Berbahagialah Mereka yang Berdukacita : Injil Matius 5:4

Matius 5:4 TB Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

Berbahagialah Orang yang Berdukacita


Kata berbahagialah berasal dari kata Yunani “Makarioi” dalam bentuk adjetcive, nominative, masculine, plural no degree dari kata “Makarios” (Patandean, 2018). Ada berbagai terjemahan dari kata Makarioi, yaitu: diberkatilah. Artinya, barang siapa yang taat kepada Taurat Tuhan dan setia kepada perjanjian tersebut, serta menyesali perbuatan dosanya maka dia akan diberkati oleh Allah. Augustine menegaskan bahwa orang yang berbahagia adalah mereka yang meninggalkan kejahatan (Augustine, n.d.).
Berbahagialah Mereka yang Berdukacita : Injil Matius 5:4
Di sini jelas sekali bahwa yang disebut berbahagia bukan karena kekayaan secara materi (harta dunia), tetapi karena meninggalkan segala perbuatan dosa atau menangisi perbuatan dosanya. John Chrysostom berpendapat bahwa mereka yang menangisi dosa-dosanya sendiri yang akan disebut berbahagia, dan memperoleh penghiburan dari Allah.

Orang yang berdukacita menurut Yesus dalam Matius 5:4 adalah mereka yang berduka karena berkabung dan mengharapkan uluran tangan Tuhan untuk membebaskannya. Patandean berpendapat bahwa meratap dan berkabung adalah orang yang sedang mengalami kesedihan dan kesusahan hati secara mendalam (Patandean, 2018).

Abineno mengaitkan kesedihan dan kesusahan hati tersebut dengan konteks Yesaya ketika bangsa Israel dalam masa pembuangan di mana mereka diperbudak oleh Raja Nebukadnesar di Babel oleh karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan sehingga mereka menderita karena perbudakan yang dialami dan itulah sebabnya Yesaya melukiskan bahwa mereka berkabung akan apa yang terjadi (Abineno, 1996). Dengan demikian dapat dipahami bahwa meratap dan berkabung merupakan kesedihan batin yang menggambarkan keadaan umat Tuhan mengalami ketidakadilan dan disudutkan.

Dukacita berkabung yang mereka alami pada saat itu adalah mereka yang diperlakukan secara tidak adil, dan menyadari seorang berdosa, sehingga hal itu membuat seseorang bersedih hati secara mendalam. Patandean berpendapat bahwa perasaan jiwa yang paling dalam adalah berhubungan dengan dukacita rohani atau spiritual (Patandean, 2018). Sebab dukacita bersifat spiritual tidak dapat di lihat oleh mata jasmani. Karena dukacita spiritual merupakan suatu perasaan yang timbul dari kesadaran dosa dari hati nurani yang lembut dan hati yang hancur karena menyadari dosa-dosanya. Jadi, dukacita berkabung ini merupakan bagian dari dukacita spiritual yang tidak bisa di lihat oleh mata manusia.

Kata “berdukacita” dalam bahasa Yunani adalah πενθοῦντες dari kata πενθέω yang artinya berdukacita dan bersedih hati secara mendalam. Dukacita yang terjadi karena ketidakberdayaan seseorang untuk menghadapi kenyataan hidup yang mengakibatkan seseorang hancur dan remuk hatinya (Hastuti, 2013). Jadi, dukacita yang dimaksudkan oleh Yesus ini adalah dukacita miskin secara rohani. Ini semua terjadi karena seseorang di perlakuan secara tidak adil, dan menyadari keberdosaanya, sehingga hal itu membuat seseorang bersedih hati secara mendalam.

Dukacita yang dimaksudkan Yesus adalah dukacita karena menyesali dosa-dosa yang telah di lakukan. Dukacita karena menyesali dosa-dosa yang telah dilakukan adalah dukacita kudus. Agustinus dari Hippo menyatakan bahwa dukacita yang dimaksud oleh Yesus bukan dukacita karena kehilangan orang yang dikasihi, melainkan dukacita karena berbalik kepada Allah atau dengan kata lain lahir baru (pertobatan) (Hastuti, 2013).

Orang-orang yang berdukacita di dalam Tuhan diteguhkan oleh Tuhan sehingga mereka dapat tahan berdiri menghadapi kesedihan yang pahit. Kesedihan yang pahit akan dosa merupakan bagian dari dukacita rohani.

