INJIL DI DALAM WAHYU ALLAH

Pdt. DR. Stephen Tong.

BAB I : THEOLOGI PENGINJILAN

INJIL DI DALAM WAHYU.

Alkitab adalah Firman Allah, wahyu Allah yang berbentuk tulisan. Jika orang ingin memisahkan secara paksa wahyu Allah dari bentuk tertulisnya, maka akan timbul krisis sifat subyektivitas dan sifat misterius yang sangat merugikan orang Kristen. Yesus berkata, “....tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah?” (Matius 22:31).
INJIL DI DALAM WAHYU ALLAH
Kitab Kejadian mencatat bahwa setelah Adam diciptakan dan berbuat dosa, Allah mulai memberikan wahyu kepada manusia. Sebelum manusia jatuh dalam dosa, rencana keselamatan sudah tersembunyi di dalam diri Allah, sehingga ketika manusia berdosa, wahyu mengenai keselamatan segera datang. Dalam Perjanjian Lama, kita menyaksikan persiapan Allah untuk menyelamatkan, sampai di Perjanjian Baru Yesus Kristus sendiri datang ke dunia untuk menggenapkannya. Setelah Yesus Kristus naik ke sorga, Roh Kudus melaksanakannya.

WAHYU ALLAH DI DALAM KASUS ADAM DAN HAWA.

Setelah Adam dan Hawa berdosa, apakah perasaan mereka yang pertama? Dingin! Mengapa manusia harus memakai pakaian? Selain takut dingin, masih ada penyebab lain, yaitu dosa. Perasaan kedua adalah takut. Dalam Kejadian 3 tercatat, “....pada waktu hari sejuk....aku menjadi takut.” Tindakam apa yang mereka ambil setelah merasa takut? Bersembunyi! Setelah manusia berdosa, perkataan pertama yang Allah ucapkan kepada mereka adalah, “Di manakah engkau?” Suatu panggilan yang begitu hangat, biarpun mungkin nadanya sedikit menegur, namun panggilan itu mengandung kadar kasih yang teramat banyak. 

Bukankah Allah sudah tahu di mana manusia itu berada, mengapakah Dia masih bertanya demikian? Jawabnya, karena Dia mau berinisiatif mencari mereka. Dalam hal ini kita melihat beberapa hal yang diwahyukan kepada Adam. Yang pertama, sifat Allah yang mengambil inisiatif. Yang kedua, fakta terpisahnya status manusia yang semula dengan status yang sekarang. Yang ketiga, ketidak-berdayaan manusia dan janji Allah yang Mahakuasa.

Adam sudah jatuh ke dalam dosa. Dia telah meninggalkan status yang semula; statusnya yang semula itu bukanlah keadaannya yang sekarang. Bagaimanakah Adam, ketika berada di hadapan Allah dan melihat status semulanya yang indah serta statusnya sekarang yang memalukan? Dia tidak dapat mengelakkan diri dari keewajiban yang harus dipertanggungjawabkannya. Adam hanya dapat menerima fakta. Meskipun merasa takut terhadap eksistensi Allah namun ia tidak berdaya menolak fakta ini.
Selain memberikan wahyu, Allah juga bernubuat. Dia sendirilah yang memproklamasikan rencana Injil keselamatan. 

Dalam Kejadian 3:15 tertulis, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” Allah menyebutkan tentang musuh dan peperangan sebagai sifat dasar Injil. Jadi manusia tidak semata-marta diberi anugerah penbebusan. Di sini kita melihat adanya wahyu Allah tentang suatu peperangan. Namun akhirnya, kemenangan ada di pihak keturunan perempuan.

Allah terus-menerus ,menganugerahkan pengharapan bagi manusia yang sudah jatuh dalam dosa. Meskipun manusia memiliki kewajiban yang harus ditunaikannya, hal ini tetap tidak dapat di bandingkan dengan harga yang telah dibayar Allah. Dia telah meremukkan ular dan berperang itulan yang telah mem,bayar dan menggenapkan semuanya.

Allah bukan saja bernubuat, tetapi juga memberikan suatu lambang yang amat penting, yaitu kematian yang pertama. Dosa Adam adalah dosa yang pertama di dalam seluruh Alkitab, tetapi kematian Adam bukanlah kematian yang pertama, karena ada makhluk lain yang telah mati untuk menggantikannya. Makhluk itu bukan mati karena tua, tetapi mati karena Allah sendirilah yang telah menyembelihnya. “Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk istrinya.” (Kejadian 3:21). Dari manakah datangnya kulit? Demi menyelamatkan mereka, haruslah ada penumpahan darah dan pengorbanan. Allah menyembelih makhluk ciptaan-Nya, dan dengan kematian menggantikan dosa. Ia melambangkan keselamatan yang berdasarkan substitusi (penggantian).

