4 MACAM DUKACITA YANG KUDUS ORANG KRISTEN

Pdt. DR. Stephen Tong

PENGUDUSAN EMOSI
4 MACAM DUKACITA YANG KUDUS PADA ORANG KRISTEN
PENDAHULUAN

Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus. (Imamat 11:44a

Dalam filsafat Gerika (Yunani) dipahami bahwa kelakuan manusia selalu dikendalikan oleh kehendak, dan kehendak dikendalikan oleh emosi, sedangkan emosi dikendalikan oleh rasio. Jadi menurut pemikiran Gerika, dengan berdasarkan rasionya yang otonom, seorang manusia mampu menjalankan kehidupan yang baik. 

Tetapi kita melihat ada banyak kelemahan dalam teori ini; salah satunya ialah asumsi bahwa rasio manusia itu netral dan dapat dijadikan sebagai penuntun tertinggi seseorang dalam hidupnya. Jelas pemikiran ini tidak sesuai dengan kenyataan hidup yang menyaksikan cacat yang parah dalam aspek kehendak, emosi, maupun rasio manusia, sebagai akibat kejatuhan manusia dalam dosa.

Karena itu, jika tidak dipimpin oleh Roh Kudus, bukan saja kehendak dan emosi akan menyeleweng, tetapi rasionya pun akan menjadi dasar yang tidak memiliki standar, dan mengakibatkan kerusakan dalam seluruh tingkah laku dan kehidupan manusia. Di sinilah signifikasi theologi dan etika Kekristenan yang melampaui semua kebudayaan manusia, yang menegaskan kabar baik ini bagi kita, yaitu: Allah telah memberikan Roh Kudus untuk memimpin semua orang yang telah diperanakkan (dilahir-barukan) oleh-Nya.

Salah satu pekerjaan Roh Kudus yang terpenting selain mencerahkan kita, memperanakkan kita, dan bersaksi dalam hati kita bahwa kita anak-anak Allah, adalah memimpin dan menguduskan kita dalam seluruh perjalanan hidup kita mengikut Tuhan.

Pengudusan ini mencakup membawa rasio kita kembali dalam kesetiaan pada firman Tuhan, membersihkan hati kita untuk senantiasa jujur dan murni di hadapan Tuhan, serta menguduskan emosi kita dalam setiap pergumulan dan pencobaan yang kita hadapi dalam hidup kita. Pengudusan emosi ini sangat krusial karena secara pasti akan mengakibatkan kesuksesan atau kegagalan hidup kita sebagai seorang Kristen.

Mengapa Kain membunuh Habel? Mengapa Abraham berbohong? Mengapa Saul berusaha membunuh Daud? Mengapa Daud berzinah? Mengapa Salomo jatuh dalamn dosa karena berpoligami? Semua ini disebabkan karena kerusakan dan kenajisan dalam emosi. Karena itulah, pengudusan emosi merupakan salah satu aspek kerohanian anak-anak Tuhan yang tidak boleh diabaikan. Inilah juga sebabnya buku ini diterbitkan.

Kiranya Tuhan berkenan memakai pembahasan dalam buku ini untuk menolong kita yang telah disebut sebagai orang kudus untuk benar-benar memiliki hidup yang kudus.
-------------------------------------------------------------------
Bab 1 : DUKACITA YANG KUDUS

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” (Matius 5 : 3-4)

“Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.”(1 Yohanes 1 : 7).
--------------------------------------------------------------
Apakah orang Kristen masih memiliki emosi kesedihan setelah menerima Tuhan Yesus? Bukankah kita sering kali mendengar orang mengatakan: “Mari kita percaya kepada Tuhan, maka kita akan senantiasa bersukacita, mendapatkan damai sejahtera, dan tidak akan mengalami dukacita lagi.” Di dalam banyak kesempatan, orang sering kali menekankan aspek yang sangat positif kepada orang lain dan melupakan aspek negatif yang juga tercantum dalam Alkitab. Di dalam Seminar Pembinaan Iman Kristen yang membahas tema “Dinamika Pimpinan Roh Kudus,” saya berkata bahwa banyak orang Kristen mengetahui pimpinan Tuhan yang bersifat positif, tetapi tidak pernah mengetahui adanya pimpinan Tuhan yang bersifat negatif.

Pada satu kesempatan di Amerika Serikat, dalam sebuah persekutuan yang terdiri dari 37 orang Doktor, sebelum berkhotbah saya meminta setiap peserta membagikan secara singkat kisah pengalaman hidupnya yang paling berkesan. Satu per satu peserta tersebut bercerita sekitar satu menit sampai semua mendapat giliran. Ada yang mengatakan bagaimana Tuhan memimpin dia ke Amerika Serikat, ada yang dipertemukan dan dipersatukan dengan isterinya, ada yang baru naik gaji, dan lain-lain. 

Lalu saya bertanya kepada mereka, bagaimana jika Tuhan memimpin dia ke Afrika, bukan ke Amerika? Bagaimana jika Tuhan tidak mempertemukan dia dengan isterinya? Bagaimana kalau gajinya diturunkan? Apakah masih tetap berseru: Puji Tuhan! Apakah masih bisa tetap bersyukur akan pimpinan Tuhan? Ketika mendengar berita bahwa orang tua kita meninggal, apakah kita masih bisa bersyukur? Bagaimana kita berespon terhadap kondisi dan situasi seperti ini? Apakah kita mengatakan bahwa semua itu bukan pimpinan Tuhan? Saat itu semua peserta menjadi tercengang, mereka tidak tahu apa yang mereka harus katakan.

Inilah pola kerohanian orang Kristen pada umumnya. Kerohanian kita biasanya hanya memuji Tuhan dan bersyukur kepada Tuhan pada saat kita mendapatkan keuntungan, saat kita dalam keadaan lancar dan sukses, bertambah berkat dan bertambah karunia. Tanpa kita sadari, kita telah tercemar oleh ajaran Theologi Sukses. Tanpa kita sadari, kita telah tercemar oleh pengajaran yang hanya menekankan satu aspek dan mengabaikan aspek-aspek yang lain. 

Dari lebih dari 40 presiden Amerika Serikat, yang paling menonjol berasal dari keluarga yang paling miskin. Dari Puluhan komponis besar dunia dan semua ilmuwan yang sukses di dunia, beberapa diantara mereka yang paling menonjol justru berasal dari keluarga yang miskin dan hidupnya sangat susah.

Sejarah membuktikan bahwa anugerah Allah tidak dapat diukur dengan uang. Anugerah Tuhan juga tidak boleh diukur dengan segala kesehatan atau berbagai ukuran keunggulan yang bisa dihitung dengan angka tabungan di bank. Berkat Tuhan terkadang diberikan melalui kesulitan-kesulitan dan kerelaan kita untuk bertemu dengan berbagai tantangan dan penderitaan. 