Berduka Cita Karena Dosa

Dukacita karena dosa merupakan bagian dari dukacita rohani. Orang yang menyadari dirinya berdosa dan menyesali dosa-dosa yang telah dilakukannya maka ia akan mengalami dukacita yang mendalam. Daud adalah salah satu contoh orang yang berduka dengan dosa-dosanya (2 Samuel 11:17). Ketika Nabi Natan menegur Daud, Daud kemudian menangis. Daud berduka dan meratapi dosadosanya. Daud menyadari bahwa ia telah menyakiti hati Tuhan dengan sikap dan perbuatannya yang begitu keji. Ia menangis dan berdoa meminta ampun di hadapan Tuhan.

Benyamin F. Intan berpendapat bahwa pertobatan Daud adalah pertobatan sejati karena pada saat Daud meminta ampun, itu bukan karena dia takut dihukum, tetapi Roh Kudus yang menegur dia (Intan, 2019). Itulah sebabnya Daud menangis serta bertobat dan meminta pengampunan dari Tuhan dan pada akhirnya Tuhan mengampuni dosa-dosa Daud. Tuhan mengampuni orang-orang yang bertobat dan meminta pengampunan dari-Nya.

Dukacita ini berhubungan dengan miskin di hadapan Allah. Miskin di hadapan Allah ini bukan miskin secara fisik (finansial) tetapi miskin secara rohani. Karena itu, orang yang berdukacita adalah orang yang miskin secara roh. Dukacita ini berhubungan dengan adanya rasa bersalah akan perbuatan-perbuatan dosa yang telah dilakukan. Agustinus menyatakan bahwa dukacita yang dimaksud oleh Yesus bukan dukacita karena kehilangan apa yang dikasihi, akan tetapi dukacita karena berbalik kepada Allah atau dengan kata lain lahir baru (pertobatan) (Intan, 2019). 

Ambrose menegaskan bahwa ketika orang yang telah melakukan banyak dosa, namun berbalik kepada Allah akan disebut orang yang berbahagia (Amborse, n.d.). Jadi, dukacita menunjukkan bahwa seseorang yang peka dan benci terhadap dosa akan disebut orang yang berbahagia.

Orang-orang yang berdukacita ini adalah orang-orang yang berada dalam suatu keadaan kesedihan yang amat menderita, di mana hal itu bagaikan suatu keadaan perkabungan yang meratapi dosa yang telah di lakukan. Barclay menegaskan bahwa kedukacitaan yang mencekam manusia sedemikian rupa, sehingga tidak dapat ditutup-tutupi atau disembunyikan. Kedukacitaan seperti itu bukan hanya kesusahan yang membawa perasaan sakit di dalam hati, tetapi juga kesusahan yang membawa air mata yang tidak dapat ditahan lagi (Barclay, 2010). Oleh karena itu, perasaan dukacita itu sangat mendalam sehingga orang yang berduka itu hanya dapat meratapi keadaannya penuh dengan air mata.

Sejauh ini dapat dilihat dengan jelas bahwa orang-orang yang mendapatkan janji di sini bukan mereka yang berduka karena kehilangan orang yang mereka kasihi; tetapi mereka yang berduka karena kehilangan ke tidak berdosa-anya. Menurut Jerome, dukacita yang dimaksud di sini bukan hukum kodrat umum melainkan berduka karena kejahatan (Barclay, 2010). 

Chromatius menegaskan bahwa orang yang berdukacita dengan benar akan menerima penghiburan sukacita kekal yang dijanjikan oleh Tuhan (Chromatius of Aquileia, n.d.). Dalam hal ini Kristus tidak menunjuk pada dukacita karena kehilangan orang yang di kasihi, tetapi dukacita yang Yesus maksud adalah penyesalan akan dosa-dosa yang telah di lakukan sepanjang hidup di dunia. Jadi, dukacita adalah duka yang berpusat kepada Allah dan bukan kepada manusia.

Orang yang berdukacita adalah orang yang miskin secara rohani di hadapan Allah sebab mereka yang memiliki sorga. Akan tetapi di sisi lain orang-orang yang dikatakan miskin mereka yang mengalami kekosongan dan haus kebenaran Allah. Ginting menegaskan bahwa yang di maksud miskin secara rohani di hadapan Allah adalah orang yang secara rohani kekurangan dan secara naluri berseru meminta pertolongan kepada Allah (Ginting, 2018). Maka untuk mengakui bahwa seseorang yang miskin secara rohani di hadapan Allah yaitu mereka yang mengakui kelemahan rohaninya di hadapan Allah dengan terus memohon dan datang kepada Tuhan di dalam persekutuan.

