1 PETRUS 5:1-4 (4 PERANAN GEMBALA SEBAGAI PEMIMPIN)

Kedudukan seorang gembala sebagai pemimpin merupakan suatu fenomena khusus yang menyangkut tiga hal: mengajar, melatih dan bersaksi.

1. Pemimpin yang Memberi Nasihat (I Petrus 5:1)


I Petrus 5:1 mengungkapkan bahwa dengan otoritas tersebut, Petrus ingin meneguhkan para penatua dalam jabatanya yang berat itu dalam menghadapi masa penganiayaan dan penderitaan. Petrus disebutkan sebagai Teman Penatua tidak terdapat di tempat lain dalam Perjanjian Baru, tetapi tidak asing bagi Petrus dalam hubungan ini, di mana ia mementingkan kerinduan kesatuan dengan orang-orang yang diajaknya. 
1 PETRUS 5:1-4 (4 PERANAN GEMBALA SEBAGAI PEMIMPIN)
otomotif, gadget, bisnis
I Petrus 5: 2 menunjukkan bahwa yang dimaksudkan bukan orang tua pada umumnya, melainkan pejabat-pejabat, yang disebut Presbyterci atau penatua. Selaku teman penatua, Petrus tidak lebih tinggi kedudukannya daripada penatua-penatua biasa, melainkan mereka setara atau sederajat. Rangkaian penderitaan-kemuliaan dalam I Petrus 4:13; 5:1 yang menitikberatkan kemuliaan bagi orang-orang yang ikut serta di dalam penderitan Yesus Kristus. 

Namun dalam I Petrus 5:1 tidak berbicara langsung mengenai persekutuan Petrus dengan penderitaan Kristus, melainkan peranannya sebagai saksi dari kesengsaraan Kristus. Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderita Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. Petrus ingin menekankan supaya pelaksanaan yang setia dari jabatan penatua adalah sangat penting dalam masa-masa menghadapi tantangan, penganiayaan, hambatan, dan penderitaan jemaat.

Kata menasihati Yunani παραινεω (paraineo) menurut Kamus Umum Bahasa Indonesi adalah memberi nasihat kepada, mengajurkan, sedangkan Nasihat adalah ajaran, pelajaran baik; anjuran. Berkaitan dengan hal di atas, maka gembala harus mampu memberikan nasihat kepada anggota jemaat untuk selalu waspada akan segala tantangan yang akan dihadapinya, Waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang telah di anugrahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus, menganjurkan, dan memberikan pelajaran yang baik kepada orang yang dipimpinnya, berpegang kepada Firman Allah, dan harus di kendalihkan oleh Roh Kudus sehingga ia merasa bahwa ia adalah atasan, tetapi sama dengan anggota yang turut dalam kepemimpinan jemaat.

Jadi, seorang gembala sebagai pemimpin yang memberi nasihat harus mampu mengajarkan hal-hal yang baik dan menganjurkan sesuatu yang berguna bagi bawahannya atau orang-orang yang dipimpinnya.

2. Pemimpin yang Bertanggung Jawab (I Petrus 5:2a)

I Petrus 5:2 menggambarkan tugas seorang gembala dengan kiasan yang baik, di mana mereka dipercayakan untuk menggembalakan domba Allah yaitu memberi makan. 

Kata ini mengingatkan amanat Tuhan Yesus kepada Petrus dalam Yohanes 21: Ungkapan yang ada padamu adalah ungkapan istimewa dalam bahasa Yunani dengan seluruh kemampuanmu, sekuat tenaga, dalam terjemahan TB ungkapan ini dimaksudkan kawanan domba yang menjadi tanggungan khusus setiap penatua. 

Mereka tidak memiliki kawanan domba yang tetap, tetapi Tuhan mempercayakan domba-domba-Nya bagi mereka, maka mereka harus bertanggung jawab kepada pemilik domba-domba tersebut, untuk tidak meninggalkan domba-domba itu. Tentang tingkah-laku dan perbuatan, pekerjaan gembala-gembala terdiri dari sisi negatif dan sisi positif yaitu mereka harus dinasihati supaya mereka melakukan tanggung jawabnya tanpa paksaan atau karena kewajiban. 

