RELASI, TANGGUNG JAWAB DAN KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA KRISTEN
Pdt.Samuel T. Gunawan.,M.Th.
RELASI, TANGGUNG JAWAB DAN KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA KRISTEN. “ Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Timotius 3:15)
PEMBUKAAN:
“Hiduplah bersama sebagai keluarga Allah” merupakan tema NATAL Saat ini. Namun, bila dilihat dari prinsip hermeneutik dan eksegesis, maka ayat yang dirujuk dalam Kejadian 9:16 ini menurut saya kurang relevan dalam konteks pembahasan keluarga Allah. Karena itulah saya tidak memakai ayat tersebut sebagai rujukan ketika membicarakan tentang keluarga Allah.
Saya lebih memilih menggunakan ayat dari 1 Timotius 3:15. Karena dalam konteks Perjanjian Baru, khususnya dalam 1 Timotius 3:1-16 yang dimaksud keluarga itu adalah : (1) keluarga gereja atau umat Allah (1 Timotius 3:15, kata Yunani yang dipakai untuk “keluarga Allah” dalam ayat ini adalah “oikos theou”); dan (2) keluarga rumah tangga atau kekerabatan secara biologis (1 Timotius 3:4-5, kata Yunani yang dipakai untuk “keluarga” dalam ayat ini adalah “oikos”). Jadi kedua entitas inilah yang disebut sebagai keluarga.
Pertama-tama, Rasul Paulus menjelaskan bahwa gereja adalah keluarga atau “rumah tangga Allah” (1 Timotius 3:14-15; Bandingkan Efesus 2:19). Keluarga gereja (church family) inilah yang disebut sebagai keluarga Allah yang utama menurut Perjanjian Baru. Metafora ini menunjukan bahwa orang-orang yang lahir baru dalam Kristus oleh Roh Kudus adalah anggota-anggota keluarga Allah. Mereka diangkat menjadi anak-anak Allah dan oleh Roh Kudus mereka menyebut Allah sebagai Bapa (Roma 8:14-17). Hal ini menunjukkan suatu hubungan khusus dengan Allah dan dengan sesama anggota lainnya dalam keluargaNya.
Secara khusus gereja lokal adalah keluarga Allah, tempat dimana perilaku orang percaya dinilai, dikritik, dan diperbaiki. Alkitab membandingkan kehidupan rohani sama seperti kehidupan jasmani (Bandingkan 1 Petrus 2:2; 2 Petrus 3:18), dimulai dari kelahiran seorang bayi, dilanjutkan dengan pertumbuhan dan perkembangan menjadi dewasa. Demikian juga hal dengan kehidupan rohani.
Secara khusus gereja lokal adalah keluarga Allah, tempat dimana perilaku orang percaya dinilai, dikritik, dan diperbaiki. Alkitab membandingkan kehidupan rohani sama seperti kehidupan jasmani (Bandingkan 1 Petrus 2:2; 2 Petrus 3:18), dimulai dari kelahiran seorang bayi, dilanjutkan dengan pertumbuhan dan perkembangan menjadi dewasa. Demikian juga hal dengan kehidupan rohani.
Berawal dari kelahiran baru (regenerasi) lalu bertumbuh dan berkembang hingga menjadi dewasa rohani. Seperti seorang bayi jasmani, maka seorang bayi rohani harus dirawat, diberi susu, dipelihara, didik, dilatih, diajar, dikoreksi sampai menjadi dewasa di dalam keluarga gereja. Tujuannya adalah untuk mencapai kedewasaan rohani (Efesus 3:13-18). Paulus menyatakan bahwa gereja adalah tubuh Kristus dan Kristus adalah kepalanya (Efesus 1:22-23).
Selanjutnya, rumah tangga juga selalu dihubungkan dengan keluarga. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pustaka Phoenix) mengartikan keluarga sebagai : (1) Kaum kerabat atau sanak saudara; (2) Satuan kekerabatan dasar dalam suatu masyarakat; (3) Bagian kecil dari masyarakat besar yang terdiri dari ibu bapa dan anak-anaknya.
