AMSAL 5:15-23: PERINTAH UNTUK SALING SETIA DALAM PERNIKAHAN

Matthew Henry (1662 – 1714)

BAHASAN : AMSAL 5:15-23: PERINTAH UNTUK SALING SETIA DALAM PERNIKAHAN.

Di sini, Salomo yang telah menunjukkan betapa jahatnya perzinahan, percabulan, dan semua jalan yang cabul serta mesum, memberikan penangkal terhadap semua hal itu.
AMSAL 5:15-23: PERINTAH UNTUK SALING SETIA DALAM PERNIKAHAN
[I]. Nikmati dan puaskanlah dirimu dengan penghiburan dalam pernikahan sah yang telah ditetapkan untuk mencegah kenajisan, dan oleh karena itu patut dimanfaatkan selagi masih ada waktu. Kalau kita gagal untuk memanfaatkan kesempatan ini, kita bisa kehilangan obat yang manjur untuk mencegah dosa-dosa kenajisan tadi.

Jangan ada seorang pun yang mengeluh bahwa Allah memperlakukan mereka dengan buruk karena melarang mereka menikmati kesenangan yang mereka dambakan secara alamiah itu, sebab Ia telah dengan murah hati menyediakan sarana pemuasan untuk itu. “Engkau memang tidak boleh makan buah dari semua pohon yang ada di taman ini, tapi pilihlah salah satu yang kausukai, dan engkau boleh menikmatinya sepuas hati. Hasrat alami akan dipuaskan olehnya, tetapi hawa nafsu takkan terpuaskan oleh apa pun.”

Dengan membatasi manusia pada satu pasangan saja, Allah sama sekali bukan bermaksud menyusahkan mereka. Ia telah benar-benar mempertimbangkan kepentingan mereka yang sejati. Sebab seperti yang telah diamati Herbert, “Jika Allah menyamaratakan semua orang, manusia pasti akan merasa terkungkung.” – Church-porch.

Di sini, Salomo menaruh perhatian lebih besar pada perkara ini. Ia bukan saja menawarkannya sebagai penangkal, tetapi bahkan menganjurkannya sebagai dasar untuk melawan perzinahan (tak peduli sekeras apa pun orang mencemooh dengan pikiran najis yang juga merupakan unsur roh najis). Ia mengatakan bahwa kesenangan dalam pernikahan yang diperbolehkan itu jauh melebihi kesenangan terlarang dalam persundalan.

1. Biarlah orang muda menikah, menikah dan tidak terbakar oleh nafsu. Milikilah kulah, sumurmu sendiri (Amsal 5:15), yaitu istri masa mudamu (Amsal 5:18). Selibatlah (tidak menikah) sepenuhnya, atau menikahlah. – Herbert. “Dunia ini lebar dan di dalamnya ada berbagai macam kegiatan, yang boleh engkau nikmati.”

2. Biarlah orang yang sudah menikah bersenang-senang dengan istrinya sendiri, dan hendaklah dia menyayanginya dengan sungguh, bukan saja karena perempuan itu adalah istri yang dipilihnya sendiri dan karena itu sudah sepatutnya merasa senang dengan pilihan sendiri, melainkan karena ia adalah istri yang ditetapkan Allah dalam pemeliharaan-Nya bagi dirinya. Sudah sepantasnya ia lebih senang lagi atas ketetapan ilahi itu, bahagia dengan istrinya yang telah menjadi miliknya sendiri. Diberkatilah kiranya sendangmu (mata air – pen.) (Amsal 5:18).

Pikirkan betapa bahagianya engkau bersama dia, pandanglah dia sebagai istri yang diberkati. Biarlah dia memperoleh berkatmu, doakan dia setiap hari, dan kemudian bersukacitalah dengan dia. Penghiburan seperti itulah yang akan kita terima dari sukacita yang telah dikuduskan bagi kita melalui doa dan berkat dari Allah. Hal ini bukan saja diizinkan bagi kita tetapi juga diperintahkan kepada kita, supaya segala hubungan kita menyenangkan.

Perintah ini khususnya menjadi kuk yang dipikul bersama untuk mendatangkan sukacita bersama dan bagi satu sama lain. Kegembiraan timbal balik merupakan pengikat kesetiaan timbal balik. Bukanlah hal yang biasa-biasa saja apabila seorang mempelai bersuka atas pengantin perempuannya (Yesaya 62:5), lebih dari itu, hal ini juga diberikan sebagai hukum. Nikmatilah hidup dengan istri yang kaukasihi seumur hidupmu (Pengkhotbah 9:9). Orang-orang yang bergembira dengan teman-teman mereka di luar tetapi bersikap masam dan murung bersama keluarga di rumah, tidak akan menerima penghiburan yang telah ditetapkan Allah bagi mereka.