Di dalam Kejadian pasal 3, theologi penginjilan sangat kuat dinyatakan, termasuk inisiatif Allah memberikan wahyu kepada manusia, yaitu tentang status mereka yang semula, status yang sekarang, kewajiban dan ketidak-berdayaan manusia. Semuanya itu terkandung di dalam janji Allah, nubuat Allah, dan lambang-lambang yang digunakan Allah.

WAHYU ALLAH DI DALAM KASUS KAIN DAN HABEL.

Kain dan Habel adalah dua orang bersaudara, tetapi kemudian Kain membunuh Habel. Itulah “perang dunia” yang pertama, yang angka kematiannya mencapai seperempat dari jumlah penduduk bumi. Jadi, perang dunia yang pertama seharusnya bukan yang terjadi pada tahun 1914-1918. Setelah “perang dunia” itu reda, Allah sendiri keluar untuk meminta pertanggungjawaban Kain. Kalau sebelumnya Adam menanggung malapetaka dan Allah berfirman. “Di manakah engkau?”, kali ini Allah berfirman, “Di manakah Habil adikmu itu?”

Dalam kasus ini Allah telah berinisiatif, dan kuncinya adalah pada pertanyaan “Mengapa engkau membunuh Habel?” Karena iri hati. Iri hati timbul karena Adam sudah jatuh ke dalam dosa. Sikap ini merupakan salah satu corak dosa setelah kejatuhan. Adapun penyebab timbulnya iri hati adalah karena seseorang melihat orang lain lebih baik daripada dirinya. Jika bukan karena dosa yang berdiam di dalam diri seseorang, maka apabila ia melihat orang lain lebih baik daripada dirinya, seharusnya ia dapat menjadikannya sebagai teladan, dapat dijadikan pendorong untuk menuntut kebenaran. Tetapi setelah dosa habir, untung rugi menjadi hal yang lebih diprioritaskan, dalam mempertimbangkan benar atau tidak benar.

Kain iri hati karena persembahan Habiel diindahkan dan diperkenan Allah. Hal ini mengakibatkan banyak orang ingin tahu mengapa persembahan Habel yang diperkenan oleh Allah. Ada orang yang mengatakan bahwa karena yang dipersembahkan Kain tidak mengandung darah, maka Allah tidak berkenan. Allah berkenan pada anak domba sulung yang dipersembahkan Habel karena ada unsur darah, berarti juga ada keselamatan. Tetapi secara tegas, kedua saudara itu sudah menunaikan kewajiban mereka. Habel adalah penggembala ternak, sebab itu ia mempersembahkan hewan. Kain bercocok tanam dan mempersembahkan hasil ladangnya kepada Allah. 

Jika demikian, di manakah letak kesalahannya? Bukanklah di dalam 2 Korintus 8:12 tertulis, “Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.” Dan Kain memang tidak memiliki domba!

Menuntut untuk tahu memang memerlukan penyelidikan sampai ke akarnya. Marilah kita sejenak membuat hipotesis tentang keadaan pada saat itu. Adam dan Hawa, menyaksikan Allah menyembelih binatang dan mengulitinya untuk dijadikan pakaian yang kemudian dikenakan pada mereka. Hati mereka sedih bukan kepalang karena binatang yang disembelih adalah sahabat baik yang biasa bermain bersama-sama mereka. Dengan demikian, maka konsep “mati untuk menggantikan” telah terukir dalam hati mereka.

Dalam gereja pertama yang ada di dunia, yaitu keluarga Adam dan Hawa sebagai asistennya, kebaktian keluarga dimulai. Adam berkata, “Papa dan Mama sudah berdosa, seharusnya mati dan tidak ada lagi di sini, tetapi ternyata tidak mati, karena ada binatang yang sudah disembelih yang telah menggantikan kami.” Di antara murid Sekolah Minggu” itu, ada seorang yang mendengarkan dengan penuh pengertian, dan setelah memahaminya, timbullah iman dalam dirinya. Mungkin sekali pada waktu dia memper-sembahkan korban, dia sekaligus menyatakan konsep “mati untuk menggantikan yang berdosa” dan konsep keselamatan. Inilah pandangan pribadi saya.

Allah berfirman kepada Kain, “Apakah mukamu tidak akan berseri jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu.” Dari orang yang tidak diterima oleh Allah, yang dituntut Allah adalah perilakunya. Sedangkan bagi orang yang diterima oleh Allah, ia diterima karena imannya.

