TULIP CALVINISME

Tulip Calvinisme. Belajar Reformed/Calvinisme tidak bisa dilepaskan dari belajar 5 poin Calvinisme. Meskipun Calvinisme/Reformed tidak hanya terbatas pada 5 poin/pokok Calvinisme, namun 5 pokok Calvinisme cukup mewakili apa yang Reformed percayai. 
TULIP CALVINISME
otomotif, business
Lima pokok Calvinisme itu disingkat TULIP, yaitu: Total Depravity (Kerusakan Total Manusia), Unconditional Election (Pemilihan yang Tak Bersyarat), Limited Atonement (Penebusan Terbatas), Irresistible Grace (Anugerah yang Tak Dapat Ditolak), dan Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus). 

Mari kita mempelajari kelima pokok Calvinisme tersebut secara ringkas.

1. Total Depravity (Kerusakan Total Manusia)

Pokok pertama dari TULIP adalah berbicara mengenai dosa manusia, yaitu: kerusakan total manusia. Artinya di dalam setiap aspek kehidupan manusia pasti mengandung benih dosa. Hati, pikiran, sifat, perkataan, tingkah laku, dan perbuatan manusia telah dipolusi oleh dosa, sehingga tak ada sesuatu dalam diri manusia yang patut dibanggakan. 

Meskipun demikian kerusakan total manusia TIDAK berarti manusia TIDAK mampu berbuat baik sedikit pun. Kerusakan total manusia memungkinkan manusia bisa berbuat baik, namun motivasi dan tujuannya sudah dirusak oleh dosa, sehingga makin berbuat baik, manusia makin berdosa, karena perbuatan baiknya pun sudah dipolusi oleh dosa.

Bukankah ada aliran Kristen yang mengajar bahwa meskipun manusia telah berdosa, namun pikiran manusia tidak ikut terpolusi oleh dosa, sehingga pikiran manusia masih mampu beriman kepada Allah? Benarkah pandangan demikian? Alkitab TIDAK mengecualikan sedikitpun aspek di dalam diri manusia yang tidak berdosa. Rasul Paulus dengan jelas dan teliti menjelaskan kepada kita, “Sebab di atas telah kita tuduh baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa,” (Roma 3:9) Apakah ayat ini berbunyi, “mereka semua ada di bawah kuasa dosa, kecuali pikiran mereka,”? TIDAK! Tidak ada pengecualian sama sekali! 

Di ayat berikutnya, Paulus lebih rinci menguraikan setiap aspek kehidupan manusia telah dikuasai dosa: akal budi manusia telah dipolusi dosa, sehingga manusia tak mungkin bisa mencari Allah (Roma 3: 11), perbuatan baik manusia telah dipolusi dosa (Roma 3: 12), perkataan mereka telah diracuni oleh dosa (ay. 13-14), iman dan tingkah laku mereka jelas menunjukkan ciri-ciri orang fasik (Roma3: 15-18). Apakah penjelasan Paulus masih kurang lengkap dan terang menjelaskan rusaknya setiap aspek kehidupan manusia?

2. Unconditional Election (Pemilihan yang Tak Bersyarat)

Jika manusia telah rusak total akibat dosa, adakah jalan keluar dari dosa manusia tersebut? TIDAK dan YA. TIDAK menurut cara manusia berdosa, namun YA menurut cara Allah. Jalan keluar dari dosa BUKAN dengan cara menyiksa diri, namun dengan cara Allah yaitu menyelamatkan manusia dari dosa melalui penebusan Kristus. “Sebelum” Allah mengutus Kristus untuk menebus dosa manusia, maka Ia “terlebih dahulu”memilih beberapa manusia untuk menjadi anak-anak-Nya. 

Bagi kaum Arminian, Allah memilih manusia setelah mengetahui bahwa manusia yang dipilih-Nya itu suatu saat akan memilih beriman kepada-Nya. Dari konsep ini, kita mengerti bahwa bagi Arminian, Allah memilih manusia berdasarkan pemilihan manusia akan Allah. Jika manusia tersebut akhirnya tidak memilih Allah, maka Allah pun enggan memilih manusia. Kasihan sekali “Allah” model ini yang menunggu reaksi manusia baru akhirnya memilih manusia. Bukankah ini hampir mirip seperti tindakan manusia berdosa??? 

Bagi Reformed/Calvinis, Allah memilih beberapa manusia BUKAN berdasarkan perbuatan baik manusia (karena manusia pada dasarnya sudah rusak total akibat dosa), namun berdasarkan anugerah dan kemurahan Allah saja. Di atas kita telah membaca ayat-ayat Alkitab yang begitu banyak berkenaan dengan pemilihan Allah yang tanpa syarat yang tanpa melihat perbuatan baik manusia.

