AMSAL 6:6-11. KEMALASAN DITEGUR
Matthew Henry (1662 – 1714)
BAHASAN : AMSAL 6:6-11. KEMALASAN DITEGUR.
Salomo, dalam perikop di atas, berbalik untuk berbicara kepada pemalas yang cinta dengan kenyamanannya, yang hidup dalam kemalasan, tidak memikirkan apa-apa, tidak berpegang pada apa-apa, tidak mewujudkan apa-apa, dan terutama tidak peduli dengan perkara agama. Kemalasan adalah cara pasti menuju kemiskinan, meskipun tidak cepat, seperti halnya tanggungan yang dibuat dengan gegabah. Di sini dia berbicara kepada pemalas,
[I]. DENGAN CARA MENGAJAR (AMSAL 6:6-8).
Dia mengirimnya ke sekolah, sebab para pemalas harus dididik. Dia sendiri harus membawanya ke sekolah, sebab, jika pelajar tidak mau bersusah payah, gurunya harus lebih bersusah payah. Pemalas tidak mau datang ke sekolah untuk belajar dari sang guru (pelajar-pelajar yang bermimpi tidak akan pernah mencintai guru yang selalu terjaga), dan oleh sebab itu ia telah menemukan sekolah lain untuknya, sekolah berkualitas rendah seperti yang diinginkannya.
Perhatikanlah:
1. Guru yang darinya ia harus belajar: pergilah kepada semut, kepada lebah, begitu dalam Septuaginta (Perjanjian Lama terjemahan bahasa Yunani – pen.). Manusia mendapat didikan lebih daripada binatang-binatang di bumi, dan dijadikan lebih bijaksana daripada burung-burung di udara, namun ia sudah begitu merosotnya sehingga harus mempelajari hikmat dari serangga yang paling hina dan dipermalukan oleh mereka.
Apabila kita mengamati kearifan-kearifan yang menakjubkan pada makhluk-makhluk yang lebih rendah, kita tidak hanya harus memberikan kemuliaan kepada Allah atas alam, yang sudah menjadikan mereka dengan begitu mengherankan, tetapi juga harus mengambil pelajaran bagi diri kita sendiri. Dengan memberikan makna rohani pada hal-hal yang biasa, kita dapat membuat perkara-perkara tentang Allah menjadi mudah dan juga siap untuk kita gunakan, dan bisa bergaul dengan perkara-perkara itu setiap hari.
2. Sikap pikiran yang dikehendaki untuk belajar dari guru ini: perhatikanlah lakunya. Pemalas menjadi malas karena ia tidak memperhatikan. Jadi, kita pun tidak akan pernah belajar dengan berhasil, entah melalui firman atau karya-karya Allah, jika kita tidak bertekad untuk memperhatikan. Khususnya, jika kita ingin meniru apa yang baik dari orang lain, kita harus memperhatikan laku mereka, mencermati dengan tekun apa yang mereka perbuat, agar kita bisa berbuat hal yang serupa (Filipi 3:17).
3. Pelajaran yang harus dipelajari. Secara umum, pelajarilah hikmat, perhatikanlah, dan jadilah bijak. Itulah hal yang harus kita tuju dalam segala pembelajaran kita, bukan hanya untuk mengetahui, melainkan juga untuk menjadi bijak. Secara khusus, belajarlah untuk menyediakan roti di musim panas. Maksudnya:
(a). Kita harus mempersiapkan diri untuk masa depan, dan jangan hanya memikirkan saat ini, jangan menghabiskan semua, dan tidak menyimpan apa-apa. Sebaliknya, dalam waktu mengumpulkan, kita harus membuat persediaan untuk waktu menghabiskan. Demikian bijaklah kita seharusnya dalam mengatur urusan-urusan duniawi kita, bukan dengan kecemasan dan kekhawatiran, melainkan dengan perkiraan yang bijak. Menyimpanlah di musim dingin, untuk kesusahan dan kekurangan yang mungkin akan terjadi, dan untuk hari tua. Terlebih lagi dalam urusan-urusan jiwa kita.
Kita harus menyediakan roti dan makanan, apa yang penting dan bermanfaat bagi kita, dan yang akan paling kita butuhkan. Dalam menikmati sarana-sarana anugerah, buatlah persediaan untuk masa kekurangannya, dalam hidup buatlah persediaan untuk kematian, dalam waktu sekarang buatlah persediaan untuk kehidupan kekal. Dalam masa pencobaan dan persiapan kita harus membuat persediaan untuk masa denda.
