Analisis Pasangan Seimbang dan Tidak Seimbang ( 2 Korintus 6:14-16)
2 Korintus 6:14-16 TB. Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: ”Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.
Pendahuluan
Pernikahan adalah satu komitmen seumur hidup antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang melibatkan hak-hak seksual secara timbal balik. Hal ini jelas sejak semula Allah menciptakan ”Laki-laki dan perempuan” (Kejadian 1:27) dan memerintah mereka untuk ”Beranak cucu dan bertambah banyak” (Kejadian 1:28). Pernikahan adalah satu kesatuan sosial dan spiritual. Pernikahan melibatkan satu perjanjian di hadapan Allah, bukan hanya satu kesatuan antara pria dan wanita yang melibatkan hak-hak perkawinan, tetapi merupakan satu kesatuan yang dilahirkan dari satu perjanjian dari janji-janji yang timbal balik. Komitmen ini tersirat dari sejak mulanya dalam konsep meninggalkan orang tua dan bersatu dengan isteri (Maleakhi 2:14).
Frasa ”Janganlah kamu menjadi” dalam bahasa aslinya dalam bentuk kasus kata kerja imperative present bentuk kata ganti orang ke-2 jamak sekarang yang memiliki arti, sekali-kali tidak boleh, jangan menerima, menikah dengan. Jadi Tuhan memerintahkan orang percaya untuk tidak menerima atau menikah dengan orang yang tidak percaya kepada Kristus.
Pernikahan adalah satu komitmen seumur hidup antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang melibatkan hak-hak seksual secara timbal balik. Hal ini jelas sejak semula Allah menciptakan ”Laki-laki dan perempuan” (Kejadian 1:27) dan memerintah mereka untuk ”Beranak cucu dan bertambah banyak” (Kejadian 1:28). Pernikahan adalah satu kesatuan sosial dan spiritual. Pernikahan melibatkan satu perjanjian di hadapan Allah, bukan hanya satu kesatuan antara pria dan wanita yang melibatkan hak-hak perkawinan, tetapi merupakan satu kesatuan yang dilahirkan dari satu perjanjian dari janji-janji yang timbal balik. Komitmen ini tersirat dari sejak mulanya dalam konsep meninggalkan orang tua dan bersatu dengan isteri (Maleakhi 2:14).
Frasa ”Janganlah kamu menjadi” dalam bahasa aslinya dalam bentuk kasus kata kerja imperative present bentuk kata ganti orang ke-2 jamak sekarang yang memiliki arti, sekali-kali tidak boleh, jangan menerima, menikah dengan. Jadi Tuhan memerintahkan orang percaya untuk tidak menerima atau menikah dengan orang yang tidak percaya kepada Kristus.
Artinya bahwa orang yang sudah percaya kepada Kristus benar-benar dilarang berhubungan khusus terhadap orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan, tidak ada istilah mencoba-coba, benar-benar dilarang dan tidak boleh kompromi dengan mereka yang tidak percaya.
Frasa “Pasangan yang tidak seimbang”,
Frasa “Pasangan yang tidak seimbang”,
Kasus ini menjelaskan kata kerja yang menjadi perintah ini menunjukkan bahwa tidak boleh coba-coba atau beranggapan nanti saya akan ajak jadi Kristen yang memiliki arti pasangan, kawan atau saudara yang tidak seimbang. Dalam New Internasional Version menggunakan kata be yoked together with unbelievers. yang artinya jadi janganlah memikul beban bersama-sama dengan tak beriman.
Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari menuliskan janganlah menjadi sekutu orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus. Dalam Firman Allah Yang Hidup memakai kata terikat. Jadi pasangan tidak seimbang di sini tidak berbicara soal materi, melainkan iman kepercayaan kepada Kristus Yesus supaya orang percaya tidak terikat atau mengadakan persekutuan dengan orang-orang yang tidak percaya.
Perintah ini dapat diterjemahkan menjadi ”hentikan kebiasaanmu menjadi terikat secara heterogen dengan orang-orang yang tidak percaya”. Prinsip ini mengacu balik kepada peraturan Musa (Imamat 19:19; Ulangan 22:10), orang-orang Kristen adalah ”ciptaan baru” (2 Korintus 5:17), secara rohani mereka tidak boleh bersatu dengan orang-orang belum percaya yang mati secara rohani (Efesus 2:1). Istilah Methoce yang diterjemahkan dengan bersatu hanya terdapat dalam Perjanjian Baru artinya ialah berbagi, keterlibatan.
Pasangan yang tidak seimbang ini berarti bahwa orang percaya harus terpisah dari yang jahat dan mengabdi pada pelayanan Allah artinya terpisah dari jahat yang ditunjukkan melalui cara hidup yang berbeda yang membuktikan tingkah laku moral yang sangat mulia.
Perintah ini dapat diterjemahkan menjadi ”hentikan kebiasaanmu menjadi terikat secara heterogen dengan orang-orang yang tidak percaya”. Prinsip ini mengacu balik kepada peraturan Musa (Imamat 19:19; Ulangan 22:10), orang-orang Kristen adalah ”ciptaan baru” (2 Korintus 5:17), secara rohani mereka tidak boleh bersatu dengan orang-orang belum percaya yang mati secara rohani (Efesus 2:1). Istilah Methoce yang diterjemahkan dengan bersatu hanya terdapat dalam Perjanjian Baru artinya ialah berbagi, keterlibatan.
Pasangan yang tidak seimbang ini berarti bahwa orang percaya harus terpisah dari yang jahat dan mengabdi pada pelayanan Allah artinya terpisah dari jahat yang ditunjukkan melalui cara hidup yang berbeda yang membuktikan tingkah laku moral yang sangat mulia.