Saya tidak bisa memberikan ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan hal ini, karena tindakan Allah tidak bisa dipersamakan dengan contoh apa pun dalam ilustrasi manusia. Yang pasti adalah di antara semua manusia berdosa, kalau kita termasuk salah satu umat pilihan-Nya, bukankah itu adalah hak istimewa yang luar biasa yang Allah berikan kepada kita? 

Saya akan mencoba memberikan ilustrasi (yang tentunya tidak sempurna) untuk menjelaskan konsep pemilihan yang tak bersyarat. Bayangkan seorang pengemis (yang termasuk salah satu dari puluhan pengemis di sebuah pinggir jalan raya) yang diberi uang oleh seseorang. Si pengemis jelas memiliki status dan kondisi yang sama dengan para pengemis lainnya, namun mengapa ada orang yang memberi uang kepada si pengemis ini dan bukan kepada pengemis lainnya? 

Ilustrasi ini menjelaskan betapa bobroknya kita di hadapan Allah dan kita dipilih-Nya sebagai anak-anak-Nya untuk hidup memuliakan Dia yang memilih dan memanggil kita. Kita yang telah dipilih-Nya sudah seharusnya mengucap syukur karena kita termasuk umat pilihan-Nya, bukan malahan mengomel mengapa Ia tak memilih suami/istri atau saudara atau orang terdekat kita.

3. Limited Atonement (Penebusan Terbatas)

“Setelah” Allah memilih beberapa manusia untuk menjadi umat-Nya, maka Ia mengutus Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dosa umat yang telah dipilih-Nya tersebut. Dengan kata lain, penebusan Kristus adalah penebusan yang berlaku hanya bagi umat pilihan-Nya, bukan bagi semua manusia. 

Hah? Bukankah kita sering mendengar khotbah mimbar bahwa Tuhan Yesus menebus dosa semua umat manusia? Bukankah Yohanes 3:16 mengajar kita bahwa Kristus menebus dosa semua umat manusia? Bagaimana iman Reformed menjawab? Yohanes 3:16 TIDAK mengajar bahwa Kristus menebus semua umat manusia. 

Perhatikan ayat ini dengan teliti. Tuhan Yesus berfirman, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Memang benar bahwa Allah mengasihi isi dunia ini, sehingga Ia mengutus Kristus, namun frase berikutnya menjelaskan kepada kita bahwa hanya setiap orang yang percaya kepada-Nya yang memperoleh anugerah keselamatan untuk tidak binasa kelak, namun beroleh hidup yang kekal. 

Tuhan Yesus berfirman di dalam Matius 20:28, “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."” Di ayat ini, Ia tidak berfirman bahwa Ia memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi semua orang, namun bagi BANYAK orang. Semua Alkitab terjemahan bahasa Inggris menerjemahkan BANYAK sebagai many. Kata Yunani yang dipakai adalah polus yang berarti many, much, large (=banyak, sejumlah besar). Dari ayat ini, kita semakin jelas mengerti bahwa Alkitab mengajar tentang penebusan terbatas.

Mengapa Allah mengaruniakan Kristus untuk menebus banyak orang dan bukan semua orang? Apakah Allah tidak mampu? Allah tentu saja MAMPU menyelamatkan semua orang, namun faktanya adalah Ia MAU menyelamatkan banyak orang. Mengapa demikian? Jawaban singkatnya adalah: KEMURAHAN HATI ALLAH. Itu bergantung pada kemurahan hati-Nya yang tentu didasarkan pada kedaulatan-Nya yang mutlak (bdk. Roma 9:15). Tugas kita bukan mendebat Allah, namun tunduk dan bersyukur atas anugerah-Nya yang besar bagi kita yang termasuk umat-Nya.

4. Irresistible Grace (Anugerah yang Tak Dapat Ditolak)

Setelah Kristus menebus banyak orang yang termasuk umat-Nya, maka Roh Kudus diutus untuk mengefektifkan karya penebusan Kristus ke dalam hati umat pilihan-Nya. Inilah yang disebut di dalam iman Reformed sebagai effectual calling (panggilan efektif). Panggilan yang merupakan anugerah ini dikerjakan Roh Kudus di dalam hati umat-Nya dan umat-Nya tidak akan bisa menolak anugerah ini. Lho, bukankah ini berarti kita “dipaksa” untuk menerima Kristus karena Roh Kudus? TIDAK. 