Dengan demikian yang kita maksudkan dengan keluarga adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan “keluarga batih”, yaitu keluarga kecil atau keluarga inti. Selain keluarga batih atau keluarga inti, ada juga yang disebut “keluarga gabungan”, atau keluarga besar, yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka berasal dari hubungan keluarga (kekerabatan) suami maupun istri.
ISTILAH KELUARGA DALAM ALKITAB
Keluarga pertama di dunia ini dibentuk oleh Allah sendiri yakni keluarga Adam (Kejadian 1:27-29). Adam sebagai suami Hawa sekaligus ayah dari Kain dan Habel; Hawa sebagai istri Adam sekaligus sebagai ibu Kain dan Habel; Kain dan Habel sebagai anak-anak dari Adam dan Hawa; Inilah keluarga ini pertama yang dibentuk oleh Allah. Keluarga merupakan lembaga yang fenomenal dan universal. Di dalamnya terdapat anak-anak yang dipersiapkan untuk bertumbuh. Keluarga adalah lembaga masyarakat paling kecil tetapi paling penting.
Tetapi, kata keluarga terlalu banyak dipakai oleh berbagai orang dari berbagai kelompok sehingga menjadi hilang makna yang sesungguhnya. Sebuah film yang berjudul “The Godfather”, Vito Corleone menggambarkan kelompok pembunuh berdarah dingin yang ia pimpin sebagai keluarga. Begitu juga dengan kelompok-kelompok yang lain, entah bertujuan baik atau buruk, menamakan para pengikut mereka sebagai keluarga. Bahkan dibanyak gereja kita sering mendengar atau menyanyikan nyanyian tentang persekutuan umat Allah sebagai “keluarga Allah”. Lalu, apakah dimaksud Alkitab dengan keluarga itu?
Tetapi, kata keluarga terlalu banyak dipakai oleh berbagai orang dari berbagai kelompok sehingga menjadi hilang makna yang sesungguhnya. Sebuah film yang berjudul “The Godfather”, Vito Corleone menggambarkan kelompok pembunuh berdarah dingin yang ia pimpin sebagai keluarga. Begitu juga dengan kelompok-kelompok yang lain, entah bertujuan baik atau buruk, menamakan para pengikut mereka sebagai keluarga. Bahkan dibanyak gereja kita sering mendengar atau menyanyikan nyanyian tentang persekutuan umat Allah sebagai “keluarga Allah”. Lalu, apakah dimaksud Alkitab dengan keluarga itu?
Istilah yang digunakan dalam Perjanjian Baru untuk keluarga adalah kata Yunani “patria”, yang berarti “keluarga dari sudut pandang relasi historis, seperti garis keturunan”. Dalam pengunaannya, kata “patria” ini lebih menekankan asal-usul keluarga dan lebih menunjukkan kepada bapak leluhur suatu keluarga. Kata “patria” disebutkan hanya 3 kali dalam Perjanjian Baru. Kata ini digunakan dalam Lukas 2:4, dimana disebutkan bahwa Yusuf berasal dari keluarga dan keturunan (patria) Daud, yaitu garis keturunannya secara biologis.
Kisah Para Rasul 3:25 juga menggunakan istilah ini untuk menerjemahkan janji Allah kepada Abraham. Dijanjikan bahwa semua bangsa (patria) di muka bumi akan diberkati. Paulus di dalam Efesus mengatakan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan (patria) yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya” (Efesus 3:14-15).
Kata Yunani lainnya untuk keluarga adalah “oikos” (bentuk tunggal; bentuk jamanya “oikia”). Kata ini lebih umum daripada kata “patria”. Kata ini dimengerti sebagai keluarga dalam arti rumah tangga. Dalam arti ini, kata “oikos” searti dengan kata Ibrani “bayit” dalam Perjanjian Lama. Dalam dunia Yunani-Romawi, “oikos” dipahami sebagai sebuah unit sosial yang lebih luas. Unit sosial itu tidak hanya mencakup sanak keluarga sedarah, tetapi juga orang lain yang tidak sedarah seperti para budak, pekerja, dan orang-orang yang bersandar pada seorang kepala rumah tangga.
