5 PENYEBAB FRUSTASI DAN PUTUS ASA SESUAI IMAN KRISTEN

Pdt. DR. Stephen Tong.

PENGUDUSAN EMOSI

BAB XI : FRUSTASI DAN PUTUS ASA

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan; itulah yang akan menyembuhkan tubuhmu dan menyegarkan tulang-tulangmu.” (Amsal 3 : 5 – 8)
5 PENYEBAB FRUSTASI DAN PUTUS ASA SESUAI IMAN KRISTEN
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Tema sebelumnya adalah Tema sebelumnya adalah “Luka Hati.” Ketika saya mengkhotbahkan urutan Pengudusan Emosi ini, beberapa kali saya menanyakan tema minggu sebelumnya, dan kebanyakan jemaat melupakannya. Tetapi kali ini mereka dengan mudah mengingat bahwa tema sebelumnya adalah “Luka Hati.” Banyak orang mengingat tema ini karena banyak orang yang telah dilukai. 

Ketika kita dilukai orang, kita selalu mengingatnya. Tetapi ketika kita melukai orang, kita cenderung melupakannya. Jika ada orang yang marah atau mengeluh karena kita telah melukai hatinya, kita sering kali mengatakan bahwa kita tidak sengaja melakukan hal itu. Kita sering berada di dalam dosa yang tidak kelihatan, kita sering berada di dalam dosa yang tidak disengaja. 

Ini membuktikan kita keturunan Adam, keturunan orang yang jatuh ke dalam dosa, sehingga kita merasa apa yang kita kerjakan hanyalah sekedar kebebasan kita dan sekedar kewajaran yang kita lakukan. Namun, sebenarnya tindakan itu sangat melukai hati orang lain.

Psikologi mengatakan bahwa hal-hal yang paling mudah kita ingat dan sulit kita lupakan adalah ketika hati kita dilukai orang. Ketika hati kita dilukai, kita insyaf akan satu hal, yaitu tentang keutuhan kita. Kita merasa seharusnya kita utuh, tetapi sekarang kita menjadi tidak utuh lagi karena ada kerugian yang dilontarkan oleh orang lain. Di situ kita menemukan nilai positif dari penderitaan yang tidak mudah disadari oleh orang lain, yaitu penderitaan menolong kita untuk mengerti kesempurnaan yang asli. 

Kalimat seperti ini tidak mudah Anda temukan di dalam buku, karena sering kali buku hanya meneruskan warisan yang biasa terjadi di dalam pikiran akademis sekuler. Tetapi Alkitab selalu menunjuk ke titik yang belum ditemukan orang yang sudah tercemar dosa. Penderitaan merangsang kita untuk mengingat kembali bahwa kita seharusnya mempunyai keutuhan yang diciptakan oleh Tuhan menurut peta dan teladan Tuhan. 

Manusia dicipta Tuhan menurut peta dan teladan Tuhan. Ini suatu dasar yang tidak disadari psikologi modern karena mereka memakai titik tolak yang melawan Tuhan dan Alkitab. Akibatnya, mereka tidak dapat menemukan hal-hal paling penting yang diwahyukan Tuhan.

HILANGNYA PENGHARAPAN

Tema pembahasan ini adalah frustasi dan putus asa. Frustasi dan putus asa adalah hal yang begitu sering dan lazim terjadi dalam hidup kita sehari-hari. Frustasi dan putus asa begitu wajar, dan mudah kita lihat dalam diri kita sendiri maupun orang lain. Kita pernah atau mungkin sering merasa frustasi, putus asa atau patah semangat. Kita merasa dipatahkan dengan sesuatu keinginan kita yang sudah lama kita rencanakan tetapi akhirnya tidak tergenapi. Pada saat hal itu terjadi, kita merasa hidup menjadi tidak berarti. 

Hidup baru berarti kalau lancar. Kalau tidak lancar, kita mulai bertanya untuk apa kita hidup di dunia. Hidup berarti kalau kita mendapatkan apa yang kita inginkan; kalau kita tidak bisa mencapai keinginan kita, kita tidak ingin hidup lagi. Kejadian seperti ini sering kita alami dalam hidup kita masing-masing. Psikologi mengatakan, yang membuat manusia terus menerus merasa bahwa hidup itu berarti dan yang menunjang manusia bereksistensi adalah pengaharapan. Jikalau pengharapan sudah hilang, kita tidak melihat hari depan. Kita tidak melihat cahaya terang untuk memimpin kita.

Inilah bedanya manusia dengan binatang. Binatang hanya menyambung eksistensi dengan makanan dan seks. Kalau kebutuhan perut dan seks sudah terpenuhi, maka untuk binatang, itu sudah cukup. Tetapi manusia, sekalipun cukup makanan, tetapi tidak mempunyai isi dalam otak dan hati, akan tetap merasa kosong. Jika manusia memiliki seks tetapi tidak memiliki cinta kasih, kita merasa tidak berarti. 

Manusia bukanlah binatang. Manusia mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi daripada binatang. Manusia mempunyai bobot substansi jiwa yang begitu anggun, tinggi, hormat, dan mulia yang tidak boleh dibandingkan dengan binatang. Bahwa kita manusia yang dicipta menurut peta dan teladan dan Tuhan Allah merupakan sebuah kalimat yang begitu agung dan terhormat, tetapi malah ditolak oleh Atheisme, Sekularisme, dan Liberalisme. 

Kita harus mengembalikan pengenalan akan diri manusia kepada titik tolaknya, yaitu kalimat pertama yang Tuhan ucapkan tentang manusia. “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita” (Kejadian 1 :26a). Allah Tritunggal telah menciptakan manusia menurut peta dan teladan, gambar dan rupa Tuhan sendiri. Dari sanalah antropologi dibangun, dari sanalah pengenalan akan siapa manusia boleh dipelajari, dan dari sanalah kebenaran tentang arti hidup manusia boleh berfondasi.

KONSEP KESEMPURNAAN, TUNTUTAN, DAN FRUSTASI

Ketika mengetahui hidup kita tidak lancar atau tidak mencapai apa yang kita inginkan, dan kita merasa hidup tidak berarti, itu sudah menunjukan bahwa kita memiliki keinginan berdasarkan kebutuhan yang lebih dari sekedar materi dan seks saja, yaitu yang berdasarkan pada suatu konsep kesempurnaan. Konsep kesempurnaan hanya dimiliki oleh manusia. Konsep kesempurnaan berdasarkan citra kesempurnaan sebagai peta dan teladan Allah. Manusia dicipta menurut peta dan teladan Allah. 