Pengabdian kepada Allah ditunjukkan melalui penolakan terhadap semua campur tangan berhala. Berarti menjadi pasangan yang tidak seimbang sama saja menjadi satu hati dan pikiran dengan mereka, berkompromi dengan nilai-nilai mereka, terbujuk oleh komitmen mereka. Jadi orang percaya harus hidup sebagai anak-anak terang akan berbuah kan yang terang yaitu kebaikan, keadilan dan kebenaran (Efesus 5:8-9)
Tidak baik jika orang baik menikah dengan orang jahat dan tidak kudus, terlebih yang sifatnya tetap. Mereka akan menempuh jalan yang berbeda, dan hal itu akan mendatangkan masalah dan duka. Hubungan semacam itu, di mana pilihan ada di tangan kita, harus ditetapkan berdasarkan peraturan. ”Adalah baik bagi anak-anak Allah untuk bersekutu dengan orang-orang yang serupa dengan mereka, karena kemungkinannya akan lebih berbahaya bahwa yang buruk akan merusakkan yang lebih baik daripada mengharapkan yang baik akan menolong yang buruk
Istilah ”Pasangan yang tidak seimbang”, ungkapan ini diterjemahkan dari kata yang berarti ”bersatu kuk dengan orang/pihak yang jenisnya berbeda”. Hal ini di umpamakan sama seperti pada (Ulangan 22:10). Orang Israel dilarang membajak dengan memasangkan seekor lembu dan seekor keledai bersama-sama.
Tidak baik jika orang baik menikah dengan orang jahat dan tidak kudus, terlebih yang sifatnya tetap. Mereka akan menempuh jalan yang berbeda, dan hal itu akan mendatangkan masalah dan duka. Hubungan semacam itu, di mana pilihan ada di tangan kita, harus ditetapkan berdasarkan peraturan. ”Adalah baik bagi anak-anak Allah untuk bersekutu dengan orang-orang yang serupa dengan mereka, karena kemungkinannya akan lebih berbahaya bahwa yang buruk akan merusakkan yang lebih baik daripada mengharapkan yang baik akan menolong yang buruk
Istilah ”Pasangan yang tidak seimbang”, ungkapan ini diterjemahkan dari kata yang berarti ”bersatu kuk dengan orang/pihak yang jenisnya berbeda”. Hal ini di umpamakan sama seperti pada (Ulangan 22:10). Orang Israel dilarang membajak dengan memasangkan seekor lembu dan seekor keledai bersama-sama.
Teks tidak menyatakan dalam hal apa saja orang Kristen tidak boleh bersatu kuk bersama orang yang tidak percaya. Menerjemahkan hal ini menjadi sekutu atau bekerja sama ataupun janganlah bergabung dengan kelompok yang tidak seimbang dan janganlah mau menjadi teman sekerja dengan mereka, lebih kepada menjauhi atau meninggalkan. Artinya bahwa orang percaya tidak boleh bersatu dengan orang-orang yang tidak seimbang dengan mereka di dalam memikul apa pun itu
Artinya bahwa orang percaya jangan sampai terpengaruh dengan mereka yang tidak percaya kepada Kristus, sehingga dilarang bergaul dengan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, bila orang percaya tidak mampu menguasai diri. Selanjutnya hal tersebut ditegaskan oleh Pfitzner, yang menuliskan:
Dalam teks ini menunjukkan perintah agar tidak bersekutu dengan orang-orang yang tidak percaya. Perintah agar mereka tidak menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya tidaklah mungkin menjadi larangan bagi segala bentuk hubungan apa pun dengan orang-orang yang tidak beriman Kristen.
Artinya bahwa orang percaya jangan sampai terpengaruh dengan mereka yang tidak percaya kepada Kristus, sehingga dilarang bergaul dengan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, bila orang percaya tidak mampu menguasai diri. Selanjutnya hal tersebut ditegaskan oleh Pfitzner, yang menuliskan:
Dalam teks ini menunjukkan perintah agar tidak bersekutu dengan orang-orang yang tidak percaya. Perintah agar mereka tidak menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya tidaklah mungkin menjadi larangan bagi segala bentuk hubungan apa pun dengan orang-orang yang tidak beriman Kristen.
Tidak seimbang diartikan “dikenakan kuk dengan seseorang yang berbeda”. Jangan ada kemitraan palsu, persekutuan, atau kesepakatan dengan non-Kristen. Mereka harus terpisah dari dosa, hubungan apa pun dengan orang-orang yang tak percaya yang akan mengancam eksklusivisme (kecenderungan memisahkan diri) konfesi (pengakuan iman) Kristen dan kesucian kehidupan Kristen harus dijauhi
Jadi hal-hal yang merusak hubungan orang percaya dengan Tuhan lebih baik menjauhi hal itu demi menjaga kesucian hidup di dalam Kristus. Selanjutnya Herman Ridderbors menuliskan:
”Peringatkan agar jangan menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang yang tidak percaya (2 Korintus 6:14; Efesus 5:7) tidak berarti orang percaya dilarang berelasi dengan mereka yang tidak percaya, melainkan orang percaya jangan ikut serta dalam perbuatan-perbuatan jahat mereka (Efesus 5:11). Orang percaya dengan orang yang tidak percaya memikul kuk yang berbeda. Larangan Paulus adalah kesatuan yang membahayakan ”kuk”, prinsip hidup dan aturan hidup orang percaya dan tidak percaya, dalam hal ini orang percaya harus bersikap tidak kompromi dengan tidak menyatukan apa yang berasal dari Kristus dengan apa yang melawan aturan-Nya
Jadi orang percaya di kota Korintus tidak boleh berkompromi terhadap apa yang melawan aturan dari Kristus. Artinya bahwa orang yang sudah percaya kepada Kristus, dilarang untuk ikut serta dalam perbuatan-perbuatan orang yang tidak percaya yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Selanjutnya hal tersebut ditegaskan oleh Matthew Henry, dalam bukunya yang menuliskan:
”Paulus memperingati jemaat Korintus supaya tidak bersetubuh dengan orang-orang yang tidak percaya. Mengadakan hubungan-hubungan yang sifatnya tetap. Tidak baik jika orang baik menikah dengan orang yang jahat dan tidak kudus. Mereka akan menempuh jalan yang berbeda, dan hal itu akan mendatangkan masalah dan duka
Jadi menurut Matthew Henry bergaul sehari-hari saja tidak boleh, apalagi menjadi pasangan yang tidak seimbang dalam bersahabat dan menjalin hubungan dengan orang yang bebal dan tidak percaya. Meskipun kita tidak bisa menghindar untuk melihat, mendengar dan berada bersama-sama dengan orang-orang semacam itu, tidak boleh dipilih untuk menjadi sahabat karib. Artinya bahwa daripada orang percaya terpengaruh dengan orang yang tidak percaya dalam melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan lebih baik sama sekali orang percaya tidak bergaul dengan orang yang tidak percaya. Pendapat yang sama juga dituliskan oleh Donald C. Stamp, yang menuliskan:
”Dalam pandangan Allah, umat manusia pada akhirnya digolongkan dalam dua kelompok yaitu mereka yang ada dalam Kristus dan mereka yang tidak ada dalam Kristus. Karena itu orang percaya jangan bermitra secara sukarela atau berhubungan intim dengan orang tidak percaya. Karena hubungan semacam itu dapat merusakkan hubungan mereka dengan Kristus. Ini meliputi kemitraan dalam dunia usaha, golongan rahasia, kencan, pernikahan, dan persahabatan karib”.