Orang-orang yang mengakui kelemahan rohaninya di hadapan Allah memperoleh penghiburan dari Allah sebab mereka diampuni dan diberikan kekuatan oleh Allah. John Stott menuliskan orang-orang yang berdukacita seperti ini dihibur dan mendapatkan pengampunan dari Allah (Stott, 1974). Rasul Yohanes menuliskan “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita” (Yohanes 16:20). Penghiburan Allah hanya ada dan di berikan bagi setiap orang yang menangisi dosanya di hadapan Allah. Jadi, sangat jelas bahwa orang-orang yang berdukacita dalam kesalahan pasti dihibur dan menerima sukacita dari Allah.

Berduka Cita Karena Dianiaya oleh Kebenaran

Bagi orang duniawi penganiayaan adalah penderitaan karena menyakiti tubuh fisik secara manusia tetapi bagi orang percaya penganiayaan bukanlah dukacita tetapi kebahagiaan. Dalam Matius 5:10 Yesus mengatakan bahwa berbahagialah orang yang dianiaya karena kebenaran. Ini berarti bahwa orang yang dianiaya karena kebenaran merasakan kebahagiaan. Carlton menegaskan bahwa orang yang berbahagia adalah mereka yang dianiaya, dipukuli, dihina karena melakukan perintah Allah dan mengikut Allah (Carlton, 2002). Ini berarti bahwa hanya orang yang hidup dianiaya dalam kebenaran yang akan memperoleh kebahagiaan bersama dengan Kristus karena mereka memperoleh belas kasihan dari Allah.

Orang yang mengalami penganiayaan adalah orang diberkati oleh Allah karena mereka hidup sama seperti Kristus. Bruce menjelaskan bahwa orang yang diberkati oleh Allah adalah orang-orang yang mengalami penganiayaan karena merealisasikan kebenaran dalam hidup mereka (Bruce, 1995). Kebenaran di sini harus berarti kelakuan yang benar dan hanya apabila orang yang dianiaya itu berkelakuan benar, dia dapat disebut berbahagia. Yesus adalah kebenaran itu sendiri (Yohanes 14:6), dan firman Tuhan adalah kebenaran (Yohanes 17:17). 

Orang-orang yang mengikut Yesus dan merefleksikan firman Tuhan melalui kehidupan yang nyata dalam sikap, perkataan dan tindakan mereka itulah yang berbahagia. Penderitaan yang dialami oleh orang-orang percaya karena kebenaran adalah bagian dari Allah untuk menyatakan janji-Nya kepada mereka. Penderitaan orang-orang percaya karena kebenaran merupakan sarana yang dipakai Allah untuk menyatakan berkat-Nya

Berdukacita Karena Melihat Orang Lain Berdosa


Dalam kehidupan orang percaya ketika melihat orang-orang yang ada di sekitar hidup tidak seperti yang Tuhan harapkan maka otomatis mereka merasa sedih melihat orang lain berdosa. Tuhan Yesus mengatakan bahwa ketika melihat orang lain berdosa lalu merasa berdukacita maka orang tersebut akan berbahagia. 

Verkuyl menegaskan bahwa berbahagialah orang yang bersedih hati, karena melihat keadaan orang di sekitarnya, keadaan gerejanya tidak terjadi sebagaimana mestinya atau masyarakatnya tidak hidup dengan apa yang Tuhan harapkan dan bertentangan dengan kerajaan Allah. Orang-orang seperti ini akan dihibur Allah Seseorang yang menangisi dosa-dosa orang lain adalah orang-orang yang berbahagia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ketika seseorang berdukacita karena melihat orang-orang yang ada di sekitar hidup tidak seperti yang Tuhan harapkan maka orang tersebut berbahagia (Verkuyl, 2002).

De Heer berpendapat bahwa orang yang berdukacita di sini adalah mereka yang bersedih karena melihat anggota umat Tuhan mengalami ketidakadilan, di sudutkan, melihat dosa dunia dan melihat dosanya sendiri. mereka adalah orang-orang berbahagia (dalam Verkuyl, 2002). 

