DISIPLIN DALAM KELUARGA KRISTEN

VI. DISIPLIN DALAM KELUARGA

A. Pemahaman

Disiplin tidak sama dengan hukuman. Disiplin berasal dari kata Latin yang berarti “mengajar.” Menurut Kamus Umum, “disiplin” berarti “latihan batin dan watak supaya segala perbuatannya selalu menaati tata tertib.” Latihan itu mencakup memperbaiki, memperkuat, dan menyempurnakan. Kata kerjanya berarti: melatih dalam mengendalikan diri atau ketaatan kepada peraturan-peraturan yang diberikan.
DISIPLIN DALAM KELUARGA KRISTEN
B. Maksud Disiplin

Maksud Allah menempatkan manusia di bumi ini, yaitu mendidik serta memanfaatkan kesanggupan dan bakat kita sampai seoptimal mungkin. Dalam Ibrani 12:6-7 kita mendapat pengertian akan rencana Allah mengenai hal mendisiplin seseorang. Para orang tua termasuk dalam rencana ini. Perhatikanlah maksud disiplin:

1. Mengembangkan Hormat terhadap Semua Kekuasaan

Penghormatan terhadap orang yang berkuasa harus dimulai ketika kita masih kecil, yaitu terhadap orang tua kita. Demikian juga seseorang tidak dapat menghormati kekuasaan Allah, jikalau ia tidak belajar menghormati kekuasaan dalam keluarga. Kesanggupan orang tua menertibkan anaknya dengan tepat, akan menentukan pengertian dan penghormatan terhadap kekuasaan. Seorang anak yang tidak belajar menaati orang tuanya dalam keluarga, tidak akan menghormati kekuasaan Allah atau ”segala kuasa yang ada” apabila ia menjadi dewasa kelak (bdk. Ibrani 12:9).

2. Membentuk Kebiasaan yang Baik

Kebiasaan yang baik hendaknya menjadi tujuan disiplin keluarga. Disiplin bukan hanya memarahi atau memukuli (walau kadang-kadang hal ini perlu,bdk. Amsal 13:24).

3. Mengubah Kebiasaan yang Buruk

Waktu yang terbaik untuk mengubah kebiasaan yang buruk adalah segera setelah kebiasaan itu dilakukan. Tentunya akan lebih efektif jika sebelum kebiasaan buruk tersebut dilakukan, orang tua terlebih dulu mencegahnya dengan nasihat-nasihat.

C. Prinsip-Prinsip Disiplin

1. Tindakan disiplin didorong oleh kasih dan rasa prihatin bagi si anak, bukan karena kemarahan.

2. Pastikan agar tindakan disiplin tersebut diterapkan dengan maksud mendidik dan melatih si anak supaya berjalan di jalan Allah, bukan sekedar untuk menghentikan kesalahan yang dibuat saat itu.

3. Pastikan bahwa kita sudah meletakkan dasar-dasar yang semestinya bagi tindakan tersebut. Sebelum berupaya memperbaiki kesalahan anak, tanyakanlah pada diri sendiri:

- Sudahkah saya memberikan pedoman/ garis besar dalam aspek ini?

Ingatlah, Allah selalu memberikan petunjuk pada umat-Nya sebelum menuntut pertanggungjawaban dari mereka.

- Sudahkah saya membuat petunjuk itu sejelas mungkin, hingga dapat dipahami oleh anak-anak seusianya? Seorang anak tidak secara otomatis mengetahui apa yang kita ketahui. Kita wajib memberitahukannya sesuai dengan tingkat pengertian anak. Jika tidak, kesalahan yang mereka perbuat mungkin adalah karena ketidaktahuan mereka.

- Apakah permintaan saya itu pantas/ masuk akal bagi anak-anak seusia itu? Seringkali orang tua mengharapkan apa yang sebenarnya belum sanggup ditangani oleh anak-anak seusia itu.

- Apakah selama ini saya konsisten dalam menangani aspek ini? Jika orang tua sendiri tidak konsisten di satu bidang tertentu, anak akan merasa tak aman, karena ia tidak pernah dapat memastikan, kapan orang tuanya akan berbuat sesuatu sejalan/ selaras dengan apa yang diucapkannya. Dalam kasus semacam ini ketidaktaatan anak mungkin saja adalah kelalaian pihak orang tua.

4. Pastikan bahwa kita bertindak selaras dengan suatu pedoman garis besar tertentu. Ajarkanlah tingkah-laku yang benar sesegera mungkin, jangan menunggu sampai anak kita bertingkah laku terlanjur ngawur.

5. Upayakanlah seia-sekata dengan pasangan sebelum menerapkan disiplin atas anak-anak. Prinsip: jangan menggunakan cercaan/ hinaan sebagai cara mengoreksi tingkah-laku dan jangan mempermalukan anak dengan menegurnya di depan umum

6. Ajarkanlah bahwa ”Tidak” berarti ”Tidak.” Jangan hanya terus memberi peringatan, namun tanamkanlah disiplin dan wibawa atas setiap perkataan kita.

7. Tegakkan rasa tanggung jawab pribadi dalam diri anak. Dialah yang wajib memberitahukan pada orang tua, apa kesalahan yang diperbuatnya.

8. Jelaskan sekali lagi kepada anak, apa alasan orang tua mendisiplinnya.

9. Pukul pada bagian tubuh yang tepat dengan alat pemukul, bukan dengan tangan kosong, agar anak dapat membedakan saat disiplin atau saat disayang.

Baca Juga: 6 Aspek Disiplin Rohani Keluarga Kristen

10. Hajarlah dengan tegas, jangan biarkan tangis anak menghentikan pukulan orang tua. Seorang anak wajib belajar mengasosiasikan perbuatan yang salah dengan hukuman dan rasa sakit, namun jangan berlebihan dalam memberikan pukulan.

11. Rangkullah anak setelah selesai masa disiplinnya, tunjukan kepadanya bahwa orang tua mendisiplin bukan untuk menyakiti, tapi justru agar anak semakin berjalan di jalan Allah.
Next Post Previous Post