Dari pembahasan di atas dapatlah diketahui bahwa iman dan perbuatan tidak dapat dicampuradukkan. Ada orang yang memberi dalih bahwa Abraham diperkenan karena imannya dan Kain tidak diperkenan karena tidak beriman. Tetapi karena iman adalah anugerah Allah, bagaimana kita dapat mempersalahkan Kain? Pertanyaan ini sering timbul pada saat kita memberitakan Injil. Allah sudah mengetahui akan timbulnya pertanyaan tersebut, maka sejak dini Ia pun sudah memberikan pengertian di dalam wahyu-Nya dengan jelas, “Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?”

Perbuatan orang berdosa di hadapan Allah sudah tidak mungkin baik, Mereka sama sekali tidak mempunyai kehendak yang bebas untuk berbuat baik, tetapi sebaliknya mempunyai kehendak yang bebas mutlak untuk berbuat jahat. Dengan demikian, manusia yang telah dipredestinasikan untuk diselamatkan tidak dapat membanggakan jasa-jasa dan perbuatan baiknya. Manusia yang menerima hukuman kebinasaan pun tidak mempunyai alasan untuk mengelak dari pertanggungjawaban atas perbuatan jahatnya. Adapun dasar dari penghukuman adalah perbuatan. Firman Tuhan mengatakan, “Bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar.” (1 Yohanes 3:12).

Karena iri hati maka hati Kain menjadi sangat panas dan mukanya menjadi muram. Tuhan Allah segera memperingatkan dia, namun dia bukan saja tidak menyadarinya, malahan turun tangan untuk membuktikan kebiasannya dalam berbuat dosa. Kain sama sekali tidak mempedulikan wahyu Allah, dan ia lebih suka memilih kejahatan yang mengundang malapetaka bagi dirinya sendiri.

Dalam kasus ini kita dapat melihat dengan jelas bahwa manusia dapat beriman oleh karena anugerah Allah. Mereka yang tidak percaya kepada Yesus tidak akan dihukum karena tidak memiliki iman, melainkan karena perbuatannya yang jahat. Dengan demikian keselamatan berkaitan dengan iman, sedangkan hukuman berkaitan dengan perbuatan. Itulah aksioma Allah yang selaras dari awal sampai akhir. Janganlah kita mengacaukannya pada saat memberitakan Injil. Bagi orang yang percaya, Allah telah memakai darah sebagai tanda untuk mewakili substitusi bagi hidup; dan di dalam proses wahyu yang bersifat progresif, Allah telah merealisasikan arti yang terkandung di dalamnya.

WAHYU ALLAH DI DALAM KASUS ABRAHAM.

Melalui Abraham, Allah telah mewahyukan beberapa hal kepada kita. Panggilan dan pilihan dapat pada Abraham. Ia menghendaki Abraham segera meninggalkan negerinya, sanak saudaranya, dan rumah bapanya. Di dalam panggilan ini, tetap masih Allah yang berinisiatif. Selamanya bukan manusia yang mencari Allah, melainkan Allah yang mencari manusia; selamanya bukan manusia yang memanggil Allah, melainkan Allah yang memanggil manusia; selamanya bukan manusia yang terlebih dahulu memilih Allah, melainkan Allah yang terlebih dahulu memilih manusia.

Mengapa Abraham disebut sebagai “Bapa orang beriman”? Salah satu sebab adalah karena dia telah menguasai titik iman yang paling penting dalam dua hal: pertama, Allah adalah Pencipta; kedua, Allah adalah Juruselamat. Hubungannya dengan Allah bukan sekadar antara Pencipta dan ciptaan. Jika hanya demikian, apa bedanya dengan hewan dan tumbuhan? Tindakan menciptakan berarti menjadikan sesuatu dari tidak ada menjadi ada, sedangkan tindakan penebusan adalah membang-kitkan kembali seseorang yang sudah mati. 

Roma 4:17-18 mengatakan, “Seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" --di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."

Bukankah benar bahwa Allah menciptakan terlebih dahulu kemudian menyelamatkan? Tetapi di sini tertulis, “Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.” Dengan demikian, iman Abraham yang utama adalah pada penebusan, dan kedua, pada penciptaan. Hal ini memberitahu kita bahwa Abraham beriman Injil, karena kepercayaan Injili yang paling penting adalah kematian Yesus Kristus yang sanggup membuat kita diselamatkan dan dilahirkan kembali; lain dengan kaum Liberal yang menitik-beratkan pada karya penciptaan Allah dan moral manusia.