Dalam bahasa Yunani αναγκαστως artinya kewajiban, menurut Kamus Besar Bahas Indonesia kata Kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan, keharusan.  Sedangkan Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan; sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak orang lain. 

Jadi, bertanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatu, kerelaan memikul atau menangung segala akibat. 

J. Oswald Sanders mengatakan, Memikul tanggung jawab dan melakukannya dengan rela, merupakan ciri yang perlu bagi seorang pemimpin. Salah satu syarat untuk menjadi gembala yang baik dan berkualitas adalah memiliki sikap yang bertanggung jawab, sikap bertanggung jawab ini sangat penting bagi seorang pemimpin yang telah disiplin dan dipanggil oleh Allah untuk memimpin dan menjaga umat-Nya agar tetap bergerak ke arah yang benar dan mengajarkan hal yang benar. Tanpa sikap tanggung jawab ini, maka tidak ada yang akan berhasil. 

Engstrom dan Dayton menuliskan, Tidak ada yang akan terjadi bila tidak ada yang merasa dirinya bertanggung jawab. 

Sikap tanggung jawab dari seorang pemimpin terlihat dalam hubungan tindakannya dengan tegas yang diberikan kepadanya, kepada bawahan yang dipimpinnya, dan kesediaanya menghadapi segala macam akibat yang ada (kesulitan dan kritikan). Tanggung jawab seorang pemimpin terhadap bawahan, menurut Diane Tracy adalah: Memberi pengertian yang jelas mengenai tanggung jawab pekerjaan atau tugas yang harus dikerjakan. 

Tentang sikap tanggung jawab ini, Leroy Eims menulis, Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi dan semangat, dan salah satu faktor kunci adalah kepemimpinan yang bertanggung jawab. Pemimpin yang bertanggung jawab penuh atas tindakannya sendiri dan atas tindakan orang bawahannya (yang dipercayakan Allah kepadanya) akan dihormati bawahannya dan akan setia kepadanya

Seorang pemimpin perlu memiliki sikap bertanggung jawab dan membuktikan diri sebagai pemimpin yang bertanggung jawab. Yacob Tomatala menuliskan dua faktor penting dalam mewujudkan diri sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, yaitu:

Pertama, Pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin yang memikul tanggung jawab dengan sadar. Di sini orang Kristen dengan penuh kesadaran memikul tanggung jawab atas tugas yang dipercayakan kepadanya.

Kedua, Pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin yang mengambil tanggung jawab pemimpin, orang Kristen harus secara pasti dengan penuh kesadaran tanggung jawab kepemimpinan untuk seluruh tugas dan orang yang dipercayakan kepadanya. Di sini tidak menggunakan gaya mencuci tangan ala Pilatus, tetapi ia sepenuhnya mengambil tanggung jawab, ia bukan saja sadar bahwa kepadanya telah dipercayakan tanggung jawab, tetapi ia mengambilnya secara teratur dan menunjukkan sikap dalam kinerja yang aktif. 

Jadi, seorang pemimpin sejati adalah seorang yang penuh rasa tanggung jawab. Pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin yang memikul, menerima dan mengambil tanggung jawab dengan penuh kesadaran untuk tugas dan orang yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya dan bukan seorang yang menghindari tanggung jawab. Sikap tanggung jawab seorang pemimpin terlihat dari kesediaannya menerima segala resiko (akibat, tantangan, dan kesulitan) dari tugas yang telah dipercayakan kepadanya, dan melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab.

3. Pemimpin yang Sukarela (I Petrus 5:2)

Sesuai dengan kehendak Allah adalah kemungkinan untuk menterjemakan kata Yunani Τηον (Theon). Kemungkinan lain untuk mengartikan kata tersebut adalah seperti perbuatan Allah sendiri mengingat akan tugas Gembala jiwa seperti yang dikatakan dalam pasal 2: Dengan sukarela εκοσιως (ekosios). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sukarela adalah dengan kemauan sendiri, dengan relah hati; atas kehendak sendiri, tidak karena diwajibkan. 