Tuhan tidak pernah memaksa manusia. Lalu, bagaimana kita mengerti anugerah yang tak dapat ditolak? Anugerah yang tak dapat ditolak berarti anugerah Roh Kudus melembutkan hati dan pikiran kita (yang termasuk umat pilihan-Nya) yang dahulu keras terhadap Kristus menjadi lembut dan akhirnya menerima Kristus. Cara kerja Allah berbeda total dengan cara kerja manusia. 

Jika seseorang ingin membawa orang lain untuk mengikuti prinsipnya, maka manusia kebanyakan menggunakan cara-cara kekerasan atau mungkin dengan cara lembut yang licik. Namun, puji Tuhan, Ia bekerja jauh berbeda dari cara kerja manusia. Allah bekerja di dalam diri manusia bukan dengan merasuk manusia sehingga tidak sadar, namun memenuhi mereka di dalam kesadaran mereka dan melembutkan hati dan pikiran mereka, sehingga atas anugerah-Nya, ia meresponi anugerah Allah. 

Dari sini, kita belajar satu prinsip penting di dalam iman Reformed: anugerah Allah mendahului respons manusia (the grace of God is prior to human response). Dari prinsip ini juga, kita belajar bahwa kelahiran baru mendahului pertobatan seseorang. Seorang bisa bertobat dan percaya kepada Kristus karena orang tersebut terlebih dahulu telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus. Mengapa demikian? Karena Roh Kudus lah yang membuat seseorang bisa menerima Kristus (1Korintus 12:3).

Banyak orang non-Reformed (khususnya yang dipengaruhi oleh Arminianisme) berargumentasi bahwa anugerah Allah bisa ditolak, karena itu tergantung kehendak bebas manusia. Sekarang mari kita berpikir logis. Jika anugerah Allah bisa ditolak dengan alasan “kehendak bebas” manusia, maka saya akan bertanya, jika demikian, lebih tinggi siapa: Allah atau manusia? Jika Allah memang lebih tinggi dari manusia, mengapa anugerah-Nya bisa ditolak dengan alasan “kehendak bebas” manusia? Apakah Allah tidak sanggup mengalahkan “kehendak bebas” manusia? Mengapa Allah seolah-olah “kalah kuasa” tatkala manusia menolak anugerah-Nya? “Allah” seperti ini jelas bukan Allah yang Alkitab beritakan.

5. Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus)

Anugerah Allah yang tak dapat ditolak membawa kita kepada poin terakhir dari TULIP yaitu ketekunan orang-orang kudus. Artinya, karena Allah Roh Kudus telah mengefektifkan karya penebusan Kristus di dalam hati umat pilihan-Nya, maka tentu saja Ia juga yang akan memelihara karya keselamatan ini sampai akhir, sehingga tak seorang pun umat pilihan-Nya yang akan kehilangan keselamatannya. Terlalu banyak ayat Alkitab yang membuktikan kebenaran prinsip ini. Mari kita menelusuri dari 2 kitab dalam Perjanjian Baru, yaitu: Injil Yohanes dan Surat Roma.

Di dalam Injil Yohanes sendiri, ada dua pasal yang berisi pengajaran yang jelas bahwa anak-anak Tuhan tidak mungkin binasa. Di dalam Yohanes 6:39-40, Tuhan Yesus sendiri berfirman dengan jelas, “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman."” 

Masih kurang jelas? Di pasal yang sama di Yohanes 6: 44, kembali Ia menegaskan, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.” Masih kurang jelas lagi? 

Baiklah, perhatikan firman Kristus sendiri di dalam Yohanes 10:27-29, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.” 

Di dalam 3 ayat di dalam Yohanes 10, Ia memberi penjelasan lebih detail lagi mengapa anak-anak Tuhan tidak mungkin binasa, yaitu karena Bapa yang memberikan mereka kepada Kristus dan Bapa itu jelas lebih besar dari siapa pun, sehingga tak mungkin ada orang yang bisa merebut anak-anak Tuhan dari cengkeraman Bapa. 

Bukankah 3 ayat di dalam Yohanes 10 jelas-jelas meneguhkan iman kita bahwa jika kita sebagai umat pilihan-Nya, kita tak akan pernah mungkin kehilangan keselamatan, karena Allah yang merencanakan keselamatan, Ia jugalah yang menggenapi dan pasti menyempurnakannya kelak. Ingatlah, Allah kita adalah Alfa dan Omega, yang memulai dan mengakhiri apa yang telah dikerjakan-Nya.

