lidia dalam Kis 16:14-15. Ia menolak pandangan ini karena tidak mempunyai dasar apapun.

  • William Barclay: “it is quite clear that Jezebel was a member of the Church and her influence was being exerted from within” [= adalah cukup jelas bahwa Izebel adalah anggota Gereja dan pengaruhnya digunakan / dinyatakan dari dalam (gereja)] - hal 105.

  • Baik Stott maupun Hoeksema menganggap bahwa ‘wanita Izebel’ ini betul-betul seorang wanita, tetapi namanya hanyalah nama simbolis.

  • Steve Gregg: “There arose in the church a self-professed prophetess, symbolically called Jezebel (v. 20) due to similarity of her influence upon the church to that of the original Jezebel upon Israel. This woman apparently taught that idolatrous practices were permissible, encouraged fornication, and indulged in the same herself with members of the church” [= Dalam gereja itu muncul orang yang mengaku dirinya sendiri sebagai nabiah, yang secara simbolis disebut Izebel (ay 20) disebabkan oleh kemiripan dari pengaruhnya terhadap gereja dengan Izebel yang asli terhadap Israel. Perempuan ini kelihatannya mengajarkan bahwa praktek-praktek penyembahan berhala diijinkan, mendorong / menguatkan orang untuk melakukan percabulan, dan memuaskan dirinya sendiri dengan cara yang sama dengan anggota-anggota gereja] - hal 71.

  • William Hendriksen: “Her name is a synonym for seduction to idolatry and immorality (1Ki. 16:31; 18:4,13,19: 19:1,2)” [= Namanya merupakan sinonim untuk bujukan kepada penyembahan berhala dan ketidak-bermoralan (1Raja 16:31; 18:4,13,19: 19:1,2)] - hal 72.

Catatan: Dalam jaman Izebel dalam Perjanjian Lama, ada banyak penyem-bahan berhala (1Raja 16:31-33  1Raja 22:53-54), dan juga persundalan dan sihir (2Raja 9:22). Tetapi ada yang mengatakan bahwa ‘sundal’ dalam 2Raja 9:22 ini menunjuk pada ‘perzinahan rohani’ yaitu penyembahan berhala.


3) ‘menyebut dirinya nabiah’.

Orang menjadi nabi, rasul, pendeta tidak boleh karena kehendaknya sendiri, tetapi harus ada panggilan Tuhan (1Kor 1:1  2Kor 1:1  Gal 1:1,15-17  Ef 1:1  Kol 1:1). Tetapi ‘wanita Izebel’ ini menjadikan / menyebut dirinya sendiri nabiah.


4) ‘mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala’.


a) Arti dari ‘berbuat zinah’ dan ‘makan persembahan-persembahan berhala’.

Robert Mounce (NICNT): “Since the eating of ‘things sacrificed to idols’ is undoubtedly intended in a literal sense, it is best to take ‘commit fornication’ in the same way. Pagan feasts often led to sexual promiscuity” (= Karena tindakan makan ‘persembahan berhala’ jelas dimaksudkan dalam arti hurufiah, maka hal yang terbaik adalah menerima ‘berbuat zinah’ dengan cara yang sama. Pesta / perayaan kafir sering membawa pada hubungan sex dengan seadanya orang) - hal 104.


b) Ajaran wanita Izebel.

William Barclay: “Jezebel of Thyatira was an evil influence on the life and worship of the Christian Church. It must be clearly understood that she had no wish to destroy the Church; but she wished to bring into it new ways which were, in fact, destructive of the faith” (= Izebel dari Tiatira merupakan pengaruh jahat terhadap kehidupan dan ibadah dari Gereja Kristen. Harus dimengerti secara jelas bahwa ia tidak mempunyai keinginan untuk meng-hancurkan Gereja; tetapi ia ingin membawa ke dalamnya cara-cara yang baru, yang dalam faktanya merupakan hal yang bersifat menghancurkan iman) - hal 106.

Kata-kata Barclay ini perlu dicamkan. Seorang penyesat bisa saja mempunyai maksud yang baik, tetapi apa yang ia ajarkan tetap sesat.

Mungkin ini bisa disejajarkan dengan Bambang Noorsena, Yusuf Roni dan Abubakar (Gereja Orthodox Syria), yang menggunakan solat 7 waktu, menggunakan kiblat pada waktu doa, memakai jilbab, imam, dsb.


William Hendriksen: “In this difficult situation the prophetess Jezebel pretended to know the real solution of the problem, the way out of the difficulty. She, apparently, argued thus: in order to conquer Satan, you must know him. You will never be able to conquer sin unless you have become thoroughly acquainted with it by experience. In brief, a Christian should learn to know ‘the deep things of Satan’. By all means attend the guild-feasts and commit fornication ... and still remain a Christian; nay rather, become a better Christian!” (= Dalam situasi yang sukar ini nabiah Izebel menganggap dirinya tahu pemecahan yang sebenarnya dari problem itu, jalan keluar dari kesukaran. Kelihatannya ia berargumentasi demikian: untuk mengalahkan Setan, engkau harus mengenal dia. Engkau tidak bisa mengalahkan dosa kecuali engkau telah mengenalnya sepenuhnya dengan mengalaminya. Singkatnya, seorang Kristen harus belajar untuk mengenal ‘hal-hal yang dalam dari Setan / seluk beluk Iblis’. Hadirilah selalu pesta / perayaan dari serikat kerja dan lakukanlah percabulan ... dan tetaplah sebagai orang Kristen, bahkan jadilah orang Kristen yang lebih baik!) - hal 71-72.


c) Persamaan kesalahan gereja Tiatira dengan gereja Pergamus.

James B. Ramsey: “They are the same as those charged upon the church of Pergamos, - fornication, and the eating of things sacrificed unto idols. ... There the seducers were Balaamites; here it was a Jezebel. There the cause was covetousness and the friendship of the world; here it was heretical teaching, ... But the results upon the life are the same, though reached by a somewhat different process. ... Whether apostacy begins in a secret covetousness or in doctrinal error, it ends in the same horrid depths of moral pollution” [= Itu adalah hal-hal yang sama seperti yang dituduhkan kepada gereja Pergamus, - percabulan, dan makan hal-hal yang dipersembahkan kepada berhala. ... Di sana (gereja Pergamus) para pembujuk itu adalah penganut ajaran Bileam; di sini (gereja Tiatira) itu adalah seorang Izebel. Di sana penyebabnya adalah ketamakan dan persahabatan dengan dunia; di sini itu adalah ajaran sesat, ... Tetapi akibatnya terhadap kehidupan adalah sama, sekalipun dicapai melalui proses yang agak berbeda. ... Apakah penyesatan / kemurtadan dimulai dengan ketamakan yang tersembunyi atau dengan kesalahan doktrinal / pengajaran, itu berakhir pada kedalaman yang mengerikan dari polusi moral yang sama] - hal 154.


d) Gereja Tiatira merupakan simbol dari Gereja Roma Katolik?

William R. Newell, yang menganggap bahwa gereja Tiatira merupakan simbol dari gereja Roma Katolik, menggunakan ayat ini untuk menyerang penyembahan berhala / patung-patung dalam gereja Roma Katolik. Sekalipun saya sangat menentang ajaran Gereja Roma Katolik, tetapi saya tidak setuju dengan penafsiran yang mengatakan bahwa gereja Tiatira menyimbolkan gereja Roma Katolik. Saya memasukkan komentar dari William R. Newell di sini hanya untuk menunjukkan persoalan penyembahan patung dalam Gereja Roma Katolik.


William R. Newell: “The same arguments now used by the Romanists to defend image worship were rejected by Christians of the first three centuries when used in defense of image worship. The heathen said, We do not worship the images themselves, but those whom they represent. To this Lactantius (third century A. D.) answers, ‘You worship them; for, if you believe them to be in heaven, why do you not raise your eyes up to heaven? Why do you look at the images, and not up where you believe them to be?’” [= Argumentasi yang sama yang sekarang digunakan oleh orang Roma Katolik untuk memper-tahankan penyembahan patung, ditolak oleh orang-orang Kristen dari tiga abad yang pertama pada waktu digunakan untuk mempertahankan penyembahan patung. Orang kafir berkata: Kami tidak menyembah patung itu sendiri, tetapi mereka yang diwakili oleh patung-patung itu sendiri. Terhadap hal ini Lactantius (abad ke tiga Masehi) menjawab: ‘Kamu menyembah mereka; karena, jika kamu percaya bahwa mereka ada di surga, mengapa kamu tidak menaikkan pandangan matamu ke surga? Mengapa kamu memandang pada patung-patung, dan tidak ke atas dimana kamu percaya mereka berada?’] - hal 56.


William R. Newell: “Thomas Aquinas, a Roman Catholic (13th century), declared, ‘A picture, considered in itself, is worthy of no veneration, but if we consider it as an image of Christ, it may be allowable to make an internal distinction between the image and its subject, and adoration and service are as well due to it as to Christ.’ Bonaventura the Franciscan, said, ‘Since all veneration shown to the image of Christ is shown to Christ himself, then the image of Christ is also entitled to be prayed to.’ Bellarmine, Rome’s principal authority in dogmatic theology (1542-1621), writes, ‘The images of Christ and the saints are to be adored, not only in a figurative manner, but quite positively, so that the prayers are directly addressed to them, and not merely as representative of the original” [= Thomas Aquinas, seorang Roma Katolik (abad ke 13), menyatakan: ‘Sebuah gambar, dipertimbangkan dalam dirinya sendiri, tidak layak untuk pemujaan, tetapi jika kita mempertimbangkannya sebagai gambar dari Kristus, bisa diijinkan untuk membuat perbedaan internal / di dalam antara gambar / patung dan subyeknya, dan pemujaan / penyembahan dan pelayanan / tindakan berbakti harus dilakukan terhadapnya sama seperti terhadap Kristus’. Bonaventura dari golongan Franciscan berkata: ‘Karena semua pemujaan yang ditunjukkan kepada gambar / patung dari Kristus ditunjukkan kepada Kristus sendiri, maka gambar / patung Kristus juga berhak untuk menerima doa’. Bellarmine, otoritas utama Roma Katolik dalam theologia dogmatik (1542-1621), menulis: ‘Gambar / patung Kristus dan orang-orang suci harus disembah / dipuja, bukan hanya dalam cara simbolis / perlambang, tetapi secara cukup positif, sehingga doa-doa ditujukan langsung kepada mereka, dan bukan hanya sebagai wakil dari aslinya’] - hal 56.

Ini jelas merupakan ajaran sesat!


5) ‘Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan’.


a) Membiarkan penyesatan / dosa adalah hal yang salah.

Homer Hailey: “Not only must one have no fellowship with the unfruitful works of darkness, but he must reprove them (Eph. 5:11)” [= Seseorang bukan hanya tidak boleh mempunyai persekutuan dengan pekerjaan / perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi bahkan harus memarahi mereka (Ef 5:11)] - hal 138.

Pulpit Commentary: “It is not said that Jezebel receives sympathy or encouragement, but merely that she is let alone: her wickedness is left unchecked, and that is sinful” (= Tidak dikatakan bahwa Izebel menerima simpati atau dorongan / penguatan hati, tetapi semata-mata bahwa ia dibiarkan: kejahatannya dibiarkan tanpa dicegah, dan itu merupakan dosa) - hal 65.

