KEDEWASAAN ROHANI DAN LUKA HATI DI ALKITAB

Pdt. DR. Stephen Tong.

BAB X : KEROHANIAN DAN LUKA HATI

Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. (Yesaya 53:2-3)
KEDEWASAAN ROHANI DAN LUKA HATI DI ALKITAB
“Seperti ada tertulis: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” (Roma 8:36-37)
---------------------------------------------------------------------------------------------
Topik ini adalah topik yang berat, karena kita akan membicarakan tentang bagaimana kita harus menerima luka di hati kita. Adakah manusia yang mempunyai mata yang tidak pernah mengalirkan air mata? Adakah manusia yang mempunyai hati yang tidak pernah merasa sakit? Adakah manusia yang mempunyai nafas yang tidak pernah mengeluh di dunia ini? Tidak pernah ada. 

Memang, penderitaan dan kesukaran yang diterima manusia adalah sesuatu hal yang lazim. Setiap orang harus melewati hidup seperti ini. Setiap orang pernah merasakan kesulitan hidup. Setiap orang pernah merasa dirugikan, menderita, sedih. Tetapi bagi banyak orang, hal hati dilukai oleh orang adalah sesuatu penderitaan yang khusus, seolah-olah itu adalah hal yang tidak sewajarnya terjadi.

HARGA DIRI DAN LUKA HATI

Kita selalu mempunyai harkat diri atau harga diri. Kita memiliki nilai diri yang menjadi dasar eksistensi atau kesadaran yang membuat kita berani hidup terus di dunia ini. Pada waktu kita diganggu atau dilukai, goncanglah harkat itu, goncanglah penilaian diri itu. Kita merasa bahwa kita adalah orang yang terhormat dan orang-orang yang dihormati oleh orang lain. 

Tetapi kini kita tidak mendapatkan penghormatan itu, sebaliknya kita dihina. Ini menimbulkan suatu luka dihati kita. Pada saat hal itu terjadi, pengeluhan sedalam-dalamnya terjadi dalam jiwa seseorang. Kadang kita menyendiri, kita menangis, kita mencucurkan air mata, dan kita tidak tahu harus bagaimana kita memperlakukan sesuatu yang tidak kita inginkan tetapi yang terjadi dalam hidup kita itu.

Dilukai merupakan hal yang sangat sulit kita terima, karena kita tidak mau dilukai. Kita tidak mau tidak dihormati, kita tidak mau dihina oleh orang lain. Terkadang orang tidak sadar bahwa dia telah melukai kita dan orang-orang ini tidak berencana untuk melukai kita. Kadang-kadang orang yang melukai kita tidak menyadari bahwa perkataan atau tindakannya telah menghina orang lain dan menyebabkan luka dalam hatinya. 

Hal ini mengingatkan kita kembali bahwa di dalam cara kita memperlakukan orang lain, mungkin juga secara tidak sengaja, secara tidak sadar, secara tidak terencana, kita pun sudah melukai orang lain. Ini menjadi pelajaran yang penting bagaimana kita mempunyai hubungan timbal balik dengan orang lain, bagaimana kita mempunyai persekutuan dengan orang lain.

Pada saat kita memperlakukan orang lain dengan sewenang-wenang, kita merasa kita sedang berhak penuh untuk menggunakan kebebasan kita. Kebebasan yang sudah dicemari oleh dosa kadang-kadang menjadi kebuasan. Ketika kebebasan itu sudah melewati batas, kebebasan itu menjadi pelanggaran. Karena itu, janganlah kita lupa bahwa kita adalah orang berdosa. Dengan demikian, mau tidak mau kita berada di dalam pencemaran dosa asal yang diturunkan dari Adam. Karena itu, kita harus selalu mengawasi diri di dalam bagaimana melakukan segala sesuatu terhadap sesama kita.

ETIKA PASIF ATAU ETIKA AKTIF

Tuhan Yesus berkata kepada kita, sebagaimana kita ingin diperlakukan, perlakukanlah orang lain dengan cara yang sama. (Matius 7 :12). Jika kita ingin dihargai, hargailah orang lain. Jika kita ingin dihormati, hormatilah orang lain. Jika kita ingin dikasihi, kasihilah orang lain. Di sini kita melihat bahwa etika Kristen adalah etika aktif, bukan etika pasif. Setiap agama memiliki religious golden rule (hukum emas bagi etika atau moral agama) masing-masing. Dari konfusianisme, Konfusius mengatakan, “Apa yang kamu tidak ingin orang lakukan terhadapmu, jangan lakukan itu terhadap orang lain.” 

Ini adalah etika pasif. Jika kamu tidak mau dihina, maka jangan menghina orang lain. Salah seorang filsuf moral terbesar di dunia, Immanuel Kant mengatakan, “Sikap yang kamu tidak inginkan menjadi sikap bersama yang dimiliki oleh seluruh dunia, jangan kamu lakukan; dalil yang kamu tidak inginkan menjadi dalil universal, janganlah kamu sendiri yang melakukannya.” Ini merupakan salah satu pemikiran manusia yang paling hebat, paling tinggi dan paling klimaks, tetapi semuanya jatuh di dalam sudut pemikiran Negativisme. Konfusius negatif, Immanuel Kant negatif. Hanya kalimat Yesus Kristus yang bersifat etika positif.

Buku dari Michael Hart yang berjudul “100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh di Dunia” meletakkan Muhammad di posisi nomor satu. Saya tidak tahu buku ini ditulis dengan motivasi yang jujur atau tidak. Mungkin dia berfikir kalau meletakkan Muhammad di posisi pertama, maka penjualan bukunya akan memecahkan rekor penjualan di seluruh dunia. Mungkin dia berfikir jikalau meletakkan Yesus di posisi pertama, yang membeli bukunya tidak banyak. 