Kita memang tidak menginginkannya, tetapi justru ada berkat terselubung di balik penderitaan dan kesengsaraan yang kita alami, di mana semua kejadian tersebut menjadi suatu kuasa yang meledakkan kita keluar dari keterbatasan-keterbatasan sia-sia yang selama ini membelenggu kita. Dengan demikian kita boleh mengalami pimpinan Tuhan dan anugerah Tuhan yang melampaui hikmat manusia. Itulah sebabnya kita membutuhkan pengudusan emosi (sanctification of emotion).

APA ITU KEKUDUSAN

Dalam banyak filsafat Dunia, kekudusan sering kali dimengerti sebagai sesuatu yang tabu, sesuatu yang begitu besar, yang menakutkan dan misterius, seperti dalam filsafat agama Rudolf Otto. Jika dikatakan, “Ini Tempat Kudus,” apa itu berarti memiliki kekudusan moral? Belum tentu. Ada konsep pemikiran primitif di Afrika yang menganggap seorang gadis belum boleh dikatakan suci sebelum dia disetubuhi oleh dukun mereka. Kalau seorang gadis perawan belum ditiduri oleh pemimpin agamanya, maka dia dianggap belum suci. Inikah kesucian? Maka kita bisa mengerti bahwa di dunia konsep kesucian bisa sedemikian rusak. Kesucian manusia bisa sedemikian berbeda dari konsep Alkitab, sehingga manusia berjalan sekehendak hatinya, bagaikan domba yang tersesat.

Yang disebut “kedasyatan” (awfulness), yaitu sesuatu yang tidak kita mengerti, yang sedemikian kita kagumi, yang kita takuti, dikaitkan dan dimengerti sebagai kekudusan. Bagi penganut Hinduisme, dewa yang paling ditakuti justru adalah dewa yang membinasakan, yaitu dewa Syiwa, bukan dewa yang menyelamatkan. Dewa ini ditakuti karena memiliki kuasa membinasakan. Maka dewa yang sangat menakutkan itu digambarkan sebagai dewa kekudusan.

APA KATA ALKITAB TENTANG KEKUDUSAN ?

Konsep “Kekudusan” di dalam Alkitab sangat berbeda dari pemikiran dunia tentang kekudusan. Pertama kali Alkitab dalam Perjanjian Lama membicarakan kekudusan adalah ketika Tuhan bertemu dengan Musa dan berkata: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus” (Keluaran 3 : 5). Kata kudus inilah yang dimengerti sebagai suci, dan dalam bahasa Ibrani adalah “Qadosh”.

Kekudusan dimulai dengan mengenal dan berjumpa dengan Tuhan. Kekudusan dimulai dengan mengenalnya sebagai sifat Allah. Inilah permulaan dari konsep kekudusan. Kita memerlukan kekudusan, dan kekudusan itu dimulai dari Allah. Kita dikuduskan oleh Allah. Alkitab mencatat bahwa hanya ada tiga hal yang dapat menguduskan kita, yaitu: Darah Yesus, Firman Tuhan; dan Roh Kudus,

Tidak ada hal lain yang dapat menyucikan kita selain ketiga hal ini. Oleh darah Tuhan Yesus dosa kita dihapuskan; oleh Firman Yuhan kita dibersihkan dari semua konsep, semua pemikiran dan kelakuan yang salah, dan dibawa kembali kepada kebenaran; dan oleh Roh Kudus kita diberi suatu dorongan dan pengudusan dengan memberikan hidup yang baru. Selain ketiga hal ini, tidak ada sumber dan daya yang bisa menguduskan kita.

ORANG KRISTEN DAN PENGUDUSAN

Orang Kristen secara status dikuduskan oleh Tuhan. Kita dikuduskan secara status pada hari kita menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Tetapi secara kondisi setiap hari kita masih perlu menyesali dosa dan bertobat. Kita perlu setiap saat hidup dekat dengan Tuhan dan memohon Firman Tuhan mencerahkan hati kita. Kita perlu setiap hari memohon Yesus Kristus membersihkan jiwa kita. 

Pembersihan oleh Yesus Kristus dengan darah-Nya dalam 1 Yohanes 1:7 dituliskan dengan format present continuous tense, yang berarti suatu pembersihan yang terus menerus. Sebagaimana Tuhan ada di dalam terang, maka demikianlah darah-Nya menyucikan kita dari segala dosa. Proses penyucian itu terjadi terus menerus. Jika kita hidup dalam dosa, berada dalam kegelapan, lalu kita berpura-pura dan menjadi munafik, maka kita tidak mungkin dibersihkan dari dosa-dosa kita oleh Tuhan. Pembersihan ini bersifat present continuous tense, suatu tindakan aktif mau membersihkan terus menerus.

Ilustrasi terbaik untuk menggambarkan pembersihan terus menerus ini adalah seperti kerja kedipan mata manusia. Mata kita selalu berkedip secara periodik untuk membersihkan lensa mata kita dari segala kotoran. Mata kita berkedip secara otomatis, tidak peduli apakah pada saat itu kita sedang memperhatikan sesuatu atau tidak. Kedipan itu bisa banyak 12 hingga 20 kali setiap menit. Kedipan ini sangat penting untuk memberikan suatu pelumasan pada mata. Mata kita perlu senantiasa bersih untuk bisa melihat dengan jelas. 

Dan pembersihan itu harus berjalan secara terus menerus dengan memberikan pelumasan pada mata. Lubrikasi (pelumasan) yang paling baik bukanlah pelumasan pada mesin, tetapi pelumasan pada mata manusia. Inilah pelumas yang diciptakan oleh Tuhan. Air mata manusia merupakan suatu komposisi cairan yang sedemikian istimewa dan sangat bernilai, oleh karena itu, janganlah sembarangan menangis. 

Kalau sampai mata kita rusak dan membutuhkan air mata buatan, kita baru sadar bahwa air mata buatan yang baik mutunya, ternyata harganya sangat mahal. Itu pun belum bisa mencapai kualitas air mata yang asli, air mata yang Tuhan ciptakan. Pada saat itu kita baru sadar, bahwa pada saat kita menangis kita sedang membuang-buang banyak anugerah air mata yang mahal sekali harganya. Pelumasan air mata ini merupakan suatu karya yang luar biasa untuk membersihkan sebuah lensa.

Tuhan memberikan air mata secara proporsional. Jumlahnya tepat untuk membersihkan mata, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Bisa dibayangkan kalau terlalu banyak air mata dikeluarkan setiap kali kedipan, maka mata kita akan “kebanjiran.” Sering kali kita berfikir jika kita menerima sangat banyak anugerah, itu menguntungkan kita. 

Kita terkadang berpikir semua yang banyak itu baik. Kalau air mata Anda terlalu banyak dan mata Anda berlinang-linang setiap saat, tentu orang akan enggan menikah dengan anda. Kalau kita berfikir: ”Puji Tuhan, air mata itu mahal, dan saya diberi dua liter.” itu bukan Puji Tuhan, karena hal sedemikian tidaklah perlu dan justru tidak tepat. Melalui kedipan dengan air mata pembersih ini, dan bisa kita pergunakan sampai berpuluh-puluh tahun.

