ROMA 8:29-30: RENCANA ILAHI DAN PANGGILAN TAK TERBANTAHKAN

Pdt. Budi Asali, M.Div.

Roma 8:29-30 - “(Roma 8:29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (Roma 8:30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.
ROMA 8:29-30: RENCANA ILAHI DAN PANGGILAN TAK TERBANTAHKAN
I) Hubungan text ini dengan Ro 8:28.

Roma 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.

John Murray: “This verse unfolds in greater detail the elements included in the ‘purpose’ of verse 28, and verses 29, 30 are a ‘continued confirmation’ of the truth that all things work for good to those who are the called of God. There is no question but the apostle here introduces us to the eternal counsel of God as it pertains to the people of God and delineates for us its various aspects” [= Ayat ini (ay 29) menyingkapkan dalam detail-detail yang lebih besar elemen-elemen yang termasuk dalam ‘rencana’ dari ay 28, dan ay 29,30 adalah suatu ‘penegasan lanjutan’ dari kebenaran bahwa segala sesuatu bekerja untuk kebaikan bagi mereka yang dipanggil oleh Allah. Tak ada keraguan bahwa di sini sang rasul memperkenalkan kita pada rencana kekal dari Allah sebagaimana rencana itu berhubungan dengan umat Allah dan menggambarkan untuk kita aspek-aspeknya yang bermacam-macam] - ‘Romans, NICNT’, hal 315.

Adam Clarke: “In this and the following verse the apostle shows how our calling is an argument that all things work together to advance our eternal happiness, by showing the several steps which the wisdom and goodness of God have settled, in order to complete our salvation. In order to this he first gives us, in this verse, the foundation and finishing, or the beginning and end, of the scheme of our redemption.” [= Dan ayat ini dan yang berikutnya (ay 29 dan 30) sang rasul menunjukkan bagaimana panggilan kita merupakan suatu argumentasi bahwa segala sesuatu bekerja bersama-sama untuk memajukan kebahagiaan kekal kita, dengan menunjukkan beberapa langkah-langkah yang telah ditentukan oleh hikmat dan kebaikan Allah, untuk melengkapkan / menyempurnakan keselamatan kita. Untuk ini ia pertama-tama memberikan kepada kita, dalam ayat ini, dasar / fondasi dan penyelesaian, atau permulaan dan akhir, dari rencana / pola penebusan kita].

Charles Hodge: “‘For whom he did foreknow, he also did predestinate,’ etc. The connection of this verse with the preceding, and the force of ‘for’; appears from what has already been said. Believers are called in accordance with a settled plan and purpose of God, ‘for’ whom he calls he had previously predestined: and as all the several steps or stages of our salvation are included in this plan of the unchanging God, if we are predestinated and called, we shall be justified and glorified. Or the connecting idea is this: All things must work together for good to those who love God, ‘for’ the plan of God cannot fail; those whom he has called into this state of reconciliation, whom he has made to love him, he will assuredly bring to the glory prepared for his people” (= ‘Karena siapa yang Ia kenal / ketahui lebih dulu, juga Ia predestinasikan / tentukan,’ dst. Hubungan ayat ini dengan ayat yang sebelumnya, dan kekuatan dari ‘karena’; terlihat dari apa yang telah dikatakan. Orang-orang percaya dipanggil sesuai dengan suatu rencana dan tujuan yang tertentu / tetap dari Allah, ‘karena’ siapa yang Ia panggil sebelumnya telah Ia predestinasikan / tentukan: dan karena semua langkah-langkah atau tingkat-tingkat dari keselamatan kita termasuk dalam rencana dari Allah yang tak berubah ini, jika kita dipredestinasikan / ditentukan dan dipanggil, kita akan dibenarkan dan dimuliakan. Atau, gagasan yang berhubungan adalah ini: Segala sesuatu harus bekerja bersama-sama untuk kebaikan dari mereka yang mengasihi Allah, ‘karena’ rencana Allah tidak bisa gagal; mereka yang telah Ia panggil ke dalam keadaan perdamaian, yang telah Ia buat sehingga mengasihiNya, pasti akan Ia bawa pada kemuliaan yang disediakan untuk umatNya).

Arthur W. Pink: “Romans 8:28, 29, ‘For whom He did foreknow, He also did predestinate to be conformed to the image of His Son,’ but the first word here, ‘for,’ looks back to the preceding verse and the last clause of it reads, ‘to them who are the called according to His purpose’ - these are the ones whom He did ‘foreknow and predestinate.’” (= Ro 8:28,29, ‘Karena siapa yang Ia ketahui lebih dulu, juga Ia predestinasikan / tentukan untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya’, tetapi kata pertama di sini, ‘karena’, melihat ke belakang pada ayat sebelumnya dan anak kalimatnya yang berbunyi, ‘bagi mereka yang dipanggil sesuai dengan rencanaNya’ orang-orang ini adalah orang-orang yang Ia ‘ketahui lebih dulu dan predestinasikan / tentukan’.) - ‘The Sovereignty of God’, hal 54.

II) Rantai keselamatan yang tidak terputuskan.

Roma 8:29-30 - “(Roma 8:29) Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakan-Nya”.

Catatan:

1. Untuk kata-kata ‘dipilihNya dari semula’ Kitab Suci bahasa Inggris menterjemahkan ‘foreknow’ atau ‘foreknew’, yang artinya ‘tahu / kenal lebih dulu’. Bandingkan dengan terjemahan-terjemahan dari beberapa Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini.

KJV: ‘(29) For whom he did foreknow, he also did predestinate to be conformed to the image of his Son, that he might be the firstborn among many brethren. (30) Moreover whom he did predestinate, them he also called: and whom he called, them he also justified: and whom he justified, them he also glorified’ (= ).

RSV: ‘(29) For those whom he foreknew he also predestined to be conformed to the image of his Son, in order that he might be the first-born among many brethren. (30) And those whom he predestined he also called; and those whom he called he also justified; and those whom he justified he also glorified’ (= ).

NIV: ‘(29) For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. (30) And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified’ (= ).

NASB: ‘(29) For those whom He foreknew, He also predestined to become conformed to the image of His Son, so that He would be the firstborn among many brethren; (30) and these whom He predestined, He also called; and these whom He called, He also justified; and these whom He justified, He also glorified’ (= ).

Ini sering dijadikan dasar oleh orang-orang Arminian untuk doktrin ‘Conditional Election’ (= Pemilihan yang bersyarat) mereka. Kontrasnya adalah doktrin ‘Unconditional Election’ (= Pemilihan yang tidak bersyarat) dari orang-orang Reformed.

2. Kata-kata ‘dari semula’ yang muncul 3 x dalam text Kitab Suci Indonesia sebetulnya tidak ada. Mungkin kata-kata itu dimaksudkan untuk menterjemahkan kata ‘fore’ dalam ‘foreknew / foreknow’, atau kata ‘pre’ dalam ‘predestinate’.

Sekarang mari kita membahas Roma 8:29-30 ini potong per potong:

1) “semua orang yang dipilihNya dari semula” (Roma 8: 29a).

KJV: ‘whom he did foreknow’ (= yang ia ketahui / kenal lebih dulu).

RSV/NASB: ‘those whom he foreknew’ (= mereka yang ia ketahui / kenal lebih dulu).

NIV: ‘those God foreknew’ (= mereka yang Allah ketahui / kenal lebih dulu).

Yunani: PROEGNO, yang berasal dari kata PROGINOSKO [PRO (= sebelumnya) + GINOSKO (= tahu / kenal)].

Macam-macam arti / penafsiran tentang kata ini:

a) Allah tahu lebih dulu secara intelektual.

Jelas bahwa kata PROGINOSKO memang bisa berarti ‘tahu lebih dulu secara intelektual’. Tetapi tidak harus berarti seperti itu pada saat kata itu diterapkan kepada Allah.

John Murray: “‘Whom he foreknew’ - few questions have provoked more difference of interpretation than that concerned with the meaning of God’s foreknowledge as referred to here. It is, of course, true that the word is used in the sense of ‘to know beforehand’ (cf. Acts 26:5; 2 Pet. 3:17). As applied to God it could, therefore, refer to his eternal prevision, his foresight of all that would come to pass. It has been maintained by many expositors that this sense will have to be adopted here. Since, however, those whom God is said to have foreknown are distinguished from others and identified with those whom God also predestinated to be conformed to the image of his Son, and since the expression ‘whom he foreknew’ does not, on this view of its meaning, intimate any distinction by which the people of God could be differentiated, various ways of supplying this distinguishing element have been proposed” (= ‘Yang Ia ketahui lebih dulu’ - sedikit pertanyaan telah menimbulkan lebih banyak perbedaan penafsiran dari pada yang berkenaan dengan arti dari pra pengetahuan Allah sebagaimana ditunjuk di sini. Tentu saja merupakan sesuatu yang benar bahwa kata itu digunakan dalam arti ‘mengetahui sebelumnya’ (bdk. Kis 26:5; 2Petrus 3:17). Karena itu, pada saat diterapkan kepada Allah, kata itu bisa menunjuk pada pengetahuan tentang masa yang akan datang, penglihatan lebih dulu tentang semua yang akan terjadi. Telah dipertahankan oleh banyak penafsir bahwa arti ini akan harus diadopsi / diterima di sini. Tetapi, karena mereka yang Allah katakan telah ketahui / kenal sebelumnya dibedakan dari orang-orang lain, dan diidentifikasi dengan mereka yang Allah juga predestinasikan untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, dan karena dalam pandangan ini ungkapan / istilah ‘yang Ia ketahui / kenal sebelumnya’ tidak menunjukkan perbedaan apapun dengan mana umat Allah bisa dibedakan, maka telah diusulkan cara-cara yang bermacam-macam tentang penyuplaian elemen yang membedakan ini) - ‘Romans, NICNT’, hal 315-316.

Kis 26:5 - “Sudah lama mereka mengenal (PROGINOSKONTES) aku dan sekiranya mereka mau, mereka dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama kita”.

2Petrus 3:17 - “Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini sebelumnya (PROGINOSKONTES). Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh”.

Tentang bagian yang saya garis-bawahi dalam kata-kata John Murray di atas, coba perhatikan dan bandingkan dengan Ro 8:29nya.

Roma 8:29 - “Sebab semua orang yang dipilihNya / diketahuiNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara”.

Kata-kata ‘semua orang yang diketahuiNya dari semula’ disamakan dengan ‘mereka yang ditentukanNya dari semula / dipredestinasikanNya’, tetapi secara implicit dibedakan dari kelompok ‘orang-orang lain yang TIDAK diketahui dari semula’.

b) Allah tahu kalau orang-orang itu akan beriman, taat, bertekun dan sebagainya.

Tentang Ro 8:29 ini Pdt. Jusuf B. S. berkata:

“Di sini disebutkan bahwa Allah mengenal lebih dahulu dan baru sesudah itu, mereka yang sudah dikenalNya terdahulu, mereka itu juga yang ditetapkan lebih dahulu (ditentukan atau dipilih untuk ini dan itu), dengan sangat adil. Di dalamnya sudah termasuk segala kehendak dan perbuatan orang itu, semua ini diperhitungkan dengan teliti (1Pet 1:2a)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 39.

1Petrus 1:2a - “yaitu orang-orang yang DIPILIH, sesuai dengan RENCANA Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya”.

KJV: ‘Elect according to the foreknowledge of God the Father’ (= Orang-orang pilihan sesuai dengan pra-pengetahuan dari Allah Bapa).

