EKSPOSISI YOHANES 13:1-17 (YESUS MEMBASUH KAKI PARA MURID)
PENDAHULUAN
Kisah tentang pembasuhan kaki ada dalam bagian yang dikenal dengan sebagai Farewell Discourses (Yohanes 13:1-17:26; pidato atau percakapan perpisahan). Percakapan ini diawali dengan penegasan bahwa saat Yesus meninggalkan dunia ini dan kembali kepada Bapa telah tiba (Yohanes 13:1), untuk itu Yesus mulai mempersiapkan murid-murid-Nya dalam menghadapi kehidupan di depan mereka saat mereka menjadi komunitas yang diasingkan dari dunia ini karena iman mereka kepada Kristus.
Perpisahan tersebut diawali dengan perjamuan akhir yang dibuka dengan Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya (Yohanes 13:1-20), Yesus kemudian menyampaikan bagaimana Yudas akan mengkhianati Dia (Yohanes 13:21-30), Yesus menyampaikan pidato perpisahan-Nya (Yohanes 13:31-16:33) dan ditutup dengan doa Yesus bagi murid-murid-Nya (Yohanes 17:1-26).
1. Latar Belakang (Yohanes 13:1-3)
Kisah Pembasuhan Kaki diawali dengan pernyataan bahwa Yesus tahu jika hidupnya di dunia ini tidak lama lagi dan bahwa “ saat-Nya” telah tiba yang dalam bahasa Yunaninya ώρα dan dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai the hour, moment, time, atau short indefinite period of time (Yohanes 13:1).
Menurut Beasley-Murray, kalimat “ saat-Nya telah tiba ini” mempunyai arti di mana Allah akan memuliakan Yesus dan Yesus memuliakan Allah melalui kematian-Nya bagi keselamatan dunia (Yohanes 12:24-26), saat di mana dunia akan dihakimi dan iblis akan dikalahkan dan Yesus dimuliakan atau ditinggikan untuk melaksanakan kedaulatan Ilahi; saat di mana dia akan meninggalkan dunia ini dan kembali kepada Bapa. Dalam konteks seperti itulah Yesus mengasihi milik-Nya sendiri (His own).
Dalam bahasa Indonesia kalimat tersebut diterjemahkan “ mengasihi murid-murid-Nya”, dan hal ini menegaskan bahwa Yesus mengasihi mereka lebih dari sekedar murid-murid-Nya, tetapi lebih tegas lagi mengasihi murid-murid yang menjadi miliki-Nya sendiri. Bahkan Yesus disebutkan mengasihi “ sampai kepada kesudahannya.” Menurut Brown, ini mempunyai dua arti: pertama, mengasihi secara keseluruhan (completely) dan kedua, sampai akhir hidup atau sampai mati.
Bruce menerjemahkan sebagai “uttermost,” sebuah kata yang di dalamnya terkandung kata “to the end” (sampai akhirnya) dan “absolutely” (secara mutlak atau penuh). Jadi pernyataan ini hendak menegaskan Yesus sungguh-sungguh mengasihi murid-murid-Nya dengan kasih yang penuh dan mengasihi sampai pada akhirnya, yang secara khusus dapat dipahami sampai akhir pelayanan-Nya di dunia ini atau sampai tugasnya berakhir yang mencapai puncaknya pada kematian-Nya di atas kayu salib.
Kontras dengan kasih Yesus yang sungguh dan sangat dalam kepada murid-murid-Nya, dalam Yohanes 13: 2 disebutkan bahwa saat mereka sedang makan bersama, Iblis telah membisikkan ke dalam hati Yudas untuk mengkhianati Yesus.
Kata yang dipakai di sini adalah "kardia" (hati) yang memiliki beberapa arti: heart, inner self, mind, will, desire, dan intention. Jadi hati di sini mencakup “ pikiran dan kehendak” Yudas yang hendak mengkhianati Yesus. Hal ini tentunya sangat ironis, karena Yesus yang mengasihi murid-murid-Nya dengan kasih yang penuh dan mutlak tersebut justru dikhianati dan diserahkan ke tangan musuh oleh murid-Nya sendiri. Bahkan murid yang mengkhianati tersebut adalah salah satu murid yang juga dibasuh kakinya oleh Yesus.
Dalam ayat Yohanes 13:3 disebutkan Yesus tahu dan sadar bahwa telah tiba saatnya untuk kembali kepada Bapa dan hal ini ditegaskan dengan pernyataan bahwa Ia sadar kalau Dia datang dari Allah. Dia bahkan diutus dan diberi otoritas oleh Allah untuk menggenapkan kehendak Allah yang berdaulat dalam menyelamatkan manusia yang berdosa. Pernyataan ini juga menjadi pendahuluan penting bagi pembasuhan kaki, di mana Yesus yang sadar akan Keilahian-Nya dan bahwa Dia adalah “ Guru dan Tuhan” (Yohanes 13:13) rela melakukan pekerjaan yang rendah, sehingga kita yang adalah “ murid-murid-Nya” dipanggil dan tidak ada alasan untuk tidak meneladani-Nya.
2. Yesus membasuh kaki murid-murid (Yohanes 13:4-5)
Dalam ayat 2 disebutkan Yesus sedang makan bersama-sama murid-murid-Nya dan dalam Yohanes 13: 4 disebutkan: “ Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya.” Dalam terjemahan bahasa Indonesia yang diterjemahkan dari bahasa Inggris “so he got up from the meal.” Jadi ayat 4 seharusnya berbunyi “ Lalu bangunlah Yesus dari perjamuan tersebut.”
Hal ini perlu digarisbawahi, mengingat bahwa pembasuhan kaki biasanya dilakukan sebelum orang memasuki ruang perjamuan, sedangkan Yesus melakukannya di dalam ruang perjamuan atau pada saat perjamuan. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus dengan sengaja melakukan hal ini dan hendak memakai budaya pembasuhan kaki tersebut sebagai media pengajaran bagi para murid-murid-Nya. Morris bahkan mengatakan bahwa pembasuhan kaki ini adalah perumpamaan melalui tindakan yang hendak meletakkan prinsip-prinsip agung berkenaan dengan pelayanan yang merendahkan diri yang mencapai puncaknya di kayu salib.