Seluruh proses kedipan ini pun berjalan secara otomatis. Jika kita setiap kali harus memerintahkan mata kita untuk berkedip, maka sangat mungkin mata kita akan kekurangan pembersih, dan kita tidak bisa bekerja apa-apa, demi untuk mengatur kedipan mata kita. Maka, Tuhan membuat mata kita berkedip terus menerus secara otomatis. Itulah yang disebut sebagai present continuous tense. Itulah pekerjaan yang dikerjakan terus menerus di dalam masa kini. Demikian pengertian kita tentang darah Kristus yang menyucikan kita.

KOMUNIKASI SALIB

Setelah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan dibasuh dengan darah-Nya untuk menjadi orang yang berstatus kudus, maka sejak saat itu kita menjadi milik Kristus. Jika kita hidup dalam terang, hidup di dalam kejujuran, hidup di dalam ketulusan dan motivasi yang murni, tidak mungkin kita tidak diampuni pada saat kita terjatuh ke dalam dosa. Terkadang kita memiliki pikiran yang jahat dan motivasi yang mulai menyeleweng. Pada saat itu kita harus bertekad untuk tidak hidup di dalam kegelapan. Kita harus sesegera mungkin berdoa memohon Tuhan membersihkan dan mengampuni dosa kita. 

Jika kita bersalah terhadap istri atau suami, anak atau ayah, pegawai, atau siapapun, dan terus menerus kita tutup-tutupi dan sembunyikan, maka kita telah menipu diri sendiri, dan mulai membengkokkan diri dan memakai cara-cara untuk mengampuni diri. Tindakan dosa seperti ini tidak akan diampuni. Jikalau kita hidup di dalam terang sebagaimana Tuhan berada di dalam terang, maka kita bersekutu dengan Tuhan di dalam terang dan darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa kita. Ini adalah suatu hubungan atau komunikasi yang bersifat salib (the communication of the cross).

Apa yang dimaksud dengan “Komunikasi yang bersifat salib”?

Jika kita berada di dalam terang, maka “kami” dan “kami” bersekutu. Artinya, sesama anak-anak Tuhan, sesama manusia ini akan bisa bersekutu di dalam terang. Ini merupakan komunikasi horizontal. Jika kita berada di dalam terang, maka Allah, yang adalah terang, akan bersekutu dengan umat-Nya yang juga berada di dalam terang. 

Ini merupakan komunikasi vertikal. Gabungan kedua komunikasi horizontal dan vertikal ini membentuk format salib. Inilah komunikasi yang bersifat salib. Mengapa antara orang Kristen dan orang Kristen lain tidak bisa berdamai? Itu karena adanya dendam yang tidak disisihkan. Masih ada kegelapan yang terpelihara dan tidak dibersihkan. Dosa kita tidak akan diampuni jika kita masih menyembunyikan dalam kegelapan.

Jika kita hidup di dalam terang, kita bersekutu satu terhadap yang lain. Di manakah terjadi batas dari gabungan cahaya lampu yang datang dari sebelah kiri saya dan cahaya lampu dari sebelah kanan saya? Jawabnya: Di mana-mana. Tidak ada titik khusus yang menggabungkan keduanya, dan tidak ada titik yang tidak menggabungkan pertemuan keduanya. Inilah persekutuan. Tanpa batas dan tanpa garis tepi. 

Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Ini terjadi terus menerus dan secara otomatis membersihkan kita. Maka pengudusan kita harus meliputi; pengudusan pikiran, pengudusan emosi, dan pengudusan kemauan kita.

Tiga unsur di atas merupakan tiga unsur dasar pembentukan pribadi manusia. Ketiga unsur ini merupakan unsur pembentukan pribadi yang paling hakiki. Kita bisa berfikir, kita bisa mengasihi, dan kita bisa mengambil keputusan. Itulah tiga unsur yang paling dasar di dalam pribadi kita. Jikalau pikiran kita dipenuhi oleh Firman, emosi kita diselaraskan dengan emosi Tuhan (mencintai yang dicintai Tuhan, membenci yang dibenci Tuhan), dan kemauan kita pimpin oleh kehendak dan rencana Tuhan, maka kita berjalan di dalam pimpinan Roh Kudus. 

Inilah yang dituntut oleh Theologi Reformed. Kita harus berfikir menurut pikiran Allah, merasa menurut perasaan Allah, mengasihi apa yang Allah kasihi dan membenci apa yang Allah benci, dan bertindak menurut tindakan dan pimpinan Roh Kudus. Dengan demikian kita bisa hidup sesuai dengan rencana Tuhan. Inilah kehidupan Kristen yang diajarkan oleh Theologi Reformed.

Memang tidak mudah bagi seseorang untuk bisa mencapai hal ini. Tidak seorangpun yang dapat dengan mudah melaksanakan kehidupan seperti ini. Namun hal ini harus kita perjuangkan, apalagi bagi seorang pemimpin, karena sebagai pemimpin dia akan dituntut lebih berat, dia harus lebih berusaha mengoreksi diri, berusaha menjalankan apa yang diajarkan atau dikhotbahkan, supaya kuasa itu tetap berada dan mengalir dari mimbar kepada setiap orang yang menerimanya.

Saya selalu bertanya di dalam hati saya, “Adakah orang yang saya benci?” Pikiran-pikiran seperti ini menuntut koreksi diri. Saya tidak boleh membenci seorang pun. Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Secara otomatis darah itu membersihkan kita. Pembicaraan kita ini difokuskan pada pengudusan emosi kita, yang nanti akan dilanjutkan dengan dukacita Kristen, sukacita Kristen, dan tema-tema yang lain. Semuanya berada di bawah tema utama “Pengudusan Emosi.”

Manusia mempunyai emosi. Kita bisa mengasihi, kita bisa membenci, kita bisa iri hati, kita bisa dengki dan dendam. Kita bisa marah, kita bisa sabar.

Ini adalah aspek emosi dan berbagai ekspresi yang ditimbulkannya. Tetapi bagaimana kita bisa menjaga emosi kita, supaya kita bisa tetap kudus? Sehingga ketika kita mencintai, kita mencintai dengan cinta yang kudus. Kalau kita sedih, kita bisa sedih yang kudus. Kalau kita senang, kita senang yang kudus. Jika kita benci, kita bisa benci yang kudus. Jika kita marah, kita bisa marah yang kudus. Memang sangat tidak mudah. Tetapi Tuhan kita telah menjadikan diri-Nya sebagai teladan bagi kita.

Tuhan kita adalah Tuhan yang memiliki emosi. Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh dengan kasih. Apakah artinya “penuh dengan kasih?” Jikalau kamu mencintai seseorang, kamu akan selalu mengingat dia, selalu ingin dekat dengan dia, selalu ingin berbicara dengan dia. Itulah cinta. Cinta yang kudus adalah cinta dari Tuhan. Cinta yang najis adalah cinta dari setan. Sama-sama cinta, tapi berbeda. 