RSV: ‘chosen and destined by God the Father’ (= dipilih dan ditentukan oleh Allah Bapa).

NIV: ‘God’s elect ... who have been chosen according to the foreknowledge of God the Father’ (= Orang-orang pilihan Allah ... yang telah dipilih sesuai dengan pra-pengetahuan Allah Bapa).

NASB: ‘who are chosen according to the foreknowledge of God the Father’ (= yang dipilih sesuai dengan pra-pengetahuan Allah Bapa).

Catatan: NIV dan NASB memasukkan kata-kata ‘God’s elect’ dan ‘who are chosen’ ke dalam ay 1.

Suhento Liauw: “Konsep Pemilihan dalam Roma 8:28-30. Roma 8:28-30 adalah salah satu perikop favorit Kalvinis di dalam mempertahankan iman mereka. Sekilas di dalam ayat-ayat ini seolah-olah ada mata rantai yang tidak terputuskan. Siapa yang dipilih ditentukan dari semula. Mereka dipanggil (tidak bisa ditolak) → dibenarkan (justification) → dimuliakan (gloryrification). Skema besarnya adalah: Election → Predestination → Irresistible Grace → Perseverence. Pemahaman yang Alkitabiah: Dalam ayat ini kata προγινωσκω (proginosko) dalam bentuk tenses aorist (προεγνω) artinya ‘barang siapa yang telah diketahui dari semula’ bukan dipilih sebelumnya tanpa kondisi. Jadi barang siapa yang percaya kepada Kristus, Allah sudah mengetahuinya dari semula karena Ia Mahatahu dan karena manusia (yang bersangkutan akan percaya kepada Kristus bukan karena Allah paksa tetapi yang timbul dari hati manusia itu sendiri)”. - file ‘Graphe - Liauw - U.doc’.

Catatan: tulisan ini sebetulnya tanpa nama penulisnya, tetapi saya yakin penulisnya adalah Suhento Liauw.

Jawaban / tanggapan:

1. Conditional Election / pemilihan bersyarat, yang mengatakan bahwa Allah memilih karena tahu lebih dulu kalau orang itu akan beriman dsb, merupakan pandangan bodoh dari orang yang tidak punya logika!

Pikirkan baik-baik! Kalau Allah sudah tahu lebih dulu bahwa orang itu akan beriman / menjadi baik, bukankah hal itu sudah pasti akan terjadi? Lalu untuk apa Allah lalu menentukan / memilih? Penentuan / pemilihan yang Allah lakukan sama sekali tidak ada gunanya / tidak mempunyai fungsi, karena tanpa hal itupun apa yang Ia ketahui lebih dulu itu toh pasti akan terjadi.

2. Untuk bisa memilih seseorang, maka dalam arti tertentu Allah memang harus tahu tentang orang itu.

R. C. Sproul: “All the text declares is that God predestines those whom he foreknows. No one in this debate disputes that God has foreknowledge. Even God could not choose people he didn’t know anything about. Before he could choose Jacob he had to have some idea in his mind of Jacob. But the text does not teach that God chose Jacob on the basis of Jacob’s choice” [= Semua yang dinyatakan oleh text itu (Ro 8:29) adalah bahwa Allah mempredestinasikan mereka yang Ia ketahui lebih dulu. Tidak seorangpun dalam perdebatan ini memperdebatkan bahwa Allah mempunyai pengetahuan lebih dulu. Bahkan Allah tidak bisa memilih orang yang sama sekali tidak diketahuiNya. Sebelum Ia memilih Yakub Ia harus mempunyai beberapa gagasan dalam pikiranNya tentang Yakub. Tetapi text itu (Ro 8:29) tidak mengajar bahwa Allah memilih Yakub berdasarkan pilihan Yakub] - ‘Chosen By God’, hal 131.

3. Roma 8:29 itu tidak mengatakan bahwa ‘Allah tahu lebih dulu tentang iman / perbuatan baik mereka’.

A. H. Strong: “The Arminian interpretation of ‘whom he foreknew’ (Rom 8:29) would require the phrase ‘as conformed to the image of His Son’ to be conjoined with it. Paul, however, makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen condition, of God’s foreordination” [= Penafsiran Arminian tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ (Ro 8:29) mengharuskan kata-kata ‘untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya’ dihubungkan dengannya. Tetapi Paulus membuat keserupaan dengan Kristus sebagai hasil, dan bukan sebagai syarat yang dilihat lebih dulu, dari penetapan Allah] - ‘Systematic Theology’, hal 781.

Saya sangat setuju dengan kata-kata A. H. Strong ini! Orang-orang Arminian, termasuk Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty membaca / menafsirkan Ro 8:29 ini seakan-akan ayat itu berbunyi sebagai berikut:

“Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu akan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.

Bandingkan dengan bunyi Ro 8:29 yang seharusnya berbunyi:

“Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.

Loraine Boettner: “Notice especially that Roma 8:29 does not say that they were foreknown as doers of good works, but that they were foreknown as individuals to whom God would extend the grace of election” (= Perhatikan khususnya bahwa Ro 8:29 tidak berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai individu-individu kepada siapa Allah memberikan kasih karunia pemilihan) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

Charles Haddon Spurgeon: “it is further asserted that the Lord foreknew who would exercise repentance, who would believe in Jesus, and who would persevere in a consistent life to the end. This is readily granted, but a reader must wear very powerful magnifying spectacles before he will be able to discover that sense in the text. Upon looking carefully at my Bible again I do not perceive such statement. Where are those words which you have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to believe, and to persevere in grace’? I do not find them either in the English version or in the Greek original. If I could so read them the passage would certainly be very easy, and would very greatly alter my doctrinal views; but, as I do not find those words there, begging your pardon, I do not believe in them. However wise and advisable a human interpolation may be, it has no authority with us; we bow to holy Scripture, but not to glosses which theologians may choose to put upon it. No hint is given in the text of foreseen virtue any more than of foreseen sin, and, therefore, we are driven to find another meaning for the word” (= Selanjutnya ditegaskan / dinyatakan bahwa Tuhan mengetahui lebih dulu siapa yang akan bertobat, siapa yang akan percaya kepada Yesus, dan siapa yang akan bertekun dalam hidup yang konsisten sampai akhir. Ini dengan mudah diterima, tetapi seorang pembaca harus memakai kacamata pembesar yang sangat kuat sebelum ia bisa menemukan arti itu dalam text itu. Melihat dalam Alkitab saya dengan teliti sekali lagi, saya tidak mendapatkan arti seperti itu. Dimana kata-kata yang kamu tambahkan itu ‘Yang diketahuiNya lebih dulu akan bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih karunia’? Saya tidak menemukan kata-kata itu baik dalam versi Inggris atau dalam bahasa Yunani orisinilnya. Jika saya bisa membaca seperti itu, text itu pasti akan menjadi sangat mudah, dan akan sangat mengubah pandangan doktrinal saya; tetapi, karena saya tidak menemukan kata-kata itu di sana, maaf, saya tidak percaya padanya. Bagaimanapun bijaksana dan baiknya penyisipan / penambahan manusia, itu tidak mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk / menghormat pada Kitab Suci, tetapi tidak pada komentar / keterangan yang dipilih oleh ahli-ahli theologia untuk diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk yang diberikan dalam text itu tentang kebaikan atau dosa yang dilihat lebih dulu, dan karena itu, kami didorong untuk mencari / mendapatkan arti yang lain untuk kata itu) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 22.

John Murray: “The most common is to suppose that what is in view is God’s foresight of faith. God foreknew who would believe; he foreknew them as his by faith. On this interpretation predestination is conceived of as conditioned upon this prevision of faith. ... Even if it were granted that ‘foreknew’ means the foresight of faith, the biblical doctrine of sovereign election is not thereby eliminated or disproven. For it is certainly true that God foresees faith; he foresees all that comes to pass. The question would then simply be: whence proceeds this faith which God foresees? And the only biblical answer is that the faith which God foresees is the faith he himself creates (cf. John 3:3–8; 6:44, 45, 65; Eph. 2:8; Phil. 1:29; 2 Pet. 1:2). Hence his eternal foresight of faith is preconditioned by his decree to generate this faith in those whom he foresees as believing, and we are thrown back upon the differentiation which proceeds from God’s own eternal and sovereign election to faith and its consequents. ... On exegetical grounds we shall have to reject the view that ‘foreknew’ refers to the foresight of faith” [= Yang paling umum adalah menganggap bahwa apa yang sedang dipertimbangkan adalah pra-penglihatan Allah tentang iman. Allah tahu lebih dulu siapa yang akan percaya; ia mengetahui mereka lebih dulu sebagai milikNya oleh iman. Pada penafsiran ini predestinasi dimengerti sebagai bersyarat pada pra-penglihatan terhadap iman ini. ... Bahkan jika diterima sebagai kebenaran bahwa ‘tahu lebih dulu’ berarti pra-penglihatan terhadap iman, doktrin Alkitabiah tentang pemilihan yang berdaulat tidaklah dengan itu dihapuskan atau dibuktikan sebagai salah. Karena jelas benar bahwa Allah melihat iman lebih dulu; Ia melihat lebih dulu semua yang akan terjadi. Maka pertanyaannya hanyalah: dari mana keluar iman ini, yang Allah lihat lebih dulu? Dan satu-satunya jawaban yang Alkitabiah adalah bahwa iman yang Allah lihat lebih dulu adalah iman yang Ia sendiri ciptakan (bdk. Yohanes 3:3-8; 6:44,45,65; Efesus 2:8; Filipi 1:29; 2Petrus 1:2). Jadi pra-penglihatanNya yang kekal tentang iman disyaratkan oleh ketetapanNya untuk membangkitkan iman ini dalam diri mereka yang Ia lihat labih dulu sebagai percaya, dan kita dilempar ke belakang pada pembedaan yang keluar dari pemilihan kekal dan berdaulat dari Allah sendiri terhadap iman dan konsekwensi-konsekwensinya. ... Pada dasar yang bersifat exegesis kita akan harus menolak pandangan bahwa ‘melihat lebih dulu’ menunjuk pada pra-penglihatan terhadap iman] - ‘Romans, NICNT’, hal 316.

Yohanes 3:3-8 - “(3) Yesus menjawab, kataNya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.’ (4) Kata Nikodemus kepadaNya: ‘Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?’ (5) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. (6) Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. (7) Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. (8) Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.’”.

Yohanes 6:44,45,65 - “(44) Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. (45) Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepadaKu. ... (65) Lalu Ia berkata: ‘Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.’”.

Ef 2:8 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah”.

Fil 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.

2Pet 1:1-2 - “(1) Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. (2) Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, Tuhan kita”.

c) Arti sebenarnya dari kata-kata ‘tahu lebih dulu’ (foreknew) di sini.

