Lukas 1:1-80 : Kelahiran Anak Laki-Laki dan Keajaiban Anak Domba Allah

Bacaan Alkitab: Lukas 1:1-80

Pendahuluan

Di Palestina, tiap kelahiran anak membawa kesukaan luar biasa bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Sebuah peristiwa yang dirayakan dengan penuh sukacita, terutama jika yang lahir adalah seorang anak laki-laki. Namun, di balik kebahagiaan itu, terdapat kisah yang lebih mendalam dan suci, seperti yang terjadi pada kelahiran seorang anak laki-laki yang istimewa di rumah Elisabet. Mari kita telusuri keindahan dan makna di balik kelahiran ini, serta melihat bagaimana cerita ini menggambarkan harapan dan damai yang dibawa oleh Anak Domba Allah.
Lukas 1: 1-80 : Kelahiran Anak Laki-Laki dan Keajaiban Anak Domba Allah
Dalam perikop ini kita menemukan suatu bagian yang kemudian menjadi puji-pujian yang indah dari gereja: 𝐌𝐚𝐠𝐧𝐢𝐟𝐢𝐜𝐚𝐭. Ia diserap dari Perjanjian Lama dan khususnya mempunyai sangkut-paut dengan puji-pujian Hanna dalam 1 Samuel 2:1-10. Dikatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia; tetapi, sebagaimana Stanley Jones katakan, “Magnificat adalah dokumen yang paling revolusioner dalam dunia.”

Magnificat ini mengatakan tentang tiga revolusi Allah.

(1) Ia mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya. Inilah suatu revolusi moral. Kekristenan adalah kematian kecongkakan. Mengapa? Oleh karena apabila seseorang meletakkan hidupnya di samping Kristus, maka Ia akan meniadakan kecongkakannya yang terakhir.

Kadang-kadang sesuatu terjadi atas manusia yang menyebabkan ia merasa malu. O.Henry mempunyai suatu cerita pendek mengenai seorang pemuda di suatu desa. Di sekolah ia biasa duduk di samping seorang gadis dan mereka saling menyenangi. Ia pergi ke kota dan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan yang jahat. Ia menjadi pencopet dan pencuri yang ulung. 

Pada suatu hari ia merampas dompet dari seorang wanita tua. Ia berhasil dan merasa senang. Kemudian ia melihat wanita teman sekolahnya dulu lewat. Ia tetap berlaku manis kepadanya dan sinar matanya menunjukkan ketulusan hatinya. Tiba-tiba ia merasa dirinya begitu rendah dan tidak berguna. Karena malu, ia menyandarkan kepalanya di tonggak lampu jalanan. Sambil berseru, “Allah, saya ingin mati saja.” Ia telah menemukan dirinya.

Kristus memampukan seseorang untuk menemukan dirinya. Matinya suatu kecongkakan. Mulainya revolusi moral.

(2) Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dan meninggikan orang-orang yang rendah. Inilah suatu revolusi sosial. Kekristenan mengakhiri gengsi dan kesombongan duniawi.

Muretus adalah seorang sarjana abad pertengahan yang gemar berkelana. Ia miskin. Di suatu kota di Italia ia jatuh sakit dan di bawa ke rumah sakit. Dokter-dokter mendiskusikan tentang dia dalam bahasa Latin dan tidak menyangka kalau ia mengerti diskusi tersebut. Mereka mengusulkan, karena ia adalah seorang perantau yang sama sekali tidak berharga maka sebaiknya dipakai untuk obyek eksperimen pengobatan. Ia memandang mereka dan kemudian menjawab mereka dalam bahasa Latin, ”Janganlah sebut seseorang tidak berharga karena Kristus telah mati untuknya.”

Apabila kita telah menyadari untuk apa Kristus mati bagi seluruh umat manusia, maka tidak mungkin lagi kita mengatakan seorang manusia biasa. Tingkatan-tingkatan sosial telah ditiadakan.

(3) Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa. Inilah suatu revolusi ekonomi. Suatu masyarakat non-Kristen adalah suatu masyarakat yang tamak di mana setiap orang berlomba-lomba untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya. Suatu masyarakat Kristen adalah suatu masyarakat di mana seseorang tidak berani mempunyai begitu banyak sementara yang lainnya mempunyai begitu sedikit, di mana setiap orang harus mendapatkan untuk diberikan lagi.

Ada keindahan dalam Magnificat tetapi dalam keindahan itu ada yang dapat meledak. Kekristenan melahirkan suatu revolusi pada setiap orang dan revolusi di dunia ini.