Jemaat Tiatira membiarkan wanita Izebel itu mengajarkan ajaran sesat-nya, dan sekaligus mempraktekkan perzinahannya dengan beberapa jemaat, dan hal ini dikecam oleh Kristus. Ini menunjukkan bahwa kalau kita membiarkan nabi palsu, kita bersalah. Kita harus menentangnya supaya ia tidak leluasa dalam mengajarkan ajaran sesatnya. Karena itu saya ‘gegeran’ dengan Bambang Noorsena dan banyak orang sesat lainnya! Kalau kita sudah mengusahakan pelurusan theologia tetapi tidak berhasil, maka baru kita boleh membiarkan (Tit 3:10). Tetapi tentu saja kalau orang yang melakukan penyesatan itu ada di bawah otoritas kita, kita harus melakukan tindakan lebih keras, seperti pemecatan, pengu-cilan, dsb.


b) Dari sini terlihat bahwa toleransi, sekalipun memang harus dilakukan dalam banyak hal, tetapi tidak selalu merupakan hal yang baik!

Kita memang tidak bisa hidup tanpa toleransi sama sekali. Tetapi toleransi (atau mungkin lebih tepat disebut kompromi) terhadap dosa yang hebat atau penyesatan dalam gereja, jelas merupakan hal yang salah. Tetapi jaman sekarang ini, dalam gereja ada banyak toleransi yang salah, sama seperti dalam gereja Tiatira pada abad pertama!


Theodore H. Epp: “Kita dapat melihat adanya sikap yang serupa dalam banyak gereja pada masa kini. Kita seolah-olah dibuat ‘toleran’ terhadap orang-orang yang tidak sepandangan dengan kita. Dan ‘mengasihi’ orang-orang semacam itu hanya berarti toleransi terhadap dosa” - ‘Kristus Berkata-kata kepada GerejaNya’, hal 70-71.


Toleransi yang salah yang dimaksudkan oleh Theodore H. Epp ini biasanya banyak dijumpai dalam kalangan Liberal, yang sering berlagak sebagai orang yang bijaksana, toleran, penuh kasih, dsb, tetapi sebetulnya tidak menghargai otoritas dari Kitab Suci.

Contoh:

  • Komentar William Barclay tentang kelahiran Yesus dari seorang perawan (Virgin Birth): “... the Virgin Birth. The Church does not insist that we believe in this doctrine” (= ... kelahiran dari perawan. Gereja tidak mendesak / memaksa supaya kita percaya pada doktrin ini) - ‘The Gospel of Luke’, hal 12.

Komentar saya: hanya gereja sesat yang tidak mendesak keper-cayaan terhadap kelahiran Kristus dari perawan, karena kalau Kristus tidak lahir dari perawan, maka Ia sepenuhnya adalah manusia biasa, sama sekali bukan Allah, dan dengan demikian Ia tidak mungkin bisa menjadi Juruselamat manusia. Mengapa? Karena keilahianNyalah yang menyebabkan penebusan yang Ia lakukan bisa mempunyai nilai yang tidak terbatas.

  • Dari majalah ‘Penuntun’ terbitan GKI Jabar (Vol. 2. No. 6, Januari - Maret 1996):

  • Pengantar: “Banyak orang sering semberono menilai dengan negatif agama-agama lain yang mereka sendiri tidak hayati. Hal paling minimal yang diperlukan dalam rangka mengenal orang-orang yang beragama lain, yaitu membaca dan memahami Kitab Suci agama-agama lain, belum mereka lakukan. Apalagi menghayati hidup seperti yang dihayati penganut agama lain itu sendiri. Sikap seperti ini, tidak terkecuali, banyak ditemukan di dalam diri orang-orang Kristen. Yang berpendidikan tinggi maupun yang tidak. Orang juga sering memakai petobat-petobat baru untuk membuktikan betapa agama-agama semula yang sudah ditinggalkan petobat-petobat baru itu adalah agama-agama yang kurang sempurna, yang di dalamnya tidak terdapat kebenaran, atau, dalam ungkapan yang sangat menusuk perasaan, berisi ajaran-ajaran sesat dari kuasa-kuasa kegelapan. Tindakan jahat yang tidak penuh kasih semacam ini juga banyak ditemukan di antara orang-orang Kristen. ... Pemahaman dan pendekatan yang simpatetik terhadap pelbagai pandangan keselamatan, khususnya yang terdapat di dalam agama-agama lain, diharapkan akan sedikit banyak mempengaruhi dengan positif sikap dan pandangan orang Kristen terhadap agama-agama lain dan para penganutnya” (hal v).

Komentar saya: kalau kata-kata di atas ini benar, maka Paulus sendiri bisa dikatakan sebagai jahat / tidak kasih, karena pada waktu ia sendiri telah bertobat dari agama lamanya yaitu agama Yahudi / Yudaisme, ia lalu berkata tentang agama lamanya itu sebagai:

  • ‘tidak benar’, ‘tanpa pengertian yang benar’, ‘mendirikan kebe-naran mereka sendiri’, dan ‘tidak takluk kepada kebenaran Allah’ (Ro 9:30-10:3).

  • ‘rugi’ dan bahkan ‘sampah’ (Fil 3:7-8). Kata ‘sampah’ oleh KJV bahkan diterjemahkan ‘dung’ (= kotoran hewan).

Dan bahkan orang-orang Yahudi yang masih aktif dalam Yudaisme, ia sebut dengan istilah ‘anjing’, ‘penyunat palsu’, dan ‘pekerja jahat’.

  • Tulisan Pdt. Eka Darmaputera, Ph. D. yang berjudul ‘Boleh diperbandingkan, jangan dipertandingkan’:

“Sebuah dongeng Hindu. Ada seorang raja yang adil, arif lagi bijaksana. Tiga orang puteranya, semua serba gagah, tampan dan perkasa. Konon menyadari usianya yang kian uzur, sri baginda ingin mempersiapkan segala sesuatu sebaik-baiknya sebelum ajal tiba. Demikianlah ia memutuskan untuk membagi semua harta di kerajaannya menjadi tiga. Semua, tanpa boleh ada yang tersisa atau terlupa. Masing-masing puteranya harus menerima persis sepertiga. Tak ada yang lebih atau kurang. Supaya jangan ada yang bangga, dan ada yang kecewa. Titah ini segera dilaksanakan tanpa masalah. Sampai sang raja sendiri menyadari, bahwa ternyata masih ada satu yang tersisa. Yaitu cincin yang selama ini melingkar di jari manisnya. Bagaimana membaginya? Namun bukan sri baginda namanya bila tidak menemukan jalan keluar juga pada akhirnya. Dengan diam-diam dan amat rahasia, pada suatu hari, dipanggilnya pandai mas yang paling ahli di seluruh kerajaannya. Pandai mas itu dititahkannya membuat dua buah cincin lagi. Syaratnya: sama persis dalam segala hal dengan cincin yang semula. Ringkas cerita, persoalan teratasi. Namun sementara. Sebab akhirnya, lama setelah baginda wafat, tiga pangeran itu toh mafhum juga bahwa tidak semua dari tiga cincin yang ada itu ‘asli’. Mereka segera bertengkar hebat sekali, masing-masing mengklaim bahwa cincin yang lain adalah ‘tiruan’, dan cuma cincinnya sendiri yang ‘asli’. Pertengkaran itu pasti akan berkelanjutan, bila mereka tidak segera menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu pasti membuat hati mendiang ayah mereka terluka dan amat berduka. Terlebih lagi, alangkah bodohnya yang mereka lakukan itu! Bertengkar menguras enerji dan emosi untuk hal yang tak dapat mereka buktikan! Akhirnya kembali ke akal sehat mereka. Mereka masing-masing bertekad merawat cincin mereka masing-masing. Tanpa mempersoalkan, apalagi mempertengkarkan, mana yang ‘asli’ dan mana yang ‘palsu’. Sebab mengenai ini, hanya ayahanda tercinta saja yang mengetahuinya. Untuk apa ‘dongeng’ tersebut? Untuk menolong kita memasuki pembicaraan yang akan cukup rumit dan peka. Yaitu, ketika Redaksi Penuntun meminta saya menunjukkan mana di antara ketiga ‘cincin’ itu yang ‘asli’. Melalui dongeng di atas saya telah memberikan pratanda apa yang bakal menjadi jawab saya nanti. Yang pertama-tama ingin saya katakan adalah, permintaan itu aneh tetapi wajar. Bahkan, saya yakin, apa yang diminta itu, adalah pertanyaan sebagian besar pembaca juga. Yaitu, setelah artikel-artikel mengenai ajaran keselamatan dari pelbagai macam agama / kepercayaan itu, kita pasti bertanya: manakah yang benar di antara ajaran yang berbeda-beda itu? Begitu lazimnya pertanyaan itu, sehingga banyak orang tidak merasa perlu bertanya terlebih dahulu: Tepatkah pertanyaan itu? Dan mungkinkah menjawab pertanyaan itu? Ternyata cukup banyak juga yang menjawab: ‘Ya! Pertanyaan itu bukan cuma tepat, tetapi juga perlu!’ Termasuk dalam kelompok ini, adalah sebagian besar pemimpin serta penganut agama (Anda juga?). Yaitu ketika dengan keyakinan yang tidak dibuat-buat, mereka berkata, ‘Anda mau tahu mana yang benar dari antara ajaran yang bermacam-macam itu? Ya agama saya! Apa lagi?!’ Bila Anda mendengar jawaban seperti itu, anjuran saya adalah jangan mendebatnya. Mengapa? Sebab yang saya bayangkan adalah, Anda pasti akan bertanya: ‘Dari mana dan bagaimana Anda tahu bahwa cuma agama Anda yang benar?’. Iya ‘kan?” (hal 170,171).

“Orang-orang ini (dalam ilmunya) ‘memperbandingkan’ agama-agama tapi tidak ‘mempertandingkan’nya. Mereka tidak berminat untuk mencari mana yang lebih benar dan lebih unggul. Dan semua itu dilakukan dengan seilmiah serta seobyektif mungkin. Sebab itu biasanya enak dan mengasyikkan berdiskusi dengan orang-orang dari kelompok ini! Toleran, terbuka, dan simpatik! Berbeda dengan kelompok pertama.” (hal 173).

“Dengan tetap menghormati kekhasan masing-masing agama, kita harus tetap mengatakan bahwa semua agama ada pada dataran yang sama. Ada perbedaan, namun (dalam bahasa Inggris) ‘they are different in degree, but not in kind’. Berbeda dalam banyak hal, tapi tidak dalam hakikat. Secara hakiki, semua adalah satu kategori.” (hal 174).