Allah adalah diri-Nya kesempurnaan. Allah adalah diri-Nya kemutlakan. Itulah sebabnya peta dan teladan Allah yang berada di dalam diri kita menuntut kita untuk hidup dengan ide kesempurnaan dan ide kemutlakan. Ide kesempurnaan dan ide kemutlakan itu menjadi tuntutan yang biasa kita tuntut kepada orang lain, tetapi tidak kepada diri kita sendiri. Itu akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Betapa banyak orangtua yang memakai ukuran kesempurnaan untuk menuntut anaknya: harus baik, tidak boleh nakal, dan sebagainya.

Tetapi, apakah orangtua itu, ketika masih kecil, sudah melakukan apa yang dituntutkan kepada anaknya? Berarti tuntutan kesempurnaan berdasarkan konsep kemutlakan yang ada pada dirimu tidak kamu pakai untuk dirimu, tetapi untuk orang lain. Tetapi di lain pihak, kita sendiri mempunyai keinginan yang kita anggap lumrah, yaitu kita ingin mendapatkan kesempurnaan dan kemutlakan tanpa perjuangan. Inilah ketidakadilan manusia. 

Kalau untuk orang lain, saya tuntut dia harus berjuang sampai sempurna, tetapi untuk diri saya sendiri, paling baik bisa dapat lotre. Manusia tidak menuntut diri seperti menuntut orang lain. Manusia tidak memakai standar untuk mendisiplin diri seperti mendisiplin orang lain. Barang siapa bisa mengontrol diri, dia baru berhak mengontrol orang lain. Barangsiapa bisa mendisiplin diri, dia baru berhak menuntut disiplin orang lain. 

Orang yang dapat menguasai diri lebih berhak daripada mereka yang hanya mau menguasai orang lain tetapi tidak menguasai diri. Kalau kita bisa menuntut, mendisiplinkan dan menaklukan diri, maka kita masih mempunyai alasan saat kita menuntut orang lain untuk hidup dengan baik.

Seorang anak usia 17 tahun yang tampan dan pandai akhirnya bunuh diri dua jam sebelum ayahnya pulang. Dia bunuh diri karena pada hari itu dia mendapat peringkat kedelapan ketika lulus SMU. Dari kecil, orang tuanya menuntut dia minimal mendapat peringkat ketiga. Dia pulang dari sekolah dengan hati susah, karena dari kecil sudah berjanji kepada ayahnya untuk paling sedikit mendapat peringkat tiga. Maka dua jam sebelum ayahnya pulang dari kantor, dia bunuh diri dengan cara menggantung diri dengan tali. 

Menuntut diri dengan tujuan atau standar yang tinggi itu tidak salah. Ayah menuntut anak, dan anak menuntut diri, itu bukanlah hal yang salah. Tetapi yang perlu dipikirkan baik-baik adalah bagaimana jikalau tuntutan itu tidak dapat dicapai? Bolehkah kita marah, frustasi, menghukum, putus asa, ketakutan, dan berakhir dengan bunuh diri? Mengapa banyak orang salah langkah, salah keputusan, dan akhirnya salah mengambil keputusan dengan membunuh diri? Orang berbuat demikian karena frustasi dan putus asa akibat tuntutan yang salah. 

Tidak salah jika kita menuntut diri, tetapi kita harus tahu dengan tepat apa dasar, prinsip dan standar yang benar untuk dipakai menuntut diri, dan jika kita gagal mencapainya, bagaimana reaksi dan tindakan yang tepat yang seharusnya kita ambil.

Saya berkali-kali berkata kepada rekan saya, hati-hati dengan efek samping. Di surat kabar, semua iklan hanya menguntungkan penjual, tidak banyak memikirkan pembeli. Misal, penjual sampo mendorong orang membeli sampo dan menunjukkan betapa indahnya rambut yang memakai sampo itu, tapi efek samping pemakaian sampo tersebut tidak pernah diberitahukan. 

Orang mengiklankan produk mereka agar dibeli memperkaya diri mereka sendiri, tetapi sedikit sekali memikirkan apa untung ruginya bagi konsumen. Saya senang di Amerika ada Consumer Report, yaitu sebuah majalah yang khusus memihak konsumen dengan membahas kelebihan dan kekurangan sebuah produk. Dan untuk pekerjaan itu, mereka menolak untuk menerima iklan. Kalau menerima iklan, majalah itu akan bias (tidak objektif). Maka dengan tidak menerima iklan, mereka benar-benar memikirkan apakah konsumen dirugikan atau tidak.

Ada satu laporan mengatakan bahwa seluruh perusahaan asuransi selama 130 tahun sudah mengambil ratusan miliar dari rakyat dan hanya mengembalikan sedikit sekali. Bukanlah suatu hal yang salah jika kita mendapatkan keuntungan dari perdagangan kita, karena memang Firman Tuhan memperkenankan hal itu. Namun, jika keuntungan itu menjadi berlipat ganda dan melampaui standar yang wajar, dan tidak dikerjakan dalam rangka kepentingan kesejahteraan orang lain, maka itu menjadi suatu ketamakan. Ketamakan seperti ini mengandung unsur satanik atau unsur iblis yang menjadikan manusia menginginkan lebih dari yang seharusnya, akhirnya mulai menjadi dosa dalam masyarakat.

Beberapa penganut ajaran Karismatik beranggapan bahwa mendapat uang banyak adalah berkat Tuhan. Itu ajaran yang beracun. Ajaran yang mengatakan,”Kalau kamu memberikan satu juta, maka kamu akan mendapat sembilan juta,” adalah ajaran yang sangat berbahaya dan beracun, bukan ajaran Alkitab. Alkitab mengajar kita memberikan perpuluhan kepada Tuhan yang sudah terlebih dahulu memberikan kepada kita. 

Alkitab tidak mengajar kita untuk memberikan satu untuk menjadi pancingan agar Tuhan memberikan sembilan kali lipat. Ajaran beracun yang memutarbalikkan dan memanipulasi Alkitab akan mendapatkan hukuman dua kali lipat dari Tuhan. Saya telah menjadi pendeta yang banyak dibenci orang karena harus mengajarkan kebenaran-kebenaran Alkitab dan apa yang betul-betul merupakan kehendak Tuhan. Kalau tidak, saya hanya berjubah pendeta, tetapi berjiwa setan. Saya boleh dibenci oleh semua pendeta lain, tetapi saya tetap menjalankan apa yang Tuhan suruh saya khotbahkan.