PENGERTIAN KELUARGA KRISTEN
Keluarga manusia dibentuk oleh Tuhan dengan mengikut citra Allah! Karena itu, keluarga diarahkan, diatur, dan dikembangkan menurut citra Allah tersebut (Kejadian 2:7,18). Tuhan Yesus Kristus sendiri bertumbuh di dalam keluarga. Ia menjadi anak yang patuh kepada orang tuaNya. Bahkan, Ia masih sempat memperhatikan ibuNya ketika Ia disalibkan (Yohanes 19:25-27). Dari catatan Alkitab kita dapat melihat tingginya nilai yang diletakkan orang Yahudi terhadap Kitab Suci, khususnya hukum Taurat yang diajarkan oleh Musa.
Hukum Taurat inilah yang diajarkan oleh orang-orang tua Yahudi kepada anak-anak mereka baik dengan cara lisan maupun tulisan. Kita juga dapat yakin, itulah yang dialami oleh Yesus dalam kemanusiaan. Yesus pastilah terdidik dalam keluarga yang demikian. Jadi, Tuhan memandang pentingnya keluarga, sehingga selalu ditekankan berulang-ulang dalam Akitab. Dalam Perjanjian Lama dan Baru, kita dapat temukan banyak petunjuk untuk kehidupan berkeluarga.
Hukum Taurat inilah yang diajarkan oleh orang-orang tua Yahudi kepada anak-anak mereka baik dengan cara lisan maupun tulisan. Kita juga dapat yakin, itulah yang dialami oleh Yesus dalam kemanusiaan. Yesus pastilah terdidik dalam keluarga yang demikian. Jadi, Tuhan memandang pentingnya keluarga, sehingga selalu ditekankan berulang-ulang dalam Akitab. Dalam Perjanjian Lama dan Baru, kita dapat temukan banyak petunjuk untuk kehidupan berkeluarga.
Keluarga adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan keluarga kecil atau keluarga inti. Keluarga pertama di dunia ini dibentuk oleh Allah sendiri yakni keluarga Adam (Kejadian 1:27-29). Adam sebagai suami Hawa sekaligus ayah dari Kain dan Habel; Hawa sebagai istri Adam sekaligus sebagai ibu Kain dan Habel; Kain dan Habel sebagai anak-anak dari Adam dan Hawa; Inilah keluarga ini pertama yang dibentuk oleh Allah. Selain keluarga kecil atau keluarga inti, ada juga yang disebut keluarga besar, yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka beresal dari hubungan keluarga (kekerabatan) ayah maupun keluarga (kekerabatan) ibu.
Sedangkan yang dimaksud dengan keluarga Kristen adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri. Kristen artinya menjadi pengikut Kristus, yang meneladani hidup dan ajaran-ajaran Kristus.
PENTINGNYA KELUARGA KRISTEN
Dr. Kenneth Chafin dalam bukunya Is There a Family in the House? memberi gambaran tentang maksud keluarga dalam lima identifikasi, yaitu:
1. Keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh, menyangkut tubuh, akal budi, hubungan sosial, kasih dan rohani. Manusia diciptakan menurut gambar Allah sehingga mempunyai potensi untuk bertumbuh. Keluarga merupakan tempat memberi energi, perhatian, komitmen, kasih dan lingkungan yang kondusif untuk bertumbuh dalam segala hal ke arah Yesus Kristus.
2. Keluarga merupakan pusat pengembangan semua aktivitas. Dalam keluarga setiap orang bebas mengembangkan setiap karunianya masing-masing. Di dalam keluarga landasan kehidupan anak dibangun dan dikembangkan.
3. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk berteduh saat ada badai kehidupan. Barangkali orang lain sering tidak memahami kesulitan hidup yang kita rasakan tetapi di dalam keluarga kita mendapat perhatian dan perlindungan.
4. Keluarga merupakan tempat untuk mentransfer nilai-nilai, laboratorium hidup bagi setiap anggota keluarga dan saling belajar hal yang baik.