“Dengan membuat perbandingan itu, kita dipaksa dan dilatih untuk terbuka dan rendah hati. Di samping itu, manfaat yang sering tidak kita sadari adalah: kita tidak hanya dibuat lebih mengenal kepercayaan orang lain, tetapi juga kepercayaan kita sendiri. Kita hanya dapat membuat perbandingan, apabila kita mengenal dengan baik dan dengan benar ajaran sendiri maupun ajaran orang lain, bukan? Sayang sekali, bagi banyak penganut agama polemik dan apologetik masih lebih digemari ketimbang perbandingan dan dialog. Padahal, dengan polemik dan apologetik, tanpa sadar kita terdorong untuk melebih-lebihkan diri sendiri dan mencari-cari atau menekan-nekankan kelemahan orang lain. Sikap yang tidak kristiani, bukan? Tanpa sadar kita tergiring untuk semakin menutup diri. Kehilangan kesempatan untuk belajar dari kekurangan diri sendiri dan kelebihan orang lain. Kehilangan kesempatan untuk diperkaya oleh orang lain dan sekaligus menjadi berkat bagi orang lain! Sayang sekali! Tapi itu yang sering terdengar. ‘Orang Kristen tidak perlu belajar apa-apa dari siapa-siapa! Kita sudah punya Yesus!’ Menarik sekali kata-kata ini! Tetapi naif! Sebab justru bila Anda benar-benar sudah punya Yesus maka, seperti Dia, Anda akan tahu apa artinya kerendahan hati dan ‘mengosongkan diri’, terbuka untuk belajar dari siapa saja! Justru bila Anda benar-benar sudah punya Yesus, Anda akan dapat mendemonstrasikan iman yang seperti kanak-kanak bukan iman Farisi yang penuh dengan keangkuhan hati!” (hal 174-175).

Komentar saya:

  • Cerita tentang raja, 3 anaknya dan cincin, dikatakan oleh penulis ini sebagai pratanda terhadap jawabannya terhadap pertanyaan: ‘mana agama yang benar?’. Ini secara implicit menunjukkan bahwa penulis sesat ini beranggapan bahwa kita tidak bisa mengetahui mana agama yang benar dan mana agama yang salah. Pandangan semacam ini jelas merupakan pandangan sesat yang bukan hanya bertentangan dengan Alkitab, tetapi juga merendahkan dan tidak mempercayai Alkitab. Alkitab sendiri menyatakan bahwa Kitab Suci kita bermanfaat untuk menyatakan kesalahan dan mendidik orang dalam kebenaran (2Tim 3:16). Dan Alkitab juga menyatakan bahwa Yesus mengclaim diriNya sebagai ‘jalan, kebenaran dan hidup’ sehingga tanpa Dia tak seorangpun sampai kepada Bapa (Yoh 14:6). Saya bertanya-tanya dalam hati saya sendiri: apa makna ayat-ayat seperti itu bagi Eka Darmaputera?

  • Orang sesat ini mengatakan bahwa ‘berapologetik’ merupakan ‘sikap yang tidak kristiani’! Ada 2 hal yang ingin saya persoalkan tentang hal ini.

Yang pertama: mungkin karena ia terlalu banyak belajar dari orang agama lain, maka ia tidak mempunyai waktu untuk membaca / mempelajari Kitab Sucinya sendiri, sehingga ia belum pernah membaca atau menyelidiki 1Pet 3:15b yang berbunyi: “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu”. Perlu diketahui bahwa kata ‘pertanggungan jawab’ dalam 1Pet 3:15b ini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani APOLOGIAN, dari mana kata ‘Apologetik’ berasal! Ini berarti bahwa ayat ini justru mengharuskan orang kristen untuk berapologetik! Juga kalau kita melihat kehidupan dan pelayanan Paulus maupun Stefanus dalam Kisah Para Rasul, maka kita akan melihat bahwa mereka sering berdebat / berapologetik (Kis 6:8-10  Kis 9:22,29 dsb).

Yang kedua: sebetulnya dengan mengatakan bahwa berapolo-getik merupakan sikap yang tidak kristiani, dan juga dengan memberikan cerita tentang raja dan ke 3 anaknya itu, maka ia sendiri sudah berapologetik. Ia berapologetik bahwa orang kristen tidak boleh berapologetik! Bukankah ini menggelikan dan bodoh? Tidak usah heran bahwa ia bisa sampai pada kesimpulan bodoh seperti itu, karena apologetiknya tidak menggunakan Kitab Suci tetapi hanya menggunakan sebuah dongeng Hindu!

  • Juga ‘berapologetik’ sama sekali tidak berarti ‘melebih-lebihkan diri sendiri, ataupun mencari-cari dan menekan-nekankan kele-mahan orang lain’, tetapi ‘membela ajaran kristen terhadap serangan pihak non kristen’, bukan hanya dengan tujuan menguatkan orang-orang kristen terhadap serangan pihak luar, tetapi sekaligus untuk memberitakan Injil terhadap si penyerang dan mempertobatkannya / menyelamatkannya (ini jelas mem-punyai motivasi kasih!). Dan dalam berapologetik harus ada sikap jujur dan tulus, bukan ‘melebih-lebihkan diri sendiri, atau-pun mencari-cari dan menekan-nekankan kelemahan orang lain’, yang secara implicit menunjukkan suatu sikap yang tidak jujur. Dengan memberi definisi seenaknya tentang apologetik, penulis ini ingin orang mempercayainya bahwa berapologetik itu tidak baik!

  • Orang sesat ini mengatakan bahwa ‘semua agama ada pada dataran yang sama. ... Berbeda dalam banyak hal, tapi tidak dalam hakikat. Secara hakiki, semua adalah satu kategori.’. Ini menunjukkan bahwa ia tidak mengerti inti kekristenan maupun agama lain, yang jelas bukan hanya berbeda tetapi bahkan bertolak belakang!

  • Hal lain yang perlu dibahas dari kata-kata di atas adalah kata-kata “justru bila Anda benar-benar sudah punya Yesus maka, seperti Dia, Anda akan tahu apa artinya kerendahan hati dan ‘mengosongkan diri’, terbuka untuk belajar dari siapa saja!”. Lagi-lagi orang sesat ini rupanya tidak pernah mempelajari kata-kata Yesus yang berkata kepada murid-muridNya:

  • “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepa-damu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas” (Mat 7:15).

  • “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap ragi orang Farisi dan Saduki” (Mat 16:6). Bandingkan juga dengan Mat 16:12 yang menunjukkan bahwa kata ‘ragi’ di sini menunjuk pada ‘ajaran’.

  • “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!” (Mat 24:4).

Dari ayat-ayat ini terlihat dengan jelas bahwa Yesus tidak pernah mengajarkan ‘kerendahan hati / pengosongan diri’ dalam arti ‘terbuka untuk belajar dari siapa saja’! Bdk. juga dengan 1Yoh 4:1-3.

  • Mengatakan bahwa kita perlu belajar dari orang beragama lain, sekalipun seolah-olah merupakan sikap yang rendah hati tetapi sebetulnya merupakan sikap yang merendahkan Kitab Suci kita sendiri. Kitab Suci kita adalah Firman Allah yang sudah lengkap, dan juga merupakan satu-satunya Firman Allah. Karena itu, dalam persoalan kebenaran rohani, kita tidak perlu belajar dari orang yang beragama lain! Kita tentu harus terbuka dalam arti mau mengadakan diskusi / dialog dengan orang beragama lain, tetapi tujuannya bukan untuk belajar kebenaran rohani dari mereka, tetapi sebaliknya untuk mengajarkan kebenaran rohani kepada mereka, atau dengan kata lain, untuk memberitakan Injil dan mempertobatkan mereka!


c) Kata ‘membiarkan’ ini lagi-lagi menunjukkan kontras antara gereja Efesus dengan gereja Tiatira, tetapi di sini gereja Efesusnya yang baik sedangkan gereja Tiatiranya yang jelek.

John Stott: “It permitted one of its members to teach outrageous licence and apparently made no attempt to restrain her. In this too the church of Thyatira was the opposite of the church of Ephesus. Ephesus could not bear evil, self-styled apostles but had no love (2:2,4); Thyatira had love but tolerated an evil, self-styled prophetess” [= Gereja ini membiarkan salah seorang anggotanya untuk mengajarkan kebebasan yang memalukan dan kelihatannya tidak berusaha untuk mengekangnya. Dalam hal ini gereja Tiatira juga bertolak belakang dengan gereja Efesus. Efesus tidak dapat sabar terhadap rasul-rasul gadungan yang jahat, tetapi tidak mempunyai kasih (2:2,4); Tiatira mempunyai kasih tetapi menoleransi seorang nabiah gadungan yang jahat] - hal 71.

John Stott: “Ephesus ‘hated’ the works of the Nicolaitans and could not endure them (vv. 2,6); Pergamum ‘had’ some who held the doctrine of Balaam and of the Nicolaitans (vv. 14,15); but Thyatira actually ‘tolerated’ them (v. 20). The Christians of Thyatira seem to have had either a very poor conscience or a very feeble courage. They were as weak and spineless towards the new Jezebel as Ahab had been towards the old” [= Efesus ‘membenci’ pekerjaan dari para pengikut Nikolaus dan tidak dapat sabar terhadap mereka (ay 2,6); Pergamus ‘mempunyai’ beberapa orang yang memegang ajaran Bileam dan Nikolaus (ay 14,15); tetapi Tiatira betul-betul ‘menoleransi’ mereka (ay 20). Orang-orang Kristen di Tiatira kelihatannya mempunyai hati nurani yang sangat jelek atau keberanian yang sangat lemah. Mereka sama lemah dan tak bertulangnya terhadap Izebel yang baru seperti Ahab terhadap Izebel yang lama / dulu] - hal 74.

Catatan: ‘tak bertulang’ = lemah.

Steve Gregg: “There is a striking contrast between this church and that in Ephesus, for the church in Thyatira was not defective in love, whereas Ephesus had abandoned its first love. But while Ephesus had no tolerance for error and false messengers, Thyatira’s fault was a willingness to ‘allow that woman Jezebel who calls herself a prophetess, to teach and seduce My servants to commit sexual immorality and eat things sacrificed to idols’ (v. 20). This contrast points up the difficulty of striking a balance between a generous and forgiving love and a proper intolerance for heresy and sin in the church” [= Ada kontras yang menyolok antara gereja ini dan gereja Efesus, karena gereja di Tiatira tidak cacat dalam kasih, sedangkan Efesus telah meninggalkan kasih yang semula / pertama. Tetapi sementara Efesus tidak mempunyai toleransi untuk kesalahan dan utusan-utusan palsu, kesalahan Tiatira adalah kerelaan untuk ‘membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya ber-buat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala’ (ay 20). Kontras ini menunjukkan sukarnya menjaga keseimbangan antara kasih yang murah hati dan mengampuni dan ketidak-toleransian yang benar terhadap kese-satan dan dosa dalam gereja] - hal 71.

Pulpit Commentary: “In Ephesus there is much zeal for orthodoxy, but little love; in Thyatira there is much love, but a carelessness about false doctrine” (= Di Efesus ada banyak semangat untuk ke-orthodox-an, tetapi sedikit kasih; di Tiatira ada banyak kasih, tetapi ceroboh tentang doktrin / ajaran sesat) - hal 65.


6) James B. Ramsey menyoroti ay 19 dan ay 20 bersama-sama, dan lalu memberikan komentar sebagai berikut:

“Does not Thyatira thus set forth a type of church character, which, sad to say, has been widely and fearfully realized? Have not intense activity, earnest zeal in works of charity, in ministering to the wants and woes of suffering man, and faith and patience in enduring all the toils and self-denials which this has demanded, been found often in a church side by side with great charity to soul-destroying error and its teachers? Let the churches remember that there is no such system of compensations in the spiritual kingdom, as will allow zeal in one thing to make up for neglect of another. Works of charity cannot compensate for indifference to truth” (= Apakah Tiatira tidak diajukan sebagai gambaran dari karakter gereja, yang dengan sedih harus dikatakan, telah terjadi secara luas dan menakutkan? Bukankah aktivitas yang hebat, semangat yang sungguh-sungguh dalam pekerjaan kasih, dalam melayani kebutuhan dan kesengsaraan orang-orang yang menderita, dan iman dan kesabaran dalam menanggung semua jerih payah dan penyangkalan diri yang dituntut oleh hal ini, telah sering ditemukan dalam sebuah gereja di sisi kemurahan hati / kasih yang besar terhadap kesalahan yang menghancurkan jiwa dan pengajar-pengajarnya? Biarlah gereja-gereja mengingat bahwa tidak ada sistim kompensasi dalam kerajaan rohani, yang mengijinkan semangat di satu hal untuk mengompensasi pengabaian dalam hal lain. Pekerjaan kasih tidak bisa menggantikan ketidak-acuhan terhadap kebenaran) - hal 158.