(b). Kita harus bersusah payah, dan bekerja keras dalam urusan kita, sekalipun kita bekerja dalam keadaan-keadaan yang tidak nyaman. Bahkan di musim panas, ketika cuaca panas, semut sibuk mengum-pulkan makanan dan menyimpannya, dan tidak bermalas-malasan, atau bersenang-senang, seperti belalang, yang bernyanyi dan bermain-main di musim panas, lalu binasa di musim dingin. Semut membantu satu sama lain. Jika yang satu mempunyai sebutir gandum yang terlalu besar untuk dibawanya pulang, maka tetangga-tetangganya akan datang untuk membantunya.
(c). Kita harus memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada, kita harus mengumpulkan ketika ada waktu untuk mengumpulkan, seperti yang dilakukan semut di musim panas dan di musim panen, pada waktu yang tepat. Kita berhikmat jika kita memanfaatkan musim yang menguntungkan bagi kita, karena apa yang bisa dilakukan pada waktu itu mungkin tidak bisa dilakukan sama sekali, atau tidak akan dilakukan dengan begitu baik, di lain waktu.Berjalanlah selagi terang itu ada .
4. Apa keuntungan-keuntungan yang kita miliki dalam mempelajari pelajaran ini, yang melebihi keuntungan yang dimiliki semut, yang akan memperburuk kemalasan dan kelalaian kita jika kita membuang-buang waktu? Semut tidak memiliki pemimpin, pengatur, dan penguasa, tetapi melakukannya sendiri, dengan mengikuti naluri alam.
Lebih memalukan lagi bagi kita yang dalam keadaan yang sama tidak mengikuti tuntutan-tuntutan akal budi dan hati nurani kita sendiri, dan selain itu juga kita mempunyai orangtua, guru-guru, hamba-hamba Tuhan, dan hakim-hakim untuk mengingatkan kita akan kewajiban kita, untuk menegur kita jika melalaikannya, untuk mendorong kita agar melakukannya, untuk membimbing kita di dalamnya, dan memanggil kita untuk mempertanggungjawabkannya. Semakin besar pertolongan-pertolongan yang kita dapatkan untuk mengerjakan keselamatan kita, semakin tidak bisa dimaafkan jika kita melalaikannya.
[II]. DDENGAN CARA MENEGUR (AMSAL 6:9-11).
Salomo, dalam perikop di atas, berbalik untuk berbicara kepada pemalas yang cinta dengan kenyamanannya, yang hidup dalam kemalasan, tidak memikirkan apa-apa, tidak berpegang pada apa-apa, tidak mewujudkan apa-apa, dan terutama tidak peduli dengan perkara agama. Kemalasan adalah cara pasti menuju kemiskinan, meskipun tidak cepat, seperti halnya tanggungan yang dibuat dengan gegabah. Di sini dia berbicara kepada pemalas,
[I]. DENGAN CARA MENGAJAR (AMSAL 6:6-8).
Dia mengirimnya ke sekolah, sebab para pemalas harus dididik. Dia sendiri harus membawanya ke sekolah, sebab, jika pelajar tidak mau bersusah payah, gurunya harus lebih bersusah payah. Pemalas tidak mau datang ke sekolah untuk belajar dari sang guru (pelajar-pelajar yang bermimpi tidak akan pernah mencintai guru yang selalu terjaga), dan oleh sebab itu ia telah menemukan sekolah lain untuknya, sekolah berkualitas rendah seperti yang diinginkannya.
Perhatikanlah:
1. Guru yang darinya ia harus belajar: pergilah kepada semut, kepada lebah, begitu dalam Septuaginta (Perjanjian Lama terjemahan bahasa Yunani – pen.). Manusia mendapat didikan lebih daripada binatang-binatang di bumi, dan dijadikan lebih bijaksana daripada burung-burung di udara, namun ia sudah begitu merosotnya sehingga harus mempelajari hikmat dari serangga yang paling hina dan dipermalukan oleh mereka.
Apabila kita mengamati kearifan-kearifan yang menakjubkan pada makhluk-makhluk yang lebih rendah, kita tidak hanya harus memberikan kemuliaan kepada Allah atas alam, yang sudah menjadikan mereka dengan begitu mengherankan, tetapi juga harus mengambil pelajaran bagi diri kita sendiri. Dengan memberikan makna rohani pada hal-hal yang biasa, kita dapat membuat perkara-perkara tentang Allah menjadi mudah dan juga siap untuk kita gunakan, dan bisa bergaul dengan perkara-perkara itu setiap hari.
