BERTEKUN DALAM IMAN (IBRANI 12:1-17)

Penulis pada bagian ini akan mengeksposisi yaitu menafsirkan ayat-ayat dalam Ibrani 12:1-17 dari bahasa Yunani serta menerjemahkan maksud dan tujuan teks tersebut serta merelevansikan ayat-ayat tersebut sesuai kebutuhan masa kini. Peneliti akan membagi ke dalam bagian-bagian kecil sehingga memudahkan pembaca untuk memahami tulisan ini.
BERTEKUN DALAM IMAN (IBRANI 12:1-17)
1. Memahami Tugas dan Tujuan Allah

Ibrani 12:1 “… dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita”. Setiap orang percaya perlu memahami bahwa mereka memiliki kewajiban melakukan kehendak Allah. Kehendak Allah yang dimaksud dalam Ibrani pasal 1 adalah melakukan (agona) atau perlombaan. Peneliti mendefinisikan istilah agona memiliki pengertian “perjuangan yang telah dipersiapkan untuk merebutkan sesuatu”. 

Hal serupa juga dikemukakan oleh William Barclay dalam bukunya dia menuliskan, “Di dalam hidup Kristen kita mempunyai tujuan … Tujuannya tidak lain adalah mencapai persamaan dengan Kristus”. Allah menghendaki setiap orang percaya untuk berjuang mendekatkan diri dan berusaha hidup dengan meneladani Kristus. Berdasarkan Ibrani 12:1-4 peneliti membagi menjadi beberapa cara untuk melakukan dan menyelesaikan kehendak Allah, yaitu persiapan diri, bertekun, fokus dan memiliki motivasi.

1.1 Mempersiapkan Diri 

Seseorang yang akan mengikuti suatu pertandingan tentu membutuhkan latihan. Latihan ini adalah langkah awal dalam mempersiapkan diri untuk bertanding. Sama halnya dengan orang percaya dalam menyelesaikan tugas dan kehendak Allah membutuhkan persiapan. 

Persiapan yang dimaksud adalah “…menanggalkan beban dan dosa yang begitu merintangi kita” ( Ibrani 12:1). Menanggalkan beban dan dosa dalam teks GNT (apotithemi) berarti mengesampingkan. Mengesampingkan erat kaitannya dengan prioritas atau hal-hal penting. Setiap orang percaya dalam melakukan kehendak Allah harus memiliki prioritas utama dan mengesampingkan beban dan dosa. Penulis Ibrani tidak menulis beban dan dosa sebagai satu bagian, maka peneliti mempelajari arti beban dan dosa secara terpisah. 

Beban dalam teks GNT (ogkos) berarti kesukaran atau rintangan yang besar dan memberatkan. Beban tidak selalu diartikan sebagai kesalahan, beban berarti hal-hal yang tidak penting untuk dibawa atau dikenakan dalam menghadapi perlombaan. Sedangkan dosa dalam teks GNT (hamartia) berarti perbuatan yang menyimpang dari ketetapan Allah. Sependapat dengan hal tersebut Hosea mengartikan dosa sebagai anak panah yang tidak tepat sasaran, hal tersebut menggambarkan bahwa orang percaya sering meleset dari firman Allah. 

J. Wesley menuliskan “…dosa yang lain. Dosa yang sering kita hadapi. Dosa itu menyatakan dirinya sekadar dengan tabiat dan keadaan kita,…” di dalam Iman Kristen tidak ada dosa besar dan dosa kecil. Yang dimaksud Wesley adalah kebiasaan-kebiasaan yang melekat dalam diri setiap orang percaya dan membuat mereka menyimpang dari Allah. 

Oleh karena itu sebagai orang percaya yang telah menerima Kristus dalam kehidupannya berarti bertanggungjawab atas tugas yang diberikan kepadanya. Sebagai bentuk tanggung jawab yang dilakukan, maka orang percaya harus mempersiapkan diri mereka dengan menanggalkan hal-hal yang tidak berguna, apalagi berbuat dosa yang memberatkan mereka dalam melakukan kehendak-Nya

1.2 Bertekun dalam Kristus 

Bertekun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya berkeras hati dan bersungguh-sungguh. Ketekunan dalam kehidupan Kristiani adalah kunci utama untuk menyelesaikan pertandingan. Istilah tekun yang dipakai dalam Ibrani 12:1 adalah (hupomone) yang berarti ketabahan, kesabaran dan ketahanan.

Paul Meier memberikan definisi ketekunan berarti menetapkan batas untuk mencegah dirinya kembali pada perilaku yang menyakitkan dan berdosa. Sependapat dengan Peter S. Wong dalam bukunya Injil Yesus Kristus mengatakan, Ketekunan yang dimaksud di sini adalah suatu keputusan untuk terus mempertahankan iman ditengah-tengah berbagai kesukaran, tekanan dan bahkan juga aniaya. Di satu sisi ada jaminan keselamatan kekal yang tak akan berubah bagi orang-orang pilihan. Tetapi di sisi lain, orang-orang pilihan dituntut ketekunan mereka sampai akhir untuk mempertahankan keselamatan.

Melakukan tugas dalam kehendak Allah sangatlah tidak mudah karena akan berhadapan dengan berbagai persoalan dan tantangan, oleh sebab itu tidak sedikit orang percaya mulai menyerah dengan keadaan bahkan mereka memilih untuk meninggalkan Tuhan dan menempuh jalannya sendiri.