Ay 21: “Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya”.


1) Adalah sesuatu yang luar biasa bahwa Kristus begitu sabar terhadap nabiah palsu ini. Tetapi andaikata Ia tidak begitu sabar terhadap orang berdosa, apa yang terjadi dengan diri kita sendiri?

Tetapi kata-kata ‘Aku memberi dia waktu untuk bertobat’ juga menunjukkan bahwa kesabaran Tuhan terhadap dosa kita ada batasnya, dan kalau waktu untuk bertobat itu tidak digunakan dengan baik, maka ada saatnya Tuhan pasti menghukum (bdk. Ro 2:4-5  Luk 13:6-9).


2) Kata ‘zinah’ di sini seharusnya adalah ‘percabulan’.

A. T. Robertson: “PORNEIA (fornication) here, but MOICHEUO (to commit adultery) in verse 22” [= PORNEIA (percabulan) di sini, tetapi MOICHEUO (berzinah) dalam ayat 22] - hal 309.


3) ‘ia tidak mau bertobat’.

KJV: ‘she repented not’ (= ia tidak bertobat).

Terjemahan ‘ia tidak bertobat’ ini kurang kuat. Seharusnya seperti terjemahan yang lain yang mengatakan ‘ia tidak mau bertobat’.

Seringkali seseorang tidak mau bertobat dari dosanya (termasuk perzinahan / percabulan), karena ia menghibur dirinya sendiri dalam dosa itu, dengan memberi nama lain terhadap dosa itu, sehingga tidak menunjukkan hal itu sebagai dosa.

Contoh:

  • Seorang laki-laki memandangi seorang wanita (yang bukan istrinya), dan pada waktu ditegur, lalu menjawab: ‘Aku kan sedang mengagumi keindahan ciptaan Tuhan?’.

  • Gara-gara foto telanjang / setengah telanjang pada sampul majalah, maka ada acara TV baru-baru ini (tgl 2 Agustus 1999) yang mempersoalkan pertanyaan: ‘Telanjang: porno atau seni?’.

Menyebut ‘telanjang’ dengan istilah ‘seni’ menunjukkan suatu penyebutan terhadap dosa dengan nama lain sehingga tidak menunjukkan dosa.

Kalau kita mau bertobat, kita harus belajar untuk menyebut dosa sebagai dosa!


Ay 22-23: “Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu. Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya”.


1) ‘Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit’.


a) Terjemahan bagian ini.

KJV: ‘I will cast her into a bed’ (= Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang).

NASB: ‘I will cast her upon a bed of sickness (= Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang kesakitan).

NIV: ‘I will cast her on a bed of suffering (= Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang penderitaan).

Sebetulnya yang memberikan terjemahan hurufiah adalah KJV, karena kata ‘orang sakit’ / ‘kesakitan’ / ‘penderitaan’ sebetulnya tidak ada, dan hanya merupakan penafsiran.

William Hendriksen: “she is going to be cast upon a bed, that is, stricken with sickness ” (= ia akan dilemparkan ke atas ranjang, yaitu, dihajar dengan penyakit) - hal 72.

Tetapi penafsiran ini mempunyai dasar, yaitu latar belakang Ibrani.

Beasley-Murray: “To fall on a bed is a Hebraistic expression for becoming ill. To throw on a bed is to inflict illness” (= ‘Jatuh ke atas ranjang’ merupakan suatu ungkapan Ibrani untuk ‘menjadi sakit’. ‘Melemparkan ke atas ranjang’ berarti ‘memberi penyakit’) - hal 91.


b) Hukumannya berhubungan dengan dosanya.

Sesuatu yang menarik dalam hal ini adalah bahwa dosa dan hukumannya itu berhubungan. Dosanya adalah dimana ia melakukan perzinahan di atas ranjang, dan hukumannya adalah dimana ia dilemparkan ke atas ranjang (menjadi sakit).

James B. Ramsey: “Her sin becomes her punishment. She is to find the bed of her pleasures the bed of helplesness and wasting disease” (= Dosanya menjadi hukumannya. Ia akan menjumpai ranjang kesenangannya sebagai ranjang ketidak-berdayaan dan penyakit yang menghancurkan) - hal 157.

Geoffrey B. Wilson: “Christ will turn Jezebel’s bed of pleasure into a bed of suffering” (= Kristus akan membalik ranjang kesenangan Izebel menjadi ranjang penderitaan) - hal 38.

Mungkin Tuhan melakukan hal ini supaya di atas ranjang penderitaannya itu ‘wanita Izebel’ itu bisa menyadari / teringat akan dosa-dosanya / perzinahannya yang ia lakukan di atas ranjang yang sama, dan bertobat.


2) ‘mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu’.


a) Ini adalah perzinahan jasmani.

Ada yang beranggapan bahwa ‘berbuat zinah’ di sini adalah penyem-bahan berhala, yang memang sering disebut sebagai ‘perzinahan rohani’ (Yer 3:6-10  Yeh 16  Yeh 23 bdk. 2Kor 11:2). Tetapi mengingat bahwa dalam pesta / perayaan kafir sering ada perzinahan jasmani, maka saya lebih condong untuk beranggapan bahwa perzinahan di sini adalah perzinahan jasmani. Juga hukuman Tuhan dengan melemparkan wanita Izebel itu ke atas ranjang orang sakit, kelihatannya menunjukkan bahwa dosanya juga berhubungan dengan ranjang. Jadi itu menunjuk pada perzinahan jasmani.


b) Pada waktu terjadi perzinahan, maka kedua belah pihak dihukum.

Kalau tadi terlihat bahwa ‘wanita Izebel’nya dihukum, maka sekarang ditunjukkan bahwa orang-orang kristen yang berzinah dengannya juga akan dihukum / dihajar, kalau mereka tidak bertobat.

Orang yang menggoda orang kristen untuk berzinah memang adalah orang brengsek dan harus dihukum, tetapi orang kristen yang menyerah pada godaan itu dan yang lalu jatuh ke dalam perzinahan, akan sama-sama dihukum / dihajar.


c) ‘kesukaran besar’.

Ada yang menafsirkan bahwa ini menunjuk kepada ‘masa kesukaran besar’ (‘The Great Tribulation’) yang akan datang menjelang kedatangan Yesus yang keduakalinya, dan lalu mengatakan bahwa orang-orang yang mengalami hukuman ini jelas adalah orang yang tidak sungguh-sungguh kristen, karena orang kristen sejati tidak akan mengalami masa kesukaran besar.

Theodore H. Epp: “Mereka yang melakukan perzinahan dengan Izebel itu akan dibuang ke dalam kesukaran besar kecuali kalau mereka bertobat. Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang itu adalah mereka yang belum dilahirkan kembali. Wahyu pasal 3 menulis tentang perjanjian orang-orang beriman yang tidak melakukan hal di atas: ‘Maka oleh sebab engkau sudah memeliharakan pengajaranKu dari hal sabar itu, Akupun akan memeliharakan engkau dari pada masa pencobaan yang akan datang ke atas segala isi dunia, supaya mencoba segala orang yang duduk di bumi’ (kutipan ini dari Alkitab terjemahan lama. Dalam terjemahan baru hal ini tidak disebutkan secara lengkap). Hal ini akan membantu memecahkan salah satu pertentangan yang kini sedang tersebar luas di antara orang-orang yang percaya akan Alkitab. Dua ayat dari Alkitab ini mengatakan dengan jelas kepada kita siapa yang akan masuk dalam kesukaran dan siapa yang tidak akan mengalaminya. Mereka yang belum dilahirkan kembali, adalah orang-orang yang akan dibuang ke dalam kesukaran yang akan datang itu. Orang-orang yang sudah lahir baru, sesuai dengan perjanjian Juruselamat kita, tidak akan melewati kesukaran besar yang akan datang itu” - ‘Kristus Berkata-kata kepada GerejaNya’, hal 78.

Catatan:

  • ayat dari Wahyu 3 yang dimaksudkannya adalah Wah 3:10. Tetapi saya tidak terlalu melihat perbedaan antara Terjemahan Lama dengan Terjemahan Baru.

  • apa yang dikatakan oleh Theodore H. Epp di atas merupakan ajaran Dispensationalisme, yang menganggap bahwa orang kristen sejati akan mengalami ‘rapture’ (= pengangkatan) sebelum tibanya masa kesukaran besar, sehingga tidak mengalami masa kesukaran besar itu.


Saya berpendapat bahwa sedikitnya ada 2 kesalahan dalam kata-kata Theodore H. Epp ini:

1. Saya berpendapat bahwa ‘kesukaran besar’ di sini bukanlah ‘masa kesukaran besar’ yang akan terjadi menjelang kedatangan Kristus yang keduakalinya, tetapi kesukaran besar biasa. Saya juga tidak yakin bahwa Wah 3:10 menunjuk pada masa kesukaran besar. Tentang apa arti dari Wah 3:10 ini kita akan mempelajarinya nanti pada waktu membahas surat kepada gereja Filadelfia (Wah 3:7-13).

2. Orang Kristen yang masih hidup pada saat terjadinya ‘masa kesukaran besar’ itu, akan mengalami masa kesukaran besar itu (bdk. Wah 7:14 - ‘Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar’).

Saya berpendapat bahwa ajaran Dispensationalisme, yang mengata-kan bahwa orang kristen akan diangkat / mengalami rapture sebelum masa kesukaran besar ini, bukan saja salah, tetapi juga berbahaya. Mengapa? Karena ajaran ini menyebabkan orang kristen tidak merasa perlu untuk bersiap sedia menghadapi masa kesukaran besar tersebut, sehingga pada saat masa kesukaran besar itu terjadi, maka mereka tidak akan bisa menghadapinya dengan baik / benar.


3) ‘Dan anak-anaknya akan Kumatikan’.


a) Kata ‘nya’ menunjuk kepada ‘wanita Izebel’, karena kata ‘nya’ itu ada dalam bentuk ‘feminine’ (= perempuan), dan karenanya diterjemahkan ‘her’ dalam bahasa Inggris.


b) Apa arti dari ‘anak-anak’?

Steve Gregg: “Her ‘children’ may be her followers or her natural offspring” (= ‘Anak-anak’nya mungkin adalah para pengikutnya atau betul-betul keturunannya) - hal 71.

  • Kalau diartikan ‘keturunan jasmani’.

Pembunuhan anak sebagai hukuman sering terjadi dalam Kitab Suci, seperti dalam kasus tulah ke 10 di Mesir (Kel 12:29-30), dalam kasus Daud (2Sam 12:14-23), dan dalam kasus Yerobeam (1Raja 14:1-18). Mungkin karena Tuhan tahu itu adalah sangat menyakitkan.