Di dalam buku itu dia mengambil sebuah kutipan dari Rabbi Hillel (Salah seorang rabi Yahudi yang sangat terkenal, khususnya dalam kaitan dengan Talmud, Kitab Suci orang Yahudi), tetapi apa yang dikatakan Hillel tetap berada di dalam posisi negatif, bukan positif. Hanya Tuhan Yesus yang memberikan Dalil, yaitu “sebagaimana kamu ingin diperlakukan, perlakukanlah orang lain seperti itu terlebih dahulu.” Disini sikap etika menjadi positif dan aktif. Sikap etika seperti inilah yang menjadi ciri khas orang Kristen.

Kita sering beretika pasif. Jikalau orang berbuat baik kepada saya, barulah saya akan baik kepadanya. Kalau orang membenci saya, saya juga membencinya. Kalau orang berbuat jahat kepada saya, saya berbuat jahat dua kali lipat. Pernah kah kamu mendengar kalimat : “Kalau orang baik kepada saya, saya juga akan baik kepadanya: tetapi kalau orang jahat kepada saya, saya akan lebih jahat lagi, itulah saya.” 

Mungkin bukan hanya mendengar, tetapi kamu pernah mengatakan kalimat itu, atau bahkan telah menjadi pelakunya. Maka tanpa sadar kita telah mengaku bahwa kita memiliki kebencian yang aktif namun cinta yang pasif : Jikalau orang berbuat baik kepada saya, saya akan berbuat baik kepadanya (pasif), tetapi kalau orang jahat kepada saya, saya lebih jahat (aktif). Inilah dosa manusia. Inilah satu kefatalan yang merupakan pengaruh mendasar dari kejatuhan Adam yang mempengaruhi seluruh dunia dan umat manusia, sehingga kita hanya mau melakukan kebaikan secara pasif.

Sedemikian pasifnya kebaikan kita, sampai-sampai ketika orang berbuat baik kepada kita, kita masih mencurigainya. Kita bahkan membayangkan atau menduga bahwa orang itu sedang berbuat kebaikan yang palsu karena ada motivasi-motivasi yang jahat, yang bermaksud merugikan atau memperalat kita. Memang ada orang yang menyalah-gunakan kebaikan untuk memperalat orang lain, tetapi ada juga orang yang betul-betul baik, sehingga sangat tidak baik jika kita selalu menafsirkan kebaikan orang dengan pikiran egosentris seperti ini. 

Ada peribahasa Tionghoa yang mengatakan, “Dengan niat seorang kecil (small man) mengukur perut seorang yang agung (gentleman).” Artinya, kamu tidak bisa menilai dengan tepat, karena kamu dibelenggu dan diikat oleh pikiran egosentris yang sangat sempit dan terbatas. Setelah orang itu terus berbuat baik, bahkan ketika kita tidak menghargainya, namun dia terus berbuat baik, akhirnya kita menyadari bahwa dia betul-betul baik, betul-betul tulus, barulah kita menjadi terharu dan ingin membalas sedikit kebaikannya. Itu menunjukan betapa kebaikan kita sedemikian pasifnya.

Sangatlah sulit untuk kita belajar bagaimana bisa mengasihi orang dengan aktif, belajar memiliki inisiatif yang aktif untuk menghormati dan menjunjung tinggi harkat orang lain. Kemampuan aktif kita ini menjadi ukuran apakah kamu menjadi dewasa rohani atau belum. Anak kecil selalu menunggu dicintai, disayang dan dikasihi; itu sangatlah wajar. tetapi orang yang sudah menikah dan punya anak mulai belajar memberi dengan kasih dan berinisiatif aktif sebelum anaknya minta kepadanya. 

Inilah tanda seseorang sudah menjadi dewasa. Kerohanian juga demikian. Kalau ada orang bersikap tidak baik terhadap kita dan kita membencinya, itu menunjukan kita keturunan Adam. Tetapi kalau kita bisa berinisiatif baik terhadap orang yang tidak baik terhadap kita itu, itu menunjukan kita anak Allah. Sungguh, sikap proaktif demikian tidak mudah, namun itulah tandanya engkau mempunyai rohani yang dewasa.

KEDEWASAAN ROHANI DAN DILUKAI

Di dalam mutual relationship (relasi intensif antar pribadi), kadang-kadang orang secara sadar dan berencana tetapi kadang-kadang juga secara tidak sadar menghina dan melukai hati kita. Jika hal itu terjadi , biarlah keadaan itu menjadi sarana pengujian sampai di mana pertumbuhan kedewasaan rohani kita. 

Apakah dalam menghadapi hal seperti itu kita telah menyatakan kedewasaan rohani dengan berinisiatif aktif berbuat baik, ataukah kita masih bersifat kekanak-kanakan dengan melakukan pembalasan yang lebih jahat lagi? Jika kerohanian kita telah bertumbuh semakin dewasa, maka itu akan dinyatakan dengan seberapa aktifnya kita memperlakukan orang lain dengan segala kebaikan yang Tuhan berikan kepada kita.

Tuhan Allah adalah Tuhan yang suci, adil, kasih, baik, dan setia. Semua sifat Ilahi ini perlu kita terapkan juga dalam setiap kelakuan dan tindakan kita. Itulah etika orang percaya. Etika orang Kristen didasarkan pada sifat Allah yang dinyatakan dalam Alkitab. Apabila sifat ilahi yang diwahyukan dalam Kitab Suci tidak menjadi dasar, pedoman, fondasi, dan prinsip untuk mempengaruhi kelakuan kita, maka tidak ada etika yang benar di dalam dunia ini. 

Semua buku etika diseluruh dunia yang tidak menerima sifat ilahi sebagai dasar etika adalah suatu kebohongan besar. Sekalipun kita mengaku bahwa ketika seorang penulis yang atheis, ketika mencoba membangun etika berdasarkan apa yang ditemukannya dalam alam, itupun merupakan cermin dari sifat ilahi yang dibukakan melalui wahyu umum dan diberikan sebagai anugerah umum kepada setiap manusia. Semua itu tidak mungkin bisa dilepaskan dari etika atau sifat Allah sendiri. 