Jadi menurut Stamp seharusnya hubungan orang percaya dengan orang yang tidak percaya cukup sejauh yang diperlukan dalam kaitan sosial atau ekonomi, tidak menjurus kepada hubungan yang lebih intim yaitu kencan dan pernikahan.
Jadi dari hasil analisa di atas Tuhan memerintahkan orang percaya untuk memilih pasangan hidup yang seiman karena kalau di lihat dari sejarah bangsa Israel, mereka sering kali jatuh pada penyembahan berhala karena pasangan mereka yang tidak seiman, yaitu pasangan dari bangsa lain. Padahal Tuhan sudah berfirman agar mereka tidak mengambil pasangan dari bangsa lain selain bangsa Israel agar mereka tidak turut menyembah alah-alah bangsa lain. Raja Salomo pun yang dikatakan sebagai orang yang paling bijak ternyata jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala pada akhir hidupnya (1 Raja-raja 11:1-13). Hubungan itu harus didasarkan dengan Tuhan Yesus Kristus.
Frasa ”Kebenaran Dengan Kedurhakaan”
Kata “kebenaran” memiliki arti kebenaran, keadilan, ketentuan Allah, status atau hubungan yang benar dan pendermaan, ini menyatakan sifat atau karakter yang benar. Dalam New Internasional Version memakai kata righteousness artinya kebajikan. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata kebaikan.
Jadi hal-hal yang merusak hubungan orang percaya dengan Tuhan lebih baik menjauhi hal itu demi menjaga kesucian hidup di dalam Kristus. Selanjutnya Herman Ridderbors menuliskan:
”Peringatkan agar jangan menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang yang tidak percaya (2 Korintus 6:14; Efesus 5:7) tidak berarti orang percaya dilarang berelasi dengan mereka yang tidak percaya, melainkan orang percaya jangan ikut serta dalam perbuatan-perbuatan jahat mereka (Efesus 5:11). Orang percaya dengan orang yang tidak percaya memikul kuk yang berbeda. Larangan Paulus adalah kesatuan yang membahayakan ”kuk”, prinsip hidup dan aturan hidup orang percaya dan tidak percaya, dalam hal ini orang percaya harus bersikap tidak kompromi dengan tidak menyatukan apa yang berasal dari Kristus dengan apa yang melawan aturan-Nya
Jadi orang percaya di kota Korintus tidak boleh berkompromi terhadap apa yang melawan aturan dari Kristus. Artinya bahwa orang yang sudah percaya kepada Kristus, dilarang untuk ikut serta dalam perbuatan-perbuatan orang yang tidak percaya yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Selanjutnya hal tersebut ditegaskan oleh Matthew Henry, dalam bukunya yang menuliskan:
”Paulus memperingati jemaat Korintus supaya tidak bersetubuh dengan orang-orang yang tidak percaya. Mengadakan hubungan-hubungan yang sifatnya tetap. Tidak baik jika orang baik menikah dengan orang yang jahat dan tidak kudus. Mereka akan menempuh jalan yang berbeda, dan hal itu akan mendatangkan masalah dan duka
Jadi menurut Matthew Henry bergaul sehari-hari saja tidak boleh, apalagi menjadi pasangan yang tidak seimbang dalam bersahabat dan menjalin hubungan dengan orang yang bebal dan tidak percaya. Meskipun kita tidak bisa menghindar untuk melihat, mendengar dan berada bersama-sama dengan orang-orang semacam itu, tidak boleh dipilih untuk menjadi sahabat karib. Artinya bahwa daripada orang percaya terpengaruh dengan orang yang tidak percaya dalam melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan lebih baik sama sekali orang percaya tidak bergaul dengan orang yang tidak percaya. Pendapat yang sama juga dituliskan oleh Donald C. Stamp, yang menuliskan:
”Dalam pandangan Allah, umat manusia pada akhirnya digolongkan dalam dua kelompok yaitu mereka yang ada dalam Kristus dan mereka yang tidak ada dalam Kristus. Karena itu orang percaya jangan bermitra secara sukarela atau berhubungan intim dengan orang tidak percaya. Karena hubungan semacam itu dapat merusakkan hubungan mereka dengan Kristus. Ini meliputi kemitraan dalam dunia usaha, golongan rahasia, kencan, pernikahan, dan persahabatan karib”.
Jadi menurut Stamp seharusnya hubungan orang percaya dengan orang yang tidak percaya cukup sejauh yang diperlukan dalam kaitan sosial atau ekonomi, tidak menjurus kepada hubungan yang lebih intim yaitu kencan dan pernikahan.