Tetapi awas, kalau saudara menghadapi orang yang kematian anak, jangan menghakimi dengan mengatakan itu pasti terjadi karena hukuman Tuhan atas dosa mereka. Kematian anak juga bisa terjadi bukan sebagai hukuman Tuhan, tetapi sebagai serangan setan, misalnya dalam kasus Ayub (Ayub 1:18-19).

  • Kalau diartikan ‘pengikut’.

James B. Ramsey lebih memilih arti ‘pengikut’ dari pada ‘anak secara jasmani’. Kalau ini memang menunjuk kepada orang kristen yang telah mengikuti Izebel itu, maka jelas bahwa orang kristen itu adalah orang kristen KTP. Tuhan tidak akan pernah menghukum anak-anakNya yang sejati dengan hukuman mati. Bahkan dalam arti yang ketat, Tuhan tidak pernah bisa menghukum anak-anakNya yang sejati, karena semua hukuman sudah ditanggung oleh Kristus (Ro 8:1). Tuhan memang masih bisa menghajar anak-anakNya, tetapi karena hajaran ini ditujukan untuk memperbaiki mereka (Ibr 12:5-11), maka tidak mungkin Ia memberikan hajaran dalam bentuk kematian. Memang orang kristen yang sejati tentu akan mati, tetapi status kematian itu bukan ‘hukuman’ ataupun ‘hajaran’ tetapi sekedar ‘pemanggilan pulang’.


4) ‘dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya’.


a) Allah menghukum supaya jemaat mengetahui kemahatahuan dan keadilanNya (bdk. Kel 14:4  Yeh 11:10-11). Tetapi kadang-kadang Allah melakukan sebaliknya, yaitu mengampuni / tidak menghukum, supaya orang mengenal Dia (Yeh 20:44). Dengan kadang-kadang melakukan yang pertama dan kadang-kadang melakukan yang kedua, Allah menunjukkan kepada manusia akan kedaulatanNya (Ia berhak memilih Ia mau melakukan yang mana, menghukum atau mengampuni), dan juga akan kasih dan keadilanNya.


b) Kata-kata “Akulah yang menguji (Lit: ‘menyelidiki’) batin dan hati orang” di sini berhubungan dengan penggambaran tentang Yesus dalam ay 18: ‘mataNya bagaikan nyala api’.

William Hendriksen: “His penetrating eyes see the hidden motive that makes people follow Jezebel, namely, unwillingness to suffer persecution for the sake of Christ” (= MataNya yang bisa menembus melihat motivasi yang tersembunyi yang membuat orang-orang mengikuti Izebel, yaitu, ketidak-relaan untuk mengalami penganiayaan demi Kristus) - hal 72.

Orang-orang itu pasti mempunyai segala macam alasan untuk membenarkan tindakan mereka dalam mengikuti ‘wanita Izebel’ itu. Alasan-alasan itu bisa saja mengelabui manusia, tetapi tidak bisa mengelabui Tuhan. Tuhan tahu bahwa alasan sebenarnya adalah: mereka tidak rela menderita bagi Dia.


Ay 24: “Tetapi kepada kamu, yaitu orang-orang lain di Tiatira, yang tidak mengikuti ajaran itu dan yang tidak menyelidiki apa yang mereka sebut seluk-beluk Iblis, kepada kamu Aku berkata: Aku tidak mau menanggungkan beban lain kepadamu”.


1) ‘Tetapi kepada kamu, yaitu orang-orang lain di Tiatira, yang tidak mengikuti ajaran itu’.


a) Ini menunjukkan bahwa tidak semua jemaat Tiatira mengikuti penyesatan yang dilakukan oleh ‘wanita Izebel’ itu. Dan ternyata orang-orang ini bisa hidup, sekalipun mereka tidak mengikuti ajakan untuk berkompromi dengan penyembahan berhala dan perzinahan yang ditawarkan oleh ‘wanita Izebel’ itu!

Penerapan: Setan memang sering menggoda dan berkata: ‘Kalau kamu tidak berkompromi dengan dunia / dosa, kamu tidak bisa hidup’. Atau ia berkata: ‘Kalau kamu tidak bekerja pada hari Minggu, penghasilanmu tidak akan cukup’. Atau ia berkata: ‘Kalau kamu memberikan persembahan persepuluhan, penghasilanmu hanya akan cukup untuk setengah bulan’. Tetapi kalau kita berani mentaati Tuhan dan tidak berkompromi dengan dunia / dosa, ternyata Tuhan sanggup memelihara kita dalam keadaan yang bagaimanapun sukarnya / berbahayanya.


b) Kesalahan orang-orang ini hanyalah bahwa mereka tidak bertindak menentang penyesatan yang dilakukan oleh ‘wanita Izebel’ tersebut.


2) ‘dan yang tidak menyelidiki apa yang mereka sebut seluk-beluk Iblis’.

KJV: ‘the depths of Satan’ (= kedalaman dari Setan).

RSV/NASB: ‘the deep things of Satan’ (= hal-hal yang dalam dari Setan).

NIV: ‘Satan’s so-called deep secrets’ (= yang disebut rahasia-rahasia yang dalam dari Setan).


Ada 2 kemungkinan penafsiran:


a) Ini menunjuk pada apa yang mereka kira dan katakan sebagai ‘the deep things of God’ / ‘hal-hal yang dalam dari Allah’ (bdk. 1Kor 2:10), padahal sebetulnya adalah ‘the deep things of Satan’ / ‘hal-hal yang dalam dari setan’.

1Kor 2:10 - “Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah”.

RSV/NASB: ‘the depths of God’ (= kedalaman dari Allah).

KJV/NIV: ‘the deep things of God’ (= hal-hal yang dalam dari Allah).


Beasley-Murray: “Her teaching has its inspiration not in heaven but in hell” (= Ajarannya mendapatkan pengilhamannya bukan di surga tetapi di neraka) - hal 92.


Banyak orang sesat mengaku bahwa mereka menerima pengertian yang mendalam dari Tuhan, tetapi sebetulnya ini adalah hal-hal yang mendalam dari Setan! Pada jaman Paulus rupanya juga ada rasul-rasul palsu yang muncul di Korintus yang mengatakan bahwa mereka lebih pandai dari Paulus dan mengajar lebih hebat / mendalam dari Paulus (bdk. 2Kor 10:12  11:5,16,21  12:11). Juga jaman sekarang ada orang-orang seperti itu, misalnya:

  1. Orang Kharismatik yang sedikit-sedikit berkata ‘lawatan Allah’, ‘pekerjaan Roh Kudus’, ‘Rhemanya turun’, ‘Tuhan bicara’, ‘Roh Kudus berkata’, dsb.

  2. Toronto Blessing yang dianggap sebagai ‘lawatan Allah’.

  3. Orang yang mengaku mendapat ‘Wahyu Tuhan Yesus tentang neraka’.

  4. Drg. Yusak yang mengaku diajar Tuhan 40 hari tentang arti Kitab Suci, dsb.

  5. Pdt. Yesaya Pariaji, dari G.B.I. Tiberias Jakarta, yang berkata:

  • “... pada saat ini juga saya siap dilempar ke neraka, bila saya tidak berkali-kali masuk alam roh berjumpa dengan Tuhan Yesus, dan langsung diajari Firman Allah oleh Tuhan Yesus” (Majalah ‘Tiberias’, Edisi I, tahun I, hal 6).

Komentar saya:

  • Perlukah bersumpah seperti ini? Bdk. Mat 5:33-37.

  • Sumpah ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia mengatakan kebenaran. Orang yang sering bersumpah biasanya justru adalah pendusta.

  • Kalaupun ia tidak berdusta, bisa saja ia hanya mengira bahwa ia diajar oleh Yesus, padahal yang mengajar dia adalah setan. Ingat bahwa setan bisa menyamar sebagai malaikat terang (2Kor 11:14). Jika demikian tidakkah mungkin bahwa ia juga bisa menyamar sebagai Yesus? Bdk. 2Tes 2:3-4,9-10.

  • “Saya berdoa bersama istri dengan suatu komitmen untuk membentuk suatu keluarga yang kudus, berjanji saling setia sampai selama-lamanya, berjanji saling mengampuni dan saling mengasihi, menjaga apa yang disebut kasih mula-mula. Dengan disaksikan oleh anak-anak, dengan kertas bermeterai kami menulis surat kepada Tuhan Yesus: Di dalam nama Tuhan Yesus, bila saya sebagai suami berzinah sekali saja, saya tidak layak melewati pintu Sorga. Saya akan terlempar ke neraka. Demikian juga komitmen istri saya. Bila salah satu dari kami dipanggil Tuhan lebih dulu, kami tetap saling setia, kami ingin membentuk suatu keluarga yang kudus, yang berkumpul di bumi dan berkumpul di Sorga” (Majalah ‘Tiberias’, Edisi I, tahun I, hal 8). Dan dalam Majalah ‘Tiberias’ Edisi II tahun I, hal 38 dituliskan seluruh surat pernyataan, yang dibuat oleh mereka sekeluarga. Di situ ada kata-kata: “Pariaji, sebagai seorang suami, bila dipanggil Tuhan lebih dulu istri berjanji tidak akan menikah kembali. Sebaliknya, bisa istri dipanggil Tuhan terlebih dahulu, Suami juga tidak akan menikah kembali”.

Komentar saya:

  • Menulis surat kepada Yesus di atas kertas bermeterai; ini suatu kelucuan atau kegilaan?

  • Ini merupakan suatu janji yang melebihi Firman Tuhan, karena Firman Tuhan tidak pernah mengatakan bahwa kalau orang kristen berzinah satu kali saja harus masuk neraka. Kita harus hati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat yang seolah-olah mengajarkan demikian, seperti:

  • Gal 5:19-21 - “(19) Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, (20) penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, (21) kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu - seperti yang telah kubuat dahulu - bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”.

Kata ‘melakukan’ dalam Gal 5:21b dalam bahasa Yunaninya merupakan suatu present participle, dan KJV/RSV/NIV/NASB menterjemahkannya ke dalam present tense biasa, yang menunjukkan suatu tindakan yang terus menerus. Disamping itu kata-kata ‘hal-hal yang demikian’ dalam Gal 5:21b menunjuk pada semua dosa dalam Gal 5:19-21a. Jadi ini menunjukkan bahwa orang itu secara terus menerus hidup dalam semua dosa itu, sehingga jelas bahwa tidak ada perubahan hidup ke arah yang positif dalam diri orang itu. Karena itu tidak heran dikatakan bahwa ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (Gal 5:21c).

  • Ef 5:5 - “Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah”.

Ini juga tidak menunjuk kepada orang yang jatuh ke dalam dosa itu dan lalu bertobat, tetapi sebaliknya terus ada dalam dosa tersebut.

Kedua text di atas ini tidak bisa diterapkan kepada orang yang jatuh (sekali atau beberapa kali) ke dalam perzinahan, tetapi yang lalu bertobat dengan sungguh-sungguh. Melalui semua ini, saya tidak memaksudkan untuk berkata bahwa orang kristen boleh berzinah, dan saya juga tidak bermaksud untuk mere-mehkan dosa perzinahan. Ini tetap merupakan dosa yang hebat yang bisa mengakibatkan konsekwensi / hajaran Tuhan yang hebat. Tetapi bagaimanapun juga saya berpendapat bahwa Kitab Suci mengajar bahwa kalau orang kristen yang sejati jatuh ke dalam perzinahan, darah Kristus tetap bisa mengampuni dan menyucikannya, dan ia tidak perlu masuk neraka (bdk. Ro 8:1). Bandingkan juga dengan Daud, yang pernah berzinah dengan Batsyeba, tetapi jelas tidak masuk neraka!