3. Biarlah ia menyayangi istrinya dan mengasihinya dengan mendalam (Amsal 5:19): Biarlah dia menjadi seperti rusa yang manis, kijang yang jelita seperti yang terkadang dipelihara oleh para bangsawan di rumah mereka untuk diajak bermain. Janganlah mengalihkan perbincangan tulus dan menyenangkan dengan istrimu sendiri dengan kerja keras dan kesibukan.

Biarkan dia berbaring di pangkuanmu seperti yang dilakukan anak domba betina si miskin itu (2 Samuel 12:3), dan sandarkanlah kepalamu di dadanya. Biarlah hal ini memuaskan engkau senantiasa. Janganlah mencari hiburan dari tempat lain. “Biarlah engkau senantiasa berahi karena cintanya. Apabila engkau ingin menumpahkan kasih sayangmu dengan berlimpah dan menikmati tubuh perempuan, biarlah kaulakukan hal itu dengan tubuh istrimu sendiri, yang tidak akan mendatangkan bahaya.”
Inilah air untuk memuaskan dahaga hasratmu, dari kulahmu sendiri dan air yang membual, air yang jernih, manis, dan menyehatkan, yang keluar dari sumurmu sendiri ( Amsal 5:15; 1 Korintus 7:2-3).

4. Biarlah ia bergembira dengan anak-anaknya dan memandang mereka dengan senang hati (Amsal 5:16-17): “Pandanglah mereka seperti aliran sungai dari mata airmu yang murni” (orang Yahudi dikatakan sebagai terpancar dari pada mata air Yehuda (Yesaya 48:1), “sehingga mereka merupakan bagian dari dirimu, seperti aliran sungai juga merupakan bagian dari mata air. Tetaplah bersama istrimu sendiri, dan engkau akan memiliki,”

(a). “Keturunan yang banyak seperti batang-batang air ke lapangan-lapangan yang mengalir berlimpah. Mereka akan menyebar keluar dan mendapatkan jodoh dari keluarga-keluarga lain. Sebaliknya, mereka yang bersundal, tidak akan menjadi banyak” (Hosea 4:10).

(b). “Keturunan istimewa, yang hanya akan menjadi kepunyaanmu sendiri. Sebaliknya, anak-anakmu yang dihasilkan dari persundalan mungkin tidak akan demikian, sebab semua yang kaukenal itu merupakan keturunan perempuan jalang, namun tetap harus kau pelihara.”

(c). “Keturunan yang terpuji, yang menjadi kehormatan bagimu, dan boleh kau tampilkan bersamamu di jalan-jalan. Sebaliknya, anak-anak di luar nikah merupakan aib bagimu, yang malu kauakui.” Dalam hal ini, kebajikan mengandung kenikmatan dan kehormatan. Oleh sebab itu, sungguh tepat apabila hal ini disebut hikmat.

5. Oleh karena itu, biarlah ia memandang rendah tawaran kesenangan terlarang ketika ia senantiasa berahi karena cinta istrinya yang saleh dan setia. Biarlah ia mengingat betapa bodohnya dia untuk merasa berahi akan perempuan jalang (Amsal 5:20), untuk mencintai seorang pelacur najis, dan mendekap perempuan asing yang tidak akan sudi dipikirkannya bila ia masih memiliki rasa hormat atau kebajikan. 

“Mengapa engkau begitu mabuk dan menjadi musuh bagi diri sendiri dengan mencuri dan lebih menyukai air genangan beracun daripada air kehidupan murni dari sumurmu sendiri?” Perhatikanlah, jika suara akal sehat didengarkan, maka hukum kebajikan pun akan ditaati.