Dalam Yohanes 13: 4b disebutkan bahwa Yesus menanggalkan jubahnya yang secara literal berarti pakaian secara umum, jubah atau jubah bagian luar. Kata ini berbentuk jamak dan hal ini hendak menunjukkan bahwa Yesus menanggalkan semua jubah luarnya dan mengikatkan kain lenan atau handuk di pinggangnya.
Tindakan Yesus ini menunjukkan cara berpakaian seorang budak yang dipandang sangat rendah baik di kalangan orang Yahudi maupun orang kafir pada masa itu. Setelah membasuh kaki murid-murid dengan kedua tangan-Nya, Yesus kemudian mengeringkannya dengan kain atau handuk yang diikatkan di pinggangnya tersebut.
Pembasuhan kaki pada jaman itu memang diperlukan mengingat kondisi jalan yang berdebu dan umumnya orang-orang menggunakan sandal atau kasut yang terbuka yang diikatkan pada kaki. Kondisi tersebut menyebabkan kaki mereka kotor dan tuan rumah yang menyelenggarakan perjamuan atau yang mengundang makan akan menyiapkan seorang budak untuk membasuh kaki para tamu sebelum mereka memasuki ruang pesta.
Tetapi dalam perjamuan tersebut, tuan rumah yang diyakini adalah Yesus, tidak menyiapkan seorang budak untuk membasuh kaki murid-murid yang saat itu menjadi tamu yang diundang. Dalam situasi seperti itu, sebenarnya salah seorang murid dapat berinisiatif melakukan pembasuhan tersebut, tetapi murid-murid merasa bahwa mereka tidak layak melakukan pekerjaan yang rendah tersebut. Apalagi sebelumnya murid-murid sempat bertengkar perihal siapa di antara mereka yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Lukas 22:24). Jadi tampaknya murid-murid merasa tinggi untuk melakukan pekerjaan pembasuhan kaki yang rendah tersebut.
Memang perlu dipahami bahwa pekerjaan membasuh kaki orang lain adalah pekerjaan yang rendah dan pekerjaan tersebut biasanya akan dilakukan oleh seorang budak.
Carson bahkan menegaskan bahwa banyak orang Yahudi yang memandang bahwa budak Yahudi tidak boleh diminta untuk membasuh kaki orang lain, tetapi tugas ini harus diberikan pada budak kafir ( Exodus 21:2). Memang pembasuhan kaki pada jaman itu umum dilakukan oleh orang yang memiliki status lebih rendah kepada mereka yang memiliki status lebih tinggi atau orang yang sangat mereka hormati seperti: istri kepada suaminya, anak-anak kepada orang tua mereka dan murid-murid kepada para Rabi atau guru mereka. Dalam kisah ini, hubungan tersebut justru terbalik, tindakan yang mengejutkan dilakukan Yesus sebagai guru dengan membasuh kaki murid-murid-Nya.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Carson yang mengatakan bahwa tindakan Yesus dalam membasuh kaki murid-murid-Nya adalah tindakan simbolis untuk menggambarkan pembasuhan atau penyucian yang diperlukan untuk keselamatan (Yohanes 13: 6-9) dan model untuk sikap hidup murid Kristus (Yohanes 13:12-17) yang rela untuk menjadi hamba yang bersedia melakukan pelayanan yang rendah.
Di pihak lain, Leon Morris melihat bahwa tindakan Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya dan kerelaan-Nya menjadi pelayan adalah sebuah teguran tajam atas sikap murid-murid yang mempertengkarkan siapakah yang terbesar di antara mereka (Lukas 22:24-27).
3. Makna dan Teladan Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:6-17)
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa pembasuhan kaki dipakai oleh Yesus sebagai media pengajaran bagi murid-murid-Nya, maka kita dapat menyimpulkan bahwa tindakan Yesus dalam membasuh kaki murid-murid-Nya dapat dipahami dari dua sisi:
Pertama, simbol dari pembasuhan dari dosa melalui darah Kristus di atas salib (Yohanes 13: 6-11).
Kedua, teladan untuk merendahkan diri dan rela melayani satu dengan yang lain yang harus dimiliki oleh setiap murid Kristus (Yohanes 13: 12-17)..
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembasuhan kaki memiliki dua hal penting.
Pertama, melalui karya Kristus di atas salib, Allah telah membasuh atau menyucikan orang-orang yang datang kepada-Nya. Sekalipun demikian ada juga murid Yesus, yaitu Yudas yang tidak kudus dan akhirnya mengkhianati Dia.
Kedua, murid-murid adalah pelayan Kristus, yang menyebut Yesus “ Guru dan Tuhan” (Yohanes 13:13). Karena itu haruslah mereka mengikuti teladan-Nya dan rela merendahkan diri serta saling melayani. Murid-murid bahkan harus rela menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus (Matius 16:24; Markus 8:34, Lukas 9:23).
a. Makna Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:6-11)
Pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus tentunya membuat murid-murid heran dan terdiam, dan seperti biasanya Petrus tampil dan berbicara kepada Yesus: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" (Yohanes 13:6) dan Petrus bahkan menegaskan "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Pertanyaan dan pernyataan Petrus tersebut di latar belakangi oleh situasi yang tidak biasa, karena bagaimana mungkin seorang guru bertindak sebagai budak untuk murid-murid-Nya yang seharusnya justru melayani Dia.
Yesus menjawab:
Pertama, murid-murid tidak memahaminya sekarang, tetapi mereka akan memahaminya kelak. Kata “ kelak” menurut Carson, kata ini lebih baik diterjemahkan secara literal yang artinya “ setelah ini” (Inggris after these things) dari pada diterjemahkan “ later” atau “ kelak” dan hal ini mengimplikasikan bahwa mereka akan memahami makna pembasuhan kaki tersebut setelah penderitaan dan kematian Kristus.