Sekarang kita akan beralih ke Surat Roma. Setelah membahas tentang doktrin predestinasi di Roma 8:28-30, maka di ayat 31-35, Paulus mengajar kita tentang pemeliharaan Allah di dalam keselamatan kita, “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? 

Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” 

Di dalam Roma 8 ini, Paulus lebih tajam lagi memberikan jaminan mengapa anak-anak Tuhan tidak mungkin kehilangan keselamatannya, yaitu, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” (Roma 8: 29-30) 

Predestinasi Allah yang Alkitab ajarkan benar-benar memberikan jaminan teguh bahwa keselamatan umat-Nya tak akan pernah mungkin hilang.

Lalu, bagaimana kita menafsirkan seorang yang murtad di dalam Ibrani 6:4-6? Apakah murtad berarti tanda kehilangan keselamatan? Jika kita memperhatikan theologi kitab Ibrani, maka kita akan mengerti bahwa penulis Ibrani menulis surat ini untuk memberikan peringatan kepada jemaat-jemaat Ibrani. Di dalam Ibrani di pasal 1-5, penulis Ibrani melukiskan keagungan Kristus yang lebih tinggi dari malaikat-malaikat, nabi, dan imam. 

Namun di pasal 5, penulis Ibrani “terpaksa” berhenti sebentar di ayat 10 dan kemudian mulai ayat 11 ia mengajar bahwa jemaat-jemaat Ibrani terlalu lamban untuk mendengar dan mereka masih memerlukan “makanan-makanan” halus (susu) untuk dikonsumsi, padahal dari segi waktu, mereka seharusnya cakap mengajar orang lain. Mulai Ibrani 5:11 inilah, penulis Ibrani memberikan peringatan kepada jemaat-jemaat Ibrani untuk bertumbuh dewasa dan mengontraskannya dengan jemaat yang masih kanak-kanak (childish). 

Tidak ada satu indikasi apa pun yang menyatakan bahwa Ibrani 5:11-6:8 mengandung ajaran bahwa keselamatan bisa hilang. Jika para pendukung keselamatan bisa hilang ngotot berkata bahwa perikop itu berbicara mengenai orang yang kehilangan keselamatan, saya balik bertanya, apakah penulis Ibrani menuliskan contoh orang yang kehilangan keselamatan tersebut? Oleh karena itu, berhati-hatilah jika mencomot satu atau beberapa ayat Alkitab untuk mendukung teori sendiri (metode penafsiran eisegese).

Sebagai aplikasinya, jika anak Tuhan tidak mungkin murtad, bagaimana dengan fakta bahwa beberapa artis/orang “Kristen” setelah menikah dengan pasangan yang tidak seiman, kemudian murtad? Apakah artis/orang “Kristen” tersebut kehilangan keselamatan? Sebelumnya, mari bedakan: orang Kristen vs anak Tuhan. Anak Tuhan pasti (suatu saat) seorang Kristen (mungkin sekarang masih indekos di dalam agama lain untuk nantinya dibawa kembali kepada Kristus), namun orang Kristen BELUM tentu anak Tuhan. 

Pdt. Dr. Stephen Tong pernah berkata bahwa banyak anak Tuhan yang indekos di dalam agama lain, namun sebaliknya banyak anak setan yang indekos di dalam gereja. Jika ada orang “Kristen” yang murtad sampai akhir hidupnya, maka dapat dipastikan bahwa orang “Kristen” itu tidak sungguh-sungguh bertobat atau pasti bukan termasuk anak Tuhan/umat pilihan-Nya, karena seorang anak Tuhan yang benar-benar bertobat dan menerima Kristus serta berhubungan intim dengan-Nya tak mungkin bisa dengan mudahnya beralih keyakinan hanya demi pasangan hidup yang gak jelas itu. 

Namun fakta menunjukkan bahwa ada seorang artis wanita Kristen yang sempat murtad, kemudian dipukul oleh Tuhan dan akhirnya menjadi Kristen lagi. Bagi saya, itu mungkin tanda umat pilihan-Nya. Umat pilihan-Nya mungkin sekali dibiarkan Tuhan murtad sebentar, namun Ia pasti akan memukul dia kembali.

Jika dipikir secara logis, keselamatan bisa hilang yang dianut Arminianisme jelas tidak masuk akal. Perhatikan. Bagi Arminianisme, keselamatan bisa hilang karena manusia tidak menjaga keselamatannya. Jika manusia bisa menjaga keselamatannya, maka keselamatan tidak akan mungkin bisa hilang. Jika tidak, maka manusia akan kehilangan keselamatan dan binasa kekal. Lalu, jika manusia gagal menjaga keselamatan tersebut, apa yang terjadi pada Allah? Saya akan mencoba mendramatisirnya. 