Dalam hidup Kristen kita mempunyai sarana. Sarana itu ialah kesabaran yang tabah. Istilah bahasa Yunaninya adalah hupomone, yang artinya bukan kesabaran orang duduk bertopang dagu dan menyerah begitu saja kepada keadaan, tetapi kesabaran yang menguasai keadaan. Kesabaran itu juga bukan suatu hal yang romantik, yang memberi kita sayap untuk terbang meninggalkan kesulitan dan keadaan yang berat. 

Kesabaran itu adalah suatu keputusan sikap yang tidak tergesa-gesa tetapi juga tidak menunda-nunda, namun berjalan terus dengan pasti dan tidak mau dibelokkan. Rintangan tidak akan menakutkan, dan hambatan tidak akan menghapuskan pengharapannya. Kesabaran itu adalah kesabaran yang tabah, yang terus bertahan hingga mencapai tujuannya

Yakobus 1:12 menyebutkan bahwa orang yang bisa bertahan dalam ujian kehidupan akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah pada orang mengasihi-Nya. Dalam ayat tersebut terdapat dua kata yang sama yaitu “bertahan” dan “tahan uji”. Yakobus memakai kata yang sama dengan penulis Ibrani untuk menunjukkan bahwa ketekunan dalam kehidupan Kristiani menjadi syarat mutlak dalam menerima mahkota kehidupan yaitu bagi mereka yang memenangkan pertandingan sampai akhir.

1.3 Fokus kepada Kristus berasal dari kata dasar (aphorao) yang berarti menjauhkan pandangan dari hal-hal lain. 

Melaksanakan tugas dan tujuan Allah bukan berarti mengabaikan tugas setiap orang percaya sebagai makhluk sosial. Fokus atau terarah pada Yesus berarti orang tersebut menjauhkan pandangannya dari hal-hal yang menghalangi tujuannya untuk melakukan kehendak Allah. Setiap orang Kristen harus mempunyai tujuan. Mengarahkan diri kepada tujuan yang ingin dicapainya bisa memicu semangat untuk terus melangkah ke arah tujuan itu, sekalipun banyak rintangannya. Tujuan dari setiap orang Kristen itu adalah Kristus

Lukas 9:60-62, berbicara tentang kesiapan seseorang untuk mengikut Yesus.” Tetapi Yesus berkata:” orang yang siap membajak tapi menoleh ke belakang tidak layak bagi Kerajaan Allah.” Perkataan Yesus bukan berarti bahwa dalam kehidupan Kristiani seseorang harus fanatik dengan Yesus melainkan dapat memosisikan dirinya dengan tepat. 

Yesus tidak bermaksud untuk mengesampingkan keluarga sebab keluarga adalah bagian terpenting dalam kehidupan orang percaya. Menurut peneliti istilah “pamitan” lebih mengarah pada persetujuan keluarga, pendapat dan pandangan keluarga tentang kesungguhan seseorang dalam mengikut Yesus, sedangkan hal mengikut Yesus adalah sebuah pilihan pribadi. Oleh sebab itu Yesus berkata “menoleh ke belakang” artinya tidak terarah atau tidak fokus tidak layak dalam Kerajaan Allah. 

Kanneth F. Mckinley berpendapat balam bukunya berjudul Ibrani bahwa jika seorang bermain-main dengan dunia dalam sebuah perlombaan maka dia akan kehilangan konsentrasi dan ketenangannya.29 Dengan fokus akan menolong setiap orang untuk membangun (archegos) iman mereka dan iman itu akan dilengkapi (teleiotes) oleh Allah sampai pada akhirnya. Oleh karena itu dengan fokus akan menolong setiap orang percaya untuk bisa terus maju ke depan sampai garis akhir

1.4 Motivasi Kepada Kristus 

Perjuangan di dalam kehidupan Kristiani harus memiliki motivasi yang benar. Motivasi adalah dorongan, penggerak untuk melakukan sesuatu maka dari itu dalam perjuangan hidup Kristen perlu penggerak untuk dapat mencapai tujuan Allah. Banyak motivasi-motivasi hidup dalam perjalanan kristiani di antaranya keluarga, pendeta, berkat-berkat dan lain sebagainya. 

Pada bagian ini peneliti sengaja meletakkan bagian pertama dari Ibrani 12:1: “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, …” motivasi setiap peserta pertandingan tidak lain adalah pendukung-pendukung yang menyaksikan pertandingan pada saat itu. 

Kata “karena” menunjukkan sebuah alasan mengapa seseorang perlu melakukan pertandingan, dan alasan itu adalah para saksi. Saksi dalam bahasa Yunani (marturon) berasal dari kata martus yang menunjukkan bahwa saksi itu lebih dari satu. marturon berarti saksi, peneliti mendefinisikan kata tersebut dengan orang-orang yang mengikuti teladan Yesus yang telah membuktikan teladan dan keutuhan iman mereka kepada Kristus. 

Kyle Idleman dalam bukunya Don’t Give Up berpendapat bahwa istilah karena berarti mengembalikan maksud dari saksi tersebut kepada Ibrani pasal 11 tentang saksi iman yang dijuluki “Hall of fame Iman.” Pasal 11 menyajikan serangkaian tokoh yang menghadapi tantangan yang besar namun menemukan iman untuk tetap percaya dan keberanian untuk terus maju

Jadi, mereka adalah para saksi. Tapi, apa yang dimaksud penulis dengan awan? Ada dua kata berbeda yang digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan “awan”. Yang pertama adalah kumpulan masa tunggal, terpisah, berwarna putih yang Anda lihat dilangit. Yang lain – kata yang digunakan untuk menggambarkannya – adalah sesuatu yang lebih luas dan kuat, ini adalah awan yang menyelimuti, bagai kabut tebal yang melingkupi Anda. Anda melihat ke atas langit dan melihat jenis awan pertama. Sedangkan, Anda merasakan awan jenis kedua yang mengelilingi dan menyelubungi Anda.