John Murray: “It should be observed that the text says ‘whom he foreknew’; ‘whom’ is the object of the verb and there is no qualifying addition. This, of itself, shows that, unless there is some other compelling reason, the expression ‘whom he foreknew’ contains within itself the differentiation which is presupposed. If the apostle had in mind some ‘qualifying adjunct’ it would have been simple to supply it. Since he adds none we are forced to inquire if the actual terms he uses can express the differentiation implied. The usage of Scripture provides an affirmative answer” (= Harus diperhatikan bahwa textnya mengatakan ‘yang Ia ketahui / kenal lebih dulu’; kata ‘yang’ merupakan obyek dari kata kerja, dan tidak ada penambahan yang memberi persyaratan. Ini, dalam dirinya sendiri, menunjukkan bahwa, kecuali disana ada alasan lain yang memaksa, ungkapan ‘yang Ia ketahui / kenal lebih dulu’ memuat dalam dirinya sendiri pembedaan yang disyaratkan. Jika sang rasul dalam pikirannya mempunyai ‘tambahan yang memberi persyaratan’ adalah mudah untuk menyuplainya. Karena ia tidak menambahkan apapun kita didesak untuk menyelidiki jika istilah-istilah sebenarnya yang ia gunakan bisa menyatakan pembedaan itu yang dinyatakan secara implicit) - ‘Romans, NICNT’, hal 316-317.

Penjelasan: kata-kata ‘yang diketahuiNya lebih dulu’ dst, jelas menunjukkan suatu pembedaan dengan ‘yang tidak diketahuiNya lebih dulu’. Tetapi pembedaan dalam hal apa? Paulus tidak menyebutkannya. Jadi, pembedaan itu harus ada di dalam kata-kata itu sendiri. Dan karena itu kita harus menyelidiki kata ‘foreknow’ itu untuk mengetahui pembedaan apa yang ada di dalam kata itu.

John Murray: “Although the term ‘foreknow’ is used seldom in the New Testament, it is altogether indefensible to ignore the meaning so frequently given to the word ‘know’ in the usage of Scripture; ‘foreknow’ merely adds the thought of ‘beforehand’ to the word ‘know’. Many times in Scripture ‘know’ has a pregnant meaning which goes beyond that of mere cognition. It is used in a sense practically synonymous with ‘love’, to set regard upon, to know with peculiar interest, delight, affection, and action (cf. Gen. 18:19; Exod. 2:25; Psalm 1:6; 144:3; Jer. 1:5; Amos 3:2; Hosea 13:5; Matt. 7:23; 1 Cor. 8:3; Gal. 4:9; 2 Tim. 2:19; 1 John 3:1). There is no reason why this import of the word ‘know’ should not be applied to ‘foreknow’ in this passage, as also in 11:2 where it also occurs in the same kind of construction and where the thought of election is patently present (cf. 11:5, 6.) When this import is appreciated, then there is no reason for adding any qualifying notion and ‘whom he foreknew’ is seen to contain within itself the differentiating element required. It means ‘whom he set regard upon’ or ‘whom he knew from eternity with distinguishing affection and delight’ and is virtually equivalent to ‘whom he foreloved’” [= Sekalipun istilah ‘tahu lebih dulu’ jarang digunakan dalam Perjanjian Baru, sama sekali tak bisa dipertahankan untuk mengabaikan arti yang begitu sering diberikan pada kata ‘tahu’ dalam penggunaan dari / oleh Kitab Suci; ‘mengetahui lebih dulu’ hanya menambahkan pemikiran ‘sebelumnya’ pada kata ‘tahu’. Banyak kali dalam Kitab Suci kata ‘tahu’ mempunyai arti yang penuh yang melampaui arti dari sekedar pengertian / pengetahuan intelektual. Kata itu digunakan dalam suatu arti yang secara praktis sinonim dengan ‘kasih’, ‘menujukan perhatian kepada’, ‘mengenal dengan perhatian khusus, kesenangan, perasaan sayang / kasih, dan tindakan yang khusus’ (bdk. Kej 18:19; Kel 2:25; Maz 1:6; 144:3; Yer 1:5; Amos 3:2; Hosea 13:5; Mat 7:23; 1Kor 8:3; Gal 4:9; 2Tim 2:19; 1Yoh 3:1). Tidak ada alasan mengapa arti dari kata ‘tahu’ ini tidak boleh diterapkan pada ‘mengetahui lebih dulu’ dalam text ini, seperti juga dalam 11:2 dimana kata itu juga muncul dalam jenis konstruksi yang sama dan dimana pemikiran tentang pemilihan hadir secara jelas (bdk. 11:5,6). Pada waktu arti ini dimengerti, maka tidak ada alasan untuk menambahkan maksud / pikiran mensyaratkan apapun dan kata-kata ‘yang Ia ketahui lebih dulu’ dilihat sebagai mengandung dalam dirinya sendiri elemen pembedaan yang dibutuhkan. Itu berarti ‘yang Ia perhatikan’ atau ‘yang Ia tahu dari kekekalan dengan kasihdan kesenangan membedakan yang kekal’ dan sebenarnya sama dengan ‘yang Ia kasihi lebih dulu’] - ‘Romans, NICNT’, hal 317.

Kej 18:19 - “Sebab Aku telah memilih (Ibrani: YADA) dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya.’”.

Keluaran 2:25 - “Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan (Ibrani: YADA) mereka”.

Mazmur 1:6 - “sebab TUHAN mengenal (Ibrani: YADA) jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan”.

Maz 144:3 - “Ya TUHAN, apakah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya (Ibrani: YADA), dan anak manusia, sehingga Engkau memperhitungkannya?”.

Yer 1:5 - “‘Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal (Ibrani: YADA) engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’”.

Amos 3:2 - “‘Hanya kamu yang Kukenal (Ibrani: YADA) dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu”.

Hosea 13:5 - “Akulah yang mengenal (Ibrani: YADA) engkau di padang gurun, di tanah yang gersang”.

Mat 7:23 - “Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal (Yunani: GINOSKO) kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.

1Kor 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal (Yunani: GINOSKO) oleh Allah”.

Gal 4:9 - “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal (Yunani: GINOSKO) Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal (Yunani: GINOSKO) Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya?”.

2Tim 2:19 - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal (Yunani: GINOSKO) siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.

1Yoh 3:1 - “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal (Yunani: GINOSKO) kita, sebab dunia tidak mengenal (Yunani: GINOSKO) Dia”.

Catatan: kata Yunani GINOSKO boleh dikatakan sama dengan kata Ibrani YADA.

John Murray menambahkan bahwa arti seperti ini sesuai dengan alur / aliran dari ayat itu sendiri, yang dari awal sampai akhir menunjukkan Allah sebagai subyek / pelaku dari tindakan-tindakan yang eficient / efektif.

Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya (diketahuiNya lebih dulu) dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.

Kalau kata ‘foreknow’ diartikan ‘mengetahui lebih dulu tentang iman dan ketekunan dari orang-orang yang diketahui itu’, maka itu bahkan bukan suatu tindakan, sehingga ini tidak cocok dengan alur dari Roma 8:29-30 itu.

John Murray: “This interpretation, furthermore, is in agreement with the efficient and determining action which is so conspicuous in every other link of the chain - it is God who predestinates, it is God who calls, it is God who justifies, and it is he who glorifies. Foresight of faith would be out of accord with the determinative action which is predicated of God in these other instances and would constitute a weakening of the total emphasis at the point where we should least expect it. Foresight has too little of the active to do justice to the divine monergism upon which so much of the emphasis falls” (= ) - ‘Romans, NICNT’, hal 317-318.

Catatan: ini tidak saya terjemahkan, tetapi intinya sudah saya berikan di atas.

John Murray lalu menyimpulkan: “It is not the foresight of difference but the foreknowledge that makes difference to exist, not a foresight that recognizes existence but the foreknowledge that determines existence. It is sovereign distinguishing love” (= Bukanlah pra-penglihatan tentang perbedaan, tetapi pra-pengetahuan yang membuat perbedaan itu ada, bukan suatu pra-penglihatan yang mengenali keberadaan tetapi pra-pengetahuan yang menentukan keberadaan. Itu adalah kasih yang membedakan) - ‘Romans, NICNT’, hal 318.

Arthur W. Pink: “‘Elect according to the foreknowledge of God the Father, through sanctification of the Spirit, unto obedience and sprinkling of the blood of Jesus Christ’ (1 Peter 1:2). Here again election by the Father precedes the work of the Holy Spirit in, and the obedience of faith by, those who are saved; thus taking it entirely off creature ground, and resting it in the sovereign pleasure of the Almighty. The ‘foreknowledge of God the Father’ does not here refer to His prescience of all things, but signifies that the saints were all eternally present in Christ before the mind of God. ... it needs to be pointed out that when we read in Scripture of God ‘knowing’ certain people, the word is used in the sense of knowing with approbation and love: ‘But if any man love God, the same is known of Him’ (1 Corinthians 8:3). To the hypocrites Christ will yet say ‘I never knew you’ - He never loved them. ‘Elect according to the foreknowledge of God the Father’ signifies, then, chosen by Him as the special objects of His approbation and love.” [= Orang-orang pilihan sesuai dengan pra-pengetahuan Allah Bapa, melalui pengudusan Roh, kepada ketaatan dan pemercikan darah Yesus Kristus’ (1Pet 1:2). Di sini lagi pemilihan oleh Bapa mendahului pekerjaan Roh Kudus dalam, dan ketaatan dari iman oleh, mereka yang diselamatkan; karena itu mengambil makhluk ciptaan sepenuhnya sebagai dasar, dan meletakkannya pada perkenan yang berdaulat dari Yang Mahakuasa. Pra-pengetahuan dari Allah Bapa’ di sini tidak menunjuk pada pra-pengetahuanNya tentang segala sesuatu, tetapi berarti bahwa orang-orang kudus semuanya hadir secara kekal dalam Kristus di hadapan pikiran Allah. ... perlu dijelaskan bahwa pada waktu kita membaca dalam Kitab Suci tentang Allah ‘mengetahui’ orang-orang tertentu, kata itu digunakan dalam arti ‘mengenal dengan penerimaan yang baik dan kasih’: ‘Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah’ (1Kor 8:3). Kepada orang-orang munafik Kristus akan berkata ‘Aku tidak pernah mengenal kamu’ - Ia tidak pernah mengasihi mereka’. ‘Jadi, ‘orang-orang pilihan sesuai dengan pra-pengetahuan Allah Bapa’ berarti ‘dipilih olehNya sebagai obyek-obyek khusus dari penerimaanNya yang baik dan kasihNya’] - ‘The Sovereignty of God’, hal 53,54.

Bahkan Lenski yang adalah orang Arminian setuju dengan arti ‘to know’ (= tahu) ini. Kata-kata Lenski saya berikan di bawah tetapi tidak saya terjemahkan, karena artinya kurang lebih sama dengan tafsiran-tafsiran di atas.

Lenski: “Προγινώσκειν = πρό plus γινώσκειν = to know in advance = ‘to foreknow.’ The addition πρό does not change the meaning of ‘to know,’ it only dates it. The same is true with regard to προορίζειν, to ordain in advance, to predestine. How far back πρό reaches is not debated, for all agree that these divine acts go back to eternity. The kind of knowing referred to in the clause, ‘whom he foreknew,’ need not be in doubt in view of passages such as the following: ‘The Lord knoweth the way of the righteous,’ Ps. 1:6; ‘You only have I known of all the families of the earth,’ Amos 3:2; ‘I never knew you,’ Matt. 7:23; ‘I know my sheep, and am known of mine,’ John 10:14; ‘The Lord knoweth them that are his,’ 2 Tim. 2:19. It is well to note that γινώσκω = a knowing that places the knower into a personal relation to the one known, which is not the case with οἶδα, the act of mere intellectual apprehension (C.-K. 388). It is plain that in his omniscience God knew, knows, and foreknew all men. When Jesus says regarding the wicked on judgment day that he never knew them, and when in contrast it is so repeatedly said regarding the Lord and regarding Jesus that they know the godly, we at once see that in all these statements ‘to know,’ γινώσκω, is used in a pregnant sense, which usage our dogmaticians well define as noscere (nosse) cum affectu et effectu, ‘to know with affection and with a resultant effect.’ The dictionaries would do well to adopt this definition, because nothing that is more exact and to the point has been produced. Now προγινώσκειν dates this affectionate and effective knowing back into eternity. This is the whole story” (= ).