Pada suatu saat Budi (sungguh-sungguh umat pilihan-Nya) telah menerima Kristus setelah mendengar firman pada waktu Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), kemudian Budi menjalani hidup Kristennya dengan saleh: berdoa, membaca Alkitab, bersekutu, bersaksi, dll. 


Namun pada suatu kali, pencobaan datang mengganggu Budi, sehingga ia jatuh ke dalam pencobaan. Bagi Arminianisme, pada saat itu, Budi kehilangan keselamatan dan tentunya di “dunia Allah”, “Ia” kecewa dan menangis karena Budi tidak baik-baik menjaga keselamatannya. 

Lalu, apa yang dilakukan Allah versi Arminian ini? TIDAK ADA, karena Budi tidak sungguh-sungguh memelihara dan menjaga keselamatannya, maka Allah pun tidak sanggup memeliharanya. Dengan kata lain, bagi seorang Arminian Allah dan manusia sama saja: saling membutuhkan satu dengan yang lain. 

Benarkah ini yang Alkitab ajarkan? Tuhan berfirman di dalam Yesaya 44:6-8, “Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku. Siapakah seperti Aku? Biarlah ia menyerukannya, biarlah ia memberitahukannya dan membentangkannya kepada-Ku! Siapakah yang mengabarkan dari dahulu kala hal-hal yang akan datang? Apa yang akan tiba, biarlah mereka memberitahukannya kepada kami! Janganlah gentar dan janganlah takut, sebab memang dari dahulu telah Kukabarkan dan Kuberitahukan hal itu kepadamu. Kamulah saksi-saksi-Ku! Adakah Allah selain dari pada-Ku? Tidak ada Gunung Batu yang lain, tidak ada Kukenal!"” 

Tiga ayat dari Yesaya 44 memberi tahu kita bahwa Allah sejati adalah Allah yang berdaulat atas waktu, sehingga tak ada seorang pun yang bisa menyamai-Nya yang bisa mengetahui segala sesuatu. Jika Allah adalah Allah yang berdaulat atas waktu, mungkinkah Ia terkaget-kaget dengan peristiwa di dunia ini, kemudian putus asa ketika manusia tidak memelihara keselamatannya sehingga keselamatannya hilang? 

Kasihan sekali memiliki “Allah” yang selalu terkaget-kaget, jangan-jangan karena terlalu sering kaget, “Allah” ini akan sakit jantung dan dirawat di rumah sakit, lalu kalau dirawat di rumah sakit, sungguh aneh bukan jika kita masih percaya pada “Allah” seperti ini? Saya pribadi TIDAK mau mengimani “Allah” yang tidak diajarkan Alkitab ini.

Sebagai kesimpulan akhir, coba kita pikirkan dan gabungan semua konsep Arminianisme. Bagi Arminianisme, karena manusia tidak rusak total, maka Allah memilih manusia setelah melihat bahwa manusia yang dipilih-Nya itu akan beriman kepada-Nya, setelah itu Allah menebus mereka semua (baik yang dipilih maupun tidak dipilih), namun anugerah penebusan itu bisa ditolak oleh manusia karena manusia memiliki kehendak bebas yang bisa menerima atau menolak, dan terakhir, anugerah keselamatan itu tidak bisa berdaya apa-apa tatkala manusia akhirnya murtad dan berbuat jahat. 


Inilah kronologi doktrin keselamatan dari sebuah theologi yang dibangun dari pola pikir manusia berdosa, yaitu: antroposentris (berpusat kepada manusia), sehingga Allah kelihatan menjadi pribadi yang begitu kecil, lemah, dan perlu pertolongan dari manusia. Jika manusia tidak beriman kepada-Nya, maka Allah ngambek dan tidak akan memilih manusia tersebut. Jika manusia tidak menerima anugerah Allah, maka anugerah Allah itu akan sia-sia. 

Jika manusia tidak menjaga keselamatan dari Allah, maka keselamatan itu akan hilang. Namun Alkitab mengajar bahwa Allah tidak bergantung pada apa dan siapa pun di dunia ini, karena Ia adalah self-existent (berada pada diri-Nya sendiri) (bdk. Yesaya 44:6-8 di atas). Sekarang, bagaimana respons kita? Masihkah kita percaya pada Allah yang terkaget-kaget ataukah Allah yang berdaulat yang tidak bergantung pada apa dan siapa pun?.TULIP CALVINISME -Denny Teguh Sutandio
Next Post Previous Post