Setiap orang mengetahui dari dalam hatinya bahwa ada Pencipta, tetapi hanya sebagian kecil yang mengetahui kebenaran tentang keselamatan di dalam Yesus dan kebenaran tentang Allah yang membangkitkan orang mati. Iman seperti ini sudah ada pada Abraham sebagai bapa orang beriman. Dia mengerti bahwa Allah memegang dengan teguh setiap kata, setiap kalimat dan setiap huruf dari Firman Allah, sedemikian juga setiap janji Allah. Inilah keunikannya.

Empat ratus tiga puluh tahun setelah Abraham dibenarkan, barulah hukum Taurat diproklamasikan; demikian juga sunat dilaksanakan setelah dia dibenarkan. Dari sini terlihat bahwa iman Abraham melampaui Taurat dan segala syaratnya. 

Di dalam Roma 4:9b-10 tertulis dengan jelas, “Sebab telah kami katakan bahwa kepada Abraham, iman diperhitungkan sebagai kebenaran. Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan? Sebelum atau sesudah ia di sunat? Bukan sesudah disunat, tetapi sebelumnya.” Orang Farisi dan bangsa Israel telah menyimpang dari iman yang fundamental ini. Mereka menafsirkan Perjanjian Lama dengan Taurat sebagai pusat dan beranggapan bahwa hal menaati hukum Taurat adalah cara untuk dibenarkan. Demikian pula dengan sunat yang dipandang sebagai tanda untuk menerima janji Allah.

WAHYU ALLAH DI DALAM SEJARAH BANGSA ISRAEL.

[1]. Pemberitaan Hukum Taurat. Allah mempercayakan Firman yang kudus kepada bangsa Israel. Allah berbicara melalui Taurat dan para nabi. Firman Allah yang berbentuk tulisan dimulai dari Musa. Sejak itu, manusia memiliki catatan tentang kebenaran Allah. Hal ini sangat penting. Oleh karena theologi penginjilan didasarkan pada wahyu Allah, maka wahyu yang berbentuk tulisan menjadi suatu keharusan. Meskipun tulisan kurang mampu mengungkapkan kebenaran secara sempurna, namun Allah telah menjadikannya mungkin untuk mengembangkan fungsinya semaksimal mungkin. Sungguh, tidak ada catatan yang lebih lengkap daripada Alkitab!

Mengapa Allah memberikan hukum Taurat kepada bangsa Israel? Fungsi hukum Taurat ada dua: yang pertama adalah untuk mengenal sifat-sifat Allah, dan yang kedua adalah menyadari kelemahan diri sendiri. Taurat telah mewahyukan kesucian Allah, kemurahan Allah, dan keadilan Allah, dan melalui cermin Taurat nyata ketidak-berdayaan manusia. (Pelajarilah Roma pasal 3 dan Galatia pasal 2,3,dan 4, maka Anda akan lebih memahaminya).

[2]. Kepercayaan Monotheisme. Semua bangsa yang berada di sekitar Israel menganut kepercayaan politheisme. Umat Israel yakin bahwa yang dianut oleh bangsa lain adalah Allah juga. Salah satu pekerjaan Musa yang amat berat ialah menjernihkan konsep ini. Dia berseru kepada umatnya agar senantiasaa ingat akan nasihat ini: “Dengarlah, hai orang Israel! Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan 6:4-5). Bangsa Israel justru berulangkali jatuh di dalam hal ini.

Dalam kitab para nabi, Allah terus-menerus menegur umat Israel karena mendua hati; sambil melayani Allah juga menyembah Baal, Asytoret, patung lembu. Dalam Perjanjian Baru tidak lagi muncul perkataan yang senada, karena setelah umat Israel pulang dari pembuangan di Babel selama 70 tahun, mereka dapat meninggalkan berhala secara total dan melayani Tuhan Allah dengan segenap hati, tidak lagi berani mengulangi ulah mereka yang dulu. Itulah faedah didikan Allah, karenanya perlu dilaksanakan.

[3]. Lambang Korban Darah. Melalui sejarah Israel, Allah mewahyukan keselamatan melalui persembahan darah yang menjadi lambang untuk mengajar mereka berharap kepada Mesias yang akan datang, yaitu realitas dari lambang-lambang itu sendiri. Kristuslah Mesias yang dijanjikan untuk menggenapi rencana penebusan. 

