TANGGUNG JAWAB DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
III. TANGGUNG JAWAB DALAM PERNIKAHAN
A. Tanggung Jawab Suami dalam Pernikahan
1. Inisiator keputusan di dalam pernikahan
Peran sebagai seorang suami dalam tanggung jawab pernikahan adalah merupakan suatu hal yang sangat penting dan hal itu dituliskan dalam Kejadian 2:24, ”Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging.” Artinya ia memiliki suatu kewajiban yang begitu penting, suatu tanggung jawab yang besar dengan inisiatif dan tindakannya untuk menikah dan menjadi satu dengan istrinya sehingga keduanya bukan lagi dua tetapi satu.
2. Kepala Keluarga
Siapakah yang patut menjadi kepala keluarga di dalam sebuah pernikahan, apakah seorang suami, seorang istri, ataukah keduanya? Kalau ia sebagai suami, namun dalam realitas tidak nampak berfungsi sebagai kepala keluarga, bukankah istri harus mampu bertindak sebagai kepala keluarga? Bila tidak ada, apa yang akan terjadi dengan kehidupan rumah tangga yang tidak mempunyai pemimpin? Sebaliknya kalau seorang istri menjadi kepala keluarga apakah hal ini diperbolehkan?
Sejak dalam Kitab Kejadian, seorang pria dipilih oleh Allah untuk menjadi kepala keluarga dan ia juga bertindak sebagai pencari nafkah karena kondisi tubuhnya yang lebih kuat dibandingkan perempuan pada saat itu. Hal ini juga seringkali dibawa dalam konteks masa kini, seorang imam yang harus memimpin anggota keluarganya beribadah kepada Tuhan dan memimpin untuk menjalani dan berada di dalam segala rencana dan kehendak Allah bagi setiap pribadi mereka (Kej. 12:1; bdk. Efesus 5:23).
3. Mengasihi istri dengan kasih yang rela berkorban
Rasul Paulus dalam Ef. 5:23 menyatakan bahwa suami adalah kepala istri, dan bahwa suami juga harus mengasihi istrinya seperti Kristus telah mengasihi jemaat-Nya. Otoritas yang diberikan kepada suami bukan untuk menindas, tetapi untuk menjadi pelindung yang siap berkorban bagi istrinya. Suami sebagai kepala, bukan pada pengawasan dan dominasi, tetapi pada pengorbanan dan kasih kepada istri. Bukan memaksakan kehendak danmengabaikan perasaan istri, namun seorang suami harus bijaksana yaitu penuh pengertian (2Petrus 3:7).
4. Merawat dan menjaga/ melindungi istri
Tuhan Yesus tidak berusaha menguasai gereja-Nya dengan mendikte, namun memberikan diri-Nya. Dia berinisiatif mengasihi dan melayani gereja. Pola seperti ini yang seharusnya dipakai oleh para suami dalam menjaga istrinya.
Suami yang mengasihi istri akan rela memberikan apa yang diperlukan bagi kepenuhan hidup istrinya. Dia juga akan siap untuk melindungi dari segala kondisi yang dapat mencemari istrinya.
Sebagai kepala keluarga, ia mengasihi dengan kasih seperti kepada diri sendiri, merawat dan memelihara istri seperti pada dirinya sendiri; ia ingin melihat istrinya sebagai seorang yang patut dibahagiakan dan didukung penuh. Suami harus menjadi pelindung, karena ia menyadari bahwa istrinya tidak sekuat dirinya, ia perlu melindungi dari situasi-situasi yang menyakitkan dan juga suami seharusnya mengingat bahwa istrinya mempunyai hak-hak rohani yang sama dengan dirinya, yaitu sebagai ahli waris kasih karunia Allah. Allah mengasihi para istri seperti mengasihi para suami, jika tidak taat akan menjadi masalah bagi para suami karena doanya terhalang (2Petrus 3:7).