Berdukacita yang dimaksud lebih tepat mengarah pada keadaan dukacita yang disebabkan karena dosa seseorang. Keadaan berdosa inilah yang menyebabkan munculnya keadaan berdukacita. Yesus menekankan keadaan orang-orang yang berdukacita ini untuk memberikan pengertian kepada orang-orang yang mendengarkan pengajaran-Nya tentang perlunya perasaan berdukacita ketika melihat orang lain berbuat dosa. Kesadaran mengenai dosa mengakibatkan sikap yang benar.

Jadi orang-orang yang diberkati oleh Allah adalah mereka yang berdukacita karena hidup atau keadaan di sekelilingnya tidak berjalan sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.

Mereka Akan Dihibur

Mereka yang dihibur adalah orang-orang yang berkabung atas dosa-dosanya, berkabung pada saat melihat orang lain berbuat dosa, dan berkabung pada saat orang lain teraniaya sehingga mereka di selamatkan dan diampuni oleh Allah dan bersukacita kembali. Dihibur artinya orang-orang yang diberkati, diampuni, dan diselamatkan oleh Allah (Melani, 2010). 

Penghiburan di dalam Firman Tuhan, pada dasarnya berhubungan dengan keselamatan. Keselamatan dapat digambarkan sebagai penghiburan kekal. Penghiburan kekal hanya dapat di temukan pada Allah. Keselamatan hanya diperoleh kepada manusia baru yang berdukacita secara rohani. Dihibur adalah mereka yang diampuni oleh Allah. Ini merupakan penghiburan sejati. Penghiburan sejati ini berbeda dengan penghiburan yang dunia berikan. Penghiburan dunia lebih bersifat sementara dan hanya untuk menyenangkan tubuh jasmani saja sedangkan penghiburan dari Allah itu bersifat kekal.

Injil Lukas 18:9-14 memaparkan tentang perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai. Dalam perumpamaan tersebut pemungut cukai itu dibenarkan oleh Allah karena ia menyadari bahwa dirinya adalah orang berdosa dan dengan hati yang hancur ia mengakuinya di hadapan Allah serta memohon belas kasihanNya. Yesus mengatakan bahwa pemungut cukai itu pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang Farisi itu tidak dibenarkan Allah. 

Pemungut cukai menyadari orang berdosa dan dengan rendah hati dia mengakuinya di hadapan Allah serta memohon belas kasihan-Nya, sehingga dia dibenarkan oleh Allah. Ini merupakan penghiburan sejati dari Allah, sebab dia yang sebenarnya tidak layak di hadapan-Nya tetapi karena dia mengakui orang berdosa justru mendapatkan belas kasihan-Nya dan dibenarkan-Nya. Penghiburan yang Allah berikan adalah penghiburan kekal. Oleh sebab itu, pentingnya dukacita di dalam kehidupan sebagai anak-anak Allah. Sebab Allah mengampuni dosa, sehingga dapat merasakan penghiburan dan pengampunan dari-Nya sehingga seseorang dapat bersukacita kembali. Penghiburan Allah digambarkan sebagai penghiburan kekal.

Menurut Ferguson, orang yang bersedih dan bertobat karena dosa mendapat pengampunan dari Allah. Pengampunan dosa adalah bagian dari penghiburan Allah. Orang yang berdukacita karena dosa-dosanya, mendapat penghiburan dari Allah, sebab dengan berdukacita Allah berkenan kepadanya, mengampuninya, dan membenarkannya (Ferguson, 1996). 

Patandean menegaskan bahwa orang-orang percaya yang sedang dalam keadaan berdukacita haruslah tetap merasa bersukacita, karena ada alasan yang kuat untuk tetap diberkati oleh Allah dalam keadaan tersebut. Orang-orang percaya yang berdukacita karena dosa yang ada dalam dirinya, juga karena melihat orang-orang yang ada dalam dosa, haruslah tetap merasa bergembira karena mereka menerima penghiburan (Patandean, 2018). Jadi, orang yang dihibur adalah orang yang menganggap dirinya adalah manusia berdosa yang membutuhkan pertolongan Allah.

Penghiburan yang diajarkan oleh Yesus tentang berbahagia yang diucapkan di hadapan orang banyak merupakan hal yang menarik untuk disimak. Yesus mengajarkan bahwa orang-orang yang berbahagia adalah orang-orang yang merasakan dukacita yang amat mendalam karena dosa di dalam dirinya. Patandean berpendapat bahwa orang-orang yang menyadari keadaan dosa dalam dirinya dan menyesali dosanya, mendapat penghiburan. Tanpa adanya penyesalan atau pertobatan orang-orang tersebut tetap hidup dalam dosanya sendiri. Jadi, orang-orang yang menyesali keadaan dirinya berada dalam dosa tentu berseru kepada Allah dan memohon pengampunan kepada Allah.

