Tantangan dalam Membangun Fondasi Rohani (1 Korintus 3:10-15)

"Pada bagian ini, Paulus mengubah metafora yang sebelumnya digunakan. Jika dalam 1 Korintus 3:5-9 dia menggambarkan jemaat sebagai lahan, kali ini dia menggambarkannya sebagai struktur bangunan. Transisi ini sebenarnya telah diindikasikan pada 1 Korintus 3: 9c "kamu [adalah] bangunan Allah." Inti pembahasan dalam kedua metafora tersebut juga berbeda: 1 Korintus 3: 5-9 lebih menyoroti perbedaan dan kesamaan pemimpin rohani serta kepemilikan Allah atas jemaat dan pemimpinnya, sementara 1 Korintus 3:10-15 lebih menitikberatkan pada bagaimana jemaat dibangun.
Tantangan dalam Membangun Fondasi Rohani (1 Korintus 3:10-15)
1. Paulus adalah seorang arsitek yang terampil yang telah meletakkan fondasi (1 Korintus 3:10a) 

Jika kita mengibaratkan jemaat Korintus sebagai sebuah bangunan, maka Paulus adalah seorang arsitek yang terampil (istilah modern "arsitek" berasal dari kata Yunani ini). Kata arsitekton secara etimologis terdiri dari dua kata: arche = "pemimpin" dan tekton = "tukang kayu." Penggunaan kata ini dalam naskah-naskah kuno menunjukkan bahwa seorang arsitekton bertanggung jawab atas semua aspek yang terkait dengan bangunan (bukan hanya sebagai perancang). Dalam beberapa versi bahasa Inggris (KJV/RSV/NASB), kata ini diterjemahkan dengan tepat sebagai "master-builder." Terjemahan NIV "builder" kurang jelas dalam menyampaikan makna di balik kata ini.

Sebagai seorang arsitekton rohani, Paulus menjelaskan bagaimana dia bekerja. 

Pertama-tama, dia menjelaskan bahwa sesuai dengan karunia (charis) Allah, dia telah meletakkan fondasi jemaat Korintus. Meskipun kata charis bisa merujuk pada berbagai hal (keselamatan, anugerah khusus, kerelaan, dll), namun dalam konteks ini, charis merujuk pada anugerah khusus yang berguna dalam pelayanan. Makna ini sejalan dengan makna charis dalam ayat 1:4-5 yang merujuk pada beberapa anugerah rohani khusus. 

Charis yang dimaksud oleh Paulus di 1 Korintus 3:10a adalah anugerah khusus sebagai perintis jemaat (inisiator jemaat). Anugerah ini adalah suatu kehormatan khusus dari Allah bagi Paulus (Roma 15:20). Dalam konteks hubungannya dengan jemaat Korintus, Paulus memang berperan sebagai perintis (Kisah Para Rasul 18). Oleh karena itu, dia bisa dianggap sebagai bapa rohani (1 Korintus 4:15-16), dan mereka adalah hasil dari pelayanannya (9:1-2).

Selanjutnya, Paulus menjelaskan bahwa dia adalah seorang arsitekton yang berhikmat (LAI:TB). Terjemahan "berhikmat" dalam ayat ini tidak sesuai dengan kata Yunani yang digunakan. Kata sophos seharusnya diterjemahkan sebagai "berhikmat" (KJV/NASB), bukan "terampil" (NIV/RSV/LAI:TB). Sophos di sini jelas masih terkait erat dengan diskusi tentang "hikmat" (sophia) dalam 1:18-2:16. Dengan menyebut dirinya sebagai arsitekton yang berhikmat, Paulus sedang mengontraskan dirinya dengan orang-orang di Korintus yang menganggap diri mereka "berhikmat."

2. Paulus memberikan nasihat kepada mereka yang melanjutkan pembangunan (1 Korintus 3:10b-15) 

Setelah menyatakan dirinya sebagai arsitekton yang telah meletakkan fondasi sesuai dengan anugerah Allah dan penuh hikmat, Paulus kemudian memberikan nasihat kepada semua orang yang melanjutkan pembangunan di atas fondasi yang telah dia letakkan. Bentuk tense sekarang yang digunakan untuk kata kerja "memperhatikan" dan "membangun" dalam 1 Korintus 3:10b menunjukkan bahwa jemaat Korintus perlu terus-menerus dibangun dan diperhatikan. Fondasi saja tidak cukup. Jemaat perlu terus dibangun dengan baik.

Kepada siapa nasihat Paulus di 1 Korintus 3:10b-15 ditujukan? Meskipun nasihat ini dapat diterapkan dalam berbagai situasi, tetapi tampaknya Paulus lebih menunjukkannya kepada para pemimpin jemaat Korintus pada saat surat ini ditulis. Dia tidak mengacu pada Apolos atau Petrus. Beberapa argumen yang mendukung hal ini antara lain: 

(1) tidak ada nama Apolos yang muncul dalam bagian ini; 

(2) bentuk tense sekarang "membangun" dalam 1 Korintus 3:10b mengacu pada orang-orang yang masih aktif dalam pembangunan pada saat surat ini ditulis; 

(3) jika ditujukan kepada Apolos, maka nasihat ini akan menjadi tidak relevan karena Apolos sudah tidak berada di kota Korintus [16:12]; 

(4) nuansa negatif [teguran] dalam bagian ini, terutama 1 Korintus 3:16-17, tidak sesuai dengan sikap positif Paulus terhadap Apolos.