  • Janji untuk terus setia sekalipun pasangannya sudah meninggal juga merupakan suatu ‘kesetiaan’ yang tidak pernah dituntut oleh Firman Tuhan. Bandingkan dengan Ro 7:2-3, yang jelas memberikan ijin untuk menikah lagi, bila pasangannya telah meninggal. Juga kata-kata ‘membentuk suatu keluarga yang kudus, yang berkumpul di bumi dan berkumpul di Sorga’ kelihatannya bertentangan dengan kata-kata Tuhan Yesus dalam Mat 22:30 - “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga”.

  • “Dalam keadaan berbeban berat, saya mempersiapkan diri untuk mati, saya benar-benar berjanji dan komitmen; yang artinya benar-benar hidup di dalam pertobatan, yaitu yang yakin tidak akan jatuh di dalam dosa apapun, yang tidak berani berbuat dosa apapun, yang benar-benar mau bertekad untuk hidup di dalam kekudusan dan kesucian, ...” (Majalah ‘Tiberias’, Edisi II, tahun I, hal 7).

Komentar saya: kata-kata ‘yakin tidak akan jatuh di dalam dosa apapun’ jelas bertentangan dengan 1Yoh 1:8,10, yang jelas menunjukkan bahwa dalam hidup yang sekarang ini tidak ada orang bisa hidup suci! Bandingkan juga dengan kata-kata Paulus dalam Ro 7:18-19.

  • “Hanya orang-orang yang suci dan orang-orang kudus, yang termeterai dan tercatat sebagai warga Kerajaan Sorga. ... Untuk dimeteraikan sebagai warga Kerajaan Sorga, kita harus melakukan baptisan yang benar, dan Sakramen-sakramen yang suci dan kudus” (Majalah ‘Tiberias’, Edisi II, tahun I, hal 8).

Komentar saya: ini merupakan ajaran sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik). Kitab Suci mengajarkan keselamatan hanya karena iman kepada Kristus (Ro 3:27-28  Gal 2:16,21  Ef 2:8-9  Fil 3:9).

  • “saya digandeng Tuhan Yesus dibawa ke pintu Sorga, saya diperlihatkan orang-orang yang masuk neraka, begitu mengerikan orang-orang yang berdosa dicabik-cabik dan diterkam setan-setan, dibawa ke neraka. ... orang-orang yang sangat menderita, dijarah dan dikeroyok setan-setan, dibawa ke neraka” (Majalah ‘Tiberias’, Edisi III, tahun I, hal 7).

Komentar saya: ada banyak kesalahan dalam kata-kata ini:

  • saat ini setan belum masuk neraka, tetapi mengembara di dunia untuk menggoda manusia (Ayub 1:7  2:2  Mat 12:43-45). Setan baru masuk neraka pada saat Yesus datang kedua-kalinya (Mat 8:29  Mat 25:31,41  Wah 20:10).

  • Kalau nanti setan masuk neraka, ia disiksa, bukan menyiksa! Bdk. Mat 8:29  Mat 25:41b  Wah 20:10.

  • Setan menjarah, mengeroyok orang berdosa dan membawanya ke neraka? Mungkin ia mendapatkan ‘penglihatan’ ini dalam film ‘Ghost’, yang dibintangi Demi Moore! Kitab Suci mengata-kan bahwa yang membawa / mencampakkan orang berdosa ke dalam neraka bukanlah setan tetapi malaikat (Mat 13:39-42,49-50).

  • hal lain tentang Pdt. Yesaya Pariaji adalah: ia menggunakan air baptisan, roti dan anggur Perjamuan Kudus, dan juga minyak urapan untuk melakukan mujijat / kesembuhan ‘ilahi’. Saya tidak peduli berapa banyak kesembuhan yang ia lakukan, tetapi penggunaan sakramen untuk melakukan kesembuhan jelas merupakan sesuatu yang tidak alkitabiah, dan karena itu kesembuhannya pasti bukan dari Tuhan, tetapi dari setan!


b) Mereka (orang-orang sesat) itu tahu bahwa itu memang adalah ‘the deep things of Satan’ (= ‘hal-hal yang dalam dari setan’), tetapi tetap mereka pelajari dan praktekkan, karena mereka menganggap bahwa untuk lebih bisa mengenal kasih karunia Allah maka seseorang harus masuk ke dalam ‘the deep things of Satan’ / ‘hal-hal yang dalam dari setan’.

Robert Mounce (NICNT): “On the other hand, ‘the deep things of Satan’ may be a reference to the view that in order to appreciate fully the grace of God one must first plumb the depths of evil. Later gnosticism boasted that it was precisely by entering into the stronghold of Satan that believers could learn the limits of his power and emerge victorious. On the basis that a believer’s spirituality is unaffected by what he does with his body, Jezebel could argue that the Thyatiran Christians ought to take part in the pagan guild-feasts (even if they were connected with the deep things of Satan) and thus prove how powerless is evil to alter the nature of grace” [= Di sisi yang lain, ‘hal-hal yang dalam dari setan’ bisa merupakan suatu petunjuk pada pandangan yang mengatakan bahwa untuk bisa menghargai sepenuhnya kasih karunia Allah, pertama-tama seseorang harus tenggelam kekedalaman kejahatan. Para pengikut Gnosticisme yang belakangan membanggakan bahwa justru dengan masuk ke dalam benteng dari setanlah yang menyebabkan orang-orang percaya bisa mempelajari batas dari kuasanya dan muncul sebagai pemenang. Berdasarkan pandangan bahwa kerohanian orang percaya tidak dipengaruhi oleh apa yang ia lakukan dengan tubuhnya, Izebel bisa berargumentasi bahwa orang-orang Kristen Tiatira harus ikut ambil bagian dalam pesta serikat kerja kafir (bahkan jika mereka berhubungan dengan hal-hal yang dalam dari setan) dan dengan demikian membuktikan betapa tak berdayanya kejahatan untuk mengubah sifat dari kasih karunia] - hal 105-106.


Ada seorang penginjil yang mengatakan bahwa Martin Luther kawin lagi / mempunyai 2 istri untuk menunjukkan ‘salvation by faith alone’ (= keselamatan oleh iman saja). Sebetulnya saya sama sekali tidak yakin akan hal ini, karena saya tidak pernah menjumpainya dalam buku manapun. Bahkan dalam satu buku sejarah dikatakan bahwa Martin Luther sangat menekankan monogamy. Tetapi seandainya hal itu memang terjadi, atau kalau ada orang lain yang melakukan hal seperti ini, maka ia melakukan kesalahan yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Robert Mounce di atas tentang gereja Tiatira.


Yang manapun yang benar dari 2 pandangan di atas, tetap menunjukkan betapa hebatnya kesalahan yang dilakukan oleh gereja Tiatira. Sekarang akan kita lihat bagaimana mungkin gereja, yang mempunyai hal-hal baik yang digambarkan dalam ay 19, bisa melakukan kesalahan sebesar itu?


Herman Hoeksema: “How it is possible that this ardent little congregation of Thyatira listens patiently to the dark testimony of this instrument of hell? In but one way: this sweet and lovable little church had gradually forgotten to apply the objective standard of God’s revelation and had allowed personal experience to be the chief criterion of the truth. If they had at all made an attempt to apply the test of the Word of God to the speech and life of this woman Jezebel, they would have detected her heresy immediately and would have cast her out if she did not repent. But they are inclined to false mysticism. And Satan, aware of this tendency in the congregation, employs a woman, who largely lives by intuition, is more easily inclined to drift away on subjective feeling and experience, and is of a stronger and more ardent emotional nature than man, to appeal to the mystic tendency in the church of Thyatira, in order to seduce her from the truth. ... In short, we discover in the congregation of Thyatira a church with a tendency to false mysticism, a church which is strong in warm devotional life, but which has enthroned personal experience as the criterion for the truth” (= Bagaimana mungkin bahwa jemaat kecil Tiatira yang sangat rajin / bergairah ini mendengar dengan sabar kepada kesaksian yang gelap dari alat neraka ini? Hanya dalam satu jalan: gereja yang manis dan memikat ini secara bertahap telah lupa untuk menerapkan standard yang obyektif dari wahyu Allah dan telah mengijinkan pengalaman pribadi untuk menjadi kriteria utama dari kebenaran. Jika mereka melakukan pengujian dengan Firman Allah terhadap ucapan dan kehidupan dari wanita Izebel ini, mereka pasti telah mendeteksi kesesatannya dengan segera dan akan membuangnya keluar jika ia tidak bertobat. Tetapi mereka condong pada mistisisme yang salah. Dan setan, yang menyadari kecenderungan dalam jemaat ini, menggunakan seorang wanita, yang pada umumnya hidup berdasarkan intuisi / gerakan hati, lebih condong untuk dihanyutkan oleh perasaan dan pengalaman yang bersifat subyektif, dan yang secara alamiah emosinya lebih kuat dan lebih bergairah dari pada laki-laki, untuk menarik kepada kecenderungan ajaran mistisisme dalam gereja Tiatira, supaya bisa memikatnya dari kebenaran. ... Singkatnya, kami menemukan dalam jemaat Tiatira suatu gereja dengan kecenderungan pada mistisisme yang salah, suatu gereja yang kuat dalam kehidupan ibadah / doa, tetapi yang menobatkan pengalaman pribadi sebagai kriteria untuk kebenaran) - hal 102-103.

Catatan: Webster’s New World Dictionary mengatakan bahwa mysticism / mistisisme adalah suatu ajaran yang mengatakan bahwa kita bisa mendapatkan:

  • persekutuan dengan Allah melalui perenungan dan kasih, tanpa penggunaan akal.

  • pengetahuan tentang kebenaran rohani melalui intuisi / gerakan hati yang didapatkan melalui meditasi.


Herman Hoeksema mengatakan bahwa dalam sejarah gereja sering terjadi saat-saat dimana ada banyak orang kristen condong pada ‘cold intellectualism’ (= intelektualisme yang dingin) atau ‘dead orthodoxy’ (= keorthodoxan yang mati), dan pada saat seperti itu lalu muncul reaksi yang extrim ke arah yang berlawanan, yaitu mysticism (= mistisisme).


Herman Hoeksema: “The church, therefore, should be on her guard against both extremes. She should watch against the danger of cold intellectualism, but at the same time refuse to enthrone subjective experience as supreme lord. Our personal experience must be subjected constantly to the test of the Word of God. And if anyone would experience anything not in harmony with that objective revelation, he should draw the conclusion that it is of the Evil One. And again, if on the basis of experience any member would spread a doctrine not in harmony with the Scriptures, he should be corrected; and, if he will not repent, he should be excommunicated without improper delay” (= Karena itu, gereja harus waspada terhadap kedua extrim ini. Gereja harus berjaga-jaga terhadap bahaya dari intelektualisme yang dingin, tetapi pada saat yang sama menolak untuk menobatkan pengalaman subyektif sebagai tuan / penguasa yang tertinggi. Pengalaman pribadi kita harus terus menerus diuji oleh Firman Allah. Dan jika seseorang mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan wahyu yang obyektif itu, ia harus menyimpulkan bahwa pengalaman itu datang dari si jahat. Dan lagi, jika seorang anggota gereja berdasarkan pengalaman menyebarkan suatu ajaran yang tidak sesuai dengan Kitab Suci, ia harus dikoreksi; dan jika ia tidak mau bertobat, ia harus dikucilkan tanpa penundaan yang tidak benar) - hal 103-104.