2. Sikap pikiran yang dikehendaki untuk belajar dari guru ini: perhatikanlah lakunya. Pemalas menjadi malas karena ia tidak memperhatikan. Jadi, kita pun tidak akan pernah belajar dengan berhasil, entah melalui firman atau karya-karya Allah, jika kita tidak bertekad untuk memperhatikan. Khususnya, jika kita ingin meniru apa yang baik dari orang lain, kita harus memperhatikan laku mereka, mencermati dengan tekun apa yang mereka perbuat, agar kita bisa berbuat hal yang serupa (Filipi 3:17).
3. Pelajaran yang harus dipelajari. Secara umum, pelajarilah hikmat, perhatikanlah, dan jadilah bijak. Itulah hal yang harus kita tuju dalam segala pembelajaran kita, bukan hanya untuk mengetahui, melainkan juga untuk menjadi bijak. Secara khusus, belajarlah untuk menyediakan roti di musim panas. Maksudnya:
(a). Kita harus mempersiapkan diri untuk masa depan, dan jangan hanya memikirkan saat ini, jangan menghabiskan semua, dan tidak menyimpan apa-apa. Sebaliknya, dalam waktu mengumpulkan, kita harus membuat persediaan untuk waktu menghabiskan. Demikian bijaklah kita seharusnya dalam mengatur urusan-urusan duniawi kita, bukan dengan kecemasan dan kekhawatiran, melainkan dengan perkiraan yang bijak. Menyimpanlah di musim dingin, untuk kesusahan dan kekurangan yang mungkin akan terjadi, dan untuk hari tua. Terlebih lagi dalam urusan-urusan jiwa kita.
Kita harus menyediakan roti dan makanan, apa yang penting dan bermanfaat bagi kita, dan yang akan paling kita butuhkan. Dalam menikmati sarana-sarana anugerah, buatlah persediaan untuk masa kekurangannya, dalam hidup buatlah persediaan untuk kematian, dalam waktu sekarang buatlah persediaan untuk kehidupan kekal. Dalam masa pencobaan dan persiapan kita harus membuat persediaan untuk masa denda.
(b). Kita harus bersusah payah, dan bekerja keras dalam urusan kita, sekalipun kita bekerja dalam keadaan-keadaan yang tidak nyaman. Bahkan di musim panas, ketika cuaca panas, semut sibuk mengum-pulkan makanan dan menyimpannya, dan tidak bermalas-malasan, atau bersenang-senang, seperti belalang, yang bernyanyi dan bermain-main di musim panas, lalu binasa di musim dingin. Semut membantu satu sama lain. Jika yang satu mempunyai sebutir gandum yang terlalu besar untuk dibawanya pulang, maka tetangga-tetangganya akan datang untuk membantunya.
(c). Kita harus memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada, kita harus mengumpulkan ketika ada waktu untuk mengumpulkan, seperti yang dilakukan semut di musim panas dan di musim panen, pada waktu yang tepat. Kita berhikmat jika kita memanfaatkan musim yang menguntungkan bagi kita, karena apa yang bisa dilakukan pada waktu itu mungkin tidak bisa dilakukan sama sekali, atau tidak akan dilakukan dengan begitu baik, di lain waktu.Berjalanlah selagi terang itu ada .
4. Apa keuntungan-keuntungan yang kita miliki dalam mempelajari pelajaran ini, yang melebihi keuntungan yang dimiliki semut, yang akan memperburuk kemalasan dan kelalaian kita jika kita membuang-buang waktu? Semut tidak memiliki pemimpin, pengatur, dan penguasa, tetapi melakukannya sendiri, dengan mengikuti naluri alam.
Lebih memalukan lagi bagi kita yang dalam keadaan yang sama tidak mengikuti tuntutan-tuntutan akal budi dan hati nurani kita sendiri, dan selain itu juga kita mempunyai orangtua, guru-guru, hamba-hamba Tuhan, dan hakim-hakim untuk mengingatkan kita akan kewajiban kita, untuk menegur kita jika melalaikannya, untuk mendorong kita agar melakukannya, untuk membimbing kita di dalamnya, dan memanggil kita untuk mempertanggungjawabkannya. Semakin besar pertolongan-pertolongan yang kita dapatkan untuk mengerjakan keselamatan kita, semakin tidak bisa dimaafkan jika kita melalaikannya.
[II]. DDENGAN CARA MENEGUR (AMSAL 6:9-11).