Kedua, Yesus berkata bahwa kalau Petrus tidak dibasuh oleh Yesus, maka Petrus dan murid-murid yang lain tidak akan “ mendapat bagian dalam Aku" (Yohanes 13:8). Istilah “ mendapat bagian” dalam konteks PB dan pemikiran Yahudi dapat dipahami dalam konteks warisan (Lukas 15:12) dan menunjuk kepada masa yang akan datang di mana kita akan ikut ambil bagian dalam berkat eskatologis (Matius 24:51; Wahyu 20:6).
Menurut Hendriksen, pemahaman dari pernyataan Yesus ini adalah bahwa apabila Aku tidak membasuh kamu dari dosa yang disimbolkan melalui pembasuhan kaki ini, maka engkau tidak akan mengalami karya penebusan Allah.
Dari penjelasan Yesus, Petrus memahami bahwa untuk menjadi murid Yesus, salah satu syaratnya harus bersih, karena itu Petrus memohon agar dia dibasuh seluruhnya (ayat 9). Yesus kemudian menjelaskan berdasarkan metafora seseorang yang telah mandi berarti telah bersih, kecuali kakinya yang telah terkena debu jalan (ayat 10). Para murid yang menjadi tamu saat itu tentunya telah mandi dan dalam perjalanan menuju ke tempat perjamuan, kaki mereka menjadi kotor, sehingga hanya kaki mereka yang perlu dibersihkan (ayat 10). Yesus kemudian menggunakan gambaran ini untuk murid-murid-Nya semua, bahwa “ kamu sudah bersih, hanya tidak semua" (ayat 10b). Dari pernyataan tersebut, Yesus hendak menegaskan bahwa dari ke 12 murid-Nya, tidak semua murid bersih (ayat 10b) dan dalam ayat 11 ditegaskan bahwa Yesus tahu ada murid-Nya yang akan menyerahkan Dia.
Dalam bagian sebelumnya Yesus telah berbicara tentang mereka yang tidak percaya dan yang akan mengkhianati Dia (Yohanes 6:64). Mereka yang tidak percaya telah meninggalkan Dia (Yohanes 6:66), sedangkan orang yang akan mengkhianati Dia masih bersama Dia (6:70-71). Dalam ayat 2, penulis Injil Yohanes telah menegaskan bahwa Iblis telah mempengaruhi Yudas untuk mengkhianati Yesus dan dalam Yohanes 13: 11 kembali ditegaskan bahwa Yesus tahu siapa yang akan mengkhianati Dia.
Bahkan dalam catatan Injil, Yesus disebutkan menegur Yudas secara langsung: “ Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan" (Matius 26:23-24; lihat juga Markus 14:20-21).
b. Teladan Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:12-17)
Dalam catatan Yohanes, Yesus memberikan dua penjelasan berkaitan dengan tindakan pembasuhan kaki.
Yang pertama saat dia sedang membasuh kaki, dan yang kedua saat Dia kembali ke tempat duduk-Nya dalam perjamuan tersebut. Bruce mengatakan bahwa penjelasan pertama bersifat teologis di mana Yesus rela merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di atas kayu salib serta dengan darah-Nya Dia menyucikan setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Yang kedua, Yesus memberikan penerapan praktis dalam ayat 12-17 di mana Yesus meminta murid-murid-Nya untuk meneladani diri-Nya yang rela melakukan pekerjaan yang rendah dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Karena itu Dia juga meminta agar murid-murid-Nya mau belajar dan meneladani diri-Nya dan mau memiliki sikap yang merendahkan diri dan saling melayani.
Yesus kemudian memberikan alasan atau dasar dari permintaan agar murid-murid-Nya meneladani Dia (Yohanes 13: 13-14).
Pertama, Yesus yang adalah guru dan Tuhan bersedia merendahkan diri dan mengambil posisi sebagai hamba atau budak dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Hal ini juga ditegaskan Paulus dalam Filipi 2:7 “ melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” Merendahkan diri dan memiliki jiwa untuk melayani inilah yang menjadi teladan buat kita (ayat 14-15).
Kedua, Yesus memberikan alasan yang mendasar dari perintah-Nya “ Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu,” maka murid-murid wajib melakukan dan meneladani apa yang Yesus lakukan. Membasuh kaki umumnya dilakukan oleh seorang budak, tetapi dalam keadaan tertentu, seorang murid atau seorang hamba dapat melalukan pembasuhan tersebut untuk guru atau tuannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak pada tempatnya kalau seorang tuan atau guru membasuh kaki hamba atau muridnya.
Kata wajib dalam Yohanes 13:14 adalah memiliki penekanan “ be indebted, be obligated, one must, one ought.” Jadi kata tersebut menegaskan tentang mempunyai kewajiban atau berhutang, atau sesuatu yang harus dilakukan. Bahkan berarti “ wajib saling atau timbal balik.” Kata ini juga dapat dipahami sebagai “ berhutang” (bdk Matius 6:12 “ Forgive us our debts”), sehingga artinya lebih tegas lagi bahwa mereka saling berhutang untuk membasuh kaki dan untuk itu mereka wajib melakukannya atau melunasinya.
Dalam Yohanes 13: 15 Yesus menyebutkan bahwa Dia telah memberikan ὑπόδειγμα (Bahasa Inggris: example, pattern; copy, imitation) dan dalam bahasa Indonesia dipakai kata “ teladan”. Kata ὑπόδειγμα memiliki arti memberi contoh atau teladan berkenaan dengan yang baik ataupun yang buruk. Kata tersebut juga dapat berarti pola atau pattern (Ibrani 9:23 ὑπόδειγμα = melambangkan).
Pada jaman Greco-Roman kata ὑπόδειγμα dipakai untuk menjelaskan contoh atau teladan dalam kebajikan. Hal yang berbeda di sini adalah bahwa dalam konteks Greco Roman, penekanannya bukan pada teladan yang diberikan, tetapi natur dari teladan tersebut. Sebagai contoh, teladan yang dipandang baik dan bernilai adalah keberanian atau kecakapan di bidang militer. Di sisi lain, Yesus justru menekankan teladan yang baik yang harus ditunjukkan adalah sikap yang merendahkan diri, mengorbankan diri dan mengasihi.