Contoh:

  • Baru-baru ini saya diberi makalah / buku dari suatu seminar yang diadakan oleh Ev. Yoachim Huang, seorang lulusan SAAT Malang, yang menjadi seorang pengajar sesat, karena ia mempercayai dan mengajarkan ajaran Andereas Samudera, yaitu penginjilan terhadap orang yang sudah mati. Saya berbicara tentang dia dengan seorang hamba Tuhan lain, dan hamba Tuhan ini mengatakan bahwa ia kenal Ev. Yoachim Huang itu. Dikatakannya bahwa sebetulnya orangnya baik, tetapi ia dan istrinya mempunyai problem keluarga yang parah. Suatu hari istrinya itu mengikuti suatu persekutuan (yang mengajarkan / memprak-tekkan ajaran sesat tersebut), dan sejak itu si istri berubah total (menjadi jauh lebih baik). Ev. Yoachim Huang, yang melihat perubahan istrinya itu, lalu juga mengikuti persekutuan itu, sehingga juga menjadi sesat. Ajaran yang ia ajarkan dan praktekkan jelas-jelas bertentangan dengan Kitab Suci, tetapi tetap ia terima, karena ia menggunakan pengalaman pribadi sebagai dasar.

  • orang-orang Kharismatik, kalau ajarannya / prakteknya (seperti Toronto Blessing, tumbang dalam roh, bahasa roh, dsb) diserang menggunakan Kitab Suci, sering berkata: ‘Serangan seperti itu tidak usah ditanggapi. Itu merupakan serangan dari orang yang belum mengalami, dan hal ini tak bisa dimengerti oleh orang yang belum mengalaminya’. Betul-betul lucu! Kalau pengalaman pribadi mereka tidak bisa dijelaskan berdasarkan Kitab Suci, dari mana mereka bisa yakin bahwa itu merupakan pengalaman yang diberikan oleh Tuhan, dan bukan oleh setan? Tetapi inilah orang yang menggunakan pengalaman pribadi, dan bukannya Kitab Suci, sebagai standard.


Homer Hailey: “It is probable, though not definite, that this was a sect of the Gnostics, for ‘deep’ and ‘profound’ were favourite words with them” (= Adalah mungkin, sekalipun tidak pasti, bahwa ini adalah suatu sekte dari para Gnostic, karena ‘dalam’ dan ‘mendalam’ adalah kata-kata favorit bagi mereka) - hal 140.


3) ‘kepada kamu Aku berkata: Aku tidak mau menanggungkan beban lain kepadamu’.


Ada beberapa penafsiran tentang bagian ini:


a) Hoeksema mengatakan (hal 107) bahwa ada orang yang mengatakan bahwa ‘beban’ di sini adalah beban hukuman / penghakiman. Jadi maksudnya adalah: Tuhan hanya akan menghukum sesuai dengan yang Ia katakan dalam surat ini, dan Ia tidak akan menambahkan hukuman lain lagi.


b) Hoeksema mengatakan beban ini adalah beban hukum.

Herman Hoeksema: “More natural, it would seem to be, that these words refer to a burden of law and precepts” [= Kelihatannya lebih wajar (dibandingkan dengan penafsiran pertama di atas) bahwa kata-kata ini menunjuk pada beban hukum dan perintah / peraturan] - hal 107.

Hoeksema mengatakan bahwa hukuman terhadap wanita Izebel dan orang-orang yang bersalah bisa membuat orang kristen Tiatira lalu berpindah haluan dari extrim yang satu (mengabaikan hukum) ke extrim yang lain (keselamatan karena mentaati hukum). Untuk mencegah terjadinya hal ini, maka Tuhan memberikan kalimat ini. Maksudnya: Aku hanya memberikan beban hukum dalam bentuk larangan mengikuti penyembahan berhala, dan perzinahan. Dan Aku tidak memberikan beban lain lagi.

Kebanyakan penafsir membandingkan bagian ini dengan Kis 15:28-29 yang berbunyi: “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati lemas dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat!”.


Kontras dengan ini adalah orang yang memberikan beban hukum yang terlalu berat, seperti orang Farisi (Mat 23:4  Kis 15:10  bdk. juga dengan Mat 11:28-30). Beban dari orang-orang Farisi ini sangat berat, bukan hanya karena mereka menekankan keselamatan karena perbuatan baik, tetapi juga karena mereka menambah-nambahi Firman Tuhan dengan peraturan buatan mereka sendiri (Mat 12:1-8  Mat 15:1-20).


Contoh lain dari orang yang memberikan beban terlalu berat: seorang mahasiswa theologia melarang kakaknya menikah lagi, padahal kakaknya sudah bercerai karena pasangannya berzinah. Saya sudah menjelaskan kepadanya bahwa berdasarkan Mat 19:9, orang yang bercerai seperti kakaknya itu (karena pasangannya berzinah) diijinkan untuk menikah lagi. Tetapi ia tetap berkeras dan tetap melarang kakaknya untuk menikah lagi. Ini adalah orang yang memberikan beban yang lebih berat dibandingkan dengan tuntutan Firman Tuhan.


Kalau saudara adalah orang yang sering memberikan beban yang lebih berat dari pada Firman Tuhan, maka pikirkanlah: siapakah diri saudara itu, sehingga berani dan merasa mempunyai hak untuk menambahi Kitab Suci / Firman Tuhan?


c) Homer Hailey (hal 140) mengatakan bahwa Tuhan hanya menuntut mereka memelihara iman yang benar dan moral yang baik, dan selain itu Tuhan tidak menuntut apa-apa lagi.


Ay 25: “Tetapi apa yang ada padamu, peganglah itu sampai Aku datang”.


1) ‘apa yang ada padamu, peganglah itu’.

KJV/RSV/NASB: ‘hold fast’ (= peganglah erat-erat).

Ini menunjukan secara implicit bahwa setan selalu berusaha supaya kita melepaskan hal-hal itu, kadang-kadang dengan memberikan problem / penderitaan (bdk. Ibr 10:32-36), dan kadang-kadang sebaliknya, yaitu dengan menggunakan daya tarik duniawi / dosa, dan kadang-kadang dengan menggunakan ajaran sesat.

Camkan juga bahwa ajaran sesat yang didengar terus-menerus bisa menyesatkan orang yang betul-betul sudah mengerti kebenaran.


2) ‘sampai Aku datang’.

Tidak jelas apakah ini menunjuk pada kedatanganNya yang keduakalinya, atau kedatanganNya untuk menghukum nabiah Izebel dan mereka yang berzinah dengannya. Homer Hailey memilih arti kedua.


Ay 26-27: “Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaanKu sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk - sama seperti yang Kuterima dari BapaKu”.


1) ‘barangsiapa menang dan melakukan pekerjaanKu sampai kesudahannya’.


a) ‘melakukan pekerjaanKu‘.

Kata ‘pekerjaanKu’ di sini dikontraskan dengan ‘perbuatan-perbuatan perempuan itu’ (lit: her works’) dalam ay 22. Jadi, orang-orang yang melakukan perkerjaan-pekerjaan perempuan Izebel itu tentu tidak bisa disebut sebagai pemenang; tetapi sebaliknya, orang yang melakukan pekerjaan Kristus akan menjadi pemenang.


Penerapan: saudara bukan hanya tidak boleh melakukan pekerjaan orang yang bersifat dosa, tetapi bahkan dalam melakukan pelayanan, saudara harus memastikan bahwa saudara tidak melakukan pekerjaan manusia, siapapun dia adanya, termasuk diri saudara sendiri. Misalnya: melayani di sekolah minggu karena saudara senang dengan anak kecil, melayani di paduan suara karena saudara senang menyanyi, dsb. Lakukanlah pekerjaan yang Tuhan berikan kepada saudara / Tuhan kehendaki bagi saudara!


b) ‘sampai kesudahannya’.

Tidak cukup sekedar melakukan pekerjaan Kristus. Kita harus melakukannya dengan setia sampai kita mati!

Robert Mounce (NICNT): “It is by faithful allegiance to the cause of Christ that believers overcome in the hostile environment of pagan values and practices” (= Adalah dengan kesetiaan pada perkara Kristus sehingga orang-orang percaya menang dalam lingkungan yang bermusuhan dari nilai-nilai dan praktek-praktek kafir) - hal 106.

Penerapan: dalam melakukan pelayanan, perlu ada suatu komitmen untuk setia pada pelayanan tersebut, kecuali kalau suatu saat kita yakin bahwa Tuhan menghendaki kita melakukan pelayanan yang lain.


c) Sekalipun di sini dikatakan bahwa orang yang melakukan pekerjaan Kristus akan menjadi pemenang, itu tidak berarti bahwa text ini mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik.

John Stott: “Works are never the ground or means of our salvation, but they are the evidence of it, and therefore they constitute an excellent basis for judgment” (= Pekerjaan / perbuatan baik tidak pernah merupakan dasar atau jalan keselamatan kita, tetapi itu merupakan bukti dari keselamatan, dan karenanya hal itu merupakan dasar yang sangat bagus untuk penghakiman) - hal 80.


2) ‘kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk - sama seperti yang Kuterima dari BapaKu -’.


a) Bagian ini berhubungan dengan:


1. Penggambaran tentang Yesus dalam ay 18: ‘kakiNya bagaikan tembaga’.


2. Maz 2:8-9 - “Mintalah kepadaKu, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk”.

Tetapi kalau Maz 2:8-9 ini ditujukan kepada Kristus, maka ay 26b-27 ini ditujukan kepada orang kristen yang menang. Mengapa demikian? Karena memang orang kristen yang menang akan memerintah bersama Kristus (bdk. Wah 3:21  Wah 4:4  Wah 20:4  Mat 19:28  Luk 22:28-30).


Catatan: dalam Kitab Suci Indonesia, Wah 2:27 menggunakan istilah ‘tongkat besi’, sedangkan Maz 2:8-9 menggunakan istilah ‘gada besi’. Tetapi dalam NIV keduanya menggunakan istilah yang sama yaitu ‘iron scepter’ (= tongkat pemerintahan dari besi), dalam KJV/RSV/ NASB keduanya menggunakan istilah ‘rod of iron’ (= tongkat besi).


b) Ada beberapa penafsiran tentang bagian ini (Gregg hal 72):


1. Ini menunjuk pada pemerintahan mereka bersama Kristus terhadap orang-orang yang belum selamat dalam Kerajaan 1000 tahun yang akan datang (bdk. Wah 20:4).

Ini jelas merupakan pandangan Premilenialisme (pandangan yang mengatakan bahwa kedatangan Kristus yang keduakalinya menda-hului kerajaan 1000 tahun). Saya tidak setuju dengan Premilenialisme, dan karenanya juga tidak bisa menerima pandangan ini.


2. Ini menunjuk pada pemerintahan mereka atas / terhadap orang-orang Kristen lain di surga, dan dengan demikian menunjukkan adanya tingkat di surga (bdk. Mat 25:21,23  Luk 19:17,19  1Kor 14:41-dst).