Jadi dari hasil analisa di atas Tuhan memerintahkan orang percaya untuk memilih pasangan hidup yang seiman karena kalau di lihat dari sejarah bangsa Israel, mereka sering kali jatuh pada penyembahan berhala karena pasangan mereka yang tidak seiman, yaitu pasangan dari bangsa lain. Padahal Tuhan sudah berfirman agar mereka tidak mengambil pasangan dari bangsa lain selain bangsa Israel agar mereka tidak turut menyembah alah-alah bangsa lain. Raja Salomo pun yang dikatakan sebagai orang yang paling bijak ternyata jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala pada akhir hidupnya (1 Raja-raja 11:1-13). Hubungan itu harus didasarkan dengan Tuhan Yesus Kristus.
Frasa ”Kebenaran Dengan Kedurhakaan”
Kata “kebenaran” memiliki arti kebenaran, keadilan, ketentuan Allah, status atau hubungan yang benar dan pendermaan, ini menyatakan sifat atau karakter yang benar. Dalam New Internasional Version memakai kata righteousness artinya kebajikan. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata kebaikan.
Kebenaran dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah keadaan yang cocok, keadaan yang sesungguhnya, kejujuran, dan kelurusan hati. Dalam Living New Testament memakai kata don’t love the Lord artinya yang tidak mencintai Raja. Dalam Firman Allah Yang Hidup memakai kata mengasihi Allah. Dalam Kamus Alkitab kebenaran adalah laporan-laporan yang telah diperiksa dan diuji secara pribadi ditetapkan sebagai benar dan terpercaya serta teruji. Jadi kebenaran itu orang-orang yang benar-benar mengasihi Allah serta telah teruji oleh karena pembenaran Yesus Kristus
Kebenaran dalam tulisan Paulus menunjukkan kepada keadaan dibenarkan oleh (didamaikan dengan) Allah. Kata ini berarti tingkah laku yang benar atau melakukan hal yang benar (2 Korintus 3:9 dan 5:21). Mereka yang mempunyai karunia kebenaran Allah (5:21) tidak dapat hidup seperti mereka yang tidak mengetahui atau mengikuti kehendak Allah yang kudus (Rm. 6:19). Mereka harus menjauhkan diri dari hal-hal seperti zina dan penyembahan berhala (1 Korintus 6:18; 10:14).
Kata ”kedurhakaan” memiliki arti kedurhakaan, pelanggaran hukum Allah dan kejahatan serta mental yang tidak mengindahkan hukum. Dalam New Internasional Version memakai kata wickedness adalah kejahatan. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari kedurhakaan adalah kejahatan. Kedurhakaan ini juga dipakai di Matius 24:12; 2 Tesalonika 2:7 dan diterjemahkan menjadi ”kefasikan” di Ibrani 1:9 ”pelanggaran hukum” di Yohanes 3:4 kata ini mengandung arti dasar kejahatan atau pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah. Kata ini sangat bertentangan dengan kebenaran baik di sini maupun di Roma 6:19. Kedua kata kebenaran dapat juga diterjemahkan menjadi orang yang benar dan orang yang jahat. Pendapat yang sama juga dituliskan Charles dalam bukunya bahwa:
”Kata anomia yang diterjemahkan menjadi kedurhakaan sesungguhnya berarti “liar tanpa hukum” (Ibrani 1:9) kata persamaan seharusnya persekutuan karena terjemahan dari koinonia) maksudnya ialah “hubungan yang erat” seperti dalam ikatan pernikahan atau hubungan rohani dengan Allah (2 Korintus 13:14, 1 Korintus 1:9; 1 Yohanes 1:3, 6). Perbedaan antara terang dengan gelap terutama menonjol dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru (Yohanes 1:5; 3:19; Efesus 5:7, 11; Kolose 1:12, 13; 1 Yohanes 1:6). Kata persamaan (Symphonesis) hanya dipakai di sini di dalam seluruh Perjanjian Baru. Kekudusan dan kemurnian Kristus tidak mungkin selaras dengan kejahatan dan kenajisan Belial (sebuah sinonim untuk iblis).
Kebenaran dalam tulisan Paulus menunjukkan kepada keadaan dibenarkan oleh (didamaikan dengan) Allah. Kata ini berarti tingkah laku yang benar atau melakukan hal yang benar (2 Korintus 3:9 dan 5:21). Mereka yang mempunyai karunia kebenaran Allah (5:21) tidak dapat hidup seperti mereka yang tidak mengetahui atau mengikuti kehendak Allah yang kudus (Rm. 6:19). Mereka harus menjauhkan diri dari hal-hal seperti zina dan penyembahan berhala (1 Korintus 6:18; 10:14).
Kata ”kedurhakaan” memiliki arti kedurhakaan, pelanggaran hukum Allah dan kejahatan serta mental yang tidak mengindahkan hukum. Dalam New Internasional Version memakai kata wickedness adalah kejahatan. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari kedurhakaan adalah kejahatan. Kedurhakaan ini juga dipakai di Matius 24:12; 2 Tesalonika 2:7 dan diterjemahkan menjadi ”kefasikan” di Ibrani 1:9 ”pelanggaran hukum” di Yohanes 3:4 kata ini mengandung arti dasar kejahatan atau pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah. Kata ini sangat bertentangan dengan kebenaran baik di sini maupun di Roma 6:19. Kedua kata kebenaran dapat juga diterjemahkan menjadi orang yang benar dan orang yang jahat. Pendapat yang sama juga dituliskan Charles dalam bukunya bahwa:
”Kata anomia yang diterjemahkan menjadi kedurhakaan sesungguhnya berarti “liar tanpa hukum” (Ibrani 1:9) kata persamaan seharusnya persekutuan karena terjemahan dari koinonia) maksudnya ialah “hubungan yang erat” seperti dalam ikatan pernikahan atau hubungan rohani dengan Allah (2 Korintus 13:14, 1 Korintus 1:9; 1 Yohanes 1:3, 6). Perbedaan antara terang dengan gelap terutama menonjol dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru (Yohanes 1:5; 3:19; Efesus 5:7, 11; Kolose 1:12, 13; 1 Yohanes 1:6). Kata persamaan (Symphonesis) hanya dipakai di sini di dalam seluruh Perjanjian Baru. Kekudusan dan kemurnian Kristus tidak mungkin selaras dengan kejahatan dan kenajisan Belial (sebuah sinonim untuk iblis).