Ketika sampai pada Perjanjian Baru dan Kristus sendiri sudah datang, bani Israel masih belum mengenal Dia sebagai Mesias yang dilambangkan dalam Perjanjian Lama. Mereka tetap lebih memegang lambang itu daripada menerima Kristus yang adalah realitas lambang. Itulah sebabnya pada waktu Yesus berkata, “Daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.” (Yohanes 6:55), banyak orang berdiri dan meninggalkan Dia. Hal ini sudah diwahyukan lebih lanjut kepada kita melalui Paulus (2 Korintus 5:21), dan juga oleh rasul-rasul yang lain.

[4]. Pemerintahan Theokratis. Inilah bentuk pemerintahan di mana Allah sendiri menjadi Raja dan memerintah umat-Nya. Di antara bangsa-bangsa yang tidak percaya dan tidak merajakan Allah, Tuhan memilih bani Israel untuk mewahyukan kerajaan-Nya yang bersifat theokratis, sehingga bangsa Israel dapat mengerti dan mematuhi kedaulatan Allah, dan Allah memerintah mereka dengan kebenaran dan keadilan, dengan kedaulatan dan kasih. Dengan ini, dunia boleh mengerti takhta Allah di dalam umat manusia dan Israel pun menjadi teladan segala bangsa yang menaati pemerintahan Allah.

Selama bangsa Israel patuh kepada ke-empat perjanjian tadi, mereka berjalan di dalam kehendak Allah; tetapi begitu mereka menyeleweng, jatuhlah mereka dalam kesukaran dan kepicikan. Adapun kehendak yang indah dan tujuan semula dari Taurat adalah supaya bangsa Israel kembali ke hadirat Allah untuk mengakui dosa mereka dengan rendah hati. Tetapi nyatanya bangsa Israel malah menganggap diri benar karena Taurat. “Kami memiliki Taurat yang membuktikan bahwa Allah adalah milik kami, bukan milik kalian, karena kalian adalah bangsa yang tidak memiliki perjanjian dan kebenaran.” Sebab itu Allah mengutus nabi-nabinya untuk menegur mereka yang telah menyalahi makna Taurat dan menuntut dosa mereka yang membenarkan diri. Dalam 2 Korintus 3 disebutkan bahwa fungsi Taurat dan kitab para nabi adalah pelayanan yang memimpin kepada penghukuman, semuanya ini berlaku di dalam lingkup Perjanjian Lama.

Ada satu hal yang sampai saat ini masih belum dipahami oleh kebanyakan orang Israel, yaitu bahwa dalam nubuat para nabi, janji tentang kedatangan Mesias merupakan inti dari berita mereka, namun bangsa Israel terlalu lamban untuk percaya. Setelah Yesus bangkit, pikiran para murid-Nya dibukakan, supaya mereka dapat mengerti Kitab Suci. “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh kitab nabi-nabi.” (Lukas 24:27). 

Dengan demikian Kristus menggenapi Perjanjian Lama dan Dia memberi pengharapan kepada manusia. Dia adalah puncak dari wahyu Allah. Sebagaimana Perjanjian Lama adalah pelayanan yang memimpin kepada penghukuman, maka pelayanan Kristus yang telah menggenapi Perjanjian Baru telah menjadi pelayan yang memimpin kepada pembenaran.

WAHYU ALLAH DI DALAM KASUS YOHANES PEMBAPTIS.

Pada titik pertemuan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yaitu di antara kedua zaman itu, ada seorang nabi yang tersendiri, yang mengakhiri periode Perjanjian Lama dan memulai operiode Perjanjian Baru. Orang itu amat penting. Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar daripada Yohanes.” (Lukas 7:28). 

Namun bersamaan dengan itu Yesus juga berkata, “Yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar daripadanya.” Mengapa demikian? Karena dialah orang terakhir yang menubuatkan tentang Kristus. “Semua nabi bernubuat hingga tampilnya Yohanes.” Dia adalah orang pertama di dalam Perjanjian Baru yang mempersiapkan kedatangan kerajaan Allah, “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan. Luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.”

Perkataan terpenting yang diucapkan oleh Yohanes Pembaptis adalah, “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.” Maka Kitab Kejadian sampai Wahyu telah diselesaikannya secara berkesinambungan, dari pakaian kulit sampai pelita, bahkan rentetan karya Anak Domba: dari dibantai, mencucurkan darah, menggantikan manusia, sampai menang dan bersinar menerangi dunia.

Dalam wahyu yang bersifat progresif. Jati diri Anak Domba semakin jelas. Kitab Kejadian pasal 3 tidak menerangkan yang disebut pakaian kulit itu terbuat dari kulit apa, dan darah yang dipakai dalam korban persembahan pun tidak jelas, entah darah lembu, domba, burung merpati atau burung tekukur. Sampai saat Musa memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, pada perayaan Paskah barulah ditentukan untuk membubuhkan darah domba jantan pada pintu rumah mereka. Kemudian tiba saatnya Yohanes menjelaskan bahwa Anak Domba yang dimaksudkan adalah Yesus Kristus. 