Di Palestina kelahiran seorang anak laki-laki merupakan suatu peristiwa yang menyebabkan kesukaan besar. Apabila waktu kelahiran itu sudah dekat, maka para sahabat dan para pemusik lokal berkumpul dekat rumah. Apabila diumumkan bahwa seorang anak laki-laki yang lahir, maka mereka memainkan musiknya dan bernyanyi; mereka semua mengucapkan selamat dan bersukacita. 

Jika yang lahir seorang wanita, maka para pemusik itu dengan diam-diam meninggalkan tempat itu sambil menyesali bahwa yang lahir itu bukan seorang anak laki-laki. Ada suatu peribahasa, “Kelahiran seorang anak laki-laki menyebabkan seluruh dunia bersukacita, sebaliknya kelahiran seorang anak perempuan menyebabkan seluruh dunia berdukacita.” Oleh karena itu, dalam rumah Elisabet terjadi kegembiraan berganda. Karena pada akhirnya ia mendapatkan seorang anak, dan anak itu adalah seorang anak laki-laki.

Pada hari yang kedelapan anak itu disunat dan diberi namanya. Anak-anak perempuan dapat diberi nama kapan saja dalam jangka waktu tiga puluh hari sesudah melahirkan. Di Palestina, nama bersifat deskriptif. Nama-nama itu sering kali menggambarkan situasi pada saat anak itu dilahirkan seperti misalnya Esau dan Yakub (Kejadian 24:25-26). 

Kadang-kadang juga menggambarkan anak itu sendiri. Laban misalnya, berarti putih atau baik. Kadang-kadang anak itu mendapat nama orang tuanya. Sering juga nama itu menggambarkan kesukaan orang-tuanya. Saul dan Samuel misalnya, keduanya berarti meminta. Kadang-kadang nama tersebut merupakan pernyataan iman orang tuanya. Elia misalnya, berarti Yehovah adalah Allahku. Ketika orang-orang menyembah Baal, orang tua Elia menyatakan iman mereka kepada Allah yang benar.

Elisabet mengatakan, bahwa anak tersebut harus diberi nama Yohanes dan Zakharia menyatakan persetujuannya. Ini membuat heran para tetangganya. Yohanes adalah kependekan dari Yehohanan, yang berarti hadiah Yehovah atau Allah adalah rahim. Itulah nama yang diperintahkan Allah untuk diberikan kepada anak tersebut dan itu juga menggambarkan ucapan terima kasih orang-tuanya atas kegembiraan yang tidak terduga itu.

Para tetangganya dan dari semua mereka yang mendengar berita yang mencengangkan itu bertanya, “Akan jadi apakah anak itu nanti?” Setiap anak pada hakikatnya merupakan kumpulan kemungkinan. Ada seorang guru bahasa Latin yang tua, yang senantiasa memberi hormat kepada murid-muridnya dengan menundukkan kepala sebelum ia memberikan pelajaran. Ketika ditanya mengapa ia berbuat demikian, ia menjawab, “Karena Anda tidak pernah tahu salah seorang dari mereka itu akan menjadi apa.”

Hadirnya seorang anak dalam keluarga mempunyai dua hal. Pertama, itulah suatu hak istimewa yang diberikan oleh Allah kepada sepasang suami-istri tersebut. Itulah yang mereka syukuri. Kedua, itu merupakan tanggung jawab tertinggi yang dipikul orang tua, karena anak adalah kumpulan kemungkinan-kemungkinan. Pada orang-tua dan guru-gurulah tergantung kemungkinan-kemungkinan itu untuk dapat atau tidaknya diwujudkan.

Zakharia mempunyai visi yang besar mengenai putranya. Ia memandangnya sebagai seorang nabi yang akan menyiapkan jalan bagi Tuhan. Semua orang Yahudi yang saleh mengharapkan dan merindukan hari kedatangan Mesias, Raja yang diurapi oleh Allah. Mereka kebanyakan percaya, bahwa sebelum Ia datang, maka Ia akan didahului oleh seorang pelopor yang akan memberitahukan kedatangan-Nya dan yang menyiapkan jalan-Nya. Kepercayaan yang umumlah bahwa Elia akan melakukan tugas itu (Maleakhi 4:5). Zakharia melihat di dalam diri anaknya itu orang yang akan menyiapkan jalan bagi kedatangan Raja yang diurapi Allah itu.

Lukas 1:75-77 memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah seorang Kristen.