Istilah “karena” yang menunjuk kepada saksi dalam ayat 1 tersebut dapat dikatakan sebagai motivasi pertama bagi orang percaya, tetapi penulis Ibrani tidak mengatakan suatu alasan bahwa saksi-saksi tersebut menjadi motivasi utama bagi seorang yang mengikuti pertandingan. Maka kesimpulannya adalah meskipun Ibrani 11 dan 12:1 adalah sebuah kelanjutan, tetapi motivasi seorang percaya dalam mengikut Allah adalah Yesus. 

Baik penelitian dalam skripsi ini maupun pendapat Kyle memiliki kesamaan bahwa setiap orang percaya ditujukan pada motivasi yang sebenarnya yaitu Kristus. Penulis Ibrani menyatakan bahwa penggerak dalam kehidupan Kristiani adalah Yesus sendiri. Ibrani 12:3 diawali dengan kata “Ingatlah selalu akan Dia…” istilah “ingat” dalam bahasa Yunani adalah (analaogisasthe). Istilah ini bukan menunjuk pada seseorang yang sedang mengingat teman lamanya, atau mengingat judul buku yang pernah dibacanya. Tetapi istilah analogisasthe berarti mempertimbangkan dengan hati-hati, merenungkan dan berpikir.

Penulis Ibrani memberikan gambaran nyata bahwa dalam perjuangan hidup orang percaya memiliki banyak tantangan dan hambatan sehingga perlu dorongan atau motivasi yang diarahkan pada Tuhan Yesus. Mempertimbangkan Yesus dalam setiap tindakan dan pilihan adalah hal penting karena Yesus sebagai teladan sejati telah memenangkan perjuangan yang dihadapi orang percaya. 

Penulis Ibrani mengarahkan pembacanya untuk termotivasi dengan apa yang Yesus telah lakukan, Dia telah menanggung bantahan dan hinaan orang berdosa (Ibrani 12:2-3) sehingga diharapkan pembaca Ibrani supaya jangan lemah dan putus asa. Karena ayat 4 menyatakan bahwa dalam perjuangan kehidupan orang percaya melawan dosa tidak sehebat yang Yesus telah lakukan.

Pengalaman dari Ibrani 12… Rasul berkata kepada kaum beriman Ibrani, bahwa sekalipun mereka bergumul melawan dosa hingga menerima banyak kepahitan, menjumpai ujian berat, bahkan mengalami berbagai macam kesukaran dan aniaya, namun bagaimanapun mereka belum sampai mencucurkan darah. Jika hal itu dibandingkan dengan yang diderita oleh Tuhan, tentu terpaut jauh sekali!

Maksudnya adalah Tuhan Yesus sebagai manusia yang tidak berdosa telah menanggung dosa dengan kematian-Nya di kayu salib. Sedangkan orang percaya dalam melawan dosa hanya perlu kepercayaan kepada Allah, berusaha dan berkomitmen secara konsisten.

2. Disiplin Rohani

Dalam kehidupan setiap manusia selalu berhubungan dengan sebab dan akibat maka setiap perbuatan akan selalu ada akibatnya, perbuatan yang baik tentu menghasilkan yang baik demikian sebaliknya. Sama halnya Adam dan Hawa yang memilih tidak taat pada perintah Tuhan maka Tuhan mengusir mereka dari taman Eden (Kejadian 3:23) atau seperti Rahab yang menolong Dua orang pengintai Israel dan dia beroleh keselamatan (Yosua 2:1-24). 

Demikian pula kehidupan rohani setiap orang percaya dalam menjalankan perjuangan kehidupan tidaklah mudah karena tantangan-tantangan yang begitu merintangi orang percaya akan membuat berhenti, tertunda atau mungkin gagal.

Dalam pertandingan jika seorang peserta melakukan pelanggaran tentu diberikan sanksi atau hukuman. Maka sama halnya orang percaya dalam kehidupan rohaninya jika melenceng atau melakukan ketidaktaatan maka Allah akan memberikan konsekuensi atau peneliti memberi istilah “disiplin rohani”. Orang percaya juga tidak dapat menggantikan disiplin rohani dengan kegiatan lainnya karena itu bukan pilihan. Disiplin rohani adalah perintah atau tuntutan Allah, maka setiap orang percaya harus menaatinya. Disiplin rohani dari Allah kepada orang percaya memberikan konsekuensi yang harus ditanggung tetapi juga berkat dari Allah.

2.1 Mendatangkan Ganjaran

Ganjaran adalah akibat yang harus ditanggung oleh orang percaya ketika mereka menyimpang dari peraturan Allah. Penulis Ibrani mengutip nasihat dari Perjanjian Lama dengan istilah “peringatan” dan “menghajar”. Ibrani 12:5: “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: “Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;” Ibrani 12:6: “karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.”

Dalam ayat 5 dan 6 ada beberapa ayat kunci untuk menjelaskan makna ganjaran dalam pasal 12. Pertama, istilah Yunani (ekluo) dapat diartikan sebagai kebosanan atau jemu, sedangkan (elegksomenos) berarti dimarahi. 

