ROMA 10:9 (MENGAKU PERCAYA DISELAMATKAN)

Sering kali kita sudah banyak belajar theologia khususnya doktrin Kristus (Kristologi), tetapi apakah setelah kita mempelajari doktrin itu, kita sampai pada respon akhir yaitu Men Tuhankan Kristus dan menjadikan Dia sebagai Tuhan dan Raja dalam hidup kita? Itu adalah suatu komitmen dan keputusan hidup. 
ROMA 10:9 (MENGAKU PERCAYA AKAN DISELAMATKAN)
gadget, otomotif, bisnis
Hal inilah yang diajarkan Paulus di Roma 10:9, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” Mayoritas Alkitab terjemahan Inggris menerjemahkan “mengaku” dengan kata confess (=mengakui), sedangkan beberapa terjemahan memakai kata say (=mengatakan), knowledge (=mengakui/mengetahui), declare (=menyatakan). 

Terjemahan yang lebih tepat adalah confess, dan kata ini menggunakan kata kerja aktif di dalam struktur bahasa Yunani. Kata confess ini berkaitan erat dengan confession (=pengakuan iman). Berarti kita bukan sekadar mengetahui banyak tentang Kristus, tetapi mengaku dengan mulut sebagai suatu pengakuan iman. Kredo itu sangat penting di dalam Kekristenan, tanpa kredo, iman Kristen pasti kacau. Albert Barnes dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible menafsirkan kredo/pengakuan ini sebagai public declaration (pernyataan {kepada} publik), berarti iman kita harus berani dinyatakan secara publik. 

Jamieson, Fausset and Brown Commentary mengaitkan “mengaku dengan mulutmu” dengan perintah Tuhan Yesus di dalam Matius 10:32, “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di surga.” dan perkataan Yohanes di dalam 1 Yohanes 4:15, “Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah.” 

Tetapi sayangnya, banyak gereja Protestan mainline yang mempertahankan kredo hanya sebagai ucapan mantra yang kosong dan tak berarti, karena berita mimbar di gereja mereka mengajarkan hal-hal yang justru bertentangan dengan kredo yang mereka ucapkan setiap Minggu, seperti mengajarkan tentang “theologia” religionum yang sangat bertentangan dengan Pengakuan Iman Rasuli. 

Sebaliknya, di banyak gereja Karismatik/Pentakosta, kredo sudah dihilangkan, mengapa? Alasannya sangat pragmatis, “tidak ada ‘roh kudus’”, “terlalu kaku”, “membatasi ‘roh kudus’”, dan alasan-alasan klise lainnya yang tidak berdasar apa pun! Sudah saatnya, Kekristenan harus bertobat! Kredo atau pengakuan iman sangat dibutuhkan di segala zaman. 

Kalau kita mempelajari sejarah penyusunan pengakuan iman, kita memperhatikan bahwa kredo ini disusun untuk melawan bidat-bidat yang menyerang gereja. Pengakuan Iman Nicea disusun untuk melawan bidat Arianisme yang mengajarkan bahwa Allah itu hanya satu Pribadi (melawan Trinitas). 

Lalu, apa makna kredo di zaman postmodern yang semakin menggila ini ?

1. Pertama, kredo sebagai fondasi dasar iman Kristen yang harus dipegang

Di zaman postmodern, ilahnya bukan lagi rasio, tetapi relativisme dan perasaan. Tidak heran, filsuf F. Schleiermacher mengajarkan bahwa agama itu adalah feeling absolute dependency (perasaan kebergantungan mutlak). Filsafat ini diterapkan di dalam banyak Kekristenan kontemporer sekarang dengan dukungan psikologi modern yang atheis. Ketika Kekristenan dan agama hanya sebagai suatu perasaan, maka dengan mudahnya, Kekristenan diruntuhkan dan diserang dengan berbagai bidat. 

Di zaman postmodern, bidat itu adalah Unitarianisme (bentuk modern dari Arianisme), selain itu ada Sabellianisme dalam bentuk modernnya yang mengajarkan bahwa Allah Trinitas itu bukan keberapaan Allah tetapi kebagaimanaan Allah. Di tengah maraknya bidat yang mengancam Kekristenan, sudah saatnya Kekristenan menegakkan kredo atau pengakuan iman yang melawan semua bidat dan menegakkan iman Kristen kembali di atas dasar Alkitab. 