Kita boleh mempunyai harapan. Kita boleh menuntut. Kita boleh mempunyai sasaran atau target. Tetapi target kita yang tertinggi adalah Tuhan. Target kita adalah Tuhan, bukan uang. Target kita adalah sorga yang kekal. Target kita adalah kebenaran yang tidak berubah. Target kita bukanlah ambisi pribadi untuk mencapai nafsu kita.

Mengapa frustasi? Mengapa putus asa? Karena asa-nya putus, atau karena terlalu banyak asa yang asalnya tidak berfondasikan kebenaran Tuhan. Siapa yang tidak mempunyai konsep kesempurnaan akan membayangkan “alangkah baiknya jika saya mempunyai rumah yang begini, mobil yang begitu, mempunyai ini dan itu.” Semua orang mempunyai konsep demikian, termasuk saya, apalagi saya adalah orang yang sangat mengerti apa yang disebut mutu yang tinggi. Semua orang memiliki tuntutan, ide yang tinggi, angan-angan, cita-cita, dan semua itu lumrah, karena kita dicipta menurut peta dan teladan Allah. 

Orang yang merasa puas akan apapun tidak ada bedanya dengan babi. Bagi babi, ke istana atau ke kubangan sama saja, sama-sama puas. Namun manusia bisa tidak puas, bisa mulai mengkritik, dan bisa memiliki keinginan untuk menjadi lebih baik. Bahwa manusia mempunyai satu tuntutan, standar dan penilaian, itu merupakan implikasi dari peta dan teladan Allah. 

Pembahasan konsep peta dan teladan Allah yang paling dangkal di dalam Theologi Reformed tetap masih jauh lebih baik daripada theologi lainnya yang hampir tidak pernah membahas peta dan teladan Tuhan. Alkitab mengajarkan banyak hal yang masih belum digali dan belum dinyatakan oleh tradisi Theologi Reformed. Manusia mempunyai konsep kesempurnaan, ini adalah aspek peta dan teladan Allah yang tidak pernah dibicarakan oleh tradisi theologi sistematik.

Dari konsep kesempurnaan menjadi tuntutan, dari tuntutan menjadi ide, cita-cita atau sasaran. Paulus berkata bahwa dia tidak menganggap dirinya sudah sempurna atau sudah memperoleh; dengan kata lain, dia belum puas. Itu lumrah. Tidak puas berdasarkan konsep kesempurnaan. Paulus yang begitu sempurna mengatakan dia tidak menganggap dirinya sempurna, dia tidak menganggap dirinya sudah memperoleh kesempurnaan. 

Inilah sikap yang benar. Lalu dia berkata bahwa dia hanya sedang menuju kepada sasarannya, yaitu Kristus: ”Targetku adalah Kristus, dan aku berusaha mendapatkan yang telah dijanjikan Tuhan yang sudah memanggil aku dengan panggilan sorgawi.” Jadi, mempunyai target atau ambisi itu tidak salah. Yesus tidak pernah berkata tidak boleh mempunyai ambisi. Yesus tidak pernah berkata,”Kamu tidak boleh berkeinginan menjadi besar.” Sebaliknya Dia justru mengatakan: ”Silahkan menjadi besar, tetapi jika kamu ingin menjadi besar, jadilah hamba orang lain dahulu.”

Bolehkah berambisi? Boleh! Bagaimana mencapai ambisi? Menjadi hamba, merendahkan diri, dan menolong orang lain! Kebanyakan orang maunya tidak usah bayar harga langsung loncat menjadi raja. Itu pemikiran yang salah. Saya bisa membimbing kebaktian besar dan banyak pemuda ingin langsung menjadi seperti itu. Padahal saya mulai membagikan traktat di pinggir jalan, diusir dan mau dipukul orang dari agama lain. 

Saya juga pernah diusir dari sebuah Rumah Sakit Katolik karena saya mengabarkan Injil di dalamnya. Pemuda pemudi yang ingin menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, maukah kamu melakukan itu terlebih dahulu? Saya melakukan semua itu terlebih dahulu, baru sesudah itu ketika diberi kesempatan untuk memimpin kebaktian besar, saya berani naik mimbar. Saya tidak pernah minta satu kali pun untuk naik mimbar. Setiap kali saya naik mimbar, yang minta bukan saya.

Mari kita pikirkan, berambisi itu tidak salah. Alkitab tidak pernah melarang manusia berambisi. Alkitab tidak pernah melarang manusia mempunyai sasaran. Malah harus ada. Kalau kamu tahunya hanya puas, puas, puas, dan tidak berambisi, kamu tidak berbeda dengan babi. Maka jika kamu berambisi untuk maju, silahkan. Anak-anak petani ingin masuk Harvad University, itu boleh. Keinginan itu tidak salah. 

Tapi kalau tidak mencapai, bagaimana? Kalau di tengah jalan mendapat kesulitan, bagaimana? Tetapi dengan cara bagaimana bisa masuk ke situ? Kalau caranya “saya sukses, kamu yang bayar,” itu cara perampok. Banyak orang maunya mereka yang mengerjakan sesuatu, tapi orang lain yang bayar. ”Kamu yang kerja setengah mati, kamu yang bayar, saya yang sukses,” ini jiwa perampok, jiwa yang tidak benar. 

Maka marilah kita gabungkan pikiran yang bersasaran dengan bagaimana membayar harga dengan seimbang sehingga di tengah jalan kita mengetahui menghadapi kuda-kuda liar di dalam jiwa kita. Di dalam diri setiap kita ada kuda liar, dengan semaunya sendiri lari secepatnya, tidak mau dikekang ataupun dibantah. Jika ada pemuda berkata, ”Saya rasa di situ terlalu diikat, terlalu terbatas.” Maka saya akan menjawab,”Kamu biasa terlalu liar.” Barang siapa bicara satu kalimat kepada saya, begitu melihat, saya lalu bisa memberi satu kalimat yang lain untuk menyatakan di mana penyakitnya.

“Di sini saya tidak bebas,” silahkan pergi karena kamu maunya liar. Tidak ada kereta yang bisa semaunya sendiri ke kanan atau ke kiri rel. Cepat atau pelan, suatu kereta harus tetap di dalam rel. Silahkan jika sebuah kereta api mau cepat atau pelan, tapi mau kiri atau kanan, tidak bisa. Bisa mengubah kecepatan tapi harus tetap di dalam rel. “Saya rasa di sini terlalu terkekang,” kata seorang mahasiswa theologi, “saya merasa tidak bebas.” Di luar kamu sudah terlalu liar sehingga sekarang baru didisiplin sedikit sudah merasa terkekang. “Saya rasa di sini tidak ada yang memperhatikan,” kamu dipanggil untuk diperhatikan atau memperhatikan? 