Maka Ibrani 12:5 dapat diterjemahkan, “…dan janganlah bosan apabila engkau dimarahi-Nya;” bosan menjadi hal yang sering terjadi ketika seseorang dimarahi atau diberi nasihat apalagi jika nasihat itu selalu sama. Sama halnya orang percaya terkadang merasa bosan ketika diperingatkan Tuhan melalui firman-Nya, mereka akan merasa sudah paham dan sudah sering mendengar. Tetapi penulis Ibrani memberi nasihat untuk tidak bosan berarti harus mendengarkan dan menerima setiap peringatan dan nasihat yang diberikan Allah

Kedua, penulis Ibrani memakai kata menghajar dalam bahasa Yunani (paideuo) yang berarti mendidik. Sehingga dapat diterjemahkan “karena Tuhan mendidik orang yang dikasihi-Nya”. Menurut Dave Hagelberg (paideuo), menunjuk kepada proses di mana seorang anak didewasakan. Menghajar lebih dimaknai seperti mencambuk, memukul atau menampar, Sedangkan mendidik berarti mengarahkan pada apa yang benar. Berdasarkan ayat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa ganjaran adalah didikan atau disiplin bukan bentuk hukuman dari Allah. Ganjaran diberikan untuk mendewasakan setiap orang percaya yang meleset dari kehendak-Nya.

2.1.1 Bukti Kasih Allah

Ganjaran diberikan orang percaya untuk menunjukkan bahwa Allah mengasihi mereka. Penulis Ibrani memberi nasihat untuk jangan menganggap enteng didikan Tuhan. Dalam teks GNT (huios) adalah istilah untuk anak dari seorang ayah, anak sah. Peneliti memberi usulan terjemahan dalam Ibrani 12:5, “hai anak ku yang sah, janganlah anggap enteng didikan Tuhan…” anak sah berarti anak yang diakui oleh ayahnya

Hukum Romawi memiliki peraturan bahwa hanya anak yang sah (huios) yang mempunyai hak menerima warisan. Kalau anak tidak diangkat secara sah sehingga anak itu tidak menjadi (huios), sekalipun orang tuanya menikah secara sah, ia tidak mempunyai hak untuk menerima warisan dari orang tuanya. Di hadapan Allah kita adalah anak yang sah sehingga kita harus siap dengan apa pun yang kita alami sebagai didikan Allah Bapa kita, demi kebaikan kita sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak menginginkan orang percaya jauh dari kasih-Nya, Dia ingin menunjukkan kasih-Nya pada setiap orang percaya ketika mereka masih berdosa

2.1.2 Menuntut Kesadaran 

Disiplin rohani bertujuan untuk mendidik orang percaya agar tidak melakukan pelanggaran yang berulang-ulang, oleh karena itu setiap orang percaya yang menerima didikan Tuhan perlu menyadari kesalahannya dengan penuh rasa hormat pada Allah. Penulis Ibrani memberi perbandingan yang berbeda tentang bagaimana merespons setiap ganjaran antara Ayah jasmani dan Bapa surgawi. 

Ayah jasmani akan dihormati jika mereka menegur anaknya, terlebih Bapa di Surga. Maksud dari ketaatan pada Bapa adalah (hupotasso) berarti merendahkan diri dalam bahasa inggris to subjection berarti penundukan diri pada Bapa. Maka Ibrani 12:9b dapat diterjemahkan, “kalau demikian bukankah kita harus merendahkan diri pada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?”. Ganjaran Allah menuntut seseorang untuk segera menyadari kesalahannya dengan cara penundukan diri atau merendahkan diri, yaitu suatu sikap orang percaya yang menunjukkan rasa ke bersalahan mereka

Langkah pertama untuk menerima pengampunan dari Allah ialah mengaku bahwa perbuatan kita tidak menghormati Dia dan tidak menyenangkan hati-Nya. Perhatikan, ada perbedaan antara minta diampuni dan minta dimaklumi…sering kali yang kita maksudkan ialah “maklumilah saya” kita tidak minta diampuni tetapi hanya minta dimaklumi. Kita tidak mau mengakui bahwa apa yang kita lakukan itu sebuah kesalahan. Namun Tuhan tidak bermaksud memaklumi kita; Ia hendak mengampuni kita. Langkah pertama untuk menerima pengampunan-Nya ialah mengakui bahwa kita sudah berdosa. Tidak perlu mencari-cari alasan, tidak perlu kita membenarkan diri.

Sehingga dengan demikian tidak ada alasan sedikit pun untuk membela diri, membenarkan diri atau membangkang dari Allah.

2.1.3 Bertujuan Baik Sekali lagi 

Penulis Ibrani memberi perbedaan yang jelas mengenai disiplin yang diberikan seorang Ayah jasmani dan Bapa sorgawi. Maksud Penulis Ibrani adalah ganjaran yang diberikan seorang ayah jasmani berorientasi pada apa yang dianggapnya baik. Anggapan baik bagi seorang ayah belum tentu baik bagi pendewasaan anaknya oleh karena itu peneliti berpendapat bahwa sebuah “anggapan” adalah relatif dan subyektif. Relatif artinya dari sudut pandang apa anggapan itu disebut baik dan subyektif berarti bergantung pada orang yang menganggap baik

Bapa sorgawi tidak sama dengan ayah jasmani sebab Bapa rohani mendidik dan mendisiplin demi kebaikan setiap orang percaya. Penulis Ibrani memakai kata (sumphero) sedangkan KJV (King James Version) memakai kata “profit” yang berarti upah, untung, keuntungan atau laba. 