Namun disini kita harus menegaskan bahwa etika yang sejati harus kembali kepada Alkitab, karena tanpa kembali kepada Alkitab kita tidak akan mendapatkan kepenuhan dari etika dan dasar perilaku manusia yang benar. Kita perlu belajar bagaimana Tuhan mau mengajar kita, sehingga kita bisa hidup dengan benar dihadapan Tuhan.

Yesus Kristus mengajarkan kepada kita bahwa kita jangan hanya mengasihi orang yang baik kepada kita. Jika kamu hanya mengasihi orang yang baik kepadamu , apa bedanya kamu dengan orang kafir? Kasihilah musuhmu, karena Bapamu di sorga seperti itu adanya. Kamu harus sempurna seperti Bapamu di sorga, yaitu menerapkan sifat ilahi dalam hidupmu dengan inisiatif untuk mengasihi mereka yang melukai dan membenci kamu. Memang tindakan dan etika seperti ini tidak mudah, tapi itulah Kekristenan. Memang tidak mudah untuk menjadi orang Kristen yang baik, menjadi hamba Tuhan yang baik. Pendeta bukan hanya orang yang pandai berkhotbah, tetapi orang yang mau belajar sifat-sifat yang diajarkan oleh Tuhan.

Terkadang kita merasa kita sudah tahu banyak, sudah mengerti Alkitab, dan sudah pandai berkhotbah atau bersaksi, lalu kita merasa bahwa kita adalah orang Kristen yang baik. Tetapi kemudian, di dalam suatu peristiwa yang kecil, ternyata kita sama sekali belum lulus, karena kita tidak tahan uji. Mungkin baru sedikit dilukai kita sudah berteriak-teriak; tetapi ketika kita melukai orang lain, kita tidak merasa. Ketika kita tidak merasa melukai orang, dengan ringan kita bisa berkata bahwa kita tidak berencana melukai hatinya, bahwa kita tidak sengaja dan tidak berinisiatif untuk melukai. 

Dan kita anggap itu bukan hal yang serius. Tetapi mari kita pikirkan dan perhatikan bagaimana perasaan dan hidup orang yang telah kita lukai. Sering kali kita tidak peduli dengan apa yang orang lain alami setelah kita dilukai. Memang kita tidak sengaja melukai, tetapi apakah itu berarti kita boleh tidak peduli? Ada banyak orang yang melukai orang lain sampai orang itu mengalami celaka yang fatal. Maka yang melukai hatinya harus tetap bertanggung jawab.

Beberapa tahun yang lalu di Taiwan, ada pasien yang meninggal karena salah memberi obat. Orang yang memberi obat menyatakan bahwa dia tidak sengaja melakukan itu. Dia mengira bahwa itu adalah obat yang benar. Dalam hal ini dia tidak bisa mengatakan: “Saya tidak sengaja, maka itu bukan urusan saya.” Tidak bisa!! Dia tetap dituntut karena keteledorannya. Dia secara ceroboh atau kurang pengetahuan yang baik telah mengakibatkan kesalahan dalam memberikan obat. 

Tetapi ada kewajiban bagi orang yang tidak sengaja. Ingat! Itu sebabnya Daud berkata, ”Ampunilah dosaku yang tidak kusadari, atau yang belum dinyatakan.” Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. Kita selalu mengaku dosa kalau kita sadar, mengaku yang kita tahu itu dosa. Tetapi bagaimana dengan dosa-dosa yang kita tidak tahu bahwa itu adalah dosa? Apakah jika engkau tidak tahu, maka dosa itu menjadi tidak ada? Karena itu Tuhan memperbolehkan Daud menulis kalimat demikian.

Kita perlu belajar Firman Tuhan dengan teliti dan akurat, demikian pula kita perlu kritis dan akurat ketika mendengarkan khotbah firman, tidak sembarangan merasa sudah tahu. Hal-hal yang belum kita ketahui sering kali lebih banyak daripada hal-hal yang telah kita ketahui. Karena itu, dengarkanlah khotbah dengan teliti, jangan selalu merasa saya sudah tahu. 

Orang yang miskin rohani selalu menghitung apa yang sudah diketahuinya; orang yang kaya rohaninya selalu mau menghitung-hitung apa yang telah diketahuinya dan mau menghitung pun tak bisa, sehingga dia terus menanti pencerahan baru dari Tuhan untuk bisa maju. Kalau kita terus menghitung apa yang sudah kita miliki, kita bodoh. Tetapi ketika kita terus menanti-nantikan apa yang kita miliki, itulah kerendahan hati yang sungguh-sungguh.

Rendah hati bukanlah sikap dimana orang kelihatan baik dan hina. Rendah hati berarti terus terbuka untuk menerima semua teguran, pengajaran, dan visi yang Tuhan berikan kepada kita, dimana kita begitu rela untuk mengosongkan diri, dikoreksi, dan menerima ajaran firman yang benar. Itulah rendah hati. Rendah hati adalah tuntutan yang tidak ada habisnya terhadap diri untuk mau mengerti kelimpahan kebenaran Tuhan yang tidak terhingga.

Daud berdoa, mohon agar Tuhan mengampuni segala dosa yang tidak nyata, atau yang belum disadari. Itu berarti, ketika kita berbuat salah kepada salah kepada orang lain, meskipun kita tidak sadar, tidak sengaja, atau tidak berencana, perbuatan kita sudah melukai orang lain, kita tetap harus bertanggung jawab dan memohon pengampunan untuk dosa itu.

Beberapa tahun yang lalu, ada seorang yang baru lulus dengan juara dua di sebuah universitas yang bergengsi di Taiwan. Dia adalah anak tunggal yang dibesarkan orangtuanya dengan susah payah, masih muda, tampan, dan pintar. Pada suatu hari ketika dia naik mobil, datanglah sebuah mobil yang melaju begitu cepat, dan menabraknya sampai mati. Ternyata orang yang menabraknya adalah orang yang mabuk. 