Lenski: “We add one point. This knowing is divine and occurred in eternity. All of time was spread out before the omniscient mind of God, and throughout its extent God knew every one of his own in advance, knew him affectionately and effectively, already in eternity knew him as his own from the moment of the inception of his faith until his death in this faith. This excludes all those who believe only for a time and become apostate before their death. For in eternity, before the mind of God, all time and all that occurs in time were finished and complete. God’s foreknowing cannot be restricted to any point in time; it covers all time in one act. In regard to the wicked, in eternity God knew about them (οἶδα) in advance but no more; his knowing could not embrace them in affectionate effectiveness (γινώσκω)” (= ).

Lenski: “‘Foreknew’ ever remains eternal advance knowledge, a divine knowledge that includes all that God’s grace would succeed in working in us. It has been well called ‘the eye of predestination.’ God did not close his eyes, then reach into the MASSA PERDITA to will the appropriation of a few, then open his eyes again and see them finally saved in heaven” (= ).

2) “mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara” (ay 29b).

KJV: ‘did predestinate’ (= mempredestinasikan).

RSV/NIV/NASB: ‘predestined’ (= mempredestinasikan / menentukan).

a) “mereka juga ditentukanNya dari semula”.

Ada orang yang mengatakan bahwa kalau ‘mengetahuinya lebih dulu’ diartikan ‘dipilih’, maka kata ini menjadi sama artinya dengan kata yang kedua, yaitu ‘menentukannya lebih dulu’. Ini dijadikan alasan untuk menentang bahwa kata-kata ‘mengetahuinya lebih dulu’ tidak mungkin diartikan ‘memilihnya lebih dulu / dari semula’. Bandingkan dengan kata-kata Lenski di bawah ini.

Lenski: “‘Foreknew’ and ‘foreordained’ cannot be synonymous. The entire five acts are different, each succeeding one rests on the previous one. Προορίζειν = ‘to foreordain,’ and προορισμός = ‘foreordination.’ These are the regular Biblical terms for ‘to predestinate’ and ‘predestination.’ This is an act of the will; by it God in eternity fixed, settled, and determined that those whom he already recognized in love as his own should be such as are conformed to the image of his Son. Those who regard ‘foreknew’ as an act of adoption, election, or however they word it, make no more than a formal distinction between ‘foreknew’ and ‘foreordained,’ no matter how they strive to augment this distinction” (= ‘Diketahui lebih dulu’ dan ‘ditentukan lebih dulu’ tidak bisa adalah sama. Kelima tindakan itu berbeda, setiap tindakan berikutnya berdasarkan pada tindakan sebelumnya. Προορίζειν / PROORIZEIN = ‘menentukan lebih dulu’, dan προορισμός / PROORISMOS = ‘penentuan lebih dulu’. Ini merupakan istilah yang biasa dalam Alkitab untuk ‘mempredestinasikan’ dan ‘predestinasi’. Ini merupakan tindakan dari kehendak; dengannya Allah dalam kekekalan menentukan bahwa mereka yang telah Ia kenali dalam kasih sebagai milikNya menjadi sesuai dengan gambaran AnakNya. Mereka yang menganggap ‘ketahui lebih dulu’ sebagai suatu tindakan adopsi, pemilihan, atau bagaimanapun mereka mengatakannya, membuat tidak lebih dari perbedaan formil antara ‘ketahui lebih dulu’ dan ‘tentukan lebih dulu’, tak peduli bagaimanapun mereka berjuang untuk memperbesar perbedaan ini).

Benarkah kata-kata Lenski ini? Saya tidak setuju dengannya. Kata yang kita terjemahkan ‘ketahui lebih dulu’, kita artikan sebagai ‘dikasihi lebih dulu’. Ini hanya membedakan dengan yang ‘tidak dikasihi lebih dulu’, tetapi bagaimana jadinya orang-orang ini, belum terlihat dari kata pertama ini. Tetapi kata kedua, yaitu ‘menentukannya lebih dulu’ apalagi ditambah dengan kata-kata selanjutnya, memastikan orang-orang ini akan menjadi apa. Jadi, jelas kata pertama dan kata kedua berbeda, bukannya sinonim / bertumpukan.

John Murray: “‘He also foreordained.’ One of the main objections urged against the foregoing view of ‘whom he foreknew’ is that it would obliterate the distinction between foreknowledge and predestination. There is ostensible progression of thought expressed in ‘he also foreordained’. But there is no need to suppose that this progression is disturbed if ‘foreknew’ is interpreted in the way propounded. ‘Foreknew’ focuses attention upon the distinguishing love of God whereby the sons of God were elected. But it does not inform us of the destination to which those thus chosen are appointed. It is precisely that information that ‘he also foreordained’ supplies, and it is by no means superfluous” (= ‘Ia juga menentukannya lebih dulu’. Salah satu keberatan utama yang diajukan terhadap pandangan yang lebih dulu tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ adalah bahwa itu akan menghapuskan perbedaan antara ‘pengetahuan lebih dulu’ dan ‘predestinasi’. Di sana ada kemajuan pemikiran yang nyata yang dinyatakan dalam ‘Ia juga menentukannya lebih dulu’. Tetapi tidak perlu untuk menganggap bahwa kemajuan ini diganggu jika ‘mengetahui lebih dulu’ ditafsirkan dengan cara yang telah dikemukakan. ‘Mengetahui lebih dulu’ memfokuskan perhatian pada kasih yang membedakan dari Allah dengan mana anak-anak Allah dipilih. Tetapi kata itu tidak memberi informasi kepada kita tentang tujuan kemana orang-orang yang dipilih seperti itu ditetapkan. Informasi itulah yang disuplai oleh ‘Ia juga menentukannya lebih dulu’, dan itu sama sekali tidak berlebihan) - ‘Romans, NICNT’, hal 318.

Charles Hodge: “It is evident, on the one hand, that pro>gnwsiv expresses something more than the prescience of which all men and all events are the objects, and, on the other, something different from the proorismo>v (predestination) expressed by the following word: ‘Whom he foreknew, them he also predestinated.’ The predestination follows, and is grounded on the foreknowledge. The foreknowledge therefore expresses the act of cognition or recognition, the fixing, so to speak, the mind upon, which involves the idea of selection. If we look over a number of objects with the view of selecting some of them for a definite purpose, the first act is to fix the mind on some to the neglect of the others, and the second is to destine them to the proposed end. So God is represented as looking on the fallen mass of men, and fixing on some whom he predestines to salvation” [= Adalah jelas, di satu sisi, bahwa PROGNOSIS menyatakan sesuatu yang lebih dari pada pengetahuan lebih dulu tentang mana semua orang dan semua peristiwa adalah obyek, dan di sisi lain, sesuatu yang berbeda dengan PROORISMOS (predestinasi) dinyatakan oleh kata-kata berikutnya: ‘yang Ia ketahui lebih dulu, mereka juga Ia predestinasikan / tentukan’. Predestinasi mengikuti, dan didasarkan pada pengetahuan lebih dulu. Karena itu, pengetahuan lebih dulu menyatakan tindakan dari pengertian atau pengenalan, boleh dikatakan menetapkan pikiran pada, yang melibatkan gagasan penyeleksian. Jika kita melihat pada sejumlah obyek dengan pemikiran untuk menyeleksi sebagian / beberapa dari mereka untuk suatu tujuan tertentu, tindakan pertama adalah menetapkan pikiran pada sebagian / beberapa dari mereka dan mengabaikan yang lain, dan tindakan kedua adalah menentukan mereka pada tujuan yang dimaksudkan. Jadi Allah digambarkan sebagai melihat pada banyak orang-orang yang telah jatuh, dan menetapkan kepada sebagian / beberapa yang Ia tentukan / predestinasikan pada keselamatan].

b) “UNTUK menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, SUPAYA Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara”.

Matthew Henry: “The first-born was the head of the family, on whom all the rest did depend: now in the family of the saints Christ must have the honour of being the first-born. ... There is, therefore, a certain number predestinated, that the end of Christ’s undertaking might be infallibly secured. Had the event been left at uncertainties in the divine counsels, to depend upon the contingent turn of man’s will, Christ might have been the first-born among but few or no brethren - a captain without soldiers and a prince without subjects - to prevent which, and to secure to him many brethren, the decree is absolute, the thing ascertained, that he might be sure to see his seed, there is a remnant predestinated to be conformed to his image, which decree will certainly have its accomplishment in the holiness and happiness of that chosen race; and so, in spite of all the opposition of the powers of darkness, Christ will be the first-born among many, very many brethren” (= Yang sulung adalah kepala dari keluarga, kepada siapa semua sisanya bergantung: jadi dalam keluarga dari orang-orang kudus, Kristus harus mendapatkan kehormatan sebagai yang sulung. ... Karena itu ada suatu jumlah tertentu yang dipredestinasikan / ditentukan, supaya tujuan dari usaha Kristus bisa dipastikan secara tak bisa salah. Seandainya peristiwa itu dibiarkan pada ketidak-pastian dalam rencana ilahi, dan tergantung pada perubahan yang tidak tertentu dari kehendak manusia, Kristus bisa menjadi yang sulung dari sedikit atau nol saudara - seorang kapten tanpa tentara, dan seorang pangeran tanpa bawahan - dan untuk mencegah hal itu, dan untuk memastikan bagiNya banyak saudara, ketetapan itu mutlak, hal itu dipastikan, supaya Ia bisa pasti melihat benihNya / keturunanNya, disana ada suatu sisa yang dipredestinasikan / ditentukan untuk menjadi serupa dengan gambarNya, ketetapan yang mana pasti akan mendapatkan penggenapannya dalam kekudusan dan kebahagiaan dari orang-orang yang dipilih itu; dan dengan demikian sekalipun ada banyak oposisi dari kuasa-kuasa kegelapan, Kristus akan menjadi yang sulung di antara banyak, sangat banyak, saudara-saudara).

Charles Hodge: “‘That he might be the first-born among many brethren.’ This clause may express the design, or merely the result of what had just been said. ‘God predestinated us to be sons, in order that Christ might be,’ etc., or ‘He made us his sons, hence Christ is,’ etc. The former is on every account to be preferred. It is not merely an unintended result, but the great end contemplated in the predestination of God’s people. That end is the glory and exaltation of Christ” (= ‘Supaya Ia bisa menjadi yang sulung di antara banyak saudara’. Anak kalimat ini bisa menyatakan rancangan, atau semata-mata hasil dari apa yang baru dikatakan. ‘Allah mempredestinasikan kita untuk menjadi anak-anak, supaya Kristus bisa menjadi’, dst., atau ‘Ia membuat kita anak-anakNya, maka / karena itu Kristus adalah’, dst. Bagaimanapun juga yang terdahulu harus lebih dipilih. Itu bukanlah semata-mata suatu hasil yang tidak dimaksudkan, tetapi tujuan yang agung yang dimaksudkan dalam predestinasi dari umat Allah. Tujuan itu adalah kemuliaan dan peninggian / pemuliaan Kristus).