Maka Ibrani 12:10b dapat diterjemahkan, “…tetapi Dia menghajar kita supaya mendapatkan upah, …” seharusnya dalam suatu pertandingan sanksi yang diberikan akan menjadi kerugian bagi pemain itu sendiri tetapi sanksi Tuhan justru membuat orang percaya mendapatkan apa yang menjadi hadiah dalam pertandingan tersebut. Disiplin dari Allah menolong setiap orang untuk menerima hadiah yang telah disediakan yaitu bagian dalam kekudusan-Nya (Ibrani 12:10) . Bagian dalam kekudusan yang dimaksud adalah Kerajaan Allah atau Surga di mana Allah memerintah dengan kekudusan dan kemuliaan-Nya

2.1.4 Sukacita dibalik Dukacita

Penulis Ibrani dengan jelas ingin mengatakan bahwa setiap ganjaran yang diberikan oleh Allah tidak mendatangkan sukacita tetapi dukacita. Peneliti mengamati bahwa ganjaran yang diberikan berhubungan dengan waktu. Maksudnya adalah ketika ganjaran diberikan pada saat itu, penerima ganjaran akan mengalami penderitaan atau kesedihan. Tetapi waktu yang akan datang akan mendatangkan sukacita.

Sama halnya Petrus dan Yudas Iskariot mereka membawa penyesalannya kepada jalan yang berbeda. Sehingga penyesalan atas disiplin Allah bergantung pada kedewasaan rohani setiap orang percaya, sebagaimana dijelaskan pada bagian awal bahwa ketika orang percaya tidak cukup dewasa secara rohani, maka mereka akan menyalahkan Tuhan, tetapi jika memiliki kedewasaan rohani mereka akan menikmati setiap didikan yang Tuhan berikan. Dan kedewasaan secara rohani ini diperoleh dari hubungan mereka dengan Allah. 

Pada Ibrani 12:5-11, penulis membahas salah satu cara memahami penderitaan yang sering dialami orang Kristen yang merasa tidak mengerti mengapa mereka bisa menderita… “mengapa Tuhan menghukum saya begitu berat?” Lewat tulisannya ini, penulis Surat Ibrani ingin mengatakan bahwa tidak semua penderitaan yang kita alami adalah suatu bentuk hukuman Tuhan atas dosa kita.

Berdasarkan tulisan tersebut peneliti kurang menyetujui pendapat Eka Darmaputera yang mengatakan bahwa maksud penulis Ibrani mengatakan penderitaan bukan bentuk hukuman Tuhan atas dosa berdasarkan Ibrani 12:5-11. Ada beberapa alasan mengapa peneliti kurang menyetujui. 

Pertama, istilah ganjaran dalam bahasa Yunaninya adalah (paideia) yang berarti adalah hukuman untuk memperbaiki kesalahan. Sedangkan dalam terjemahan KJV memakai kata chastisement yang berarti hukuman atau penyucian. Maka ganjaran yang dimaksud penulis Ibrani diberikan kepada anak yang dikasihi karena dosa atau pelanggaran mereka

Kedua, Ibrani 12:8 menjelaskan, “Tetapi, jikalau kamu bebas dari hukuman, yang harus diterima setiap orang, maka kamu bukanlah anak,…” peneliti menggarisbawahi kata “harus” dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari mengatakan: “… dihukum seperti semua anaknya yang lain…”. Berarti menunjukkan bahwa hukuman adalah konsekuensi wajib bagi pelanggar.

Ketiga, analogi atau gambaran yang dituliskan penulis Ibrani adalah ganjaran yang diberikan oleh ayah kepada anaknya. Sederhananya adalah tidak mungkin tanpa alasan seorang ayah memberi hukuman. Demikian pula Bapa tidak akan menghukum jika anak-Nya sudah melakukan apa yang benar. Tetapi dalam konteks lain yaitu di luar Ibrani 12:5-11 peneliti menyetujui bahwa penderitaan yang dialami orang percaya adalah bentuk pengujian iman bukan sebagai hukuman.

Dukacita akan menolong orang percaya untuk menyadari kesalahannya. Hal tersebut juga diungkapkan Paulus dalam 2 Korintus 7:10, “Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, …” Paulus menegaskan bahwa dukacita menurut kehendak Allah atau dalam konteks Ibrani adalah didikan, ganjaran dari Allah akan membawa pada pertobatan yang membawa pada keselamatan. Jerry Bridges mengambil jalan tengah mengenai pandangan ini, dalam bukunya The Discipline of Grace dia mengatakan

Dapatkah kita berkata bahwa penderitaan tertentu bertalian dengan dosa tertentu dalam hidup kita? Tidak dengan pasti, tetapi saya yakin Roh Kudus akan menunjukkan pertalian semacam itu kepada kita kalau memang perlu, supaya kita dapat membereskan dosa-dosa tertentu. Jika tidak ada yang muncul dalam pikiran, kita dapat berdoa. Kita dapat bertanya kepada Allah apakah Ia ingin kita mempelajari sesuatu secara sadar

Maka sikap orang percaya dalam menghadapi disiplin Allah, yang berupa konsekuensi yang harus diderita setiap orang percaya adalah bukan mempersoalkan penyebab penderitaan tersebut, tetapi bagaimana mereka merespon disiplin Allah

2.2 Mendatangkan Berkat

Pada bagian awal peneliti telah menjelaskan bagaimana Allah mendidik orang percaya yang dikasihi-Nya. Setiap pemenang dalam pertandingan akan mendapatkan hadiah yang pantas diberikan begitu pula didikan Allah tidak hanya bertujuan untuk memberikan efek jera tetapi juga menolong setiap orang percaya untuk memperoleh upah yang disediakan Allah. Pertandingan yang disediakan Allah bukanlah pertandingan dengan peraturan yang menyulitkan tetapi pertandingan dengan peraturan Allah. 