1 Korintus 10:21 merupakan terjemahan yang tepat. Secara rohani keduanya tidak dapat bersama. Kata bagian yang merupakan terjemahan dari meris memberikan kesan adanya penggunaan bersama akan berbagai hal (Lukas 10:42; Kisah Para Rasul 8:21; Kolose 1:12). Kata hubungan (sunkatathesis) merupakan puncak dari empat kata sebelumnya yang dipakai Paulus untuk mengungkapkan persatuan penuh dosa antara anak-anak Allah dengan anak-anak iblis. Kata ini menunjukkan adanya kesatuan pikiran dan kehendak yang salin menghargai di dalam melaksanakan sebuah rencana yang telah disepakati bersama
Jadi artinya bahwa jangan sampai orang yang sudah hidup dalam kebenaran terpengaruh dengan orang yang melanggar hukum-hukum Allah
Orang percaya mencemarkan kebenaran hanya dengan hubungan orang percaya yang tidak bisa dikendalikan, hanya karena hawa nafsu yang memuaskan diri saja, sehingga orang percaya rela meninggalkan hidup orang percaya yang benar dan hidup dalam kedurhakaan, jadi kebenaran dan kedurhakaan tidak boleh di satukan (Roma 6:19).
Jadi artinya bahwa jangan sampai orang yang sudah hidup dalam kebenaran terpengaruh dengan orang yang melanggar hukum-hukum Allah
Orang percaya mencemarkan kebenaran hanya dengan hubungan orang percaya yang tidak bisa dikendalikan, hanya karena hawa nafsu yang memuaskan diri saja, sehingga orang percaya rela meninggalkan hidup orang percaya yang benar dan hidup dalam kedurhakaan, jadi kebenaran dan kedurhakaan tidak boleh di satukan (Roma 6:19).
Kedurhakaan ini menunjukkan kepada orang-orang yang tidak taat kepada Tuhan, yang melakukan kejahatan atau tidak takut akan Tuhan, jadi orang yang sudah percaya kepada Kristus jangan ia menikah dengan orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus, karena apabila demikian terjadi, maka keluarga tidak akan merasakan kebahagiaan dalam rumah tangganya, bisa terjadi rumah tangga tersebut akan kacau (Ulangan 7:3-4; Ezra 10:10-12). Jadi seharusnya orang yang sudah tahu kebenaran, janganlah ia melakukan sesuatu yang tidak benar di mata Tuhan.
Frasa ”Terang Dengan Gelap”
Kata “terang” dalam bahasa Yunani adalah φωτί dalam bentuk kasus noun nominative singular datif yang merupakan kata benda ganti orang pertama tunggal yang menjadi pelengkap secara tidak langsung yang memiliki arti suluh, terang dan cahaya. Dalam New Internasional Version memakai kata light artinya cahaya. Dalam Bahasa Indonesia sehari-hari memakai kata terang. Dalam Kamus Alkitab terang adalah suatu simbol yang sangat kuat untuk kebaikan dan kebenaran yang disebut pada awal (Kejadian 1:3) dan pada akhir (Wahyu 22:5)
Kata ”gelap” dalam bahasa aslinya memakai kata σκότος dalam bentuk kasus noun accusative neuter singular common yang memiliki arti kekelaman, gelap dan kegelapan. Dalam New Internasional Version memakai kata darkness artinya kegelapan. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata gelap. Jadi kegelapan yang dimaksud di sini ialah orang yang masih hidup dalam hal-hal yang buruk atau jahat
Terang dan gelap menjelaskan sama seperti kebenaran dan kedurhakaan, kedua kata ini juga mengungkapkan dua hal yang berlawanan. Gelap dan terang digunakan sebagai lambang untuk menunjukkan sikap baik-buruk, atau percaya dan tidak percaya (Roma 13:12; Efesus 5:11-14; 1 Tesalonika 5:5).
Terang di sini menyatakan kebaikan seseorang, menjadi berkat bagi orang lain, mampu membawa orang lain ke jalan yang benar, sebab itu dikatakan jangan berhubungan dengan mereka yang hidup dalam kegelapan.
Frasa ”Terang Dengan Gelap”
Kata “terang” dalam bahasa Yunani adalah φωτί dalam bentuk kasus noun nominative singular datif yang merupakan kata benda ganti orang pertama tunggal yang menjadi pelengkap secara tidak langsung yang memiliki arti suluh, terang dan cahaya. Dalam New Internasional Version memakai kata light artinya cahaya. Dalam Bahasa Indonesia sehari-hari memakai kata terang. Dalam Kamus Alkitab terang adalah suatu simbol yang sangat kuat untuk kebaikan dan kebenaran yang disebut pada awal (Kejadian 1:3) dan pada akhir (Wahyu 22:5)
Kata ”gelap” dalam bahasa aslinya memakai kata σκότος dalam bentuk kasus noun accusative neuter singular common yang memiliki arti kekelaman, gelap dan kegelapan. Dalam New Internasional Version memakai kata darkness artinya kegelapan. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata gelap. Jadi kegelapan yang dimaksud di sini ialah orang yang masih hidup dalam hal-hal yang buruk atau jahat
Terang dan gelap menjelaskan sama seperti kebenaran dan kedurhakaan, kedua kata ini juga mengungkapkan dua hal yang berlawanan. Gelap dan terang digunakan sebagai lambang untuk menunjukkan sikap baik-buruk, atau percaya dan tidak percaya (Roma 13:12; Efesus 5:11-14; 1 Tesalonika 5:5).