Di depan saya sudah menunjukkan kesalahan dari doktrin ‘Conditional Election’ (= pemilihan yang bersyarat), tetapi di sini saya akan menambahkan bebarapa serangan yang menunjukkan kemustahilan dari doktrin ‘Conditional Election’ (= pemilihan yang bersyarat):

1. Dalam perdebatan tentang doktrin Arminianisme tentang ‘Conditional Election’ (= pemilihan yang bersyarat) dan doktrin Calvinisme tentang ‘Unconditional Election’ (= Pemilihan yang tidak bersyarat), maka kata-kata dalam Ro 8:29b ini sangat penting untuk diperhatikan. ‘Conditional Election’ (= pemilihan yang bersyarat) mengajarkan bahwa karena Allah tahu bahwa kita akan beriman, menjadi baik / kudus, bertekun sampai akhir, dsb, maka kita dipilih / ditentukan untuk selamat. Ini jelas bertentangan dengan bagian ini, yang menunjukkan bahwa keserupaan dengan Kristus bukan merupakan penyebab / alasan dari predestinasi, tetapi merupakan hasil / buah / akibat / tujuan dari predestinasi!

Charles Hodge: “The end to which those whom God has chosen are predestined, is conformity ‘to the image of his Son,’ i.e., that they might be like his Son in character and destiny. ... when we are said to be conformed to the image of Christ, the idea of our bearing the same cross is not to be excluded. We are to be like our Savior in moral character, in our present sufferings and future glory. As this conformity to Christ includes our moral likeness to him, and as this embraces all that is good in us, it is clear that no supposed excellence originating from our own resources, can be the ground of our being chosen as God’s people, since this excellence is included in the end to which we are predestined” (= Tujuan pada mana mereka yang telah Allah pilih dipredestinasikan / ditentukan, adalah keserupaan ‘dengan gambar dari AnakNya’, yaitu, supaya mereka bisa seperti AnakNya dalam karakter dan tujuan. ... pada waktu kita dikatakan menjadi serupa dengan gambar dari Kristus, gagasan tentang pemikulan salib yang sama tidak boleh dibuang. Kita harus menjadi seperti Juruselamat kita dalam karakter moral, dalam penderitaan kita sekarang ini dan kemuliaan yang akan datang. Karena keserupaan dengan Kristus ini mencakup keserupaan moral kita dengan Dia, dan karena ini mencakup semua yang baik di dalam kita, adalah jelas bahwa tidak ada keunggulan yang dianggap berasal usul dari sumber-sumber kita sendiri, bisa menjadi dasar dari pemilihan kita sebagai umat Allah, karena keunggulan ini tercakup dalam tujuan kemana kita dipredestinasikan).

Bahwa iman dan perbuatan baik seharusnya merupakan hasil / buah / akibat / tujuan dari pemilihan, juga terlihat dari banyak ayat Kitab Suci seperti:

a. Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.

Mengomentari Kis 13:48 ini, Arthur W. Pink berkata: “believing is the consequence and not the cause of God’s decree” (= percaya adalah konsekwensi / akibat dan bukannya penyebab dari ketetapan Allah) - ‘The Sovereignty of God’, hal 46.

Kebalikan dari Kis 13:48 ini adalah Yohanes 10:26 - “tetapi kamu tidak percaya, KARENA kamu tidak termasuk domba-dombaKu”.

b. Yoh 15:16b - “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, SUPAYA kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu”.

Jadi ‘buah’ adalah hasil / tujuan dari pemilihan, bukan alasan dari pemilihan seperti yang dikatakan oleh Arminian.

c. Efesus 1:4 - “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, SUPAYA kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya”.

Ayat ini mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, pemilihan itulah yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Dalam pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada lebih dulu, dan tujuannya adalah supaya kita menjadi kudus dan tak bercacat. Sedangkan kalau diambil penafsiran Arminian, maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada lebih dulu dalam pemikiran Allah, dan sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!

Calvin (tentang Ef 1:4): “The very time when the election took place proves it to be free; for what could we have deserved, or what merit did we possess, before the world was made? How childish is the attempt to meet this argument by the following sophism! ‘We were chosen because we were worthy, and because God foresaw that we would be worthy.’ We were all lost in Adam; and therefore, had not God, through his own election, rescued us from perishing, there was nothing to be foreseen” [= Waktu pada saat pemilihan itu terjadi membuktikan itu sebagai bebas; karena apa yang bisa layak kita dapatkan, atau jasa / kebaikan apa yang kita miliki, sebelum dunia dijadikan? Betapa kekanak-kanakan usaha untuk menghadapi argumentasi ini dengan argumentasi yang cerdik tetapi salah, yang berikut ini! ‘Kita dipilih karena kita layak, dan karena Allah melihat lebih dulu bahwa kita akan menjadi layak’. Kita semua terhilang di dalam Adam; dan karena itu, seandainya Allah, melalui pemilihanNya sendiri, tidak menolong kita dari kebinasaan, disana tidak ada apapun (yang baik) yang dilihat lebih dulu].

Calvin (mengomentari Ef 1:4 ini): “Say: ‘Since he foresaw that we would be holy, he chose us,’ and you will invert Paul’s order” (= Katakan: ‘Karena Ia melihat lebih dulu bahwa kita akan menjadi kudus, Ia memilih kita’, dan engkau akan membalik urut-urutan Paulus) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no 3.

d. 1Petrus 1:2 - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, SUPAYA taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa seseorang dipilih supaya taat, bukannya karena bakal taat lalu dipilih.

2. Juga, kalau Conditional Election itu benar, bagaimana kita harus menafsirkan ayat-ayat di bawah ini, yang secara explicit menyingkirkan perbuatan baik manusia sebagai alasan pemilihan?

a. Ro 9:11 - “Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, BUKAN BERDASARKAN PERBUATAN, tetapi berdasarkan panggilanNya”.

Calvin (tentang Ef 1:4): “The same argument is used in the Epistle to the Romans, where, speaking of Jacob and Esau, he says, ‘For the children being not yet born, neither having done any good or evil, that the purpose of God according to election might stand, not of works, but of him that calleth.’ (Romans 9:11.) But though they had not yet acted, might a sophist of the Sorbonne reply, God foresaw that they would act. This objection has no force when applied to the depraved natures of men, in whom nothing can be seen but materials for destruction” [= Argumentasi yang sama digunakan dalam Surat kepada orang-orang Roma, dimana, berbicara tentang Yakub dan Esau, ia berkata, ‘Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya’. (Roma 9:11). Tetapi sekalipun mereka belum bertindak, seorang sophist dari Sorbonne menjawab, Allah melihat lebih dulu bahwa mereka akan bertindak. Keberatan ini tidak mempunyai kekuatan pada waktu diterapkan pada sifat dasar manusia yang bejat, dalam siapa tidak ada apapun yang bisa dilihat kecuali material untuk kehancuran / penghancuran].

Catatan: ‘sophist’ adalah orang yang terpelajar / pandai berdebat. ‘Sorbonne’ adalah suatu sekolah theologia yang didirikan di Paris pada abad ke 13. Dari kata-kata Calvin bisa dipastikan sekolah ini berfaham ‘Arminian’.

b. 2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, BUKAN BERDASARKAN PERBUATAN KITA, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman”.

3. Ajaran Arminian yang mengatakan bahwa Allah tahu lebih dulu iman dan kesalehan seseorang baru memilih orang itu, bertentangan dengan Ro 9:21 yang mengatakan bahwa baik orang pilihan / elect maupun orang non pilihan / reprobate dipilih / diambil ‘dari gumpal yang sama’.

Ro 9:21 - “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk MEMBUAT DARI GUMPAL YANG SAMA suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Catatan: kata ‘biasa’ pada akhir ayat ini dalam KJV diterjemahkan ‘dishonour’ (= memalukan).

4. Ajaran Arminian ini menunjukkan bahwa orang pilihan / elect dipilih karena mereka lebih baik dari pada yang tidak dipilih / reprobate. Ini sejalan dengan doktrin sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik).

5. Loraine Boettner: “Foreordination in general cannot rest on foreknowledge; for only that which is certain can be foreknown, and only that which is predetermined can be certain” (= Secara umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih dulu yang bisa tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 99.

Kata-kata ini agak sukar dimengerti. Saya akan mencoba menjelaskan dengan kata-kata ini: Bisakah Allah mengetahui dengan pasti, apa yang tidak / belum pasti? Perlu dicamkan bahwa ‘apa yang tidak / belum pasti’ itu, tidak / belum pasti dari sudut pandang Allah sendiri!

Loraine Boettner: “Foreseen faith and good works, then, are never to be looked upon as the cause of the Divine election. They are rather its fruits and proof. They show that the person has been chosen and regenerated. To make them the basis of election involves us again in a covenant of works, and places God’s purposes in time rather than in eternity. This would not be pre-destination but post-destination, an inversion of the Scripture account which makes faith and holiness to be the consequents, and not the antecedents, of election (Eph. 1:4; John 15:16; Titus 3:5)” [= Maka, iman dan perbuatan baik yang dilihat lebih dulu, tidak pernah boleh dilihat sebagai penyebab dari pemilihan ilahi. Sebaliknya iman dan perbuatan baik adalah buah dan bukti dari pemilihan ilahi. Iman dan perbuatan baik membuktikan bahwa orang itu telah dipilih dan dilahirbarukan. Membuat iman dan perbuatan baik sebagai dasar dari pemilihan melibatkan kita kembali pada perjanjian berdasarkan perbuatan baik, dan menempatkan Rencana Allah dalam waktu dan bukannya dalam kekekalan. Ini bukanlah PRE-destinasi tetapi POST-destinasi, suatu pembalikan terhadap penjelasan / penggambaran Kitab Suci yang membuat iman dan kekudusan sebagai konsekwensi / akibat, dan bukannya sebagai sesuatu yang mendahului, pemilihan (Ef 1:4; Yoh 15:16; Tit 3:5)] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 98.

Tit 3:5 - “pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”.

John Owen: “We choose Christ by faith; God chooseth us by his decree of election. The question is, Whether we choose him because he hath chosen us, or he chooseth us because we have chosen him, and so indeed choose ourselves? We affirm the former, and that because our choice of him is a gift he himself bestoweth only on them whom he hath chosen” (= Kita memilih Kristus oleh iman; Allah memilih kita oleh ketetapan pemilihanNya. Pertanyaannya adalah, Apakah kita memilih Dia karena Ia telah memilih kita, atau Ia memilih kita karena kita telah memilih Dia, dan dengan demikian sebenarnya memilih diri kita sendiri? Kami menegaskan yang pertama / terdahulu, dan itu karena pemilihan kita tentang Dia adalah suatu karunia yang Ia sendiri berikan hanya kepada mereka yang telah Ia pilih) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 65.

John Owen: “Is it not because such propositions as these, ‘Believe, Peter, and continue in the faith unto the end, and I will choose thee before the foundation of the world,’ are fitter for the writings of the Arminians than the word of God?” (= Bukankah karena pernyataan seperti ini ‘Percayalah Petrus, dan bertekunlah dalam iman sampai akhir, dan Aku akan memilih engkau sebelum dunia dijadikan’, lebih cocok untuk tulisan-tulisan Arminian dari pada Firman Allah?) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 55.

Kata-kata John Owen ini menunjukkan betapa menggelikan dan tidak masuk akalnya ajaran Arminian yang mengatakan bahwa seseorang dipilih dari semula karena Ia bakal beriman, bakal baik, bakal bertekun sampai akhir, dan sebagainya!