Peraturan Allah ini yang disebut dengan Kasih Karunia. Kasih Karunia Allah ditunjukkan dalam setiap proses pertandingan, misalnya ketika bertanding Allah yang memimpin untuk memenangkannya (Ibrani 12: 2- 3), ketika lemah maka Allah menguatkan (ayat3-4), ketika jatuh maka Allah mendidik untuk bangkit (Ibrani 12:10). Pada bagian ini peneliti akan memaparkan bagaimana orang percaya yang didisiplin karena kesalahannya tetapi tetap mendapatkan hadiah yang berupa pengudusan dari Allah dan mendatangkan buah

Ganjaran atau disiplin Allah seharusnya mendatangkan rasa penyesalan positif yang membawa orang tersebut kembali pada kehidupan yang benar. Namun tidak semua orang percaya memahami peyesalan tersebut sebagai anugerah Allah.

2.2.1 Pengudusan Allah 

Ibrani 12:10: “…supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya” menikmati setiap didikan dan disiplin dari Allah akan membuat setiap orang percaya memperoleh bagian dalam kekudusan Allah. Bagian dalam kekudusan dalam bahasa Yunani (metalambano) berarti untuk menjadi mitra. Maka dapat diterjemahkan “supaya kita menjadi mitra dalam kesucian-Nya”. Penulis Ibrani ingin menjelaskan bahwa sangat mungkin seorang yang pernah gagal dan didisiplin oleh Allah untuk menjadi rekan sekerja Allah. Alkitab Bahasa Indonesia sehari-hari menerjemahkan: “…supaya dapat menjadi suci bersama dengan Dia

Setiap anak Allah diselamatkan oleh kasih karunia. Setelah ia dibenarkan melalui iman kepada Yesus Kristus. Pembenaran itu sudah dilaksanakan. Kita sudah diselamatkan oleh kasih karunia Allah. Namun bersamaan dengan itu pula kita sedang dikuduskan. Pengalaman kelahiran baru itu meliputi pembenaran, tetapi juga mencakup dimulainya proses pengudusan yang akan berlangsung seumur hidup kita.

Berdasarkan dua terjemahan dan pendapat Roberts mengenai cara penyucian orang percaya maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa disiplin rohani akan menyucikan setiap orang percaya sekaligus dilayakkan dalam mengambil bagian menjadi rekan sekerja Allah.

2.2.2 Buah Kebenaran dan Damai

Disiplin Allah menguduskan setiap orang percaya tetapi juga menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatihnya (Ibrani 12: 11). Buah kebenaran yang dimaksud penulis Ibrani adalah (karpon) yang berarti hasil dari pohonnya. Yesus memakai kata ini dalam Matius 12:33 bahwa pohon dikenal dari buahnya, dan manusia juga dikenali dari perbuatan baik yang dilakukannya. 

Perkataan Yesus ditujukan kepada orang Farisi dan beberapa murid pada waktu itu untuk mempertegas bahwa perbuatan adalah hasil dari kehidupan. Kata karpon juga dipakai Yesus dalam Yohanes 15 untuk menyatakan bahwa setiap orang percaya adalah ranting dari pokok anggur. Sedangkan kebenaran dalam bahasa Yunani (dikaiosune) yang berarti sesuatu yang diterima oleh Allah atau berkenan. Dan buah kebenaran yang memberikan damai dalam bahasa inggris peacefull yang berarti keadaan tenang, tenteram. 

Sehingga Ibrani 12:11 dapat diterjemahkan, “…tetapi kemudian ia memberikan hasil yang berkenan bagi Allah untuk memberikan ketenangan bagi mereka yang dididik-Nya”. Hal tersebut menunjukkan bahwa disiplin rohani akan melekatkan kembali pada Yesus sebagai pokok anggur sehingga kebenaran yang dihasilkan bukan karena perbuatan setiap orang tetapi hasil dari anugerah Allah. Oleh karena itu orang percaya yang telah dibenarkan akan menikmati ketenangan dan ketenteraman dalam kehidupannya.

3. Sikap Transformasi Diri

Allah menghendaki setiap orang percaya untuk dapat menyelesaikan pertandingan dan perjuangan dengan baik, tetapi respons orang tersebut yang menentukan bagaimana mengakhirinya. Demikian pula disiplin rohani adalah kehendak Allah untuk menyucikan, mendidik, mendewasakan dan menolong orang percaya agar dapat menyelesaikan perjuangan hidup dengan baik. Penulis Ibrani telah menyatakan bagaimana proses perjuangan hidup di dalam pertandingan yang disediakan Allah. Pada Ibrani 12:12-13 penulis Ibrani ingin menyampaikan dorongan ya bagi penerima surat Ibrani untuk merespons proses pendisiplinan Allah bagi orang percaya.

Ibrani 12:12-13: “Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh

Ada dua kata kerja perintah dalam ayat tersebut yaitu kuatkanlah dan luruskanlah. Pertama, kata “kuatkanlah” dalam teks Yunani (anorthooo) menunjuk pada istilah membangun sekali lagi (build anew). Hal ini berhubungan dengan kesempatan untuk membangun kembali bangunan yang runtuh. 

Istilah anorthoo memiliki arti kesempatan sekali lagi, mungkin tidak ada kesempatan bagi mereka yang telah mengalami disiplin rohani namun masih melakukan perbuatan dosa dan belum menanggalkan beban dalam perlombaan Allah. Kedua, kata “luruskanlah” dalam teks Yunani (poieo) lebih menunjuk pada istilah dengan sengaja membuat sesuatu. Maka peneliti memberi usulan terjemahan, “Sebab itu bangun sekali lagi tangan dan lutut yang lemah dan buatlah jalan yang lurus bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh

Berdasarkan ayat tersebut penulis Ibrani memberi gambaran bahwa dalam perlombaan akan mengalami rasa letih dan lemah, bahkan penulis Ibrani memberi istilah bangun kembali yang menunjukkan bahwa dalam kenyataannya ada beberapa peserta perlombaan yang terjatuh. Maka penulis Ibrani mengajak untuk kembali bangun dan melanjutkan pertandingan. 