Jadi, seseorang yang bekerja dengan sukarela adalah orang yang bekerja dengan kemauannya sendiri bukan karena paksaan atau bukan karena suatu hal yang diwajibkan. Orang yang bekerja dengan sukarela disebut dengan sukarelawan. Karena seseorang bekerja atas kehendak diri sendiri, apa pun resikonya ia harus siap terima dengan lapang dada. Inilah yang dilakukan Yesus dalam menjalankan tugas yang diberikan Bapa kepada-Nya. Yesus menjalankan tugas-Nya dengan sukarela bukan dengan paksaan. Bahkan Yesus menyerahkan nyawa-Nya dengan sukarela.

J. Verkuyl memberikan penjelasan tentang bagian ini. Allah Bapa mengasihi Yesus, oleh karena kerelaan-Nya menyerahkan nyawa-Nya untuk keselamatan domba-domba-Nya, dan bukan karena terpaksa, tetapi karena kesukaan-Nya. Yesus tidak dipaksa mati, tetapi karena dengan sukarela menyerahkan nyawa-Nya. 

Ia berkuasa untuk menyerahkan nyawa-Nya dan berkuasa pula mengambilnya kembali, itulah rahasia kematiaan-Nya. Tugas itulah yang dilakukan-nya. Sebab itu, Ia bebas terhadap kuasa dosa, iblis, dan maut. Yesus tidak mati sebagai hamba dosa, melainkan sebagai utusan Allah yang berbuat demikian dengan sukarela untuk membebaskan umat-Nya. 

Allah memberikan tugas yang paling mulia bagi para gembala sebagai pemimpin, jadi, setiap gembala sebagai pemimpin harus melaksanakan tugas pelayanannya dengan sukarela bukan dengan paksaan. 

Sama seperti Yesus yang dengan relah menyerahkan nyawa-Nya sampai mati di kayu salib. Bukan karena paksaan sehingga apa pun resikonya harus diterima. Allah memerlukan orang yang mau melayani Dia dengan sungguh-sungguh, yang tanpa ragu-ragu mau menyerahkan segala sesuatu yang ada pada mereka, bahkan nyawanya sekalipun, demi kemuliaan Tuhan. Allah mengasihi orang-orang yang taat dan setia melakukan kehendak-Nya.

4. Pemimpin yang Memberi Teladan (I Petrus 5:3)

Memerintah dalam I Petrus 5:3 ini menyatakan sikap yang lazim bagi orang atasan dalam kekuasaan duniawi, dalam Markus 10:42. Di mana kata kerja yang sama dipakai, tetapi pemimpin Kristen, bukannya mempunyai wewenang tanpa batas dan memeras orang-orang yang dipercayakan kepadanya, melainkan wajib menjadi teladan kepada mereka, segala sesuatu yang dapat dilayankan dalam bidang pengajaran, pembinaan rohani. Mereka yang telah dipercayakan kepadamu (Yunani Kleroi) berarti bagimu yang telah ditentukan. 

Rasul Petrus memberikan nasihat kepada para penatua untuk menjadi teladan. Janganlah kamu berbuat seolah-olah mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepada kamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu (I Petrus 5:3). 

Keteladanan merupakan suatu sikap yang sangat penting bagi kehidupan gembala sebagai pemimpin, karena lewat keteladanan hidup seorang gembala, menjadi salah satu faktor dalam pertumbuhan bagi iman jemaat, dalam hal ini gembala merupakan figur pemimpin yang mencerminkan keteladanan Allah kepada umat-nya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata teladan adalah patut ditiru, baik untuk dicintohi.  Penekanan yang terkandung dalam kata ini adalah pemimpin jemaat haruslah berusaha untuk layak dicontohi bagi semua orang, secara khusus kepada orang yang dipimpinnya.

Gembala sebagai pemimpin tidak dapat dipisahkan dari sikap keteladannya sebagai warna yang indah bagi jemaat dan bagi semua orang, baik dalam hal perkataan, tingkah laku, maupun dalam kasih, kesetiaan, dan kesucian. Berkaitan dengan hal di atas, seorang gembala harus memiliki perkataan yang jujur, berpegang kepada Firman Allah, dan harus dikendalikan oleh Roh Kudus dan Firman Allah. Konsep Perjanjian Baru mengenai kepemimpinan, menuntut para penatua agar memandang diri sebagai hamba bagi yang lain hendaklah menjadi teladan (I Petrus 5:3). 