Hal ini diimplikasikan di dalam 2 kalimat pertama dalam Pengakuan Iman Rasuli, “Aku percaya...” Ketika 2 kalimat pertama ini diucapkan, berarti itulah iman kita, iman yang eksklusif di tengah zaman postmodern yang mengilahkan segala sesuatu adalah sama, dan iman itu bukan iman yang kosong, tetapi iman yang berdasar dan bertanggungjawab, mengapa ? Karena di dalam Alkitab, kita belajar bahwa iman di dalam Allah Trinitas adalah anugerah Allah, bukan jasa baik manusia yang pura-pura kelihatan “baik”.

2. Kedua, kredo sebagai dasar pembentukan paradigma Kristen. 

Kredo bukan hanya sebagai dasar iman Kristen yang harus dipegang di tengah maraknya bidat dan relativisme di abad postmodern ini, kredo juga berfungsi sebagai dasar pembentukan paradigma Kristen yang Alkitabiah. Dengan kata lain, kredo sangat berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, baik dalam pendidikan, ekonomi, sosial, politik, hukum, dll. 

Dengan demikian, adalah anggapan yang sangat tidak bertanggungjawab jika ada orang (dosen/guru) “Kristen” yang mengajarkan bahwa agama/iman dan ilmu tidak ada hubungannya. Anggapan ini jelas sangat tidak Alkitabiah dan jelas melawan Allah (melawan inkarnasi Allahà Allah menjadi manusia, dan juga melawan dwi natur Kristus à Kristus bernatur Ilahi dan manusia) secara tidak langsung. 

Kredo sebagai dasar pembentukan paradigma Kristen berarti kredo mempengaruhi, mengawasi, mengkritik, menghakimi dan membentuk seluruh kehidupan Kristen. Misalnya, pada kalimat awal Pengakuan Iman Rasuli dikatakan, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi”, berarti kita percaya bahwa Allah menciptakan langit dan bumi. 

Dengan dasar kredo ini, kita membentuk ilmu biologi dan menolak segala bentuk evolusi maupun evolusi theistik yang ditegaskan oleh salah seorang pakar fisika terkemuka di Indonesia dengan ide “mestakung”. Kemudian, dikatakan “dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita, ...” Kredo ini juga mengajar bahwa Kristus adalah Tuhan dan juga Allah, sehingga barang siapa yang menolak ke Tuhanan Kristus dan menganggap-Nya hanya sebagai salah satu jalan keselamatan, guru sosial, pendiri agama, dll, ajaran itu harus dinyatakan bidat, karena melawan Pengakuan Iman Rasuli !

Iman bukan sekadar pengetahuan doktrinal atau pengucapan kredo saja, tetapi iman juga menyangkut percaya di dalam hati. Itulah yang diajarkan Paulus di Roma 10:9b, “percaya dalam hatimu” Kata “percaya” dalam bahasa Yunaninya bisa berarti mempercayakan diri (believe in/entrust) dan kata kerja ini menggunakan bentuk aktif di dalam struktur bahasa Yunani. Sungguh menarik, kedua kata kerja baik “mengaku dengan mulutmu” dan “percaya dalam hatimu” sama-sama menggunakan bentuk kata kerja aktif di dalam struktur bahasa Yunani. 

Hal ini menunjukkan bahwa kedua kata kerja ini bukan tindakan pasif, tetapi tindakan aktif yang meresponi anugerah Allah dan respon ini pun dapat dilakukan karena anugerah Allah yang mendahului respon manusia. Hal ini akan dibahas pada ayat-ayat selanjutnya di bagian setelah ini. Kembali, di ayat 9b, kita belajar bahwa iman bukan sekadar untuk diucapkan, tetapi keluar dari hati yang beriman. Iman adalah masalah hati, bukan sekadar masalah perkataan, penglihatan, pendengaran, dll. 