Terang di sini menyatakan kebaikan seseorang, menjadi berkat bagi orang lain, mampu membawa orang lain ke jalan yang benar, sebab itu dikatakan jangan berhubungan dengan mereka yang hidup dalam kegelapan.
Tidak masalah bila orang percaya bisa menjadi terang bagi orang yang tidak percaya, atau mampu membawa mereka kepada Kristus, tetapi bila malah orang yang hidup dalam terang meninggalkan terang itu dan mengikuti kegelapan, maka lebih baik orang percaya tidak perlu berhubungan dengan mereka yang hidup dalam kegelapan seperti dalam 1 Korintus 15:33 mengatakan ”pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik”, persekutuan Roh Kudus menolak persekutuan dengan orang-orang yang tidak percaya (Efesus 6:6-13; Roma 13:12; 2 Korintus 4:6; 1 Tesalonika 5:5). Jadi orang percaya harus benar-benar menjadi terang atau menjadi berkat orang yang belum mengenal Kristus melalui kehidupan sehari-hari
Frasa ”Kristus Dengan Belial”
Kata “Kristus” dalam bahasa aslinya dalam bentuk kasus noun genitive masculine singular yang memiliki arti Kristus, Mesias dan diurapi. Dalam New Internasional Version memakai kata Christ artinya Kristus. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata Kristus.
Kata “Belial” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus noun accusative masculine singular yang memiliki arti Belial, nama setan atau antikristus. Dalam New Internasional Version memakai kata yang sama yaitu Belial. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata iblis. Dalam Living New Testament adalah devil artinya setan. Belial dalam Perjanjian Lama menunjuk pada ketidakberhargaan, bajingan, gulungan laut mati, penjahat dan dalam Perjanjian Baru menjadi sinonim untuk iblis (2 Korintus 6:15).
Kristus dengan Belial tidak dapat satu, nama Belial untuk setan pada zaman Yahudi khususnya naskah laut mati. Sebab itu Anak Allah tidak dapat bersatu dengan lawan Allah, begitu juga orang percaya tidak dapat bersama-sama dengan orang yang tidak percaya dalam pengertian ikut serta dalam cara hidup orang tersebut atau ikut serta dalam sistem imannya.
Frasa ”Kristus Dengan Belial”
Kata “Kristus” dalam bahasa aslinya dalam bentuk kasus noun genitive masculine singular yang memiliki arti Kristus, Mesias dan diurapi. Dalam New Internasional Version memakai kata Christ artinya Kristus. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata Kristus.
Kata “Belial” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus noun accusative masculine singular yang memiliki arti Belial, nama setan atau antikristus. Dalam New Internasional Version memakai kata yang sama yaitu Belial. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata iblis. Dalam Living New Testament adalah devil artinya setan. Belial dalam Perjanjian Lama menunjuk pada ketidakberhargaan, bajingan, gulungan laut mati, penjahat dan dalam Perjanjian Baru menjadi sinonim untuk iblis (2 Korintus 6:15).
Kristus dengan Belial tidak dapat satu, nama Belial untuk setan pada zaman Yahudi khususnya naskah laut mati. Sebab itu Anak Allah tidak dapat bersatu dengan lawan Allah, begitu juga orang percaya tidak dapat bersama-sama dengan orang yang tidak percaya dalam pengertian ikut serta dalam cara hidup orang tersebut atau ikut serta dalam sistem imannya.
Kristus adalah kudus dan hidup (Imamat 19:2; 1 Petrus 1:16), sedangkan belial adalah setan. Kristus yang membawa kepada keselamatan, kebenaran dan menuntun jalan yang benar, sedangkan setan adalah roh yang hanya melakukan hal-hal yang buruk, yang membawa setiap orang ke jurang (Kejadian 3:1-5) dan bisa meninggalkan Tuhan. Sebab itu dikatakan Kristus dengan Belial tidak dapat di satukan. Jadi orang percaya pun juga tidak boleh berhubungan dengan orang tidak memuliakan Tuhan
Jadi orang yang sudah mengenal Kristus harus mampu menunjukkan karakter Kristus dalam kehidupannya sehari-hari dan tidak lagi dipengaruhi oleh kuasa-kuasa yang tidak berasal dari Kristus. Orang yang sudah hidup di dalam Tuhan mampu menolak kuasa iblis dengan nama Kristus bukan terlibat dengan hal-hal yang menyakiti hati Tuhan
Frasa ”Percaya Dengan Tidak Percaya”
Frasa “orang percaya” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus adjective normal dative masculine singular no degree kata sifat kasus datif normal yang maskulin dalam bentuk tunggal tidak (ada) derajat tingkat yang memiliki arti orang benar, orang percaya, orang beriman dan orang setia. Dalam New Internasional Version memakai kata believer artinya yang percaya. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata orang Kristen. Percaya di sini ialah orang yang melakukan yang benar, memiliki iman kepada Yesus Kristus serta tetap setia kepada Tuhan kepada Yesus Kristus yang menjadi Juru selamatnya.
Frasa ”tak percaya” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus adjective normal dative masculine plural no degree kata sifat kasus datif normal yang maskulin jamak tidak (ada) derajat tingkat artinya menganggap mustahil, tak percaya, tidak beriman, tidak setia. Dalam New Internasional Version memakai kata unbeliever artinya tak beriman. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata bukan Kristen.
Frasa ”Orang-orang yang tidak percaya” menunjuk kepada orang bukan Kristen karena Paulus sedang memohon supaya orang Korintus berdamai dengannya. Dia mungkin menunjuk kepada para lawannya di dalam gereja di Korintus. Mereka adalah orang-orang yang menolak wewenangnya sebagai rasul. Di daerah-daerah tertentu supaya jelas maksudnya adalah orang bukan Kristen, maka istilah ini harus dilengkapi menjadi orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus.