Dalam Yohanes 13: 16-17 ditegaskan kembali pentingnya teladan yang diberikan Yesus. Ayat 16 dibuka dengan kata avmh.n avmh.n yang menegaskan bahwa pernyataan yang akan diberikan sangatlah penting. Dua kontras:
Pertama, antara doulos vs kurios (hamba dan tuan). Menurut Brown, memang dalam ayat kurios dipahami sebagai Tuhan, mengingat hal itu dikontraskan dengan kata murid. Dalam ayat ini kata kurios dikontraskan dengan kata doulos yang artinya hamba, sehingga kurios mempunyai arti tuan atau majikan yang memiliki hamba tersebut.
Kontras kedua adalah antara (yang diutus dan yang mengutus). Kata diutus mempunyai arti utusan atau duta dan yang dimaksudkan di sini adalah murid-murid yang kelak akan diutus untuk memberitakan berita kebangkitan Yesus.
Dua kontras ini hendak menegaskan kembali teladan yang Yesus, Tuhan dan guru mereka, Tuan dan pengutus mereka, sudah memberikan teladan kerelaan untuk mengambil tempat yang rendah dan melayani orang lain, maka murid-murid juga wajib untuk melakukannya.
Bagi murid-murid yang melakukan perintah Yesus atau yang meneladaninya, maka Yesus mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang (ayat 17) “ berbahagia atau diberkati.” Tidaklah cukup hanya mendengar, memahami dan menerima apa yang benar. Tetapi yang terpenting adalah seseorang harus melakukannya.
Ucapan Bahagia dalam Yohanes 13: 17 ini hendak menegaskan kebahagiaan eskatologis yang akan dialami oleh orang-orang yang tidak hanya memahami apa yang Yesus telah lakukan, tetapi lebih dari pada itu juga melakukannya.
MAKNA PEMBASUHAN KAKI HARI INI
Pada jaman Yesus, pembasuhan kaki dilakukan karena dua alasan:
Pertama untuk menghilangkan kotoran di kaki para tamu yang pada jaman itu memakai kasut atau sepatu terbuka.
Kedua, pembasuhan kaki dilakukan sebagai penyambutan atau penerimaan untuk tamu dalam sebuah perjamuan.
Yesus saat itu membasuh kaki murid-murid-Nya bukan karena tidak ada budak atau menggantikan tugas seorang budak, atau karena hendak membersihkan kaki murid-murid-Nya; tetapi Yesus memakai pembasuhan kaki tersebut untuk memberi teladan dan mengajar murid-murid-Nya untuk bersedia merendahkan diri dan bersedia menjadi hamba yang bersedia untuk saling melayani. Demikian juga, kata “ teladan” dalam ayat 15 tidak harus dipahami bahwa pembasuhan kaki tersebut harus dilakukan terus menerus,
Barrett juga menegaskan bahwa pembasuhan kaki menunjukkan tindakan nyata tentang penyucian dan tidak perlu diulangi lagi. Dengan demikian pembasuhan kaki adalah teladan yang hendak menekankan sikap hati yang mau dengan kerelaan dan dengan rendah hati mau melayani orang lain.
Johnson juga menyatakan hal yang sama bahwa Yesus di sini tidak hendak memberikan “ Church Ordinance” atau peraturan gereja atau ritual seperti halnya Sakramen Perjamuan Kudus dan Baptisan. Hal ini dapat kita lihat dalam Yesus makan Paskah dengan murid-murid-Nya Yesus menginstitusikan Perjamuan Kudus (Matius 26:20-29; Markus 14:17-25; Lukas 22:15-20).
Hal ini kemudian dilaksanakan oleh gereja mula-mula (Kisah Para Rasul 2:42) dan ditegaskan kembali oleh Paulus (1Korintus 11: 23-25). Demikian juga waktu Yesus menginstitusikan Baptisan (Matius 28:19-20), hal itu juga dilaksanakan oleh gereja mula-mula (Kisah Para Rasul 2:38) dan sekalipun Paulus menegaskan bahwa ia diutus untuk memberitakan Injil dan bukan untuk membaptis, tetapi ia juga menyatakan bahwa ada beberapa yang ia baptis (1Korintus 1:14-16).
Sekalipun pembasuhan kaki tidak diinstitusikan sebagai sakramen yang dilakukan secara literal, Hendriksen melihat bahwa mereka yang dalam konteks tertentu ingin melakukan pembasuhan kaki sebagai simbol penerimaan dan kerendahan hati, tentunya hal tersebut tidaklah salah (lih. 1Timotius 6:10). Sekalipun demikian, Hendriksen juga menegaskan bahwa teladan untuk merendahkan diri dan melayani harus tetap menjadi inti.
Dalam tulisan PB lainnya, pembasuhan kaki hanya dicatat dalam 1Timotius 5:9-10, “ Yang didaftarkan sebagai janda, hanyalah mereka yang tidak kurang dari enam puluh tahun, yang hanya satu kali bersuami dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik, seperti mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik.”
Dalam bagian ini pembasuhan kaki yang dilakukan janda-janda adalah salah satu kualifikasi bagi seseorang untuk didaftarkan sebagai janda yang akan mendapat bantuan dari jemaat. Jadi pembasuhan kaki di sini dilakukan bukan sebagai ritual, tetapi sebagai perbuatan baik yang dilakukan oleh janda-janda.
Menerima tugas yang rendah atau menerima peran yang lebih kecil
Tidak menuntut hak atau keistimewaan
Memenuhi kebutuhan orang lain, sebelum memenuhi kebutuhan kita
Mencari pekerjaan yang orang lain tidak mau lakukan dan melakukan hal itu dengan sukacita
Fokus kepada hasil yang akan dicapai, bukan siapa yang akan dipuji.