Lalu pada zaman Paulus (2 Korintus 5), Paulus menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Domba itu. Demikian juga sampai di Kitab Wahyu, yang dimaksud Anak Domba masih tetap Dia. Dari tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan Domba itu sampai mengetahui, bahkan mengetahui dengan jelas Domba yang mana, yaitu yang sudah disebutkan dengan nama lengkapnya.

Domba yang dipersembahkan adalah taruk (tunas) dari Daud, tunas yang tumbuh dari tanah kering, hamba Allah yang menderita, orang yang diurapi Tuhan, yang Kudus dari Allah, Yesus Kristus yang benar dan kudus. Guru yang melakukan kebaikan dan menyembuhkan penyakit. Juruselamat yang mati dan bangkit bagi manusia berdosa.

FIRMAN MENJADI MANUSIA.

Pada abad ke sembilan belas, pemikiran-pemikiran Kristen mengalami pergolakan, dan timbullah banyak aliran theologi yang berbeda-beda. Di antara aliran-aliran modern itu ada yang sangat menekankan moralitas dan etika Kristus. Ritschi membangun kerangka theologi berdasarkan filsafat moral (moral philosophy) Immanuel Kant untuk mengungkapkan Kristologi yang bersifat moral. Selain itu Schleirmacher, nenek moyang aliran Liberalisme juga menekankan sifat moral Kristus dan mengabaikan sifat keilahian-Nya. Albert Schweitzer, orang termasyhur pada abad kedua puluh, yang memiliki gelar doktor dalam bidang theologi, musik, filsafat dan kedokteran, juga mengajukan konsep yang menekankan etika.

Adolf von Harnack pernah berkata, “Kita bukan membutuhkan Kristus yang diberitakan Paulus, tetapi kita membutuhkan agama yang dianut oleh Yesus, yang dicatat di dalam keempat Injil. Kita harus meninggalkan Paulus dan kembali kepada Yesus, karena Paulus telah memberikan penafsiran yang salah tentang Yesus. Kita mau kepercayaan yang Yesus anut pada waktu Dia berada di dunia, tetapi kita tidak mau agama mengenai Yesus.”

Pada musim dingin trahun 1899-1900, murid-muridnya menerbitkan seluruh isi pidato seri Adolf von Harnack di Berlin dalam buku yang berjudul “What is Christianity?” Buku itu menekankan tiga hal: (1) Allah adalah Bapa bagi seluruh umat manusia; (b) Semua manusia adalah saudara; (c) Jiwa manusia memiliki nilai yang tak terkira. Itulah Kekristenan yang diberitakan von Harnack. Dalam filsafat Kekristenannya sama sekali tidak ada tempat bagi keselamatan.

Apakah sebenarnya yang Yesus sendiri katakan tentang maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia? “Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Lukas 19:10); “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Lukas 5:32); “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10); “Aku datang....untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” (Ibrani 10:7).

Bila tujuan kedatangan Yesus itu dihubungkan dengan Mazmur 40:7, “Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, tetapi Engkau telah membuka telingaku: korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau tuntut,” maka ucapan Tuhan Yesus di atas bukan saja berarti bahwa Perjanjian Lama sudah lewat, tetapi juga menjelaskan bahwa tubuh yang Allah sediakan bagi Kristus telah menggantikan korban persembahan yang tidak dapat tergenapi di dalam Perjanjian Lama. Moral Yesus saja tidak cukup untuk melakukan penebusan. Inilah perkataan asli dari Tuhan Yesus, suatu maklumat yang berotoritas absolut.

INJIL DI DALAM WAHYU KEPADA PAULUS : KRISTUS YANG TERSALIB

Bagaimanakah pengajaran Injil menurut rasul-rasul? Dalam 1 Korintus 1:17-18 Paulus berkata, “Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil, dan itu pun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan sia-sia. Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.” Kita mengurutkan kembali kata-kata yang terdapat pada ayat 18 supaya maksudnya menjadi lebih jelas: orang yang menganggap salib sebagai kebodohan memilih sendiri jalan kebinasaan, namun mereka yang telah mengalami kuasa salib memperoleh keselamatan.