Dalam perikop di atas,
1. Salomo berbantah dengan pemalas, dengan menegur dan beperkara dengannya, dan memanggilnya untuk bekerja, seperti yang diperbuat tuan kepada hambanya yang sudah terlalu lama tidur: “Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Berapa lama lagi engkau tidur jika tidak ada yang membangunkanmu? Bilakah engkau akan sadar bahwa sudah waktunya engkau bangun?” Para pemalas harus dibangunkan dengan bertanya “berapa lama?” Hal ini berlaku:
(a). Bagi orang-orang yang malas dalam bekerja dan melakukan kewajibannya, dalam melakukan kewajiban-kewajiban dari panggilan mereka secara khusus sebagai manusia, atau panggilan mereka secara umum sebagai orang-orang Kristen. “Berapa lama lagi engkau membuang-buang waktumu, dan bilakah engkau akan memanfaat-kannya dengan lebih baik? Berapa lama lagi engkau mencintai kenyamananmu, dan bilakah engkau akan belajar menyangkal dirimu, dan bersusah payah? Berapa lama lagi engkau mengubur talenta-talentamu, dan bilakah engkau akan mulai melipatgandakannya? Berapa lama lagi engkau menunda-nunda waktu, dan menangguhkan pekerjaanmu, dan menyia-nyiakan kesempatan-kesempatanmu, seperti orang yang tidak ambil peduli dengan masa depan? Bilakah engkau akan menggugah dirimu untuk melakukan apa yang harus engkau lakukan, yang, jika tidak dilakukan, akan membuatmu binasa untuk selama-lamanya?”
(b). Bagi orang-orang yang aman di jalan dosa dan bahaya: “Bukankah engkau sudah cukup tidur? Bukankah matahari telah meninggi? Bukankah tuanmu memanggil-manggil? Bukankah orang-orang Filistin sedang menyerangmu? Jadi, bilakah engkau bangun?”
2. Salomo menyingkapkan alasan-alasan yang dibuat-buat pemalas, dan menunjukkan betapa ia membuat konyol dirinya sendiri. Ketika bangun, ia meregangkan tubuhnya, dan memohon, seperti memohon sedekah, untuk tidur lagi, untuk berbaring lagi. Ia merasa nyaman di tempat tidurnya yang hangat, dan tidak tahan berpikir untuk bangun, terutama bangun untuk bekerja.
Tetapi, cermatilah, ia berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada tuannya bahwa ia hanya ingin tidur sebentar saja lagi, hanya berbaring sebentar saja, dan kemudian akan bangun dan pergi bekerja. Namun, dia menipu dirinya sendiri. Semakin sikap malas dimanjakan, semakin sikap itu menjadi-jadi. Coba saja dia dibiarkan tidur sebentar, dan berbaring sebentar, maka ia akan terus meminta hal yang sama. Ia tetap meminta untuk tidur sebentar lagi, dan sebentar lagi. Ia tidak pernah merasa cukup, dan sekalipun demikian, ketika dipanggil-panggil, ia berpura-pura akan segera datang.
BACA JUGA: AMSAL 6:1-5. PERINGATAN-PERINGATAN MENGENAI TANGGUNGAN
1. Salomo berbantah dengan pemalas, dengan menegur dan beperkara dengannya, dan memanggilnya untuk bekerja, seperti yang diperbuat tuan kepada hambanya yang sudah terlalu lama tidur: “Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Berapa lama lagi engkau tidur jika tidak ada yang membangunkanmu? Bilakah engkau akan sadar bahwa sudah waktunya engkau bangun?” Para pemalas harus dibangunkan dengan bertanya “berapa lama?” Hal ini berlaku:
(a). Bagi orang-orang yang malas dalam bekerja dan melakukan kewajibannya, dalam melakukan kewajiban-kewajiban dari panggilan mereka secara khusus sebagai manusia, atau panggilan mereka secara umum sebagai orang-orang Kristen. “Berapa lama lagi engkau membuang-buang waktumu, dan bilakah engkau akan memanfaat-kannya dengan lebih baik? Berapa lama lagi engkau mencintai kenyamananmu, dan bilakah engkau akan belajar menyangkal dirimu, dan bersusah payah? Berapa lama lagi engkau mengubur talenta-talentamu, dan bilakah engkau akan mulai melipatgandakannya? Berapa lama lagi engkau menunda-nunda waktu, dan menangguhkan pekerjaanmu, dan menyia-nyiakan kesempatan-kesempatanmu, seperti orang yang tidak ambil peduli dengan masa depan? Bilakah engkau akan menggugah dirimu untuk melakukan apa yang harus engkau lakukan, yang, jika tidak dilakukan, akan membuatmu binasa untuk selama-lamanya?”
(b). Bagi orang-orang yang aman di jalan dosa dan bahaya: “Bukankah engkau sudah cukup tidur? Bukankah matahari telah meninggi? Bukankah tuanmu memanggil-manggil? Bukankah orang-orang Filistin sedang menyerangmu? Jadi, bilakah engkau bangun?”