3) “Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya” (ay 30).

a) Penjelasan tentang 3 kata kerja yang terakhir dalam Roma 8:29-30.

1. ‘Dipanggil’.

Matthew Henry: “Whom he did predestinate those he also called, not only with the external call (so many are called that were not chosen, Matt 20:16; 22:14), but with the internal and effectual call. The former comes to the ear only, but this to the heart. All that God did from eternity predestinate to grace and glory he does, in the fulness of time, effectually call. The call is then effectual when we come at the call; and we then come at the call when the Spirit draws us, convinces the conscience of guilt and wrath, enlightens the understanding, bows the will, persuades and enables us to embrace Christ in the promises, makes us willing in the day of his power” [= Yang Ia predestinasikan, mereka juga Ia panggil, bukan hanya dengan panggilan luar (maka banyak yang dipanggil yang tidak dipilih, Mat 20:16; 22:14), tetapi dengan panggilan di dalam dan efektif. Yang pertama hanya datang pada telinga, tetapi yang ini datang pada hati. Semua yang Allah predestinasikan dari kekekalan pada kasih karunia dan kemuliaan, pada saat waktunya genap, Ia panggil secara efektif. Panggilan pada saat itu efektif pada saat kita datang waktu dipanggil; dan kita datang waktu dipanggil pada waktu Roh menarik kita, meyakinkan hati nurani tentang kesalahan dan kemurkaan, menerangi pengertian, menundukkan kehendak, meyakinkan dan memampukan kita untuk percaya kepada Kristus dalam janji-janji, membuat kita ‘mau pada hari dari kuasaNya’].

Mat 22:14 - “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.’”.

Maz 110:3a (KJV): ‘Thy people shall be willing in the day of thy power’ (= UmatMu akan mau pada hari dari kuasaMu).

Catatan: terjemahan KJV ini kurang lebih sama dengan NASB/ASV/NKJV, tetapi berbeda dengan Kitab Suci Indonesia, RSV, NIV.

2. ‘Dibenarkan’.

Matthew Henry: “Whom he called those he also justified. All that are effectually called are justified, absolved from guilt, and accepted as righteous through Jesus Christ. They are RECTI IN CURIA - right in court; no sin that ever they have been guilty of shall come against them, to condemn them. The book is crossed, the bond cancelled, the judgment vacated, the attainder reversed; and they are no longer dealt with as criminals, but owned and loved as friends and favourites. Blessed is the man whose iniquity is thus forgiven. None are thus justified but those that are effectually called” (= Yang Ia panggil, juga Ia benarkan. Semua yang dipanggil secara efektif, dibenarkan, dibebaskan dari kesalahan, dan diterima sebagai benar melalui Yesus Kristus. Mereka adalah RECTI IN CURIA - ‘benar dalam pengadilan’; tak ada dosa, tentang mana mereka pernah bersalah, akan datang terhadap / menentang mereka, mengecam / menghukum mereka. Kitab dicoret, surat tanggungan dibatalkan, penghakiman dibatalkan, tertuduh dibalikkan / diubah sepenuhnya; dan mereka tidak lagi diperlakukan sebagai kriminil, tetapi diakui dan dikasihi sebagai sahabat-sahabat dan orang-orang favorit / kesayangan. Diberkatilah orang yang kesalahannya diampuni seperti itu. Tidak ada yang dibenarkan seperti itu kecuali mereka yang dipanggil secara efektif).

3. ‘Dimuliakan’.

Tidak bisa tidak, ini pasti menunjuk pada pemuliaan di surga. Adam Clarke, mungkin untuk menghindari doktrin keselamatan tidak bisa hilang, menafsirkan bahwa ini tidak menunjuk pada pemuliaan di surga, tetapi di dunia / dalam hidup ini! Setahu saya tak ada seorang penafsir lainpun yang menafsirkan seperti ini! Perlu diperhatikan bahwa kontext menunjukkan bahwa ‘pemuliaan’ ini menunjuk pada pemuliaan di surga.

Ro 8:17-21 - “(17) Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. (18) Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. (19) Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. (20) Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, (21) tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah”.

Matthew Henry: “Whom he justified those he also glorified. The power of corruption being broken in effectual calling, and the guilt of sin removed in justification, all that which hinders is taken out of the way, and nothing can come between that soul and glory” (= Yang Ia benarkan juga Ia permuliakan. Kuasa dari kejahatan telah dihancurkan dalam panggilan efektif, dan kesalahan dari dosa disingkirkan dalam pembenaran, semua yang menghalangi diambil dari jalan, dan tak ada apapun bisa datang di antara jiwa itu dan kemuliaan).

b) Semua kata kerja dalam Ro 8:29-30, subyeknya adalah Allah sendiri.

John Murray: “It is to be observed that calling, justification, and glorification are set forth as acts of God - ‘he called’, ‘he justified’, ‘he glorified’. The same divine monergism appears as in ‘he foreknew’ and ‘he foreordained’. It is contrary to this emphasis to define any of these elements of the application of redemption in any other terms than those of divine action. ... God alone is active in those events which are here mentioned and no activity on the part of men supplies any ingredient of their definition or contributes to their efficacy” (= Harus diperhatikan bahwa ‘panggilan’, ‘pembenaran’, dan ‘pemuliaan’ dinyatakan sebagai tindakan-tindakan dari Allah - ‘Ia memanggil’, ‘Ia membenarkan’, ‘Ia memuliakan’. Monergisme ilahi yang sama terlihat seperti dalam ‘Ia mengetahui lebih dulu’ dan ‘Ia menentukan lebih dulu’. Merupakan sesuatu yang bertentangan dengan penekanan ini untuk mendefinisikan yang manapun dari elemen-elemen dari penerapan dari penebusan ini dalam istilah-istilah lain manapun dari pada elemen-elemen dari tindakan ilahi. ... Allah saja / sendirian yang aktif dalam peristiwa-peristiwa yang disebutkan di sini itu, dan tak ada aktivitas dari pihak manusia untuk menyuplai unsur apapun dalam definisi mereka atau memberi kontribusi pada kemujaraban / keberhasilan mereka) - ‘Romans, NICNT’, hal 320-321.

Catatan: kata ‘Monergism’ berasal dari 2 kata Yunani yaitu MONO (= sendirian / satu-satunya) + ERGA (= pekerjaan). Kata ini menunjukkan bahwa hanya ada satu pihak yang bekerja (yaitu Allah). Kata yang merupakan lawannya adalah ‘Synergism’, yang juga berasal dari dua kata Yunani yaitu ‘SYN’ (= bersama-sama dengan) + ERGA (= pekerjaan), yang menunjukkan bahwa dua pihak bekerja bersama-sama (yaitu Allah maupun manusia).

Matthew Henry: “Observe, The author of all these is the same. It is God himself that predestinated, calleth, justifieth, glorifieth; ... Created wills are so very fickle, and created powers so very feeble, that, if any of these did depend upon the creature, the whole would shake. But God himself hath undertaken the doing of it from first to last, that we might abide in a constant dependence upon him and subjection to him, and ascribe all the praise to him - that every crown may be cast before the throne” (= Perhatikan, sumber dari semua ini adalah sama. Adalah Allah sendiri yang mempredestinasikan, memanggil, membenarkan, memuliakan; ... Kehendak / kemauan yang diciptakan adalah begitu plin plan / berubah-ubah, dan kuasa-kuasa yang diciptakan adalah begitu lemah, sehingga, seandainya yang manapun dari hal-hal ini tergantung pada makhluk ciptaan, seluruhnya akan goncang / goyah. Tetapi Allah sendiri telah melakukan / mengerjakan pengerjaannya dari yang pertama sampai yang terakhir, supaya kita bisa tinggal dalam ketergantungan yang tetap kepadaNya dan ketundukan kepadaNya, dan memberikan semua pujian kepadaNya - supaya setiap mahkota bisa dilemparkan di depan takhta).

Sekarang bandingkan dengan penafsiran orang Arminian.

Lenski (tentang Ro 8:30): “So greatly is God concerned with ‘these’ that he does the great acts here recorded. If it be asked why God did not foreknow, foreordain, call, justify the rest, the Biblical answer is found in Matt. 23:37 and similar passages: God did not exclude them, but despite all that God could do they excluded themselves” (= Dengan begitu besarnya Allah mempedulikan / memperhatikan ‘orang-orang ini’ sehingga Ia melakukan tindakan-tindakan yang besar yang dicatat di sini. Jika ditanyakan mengapa Allah tidak mengetahui lebih dulu, menentukan / mempredestinasikan, memanggil, membenarkan sisanya, jawaban Alkitabiah ditemukan dalam Mat 23:37 dan text-text yang serupa: Allah tidak mengeluarkan mereka, tetapi meskipun Allah melakukan semua yang bisa Ia lakukan, mereka mengeluarkan diri mereka sendiri).

Mat 23:37 - “‘Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, TETAPI KAMU TIDAK MAU”.

Tanggapan saya:

1. Ini merupakan kata-kata yang sangat tidak masuk akal, karena tindakan-tindakan pertama dan kedua (mengetahui lebih dulu dan menentukan / mempredestinasikan) terjadi di dalam kekekalan, sedangkan dalam Mat 23:37b itu ketidak-mauan mereka terjadi di dalam waktu. Bagaimana mungkin apa yang terjadi di dalam waktu bisa merupakan alasan dari apa yang terjadi di dalam kekekalan? Tetapi memang itulah logika yang kacau balau dari orang yang mempercayai ‘Conditional Election’ (= Pemilihan yang bersyarat).

2. Allah yang mengerjakan kemauan dalam diri kita.

Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.

KJV: ‘For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure’ (= Karena Allahlah yang mengerjakan dalam kamu baik untuk menghendaki dan untuk melakukan dari perkenanNya yang baik).

3. Predestinasi tidak tergantung kemauan ataupun usaha manusia, tetapi tergantung belas kasihan / kehendak Allah.

Ro 9:10-16 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ (14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah”.

Ay 16 (KJV): ‘So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that sheweth mercy’ (= Maka itu bukanlah dari dia yang mau, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan).

4. Mat 23:37 itu adalah ayat yang berbicara dari sudut pandang manusia yang terbatas.

Calvin (tentang Mat 23:37): “By this he means that, whenever the word of God is exhibited to us, he opens his bosom to us with maternal kindness, and, not satisfied with this, condescends to the humble affection of a hen watching over her chickens. Hence it follows, that our obstinacy is truly monstrous, if we do not permit him to gather us together” (= Dengan ini Ia memaksudkan bahwa, kapanpun firman Allah ditunjukkan kepada kita, Ia membuka dadaNya kepada kita dengan kebaikan seorang ibu, dan, tidak puas dengan ini, Ia merendahkan diri pada perasaan / kasih yang rendah dari seekor induk ayam yang menjaga anak-anaknya. Jadi, sebagai akibatnya, maka sikap keras kepala kita betul-betul sangat besar, jika kita tidak mengijinkan Dia untuk mengumpulkan kita bersama-sama).

4) Hal aneh tentang tenses dari 3 kata kerja terakhir dalam Ro 8:29-30 ini.

Roma 8:29-30 ini menggunakan kata-kata kerja dalam bentuk lampau (past tense).

NIV: “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified”.