Istilah “buat jalan yang lurus” memberikan gambaran bahwa dalam pertandingan ada peserta yang tidak mematuhi aturan main sehingga membuat jalannya sendiri, demikian pula orang percaya dalam perjalanan hidup mereka, Allah telah membuat jalan terbaik bagi mereka namun terkadang mereka membuat jalannya sendiri. Penulis Ibrani juga mengajak pembacanya pada waktu itu untuk mengambil sikap pemulihan diri dalam merespons disiplin Allah. Disiplin Allah telah membuat setiap orang percaya untuk menyadari bahwa Allah ingin menolong mereka yang terjatuh. Respons untuk memulihkan diri dari setiap orang percaya yang akan menentukan akhir dari pertandingan mereka.

4. Sumbangsih Transformasi

Ibrani 12:14-17 adalah bagian akhir dari perikop ini. Penulis Ibrani ingin menutup perikop ini dengan menyampaikan pesan kepada pembacanya untuk dapat membagikan setiap proses yang telah dialaminya dalam pertandingan bersama dengan Tuhan. Menurut peneliti bagian terakhir ini penulis Ibrani memberikan sebuah perasaan semangat dan senang bahwa dalam perlombaan bagian ini adalah ketika peserta lomba telah melihat sebuah hadiah yang terpampang di garis finish.

Berdasarkan Ibrani 12:1-17 peneliti berpendapat ada tiga subyek yang memiliki peran masing-masing. Pertama adalah penulis Ibrani sebagai orang yang pernah bertanding dalam perlombaan yang disediakan Allah dan yang pernah mengalami setiap proses pertandingan dan mengakhirinya dengan baik. 

Kedua, pembaca Ibrani yang sedang berjuang dalam perlombaan yang disediakan Allah dan penulis Ibrani menolong dengan pengalaman perlombaannya (Ibrani 12:1-14). Dan ketiga adalah orang ketiga yang belum atau akan mengikuti pertandingan supaya mereka jangan menolak perlombaan yang telah disediakan Allah. Sebagai orang percaya yang telah didisiplin Allah hendaklah menolong orang percaya lain supaya jangan ada yang gagal dan terjatuh dalam perlombaan. Ada beberapa cara dalam menerapkan transformasi dari disiplin Allah bagi orang lain.

4.1 Hidup Damai dan Kudus

Dalam khotbah-Nya Yesus menyampaikan kepada para pendengar-Nya untuk menjadi damai. Matius 5:9, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”. Penulis Ibrani ingin menegaskan bahwa orang yang didisiplin Allah adalah anak sah, maka yang dimaksud penulis Ibrani adalah mengingatkan pesan Yesus bahwa sebagai anak-anak Allah yang sah mereka bertanggung jawab untuk membawa damai. 

Dalam bahasa Yunani (eirene) adalah istilah untuk kata damai yang berarti harmonis atau rukun. Maka Ibrani 12:14 dapat diterjemahkan, “Berusahalah hidup rukun dengan semua orang,…” penekanan Penulis Ibrani untuk hidup damai dapat diartikan bahwa pelanggaran atau kesalahan seseorang berdampak bagi sesamanya. Kemungkinan istilah hidup rukun (damai) mengajak pembacanya untuk minta maaf terhadap apa yang telah dilakukannya. 

Sedangkan bagian kedua dalam Ibrani 12: 14 istilah kekudusan dalam bahasa Yunani (hagiasmos) menunjuk pada penyucian diri. Tuhan Yesus juga menyampaikan dalam khotbah-Nya, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”. Istilah suci hati yang dimaksud Yesus memakai kata (katharos) artinya sudah disucikan. Dua kata tersebut berbeda namun bertujuan sama yaitu untuk dapat melihat Allah yang kudus maka setiap orang harus kudus. Pada bagian ini boleh diterjemahkan, “Dan bawalah dirimu untuk dikuduskan, sebab tanpa kekudusan tidak ada yang akan dapat melihat Tuhan”. 

Berdasarkan dua pengertian tentang kekudusan tersebut Jerry Bridges berpendapat bahwa kekudusan adalah pemberian Allah pada setiap orang percaya melalui Kristus dan kekudusan yang berasal dari manusia yang harus diusahakan . Sehingga yang dimaksud adalah setiap orang percaya memiliki tanggung jawab untuk hidup rukun dengan semua orang dan membawa dirinya kepada Tuhan untuk dikuduskan serta mengusahakan kekudusan agar setiap orang percaya dapat berjumpa dengan Tuhan di dalam kekudusan-Nya.

4.2 Menjaga Keutuhan

Ibrani 12:15, menguraikan bahwa kita sebagai orang percaya tidak menjauhkan diri dari kasih karunia Allah,agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan yang mencemarkan banyak orang”. Perintah untuk saling menjaga adalah wujud kepedulian bagi sesama orang percaya atau dalam suatu komunitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa Penulis Ibrani menghendaki keutuhan bersama untuk berada dalam kasih karunia Allah dan tidak ingin menjauh dari-Nya. 

Menjauhkan diri dalam teks Yunani (hustereo) artinya gagal menjadi rekan, gagal menerima. Menimbulkan akar yang pahit atau (rhiza) berarti akar tanaman yang menjadi gulma bagi tanaman lain, akar bercabang. Seperti lalang yang mengganggu gandum dalam perumpamaan Yesus (Matius 13:29), dan pahit atau dalam bahasa Yunani (pikria) berarti dendam, kebencian atau permusuhan diantara. 