Paulus juga berkata, “Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1 Korintus 2:2). Memutuskan untuk tidak mengetahui bukan sungguh-sungguh tidak tahu. Paulus mengetahui tentang aliran Epikurianisme, memahami Stoikisme, Gnostikisme, mengenal betul hukum Taurat, kebudayaan serta adat-istiadat Yunani-Romawi. Ia adalah seorang Farisi yang berpegang pada Taurat, pernah dididik secara ketat di bawah Gamaliel. Dia berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan Kristus yang disalibkan.

Theologi Injil Paulus berpusat pada salib yang merupakan kesinambungan dari wahyu dalam Perjanjian Lama. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Korintus 5:21). “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjkadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus (1 Korintus 5:7). Doktrin keselamatan yang diberitakan dalam surat-surat Paulus, yang dikembangkan dengan tuntas, didasarkan pada wahyu Allah.

INJIL DI DALAM WAHYU KEPADA PETRUS : ALLAH TRITUNGGAL

Definisi terbaik tentang “Orang Kristen” di dalam seluruh Alkitab terdapat di dalam 1 Petrus 1:2. Orang Kristen adalah Definisi terbaik tentang “Orang Kristen” di dalam seluruh Alkitab terdapat di dalam 1 Petrus 1:2. Orang Kristen adalah “orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya.” Allah Tritunggal dan karya setiap Pribadi telah dinyatakan dengan jelas. Petrus memulai suratnya dengan menitik-beratkan salam kepada penerima surat, dengan sebutan yang demikian lantang dan jelas, tetapi juga merupakan peringatan halus.

“Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita. Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh.” (1 Petrus 3:18). Kata-kata, “Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar” dalam ayat ini mirip sekali dengan kata-kata, “Dia yang tidak berrdosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita” dalam 2 Korintus 5:21. Bukanklah Alkitab berulangkali menegaskan tentang penebusan yang bersifat penggantian (substitusi) ini? Sedangkan mengenai “supaya Ia membawa kita kepada Allah,” penglihatan Petrus sungguh amat tuntas. Dia berkata, “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.” (1 Petrus 2:24-24).

INJIL DI DALAM WAHYU KEPADA YOHANES : ALLAH ADALAH KASIH

Dalam Injil dan surat-surat Yohanes, istilah yang sering disebut dan patut diperhatikan adalah: “kasih”, “firman”, “terang”, “hidup”, dan “iman”. “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1 Yohanes 4:9-10). 

Pernyataan ini sesuai dengan tulisan Paulus dalam Surat Roma, tentang dibenarkan oleh iman: “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.” (Roma 3:25). Jadi, jalan (korban) perdamaianlah yang telah memungkinkan kita memperoleh hidup orang benar, sedangkan iman adalah sikap orang benar yang berkenan di hadapan Allah.

INJIL MENURUT WAHYU DI DALAM SURAT IBRANI

Surat Ibrani diawali dengan memperkenalkan Kristus kepada kita: “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi.” (Ibrani 1:1-3).

Apakah yang Kristus lakukan sebelum dan sesudah dunia diciptakan? Siapakah Dia? Penulis Surat Ibrani mengisahkan kemuliaan Kristus dan kuasa-Nya yang menopang segala yang ada; juga tidak ketinggalan mengisahkan karya penyelamatan-Nya yang agung. Ia telah mengadakan penyucian dosa manusia. Yang diharapkan dan dinantikan serta ditunjuk sejak dulu oleh hukum Taurat dan para nabi adalah Kristus. Firman yang telah menjadi manusia; demikian pula jalan yang telah diratakan melalui hidup para rasul Perjanjian Baru juga tertuju kepada Tuhan Juruselamat. Semua ini telah digenapkan di dalam diri Yesus.

“Hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” (Ibrani 9:22) “Demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.” (Ibrani 9:28) “Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa.” (Ibrani 10:4)

Dalam Surat Ibrani terdapat banyak pengajaran mengenai penebusan. Pengarangnya menjelaskan bahwa realitas yang dilambangkan oleh Taurat dan darah adalah Kristus. Perjanjian Lama dibangun dengan darah lembu dan domba, sedangkan Perjanjian Baru didirikan oleh Pribadi Kedua Allah Tritunggal; melalui darah-Nya, yakni Yesus Kristus yang datang sendiri bersalut daging dan darah manusia.

Selain itu. Sdurat Ibrani masih mencatat satu hal yang hanya satu kali muncul dalam seluruh Alkitab, “Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup. Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama.” (Ibrani 9:14-15).