B. Tanggung Jawab Istri dalam Pernikahan Kristen
1. Menjadi penolong yang sepadan
Alkitab mengajarkan bahwa wanita diciptakan untuk menjadi ” p e n o l o n g ” yang sepadan, yang menjadi pelengkap bagi suaminya. Dalam pengertian yang sesungguhnya, menjadi istri adalah menjadi pemenuh bagi kehidupan suaminya (Kejadian 2:18-20).
2. Tunduk kepada suaminya
Sebagai seorang istri, walaupun ia penolong suami, namun juga perlu tunduk kepada suaminya yang dilandasi oleh kebebasan, serta kasih yang utuh; bukan karena cemas dan takut, seperti gereja menundukan diri kepada Tuhan dengan sukarela, sebagai tanggapan atas kasih-Nya. Motivasi seorang istri kepada suaminya seharusnya sama seperti itu. Istri bukan menjadi pelayan tetapi ia tetap memiliki kekhususan sebagai seorang pribadi dengan hak dan gagasan, serta perasaannya. Ia tetap memilik tanggung jawab dan kesempatan untuk mengambil keputusan, sama seperti yang dilakukan suaminya.
Baca Juga: Prinsip Dasar Pernikahan Menurut Kristen
1. Inisiator keputusan di dalam pernikahan
Peran sebagai seorang suami dalam tanggung jawab pernikahan adalah merupakan suatu hal yang sangat penting dan hal itu dituliskan dalam Kejadian 2:24, ”Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging.” Artinya ia memiliki suatu kewajiban yang begitu penting, suatu tanggung jawab yang besar dengan inisiatif dan tindakannya untuk menikah dan menjadi satu dengan istrinya sehingga keduanya bukan lagi dua tetapi satu.
2. Kepala Keluarga
Siapakah yang patut menjadi kepala keluarga di dalam sebuah pernikahan, apakah seorang suami, seorang istri, ataukah keduanya? Kalau ia sebagai suami, namun dalam realitas tidak nampak berfungsi sebagai kepala keluarga, bukankah istri harus mampu bertindak sebagai kepala keluarga? Bila tidak ada, apa yang akan terjadi dengan kehidupan rumah tangga yang tidak mempunyai pemimpin? Sebaliknya kalau seorang istri menjadi kepala keluarga apakah hal ini diperbolehkan?
Sejak dalam Kitab Kejadian, seorang pria dipilih oleh Allah untuk menjadi kepala keluarga dan ia juga bertindak sebagai pencari nafkah karena kondisi tubuhnya yang lebih kuat dibandingkan perempuan pada saat itu. Hal ini juga seringkali dibawa dalam konteks masa kini, seorang imam yang harus memimpin anggota keluarganya beribadah kepada Tuhan dan memimpin untuk menjalani dan berada di dalam segala rencana dan kehendak Allah bagi setiap pribadi mereka (Kej. 12:1; bdk. Efesus 5:23).
3. Mengasihi istri dengan kasih yang rela berkorban
Rasul Paulus dalam Ef. 5:23 menyatakan bahwa suami adalah kepala istri, dan bahwa suami juga harus mengasihi istrinya seperti Kristus telah mengasihi jemaat-Nya. Otoritas yang diberikan kepada suami bukan untuk menindas, tetapi untuk menjadi pelindung yang siap berkorban bagi istrinya. Suami sebagai kepala, bukan pada pengawasan dan dominasi, tetapi pada pengorbanan dan kasih kepada istri. Bukan memaksakan kehendak danmengabaikan perasaan istri, namun seorang suami harus bijaksana yaitu penuh pengertian (2Petrus 3:7).
4. Merawat dan menjaga/ melindungi istri
Tuhan Yesus tidak berusaha menguasai gereja-Nya dengan mendikte, namun memberikan diri-Nya. Dia berinisiatif mengasihi dan melayani gereja. Pola seperti ini yang seharusnya dipakai oleh para suami dalam menjaga istrinya.