Memang tidak aneh kalau ‘foreknew’ (= ketahui lebih dulu) dan ‘predestined’ (= predestinasikan / tentukan lebih dulu) ada dalam bentuk lampau, karena itu memang terjadi di dalam kekekalan; tetapi mengapa ‘called’ (= panggil), ‘justified’ (= benarkan), dan ‘glorified’ (= muliakan), yang jelas terjadi di dalam waktu, juga ada dalam bentuk lampau? Perhatikan komentar-komentar dari para penafsir ini.

Loraine Boettner: “Paul has cast the verse in the past tense because with God the purpose is in principle executed when formed, so certain is it of fulfillment” (= Paulus telah melemparkan ayat itu ke dalam past tense / tensa lampau, karena bagi Allah, maksud / tujuan / rencana itu pada dasarnya dilaksanakan pada saat dibentuk, begitu pastinya penggenapan tujuan itu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 85-86.

Charles Hodge: “‘Whom he called, them he also justified; and whom he justified, them he also glorified.’ ... this use of the aorist is doubtful, or at least unusual, that tense is employed, because Paul is speaking of that God, who sees the end from the beginning, and in whose decree and purpose all future events are comprehended and fixed; so that in predestining us, he at the same time, in effect, called, justified, and glorified us, as all these were included in his purpose” (= ‘Yang Ia panggil, mereka juga Ia benarkan; dan yang Ia benarkan, mereka juga Ia muliakan’. ... penggunaan dari bentuk lampau ini meragukan, atau setidaknya ‘aneh / tak lazim’, tensa itu digunakan, karena Paulus sedang berbicara tentang Allah itu, yang melihat akhirnya dari permulaan, dan dalam dekrit / penetapan dan rencana siapa, semua peristiwa-peristiwa yang akan datang tercakup dan ditentukan; sehingga dalam mempredestinasikan kita, Ia pada saat yang sama, sebetulnya, memanggil, membenarkan, dan memuliakan kita, karena semua ini termasuk dalam rencanaNya).

Bible Knowledge Commentary: “‘Glorified’ is in the past tense because this final step is so certain that in God’s eyes it is as good as done” (= ‘Dimuliakan’ ada dalam past tense / tensa lampau karena langkah terakhir ini begitu pasti, sehingga dalam mata Allah, itu sama dengan sudah dilakukan).

Matthew Henry: “Observe, It is spoken of as a thing done: He glorified, because of the certainty of it” (= Perhatikan, Itu dibicarakan sebagai suatu hal yang sudah dilakukan: Ia memuliakan, karena kepastian dari hal itu).

John Murray: “Glorification, unlike calling and justification, belongs to the future. ... though ‘glorified’ is in the past tense, this is proleptic, intimating the certainty of its accomplishment” (= Pemuliaan, tidak seperti panggilan dan pembenaran, termasuk pada masa yang akan datang. ... sekalipun ‘pemuliaan’ ada dalam past tense / tensa lampau, ini merupakan sesuatu yang bersifat mengantisipasi, mengisyaratkan kepastian dari pencapaiannya) - ‘Romans, NICNT’, hal 321.

Jewish New Testament Commentary: “‘glorified.’ (v. 30) - in the past tense, showing that even though from our limited human viewpoint glorification is still in the future, from God’s viewpoint it is already accomplished, hence for us a certainty on which we can rely” [= ‘dimuliakan’ (ay 30) - dalam past tense / tensa lampau, menunjukkan bahwa sekalipun dari sudut pandang manusia yang terbatas pemuliaan masih ada dalam masa yang akan datang, dari sudut pandang Allah itu sudah dikerjakan / diselesaikan, jadi bagi kita merupakan suatu kepastian pada mana kita bisa bersandar].

Jamieson, Fausset & Brown: “‘And whom he justified, them he also glorified.’ - brought to final glory (see Rom 8:17-18). Noble climax, and how rhythmically expressed! And all this is viewed as past; because, starting from the past decree of ‘predestination to be conformed to the image of God’s Son,’ of which the other steps are but the successive unfoldings, all is beheld as one entire, eternally completed salvation” [= ‘dan yang Ia benarkan, mereka juga Ia muliakan’ - dibawa ke kemuliaan akhir (lihat Ro 8:17-18). Klimax yang mulia, dan betapa dinyatakan secara berirama! Dan semua ini dipandang sebagai lampau; karena, mulai dari dekrit yang lampau tentang ‘predestinasi untuk menjadi serupa dengan gambar Anak Allah’, tentang mana langkah-langkah yang lain hanyalah perkembangan berturut-turut, semua dilihat sebagai satu keselamatan yang utuh dan diselesaikan secara kekal].

Geneva Notes: “He uses the past tense for the present time, as the Hebrews use, who sometimes describe something that is to come by using the past tense, to signify the certainty of it: and he also is referring to God’s continual working” (= Ia menggunakan tensa lampau untuk masa sekarang, seperti penggunaan Ibrani, yang kadang-kadang menggambarkan sesuatu yang akan datang dengan menggunakan tensa lampau, untuk menunjukkan kepastian darinya: dan ia juga sedang menunjuk pada pengerjaan Allah yang terus menerus).

Tetapi Lenski (ia seorang Arminian) mempunyai penafsiran yang berbeda tentang bentuk lampau dari kata kerja - kata kerja ini.

Lenski: “In v. 29, 30 he uses gnomic aorists which are timeless” (= Dalam ay 29,30 ia mengunakan gnomic aorist yang timeless / tanpa waktu).

Lenski: “This final aorist distresses the commentators and will always trouble them until they realize that there is a gnomic aorist, R. 837. All of these aorists are alike. This last aorist is not proleptic, neither are the other five. ‘These’ means all the saved down to the last one to the end of time. How many of them are as yet not born! Why, then, are not also the other aorists, ‘he called,’ ‘he declared righteous,’ proleptic in regard to those who will yet be called and justified? Past, present, and future are not to be considered in this connection. The fact that some have already been called while others shall yet be called, some are already justified, others shall yet be, some (their souls) are already glorified, others shall yet be, and that the bodies of all await glory - this element of time regarding tenses is eliminated by the gnomic, timeless aorist just as the subject ‘these’ also eliminates it” [= Aorist yang terakhir ini membingungkan penafsir-penafsir dan akan selalu menyusahkan / memberi kesukaran kepada mereka sampai mereka menyadari bahwa ada yang disebut ‘gnomic aorist’, R. 837. Semua aorist-aorist ini adalah serupa. Aorist yang terakhir ini bukanlah bersifat mengantisipasi, juga lima (empat?) yang lain tidak demikian. ‘Orang-orang ini’ berarti semua orang yang diselamatkan sampai kepada orang yang terakhir pada akhir jaman. Berapa banyak dari mereka belum dilahirkan! Jadi, mengapa aorist-aorist yang lain ‘Ia memanggil’, ‘Ia menyatakan sebagai benar’, tidak juga dianggap sebagai bersifat mengantisipasi berkenaan dengan mereka yang masih akan dipanggil dan dibenarkan? Lampau, sekarang, dan masa yang akan datang, tidak boleh dipertimbangkan dalam hubungan ini. Fakta bahwa sebagian sudah dipanggil sementara yang lain masih akan dipanggil, sebagian sudah dibenarkan, yang lain masih akan dibenarkan, sebagian (jiwa mereka) sudah dimuliakan, yang lain masih akan dimuliakan, dan bahwa tubuh-tubuh dari semua menantikan kemuliaan - elemen waktu berkenaan dengan tenses ini dihapuskan oleh aorist yang bersifat gnomic, timeless / tanpa waktu, sama seperti subyek ‘mereka ini’ juga menghapuskannya].

Catatan: ‘aorist tense’ = ‘past tense’ dalam bahasa Yunani.

Penjelasan / tanggapan:

a) ‘Gnomic aorist’ adalah kata Yunani bentuk lampau, tetapi yang dianggap ‘timeless’ / tanpa waktu (tidak menunjuk pada lampau, sekarang, ataupun masa yang akan datang).

b) R. 837 menunjuk pada buku dari A. T. Robertson, berjudul ‘A Grammar of the Greek New Testament in the Light of Historical Research’, hal 837. Dalam Libronix, hal 836. Buku ini dianggap sebagai buku standard / text book bahasa Yunani.

c) Kutipan kata-kata A. T. Robertson itu (tanpa terjemahan).

A. T. Robertson: “(β) The Gnomic Aorist. Jannaris calls this also ‘empiric aorist,’ while Gildersleeve uses ‘empirical’ for the aorist with a negative or temporal adverb, a rather needless distinction. The real ‘gnomic’ aorist is a universal or timeless aorist and probably represents the original timelessness of the aorist indicative.  This aorist is common in Homer in comparisons and general sayings. The difference between the gnomic aorist and the present is that the present may be durative. But general truths may be expressed by the aoristic present. Gildersleeve (Syntax, p. 109) compares this use of the aorist to the generic article. Winer denies that this idiom occurs in the N. T., but on insufficient grounds. Abbott rather needlessly appeals to the ‘Hebrew influence on Johannine tense-construction’ to explain ἐβλήθη καὶ ἐξηράνθη. (Jo. 15:6) after ἐὰν μή τις μένῃ ἐν ἐμοί . It is a general construction here and is followed by three presents (aoristic). This is a mixed condition certainly, the protasis being future (third class, undetermined with some likelihood of determination). But ἐδοξάσθη (Jo. 15:8) is possibly also gnomic. Cf. πάντες ἥμαρτον καὶ ὑστεροῦνται (Ro. 3:23). But in Jo. 15:6, 8, we may have merely the ‘timeless’ aorist, like ὅταν θέλῃς, ἐξῆλθες, in Epictetus, IV, 10, 27. Radermacher (N. T. Gr., p. 124) so thinks and adds, what I do not admit: ‘The genuine gnomic aorist appears to be foreign to the Hellenistic vernacular.’ It survives in modern Greek, according to Jannaris, Hist. Gk. Gr., p. 436. Moulton (Prol., pp. 135, 139) admits it in N. T., but (p. 134) considers Jo. 15:6 the ‘timeless’ aorist, like ἀπωλόμην εἴ με λείψεις in Eur., Alc., 386. There are other examples, like ἔκρυψεν (Mt. 13:44) which is followed by presents ὑπάγει, πωλεῖ, ἠγόρασεν (13:46), συνέλεξαν—ἔβαλον (13:48), ὡμοιώθη (18:23), ἐκάθισαν (23:2), εὐδόκησα (Lu. 3:22), ἐδικαιώθη (7:35), ἐδίδαξεν (Jo. 8:28), ἀνέτειλεν and the other aorists in Jas. 1:11, ἐκάλεσε—ἐδόξασε (Ro. 8:30), ἐξηράνθη—ἐξέπεσεν (1 Pet. 1:24; LXX, Is. 40:7). It is true that the timeless Hebrew perfect is much like this gnomic aorist, but it is a common enough Greek idiom also. Cf. further Lu. 1:51–53. It is not certain that εὐδόκησα (Mt. 3:17; 17:5; Mk. 1:11; Lu. 3:22) belongs here. It may be merely an example of the timeless aorist used in the present, but not gnomic. See under (ε). Burton (N. T. Moods and Tenses, p. 29) finds it difficult and thinks it originally ‘inceptive’ (ingressive).”.

d) Dalam buku A. T. Robertson itu, terlihat bahwa tentang ‘gnomic aorist’ ini banyak ahli-ahli bahasa Yunani yang pro dan kontra.

e) A. T. Robertson memberi cukup banyak contoh tentang ‘gnomic aorist’ ini, yang ia anggap sering muncul dalam Alkitab.