Dampak dari “akar pahit” yang dimaksud penulis Ibrani adalah menimbulkan kerusuhan dan mencemarkan banyak orang. Maksud dari kata mencemarkan adalah(miaino) dalam terjemahan bahasa Inggris KJV defiled yang berarti mengotori, merusak. Secara utuh Ibrani 12: 15 dapat diterjemahkan, “Jagalah supaya jangan ada seorang pun gagal menerima kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar kebencian yang menimbulkan kerusuhan dan yang merusak kehidupan banyak orang”. 

Berdasarkan ayat tersebut penulis Ibrani ingin mengatakan bahwa hidup saling menjaga satu dengan yang lain adalah hal yang penting, karena satu orang gagal menerima karunia Allah akan membawa dampak besar bagi orang percaya lainnya. Ketika seseorang menjauhkan diri dari kasih karunia Allah maka akar pahit akan muncul. Dalam budaya orang Ibrani setiap tanaman yang beracun akan disebut pahit.

Penulis kitab Ibrani menggunakan istilah akar pahit sebagai gambaran untuk menjelaskan bahwa ketika seorang percaya menjauhkan diri dari kasih karunia maka segala sesuatu akan menjadi beracun. Hati tanpa kasih karunia adalah beracun. Akar pahit mungkin kecil tetapi semakin lama akan semakin beracun. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Peter H. Davids dalam bukunya Ucapan Yang Sulit dalam Perjanjian Baru. Dia menjelaskan

Akar pahit merupakan kiasan dari istilah kehilangan kasih karunia karena hatinya dipenuhi racun yang menyakiti dirinya sendiri. Dalam Kitab Ulangan 29:18 kita membaca, “Sebab itu janganlah di antaramu ada lakilaki atau perempuan, kaum keluarga atau suku yang hatinya pada hari ini berpaling meninggalkan TUHAN, Allah kita, untuk pergi berbakti kepada allah bangsa-bangsa itu; janganlah di antaramu ada akar yang menghasilkan racun atau ipuh.” Berpaling dari kasih karunia juga dapat dikatakan sebagai tindakan murtad yang dapat mempengaruhi yang lain dalam melayani Tuhan

Sebagai orang percaya, sikap saling menjaga satu dengan yang lain adalah hal yang penting karena selain orang yang meninggalkan kasih karunia tidak memperoleh berkat, tetapi juga akan merusak suatu komunitas orang percaya. Hal ini sama pentingnya dengan menyelamatkan orang yang belum mengenal Yesus untuk menjadi percaya. Penulis Ibrani menyampaikan pesannya kepada pembaca pada Ibrani 12: 15 dan 16 untuk jangan menjauhkan diri dari kasih karunia Allah. 

Pada Ibrani 12:15 yang telah diteliti, penulis Ibrani tidak menjelaskan alasan mengapa orang percaya dapat meninggalkan kasih karunia Allah atau murtad. Berbeda dengan ayat 16, penulis Ibrani sangat jelas menyampaikan bahwa orang percaya dapat meninggalkan kasih karunia Allah karena nafsu yang rendah. Ibrani 12:16,mengangkat kisah bagaimana Yakub dan Esau menukarkan hak kesulungan dengan sepiring makanan. 

Maksud dari istilah “nafsu yang rendah” dalam bahasa Yunani (bebelos) diterjemahkan dalam bahasa Inggris irreligious yang berarti tidak memiliki pegangan hidup (doktrin), tidak memiliki praktik kehidupan beragama yang benar. Kejadian 25:29-34 menceritakan bagaimana Esau menjual hak kesulungannya, Esau berkata,”…apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?” Esau tidak memandang penting arti hak kesulungan yang dimilikinya

Dalam konteks Perjanjian Lama anak sulung adalah milik Tuhan, meskipun pada kisah Yakub dan Esau Alkitab tidak membahas secara rinci arti hak kesulungan. Namun peneliti mengamati secara sekilas bahwa Esau yang terbiasa mengembara di padang tidak sering mendengar cerita-cerita dari Ishak atau Ribka, sedangkan Yakub yang lebih suka di perkemahan akan lebih mendengar tentang cerita-cerita orang tuanya, ada kemungkinan salah satunya adalah cerita bagaimana berkat Allah diberikan kepada keturunan Abraham, kakek dari Yakub. Maka Yakub ingin mewarisi berkat itu. Penulis Ibrani memberi contoh kisah hidup Esau untuk menasihatkan kepada pembacanya dalam Ibrani 12: 16 yang dapat juga diterjemahkan,

“Janganlah ada orang yang menjadi cabul dan tidak memiliki kehidupan rohani yang benar seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan”. Hal tersebut menunjukkan rasa tidak menghargai kasih karunia Allah yang menukarkannya dengan hal-hal yang sangat tidak sebanding. Demikian setiap orang percaya yang telah menerima kasih karunia Allah hendaklah jangan menjualnya demi kedudukan, harta ataupun janji dunia yang lainnya.

Pada ayat terakhir dalam perikop ini penulis Ibrani juga memberikan gambaran akhir dari kisah hidup Esau yang tidak bisa menerima berkat karena kebodohannya. Kasih karunia Allah adalah pemberian Ilahi yang sempurna dan tidak didapatkan dengan usaha setiap orang, oleh karena itu kewajiban bagi orang percaya untuk menghargai anugerah tersebut, sebab dengan kasih karunia Allah kita berhak menerima berkat yang telah disediakan-Nya bagi kita yang setia dan percaya

Next Post Previous Post