Orang mabuk yang mengendarai kendaraan bukan saja membahayakan dirinya sendiri, tetapi juga membahayakan orang lain. Ibu dari anak muda yang meninggal itu menangis begitu sedih, ”Harapanku seumur hidup dalam beberapa detik saja sudah melayang, apa artinya lagi hidup ini buatku? Kembalikan anakku, kembalikan anakku! Sejak kecil aku menggendongnya, dan dengan susah payah aku membesarkan dia…” Tetapi siapakah yang bisa mengembalikan anaknya? Bolehkah pengendara mabuk itu berkata,”Saya tidak sadar, saya tidak merencanakan, saya tidak sengaja, maka saya tidak berdosa?” Tidak Bisa!

Mari kita belajar dalam hal melukai dan dilukai. Ketika kita dilukai. Kita merasa sedih, tetapi yang melukai mungkin tertawa-tawa. Pada saat kita dilukai, kita merasa dirugikan, tetapi yang melukai mungkin merasa senang, merasa bahwa hal itu hak kebebasannya. Itu adalah hak kebebasan yang secara tidak sadar telah dipakai manusia secara sewenang-wenang setelah kejatuhan Adam. Semua pemakaian kebebasan dilakukan secara tidak sadar dengan suatu keadaan egosentris yang tidak diuji dan dikritisi sendiri terlebih dahulu. Karena itulah kita perlu pencerahan dari Tuhan.

“Tuhan, tiliklah aku dan tuntunlah aku menuju jalan yang kekal,” demikian doa dari Daud dalam Mazmur 139. Allah adalah Allah yang maha tahu dan sangat mengerti semua yang kita pikirkan dan lakukan. Bahkan ketika kita tidurpun Allah melihat kita. Di mana kita bersembunyi, di situ pun Tuhan ada dan melihat. 

Ayat terakhir dari Mazmur ini mengatakan,”Tiliklah aku apakah ada niat jahat dalam hatiku yang aku tidak tahu,” Kalau Tuhan sudah tahu, untuk apa berdoa lagi minta Tuhan menilik hati kita lagi? Tuhan memang tahu, bahkan tahu sejak dulu, kitalah yang tidak tahu. Tuhan mengetahui semuanya, kamu yang tidak sadar. Apa gunanya Tuhan tahu saya sakit, tetapi saya tidak sadar saya sakit? Orang yang tidak tahu dirinya sakit bagaimana mau datang ke dokter untuk disembuhkan? Orang yang tidak merasa dirinya sakit tidak akan datang kepada Tuhan karena ia merasa hal itu tidak perlu. Biarlah kita memiliki kepekaan akan hal-hal seperti ini.

Alkitab mengandung banyak hal yang belum selesai dikhotbahkan ke seluruh dunia. Saya berkali-kali bicara kepada para calon hamba Tuhan agar jangan beranggapan ketika mereka lulus dari sekolah theologia, lalu menjadi hamba Tuhan dengan angka yang cukup baik, maka mereka sudah hebat. Kita perlu terus belajar, terus berkhotbah, terus membaca Kita Suci. 

Sampai berpuluh ribu kali khotbah pun masih begitu banyak bahan yang belum kita ketahui. Setiap hari, ketika saya merenungkan Firman Tuhan, saya selalu mendapat sesuatu yang baru. Saya baru tahu bahwa masih ada hal-hal yang dahulu belum saya sadari atau ketahui. Kalau saya sendiri merasa sudah tahu, maka saya merasa tidak perlu untuk berfikir dan belajar Firman Tuhan terus menerus. Kita perlu diajar oleh Tuhan sebelum kita mengajar orang lain. Dicerahkan oleh Tuhan sebelum kita meminta Tuhan untuk mencerahkan orang lain. Disini kita menjadi orang yang terus maju di dalam kebenaran.

Berapa banyak orang yang jatuh dan rugi karena kelakukan yang tidak kita sengaja? Kita tidak mungkin bisa menghitungnya karena kita tidak menyadarinya. Kalau kita tidak menyadari kejadian itu. Kita tidak bisa menghitung, dan akibatnya, kita juga tidak bisa mengakui dosa-dosa itu. Oleh karena itu, kita hanya mengakui dosa-dosa yang kita sadari saja. 

Lalu, bagaimana dengan dosa-dosa yang kita tidak sadari ini? Maka Daud berdoa untuk mohon pengampunan bagi dosa-dosa yang tidak dia sadari ini. Tuhan tahu kelemahan kita dan keterbatasan pengetahuan kita. Tuhan murah hati, dan ketika kita memohon pengampunan-Nya dengan tulus, Dia akan mengampuni kita.

ALASAN MELUKAI HATI SESEORANG

Sekarang kita melangkah ke pemikiran berikutnya, yaitu mengapa orang merasa dilukai dan mengapa ada orang yang melukai? Ada dua bentuk tindakan melukai orang lain. 

Pertama, melukai hati seseorang secara tidak sadar. 

Kedua, melukai hati orang lain dengan sengaja. 

Kalau orang memperlakukan kamu secara tidak sadar, lalu kamu terluka, ini tidak berarti mereka tidak bersalah, tetapi engkau juga tidak boleh selalu mempersalahkan mereka, karena bagaimanapun juga mereka melakukan itu secara tidak sadar. Orang yang tidak sadar bahwa dirinya memiliki sifat yang selalu melukai orang lain haruslah kita kasihani, bukan kita tuntut. Doakan dia, bukan kita maki. Orang itu bukan hanya perlu dikritik, tetapi juga perlu ditolong. Orang yang dilukai jangan serta merta membela diri, tetapi ia harus mengasihani mereka yang melukai secara tidak sadar.

Kalau ada seorang gila memukul dokter, apakah dokter itu marah dan langsung menembaknya? Ataukah dokter yang baik akan berusaha membereskan kegilaan orang gila ini? Kalau ada orang yang menderita suatu penyakit, akankah kita melarang pengobatannya, atau kita akan mengobatinya sampai dia sembuh? Maka perasaan simpati kepada sesama, khususnya kepada mereka yang berada di dalam kesulitan yang mereka sendiri tidak sadari, sangat diperlukan oleh orang Kristen. 