Suami yang mengasihi istri akan rela memberikan apa yang diperlukan bagi kepenuhan hidup istrinya. Dia juga akan siap untuk melindungi dari segala kondisi yang dapat mencemari istrinya.
Sebagai kepala keluarga, ia mengasihi dengan kasih seperti kepada diri sendiri, merawat dan memelihara istri seperti pada dirinya sendiri; ia ingin melihat istrinya sebagai seorang yang patut dibahagiakan dan didukung penuh. Suami harus menjadi pelindung, karena ia menyadari bahwa istrinya tidak sekuat dirinya, ia perlu melindungi dari situasi-situasi yang menyakitkan dan juga suami seharusnya mengingat bahwa istrinya mempunyai hak-hak rohani yang sama dengan dirinya, yaitu sebagai ahli waris kasih karunia Allah. Allah mengasihi para istri seperti mengasihi para suami, jika tidak taat akan menjadi masalah bagi para suami karena doanya terhalang (2Petrus 3:7).
B. Tanggung Jawab Istri dalam Pernikahan Kristen
1. Menjadi penolong yang sepadan
Alkitab mengajarkan bahwa wanita diciptakan untuk menjadi ” p e n o l o n g ” yang sepadan, yang menjadi pelengkap bagi suaminya. Dalam pengertian yang sesungguhnya, menjadi istri adalah menjadi pemenuh bagi kehidupan suaminya (Kejadian 2:18-20).
2. Tunduk kepada suaminya
Sebagai seorang istri, walaupun ia penolong suami, namun juga perlu tunduk kepada suaminya yang dilandasi oleh kebebasan, serta kasih yang utuh; bukan karena cemas dan takut, seperti gereja menundukan diri kepada Tuhan dengan sukarela, sebagai tanggapan atas kasih-Nya. Motivasi seorang istri kepada suaminya seharusnya sama seperti itu. Istri bukan menjadi pelayan tetapi ia tetap memiliki kekhususan sebagai seorang pribadi dengan hak dan gagasan, serta perasaannya. Ia tetap memilik tanggung jawab dan kesempatan untuk mengambil keputusan, sama seperti yang dilakukan suaminya.
Baca Juga: Prinsip Dasar Pernikahan Menurut Kristen
Seorang istri perlu memberi dorongan dan kekuatan kepada kepemimpinan suami dan tidak mencoba untuk menghancurkan, merebut, melemahkan, atau meniadakannya. Tugas seorang istri adalah menghormati suaminya dan menyetujui kepemimpinannya, tapi hal itu tidak berarti istri tidak mampu berpikir atau tidak boleh menyatakan ketidaksetujuannya.
3. Hidup dalam kesucian
Seorang istri hendaknya menjadi istri yang hidup dalam kemurnian, yang artinya bukan hidup dalam kepalsuan atau kepura-puraan dalam tingkah lakunya, serta hidup saleh, yaitu menjaga kehidupannya supaya tidak hidup cemar, karena pelbagai dosa dalam pergaulan kehidupan dunia ini, sehingga hati suaminya percaya padanya, dan menganggapnya sangat berharga lebih dari permata, yang harus dijaga jangan sampai hilang atau tercemar sesuatu hal (1Petrus 2:2; bdk. Amsal 31:10-11).
4. Bersikap lemah lembut dan mengusahakan kedamaian
Rasul Petrus menyatakan dengan sangat jelas, betapa seorang istri seharusnya memiliki perhiasan yang indah dalam kehidupannya, bukan dengan perhiasan yang lahiriah, namun batiniah, yaitu suatu kelembutan dan damai sejahtera yang seharusnya dimiliki dan dipancarkan seorang istri. Dengan demikian suaminya akan merasakan suatu situasi yang menyenangkan saat berdekatan dan berkomunikasi dengan istrinya yang penuh dengan kelembutan dan memberikan suatu rasa aman, sehingga suami begitu percaya dengan segala kebaikan istrinya (1Petrus 2:3-6; bdk. Ams. 31:11-12).