Jadi orang yang sudah percaya kepada Kristus tidak boleh bersatu dengan orang yang belum percaya karena mereka yang sudah percaya kepada Kristus akan melakukan hal-hal yang hanya memuliakan Tuhan dan ketika mereka berhubungan dengan orang yang tidak percaya, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dalam keluarga tersebut seperti kekerasan dalam rumah tangga, tidak akan terbina rumah tangga yang diharapkan Tuhan (Efesus 6:4) dan orang yang percaya kepada Kristus bisa juga akan meninggalkan atau melalaikan kegiatan kerohanian yang biasa ia lakukan demi keluarganya yang belum percaya kepada Tuhan.
Jadi orang yang sudah mengenal Kristus harus mampu menunjukkan karakter Kristus dalam kehidupannya sehari-hari dan tidak lagi dipengaruhi oleh kuasa-kuasa yang tidak berasal dari Kristus. Orang yang sudah hidup di dalam Tuhan mampu menolak kuasa iblis dengan nama Kristus bukan terlibat dengan hal-hal yang menyakiti hati Tuhan
Frasa ”Percaya Dengan Tidak Percaya”
Frasa “orang percaya” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus adjective normal dative masculine singular no degree kata sifat kasus datif normal yang maskulin dalam bentuk tunggal tidak (ada) derajat tingkat yang memiliki arti orang benar, orang percaya, orang beriman dan orang setia. Dalam New Internasional Version memakai kata believer artinya yang percaya. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata orang Kristen. Percaya di sini ialah orang yang melakukan yang benar, memiliki iman kepada Yesus Kristus serta tetap setia kepada Tuhan kepada Yesus Kristus yang menjadi Juru selamatnya.
Frasa ”tak percaya” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus adjective normal dative masculine plural no degree kata sifat kasus datif normal yang maskulin jamak tidak (ada) derajat tingkat artinya menganggap mustahil, tak percaya, tidak beriman, tidak setia. Dalam New Internasional Version memakai kata unbeliever artinya tak beriman. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata bukan Kristen.
Frasa ”Orang-orang yang tidak percaya” menunjuk kepada orang bukan Kristen karena Paulus sedang memohon supaya orang Korintus berdamai dengannya. Dia mungkin menunjuk kepada para lawannya di dalam gereja di Korintus. Mereka adalah orang-orang yang menolak wewenangnya sebagai rasul. Di daerah-daerah tertentu supaya jelas maksudnya adalah orang bukan Kristen, maka istilah ini harus dilengkapi menjadi orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus.
Jadi orang yang sudah percaya kepada Kristus tidak boleh bersatu dengan orang yang belum percaya karena mereka yang sudah percaya kepada Kristus akan melakukan hal-hal yang hanya memuliakan Tuhan dan ketika mereka berhubungan dengan orang yang tidak percaya, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dalam keluarga tersebut seperti kekerasan dalam rumah tangga, tidak akan terbina rumah tangga yang diharapkan Tuhan (Efesus 6:4) dan orang yang percaya kepada Kristus bisa juga akan meninggalkan atau melalaikan kegiatan kerohanian yang biasa ia lakukan demi keluarganya yang belum percaya kepada Tuhan.
Dampak bagi anak-anak yang sudah Tuhan percayakan sangat besar sekali karena akan-anak akan menjadi terombang ambing, tidak terdidik di dalam Kristus, anak akan menjadi bingung ikut dengan siapa dan bisa jadi anak akan menganggap agama itu tidak terlalu penting serta tidak akan menghargai orang tuanya sendiri
Frasa ”Bait Allah Dengan Berhala”
Frasa ”Bait Allah” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus noun dative masculine singular common artinya bait Suci, bait Allah, bait kudus. Dalam New Internasional Version memakai kata temple of God artinya kuil untuk Tuhan ”Bangunan tempat memuja atau penyembahan dewa. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata rumah Tuhan. Bait Allah adalah pusat tempat beribadah. Rencana suatu tempat tetap untuk peribadahan nasional di Yerusalem di pastikan oleh Daud dan diwujudkan oleh putranya Salomo (2 Samuel 24:18; 1 Raja-raja 6:7)
2 Korintus 6:16 mengacu kepada sejumlah teks Perjanjian Lama ”Aku akan menempatkan Kemah Suci-Ku di tengah-tengahmu (Imanuel 25:11-12; Yehezkiel 37:27). Paulus menafsirkan janji Allah untuk tinggal di antara umat-Nya (Keluaran 25:8; 29:25) sebagai janji bahwa Ia akan tinggal bersama-sama dengan mereka sebagai bait-Nya.
Frasa ”Bait Allah Dengan Berhala”
Frasa ”Bait Allah” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus noun dative masculine singular common artinya bait Suci, bait Allah, bait kudus. Dalam New Internasional Version memakai kata temple of God artinya kuil untuk Tuhan ”Bangunan tempat memuja atau penyembahan dewa. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata rumah Tuhan. Bait Allah adalah pusat tempat beribadah. Rencana suatu tempat tetap untuk peribadahan nasional di Yerusalem di pastikan oleh Daud dan diwujudkan oleh putranya Salomo (2 Samuel 24:18; 1 Raja-raja 6:7)
2 Korintus 6:16 mengacu kepada sejumlah teks Perjanjian Lama ”Aku akan menempatkan Kemah Suci-Ku di tengah-tengahmu (Imanuel 25:11-12; Yehezkiel 37:27). Paulus menafsirkan janji Allah untuk tinggal di antara umat-Nya (Keluaran 25:8; 29:25) sebagai janji bahwa Ia akan tinggal bersama-sama dengan mereka sebagai bait-Nya.