3. Fondasi yang telah diletakkan haruslah Yesus Kristus (1 Korintus 3:11) 

Nasihat pertama berkaitan dengan masalah fondasi. Ini adalah penjelasan atas apa yang telah disampaikan di 1 Korintus 3:10a (Paulus telah meletakkan fondasi). Pembahasan tentang fondasi mengimplikasikan bahwa para pemimpin jemaat Korintus berusaha untuk membangun kembali seluruh struktur rohani di Korintus. Mereka ingin mengganti fondasi yang ada dengan yang baru. Terhadap upaya ini, Paulus dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada fondasi lain selain Yesus Kristus. 

Ungkapan "fondasi lain" diletakkan di awal kalimat untuk memberikan penekanan: benar-benar tidak ada fondasi lain! Hikmat duniawi yang dikagumi oleh jemaat Korintus tidak dapat menggantikan fondasi yang telah diletakkan oleh Paulus. Fondasi satu-satunya adalah apa yang telah ada (ton keimenon). Bentuk present participle keimenon menyiratkan bahwa apa yang sekarang ada dan akan tetap ada, yaitu Yesus Kristus. Pertanyaannya, bagaimana Yesus Kristus yang dimaksud oleh Paulus? 

Bukankah beberapa orang memberitakan tentang Yesus yang bukanlah Yesus yang sejati (2 Korintus 11:4)? Bukankah ada yang memberitakan "Injil yang lain" (Galatia 1:6-7)? Yesus Kristus yang dimaksud oleh Paulus adalah Dia yang disalibkan. 1 Korintus 2:2 mengatakan, "Saya telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu, kecuali Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan." Bagi jemaat Korintus, hal ini dianggap sebagai kebodohan (1:23), tetapi bagi kita, ini adalah hikmat dan kuasa Allah (1:24).

4. Bahan yang digunakan untuk membangun harus tahan lama (1 Korintus 3:12-15) 

Fondasi yang baik saja tidak cukup. Fondasi ini perlu terus dibangun (ayat 10b). Namun, kita tidak boleh sembarangan dalam membangun. Salah satu aspek pembangunan yang ditekankan oleh Paulus di sini adalah jenis bahan yang digunakan. Kita perlu memperhatikan daya tahan bahan yang digunakan. 

Enam jenis bahan yang disebutkan oleh Paulus di 1 Korintus 3:12 mewakili dua jenis: yang tahan lama (emas, perak, dan batu mulia) dan yang tidak tahan lama (kayu, rumput kering, dan jerami). Tidak perlu mencoba menafsirkan makna masing-masing bahan ini. Tidak perlu juga mengaitkan tiga bahan pertama dengan bangunan bait Allah, sementara yang lainnya dengan rumah pribadi, meskipun referensi tentang jemaat sebagai bait Allah ada di 1 Korintus 3:16-17. Inti dari metafora ini terletak pada daya tahan bahan yang digunakan (apakah tahan ujian atau tidak).

Daya tahan bahan ini terkait dengan kualitas fondasi yang telah ada. Hikmat Allah yang dinyatakan melalui salib adalah sesuatu yang abadi. Hikmat ini telah direncanakan sejak kekekalan dan dirancang untuk kemuliaan kita di masa depan (2:7). Dengan kata lain, hikmat ini kekal. Ini berbeda dengan hikmat duniawi yang dihargai oleh jemaat Korintus. Hikmat duniawi itu sementara dan pasti akan berakhir (1:19-20; 2:6). Fondasi yang kokoh memerlukan bahan yang tahan lama.

Alasan lain mengapa bahan yang digunakan harus tahan lama adalah karena setiap bangunan akan menghadapi pengujian. Waktu (1 Korintus 3:13 "sekali kelak") akan menunjukkan apakah suatu bangunan terbuat dari bahan yang baik atau tidak. 

Waktu ini secara khusus merujuk kepada Hari Tuhan (1:8; 3:5; lihat juga 1 Tesalonika 5:2, 4; 2 Tesalonika 2:2; 1 Korintus 5:5), yaitu hari di mana Tuhan Yesus akan datang kembali dan menghakimi semua orang. Jadi, meskipun ide tentang "membuat sesuatu jelas" (kata dasar phaneroo berarti "membuat jelas") dalam surat-surat Paulus dapat memiliki makna masa depan (4:5; 13:13; 2 Korintus 5:10) atau masa kini (11:19; 14:25), konteks 1 Korintus 3:10-15 mengacu pada makna yang pertama.