Jikalau seseorang ingin menjadi hamba Tuhan dan merasa kurang diperhatikan, dia sudah tidak layak untuk menjadi hamba Tuhan. Karena hamba Tuhan dipanggil untuk memperhatikan, bukan diperhatikan. Begitu susahkah? Memang susah. Menjadi orang Kristen bukan menjadi orang yang tidak bekerja apa-apa lalu naik limousine ke sorga. Menjadi orang Kristen berarti menjadi orang yang rela menyangkal diri, rela memikul salib dan mengikut Yesus Kristus. Melihat bagaimana Yesus lahir di palungan dan naik ke atas kayu salib. Itu namanya Kristen.

Mengapa kita frustasi dan putus asa? Karena kita mempunyai pengharapan. Mempunyai pengharapan, tujuan, target. Berdasarkan konsep kesempurnaan itu lumrah. Itu benar. Itu wajar. Itu tidak salah. Kita semua mempunyai target. Kita justru kecewa karena mempunyai target yang terlampau tinggi dan tidak praktis. Ini hal yang pertama. Mengapa mempunyai target yang begitu tinggi? Karena peta dan teladan Allah. 

Mengapa dikatakan target yang terlalu tinggi? Karena kamu lupa bahwa kamu adalah keturunan Adam yang sudah jatuh ke dalam dosa. Mempunyai target tinggi tidak salah, tapi kamu harus mengaku bahwa kamu adalah orang yang sudah jatuh dalam dosa, sehingga target yang tinggi dan fakta yang kejam harus diseimbangkan dalam persiapan psikologimu (psychological preparation). Saya mempunyai target, tetapi saya yang dalam kondisi rendah begini harus menemukan keharmonisan itu.

Siapa yang tidak suka menikah dengan perempuan yang cantik? Semua mau. Perempuan ingin menikah dengan orang yang ganteng luar biasa. Pemuda ingin menikah dengan perempuan yang cantik luar biasa. Tapi coba berkacalah dulu, bagaimana keadaan dirimu sendiri. Kamu berkata, ”Rupa saya bagus!” Kamu memperindah penampilanmu ketika kamu melihat dirimu di kaca. Namun biarlah penilaian orang lain juga kamu dengarkan. 

Kalau pria yang betul-betul jelek bisa mendapatkan wanita yang paling cantik, itu anugerah Tuhan yang luar biasa. Karena Tuhan telah memberikan wanita itu mata yang tidak dapat menilai sehingga melihat engkau ganteng. Itu jarang tapi ada. Ada orang yang bukan main cantiknya, menikah dengan yang jelek, karena standarnya bukan estetika tetapi standarnya nol, yaitu berapa banyak nolnya di bank.

Ketika Jacqueline Kennedy menikah dengan Aristotle Onassis, saya menggeleng-gelengkan kepala, sampai sekarang sakitnya masih terasa. Mengapa Jacqueline mau menikah dengannya? Harta yang banyak. Salah satu wanita yang sangat berharap bisa menikah dengan Onassis adalah Maria Callas, salah seorang penyanyi terbaik di abad ke-20 dengan sifat romantik dan berjiwa emosi. 

Pada waktu Maria Callas meninggal pada tanggal 17 September 1968, dia begitu kecewa karena Onassis tidak memilihnya. Mengapa banyak wanita yang begitu cantik ingin menikah dengan Onassis? Karena standarnya sudah bergeser, bukan lagi menikah untuk saling mencintai tetapi menikah untuk mendapatkan uangnya. Kalau kamu frustasi karena mempunyai sasaran yang salah, maka kamu sedang mempermainkan diri. 

Kebanyakan anak-anak muda yang saling mengasihi sampai menikah memiliki kejujuran, kemurnian, ketulusan, dan keikhlasan yang harus dihormati. Hormatilah istrimu, hormatilah suamimu, karena sewaktu masih muda dan tidak tahu apa-apa, dia sudah menikah denganmu. Dia sudah memilihmu ketika dia masih tidak tahu apa-apa. Tetapi orang yang sudah kaya sekali yang mau memilih jodoh akan didatangi banyak orang; tapi apa yang mereka mau? Mau orangnya atau uangnya? 

Ada sebuah syair yang saya baca ketika saya berusia 16 Tahun: ”Jikalau aku orang kaya, tak pernah aku mengetahui sampai di mana manisnya roti (maksudnya : roti yang dibeli dari uang hasil bekerja setengah mati akan terasa lebih manis). Kalau aku orang kaya, aku tidak pernah tahu betapa segarnya ikan yang dipancing dan digoreng sendiri. Kalau aku orang kaya, aku tidak pernah tahu pacarku mencintai aku atau mencintai uangku.”

Jikalau kamu mempunyai sasaran yang sudah bergeser dari ide yang ikhlas, sasaran yang sudah dicemari dunia materi, keuangan dan kekayaan, sehingga kamu mempermainkan diri, menjual diri dan mengompromikan diri, itu berarti hidupmu tidak bernilai. Orang menjadi frustasi dan putus asa karena mempunyai ide yang terlalu tinggi, tetapi tidak memikirkan fakta yang sangat rendah. Saya kadang bersyukur kepada Tuhan waktu kecil saya terlalu minder. 

Seharusnya tidak perlu minder karena secara sadar atau tidak, mama saya menanamkan keminderan dalam hati saya, “Kamu anak yatim, tidak punya papa, kamu tidak boleh menyamakan dirimu dengan orang lain.” Mengapa anak lain mempunyai mainan itu, sedangkan saya tidak? Karena anak itu masih memiliki papa. Tidak pernah saya memiliki satu mainanpun. Seumur hidup mainan saya satu-satunya adalah sebuah mobil kayu yang saya beli waktu berusia sebelas tahun. Lainnya, saya hanya bermain melipat kertas dan menggambar.

Pada usia sepuluh tahun, saya menggambar hitam putih disebuah kayu, itulah piano pertama saya. Sebuah piano yang tidak bersuara. Tetapi sekarang saya tidak perlu minder. Dulu saya minder sekali. Sekarang saya bisa membuat lagu, mengubah lagu, menjadi konduktor, dan mengajar filsafat, karena saya akhirnya menuntut diri terus sampai sukses dengan sasaran yang tinggi. Sasaran yang tinggi itu tidak salah. Tetapi saya tidak menetapkan sasaran tinggi yang tidak mempunyai kemungkinan mencapainya dengan ambisi yang tidak beres. 