Orang Kristen harus penuh pengertian, penuh simpati, penuh belas kasihan kepada mereka yang tidak sadar. Di situ engkau harus bisa menang, engkau baru bisa mengalahkan dirimu sendiri sebelum mengalahkan situasi dan segala kesulitan. Kita baru bisa mengalahkan situasi dan kesulitan setelah kita bisa mengalahkan diri kita sendiri. 

Mengalahkan diri atau menyangkal diri adalah hal yang utama, karena musuh kita yang terbesar adalah diri kita sendiri. Kalau seorang ibu terus merasa terganggu oleh anaknya, maka ibu inilah yang harus masuk rumah sakit dulu. Melahirkan anak dan menjadi ibu berarti bersedia diganggu. Maka kalau engkau langsung memukul anak yang mengganggu, engkau bukannya menyelesaikan permasalahan atau menghentikan gangguan anak itu, tetapi engkau justru harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah dirimu sendiri yang terganggu. 

Seorang yang sedang menyelesaikan masalah pribadi, sedang merasa dirinya perlu marah karena diganggu, tidak mungkin menyampaikan isyarat pendidikan ke dalam hati anak-anak yang dididiknya. Inilah teori pendidikan. Pemikiran penting ini saya pelajari dari Alkitab melalui sifat Yesus Kristus.

Ketika Yesus datang ke dunia, dia terus menerus diganggu oleh manusia, tetapi Dia memiliki belas kasihan kepada mereka yang mengganggu-Nya. Di Alkitab dinyatakan bahwa Dia tidak melontarkan satu kalimat yang mengancam mereka yang melukai-Nya, karena Dia mau menyelesaikan persoalan yang perlu diobati, bukan mencetuskan kesulitan-Nya seolah-olah Dialah yang perlu diobati. 

Kalahkan dirimu sendiri, taklukkan dirimu sendiri, baru kamu mungkin menaklukkan dunia. Tidak mungkin kamu mengajar atau menghibur orang lain, dan menjadi suatu kekuatan yang bisa mengubah orang lain, jika kamu sendiri belum mampu mengalahkan dirimu sendiri. Kalahkan terlebih dahulu sifat dan tabiatmu yang tidak beres, barulah kamu bisa dipakai Tuhan dan berkuasa untuk menghibur dan membereskan orang lain. Kita perlu sekali mengerti bahwa diri kita yang lemah.

Kalau seorang sengaja melukai kita, kita harus menghadapinya dengan cara yang berbeda. Bagaimana membedakan antara orang tersebut melakukan dengan sengaja atau tidak? Ada orang yang selalu berfikiran bahwa orang lain selalu tidak baik terhadapnya dan bahwa semua orang lain selalu tidak baik terhadapnya dan bahwa semua orang sengaja melukainya. 

Di dalam psikologi orang demikian disebut paranoia. Paranoia berarti menganggap semua orang mau merugikan, merusak, melukai, mengancam, atau menyusahkan dia. Paranoia selalu melihat dan memikirkan orang lain dengan pikiran negatif. Kalau orang lain tidak sungguh-sungguh sengaja, tetapi kita anggap dia sengaja, berarti kita sendiri yang paranoia. Orang yang paranoia hidup dalam kesulitan besar yang sulit ditolong. Maka kita harus mengalahkan diri kita sendiri.

Jikalau engkau belum bisa membedakan dengan tepat apakah seseorang melakukan tindakan itu dengan sengaja atau tidak, janganlah engkau mengambil keputusan terlalu cepat. Mengambil keputusan terlalu cepat itu berarti menjadikan diri sebagai hakim yang memvonis tanpa dasar yang cukup. Dosa memvonis orang lain secara tidak sesuai mungkin lebih berat daripada dosa mereka yang secara tidak sengaja melukaimu. 

Belajar mengasihi dan menjaga mutual relationship dengan mutual respect (saling menghargai) itu sulit sekali, tetapi kita tetap harus belajar. Sepanjang hidup kita belajar, terus belajar sampai mati dan bertemu Tuhan, Dia akan menilai berapa persen kita menyerupai Tuhan. Mari kita menyerupai Tuhan sebanyak mungkin, seperti tuntutan Paulus, yaitu berdasarkan ukuran Kristus. Kita harus berjuang mengubah hidup kita sampai bisa menyerupai Kristus sepenuhnya, menjadi seperti Bapa kita yang di sorga. Ini tidak mudah. Ini berarti tidak mungkin ada orang yang sempurna secara kuantitas di dunia ini.

John Wesley beranggapan bahwa manusia mungkin bisa mencapai tahap tidak berdosa sama sekali ketika masih berada di dunia ini. Theologi Reformed menolak pandangan demikian, namun ini bukan berarti Reformed tidak percaya adanya kesempurnaan. Kita percaya kepada kesempurnaan dalam kualitas yang menuju kepada kuantitas, yang hanya akan terjadi ketika kita diubah dalam kesempurnaan oleh Tuhan saat Dia datang kembali. 

Tapi kita tidak percaya bahwa melalui pergumulan diri di dunia ini manusia bisa mencapai taraf kesempurnaan seperti Kristus. Disinilah letak perbedaannya. Ketika ada seorang mengatakan, Saya sudah sempurna, saat itu dia sedang mengatakan hal yang tidak sempurna, karena dia tidak sempurna. Pada waktu seorang menganggap diri baik, itu berarti dia tidak cukup baik. Sebelum mati Paulus berkata, “Aku tidak merasa aku sudah memperolehnya, aku tidak merasa aku sudah sempurna.” Mari semua orang yang menuju kesempurnaan mempunyai pikiran seperti ini. Orang yang menuju kesempurnaan sadar bahwa dirinya tidak sempurna.