Tindakan Yesus yang rela menjadi hamba dan membasuh kaki murid-murid-Nya, menjadi dasar bagi nasihat Paulus yang mengatakan: “ Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:5-8). Kornelius A.Setiawan
Kisah tentang pembasuhan kaki ada dalam bagian yang dikenal dengan sebagai Farewell Discourses (Yohanes 13:1-17:26; pidato atau percakapan perpisahan). Percakapan ini diawali dengan penegasan bahwa saat Yesus meninggalkan dunia ini dan kembali kepada Bapa telah tiba (Yohanes 13:1), untuk itu Yesus mulai mempersiapkan murid-murid-Nya dalam menghadapi kehidupan di depan mereka saat mereka menjadi komunitas yang diasingkan dari dunia ini karena iman mereka kepada Kristus.
otomotif, gadget |
1. Latar Belakang (Yohanes 13:1-3)
Kisah Pembasuhan Kaki diawali dengan pernyataan bahwa Yesus tahu jika hidupnya di dunia ini tidak lama lagi dan bahwa “ saat-Nya” telah tiba yang dalam bahasa Yunaninya ώρα dan dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai the hour, moment, time, atau short indefinite period of time (Yohanes 13:1).
Menurut Beasley-Murray, kalimat “ saat-Nya telah tiba ini” mempunyai arti di mana Allah akan memuliakan Yesus dan Yesus memuliakan Allah melalui kematian-Nya bagi keselamatan dunia (Yohanes 12:24-26), saat di mana dunia akan dihakimi dan iblis akan dikalahkan dan Yesus dimuliakan atau ditinggikan untuk melaksanakan kedaulatan Ilahi; saat di mana dia akan meninggalkan dunia ini dan kembali kepada Bapa. Dalam konteks seperti itulah Yesus mengasihi milik-Nya sendiri (His own).
Dalam bahasa Indonesia kalimat tersebut diterjemahkan “ mengasihi murid-murid-Nya”, dan hal ini menegaskan bahwa Yesus mengasihi mereka lebih dari sekedar murid-murid-Nya, tetapi lebih tegas lagi mengasihi murid-murid yang menjadi miliki-Nya sendiri. Bahkan Yesus disebutkan mengasihi “ sampai kepada kesudahannya.” Menurut Brown, ini mempunyai dua arti: pertama, mengasihi secara keseluruhan (completely) dan kedua, sampai akhir hidup atau sampai mati.
Bruce menerjemahkan sebagai “uttermost,” sebuah kata yang di dalamnya terkandung kata “to the end” (sampai akhirnya) dan “absolutely” (secara mutlak atau penuh). Jadi pernyataan ini hendak menegaskan Yesus sungguh-sungguh mengasihi murid-murid-Nya dengan kasih yang penuh dan mengasihi sampai pada akhirnya, yang secara khusus dapat dipahami sampai akhir pelayanan-Nya di dunia ini atau sampai tugasnya berakhir yang mencapai puncaknya pada kematian-Nya di atas kayu salib.
Kontras dengan kasih Yesus yang sungguh dan sangat dalam kepada murid-murid-Nya, dalam Yohanes 13: 2 disebutkan bahwa saat mereka sedang makan bersama, Iblis telah membisikkan ke dalam hati Yudas untuk mengkhianati Yesus.
Kata yang dipakai di sini adalah "kardia" (hati) yang memiliki beberapa arti: heart, inner self, mind, will, desire, dan intention. Jadi hati di sini mencakup “ pikiran dan kehendak” Yudas yang hendak mengkhianati Yesus. Hal ini tentunya sangat ironis, karena Yesus yang mengasihi murid-murid-Nya dengan kasih yang penuh dan mutlak tersebut justru dikhianati dan diserahkan ke tangan musuh oleh murid-Nya sendiri. Bahkan murid yang mengkhianati tersebut adalah salah satu murid yang juga dibasuh kakinya oleh Yesus.
Dalam ayat Yohanes 13:3 disebutkan Yesus tahu dan sadar bahwa telah tiba saatnya untuk kembali kepada Bapa dan hal ini ditegaskan dengan pernyataan bahwa Ia sadar kalau Dia datang dari Allah. Dia bahkan diutus dan diberi otoritas oleh Allah untuk menggenapkan kehendak Allah yang berdaulat dalam menyelamatkan manusia yang berdosa. Pernyataan ini juga menjadi pendahuluan penting bagi pembasuhan kaki, di mana Yesus yang sadar akan Keilahian-Nya dan bahwa Dia adalah “ Guru dan Tuhan” (Yohanes 13:13) rela melakukan pekerjaan yang rendah, sehingga kita yang adalah “ murid-murid-Nya” dipanggil dan tidak ada alasan untuk tidak meneladani-Nya.
2. Yesus membasuh kaki murid-murid (Yohanes 13:4-5)
Dalam ayat 2 disebutkan Yesus sedang makan bersama-sama murid-murid-Nya dan dalam Yohanes 13: 4 disebutkan: “ Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya.” Dalam terjemahan bahasa Indonesia yang diterjemahkan dari bahasa Inggris “so he got up from the meal.” Jadi ayat 4 seharusnya berbunyi “ Lalu bangunlah Yesus dari perjamuan tersebut.”
Hal ini perlu digarisbawahi, mengingat bahwa pembasuhan kaki biasanya dilakukan sebelum orang memasuki ruang perjamuan, sedangkan Yesus melakukannya di dalam ruang perjamuan atau pada saat perjamuan. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus dengan sengaja melakukan hal ini dan hendak memakai budaya pembasuhan kaki tersebut sebagai media pengajaran bagi para murid-murid-Nya. Morris bahkan mengatakan bahwa pembasuhan kaki ini adalah perumpamaan melalui tindakan yang hendak meletakkan prinsip-prinsip agung berkenaan dengan pelayanan yang merendahkan diri yang mencapai puncaknya di kayu salib.
Dalam Yohanes 13: 4b disebutkan bahwa Yesus menanggalkan jubahnya yang secara literal berarti pakaian secara umum, jubah atau jubah bagian luar. Kata ini berbentuk jamak dan hal ini hendak menunjukkan bahwa Yesus menanggalkan semua jubah luarnya dan mengikatkan kain lenan atau handuk di pinggangnya.