Saya tidak mungkin mempunyai uang untuk sekolah ke luar negeri, atau membayar les privat yang mahal. Satu-satunya kemungkinan adalah membaca dan belajar sendiri. Tuhan tidak memutuskan jalan orang yang sungguh-sungguh berniat baik, tetapi Tuhan juga tidak memberikan jalan lancar bagi orang yang hanya tahu menuntut sebesar-besarnya tanpa tahu berapa modal yang seharusnya dimiliki sebagai pengorbanannya. Orang yang tidak mau berkorban, hanya mau sukses, hanya mau terima jadi saja, tidak akan diberkati Tuhan. Karena itu, kalau kamu frustasi, pikirkanlah apa penyebab frustasi itu.

LIMA PENYEBAB FRUSTASI DAN PUTUS ASA

1. Ambisi Berlebihan

Sebab pertama kita frustasi adalah karena kita memiliki ambisi yang berlebihan, memiliki sasaran yang tidak disejajarkan dengan kemampuan, sehingga terjadi disharmoni antara ambisi dan kemampuan. Semua pemuda silahkan berambisi, tetapi silahkan menilai sampai di mana kemampuanmu. Ketika manusia memiliki ambisi yang bukan berasal dari Tuhan dan tidak berada di dalam kebenaran Tuhan, maka dia akan mengalami kegagalan, dan saat itu terjadi, dia akan merasa kecewa dan frustasi. 

Banyak orang yang memiliki ambisi-ambisi yang begitu besar, tetapi tidak berasal dari Tuhan. Ambisi ini merupakan ambisi pribadinya untuk mencapai apa yang dia inginkan. Ambisi-ambisi seperti ini akan menghasilkan kekecewaan dan frustasi, sampai-sampai berujung pada putus asa dan bahkan bunuh diri.

2. Konsep Theologi yang Salah

Sebab kedua yang mengakibatkan kita frustasi atau putus asa adalah karena konsep ilahi yang dicemarkan dan didistorsikan. Di dalam hal ini, saya tidak mencela kamu, tetapi mencela pengkhotbah-pengkhotbah yang tidak bertanggung jawab. Kalau pengkhotbah memberikan pengajaran yang tidak beres tentang Tuhan sehingga mengakibatkan kamu mempunyai sasaran yang tinggi dan mengharapkan sesuatu dari Tuhan Allah, tetapi sebenarnya ajaran itu sendiri bukan berasal dari Tuhan, maka kamu pasti putus asa. Saat itu, kamu akan mencela Tuhan.

Mengapa manusia kecewa terhadap Tuhan? Mengapa manusia mencela Tuhan? Karena dia menganggap Tuhan tidak menepati janji. Dia menganggap Tuhan tidak memberikan apa yang diinginkannya. Tetapi mengapa Tuhan harus memberikan apa yang diinginkannya? Mengapa Tuhan harus memberikan apa yang dianggapnya sebagai “janji”? Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata sebenarnya itu bukan janji dari Tuhan, melainkan janji dari pendeta yang memalsukan nama Tuhan. Misalnya, pengajaran yang mengatakan “Berilah satu juta, Tuhan akan kembalikan sembilan juta.” Kalimat yang salah dan mengandung racun itu akan mengakibatkan orang yang mendengar mengira itu Firman Tuhan.

Tetapi kalau itu bukan Firman Tuhan, Tuhan tidak bertanggungjawab, Tuhan hanya bertanggung jawab atas apa yang Dia katakan. Tuhan tidak bertanggungjawab atas apa yang tidak dia katakan. Kalau suatu pengajaran adalah salah pengertian akan Alkitab, atau salah interprestasi dari seorang yang disebut “hamba Tuhan” karena kamu gereja yang salah, mendengar khotbah yang salah, maka kamu akan dirugikan seumur hidup, bahkan sampai selama-lamanya.

Kita sering berfikir, “Katanya Tuhan mahakuasa, mengapa bisa begini?” Ini masalah salah pengertian tentang “mahakuasa.” Bukankah mahakuasa berarti apapun harus bisa, dan apapun harus dikerjakan? Kalau mahakuasa diartikan demikian, maka pembantulah yang paling cocok disebut mahakuasa, karena dia selalu mengikuti kesenanganmu. Kalau kemahakuasaan Tuhan diartikan harus menuruti kamu mengerjakan ini dan itu, bukankah berarti Tuhan yang mahakuasa dikuasai olehmu? Itukah mahakuasa? 

Mahakuasa tetapi harus menjadi pembantu yang menyenangkanmu? Tidak demikian. Mahakuasa berarti ketika Dia tidak mau mengerjakan, kamu harus diam. Kalau Dia tidak menyembuhkan, kamu harus taat. Karena Dia yang maha kuasa maka Dia berhak menyembuhkan, tetapi juga berhak tidak menyembuhkan. Kalau mahakuasa Tuhan dimengerti dan dituntut sebagai harus mengerjakan apapun yang kamu minta, maka Alkitab melawan definisi itu. 

Alkitab mengatakan Allah tidak menyesal, Allah tidak berbohong, Allah tidak memungkiri diri, Allah tidak ingkar janji, Allah tidak berbuat jahat. Allah tidak menjadikan gelap menjadi terang, atau sebaliknya, terang menjadi gelap. Maka dari ayat-ayat tersebut, dapat diindikasikan bahwa kemahakuasaan Allah tidak memiliki arti seperti yang banyak manusia pikirkan.

Allah mahakuasa berarti semua kuasa kebajikan berasal dari Allah. Itu arti sesungguhnya Allah Mahakuasa. Kalau Allah yang mahakuasa mau menghentikan anugerah, Dia berkuasa. Kalau Allah yang mahakuasa mau menjadikan orang keras hatinya, Dia berkuasa. Dia mengeraskan hati Firaun, Allah melarang Paulus mengabarkan Injil di Bitinia. Allah memimpin Yesus Kristus dengan Roh Kudus-Nya ke padang belantara bertemu Iblis. Ini semua mahakuasa Tuhan. Mahakuasa Tuhan jangan dimengerti untuk mengisi ambisi manusia yang memerintah Allah. Itu bukan mahakuasa. Konsep “jika Allah mahakuasa, maka aku minta apapun pasti diberikan” berasal dari ajaran yang salah dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, di antaranya Paul Cho Yonggi.