Saya jelas menolak pandangan ini karena ‘mereka’ dalam ay 27 itu dikatakan ‘diperintah dengan tongkat besi’, ‘diremukkan seperti tembikar’, sehingga tidak memungkinkan untuk menunjuk kepada orang kristen.


3. Ini menunjuk pada partisipasi mereka dalam pemerintahan bersama dengan Kristus setelah kematian / di surga (ini cara lain untuk memandang Wah 20:4).

Saya setuju dengan pandangan ini.


Ay 28: “dan kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur”.


1) ‘bintang timur’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the morning star’ (= bintang pagi).


a) Istilah ‘bintang timur / pagi’ menunjuk kepada Kristus dalam Wah 22:16 (‘bintang timur yang gilang gemilang’).


b) Istilah ‘bintang timur’ yang di sini / Wah 22:16 digunakan untuk menunjuk kepada Yesus, dalam Yes 14:12 diterjemahkan ‘Lucifer’ oleh KJV / NKJV/ Living Bible!

Catatan:

  • Kata / nama ‘Lucifer’ hanya muncul satu kali dalam Kitab Suci, yaitu dalam Yes 14:12 ini, dan itupun hanya dalam versi-versi Kitab Suci tertentu, seperti KJV, NKJV, Living Bible. Selain ketiga versi ini, saya tidak tahu apakah ada versi lain lagi yang menterjemahkannya seperti itu.

  • Kata / nama ‘Lucifer’, berarti ‘light-bearer’ (= pembawa terang), dan merupakan nama bahasa Latin untuk planet Venus, benda yang paling terang di langit selain matahari dan bulan, yang kelihatan sebagai suatu bintang, kadang-kadang pada malam dan kadang-kadang pada pagi (‘The New Bible Dictionary’).


Kata ‘bintang timur’ / ‘Lucifer’ dalam Yes 14:12 ini lalu ditujukan kepada Iblis, karena:

  • kontex dari Yes 14:12, khususnya Yes 14:12-14 yang berbunyi: “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!”.

  • dihubungkan dengan ayat-ayat seperti:

  • Luk 10:18 - “Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit.”.

  • Wah 9:1 - “Lalu malaikat yang kelima meniup sangkakalanya, dan aku melihat sebuah bintang yang jatuh dari langit ke atas bumi, dan kepadanya diberikan anak kunci lobang jurang maut”.

  • Wah 12:9 - “Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya”.

Tetapi ini adalah penafsiran yang salah (sekalipun sangat populer), karena jelas bahwa dalam Yes 14 istilah ‘Bintang Timur’ / ‘Lucifer’ itu sebetulnya menunjuk kepada raja Babel (Yes 14:4,22-23).


Tetapi ‘Unger’s Bible Dictionary’ berkata bahwa ‘raja Babel’ merupakan simbol dari setan / Lucifer, dan demikian juga dengan ‘raja Tirus’ dalam Yeh 28:12-15 - “Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah. Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu. Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah-tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. Engkau tidak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu”. Perhatikan juga Yeh 28:16b - Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan Yeh 28:17b - Ke bumi engkau Kulempar.


Unger’s Bible Dictionary: “As a symbolical representation of the king of Babylon in his pride, splendor and fall, the passage goes beyond the Babylonian prince and invests Satan who, at the head of this present world-system, is the real though invisible power behind the successive world rulers of Tyre, Babylon, Persia, Greece and Rome. This far-reaching passage goes beyond human history and marks the beginning of sin in the universe and the fall of Satan and the pristine, sinless spheres before the creation of man. Similarly Ezekiel (28:12-14), under the figure of the king of Tyre, likewise traces the fall of Satan and the corruption of his power and glory. In the Ezekiel passage Satan’s glorious and splendid unfallen state is described. In Isa. 14:12-14 his fall is depicted” [= Sebagai wakil simbolis dari raja Babel dalam kesombongan, kemegahan dan kejatuhannya, text ini melampaui pangeran Babel dan menanamkan / menobatkan (?) Setan yang, sebagai kepala dari sistim duniawi sekarang ini, adalah kuasa yang sebenarnya sekalipun tak kelihatan dibalik pemerintah duniawi yang berturut-turut dari Tirus, Babel, Persia, Yunani dan Roma. Text yang jangkauannya jauh ini melampaui sejarah manusia dan menandai permulaan dosa dalam alam semesta dan kejatuhan setan dan dunia yang murni dan tak berdosa sebelum penciptaan manusia. Mirip dengan itu Yehezkiel (28:12-14), di bawah gambaran raja Tirus, juga menelusuri kejatuhan setan dan perubahan ke arah jahat dari kuasa dan kemuliaannya. Dalam text Yehezkiel, digambarkan keadaan setan yang mulia dan sangat bagus sebelum kejatuhannya. Dalam Yes 14:12-14 digambarkan kejatuhannya] - hal 670.


Saya tidak bisa menerima penafsiran ini karena kejatuhan raja Babel dalam Yes 14:12-14 dan dan raja Tirus dalam Yeh 28:12-14 itu merupakan peristiwa sejarah. Dan peristiwa sejarah tidak boleh dilambangkan / dialegorikan. Peristiwa sejarah hanya bisa menjadi TYPE, tetapi kalau demikian, maka peristiwa itu akan menunjuk ke masa depan, karena TYPE tidak pernah menunjuk ke masa lalu. Padahal kejatuhan setan terjadi di masa lalu. Karena itu saya menganggap bahwa kedua text tersebut (Yes 14 dan Yeh 28) itu sama sekali tidak berbicara tentang setan maupun kejatuhannya. Kalau saudara merasa bahwa penggam-baran tentang raja Babel dan raja Tirus itu (perhatikan bagian-bagian yang saya garisbawahi dalam Yes 14:12-14 dan Yeh 28:12-17 itu) rasanya tidak menunjuk kepada seorang manusia, maka ingatlah bahwa bagian ini berbentuk suatu puisi, dan karenanya menggunakan bahasa puisi, yang tentunya tidak bisa diartikan secara hurufiah.


Untuk mendukung pandangan saya ini, saya memberikan 2 kutipan di bawah ini, yang merupakan komentar John Calvin dan Adam Clarke tentang Yes 14:12.


Calvin: “The exposition of this passage, which some have given, as if it referred to Satan, has arisen from ignorance; for the context plainly shows that these statements must be understood in reference to the king of the Babylonians. But when passages of Scripture are taken at random, and no attention is paid to the context, we need not wonder that mistake of this kind frequently arise. Yet it was an instance of very gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king of devils, and that the Prophet gave him this name. But as these inventions have no probability whatever, let us pass by them as useless fables” (= Exposisi yang diberikan oleh beberapa orang tentang text ini, seakan-akan text ini menunjuk kepada setan / berkenaan dengan setan, muncul / timbul dari ketidaktahuan; karena kontex secara jelas menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam hubungannya dengan raja Babel. Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci diambil secara sembarangan, dan kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu heran bahwa kesalahan seperti ini muncul / timbul. Tetapi itu merupakan contoh dari ketidaktahuan yang sangat hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer adalah raja dari setan-setan, dan bahwa sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi karena penemuan-penemuan ini tidak mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita mengabaikan mereka sebagai dongeng / cerita bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.


Adam Clarke: “And although the context speaks explicitly concerning Nebuchadnezzar, yet this has been, I know not why, applied to the chief of the fallen angels, who is most incongruously denominated Lucifer, (the bringer of light!) an epithet as common to him as those of Satan and Devil. That the Holy Spirit by his prophets should call this arch-enemy of God and man the light-bringer, would be strange indeed. But the truth is, the text speaks nothing at all concerning Satan nor his fall, nor the occasion of that fall, which many divines have with great confidence deduced from this text. O how necessary it is to understand the literal meaning of Scripture, that preposterous comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya berbicara secara explicit tentang Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini telah diterapkan kepada kepala dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat tidak pantas disebut / dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang sama umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai pembawa terang, betul-betul merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya adalah, text ini tidak berbicara sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya, ataupun saat / alasan kejatuhan itu, yang dengan keyakinan yang besar telah disimpulkan dari text ini oleh banyak ahli theologia. O alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah dari Kitab Suci, supaya komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal bisa dicegah!] - hal 82.


Saya juga membaca beberapa buku tafsiran tentang Yeh 28 dan tidak ada dari para penafsir dari buku-buku itu yang menyinggung tentang setan dan kejatuhannya. Semuanya hanya membicarakan raja Tirus.


Kesimpulan saya: kita tidak mempunyai dasar apapun untuk:

  • mengatakan bahwa Yes 14 dan Yeh 28 menunjuk kepada setan dan kejatuhannya.

  • menggunakan nama ‘bintang timur / pagi’ / ‘Lucifer’ bagi kepala dari para malaikat yang jatuh! Setan yang adalah pangeran kegelapan itu (bdk. Ef 6:12), tentu sangat tidak cocok untuk disebut sebagai ‘Lucifer’ [‘light-bearer’ (= ‘pembawa terang’)]. Ia lebih cocok disebut sebagai ‘pembawa kegelapan’!


2) ‘kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur’.


Apa artinya kalau kepada si pemenang dijanjikan untuk dikaruniai ‘bintang timur’, yang dalam Wahyu 22:16 menunjuk kepada Kristus sendiri?


Baca Juga: Eksposisi Kitab Wahyu 1:1-20


a) Ada yang menganggap bahwa itu berarti bahwa si pemenang akan memerintah bersama dengan Kristus.

William Hendriksen: “As the morning star rules the heavens, so believers will rule with Christ; they will share in His royal splendour and dominion” (= Seperti bintang pagi memerintah / menguasai langit, begitulah orang-orang percaya akan memerintah dengan Kristus; mereka akan ikut ambil bagian dalam kemegahan dan pemerintahan kerajaanNya) - hal 73.


b) Ada yang menganggap bahwa si pemenang akan mengalami persekutuan dengan Kristus.

‘The New Bible Commentary: Revised’: “The morning star appears to be Christ Himself (as in 22:16); greater than the privilege of ruling for Christ will be the unhindered enjoyment of His fellowship” [= Bintang pagi kelihatannya adalah Kristus sendiri (seperti dalam 22:16); lebih besar dari pada hak untuk memerintah bagi Kristus adalah penikmatan tanpa halangan dari persekutuanNya] - hal 1285.

William Barclay: “The promise of the morning star is the promise of Christ himself. If the Christian is true, when life comes to an end he will possess Christ, never to lose him any more” (= Janji tentang bintang timur / pagi adalah janji tentang Kristus sendiri. Jika orang Kristen itu benar, pada waktu hidup berakhir ia akan memiliki Kristus, tidak pernah kehilangan Ia lagi) - hal 111.


Mengingat bahwa ay 27 sudah menjanjikan pemerintahan bersama Kristus, maka saya berpendapat bahwa ay 28 ini tidak menunjuk pada pemerintahan bersama Kristus (seperti yang dikatakan Hendriksen), tetapi menunjuk pada persekutuan dengan Kristus (seperti yang dikatakan oleh New Bible Commentary dan Barclay).


Ay 29: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat”.


Kalimat ini sudah muncul dan sudah dibahas dalam surat-surat terdahulu, dan karenanya tidak akan dibahas ulang.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post