(1) Ada persiapan. Seluruh kehidupan adalah suatu persiapan yang memimpin kita kepada Kristus. Pada waktu Sir Walter Scott masih muda, ia bercita-cita untuk menjadi tentara. Suatu kecelakaan mengakibatkan ia lumpuh dan cita-citanya buyar. Ia membaca buku-buku sejarah bangsa Scott kuno dan pada akhirnya ia menjadi penulis novel yang terkenal. Dalam kehidupan orang ini kita melihat bagaimana Allah bekerja dan yang pada akhirnya membawa ia kepada Kristus.

(2) Ada pengetahuan. Adalah sesuatu kenyataan yang sederhana bahwa orang tidak mengetahui bagaimanakah Allah sampai Yesus tiba. Orang-orang Yunani berpikir tentang Allah yang tidak dapat menderita, yang berada di atas kegembiraan dan kesedihan, yang mengawasi manusia dari tempat kediamannya yang maha tinggi, yang sendiri tidak bergerak, dan karenanya sulit untuk menemukan pertolongan di sana. Orang Yunani berpikir tentang Allah yang senantiasa menuntut, yang nama-Nya adalah hukum dan yang tugas-Nya sebagai hakim – tidak ada yang lain selain teror.

Yesus datang untuk memberitahukan bahwa Allah adalah Kasih, dan dengan terpana manusia hanya dapat berkata, “Kami tidak pernah tahu bahwa Allah adalah seperti itu.” Satu dari fungsi-fungsi utama inkarnasi adalah untuk membawakan kepada manusia pengetahuan tentang Allah.

(3) Ada pengampunan. Harus jelas bagi kita mengenai satu hal yang berhubungan dengan pengampunan. Pengampunan bukan hanya sekedar pengurangan hukuman. Tidak ada satu pun yang dapat melepaskan kita dari akibat-akibat dosa-dosa kita; waktu tidak dapat diputar mundur; tetapi keterasingan dari Allah diubah menjadi persahabatan. Allah yang jauh menjadi Allah yang dekat, dan Allah yang kita takuti menjadi Allah yang mencintai jiwa-jiwa manusia.

(4) Ada perjalanan dalam jalan damai. Damai dalam bahasa Ibrani tidak hanya berarti bebas dari kesulitan; ia berarti segala sesuatu yang membuat orang berbahagia; dan melalui Kristus orang di mampukan untuk berjalan dalam jalan yang menuju kepada hidup, dan tidak lagi kepada kematian.

Dalam kekaisaran Romawi secara periodik diadakan sensus penduduk dengan dua tujuan, yaitu untuk memungut pajak dan untuk memperoleh calon-calon bagi wajib militer. Orang Yahudi dikecualikan dari wajib militer, dan karena itu sensus penduduk di Palestina terutama bertujuan untuk mendapatkan pajak. 

Mengenai sensus ini kita mempunyai keterangan yang pasti, seperti apa yang dilakukan di Mesir; dan hampir semuanya yang dilakukan di Mesir dilakukan juga di Syria, dan Yudea adalah bagian dari provinsi Syria. Keterangan yang kita miliki berasal dari dokumen-dokumen cacah jiwa yang ditulis di atas papyrus dan ditemukan kemudian.

Cacah jiwa seperti itu dilakukan setiap empat belas tahun. Dan dari tahun 20 M, sampai sekitar 270 M. Kita mempunyai dokumen-dokumen dari setiap sensus yang diselenggarakan. Jika siklus empat belas tahun itu secara konsekuen diikuti di Syria, maka semua sensus yang dimaksud ini mestinya terjadi pada tahun 8 s.M. dan tahun-tahun itulah diyakini sebagai tahun kelahiran Yesus. Mungkin Lukas membuat suatu kesalahan kecil di sini. Quirinius tidak menjadi Gubernur Syria hingga tahun 6 M.; tetapi ia menjabat suatu pos resmi di daerah itu jauh sebelumnya yaitu dari 10 s.M – 7 s.M. dan justru selama periode pertama itulah cacah jiwa ini berlangsung.

Para kritikus selalu mempersoalkan apakah benar bahwa setiap orang mesti pulang ke negerinya masing-masing untuk menyelenggarakan cacah jiwa itu. Di bawah ini diberikan suatu kutipan dari Edik pemerintahan di Mesir:

“Gaius Vibius Maximus, Prefek Mesir memerintahkan: “Melihat bahwa waktu telah tiba untuk diadakan sensus dari rumah ke rumah, maka perlu untuk mendesak semua mereka yang apa pun sebabnya bertempat tinggal di luar daerah mereka untuk kembali ke kampung mereka sendiri, sehingga mereka dapat menyelenggarakan aturan sensus yang tetap, dan juga menghadiri secara rajin penanaman tanah-tanah mereka.”