Keselamatan yang telah digenapkan Kristus memiliki khasiat yang melampaui sejarah. Ayat 14 diawali dengan istilah ”kekal” dan diakhiri dengan “hidup kekal”; medium yang digunakan untuk mempersembahkandiri adalah ”Roh yang kekal” dan obyek pelayanan mereka yang ditebus adalah “Allah yang hidup (kekal)” Mengapa persembahan Kristus memiliki khasiat yang kekal? Karena meskipun Dia menjadi manusia untuk sementara waktu, namun Dia mempersembahkan diri sebagai korban dengan Roh yang kekal; dengan demikian, orang yang telah memperoleh keselamatan dapat melayani Allah yang hidup.

Ibrani 9:15 mengandung makna yang amat dalam. Kristus bukan saja diperlihatkan sebagai Pengantara, bahkan kata “kekal” muncul untuk kali yang ketiga. Anda dan saya adalah orang-orang yang hidup setelah Kristus menggenapkan karya keselamatan-Nya, yang telah kita saksikan di Bukit Golgota. 

Tetapi, janganlah lupa bahwa Abraham, Ishak, Yakub. Ayub, Yesaya, dan banyak lagi orang-orang saleh dalam Perjanjian Lama, ketika mereka hidup belum pernah ada orang yang mati untuk menggantikan mereka. Sebab itu mereka hanya dapat berkata, “Aku berharap dengan ima n akan Kristus yang menderita kematian bagiku.” Setelah Kristus menggenapkan keselamatan, pengampunan dosa pun mulai berlaku! Tetapi di sini disebutkan: khasiat pengampunan-Nya bukan hanya berlaku untuk menyucikan orang-orang yang kemudian, namun juga sanggup menyucikan orang-orang yang dahulu.

Detik di Golgota ini berkaitan dengan kekekalan. Jasa Kristus di atas kayu salib berasal dari rencana Allah yang kekal dan berfungsi bagi segala zaman. Dia adalah Alfa dan Omega itu sendiri. Karena itulah seluruh sejarah berada di bawah kuasa-Nya.

INJIL DI DALAM WAHYU KEPADA YAKOBUS

Martin Luther mempertimbangkan dari segi dibenarkan karena iman dan berpendapat bahwa Surat Yakobus tidak memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam kanon Alkitab, karena di dalam seluruh surat tersebut tidak disinggung tentang darah Yesus dan kayu salib. Juga tidak dibicarakan tentang Kristus yang telah memperdamaikan Allah dengan manusia dan soal pengampunan dosa. Tetapi sebenarnya surat Yakobus masih memiliki sifat Injil. 

Dalam Yakobus 1:21 tertulis, “Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.”

MENGURAIKAN INJIL MELALUI KITAB WAHYU

“Maka menangislah aku dengan amat sedihnya, karena tidak ada seorangpun yang dianggap layak untuk membuka gulungan kitab itu ataupun melihat sebelah dalamnya. Lalu berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: "Jangan engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya." (Wahyu 5:4-5). Rasul Yohanes yang menulis Kitab Wahyu sekali lagi menjelaskan di sini siapakah Mesias yang dimaksud oleh hukum Taurat dan para nabi. “Singa dari suku Yehuda” terkait dengan nubuat Yakub; dan “tunas Daud” terkait dengan “tunas Daud” yang disampaikan dalam berita semua nabi.

Yohanes memperhatikan dengan seksama, “Maka aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi. Lalu datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab itu dari tangan Dia yang duduk di atas takhta itu.” (Wahyu 5:6-7)

“Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa.” (Wahyu 5:9)
“Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: "Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!" (Wahyu 5:13)


Yang mula-mula diperkenalkan oleh tua-tua adalah singa. Tetapi ketika Yohanes mengamati, yang muncul adalah domba, yang mermpunyai tanda pernah disembelih. Itulah proses Kristus yang menanggung penyakit dan memikul kejahatan kita, namun kitalah yang memperoleh keselamatan dan kesembuhan. Kristus yang sudah disembelih sudah mengalami kemenangan atas kematian dan Dia berkata, “Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci kerajaan maut.” (Wahyu 1:18).

Puji Tuhan, Kristus adalah Anak Domba yang tersembelih yang disebutkan dalam nubuat. Kristus adalah juga Mesias yang dinubuatkan para nabi. Perjanjian Baru telah membuktikan Perjanjian Lama, doktrin keselamatan yang diwahyukan dalam Surat Roma, Galatia, Ibrani, dan seterusnya bersifat konsisten. Kebenaran dari theologi penginjilan adalah kunci untuk memperoleh keselamatan.
https://teologiareformed.blogspot.com/
SUMBER :
Nama Buku : Theologi Penginjilan
Sub Judul : Pendahuluan – Bab I : Injil Di Dalam Wahyu
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2013
Halaman : 3 – 31
Next Post Previous Post