Apa bedanya cinta dari seorang yang betul-betul mencintai kekasihnya dengan cinta seorang pelacur? Cinta pelacur adalah cinta yang najis, karena dia tidak murni di dalam cinta kasih yang kudus. Yang diinginkannya adalah imbalan, uang, dan berbagai hal lainnya, dan yang dipermainkan adalah seks dan cinta berahi. Dia bukan dikuasai oleh cinta yang kudus. Cinta yang kudus membangun pribadi, cinta yang najis merusak kerohanian. Cinta yang kudus membangkitkan gairah hidup, sementara cinta yang najis menghancurkan hari depan.

Jika para pemuda pemudi tidak bisa membedakan hal ini, berbahayalah mereka. Jika keluarga-keluarga tidak bisa membedakan hal ini, berbahayalah mereka. Cinta yang kudus adalah cinta yang membangun, mempersatukan, mengutuhkan, menyempurnakan, membangkitkan iman, membangkitkan gairah, dan membangkitkan kekuatan pribadi yang masih terpendam. 

Dengan cinta yang kudus, kata-kata seseorang bisa membangun orang, mendorong orang untuk maju, menjadikan orang yang malas menjadi rajin, dan membangkitkan orang yang kecewa menjadi penuh pengharapan. Itulah sebabnya kita sangat memerlukan cinta yang kudus. Kita sangat perlu emosi yang dikuduskan. Dan di antara emosi yang dikuduskan, salah satunya adalah “Dukacita yang Kudus.” Inilah tema pertama yang akan dibahas dalam rangkaian tema besar “Pengudusan Emosi” ini.

DUKACITA YANG KUDUS

Dukacita yang kudus berarti kesedihan yang sesuai dengan kesedihan Tuhan. Jika seorang bertanya, Apakah di sorga masih ada kesedihan?” Jawabnya :”Ada.” Bahkan kesedihan itu ada selama-lamanya. Kesedihan sorgawi itu adalah kesedihan dari Tuhan Allah. Allah di sorga bersedih melihat manusia yang berdosa di dunia ini. Ketika kita sudah diselamatkan dan berada di sorga, apakah kita masih sedih? Ya, kita masih memiliki semacam kesedihan, yaitu sedih memikirkan mengapa ketika kita berada di dunia dulu, kita tidak sepenuhnya taat kepada Tuhan. Kesedihan yang Kudus atau kesedihan Tuhan ini merupakan kesedihan yang harus ada.

Alkitab mencatat ada 4 (empat) macam DUKACITA yang kudus yang harus ada pada orang Kristen.

1. DUKA CITA KARENA MEMBENCI DOSA


Kesedihan yang pertama-tama ada ketika manusia berdosa bertobat adalah kesedihan karena membenci dosa. Kesedihan ini muncul ketika Roh Kudus menanamkan perasaan yang baru di dalam hati seseorang. Memang konsep ordo salutis di dalam pemikiran Theologi Reformed berbeda dari pemikiran Injil pada umumnya. Orang injili biasa berkata :

”Bertobatlah kamu, maka kamu akan dilahirkan kembali.” Tetapi orang Reformed akan mengatakan: “Jika tidak ada kelahiran kembali yang terlebih dahulu diberi oleh Roh Kudus, bagaimana seseorang bisa sedih akan dosa dan bertobat?” Dengan demikian, kita mengerti bahwa Roh Kudus telah bekerja terus menerus di dalam hati manusia, sampai suatu saat Firman Tuhan mengakibatkan kesadaran di dalam hati manusia sehingga ia dapat menjadi sedih dan menangis karena dia telah berdosa. Itu terjadi karena kita sudah mendapatkan hidup yang baru, yang bisa sedih karena dosa. Itu berarti, dilahirkan kembali terlebih dahulu, baru bertobat.

Dalam pemahaman orang yang belum mengenal Firman Tuhan, pertobatan dimengerti : saya salah, saya menyesali dosa dan bertobat. Inilah yang dipikirkan manusia pada umumnya sebagai suatu pertobatan. Dia merasa berdosa, lalu dia datang kepada Tuhan dan menyesali dosanya. Maka dia dikatakan bertobat. Ini adalah pikiran manusia umum yang sudah dicemari oleh dosa. Tetapi Firman Tuhan menunjukkan bahwa banyak orang yang menjadi sedih, susah, karena takut akan hukuman. 

Orang yang tidak takut hukum pasti akan mencari pengacara untuk membela dosanya dengan menggunakan uangnya. Jika orang kaya memakai uang untuk membela dosanya, maka dosanya berlipat ganda dihadapan Tuhan. Jangan kira ketika kamu sudah menang di pengadilan, maka kamu sudah luput dari pengadilan Tuhan. Tuhan tidak menerima suap, dan tidak menghargai uangmu. Tuhan adalah Tuhan yang adil, yang menebusi hati sanubari manusia hingga tuntas, dan tidak ada seorangpun yang bisa menutup diri sedemikian rupa sampai bisa bersembunyi dari hadirat Tuhan.

Itu sebabnya, pengertian orang biasa tentang pertobatan berbeda dari pengertian orang Reformed. Orang biasa mengerti pertobatan sebagai suatu penyesalan. Penyesalan karena semua upaya untuk membela diri sudah gagal, pengacaranya sudah kalah dan sudah ketahuan kesalahannya. Jadi dia sedih karena dihukum. Tetapi ini bukanlah pertobatan. Ini hanya takut akan hukuman, takut kesusahan dan penderitaan akibat murka dari keadilan yang harus dijatuhkan kepada dia yang berdosa.

Pertobatan sejati adalah pekerjaan Roh Kudus di dalam hati manusia yang membuat kita sadar bahwa kita sudah melukai hati Tuhan. Pertobatan adalah karena Tuhan membuat kita sadar bahwa kita telah menyakiti dan menyedihkan hati Tuhan. Pertobatan sejati adalah akibat pekerjaan Roh Kudus, bukan suatu penyesalan karena harus menerima hukuman.

Jika kesalahan yang mendatangkan hukuman itu mendatangkan ketakutan, itu bukanlah pertobatan. Itu merupakan normalisasi fungsi hati nurani. Pada saat kedua anak Harun dihanguskan oleh api Tuhan, hari itu adalah hari di mana kedua anak itu baru saja dilantik sebagai iman untuk melayani bait Allah. Pada hari itu, mereka begitu ceroboh, menggunakan api biasa untuk mempersembahkan korban. Peristiwa itu telah membuat Tuhan Allah marah dan menghanguskan kedua anak laki-laki itu. 

Bayangkan jika kedua anak lelaki kita pada suatu hari ditahbiskan menjadi pendeta, dan pada hari pelantikan itu, Tuhan menurunkan api dari sorga untuk menghanguskan kedua anak tersebut, tentu kita bisa membayangkan perasaan hati kita saat itu. Itulah yang dirasakan oleh Harun. Itu suatu musibah dan aib besar, suatu perasaan malu yang luar biasa. Tetapi melalui Musa Tuhan berkata kepada Harun: ”Janganlah bersedih akan kematian mereka, tetapi bersedihlah karena dosa mereka.” (Im 10 :6 dst). inilah pertama kalinya Alkitab dengan tajam membedakan antara kesedihan yang kudus dan kesedihan yang tidak kudus.