5. Keluarga merupakan tempat munculnya permasalahan dan penyelesaiannya. Tidak ada keluarga yang tidak menghadapi permasalahan hidup. Seringkali permasalahan muncul secara tidak terduga. Misalnya, hubungan suami istri, masalah yang dihadapi anak belasan tahun, dan masalah ekonomi. Namun, keluarga yang membiarkan Kristus memerintah sebagai Tuhan atas hidup mereka pasti dapat menyelesaikan semua permasalahan.
RELASI DAN TANGGUNG JAWAB DALAM KELUARGA KRISTEN
Bagaimanakah bentuk Relasi dan tanggung jawab dalam keluarga Kriten? Bagaimanakah bentuk hubungan antara suami dan istri, orang tua dengan anak, dan anak dengan orang tua? Untuk mengetahui bentuk relasi ini dapat dilihat dalam Efesus 5:22-23; 6:1-4; Kolose 3:18-21.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut bentuk relasi dalam keluarga adalah sebagai berikut: (1) Suami mengasihi istri dan tidak boleh berlaku kasar pada istrinya; (2) Istri tunduk dan taat kepada suami dalam segala hal; (3) Orang tua mendidik anak-anak di dalam ajaran dan nasihat Tuhan, serta tidak membangkitkan amarah anak-anaknya; (4) Anak-anak menghormati dan menaati orang tuanya.
1. Relasi dan tanggung jawab suami dan istri. Pernyataan rasul Paulus tentang bentuk relasi antara suami dan istri, sesuai Efesus 5:22-23 dan Kolose 3:18-19, dapat diringkas sebagai berikut, “suami mengasihi istri dan tidak boleh berlaku kasar pada istrinya; sedangkan istri tunduk dan taat kepada suami dalam segala hal”. Istri tunduk kepada suami bukan didorong oleh rasa takut tetapi oleh rasa hormat. Suami diperintahkan untuk mengasihi istri sama seperti Kristus mengasihi jemaat. Kasih Kristus kepada jemaat adalah kasih yang penuh pengorbanan. Demikian juga suami harus mengasihi istrinya dengan kasih yang penuh pengorbanan.
Berdasarkan relasi di atas, suami maupun istri memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab suami terhadap istri yang berhubungan dengan mengasihinya ialah: Memberi perhatian dan menyayangi istrinya; memelihara dan melindungi istri; menerima dan menghargai istri; peduli dan penuh penegretian; memimpin istri dan berkorban baginya.
Tanggung jawab istri terhadap suami yang berhubungan dengan tunduk kepadanya ialah: mendukung dan menolong suami; menerima dan mengagumi suami; mempercayai dan menaati suami ; menghormati dan lebih menghormati suami. Selanjutnya relasi ini dapat dikembangkan oleh suami dan istri dengan cara: menjadi teman dan sahabat; saling melayani dan merawat; dan mengatur seisi rumah; rendah hati dan murah hati; memperhatikan pertumbuhan pribadi lebih dari hal lahiriah; dan sebagainya (bandingkan 1 Korintus 13:1-8; 1 Petrus 3:1-7).
2. Relasi dan tanggung jawab orang tua dan anak. Secara khusus, dengan hadirnya anak sebagai karunia dari Tuhan, relasi suami dan istri dalam keluarga akan bertambah. Kehadiran anak akan membentuk relasi orang tua dengan anak. Suami dan istri yang telah mempunyai anak, kini menjadi orang tua. Relasi ini disertai suatu tanggung jawab, yaitu tanggung jawab orang tua terhadap anak dan tanggung jawab anak-anak terhadap orang tua.
Rasul Paulus mengingatkan, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6:1-4). Hal yang sama disampaikan rasul Paulus dalam Kolose 3:20-21, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya”.