Kalau memang begitu yang terjadi di Mesir, maka hal yang sama terjadi di Yudea, di mana nenek moyang suku-suku yang tua tetap dihormati, orang-orang harus kembali ke leluhur sukunya. Inilah suatu contoh di mana pengetahuan di bidang lain menyatakan kebenaran kitab Perjanjian Baru.

Perjalanan dari Nazaret ke Betlehem kira-kira 120 km. Penginapan bagi para musafir ini sangat primitif semacam kandang yang terbuka pintu-pintunya, di mana mereka harus membawa makanan mereka sendiri. Pengurus penginapan hanya menyediakan makanan ternak dan persiapan untuk memasak. Kota penuh sesak tidak ada ruangan bagi Yusuf dan Maria. Oleh karena itu, Maria melahirkan di tempat biasa yang bagaikan kandang itu. Anak itu di bedungi dengan kain lampin dan ditempatkan dalam palungan. Kata yang diterjemahkan dengan ‘palungan’ adalah tempat makanan binatang, dan karena bisa berarti kandang maupun palungan.

Bahwa tidak ada tempat bagi mereka dalam rumah penginapan merupakan simbol dari apa yang akan terjadi dengan Yesus. Satu-satunya tempat yang tersedia bagi-Nya adalah salib. Ia berusaha untuk masuk ke dalam hati manusia yang begitu sibuk dan penuh sesak. Ia tidak dapat menemukannya, namun Ia tetap mencari walaupun penolakan terhadap-Nya tetap berlangsung.

Satu hal yang mengagumkan bahwa kisah ini menceritakan bahwa pemberitahuan Allah pertama-tama disampaikan kepada para gembala. Gembala termasuk orang-orang yang tidak dihormati oleh golongan ortodoks Yahudi yang menganggap dirinya baik pada zaman itu. Kaum gembala tidak sanggup menjalankan hukum-hukum ibadah secara detail. 

Mereka tidak bisa memelihara hukum-hukum (misalnya mencuci tangan sebelum makan), dan banyak ketetapan dan peraturan lainnya. Ternaknya menuntut perhatian mereka, oleh karena itu golongan ortodoks meremehkan mereka. Jelaslah bahwa amanat Allah pertama kali disampaikan kepada orang yang sederhana.

Tetapi rupanya mereka ini adalah gembala-gembala yang sangat khusus. Kita telah tahu bahwa di dalam Bait Suci, pada waktu pagi dan petang dipersembahkan seekor domba yang tanpa noda kepada Allah sebagai korban persembahan. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka pejabat Bait Allah mempunyai kawanan domba sendiri; dan kita tahu bahwa domba-domba ini digembalakan dekat Betlehem. 

Kemungkinan besar para gembala ini sedang bertugas menjaga domba-domba tersebut. Alangkah mengagumkannya bahwa para gembala yang menjaga domba-domba Bait Suci itulah yang pertama-tama melihat Anak Domba Allah yang menghapuskan dosa dunia.

Sebagaimana kita tahu bahwa ketika seorang anak laki-laki lahir, para pemain musik lokal berkumpul di rumah yang bersangkutan untuk menyambut kedatangannya dengan permainan musik yang sederhana. Yesus dilahirkan dalam sebuah kandang di Betlehem dan karena itu upacara itu tidak dapat dilaksanakan. Merupakan suatu hal yang indah pula bahwa para malaikat surgawi mengambil alih tempat para pemain musik itu, dan menyanyikan puji-pujian bagi Yesus.

Melalui kisah-kisah tentang kelahiran Yesus, kita dapat merasakan betapa sederhananya kelahiran Anak Allah itu. Mungkin kita mengharapkan, bahwa seandainya Ia harus dilahirkan ke dalam dunia maka seharusnya terjadi di dalam sebuah istana atau dalam sebuah rumah yang indah. Tetapi pada kenyataannya Yesus dilahirkan di sebuah kandang yang amat sederhana. 

Ada seorang bangsawan Eropa yang menyebabkan kekawatiran para abdinya karena ia sering kali menghilang dan secara incognito berjalan-jalan di antara rakyatnya. Ketika demi keamanannya Ia diminta untuk tidak lagi melakukan hal tersebut, ia menjawab: “Aku tidak dapat memerintah rakyatku, kecuali aku mengenal bagaimana kehidupan mereka.” Bagi iman Kristen, inilah suatu pemikiran yang luar biasa, yakni bahwa kita mempunyai Allah yang mengenal kehidupan kita karena Ia juga telah hidup sebagaimana kita, manusia biasa.
Next Post Previous Post