Tindakan Yesus ini menunjukkan cara berpakaian seorang budak yang dipandang sangat rendah baik di kalangan orang Yahudi maupun orang kafir pada masa itu. Setelah membasuh kaki murid-murid dengan kedua tangan-Nya, Yesus kemudian mengeringkannya dengan kain atau handuk yang diikatkan di pinggangnya tersebut.
Pembasuhan kaki pada jaman itu memang diperlukan mengingat kondisi jalan yang berdebu dan umumnya orang-orang menggunakan sandal atau kasut yang terbuka yang diikatkan pada kaki. Kondisi tersebut menyebabkan kaki mereka kotor dan tuan rumah yang menyelenggarakan perjamuan atau yang mengundang makan akan menyiapkan seorang budak untuk membasuh kaki para tamu sebelum mereka memasuki ruang pesta.
Tetapi dalam perjamuan tersebut, tuan rumah yang diyakini adalah Yesus, tidak menyiapkan seorang budak untuk membasuh kaki murid-murid yang saat itu menjadi tamu yang diundang. Dalam situasi seperti itu, sebenarnya salah seorang murid dapat berinisiatif melakukan pembasuhan tersebut, tetapi murid-murid merasa bahwa mereka tidak layak melakukan pekerjaan yang rendah tersebut. Apalagi sebelumnya murid-murid sempat bertengkar perihal siapa di antara mereka yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Lukas 22:24). Jadi tampaknya murid-murid merasa tinggi untuk melakukan pekerjaan pembasuhan kaki yang rendah tersebut.
Memang perlu dipahami bahwa pekerjaan membasuh kaki orang lain adalah pekerjaan yang rendah dan pekerjaan tersebut biasanya akan dilakukan oleh seorang budak.
Carson bahkan menegaskan bahwa banyak orang Yahudi yang memandang bahwa budak Yahudi tidak boleh diminta untuk membasuh kaki orang lain, tetapi tugas ini harus diberikan pada budak kafir ( Exodus 21:2). Memang pembasuhan kaki pada jaman itu umum dilakukan oleh orang yang memiliki status lebih rendah kepada mereka yang memiliki status lebih tinggi atau orang yang sangat mereka hormati seperti: istri kepada suaminya, anak-anak kepada orang tua mereka dan murid-murid kepada para Rabi atau guru mereka. Dalam kisah ini, hubungan tersebut justru terbalik, tindakan yang mengejutkan dilakukan Yesus sebagai guru dengan membasuh kaki murid-murid-Nya.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Carson yang mengatakan bahwa tindakan Yesus dalam membasuh kaki murid-murid-Nya adalah tindakan simbolis untuk menggambarkan pembasuhan atau penyucian yang diperlukan untuk keselamatan (Yohanes 13: 6-9) dan model untuk sikap hidup murid Kristus (Yohanes 13:12-17) yang rela untuk menjadi hamba yang bersedia melakukan pelayanan yang rendah.
Di pihak lain, Leon Morris melihat bahwa tindakan Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya dan kerelaan-Nya menjadi pelayan adalah sebuah teguran tajam atas sikap murid-murid yang mempertengkarkan siapakah yang terbesar di antara mereka (Lukas 22:24-27).
3. Makna dan Teladan Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:6-17)
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa pembasuhan kaki dipakai oleh Yesus sebagai media pengajaran bagi murid-murid-Nya, maka kita dapat menyimpulkan bahwa tindakan Yesus dalam membasuh kaki murid-murid-Nya dapat dipahami dari dua sisi:
Pertama, simbol dari pembasuhan dari dosa melalui darah Kristus di atas salib (Yohanes 13: 6-11).
Kedua, teladan untuk merendahkan diri dan rela melayani satu dengan yang lain yang harus dimiliki oleh setiap murid Kristus (Yohanes 13: 12-17)..
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembasuhan kaki memiliki dua hal penting.
Pertama, melalui karya Kristus di atas salib, Allah telah membasuh atau menyucikan orang-orang yang datang kepada-Nya. Sekalipun demikian ada juga murid Yesus, yaitu Yudas yang tidak kudus dan akhirnya mengkhianati Dia.
Kedua, murid-murid adalah pelayan Kristus, yang menyebut Yesus “ Guru dan Tuhan” (Yohanes 13:13). Karena itu haruslah mereka mengikuti teladan-Nya dan rela merendahkan diri serta saling melayani. Murid-murid bahkan harus rela menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus (Matius 16:24; Markus 8:34, Lukas 9:23).
a. Makna Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:6-11)
Pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus tentunya membuat murid-murid heran dan terdiam, dan seperti biasanya Petrus tampil dan berbicara kepada Yesus: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" (Yohanes 13:6) dan Petrus bahkan menegaskan "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Pertanyaan dan pernyataan Petrus tersebut di latar belakangi oleh situasi yang tidak biasa, karena bagaimana mungkin seorang guru bertindak sebagai budak untuk murid-murid-Nya yang seharusnya justru melayani Dia.
Yesus menjawab:
Pertama, murid-murid tidak memahaminya sekarang, tetapi mereka akan memahaminya kelak. Kata “ kelak” menurut Carson, kata ini lebih baik diterjemahkan secara literal yang artinya “ setelah ini” (Inggris after these things) dari pada diterjemahkan “ later” atau “ kelak” dan hal ini mengimplikasikan bahwa mereka akan memahami makna pembasuhan kaki tersebut setelah penderitaan dan kematian Kristus.
Kedua, Yesus berkata bahwa kalau Petrus tidak dibasuh oleh Yesus, maka Petrus dan murid-murid yang lain tidak akan “ mendapat bagian dalam Aku" (Yohanes 13:8). Istilah “ mendapat bagian” dalam konteks PB dan pemikiran Yahudi dapat dipahami dalam konteks warisan (Lukas 15:12) dan menunjuk kepada masa yang akan datang di mana kita akan ikut ambil bagian dalam berkat eskatologis (Matius 24:51; Wahyu 20:6).