Percuma saja, seorang yang mengaku diri Kristen, melayani “Tuhan”, ikut sekolah theologia, belajar banyak buku theologia, tetapi dia sebenarnya tidak pernah memiliki iman yang sejati yang keluar dari hati. Paulus sengaja memasukkan unsur hati, karena unsur inilah yang hilang di dalam orang-orang Yahudi. 

Seperti kita ketahui, orang-orang Yahudi baik Farisi maupun Saduki adalah orang-orang yang belajar Taurat sejak kecil, menghafal Taurat bahkan berani mengajar Taurat. Tetapi sayangnya mereka tidak memiliki hati yang beriman dan mengasihi Tuhan dan firman-Nya. Mereka hanya menghafal dan mengajar Taurat secara rasio, tidak secara hati, akibatnya, Tuhan Yesus menegur mereka sebagai orang munafik (Matius 23). 

Mereka pintar mengajar orang untuk mematuhi Sabat dan menghukum mereka yang tidak menjalankan Sabat, tetapi di sisi lain, mereka justru berlaku munafik di hari Sabat. Oleh karena itulah, Paulus mengungkit masalah hati yang paling utama, karena dari hati, keluar segala sesuatu, baik perkataan, tindakan, sifat, dll. 

Hal ini diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri di dalam Matius 15:18-20a, “Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang.” Berbicara mengenai masalah hati yang tidak dimiliki oleh orang Yahudi (Farisi dan ahli Taurat), Tuhan Yesus juga berbicara di pasal yang sama di ayat 7-9, “Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 

Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia."” Ketika hati seseorang beres dan murni di hadapan Tuhan, maka seluruh perkataan, tindakan, dll beres dan memuliakan Allah, sebaliknya jika hati seseorang busuk, maka perkataan, tindakan, dll pasti busuk dan menghina Allah. Jangan pernah terkecok dengan slogan-slogan dunia yang lebih memperhatikan hal-hal eksternal ketimbang internal. 

Tuhan mengajar kita untuk memperhatikan hati, bukan penampilan! Mengapa? Karena Tuhan sudah muak dengan penampilan bahkan penampilan orang-orang yang berjubah agama, tetapi hatinya jauh dari-Nya. Marilah kita periksa hatilah. Sudahkah kita beriman dari dalam hati kita? Ataukah iman kita hanya ditunjukkan di dalam perkataan tanpa disertai hati yang tulus? Mari kita belajar dari pendiri theologia Reformed yaitu Dr. John Calvin yang mengatakan bahwa hatinya dipersembahkan kepada Tuhan dengan tulus dan murni. Itulah iman sejati.

Lalu, kita percaya dan mengaku apa? Di ayat 9c, Paulus mengatakan tentang inti iman, “Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” Inilah inti iman Kristen yang mutlak TIDAK bisa dijumpai di dalam agama-agama dan filsafat-filsafat lain ! Pertanyaannya, mengapa tiba-tiba Paulus langsung mengajarkan inti iman Kristen yaitu kebangkitan Kristus ? Mengapa ia tidak mengajar tentang inkarnasi, kematian, dll ? 

Di sini, saya menafsirkan 2 (dua) alasan penting,

1. Pertama¸ kebangkitan Kristus adalah peristiwa historis. 

Ketika kita kembali memperhatikan konteks dan latar belakang penulisan Surat Roma, kita akan belajar bahwa surat ini ditulis kepada orang-orang Yahudi, meskipun juga kepada orang-orang Yunani (dan kepada kita secara tidak langsung). Di dalam kepercayaan Yahudi sejak zaman Tuhan Yesus sampai sekarang, Yesus bukan Mesias, dan mereka menganggap Yesus hanya manusia biasa, sehingga sampai sekarang, orang-orang Yahudi masih menunggu kedatangan Mesias. 

Mengapa demikian ? Karena mereka melihat Kristus tidak datang seperti (tidak memenuhi) impian mereka, sebagai raja dunia, lengkap dengan senjata dan tentara, dll yang mampu mengusir Romawi yang menjajah Israel. Mereka mengetahui keluarga Tuhan Yesus, mereka juga mengakui kematian-Nya di Golgota, tetapi yang tidak mereka akui adalah kebangkitan-Nya. 