[II]. “Tengoklah, mata Allah senantiasa memandangmu, dan biarlah takut kepada-Nya berkuasa di dalam hatimu,” (Amsal 5:21). Orang-orang yang hidup dalam dosa ini menjanjikan kerahasiaan kepada diri sendiri (orang yang berzinah menunggu senja, Ayub 24:15), namun apalah gunanya, jika hal itu tidak mungkin disembunyikan dari Allah? Sebab:

1. Ia melihatnya. Segala jalan orang, semua gerakan, semua tindakan manusia, terbuka di depan mata TUHAN, termasuk seluruh isi hati dan langkah hidup yang dirahasiakan dan disamarkan dengan piawai. Allah mampu melihat semua itu dalam terang kebenaran dan mengetahuinya, termasuk semua perkara, keadaan, dan akibat yang terkait dengannya. Ia tidak mengawasi perilaku manusia sekali waktu saja. 

Sebaliknya, semua hal itu senantiasa terbuka di depan mata-Nya dan di bawah pengawasan-Nya. Beranikah engkau berbuat dosa terhadap Allah di depan mata-Nya, dan melakukan kejahatan di bawah pengawasan-Nya, yang bahkan tidak berani kaulakukan di depan manusia seperti dirimu sendiri?

2. Dia akan meminta pertanggungjawaban orang berdosa atas perbuatannya, sebab Dia bukan sekadar melihat, tetapi segala langkah orang diawasi-Nya. Ia menghakimi sesuai langkah-langkah itu, sebagai hakim yang tidak lama lagi akan menghukum orang berdosa atas semua perbuatan mereka. Setiap perbuatan akan diuji, dan akan dibawa ke pengadilan (Pengkhotbah 12:14). Hal ini merupakan alasan yang baik mengapa kita harus menempuh jalan yang rata (4:26) dan dengan demikian menguji diri kita sendiri supaya kita tidak akan dihukum.

[III]. “Pandanglah kehancuran orang-orang yang tetap melakukan pelanggaran, meskipun ini belum terjadi.” Orang-orang yang hidup dalam dosa ini menjanjikan kebebasan dari hukuman kepada diri sendiri, tetapi mereka menipu diri sendiri. Dosa mereka akan mengungkapkan keburukan mereka (Amsal 5: 22-23). Sang rasul merangkum kedua ayat ini dalam beberapa kata: orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah (Ibrani 13:4).

1. Ini merupakan dosa yang kekuatannya sangat sulit dilepaskan orang. Ketika orang berdosa itu sudah tua dan lemah, hawa nafsunya akan tetap kuat dan giat saat teringat kepada masa mudanya (Yehezkiel 23:19). Demikianlah orang fasik tertangkap dalam kejahatannya karena kesepakatannya sendiri. Karena dengan sukarela menyerahkan diri untuk tertangkap, ia pun terjerat dalam tali dosanya sendiri yang begitu menguasainya hingga ia tak mampu melepaskan diri.

Di dalam kebodohannya yang besar (kebodohan apa lagi yang lebih besar daripada menyerahkan diri menjadi budak tuan sekeji itu?), ia akan tersesat dan mengembara tanpa henti. Kenajisan adalah dosa yang membuat orang yang menerjunkan diri ke dalamnya sangat sulit dan jarang bisa pulih kembali.

2. Ini adalah dosa yang bila tidak ditinggalkan, membuat manusia mustahil menghindari hukumannya. Tidak bisa tidak, dosa ini akan menjadi kehancuran mereka. Sama seperti kejahatan menangkap mereka melalui teguran hati nurani dan peringatan (Yeremia 7:19), demikian pula kejahatan mereka sendiri akan menangkap dan menyerahkan mereka kepada penghukuman Allah.


Tidak dibutuhkan penjara ataupun rantai. Mereka akan terjerat dalam tali dosa mereka sendiri seperti para malaikat yang jatuh karena jahat dan tak tersembuhkan sehingga disimpan di dalam gua-gua yang gelap. Orang berdosa yang bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan mati karena tidak menerima didikan. Karena sudah mendapatkan cukup banyak peringatan secara umum, ia tidak akan menerima peringatan khusus lagi. Ia akan mati tanpa bisa melihat bahaya terlebih dahulu. Ia akan mati karena tidak mau menerima didikan. Sebaliknya, karena kebodohannya yang besar ia akan tersesat.

Demikianlah kebinasaannya akan tiba, dan ia tidak akan pernah bisa pulang kembali. Orang-orang yang begitu bodoh untuk memilih jalan dosa, memang sepantasnya dibiarkan Allah melintasi jalan yang menuju kepada kebinasaan. Ini merupakan alasan yang kuat mengapa kita harus berjaga-jaga dengan kewaspadaan penuh dan tekad bulat terhadap bujukan hasrat hawa nafsu.
Next Post Previous Post