Kita sangat sedih karena uang kita hilang, atau kita sedih karena kita ditipu atau dirugikan. Tetapi anehnya, hanya sedikit orang yang sedih ketika uang orang lain hilang, atau kita tidak sedih kalau kita merugikan orang lain. Jadi kita harus membedakan kesedihan karena kerugian, dan kesedihan karena dosa. 

Jadi, pertobatan yang sejati dari Tuhan adalah kesedihan bukan karena kita takut dihukum, tetapi karena kita tahu bahwa kita telah berbuat salah melanggar hukum Tuhan Allah, dan telah mempermalukan nama Tuhan. Pada saat itu, Roh Kudus menyadarkan kita bahwa kita tidak boleh mempermalukan nama Tuhan dan Roh Kudus menegur kita, sehingga kita bertobat. Inilah kesedihan yang kudus. Kesedihan yang kudus membawa manusia kepada pertobatan.

Itu sebabnya Theologi Reformed begitu mendalam mengungkap sesuatu, karena mereka telah melihat sampai ke inti Firman Tuhan sedalam-dalamnya.

Tanpa kelahiran kembali, tanpa emosi yang dikuduskan oleh Tuhan, tidak ada orang yang mengerti apa itu pertobatan. Jangan kamu menerima Theologi Reformed hanya ikut-ikutan, apalagi ikut-ikut saya, tanpa mengerti apa itu Theologi Reformed yang sesungguhnya. Kita perlu belajar dan mengerti dengan mendalam, sehingga iman dan pengertian kita akan Firman Tuhan dipertumbuhkan.

Ada orang mengatakan bahwa dia sudah mempunyai kartu baptisan dari Gereja Reformed, dan sekarang tidak merasa perlu untuk datang berbakti secara rutin. Dia merasa sudah mahir, sudah mengerti Firman Tuhan, sehingga tidak merasa perlu untuk mengikuti kebaktian setiap minggu. Saya memberitakan Injil, melayani Firman berpuluh-puluh tahun, tetapi sampai sekarang saya masih merasa kurang dan dangkal dalam mendalami Firman Tuhan. 

Biarlah kita selalu rendah hati, sadar bahwa pengertian Firman Tuhan begitu mendalam, yang masih belum mampu kita gali sepenuhnya. Biarlah kita senantiasa mau belajar. Celakalah orang yang baru tahu dan mengerti sedikit sudah merasa dirinya hebat dan mengetahui segala hal, lalu mau melayani. Saya senang kalau orang mau giat melayani, tetapi perlu sambil melayani, mau rendah hati belajar, bukan melayani dengan merasa sudah hebat dan tidak perlu belajar lagi.

Kekudusan emosi merupakan hal yang sangat penting, karena mempengaruhi semua aspek hidup kita. Setiap hari kita menggunakan fungsi emosi kita, sebagai salah satu elemen mendasar yang Tuhan tanam dalam hati kita. Pertobatan adalah akibat pekerjaan Roh Kudus. Pertobatan merupakan suatu fenomena bahwa kamu sudah menerima kelahiran baru. Pertobatan juga adalah hasil dari Firman Tuhan yang telah ditanam di dalam hatimu, sehingga sekarang mulai tumbuh tunasnya.

Mengapa Yesus berkata:”Berbahagialah orang yang berdukacita”? Mengapa Tuhan Yesus mengatalan “Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Tuhan” (Ing : poor in spirit)? Jika kamu merasa miskin secara rohani berbahagialah. Jika kamu merasa kaya secara rohani, celakalah kamu. Orang yang merasa sudah kaya dan cukup, adalah orang miskin; orang yang merasa diri miskin secara rohani mungkin bisa diberikan kekayaan rohani oleh Tuhan. Tuhan selalu memberikan kalimat-kalimat yang berbeda dari apa yang dipikirkan manusia.

Saya terkadang heran sekali. Ada orang-orang yang telah lulus sekolah theologi, tidak lagi mau membaca buku, tidak mau mendengar khotbah, karena dia merasa sudah lulus sekolah theologi. Sebaliknya, ada orang-orang Kristen biasa tau belum sekolah theologi, tetapi semangat belajarnya begitu luar biasa, melebihi mahasiswa atau lulusan sekolah theologi. Yang satu merasa dia sudah hebat, sementara yang lain merasa dia begitu miskin.

Saya mengundang Ev. Michael Hsu menjadi asisten saya untuk kebaktian bahasa Mandarin di Indonesia. Saya melihat dia setelah selesai sekolah theologi, sudah dapat gelar, tetapi tiap minggu dia masih begitu tekun belajar, mengikuti kebaktian yang saya pimpin, secara rutin selama dua tahun. Dia menjadi hamba Tuhan, dia sudah mengembalakan gereja. 

Sekalipun saya tidak pernah mendengar khotbahnya, tetapi saya terus melihat semangatnya untuk mau belajar, ada kerendahan hati dan kehausan yang sungguh akan kebenaran Firman Tuhan. Maka saya merasa bahwa orang ini adalah orang yang masih punya harapan dan bisa dipakai Tuhan. Saya mengundang suami istri Hsu datang ke Indonesia untuk melihat pelayanan di Indonesia. Ketika pulang, saya meminta mereka berdoa, kalau Tuhan gerakkan untuk melayani di Indonesia. 

Dua bulan kemudian Ev. Hsu mulai bergabung, dan sekarang terbukti bahwa dia boleh menjadi hamba Tuhan yang pelayanannya sangat diberkati Tuhan. Kekristenan membutuhkan orang-orang yang sungguh-sungguh. Jika tidak ada pertobatan yang sejati, hati yang mau dibentuk dan kesungguhan untuk belajar, lalu melayani Tuhan, maka hanya akan ada khotbah yang muluk-muluk dan terkenal, tetapi Gereja tidak akan maju.

Kita perlu terus peka akan apa yang Tuhan mau kita kerjakan. Kalau gereja hanya berisi mulut-mulut yang pandai berkhotbah, tetapi tidak ada tangan yang mau bekerja dan kaki yang mau melangkah, dan jiwa yang penuh cinta kasih dan emosi yang dikuduskan, maka gereja itu tidak mempunyai harapan dan akan lumpuh.

Tuhan Yesus berkata: ” Berbahagialah orang yang berdukacita.” Orang-orang penganut Injil Sosial (Social Gospel) menafsirkan hal ini sebagai suatu kesedihan karena miskin dan kekurangan uang atau makan, atau kesedihan karena terbuang dari masyarakat, tidak mempunyai pekerjaan dan berbagai penderitaan lainnya. Memang keadaan-keadaan sedemikian cukup menyedihkan dan butuh dikasihani, tetapi lebih jauh daripada itu, dukacita sejati adalah dukacita yang sesuai dengan kehendak Tuhan Allah melalui pimpinan Roh Kudus akibat mengerti emosi yang dikuduskan oleh Tuhan Allah.

Ada satu kalimat yang terus menggerakkan saya semenjak pertama kali saya membacanya. “Arsitek dunia selalu memakai bahan-bahan yang paling indah untuk membangun bangunan yang megah di dunia ini. 