Saya akan membahas satu contoh saja yang ia berikan, yaitu Yoh 15:6.

Yoh 15:6 - “Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar”.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘tinggal’ ada dalam bentuk present, tetapi kata-kata Yunani yang diterjemahkan ‘dibuang’ dan ‘menjadi kering’ ada dalam bentuk aorist / lampau! Ini dianggap oleh A. T. Robertson sebagai ‘gnomic aorist’.

f) Dan dalam banyak contoh itu, Ro 8:30 ini juga termasuk. Kelihatannya ia menganggap bahwa tiga kata kerja yang terakhir dari 5 kata kerja yang ada dalam Ro 8:29-30, yaitu ‘called’ (= dipanggil), ‘justified’ (= dibenarkan), dan ‘glorified’ (= dimuliakan), adalah ‘gnomic aorist’.

g) Anehnya, dalam buku tafsirannya, tentang Ro 8:30, A. T. Robertson berkata sebagai berikut: “‘Called’ ‎EKALESEN ‎... ‘Justified’ ‎EDIKAIOOSEN ‎... ‘Glorified’ ‎EDOXASEN‎. ... But the glorification is stated as already consummated (constative aorists, all of them), though still in the future in the fullest sense. ‘The step implied in ‎EDOXASEN ‎is both complete and certain in the Divine counsels’ (Sanday and Headlam)” [= ‘Dipanggil’ EKALESEN ‎... ‘Dibenarkan’ ‎EDIKAIOOSEN ‎... ‘Dimuliakan’ ‎EDOXASEN‎. ..‎. Tetapi pemuliaan dinyatakan sebagai sudah diwujudkan / diselesaikan (aorist constative, semua mereka), sekalipun tetap dalam masa yang akan datang dalam arti yang sepenuhnya. ‘Langkah yang dinyatakan secara implicit dalam EDOXASEN (dimuliakan) adalah lengkap dan pasti dalam rencana Ilahi’ (Sanday dan Headlam)].

Ini menunjukkan bahwa A. T. Robertson menafsirkan bentuk lampau dari kata kerja terakhir ini, dengan cara yang sama seperti banyak penafsir yang saya kutip di atas.

5) Orang-orang yang menjadi obyek dari 5 kata kerja dalam Ro 8:29-30 ini adalah orang-orang yang sama.

Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.

NIV: “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified” (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).

Text ini secara jelas mendukung doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) dari Calvinisme, karena text ini membentuk rantai yang tak terputuskan, dan orang-orang yang menjadi obyek dari 5 kata kerja dalam ay 29-30 adalah orang-orang yang sama! Jadi, tidak ada satupun yang terhilang di antara 5 kata kerja - kata kerja itu! Dan kalau antara ‘pembenaran’ (yang terjadi pada saat seseorang menjadi orang percaya / orang Kristen) dan ‘pemuliaan’ (yang menunjukkan saat orang Kristen masuk surga), tak ada yang hilang, ini jelas menunjukkan bahwa keselamatan tidak bisa hilang!

John Murray: “30 The two preceding verses deal with the eternal and pre-temporal counsel of God; the ‘purpose’ of verse 28 is explicated in verse 29 in terms of foreknowledge and predestination, the latter defining the ultimate goal of the counsel of salvation. Verse 30 introduces us to the realm of the temporal and indicates the actions by which the eternal counsel is brought to actual fruition in the children of God. Three actions are mentioned, calling, justification, and glorification. There is an unbreakable bond between these three actions themselves, on the one hand, and the two elements of the eternal counsel, on the other. All five elements are co-extensive. The sustained use of ‘also’ and the repetition of the terms ‘foreordained’, ‘called’, ‘justified’ in the three relative clauses in verse 30 signalize the denotative equation. Thus it is made abundantly evident that there cannot be one element without the others and that the three elements which are temporal flow by way of consequence from the eternal counsel, particularly from predestination because it stands in the closest logical relation to calling as the first in the sequence of temporal events” (= Ay 30. Dua ayat yang sebelumnya menangani rencana yang kekal dan terjadi sebelum adanya waktu dari Allah; ‘rencana’ dari ay 28 dijelaskan dalam ay 29 dalam istilah-istilah dari ‘pra-pengetahuan’ dan ‘predestinasi’, yang belakangan menegaskan tujuan akhir dari rencana keselamatan. Ay 30 membawa kita pada alam dari waktu dan menunjukkan tindakan-tindakan dengan mana rencana kekal dibawa pada hasil yang sungguh-sungguh diperoleh dalam anak-anak Allah. Tiga tindakan disebutkan, ‘panggilan’, ‘pembenaran’, dan ‘pemuliaan’. Ada suatu ikatan yang tak terputuskan di antara tiga tindakan ini sendiri, pada satu sisi, dua eleman dari rencana kekal, di sisi yang lain. Semua lima elemen itu adalah sama luasnya. Penggunaan yang menyokong dari ‘juga’ dan pengulangan dari istilah-istilah ‘ditentukan lebih dulu / dipredestinasikan’, ‘dipanggil’, dibenarkan’ dalam tiga anak kalimat yang berhubungan dalam ay 30 menandakan penyamaan yang bersifat menunjukkan. Jadi dibuat sangat jelas bahwa di sana tidak bisa ada satu elemen tanpa yang lain, dan bahwa ketiga elemen yang ada dalam waktu, mengalir melalui konsekwensi dari rencana kekal, secara khusus dari predestinasi, karena itu berada dalam hubungan logika yang terdekat dengan ‘panggilan’ sebagai yang pertama dalam rangkaian dari peristiwa-peristiwa dalam waktu) - ‘Romans, NICNT’, hal 320.

Roma 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula (diketahuiNya lebih dulu), mereka juga ditentukanNya dari semula (dipredestinasikanNya) untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula (dipredestinasikanNya), mereka itu JUGA dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu JUGA dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu JUGA dimuliakanNya”.

Bible Knowledge Commentary: “Between the start and finish of God’s plan are three steps: being called (cf. Rom 1:6; 8:28), being justified (cf. 3:24, 28; 4:2; 5:1, 9), and being glorified (cf. 8:17; Col 1:27; 3:4), and in the process not a single person is lost. God completes His plan without slippage. ‘Glorified’ is in the past tense because this final step is so certain that in God’s eyes it is as good as done” [= Di antara permulaan dan akhir dari rencana Allah ada tiga langkah: ‘dipanggil’ (bdk. Ro 1:6; 8:28), ‘dibenarkan’ (bdk. 3:24,28; 4:2; 5:1,9), dan ‘dimuliakan’ (bdk. 8:17; Kol 1:27; 3:4), dan dalam prosesnya tak satupun orang yang terhilang. Allah melengkapi / menyelesaikan rencanaNya tanpa kesalahan / kelolosan. ‘Dimuliakan’ ada dalam tensa lampau karena langkah terakhir ini adalah begitu pasti sehingga di mata Allah itu sama dengan sudah terjadi].

Catatan: ayat-ayat referensi tak terlalu penting; silahkan dibaca sendiri.

Matthew Henry: “the explication of this he here sets before us the order of the causes of our salvation, a golden chain, which cannot be broken” (= penjelasan dari ini ia letakkan di sini di depan kita urut-urutan dari penyebab-penyebab dari keselamatan kita, suatu rantai emas, yang tidak bisa diputuskan).

Charles Hodge: “The blessings of grace are never separated from each other. Election, calling, justification, and salvation are indissolubly united; and, therefore, he who has clear evidence of his being called, has the same evidence of his election and final salvation. This is the very idea the apostle means to present for the consolation and encouragement of believers. They have no cause for despondency if the children of God, and called according to his purpose, because nothing can prevent their final salvation” [= Berkat-berkat dari kasih karunia tidak pernah terpisah satu sama lain. Pemilihan, panggilan, pembenaran, dan keselamatan dipersatukan secara tak terpisahkan; dan, karena itu, ia yang mempunyai bukti yang jelas bahwa dirinya dipanggil, mempunyai bukti yang sama tentang pemilihannya dan keselamatan akhir. Inilah gagasan yang sang rasul maksudkan untuk berikan bagi penghiburan dan penguatan dari orang-orang percaya. Mereka tidak mempunyai penyebab kesedihan / patah semangat jika (mereka adalah) anak-anak Allah, dan dipanggil sesuai dengan rencanaNya, karena tak ada apapun bisa menghalangi keselamatan akhir mereka].

Barnes’ Notes: “‘Them he also glorified.’ This refers probably to heaven. It means that there is a connection between justification and glory. The one does not exist without the other in its own proper time; as the calling does not subsist without the act of justification. This proves, therefore, the doctrine of the perseverance of the saints. There is a connection infallible and ever existing between the predestination and the final salvation. They who are subjects of the one are partakers of the other. That this is the sense is clear, (1) Because it is the natural and obvious meaning of the passage. (2) Because this only would meet the design of the argument of the apostle. For how would it be a source of consolation to say to them that whom God foreknew he predestinated, and whom he predestinated he called, and whom he called he justified, and whom he justified ‘might fall away and be lost forever?’” [= ‘Mereka juga Ia muliakan’. Ini mungkin menunjuk ke surga. Itu berarti bahwa disana ada suatu hubungan antara pembenaran dan pemuliaan. Yang satu tidak ada tanpa yang lain dalam saatnya sendiri yang tepat; seperti panggilan tidak ada / terbayangkan sebagai benar tanpa tindakan pembenaran. Karena itu, ini membuktikan doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) dan keselamatan akhir. Mereka yang adalah subyek dari yang satu merupakan pengambil bagian dari yang lain. Bahwa ini adalah artinya adalah jelas, (1) Karena itu adalah arti yang wajar / alamiah dan jelas dari text ini. (2) Karena hanya ini yang memenuhi rancangan dari argumentasi sang rasul. Karena bagaimana itu akan menjadi suatu sumber penghiburan untuk mengatakan kepada mereka bahwa yang Allah ketahui lebih dulu, Ia predestinasikan / tentukan lebih dulu, dan yang Ia predestinasikan Ia panggil, dan yang Ia panggil Ia benarkan, dan yang Ia benarkan ‘bisa murtad dan terhilang selama-lamanya’?].

Kalau kita melihat kontext Ro 8, maka jelas bahwa Paulus sedang berusaha memberikan penghiburan dan penguatan kepada orang-orang Kristen yang menderita / dianiaya. Perhatikan Ro 8:18-23,26 - “(18) Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. (19) Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. (20) Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, (21) tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah. (22) Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. (23) Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita. ... (26) Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan”.

Karena itu, kata-kata bagian akhir dari Albert Barnes di atas sangat perlu ditekankan.

Barnes’ Notes: “For how would it be a source of consolation to say to them that whom God foreknew he predestinated, and whom he predestinated he called, and whom he called he justified, and whom he justified ‘might fall away and be lost forever?’” (= Karena bagaimana itu akan menjadi suatu sumber penghiburan untuk mengatakan kepada mereka bahwa yang Allah ketahui lebih dulu, Ia predestinasikan / tentukan lebih dulu, dan yang Ia predestinasikan Ia panggil, dan yang Ia panggil Ia benarkan, dan yang Ia benarkan ‘bisa murtad dan terhilang selama-lamanya’?).

Loraine Boettner: “The saints in heaven are happier but no more secure than are true believers here in this world” (= Orang-orang kudus di surga lebih bahagia, tetapi tidak lebih aman, dari pada orang-orang percaya yang sejati di sini di dunia ini) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 183.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post