Berdasarkan ayat-ayat firman Tuhan di atas, tanggung Jawab orang tua terhadap anak-anaknya antara lain: (1) merencanakan masa depan mereka; (2) merawat dan memelihara mereka; (3) mengasuh dan mencukupi kebutuhan mereka; (4) mengasihi mereka; (5) mengajar, mendidik, dan membimbing mereka; (6) memberi teladan dan bersaksi bagi mereka. Sedangkan tanggung jawab anak terhadap orang tua antara lain: (1) membantu orang tua dalam memelihara seisi rumah; (2) mengerjakan tugas-tugas yang diberikan orang tua; (3) belajar dibawah bimbingan orang tua; serta (4) menghormati dan menaati orang tua.
KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA KRISTEN
Seorang pria dan wanita yang memutuskan untuk menikah akan mengalami perubahan besar yang terjadi khususnya dalam lingkungan dan jadwal. Mereka harus membiasakan diri untuk hidup bersama. Ini berarti baik suami maupun istri, mereka harus memangkas dari jadwal mereka hal-hal yang kurang bermanfaat yang dapat menghilangkan kebersamaan mereka.
Ini berarti suami dan istri perlu memberi batasan terhadap pergaulan, hobi, dan kesenangannya sendiri. Mereka harus meluangkan waktu lebih banyak untuk saling memahami, memberi dan memerima satu dengan yang lain. Hal ini perlu mengingat, pernikahan menyatukan dua pribadi yang berbeda. Pria dan wanita memiliki kodrat yang tidak sama baik secara fisik, perasaan, maupun perilaku. Ditambah lagi perbedaan dalam kebiasaan, adat istiadat, budaya, pendidikan, sikap dan pembawaan.
Jadi pernikahan adalah kesempatan yang diberikan Allah kepada kepada laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama. Keluarga adalah suatu lembaga atau unit yang paling kecil dalam masyarakat. Sebuah keluarga adalah suatu tim dalam persekutuan hidup bersama antara ayah, ibu, dan anak-anak. Persekutuan bersama dalam keluarga bersifat dinamis dan harus dijaga keharmonisannya.
Karena itu, untuk menjaga kebersamaan dalam keluarga maka perlu memperhatikan dan mengembangakan hal-hal sebagai berikut: (1) Menyembah dan melayani Tuhan bersama-sama di gereja lokal; (2) Berdoa bersama-sama atau mezbah keluarga dalam ketekunan; (3) Mengatur keuangan bersama-sama; (4) Mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan rumah bersama; (5) membuat dan menetapkan rencana untuk masa depan bersama-sama; (6) Membiasakan makan bersama-sama; (7) Melaksanakan peran dan tanggung jawab masing-masing dengan sebaik-baiknya; (8) Komunikasi yang baik dengan tegur sapa; (9) Kejujuran dengan menceritakan apa adanya; Rasa saling mempercayai dengan tidak mengatakan kebohongan; (10) Senyum dan tertawa dalam kebersamaan; (11) Menjalin persahabatan dengan semua anggota keluarga; (12) Saling memaafkan kesalahan; (13) Menyatakan cinta dan kasih sayang dengan perkataan dan perbuatan yang baik; (14) Saling menghargai ketika ada yang telah melakukan sesuatu untuk kebaikan; (15) Lembut dan tidak kasar terhadap semua anggota keluarga.
Secara khusus waktu yang disediakan untuk mezbah keluarga sangat penting dan indah. Karena pada saat itu semua anggota keluarga berkumpul bersama. Hal ini merupakan sarana untuk membangun iman, kerohanian, pengetahuan dan pengenalan akan Tuhan dan firmanNya, mengembangkan kasih dan komunikasi dengan Tuhan dan sesama anggota keluarga. Karena Tuhan dan keluarga kita penting, mengapa kita tidak memulai mezbah keluarga di dalam keluarga kita segera mungkin? Jadi, bertekad dan komitmenlah seperti Yosus yang berkata, “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yosua 24:15b).