Hanya Tuhan Allah yang memakai manusia-manusia yang hancur hatinya untuk membangun kerajaan-Nya.” Bahan dari Kerajaan Allah adalah hati-hati yang hancur, jiwa-jiwa yang berduka. Hati yang hancur, karena tahu dia sudah berdosa, tidaklah dihina oleh Tuhan. Orang yang sedih dan hatinya hancur, tidak ada seorangpun yang dihina oleh Tuhan, karena hati yang hancur dan berduka karena dosa ini bisa dipakai menjadi batu-batu hidup bagi pembangunan kerajaan Sorga.

Pernahkah kamu menangisi dosa yang telah kamu lakukan? Dalam khotbah saya di Sumatera Utara, saya pernah mengajukan pertanyaan ini. “Berapa kalikah dalam hidupmu, kamu telah mengalami hati yang hancur, menangis bagi dosa-dosamu, dan berlutut memohon Tuhan mengampunimu?” Setelah saya mengatakan kalimat itu. 

Walikota Medan saat itu mengatakan kepada saya, “Saya sangat tersentuh oleh kalimat itu, karena saya pikir selama hidup saya, sangat sedikit pengalaman saya berlutut dihadapan Tuhan menangisi dosa saya dan memohon pengampunan Tuhan.” Apakah di sorga ada orang yang bisa masuk ke dalamnya tanpa menangisi dosanya? Tidak ada! Masuk sorga bukan memakai karcis yang bisa engkau beli dengan harga yang mahal. 

Ke sorga hanya karena Tuhan melihat hatimu pernah menangisi dosa, pernah bertobat karena pekerjaan Roh Kudus, pernah merendahkan diri dan minta pengampunan dari Tuhan. Itulah tiket masuk sorga, hati yang penuh kesedihan karena Tuhan menegur engkau karena dosa-dosamu. Roh Kudus datang bukan untuk memuliakan manusia, tetapi memuliakan Tuhan Yesus dan menjadikan manusia sedih, karena telah menegur dosanya, dan menyadarkannya akan keadilan dan penghakiman Tuhan.

Demikianlah Firman Tuhan Yesus: ”Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu; Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi. Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi. Aku mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Dia datang. Dia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yoh 16 :8). Manusia akan diinsafkan, akan sedih dan sadar akan dosanya. Inilah kesedihan yang pertama.

2. DUKACITA KARENA (MENURUT) KEHENDAK ALLAH

Alkitab berkata kepada kita mengenai adanya dukacita menurut kehendak Allah. 2 Korintus 7 : 10 – 11 mengatakan: ”Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian. Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut kehendak Allah itu mengerjakan pada kamu kesungguhan yang besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan, kegiatan, penghukuman! Di dalam semuanya itu kamu telah membuktikan bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu.”

Paulus dalam ayat ini (ayat 8 – 11) menunjukan bahwa sebelumnya dia telah menulis suatu surat kepada jemaat Korintus yang isinya begitu keras sehingga membuat mereka berdukacita. Surat itu berisi teguran yang sedemikian keras, dan setelah dikirim, Paulus sendiri menyesal dia telah menegur begitu keras, yang pasti akan membuat mereka berdukacita. Dia berdoa, dan mempertanyakan, apakah mereka memang perlu bersedih dengan teguran itu. Dan kesimpulannya adalah mereka memang memerlukannya. Mereka perlu ditegur sedemikian, karena jika mereka tidak bersedih, mereka akan terus berbuat dosa. Sehingga setelah mereka menerima surat itu, mereka bisa bertobat dan tidak berbuat dosa lagi.

Di sini, Paulus mengalami penyesalan karena telah membuat orang sedih. Tetapi kemudian, dia sadar bahwa dia tidak perlu menyesal karena dia pernah membuat orang menyesal. Paulus kini tidak menyesali penyesalannya. Perlu sekali kesedihan itu diterima oleh jemaat Korintus, karena dukacita itu telah menyebabkan pertobatan. Maka kesimpulan Paulus bahwa dukacita itu terjadi oleh karena kehendak Allah.

Ayat ini merupakan satu-satunya perikop yang membicarakan tentang dukacita karena kehendak Allah. Ada ayat Firman Tuhan tentang menderita menurut kehendak Allah (1 Petrus 4 :19), tetapi hanya di sini tertulis tentang “berdukacita menurut kehendak Allah.” Sekalipun mereka berdukacita, tetapi mereka tidak rugi. Paulus memang membuat mereka berdukacita, tetapi Paulus tidak merugikan mereka dengan membuat mereka berduka, karena dukacita itu telah membawa mereka pada pertobatan. Dukacita itu terjadi menurut kehendak Allah akan menghasilkan kebaikan, dan pada akhirnya, itu membawa sukacita. Ini bukan mendatangkan kerugian, melainkan suatu keuntungan.

Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa pertobatan dan keselamatan. Tetapi hal ini dikontraskan dengan dukacita dari dunia, karena dukacita dari dunia ini membawa kematian. Jika dukacitamu berasal dari kehendak Allah, maka kamu tidak akan pernah menyesal karena kamu sudah berduka. Inilah dukacita yang sehat. Ini merupakan dukacita sorgawi.

Jika kita, sebagai orang tua, melihat anak kita tidak beres, maka kita akan sangat susah hati. Kita berharap dia sendiri menyadari bahwa dirinya tidak beres, lalu dia sendiri juga susah hati, seperti kita susah hati. Apa gunanya orangtua susah hati untuk anaknya padahal anaknya itu sedang bersenang-senang dan tidak merasa susah? Apa gunanya orangtua sadar bahaya yang segera akan menimpa anaknya, sementara anaknya itu sendiri tidak sadar bahwa dia dalam bahaya? Apa gunanya kita kuatir kalau-kalau dia berada di pinggir kehancuran, sementara dia sendiri tidak sadar kalau dia sedang hancur? Kalau kesedihan orangtua bisa timbul dalam hati anak yang sedang hancur itu, sehingga dia sadar dan kembali, itulah pendidikan yang sukses.

Guru yang gagal adalah guru yang hanya pandai marah-marah kepada anak-anak didiknya, tetapi semakin dimarahi anak-anak didiknya itu menjadi semakin jahat. Guru yang hebat adalah guru yang bisa membuat anak didiknya itu marah kepada dirinya sendiri dan menegur dosanya sendiri. Itulah pendidikan yang sukses. Sebagai seorang pimpinan agama dan seorang guru, saya telah mengajar sejak usia 15 tahun. Saya sadar satu hal, yaitu jika saya menyadari suatu kebahayaan yang akan terjadi pada murid saya, tetapi murid itu sendiri tidak sadar akan bahaya itu, maka itu berarti dia belum dididik. 

Demikian juga saya mendidik anak-anak saya sendiri. Saya berdoa dan meminta kepada Tuhan agar jangan sampai anak pendeta merusak nama Tuhan. Biarlah mereka satu per satu dididik dengan ketat dan dengan baik, sehingga akhirnya kesadaran yang Tuhan berikan kepada saya turun kepada mereka, sehingga mereka sadar sendiri. Inilah maksudnya dukacita Tuhan itu kini sudah menjadi dukacita orang kristen.