ALASAN SENGAJA MELUKAI

Kalau ada orang yang sengaja melukai kita, ada beberapa sebab :

1. Ketakutan Persaingan

Manusia selalu takut dan tidak mau disaingi. Mereka paling senang kalau dirinya, paling hebat. Suatu kali saya melihat seorang anak usia 5 tahun yang duduk dimobil, disebelah papanya, berkata, “Be number one! Be number one!” (Jadi nomor satu! Jadi nomor satu!) Kalau ada mobil lain di depan mobil papanya, maka dia akan berteriak kepada papanya, “Why number two? Number one!”, maka papanya mulai berusaha mengejar mobil yang di depannya. Entah akan jadi apa anak seperti ini kelak. 

Tetapi itulah sifat manusia. Kelihatan alim, tetapi memiliki jiwa berambisi luar biasa untuk menjadi nomor satu. Saya bertanya kepada anak itu, “Apakah kamu belajar di sekolah juga number one (nomor satu)?” Sambil tertawa, anak itu menjawab,”Tidak.” Kenapa di kelas tidak menjadi nomor satu tapi di jalan bebas hambatan mau menjadi nomor satu?

Kalau kamu dilukai orang karena kamu dianggap menyaingi dia, janganlah kamu sedih. Mengapa? Karena lebih baik menjadi sasaran keirian orang lain, daripada kamu yang merasa iri. Orang yang merasa iri dan menjadi sasaran keirian orang lain, lebih susah mana? Menjadi iri terhadap orang lain itu susah luar biasa. Menjadi sasaran keirian orang lain juga susah, tetapi tidak lebih susah daripada merasa iri terhadap orang lain. 

Kalau kamu menjadi sasaran keirian orang lain, ini berarti kamu memiliki kelebihan, di dalam hal itu jangan membenci orang yang mengiri, tetapi kasihanilah mereka. Kalau kamu menjadi sasaran keirian orang lain, ini berarti kamu mempunyai kelebihan yang tidak dia miliki. Kelebihan itu dari anugerah Tuhan, maka jangan kamu mencela orang yang merasa iri terhadapmu; sebaliknya, kasihanilah mereka.

Ada dua sebab mengapa kita mejadi sasaran keirian orang lain; pertama, karena memang kualitas kita tinggi; kedua, karena kita terlalu menonjolkan diri. Di jalan yang besar, ketika kita ingin melihat jauh, memakai lampu kabut adalah kebebasan kita. Akan tetapi, pada saat lalu lintas ramai, lampu kabut tersebut tidak boleh sering-sering dipakai, karena kamu mungkin menyorot mata orang lain, menyilaukan dan menyakitkan mata orang lain. 

Maka kalau kamu mempunyai kelebihan, jangan sering menonjolkan kelebihanmu untuk membuat oarang lain iri, itu dosa. Sekalipun kamu hebat (high achievement) tetaplah rendah hati dan bersahaja (low profile). High Acheievement, low profile, high thingking, low living. Inilah seni hidup. Inilah sikap hidup orang Reformed. Dengan demikian, kita bisa bergaul baik dengan orang lain. Kalau orang iri kepadamu, itu adalah problema orang itu sendiri. Tetapi kalau kamu terlalu menonjolkan diri, terlalu merebut kemuliaan Tuhan, terlalu mengaggungkan diri, itu dosamu. Maka dalam hal iri, kamu harus sangat berhati-hati akan hal ini.

2. Salah Mengerti

Sebab kedua kita dilukai orang mungkin karena dia salah mengerti tentang kamu. Kamu difitnah, sehingga ada orang yang mempunyai tanggapan, konsep atau pikiran yang salah tentang dirimu, yang menyebabkan dia kemudian melukaimu. Tapi janganlah kamu terlalu cepat membalas. Coba selidiki dahulu mengapa orang itu begitu tidak baik terhadapmu? Mengapa kamu dilukai? Kalau itu hanya salah mengerti, ada dua hal yang harus kita perhatikan. 

Pertama, kita tidak sembarangan membela diri; 

kedua, kita tidak boleh membiarkan kebajikan kita difitnah orang lain. Ini adalah ajaran Alkitab, jangan sampai kebajikanmu itu difitnah oleh orang lain. Kalau kamu baik tetapi difitnah, kamu berhak membela diri. Tetapi di dalam hal kedua ini, jika kamu tidak bisa membela diri, tetapi juga tidak difitnah oleh orang lain, maka cara satu-satunya adalah menyerahkan kepada Tuhan dan taat pada waktu Tuhan. Ini adalah suatu hal yang sangat sulit. Serahkanlah kepada Tuhan berarti otoritas vonis tidak ada padamu, berarti Tuhanlah hakim terakhir. Juga waktunya bukan ditentukan olehmu, melainkan oleh Tuhan.

Kadang-kadang ketika kamu dilukai, orang yang melakukannya tidak bisa menjelaskan sehingga akhirnya kamu menunggu bertahun-tahun, tetapi waktu Tuhan belum tiba juga. Terlalu cepat membela diri atau terlalu cepat menyerang orang lain akan membuat banyak hal semakin rumit dan sulit. Tidak ada gunanya. Di dalam hidup gerejawi selam berpuluh tahun, saya melihat antara majelis, pendeta, penginjil, tua-tua, dan anggota banyak terjadi perselisihan yang sulit diperdamaikan dan diselesaikan. Apa sebabnya? Karena semua tidak mau menunggu waktu yang tepat, semua tergesa-gesa terlalu cepat membela diri.

Oswald Smith dari Kanada mengajarkan kepada anggotanya: jangan membela dan jangan menyerang (no attack, no defend). Kalau seseorang memiliki kedua hal ini, maka dia akan menjadi lebih mahir dan akan lebih diberkati oleh Tuhan. Orang yang membela diri sering kali dibenci oleh orang banyak, karena mereka sudah melukai kamu tidak mau dianggap salah. 