5. Menaruh pengharapannya kepada Allah
Seorang istri yang beriman harus menaruh pengharapannya kepada Allah yang menjadi tempat sandaran yang kekal, yang tidak mungkin dapat dibandingkan dengan suaminya yang mungkin saja dapat menjadi kepala keluarga, ataupun mengasihi dan siap berkorban dan menjaga, namun semuanya selalu terbatas dengan ruang dan waktu, tergantung situasi dan kondisi yang ada. Istri yang beriman adalah seorang istri yang takut akan Tuhan (1Petrus 2:5; bdk. Amsal 31:30).
6. Cakap dan rajin dalam mengatur rumah-tangga
Seorang istri perlu cakap dalam mengatur keadaan rumah-tangga, memberi tugas kepada para pelayan dan juga memperhatikan apa yang terbaik yang perlu didapat oleh suami dan anak-anaknya di dalam menghadapi setiap hal yang terjadi (Amsal 31:20-27).
7. Mengusahakan kebahagiaan
Seorang istri sangat membutuhkan kehidupan bahagia yang didapat dari keadaan rumah-tangganya, dimana ia dikasihi oleh suami dan anak-anaknya karena segala kebaikan yang ditaburkan pasti juga akan dituainya (Amsal 31:28-31). https://teologiareformed.blogspot.com/
3. Hidup dalam kesucian
Seorang istri hendaknya menjadi istri yang hidup dalam kemurnian, yang artinya bukan hidup dalam kepalsuan atau kepura-puraan dalam tingkah lakunya, serta hidup saleh, yaitu menjaga kehidupannya supaya tidak hidup cemar, karena pelbagai dosa dalam pergaulan kehidupan dunia ini, sehingga hati suaminya percaya padanya, dan menganggapnya sangat berharga lebih dari permata, yang harus dijaga jangan sampai hilang atau tercemar sesuatu hal (1Petrus 2:2; bdk. Amsal 31:10-11).
4. Bersikap lemah lembut dan mengusahakan kedamaian
Rasul Petrus menyatakan dengan sangat jelas, betapa seorang istri seharusnya memiliki perhiasan yang indah dalam kehidupannya, bukan dengan perhiasan yang lahiriah, namun batiniah, yaitu suatu kelembutan dan damai sejahtera yang seharusnya dimiliki dan dipancarkan seorang istri. Dengan demikian suaminya akan merasakan suatu situasi yang menyenangkan saat berdekatan dan berkomunikasi dengan istrinya yang penuh dengan kelembutan dan memberikan suatu rasa aman, sehingga suami begitu percaya dengan segala kebaikan istrinya (1Petrus 2:3-6; bdk. Ams. 31:11-12).
5. Menaruh pengharapannya kepada Allah
Seorang istri yang beriman harus menaruh pengharapannya kepada Allah yang menjadi tempat sandaran yang kekal, yang tidak mungkin dapat dibandingkan dengan suaminya yang mungkin saja dapat menjadi kepala keluarga, ataupun mengasihi dan siap berkorban dan menjaga, namun semuanya selalu terbatas dengan ruang dan waktu, tergantung situasi dan kondisi yang ada. Istri yang beriman adalah seorang istri yang takut akan Tuhan (1Petrus 2:5; bdk. Amsal 31:30).
6. Cakap dan rajin dalam mengatur rumah-tangga
Seorang istri perlu cakap dalam mengatur keadaan rumah-tangga, memberi tugas kepada para pelayan dan juga memperhatikan apa yang terbaik yang perlu didapat oleh suami dan anak-anaknya di dalam menghadapi setiap hal yang terjadi (Amsal 31:20-27).
7. Mengusahakan kebahagiaan
Seorang istri sangat membutuhkan kehidupan bahagia yang didapat dari keadaan rumah-tangganya, dimana ia dikasihi oleh suami dan anak-anaknya karena segala kebaikan yang ditaburkan pasti juga akan dituainya (Amsal 31:28-31). https://teologiareformed.blogspot.com/