BAHASA ROH YANG BERSIFAT KORPORAT (DALAM PERTEMUAN IBADAH JEMAAT)
Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.
Rasul Paulus dalam 1 Korintus 12:10 (lihat juga 1 Korintus 14:5) menyebut dua karunia yang berhubungan erat yaitu karunia berbahasa roh dan karunia menafsirkan bahasa roh. Ia mengatakan, “Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh (γλωσσῶν-glōssōn), dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh (ἑρμηνεία γλωσσῶν-hermēneia glōssōn)”.
otomotif |
Apa yang rasul Paulus jelaskan dalam ayat tersebut adalah penggunaan bahasa roh yang bersifat korporat, yaitu bahasa roh yang digunakan di depan umum atau di tengah-tengah jemaat. Ini adalah karunia rohani untuk membangun jemaat, dan bukan untuk membangun diri sendiri.
Karunia bahasa roh ini dipakai di depan umum hanya bila di antara yang yang hadir dapat menafsirkannya. Perhatikan instruksi rasul Paulus dalam 1 Korintus 14:27-28, “Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah”.
Untuk fungsi karunia bahasa roh ini Paulus memberikan suatu pengaturan bahwa dalam pertemuan jemaat hanya dua atau tiga orang yang seharusnya berbicara dengan bahasa roh, itu pun bila ada yang menafsirkan sehingga setiap orang dapat mengerti apa yang sedang dikatakan Allah kepada jemaat dalam pertemuan seperti yang dikatakan dalam 1 Korintus 14:27-28, “Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah.
Dick Iverson seorang pemimpin Kharismatik dari Gerakan Hujan Akhir (Later Rain Movement) mendefinisikan karunia bahasa roh ini sebagai “kemampuan yang Allah berikan untuk berkomunikasi dalam suatu bahasa yang orang itu tidak mengerti, ditafsirkan dalam jemaat supaya semua bisa memahami”. (Iverson, Dick. The Holy Spirit Today. Diktat STT HITS, [Jakarta: Harvest Publication House, 1994], hal. 122).
Karunia bahasa roh ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kemampuan berbahasa, kepandaian berpidato, atau cara baru berbicara. Karunia bahasa roh ini juga tidak bisa diajarkan untuk ditiru dan tidak dipelajari. Mengapa? Karena karunia bahasa roh ini adalah suatu manifestasi atau ekspresi Roh Kudus melalui seseorang.
Karunia ini diberikan hanya ketika Roh Kudus menghendakinya, dan melalui orang percaya siapa saja yang dikehendakiNya. Karunia berbahasa roh ini diberikan ketika Allah mempunyai sesuatu yang ingin dikatakan kepada umatNya pada waktu mereka berkumpul. Paulus membicarakan tentang karunia berbahasa roh ini saat ia berkata, “Adakah mereka semua... berkata-kata dalam bahas roh... ?” (1 Korintus 12:29).
Berdasarkan penyataan rasul Paulus tersebut di atas jelaslah bahwa tidak semua orang memiliki karunia berbahasa roh. Dengan demikian tidaklah Alkitabiah apabila mengajarkan bahwa setiap orang harus memiliki karunia berbahasa roh. Inilah penekanan utama Paulus dalam pengajarannya pada karunia-karunia dan pelayanan tubuh yang beraneka ragam dan berbeda-beda satu dengan lainnya (Roma 12:3-8; 1 Korintus 12:4-31).
Untuk fungsi karunia bahasa roh ini Paulus memberikan suatu pengaturan bahwa dalam pertemuan jemaat hanya dua atau tiga orang yang seharusnya berbicara dengan bahasa roh, itu pun bila ada yang menafsirkan sehingga setiap orang dapat mengerti apa yang sedang dikatakan Allah kepada jemaat dalam pertemuan seperti yang dikatakan dalam 1 Korintus 14:27-28, “Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah.
” Tidak ada indikasi bahwa Paulus melarang orang-orang berbahasa roh di depan umum dalam pertemuan jemaat, tetapi bahasa roh di depan umum haruslah disertai dengan tafsiran terkait dengan fungsinya untuk membangun jemaat. Kerena itu perlu diingat bahwa dalam teks ini Paulus bukan melarang penggunaan bahasa roh, tetapi pengaturan penggunaan bahasa roh di depan umum yang tanpa tafsiran, sebab hal itu dapat menimbulkan suasana ketidaktertiban dan menyebabkan kebingungan yang tidak membangun. Mengapa bahasa Roh itu memerlukan tafsiran?
Menurut French L. Arrington, seorang teolog Pentakostal dan professor Bahasa Yunani Tafsir Perjanjian Baru bahwa bahasa Roh itu memerlukan tafsiran karena “pada umumnya para pendengar memang tidak memahami bahasa tersebut, tetapi untuk ini ada kekecualiaan. Pada hari Pentakosta para pendengar mendengar bahasa-bahasa roh yang dipakai dalam bahasa mereka masing-masing (Kisah Para Rasul 2:11).” (Arrington, French L. Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta. Terjemahan, [Yogyakarta: Penerbit Andi, 2015], hal. 476).
Jadi, menggunakan pembahasan Paulus mengenai bahasa roh dalam teks 1 Korintus 14:27-28 ini sebagai dasar polemik umum terhadap penggunaan fungsi lainnya dari bahasa roh yang bersifat personal bertentangan dengan seluruh konteks 1 Korintus Pasal 12-14.
Ringkasnya, penggunaan bahasa roh yang bersifat korporat dalam jemaat tidak dilarang dilakukan dalam pertemuan jemaat, hanya saja fungsi bahasa roh ini akan bermanfaat untuk membangun jemaat apabila disertai dengan karunia penafsirannya karena menjadi setara dengan karunia nubuat. Itupun harus dilakukan secara bergantian agar tertib dan tidak terjadi kekacauan.