Ketika kamu membela diri, ini berarti kamu mau menyatakan bahwa kamulah yang benar, dan otomatis menunjukan merekalah yang salah. Walaupun dalam kondisi yang sangat khusus kita bisa menginjili orang lain dengan cara berdebat, tetapi umumnya kita tidak akan pernah bisa memenangkan jiwa dengan berdebat dan adu siapa yang menang dan siapa yang kalah. Ketika memenangkan pendebatan secara teori, tetapi kehilangan jiwa secara rohani, kita mengalami kerugian besar,

Ketika ada orang mengatakan “Yesus bukan Tuhan,” lalu engkau mendebat, “Yesus adalah Tuhan,” Maka terjadilah perdebatan bahkan sampai bertengkar, akhirnya orang tersebut tidak akan pernah mau menjadi Kristen. Kita harus sabar, menunggu dengan bijaksana. Low profile, dan menyentuh sampai ke dalam hati nuraninya, ini penting sekali. 

Semua ini adalah pelajaran yang sangat sulit sekali, yang tidak mungkin dipelajari dibangku sekolah theologi, tetapi harus ada di dalam kehidupan kita sehari-hari di dalam mengikuti Tuhan. Hal ini mengiringi mereka yang betul-betul adalah orang kudus dalam sejarah, dan khususnya dalam teladan Yesus di dunia. Dengan hal-hal ini barulah kita dapat meresapi dan mengerti bagaimana memperlakukan diri dan orang lain.

Di Indonesia saya mungkin dicap oleh jutaan orang sebagai pendeta yang tidak ada Roh Kudus. Di gereja Pantekosta dan Kharismatik, selalu saya dikatakan, “Dia memang pandai berkhotbah, tetapi sayang tidak ada Roh Kudus.” Perlukah saya membela diri terhadap perkataan-perkataan seperti itu? Ada orang yang mengatakan, “Kalau dia memang tidak ada Roh Kudus, bagaimana bisa berkhotbah sedemikian selama berpuluh-puluh tahun?” Banyak orang memiliki pengertian tentang Roh Kudus yang berbeda dari pengertian Alkitab sendiri. 

Saya mengatakan bahwa banyak gereja Kharismatik mengajarkan ajaran yang tidak benar, dan ketika saya memaparkan kebenaran itu, saya dianggap ingin menyerang orang lain. Jika sebagai hamba Tuhan saya tidak mengoreksi zaman ini, akan menjadi seperti apa zaman ini? Kalau pada zaman ini saya tidak tegas dan tidak membicarakan doktrin yang benar, mengajak orang kembali kepada Tuhan dan kebenaran-Nya, apakah saya boleh disebut sebagai hamba Tuhan?

Saya sama sekali tidak bermotivasi ingin menonjolkan atau meninggikan diri saya sendiri. Selama bertahun-tahun saya berkhotbah mengajar, mengadakan seminar, semuanya hanyalah agar orang betul-betul kembali kepada Firman Tuhan. Saya ingin agar Gereja kembali kepada Firman, kepada Alkitab. Namun itu bukanlah hal yang mudah. Saya tidak ingin membela diri, tetapi kita harus menyatakan kebenaran, kita harus membela kebenaran. 

Kita harus memberitakan kebenaran dengan sungguh-sungguh jujur, sungguh tepat, dan tulus hati. Kita harus memberitakan dengan kebenaran dengan motivasi yang murni, yang keluar dari lubuk hati yang terdalam. Pada saat orang lain salah mengerti terhadap apa yang kita lakukan, mereka memfitnah atau menyatakan hal yang tidak benar tentang kita, janganlah kita membela diri. Suatu hari kelak, ketika dia celikan matanya, dia akan merasa sangat sungkan, karena dia sebelumnya pernah mempunyai prasangka-prasangka yang negatif terhadap diri kita.

Cara terbaik untuk menghadapi orang-orang yang melukai hati kita adalah membuat mereka sungkan, kita tidak perlu membela diri lagi, dia akan bertobat sendiri. Kalau dia melukai kamu dengan sengaja, lalu akhirnya dia tahu bahwa dia telah berbuat salah, maka dia mungkin akan datang minta ampun padamu. Kalaupun dia tidak minta ampun padamu, itupun tidak apa-apa, karena kita perlu dan harus berfikir secara antitetis dalam hal-hal seperti ini. 

Kita harus rela orang tidak minta maaf, tetapi kita harus minta maaf pada orang lain jika kita bersalah. Jika kita menjadi sasaran keirian orang lain, ini tidak apa-apa, tetapi kita sendiri tidak boleh iri hati terhadap orang lain. Banyak hal yang tidak mungkin kita selesaikan dengan tuntas selama hidup ini, tetapi kita harus menyerahkan semua itu kepada Tuhan dan menanti waktu-Nya, sehingga pada saat Tuhan sendiri Tuhan akan membela kita dan menjelaskan kebenaran yang sesungguhnya kepada orang itu, yang membuat dia sungkan.

Perasaan sungkan ini merupakan aspek yang sangat penting dalam kebudayaan. Seluruh Indonesia yang sebenarnya adalah bangsa yang begitu baik, yang mempunyai perasaan sungkan yang luar biasa. Tetapi Indonesia kehilangan perasaan sungkan ini selama 30 tahun Soeharto menjadi presiden. Keluarga Cendana memiliki segala sesuatu kecuali perasaan sungkan. Kalau ada hal yang diinginkan, mereka tidak sungkan merusak moral, merusak kebudayaan, bahkan tidak sungkan menarik presiden menjadi orang yang dihina oleh seluruh bangsa.

Perasaan sungkan ini sangat penting. Kita harus memiliki perasaan sungkan karena bersalah, sungkan karena tidak mencapai taraf yang diinginkan tuhan (hamartia), sungkan karena telah melukai orang lain. Kalau perasaan sungkan itu kita pupuk terus, itu akan menjadi kebudayaan gerejawi yang indah.