KELUARGA KRISTEN SEBAGAI TELADAN DALAM PERBUATAN BAIK
Semua anggota keluarga Kristen wajib berbuat baik. Kenapa setiap orang Kristen wajib berbuat baik? Karena Tuhan telah berbuat baik kepada kita terlebih dahulu. Dengan cara apa Tuhan berbuat baik kepada manusia? (1) Karena Tuhan telah menciptakan alam semesta untuk dikelola manusia; (2) Karena Tuhan telah mencipta dan memberi kehidupan kepada kita; (3) Karena Tuhan telah menebus kita dari kuasa dosa; (4) Karena Tuhan telah menyediakan kehidupan yang kekal untuk kita. Demikianlah perbuatan baik Tuhan yang Ia berikan kepada manusia. Hal inilah yang menyebabkan setiap anggota keluarga Kristen wajib berbuat baik dan menjadi teladan dalam hal perbuatan baik ini.
Setiap perbuatan baik yang kita lakukan kepada siapapun, kapanpun, dan dimanapun adalah sebagai ucapan syukur kita kepada Tuhan yang telah berbuat baik kepada kita (Kolose 3:23). Perbuatan baik apapun yang kita lakukan bukanlah untuk mendapat pujian tau penghargaan, melainkan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan.
Sebagai contoh. Suami berbuat baik kepada istri dan anak-anaknya, istri berbuat baik kepada suami dan anak-anaknya, anak-ana erbuat baik kepada orang tua dan saudara-saudaranya dan setiap anggota keluarga Kristen berbuat baik kepada setiap orang. Tuhan Yesus berkata “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga" (Matius 5:16).
Kata Yunani “perbuatan yang baik” dalam ayat ini adalah “kalá erga” menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat. Perbuatan baik adalah cermin dari kualitas hidup seseorang.Kehidupan yang baru dalam Kristus dimaksudkan untuk menghasilkan perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan.
KEBUTUHAN KELUARGA KRISTEN SAAT INI
Memperhatikan penting dan strategisnya peranan keluarga, Paul Meier seorang psikiater Kristen Amerika mengusulkan lima aspek yang harus terus bertumbuh dalam kehidupan sebuah keluarga, yaitu:
1. Kasih di antara suami istri dan di antara orang tua terhadap anak harus terus meningkat (1 Korintus 13:4-7).
Apakah kasih itu? Menurut Meier, kasih mencakup komitmen, perhatian, perlindungan, pemeliharaan, pertanggungjawaban, dan kesetiaan.
Kasih yang seharusnya berlanjut dalam relasi suami istri tidak lagi sebatas ketertarikan secara fisik. Kasih itu harus diungkapkan dalam perbuatan nyata, saling berkomunikasi dan berelasi. Kasih itu juga diaktualisasikan ketika menghadapi masalah, memikiul tugas dan tanggung jawab hidup. Ketiadaan kasih diantara orang tua dapat dirasakan oleh anak, akibat selanjutnya adalah menggangu pertumbuhan watak mereka.
2. Harus ada disiplin yakni tegaknya keseimbangan hukuman dan pujian yang dinyatakan orang tua bagi anak mereka.
Disiplin itu sendiri merupakan kebutuhan dasar anak pada masa pembentukannya. Disiplin tidaklah identik dengan hukuman saja. Disiplin sebenarnya berarti pemberitahuan, penjelasan, dan pelatihan dalam hal-hal kebajikan. Melalui disiplin anak dimampukan mengenali dan memilih serta mewujudkan pilihannya dalam kebaikan itu.
Disiplin orang tua bagi anak-anaknya juga berkaitan dengan pembentukan iman anak melalui pengajaran, percakapan, komunikasi formal, dan non formal. Alkitab mengajarkan bahwa orang tualah yang paling bertanggung jawab mengajari anak-anaknya dalam iman dan moral secara berulang-ulang dengan berbagai cara kreatif supaya mereka bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan (Baca: Ulangan 6:6-9; Matius 18:5-14).
3. Pentingnya konsistensi yaitu aturan yang dianggap benar, terus menerus dinyatakan dan diterapkan orang tua.
Aturan tersebut tidak boleh hanya penuh semangat diterapkan satu minggu atau beberapa hari saja kemudian tidak dilaksanakan lagi, melain terus menerus dan konsisten. Penetapan aturan yang harus diikuti anak semestinya mempertimbangkan keadaan dan kebutuhan anak. Perlu dipahami bahwa cara anak menanggapi aturan berbeda-beda sesuai tingkat usia dan tahap perkembangan mereka.