Menurut Hendriksen, pemahaman dari pernyataan Yesus ini adalah bahwa apabila Aku tidak membasuh kamu dari dosa yang disimbolkan melalui pembasuhan kaki ini, maka engkau tidak akan mengalami karya penebusan Allah.
Dari penjelasan Yesus, Petrus memahami bahwa untuk menjadi murid Yesus, salah satu syaratnya harus bersih, karena itu Petrus memohon agar dia dibasuh seluruhnya (ayat 9). Yesus kemudian menjelaskan berdasarkan metafora seseorang yang telah mandi berarti telah bersih, kecuali kakinya yang telah terkena debu jalan (ayat 10). Para murid yang menjadi tamu saat itu tentunya telah mandi dan dalam perjalanan menuju ke tempat perjamuan, kaki mereka menjadi kotor, sehingga hanya kaki mereka yang perlu dibersihkan (ayat 10). Yesus kemudian menggunakan gambaran ini untuk murid-murid-Nya semua, bahwa “ kamu sudah bersih, hanya tidak semua" (ayat 10b). Dari pernyataan tersebut, Yesus hendak menegaskan bahwa dari ke 12 murid-Nya, tidak semua murid bersih (ayat 10b) dan dalam ayat 11 ditegaskan bahwa Yesus tahu ada murid-Nya yang akan menyerahkan Dia.
Dalam bagian sebelumnya Yesus telah berbicara tentang mereka yang tidak percaya dan yang akan mengkhianati Dia (Yohanes 6:64). Mereka yang tidak percaya telah meninggalkan Dia (Yohanes 6:66), sedangkan orang yang akan mengkhianati Dia masih bersama Dia (6:70-71). Dalam ayat 2, penulis Injil Yohanes telah menegaskan bahwa Iblis telah mempengaruhi Yudas untuk mengkhianati Yesus dan dalam Yohanes 13: 11 kembali ditegaskan bahwa Yesus tahu siapa yang akan mengkhianati Dia.
Bahkan dalam catatan Injil, Yesus disebutkan menegur Yudas secara langsung: “ Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan" (Matius 26:23-24; lihat juga Markus 14:20-21).
b. Teladan Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:12-17)
Dalam catatan Yohanes, Yesus memberikan dua penjelasan berkaitan dengan tindakan pembasuhan kaki.
Yang pertama saat dia sedang membasuh kaki, dan yang kedua saat Dia kembali ke tempat duduk-Nya dalam perjamuan tersebut. Bruce mengatakan bahwa penjelasan pertama bersifat teologis di mana Yesus rela merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di atas kayu salib serta dengan darah-Nya Dia menyucikan setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Yang kedua, Yesus memberikan penerapan praktis dalam ayat 12-17 di mana Yesus meminta murid-murid-Nya untuk meneladani diri-Nya yang rela melakukan pekerjaan yang rendah dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Karena itu Dia juga meminta agar murid-murid-Nya mau belajar dan meneladani diri-Nya dan mau memiliki sikap yang merendahkan diri dan saling melayani.
Yesus kemudian memberikan alasan atau dasar dari permintaan agar murid-murid-Nya meneladani Dia (Yohanes 13: 13-14).
Pertama, Yesus yang adalah guru dan Tuhan bersedia merendahkan diri dan mengambil posisi sebagai hamba atau budak dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Hal ini juga ditegaskan Paulus dalam Filipi 2:7 “ melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” Merendahkan diri dan memiliki jiwa untuk melayani inilah yang menjadi teladan buat kita (ayat 14-15).
Kedua, Yesus memberikan alasan yang mendasar dari perintah-Nya “ Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu,” maka murid-murid wajib melakukan dan meneladani apa yang Yesus lakukan. Membasuh kaki umumnya dilakukan oleh seorang budak, tetapi dalam keadaan tertentu, seorang murid atau seorang hamba dapat melalukan pembasuhan tersebut untuk guru atau tuannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak pada tempatnya kalau seorang tuan atau guru membasuh kaki hamba atau muridnya.
Kata wajib dalam Yohanes 13:14 adalah memiliki penekanan “ be indebted, be obligated, one must, one ought.” Jadi kata tersebut menegaskan tentang mempunyai kewajiban atau berhutang, atau sesuatu yang harus dilakukan. Bahkan berarti “ wajib saling atau timbal balik.” Kata ini juga dapat dipahami sebagai “ berhutang” (bdk Matius 6:12 “ Forgive us our debts”), sehingga artinya lebih tegas lagi bahwa mereka saling berhutang untuk membasuh kaki dan untuk itu mereka wajib melakukannya atau melunasinya.
Dalam Yohanes 13: 15 Yesus menyebutkan bahwa Dia telah memberikan ὑπόδειγμα (Bahasa Inggris: example, pattern; copy, imitation) dan dalam bahasa Indonesia dipakai kata “ teladan”. Kata ὑπόδειγμα memiliki arti memberi contoh atau teladan berkenaan dengan yang baik ataupun yang buruk. Kata tersebut juga dapat berarti pola atau pattern (Ibrani 9:23 ὑπόδειγμα = melambangkan).
Pada jaman Greco-Roman kata ὑπόδειγμα dipakai untuk menjelaskan contoh atau teladan dalam kebajikan. Hal yang berbeda di sini adalah bahwa dalam konteks Greco Roman, penekanannya bukan pada teladan yang diberikan, tetapi natur dari teladan tersebut. Sebagai contoh, teladan yang dipandang baik dan bernilai adalah keberanian atau kecakapan di bidang militer. Di sisi lain, Yesus justru menekankan teladan yang baik yang harus ditunjukkan adalah sikap yang merendahkan diri, mengorbankan diri dan mengasihi.
Dalam Yohanes 13: 16-17 ditegaskan kembali pentingnya teladan yang diberikan Yesus. Ayat 16 dibuka dengan kata avmh.n avmh.n yang menegaskan bahwa pernyataan yang akan diberikan sangatlah penting. Dua kontras:
Pertama, antara doulos vs kurios (hamba dan tuan). Menurut Brown, memang dalam ayat kurios dipahami sebagai Tuhan, mengingat hal itu dikontraskan dengan kata murid. Dalam ayat ini kata kurios dikontraskan dengan kata doulos yang artinya hamba, sehingga kurios mempunyai arti tuan atau majikan yang memiliki hamba tersebut.