Paulus menulis bahwa dia sempat menyesal dan berduka ketika menulis surat yang sedemikian keras. Dia merasa tidak perlu membuat orang lain menjadi susah, Itu membuat dia sendiri menjadi susah. Tetapi kemudian dia sadar bahwa kesusahan itu telah mengakibatkan penyesalan dan pertobatan. Berarti kedukacitaannya itu telah berpindah dan menjadi dukacita mereka. Dukacita yang mereka alami adalah dukacita yang berasal dari dukacita Paulus yang melihat mereka telah berdosa. Dan dukacita seperti ini berasal dari dukacita Tuhan sendiri. Maka inilah dukacita menurut kehendak Allah.

Dukacita menurut kehendak Tuhan tidak perlu mengakibatkan penyesalan atas penyesalan. Kita tidak perlu menyesal karena telah membuat orang berdukacita. Sampai kapan pun, bahkan sampai di sorga nanti, kita tidak akan pernah menyesali bahwa kita pernah menyesali dosa kita dan bertobat. Penyesalan yang menyebabkan kita tidak perlu menyesal lagi, adalah penyesalan yang baik. Itu dukacitanya Tuhan.

Kini Paulus bersukacita karena telah mengerti dukacita menurut kehendak Allah. Dukacita seperti ini adalah dukacita yang kudus. Dukacita seperti ini menyebabkan engkau menegur diri dan menyucikan diri. Akhirnya engkau berubah dan menjadi semakin kudus. Inilah progressive sanctification (pengudusan progresif). 

Pengudusan adalah prosedur membersihkan diri melalui menegur diri, mengoreksi diri, dan membersihkan diri. Orang yang perlu terus dimarahi orang lain bagaikan seekor babi, tetapi orang yang bisa memarahi dirinya sendiri adalah manusia. Orang yang perlu dipukul dan dipecut adalah kuda malas. Orang yang perlu terus dimarahi dan dihukum tanpa pernah mau bertobat bagaikan binatang yang dibawa ke pembantaian. Orang yang bisa sadar sendiri adalah orang yang menjalankan peta dan teladan Allah.

Di dalam Alkitab, beberapa kali Tuhan Allah mengumpamakan manusia seperti binatang. Manusia itu diciptakan dengan begitu hormat, tetapi manusia tidak sadar, akhirnya mereka dikatakan bagaikan binatang yang dibawa ke pembantaian (Mazmur 49 : 20).

Manusia yang diciptakan di dalam kehormatan, tetapi tidak mempunyai kesadaran dan pengertian, bagaikan hewan yang harus dibinasakan. Tetapi manusia yang sadar sendiri dan tahu akan hal-hal yang tidak benar dan tidak baik, yang tahu akan dosa, tahu akan hal yang melanggar, dan menjadi sedih dengan dukacita menurut kehendak Tuhan, adalah orang yang akan mengalami proses pengudusan dan pertobatan yang sungguh.

Jangan menunggu hari penghakiman yang terakhir, sekarang adililah dirimu, sekarang bertobatlah dan sekarang sadarlah dan keluarlah dari dosamu. Selama masih ada kesempatan, janganlah kita menghina dan mengabaikan anugerah Tuhan.

3. DUKACITA KARENA MELIHAT DUNIA YANG IMMORAL


Di dalam 2 Petrus 2 : 7 – 8. Firman Tuhan mengatakan, “tetapi Ia menyelamatkan Lot, orang yang benar, yang terus menerus menderita oleh cara hidup orang-orang yang tak mengenal hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja, sebab orang benar ini tinggal di tengah-tengah mereka dan setiap hari melihat dan mendengar perbuatan-perbuatan mereka yang jahat itu, sehingga jiwanya yang benar itu tersiksa.”

Setelah membaca ayat ini, saya sangat tercengang, karena sepanjang saya diajar Firman Tuhan, mulai dari sekolah minggu sampai mendengar khotbah pendeta, selalu dikatakan bahwa Abraham adalah orang benar, sementara Lot digambarkan sebagai orang yang jahat, yang selalu berdosa dan melanggar firman dan hidup imoral. Tetapi di dalam ayat ini dikatakan bahwa Lot adalah orang benar di tengah lingkungan yang fasik. 

Sekalipun Lot gagal mendidik kedua anak perempuannya, tetapi dia sendiri sampai mati tetap bertahan sebagai orang benar. Dia memang mempunyai kelemahan bercekcok dan berselisih dengan pamannya, Abraham, tetapi dia tetap menjaga kekudusan hidupnya, dan jiwanya sangat tersiksa. Hatinya sedih karena dia harus melihat kehidupan Imoral di Sodom dan Gomora. Dia melihat orang-orang homoseks, melihat orang-orang berdosa, dan semua tindakan imoral di sana. Orang-orang di sana hidup begitu biadab, begitu fasik, begitu menjijikan. Dia sangat sangat sedih dan hatinya merasa sangat tersiksa.

Apakah kamu senang melihat pemuda-pemudi yang pergi ke kelab malam? Apakah kamu bisa tidak peduli melihat segala penyelewengan seksual dan hubungan seks di luar nikah? Ataukah jiwamu merasa sedih dan tersiksa? Apakah kamu merasa sedih dan tersiksa melihat kotamu penuh dengan berbagai tempat perbuatan mesum? Jika kamu sedih, kamu adalah seorang Kristen yang sejati. Jika kamu tidak sedih, maka kerohanianmu sudah tidak beres. Lot hidup di tengah-tengah orang-orang yang hidupnya sedemikian. Setiap hari dia melihat orang-orang yang hidupnya begitu rusak, maka hatinya menjadi sangat tersiksa. Dia begitu sedih. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Mandarin dikatakan, hatinya sangat luka, begitu sedih sekali.

Melihat zaman yang rusak, melihat pemuda-pemudi yang hidupnya rusak – mereka bukan hanya rusak, tetapi juga membanggakan kerusakan mereka- hati saya sangat sedih. Tahun lalu ketika berada di New York, saya melihat begitu banyak orang berpawai keliling Manhattan. Saya bertanya kepada orang di sana, perayaan apakah itu? Mereka menjawab bahwa itu adalah pawai yang merayakan hari kebebasan Homoseks (gay pride parade). Hari itu mereka berpawai dan begitu gembira, pria dengan pria, wanita dengan wanita. Sungguh tidak tahu malu, setengah telanjang berjalan-jalan di jalan raya. Meraka mengumumkan bahwa mereka bebas, bebas berbuat dosa. Ketika hidup moral sudah rusak, ketika keluarga sudah berantakan, tetapi manusia masih membanggakan dirinya, berarti dunia ini sudah rusak.