4. Mendesaknya keteladanan orang tua dihadapan anak-anak, termasuk dalam segi perkataan, sikap, penampilan dan perbuatan (Baca: Efesus 6:4; Kolose 3:20-21).
Para ahli psikologi dan pendidikan menyatakan bahwa anak kecil belajar dengan melihat, mendengar, merasakan dan meniru. Selanjutnya mereka mengolah dalam pikirannya apa yang didengar dan dilihat, seiring dengan perkembangan kognitifnya.
Jika anak mendapatkan contoh sikap dan perilaku yang buruk, ia memandang itu sebagai yang “benar” untuk diteladani. Yesus sendiri memang telah mengingatkan para orang tua supaya menjaga anggota tubuhnya sedemikian rupa agar tidak membawa anak-anak mereka bertumbuh dengan kekecewaan, lalu pada akhirnya jauh dari atau menolak kasih dan rahmat Tuhan (Matius 18:6-9).
5. Peran suami sebagai kepala rumah tangga harus dilaksanakan.
Ini merupakan ketetapan Allah bagi setiap keluarga di dunia. Supaya keluarga bertumbuh sesuai dengan kehendak Tuhan, maka istri harus memberi kesempatan dan dukungan agar kepada suaminya untuk menjalankan peran sebagai kepala keluarga. Disinilah istri berperan sebagai penolong yang sepadan bagi suaminya (Suami yang takut akan Tuhan dan menjadi pimpinan yang melayani di dalam keluarganya dinyatakan akan berbahagia; berkat Tuhan akan hadir dan nyata dalam kehidupan istri, anak-anak dan pekerjaannya. Inilah yang dilakukan oleh Yosua terhadap keluarganya. Ia mendemonstrasikan peran ini ketika berkata “…
Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:15b). Peranan orang tua terutama, seorang suami untuk membawa seluruh keluarga beribadah kepada Tuhan berlaku dalam Perjanjian Lama dan tidak dibatalkan dalam Perjanjian Baru.
Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:15b). Peranan orang tua terutama, seorang suami untuk membawa seluruh keluarga beribadah kepada Tuhan berlaku dalam Perjanjian Lama dan tidak dibatalkan dalam Perjanjian Baru.
Dari sekian banyak peranan suami dalam Alkitab, dua hal yang paling menonjol, yaitu : (1) Peranan suami sebagai kepala rumah tangga. (Efesus 5:22-29). Sebagai kepala rumah tangga suami adalah pemimpin keluarga dan pengambil keputusan; pengayom bagi semua anggota keluarga; pelindung yang melindungi dan bertanggung jawab; mendidik, menegor dan menasihati. (Efesus 6:4); memberi contoh dan teladan yang baik bagi keluarga. (2) Peranan suami sebagai imam. Sebagai imam Ia harus memimpin dan mengatur ibadah dalam keluarga; Berdoa setiap waktu kepada Allah bagi seluruh anggota keluarganya dan juga bagi dirinya sendiri.
PENUTUP
Dr. Tim La Haye dalam bukunya yang berjudul You and Your Family, memberikan diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max Jukes, seorang penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan Edwards, seorang pendeta yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani.
Jonathan Edwards ini menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari Max Jukes terdapat 1.026 keturunan : 300 orang mati muda, 100 orang dipenjara, 190 orang pelacur, 100 orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729 keturunan : 300 orang pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis, 3 orang pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika.
Berdasarkan diagram tersebut kita bisa melihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai dari generasi terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Jelaslah bahwa karakter, tata nilai, dan cara beriman kita muncul dan berkembang dari keluarga tempat dimana kita dibesarkan dan bertumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya yang menyatakan bahwa lingkungan dan agen yang banyak mempengaruhi pembentukan watak, iman, dan tata nilai seseorang adalah keluarga asal (the family of origin).