Beberapa kali saya mau marah tetapi tidak jadi. Beberapa kali dalam hidup saya dilukai orang, saya diam saja. Beberapa tahun kemudian orang itu sungkan sendiri; Ketika bertemu saya, dia menjadi baik sekali. Dalam hati saya berkata, “Tidak perlu baik kepada saya, baik saja kepada Tuhan, saya tidak perlu dibaiki, tetapi kalau kamu merasa saya seharusnya dihormati, jangan memberikan penghormatan lebih daripada yang seharusnya saya terima, itu saja.” Orang yang merasa sungkan akan berubah sendiri.

3. Standard Orang Yang Tinggi

Ketiga, kita bisa dilukai hatinya oleh orang yang salah mengerti atau menghina kita karena dia memiliki suatu standar yang tinggi, yang lebih tinggi daripada standar kita. Kadang-kadang kita dilukai oleh orang yang mempunyai standar lebih tinggi daripada kita karena sewenang-wenang memakai standar itu untuk mengukur kita. Seorang lulusan doktoral sering kali menghina lulusan SMA. Dan saat itu orang yang lulus SMA merasa terhina dan sakit hati. Saat dia sakit hati, dia juga mungkin menyesal mengapa hanya sekolah sampai tingkat SMA saja.

Saya pernah mendengar suatu cerita yang sangat lucu. Seorang pria Italia yang bergelar BA lulusan Amerika Serikat menikah dengan seorang gadis bergelar MA dari London University. Ternyata mereka sering bertengkar dan sang suami berfikir bahwa sumber pertengkaran adalah karena dia hanya bergelar BA dari USA. Maka dia meninggalkan istri dan anaknya, pergi ke London dan mengambil studi tingkat lanjut. 

Tiga tahun kemudia dia kembali dengan membawa gelar MA dari London University. Maka kini dia merasa bahwa dia sudah punya gelar yang sama dengan istrinya, sehingga dia berharap kehidupan keluarga mereka akan menjadi baik, dan tidak ada pertengkaran lagi. Ternyata mereka tetap bertengkar, karena memang masalahnya bukan pada gelar akademis yang mereka miliki. Kalau kamu dihina karena orang lain memasang standard yang lebih tinggi, kamu tidak perlu marah dan tidak perlu menghina diri, karena kamu memiliki kelebihanmu sendiri yang perlu kamu kembangkan secara maksimal untuk kemuliaan Tuhan.

Di Taiwan saya memakai tempat di gereja Presbiterian untuk berkhotbah ekspositori (Khotbah yang membahasa ayat demi ayat dari satu kitab secara berurutan dan terus menerus sampai seluruh kita tersebut seluruhnya terbahas). Pendeta seniornya berkata kepada saya, bahwa dia sendiri tidak mempunyai gelar doktor. Tetapi dalam hal ini dia tidak merasa terganggu. Dia mempunyai kerohanian yang begitu tinggi, sehingga orang yang bergelar doktor rela dipimpinnya dengan wibawa kerohanian. Jangan karena kamu dihina, kemudian kamu menghina dirimu sendiri. 

Kalau orang lain memiliki standar yang berbeda dari standar kita, kita tidak perlu membela diri dan juga tidak perlu menyerang, tetapi kita perlu mengerjakan segala sesuatu dengan sebaik mungkin, sehingga suatu saat orang itu akan menyadari bahwa kita memiliki nilai yang berbeda dan yang tidak kalah baik dengan standar yang dipakai. 

Mari kita memupuk dan menuntut diri sampai kita mempunyai kemajuan yang baik, sehingga kita tidak takut dihina oleh orang lain. Setiap kita mempunyai kehormatan, harkat, dan nilai diri. Nilai itu akan diukur oleh Tuhan, bukan oleh manusia. Jika kita bertahan di dalam kerohanian yang sungguh-sungguh, suatu hari kita akan dimuliakan oleh Bapa sendiri.

Selama kehidupan-Nya di dunia Yesus Kristus dihina, diejek, difitnah, diumpat, diperlakukan secara tidak adil. Tetapi sebelum naik ke kayu salib, Dia berdoa. “Bapa, muliakan Anak-Mu sebagaimana Dia sudah memuliakan Engkau di atas bumi. Orang-orang yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya kuberikan hidup kekal. Seorang pun tidak ada yang akan binasa.” (Yohanes 17 : 4-5, 12) 

Doa Yesus Kristus harus menjadi teladan bagi kita. Dia dihina, diejek, difitnah, dan puncaknya, dipaku di atas kayu salib, dan diolok-olok. Tetapi, Dia tidak membalas, tidak membela diri, tidak berbicara, namun pada akhirnya …. lihatlah. Dia dimuliakan lebih tinggi daripada semua manusia; lebih tinggi daripada Memorial Chiang Kai Sek atau Memorial Lincoln. 


Kita akan menyadari bahwa selain Taiwan, tidak ada orang yang mau mengingat Chiang Kai Sek. Selain Tiongkok, tidak ada orang yang mengingat Mao Ze Dong. Selain Prancis, tidak ada bangsa yang mau mengingat Napoleon. Mereka adalah orang-orang yang setelah mati hanya diingat oleh satu bangsa. Tuhan Yesus dihina dan diejek begitu luar biasa, namun akhirnya diingat oleh semua bangsa.

Lihatlah, di seluruh dunia, orang Kristen akan senantiasa mengingat Yesus. Mereka memuji-Nya, bersyukur kepada-Nya, menulis lagu yang lebih baik daripada lagu kebangsaan manapun. Lagu yang digubah bagi-Nya jumlahnya paling banyak seluruh dunia. Yesus yang dilukai mengetahui bagimana Dia menyerahkan semua itu kepada Bapa. Dia tidak membela diri. Dia tidak menyerang. Kiranya Tuhan mengajar kita mengerti hal seperti ini.

Di sini kita melihat bagaimana kehidupan kerohanian yang baik, iman yang baik, akan memberikan kekuatan kepada kita ketika kita rela hati kita dilukai. Amin.
Next Post Previous Post