Demam Cho Yonggi sudah menurun drastis suhunya di Indonesia, padahal dua puluh tahun yang lalu orang Indonesia rela naik pesawat ke Korea untuk menerima pelajaran darinya. Dia mengajar : “Mintalah, kalau minta mobil, sebutkan mobil apa, warna apa, model apa, berapa cc, sampai nomor polisinya berapa, maka akan diberikan.” Ajaran seperti itu berdaya tarik besar luar biasa, sehingga seluruh orang pergi ke Korea karena menganggap dia adalah seorang nabi. 

Saya menggelengkan kepala, ajaran itu begitu berbahaya, itu bukan ajaran Alkitab. Bukankah ada ayat yang mengatakan: ”Berdoa demi nama-Ku, maka apapun yang engkau minta akan diberikan kepadamu?” (Matius 7 : 7) bukankah itu kalimat dari Yesus sendiri? Bukankah asal demi nama Yesus, pasti diberikan? Di mana salahnya?

Demi nama Yesus berarti hanya disetujui oleh Tuhan. Beranikah kamu mencairkan cek demi nama saya? Kalau saya mengatakan, “Demi namaku uangnya akan diberi bank kepadamu,” berarti demi namaku, mengharuskan aku yang tanda tangan. Itulah arti demi namaku.” Mengapa pendeta tidak jelaskan? Karena mereka sendiri tidak mengerti. 

Kalau bendahara gereja menandatangani sesuatu, maka itu hanya diakui oleh bank sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati tentang siapa yang berhak menandatangani, atau siapa yang boleh mengambil uang. Saat tanda tangan itulah artinya “demi namaku.” Saya minta kapal terbang demi nama Yesus untuk pekerjaan Tuhan, bolehkah? Dibandingkan dengan para pebisnis, bukankah saya lebih berhak memintanya? “Demi nama-Ku,” jadi pasti diberikan? Boleh saja minta. Tapi perlukah? Tidak perlu.

Konsep salah mengenai Tuhan Allah yang tertanam dalam dirimu mengakibatkan kamu akhirnya tidak bisa mencapai apa yang kamu inginkan. Kamu berkata, “Tuhan mengecewakan saya.” Sebenarnya bukan Tuhan yang mengecewakan kamu, tetapi pengajaran theologi yang salahlah yang telah mengecewakanmu. Maka pendeta yang memberikan konsep yang salah harus dipukul oleh Tuhan karena tidak mengajarkan kebenaran. Mengapa frustasi dan putus asa, bahkan putus asa kepada Tuhan? 

Mengapa? Karena konsep dan pengenalan akan Allah (doktrin Allah) salah. Kita harus memupuk kebenaran melalui pengertian akan Firman Tuhan yang sejati melalui penafsiran yang sejati oleh pendeta yang betul-betul mengabarkan Injil dengan motivasi sejati, dipanggil Tuhan dengan sejati, baru kamu bertumbuh. Kalau tidak, kamu bertumbuh di atas fondasi yang salah. Kamu berada di dalam hidup gerejawi yang berdasarkan pengertian Tuhan Allah yang salah. Akibatnya, walaupun kamu telah menjadi orang Kristen berpuluh-puluh tahun, semakin lama kamu semakin kecewa terhadap Tuhan karena konsep dasar yang salah.

3. Terlalu Percaya kepada Manusia

Ketiga, mengapa kita frustasi? Selain karena ambisi yang salah, dan karena konsep doktrin yang salah, kita juga bisa frustasi karena terlalu percaya kepada manusia. Manusia itu manusia, manusia bukan Allah. Jangan terlalu percaya kepada manusia, biarpun dia bosmu, suamimu, atau istrimu. Dia adalah manusia yang tidak mampu 100 persen melakukan apa yang dia janjikan. Janji yang diucapkan manusia jika tidak dibubuhi dua unsur, yaitu kejujuran dan kemampuan, maka janji itu akan menjadi janji kosong. 

Ketika orang berjanji kepada kita, kita senang sekali, tetapi janji tersebut harus diukur dengan dua hal: pertama, jujurkah? Kedua, mampukah? Yang jujur berjanji, tetapi karena tidak mampu, akhirnya tidak jadi. Yang mampu berjanji, tetapi jika tidak jujur, juga tidak jadi, karena dia berjanji dengan sifat menipu, hanya memikirkan keuntungannya sendiri, bukan keuntunganmu. Maka berhati-hatilah dan berbijaksanalah bergaul dengan orang yang hidup di luar Alkitab. Kita harus berbijaksana.

Kalau kamu tidak bijaksana dan tidak cerdik, lalu sembarangan bergabung dengan orang lain, sembarangan menerima janji, maka kamu akan kecewa luar biasa dan akan cepat putus asa. Membutuhkan jangka waktu yang lama untuk mengetahui seseorang itu jujur atau tidak, hatinya baik atau tidak. Kalau waktu tidak panjang, kita tidak bisa tahu hati orang itu benarnya sampai di mana. 

Kalau jalan tidak panjang, kita tidak bisa tahu tenaga kuda itu besarnya sampai seberapa. Orang yang baru bertemu dengan kamu langsung manis seperti madu, itu bahaya. Baru bergaul langsung manis seperti madu, bahaya. Konfusius berkata pergaulan antar orang kecil (small man) manisnya seperti arak yang sangat manis tetapi memabukkan, sedangkan pergaulan antar-orang agung (gentleman) tawarnya seperti air tetapi akan tahan lama sekali. Air rasanya tawar dan tidak enak, tapi siapa yang bosan dengan air? Pergaulan yang bisa bertahan dan sungguh-sungguh adalah kawan yang seperti air.

Ketika seorang laki-laki suka pada seorang wanita, ia berkata, “Kamu wanita tercantik di dunia.” Itulah yang ditunggu-tunggu para wanita, dikatakan tercantik, yaitu paling mutlak dan paling sempurna. Kamu menuntut (menginginkan) dirimu sempurna, sekarang bertemu dengan orang yang mengenal “kecantikanmu yang sempurna,” kamu langsung mengira dialah pangeranmu. Pangeran berkuda putih yang sedang datang melamar kamu. 

Suatu hari kamu baru tahu ternyata dia juga mengatakan kalimat yang sama itu kepada perempuan-perempuan yang lain. Kalimat yang terlalu manis itu jangan didengar, kesungguhan itu yang penting. Jadi kita belajar satu hal; seumur hidup suka mendengar kalimat yang benar, bukan suka mendengar kalimat yang enak. Kalimat yang enak tetapi tidak benar itu tidak bernilai, kalimat yang benar tapi tidak enak harus didengar, baru kita berbijaksana.