Dengan merujuk pada Hari Tuhan, Paulus juga secara tidak langsung menegur sikap jemaat Korintus yang menghakimi pelayanannya. Penghakiman semacam itu tidak valid karena Hakim sejati adalah Tuhan sendiri. Di ayat 4:3-5, Paulus menegaskan hal ini dengan jelas dan melarang jemaat Korintus menghakimi sebelum waktunya.

5. Paulus kemudian menjelaskan bahwa pengujian ini menggunakan "api" (1 Korintus 3:13). 

Dalam Alkitab, api dapat melambangkan penyucian, penghakiman, atau pengujian. Makna terakhir ini yang ada dalam pikiran Paulus. Dia mungkin mengingatkan jemaat Korintus tentang peristiwa sejarah kehancuran kota Korintus pada tahun 146 SM oleh tentara Romawi. Peristiwa ini memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana sebuah bangunan seharusnya didirikan: hanya bangunan yang menggunakan bahan yang baik yang dapat bertahan dari kehancuran total.

6. Dalam pengujian ini, akan ada dua hasil yang berbeda: yang tahan uji (1 Korintus 3:14) dan yang tidak tahan uji (1 Korintus 3:15). 

Kata "tahan uji" dalam 1 Korintus 3:14 berarti "tetap bertahan" (KJV "abide"; NASB "remains"; NIV/RSV "survives"). Bagi yang pekerjaannya tetap bertahan selama pengujian, pembangunnya akan menerima upah. Upah tersebut tidak menghilangkan unsur anugerah. Tuhan memang memberi upah sesuai dengan perbuatannya, tetapi kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu tetap berasal dari Tuhan. 

Paulus mengakui bahwa kemampuannya meletakkan fondasi adalah "sesuai dengan kasih karunia yang diberikan Allah" (1 Korintus 3:10a; lihat juga 1 Korintus 1:4-5; 3:10; 12:1-11). Allah tetap berhak mendapatkan kemuliaan dari semua yang kita lakukan, karena Dialah yang bekerja dalam kita (Filipi 2:13). Segala kemuliaan adalah milik-Nya (Roma 11:36)!

Dalam bagian ini, Paulus tidak menjelaskan upah apa yang akan diterima oleh pekerja yang baik. Di ayat 4:5b, dia baru menjelaskan bahwa upah tersebut berupa "pujian dari Allah." Meskipun upah ini mungkin terlihat kurang berarti dalam konteks yang sangat materialistis modern, kita dapat menghargainya ketika kita menyadari bahwa kita seharusnya memberi pujian kepada Allah (bukan Allah yang memuji kita). Kita juga dapat menghargainya ketika kita ingat bahwa Tuhan tidak berkewajiban memberi kita apa pun atas apa yang telah kita lakukan untuk-Nya, karena kita hanya hamba yang melakukan apa yang seharusnya kita lakukan (Lukas 17:10).

7. Kemungkinan hasil kedua dalam pengujian adalah kehancuran bangunan (1 Korintus 3:15). 

Kami tidak tahu dengan pasti bentuk konkret dari "pekerjaan yang terbakar" (1 Korintus 3:15a). Paulus mungkin memikirkan akibat kekinian dalam bentuk hilangnya kesaksian atau eksistensi jemaat Korintus (lihat juga 1 Korintus 3:17). Perpecahan dalam jemaat dapat membuat gereja tidak dapat memberikan contoh hidup kepada masyarakat. Perpecahan bahkan dapat menghancurkan eksistensi gereja. 

Akibat masa depan yang dipikirkan oleh Paulus mungkin adalah "kejutan besar di akhir zaman." Beberapa orang yang tampaknya "Kristen" dan "bijaksana" sebenarnya mungkin tidak akan diselamatkan karena mereka sebenarnya tidak pernah percaya pada Injil yang sejati. Mereka hanya percaya pada Injil palsu dan dengan demikian mereka akan terkutuk (Galatia 1:8-9). Fenomena ini akan kita lihat dalam penghakiman terakhir (lihat juga Matius 7:22-23; 25:41-46).

Pekerjaan yang terbakar tentu saja akan menyebabkan penderitaan bagi pekerjanya (zomiothesetai, 1 Korintus 3: 15b; lihat juga 2 Korintus 7:9; Filipi 3:8). Meskipun pekerjaannya terbakar dan dia mengalami kerugian, pekerja tersebut masih akan diselamatkan (1 Korintus 3:15c). Penambahan kata "sendiri" (autos) di depan kata "dia" menunjukkan penekanan: pekerja tersebut akan tetap selamat! 

Namun, keselamatan ini seperti seseorang yang lolos dari kebakaran. Gambaran yang paling sesuai adalah "seperti tongkat yang terlepas dari api" (Amos 4:11). Setiap orang yang telah menerima Roh Kudus (2:12) dan berada "di dalam Kristus" (3:1), akan selamat, tetapi jika dia tidak bekerja dengan baik bagi Tuhan, dia tidak akan menerima upah di surga nanti.
Next Post Previous Post