Peter Wongso mengatakan, Di dalam jemaat, pendeta memang seorang pemimpin, sikap dan perbuatan sering kali diteladani oleh jemaat mereka Oleh sebab itu, para pemimpin harus memelihara sikap dan perbuatan jemaatnya dengan sebaik-baiknya, yang terpenting adalah pemimpin harus mampu memberi teladan bagi orang lain.  Allah sendiri menghendaki orang yang dipakai-nya harus menjadi teladan, Allah ingin agar seorang pemimpin jemaat dapat menunjukkan sikap yang baik bagi jemaat sebagai mana Allah lebih dahulu menjadi teladan bagi umat-nya.

Jadi, keteladanan dapat dicapai bilamana gembala sebagai pemimpin dapat melakukan kelima faktor yang dikatakan dalam (I Timotius 4:12) yaitu dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesucian. Karena itu, seorang gembala haruslah memiliki sifat yang dapat diteladani seperti tersebut di atas.

Peranan seorang gembala sebagai pemimpin dituntut tampil sebagai teladan bagi jemaat, seperti Rasul Petrus menyampaikan nasihatnya kepada para penatua janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.

Ralp M.Riggs Mengatakan, Seseorang sama sekali tidak dapat mengajar dan memimpin orang lain kalau ia sendiri belum sanggup menjadi teladan. Tetapi biarlah orang itu menyadari bahwa kedudukannya sebagai seorang pemimpin meliputi kewajiban untuk lebih matang, lebih rohani, lebih setia, lebih bertekun di dalam doa, dan lebih saleh daripada anggotanya. Biarlah setiap gembala memperhatikan bahwa dia harus menjadi teladan yang baik bagi kawanan dombanya dalam semua hal. 

Sejalan dengan apa yang dimaksudkan Myron Rush, dalam bukunya menyatakan bahwa, salah satu peranan utama dari seorang pemimpin yang berhasil adalah menunjukkan teladan yang baik, kemudian melatih orang lain. Memperhatikan dengan saksama pernyataan-pernyataan di atas, maka gembala sebagai pemimpin adalah seorang yang harus menjadi teladan bagi orang-orang yang ditempatkan Allah di bawah pengawasannya. Ada kemungkinan di mana banyak orang tidak mengalami akan hal yang sedang gembala lakukan dan mereka akan menyangka bahwa mereka sedang memegahkan diri. 

Frederick K.C Price mengatakan, Kita sebagai gembala harus menjadi teladan atau contoh kepada mereka yang kita gembalakan. Jika seorang pendeta menjadi teladan dalam segala sesuatu yang diperbuatnya kemungkinan besar akibatnya ialah jemaatnya akan menjadi seperti dirinya karena secara normal apa pun yang Anda jumpai dalam jemaat berasal dari mimbar. 

Keteladanan seorang pemimpin dapat dilihat dalam beberapa hal seperti apa yang dikatakan oleh Sondang P. Siagian, Seorang pemimpin harus mampu memproyeksikan kepribadian yang tercermin antara lain dalam bentuk kesetiaan kepada organisasi, kesetiaan kepada bawahan, dedikasi kepada tugas, disiplin dalam kerja, landasan moral dan etika yang digunakan, kejujuran, perhatian kepada kepentingan dan kebutuhan bawahan dan berbagai nilai-nilai hidup lainnya yang bersifat positif. 

Dari uraian di atas jelas bahwa tanggung jawab dan peranan seorang gembala sebagai pemimpin dituntut adanya sikap teladan dalam seluruh aspek kehidupannya. Keteladanan yang dituntut dari seorang gembala sebagai pemimpin dari sisi kehidupan, Yakob Tomatala mengatakan: 

Pertama, teladan hidup rohani. Pemimpin Kristen adalah pemimpin rohani yang harus membuktikan kualitas hidup. Ia harus memiliki integritas rohani yang dalam dan kuat dan mewujudkan dengan setia dalam ketaatan kepada Allah dan Firman-Nya. 

Kedua, teladan hubungan dengan orang lain, hal ini diwujudkan secara konsisten memperhatikan orang, mempersatukan orang, membangkitkan semangat, berkomunikasi dengan baik. 

Ketiga, teladan kerja, pemimpin yang memiliki kecakapan tahu bagaimana memimpin, berpikir positif, sinargetis dan proaktif. 