Tidak heran, ketika Kristus dikabarkan bangkit dari kematian, para imam kepala berunding, menyogok para serdadu dengan mengatakan bahwa Kristus tidak bangkit, murid-murid-Nya yang mencuri mayat-Nya di malam hati ketika para serdadu tidur (Matius 28:11-15). Yang lebih menarik, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberikan judul perikop dalam ayat 11-15 ini adalah “Dusta Mahkamah Agama”. 

Ketiga kata dalam judul perikop ini sangat unik dan hendak menyatakan bahwa seorang yang berjubah agama pun berani berdusta supaya fitnahannya tentang Kristus terbukti (bahwa Kristus memang mati akibat dosa dan tidak pernah hidup lagi), padahal mereka lah yang mengajarkan agar orang Yahudi melakukan Taurat. Suatu kekonyolan dan kontradiksi paradigma yang aneh. 

Oleh karena itulah, Paulus mengatakan bahwa inti iman Kristen sejati adalah kebangkitan Kristus. Lalu, mengapa Paulus mengatakan bahwa Allah membangkitkan Yesus ? Apakah berarti Kristus tidak memiliki kuasa sehingga Allah Bapa perlu membangkitkan-Nya ? Itulah tuduhan para penganut Unitarian yang masih menamakan diri mereka “Kristen”. 

Benarkah demikian ? TIDAK. Di dalam Perjanjian Baru, kita mendapati beberapa ayat Alkitab yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Kristus bangkit, yaitu Roma 15:12, “Dan selanjutnya kata Yesaya: "Taruk dari pangkal Isai akan terbit, dan Ia akan bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah bangsa-bangsa akan menaruh harapan."” (KJV, “And again, Isaiah saith, There shall be a root of Jesse, and he that shall rise to reign over the Gentiles; in him shall the Gentiles trust.”) dan 1 Tesalonika 4:14, “Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” (KJV, “For if we believe that Jesus died and rose again, even so them also which sleep in Jesus will God bring with him.”) 

Dengan kata lain, Yesus dibangkitkan dan Yesus bangkit tidak memiliki signifikansi apapun, karena kedua pernyataan ini dipakai secara bergantian. Memisahkan dua pernyataan ini dengan sengaja membuktikan bahwa kaum Unitarian TIDAK percaya bahwa Alkitab itu satu kesatuan dan tidak mungkin ada kontradiksi di dalamnya.

2. Kedua, kebangkitan Kristus adalah pusat kehidupan iman Kristen. 

Iman Kristen tanpa kebangkitan Kristus adalah sia-sia, sebagaimana dikatakan Paulus di dalam 1 Korintus 15:14, “Tetapi andai kata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” Dengan mengajar bahwa Kristus tidak bangkit, berarti iman Kristen akan rontok. 


Itulah agenda “penting” yang sedang diluncurkan oleh negara Indonesia dengan dukungan dari agama mayoritas, kaum “theologia” liberal (istilah kerennya “theologia” religionum), dan kroni-kroninya yang sengaja tidak mempercayai kebangkitan Kristus dan menghapus momen Paskah di dalam kalender di seluruh Indonesia, agar iman Kristen direndahkan sebagaimana Kristus direndahkan (mati tanpa bangkit). Kristus yang mati tanpa bangkit BUKAN berita Injil! 

Jangan sekali-kali percaya kepada “Injil” sosial (social “gospel”) yang telah, sedang dan akan meracuni Kekristenan di abad pos modern! Itu “Injil” palsu dan barang siapa yang memberitakan “injil” palsu selain dari Injil yang diberitakan Paulus tentang kematian dan kebangkitan Kristus, maka orang itu harus dikutuk (baca: Galatia 1:6-8). 

Jangan mempercayai novel isapan jempol dari si Dan Brown gila Da Vinci Code atau film Jesus Tomb, dll. Mereka semua adalah anti Kris dan “nabi-nabi” palsu yang kelak akan dihakimi oleh Tuhan jika mereka tidak segera bertobat!
Next Post Previous Post