Kontras kedua adalah antara (yang diutus dan yang mengutus). Kata diutus mempunyai arti utusan atau duta dan yang dimaksudkan di sini adalah murid-murid yang kelak akan diutus untuk memberitakan berita kebangkitan Yesus.
Dua kontras ini hendak menegaskan kembali teladan yang Yesus, Tuhan dan guru mereka, Tuan dan pengutus mereka, sudah memberikan teladan kerelaan untuk mengambil tempat yang rendah dan melayani orang lain, maka murid-murid juga wajib untuk melakukannya.
Bagi murid-murid yang melakukan perintah Yesus atau yang meneladaninya, maka Yesus mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang (ayat 17) “ berbahagia atau diberkati.” Tidaklah cukup hanya mendengar, memahami dan menerima apa yang benar. Tetapi yang terpenting adalah seseorang harus melakukannya.
Ucapan Bahagia dalam Yohanes 13: 17 ini hendak menegaskan kebahagiaan eskatologis yang akan dialami oleh orang-orang yang tidak hanya memahami apa yang Yesus telah lakukan, tetapi lebih dari pada itu juga melakukannya.
MAKNA PEMBASUHAN KAKI HARI INI
Pada jaman Yesus, pembasuhan kaki dilakukan karena dua alasan:
Pertama untuk menghilangkan kotoran di kaki para tamu yang pada jaman itu memakai kasut atau sepatu terbuka.
Kedua, pembasuhan kaki dilakukan sebagai penyambutan atau penerimaan untuk tamu dalam sebuah perjamuan.
Yesus saat itu membasuh kaki murid-murid-Nya bukan karena tidak ada budak atau menggantikan tugas seorang budak, atau karena hendak membersihkan kaki murid-murid-Nya; tetapi Yesus memakai pembasuhan kaki tersebut untuk memberi teladan dan mengajar murid-murid-Nya untuk bersedia merendahkan diri dan bersedia menjadi hamba yang bersedia untuk saling melayani. Demikian juga, kata “ teladan” dalam ayat 15 tidak harus dipahami bahwa pembasuhan kaki tersebut harus dilakukan terus menerus,
Barrett juga menegaskan bahwa pembasuhan kaki menunjukkan tindakan nyata tentang penyucian dan tidak perlu diulangi lagi. Dengan demikian pembasuhan kaki adalah teladan yang hendak menekankan sikap hati yang mau dengan kerelaan dan dengan rendah hati mau melayani orang lain.
Johnson juga menyatakan hal yang sama bahwa Yesus di sini tidak hendak memberikan “ Church Ordinance” atau peraturan gereja atau ritual seperti halnya Sakramen Perjamuan Kudus dan Baptisan. Hal ini dapat kita lihat dalam Yesus makan Paskah dengan murid-murid-Nya Yesus menginstitusikan Perjamuan Kudus (Matius 26:20-29; Markus 14:17-25; Lukas 22:15-20).
Hal ini kemudian dilaksanakan oleh gereja mula-mula (Kisah Para Rasul 2:42) dan ditegaskan kembali oleh Paulus (1Korintus 11: 23-25). Demikian juga waktu Yesus menginstitusikan Baptisan (Matius 28:19-20), hal itu juga dilaksanakan oleh gereja mula-mula (Kisah Para Rasul 2:38) dan sekalipun Paulus menegaskan bahwa ia diutus untuk memberitakan Injil dan bukan untuk membaptis, tetapi ia juga menyatakan bahwa ada beberapa yang ia baptis (1Korintus 1:14-16).
Sekalipun pembasuhan kaki tidak diinstitusikan sebagai sakramen yang dilakukan secara literal, Hendriksen melihat bahwa mereka yang dalam konteks tertentu ingin melakukan pembasuhan kaki sebagai simbol penerimaan dan kerendahan hati, tentunya hal tersebut tidaklah salah (lih. 1Timotius 6:10). Sekalipun demikian, Hendriksen juga menegaskan bahwa teladan untuk merendahkan diri dan melayani harus tetap menjadi inti.
Dalam tulisan PB lainnya, pembasuhan kaki hanya dicatat dalam 1Timotius 5:9-10, “ Yang didaftarkan sebagai janda, hanyalah mereka yang tidak kurang dari enam puluh tahun, yang hanya satu kali bersuami dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik, seperti mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik.”
Dalam bagian ini pembasuhan kaki yang dilakukan janda-janda adalah salah satu kualifikasi bagi seseorang untuk didaftarkan sebagai janda yang akan mendapat bantuan dari jemaat. Jadi pembasuhan kaki di sini dilakukan bukan sebagai ritual, tetapi sebagai perbuatan baik yang dilakukan oleh janda-janda.
Baca Juga: Yohanes 13:1-17 (Saling Membasuh Kaki)
Hari ini kita harus berpikir bahwa Pembasuhan Kaki adalah sebuah teladan dari model kepemimpinan seorang hamba yang telah diberikan Yesus dan tentunya harus kita tunjukkan dalam pelayanan kita. Barton bahkan mengatakan kita dapat menunjukkan sikap “ Membasuh Kaki” dengan: Menerima tugas yang rendah atau menerima peran yang lebih kecil
Tidak menuntut hak atau keistimewaan
Memenuhi kebutuhan orang lain, sebelum memenuhi kebutuhan kita
Mencari pekerjaan yang orang lain tidak mau lakukan dan melakukan hal itu dengan sukacita
Fokus kepada hasil yang akan dicapai, bukan siapa yang akan dipuji.
Tindakan Yesus yang rela menjadi hamba dan membasuh kaki murid-murid-Nya, menjadi dasar bagi nasihat Paulus yang mengatakan: “ Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:5-8). Kornelius A.Setiawan