Tempat tinggal yang kudus berarti suatu umat yang kudus. Setiap orang percaya adalah bait Allah, sebab itu dikatakan bait Allah dengan berhala tidak dapat di satukan, sebab itu orang percaya tidak mungkin bisa bersama-sama dengan orang yang tidak percaya karena penyembahan kepada Allah dan dengan berhala yang mati sangat berbeda. Karena tidak mungkin pasangan itu bisa baik, bila berbeda kepercayaan
Bait dari Allah (naos) yang dimaksudkan adalah tempat suci dalam batin (1 Korintus 3:16; 6:19). Pada masa-masa murtad, kejahatan dilakukan di tempat suci (2 Raja-raja 21:7; 23:6; Yehezkiel 6:3-18). Kuil orang kafir di Korintus merupakan kolam kejahatan (Roma 1:18- 32). Imamat 26:11; Yehezkiel 37:27. Orang percaya harus memperhatikan bagaimana Paulus menopang perintahnya (2 Korintus 6:16a) dengan mengacu kepada lima pertanyaan yang sudah jelas jawabannya, dengan mengacu kepada Allah dan dengan mengacu kepada Alkitab. Jadi bait Allah bukanlah gedung, melainkan tubuh orang percaya yang telah dikuduskan dan disucikan
Kata ”berhala” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus noun genitive neuter plural common yang memiliki arti berhala, dewa. Dalam New Internasional Version memakai kata idols artinya berhala. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata rumah berhala. Istilah berhala menunjuk kepada dewa-dewa yang disembah oleh orang yang tidak mengenal Allah yang menggunakan istilah rumah berhala supaya sejajar dengan bait Allah.
Paulus menyajikan suatu argumentasi yang kuat bahwa seorang percaya yang sudah lahir baru, sebagai bait Allah dan Roh Kudus tidak dapat dirasuk roh jahat. Berhala melambangkan roh-roh jahat, karena itu bentuk kenajisan yang paling buruk dalam Perjanjian Lama adalah mendirikan berhala dalam bait Allah sendiri (2 Raja-raja 21:7, 11-14), begitu pula kita sama sekali tidak boleh menajiskan tubuh kita yang merupakan tempat kediaman Roh itu. Walaupun roh jahat tidak dapat hidup berdampingan dengan Roh Kudus dalam diri orang percaya yang sejati. Namun ketika seseorang itu belum hidup baru, masih dalam proses pertobatan, maka roh jahat bisa merasuki orang tersebut, sebab itu jangan beri kesempatan kepada roh jahat
Bait Allah di sini menunjukkan pada pribadi orang percaya, jadi Tuhan tidak ingin tubuh ini dipakai hanya untuk penyembahan kepada berhala hanya demi pasangan hidup kita karena Tuhan tidak pernah memberi pasangan yang tidak baik bagi orang percaya dan berhala itu sangat jauh perbedaannya dan tidak akan mungkin bisa dipersatukan, sebab itu orang yang sudah hidup di dalam Kristus tidak di ijin kan mengambil pasangan dari mereka yang belum percaya atau yang masih menyembah berhala, karena Allah adalah Allah yang cemburu (Kejadian 20:4).
Pasangan yang beda agama tidak akan mungkin bisa bersama-sama beribadah di bait Allah, melainkan yang satu akan menyembah kepada Allah yang ia percayai dan yang satu akan menyembah berhala sesuai dengan kepercayaannya. Sarwono
Bait dari Allah (naos) yang dimaksudkan adalah tempat suci dalam batin (1 Korintus 3:16; 6:19). Pada masa-masa murtad, kejahatan dilakukan di tempat suci (2 Raja-raja 21:7; 23:6; Yehezkiel 6:3-18). Kuil orang kafir di Korintus merupakan kolam kejahatan (Roma 1:18- 32). Imamat 26:11; Yehezkiel 37:27. Orang percaya harus memperhatikan bagaimana Paulus menopang perintahnya (2 Korintus 6:16a) dengan mengacu kepada lima pertanyaan yang sudah jelas jawabannya, dengan mengacu kepada Allah dan dengan mengacu kepada Alkitab. Jadi bait Allah bukanlah gedung, melainkan tubuh orang percaya yang telah dikuduskan dan disucikan
Kata ”berhala” dalam bahasa Yunani dalam bentuk kasus noun genitive neuter plural common yang memiliki arti berhala, dewa. Dalam New Internasional Version memakai kata idols artinya berhala. Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata rumah berhala. Istilah berhala menunjuk kepada dewa-dewa yang disembah oleh orang yang tidak mengenal Allah yang menggunakan istilah rumah berhala supaya sejajar dengan bait Allah.
Paulus menyajikan suatu argumentasi yang kuat bahwa seorang percaya yang sudah lahir baru, sebagai bait Allah dan Roh Kudus tidak dapat dirasuk roh jahat. Berhala melambangkan roh-roh jahat, karena itu bentuk kenajisan yang paling buruk dalam Perjanjian Lama adalah mendirikan berhala dalam bait Allah sendiri (2 Raja-raja 21:7, 11-14), begitu pula kita sama sekali tidak boleh menajiskan tubuh kita yang merupakan tempat kediaman Roh itu. Walaupun roh jahat tidak dapat hidup berdampingan dengan Roh Kudus dalam diri orang percaya yang sejati. Namun ketika seseorang itu belum hidup baru, masih dalam proses pertobatan, maka roh jahat bisa merasuki orang tersebut, sebab itu jangan beri kesempatan kepada roh jahat
Bait Allah di sini menunjukkan pada pribadi orang percaya, jadi Tuhan tidak ingin tubuh ini dipakai hanya untuk penyembahan kepada berhala hanya demi pasangan hidup kita karena Tuhan tidak pernah memberi pasangan yang tidak baik bagi orang percaya dan berhala itu sangat jauh perbedaannya dan tidak akan mungkin bisa dipersatukan, sebab itu orang yang sudah hidup di dalam Kristus tidak di ijin kan mengambil pasangan dari mereka yang belum percaya atau yang masih menyembah berhala, karena Allah adalah Allah yang cemburu (Kejadian 20:4).
Pasangan yang beda agama tidak akan mungkin bisa bersama-sama beribadah di bait Allah, melainkan yang satu akan menyembah kepada Allah yang ia percayai dan yang satu akan menyembah berhala sesuai dengan kepercayaannya. Sarwono