Keempat, teladan dalam bersikap tegas, pemimpin yang bersikap tegas akan terbukti rajin atau giat, efektif dan efisiensi serta berorientasi kepada sasaran kerja. Pemimpin Kristen adalah pemimpin yang pragmatis serta produktif yang menghasilkan dalam kepemimpinannya. 

Berdasarkan pernyataan di atas, maka peranan gembala sebagai pemimpin merupakan pola hidup dan teladan yang perlu diperhatikan, diharapkan bahkan diri lebih dominan mempengaruhi serta mengubah pola pikir dan kehidupan orang lain, sehingga realitas kehidupan orang yang digembalakannya adalah cerminan dari hidup yang menggembalakannya. Keteladanan hidup seorang gembala melibatkan juga seluruh anggota keluarganya terutama istri dan anak-anaknya. 

Kesimpulan

Berdasarkan semua uraian tentang peranan gembala sebagai pemimpin dalam perspektif 1 Petrus 5:1-3, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan: 

Pertama, konsep 1 Petrus 5:1-3 Tentang peranan gembala sebagai pemimpin bahwa seorang gembala harus mengerti peranannya sebagai pemimpin, yaitu: 

(1). Pemimpin yang memberi nasihat (1 Petrus 5:1), seorang gembala sebagai pemimpin yang meberi nasihat harus mampu mengajarkan hal-hal yang baik dan menganjurkan sesuatu yang berguna bagi bawahannya atau orang-orang yang dipimpinnya, 

(2). Pemimpin yang bertanggung jawab (1 Petrus 5:2a), seorang pemimpin sejati adalah orang yang penuh dengan rasa tanggung jawab, pemimpin yang mau memikul, menerima dan mengambil tanggung jawab dengan penuh kesadaran untuk tugas dan orang yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya dan bukan orang yang menghindar dari tanggung jawab, 

(3). Pemimpin yang sukarela (1 Petrus 5:2), sebagai pemimpin harus mampu menerima dan menlayani bawahannya dengan hati yang terbuka, senang dan bukan bekerja karena paksaan tetapi dengan kemauannya sendiri, 

(4). Pemimpin yang memberi teladan (1 Petrus 5:3), sebagai pemimpin ada tuntutan sikap teladan dalam seluruh aspek kehidupannya baik kehidupan rohani, hubungan dengan orang lain, dalam pekerjaan, dan lewat sikap tegas.

Kedua, adapun relevansi gembala sebagai pemimpin bagi penggembalaan masa kini yaitu: 

(1). Sebagai konselor atau pembimbing, harus peka terhadap orang - orang yang dibimbingnya dan selalu siap menerima keluhan dari bimbingannya tanpa ada motivasi lain, 

(2). Sebagai gembala yang bertanggung jawab, seorang pencuri hanya datang untuk merampok dan membinasakan, tetapi gembala yang mengasihi pasti melindungi atas domba-dombanya dari serangan yang akan datang dan bertanggung jawab atas domba-domba yang digembalakannya, 

(3). Menjaga dan melindungi jemaat, sebagai gembala harus selalu mengadakan tindakan pencegahan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, mengadakan perawatan bagi jemaatnya, dan mengadakan perkunjungan bagi domba-domba yang digembalakan atau jemaat, 

(4). Dalam mengajar, seorang gembala atau pemimpin adalah guru yang akan terus menerus mengajar dan memberikan pengajaran firman Tuhan kepada anggota jemaatnya, dalam berkhotbah, adalah salah satu cara yang diberikan oleh Allah untuk menyampaikan firman-Nya kepada umat-nya, pemahaman Alkitab (PA), adalah sangat penting bagi pendewasaan kehidupan rohani anggota jemaat, 

(5). Sebagai pemberi teladan, seorang pemimpin harus menjaga sikap dan perbuatan jemaatnya dengan sebaik-baiknya dan yang terpenting dirinya sendiri harus menjadi teladan bagi mereka yang dipimpinnya dan sebagai seorang gembala harus bisa memberikan teladan bagi orang yang dipimpinnya baik teladan dalam kekudusan, teladan dalam penguasaan diri, dan teladan dalam keluarga. -Yanda Kosta
Next Post Previous Post