Manusia ingin menuntut kebebasan yang liar, bukan kebebasan yang diikat oleh kebenaran. Manusia menginginkan seks yang tidak mau dikendalikan oleh kebenaran dan kekudusan. Tetapi akhirnya hal ini malah menimbulkan berbagai penyakit yang menakutkan seperti AIDS dan berbagai penyakit lainnya. Selain itu, hal ini juga menghasilkan anak-anak yang hidupnya biadab dan liar, menghasilkan generasi muda yang tidak takut kepada Tuhan, dan menimbulkan berbagai perbuatan yang keji dan menakutkan. Inilah dunia yang dilihat oleh Lot. Lot sangat sedih, hatinya susah luar biasa, jiwanya tersiksa. Inilah dukacita yang ketiga.

Apakah orang kristen harus berdukacita? Ya dan harus. Dukacita akan membawa kamu pada pertobatan yang sungguh dari dosa-dosamu. Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa kamu pada sukacita karena hidup yang dikoreksi. Berdukacita melihat dunia yang rusak karena hancurnya moralitas manusia.

4. DUKACITA KARENA ORANG YANG BELUM MENGENAL KRISTUS

Di dalam Roma 9 : 1-3 dikatakan, “Aku mengatakan kebenaran Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.”

Di dalam ayat ini dikatakan bahwa Paulus mau berbicara sejujur-jujurnya, dari dalam hatinya yang terdalam. Inilah ungkapan isi hati yang dalam. Kesedihan apakah ini? Inilah kesedihan karena bangsanya belum mengenal Kristus. Pada tahun 2003, sebelum pelaksanaan Kebaktian Kebangunan Rohani di Istora Senayan, saya merasakan desakan yang begitu kuat untuk mengkhotbahkan tema utama: ”Yesus Kristus Juruselamat Dunia.” 

Namun, beberapa orang memperingatkan saya bahwa saya bisa dibunuh karena mengkhotbahkan tema tersebut. Tetapi saat itu saya sudah bertekad, dan jika dibunuh pun saya rela, karena saya harus menyerukan berita ini kepada bangsaku, bangsa Indonesia. Mereka perlu mendengar bahwa satu-satunya Juruselamat yang bisa menyelamatkan manusia bukanlah berbagai pendiri agama, melainkan Yesus Kristus, Anak Allah yang berinkarnasi. Bukan agama yang bisa menyelamatkan, tetapi penebusan Kristus di kayu salib, dengan darah-Nya yang kudus. Kristus bukanlah tokoh revolusioner. 

Dia turun dari sorga untuk mempersembahkan diri-Nya untuk penebusan dosa manusia. Ia merelakan diri-Nya untuk dibunuh dan melalui darah-Nya Dia memperdamaikan manusia dengan Allah. Itulah Injil. Saat ini begitu banyak orang belum mengenal Injil. Bahkan banyak orang Kristen yang hanya menjadi Kristen secara formalitas tetapi tidak mempunyai pengalaman pribadi dengan Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka.

Paulus mengatakan bahwa dia memikirkan orang-orang Yahudi. Dia memikirkan saudara-saudara sebangsanya, dan dia menjadi begitu sedih, karena bangsanya telah menolak Kristus. Paulus sampai mengataklan bahwa ungkapan itu merupakan ungkapan jujur, yang disaksikan oleh hati nuraninya, dan juga oleh Roh Kudus. Ini berarti dua saksi merupakan ungkapan bahwa kesaksian itu sah secara hukum. Paulus mau menyatakan bahwa dia sedih dan benar-benar sedih. Inilah kesedihan yang kudus. Saya sedih banyak orang yang berbicara begitu banyak hal-hal yang indah di mimbar, tetapi hatinya tidak jujur, hatinya tidak bersih.

Paulus sedih melihat bangsanya belum mengenal Kristus, sampai-sampai dia rela binasa, terpisah dari Kristus, asal bangsanya boleh bertobat dan kembali kepada Kristus. Hati seperti ini, yaitu hati yang terkoyak-koyak oleh kesedihan yang kudus, membuat dia harus pergi kesana sini, melupakan dirinya, kesenangan dirinya, agar bangsanya boleh mengenal Kristus. Dia tidak menghiraukan mati hidupnya dirinya, tidak menghiraukan keuntungan atau kerugian sendiri, tidak menghiraukan sehat atau sakit dirinya, sampai akhirnya dipenggal kepalanya. 

Dia rela menanggung semua itu demi melihat dunia dapat mengenal Kristus. Pendeta-pendeta yang mencari kelancaran, mencari keamanan hidup, mencari kenikmatan diri, banyak. Orang Kristen yang hanya mau untung, hidup nyaman, juga banyak. Tetapi yang mau berkhotbah bagi Tuhan dan ingin supaya orang lain mengenal Kristus, sangat sedikit.

Saya kagum pada seorang pendeta, yang secara usia relatif masih muda. Dia seorang biasa. Tetapi hatinya begitu polos dan murni. Dia seorang pendeta yang sungguh sungguh giat memberitakan Injil. Setiap hari dia pergi menginjili orang, mendekati satu per saru orang yang bisa dia temui untuk berbagi injil. Segala upaya mau dia lakukan. Dia pergi ke pusat perbelanjaan, ke rumah sakit, ke mana saja dia bisa memberitakan Injil. 

Kalimatnya yang begitu paling menggerakkan saya adalah : “Jikalau satu hari saya tidak pergi memberitakan Injil, saya merasa hidup saya hari itu tidak ada arti. Jikalau saya mau tidur di malam hari dan belum menginjili seorang pun, saya tidak bisa tidur.” Jiwa seperti inilah yang membuat gereja berkembang. Jiwa seperti inilah yang membuat orang mengenal Tuhan Yesus. Jiwa yang sedih melihat orang belum percaya dan belum diselamatkan. Tetapi mengapa di dalam gereja begitu sedikit orang seperti ini? Bukankah seharusnya setiap orang percaya mempunyai hati seperti ini? Saya tidak menanyakan berapa banyak hasilnya, dan bagaimana tekniknya, tetapi saya bertanya, apakah ada hati seperti ini?

Baca Juga: Kasih Allah Yang Sempurna

Hati yang sedih melihat jiwa-jiwa yang belum diselamatkan seharusnya merupakan hati setiap orang percaya. Sedihkah kita melihat ada keluarga kita, saudara kita, yang belum percaya? Sedihkah kita melihat suku kita, bangsa kita yang belum percaya? Bolehkah kita hidup nyaman tanpa memberitakan Injil? Kesedihan seperti ini harus senantiasa mengikuti kita, selama kita masih diberi kesempatan hidup di dunia ini. Biarlah kita mengingat, inilah dukacita yang kudus. Inilah dukacita orang Kristen yang akan diingat dan dilihat oleh Tuhan selama-lamanya.

Menangisi diri yang kurang cantik tidak mempunyai arti apa-apa, menangisi diri yang kurang kaya tidaklah berarti banyak, menangisi berbagai kesulitan kita tidak mempunyai banyak makna. Tetapi menangisi dosamu, menangisi rencana Tuhan yang belum engkau jalankan, menangisi masyarakat yang imoral, menangisi orang sezaman kita yang belum percaya kepada Tuhan Yesus, itulah tangisan yang berarti. Biarlah kekudusan Tuhan melanda emosi kita di dalam kesedihan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Next Post Previous Post