2. Salomo menyingkapkan alasan-alasan yang dibuat-buat pemalas, dan menunjukkan betapa ia membuat konyol dirinya sendiri. Ketika bangun, ia meregangkan tubuhnya, dan memohon, seperti memohon sedekah, untuk tidur lagi, untuk berbaring lagi. Ia merasa nyaman di tempat tidurnya yang hangat, dan tidak tahan berpikir untuk bangun, terutama bangun untuk bekerja.
Tetapi, cermatilah, ia berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada tuannya bahwa ia hanya ingin tidur sebentar saja lagi, hanya berbaring sebentar saja, dan kemudian akan bangun dan pergi bekerja. Namun, dia menipu dirinya sendiri. Semakin sikap malas dimanjakan, semakin sikap itu menjadi-jadi. Coba saja dia dibiarkan tidur sebentar, dan berbaring sebentar, maka ia akan terus meminta hal yang sama. Ia tetap meminta untuk tidur sebentar lagi, dan sebentar lagi. Ia tidak pernah merasa cukup, dan sekalipun demikian, ketika dipanggil-panggil, ia berpura-pura akan segera datang.
BACA JUGA: AMSAL 6:1-5. PERINGATAN-PERINGATAN MENGENAI TANGGUNGAN
Demikian pulalah pekerjaan besar manusia tidak tuntas-tuntas dikerjakan karena ditunda-tunda untuk waktu sebentar lagi, de die in diem – dari hari ini ke hari berikutnya. Semua waktu yang mereka miliki akan habis dengan menghabiskan saat-saat sekarang. Tidur sebentar lagi akan menjadi tidur kekal. Tidurlah sekarang dan istirahatlah .
3. Salomo memberinya peringatan yang sudah semestinya tentang akibat-akibat yang mematikan dari kemalasan itu (Amsal 6:11).
(a). Kemiskinan dan kekurangan pasti akan datang menimpa orang-orang yang malas bekerja. Jika orang melalaikan urusan-urusan mereka, mereka bukan saja tidak akan maju, tetapi juga akan mundur. Orang yang mengabaikan urusan-urusannya di satu atau lain waktu akan segera melihat semua urusan itu hancur berantakan, dan membuat uangnya yang bernilai tinggi itu tinggal menjadi seribu saja. Kemiskinan rohani menimpa orang-orang yang malas dalam melayani Allah. Orang-orang yang tidak menyediakan minyak di dalam bejana-bejana mereka pasti akan kekurangan minyak, ketika mereka membutuhkannya.
(b). “Kemiskinan dan kekurangan itu akan datang secara diam-diam dan tanpa dirasakan, akan bertumbuh padamu, dan maju selangkah demi selangkah, seperti seorang penyerbu, tetapi pada akhirnya akan datang tanpa hambatan.“ Kemiskinan dan kekurangan akan membuatmu telanjang seolah-olah engkau ditelanjangi oleh seorang penyamun di tengah jalan. Begitu menurut Uskup Patrick.
(c). Kemiskinan dan kekurangan akan datang tanpa bisa ditahan, seperti orang yang bersenjata, yang tidak dapat engkau tentang atau engkau lawan dengan apa yang ada padamu.“
3. Salomo memberinya peringatan yang sudah semestinya tentang akibat-akibat yang mematikan dari kemalasan itu (Amsal 6:11).
(a). Kemiskinan dan kekurangan pasti akan datang menimpa orang-orang yang malas bekerja. Jika orang melalaikan urusan-urusan mereka, mereka bukan saja tidak akan maju, tetapi juga akan mundur. Orang yang mengabaikan urusan-urusannya di satu atau lain waktu akan segera melihat semua urusan itu hancur berantakan, dan membuat uangnya yang bernilai tinggi itu tinggal menjadi seribu saja. Kemiskinan rohani menimpa orang-orang yang malas dalam melayani Allah. Orang-orang yang tidak menyediakan minyak di dalam bejana-bejana mereka pasti akan kekurangan minyak, ketika mereka membutuhkannya.
(b). “Kemiskinan dan kekurangan itu akan datang secara diam-diam dan tanpa dirasakan, akan bertumbuh padamu, dan maju selangkah demi selangkah, seperti seorang penyerbu, tetapi pada akhirnya akan datang tanpa hambatan.“ Kemiskinan dan kekurangan akan membuatmu telanjang seolah-olah engkau ditelanjangi oleh seorang penyamun di tengah jalan. Begitu menurut Uskup Patrick.
(c). Kemiskinan dan kekurangan akan datang tanpa bisa ditahan, seperti orang yang bersenjata, yang tidak dapat engkau tentang atau engkau lawan dengan apa yang ada padamu.“