Selain kejujuran, lihatlah juga kemampuannya. Walaupun dia jujur, tetapi jika tidak disertai kemampuan, itu dapat membuatmu frustasi. Jadi, kita frustasi akibat janji-janji orang yang tidak jujur atau tidak mampu. Orang yang jujur tetapi tidak mampu itu masih bisa diampuni. Tapi kalau dia mampu tetapi tidak jujur, itu harus dikutuk karena merupakan penipuan.

4. Terlalu Percaya Diri

Keempat, kita putus asa dan frustasi karena terlalu percaya diri (overconfident). Ini penyakit yang besar. Ketika manusia overconfident, menganggap diri lebih dari seharusnya, dia akan memasang suatu jerat untuk hari depannya sendiri. Di dalam tiga tahun tiga kali saya mengatakan dengan serius kepada anak laki-laki saya satu-satunya, bahwa dia overconfident. Ketika anak-anak saya masih kecil, saya kumpulkan mereka dan saya tunjukan masing-masing sifat yang baik maupun kelemahannya, hal-hal yang harus diperhatikan, sementara yang lain mendengar dan belajar dari analisis seorang ayah terhadap anak-anaknya. Walaupun demikian, percaya diri anak saya tadi bukan percaya diri sembarangan, dia berani dalam 4 tahun mengambil 4 jurusan dan akhirnya keempatnya mendapat gelar. Dia seorang yang sangat percaya diri. Jarang ada pemuda seperti itu.

Dalam sejarah di midwest (di Amerika Serikat), tidak ada yang mengambil lebih dari tiga jurusan dalam tahun yang sama, sehingga dia menjadi orang yang pertama mendapatkan 4 gelar dalam waktu yang bersamaan. Tetapi bagi saya, dia tetap terlalu percaya diri. Mengapa saya perlu menganalisis dan memperingatkan dia? Kalau terlalu percaya diri, pada suatu hari dia akan merugikan dirinya sendiri karena dia memasang sasaran terlalu banyak. Akibatnya, ketika tidak bisa mencapainya, dia akan frustasi. 

Itu frustasi yang tidak perlu dialami. Itu putus asa yang tidak perlu dirasakan. Tidak berarti saya mencegah atau menghentikan ambisi seseorang, tetapi saya harus melihat keseimbangan antara jiwa ambisi dan jiwa psikologi. Saya harap semua ini bisa menanamkan kestabilan yang sungguh-sungguh pada generasi muda.

Kadang-kadang kita menjadi terlalu percaya diri karena dua kemungkinan : 

1) saya merasa saya seharusnya begini, dan 

2) saya merasa saya mampu mencapai sampai tingkat ini. 

Menguji kemampuan sendiri itu perlu keberanian dan objektivitas yang cukup tinggi. Kita harus mengeluarkan kita dari diri kita, memisahkan dirimu dari dirimu, dan menilai dirimu oleh dirimu. Jadi diri menjadi subjek yang menilai sekaligus menjadi objek yang dinilai. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa memisahkan diri dari diri, lalu menjadikan diri dari subjek menjadi objek. 

Dirimu sebagai subjek yang secara relatif menjadi penilai terhadap diri sendiri, yang coba dianalisis dan dinilai secara objektif oleh diri. Dari sini kita akan mendapatkan penilaian diri atau harga diri (self-esteem). Kalau kita menilai diri lebih dari yang seharusnya, itu berarti kita memberi peluang bagi datangnya frustasi. Kalau kita memberi evaluasi terhadap diri lebih dari yang seharusnya, itu memberi kemungkinan kita menjadi putus asa di kemudian hari.

5. Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Kelima, kita bisa frustasi karena kita membandingkan diri dengan orang lain. Membandingkan diri dengan orang lain merupakan suatu kecelakaan yang tersembunyi. Sangat tidak baik bila kita membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Dia adalah dia, saya adalah saya, dan kamu adalah kamu. Saya bukan kamu, kamu bukan dia, dia bukan saya. Karena saya adalah saya, maka saya harus berpijak kepada anugerah, janji Tuhan, potensi dan semua kemampuan yang ditanam Tuhan di dalam diri saya untuk saya mengerti dan perkembangkan, dan saya harus mempertaruhkan diri saya di dalam diri Tuhan. 

Itu cara yang benar untuk kita bertumbuh. Jangan kita suka membandingkan diri dengan orang lain. Jangan kita iri hati terhadap orang lain. Kalau orang lain menyanyi lebih baik, kamu mulai menangis, dan semakin kamu menangis, semakin jelek suaramu, iri hati tidaklah berguna.

Ada yang memprotes. “Tuhan, mengapa Engkau memberi dia dan tidak memberi saya?” Kira-kira Tuhan akan menjawab: ”Kalau Aku berikan kepada kamu, orang di disebelahmu juga marah. Kalau Aku berikan kepada orang di sebelahmu, setelah dari sebelahmu juga marah. Jadi kepada siapa Aku mau memberi anugerah, itu adalah bagian-Ku. Aku mengasihani siapa yang adalah umat pilihan-Ku. Kamu tidak usah ikut campur, karena ini adalah kedaulatan-Ku.” Iri hati dan suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain merupakan sumber kecelakaan bagi diri kita.

Dalam peribahasa Tionghoa ada dua kalimat yang sangat ironis: istri yang baik selalu milik orang lain, tetapi terhadap posisimu selalu kamu menganggap dirimu yang paling baik. Kita sering beranggapan istri atau suami orang lain lebih baik. Dari mana kamu tahu? Bukankah kamu tidak pernah menikah dengannya? Mengapa orang yang suka main pelacur hidup pernikahannya tidak bahagia? Itu karena dia sudah tahu orang yang berbeda-beda, lalu mulai membanding-bandingkan. Itu suatu kebodohan. 

Nikmati dan cukupkan dengan satu istrimu. Satu istri saja sudah cukup repot, harus saling mengisi, saling membantu, saling melayani. Suka melihat kepada orang lain, lalu tidak puas pada diri, adalah suatu kebodohan. Kita seharusnya merasa puas dengan apa yang Tuhan karuniakan kepada kita. Membandingkan diri dengan orang lain itu sumber kecelakaan untuk hari depan. Iri hati tidak pernah menolong. Iri hati hanya merusak, destruktif dan menghancurkan. Iri hati tidak pernah memberikan penghiburan.