Dengan kata lain, keluarga asal dianggap paling berperan dan berharga dengan berbagai dinamika dan kondisi apapun. Selain itu kita diingatkan tentang betapa pentingnya kehidupan keluarga yang baik, yang sesuai dengan prinsip Alkitab (2 Timotius 3:16-17). Syarat ini diperlukan untuk membentuk generasi yang berkarakter mulia sesuai dengan kehendak Allah.
Akhirnya, di dalam Mazmur 78:5 dituliskan, “Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka”. Tuhan memerintahkan agar para orangtua memperkenalkan kisah perbuatan-Nya yang ajaib dalam sejarah Israel dan hukum-hukum-Nya kepada anak-anak mereka. Hal ini bertujuan agar anak-anak hidup taat akan Tuhan dan menaruh harapan kepadaNya.
Orangtualah penanggung jawab utama pendidikan rohani bagi anak-anaknya. Tanggung jawab ini tidak dapat dialihkan kepada para guru disekolah maupun sekolah minggu karena waktu yang mereka miliki untuk bergaul dengan anak-anak di sekolah ataupun di gereja jauh lebih sedikit dibandingkan dengan waktu yang dimiliki oleh orangtua.
REFERENSI: RELASI, TANGGUNG JAWAB DAN KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA KRISTEN
Banks, Robert & R. Paul Stevens., 2012. The Complete Book of Everyday Christianity. Terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Burke, Dale., 2000. Dua Perbedaan dalam Satu Tujuan. Terjemahan Penerbit Metanoia Publising : Jakarta.
Clinton, Tim & Mark Laaser., 2012. Sex and Relationship. Terjemahan Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Dobson, James., 2004. Panduan Lengkap Pernikahan dan Keluarga. Terjemahan Penerbit Gospel Press : Batam.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, 2 Jilid. Terjemahan Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Evans, Tony., 2001. Cara Hidup Yang Luar Biasa. Buku dua, terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam.
Geisler, Norman L., 2000. Christian Ethics: Options and Issues. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Jakarta.
Gutrie, Donald., ed, 1981. Tafsiran Alkitab Masa Kini, 3 Jilid. Terjemahan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Gutrie, Donald., 1991. Teologi Perjanjian Baru, 3 Jilid. Terjemahan Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Hearth, W. Stanley., 1997. Psikologi Yang Sebenarnya. Penerbit ANDI: Yogyakarta.
King, Clayton & Charie King., 2012. 12 Pertanyaan yang Harus Diajukan Sebelum Menikah. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta.
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung
Mack, Wayne., 1985. Bagaimana Mengembangkan Kesatuan Yang kukuh Dalam Hubungan Perkawinan, terjemahan, Penerbit Yakin : Surabaya.
McDowell, Josh., 1997. Rigth From Wrong. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.
Morris, Leon., 2006. New Testamant Theology. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Paulus L. Kristianto., 2006. Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen. Andi: Yogyakarta.
Pfeiffer, Charles F & Eferett F. Herrison., ed, 2004. Tafsiran Alkitab Wycliffe, 2 volume, Terjemahan Penerbit Gandum Mas : Malang.
Piper, John & Justin Taylor, ed., 2011. Kingdom Sex and the Supremacy of Christ. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Powers, B. Ward., 2011. Divorce and Remarriage: The Bible’s Law and Grace Approach. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Prokopchak, Stave and Mary., 2011. Called Together. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Rosberg, Gery & Barbara., 2010. Pernikahan Anti Cerai. Terjemahan, Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. diterjemahkan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Kingdom Ethics: Following Jesus in Contemporary Contex. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terj, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stott, John., 1996. Issues Facing Chistianis Today. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tong. Stephen., 1991. Keluarga Bahagia. Cetakan kesebelas (2010), Penerbit Momentum: Jakarta.
Trisna, Jonathan A., 2013. Two Become One. Penerbit ANDI : Yogyakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2010. A Biblical of Theology The Old Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.RELASI, TANGGUNG JAWAB DAN KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA KRISTEN. AMIN_
https://teologiareformed.blogspot.com/