Berbahagialah orang yang hatinya hancur, karena dosa yang telah dilakukannya sendiri terhadap Allah. Orang-orang tersebut mengalami kelegaan dalam jiwanya. Mereka mengalami janji Allah, yaitu merasakan penghiburan dan kelegaan dalam dirinya. Orang-orang yang mempunyai pengalaman seperti itulah yang disebut penyesalan pertobatan. Pertobatan adalah orang yang menyadari keberdosaanya lalu berbalik kepada Allah. Hendi berpendapat bahwa pertobatan merupakan pembaharuan manusia batiniah dalam melawan dosa (Hendi, 2018). Jadi tanpa pertobatan tidak mungkin ada kebahagiaan sebab kebahagiaan yang mendatangkan sukacita.

Orang yang berbahagia dalam kerajaan Allah adalah mereka yang haus akan kebenaran Allah. Hoekema berpendapat bahwa orang yang haus dan lapar akan kebenaran adalah orang yang selalu bertanya-tanya tentang apa yang di kehendaki Allah agar ia lakukan. Orang seperti inilah yang disebut berbahagia karena mereka dipuaskan oleh Allah (Hoekema, 2004). 

Henry menyatakan bahwa orang yang berbahagia adalah mereka yang dipersenjatai dengan iman berupa pengampunan yang sudah dimeteraikan di dalam Kristus (Henry, 2007). Kehausan dan kelaparan bukan hanya sekedar makanan dan minuman jasmani saja melainkan memiliki hati yang haus dan lapar akan kebenaran Allah. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang serius dari setiap orang untuk menemukan kebenaran Kristus.

Memperoleh penghiburan berarti mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah tujuan hidup setiap orang (Magnis-Suseno, 2009). Orang-orang percaya yang sedang dalam keadaan berdukacita, haruslah tetap merasa bergembira, karena ada alasan yang kuat untuk tetap diberkati oleh Allah dalam keadaan
tersebut, yaitu mereka mengalami penghiburan. Kebahagiaan orang-orang yang telah merasakan kemurahan Allah dalam hidup mereka adalah berbahagia yang wajar, di mana seseorang merasa gembira di dalam setiap tindakan yang dilakukannya. Kegembiraan tersebut adalah kegembiraan yang tulus tanpa ada tekanan dari pihak lain.

Baca Juga: Matius 5:4 (3 Arti Berdukacita Rohani)

Jadi, untuk memperoleh kebahagiaan yang kekal maka seseorang harus memiliki hidup yang mau mengakui kesalahan dan hidup dalam kebenaran Allah. Sebab hanya orang yang hidup dalam kebenaran Allah yang dapat menikmati kebahagiaan kekal bersama-sama dengan Kristus sebab kebahagiaan kekal itu hanya ada di dalam Kristus karena Kristus adalah sumber kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, orang percaya selalu terus melakukan kebenaran dan berusaha hidup seperti yang diajarkan Kristus meskipun itu menyakiti tubuh jasmani teruslah berusaha hidup seperti yang diajarkan oleh Kristus. Orang percaya selalu terus melakukan kebenaran dan berusaha hidup seperti yang diajarkan Kristus meskipun itu menyakiti tubuh jasmani.

KESIMPULAN

Dukacita yang Yesus maksudkan dalam Matius 5:4 adalah dukacita rohani, yaitu berduka yang disebabkan karena dosa, berduka pada saat melihat orang lain berbuat dosa, dan berduka pada saat orang lain dianiaya. Orang percaya perlu memiliki perasaan dukacita seperti itu. Dengan adanya dukacita rohani tersebut membuat seseorang bergantung penuh pada-Nya. 

Sebagai orang percaya yang hidup di dalam Kristus Yesus, perlu menyadari bahwa tanpa penyesalan tidak ada dukacita pertobatan di dalam diri seseorang. Ketika seseorang berduka dengan dosanya, berduka saat melihat orang lain berbuat dosa, dan berduka pada saat melihat orang lain teraniaya, maka Allah yang memberikan penghiburan bagi mereka yang mengalami dukacita seperti itu. Mereka merasakan penghiburan dari pengampunan dan bersukacita kembali. -Marson Taung
Next Post Previous Post