Amsal 3:5-8 mengatakan bahwa jika kamu memandang kepada Tuhan, konsentrasilah kepada Dia dan jangan bersandar pada kebijaksanaanmu sendiri, ini akan menyembuhkan pusarmu dan menyegarkan tulang-tulangmu. Akan melicinkan atau memberikan pelumas di dalam tulang-tulangmu. Kalau seseorang gerak badan, terasa enak sekali. Orang tua kalau bergerak kaku. Anak kecil kalau goyang badan begitu lentur, karena persendian tulang-tulangnya penuh dengan lubrikasi (pelumas). Tetapi jika kamu iri hati dan merasa diri pintar, maka kamu menjadi orang yang kaku dan susah bergerak, menjadi orang yang penuh dengan kepahitan.

Ada lelucon yang mengatakan, kalau seseorang botak di depan, dia adalah orang yang suka berkelahi dengan istrinya; karena dijambak, jadi botak. Kalau botak dibelakang, dia itu sangat dikasihi istrinya, terus dibelai-belai sampai botak. Ada versi yang mengatakan, kalau seseorang botak di depan, dia itu orang pintar, kalau botak belakang, orang itu pemikir. Barang siapa berfikir dirinya pintar, dia tidak ada pelumas. Barang siapa bersandar pada kebijaksanaan sendiri, dia akan gagal.

MELEPASKAN DIRI DARI FRUSTASI DAN PUTUS ASA

Mari kita melepaskan diri dari kesalahan-kesalahan yang telah disebutkan di atas supaya kita dapat terlepas dari frustasi dan putus asa. Berikut ini adalah hal-hal yang harus kita lakukan.

Kembali kepada Tuhan dan mendapatkan kesejahteraan dalam pangkuan-Nya. Kita mau dipukul, dihajar, dan menerima apa saja yang Tuhan lakukan dalam diri kita. Kalau perlu dipukul, biarlah Tuhan pukul. Kalau perlu dihajar, biarlah Tuhan hajar. Anak-anak yang dihajar ibunya, setelah menerima pukulan, tidurnya paling nyenyak. Sebelumnya nakal, melawan, memberontak. Lalu dipukul, setelah itu menangis tetapi puas. Anak tidur paling nyenyak setelah dipukul. Kembalilah kepada Tuhanmu; kembalilah rela untuk dipukul; kembali rela untuk dihajar. Kamu berkata kamu sudah frustasi dan kecewa, sekarang kebali dipukul lagi supaya kamu berhenti dari ambisi yang liar. Supaya kamu kembali ke pangkuan Tuhan dan mendapat istirahat di dalam Tuhan. Tidak ada jalan lain.

Mulai menilai diri dengan penilaian yang baru. Pakailah ukuran iman yang diberikan kepada masing-masing. Ada orang yang berkemampuan besar, tetapi ada juga yang berkemampuan kecil. Mari kita mengenal diri dan menilai diri dengan sewajarnya. Setiap ibu yang baru melahirkan anak mengira anaknya paling baik di seluruh dunia. Setiap ibu yang baru melahirkan anak mengira tidak ada anak lain yang dapat mengalahkan anaknya. Setiap orang kalau menikah menganggap pernikahannya yang paling penting, pernikahan orang lain tidak penting sampai mencetak kartu undangan lebih indah daripada Kitab Suci.

Tidak salah kamu mementingkan dirimu, tapi kalau kamu memenitngkan dirimu lebih daripada apapun, itu berbahaya. Mengapa mengerjakan pekerjaan Tuhan begitu sembarangan? Mengapa menilai pernikahanmu begitu penting? Nilailah dirimu secara objektif menurut ukuran objektif menurut anugerah Tuhan. Ibu-ibu, kalau anakmu dikalahkan oleh anak orang lain, terimalah dengan lapang hati, karena memang tidak ada orang yang sama. Bukannya karena dia anak saya, maka dialah yang paling baik. Kalau Tuhan ingin mengangkat dia lebih dari orang lain, biarlah kehendak Tuhan jadi.

Saya tidak pernah ingin anak saya meneruskan pekerjaan saya. Bukan seperti Kim Young II, bukan seperti Billy Graham, dan bukan seperti Robert Schuller. Mereka merencanakan agar anak mereka nanti meneruskan pekerjaan mereka. Kecuali jemaat melihat anak saya lebih dari semua pendeta dan betul-betul berjiwa pelayanan, dia tidak berhak meneruskan posisi saya. Dia orang biasa. Saya harus menilai anak saya orang biasa. Saya orang biasa. Semua orang adalah orang biasa. Tuhan yang mengangkat seseorang karena itu, biarlah kehendak Tuhan yang jadi, bukan rencana manusia yang jadi. 

Setiap ibu perlu belajar untuk tidak mau kecewa, tidak mau melukai dirinya sendiri di hari depan. Kita telah berlajar mengenai “dilukai” maka kini saya harus mengatakan bahwa frustasi dan putus asa timbul karena melukai diri sendiri akibat memakai standar yang tidak benar. Maka kita harus menilai diri dengan iman yang sepatutnya menurut takaran iman yang diberikan Tuhan kepada kita masing-masing. Setiap orang mendapatkan iman menurut ukuran yang berbeda, dan menurut ukuran itu juga kita harus menilai diri kita masing-masing.

Baca Juga: Kecemburuan Ilahi Dalam Alkitab

Bekerja sebaik mungkin, sesetia mungkin, semampu mungkin. Serahkan seluruh hasilnya kepada Tuhan, maka engkau tidak akan frustasi dan putus asa lagi. Lakukanlah bagianmu sebaik mungkin, dan selebihnya serahkanlah kepada Allah, maka kamu tidak akan kecewa. Jangan lagi menginginkan hasil yang sebesar-besarnya menurut ambisimu yang liar, tetapi mau belajar menurut kehendak Allah saja. Apa yang harus kamu pikul, pikullah; apa yang harus kamu kerjakan, kerjakanlah. Sesudah itu, hasilnya serahkan kepada Tuhan. Kiranya kehendak Tuhan sajalah yang jadi. Ini cara terbaik untuk menghindari frustasi dan putus asa.

Marilah kita kembali kepada ayat-ayat yang kita baca. Janganlah bersandar pada kebijaksanaanmu, tetapi konsentrasilah menyerahkan seluruhnya kepada Tuhan. Dia pasti membuka jalan hari depanmu. Dengan tidak bersandar pada kebijaksanaanmu sendiri, engkau akan menyembuhkan pusarmu dan melumaskan tulang-tulangmu. Engkau akan kembali menjadi orang yang berbijak kepada janji Tuhan yang asli melalui pengertian Tuhan yang benar, menilai penilaian diri yang sesuai, melalui kerajinan yang dikerjakan dengan sesungguhnya. Amin
Next Post Previous Post